• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Manisan Mangga(Mangifera Indica L.) Dengan Memanfatkan Sirup Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa Kulit Buah Kuini (Mangifera Odorata G.) Menggunakan Hcl 30%

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembuatan Manisan Mangga(Mangifera Indica L.) Dengan Memanfatkan Sirup Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa Kulit Buah Kuini (Mangifera Odorata G.) Menggunakan Hcl 30%"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN MANISAN MANGGA (Mangifera indica L.)

DENGAN MEMANFAATKAN SIRUP GLUKOSA HASIL

HIDROLISIS SELULOSA KULIT BUAH KUINI (Mangifera

odorata G.) MENGGUNAKAN HCl 30%

SKRIPSI

FITRI MAYA SARI

070802035

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMBUATAN MANISAN MANGGA (Mangifera indica L.) DENGAN MEMANFAATKAN SIRUP GLUKOSA HASIL HIDROLISIS

SELULOSA KULIT BUAH KUINI (Mangifera odorata G.) MENGGUNAKAN HCl 30%

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains.

FITRI MAYA SARI 070802035

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PEMBUATAN MANISAN MANGGA (Mangifera indica L.) DENGAN MEMANFAATKAN SIRUP GLUKOSA HASIL HIDROLISIS SELULOSA KULIT BUAH KUINI (Mangifera odorata G.) MENGGUNAKAN HCl 30%

Kategori : SKRIPSI

Nama : FITRI MAYA SARI Nomor Induk Mahasiswa : 070802035

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Juli 2012

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Firman Sebayang, MS Prof. Dr. RA Harlinah SPW, M.Sc. NIP 195607261985031001 NIP 130175778

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PEMBUATAN MANISAN MANGGA (Mangifera indica L.) DENGAN

MEMANFAATKAN SIRUP GLUKOSA HASIL HIDROLISIS

SELULOSA KULIT BUAH KUINI (Mangifera odorata G.)

MENGGUNAKAN HCl 30%

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2012

(5)

PENGHARGAAN

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan keberkahan yang sangat besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.

(6)

ABSTRAK

(7)

THE MAKING OF CANDIED MANGO (Mangifera indica L.) BY USING GLUCOSE SYRUP FROM THE HYDROLYZED CELLULOSE FROM

KUINI’S (Mangifera odorata G.) PEEL USING HCl 30%.

ABSTRACT

(8)

DAFTAR ISI

2.2.3.2 Sifat-Sifat Selulosa 13

2.2.3.3 Hidrolisis Selulosa 14

2.3 Sirup Glukosa 15

2.4 Analisis Karbohidrat 17

2.4.1 Analisis Kualitatif 17

2.4.2 Analisis Kuantitatif 18

2.6 Manisan Buah 19

(9)

Bab 3 Metode Penelitian 22

3.2.2 Pembuatan Larutan Pereaksi 24

3.2.2.1 Larutan H2SO4

3.2.2.7 Larutan Arsenomolibdat 25

3.2.3 Cara Kerja 25

3.2.3.1 Isolasi dan Analisis Kadar Selulosa dari Kulit Buah

Kuini 25

3.2.3.2 Hidrolisis Selulosa dari Kulit Buah Kuini dan Analisis

Glukosa Hasil Hidrolisis Secara Kualitatif 26

3.2.3.3 Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum

Larutan Glukosa Standar 26

3.2.3.4 Penyiapan Kurva Glukosa Standar 26

3.2.3.5 Analisis Kadar Glukosa Sampel 27

3.2.3.6 Pembuatan Manisan Mangga 27

3.2.3.7 Penentuan Nilai Organoleptik 27

3.3 Bagan Penelitian 28

3.3.1 Isolasi dan Analisis Kadar Selulosa dari Kulit Buah Kuini 28 3.3.2 Hidrolisis Selulosa dari Kulit Buah Kuini dan Analisis Glukosa

Hasil Hidrolisis Secara Kualitatif 29

3.3.3 Analisis Kadar Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa dari Kulit

Buah Kuini Secara Spektrofotometri 30

3.3.4 Pembuatan Manisan Mangga 31

3.3.5 Penentuan Nilai Organoleptik 31

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 32

4.1 Hasil Penelitian 32

4.1.1 Perhitungan Kadar Selulosa Kulit Buah Kuini 33

4.1.2 Pengolahan Data Pengukuran Absorbansi Glukosa Hasil

Hidrolisis Selulosa Kulit Buah Kuini 34

4.1.3 Perhitungan Kadar Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa Kulit

Buah Kuini 35

(10)

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 40

5.1 Kesimpulan 40

5.2 Saran 40

Daftar Pustaka 41

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Buah Mangga 7

Tabel 2.2 Karakteristik Kimia Buah Kuini 9

Tabel 2.3 Standar Mutu Sirup Glukosa 17

Tabel 3.1 Skala Uji Hedonik 27

Tabel 4.1 Hasil Pengolahan Kulit Buah Kuini 32

Tabel 4.2 Hasil Analisis Kadar Selulosa Kulit Buah Kuini 32

Tabel 4.3 Hasil Analisis Kadar Glukosa Hasil Hidrolisis 33

Tabel 4.4 Nilai Organoleptik Manisan Buah Mangga 33

Tabel 4.5 Metode Least Square 35

Tabel 4.6 Perbandingan Gula Pasir dan Sirup Glukosa dalam Pembuatan

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Perbandingan Buah Kuini dan Bacang 9

Gambar 2.2 Struktur Glukosa 10

Gambar 2.3 Struktur Maltosa 11

Gambar 2.4 Struktur Selobiosa 12

Gambar 2.5 Struktur Sukrosa 12

Gambar 2.6 Struktur Selulosa 13

Gambar 2.7 Mekanisme Dasar Hidrolisis Selobiosa 15

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λmaks

Larutan Glukosa Standar 45

)

Lampiran 2. Data Absorbansi Glukosa Standar 45

Lampiran 3. Kurva Metode Least Square 46

Lampiran 4. Data Nilai Organoleptik Manisan Mangga 46

4.1 Nilai Organoleptik Terhadap Rasa Manisan Mangga 46

4.2 Nilai Organoleptik Terhadap Warna Manisan Mangga 47

4.3 Nilai Organoleptik Terhadap Aroma Manisan Mangga 47

Lampiran 5. Tabel Harga erf (t) atau ert (hx) dari Harga T 48

Lampiran 6. Gambar Bahan dan Hasil Penelitian 49

Lampiran 7. Gambar Uji Organoleptik Hasil Penelitian 50

(14)

ABSTRAK

(15)

THE MAKING OF CANDIED MANGO (Mangifera indica L.) BY USING GLUCOSE SYRUP FROM THE HYDROLYZED CELLULOSE FROM

KUINI’S (Mangifera odorata G.) PEEL USING HCl 30%.

ABSTRACT

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Selulosa adalah polisakarida yang merupakan polimer glukosa. Hidrolisis lengkap

dengan HCl 30% hanya menghasilkan D-glukosa (Fessenden, 1986). Selulosa

merupakan komponen utama dinding sel-sel tanaman. Sejumlah penelitian telah

dilakukan untuk hidrolisis selulosa menjadi glukosa, antara lain oleh Wijayanti (2005)

yang memperoleh 12,53% sirup glukosa dari hidrolisis rumput gajah (Pardosi, 2011),

Nurmala Sari (2010) yang memperoleh 2,4667% sirup glukosa dari hidrolisis selulosa

dami nangka, Sri Ningsih Pardosi (2011) yang memperoleh 9,40% sirup glukosa dari

hidrolisis selulosa ampas kelapa, dan Darmayanti Pratiwi (2011) yang memperoleh

10,66% sirup glukosa dari hidrolisis selulosa kulit buah sukun.

Selain selulosa, polisakarida lain yang memiliki monomer hanya berupa

glukosa adalah pati atau amilum. Beda amilum dan selulosa yaitu pada ikatan

glikosidiknya, dimana glukosa amilum terikat pada 1,4-α-D-glukosa. Hal ini

menyebabkan amilum dapat dicerna oleh tubuh karena enzim-enzim pencernaan tubuh

dapat menghidrolisis ikatan α-nya tetapi tidak mampu menghidrolisis ikatan β pada selulosa (Campbell, 2002).

Sejumlah penelitian yang telah dilakukan untuk menghidrolisis amilum

menjadi glukosa, antara lain oleh A. Sari (2003) yang memperoleh 17,33% sirup

glukosa dari hidrolisis pati sagu (Pardosi, 2011), A. Munandar (2006) yang

memperoleh 17,37% sirup glukosa dari hidrolisis pati pulp coklat (Pardosi, 2011),

Herty Dita Utami Nasution (2010) yang memperoleh 36,19% sirup glukosa dari

hidrolisis amilum biji mangga arumanis, dan Riri Mardawati (2010) yang memperoleh

(17)

Dalam pemanfaatannya, sirup glukosa tersebut digunakan sebagai pemanis

alternatif pengganti gula pasir. Gula pasir merupakan kebutuhan pokok masyarakat

dan industri dalam mengolah makanan dan minuman. Total kebutuhan gula nasional

tahun 2014 diperkirakan sebesar 5,7 juta ton, terdiri dari 2,96 juta ton untuk konsumsi

langsung masyarakat dan 2,74 juta ton untuk keperluan industri. Sementara itu

produksi gula tahun 2010 diketahui hanya 2,29 juta ton (http://ditjenbun.deptan.go.id),

Dengan kondisi yang demikian, membuat pemerintah berusaha mengimpor

gula untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Selain itu, banyak dilakukan

pencarian alternatif pengganti gula selain gula pasir (sukrosa), antara lain pemanis

alami seperti anggur, jagung, dan bit, serta pemanis sintetis seperti siklamat, aspartam,

dan gula hasil hidrolisis polisakarida.

