• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Kasus Endometrosis di Poloklinik Genekologi RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010-2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Profil Kasus Endometrosis di Poloklinik Genekologi RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010-2012"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL KASUS ENDOMETRIOSIS DI POLIKLINIK GINEKOLOGI

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2010-2012

T E S I S

OLEH :

MASITHAH THAHARUDDIN

PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat ridho dan karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang magister kedokteran klinik. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini memiliki banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan pustaka, dengan judul:

“PROFIL KASUS ENDOMETRIOSIS DI POLIKLINIK GINEKOLOGI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2010-2012”

Dengan selesainya penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K) dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD (KGEH) yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik di Universitas Sumatera Utara.

(3)

Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG(K) dan Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), SpOG(K), selaku ketua dan sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU, Medan.

Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K) dan dr. M. Rhiza Z. Tala, M.Ked(OG), SpOG(K) selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK USU, Medan.

Kepada : Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG. K, dr. Indra G. Munthe, SpOG. K sebagai pembimbing dan kepada Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M. Ked (OG), SpOG. K, dr. Hotma Partogi Pasaribu, M. Ked(OG), SpOG, dr. Iman Helmi Effendi, M. Ked(OG), SpOG. K sebagai pembanding tesis saya.

Terimakasih kepada para guru saya di tim 5, atas segala koreksi, kritik yang membangun, serta atas segala bantuan, bimbingan, juga waktu dan pikiran yang telah diluangkan dengan penuh kesabaran, dalam rangka melengkapi penulisan dan penyusunan tesis ini hingga dapat terselesaikan.

(4)

Kepada senior-senior, teman seangkatan dan rekan-rekan PPDS saya berterima kasih atas segala bimbingan dan dukungan selama ini.

Hormat dan terimakasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya yang tersayang ayahanda alm. Haji Thaharuddin dan Ibunda Chadijah yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya. Kepada saudara-saudara saya dan kepada M.Syaffan ST,terimakasih atas dukungan dan bantuan kepada saya selama menjalani pendidikan.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita semua.

Medan, Mei 2015

(5)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

DAFTAR SINGKATAN ABSTRAK

(6)

PROFIL KASUS ENDOMETRIOSIS DI POLIKLINIK GINEKOLOGI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2010 - 2012

Masithah Thaharuddin, Delfi Lutan, Indra G.Munthe, Fidel Ganis Siregar, Hotma Partogi Pasaribu, Iman Helmi Effendi.

Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

TUJUAN: Untuk mengetahui profil penderita endometriosis di RSUP Haji Adam Malik Medan selama 3 tahun (2010- 2012) meliputi usia, menarke, status haid, paritas,keluhan,Kadar CA125,penatalaksanaan dan untuk mengetahui hubungan karakteristik penderita endometriosis yang meliputi umur, keluhan, dan paritas dengan kadar CA 125.

METODE:Penelitian bersifat deskriptif retrospektif.Analisa data berdasarkan data yang dikumpulkan melalui data sekunder yang dikumpulkan melalui rekam medik pasien yang berobat pada poli ginekologi dalam kurun waktu 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2012. Data ditabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel-tabel distribusi frekuensi atau diagram. Untuk menganalisa perbedaan antar variabel dilakukan uji statistik dengan uji kai kuadrat dan uji Fisher exact

HASIL: Karakteristik wanita dengan endometriosis pada penelitian ini adalah umumnya pada usia 32-42 tahun, dengan usia menarke seluruhnya ≥ 10 tahun, umumnya masih mengalami haid, lebih banyak pada kelompok nulipara. Keluhan utama terbanyak adalah nyeri haid diikuti dengan infertilitas dan kadar CA 125 yang terbanyak > 35 ng/dl..

KESIMPULAN: Tidak ada hubungan yang bermakna antara usia, keluhan dan paritas penderita endometriosis dengan kadar CA 125.

(7)

ENDOMETRIOSIS PROFILES IN GYNAECOLOGY OUTPATIENT CLINIC AT ADAM MALIK GENERAL HOSPITAL FROM 2010 – 2012

Masitah Thaharuddin, Delfi Lutan, Indra G. Munthe, Fidel Ganis Siregar, Hotma Partogi Pasaribu, Iman Helmi Effendi

Obstetric and Gynaecology Department Sumatera Utara Medical Faculty

ABSTRACT

OBJECTIVE : To determine profiles of endometriosis patients at Adam Malik General Hospital from 2010 to 2012, that included parity, complains, CA 125 levels treatment and to determine the association between characteristic of these patient (age, complain, and parity) with CA 125 levels.

METHOD : This descriptive retrospective studies analized secondary datas collected from medical recorcds of patient of visiting of the genology outpatient clinic from January 1st until 31st

RESULTS : Characteristic of wemen of endometriosis in this study shows that they were predominately age 32-42 years old, menache at ≥ 10 years old, generally still menstrustion an nulliparous. Most subject complain menstrual pain, followed by infertility. Most subject had CA 125 levels > 35 ng/dl.

2012. The data will tabulated and presentated with distribution tables and diagram. Chi quadrat test and Fisher Exact test was used to analized the differenced with two variables.

CONCLUSION : Age, complains and parity in patient with endometriosis was not associated with CA 125 levels.

(8)

PROFIL KASUS ENDOMETRIOSIS DI POLIKLINIK GINEKOLOGI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2010 - 2012

Masithah Thaharuddin, Delfi Lutan, Indra G.Munthe, Fidel Ganis Siregar, Hotma Partogi Pasaribu, Iman Helmi Effendi.

Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

TUJUAN: Untuk mengetahui profil penderita endometriosis di RSUP Haji Adam Malik Medan selama 3 tahun (2010- 2012) meliputi usia, menarke, status haid, paritas,keluhan,Kadar CA125,penatalaksanaan dan untuk mengetahui hubungan karakteristik penderita endometriosis yang meliputi umur, keluhan, dan paritas dengan kadar CA 125.

METODE:Penelitian bersifat deskriptif retrospektif.Analisa data berdasarkan data yang dikumpulkan melalui data sekunder yang dikumpulkan melalui rekam medik pasien yang berobat pada poli ginekologi dalam kurun waktu 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2012. Data ditabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel-tabel distribusi frekuensi atau diagram. Untuk menganalisa perbedaan antar variabel dilakukan uji statistik dengan uji kai kuadrat dan uji Fisher exact

HASIL: Karakteristik wanita dengan endometriosis pada penelitian ini adalah umumnya pada usia 32-42 tahun, dengan usia menarke seluruhnya ≥ 10 tahun, umumnya masih mengalami haid, lebih banyak pada kelompok nulipara. Keluhan utama terbanyak adalah nyeri haid diikuti dengan infertilitas dan kadar CA 125 yang terbanyak > 35 ng/dl..

KESIMPULAN: Tidak ada hubungan yang bermakna antara usia, keluhan dan paritas penderita endometriosis dengan kadar CA 125.

(9)

ENDOMETRIOSIS PROFILES IN GYNAECOLOGY OUTPATIENT CLINIC AT ADAM MALIK GENERAL HOSPITAL FROM 2010 – 2012

Masitah Thaharuddin, Delfi Lutan, Indra G. Munthe, Fidel Ganis Siregar, Hotma Partogi Pasaribu, Iman Helmi Effendi

Obstetric and Gynaecology Department Sumatera Utara Medical Faculty

ABSTRACT

OBJECTIVE : To determine profiles of endometriosis patients at Adam Malik General Hospital from 2010 to 2012, that included parity, complains, CA 125 levels treatment and to determine the association between characteristic of these patient (age, complain, and parity) with CA 125 levels.

