KAJIAN AKTIVITAS HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI
PATOGEN OLEH SERBUK BAKTERIOSIN YANG
DIHASILKAN BAKTERI ASAM LAKTAT GALUR SCG 1223
Oleh :
SITI RACHMIATI NASUTION
F 34104059
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
KAJIAN AKTIVITAS HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI
PATOGEN OLEH SERBUK BAKTERIOSIN YANG
DIHASILKAN BAKTERI ASAM LAKTAT GALUR SCG 1223
Oleh :
SITI RACHMIATI NASUTION
F 34104059
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
ISTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN AKTIVITAS HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI
PATOGEN OLEH SERBUK BAKTERIOSIN YANG
DIHASILKAN BAKTERI ASAM LAKTAT GALUR SCG 1223
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Oleh
SITI RACHMIATI NASUTION
F 34104059
Dilahirkan pada tanggal 26 Maret 1986
Di Bogor
Tanggal Lulus : 6 Januari 2009
Disetujui
Bogor, Januari 2009
Dr. Ir. Erliza Noor
Dosen Pembimbing I
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul
KAJIAN AKTIVITAS HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI
PATOGEN OLEH SERBUK BAKTERIOSIN YANG DIHASILKAN
BAKTERI ASAM LAKTAT GALUR SCG 1223
merupakan hasil karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik
dan dosen pembimbing lapangan, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Yang membuat Pernyataan
SITI RACHMIATI NASUTION
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Bogor pada tanggal 26
Maret 1986 dari seorang ayah yang bernama Ir.
Muhammad Zein Nasution
M.App.Sc
dan Ibu Pom-pom
Siti Rochmah (Alm), saat ini penulis memiliki seorang ibu
yang bernama Dra. Ella Noorlaela, MS. Penulis
merupakan putri terakhir dari tiga bersaudara. Tahun 2004
penulis lulus dari SMU Negeri 3 Bogor dan pada tahun
yang sama penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi di Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis diterima di Departemen
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah
Kimia Dasar tahun ajaran 2006/2007 serta menjadi anggota dalam kegiatan
kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMALOGIN).
SITI RACHMIATI NASUTION. F34104059. 2008.
Kajian Aktivitas
Hambat Pertumbuhan Bakteri Patogen oleh Serbuk Bakteriosin yang
Dihasilkan Bakteri Asam Laktat Galur SCG 1223
. Di bawah Bimbingan Erliza Noor dan Sri Usmiati.RINGKASAN
Bahan pengawet yang ditambahkan pada produk makanan umumnya bertujuan untuk memperbaiki sifat produk terutama dalam penyimpanan. Banyak penelitian telah dilakukan di bidang agroindustri untuk mendapatkan bahan pengawet alami yang digunakan sebagai penghambat pertumbuhan mikroorganisme yang umumnya patogen, sehingga umur simpan produk dapat lebih lama. Salah satu zat penghambat yang berpengaruh terhadap umur simpan produk adalah bakteriosin. Kestabilan aktivitas hambat bakteriosin merupakan faktor penting pada aplikasinya sebagai pengawet alami yang memiliki sifat penghambatan (bakteriostatik) terhadap bakteri patogen sehingga perlu dipertahankan aktivitasnya. Salah satu teknik yang dapat digunakan dalam mempertahankan kestabilan aktivitas hambat bakteriosin selama penyimpanan adalah enkapsulasi atau penjeratan bakteriosin dalam suatu bahan pengkapsul yang sesuai.
Siti Rachmiati Nasution. F34104059.
Study on Hibitation Actvity of The
Pathogenic Bacteria Using Powdered Bacteriocins Produced By Lactic Acid
Bacteria Strain SCG 1223.
Superviced by Erliza Noor and Sri Usmiati.
SUMMARY
The preservative agent is usually add into a product to improve its
characteristic. The research on natural preservatives also has been using to reduce
the contamination of pathogenic bacteria. The important of preservatives agent is its
stability. The stability of inhibition activity of bacteriocins would maintain the ability
in reducing the growth of pathogenic bacteria. In the production of food additive is
use full to control the water content of bacteriocins and maintained its viability.
Bacteriocins produced by Lactic Acid Bacteria strain SCG 1223 was stable at
low pH (2-4), 100
oC and storage condition of 4
oC for 120 days. The best
encapsulation formula for bacteriocins was by using 83,33% maltodextrine, 16,67%
skim milk, and 20% of liquid bacteriocins SCG 1223. The condition for encapsulation
was good if using lower temperature inlet of 150
oC and temperature outlet of 75-80
oRIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
1. Nama : Siti Rachmiati Nasution 2. Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 26 Maret 1986 3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat di Bogor : -
6. Alamat Asal : Jln. Kartini No. 18 RT 01/02 Bogor 16114 7. Nama Ibu / Bapak : Pompom Siti Rochmah / M. Zein Nasution 8. Pekerjaan Orang tua : PNS
II. PENDIDIKAN
1. SD di SDN Polisi I Bogor Ijazah Tahun 1998
2. SMP di SLTPN 4 Bogor Ijazah Tahun 2001
3. SLTA di SMUN 3 Bogor Ijazah Tahun 2004
4. Masuk Institut Pertanian Bogor Tahun 2004
5. Nomor Induk Mahasiswa : F34104059
6. Program Studi : Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
7. Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Erliza Noor dan Sri Usmiati, SPT, MSi
8. KKN di - Tahun -
9. Praktek Lapang di PT. Tiga Pilar Sejahtera, Solo Tahun 2007 Judul Laporan PL : Mempelajari Aspek Teknologi Proses Produksi Mie Kering
Di PT Tiga Pilar Sejahtera
10.Penelitian di Balai Pascapanen Pertanian, Cimanggu Bogor Tahun 2008
Judul Skripsi : Kajian Aktivitas Hambat Pertumbuhan Bakteri Patogen Oleh
Serbuk Bakteriosin Yang Dihasilkan Bakteri Asam Laktat Galur SCG 1223
III.PENGALAMAN KERJA : Asisten Praktikum Kimia Umum (2006)
Bogor,
Siti Rachmiati Nasution F 34104059
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrobbil’alamiin,
puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat
Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta bimbingan-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil penelitian selama 5
bulan, terhitung mulai bulan Maret hingga Juli 2008, di Laboratorium-laboratorium
Balai Besar Pasca Panen Pertanian dan Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor. Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1.
Abah dan Mamih, uni-uni tersayang, ayah, serta Handi atas do’a, motivasi serta
pengorbanan tiada terhingga yang telah diberikan kepada penulis.
