• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Sejarah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Sejarah"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Ujian Akhir Semester

Mata Kuliah Sejarah Sosial Politik

Geovanni Surya Dehobo

(2)

Sejarah Perkembangan Pornografi

Pornografi kini semakin menancapkan taringnya dengan tajam ke dalam dunia kapital khusunya dalam sektor industri hiburan. Industri film dan media cetak menjadi produsen utama dalam penyebaran hal-hal berbau pornografi. Pornografi sendiri menjadi sebuah daya pikat yang ditunggu-tunggu masyarakat baik dalam rupa busana, gambar, bahkan suara. Dengan meledaknya dinamisasi arus teknologi dan informatika di era teknokrat ini, pornografi seakan bagai sebuah sokongan utama untuk mendapatkan atensi pasar.

Fakta menunjukan bahwa pornografi bukan hanya sebagai pemenuhan hasrat individual saja, namun skala pornografi sebagai sebuah “profit” makin besar menjadi sebuah komunitas bahkan negara. Bagi beberapa negara pornografi bahkan menjadi sektor yang diunggulkan bagi peningkatan penghasilan negara. Di Jepang misalnya, industri pornografi baik dalam bentuk film, iklan, majalah, komik, ataupun sebagai atraksi pemasaran produk telah dilegalkan. Sebagai contoh JAV (Japan Adult Video), industri perfilman pornografi di Jepang bahkan telah menghiasi pangsa global dan dinikmati banyak kalangan di berbagai belahan dunia. Sebagai sebuah negara besar di Asia, hal ini mendobrak paradigma global bahwa negara “timur” tabu dan sangat menolak hal-hal yang mengandung pornografi.

Jika ingin melihat industri yang lebih besar lagi, mari kita tengok “Negeri Paman Sam” Amerika Serikat yang dalam hal pornografi dapat disebut sebagai pelopor awal. Amerika bahkan menyuguhkan atraksi seni sex kasar yang biasa diistilahkan dengan “Hardcore Sex”. Hal ini menjadi semakin memarakkan pasar pornografi di dunia, berbagai

genre seni bercinta pun muncul dan mencandui masyarakat dunia. Kini pornografi memunculkan paradigma baru yaitu “World Porn Capitalism” (Kapitalisme Porno Dunia).

(3)

Pornografi dan Erotika

Pornografi berasal dari kata pornē yang berarti “prostitusi” (pelacuran) dan kata graphein

yang berarti tulisan. Dalam Encarta Referency Library (Down: 2005), dinyatakan bahwa pornografi adalah segala sesuatu yang secara material baik berupa film, surat kabar, tulisan, foto, atau lain-lainnya menyebabkan timbul atau munculnya hasrat-hasrat seksual. Pengertian yang sama juga dinyatakan dalam Encyclopedia Britannica (2004) bahwa pornografi adalah penggarmbaran periaku erotik dalam buku-buku, gambar-gambar, patung-patung, film, dan sebagainya yang dapat menimbulkan rangsangan seksual.

Sementara itu, para pemikir feminist seperti Gloria Steinem, Catharine MacKinnon dan Andrea Dworkin mengemukakan definisi pornografi secara berbeda dan membedakannya dengan erotika. Mereka mendefinisikan pornografi sebagai sebuah ekspresi yang bersifat seksual dari kaum wanita, sedangkan erotika adalah ekspresi yang bersifat seksual yang menggambarkan atau memamerkan postur tubuh baik pada laki-laki maupun perempuan.

Kata erotika sendiri berasal dari Yunani Erōtika. Dalam Encarta Dictionary

disebutkan, erotika adalah seni atau literatur yang cenderung membangkitkan hasrat seksual dengan cara yang eksplisit. Sedangkan menurut Encyclopedia Britannica, kata erotika secara khusus digunakan untuk menunjuk pada karya-karya yang menempatkan unsur seksual sebagai bagian dari aspek estetik. Erotika biasanya dibedakan dari pornografi, terutama karena erotika dipahami memiliki tujuan untuk membangkitkan gairah seksual.

Pornografi Klasik

(4)

amatoria (Art of Love), menuliskan mengenai seni merayu , seni membangkitkan birahi, dan seni untuk menimbulkan hasrat-hasrat sensual (Encarta: 2005).