Industri makanan dan minuman saat ini memiliki kecenderungan untuk

menggunakan sirup glukosa. Hal ini didasari oleh beberapa kelebihan sirup glukosa

dibandingkan sukrosa diantaranya tidak mengkristal seperti halnya sukrosa jika

dilakukan pemasakan pada suhu tinggi, dimana inti kristal tidak terbentuk sampai

larutan sirup glukosa mencapai kejenuhan 75% (http://andyafood.wordpress.com).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai

pemanfaatan sirup glukosa dari hasil hidrolisis selulosa yang diisolasi dari berbagai

bagian tanaman, seperti kulit buah atau ampas daging buah, maka peneliti juga ingin

memanfaatkan limbah produksi buah, dalam hal ini kulit buah kuini. Selain produksi

buah pertahun yang tinggi dengan berbagai pemanfaatan daging buahnya, pengupasan

kulit buah yang tebal dengan persentase kulit buah sebesar 16,76-32,75% (Antarlina,

2003) menyebabkan jumlah limbah kulit dari buah ini sangat besar dengan tidak

adanya pemanfaatan. Maka dari itu peneliti ingin memanfaatkan kulit buah kuini

untuk dijadikan sirup glukosa sebagai pengganti gula pasir yang diaplikasikan pada

pembuatan manisan buah mangga.

1.2Permasalahan

Karena gula pasir masih diimpor, maka salah satu pencarian alternatif pengganti gula

yaitu dengan sirup glukosa. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,

diketahui sirup glukosa dapat diperoleh dari hidrolisis selulosa menggunakan HCl

(18)

daging buah. Dalam hal ini, peneliti ingin memanfaatkan kulit buah kuini untuk

dijadikan sirup glukosa sebagai pengganti gula pasir pada pembuatan manisan buah

mangga. Pemanfaatan kulit buah ini juga merupakan salah satu upaya membantu

pemerintah dalam program pelestarian lingkungan. Dimana produksi buah kuini di

Sumatera Utara mencapai 250 ton/tahun (www.medanpunya.com) dengan jumlah

limbah kulit buah kuini yang dihasilkan sangat besar. Berdasarkan hal tersebut, maka

permasalahan yang terjadi adalah apakah selulosa dari limbah kulit buah kuini dapat

dibuat menjadi sirup glukosa sebagai pemanis pada pembuatan manisan mangga

melalui hidrolisis menggunakan HCl 30%.

1.3Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, masalah dibatasi sebagai berikut:

1. Perolehan sampel dibatasi hanya buah kuini yang diperoleh dari pedagang jus di

Setiabudi dan buah mangga udang yang diperoleh dari pasar Tavip Binjai.

2. Jenis polisakarida yang digunakan adalah selulosa dari kulit buah kuini.

3. Hidrolisis dilakukan dengan menggunakan HCl 30%.

4. Penentuan kadar glukosa dilakukan secara Spektrofotometri metode

Nelson-Somogyi.

5. Pemanis yang digunakan sebagai pembanding adalah gula pasir dengan

perbandingan gula pasir dan sirup glukosa (1:0), (1:1), (1:2), (1:3), dan (0:1).

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini antara lain:

1. Untuk menentukan kandungan selulosa dari kulit buah kuini.

2. Untuk menentukan hasil hidrolisis selulosa dari kulit buah kuini sehingga

dihasilkan sirup glukosa.

3. Untuk mengetahui kadar glukosa hasil hidrolisis selulosa kulit buah kuini.

4. Untuk memanfaatkan sirup glukosa sebagai pemanis dalam pembuatan manisan

mangga.

5. Untuk menentukan uji organoleptik manisan mangga yang dibuat dari variasi

(19)

1.5Manfaat Penelitian

1. Dapat memanfaatkan limbah kulit buah kuini menjadi sirup glukosa dan

merupakan salah satu upaya membantu pemerintah dalam program pelestarian

lingkungan.

2. Sirup glukosa yang diperoleh dapat dijadikan sebagai salah satu pemanis alternatif

pengganti sukrosa pada gula pasir dari tanaman tebu.

3. Dari penelitian ini dapat diketahui adanya potensi nilai finansial dari limbah kulit

buah kuini yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

1.6Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium. Dimana sampel berupa kulit buah

kuini yang diperoleh dari pedagang jus buah di Setiabudi dikumpulkan dan diambil

secara acak sederhana untuk kemudian diisolasi selulosanya. Selulosa yang diisolasi

diuji secara kualitatif dan kuantitatif. Kemudian selulosa dihidrolisis menggunakan

HCl 30% menghasilkan sirup glukosa dan diuji secara kualitatif, lalu ditentukan

kadarnya dengan metode Nelson-Somogyi menggunakan alat Spektrofotometer. Sirup

glukosa hasil hidrolisis dimanfaatkan untuk membuat manisan mangga udang.

1.7Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia/KBM FMIPA USU dan Pusat

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Mangga (Mangifera indica L.)

Mangga yang berkembang di Indonesia diperkirakan berasal dari India, yang

dipercaya pemeliharaannya telah ada seiring peradaban India. Sejarah pun mencatat

bahwa mangga pertama kali ditemukan oleh Alexander Agung di lembah Indus, India.

Kata mangga sendiri berasal dari bahasa Tamil, yaitu mangas atau man-kay. Dalam bahasa botani, mangga disebut Mangifera indica L. yang berarti tanaman mangga berasal dari India.

Dari India, sekitar abad ke-4 SM, tanaman mangga menyebar ke berbagai

negara, yakni melalui pedagang India yang berkelana ke timur sampai ke

Semenanjung Malaysia. Pada tahun 1400 dan 1450, mangga mulai ditanam di

kepulauan Sulu dan Mindanau, Filipina, di pulau Lizon sekitar tahun 1600, dan di

kepulauan Maluku pada tahun 1665 (Pracaya, 2011).

2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman Mangga

Dalam tatanama sistematika (taksonomi) tumbuhan, tanaman mangga diklasifikasikan

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Sapindales

Famili : Anacardiaceae

Genus : Mangifera

(21)

Tanaman mangga tumbuh dalam bentuk pohon berbatang tegak, bercabang

banyak, serta rindang dan hijau sepanjang tahun. Tinggi tanaman dewasanya bisa

mencapai 10-40 m dengan umur bisa mencapai lebih dari 100 tahun. Morfologi

tanaman mangga terdiri atas akar, batang, daun, dan bunga. Bunga menghasilkan buah

dan biji yang secara generatif dapat tumbuh menjadi tanaman baru (Pracaya, 2011).

Mangga rata-rata berbunga satu kali sehingga panen buah dapat dilakukan

beberapa kali dalam satu periode karena buah tidak masak bersamaan. Mangga

cangkokan mulai berbuah pada umur 4 tahun sedangkan mangga okulasi pada umur

5-6 tahun. Buah panen pertama hanya mencapai 10-15 buah, pada tahun ke-10 jumlah

buah dapat mencapai 300-500 buah/pohon, pada umur 15 tahun mencapai 1000

buah/pohon, dan produksi maksimum tercapai pada umur 20 tahun dengan potensi

produksi mencapai 2000 buah/pohon/tahun (Tafajani, 2011).

Buah mangga memiliki keanekaragaman bentuk antara lain bulat,

bulat-pendek dengan ujung pipih, dan bulat-panjang agak pipih. Susunan tubuh buah terdiri

dari beberapa lapisan, yaitu sebagai berikut :

a. Kulit buah

Buah mangga yang muda memiliki kulit berwarna hijau, namun menjelang matang

berubah warna menurut jenis dan varietasnya.

b. Daging buah

Buah mangga yang masih muda pada umumnya memiliki daging buah yang

berwarna kuning keputih-putihan. Menjelang tua daging buah berubah menjadi

kekuning-kuningan sampai kejingga-jinggan. Rasa daging buah mangga bervariasi,

yaitu asam sampai manis dengan aroma yang khas pada setiap varietas mangga.

c. Biji

Biji mangga berkeping dua dan memiliki sifat poliembrional, karena dari satu biji

dapat tumbuh lebih dari satu bakal tanaman (Rukmana, 1997).

2.1.2 Komposisi Kimia Buah Mangga

(22)

Tabel 2.1 Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Buah Mangga

Kandungan Zat Nilai Rata-rata buah mangga Mentah Matang

Sumber : Laroussihe, LE MANGUIER, dalam Pracaya, (2011)

Komponen daging buah mangga yang paling banyak adalah air dan

karbohidrat. Selain itu juga mengandung protein, lemak, macam-macam asam,

vitamin, mineral, tanin, zat warna, dan zat yang mudah menguap sehingga

menciptakan aroma harum khas buah mangga.