2.
Ibu Dr. Ir Erliza Noor, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan arahannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini.
3.
Ibu Sri Usmiati SPT, MSi. Selaku dosen pembimbing kedua yang telah
memberikan, mengarahkan dan mendampingi penulis selama penelitian dan
penyelesaian skripsi ini.
4.
Ibu Dr. Ir Mulyorini Rahayuningsih MSi. selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan masukannya dalam penyempurnaan skripsi ini.
5.
Thousand Island
, Jajat, Tutur sekeluarga serta Tiners 41 yang telah memberikan
ii
6.
Laboran di Laboratorium Balai Besar Pasca Panen Pertanian dan Balai Besar
Penelitian Veteriner Bogor atas bimbingan dan bantuannya selama penelitian.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Bogor, Januari 2009
KAJIAN AKTIVITAS HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI
PATOGEN OLEH SERBUK BAKTERIOSIN YANG
DIHASILKAN BAKTERI ASAM LAKTAT GALUR SCG 1223
Oleh :
SITI RACHMIATI NASUTION
F 34104059
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
KAJIAN AKTIVITAS HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI
PATOGEN OLEH SERBUK BAKTERIOSIN YANG
DIHASILKAN BAKTERI ASAM LAKTAT GALUR SCG 1223
Oleh :
SITI RACHMIATI NASUTION
F 34104059
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
ISTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN AKTIVITAS HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI
PATOGEN OLEH SERBUK BAKTERIOSIN YANG
DIHASILKAN BAKTERI ASAM LAKTAT GALUR SCG 1223
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Oleh
SITI RACHMIATI NASUTION
F 34104059
Dilahirkan pada tanggal 26 Maret 1986
Di Bogor
Tanggal Lulus : 6 Januari 2009
Disetujui
Bogor, Januari 2009
Dr. Ir. Erliza Noor
Dosen Pembimbing I
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul
KAJIAN AKTIVITAS HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI
PATOGEN OLEH SERBUK BAKTERIOSIN YANG DIHASILKAN
BAKTERI ASAM LAKTAT GALUR SCG 1223
merupakan hasil karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik
dan dosen pembimbing lapangan, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Yang membuat Pernyataan
SITI RACHMIATI NASUTION
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Bogor pada tanggal 26
Maret 1986 dari seorang ayah yang bernama Ir.
Muhammad Zein Nasution
M.App.Sc
dan Ibu Pom-pom
Siti Rochmah (Alm), saat ini penulis memiliki seorang ibu
yang bernama Dra. Ella Noorlaela, MS. Penulis
merupakan putri terakhir dari tiga bersaudara. Tahun 2004
penulis lulus dari SMU Negeri 3 Bogor dan pada tahun
yang sama penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi di Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis diterima di Departemen
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah
Kimia Dasar tahun ajaran 2006/2007 serta menjadi anggota dalam kegiatan
kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMALOGIN).
SITI RACHMIATI NASUTION. F34104059. 2008.
Kajian Aktivitas
Hambat Pertumbuhan Bakteri Patogen oleh Serbuk Bakteriosin yang
Dihasilkan Bakteri Asam Laktat Galur SCG 1223
. Di bawah Bimbingan Erliza Noor dan Sri Usmiati.RINGKASAN
Bahan pengawet yang ditambahkan pada produk makanan umumnya bertujuan untuk memperbaiki sifat produk terutama dalam penyimpanan. Banyak penelitian telah dilakukan di bidang agroindustri untuk mendapatkan bahan pengawet alami yang digunakan sebagai penghambat pertumbuhan mikroorganisme yang umumnya patogen, sehingga umur simpan produk dapat lebih lama. Salah satu zat penghambat yang berpengaruh terhadap umur simpan produk adalah bakteriosin. Kestabilan aktivitas hambat bakteriosin merupakan faktor penting pada aplikasinya sebagai pengawet alami yang memiliki sifat penghambatan (bakteriostatik) terhadap bakteri patogen sehingga perlu dipertahankan aktivitasnya. Salah satu teknik yang dapat digunakan dalam mempertahankan kestabilan aktivitas hambat bakteriosin selama penyimpanan adalah enkapsulasi atau penjeratan bakteriosin dalam suatu bahan pengkapsul yang sesuai.
Siti Rachmiati Nasution. F34104059.
Study on Hibitation Actvity of The
Pathogenic Bacteria Using Powdered Bacteriocins Produced By Lactic Acid
Bacteria Strain SCG 1223.
Superviced by Erliza Noor and Sri Usmiati.
SUMMARY
The preservative agent is usually add into a product to improve its
characteristic. The research on natural preservatives also has been using to reduce
the contamination of pathogenic bacteria. The important of preservatives agent is its
stability. The stability of inhibition activity of bacteriocins would maintain the ability
in reducing the growth of pathogenic bacteria. In the production of food additive is
use full to control the water content of bacteriocins and maintained its viability.
Bacteriocins produced by Lactic Acid Bacteria strain SCG 1223 was stable at
low pH (2-4), 100
oC and storage condition of 4
oC for 120 days. The best
encapsulation formula for bacteriocins was by using 83,33% maltodextrine, 16,67%
skim milk, and 20% of liquid bacteriocins SCG 1223. The condition for encapsulation
was good if using lower temperature inlet of 150
oC and temperature outlet of 75-80
oRIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
1. Nama : Siti Rachmiati Nasution 2. Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 26 Maret 1986 3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat di Bogor : -
6. Alamat Asal : Jln. Kartini No. 18 RT 01/02 Bogor 16114 7. Nama Ibu / Bapak : Pompom Siti Rochmah / M. Zein Nasution 8. Pekerjaan Orang tua : PNS
II. PENDIDIKAN
1. SD di SDN Polisi I Bogor Ijazah Tahun 1998
2. SMP di SLTPN 4 Bogor Ijazah Tahun 2001
3. SLTA di SMUN 3 Bogor Ijazah Tahun 2004
4. Masuk Institut Pertanian Bogor Tahun 2004
5. Nomor Induk Mahasiswa : F34104059
6. Program Studi : Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
7. Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Erliza Noor dan Sri Usmiati, SPT, MSi
8. KKN di - Tahun -
9. Praktek Lapang di PT. Tiga Pilar Sejahtera, Solo Tahun 2007 Judul Laporan PL : Mempelajari Aspek Teknologi Proses Produksi Mie Kering
Di PT Tiga Pilar Sejahtera
10.Penelitian di Balai Pascapanen Pertanian, Cimanggu Bogor Tahun 2008
Judul Skripsi : Kajian Aktivitas Hambat Pertumbuhan Bakteri Patogen Oleh
Serbuk Bakteriosin Yang Dihasilkan Bakteri Asam Laktat Galur SCG 1223
III.PENGALAMAN KERJA : Asisten Praktikum Kimia Umum (2006)
Bogor,
Siti Rachmiati Nasution F 34104059
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrobbil’alamiin,
puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat
Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta bimbingan-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil penelitian selama 5
bulan, terhitung mulai bulan Maret hingga Juli 2008, di Laboratorium-laboratorium
Balai Besar Pasca Panen Pertanian dan Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor. Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1.