METHOD : This descriptive retrospective studies analized secondary datas collected from medical recorcds of patient of visiting of the genology outpatient clinic from January 1st until 31st

RESULTS : Characteristic of wemen of endometriosis in this study shows that they were predominately age 32-42 years old, menache at ≥ 10 years old, generally still menstrustion an nulliparous. Most subject complain menstrual pain, followed by infertility. Most subject had CA 125 levels > 35 ng/dl.

2012. The data will tabulated and presentated with distribution tables and diagram. Chi quadrat test and Fisher Exact test was used to analized the differenced with two variables.

CONCLUSION : Age, complains and parity in patient with endometriosis was not associated with CA 125 levels.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Endometriosis merupakan penyakit jinak yang didefenisikan sebagai adanya kelenjar dan stroma endometrium diluar uterus dan dihubungkan dengan nyeri panggul, termasuk nyeri yang bersifat siklik, dismenorrhea, dispareunia, disuria, dischezia dan infertilitas. Jaringan endometrium ektopik ini biasanya berlokasi di panggul tetapi bisa juga terlihat di berbagai tempat ditubuh.

Endometriosis paling sering terjadi pada usia reproduksi, dijumpai sekitar 3-10%. Insidennya yang pasti belum diketahui, namun prevalensinya pada kelompok tertentu cukup tinggi. Misalnya, pada kelompok wanita dengan infertilitas yang belum diketahui penyebabnya ditemukan endometriosis sebanyaknya 70-80%; sedangkan pada kelompok wanita dengan infertilitas primer ditemukan endometriosis sebanyak 25%. Diperkirakan prevalensi endometriosis akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Evers mendapatkan angka kejadian endometriosis pada 60-80% wanita dengan dismenore, 30-50% wanita dengan keluhan nyeri perut, dan 30-40% wanita dengan infertilitas. Angka kejadian yang cukup tinggi ini menempatkan endometriosis menjadi salah satu masalah reproduksi yang utama saat ini.

1,2

Penelitian di Boston mendapatkan 70% remaja dengan nyeri panggul kronik yang tidak memberi respons dengan pil kontrasepsi

(11)

mempunyai endometriosis yang dibuktikan dengan laparoskopi.Sebanyak 20–60% penderita endometriosis mengalami infertilitas. Pada infertilitas primer kejadiannya sebesar 25% sedangkan pada infertilitas sekunder sebanyak 15%.Bila wanita infertil disertai nyeri maka kemungkinan mempunyai endometriosis meningkat menjadi 80%. Pada wanita dengan nyeri panggul kronik tetapi tidak infertil insidensinya sekitar 70%. Walaupun endometriosis paling sering terjadi pada usia reproduksi, tetapi telah dilaporkan bahwa endometriosis juga terjadi pada remaja dan wanita pasca menopause yang sedang mendapat terapi sulih hormon.

Adanya tanda secara klinis digunakan untuk sistem klasifikasi endometriosis dan memberikan suatu pemahaman tentang pembentukan dan patofisiologi penyakit ini. Patofisiologi endometriosis berubah seiring evolusinya. Sistem klasifikasi fungsional endometriosis sangat diperlukan. Implantasi endometriosis telah diketahui untuk membedakan aktivitas fungsionalnya,implantasi berwarna merah seperti petechial paling banyak memproduksi prostaglandin, implantasi berwarna coklat menghasilkan prostaglandin dalam jumlah yang lebih sedikit dan implantasi berwarna hitam memproduksi prostaglandin dalam jumlah yang sangat sedikit. Implantasi endometrial secara bebas lebih dihubungkan dengan infertilitas dan implantasi aktif didaerah pelvis berhubungan dengan rasa nyeri.

5,6,7

8

(12)

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah profil penderita endometriosis di poliklinik ginekologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode 1 Januari 2010- 31 Desember 2012 ?.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui profil penderita endometriosis di RSUP Haji Adam Malik Medan selama 3 tahun (2010- 2012).

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik penderita endometriosis meliputi usia, menarke, status haid, paritas.

1. Untuk mengetahui keluhan penderita endometriosis 2. Untuk mengetahui Kadar CA125 penderita endometriosis 3. Untuk mengetahui penatalaksanaan penderita

endometriosis

(13)

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritik

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Endometriosis merupakan penyakit jinak yang didefenisikan sebagai adanya kelenjar dan stroma endometrium diluar uterus dan dihubungkan dengan nyeri panggul, termasuk nyeri yang bersifat siklik, dysmenorrhea, dyspareunia, dysuria, dyschezia dan infertilitas. Jaringan endometrium ektopik ini biasanya berlokasi di panggul tetapi bisa juga terlihat di berbagai tempat ditubuh. 1,2

2.2 Patogenesis dari Endometriosis

Teori arus balik menstruasi

(15)

Tidak adekuatnya penghancuran debris dari refluks menstruasi, dipasangkan dengan adanya kemampuan jaringan endometrium yang terlepas untuk menghindari respon alami imun dan dengan cepat menginvasi peritoneum, hal ini merupakan faktor yang paling berperan pada wanita untuk mengalami endometriosis. Dalam hal ini, makrofag merupakan sel imunitas primer didalam rongga peritoneum yang berperan untuk mengeliminasi debris selular dan sel apoptosis, termasuk penumpukan jaringan endometrium akibat arus balik menstruasi.

Penyebaran melalui kelenjar limph atau pembuluh darah

11

(16)

Teori coelomic metaplasia

Teori lainnya menyatakan bahwa epitel peritoneum dapat bertransformasi menjadi jaringan endometrium, mungkin hal ini terjadi karena inflamasi kronis atau iritasi kimiawi akibat arus balik darah menstruasi. Teori “coelomic metaplasia” didasari dengan observasi sel endometrium dan peritoneum yang berasal dari epitel coelomic, hal ini memungkinkan terjadinya transformasi dari satu bentuk sel ke bentuk sel lainnya.

Faktor keturunan

9,13

(17)

Ketergantungan pada Hormonal

Aktivasi COX-2 pada sel stroma endometrium terjadi akibat upregulasi PGE2 , stimulator yang kuat untuk aromatase pada sel stroma endometrium. Aktivitas aromatase terjadi akibat aromatisasi androgen intraselular untuk meningkatkan estradiol intraselular melalui suatu mekanisme intracrine. a = androgen; E2 = estradiol; COX-2 = cyclooxygenase 2; PGE2 = prostaglandin E2; IL-1 = interleukin 1 ; VEGF = vascular endothelial growth factor.

