Agusman Ibrahim
Keanekaragaman kekayaan alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, salah satu diantaranya memiliki berbagai macam satwa yang tersebar keseluruh pulau-pulau yang ada di Indonesia. Satwa yang ada di habitat wilayah Indonesia adalah ciri suatu pulau yang didiami satwa tersebut. di Indonesia sendiri satwa-satwa tersebut sudah sangat langka untuk ditemui di habitat aslinya. Habitat dan kepunahan beberapa jenis satwa yang dilindungi selama ini banyak yang telah rusak ataupun sengaja dirusak oleh berbagai ulah sekelompok manusia yang tidak bertanggung jawab. Manusia ingin memiliki satwa untuk dipelihara, dimiliki demi kesenangan tersendiri. Berdasarkan hal ini maka penulis mengajukan skripsi dengan judul “Analisis Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Satwa yang Dilindungi (Studi Putusan Perkara No. 331/Pid.Sus/2011/PN.TK)” adapun permasalahan yang diajukan adalah :a) Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi (studi putusan perkara No. 331/Pid.Sus/2011.PN.TK.), dan b) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi (studi putusan perkara No. 331/Pid.Sus/2011.PN.TK.)
Metode penelitian yang digunakan melalui pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pengumpulan data berdasarkan studi kepustakaan (Liberty Research)dan studi lapangan, sedangkan pengolahan data dilakukan dengan metode pemeriksaan data (editing), sistematis data(sistemazing), klasifikasi.
alap-Agusman Ibrahim
alap dan burung hantu yang habitatnya hampir punah namun sanksi yang dijatuhkan kepada terdakwa tidak sesuai dengan apa yang harus dipertanggungjawabkan. Jika melihat untuk kedepannya maka perbuatan terdakwa ini akan mengakibatkan punahnya ekosistem dan habitat dari satwa-satwa yang dilindungi tersebut. Dalam kasus ini terdakwa sudah memenuhi semua unsur-unsur pertanggungjawaban pidana dan dianggap mampu bertanggungjawab atas apa yang diperbuat.2) Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana satwa yang dilindungi diwilayah Pengadilan Negeri Tanjung Karang Bandar Lampung untuk register perkara Nomor 331/Pid.Sus/2011/PN.TK, yaitu dilihat dari adanya faktor keyakinan hakim, faktor psikologis hakim, dan faktor yang diperoleh dari persidangan. Kemudian dilihat hal-hal yang memeberatkan terdakwa yaitu tindak pidana tersebut termasuk kejahatan yang dapat merusak kelestarian lingkungan dan ekosistem alam dan dapat dipidana sesuai dengan Pasal 21 ayat (2) huruf a Jo Pasal 40 ayat (2) perbuatan yang dilakukan terdakwa merupakan suatu tindak pidana yang dapat merusak kelestarian lingkungan dan habitatnya. Selain itu terdapat juga hal-hal yang meringankan terdakwa yaitu : mengakui terus terang atas perbuatannya, terdakwa belum menikmati hasil kejahatannya, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa sebagai tulang punggung keluarganya. Hal tersebut yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman kepada terdakwa.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman kekayaan alam yang beragam, diantaranya
mempunyai berbagai macam satwa. Satwa-satwa tersebut tersebar keseluruh pulau-pulau yang
ada di Indonesia. Satwa yang ada di habitat wilayah Indonesia adalah ciri suatu pulau yang
didiami satwa tersebut, karena ekosistemnya mendukung akan perkembangbiakan satwa
tersebut. di Indonesia sendiri satwa-satwa tersebut sudah sangat langka untuk ditemui di habitat
aslinya.
Habitat dan kepunahan beberapa jenis satwa yang dilindungi selama ini banyak yang telah rusak
ataupun sengaja dirusak oleh berbagai ulah sekelompok manusia yang tidak bertanggung jawab.
Manusia ingin memiliki satwa untuk dipelihara, dimiliki demi kesenangan tersendiri. Itu semua
tidak terlepas dari perilaku satwa itu sendiri yang mana satwa tersebut mempunyai daya tarik
untuk dimiliki. Pada sekarang ini untuk memiliki satwa-satwa tersebut dapat ditemui, misalnya
di pasar hewan banyaknya penjualan satwa-satwa langka yang dilindungi terdapat didaerah
tersebut, serta dengan cara berburu maka nantinya satwa yang diburu itu kebanyakan akan
diawetkan, diambil kulitnya dan bagian tubuh lainnya hanya untuk kesenangan dan keindahan
bagi yang memilikinya.
Disisi lain perdagangan satwa dapat menyebabkan eksploitasi besar-besaran yang mengancam
kepunahan satwa. Akibat perdagangan liar, yang semakin meningkat akhir-akhir ini, selain
ekspor satwa hidup. Keinginan manusia untuk memakai produk satwa seperti tas kulit buaya atau
satwa yang dilindungi tersebut perlu dilakukan, sebab tidak tertutup kemungkinan
spesies-spesies yang telah punah atau hampir punah tersebut memiiki peran yang sangat penting bagi
keseimbangan ekosistem. Faktor terancam punahnya satwa liar tersebut salah satunya adalah
untuk diperdagangkan secara ilegal.
Perdagangan satwa liar secara ilegal menjadi ancaman serius bagi kelestarian satwa liar di
Indonesia. Satwa liar yang diperdagangkan secara ilegal berdasarkan berbagai fakta yang
ditemukan dilapangan kebanyakan adalah hasil tangkapan dari alam, bukan dari penangkaran.
Jenis-jenis satwa liar yang dilindungi dan terancam punah juga masih diperdagangkan secara
bebas di pasar-pasar hewan seluruh Indonesia. Perdagangan beberapa jenis satwa terutama
burung-burung hiasan untuk dipelihara diperkirakan berlangsung setiap bulan dengan omzetnya
tidak kurang mencapai ratusan trilyun rupiah. Burung-burung yang sering diperdagangkan
tersebut misalnya meliputi kakaktua jambul kuning (cacatau galerit ) burung bayan (elektus
roratus) nuri kepala hitam (lorius lorry) cendrawasih, burung alap-alap (elanus caerulleus) dan
burung hantu. (http://beritadaerah.com/article/jabodetabek/48869.diakses tanggal 4 november 2011)
Manusia melakukan perburuan satwa liar pada dasarnya antara lain bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman
ataupun kebudayaan, maka perburuan satwa liar kini juga dilakukan sebagai hobi maupun
kesenangan yang bersifat ekslusif memelihara satwa liar yang dilindungi, sebagai simbol status
dan untuk diperdagangkan dalam bentuk produk dari satwa yang dilindungi misalnya burung
alap-alap dan burung hantu. Masyarakat lokal umumnya tidak mengenal jual beli satwa liar, bagi
mereka berburu adalah untuk dikonsumsi dan untuk menyambung hidup sehari-hari.
bukan hanya sekedar untuk dikonsumsi namun juga diperdagangkan dalam keadaan hidup
sebagai satwa peliharaan, dalam bentuk awetan, bahan dasar obat untuk olahan berbagai bentuk
souvenir. Sindikat perdagangan satwa liar tersebut kemudian mamperdaya penduduk lokal
dengan berbagai janji dan keuntungan apabila mau membantu perdagangan satwa-satwa tersebut.