Karbohidrat daging buah mangga terdiri dari gula sederhana, tepung, dan

selulosa. Gula sederhananya berupa sukrosa, glukosa, dan fruktosa yang memberikan

rasa manis dan bermanfaat bagi pemulihan tenaga pada tubuh manusia. Selain gula,

rasa dan karakteristik buah mangga juga dipengaruhi oleh tanin dan campuran asam.

Tanin pada buah mangga menyebabkan rasa kelat dan terkadang pahit. Tanin juga

menyebabkan buah mangga menjadi hitam setelah diiris. Sementara itu, rasa asam

pada buah mangga disebabkan oleh adanya asam sitrat (0,13-0,17%) dan vitamin C

(Pracaya, 2011).

2.1.3 Jenis dan Varietas Tanaman Mangga

Pengembangan varietas mangga dapat dilakukan secara generatif maupun vegetatif.

Masing-masing varietas mangga dapat dibedakan berdasarkan ukuran, warna daging,

(23)

pohon, ukuran, dan bentuk daun. Di Indonesia ada beberapa jenis dan varietas mangga

komersial yang sudah terkenal bagus mutunya, antara lain :

a. Mangga Golek

Dalam bahasa Jawa, golek berarti ”mencari”. Berdasarkan kata itu pulalah penamaan jenis mangga ini karena setelah menikmati rasanya orang akan mencari lagi buah

mangga yang baru saja dimakan. Daging buah tebal, lunak dengan warna kuning tua.

Daging buahnya boleh dikatakan tidak berserat, tidak berair (kalau diiris tidak banyak

mengeluarkan air). Aromanya cukup harum dengan rasa yang manis.

b. Mangga Arumanis

Disebut mangga arumanis karena rasanya manis dan aromanya harum (arum). Daging

buah tebal, lunak berwarna kuning, dan tidak berserat (serat sedikit). Aroma harum,

tidak begitu berair, dengan rasa yang manis, tapi bagian ujung kadang-kadang masih

ada rasa asam.

c. Mangga Manalagi

Disebut manalagi karena sekali makan orang akan mencarinya lagi. Rasa mangga

manalagi seperti perpaduan rasa antara golek dan arumanis. Kemungkinan pohon

mangga manalagi merupakan hasil persilangan alami antara golek dengan arumanis.

Buah ini sering dimakan dalam keadaan masih keras, tetapi daging buah sudah

kelihatan kuning.

d. Mangga Madu

Mangga ini disebut madu karena rasanya manis seperti madu lebah. Daging buah yang

sudah masak berwarna kuning. Bagian dalam kuningnya makin ke dalam makin tua

seperti warna madu. Serat daging buah sedikit. Kadar air buah sedang dengan rasanya

yang manis seperti madu dan aromanya harum (Pracaya, 2011).

e. Mangga Udang

Mangga ini berasal dari Desa Hutanagonang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli

Utara. Panjang rata-rata mangga ini hanya sekitar 6 cm. Dikenal dua jenis mangga

udang, yaitu yang berukuran kecil dan berukuran besar. Buahnya berbentuk lonjong.

Kulitnya tipis dan berwarna hijau muda pada waktu muda, lalu berubah menjadi

kuning keemasan setelah tua. Daging buahnya berwarna kuning, lunak berair, rasanya

(24)

f. Kuini

Dalam taksonomi tumbuhan, kuini merupakan tanaman mangga dengan spesies

Mangifera odorata Griffith yang masih berkerabat dekat dengan bacang.

Gambar 2.1 Perbandingan Buah Kuini dan Bacang

Warna kulit buah muda hijau dan setelah masak hijau kekuningan pada

pangkalnya, dengan permukaan kulit licin. Warna daging buah kuning-orange.

Tekstur daging buah agak berserat. Bagi orang yang tidak tahan akan terasa gatal

apabila makan buah kuini ini. Rasa daging buah manis, kadang ada yang agak masam.

Bentuk buah lonjong dengan nisbah P/L sebesar 1,21-1,52. Ukuran buah sedang,

bobot buah sekitar 162-470 g. Bagian buah yang dapat dimakan sekitar 44,62-64,47%

(Antarlina, 2003).

Tabel 2.2 Karakteristik Kimia Buah Kuini

No. Komponen Kadar

1 Air 79,49 %

2 Abu 0,82 %

3 Pati 10,76 %

4 Serat Kasar 2,33 %

5 Protein 1,02 %

6 Lemak 0,15 %

7 Karbohidrat 18,59 %

8 Total Gula 11,33 %

9 Total Asam 3 mgKOH/g

10 Vitamin C 0,02 %

11 Kalori 48,41 kal/100g

Sumber: Antarlina (2003)

(25)

2.2 Karbohidrat

Istilahkarbohidrat timbul karena rumus molekul senyawa ini dapat dinyatakan sebagai

hidrat dari karbon. Definisi karbohidrat ialah polihidroksialdehida, polihidroksiketon,

atau zat yang memberikan senyawa seperti ini jika dihidrolisis dengan asam berair,

dimana gugus hidroksil dan gugus karbonil merupakan gugus fungsi utama dalam

karbohidrat.

Karbohidrat biasanya digolongkan menurut strukturnya sebagai monosakarida,

oligosakarida, atau polisakarida. Istilah sakarida berasal dari kata Latin (sakarum,

gula) dan merujuk pada rasa manis dari beberapa karbohidrat sederhana (Hart, 2003).

2.2.1 Monosakarida

Monosakarida ialah karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi senyawa yang

lebih sederhana lagi. Monosakarida digolongkan berdasarkan jumlah atom karbon

yang ada (triosa, tetrosa, pentosa, heksosa, dan seterusnya) dan berdasarkan apakah

gugus karbonil yang ada sebagai aldehida atau sebagai keton (Hart, 2003).

Glukosa, monosakarida yang paling umum, kadang-kadang disebut gula darah,

gula anggur, atau dekstrosa. Binatang menyusui dapat mengubah sukrosa, laktosa,

maltosa, dan pati menjadi glukosa, yang kemudian dapat digunakan sebagai energi

oleh organisme itu, atau disimpan sebagai glikogen (Fessenden, 1986).

Gambar 2.2 Struktur Glukosa

Glukosa merupakan heksosa yang paling penting secara nutrisi dan paling

melimpah di alam. Glukosa terdapat dalam madu dan buah seperti anggur, ara, dan

kurma. Anggur yang matang, sebagai contoh, terdiri dari 20-30% glukosa. Glukosa

juga dikenal sebagai gula darah karena gula diangkut oleh darah menuju jaringan

(26)

tubuh untuk memenuhi kebutuhan energi. Gula lainnya yang diserap dalam tubuh

harus dimetabolisme oleh liver menjadi glukosa. Glukosa pada umumnya digunakan

sebagai pemanis dalam manisan dan makanan lainnya, termasuk beberapa makanan

bayi (Seager, 2008).

2.2.2 Oligosakarida

Oligosakarida adalah polimer dengan derajat polimerisasi 2 sampai 10 yang biasanya

bersifat larut dalam air. Oligosakarida yang terdiri dari dua monosakarida disebut

disakarida, dan bila tiga molekul disebut triosa (Winarno, 1995).

Oligosakarida yang paling sering dijumpai ialah disakarida. Dalam disakarida,

dua monosakarida ditautkan oleh ikatan glikosidik antara karbon anomerik dari satu

unit monosakarida dan gugus hidroksil dari unit lainnya. Beberapa contoh disakarida :

a. Maltosa

Maltosa ialah disakarida yang diperoleh lewat hidrolisis parsial dari pati. Hidrolisis

lanjutan dari maltosa hanya menghasilkan D-glukosa. Jadi, maltosa terdiri atas dua

unit glukosa yang bertautan.

Gambar 2.3 Struktur Maltosa

Karbon anomerik di unit glukosa sebelah kanan pada maltosa ialah suatu

hemiasetal. Secara alami, bila maltosa berada dalam larutan, fungsi hemiasetal ini

akan berkesetimbangan dengan bentuk aldehida rantai terbuka. Dengan begitu,

maltosa menghasilkan uji Tollens positif dan reaksi lain yang serupa seperti pada

karbon anomerik glukosa.

b. Selobiosa

Selobiosa ialah disakarida yang diperoleh dari hidrolisis parsial selulosa. Hidrolisis

selobiosa lebih lanjut hanya menghasilkan D-glukosa. Jadi, selobiosa merupakan

isomer maltosa. Pada kenyataannya, selobiosa berbeda dari maltosa hanya karena

(27)

struktur lainnya identik termasuk tautan antara C-1 dari unit di kiri dan gugus

hidroksil pada C-4 di unit kanan.

Gambar 2.4 Struktur Selobiosa

c. Sukrosa

Disakarida komersial yang paling penting ialah sukrosa, atau gula pasir. Sukrosa

terjadi dalam semua tumbuhan fotosintetik, yang berfungsi sebagai sumber energi.

Sukrosa diperoleh secara komersial dari batang tebu dan bit gula, yang kadarnya

14-20% dari cairan tumbuhan tersebut.