Selama abad pertengahan di Eropa, ekspresi pornografi kebanyakan diungkapkan dalam bentuk-bentuk syair dan lelucon. Sebuah karya yang paling terkenal yaitu The Dacameron tulisan Giovanni Boccaccio yang berisi sekitar 100 cerita bernada cabul. Dalam sebuah buku mithologi klasik karangan Edit Hamilton yang berjudu la mythologie ditampilkan lukisan-lukisan klasik mengenai dewa-dewi dalam mitologi Yunani yang menampilkan vulgarisme. Beberapa lukisan seperti La Venus d’Urbin, La naissance de Venus dan lukisan vulgar lainnya.

Setelah ditemukannnya mesin cetak pada abad-18, di Eropa banyak sekali karya-karya baik tulisan ataupun syair yang mengandung pornografi. Pada abad itu khususnya di Inggris, karya-karya pornografi tersebut dengan terang-terangan dipublikasikan dengan tujuan membangkitkan rangsangan seksual. Buku-buku berbau pornografi pada masa itu banyak ditulis oleh John Cleland antara lain berjudul Fanny Hill atau Memoirs of a Woman of Pleasure (1749). Pada waktu yang bersamaan di Paris juga terbit banyak penggambaran erotik yang dinamakan French Postcards.

Buku-buku pornografi tumbuh subur pada masa Victoria, Inggris. Pada tahun 1834 sebuah penyelidikan di London menemukan bahwa toko-toko yang berada di Holywell Street sebanyak 57% diantaranya menjual barang-barang yang bersifat pornografik. Karya yang terkenal pada masa Victoria adalah My Secret Life (1890) dengan penulis Anonym. My Secret Life menceritakan tentang seorang laki-laki yang mencari kepuasan seksualnya (sexual gratification).

Di daratan timur juga banyak temuan-temuan berbau pornografi. Di Jepang misalnya, pornografi memiliki jejak pornografi yang cukup panjang. Ditemukan banyak ekspose pornografi melalui cerita dan lukisan pada literatur-literatur Jepang lama. Ekspose pornografi didukung oleh teknologi pembuatan kertas yang sudah maju di Jepang. Pada era

Muromachi (1336-1573) pornografi mengalami perkembangan yang pesat. Salah satu media penyebaran pornografi pada era itu adalah melalui Ukiyoe, yaitu seni lukisan cetak. Sebagian besar hasil lukisan Ukiyoe pada masa itu berupa Shunga, yaitu sebuah bentuk seni erotik melalui media lukisan. Shunga pada umumnya menampilkan lukisan pasangan yang sedang bercinta. Namun ditemukan lebih jauh lukisan-lukisan Shunga juga menampilkan adegan bercinta antara sesama jenis (homoseksual) bahkan antara manusia dengan hewan. Jenis lukisan Shunga beraliran “surealisme” karena hampir semua Shunga

(5)

(digambarkan lebih besar dan lebih lebar, biasanya organ genital digambarkan dengan sangat jelas).

Dalam lukisan Shunga, pelukis menyertakan sebuah script pendek yang berupa dialog tokoh yang dilukiskan. Script ini biasanya berisi rangsangan seksual secara verbal agar menciptakan gairah seksual bagi orang yang melihatnya. Di masa Edo ditemukan juga lukisan Shunga yang menampilkan “model” orang barat. Salah satu pelukis Shunga yang terkenal yaitu Katsushika Hokusai. Karya-karya Hokusai yang terkenal antara lain The Dream of the Fisherman’s Wife (1814) dan The Adonist Plant (1815).

Ditemukan pula banyak karya literatur erotik yang ditemukan di banyak negara seperti Kama-Sutra, sebuah literatur Sanskrit dari abad ke-5 yang merupakan sebuah seni dalam bercinta. Kama-sutra menggambarkan jenis-jenis gerakan dalam bercinta. Diyakini bahwa gerakan-gerakan tersebut merupakan sebuah bentuk komunikasi kepada dewa melalui proses bercinta. Lalu ada Ghazal sebuah syair Persia, Chin p’ing sebuah novel klasik Cina dari abad ke-16, Venus and Adonis karya seniman tersohor William Sakhespere, serta karya D.H Lawrence yang berjudul Chatterley’s Lover.