Perdagangan satwa secara ilegal tersebut apabila tidak segera ditangani tentunya akan
mengakibatkan permasalahan yang cukup serius di kemudian hari, antara lain kepunahan
populasi yang ada di alam, bahkan mengganggu keseimbangan ekosistem dan siklus rantai
makanan yang ada dan pada akhinya membawa dampak buruk yang sangat vital bagi
keberlangsungan hidup seluruh makhluk yang ada di bumi. Apabila terus dibiarkan, maka
dikhawatirkan suatu saat akan terjadi suatu kepunahan yang menyebabkan generasi mendatang
hanya akan bisa mengenal hewan-hewan tersebut melalui foto dokumentasi saja. Pengendalian
perdagangan satwa liar yang dilindungi ini agar tidak menjadi punah harus memerlukan
penanganan yang serius dari pemerintah.
Hukum juga merasa perlu melindungi satwa liar yang hampir punah berikut ekosistemnya tentu
bukan tanpa alasan. Satwa-satwa liar tersebut seperi halnya manusia merupakan bagian dari alam
dan juga bagian dari lingkungan ataupun ekosisitem. Kepunahan berbagai hewan-hewan yang
dianggap langka tersebut apabila terjadi, bukan mustahil akan megakibatkan terganggunya
ekosistem dan keseimbangan alam seperti misalnya rantai makanan dan keberadaan hewan
langka tersebut. Perdagangan satwa-satwa liar jika tidak juga segera dihentikan, bukan mustahil
pada masa yang akan datang, kita tidak akan bisa lagi melihat secara langsung harimau
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis mengambil contoh kasus berdasarkan Putusan Perkara
No.331/Pid.Sus/2011/PN.TK. Kasus ini terjadi di Pasar Ambarawa Kab. Pringsewu, terdakwa
Marsino yang bekerja sebagai tukang ojek ini didatangi temannya yang bernama Solihin
meminta tolong kepada terdakwa membelikan 21 ekor burung alap-alap tikus dan 12 ekor
burung hantu dengan uang terdakwa terlebih dahulu kepada orang yang bernama Lihin yang
beralamat di Dusun sedayu Kecamatan Kota Agung Kab. Tanggamus, dan selanjutnya Solihin
meminta kepada terdakwa agar burung-burung tersebut dibawa pulang kerumah terdakwa, dan
nanti burung alap-alap tikus itu akan dibeli Solihin seharga dua kali lipat harga semula.
Setelah mendengar permintaan tersebut terdakwa tertarik karena akan mendapatkan keuntungan
dari Solihin maka terdakwa menyetujui permintaan untuk membelikan burung tersebut dengan
uang terdakwa sendiri. Pada saat terdakwa mengendarai motor dan melintasi Dusun Pekon
Terbaya Kab. Tanggamus, terdakwa berhasil ditangkap Oleh saksi Agus Hartono,S.Sos,
Maryadi,S.H., dan Luthfi, S.Pt, selaku Petugas patroli pengamanan hasil hutan
tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisa Selatan
(BBTNBBS) Wilayah Kota Agung Tanggamus Propinsi Lampung, bersama petugas Polsek Kota
Agung dan RPU-YABI selanjut terdakwa bersama barang buktinya dibawa ke Polres Tanggamus
dan seterusnya diserahkan ke Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai Konservasi Sumber
Daya Alam (BKSDA) Lampung di Bandar Lampung.
Berdasarkan kasus ini terdakwa Marsino Bin Simin Als Seno Krikit pada hari Senin, tanggal 10
Januari 2011 pukul 21:30 wib bertempat di Dusun Tulang Pekon Terbaya Kecamatan Kota
Agung Kab. Tanggamus, terdakwa bersalah melakukan tindak pidana telah melanggar larangan
Burung alap-alap tikus (Elanus Caerulleus) sendiri merupakan burung yang dilindungi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 Tahun
1999 TGL. 27 Januari 1999 Tentang jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi pada No.
urut 96.
Pasal 21 ayat (2) huruf a Jo Pasal 40 ayat (2) UU RI No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menentukan “barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) dan
ayat (2) serta pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.
Berdasarkan kasus ini hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan Pasal 21 ayat (2)
huruf a Jo Pasal 40 ayat (2) UU RI No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya, Jo Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999
tanggal 27 Januari 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, dengan pidana penjara
selama 1 (satu) tahun 8 (delapan) bulan dan pidana denda sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta
rupiah) apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.
Kasus perniagaan dan perdagangan burung alap-alap dan burung hantu yang merupakan salah
satu hewan yang dilindungi di Indonesia merupakan sebuah tindak pidana. Kasus tersebut akan
dikaji dengan menganalisis studi putusan tentang pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku
tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi yang pernah terjadi di Kecamatan Ambarawa
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik mengambil judul skripsi mengenai : Analisis
Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Satwa yang Dilindungi
(Studi Putusan Perkara No. 331/Pid.Sus/2011/PN.TK).
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan tersebut, maka dapatlah
dirumuskan apa yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini :
1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana perdagangan
satwa yang dilindungi (studi putusan perkara No. 331/Pid.Sus/2011.PN.TK.) ?
2. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap
tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi (studi putusan perkara No.
331/Pid.Sus/2011.PN.TK.) ?
2. Ruang Lingkup
Ruang Lingkup dalam penelitian skripsi ini pada lingkup ilmu pengetahuan hukum pidana.
Ruang lingkup substansinya hanya pada lingkup Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku
Tindak Pidana Perdagangan Satwa yang Dilindungi. Pelaku disini yaitu setiap orang baik
laki-laki atau perempuan yang berusia 18 (delapan belas) tahun keatas yang melakukan tindak pidana
perdagangan satwa yang dilindungi. Contohnya : Kasus Perdagangan Satwa yang dilindungi.
Sedangkan ruang lingkup wilayah di Kecamatan Ambarawa Kabupaten Pringewu dengan
wilayah hukum Pengadilan Negeri Tanjung Karang.
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi pemasalahan tersebut diatas, maka yang menjadi tujuan dari penulisan
skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana perdagangan
satwa yang dilindungi.
2. Untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak
pidana perdagangan satwa yang dilindungi.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diharapkan dan akan diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
a. Kegunaan Teoritis
Skripsi ini nantinya diharapkan secara teoritis dapat bermanfaat untuk memberikan masukan
untuk perkembangan kemajuan hukum pidana pada khususnya serta menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan mengenai Analisis Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Tindak
Pidana Perdagangan Satwa yang Dilindungi.
b. Kegunaan Praktis
1). Dapat dijadikan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat,
lembaga swadaya masyarakat, praktisi hukum, dan pemerintah dalam melakukan penelitian
yang berkaitan dengan Analisis Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana
2). Dapat memberikan masukan bagi pemerintah, aparatur penegak hukum, lembaga swadaya
masyarakat, dan masyarakat tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam upaya memberikan
perlindungan terhadap satwa liar yang dilindungi dengan menggunakan sarana hukum
pidana.