Hidrolisis sukrosa memberikan D-glukosa dan ketosa D-fruktosa dengan

jumlah mol yang ekuivalen. Sukrosa tidak mempunyai gugus aldehida bebas yang

berpotensi sehingga tidak dapat mereduksi reagen Tollens, Fehling, atau Benedict.

Oleh karena itu sukrosa disebut sebagai gula non-pereduksi (Hart, 2003).

Gambar 2.5 Struktur Sukrosa 2.2.3 Polisakarida

Polisakarida dalam bahan makanan berfungsi sebagai penguat tekstur (selulosa,

hemiselulosa, pektin, lignin) dan sebagai sumber energi (pati, dekstrin, glikogen,

fruktan). Polisakarida merupakan polimer molekul-molekul monosakarida yang dapat

berantai lurus atau bercabang dan dapat dihidrolisis. Hasil hidrolisis sebagian akan

menghasilkan oligosakarida dan dapat dipakai untuk menentukan struktur molekul

polisakarida (Winarno, 1995).

Sebagai contoh, pati ialah karbohidrat penyimpan energi bagi tumbuhan yang

tersusun dari unit-unit glukosa yang bergabung lewat ikatan 1,4-α-glikosidik,

(28)

1,6-α-glikosidik. Hidrolisis parsial dari pati menghasilkan maltosa dan hidrolisis

sempurna hanya menghasilkan D-glukosa.

2.2.3.1 Selulosa

Selain pati, polisakarida yang banyak ditemukan di alam adalah selulosa. Selulosa

merupakan polimer tak bercabang dari sejumlah glukosa yang bergabung lewat ikatan

1,4-β-glikosidik. Pemeriksaan selulosa dengan sinar X menunjukkan bahwa selulosa

terdiri atas rantai linear dari unit selobiosa. Walaupun manusia dan beberapa hewan

dapat mencerna pati, tidak sama halnya dengan selulosa. Hal ini disebabkan oleh

perbedaan ikatan glikosidiknya (Hart, 2003).

Berat molekul selulosa berkisar antara 100.000 hingga 1.000.000. Kapas

merupakan salah satu sumber yang kaya akan selulosa, mengandung lebih dari 90%

selulosa per satuan berat. Kebanyakan tanaman lain juga mengandung persentase

selulosa yang tinggi secara relatif, pada umumnya berkisar antara 10-15%. Selulosa

sangat penting dalam industri kimia. Sebagai contoh, digunakan dalam industri pabrik

barang-barang kertas, cat, bahan peledak, dan rayon. Selulosa merupakan satu dari

senyawa yang paling berlimpah di bumi (Wingrove, 1939).

Gambar 2.6 Struktur Selulosa 2.2.3.2 Sifat-Sifat Selulosa

Selulosa tidak memiliki rasa, tidak berbau, tidak larut dalam

organik. Selulosa dapat dipecah menjadi unit-unit kimia glukosa dengan

mereaksikannya dengan asam pekat pada suhu tinggi.

Dibandingkan dengan pati, selulosa jauh lebih bersifat kristal. Dimana pati

mengalami transisi kristal menjadi amorf ketika dipanaskan dalam air pada suhu

mencapai 60-70ºC. Sedangkan selulosa membutuhkan suhu 320ºC dan tekanan 25

(29)

Kebanyakan sifat selulosa tergantung pada panjang rantai atau derajat

polimerisasi unit glukosa. Selulosa dari pulp kayu memiliki panjang rantai khas antara

300-1700 unit. Kapas dan serat tanaman lainnya sama seperti selulosa bakteri

memiliki panjang rantai berkisar antara 800-10.000 unit (Klemm, 2005).

Selulosa yang diturunkan dari tanaman biasanya ditemukan dalam suatu

campuran dengan hemiselulosa, lignin, pektin, dan zat-zat lain. Sementara selulosa

mikroba cukup murni, memiliki kadar air cukup tinggi dan terdiri dari rantai panjang.

Selulosa larut dalam kuprietilendiamin (CED), kadmiumetilendiamin (Cadoxen),

N-metilmorfolina N-oksida, dan litium klorida atau dimetilformamida. Pelarut-pelarut ini

digunakan dalam produksi selulosa diregenerasi dari pelarutan pulp (Stenius, 2000).

2.2.3.3 Hidrolisis Selulosa

Hidrolisis selulosa lengkap dengan HCl 30%, hanya menghasilkan D-glukosa.

Disakarida yang terisolasi dari selulosa yang terhidrolisis sebagian adalah selobiosa,

yang dapat dihidrolisis lebih lanjut menjadi D-glukosa dengan suatu katalis asam atau

dengan emulsin enzim. Selulosa sendiri tidak mempunyai karbon hemiasetal-selulosa

sehingga tidak dapat mengalami mutarotasi atau dioksidasi oleh reagensia seperti

Tollens (Fessenden, 1986).

Selulosa Selobiosa Glukosa

Hidrolisis dalam suasana asam, yang menghasilkan pemecahan ikatan

glikosidik berlangsung dalam tiga tahap. Tahap pertama, proton yang bertindak

sebagai katalisator asam berinteraksi cepat dengan oksigen glikosida yang

menghubungkan dua unit gula (I), membentuk asam konjugat (II). Langkah ini diikuti

dengan pemecahan yang lambat dari ikatan C-O, yang menghasilkan zat antara kation

karbonium siklik (III). Protonasi dapat juga terjadi pada oksigen cincin (II),

menghasilkan pembukaan cincin dan kation karbonium nonsiklik (III). Tidak ada

kepastian ion karbonium mana yang paling mungkin terbesar pada kation siklik.

Akhirnya kation karbonium mulai mengadisi molekul air dengan cepat, membentuk

(30)

-H2O

-H2O

I

Gambar 2.7 Mekanisme Dasar Hidrolisis Selobiosa

2.3 Sirup Glukosa

Sirup glukosa merupakan salah satu bahan pemanis makanan dan minuman yang

berbentuk cairan dan dihasilkan melalui proses hidrolisis. Pembuatan sirup glukosa

pertama kali dilakukan pada tahun 1811 oleh ilmuwan Jerman bernama Gottlieb

Sigismund Constantin Krichhoff. Bahan baku utama produksi sirup glukosa di dunia

adalah pati berupa tepung tapioka, dan ada beberapa macam bahan lainnya seperti

tepung maizena, beras, kentang, akar-akaran dan sagu. Beberapa macam proses

pembuatan sirup glukosa melalui hidrolisis pati antara lain dengan katalis asam,

enzim, dan gabungan keduanya (http://letshare17.blogspot.com).

Proses pembuatan sirup glukosa dengan hidrolisis enzim dilakukan dengan

menghidrolisis pati dengan enzim α-amilase yang berfungsi memutuskan ikatan α-1,4 secara acak di bagian dalam molekul baik amilosa maupun amilopektin. Untuk sirup

-H2O

II II

III III

(31)

glukosa yang dihasilkan melalui hidrolisis pati dengan asam, katalis asam yang biasa

digunakan adalah asam klorida. Secara umum, pembuatan sirup glukosa dengan

hidrolisis asam (PT Indonesian Maltose Industry) adalah sebagai berikut:

Gambar 2.8 Diagram Alir Pembuatan Sirup Glukosa

Proses hidrolisis asam lebih mudah dilakukan dari pada hidrolisis enzim

karena peralatan yang digunakan pada hidrolisis asam cukup sederhana dan prosesnya

tidak rumit. Lain halnya dengan proses hidrolisis enzim yang membutuhkan peralatan

cukup banyak dengan proses yang rumit karena melibatkan kerja enzim dengan

(32)

Tabel 2.3 Standar Mutu Sirup Glukosa

No Komponen Spesifikasi

1. Air Maksimum 20%

2. Gula reduksi dihitung sebagai D-glukosa Maksimum 1%

3. Sulfur dioksida (SO2 Untuk kembang gula sekitar 400

ppm, yang lain maksimum 40 ppm.

)

4. Pemanis buatan Negatif

5. Logam berbahaya (Pb,Cu, Zn dan As) Negatif

6. Natrium Benzoat Maksimum 250 ppm

7. Warna Tidak berwarna sampai

kekuningan

8. Jumlah bakteri Maksimum 500 koloni/gram

9. Kapang Negatif

10. Khamir Negatif

Sumber : SII.0418-81

2.4 Analisis Karbohidrat 2.4.1 Analisis Kualitatif

Beberapa cara untuk mengetahui adanya karbohidrat dalam suatu bahan antara lain:

a. Uji Molisch

Karbohidrat oleh asam sulfat pekat akan dihidrolisis menjadi monosakarida dan

selanjutnya monosakarida mengalami dehidrasi oleh asam sulfat menjadi furfural atau

hidroksi metil furfural. Senyawa-senyawa ini dengan alfa naftol akan berkondensasi

membentuk senyawa kompleks yang berwarna ungu.

b. Uji Iodin

Karbohidrat golongan polisakarida akan memberikan reaksi dengan larutan iodin dan

memberikan warna spesifik bergantung pada jenis karbohidratnya. Amilosa dengan

iodin akan berwarna biru, amilopektin dengan iodin akan berwarna merah violet,

glikogen maupun dextrin dengan iodin akan berwarna merah coklat.

c. Uji Pembentukan Osason

Aldosa ataupun ketosa dengan fenilhidrasin dan dipanaskan akan membentuk

hidrason atau osason. Reaksi antar senyawaan tersebut merupakan reaksi

oksido-reduksi, atom C yang mengalami reaksi adalah atom C nomor satu dan dua dari aldosa

(33)

d. Uji Fehling

Larutan fehling yang terdiri dari campuran kupri sulfat, Na-K-tartrat dan natrium

hidroksida dengan gula reduksi dan dipanaskan akan terbentuk endapan berwarna

hijau, kuning orange atau merah bergantung dari macam gula reduksinya (Sudarmadji,

1987).

e. Uji Benedict

Pereaksi benedict berupa larutan yang mengandung kupri sulfat, natrium karbonat,

dan natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu++ dari kupri sulfat menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2

2.4.2 Analisis Kuantitatif

O. Adanya natrium karbonat dan natrium

sitrat membuat pereaksi benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat

berwarna hijau, kuning, atau merah bata. Warna endapan ini tergantung pada

konsentrasi karbohidrat yang diperiksa (Poedjiadi, 1994).