Pornografi Modern

Dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, pornografi juga seakan berdinamisasi dengan teknologi yang ada. Di era cyber yang dikuasai teknologi ini, berbagai media hiburan seperti film, media cetak (majalah), musik juga ikut berkembang. Di segala aspek yang berkembang itu, pornografi juga ikut merasuk di dalamnya.

1. Film Porno

Film porno pertama diproduksi tak lama setelah ditemukannya proyektor gambar bergerak pada tahun 1895. Dua orang yang menjadi pionir dalam dunia pornografi adalah Eugēne Pirou dan Albert Kirchner dari Perancis. Mereka mengarahkan film porno pertama di bawah merek dagang Lēar. Film-film karya Pirou dan Kirchner menginspirasi pembuat film Perancis lainnya untuk membuat film yang menampilkan wanita-wanita yang menanggalkan pakaiannya karena film jenis ini merupakan hal baru dan menjanjikan keuntungan yang besar.

Menurut Patrick Robertson dalam bukunya Film Facts, film porno paling awal yang diketahui pembuatannya yaitu film berjudul A’Lecu d’Or ou la bonne auberge

yang dibuat di Perancis pada tahun 1908. Film ini menceritakan seorang tentara yang kelelahan kemudian bercinta dengan seorang pelayan perempuan di sebuah penginapan. Setelah diteliti lebih jauh lagi, pada tahun 1907 telah dibuat film berjudul

(6)

Kemudian berdasarkan penelitian Robertson diketemukan lagi “artefak” film porno dari Jerman yang berjudul Am Abend (1910) yaitu sebuah film berdurasi sepuluh menit yang dimulai dengan adegan seorang wanita yang memuaskan dirinya sendiri di kamar dan kemudian berganti scene saat wanita tersebut berhubungan seks dengan seorang pria dengan melakukan fellatio (foreplay) dan penetrasi anal. Pada masa-masa awal tersebut film porno masih sangat jarang diketahui di muka publik. Robertso mencatat bahwa film-film porno tertua yang masih ada tersimpan dalam Kinsey Collection di Amerika Serikat.

Pada tahun 1970 dibuat Mona The Virgin Nymph, film porno pertama yang memiliki plot cerita dan dibuat secara terbuka (banyak publik tahu) dan telah diedarkan di bioskop-bioskop Amerika Serikat. Satu tahun kemudian muncul sebuah film porno berjudul The Boys in the Sand. Film ini menjadi yang pertama dalam beberapa hal mengenai publikasi seksual. Film ini juga yang pertama dalam menampilkan adegan porno homoseksual. Film ini juga yang pertama mencantumkan nama-nama kru film (walaupun banyak nama kru yang disamarkan). Pada tahun 1972 juga muncul film porno yang dikenal luas berjudul Deep Throat.

Pertengahan hingga akhir tahun 1980-an disebut sebagai “The Golden Age of Porn”

karena mulai banyak aktor dan aktris porno yang mulai terkenal di masyarakat.

Dave Thompson merupakan salah satu orang yang berusaha mendokumentasikan film porno secara ilmiah. Hasilnya terlihat pada film dokumenternya yang berjudul In Black and White and Blue (2008). Thompson menceritakan banyak bukti bahwa industri film porno pertama kali muncul di Buenos Aires dan kota-kota di Amerika Latin lainnya saat pergantian abad. Dari Amerika Latin tersebut lalu film-film pornografi mulai menyebar ke seluruh Eropa.

Di daratan Asia Jepang masih menjadi pionir utama dalam pembuatan film porno. Jepang terkenal dengan JAV (Japan Adult Vudeo) yang merupakan rumah produksi berbagai video porno. Untuk film layar lebar, Jepang menyebut film bergenre porno dengan sebutan Pink Eiga. Pink Eiga mulai muncul pada awal tahun 60-an setelah sebelumnya sangat dilarang oleh Restorasi Meiji.

Namun JAV lebih banyak disoroti publik karena aksesnya yang mudah dan lebih banyak produksinya. JAV sendiri dilegalkan di Jepang dengan cara menyensor setiap adegan yang menunjukan organ-organ genital.