Satu faktor yang secara pasti dinyatakan menjadi penyebab terbentuknya endometriosis adalah estrogen. Walaupun kebanyakan estrogen pada wanita secara langsung diproduksi oleh ovarium, berbagai jaringan perifer juga bisa menghasilkan estrogen dengan cara aromatisasi androgen ovarium dan adrenal. Implantasi endometriosis menunjukkan ekspresi dari aromatase dan 17 -hydroxysteroid dehydrogenase tipe 1, enzim ini bertanggung jawab untuk konversi androstenedione menjadi estrone dan estrone menjadi estradiol, secara

(18)

berurutan. Implantasi mengalami defisiensi 17 -hydroxysteroid dehydrogenase tipe 2, yang menginaktivasi estrogen. Kombinasi enzim ini akan membuat implantasi terpapar pada kondisi estrogenik. Selanjutnya produksi estrogen lokal pada lesi endometriosis akan mengeluarkan efek biologis untuk jaringan atau sel yang sama sesuai tempat produksinya, proses ini dikenal dengan sebutan intracrinology. Sebaliknya, endometrium normal tidak menunjukkan aromatase dan memiliki peningkatan kadar 17 -hydroxysteroid dehydrogenase tipe 2 sebagai respon terhadap progesteron, hal ini melemahkan estrogen sabagai respon terhadap progesteron.Hasilnya progesteron melawan efek estrogen pada endometrium normal selama fase luteal saat siklus haid. Endometriosis, merupakan manifestasi dari resistensi relatif terhadap progesteron, yang mencegah berkurangnya stimulasi estrogen pada jaringan ini.

Prostaglandin E2 (PGE2 ) merupakan pemicu utama aktifitas aromatase pada sel stroma endometrium, bekerja melalui subtipe reseptor prostaglandin EP2. Produksi estradiol merupakan respon terhadap peningkatan aktivitas aromatase yang secara tidak langsung meningkatkan produksi PGE2 dengan menstimulasi enzim cyclooxygenase tipe 2 (COX-2) pada sel endotel uterus. Ini menghasilkan feed back positif dan menambah efek estrogenik terhadap proliferasi endometriosis. Konsep produksi lokal estrogen dan aksi estrogen intracrine pada endometriosis menjadi dasar inhibisi farmakologik dari aktifitas aromatase pada kasus endometriosis sebagai terapi standar.

12,14

(19)

Penyebaran Iatrogenik

Banyak laporan tentang penyebaran transplantasi sel endometrium iatrogenik akibat prosedur operasi ginekologi. Endometriosis pada bekas luka di dinding abdomen yang terjadi setelah operasi seksio sesaria, myomektomi dan hysterotomi. Bertumpuknya eksfoliasi sel endometrium akibat arus menstruasi yang pertumbuhannya terlihat secara

in vitro dan in vivo. Darah haid di suntikkan pada lemak subcutaneous

abdomen wanita yang direncanakan menjalani operasi. Lokasi suntikan kemudian dieksisi untuk pemeriksaan histologi 90–180 hari sebelum tindakan laparotomi. Satu dari delapan wanita memiliki kelenjar endometrium yang viabel pada lokasi implantasi dan yang lainnya memiliki fibrosis dan struktur kelenjar. Pada penelitian sebelumnya terhadap tujuh orang perempuan, satu menjadi endometriosis pada tempat implantasi. Empat lainnya menunjukkan fibrosis dan haemosiderin-laden macrophages dan kelenjar tambahan, yang menunjukkan terjadinya pembentukan endometriosis.

Teori sisa jaringan embrionik

8

(20)

2.3 Morfologi

Tiga tipe primer dari endometriosis adalah lesi superfisial peritoneum, endometrioma ovarium dan deep infiltrating endometriosis (DIE). Ketiga tipe lesi ini berhubungan dengan nyeri panggul kronis, lokasi dan kedalam lesi tidak terlalu berpengaruh terhadap nyeri dan lokasi nyeri yang dialami. Bagaimanapun, beberapa karakteristik lesi yang dijumpai saat laparaskopi operatif bisa menjadi prediksi kita terhadap kesuburan.

Endometriosis yang tampak dipermukaan berupa lesi “powder burn” atau “gunshot” pada ovarium, permukaan serosa dan peritoneum-lesi berwarna hitam, coklat kehitaman, atau tonjolan berwarna kebiruan, nodul atau kista kecil mengandung bekas perdarahan yang lama dan dikelilingi oleh beragam bentuk fibrosis. Lesi atipikal atau ‘subtle’ juga sering dijumpai, termasuk implantasi berwarna merah (petechial, vesicular, polypoid, hemorrhagic, red flame-like) dan vesikel serous atau jernih. Tampilan lainnya termasuk plak berwarna putih dan berupa bekas luka (skar) dan peritoneum yang berubah warna menjadi kuning kecoklatan. Endometrioma biasanya mengandung cairan kental seperti ter, kista ini biasanya melekat kedinding peritoneum pada fossa ovarium dan fibrosis yang mengenai tuba dan usus.

2

9

2.4 Menegakkan diagnosa secara klinis

(21)

histologi yang positif secara pasti akan menegakkan diagnosa, tetapi gambaran histologi yang negatif belum tentu benar juga.

Anamnesa lengkap dan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan dengan spekulum dan pemeriksaan bimanual, akan membantu diagnosa. Penyakit ini bergantung pada estrogen seperti pada wanita yang haidnya berlebihan, endometriosis diduga lebih sering terjadi pada wanita yang selalu mengalami nyeri saat siklus haid. Tetapi nyeri haid bukan suatu pathognomonik untuk endometriosis, wanita yang menderita fibroid dan adenomiosis juga akan mengalami dismenore. Lebih jauh lagi, banyak penderita endometriosis mengalami nyeri kronis yang tidak terkait dengan siklus haid, merasakan nyeri pada waktu tertentu saat siklus haid, seperti saat ovulasi. Pasien juga dapat mengalami dispareunia, nyeri pada usus maupun saluran kemih, atau kelelahan yang kronis.

12

Penderita endometriosis juga menderita akibat sindroma nyeri lainnya seperti rasa nyeri saat berkemih, irritable bowel syndrome, fibromyalgia, dan migrain. Endometriosis dapat dihubungkan dengan gangguan saluran kemih maupun saluran cerna seperti konstipasi, diare, atau hematokezia atau sering berkemih maupun urgensi berkemih yang bersifat siklik. Gejala gejala ini dapat menjadi panduan untuk melakukan pemeriksaan klinis dan pencitraan.

2

(22)

diketahui saat melakukan pemeriksaan bimanual. Pembesaran, rasa lunak, massa kistik pada adnexal bisa dicurigai sebagai endometrioma. Uterus retrofleksi yang terfiksir atau “frozen pelvis” bisa dinilai saat pemeriksaan atau dengan MRI, hal ini akan menyarankan pemeriksaan saluran cerna sebelum dilakukan tindakan operasi. Walaupun ada pernyataan bahwa nodul pada ligamentum sakro uterina lebih mudah dipalpasi saat haid, belum ada penelitian yang menyimpulkan hal ini. Kenyataannya, negative predictive value yang jelek dari pemeriksaan pelvis telah dibuktikan pada suatu penelitian terhadap 91 pasien, sebanyak 47% pasien yang terbukti menderita endometriosis secara operatif dan mengalami nyeri pelvis yang kronis memiliki hasil pemeriksaan bimanual yang normal. Walau pemeriksaan fisik memiliki sensitivitas, spesifisitas, atau predictive value yang jelek untuk diagnosa endometriosis, hasil pemeriksaan ini akan membuat kita melakukan pencitraan sebelum tindakan operasi.