3). Menumbuhkan sikap kecintaan dan kepedulian terhadap kelestarian satwa dan satwa liar yang
dilindungi tersebut sehingga satwa liar yang dilindungi tersebut tetap akan ada dan tidak
mengalami kepunahan.
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil
penelitian atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan kesimpulan
terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan untuk penelitian. ( Soerjono
Soekanto,1986 : 23).
Penulisan skripsi ini, perlu dibuat sebuah kerangka teoritis untuk mengidentifikasikan data yang
akan menjadi pengantar bagi penulis dalam menjawab permasalahan skripsi yang diangkat.
Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan atau harus
dipertanggungjawabkan kepada sipembuat pidananya atas perbuatan yang telah dilakukannya
(Roeslan Saleh, 1983: 80).
Pertanggungjawaban pidana merupakan pemberian sanksi pidana kepada pelaku atau pembuat.
Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut
Pada suatu kesalahan hukum yang melawan hukum belumlah cukup untuk menjatuhkan
hukuman, disamping perbuatan melawan hukum harus ada seorang pembuat (dader) yang
bertanggungjawab atas perbuatannya, pembuat haruslah terbukti bersalah (schuld hebben) tindak
pidana yang dilakukan dan seseorang pembuat yang bertanggungjawab atas perbuatannya.
Pembuat harus memiliki unsur kesalahan dan sebelumnya harus memenuhi :
a. Suatu perbuatan melawan hukum (unsur melawan hukum)
b. Seorang pembuat atau pelaku yang dianggap mampu bertanggungjawab atas perbuatannya.
Dilihat dari perbuatan yang dilakukan seseorang akan dipertanggungjawabkan pidananya atas
tindakan-tindakan tersebut apabila tindakan tersebut melawan hukum. Selain unsur yang terdapat
dalam pertanggungjawaban pidana yang menentukan seseorang dapat dikenakan sanksi atau
tidak adalah kesalahan.
Hakikatnya pada pertimbangan yuridis merupakan pembuktian unsur-unsur dari suatu tindak
pidana apakah perbuatan terdakwa tersebut telah memenuhi dan sesuai dengan tindak pidana
yang didakwakan oleh jaksa/penuntut umum. Dapat dikatakan lebih jauh bahwasannya
pertimbangan-pertimbangan yuridis ini secara langsung akan berpengaruh terhadap amar/dictum
putusan hakim (Lilik Mulyadi, 1996 : 219).
Kewenangan hakim sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No.48
Tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman, juga harus ditafsirkan secara sistematis dengan Pasal
28 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No.4 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No.48 Tahun 2009
(1) Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan
dalam masyarakat.
(2) Dalam menerapkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang
baik dan jahat dari terdakwa.
Pertimbangan yuridis dibuktikan dan dipertimbangkan maka hakim terlebih dahulu akan menarik
fakta-fakta dalam persidangan yang timbul dan merupakan koklusi komulatif dari keterangan
para saksi, keterangan terdakwa, dan barang bukti yang diajukan dan diperiksa dipersidangan.
Fakta-fakta terungkap ditingkat penyidikan hanyalah berlaku sebagai hasil pemeriksaan
sementara (voor onderzoek), sedangkan fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan sidang
(gerechtelijk onderzoek) yang menjadi dasar-dasar pertimbangan bagi keputusan pengadilan
(Harun M.Husein, 2005:118).
Hakim menemukan hukum melalui sumber-sumber sebagaimana tersebut di atas. Jika tidak
diketemukan dalam sumber-sumber tersebut maka ia harus mencarinya dengan mernpergunakan
metode interpretasi dan konstruksi. Metode interpretasi adalah penafsiran terhadap teks
undang-undang, masih tetap berpegang pada bunyi teks itu. Sedangkan metode konstruksi hakim
mempergunakan penalaran logisnya untuk mengembangkan lebih lanjut suatu teks
undang-undang, dimana hakim tidak lagi terikat dan berpegang pada bunyi teks itu, tetapi dengan syarat
hakim tidak mengabaikan hukum sebagai suatu sistem (Achmad Rifa’i, SH., MH, 2010:167).
Menurut Mackenzei, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim
dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara (Ahmad Rifai, 2010:106),
1. Teori keseimbangan
Yang dimaksud dengan keseimbangan adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang
ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tesangkut atau berakitan
dengan perkara, yaitu anatara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan
masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban.
2. Teori pendekatan seni dan intuisi
Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim. Sebagai
diskresi, dalam penjatuhan putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang
wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa atau
penuntut umum dalam perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam
penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh intuisi dari pada penegtahuan dari hakim.
3. Teori pendekatan keilmuan
Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan
secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya dengan
putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan-putusan hakim. Pendekatan
keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim
tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu
pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara
yang harus diputuskannya.
4. Teori Pendekatan Pengalaman
Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi
hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu
perkara pidana yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat.
5. TeoriRatio Decidendi
Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala
aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari peraturan
perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar
hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi
yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang
berperkara
Setelah fakta-fakta dalam persidangan tersebut diungkapkan, pada putusan hakim kemudian akan
dipertimbangkan terhadap unsur-unsur (bestandeelen) dari tindak pidana yang telah didakwakan
oleh jaksa/penuntut umum dan pledoi dari terdakwa dan atau penasehat hukumnya.
Memperdagangkan dan memiliki satwa yang dilindungi merupakan studi yang masih harus
banyak diteliti oleh semua orang karena sampai saat inipun masih banyak orang yang belum
memahami benar betapa pentingnya hewan tersebut bagi kesetimbangan alam dan dimasa depan
bagi Negara kita ataupun dunia.
2. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep
khusus yang merupakan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin diteliti atau diketahui (
Adapun batasan dan pengertian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah:
a. Analisis adalah Penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui yang
sebenarnya. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993 : 43).
b. Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana
terhadap seseorang yang melakaukan perbuatan pidana atau tindak pidana. Untuk adanaya
pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dipertanggungjawabkan
(Roeslan Saleh, 1983:75).
c. Pelaku Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana
disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar
larangan tersebut (Moeljatno, 2000:4).
d. Perdagangan adalah Perbuatan perniagaan atau perdagangan menurut pasal 3 yang lama
KUHD pada umumnya adalah perbuatan pembelian barang, benda atau sesuatu untuk dijual
lagi.
e. Satwa adalah Semua jenis sumber daya hewani baik yang hidup di darat, dan atau di air atau
di udara. ( Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 1 Ayat (5) tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ).
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan skripsi adalah sebagai berikut :
I. PENDAHULUAN
Menguraikan tentang latar belakang skripsi ini, kemudian menarik permasalahan-permasalahan
yang dianggap penting dan membatasi ruang lingkup penulisan, juga memuat tujuan dan
II. TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan tinjauan pustaka yang merupakan pengantar dalam pemahaman dan pengertian umum
tentang pokok bahasan mengenai pengertian satwa langka yang dilidungi, pengaturan terhadap
tindak pidana memperniagakan satwa yang dilindungi dan penegakan hukum pidana terhadap
perniagaan satwa yang dilindungi.