Abah dan Mamih, uni-uni tersayang, ayah, serta Handi atas do’a, motivasi serta
pengorbanan tiada terhingga yang telah diberikan kepada penulis.
2.
Ibu Dr. Ir Erliza Noor, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan arahannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini.
3.
Ibu Sri Usmiati SPT, MSi. Selaku dosen pembimbing kedua yang telah
memberikan, mengarahkan dan mendampingi penulis selama penelitian dan
penyelesaian skripsi ini.
4.
Ibu Dr. Ir Mulyorini Rahayuningsih MSi. selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan masukannya dalam penyempurnaan skripsi ini.
5.
Thousand Island
, Jajat, Tutur sekeluarga serta Tiners 41 yang telah memberikan
ii
6.
Laboran di Laboratorium Balai Besar Pasca Panen Pertanian dan Balai Besar
Penelitian Veteriner Bogor atas bimbingan dan bantuannya selama penelitian.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Bogor, Januari 2009
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
...
i
DAFTAR ISI
...
iii
DAFTAR TABEL
...
Iv
DAFTAR GAMBAR
...
v
DAFTAR LAMPIRAN ...
vi
I.
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
...
1
B.
TUJUAN ...
1
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
BAKTERI ASAM LAKTAT DAN BAKTERIOSIN ...
3
B.
KARAKTERISASI ...
6
C.
ENKAPSULASI ... 7
D.
BAHAN PENGKAPSUL ...
11
E.
BAKTERI INDIKATOR
...
14
III.
BAHAN DAN METODE
A.
ALAT
DAN
BAHAN
...
17
B.
WAKTU DAN TEMPAT ...
17
C.
METODA PENELITIAN ...
17
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
BAKTERIOSIN CAIR DARI BAL SCG 1223
(a)
Karakterisasi Bakteriosin terhadap pH dan Suhu ……...
27
(b)
Aktivitas Hambat Bakteriosin dari BAL SCG 1223
...
36
B.
ENKAPSULASI BAKTERIOSIN
(a)
Parameter Operasi Proses Enkapsulasi ...
36
(b)
Aktivitas Hambat Serbuk Bakteriosin dari BAL SCG 1223
…..
39
(c)
Perbandingan Aktivitas Hambat Bakteriosin dari BAL SCG 1223
dalam Bentuk Cair dan Serbuk
...
43
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN ...
46
B.
SARAN ...
46
DAFTAR PUSTAKA
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1
Tabel Sifat Fisik dari Produk
Skim Milk
………...
14
Tabel 2
Tabel Aktivitas Hambat Bakteriosin SCG 1223 Terbaik Terhadap
Pengaruh pH dan Suhu ..……….
35
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar. 1
Skema Proses Produksi Bakteriosin dari BAL SCG 1223 ... 20
Gambar. 2
Skema Proses Karakterisasi Bakteriosin dari BAL SCG 1223 ... 21
Gambar. 3
Skema Proses Formulasi Serbuk Bakteriosin dari BAL SCG 1223 .. 24
Gambar. 4
Skema Proses Pengujian Aktivitas Hambat Bakteriosin dari BAL
SCG 1223
... 26
Gambar. 5
Grafik Persentase Perubahan Aktivitas Hambat Bakteriosin
SCG 1223 pada
Escherichia coli
……….……. 28
Gambar. 6
Kurva Aktivitas Hambat Bakteriosin dari BAL SCG 1223 pada
bakteri
Escherichia coli
... 29
Gambar. 7
Grafik Persentase Perubahan Aktivitas Hambat Bakteriosin
SCG 1223 pada
Salmonella monocytogenes
……… 30
Gambar. 8
Kurva Aktivitas Hambat Bakteriosin dari BAL SCG 1223 pada
bakteri
Salmonella thypimurium
... 31
Gambar. 9
Grafik Persentase Perubahan Aktivitas Hambat Bakteriosin SCG
1223 pada
Listeria monocytogenes
………... 33
Gambar. 10
Kurva Aktivitas Hambat Bakteriosin dari BAL SCG 1223 pada
bakteri
Listeria monocytogenes
... 34
Gambar. 11
Kurva Persentase Rendemen Serbuk Bakteriosin dari BAL
SCG 1223
... 37
Gambar. 12
Kurva Kadar Air Serbuk Bakteriosin dari BAL SCG 1223 ... 39
Gambar. 13
Kurva Kelarutan Serbuk Bakteriosin dari BAL SCG 1223 ... 39
Gambar. 14 Gambar. 14 Kurva Aktivitas Hambat Serbuk Bakteriosin danvi
Halaman
Lampiran. 1
Prosedur Analisis Kadar Air Bahan dan Kelarutan Bahan ……… 53
Lampiran. 2
Hasil Uji Lanjut Duncan pada Interaksi Faktor-Faktor
Pengkapsulan pada Proses Enkapsulasi Bakteriosin BAL SCG
1223 terhadap Kadar Air ………....……… 54
Lampiran. 3
Hasil Uji Lanjut Duncan pada Komposisi Bahan Pengkapsul dan
Persentase Bakteriosin pada Proses Enkapsulasi Bakteriosin
BAL SCG 1223 terhadap
E. Coli
…..……….………
54
Lampiran. 4
Hasil Uji ANOVA Aktivitas Hambat Serbuk Bakteriosin
BAL SCG 1223 terhadap
E. coli
.………... 55
Lampiran. 5
Hasil Uji ANOVA pada Interaksi Faktor-Faktor Pengkapsulan
pada Proses Enkapsulasi Bakteriosin BAL SCG 1223 terhadap
E. coli …
……….. 55
Lampiran. 6
Hasil Uji Lanjut Duncan pada Interaksi Faktor-Faktor
Pengkapsulan pada Proses Enkapsulasi Bakteriosin BAL
SCG 1223 terhadap
E. Coli
.………. 56
Lampiran. 7
Hasil Uji ANOVA Aktivitas Hambat Bakteriosin BAL SCG 1223
terhadap
S. Thypimurium
.……….... 56
Lampiran. 8
Hasil Uji Lanjut Duncan pada Komposisi Bahan Pengkapsul dan
Penggunaan Suhu Pengeringan pada Proses Enkapsulasi
Bakteriosin BAL SCG 1223 terhadap
S. Thypimurium …
………..