(7)

Majalah sebagai salah satu komoditas akses informasi di masyarakat juga tidak lepas dari pengaruh pornografi. majalah porno yang diketahui muncul pertama kali pada paruh kedua abad ke-20 yaitu majalah Playboy dan Modern Man. Majalah ini menampilkan foto-foto perempuan yang setengah ataupun telanjang bulat. Terkadang majalah porno ini menampilkan foto-foto erotis yang menggambarkan wanita seolah-olah sedang bermasturbasi (melakukan kepuasan seksual terhadap dirinya sendiri) meskipun alat kelamin tidak diperlihatkan.

Pada akhir tahun 1960-an, majalah-majalah porno ini mulai menampilkan gambar-gambar “eksplisit” dan sejak tahun 1990-an foto-foto adegan seksual seperti penetrasi sex, lesbianisme, homoseksual, seks kelompok, blowjob, masturbasi,

sade-masokism, dan adegan lain ditampilkan. 3. Komik

Komik porno yang pertama kali dikenal disebut dengan Tijuana Bible (Kitab Suci Tijuana) yang muncul di Amerika Serikat pada sekitar tahun 1920-an. Kitab suci Tijuana merupakan kumpulan cerita-cerita bergambar yang menjadi alternatif lain dalam meningkatkan imajinasi seksual bagi pembacanya.

Di Jepang juga dikenal komik dengan genre erotisme yang biasa disebut dengan Hentai. Kata Hentai sendiri merupakan sebuah ungkapan Jepang yang berarti “kelainan”. Kelainan yang dimaksudkan adalah kelainan yang berhubungan dengan perilaku seksual manusia.

Pornografi di Indonesia

Pornografi di Indonesia sendiri mulai berkembang pada masa penjajahan Belanda saat barang-barang yang berbau pornografi dibawa masuk ke Indonesia. Para pedagang Belanda sebenarnya salah dalam membawa barang-barang tersebut karena kebudayaan Indonesia yang lebih bersifat ketimuran menganggap pornografi sebagai hal yang sangat tabu.

Pada masa penjajahan Jepang dikenal pula istilah Jugun Ianfu, yaitu para perempuan-perempuan pribumi yang dijadikan sebagai pemuas hasrat seksual para tentara Jepang. Dalam berbagai sumber sejarah yang didapat, para tentara Jepang dalam bercinta dengan para perempuan pribumi mengenalkan “gaya” gerakan baru. Gerakan-gerakan tersebut kini banyak dijadikan inspirasi dalam pembuatan film ataupun sekedar video porno di Indonesia.

(8)

1. Film Porno Indonesia

Produksi film-film yang berbau erotis di Indonesia yang diketahui adalah pada tahun 1929 ditayangkan film berjudul Resia Boroboedoer yang pertama kali menampilkan adegan ciuman dan kostum bikini di Jakarta.

Pada era 1950-an dikenal dengan era nya Nurnaningsih. Yaitu seorang aktris yang pada jamannya terkenal dikenal karena tampil “berani” dalam film-film seperti

Krisis dan Harimau Tjampa. Foto-foto seronok Nurnaningsih juga banyak beredar di majalah-majalah dan pada puncaknya tersebar foto-foto bugilnya. Namun setelah diketahui lebih jauh ternyata foto-foto bugil Nurnaningsih merupakan foto hasil

montage (manipulasi foto).

Ledakan film pornografi Indonesia mulai marak kembali pada awal tahun 1990-an. Pada tahun 1994 misalnya, banyak judul-judul film yang beredar seperti

Ranjang yang Ternoda, Asmara, Perempuan di Persimpangan Jalan, Gairah Malam, Gadis Metropolis, Selir Sriti, Sorgaku Nerakaku dan masih banyak film lainnya (Tjipta Lesmana, 1995:1)

2. Majalah Porno Indonesia

Sepanjang tahun 1990 hingga 1992 hampir seluruh media cetak memberikan sumbangsihnya terhadap proliferasi pornografi. Majalah Jakarta-Jakarta merupakan majalah “terpanas” yang pada hampir setiap edisinya menampilkan gambar-gambar erotis. Lalu ada pula majalah Monitor milik KKG (Kelompok Kompas Gramedia) yang

dianteki oleh Arswendo Atmowiloto yang mengeksploitasi unsur-unsur seksual sehingga kemudian dikenal istilah Jurnalisme Lher.