III. METODE PENELITIAN
Menjelaskan tentang metode penulisan skripsi berupa langkah-langkah yang digunakan dalam
pendekatan masalah, sumber data dan jenis data, penentuan populasi dan sample, prosedur
pengolahan data serta analisis data yang telah didapat.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Merupakan penjelasan dan pembahasan tentang permasalahan yang ada, yaitu pembahasan
tentang penegakan hukum pidana terhadap pelanggaran memperniagakan dan memiliki satwa
yang dilindungi (burung hantu dan burung alap-alap) serta pengaturan terhadap tindak pidana
peniagaan satwa langka yang dilindungi.
V. PENUTUP
Merupaan Bab terakhir yang berisi Kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan dan
kemudian ditarik berupa saran yang dapat membantu serta berguna bagi pihak-pihak yang
I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap
seseorang yang melakaukan perbuatan pidana atau tindak pidana. Untuk adanaya
pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dipertanggungjawabkan
(Roeslan Saleh, 1983 :75).
Dalam hukum pidana konsep responbility atau “pertanggungjawaban” itu merupakan konsep sentral yang dikenal dengan ajaran kesalahan. Hukum pidana merupakan sarana yang penting
dalam penanggulangan kejahatan atau mungkin sebagai obat dalam memberantas kejahatan yang
meresahkan dan merugikan masyarakat pada umunya dan korban pada khususnya.
Penanggulangan kejahatan tersebut dapat dilakukan secara preventif (pencegahan) dan refresif
(penindakan).
Bentuk penanggulangan tersebut dengan diterapkannya sanksi terhadap pelaku tindak pidana,
sanksi pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang tersedia, yang kita miliki untuk
menghadapi ancaman-ancaman dari bahaya. Sanksi pidana suatu ketika merupakan penjamin
yang utama/terbaik dan suatu etika merupakan pengancaman yang utama dari kebebasan
manusia.
Syaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah
ditentukan dalam Undang-Undang. Dilihat dari sudut terjadinya tindakan yang dilarang,
tersebut melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar atau peniadaan sifat melawan hukum
untuk pidana yang dilakukannya.
Dilihat dari perbuatan yang dilakukan seseorang akan dipertanggungjawabkan pidananya atas
tindakan-tindakan tersebut apabila tindakan tersebut melawan hukum. Selain unsur yang terdapat
dalam pertanggungjawaban pidana yang menentukan seseorang dapat dikenakan sanksi atau
tidak adalah kesalahan.
Seorang yang dapat dikatakan bersalah jika ia memenuhi unsur kesalahan. Adapun
unsur-unsur kesalahan adalah sebagai berikut :
1. Melakukan perbuatan pidana;
2. Mampu bertanggungjawab;
3. Dengan sengaja atau alpa;
4. Tidak ada alasan pemaaf;
(Roeslan Saleh, 1983 : 11).
Kemampuan bertanggungjawab ditentukan oleh dua faktor, yang pertama faktor akal, yaitu
membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan perbuatan yang tidak diperbolehkan.
Faktor kedua adalah kehendak, yaitu sesuai dengan tingkah lakunya dan keinsyafannya atas
nama yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan. Seorang dikatakan mampu bertangungjawab,
bila memenuhi tiga syarat yaitu :
1. Dapat menginsyafi makna dari pada perbuatan;
2. Dapat menginsyafi bahwa perbuatannya itu tidak dapat dipandang patut dalam pergaulan
3. Mampu untuk menentukan niat atau kehendak dalam melakuakan perbuatan.
(Roeslan Saleh, 1983 : 80).
Pasal 44 KUHP menentukan :
(1) Barang siapa melakuakan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada
jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit dipidana.
(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya karena
pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, makan hakim dapat
memerintahkan supaya orang itu dimasukan kerumah sakit jiwa, paling lama satu tahun
sebagai waktu percobaan.
(3) Ketentuan dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan
Pengadilan Negeri.
B. Pengertian Pelaku Tindak Pidana
Tindak pidana merupakan dasar dalam hukum pidana. Pebuatan jahat dalam arti yuridis normatif
adalah perbuatan seperti yang terwujud dalam peraturan pidana. Dalam bahasa Belanda istilah
tindak pidana tersebut dengan “strafbaarfeit” atau delict. Perbuatan pidana adalah Perbuatan yang bertentangan dengan tata ketertiban yang dikehendaki oleh hukum (Roeslan Saleh, 1983 :
9).
Menurut Wirjono Prododikoro, tindak pidana adalah : Suatu perbuatan yang terhadap pelakunya
dapat dikenakan hukuman pidana (Wirjono Prodjodikoro, 2008 : 55).
Berdasarkan pengertian tindak pidana tersebut diatas ada beberapa yang perlu diketahui
adalah kelakuan yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum yang berhubungan
dengan kesalahan oleh orang yang mampu bertanggungjawab (Moeljatno, 2000 : 56).
Menurut Van Hamel, tindak pidana adalah : kelakuan orang yang dirumuskan dalam Wet, yang
bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan (Moeljatno, 2000 :
56).
Seperti yang kita lihat juga dalam ketentuan pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah
memberikan penjelasan mengenai siapa yang dianggap sebagai pelaku suatu tindak pidana.
Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, menentukan :
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana :
1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan
perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjajikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan
atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi
kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan
perbutan.
(2) Tehadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan,
beserta akibat-akibatnya.
Adapun definisi-definisi yang menjadi unsur-unsur tindak pidana menurut Moeljatno yaitu :
a. Perbuatan manusia;
b. Memenuhi rumusan Undang-Undang (sayart formil : sebagai konsekuensi adanya asas
c. Bersifat melawan hukum (syarat materil : perbuatan harus betul-betul dirasakan oleh
masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tak patut dilakukan karena bertentangan
dengan tata pergaulan di masyarakat);
d. Kesalahan dan kemampuan bertanggungjawab tidak masuk sebagai unsur perbuatan pidana
karena ini terletak pada orang yang berbuat.
Dilihat dari sudut pandang terjadinya suatu tindak pidana seseorang akan
dipertanggungjawabkan pidananya atas tindakan-tindakan tersebut apabila tindakan tersebut
melawan hukum. Namun, bila dilihat dari kemampuan bertanggungjawab maka seseorang yang
mampu bertanggungjawab dapat dipertanggungjawabkan. Selain adanya unsur
pertanggungjawaban pidana maka terhadap seseorang terlebih dahulu adanya unsur kesalahan
yang memenuhi rumusan undang-undang.
Pelaku adalah orang yang melakukan tindak pidana yang bersangkutan, dalam arti orang yang
dengan suatu kesengajaan atau suatu ketidaksengajaan seperti yang diisyaratkan oleh
Undang-Undang telah menimbulkan suatu akibat yang tidak dikehendaki oleh Undang-Undang-Undang-Undang, baik itu
merupakan unsur-unsur subjektif maupun unsur-unsur objektif, tanpa memandang apakah
keputusan untuk melakukan tindak pidana tersebut timbul dari dirinya sendiri atau tidak karena
digerakkan oleh pihak ketiga. Pelaku adalah orang yang melakukan suatu perbuatan yang
memenuhi suatu rumusan delik (Barda Nawawi Arif, 2002 : 37).