57
Lampiran. 9
Hasil Uji ANOVA Aktivitas Hambat Bakteriosin BAL SCG 1223
terhadap
Listeria monocytogenes
………..…………... 58
Lampiran. 10
Hasil Uji Lanjut Duncan pada Komposisi Bakteriosin yang
digunakan pada Proses Enkapsulasi Bakteriosin BAL SCG 1223
terhadap
Listeria monocytogenes
………
..………...
59
Lampiran. 11
Hasil Uji Lanjut Duncan pada Interaksi Komposisi Bahan
Pengkapsul dan Bakteriosin yang digunakan pada Proses
Enkapsulasi Bakteriosin BAL SCG 1223 terhadap
Listeria
monocytogenes
……….……..
59
Lampiran. 12
Hasil Uji Lanjut Duncan pada Interaksi Faktor-Faktor
Pengkapsulan pada Proses Enkapsulasi Bakteriosin BAL SCG
1223 terhadap
Listeria monocytogenes
….…………..…………..
60
Lampiran. 13
Hasil Uji ANOVA Kadar Air Serbuk Bakteriosin BAL
SCG 1223 ……… 60
Lampiran. 14
Hasil Uji Lanjut Duncan pada Komposisi Bahan Pengkapsul
pada Proses Enkapsulasi Bakteriosin BAL SCG 1223 terhadap .. 61
Lampiran. 15
Hasil Uji ANOVA Kelarutan Serbuk Bakteriosin BAL
vii
Lampiran. 16
Hasil Pengamatan Kelarutan Serbuk Bakteriosin dari BAL SCG
1223 Foto Hasil Uji Aktivitas Hambat Bakteriosin SCG 1223
terhadap Bakteri Uji (a)
Escherichia coli
, (b)
Salmonella
thypimurium
, dan (c)
Listeria monocytogenes
. ..……… 62
Lampiran. 17
Hasil Pengamatan Terhadap Pengujian Kadar Air Serbuk
Bakteriosin SCG 1223
……….. 63
Lampiran. 18
Hasil Pengamatan Aktivitas Hambat Serbuk Bakteriosin dari
BAL SCG 1223 pada Bakteri Uji
E. coli, S. thypimurium
dan
L. monocytogenes
………...
64
Lampiran. 19
Hasil Pengamatan Aktivitas Hambat Bakteriosin dari BAL
SCG 1223 Terhadap Bakteri
E. coli, S. thypimurium
dan
Listeria
monocytogenes
………... 66
Lampiran. 20
Foto HAsil Uji Aktivitas Hambat Bakteriosin SCG 1223 terhadap
Bakteri Uji (a)
E. coli
, (b)
S. thypimurium
, dan
(c)
L. monocytogenes
………. 69
1
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bahan pengawet yang ditambahkan pada produk makanan umumnya
bertujuan untuk memperbaiki sifat produk terutama dalam penyimpanan. Banyak
penelitian telah dilakukan di bidang agroindustri untuk mendapatkan bahan
pengawet alami yang digunakan sebagai penghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang umumnya patogen, sehingga umur simpan produk dapat
lebih lama.
Salah satu zat penghambat yang berpengaruh terhadap umur simpan
produk adalah bakteriosin. Kestabilan aktivitas hambat bakteriosin merupakan
faktor penting pada aplikasinya sebagai pengawet alami yang memiliki sifat
penghambatan (bakteriostatik) terhadap bakteri patogen sehingga perlu
dipertahankan aktivitasnya. Salah satu teknik yang dapat digunakan dalam
mempertahankan kestabilan aktivitas hambat bakteriosin selama penyimpanan
adalah enkapsulasi atau penjeratan bakteriosin dalam suatu bahan pengkapsul
yang sesuai.
Faktor yang mempengaruhi aktivitas hambat antara lain kadar air yang
tinggi, bakteriosin dari Bakteri Asam Laktat (BAL) galur SCG 1223 juga
mengandung protein kolisin yang cukup tinggi, sehingga mudah bagi bakteriosin
terdegradasi akibat kontaminasi dengan mikroorganisme lain. Untuk mencegah
dekomposisi bahan serta mempertahankan kestabilan aktivitas, maka dilakukan
penjeratan dengan cara enkapsulasi bakteriosin. Proses ini dipilih karena selain
dapat mempertahankan komposisi bahan juga memungkinkan untuk dilakukan
perbaikan sifat materi yang dikapsulkan sehingga dapat memperlambat waktu
kerusakan produk pada titik tertentu. Bakteriosin yang telah dikeringkan dapat
disimpan lebih lama tanpa ada reaksi dekomposisi produk pada kondisi
penyimpanan yang sesuai. Bahan pengkapsul yang dapat digunakan dalam proses
enkapsulasi bakteriosin yaitu maltodekstrin atau pati termodifikasi serta
kombinasinya dengan susu skim.
B. TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah :
2
2. Menentukan jenis bahan pengkapsul terbaik untuk bakteriosin dari Bakteri
Asam Laktat Galur SCG 1223.
3. Memperoleh suhu terbaik proses pengeringan bakteriosin dengan
menggunakan spray dryer.
4. Membandingkan kemampuan aktivitas hambat bakteriosin dalam bentuk cair
3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. BAKTERI ASAM LAKTAT DAN BAKTERIOSIN
Bakteri asam laktat (BAL) merupakan mikroba yang banyak terdapat di
alam dengan berbagai manfaat. Bakteri Asam Laktat berbentuk batang, panjang,
serta hidup secara anaerob fakultatif (Fardiaz, 1992). Asam laktat yang dihasilkan
oleh BAL merupakan hasil perombakan substrat melalui proses fermentasi.
Bakteri Asam Laktat termasuk famili Lactobacillaceae berbentuk sel batang umumnya berukuran 0,6-0,8 µm x 1,2-6,0 µm dalam bentuk tunggal maupun
rantai pendek (Buchanan dan Gibbons, 1974 dalam Bacus dan Brown, 1985).