Penentuan karbohidrat yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida memerlukan

perlakuan pendahuluan yaitu hidrolisis terlebih dahulu sehingga diperoleh

monosakarida. Untuk keperluan ini, bahan dihidrolisis dengan asam atau enzim pada

suatu keadaan tertentu. Beberapa cara analisis kuantitatif monosakarida antara lain:

a. Metode Luff Schoorl

Pada penentuan gula secara Luff Schoorl, yang ditentukan adalah kuprioksida dalam

larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah

direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya dengan titrasi

menggunakan Na-tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen

dengan kuprooksida yang terbentuk dan juga ekuivalen dengan jumlah gula reduksi

yang ada dalam bahan/larutan.

b. Metode Munson-Walker

Penentuan gula cara ini adalah dengan menentukan banyaknya kuprooksida yang

terbentuk dengan cara penimbangan atau dengan melarutkan kembali dengan asam

nitrat kemudian menitrasi dengan tiosulfat. Jumlah kuprooksida yang terbentuk

ekuivalen dengan banyaknya gula reduksi yang ada dalam larutan dan telah

disediakan dalam bentuk tabel Hammond, yakni hubungan antara banyaknya

(34)

c. Metode Lane-Eynon

Penentuan gula cara ini dengan menitrasi reagen Soxhlet (larutan CuSO4

d. Metode Nelson-Somogyi

, K-N-tartrat)

dengan larutan gula yang diselidiki. Banyaknya larutan sampel yang dibutuhkan untuk

menitrasi reagen Soxhlet dapat diketahui banyaknya gula yang ada dengan melihat

pada tabel Lane-Eynon (Sudarmadji, 1987).

Metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi dengan menggunakan

pereaksi tembaga arsenomolibdat. Kupri mula-mula direduksi menjadi bentuk kupro

dengan pemanasan larutan gula. Kupro yang terbentuk berupa endapan selanjutnya

dilarutkan dengan arsenomolibdat menjadi molibdenum berwarna biru yang

menunjukkan ukuran konsentrasi gula. Dengan membandingkannya terhadap larutan

standar, konsentrasi gula dalam sampel dapat ditentukan. Reaksi warna yang terbentuk

dapat menentukan konsentrasi gula dalam sampel dengan mengukur absorbansinya

(Sudarmadji, 1989).

Warna biru yang dihasilkan kemudian diukur absorbansinya dengan cara

spektrofotometri UV-Visible. Cara ini merupakan anggota teknik analisis

spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat

(190-380 nm) dan sinar tampak ((190-380-780 nm) dengan memakai instrumen

spektrofotometer.

Analisis dengan spektrofotometri UV-Visible selalu melibatkan pembacaan

absorban radiasi elektromagnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang

diteruskan. Keduanya dikenal sebagai absorban (A) tanpa satuan dan transmitan

dengan satuan persen (%T) (Mulja, 1995).

Istilah log (P0

2.6 Manisan Buah

/P) disebut absorban dan diberi lambang A. Istilah lain yang

telah digunakan secara sinonim dengan absorban dan yang mungkin dijumpai dalam

literatur adalah ekstingsi (extinction), rapatan optik (optical density) dan absorbansi (absorbancy) (Underwood, 1986).

Manisan buah adalah buah-buahan yang direndam dalam larutan gula selama beberapa

(35)

nafsu makan. Teknologi membuat manisan merupakan salah satu cara

membuat kadar gula dalam buah meningkat dan kadar airnya berkurang. Keadaan ini

akan menghambat pertumbuha

lama (Muaris, 2003).

Ada dua jenis manisan, antara lain manisan basah dan manisan kering.

Manisan basah adalah manisan yang diperoleh setelah penirisan buah dari larutan

gula. Manisan basah mempunyai kandungan air yang lebih banyak dan penampakan

yang lebih menarik karena mirip dengan buah aslinya. Manisan ini biasanya dibuat

dari buah yang keras. Sedangkan manisan kering adalah manisan yang diperoleh

setelah buah ditiriskan kemudian dijemur hingga kering. Manisan kering memiliki

daya simpan yang lebih lama, kadar air yang lebih rendah, dan kadar gula yang lebih

tinggi. Manisan kering biasanya dibuat dari buah yang teksturnya lunak (Fatah, 2004).

2.7 Uji Organoleptik

Uji organoleptik merupakan hasil reaksi fisikologik berupa tanggapan atau kesan mutu

oleh panelis. Panelis adalah sekelompok orang yang bertugas menilai sifat atau

kualitas bahan berdasarkan kesan subyektif. Panelis dapat dibagi menjadi enam

kelompok yaitu panelis pencicipan perorangan, panelis pencicipan terbatas, panelis

terlatih, panelis agak terlatih, dan panelis konsumen. Pengujian bahan pangan dengan

panelis agak terlatih sering dilakukan karena tidak memerlukan panelis yang memiliki

kepekaan tinggi. Panelis agak terlatih biasanya merupakan sekelompok mahasiswa

atau staf peneliti (15 sampai 25 orang) yang mengetahui sifat-sifat sensorik dari

contoh yang dinilai melalui penjelasan atau latihan sekedarnya (Soekarto, 1985).

Tes yang paling umum digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan sampel

adalah skala hedonik. Istilah "hedonik" didefinisikan sebagai "yang berkaitan dengan

kesenangan". Skala mencakup serangkaian pernyataan atau titik dimana panelis

menyatakan tingkat suka atau tidak suka untuk sampel. Skala yang paling umum

(36)

“tidak suka (dislike moderately)”, “sangat tidak suka (dislike very much)”, dan “amat sangat tidak suka (dislike extremely)”.

Sampel dikodekan dan disajikan dalam gaya presentasi identik. Urutan

presentasi sampel secara acak untuk masing-masing panelis dan dapat disajikan secara

(37)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-Alat

- Neraca Analitik Mettler Toledo

- Oven Memmert

- Blender

- Gelas Ukur Pyrex

- Gelas Beaker Pyrex

- Corong

- Kertas Saring

- Labu Erlenmeyer Pyrex

- Botol Akuades

- Hot Plate

- Indikator Universal Merck

- Tanur Gallenkamp

- Batang Pengaduk Pyrex

- Penangas Air Fisons

- Aluminium Foil

- Pipet Volume Pyrex

- Labu Takar Pyrex

- Tabung Reaksi Pyrex

- Spektrofotometer Genesys 20

- Termometer Fisher

(38)
(39)

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Pengambilan Sampel

Sampel berupa kulit buah kuini diperoleh dari pedagang jus Setiabudi, yang

dikumpulkan dan diambil secara acak sederhana. Sedangkan buah mangga udang

diperoleh dari pasar Tavip Binjai. Tanaman kuini dengan spesies Mangifera odorata

dan tanaman mangga dengan spesies Mangifera indica L..

3.2.2 Pembuatan Larutan

3.2.2.1 Larutan H2SO4 1,25 N

Dimasukkan 8,5 mL H2SO4(P) ke dalam labu takar 250 mL, kemudian diencerkan

dengan akuades sampai garis tanda.

3.2.2.2 Larutan NaOH 1,25 N

Dilarutkan 12,5 g NaOH dengan akuades, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan diencerkan dengan akuades sampai garis tanda.

3.2.2.3 Larutan NaOH 10%

Dilarutkan 10 g NaOH dengan akuades, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar

100 mL dan diencerkan dengan akuades sampai garis tanda.

3.2.2.4 Larutan HCl 30 %

Dimasukkan 203 mL HCl 37% ke dalam labu takar 250 mL, kemudian diencerkan

dengan akuades sampai garis tanda.

3.2.2.5 Pereaksi Benedict

Dengan bantuan pemanasan, dilarutkan 173 g Na-sitrat dan 100 g Na2CO3

Dilarutkan 17,3 g CuSO

dalam 800

mL air. Disaring, kemudian ditambahkan akuades sampai volume larutan menjadi 850

mL (Larutan I).

4.5H2O dalam 100 mL air (dipanaskan bila perlu).