Beberapa pasien datang dengan keluhan nyeri dan akan kesulitan untuk menahan rangsangan yang tidak menghasilkan nyeri, termasuk pemeriksaan dengan spekulum atau pemeriksaan bimanual; respon terhadap jenis rangsangan yang tidak menghasilkan nyeri ini disebut hyperalgesia. Pasien pasien ini juga cenderung mengalami allodynia (exaggerated respon terhadap rangsang nyeri) dan mengalami penurunan ambang batas nyeri. Jika dijumpai nyeri sistemik yang parah pada penderita endometriosis, hal ini mungkin tidak akan terobati dengan laparaskopi operatif maupun terapi hormonal. Hal ini dapat digunakan

(23)

untuk menegakkan diagnosa endometriosis pada pasien, mereka mungkin menderita akibat berbagai sindroma nyeri. Pasien seperti ini harus ditangani dengan berbagai cara penanganan nyeri kronis, melibatkan tim dari berbagai bagian, termasik ahli nyeri, urologi, gastroenterologi, dan bagian non-ginekologi lainnya. 2

Mekanisme yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada penderita endometriosis salah satunya adalah inflamasi lokal pada peritoneum, deep infiltration dengan kerusakan jaringan, adanya perlengketan, penebalan fibrosis, dan penumpukan darah haid yang keluar pada implan endometriosis, menimbulkan rasa nyeri akibat tarikan pada gerakan jaringan yang fisiologis. Pada nodul endometriosis rektovaginal, terdapat hubungan yang dekat secara histologi antara persarafan dan lesi endometriosis juga antara persarafan dengan komponen nodul yang mengalami fibrosis.

Untuk memahami hubungan endometriosis dengan rasa nyeri, sangat penting untuk memulai dengan prinsip awal: nyeri untuk semua individu terjadi akibat aktivitas CNS individu tersebut. Karenanya muncul pertanyaan, bagai mana dan dalam kondisi seperti apa endometriosis berhubungan dengan CNS untuk memicu simptom nyeri yang berbeda. Beberapa hipotesa menyatakan bagaimana lesi endometriosis berhubungan dengan CNS sehingga menghasilkan nyeri. Lesi bisa saja menimbulkan nyeri karena menekan atau menginfiltrasi persarafan yang dekat dengan lesi tersebut. Adanya nerve growth factor (NGF) pada lesi mungkin menjadi penyebab nyeri, khususnya pada nodul deep

(24)

adenomyotic yang dapat menimbulkan hyperalgesia, yaitu intensitas nyeri yang muncul jika dilakukan penekanan pada fornix posterior.

Yang lebih penting, Mechsner et al. (2009) menemukan densitas serabut saraf berhubungan dengan keparahan rasa nyeri pada panggul atau dismenore.

17

17

(25)
(26)

Secara bersamaan, aksi pada bagian 3 dan 4 akan meningkatkan nociception tidak hanya pada segmen sakrum tetapi pada semua segmen. Bagian 5: berbagai koneksi yang muncul dari setiap tingkat spinal cord sampai ke otak (ditunjukkan oleh garis biru) dan turun dari otak menuju spinal cord (ditunjukkan oleh garis hijau). Pada keadaan sehat, input dari spinal cord berhubungan dengan neuron mencapai otak yang secara sendiri terhubung melalui kompleks sinaps inhibitory/excitatory ascending

dan descending. Input rangsangan dari neuron spinal mempengaruhi

aktivitas melalui neuroaxis, merubah proses normal informasi nociceptive dan non-nociceptive.

Beberapa regio yang terlibat ditunjukkan oleh bintang merah. Walaupun tanda bintang tampak dipermukaan medial cortex, pengaruh terhadap beberapa area meluas ke lateral prefrontal, frontal,lobus parietal dan didalam lobus temporal (dotted black ellipses). Pengaruhnya bisa menjadi independent dan berhubungan dengan sensitisasi perifer yang terkait dengan innervasi lesi (Part 1). Aksi ini mendukung mekanisme nyeri yang berbeda beda terkait dengan endometriosis dan nyeri

(27)

2.5 Stadium

Cara mendiagnosa endometriosis sesuai lokasinya

Pelvic localization of endometriosis. Stadium endometriosis

13

9

(28)

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Transvaginal sonography (TVS)

Diagnosa endometriosis pelvis didasari oleh perbedaan kriteria morfologi yang bervariasi untuk setiap lokasi anatomi penyakit ini dan mencakup penebalan dan nodul echogenic massa dengan batas yang tegas atau pun tidak.

USL(utero sacro ligament) dianggap terkena jika pada pemeriksaan 3D dijumpai penebalan atau terlihat nodul hipoechogenik yang reguler ataupun tidak didaearah serviks. Keterlibatan fornix posterior vagina terlihat seperti kista atau daerah yang menebal. Abnormalitas seperti ini

(29)

bibir posterior serviks, dibawah peritoneum. Terlibatnya kolon sigmoid di diagnosa jika dijumpai area hypoechogenic dengan batas irregular yang memasuki dinding usus.

Beberapa penelitian memberikan aturan TVS dalam menegakkan diagnosa rektovagina endometriosis, terutama yang melibatkan rektosigmoid dengan sensitivitas sekitar 91 dan 98% dengan spesifisitas sekitar 97–100%. Kemajuan akurasi diagnostik telah dideskripsikan jika TVS dilakukan dengan saline solution kedalam vagina atau dengan air-kontras kedalam rektum. Dibutuhkan pelatihan khusus untuk diagnosa rektovaginal endometriosis. Kemungkinan untuk mengetahui kedalaman infiltrasi didaerah rektum dengan TVS sejauh ini juga baru divalidasi oleh satu penelitian dan pengukuran jarak antara lesi dan batas anus cukup sulit. Lebih jauh, TVS dibatasi dengan ketidakmampuan untuk mendiagnosa infiltrasi endometriotik diatas rectosigmoid junction.

15

Rectal endoscopic sonography/transrectal ultrasonography

19

Pada beberapa penelitian yang relatif kecil, telah ditemukan bahwa rectal endoscopic sonography atau transrectal ultrasonography dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk rektovaginal endometriosis,terutama untuk mengevaluasi infiltrasi kolorektal, alat ini memiliki sensitivitas sekitar 78 sampai 100% dengan spesifisitas 66 sampai 100%. Kebanyakan penelitian yang membandingkan rectal

endoscopic sonography dengan magnetic resonance imaging (MRI)

(30)

perbedaan bermakna dalam hal diagnosa keterlibatan dinding rektum, hal ini dijumpai pada penelitian prospektif terhadap 134 pasien, sementara pada penelitian lainnya terhadap 81 pasien TVS dianggap lebih akurat untuk mendiagnosa intestinal endometriosis, dengan sensitifitas 93 dan 89% dan spesifisitas 100 dan 93%, secara berurutan. Keterbatasan dari rectal endoscopic sonography adalah tidak dapat mendiagnosa lesi selain lesi didaerah retrouterin dan dibutuhkan keahlian radiologis atau gastroenterologis, juga dibutuhkan persiapan terhadap usus bahkan dibutuhkan sedasi.

Magnetic resonance imaging

18

Endometriosis pelvis didiagnosa dengan MRI jika terlihat setidaknya satu lokasi yang terkena (ovarium atau deep pelvic endometriosis). Deeply infiltrating pelvic endometriosis didefenisikan jika dijumpai adanya endometriosis pada salah satu daerah berikut ini: torus uterinus dan USL, vagina, rectovaginal septum, sigmoid colon, ureter, dan kandung kemih. Kista endometriosis didiagnosa dengan MRI jika kista endometriosis memiliki sinyal yang tinggi pada T1 dan T2-weighted

sequences, dan menetap pada gambaran subsequent fatsuppressed

(31)

diidentifikasi sebagai gambaran iso- atau hypointense pada miometrium. Pada gambaran T1-weighted fat suppressed ditandai dengan nodul asimetris dengan USL irregular dan dihubungkan dengan bintik - bintik hyperintense.