Bakteri Asam Laktat merupakan mikroba yang aman ditambahkan dalam
makanan karena sifatnya yang tidak toksik dan tidak menghasilkan toksin
sehingga banyak digunakan sebagai starter makanan (Garver dan Muriana, 1993;
Gilliland 1988; dan Ruiz-Barba et al., 1994 dalam Nurliana, dkk., 2000). Bakteri Asam Laktat termasuk bakteri Gram positif, tidak membentuk spora, non motil
serta berkatalase negatif. Suhu optimum pertumbuhan berkisar antara 30-35oC
dengan suhu minimum 10oC serta suhu maksimumnya 40oC, sedangkan titik
kematian thermal bakteri ialah 63oC selama 30 menit (Buchanan dan Gibbons,
1974 dalam Bacus dan Brown, 1985).
Peranan BAL dalam bahan pangan lebih banyak menguntungkan dari pada
merugikan. Bakteri Asam Laktat yang aktif dalam fermentasi makanan
memberikan daya awet produk yang baik. Daya awet tersebut khususnya
disebabkan oleh asam laktat serta senyawa asam lainnya sebagai hasil
metabolisme BAL. Selain menghasilkan senyawa-senyawa organik tersebut
beberapa galur BAL menghasilkan senyawa protein yang bersifat bakterisidal
terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif yang disebut bakteriosin
(Tahara et al., 1996 dalam Januarsyah, 2007).
Penggunaan BAL dalam pangan adalah untuk memperpanjang waktu
simpan, meningkatkan kualitas dan mengontrol pertumbuhan mikroba patogen
dan perusak (Holzapfel, et al; 1995). Sifat tersebut didapat dari zat metabolit yang dihasilkan BAL yang bersifat antibakterial baik bakteriostatik maupun bakterisida
terhadap semua bakteri (Winkowski dan Montville, 1992; Barefoot dan Nettles,
4
Sifat umum BAL dikelompokkan berdasarkan kemampuan dalam
memfermentasi karbohidrat menjadi asam laktat. Selama proses fermentasi,
dihasilkan juga metabolit lain seperti asam organik, diasetil, hidrogen peroksida
dan bakteriosin (Winkowski dan Montville, 1992; Barefoot dan Nettles, 1993
dalam Nurliana, dkk, 2000).
Berdasarkan tipe fermentasi, BAL dikelompokkan menjadi 2, yaitu
homofermentatif dan heterofermentatif. Kelompok homofermentatif
menghasilkan asam laktat sebagai produk utama dari fermentasi gula. Kelompok
ini menghasilkan asam laktat dan asam asetat dengan memfermentasikan gula
pentosa. Bakteri homofermentatif membentuk 90% atau lebih asam laktat murni.
Bakteri heterofermentatif dalam proses fermentasinya akan memecah glukosa
menjadi asam laktat dan senyawa lain seperti CO2, etanol, asetaldehid, diasetil,
serta senyawa lainnya (Davidson dan Braner, 1983 dalam Januarsyah, 2007).
Bakteriosin awal mulanya didefinisikan sebagai protein kolisin (colicin) yang memiliki sifat antagonis intraspesifik. Namun dengan perjalanan waktu,
ditemukan beberapa komponen yang secara alami mirip dengan protein kolisin
sehingga menjadikan definisi bakteriosin memiliki cakupan yang lebih luas lagi
(Jacob et al., 1953 dan Eckner, 1992 dalam Sutriswati, dkk, 2000).
Bakteriosin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan dalam ribosom
sel. Umumnya tidak aktif oleh enzim protease dalam saluran pencernaan, stabil
pada pemanasan tinggi (100-120oC) dan stabil pada penyimpanan khususnya pada
pH rendah serta tidak efektif terhadap bakteri Gram negatif (Barefoot dan
Klaenhammer, 1983; Buchanan dan Klawitter, 1992; Liao et al., 1994; Vlaemynck et al., 1994 dan Coventry et al., 1995; dan Holzapfel et al., 1995 dalam Nurliana, 1997).
Menurut Bhunia et al. (1987), terdapat beberapa sifat bakteriosin yang unik, yaitu tetap aktif pada kondisi asam kuat maupun basa kuat, memiliki kondisi
yang tetap aktif pada perlakuan suhu rendah maupun suhu tinggi. Bakteriosin juga
mudah terdegradasi oleh enzim proteolitik yang mengindikasikan bahwa
bakteriosin tersusun atas komponen protein yang disamping dapat menghambat
bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif, juga dapat menghambat
5
induk bakteri penghasil bakteriosin (Jack et al., 1995). Terdapat beberapa kriteria penentuan bakteriosin, antara lain bakteriosin tersusun atas protein, bersifat
bakterisidal dan bakteriostatik, aktif terhadap bakteri yang dekat secara filogenik,
serta tidak membunuh bakteri penghasilnya (Tagg et al., 1976 dan Jack et al.,1995).
Menurut Bhunia et al. (1988) model penghambatan (bakteriostatik) dan pembunuhan (bakterisidal) dari bakteriosin terhadap sel yang sensitif diawali
dengan penempelan pediosin Ach pada reseptor membran sitoplasma sehingga membran mengeluarkan material intraselular, sel mengalami lisis dan akhirnya
bakteri patogen mati. Mekanisme lain dijelaskan pula oleh Bhunia et al. (1990) yaitu bakteriosin teradsorpsi pada reseptor spesifik, mikroba yang rentan
selanjutnya terjadi perubahan permeabilitas sehingga integritas membran sel
kehilangan kemampuannya untuk membelah diri dan terjadi lisis.
Nisin adalah salah satu jenis bakteriosin komersial yang banyak digunakan
sebagai bahan tambahan untuk memperpanjang umur simpan produk pangan juga
sebagai pengontrol makanan dari serangan mikroorganisme berbahaya (Mazzotta,
Crandall dan Montville, 1007). Nisin merupakan polipeptida dengan 34 macam
asam amino yang dihasilkan oleh bakteri Lactococcus lactis yang merupakan famili lantibiotik dengan kandungan lanthionin dan methylantionin. Terdapat dua jenis nisin yaitu nisin A dan nisin Z, dimana keduanya dibedakan berdasarkan
asam amino tunggal yang digantikan ikatannya dengan histidine urutan ke-27
pada nisin A dan aspargine pada nisin Z (Mulders, et al., 1991). Modifikasi struktur seperti ini menjadikan kelarutan dan sifat difusi nisin Z lebih tinggi
dibandingkan dengan nisin A, dimana sifat tersebut merupakan sifat yang sangat
penting dalam aplikasi pangan (De Vos, et al., 1993).