Melihat batasan dan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa orang yang dapat dinyatakan sebagai
pelaku tindak pidana dapat dikelompokkan kedalam beberapa macam :
1. Orang yang melakukan (dader plagen)
2. Orang yang menyuruh melakukan (doen plagen)
Dalam tindak pidana ini perlu paling sedikit dua orang, yakni orang yang menyuruh
melakukan dan yang disuruh melakukan, jadi bukan pelaku utama yang melakukan tindak
pidana, tetapi dengan bantuan orang lain yng hanya merupakan alat saja.
3. Orang yang turut melakukan (mede plagen)
Turut melakukan artinya disini ialah melakukan bersama-sama. Dalam tindak pidana ini
pelakunya paling sedikit harus ada dua orang yaitu yang melakukan (dader plagen) dan
orang yang turut melakukan (mede plagen).
4. Orang yang dengan pemberian upah, perjanjian, penyalahgunaan kekuasaan atau martabat,
memakai paksaan atau orang dengan sengaja membujuk orang melakukan perbuatan
(uitloker). Orang dimaksud harus dengan sengaja menghasut orang lain, sedang hasutannya
memakai cara-cara dengan memberikan upah, perjanjian, penyalahgunaan kekuasaan atau
martabat dan lain sebagainya.
Kejahatan yang dilakukan seseorang akan menimbulkan suatu akibat yakni pelanggaran terhadap
ketetapan hukum dan peraturan pemerintah. Akibat dari tindak pelanggaran tersebut maka pelaku
kriminal akan diberikan sanksi hukum atau akibat berupa pidana atau pemidanaan. Sanksi
tersebut merupakan pembalasan (pengimbalan) terhadap sipembuat.
C. Pengertian Perdagangan Terhadap Satwa yang Dilindungi
1. Pengertian Satwa dan Satwa yang Dilindungi
Pengertian perlindungan satwa liar tersebut sebelumnya diuraikan lebih lanjut, maka pertama
dikategorikan sebagai satwa liar yang dilindungi. Pemakaian bahasa sehari-hari menunjukkan
bahwa satwa dapat diistilahkan dengan berbagai kata yaitu hewan, binatang maupun fauna
ataupun mahluk hidup lainnya selain manusia yang dapat bergerak dan berkembang biak serta
memiliki peranan dan manfaat dalam kehidupan.
Pengertian satwa itu sendiri menurut UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya seperti yang tercantum dalam Pasal 1 butir 5 menentukan :
Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani, baik yang hidup didarat maupun diair.
Penjabaran mengenai berbagai pengertian tentang satwa yang dilindungi seperti yang telah
diuraikan sebelumnya menunjukkan kriteria satwa dan perlindungan seperti apa yang akan
diberikan, dari berbagai uraian tersebut maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
perlindungan satwa yang dilindungi ialah suatu bentuk perlindungan yang tidak hanya mencakup
terhadap satwa yang masih hidup saja tetapi juga mencakup kepada keseluruhan bagian-bagian
tubuh yang tidak terpisahkan dari satwa liar tersebut seperti gading dengan gajahnya, cula
dengan badaknya, harimau dengan kulitnya dan sebagainya.
Perdagangan satwa yang dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun yang sudah mati ataupun
bagian-bagian tubuhnya adalah merupakan suatu tindak pidana. Pasal 21 ayat (2) huruf d UU
No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menentukan
:
“Setiap orang dilarang untuk : Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan Memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan
Perlindungan terhadap satwa tersebut umumnya ditujukan pada beberapa karakteristik tertentu
dimana satwa-satwa tersebut terancam kepunahan yaitu :
a. Nyaris punah, dimana tingkat kritis dan habitatnya telah menjadi sempit sehingga
jumlahnya dalam keadaan kritis.
b. Mengarah kepunahan, yakni populasinya merosot akibat eksploitasi yang berlebihan dan
kerusakan habitatnya.
c. Jarang, populasinya berkurang.
Satwa di bagi menurut jenis dan juga keberadaannya. Tujuan dari membedakan jenis
dari pada satwa ini adalah untuk melestarikan dan juga melindungi satwa. Tujuan dari pelestarian
dan melindungi satwa bukan hanya untuk menyelamatkan spesies satwa dari ancaman, tetapi
juga untuk menjamin keanekaragaman ekologi dan keseimbangan dari keseluruhan ekosistem
yang telah mengalami gangguan atau yang akan dirusak perluasan aktivitas manusia merambah
kawasan hutan alami yang menjadi habitat satwa (Departemen Kehutanan, 2007 : 172).
2. Perdagangan Satwa yang Dilindungi
Bentuk-bentuk perdagangan satwa yang dilindungi seperti ini pada umunya ialah terhadap
satwa-satwa liar yang biasanya diperjualbelikan untuk dipelihara oleh manusia dengan harga tinggi.
Satwa-satwa seperti ini kebanyakan ialah satwa langka dan untuk jenisnya kebanyakan ialah dari
bangsa jenis burung-burungan (aves) seperti kakaktua raja, kakaktua jambul kuning, gelatik,
burung bayan, burung alap-alap, burung hantu dan sebagainya maupun dari jenis mamalia atau
primate seperti monyet hitam atau jenis lainnya yang kebanyakan dipelihara manusia sebagai
Satwa-satwa tersebut diburu dari alam kemudian diselundupkan untuk kemudian diperdagangkan
diberbagai kota besar bahkan hingga kemancanegara. Satwa-satwa yang masih hidup ini pada
umumnya diperdagangkan oleh para pelaku dengan menggunakan jalur pelabuhan laut.
Satwa-satwa tersebut dibius terlebih dahulu untuk kemudian diangkat dengan kapal yang pada akhirnya
tidak jarang mengakibatkan satwa-satwa tersebut mati dalam perjalanan.
3. Konservasi Satwa
Tujuan dari pelestarian dan perlindungan satwa bukan hanya untuk menyelamatkan spesies
satwa dari ancaman kepunahan tetapi juga untuk menjamin keanekaragaman ekologi dan dan
keseimbangan ekosistem yang telah mengalami gangguan yang akan dirusak akibat perluasan
aktivitas manusia merambah kawasan hutan alami yang menjadi habitat satwa (Departemen
Kehutanan, 2007 : 172).
Demi keperluan usaha pengelolaan terhadap satwa untuk aspek perlindungan, pengawetan dan
pelestarian serta pengembangan budi daya satwa maka di dalam buku Pedoman Pengelolaan
Satwa Langka yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Perlindungan dan Pelestarian Alam
(sekarang Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dan selanjutnya disingkat
Ditjen PHKA) ditetapkan kategori satwa berdasarkan tingkat kelangkaannya. Kategori itu terdiri
dari :
1. Kategori 1 yaitu satwa yang telah mendekati kepunahan atau nyaris punah (Endangered).
2. Kategori 2 adalah satwa yang populasinya jarang atau terbatas dan mempunyai
resiko punah (Restricted/Rage).
3. Kategori 3 adalah satwa yang sedang mengalami penurunan pesat dari populasi di alam
4. Kategori 4 yaitu yang terancam punah tetapi belum ditetapkan tingkat
kelangkaannya, 1997 : 173).