Gambaran resonansi magnetik endometriosis vagina dan rectovaginal septum T2-hypointensity dan berbagai variasi intensitas gambaran sinyal T1-weighted dihubungkan dengan bintik - bintik

hyperintense pada gambaran fat-suppressed T1-weighted. Kriteria

diagnostik invasi sigmoid pada MRI adalah penebalan asimetris pada permukaan terendah dari dinding sigmioid dan menampilkan gambaran ikatan zat kontras pada gambaran T1-weighted MR. Adanya obliterasi parsial maupun total dari kavum douglas atau adanya penumpukan cairan semua dicatat. Penebalan dinding kandung kemih yang terlokalisir biasanya menonjol kedalam lumen kandung kemih memberikan kriteria diagnosa utama untuk endometriosis kompartemen anterior. Hal ini menampilkan gambaran isointense pada T2-weighted dengan bintik bintik hiperintense pada sekuensi T1-weighted. endometriosis ureter tampak pada sekuensi T2-weighted sebagai nodul hipointense dan dihubungkan dengan gambaran hiperintense yang sangat dekat dengan ureter pada kedua sekuensi T1- dan T2- weighted.

15

Computerized tomography

15

(32)

diketahui suatu gambaran kolonoscopi dengan computerized tomography untuk deep pelvic endometriosis, hal ini tetap harus dievaluasi lebih jauh. Eksposur tarhadap radiasi harus diperhitungkan.

Double-contrast barium enema

18

Double-contrast barium enema sebelumnya dipakai dalam investigasi rektovaginal endometriosis, tetapi hanya sedikit penelitian yang berhasil. Pada penelitian retrospektif, 99% akurat untuk memprediksi kebutuhan operasi saluran cerna dijumpai 108 pasien dengan gejala yang menunjukkan endometriosis saluran cerna. Penelitian terbaru dijumpai sensitivitas 88% dan spesifisitas 93% untuk endometriosis usus pada 234 pasien, pemeriksaan dengan double-contrast barium enema tampaknya lebih unggul dibandingkan dengan MRI. Dua penelitian lainnya menilai pemeriksaan double-contrast barium enema pada rektovaginal endometriosis menunjukkan infiltrasi ke rektum secara tepat hanya sebesar 54 dan 33%, secara berurutan dan rectal endoscopic ultrasound mungkin lebih baik. Double-contrast barium enema tidak menampilkan seluruh dinding usus begitu juga dengan kedalaman infiltrasi.

Kolonoskopi

18

Lesi endometriosis biasanya didiagnosa dengan kolonoskopi, tetapi kebanyakan lesi tidak menginfiltrasi mukosa, hasil dari penelitian ini biasanya dilakukan untuk pasien dengan diagnosa banding penyakit saluran cerna.

Transvaginal ultrasound, MRI atau transrectal ultrasound dapat

menampilkan endometrioma dan deep infiltrating endometriosis. Pada

(33)

kebanyakan kasus transvaginal ultrasound tampaknya lebih unggul dibandingkan dengan transrectal ultrasound. Secara terpisah MRI membantu ultrasonografi untuk memastikan massa pelvis dan mendiagnosa endometriosis ureter, kandung kemih, dan rektosigmoid.18

2.7 Terapi

Karena penyembuhan endometriosis secara sempurna tidak mungkin sampai saat ini, terapi yang telah ada memiliki tiga tujuan utama: (i) untuk mengurangi nyeri; (ii) untuk meningkatkan angka kehamilan pada wanita yang menginginkan anak dan (iii) untuk selama mungkin menghambat pertumbuhan kembali.

Walaupun terapi terbaik untuk endometriosis secara umum adalah operasi yang dikombinasi dengan pemberian obat obatan. Laparoskopi merupakan gold standard terapi operasi untuk endometriosis.

22

Terapi endokrin

16

(34)

Berikut adalah beberapa pilihan terapi: a. Gestagen

16

Gestagen mempegaruhi perubahan endometrium sekresi setelah terekspos dengan estrogen.

b. Pil kontrasepsi

Pil kontrasepsi (jika dipakai untuk endometriosis) mengandung regimen pseudopregnancy. Efek samping telah diketahui dengan baik, masing masing berbeda antara satu jenis pil KB dengan jenis lainnya, termasuk perdarahan lucut, nausea, nyeri kepala, dan peningkatan resiko tromboemboli vena, penurunan libido, reaksi pada kulit, retensi sodium dan cairan yang menimbulkan kenaikan berat badan, rasa tidak nyaman pada payudara dan kenaikan tekanan darah. Secara umum pil KB sangat bisa ditoleransi. Tujuan terapi untuk menurunkan haid (therapeutic amenorrhea). Jika terjadi perdarahan lucut, pasien bisa meminum pil kontrasepsi sehari dua kali sehari selama perdarahan masih berlanjut dan satu hari setelah perdarahan berhenti, kemudian kembali minum satu tablet perhari. Sangat penting memberitahukan hal ini kepada pasien.

c. Danazol

16

(35)

d. GnRH analog

GnRH menimbulkan keadaan “functional oophorectomy,” misalnya menimbulkan kondisi hypogonadotropic hypogonadism. 12 Setelah pemberian gonadotropin-releasing hormone agonist , endometriosis aktif dan aktivitas mitotik sangat rendah diperitoneum, tetapi hal ini berbeda pada rektovaginal endometriosis. Pada kondisi ini beberapa implantasi tidak merespon pemberian terapi hormonal karena (1) fibrosis yang mengelilingi menghambat masuknya obat; (2) sel endometriosis memiliki program genetik sendiri sedangkan pengaruh hormonal merupakan pendukung saja dan bergantung pada tingkatan dan diferensiasi sel; atau (3) sangat sedikit reseptor estrogen, atau reseptor steroid yang ada tidak aktif secara biologis.

e. Terapi nyeri

8,21

Dari seluruh penelitian observasional, menyatakan kombinasi arometase inhibitor dengan senyawa progestogen, pil KB, atau gonadotropin releasing hormone analog dapat menurunkan intensitas nyeri yang disebabkan endometriosis.

f. Kombinasi keduanya

10,22

(36)

g. Pendekatan terapi eksperimental

Sel endometriosis memiliki sifat invasif, dapat berpindah tempat, metastasis, angiogenesis dan neurogenesis hal ini sama dengan kemampuan tumor ganas. Respon mereka terhadap sitokin, tumor necrosis factor (TNF-α), cyclooxygenase-2 (COX-2), oksitosin dan aromatase saat ini memberikan metode baru untuk diagnosa dan penatalaksanaan. Walaupun kombinasi dari aromatase inhibitor dengan gestagen atau GnRH analog telah terbukti efektif, bentuk terapi ini terbatas pada efek samping dan harganya. 16

(37)

Algoritma diagnostik dan treatment untuk wanita dengan sangkaan atau telah terbukti menderita endometriosis. COCs = combination oral contraceptives; GnRH = gonadotropin-releasing hormone; IUI = intrauterine insemination; NSAIDs = nonsteroidal anti-inflammatory drugs.12

Terapi Operatif a . Laparoskopi :

(38)

perut ke layar monitor, sementara 2 lubang yang lain untuk instrumen bedah yang lain. Keuntungan laparaskopi secara umum : nyeri post operasi berkurang, masa rawatan di RS pendek, untuk segera kembali beraktifitas lebih cepat, lebih kecil resiko untuk terjadinya perlengketan dibanding laparatomi.

b. Laparatomi :

Prosedur dengan membuat irisan vertikal besar pada dinding perut ke dalam rongga perut.