Terdapat empat macam bakteriosin yang dihasilkan jenis BAL yang
berbeda dan diketahui memiliki aktivitas hambat terhadap bakteri patogen dan
pembusuk makanan serta meningkatkan daya simpan makanan, antara lain :
a. Lantibiotik, merupakan bakteriosin yang mengandung cincin lantionin dalam molekulnya, seperti Nisin, Lacticin 481, Lacticin S, serta Streptococcin SA-FF22.
b. Bakteriosin berukuran kecil (< 10 kDa), bakteriosin ini relatif tahan terhadap
6
ke dalam 3 sub kelas yaitu peptida Listeria-aktif dengan sekumpulan sekuen N-terminal, bakteriosin yang membentuk kelompok berpori dengan aktivitas dua
peptida yang berbeda, serta bakteriosin yang memerlukan peptida teraktifasi-tiol
untuk mengurangi residu sistein dalam aktivitasnya.
c. Bakteriosin bermolekul protein besar (> 30 kDa), dimana mengandung protein
yang tidak tahan terhadap panas seperti Helvetion J dan Brevicin 27.
d. Bakteriosin yang mengandung protein kompleks, dimana terdiri atas
komponen karbohidrat maupun lipid, seperti Plantarisin S yang mengandung glikoprotein (Jimenez-Diaz, 1993).
Penelitian awal terhadap bakteriosin dari BAL SCG 1223 menunjukkan
adanya spektrum zona hambat yang luas terhadap bakteri Gram positif (Listeria monocytogenes) dan bakteri Gram negatif (Salmonella thypimurium serta
Escherichia coli). Pada persentase inokulum 10% di dapat aktivitas hambat tertinggi bakteriosin terhadap E. coli, S. thypimurium dan L. monocytogenes yaitu sebesar 1085,81 AU/ml, 816,40 AU/ml dan 1178,13 AU/ml. Aktivitas hambat
tersebut didapatkan pada pH media 6, waktu inkubasi 14 jam serta suhu inkubasi
40oC untuk E. coli dan L. monocytogenes dan untuk S. thypimurium suhu yang digunakan 27oC (Januarsyah, 2007).
B. KARAKTERISASI
Karakterisasi merupakan tahap yang dilakukan untuk menentukan sifat
dari bakteriosin yang dilihat pengaruh aktivitasnya terhadap perlakuan lingkungan
seperti perlakuan enzimatis, suhu, tingkat keasaman, serta kemampuan
mempertahankan aktivitasnya selama penyimpanan. Di dalam karakterisasi
produk bakteriosin, sensitivitas bakteriosin terhadap enzim protease merupakan
kunci utama penentu karakter bakteriosin. Enzim protease berperan sebagai agen
penghambat (inhibitor) aktivitas bakteriosin. Hal tersebut menunjukkan bahwa bakteriosin tersusun atas komponen protein tinggi yang pada umumnya akan
dihambat beberapa kali oleh enzim proteolitik (Vuyst et al., 1994). Bakteriosin di karakterisasi dengan melihat aktivitasnya terhadap kestabilan suhu dan pH,
kemudahan terdenaturasi oleh enzim proteolitik, dan kestabilan selama
7
C. ENKAPSULASI
Enkapsulasi merupakan proses penjeratan zat-zat sensitif atau bahan inti
oleh polimer pelindung sebagai agen pengkapsulasi. Bahan inti terlindungi dari
reaksi yang dapat merusak dan kondisi lingkungan yang merugikan (Hogan,
2001). Mikrokapsul merupakan suatu ruang kecil dengan lapisan dinding yang
seragam di sekelilingnya. Bahan yang terdapat di dalam mikrokapsul merupakan
inti bahan sedangkan bahan di sekelilingnya (dinding) disebut sebagai cangkang
atau membran.
Mikroenkapsulasi memberikan sarana untuk mengubah komponen dalam
bentuk cairan menjadi partikel padat dan melindungi materi dari pengaruh
lingkungan. Perlindungan yang diberikan oleh bahan pengkapsul dapat mencegah
terjadinya degradasi bahan inti karena pengaruh cahaya dan atau oksigen serta
dapat memperlambat terjadinya evaporasi (Risch, 1995).
Keuntungan proses enkapsulasi menggunakan spray dryer yaitu biaya proses yang relatif murah serta secara industri ketersediaan alat yang digunakan
mudah. Selain itu, proses pengeringan dengan menggunakan spray dryer lebih mudah karena dapat dilakukan secara otomatis dan berkesinambungan. Namun
kekurangannya yaitu dihasilkannya produk dengan tekstur yang sangat halus
sehingga membutuhkan penanganan lebih lanjut dalam penyimpanannya. Di
dalam menjalankan proses ini, diperlukan panas tinggi untuk menguapkan air
bahan dari sistem oleh karena itu, proses pengeringan dengan menggunakan spray dryer tidak cocok digunakan pada produk yang sensitif terhadap proses pemanasan (Risch, 19994).
Menurut Bakan (1978), keberhasilan suatu proses enkapsulasi dan sifat
mikrokapsul yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor penting, antara
lain:
a. Bahan inti yang disalut, yaitu berwujud padat, cair ataupun gas; sifat
fisikokimia seperti solubilitas, hidrofobik atau hidrofilik, serta stabilitas
terhadap suhu dan pH.
b. Bahan penyalut yang digunakan.
c. Medium mikroenkapsulasi yang digunakan dapat berupa pelarut air maupun
8
d. Prinsip proses mikroenkapsulasi yang digunakan yaitu secara fisika atau kimia.
e. Tahap proses mikroenkapsulasi yaitu tunggal atau bertahap.
f. Struktur dinding mikrokapsul yaitu tunggal atau berlapis.
Proses enkapsulasi secara umum melalui tiga tahapan dalam suatu
pengadukan yang sinambung, antara lain :
1. Berbentuk tiga fase kimia yang belum saling bercampur, yaitu fase pembawa
(air), fase materi inti yang akan dilapisi dan fase penyalut.
2. Penempelan bahan penyalut pada permukaan bahan inti. Umumnya tahapan ini
terjadi karena bahan penyalut (polimer) diadsorbsikan pada antar permukaan
yang terbentuk antara materi inti dan bahan cair.
3. Pemadatan pelapis untuk membentuk mikrokapsul yang biasanya terjadi akibat
adanya panas.