4. Pengaturan Hukum tentang Konservasi Satwa
Hukum pada dasarnya mengatur hubungan hukum dimana hubungan hukum terdiri dari
ikatan-ikatan antar individu yang tercermin pada hak dan kewajiban. Dalam usahanya mengatur hukum
menyesuaikan antara berbagai kepentingan dengan sebaik-baiknya. Hukum sebagai kumpulan
peraturan atau kaidah mempunyai sisi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku
bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang seyogyanya dilakukan, apa yang
tidak boleh dilakukan serta menentukan bagaimana cara melaksanakan kepatuhan pada
kaidah-kaidah (Sudikno Mertokusumo, 1991 : 33).
Penggunaan hukum sebagai sarana untuk mewujudkan kebijaksanaan juga dikarenakan hukum
memiliki kelebihan, yaitu hukum bersifat rasional, integratif, memiliki legitimasi, didukung oleh
adanya mekanisme pelaksanaan dan memiliki sanksi (Bambang Sunggono, 1994 : 78).
Secara umum upaya konservasi satwa masuk dalam UUK yang merupakan penjabaran dari
kebijakan dunia yaitu WCS yang dikeluarkan pada tahun 1980 oleh The International Union for
Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) yaitu badan PBB yang khusus
menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan konservasi alam dan sumber daya alam.
Secara khusus upaya konservasi satwa diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1999
tentang Perburuan Satwa Buru, Peraturan Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, Keputusan Menteri Nomor
62/Kpts-11/1998 tanggal 26 Januari 1998 tentang Tata Usaha Peredaran Tumbuhan dan Satwa
Liar serta Keputusan Menteri Nomor 479/Kpts-11/1998 Tanggal 8 Juni 1998 tentang Lembaga
Konservasi Tumbuhan dan Satwa Liar.
5. Kewenangan Pemerintah dalam Upaya Konservasi Satwa
Kewenangan pemerintah menurut pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom adalah hak
dan kekuasaan pemerintah untuk menentukan atau mengambil tindakan dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan.
Kewenangan pemerintah mencakup kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan
dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain. Kewenangan
konservasi satwa masuk dalam kewenangan bidang lain yaitu bidang kehutanan dan perkebunan
yang terdiri dari :
1. Penetapan kriteria dan standar pengurusan kawasan konservasi.
2. Penetapan kriteria dan standar inventarisasi, pengukuhan dan penatagunaan
kawasan konservasi.
3. Penetapan kriteria dan standar pembentukan kawasan konservasi.
4. Penyelenggaraan pengolahan kawasan konservasi.
5. Penetapan kriteria dan standar perizinan usaha pemanfaatan fauna, pemanfaatan
6. Penetapan kriteria dan standar konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang
meliputi perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari.
I. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan masalah
Dalam membahas permasalah yang terdapat dalam skripsi ini, penulis melakukan pendekatan
yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris, guna memperoleh suatu hasil penelitian yang
benar dan objektif.
1. Pendekatan Yuridis Normatif
Pendekatan yuridis normatif digunakan untuk melakukan penelaahan terhadap teori-teori,
konsep-konsep, pandangan-pandangan, peraturan-peraturan serta perumusan-perumusan yang
berkaitan dengan masalah-masalah yang akan dibahas. Secara operasional, pendekatan ini
dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library research), study komparatif dan
interprestasi terhadap berbagai literatur. Dengan mengadakan pendekatan tersebut
dimaksudkan untuk memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas terhadap permasalahan
yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini.
Pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan penelitian lapangan yaitu penelitian yang
dilakukan dengan membandingkan antara sikap, perilaku, atau pendapat secara nyata dengan
teori yang ditujukan kepada penerapan hukum yang berkaitan dengan Analisis
Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Satwa yang
Dilindungi (Studi Putusan Perkara No. 331/Pid.Sus/2011/PN.TK).
B. Sumber dan Jenis Data
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari kepustakaan dan lapangan. Sedangkan jenis data
dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari penelitian di lapangan pada obyek
yang diteliti, beberapa keterangan dari aparat penegak hukum di kepolisian dan pengadilan
negeri yang ada kaitannya dengan permasalahan dalam skripsi ini.
b. Data Sekunder.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang meliputi :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersumber dari :
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Hayati dan
Ekosistem.
1. Penjelasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981(Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3209).
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
KUHAP.
3. Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan KUHAP.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1999 tentang Perburuan Satwa Buru.
5. Peraturan Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan
Satwa.
7. Putusan Hakim Nomor 331/Pid.Sus/2011/PN.TK.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang bersumber dari : karya -karya ilmiah, bahan
seminar, literatur dan pendapat para sarjana yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang
dibahas.
C. Penentuan Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga. Mengingat
objek penelitian ini mengenai Analisis Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Tindak
Pidana Perdagangan Satwa yang Dilindungi (Studi Putusan Perkara No.
331/Pid.Sus/2011/PN.TK), dan sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu didalam
suatu penelitian.
berdasarkan atas pertimbangan dan tujuan penulis dalam rangka memenuhi data yang diinginkan
penulis dan dianggap telah mewakili populasi.
Adapun responden yang dianggap dapat mewakili sampel dalam mencapai tujuan penelitian
sebagai berikut :
1. Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : 1 (satu) orang
2. Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang : 2 (dua) orang
3. Dinas Kehutanan Provinsi Lampung : 2 (dua) orang
4. Dosen Hukum Pidana : 2 (dua) orang
Jumlah : 7 (tujuh) orang
D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :
a. Studi Kepustakaan (library research)
Studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara untuk mendapatkan data sekunder yaitu,
melakukan serangkaian studi dokumentasi, dengan cara membaca, mencatat, dan mengutip
buku-buku atau literatur serta peraturan perundang-undangan yang berlaku dan yang mempunyai
hubungan dengan Analisis Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana
b. Studi Lapangan (field research)
Studi lapangan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data primer, yang dilakukan dengan
mengadakan wawancara dengan responden atau pihak-pihak yang dianggap dapat memberikan
informasi terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.
2. Metode Pengolahan Data
Data-data yang telah diperoleh kemudian diolah melalui kegiatan seleksi, yaitu :
a. Evaluasi, yaitu data yang diperoleh diperiksa ulang dan diteliti kembali mengenai
kelengkapan, kejelasan amupun kebenaran yang berkaitan dengan permasalahan yang akan
dibahas.
b. Klasifikasi, yaitu pengelompokan data yang telah dievaluasi menurut bahasanya
masing-masing setelah dianalisis sesuai dengan permasalahan.
c. Editing, yaitu dengan cara memeriksa dan meneliti ulang terhadap data yang telah diperoleh
untuk menjamin apakah data-data tersebut lengkap atau tidak kejelasannya dan relevansinya
bagi penelitian. (Bambang Sunggono.1998 : 129)
d. Sistematisasi, yaitu menyusun data yang telah dievaluasi dan diklasifikasi dengan tujuan
agar tercipta keteraturan dalam menjawab permasalahan.