3. Video Porno

Video porno Indonesia seakan-akan menjadi sebuah hasil dari penjiplakan atas ketenaran citra negara lain melalui video pornonya. Banyak video-video porno yang beredar luas di masyarakat Indonesia. Dalam dunia video porno Indonesia marak sebuah istilah “Video 3GP”. 3GP sebenarnya merupakan sebuah format video yang pada umumnya compatible dengan kapasitas dan resolusi kamera Handphone.

Namun pada akhirnya istilah 3GP menjadi dianggap bagian dari video porno karena marak sekali peredaran video porno di Indonesia yang menggunakan format 3GP dan diambil menggunakan kamera handphone.

Beberapa video porno yang sempat menjadi bahan pembicaraan hangat antara lain Anak Ingusan (2000), Bandung Lautan Asmara / Video Itenas (2001), Video Casting Sabun (2002), Ganti Baju (2003), dll.

(9)

karena mereka tahu pasar bahwa pasar menyukai hal yang berbau pornografi maupun erotik. Pornografi menjadi sebuah aset pendongkrak pemasaran. Mungkin kini pornografi tidak tepat hanya kita radikalkan sebagai sebuah kebobrokan moral. Kini pornografi merupakan sebuah arus deras yang menjangkiti setiap aspek kehidupan manusia, sama seperti teknologi, internet ataupun gadget. Pornografi adalah sebuah persaingan pasar dan komoditi dalam menggaet atensi pasar.

Referensi:

Ardika, Nyoman. 2003. “Mengintip Aktivitas Pornografi di Negara Jepang”. Dalam

(10)

Hamilton, Edit. 1978. La Mythologie. Senegal: Marabout.

Sudrajat, Ajat. “Pornografi dalam Perspektif Sejarah”. Jurnal Ilmu Sejarah FISE Universitas Negeri Yogyakarta.

http://duniabaca.com/sejarah-asal-usul-film-porno.html. “Sejarah Asal-usul Film Porno”. Diakses 8 Januari 2014.

http://theunik.blogspot.com/2010/04/sejarah-film-porno.html. “Sejarah Film Porno”. Diakses 8 Januari 2014.

http://unsilster.com/2010/08/apakah-hentai-itu/. “Apakah Hentai itu?”. Diakses 8 Januari 2014.

http://www.bglconline.com/2013/02/jav-sejarah-pengaruh-dan-perkembangan-di-era-digital/. “JAV, Sejarah, Pengaruh dan Perkembangan di Era Digital. Diakses 8 Januari 2014.

http://dicerahkan.blogspot.com/2012/08/jugun-ianfu-masa-kelam-wanita-indonesia.html . “Jugun Ianfu Masa Kelam Wanita Indonesia Saat Penjajahan Jepang”. Diakses 8 Januari 2014.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pornografi_di_Indonesia. “Pornografi di Indonesia”. Diakses 8 Januari 2014.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pornografi. “Pornografi”. Diakses 8 Januari 2014.

http://en.wikipedia.org/wiki/Shunga. “Shunga”. Diakses 8 Januari 2014.

Referensi

Dokumen terkait

penggunaan model TGT pada materi operasi hitung bilangan bulat di kelas IV. MI Darussalam Blimbing Rejotangan” ini diharapkan

Dari pengamatan dan analisa yang dilakukan terhadap kadar gula pada produk fermentasi Kombucha dari penggunaan beberapa jenis tanaman beralkaloid setelah 14 hari

Analisa data yang dilakukan meliputi data hasil evaluasi kesesuaian lahan existing dan RTRW apakah sudah sesuai atau tidak sesuai penggunaan lahannya terhadap

Kontak Kwalifikasi pemburu Tartihy Inf terpusat Tar Bintal TNI AD Suspa Jarah 02. Bati Urpam Tuud

Suatu alat ukur sebelum digunakan dalam suatu penelitian harus memiliki syarat validitas dan reliabilitas sehingga alat tersebut tidak memberikan hasil pengukuran yang

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pemberian Insentif Pemungutan Retribusi Daerah

Oleh sebab itu perlu dikaji lebih lanjut menggunakan metode analisis kualitatif beserta didukung dengan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities,

menambahkan variabel (bilangan positif atau negatif) yang sama pada kedua ruas