Bila larutan di atas sudah dingin, maka secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam

(40)

3.2.2.6 Pereaksi Nelson

Nelson A :

Dilarutkan 12,5 g Natrium karbonat anhidrat, 12,5 g garam Rochelle (K-Na-Tartrat),

10 g Natrium Bikarbonat, dan 100 g Natrium Sulfat anhidrat dalam 300 mL akuades

dan diencerkan sampai 500 mL.

Nelson B :

Dilarutkan 7,5 g CuSO4.5H2

Pereaksi Nelson dibuat dengan cara mencampur 25 bagian larutan Nelson A

dan 1 bagian Nelson B. Pencampuran dilakukan setiap kali akan digunakan.

O dalam 50 mL akuades dan ditambahkan 1 tetes asam

sulfat pekat.

3.2.2.7 Larutan Arsenomolibdat

Dilarutkan 25 g ammonium molibdat dalam 450 mL akuades dan ditambahkan 25 mL

H2SO4(p). Pada tempat yang lain, dilarutkan 3 g Na2HAsO4.7H2

Disimpan dalam botol berwarna coklat dan diinkubasi pada suhu 37

O dalam 25 mL

akuades, kemudian dituangkan larutan ini ke dalam larutan pertama.

o

C selama

24 jam. Larutan pereaksi ini dapat digunakan setelah masa inkubasi dan berwarna

kuning.

3.2.3 Cara Kerja

3.2.3.1 Isolasi dan Analisis Kadar Selulosa Kulit Buah Kuini

Sebanyak 1000 g kulit buah kuini dihaluskan, dikeringkan, kemudian ditimbang.

Ditambahkan 1500 mL etanol 96%, direndam selama 1 jam, lalu disaring.

Ditambahkan 1500 mL H2SO4 1,25 N, dipanaskan selama 30 menit lalu disaring.

Residu dicuci dengan akuades panas hingga pH netral. Kemudian ditambahkan 1500

mL NaOH 1,25 N, dipanaskan selama 30 menit lalu disaring. Residu dicuci dengan

akuades panas hingga pH netral. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 110ºC

dan ditimbang. Diambil 5 g, lalu diabukan dalam tanur pada suhu 600ºC selama 3 jam,

(41)

3.2.3.2 Hidrolisis Selulosa Kulit Buah Kuini dan Analisis Glukosa Hasil Hidrolisis Secara Kualitatif

Dimasukkan 27,413 g selulosa yg telah diisolasi dari kulit buah kuini ke dalam labu

Erlenmeyer. Ditambahkan 22 mL HCl 30%, ditutup dengan aluminium foil dan

didiamkan selama 30 menit. Kemudian ditambahkan 200 mL akuades dan direfluks

selama 1 jam, didinginkan dan disaring. Dimasukkan filtrat ke dalam labu ukur 250

mL, ditambahkan NaOH 10% hingga pH netral, ditambahkan akuades sampai garis

tanda. Dipipet 1 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan 5 mL

pereaksi Benedict, dipanaskan hingga terbentuk endapan merah bata.

3.2.3.3 Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Larutan Glukosa Standar

Ditimbang 1 g glukosa anhidrat dan dilarutkan dengan akuades hingga volume 1000

ml (larutan glukosa 1000 ppm atau 1 mg/mL). Dipipet 5 ml larutan glukosa 1 mg/mL

lalu diencerkan dengan akuades sampai volume 100 mL (larutan glukosa 0,05

mg/mL). Selanjutnya dipipet 1 mL larutan glukosa 0,05 mg/ml ke dalam tabung

reaksi, ditambahkan 1 mL pereaksi Nelson, ditutup dengan kapas dan dipanaskan pada

waterbath selama 30 menit, kemudian didinginkan. Ditambahkan 1 mL larutan arsenomolibdat lalu digojog hingga semua endapan larut. Kemudian ditambahkan 7

mL akuades, digojog hingga homogen, diukur serapannya pada panjang gelombang

600 – 800 nm. Maka diperoleh panjang gelombang maksimum (Lampiran 1).

3.2.3.4 Penyiapan Kurva Glukosa Standar

Disiapkan larutan glukosa standar dalam beberapa tabung reaksi dengan variasi

konsentrasi dari 0,02 – 0,20 mg/mL. Ditambahkan 1 mL larutan Nelson kemudian

dipanaskan selama 30 menit dan didinginkan. Ditambahkan 1 mL larutan

arsenomolibdat dan digojog hingga semua endapan larut. Ditambahkan 7 mL akuades

lalu digojog hingga homogen. Diukur serapannya pada panjang gelombang 740 nm.

Kemudian dibuat kurva standar yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi gula

(42)

3.2.3.5 Analisis Kadar Glukosa Sampel

Dipipet 1 mL filtrat netral dan diencerkan dalam labu takar 10 mL sebanyak tiga kali.

Dipipet 1 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan 1 mL larutan

Nelson kemudian dipanaskan hingga mendidih selama 30 menit dan didinginkan.

Ditambahkan 1 mL larutan arsenomolibdat dan digojog. Ditambahkan 7 mL akuades

lalu digojog hingga homogen. Diukur serapannya pada panjang gelombang 740 nm.

3.2.3.6 Pembuatan Manisan Mangga

Buah mangga, yang telah disortasi, dikupas kulitnya dan dicuci bersih. Sebanyak 100

g daging buah mangga kemudian dipotong dengan ukuran 2 x 6 cm. Potongan buah

mangga tersebut direndam dalam larutan kapur 10% selama 1 jam. Ditiriskan dan

dicuci dengan air bersih. Direndam dalam campuran larutan gula pasir dan larutan

glukosa yang telah dipanaskan dan konsentrasinya divariasikan dengan perbandingan

(1:0), (1:1), (1:2), (1:3), dan (0:1) dimana total konsentrasi campuran tersebut adalah

40%.

3.2.3.7 Penentuan Nilai Organoleptik

Penentuan nilai organoleptik dilakukan dengan menggunakan uji hedonik (uji

kesukaan) berdasarkan Elisabeth Larmond, dengan skala 5 poin untuk mengetahui

mana yang lebih disukai panelis terhadap rasa, warna, dan aroma dari manisan

mangga. Pengujian dilakukan oleh 15 orang panelis. Panelis diberi formulir penilaian

organoleptik dengan skala 1-5 dengan kriteria:

Tabel 3.1 Skala Uji Hedonik

Skala Hedonik Skala Numerik

Amat Sangat Suka 5

Sangat Suka 4

Suka 3

Kurang Suka 2

(43)

Dihaluskan Dikeringkan

Ditambahkan 1500 mL etanol 96% Direndam selama 1 jam

Disaring

Dicuci dengan akuades panas hingga pH netral Ditambah 1500 mL NaOH 1,25 N

Dipanaskan selama 30 menit Disaring

Ditambah 1500 mL H2SO4 1,25 N

Dipanaskan selama 30 menit Disaring

Dicuci dengan akuades panas hingga pH netral Dikeringkan pada suhu 110oC

Ditimbang

Diambil 5 g

Diabukan pada suhu 600ºC Ditimbang

3.3 Bagan Penelitian

3.3.1 Isolasi dan Analisis Kadar Selulosa dari Kulit Buah Kuini

1000 g Kulit Buah Kuini

302,86 g Kulit Buah Kuini Halus

(44)

27,413 g Selulosa

Ditambahkan 22 mL HCl 30% Ditutup dengan aluminium foil Didiamkan selama 30 menit Ditambahkan 200 mL akuades Direfluks selama 1 jam

Sampel Terhidrolisis

Disaring

Residu Filtrat

Dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL Ditambahkan NaOH 10% hingga pH netral Ditambahkan akuades hingga garis tanda

Dipipet 1 mL ke dalam tabung reaksi Ditambahkan 5 mL larutan Benedict Dipanaskan di penangas air

Endapan Merah Bata Filtrat Netral

(45)

Dipipet 1 mL

Diencerkan dalam labu takar 10 mL sebanyak tiga kali

Dipipet 1 mL

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi

Ditambahkan 1 mL pereaksi Nelson

Ditutup dengan kapas

Dipanaskan di penangas selama 30 menit Didinginkan di bawah air yang mengalir

Digojog hingga homogen

Ditambahkan 1 mL larutan arsenomolibdat

Digojog hingga endapan larut

Ditambahkan 7 mL akuades

Digojog hingga homogen

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 740 nm

3.3.3 Analisis Kadar Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa dari Kulit Buah Kuini Secara Spektrofotometri

Filtrat netral hasil hidrolisis selulosa

1 mL larutan glukosa sampel

Larutan dengan endapan merah bata

Larutan berwarna biru

(46)

Dilakukan sortasi Dikupas kulitnya Dicuci hingga bersih

Dipotong dengan ukuran 2 x 6 cm

Direndam dalam larutan kapur 10% selama 1 jam Ditiriskan dan dicuci dengan air bersih

Direndam dalam campuran larutan gula pasir dan filtrat netral larutan glukosa yang telah dipanaskan dan konsentrasinya divariasikan dengan perbandingan (1:0), (1:1), (1:2), (1:3), dan (0:1) dimana total konsentrasi campuran tersebut adalah 40%

Disajikan kepada panelis

Dilakukan uji kesukaan (warna, rasa, dan aroma) Ditentukan skor nilainya

3.3.4 Pembuatan Manisan Mangga

3.3.5 Penentuan Nilai Organoleptik

Buah Mangga Udang

Hasil

Manisan

Hasil

(47)

Sebelum Setelah

Dalam pembuatan sirup glukosa, terlebih dahulu dilakukan isolasi selulosa kulit buah

kuini. Dari 1000 g kulit buah kuini basah diperoleh data berikut:

Tabel 4.1 Hasil Pengolahan Kulit Buah Kuini

Kulit Buah Kuini Berat (g)

Basah 1000

Kering 302,86

Hasil Isolasi Selulosa 42,413

a. Diabukan dengan 3 kali perlakuan (@ 5 g) 15

b. Dihidrolisis 27,413

Pada analisis kadar selulosa kulit buah kuini, 15 g selulosa hasil isolasi dibagi

menjadi 3 lalu diabukan pada suhu 600ºC selama 3 jam. Berat yang hilang kemudian

dihitung sebagai kadar selulosa.