E. Analisis Data
Pada kegiatan ini yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu
untuk mendiskripsikan data yang dihasilkan dari penelitian di lapangan ke dalam bentuk
penjelasan, yakni mengenai keterangan-keterangan yang diberikan oleh aparat penegak hukum
tersebut dapat diketahui serta diperoleh kesimpulan induktif, yaitu cara berpikir dalam
mengambil kesimpulan secara umum yang didasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus.
1
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Pertanggungjawaban tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi yang
terjadi diwilayah Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang Bandar Lampung
untuk register perkara Nomor 331/Pid.Sus/2011/PN.TK. dengan terdakwa
Marsino bin Simin yang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Hal ini
terlihat dari tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa yakni menjual satwa
yang dilindungi khususnya burung alap-alap dan burung hantu yang habitatnya
hampir punah namun sanksi yang dijatuhkan kepada terdakwa tidak sesuai. Jika
melihat untuk kedepannya maka perbuatan terdakwa ini akan mengakibatkan
punahnya ekosistem dan habitat dari satwa-satwa yang dilindungi tersebut. Dalam
kasus ini terdakwa sudah memenuhi semua unsur-unsur pertanggungjawaban
pidana dan dianggap mampu bertanggungjawab atas apa yang diperbuat.
Berdasarkan Unsur-unsur pertanggungjawaban pidana, disini dapat dilihat dari
keadaan jiwa pelaku yang sama sekali tidak terganggu oleh penyakit yang terus
menerus maupun sementara, lalu melihat dari fisiknya pelaku tidak cacat dalam
pertumbuhan dan dari sikapnya pun pelaku tidak terganggu karena terkejut
2
dan membenarkan atas perbuatannya, serta dapat menentukan kehendaknya atas
tindakan yang telah diperbuat. Dengan kata lain pelaku sudah memenuhi semua
unsur-unsur dalam pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana
perdagangan satwa tersebut, sehingga pelaku harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya.
2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana
satwa yang dilindungi diwilayah Pengadilan Negeri Tanjung Karang Bandar
Lampung untuk register perkara Nomor 331/Pid.Sus/2011/PN.TK, yaitu dilihat
dari adanya faktor keyakinan hakim, faktor psikologis hakim, dan faktor yang
diperoleh dari persidangan. Kemudian dilihat hal-hal yang memeberatkan
terdakwa yaitu tindak pidana tersebut termasuk kejahatan yang dapat merusak
kelestarian lingkungan dan ekosistem alam dan dapat dipidana sesuai dengan
Pasal 21 ayat (2) huruf a Jo Pasal 40 ayat (2) perbuatan yang dilakukan terdakwa
merupakan suatu tindak pidana yang dapat merusak kelestarian lingkungan dan
habitatnya. Selain itu terdapat juga hal-hal yang meringankan terdakwa yaitu :
mengakui terus terang atas perbuatannya, terdakwa belum menikmati hasil
kejahatannya, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa sebagai tulang
punggung keluarganya. Hal tersebut yang menjadi pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan hukuman kepada terdakwa.
3
1. Penegakkan hukum pidana harus dilakukan lebih optimal, terpadu dan terarah
yang tidak hanya berupa penegakan dalam landasan teori yaitu pembuatan
sejumlah peraturan perundang-undangan, melainkan penegakan hukum yang
diwujudkan dalam praktek sebagai salah satu upaya nyata keseriusan pemerintah
untuk mencegah dan memberantas tindak pidana perdagangan satwa yang
dilindungi.
2. Peranan aparat pemerintah dan aparat penegak hukum harus lebih ditingkatkan
terutama bagi mereka yang bertugas langsung dilapangan seperti pengawas
kehutanan, Polisi Hutan maupun aparat Departemen Kehutanan, dan Aparat bea
cukai dalam hal memberantas, menindak dan mencegah perdagangan ilegal satwa
yang dilindungi.
3. Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap kejahatan dan tindak pidana harus
lebih ditingkatkan terutama kepada masyarakat setempat yang tinggal didekat
lokasi suaka alam maupun hutan tempat habitat satwa-satwa liar tersebut dengan
cara memberikan penyuluhan dan melakukan pengawasan agar tidak mudah
ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN SATWA YANG DILINDUNGI
(STUDI PUTUSAN PERKARA NOMOR 331/Pid.Sus/2011/PN.TK)
Skripsi
Oleh
AGUSMAN IBRAHIM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
RIWAYAT HIDUP MOTTO
PERSEMBAHAN SANWACAN DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……… 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup……….. 7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian………. 8
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual……….. 9
E. Sistematika Penulisan……….. 15
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban pidana....……….. 17
B. Pengertian Pelaku Tindak Pidana………... 19
C. Pengertian Perdagangan Terhadap Satwa yang Dilindungi……. 23
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah………..………... 30
B. Sumber Data………..….. 31
D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data...………..… 33 E. Analisis Data……….………... 35
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden………...……….. 36 B. Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana
Perdagangan Satwa yang Dilindungi (Studi Putusan Perkara
No. 331/Pid.Sus/2011/PN.TK) 38
C. Dasar Pertimbangan Hakim terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Satwa yang Dilindungi (Studi Putusan Perkara No.
331/Pid.Sus/2011/PN.TK) 52
V. PENUTUP
A. Kesimpulan……… 62
B. Saran…. ………….……… 64
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku :
Adimaharja, Mintarsih. 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Arif, Barda Nawawi. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
Departemen Kehutanan. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Gajah Sumatera dan Kalimantan. Jakarta.
Hamzah, Andi. 1994. Azas-azas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta
Husein, Harun M, 2005. Lingkungan Hidup. Rineka Cipta. Jakarta.
Mertokusumo, Sudikno. 1991. Mengenal Hukum : Suatu Pengantar. Liberty. Yogyakarta.
Moeljatno. 2000. Azaz-Azaz Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta.
Mulyadi, Lilik. 1996. Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi, dan Putusan Peradilan. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Nasution, Bahder Johan. 2008. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Mandar Maju. Bandung.
Prodjodikoro, Wirjono. 2008. Tindak-Tindak Pidana tertentu di Indonesia. Refika Aditama. Bandung.
Rifai, Ahmad. 2010. Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif. Sinar Grafika, Cet I, Jakarta.
Saleh, Roeslan. 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Aksara Baru. Jakarta.
Sunggono, Bambang. 1994. Hukum Lingkungan dan Dinamika Kependudukan. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Tatang, M Amirin. 1990. Menyusun Rencana Penelitian. Rajawali. Jakarta.
Undang-Undang :
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 502 ayat (1) dan (2)
Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya .
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 Pemanfaatan Satwa Liar.
Undang- Undang Nomor 27 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 Pemanfaatan Satwa Liar.
Situs Website :
ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP
PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN SATWA YANG
DILINDUNGI
(STUDI PUTUSAN PERKARA NO.331/Pid.SuS/2011/PN.TK)
Oleh
AGUSMAN IBRAHIM
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul Skripsi : Analisis Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Satwa yang Dilindungi (Studi Putusan Perkara
No.331/Pid.Sus/2011/PN.TK.)
Nama Mahasiswa :
Agusman Ibrahim
No. Pokok Mahasiswa : 0852011014
Bagian : Hukum Pidana
Fakultas : Hukum
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Diah Gustiniati, S.H., M.H NIP 19620817 198703 2 003
Maya Shafira, S.H., M.H NIP 19770601 200501 2 002
2. Ketua Bagian Hukum Pidana
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua/Penguji :Diah Gustianti, S.H., M.H ...