Proses enkapsulasi dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain :
a) Suspensi udara
Suspensi udara berfungsi sebagai alat mikroenkapsulasi dimana partikel
padatan yang akan diselaputi berada pada suatu kolom udara panas dan kemudian
disemprot dengan bahan penyalut dari bagian atas melalui sebuah nozzle yang akan menghasilkan lapisan-lapisan tipis pada permukaan partikel yang berupa
butiran yang seragam (Dziezak, 1988).
b) Ekstruksi sentrifugal
Pada metode ekstruksi, bahan inti didispersikan pada karbohidrat cair yang
kemudian bahan inti akan ditangkap dan dikeraskan oleh bahan penyalut selama
kontak terjadi. Cairan inti dienkapsulasi dengan menggunakan ekstruksi rotasi
yang berisikan pipa konsentrik. Kelemahan metode ini yaitu biaya operasi yang
mahal dan diperkirakan dua kali lipat dibandingkan dengan metode spray drying
(Risch, 1994).
c) Koaservasi
Koaservasi pada awalnya digunakan untuk menerangkan fenomena
pemisahan fase dalam sistem koloid. Pemisahan fase ini erat kaitannya dengan
pengendapan atau flokulasi zat koloid dan koaservasi merupakan tahapan yang
terjadi sebelum pengendapan dalam larutan terjadi. Deasy (1987) menyebutkan
9
dan koaservasi kompleks. Koaservasi sederhana hanya menggunakan satu jenis
koloid sedangkan koaservasi kompleks menggunakan lebih dari satu jenis
polimer.
d) Kokristalisasi
Kokristalisasi adalah suatu teknik enkapsulasi yang prosesnya relatif
sederhana. Kokristalisasi merupakan teknik untuk memasukkan komponen atau
senyawa ke dalam dan ke celah antar kristal sukrosa (Jackson dan Lee, 1991).
Proses enkapsulasi dapat berlangsung akibat kristalisasi spontan dari sukrosa yang
menghasilkan bentuk mengelompok dengan jarak ukuran 3-300 µm sehingga
memungkinkan masuknya seluruh bahan non sukrosa ke dalam atau diantara
kristal sukrosa.
e) Pengering Semprot (Spray drying)
Thies (1996), mengungkapkan kelebihan dari metode pengering semprot
yaitu teknologinya sudah banyak dikuasai sehingga mudah didapat, msmpu
memproduksi kapsul dalam jumlah banyak, jenis bahan pelapis yang cocok untuk
pengeringan semprot juga layak sebagai bahan makanan, dan bahan pelapis yang
digunakan larut dalam air sehingga dapat melepaskan bahan inti tanpa adanya
bahan pelapis yang mengendap. Heath (1981) menambahkan bahwa metode
pengeringan semprot juga cocok untuk bahan yang mudah teroksidasi seperti
minyak.
Terdapat empat tahapan yang terjadi pada proses spray drying yaitu : pertama, keadaan bahan yang akan dikeringkan. Hal ini berkaitan dengan
kemudahan bahan membentuk suatu system larutan yang terdispersi sehingga
bahan dapat dikeringkan secara kontinyu dan tidak menimbulkan penyumbatan
pada lubang penyemprotan (nozzle). Kandungan zat padat total bahan yang akan dikeringkan berkisar 45-55%; Kedua, pengkabutan (Atomization), merupakan proses untuk merubah bahan yang semula berupa cairan atau pasta menjadi
tetes-tetes (droplets) yang berukuran 10-200 mikron; Ketiga, udara panas dan dispersinya. Didalam alat udara panas merupakan medium proses pengeringan;
Keempat, pengambilan produk. Setelah bahan dikeringkan, maka diperlukan
usaha untuk memisahkan bahan dengan udara panas yang keluar bersama-sama.
10
separator, wet scrubber, dan bag filter. Pada cyclone pemisah, produk yang dapat dihasilkan yaitu sebanyak 90-97% dengan prinsip kerja alat berdasarkan gaya
berat dan gaya sentrifugal. Wet scrubber, pada pengambilan bahan dengan alat ini dapat menimbulkan terjadinya kontaminasi bahan oleh mikroorganisme.
Sedangkan bag filters, produk yang dapat dihasilkan sebanyak 95-98% dimana produk yang dihasilkan diambil dengan cara menyaring udara yang keluar
bersama bubuk hasil pengeringan.
Rendemen
Yield atau rendemen merupakan nilai perbandingan jumlah produk yang dihasilkan dengan jumlah bahan yang digunakan. Yield Dapat juga diartikan sebagai jumlah mol produk dibagi dengan mol umpan, jika konversi didefinisikan
sebagai jumlah mol yang bereaksi atau terkonversi dibagi dengan jumlah mol
mula-mula (http://tech.groups.yahoo.com/group/Teknik-Kimia/message/10950).
Rendemen merujuk pada jumlah produk reaksi yang dihasilkan pada reaksi kimia.
Rendemen absolut dapat ditulis sebagai berat dalam gram atau dalam mol
(rendemen molar). Rendemen relatif yang digunakan sebagai perhitungan
efektivitas prosedur, dihitung dengan membagi jumlah produk yang didapatkan
dalam mol dengan rendemen teoritis dalam mol. Dalam menentukan persentase
rendemen, maka dapat mengkalikan rendemen fraksional dengan 100%
(www.wikipedia.org/wiki/Rendemen_kimia).
Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).
11
Meningkatnya suhu keluaran pengeringan otomatis akan menurunkan kadar air
bahan. Secara umum, suhu keluaran pengeringan pada nilai 80-85oC
memungkinkan untuk mendapatkan produk dengan kadar air yang tidak melebihi
batas minimum yang disyaratkan untuk penyimpanan tepung (KA 4%) sehingga
umur simpan produk dapat lebih lama (Masters, 1985).
Kelarutan
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat
terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent)
(www..wikipedia.org/wiki/Kelarutan). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah
maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan.
Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan
perbandingan apapun terhadap suatu pelarut.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni
atau pun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat.
Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut,
seperti perak klorida dalam air. ketidaklarutan (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya sedikit kasus yang
benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan
kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat
jenuh (supersaturated) yang metastabil (www.id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan).
D. BAHAN PENGKAPSUL
Bahan pengkapsul merupakan bahan yang berfungsi sebagai pengikat suatu
materi serta memperbaiki mutu fisik produk. Bahan pengkapsul yang umum
digunakan yaitu bahan yang berupa tepung-tepungan seperti pati termodifikasi,
maltodekstrin dan sirup jagung padat yang merupakan pengkapsul yang biasa
digunakan dalam enkapsulasi bahan pangan. Bahan tersebut memiliki sifat yang
mudah larut dalam cairan dengan viskositas yang rendah sehingga menjadikannya
mudah kering kembali dan produk terkapsulkan dengan baik dalam proses
enkapsulasi pengering semprot(Kenyon, 1995).