Tabel 4.2 Hasil Analisis Kadar Selulosa Kulit Buah Kuini

Selulosa hasil isolasi kulit buah kuini kemudian dihidrolisis menggunakan HCl

30%. Hasil hidrolisis dianalisis secara kuantitatif dengan metode Nelson-Somogyi

(48)

Tabel 4.3 Hasil Analisis Kadar Glukosa Hasil Hidrolisis

Perulangan Absorbansi Konsentrasi Glukosa Kadar Glukosa Rataan Kadar Glukosa

I 1,124 0,118 mg/mL 15,07 %

15,96 %

II 1,243 0,134 mg/mL 17,11 %

III 1,161 0,123 mg/mL 15,71 %

Berdasarkan uji organoleptik manisan buah mangga untuk 15 orang panelis,

diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.4 Nilai Organoleptik Manisan Buah Mangga

Variabel Gula Pasir : Sirup Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa Kulit Buah Kuini

1 : 0 1 : 1 1 : 2 1 : 3 0 : 1

Rasa 3,13 3,67 3,00 2,87 2,60

Warna 2,67 3,00 3,07 3,13 3,07

Aroma 2,53 3,13 3,00 2,93 2,80

4.1.1 Perhitungan Kadar Selulosa Kulit Buah Kuini

Selulosa dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

B−S

BS

dimana:

B = berat sampel setelah pengeringan 110ºC = 5 g

S = berat sampel setelah pengeringan 600ºC

BS = berat sampel mula-mula = 35,704 g

maka kadar selulosanya adalah:

B−S

(13,808 + 13,713 + 13,928)%

(49)

4.1.2 Pengolahan Data Pengukuran Absorbansi Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa Kulit Buah Kuini

Pengolahan data pengukuran absorbansi glukosa hasil hidrolisis selulosa kulit buah

kuini dilakukan secara statistik dengan metode Chauvenet Criterion Test (CCT) yang diambil dari data absorbansi pada Lampiran 2.

Untuk melakukan CCT perlu harga ht dan hh

A = absorbansi

yang dapat dihitung dengan

(50)

hh= 1

S√n−1=

1

(0,0609)(1,4142)= 11,6

Hasil analisis untuk ketiga data absorbansi diperoleh htabel lebih besar dari

pada hhitung, maka data tersebut signifikan dan dapat diterima.

4.1.3 Perhitungan Kadar Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa Kulit Buah Kuini

Untuk menghitung kadar glukosa hasil hidrolisis selulosa kulit buah kuini, terlebih

dahulu harus dicari persamaan garis regresi larutan glukosa standar dari berbagai

konsentrasi.

Tabel 4.5 Metode Least Square

x y xy x²

Persamaan garis regresi:

y = ax + b

dimana: a = slope

b = intersept

x = kadar glukosa standar (mg/mL)

(51)

y = 7,4567x + 0,2439

Untuk pengukuran absorbansi sampel glukosa hasil hidrolisis selulosa kulit

buah kuini, diperoleh:

Karena sebelum diukur serapannya, setiap 1 mL dari 250 mL sampel glukosa

mengalami 3 kali pengenceran dalam labu takar 10 mL, maka konsentrasi sampel

glukosa:

kemudian disubstitusikan ke dalam rumus:

(52)

V

�= (15,07 + 17,11 + 15,71)%

3 = 15,96%

Nilai kadar glukosa yang diperoleh kemudian diperiksa dengan menggunakan

metode CCT.

Hasil analisis untuk ketiga data diperoleh h ’| = 0,98

tabel lebih besar dari pada hhitung,

maka data tersebut signifikan dan dapat diterima.

4.2 Pembahasan

Selulosa hasil isolasi kulit buah kuini diuji kualitatif yaitu secara fisika dengan

menambahkan air ke dalam serbuk selulosa kemudian digojog, dimana serbuk

tersebut tidak larut dalam air yang menunjukkan sifat dari selulosa. Kemudian secara

kimia dengan penambahan iodin, dimana tidak terbentuk warna jika direaksikan

dengan selulosa. Selulosa hasil isolasi kulit buah kuini kemudian diuji kuantitatif

dengan cara diabukan dan berdasarkan perhitungan didapat bahwa kadar selulosa yang

diperoleh sebesar 13,816%.

Setelah selulosa dihidrolisis, didapat hasil berupa cairan yang sangat kental

(53)

sangat asam karena adanya HCl dari proses hidrolisis sebelumnya. Untuk dapat diuji

baik secara kualitatif maupun kuantitatif, serta digunakan pada pembuatan manisan

buah mangga, maka sirup glukosa dinetralkan terlebih dahulu dengan NaOH 10%.

Dimana reaksi penetralan yang terbentuk menghasilkan NaCl yang tidak berbahaya

untuk dikonsumsi.

HCl + NaOH NaCl + H2

Selanjutnya larutan glukosa tersebut diuji secara kualitatif dengan penambahan

pereaksi Benedict lalu dipanaskan, terbentuk endapan merah bata yang membuktikan

adanya glukosa. Lalu diuji secara kuantitatif menggunakan alat spektrofotometer

visible. Berdasarkan pengolahan data CCT untuk absorbansi sampel glukosa,

diperoleh harga tabel > harga hitung yang menyatakan bahwa data tersebut adalah

signifikan dan tidak berbeda jauh untuk tiga kali perulangan sampel. O

Dari data absorbansi kemudian dihitung kadar glukosanya dengan analisis

regresi, dan diperoleh sebesar 15,96%. Data ini kemudian diperiksa kembali dengan

metode CCT untuk kadar glukosa. Pengolahan data menunjukkan bahwa harga tabel >

harga hitung yang menyatakan bahwa data tersebut adalah signifikan. Jika

dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, seperti oleh

Darmayanti berupa kulit buah sukun (10,66%), Sri Ningsih berupa ampas kelapa

(9,40%), Nurmala berupa dami nangka (2,4667%), dan Wijayanti berupa rumput

gajah (12,53%), diketahui bahwa untuk setiap sampel selulosa dari sumber yang

berbeda, menghasilkan kadar glukosa yang berbeda pula.

Tabel 4.6 Perbandingan Gula Pasir dan Sirup Glukosa dalam Pembuatan Manisan Mangga

Perbandingan

Gula Pasir dalam 100 mL Air

Larutan Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa Kulit Buah Kuini

Berat Konsentrasi Volume Berat Konsentrasi

1 : 0 40 g 40 % - - -

1 : 1 27,5 g 27,5 % 100 mL 12,5 g 12,5 %

1 : 2 15 g 15 % 200 mL 25 g 25 %

1 : 3 2,5 g 2,5 % 300 mL 37,5 g 37,5 %

(54)

Pada pembuatan manisan, digunakan buah mangga udang yang masih mentah,

dengan pH 4. Larutan gula berupa campuran gula pasir dan larutan glukosa dengan

berbagai perbandingan (Tabel 4.6). Setelah dilakukan perendaman buah mangga

dalam larutan gula tersebut, mengakibatkan pH larutan pada manisan menjadi 4-5.

Berdasarkan uji organoleptik terhadap 15 orang panelis, diketahui bahwa rasa manisan

buah mangga yang paling disukai adalah dengan perbandingan gula pasir dan sirup

glukosa 1 : 1. NaCl yang terbentuk pada reaksi penetralan menyebabkan manisan

untuk perbandingan 1 : 3 dan 0 : 1 terasa asin dan tidak disukai oleh panelis.

Sedangkan untuk perbandingan 1 : 1, adanya gula pasir mengurangi rasa asin pada

larutan gula dan disukai oleh panelis. Hal ini menjelaskan bahwa sirup glukosa yang

dihasilkan dapat digunakan sebagai pemanis alternatif pengganti atau substitusi pada

gula pasir, sehingga dapat mengurangi pemakaian gula pasir.