Sekretaris :Maya Shafira, S.H., M.H ...
Penguji Utama :Firganefi, S.H., M.H ...
2. Dekan Fakultas Hukum
Dr. Heryandi, S.H., M.S NIP 19621109 198703 1 003
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 9
Agustus 1990 merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara dari pasangan Bapak Sodri dan Ibu Emma
Yati.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal pada
sekolah Taman Kanak-kanak di TK Taruna Jaya
Perumnas Way Halim Bandar Lampung pada tahun 1996, pada tahun 2002
penulis menamatkan Sekolah Dasar di SDN 02 Perumnas Way Halim Bandar
Lampung, Menamatkan Sekolah Menengah Pertamanya dari SMP Gajah Mada
Bandar Lampung pada tahun 2005, dan pada tahun 2008 menamatkan Sekolah
Menengah Atas di SMA Gajah Mada Bandar Lampung.
Pada tahun 2008, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Lampung. Penulis Mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di
Kabupaten Tulang Bawang Barat, Kecamatan Way Kenanga, Desa Mercubuana
MOTTO
Perbuatlah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup
selama-lamanya, tapi perbuatlah juga untuk akhiratmu
seakan-akan engkau akan mati besok
Bagaimanapun beratnya suatu pekerjaan, kalau dihadapi dengan
penuh rasa tanggung jawab dan cinta, maka pekerjaan itu akan
terasa ringan. Sebaliknya bagaimanapun ringannya suatu
pekerjaan, kalau dianggap sebagai beban, maka pekerjaan itu
akan terasa berat
Lebih baik terlihat biasa tetapi ada yang dibanggakan
Dari pada terlihat luar biasa namun tidak ada yang bisa
dibanggakan
Niat untuk sukses berasal dari hati yang baik juga
PERSEMBAHAN
Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati Kuucapkan rasa syukur kepada Allah SWT, Ku persembahkan karya kecil ku ini teruntuk :
Untuk Ayahku Sodri dan Ibuku tercinta Emma Yati
Yang tidak pernah berhenti memanjatkan do a dalam
tiap hembusan nafas di tiap sujudnya, serta selalu memberikan cinta
dan kasih sayangnya kepadaku
yang selalu memberikan semangat, nasehat dan motivasi untuk terus
dapat menyelesaikan studiku selama ini
Adikku
Ferdiansyah Kurniawan dan Tri Pandu Winata Saputra
Yang selalu memberikan dukungan moril kepadaku
Seluruh Keluarga Besarku
Atas dukungannya selama ini
SANWACANA
Alhamdulillah, segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya
dengan segala limpahan rahmat, hidayah, karunia dan ridho-nya, penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pertanggungjawaban Pidana
terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Satwa yang Dilindungi
(Studi Putusan Perkara No.331/Pid.Sus/2011/PN.TK.)”, sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan berbagai pihak, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H Selaku Dosen Pembimbing I, yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan dukungan, pengarahan, motivasi dan
sumbangan pemikiran, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
3. Ibu Maya Shafira, S.H., M.H Selaku Dosen Pembimbing II, yang telah
memberikan bimbingan, dorongan dan semangat kepada penulis dalam
4. Ibu Firganefi, S.H., M.H Dosen Pembahas I, yang telah sudi meluangkan
waktu untuk memberikan dukungan, motivasi dan sumbangan pemikiran,
sehingga selesainya skripsi ini.
5. Bapak Ahmad Irzal Fardiansyah, S.H., M.H Selaku Dosen Pembahas II, yang
telah sudi meluangkan waktu untuk memberikan dukungan, motivasi dan
sumbangan pemikiran, sehingga selesainya skripsi ini.
6. Desy Churul Aini, S.H., M.H Selaku Pembimbing Akademik yang telah
bersedia membantu dalam proses perkuliahan hingga proses terselesaikannya
skripsi ini.
7. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih telah memberikan bekal
ilmu pengetahuan, bimbingan dan bantuan kepada penulis selama menjadi
mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung.
8. Tante Ita, Babe Narto, Mbak Sri dan Mbak Yanti (makasih buat kalian yang
banyak membantu dari awal seminar I, seminar II, sampe kompre sekarang
ini).
9. Buat Instansi tempat penulis melakukan riset, terima kasih atas bantuannya.
10. Ayahku tercinta, you’re the best father in the world. Terima kasih atas pengorbananmu, do’amu, semangatmu,kedemokrasianmu, pengertianmu dan
kasih sayang serta cintamu yang selalu diberikan hingga kini.
11. Ibuku tercinta, terima kasih atas air susumu sehingga aku bisa tumbuh sehat
12. Adikku : Endeh (Ferdi) dan Ameng (Pandu) yang selalu memberikan
dukungan dan semangat untuk keberhasilanku.
13. Seluruh keluarga besarku : Yayik, Andung, Bakas (alm), Nyaik, Uwak Hoya,
Uwak Uni, Pak Raden, Bunda, serta Sepupu-sepupuku (Ifint, Ranu, Dedek
Rani) yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas do’a
dan dukungannya.
14. Buat Uni dan Hoya : “akhirnya saya bisa Sarjana seperti Uni dan Hoya
mudah-mudahan saya bisa Sukses seperti Uni dan Hoya, amiinnnnn *-* “.
15. Bapak Warsito selaku Bendahara Desa di Desa Mercubuana Kec. Way
Kenanga Kab. Tulang Bawang Barat beserta keluarga dan seluruh warga desa
yang telah bersedia menerima penulis dan teman-teman kelompok
Mercubuana untuk tinggal di kediamannya selama melaksanakan KKN.
16. Vera Febriana yang dengan sabar memberi waktu, bantuan, saran, kritik,
motivasi serta dukungannya dan telah menjadi penyemangatku.
17. Anak-anak Sapta Budaya yang selalu memberikan masukan dan motivasi
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
18. Buat sahabat-sahabat dari KNPI, organisasi-organisasi PMII, SAPMA PP,
LMN, yang telah memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
19. Buat sahabat-sahabatku HATIPERS Forever ( Hakim, Putra, Idiyus, Tika ),
yang selalu memberikan tawa dan ceria, yang selalu menemaniku disaat susah
20. Tim Futsal The Law, (makasih atas support nya selama ini...hehehehe,
semoga kalian semakin jaya).
21. Semua temanku Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lampung Angkatan 2008 yang terhormat dan seluruh teman Fakultas Hukum
yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semua pihak yang telah membantu
baik langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis disebutkan
satu persatu… Sory banget ya and Thanks banget.
22. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
23. Almamaterku tercinta
Penulis menyadari segala kekurangan dan keterbatasannya penyusunan skripsi ini.
Untuk itu atas segala keterbatasan yang ada, maka penulis dengan senang hati
menerima segala kritikan dan saran demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala yang diberikan
oleh semua pihak dalam penulisan skripsi ini dan semoga skripsi ini akan dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Amin ...
Bandar Lampung, 2012
Penulis,