2.8. Kerangka Konsepsional

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan memakai metode yang bersifat deskriptif retrospektif. Deskriptif retrospektif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk melakukan eksplorasi gambaran secara retrospektif untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai gambaran karakteristik dari keluhan penderita, usia menarke (saat mulai haid), status haid, paritas, kadar CA 125, penatalaksanaan penderita endometriosis yang datang memeriksa di poli ginekologi RSUP Haji Adam Malik Medan periode 1 Januari 2010 - 31 Desember 2012.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Obgyn RSUP Haji Adam Malik Medan, data di peroleh dari Rekam Medik.

3.2.2 Waktu Penelitian

(40)

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah data seluruh penderita endometriosis yang datang memeriksa di poli ginekologi RSUP Haji Adam Malik Medan periode 1 Januari 2010-31 Desember 2012.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah data seluruh penderita endometriosis yang datang memeriksa di poli ginekologi RSUP Haji Adam Malik Medan periode 1 Januari 2010-31 Desember 2012 (total sampling).

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari rekam medik penderita endometriosis yang datang memeriksa di poli ginekologi RSUP Haji Adam Malik Medan periode 1 Januari 2010-31 Desember 2012, kemudian dilakukan pencatatan sesuai dengan variabel yang diteliti.

3.5 Teknik Analisa Data

(41)

statistik dengan uji kai kuadrat dan bila tidak memenuhi syarat akan dilakukan uji Fisher exact dengan derajat kepercayaan 95%.

3.6 Definisi Operasional

1. Endometriosis

Wanita yang didiagnosa menderita endometriosis berdasarkan hasil PA yang didapat setelah pasien menjalani operasi di RSUP HAM Medan periode 1 Januari 2010-31 Desember 2012. Alat ukur adalah dengan menggunakan rekam medis.

2. Usia

Adalah berdasarkan usia saat pertama kali pasien di diagnosa dengan endometriosis, dibagi dalam:

• ≤ 20

• 21 - 31

• 32 – 42

• ≥ 42

Skala rasio (variable numerik) 3. Menarke

Adalah usia saat haid,dikelompokkan dalam : - < 10 tahun

- ≥ 10 tahun

(42)

4. Status Haid

Adalah status haid penderita endometriosis yang datang memeriksa di Poli Ginekologi RSUP HAM. Alat ukur menggunakan rekam medik.Hasil dikelompokkan menjadi:

- Haid

- Menopause 5. Paritas

Adalah jumlah persalinan yang pernah dialami ibu,dikelompokkan menjadi:

- Nullipara: belum pernah melahirkan janin usia >20 minggu

- Paritas ≥ 1: pernah melahirkan janin usia > 20 minggu sebanyak 1kali atau lebih.

Skala ukur adalah ordinal. 6. Keluhan

Adalah keluhan yang dialami penderita Endometrosis di Poli Ginekologi RSUP HAM Medan,meliputi :

• Nyeri haid (Dismenore) : nyeri perut yang di alami selama

menstruasi,nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi. • Infertilitas : Suatu kondisi di mana pasangan suami istri belum mampu

memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2-3x seminggu dalam kurun waktu 1 tahun dengan tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.

• Benjolan di perut: Pembentukan massa di perut yang terlihat menonjol

(43)

• Nyeri pelvik : Nyeri yang di rasakan di daerah tulang panggul / pelvik.

• BAK tersendat : BAK tidak lancar.

7. Kadar CA 125

Kadar CA 125 pasien penderita endometriosis yang datang memeriksa di poli ginekologi RSUP Haji Adam Malik. Konsentrasi CA 125 dalam serum merupakan prediktor yang cukup baik untuk membedakan antara pasien dengan dan tanpa endometriosis.

Cara ukur adalah dengan observasi. Alat ukur adalah dengan menggunakan rekam medis. Hasil ukur dapat dikelompokan sebagai berikut:

- ≤ 35 - > 35

Skala ukur adalah ordinal. 8. Penatalaksanaan

Adalah penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita endometriosis yang datang memeriksa di poli ginekologi RSUP Haji Adam Malik Medan. Cara ukur adalah dengan observasi. Alat ukur adalah dengan menggunakan rekam medis.Penatalaksanaan dikelompokkan sebagai :

1. Terapi Medikamentosa

(44)

2. Terapi Operatif a. Laparoskopi :

Adalah teknik pembedahan atau operasi yang dilakukan dengan membuat 2 atau 3 lubang kecil pada dinding perut pasien, satu lubang pada pusar digunakan untuk memasukkan sebuah alat yang dilengkapi kamera untuk memindahkan gambar dalam rongga perut ke layar monitor, sementara 2 lubang yang lain untuk instrumen bedah yang lain.

b. Laparatomi :

Prosedur dengan membuat irisan vertikal besar pada dinding perut ke dalam rongga perut.

- Terapi Kombinasi :

Terapi kombinasi pada kasus endometriosis yang diberikan pada pasien dalam penelitian ini, mencakup:

(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan subyek penelitian yang terdiri dari 49 wanita yang menderita endometriosis yang datang memeriksa di poli ginekologi RSUP Haji Adam Malik Medan periode 1 Januari 2010 - 31 Desember 2012 dan diagnosa endometriosis di dapat dari hasil patologi anatomi setelah os menjalani operasi.

4.1 Hasil

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian

(46)

4.2 Pembahasan

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa karakteristik subyek penelitian wanita yang menderita endometriosis berdasarkan usia yang terbanyak adalah kelompok usia 32 – 42 tahun (53,1%) diikuti dengan kelompok usia 21 -31 tahun (28,6%) dan terendah adalah kelompok usia ≤ 20 tahun.

Berdasarkan keluhan yang dialami wanita yang menderita endometriosis, yang terbanyak adalah nyeri haid (44,9%), diikuti dengan keluhan infertilitas (28,6%) dan yang terendah adalah dengan keluhan BAK tersendat ( 2%). Keluhan ini dapat digunakan dalam membantu diagnosa endometeriosis. 2 Beberapa penelitian menyatakan bagaimana lesi endometriosis berhubungan dengan CNS sehingga menghasilkan nyeri. Lesi bisa saja menimbulkan nyeri karena menekan atau menginfiltrasi persarafan yang dekat dengan lesi tersebut. Adanya nerve growth factor (NGF) pada lesi mungkin menjadi penyebab nyeri, khususnya pada nodul deep adenomyotic yang dapat menimbulkan hyperalgesia, yaitu intensitas nyeri yang muncul jika dilakukan penekanan pada fornix posterior. Demikian juga menemukan densitas serabut saraf berhubungan dengan keparahan rasa nyeri pada panggul atau dysmenorrhea.

Berdasarkan usia menarke, wanita yang menderita endometriosis seluruhnya mengalami menarke pada usia ≥ 10 tahun (100%).