Untuk warna dan aroma pada manisan mangga diperoleh dari buah mangga itu

sendiri. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelima perbandingan manisan

buah mangga tersebut. Walaupun demikian, dari uji organoleptik untuk warna dan

aroma, masing-masing diketahui bahwa perbandingan 1 : 3 dan 1 : 1 adalah manisan

(55)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan bahwa kadar selulosa

dari kulit buah kuini adalah 13,816%, kadar glukosa hasil hidrolisis selulosa kulit

buah kuini adalah 15,96%, dan uji organoleptik menyatakan bahwa manisan buah

mangga yang paling disukai adalah rasa dengan perbandingan 1 : 1, warna dengan

perbandingan 1 : 3, dan aroma dengan perbandingan 1 : 1.

5.2 Saran

Kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk:

1. Melakukan penelitian serupa untuk memperoleh hasil yang sempurna, seperti

sirup yang dihasilkan tidak dinetralkan tapi dibuat sama dengan keasaman buah

yaitu pH 4.

2. Membuat manisan dari buah mangga udang yang matang untuk diketahui apakah

hasilnya dapat dikatakan sebagai manisan.

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Antarlina, S.S., Noor, I., Noor, D. H., Umar, S., dan Muhammad. 2003. Pemanfaatan Sumberdaya Tanaman Buah-buahan Lokal Kalimantan Selatan untuk Agroindustri. Banjarbaru: Laporan Akhir Balittra.

Brewer, J. M., Pesce, A. J., dan Ashworth, R. B. 1974. Experimental Techniques in Biochemistry. New Jersey: Prentice Hall.

Campbell, N. A., Reece, J. B., dan Mitchell, L.G. 2002. Biologi. Jilid 1. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga.

Pratiwi, D. 2011. Pemanfaatan Sirup Glukosa Hasil Hidrolisa Selulosa dari Kulit Buah Sukun (Artocarpus altilis) dengan HCl 30% Untuk Pembuatan Manisan Jambu Biji (Psidium guajava L.) dengan Variasi Konsentrasi. Skripsi S1. Jurusan Kimia. Medan: FMIPA USU.

Deguchi, S., Tsujii, K., dan Horikoshi, K. 2006. Cooking Cellulose in Hot and

Compr

Fatah, M. A. 2004. Membuat aneka manisan buah. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Fessenden, R. J. dan Fessenden, J. S. 1986. Kimia Organik. Jilid 2. Edisi ke-3. Jakarta:

Erlangga.

Hart, H., Craine, L. E., dan Hart, D. J. 2003. Kimia Organik. Edisi ke-11. Jakarta: Erlangga.

http:/ /andyafood.wordpress.com. Diakses tanggal 11 Februari 2012.

http://ditjenbun.deptan.go.id. Diakses tanggal 8 Juli 2012.

http:/ /letshare17.blogspot.com. Diakses tanggal 8 Juli 2012.

http:/ /naturindonesia.com. Diakses tanggal 5 Juni 2012.

Klemm, D., 2005. Cellulose : Fascinating Biopolymer and Sustainable Raw Material.

Kusumawardhani, G. D. 2001. Pemekatan Sirup Glukosa dengan Proses Mikrofiltrasi Crossflow. Skripsi S1. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

(57)

Mardawati, R. 2010. Pemanfaatan Sirup Glukosa Hasil Hidrolisa Amilum dari Biji Kweni (Mangifera odorata Grift) Sebagai Pemanis pada Pembuatan Manisan dari Buah Salak (Salacca edulis Reinw). Skripsi S1. Jurusan Kimia. Medan: FMIPA USU.

Muaris, H. 2003. Manisan buah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press.

Nasution, H. D. U. 2011. Pemanfaatan Sirup Glukosa Hasil Hidrolisa Amilum dari Biji Mangga Arumanis (Mangifera indica Linn) Sebagai Pemanis Pada Pembuatan Manisan dari Buah Kedondong (Spondias dulcis Forst). Skripsi S1. Jurusan Kimia. Medan: FMIPA USU.

Pardosi, S. N. 2011. Pemanfaatan Sirup Glukosa Hasil Hidrolisis Serat dari Ampas Kelapa dalam Pembuatan Gula Jawa/Gula Merah dengan Volume Bervariasi.

Skripsi S1. Jurusan Kimia. Medan: FMIPA USU.

Poedjadi, A. dan Supriyanti, T. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press. Pracaya. 2011. Bertanam Mangga. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rukmana, R. 1997. Mangga: Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta: Kanisius. Sari, N. 2010. Pemanfaatan Sirup Glukosa Hasil Hidrolisa Selulosa dari Dami

Nangka (Artocarpus heterophyllus lamk) Sebagai Pemanis pada Pembuatan Manisan Buah Kelapa (Cocos nucifera L.). Skripsi S1. Jurusan Kimia. Medan: FMIPA USU.

Seager, S. L. dan Slabaugh, M. R. 2008. USA: Thomson Brooks Cole.

Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik: Untuk Industri Pangan dan Pertanian.

Jakarta: Bhrata Karya Aksara.

Stenius, P. 2000. Forest Products Chemistry. Finlandia: Fapet OY.

Sudarmadji, S. Haryono, B., dan Suhardi. 1987. Analisa Bahan Makanan dan

Pertanian. Yogyakarta: Liberty.

Sudarmadji, S, Haryono, B., dan Suhardi. 1989. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi ke-3. Yogyakarta: Liberty.

Tafajani, D. S. 2011. Panduan Komplit Bertanam Sayur dan Buah-Buahan.

Yogyakarta: Cahaya Atma.

Torget, R. W., Pettersson, P. O., Lee, Y. Y., dan Xiang, Q. 2003. Applied Biochemistry and Biotechnology: Heterogeneous Aspect of Acid Hydrolysis of

(58)

Underwood, A. L. dan Day, R. A. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga.

Winarno, F. G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wingrove, A. S. dan Caret, R. L. 1939. Organic Chemistry. New York: Harper and

Row Publisher.

(59)
(60)

λ Absorbansi

Lampiran 1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λmaks

Glukosa Standar

) Larutan

(61)

Lampiran 3. Kurva Metode Least Square

Lampiran 4. Data Nilai Organoleptik Manisan Mangga

4.1 Nilai Organoleptik Terhadap Rasa Manisan Mangga

1 : 0 1 : 1 1 : 2 1 : 3 0 : 1

1 2 4 3 2 2

2 4 2 2 4 2

3 3 4 3 2 3

4 3 4 5 3 2

5 3 4 1 3 2

6 3 3 3 3 3

7 4 3 3 4 4

8 1 5 2 2 1

9 5 3 4 2 1

10 4 5 4 4 5

11 2 3 3 2 3

12 2 2 2 2 3

13 3 5 4 4 3

14 5 5 4 4 3

15 3 3 2 2 2

Jumlah 47 55 45 43 39

Rata-Rata 3.13 3.67 3.00 2.87 2.60

Panelis

(62)

4.2 Nilai Organoleptik Terhadap Warna Manisan Mangga

4.3 Nilai Organoleptik Terhadap Aroma Manisan Mangga

1 : 0 1 : 1 1 : 2 1 : 3 0 : 1

Rata-Rata 2.67 3.00 3.07 3.13 3.07

Panelis

Gula Pasir : Sirup Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa Kulit Buah Kuini

Rata-Rata 2.53 3.13 3.00 2.93 2.80

Panelis

(63)

Lampiran 5. Tabel Harga erf (t) atau ert (hx) dari Harga T

(64)

Lampiran 6. Gambar Bahan dan Hasil Penelitian

Kulit Buah Kuini Pengeringan Kulit Buah Kuini

Hasil Isolasi Selulosa Kulit Buah Kuini

Hasil Hidrolisis Selulosa Sirup Glukosa Buah Mangga

Kulit Buah Kuini

(65)

Lampiran 7. Gambar Uji Organoleptik Hasil Penelitian

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Buah Mangga
Gambar 2.1 Perbandingan Buah Kuini dan Bacang
Gambar 2.2 Struktur Glukosa
Gambar 2.3 Struktur Maltosa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk membuat sebuah aplikasi MVC, sebenarnya sama dengan yang dijelaskan pada bab 2, tetapi yang membedakan adalah adanya implementasi PersistenceAware, yang merupakan sebuah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepemimpinan ketua kelompok, keefektifan kelompok, dan keeratan hubungan dari kedua hal tersebut. Penelitian dilakukan dengan

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan bagi perawat yang bekerja di RSUD Tugurejo Semarang yang masih tidak dapat menerapkan komunikasi yang efektif dengan pasien maupun

adalah dari keluarga sendiri. Berdasarkan pengamatan peneliti,.. hal lain yang mendasari rendahnya jumlah kehadiran dalam beberapa pelatihan ialah karena rendahnya

Berdasarkan hasil interpretasi dan penjelasan peneliti dalam pemaknaan majalah Tempo edisi “Don Komo” , maka tersusun sistem tanda yang tersiri dari ikon,

Untuk melihat perbedaan konsumsi bahan kering antar perlakuan, maka dilakukan pengujian dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) (Lampiran 11), ternyata jagung memiliki

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari seluruh data, yaitu 317 data, terhadap naskah pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia tahun 2006 terdapat 2 data atau 0,63 %

Micro Teaching merupakan latihan proses belajar mengajar dalam suatu mata kuliah tersendiri di UNY. Dengan adanya mata kuliah micro teaching ini diharapakan mahasiswa