17

(47)

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa paritas wanita yang menderita endometriosis lebih banyak dengan nullipara (57,1%). Penelitan lainnya menjelaskan bahwa sebanyak 20–60% penderita endometriosis mengalami infertilitas. Riwayat infertilitas meningkatkan kemungkinan diagnosis endometriosis dan riwayat infertilitas menjadi faktor resiko yang kuat. Pada infertilitas primer kejadiannya sebesar 25% sedangkan pada infertilitas sekunder sebanyak 15%. Bila wanita infertil disertai nyeri maka kemungkinan mempunyai endometriosis meningkat menjadi 80%. Pada wanita dengan nyeri panggul kronik tetapi tidak infertil insidensinya sekitar 70%. Walaupun endometriosis paling sering terjadi pada usia reproduksi, tetapi telah dilaporkan bahwa endometriosis juga terjadi pada remaja dan wanita pasca menopause yang sedang mendapat terapi sulih hormon.

Tabel di atas menjelaskan bahwa hasil pengukuran kadar CA 125 terhadap wanita yang menderita endometriosis sebagian besar dengan kadar >35 (77,6%).

5,6,7

Tabel 4.2 Distribusi Penatalaksanaan Endometriosis

Penatalaksanaan n %

Laparatomi 22 44,9

Laparaskopi 14 28,6

Laparatomi & GnRH analog Laparaskopi & GnRH analog

3

10

6,1 20,4

Total 49 100

(48)

tindakan yang paling jarang dilakukan adalah laparatomi dengan GnRH analog (6,1%).

Terapi yang dilakukan saat ini bertujuan (i) untuk mengurangi nyeri; (ii) untuk meningkatkan angka kehamilan pada wanita yang menginginkan anak dan (iii) untuk selama mungkin menghambat pertumbuhan kembali.

Laparoskopi merupakan gold standard terapi operasi untuk endometriosis. Banyak bukti untuk metode operasi yang dipakai untuk terapi endometriosis atau deep infiltrating endometriosis (seperti pada penyakit lainnya).

22

16

4.2 Hubungan Karakteristik Penderita Endometriosis dengan Kadar

CA 125

Untuk mengetahui hubungan karakteristik penderita endometriosis dengan kadar CA 125 maka dilakukan uji statistik dengan Chi-square dan bila tidak memenuhi syarat maka akan dilakukan uji Fisher exact. Hasil analisa statistik ditunjukkan pada tabel-tabel berikut ini.

Tabel 4. 3 Hubungan Umur Penderita Endometriosis dengan Kadar

(49)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pada tiap-tiap kelompok umur sebagian besar dengan kadar CA 125 >35. Secara statistik dengan

uji Fisher exact didapatkan nilai p>0,05 yang menunjukkan tidak ada

hubungan yang bermakna antara umur dengan kadar CA 125.

Tabel 4. 4 Hubungan keluhan penderita endometriosis dengan

Kadar CA 125

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa penderita endometriosis dengan keluhan infertilitas, nyeri haid dan nyeri pelvic, sebagian besar dengan kadar CA 125 >35. Secara statistik dengan uji Fisher exact didapatkan nilai p>0,05 yang menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara keluhan dengan kadar CA 125.

Tabel 4. 4 Hubungan Paritas Penderita Endometriosis dengan Kadar

(50)
(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Karakteristik wanita dengan endometriosis pada penelitian ini adalah umumnya pada usia 32-42 tahun, dengan usia menarke seluruhnya ≥ 10 tahun, umumnya masih mengalami haid, lebih banyak pada kelompok nulipara. Keluhan utama terbanyak adalah nyeri haid diikuti dengan infertilitas dan kadar CA 125 yang terbanyak > 35 ng/dl.

2. Penatalaksanaan terhadap wanita dengan endometriosis yang paling banyak dilakukan adalah laparatomi diikuti dengan laparoskopi.

3. Tidak ada hubungan yang bermakna antara usia, keluhan dan paritas penderita endometriosis dengan kadar CA 125.

5.2Saran

(52)

DAFTAR PUSTAKA

1. Fritz MA, Sperrof L. Endometriosis in clinical gynecologic endocrinology and infertility, lippincott williams & wilkins 8th edition, 2011; 1222-1249.

2. Hsu AL, Khachikyan I, Stratton P. In Invasive and non invasive methods for the diagnosis of endometriosis, clin obstet gynecol, juni 2010 ; 413-419.

3. Baziad A. Endometriosis. Dalam: Endokrinologi Ginekologi. Edisi kedua. Jakarta: Media Aesculapius, 2003 ; 1-25.

4. Evers JLH. Do all women have endometriosis? Reflections on pathogenesis. In: Minaguchi H, Sugimoto O. Endometriosis Today Advances in Research and Practice. The proceeding of 5th Conggres on Endometriosis.

5. Baziad A. Endokrinologi ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta: Media Aesculaptus, 2003.

6. D’Hooge TM, Hill JA. Endrometriosis. Dalam: Berek JS., Adashi EY., Hillard PA (Penyunting). Novak’s Gynecology. Edisi ke-13. Baltimore: William & Wilkins, 2002 ; 931-59.

7. Bimbaum MD. Incidence of endometriosis. Tersedia dari:

(53)

9. Agarwal N, Subramanian A. Endometriosis-morphology, clinical presentations and mollecular pathology. Journal lab physicians, juni 2010 ; 1-9.

10. Otto C, Schkoldow J, Krahl E, Fuchs I, Ulbrich H. Use of a murine endometriosis interna model for the characterization of compounds that effectively treat human endometriosis, experimental and therapeutic medicine, oktober 2011; 410-414

11. Herington JL,Bruner-Tran KL, Lucas JA, Osteen KG. Immune interaction in endometriosis , expert rev clin immunol, september 2011; 611-626.

12. Schorge J.O, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman B, Bradshaw KD, Cunningham FG. Endometriosis in Williams Gynecology. mc.grawhill company, 2008; 477-514.

13. D’hooghe TM, Hill III JN. Endometriosis in berek novaks gynecology. lippincott williams & wilkins 14th edition, 2007; 1627-1881.

14. Jacoeb TZ, Hadisaputra W. Penanganan endometriosis panduan klinis dan algoritme. Sagung seto, 2009.

(54)

16. Halis G, Mechsner S, Ebert AD. The diagnosis and treatment of deep infiltrating endometriosis, deutsches arzteblatt international, juni 2010 ; 446-456.

17. Stratton P, Berkley KJ. Chronic pelvic pain and endometriosis: translational evidence of the relationship and implications, human reproduction update, 2011; 327-346

18. Kruse K, Seyer-Hansen M, Forman A. Diagnosis and treatment of rectovaginal endometriosis: an overveiw, acta obstetricia et gynecologica, oktober 2011; 648-657

19. Busard MPH, Van der houwen LEE, Bleeker MCG, Van den bos ICP, Cuesta MA, Van kuijk C, Mijatovic V, Hompes PGA, Van waesberghe JHTM. Deep infiltrating endometriosis of the bowel: MR imaging as a method to predict muscular invasion, agustus 2011; 549-557.

20. Guo S, recurrence of endometriosis and its control. Human reproduction update, maret 2009, p441-461.

21. Brosens I, Benagiano G. Endometriosis a modern syndrome, indian journal of medical research, juni 2011; 581-593.

22. Ferrero S, Gillot DJ, Venturini PL, Remorgida V. Use of aromatase inhibitors to treat endometriosis –related pain symptoms: a systematic review, reproductive biology and endocrinology, 2011 ; 1-10.

(55)

24. Broekmans F.J ,Soules M.R., Fauser B.C. Ovarian Aging : Mechanisms and Clinical Consequense. Endocrine Rev.2009 ; 30:465-493

25. Newman T.A, Bailey, J.L, Stocker L.J, Woo Y.L, Macklon N.S, Cheong Y.C. Expression of neuronal markers in the endometrium of woman with and those without endometriosis. Hum. Reproduction, 2013; 2502-2510

26. Schorge et al. Endometriosis. In Schorge, Schaffe, Halvorson, Hoffman, Bradshaw, Cunnigman. Williams Gynecology. Mc Graw Hill, 2008;

27. Curtis MG, Overholt S, Hopkins MP. Endometriosis. In Curtis MG, Overholt S, Hopkins MP. Glass’ Office Gynecology. Lippincott Williams and Wilkins, 2006;

(56)

Lampiran 2.

75,34 Nyeri Pelvic 13 Thn Laparotomi

(57)

17 Desi Yuliani 51.46.19 21 VIRGO Haid 90,7 Nyeri Haid 12 Thn Laparotomi & Tapros (Kombinasi)

18 Syamsiah 42.15.06 26 P0A0 Haid 197 Infertilitas 12 Thn Laparoskopi & Tapros

(kombinasi)

19 Evi Malda 48.22.14 29 P0A0 Haid 82,20 Infertilitas 12 Thn Laparotomi

20 Hirul Bariah 43.21.57 39 VIRGO Haid 48,60 Nyeri Pelvic 17 Thn Laparotomi

21 Marlina 45.47.18 38 P0A0 Haid 40,10 Infertilitas 12 Thn Laparotomi

22 Wildan 45.08.60 19 P0A0 Haid 89,12 Nyeri Pelvic 14 Thn Laparoskopi & Tapros

(Kombinasi)

23 Mira 52.06.19 37 P2A0 Haid 440,61 Nyeri Pelvic 17 Thn Laparotomi

24 Marchaini br Trg 44.23.24 44 P2A0 Haid 557,20 Nyeri Pelvic 18 Thn Laparotomi

25 Novrayetti 44.87.19 39 P0A0 Haid 22,15 Infertilitas 18 Thn Laparoskopi

26 Zulfiani Nst 42.20.07 39 P0A1 Haid 53,20 Nyeri Pelvic 12 Thn Laparotomi & Tapros

(Kombinasi)

27 Raodah 51.35.51 37 P2A0 Haid 122,2 Nyeri Haid 13 Thn Laparoskopi

28 Idanesia B 51.53.44 48 P3A0 Haid 78,63 Nyeri Haid 13 Thn Laparotomi

29 Sulastri 53.17.87 29 P1A0 Haid 95,32 Nyeri Haid 14 Thn Laparotomi

30 Erin Sulastri 52.22.22 30 P0A1 Haid 104,40 Nyeri Haid 15 Thn Laparoskopi & Tapros

(Kombinasi)

31 Rahmawati 53.03.52 34 P0A0 Haid 35,58 Infertilitas 13 Thn Laparoskopi & Tapros

(KombinasI)

32 Rusli Alam Trg 51.37.65 38 P3A1 Haid 44,38 Nyeri Pelvic 13 Thn Laparotomi

33 Roby Sulastri 51.08.04 34 P4A0 Haid 22,33 Nyeri Pelvic 14 Thn Laparotomi

34 Masithoh 51.11.83 25 P0A0 Haid 191 Nyeri Haid 12 Thn Laparoskopi & Tapros

(58)

35 Sulasni 50.47.36 42 P2A0 Haid 90,10 Nyeri Haid 12 Thn Laparotomi

36 Nurrapyka 53.16.71 24 P0A0 Haid 23,26 Nyeri Haid 13 Thn Laparoskopi & Tapros

(Kombinasi)

37 Risnawati 53.33.69 37 P0A0 Haid 33,00 Infertilitas 12 Thn Laparoskopi

38 Khairina 49.29.39 26 P0A0 Haid 32,16 Nyeri Haid 12 Thn Laparoskopi

49 Nurfaedah 48.28.80 34 P2A1 Haid 38,6 Nyeri Haid 11 Thn Laparotomi

40 Rosmeir 44.20.10 38 P0A0 Haid 139,20 Infertilitas 14 Thn Laparotomi & Tapros

(Kombinasi)

41 Dewi Alfiani S 43.85.20 31 P1A2 Haid 71,04 Nyeri Haid 13 Thn Laparoskopi

42 Nurhabibah P 43.99.70 33 P0A0 Haid 171,60 Infertilitas 13 Thn Laparoskopi & Tapros

(Kombinasi)

43 Nurhayati 49.55.48 42 P2A0 Haid 52,75 Nyeri Haid 13 Thn Laparoskopi & Tapros

(Kombinasi)

44 Tiamsi Hrp 50.30.67 42 P5A0 Haid 179 Nyeri Pelvic 14 Thn Laparoskopi

45 Rahmawaty 53.35.33 34 P0A2 Haid 58,70 Nyeri Haid 12 Thn Laparoskopi

46 Pesta Marbun 49.23.82 34 P1A0 Haid 640,60 Nyeri Pelvic 15 Thn Laparotomi

47 Ratna Lisda Tpb 49.73.91 32 P0A0 Haid 118,60 Infertilitas 13 Thn Laparoskopi

48 Harin

Rumondang

50.13.04 31 P1A1 Haid 11,72 Nyeri Haid 13 Thn Laparotomi

(59)

Lampiran 3.

a. 6 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,12.

(60)

Keluhan * Kel_CA125

(61)

Kel_Paritas * Kel_CA125

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,45.

Gambar

Gambar ini menunjukkan bagaimana lesi endometriosis berhubungan
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Tabel 4.2 Distribusi Penatalaksanaan Endometriosis
Tabel 4. 3 Hubungan Umur Penderita Endometriosis dengan Kadar
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dapat disimpulkan hasil penelitian ini adalah Melalui teknik tell me what you see kemampuan berbicara pada pelajaran Bahasa Indonesia kelas IV SD Negeri Temboro IV

Penjadwalan produksi dengan model dinamis lebih menekankan sejauh mana perubahan peubah atau kondisi i suatu sistem yang diamati terhadap perubahan watu Metode

Rubrik Penilaian RPP ini digunakan peserta pada saat penelaahan RPP peserta lain dan digunakan Fasilitator untuk menilai RPP yang disusun oleh masing-masing

 double klik kiri pada DIAGRAM (yang telah terjaring blok hitam).  Setelah muncul kotak isian, ISI atau GANTI dengan NILAI

[r]

Selanjutnya Pokja ULP akan melakukan tahapan evaluasi administrasi dan teknis terhadap Peserta lelang yang dokumennya telah memenuhi syarat/lengkap pada saat

Secara garis besar menurut Healy (1985) menyatakan bahwa penggunaan transaksi discretionary accruals, manajemen dapat mempengaruhi laba dengan mengendalikan jumlah

Program dan Jenis Kegiatan Hasil yang diharapkan Waktu Pelaksana an Pelaksa na Sumbe r Dana penyelenggaraan Prakerin 2.3 Pencarian obyek. 2.4   Rapat   pembentukan