Bahan pengkapsul selain digunakan sebagai pelapis bahan inti juga
12
serta dapat mencegah kerusakan bahan inti oleh panas (Masters, 1979). Bahan
pengkapsul selama proses pengeringan berlangsung harus mampu menahan dan
melindungi bahan-bahan mudah menguap dari kehilangan dan kerusakan bahan
kimia selama pengolahan, penyimpanan serta penanganan (Kim dan Mor, 1996).
Bakan (1994) menyebutkan bahwa bahan pengkapsul yang digunakan untuk
proses enkapsulasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a) Bahan pengisi harus mampu memberikan lapisan tipis yang kohesif dengan
bahan inti.
b) Bahan pengisi dan inti dapat bersatu, namun secara kimia tidak dapat bereaksi
karena dapat mengakibatkan perubahan atau kerusakan bahan inti.
c) Bahan pengisi harus mampu memberikan sifat pengisian yang sesuai seperti
kekuatan, fleksibilitas, impermeabilitas, sifat-sifat optik serta stabilitasnya.
Karbohidrat seperti pati, maltodekstrin, sirup jagung serta gum akasia telah
banyak digunakan sebagai agen pengkapsul. Bahan-bahan tersebut memiliki sifat
yang diinginkan sebagai pengkapsulasi seperti viskositas yang rendah pada
konsentrasi padatan yang tinggi serta memiliki kelarutan yang baik. Namun, pada
bahan tersebut juga terdapat kekurangan fungsi interfasial sehingga perlu adanya
penggabungan dengan bahan pengkapsul lain seperti protein susu (Hogan, 2001).
Maltodekstrin
Menurut FDA (The Food and Drug Administration), Maltodekstrin (C6H12O6) merupakan polimer sakarida yang bergizi, tidak manis, mengandung
unit D-Glukose pada ikatan primer α-1,4 dan memiliki nilai dextrose equivalence
(DE) kurang dari 20. (Kenyon, 1995). (DE) dextrose equivalence merupakan sifat utama yang menentukan sifat dari maltodekstrin itu sendiri. Nilai DE ini
merupakan derajat hidrolisis dari polimer pati tersebut. Maka dari itu, DE
maltodekstrin menunjukkan bahwa bahan tersebut mudah untuk dikeringkan,
sedangkan bahan yang memiliki DE lebih besar dari 42 akan sulit untuk
dikeringkan dan dipasarkan hanya dalam bentuk sirup. (Kenyon, 1995).
Bobot molekul rata-rata dari maltodekstrin ini ±1800 untuk maltodekstrin
yang memiliki 10 DE. Hal ini menunjukkan bahwa hidrolisat tersebut tersusun
atas banyak polimer yang lebih kecil dari pati aslinya (bernilai 2.000.000)
13
ukuran rata-rata molekulnya. Semakin tinggi nilai DE maka semakin banyak pula
bahan yang dapat melarut dalam air.
Menurut Kenyon dan Anderson (1988), maltodekstrin dan sirup jagung
padat memiliki sifat-sifat fungsional yang berpengaruh terhadap proses
enkapsulasi, meliputi kestabilan emulsi yang rendah yang dikarenakan tidak
memiliki sifat lipofilik dan hidrofilik; sifat pembentukan film, seberapa cepat
pembentukan film atau membran pada proses enkapsulasi flavor akan sangat
menentukan kualitas produk akhir; higroskopisitas, maltodekstrin dan sirup
jagung padat dengan DE rendah bersifat nonhigroskopis; viskositas, maltodekstrin
dan sirup jagung padat menunjukkan kelarutan yang baik pada selang kadar
padatan 5 DE- 20 DE yaitu 30%-75%.
Maltodekstrin dan sirup jagung padat memiliki biaya yang rendah
dibandingkan dengan bahan pengkapsul lainnya. Disamping itu bahan-bahan ini
banyak diproduksi oleh banyak negara sehingga mudah diperoleh (Kenyon dan
Anderson, 1988).
Protein
Protein merupakan komponen yang sangat penting, baik dari segi nutrisi
maupun sifat fungsionalnya seperti sebagai bahan pengemulsi, pengikat air atau
lemak, serta pembentuk buih atau gel. Selain itu protein juga dapat menghasilkan
flavor, memperbaiki penampakan dengan menghasilkan tekstur yang lebih baik
(Giese, 1994). Protein memiliki sifat fungsional yang baik seperti viskositas,
emulsifikasi serta pembentukan film. Dengan sifat seperti tersebut diatas, protein
ini memiliki kemampuan yang baik untuk digunakan sebagai bahan pengisi.
Beberapa sifat fungsional protein dalam bahan pangan dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga golongan utama, yaitu : sifat hidrasi yang
tergantung pada interaksi antara protein dan air, sifat hubungan interaksi antara
protein dan protein serta sifat permukaan (Subarna et al., 1990).
Sifat-sifat yang termasuk pada golongan pertama adalah daya serap dan
kapasitas menahan air, daya ikat air, adhesi, kelarutan serta viskositasnya.
Sifat-sifat yang termasuk golongan kedua adalah yang berpengaruh pada pengendapan,
yaitu pembentukan gel, serta pembentukan dari berbagai macam struktur seperti
14
terutama sifat-sifat yang berhubungan dengan tegangan permukaan, emulsifikasi
serta pembentukan buih pada protein (Subarna et al., 1990).
Penggunaan protein sebagai bahan pengkapsul belum dikembangkan secara
luas. Jenis protein yang dapat digunakan antara lain potassium caseinut, isolate
protein whey, isolate protein, natrium caseinut, protein susu skim dan protein
whey. Dalam penelitian ini, protein yang digunakan ialah protein susu skim.
Susu skim adalah bagian susu yang banyak mengandung protein, sering
disebut “serum susu”. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu
kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Krim mempunyai
berat jenis yang rendah karena banyak mengandung lemak. Susu skim mempunyai
berat jenis yang tinggi karena banyak mengandung protein (Saleh, 2004). Susu
bubuk skim adalah susu sapi yang telah diambil lemaknya dan diubah menjadi
bentuk bubuk, mempunyai bentuk seperti granula-granula kecil, dengan warna
putih kekuningan. Susu ini banyak mengandung protein dengan kadar air 5%
(Saleh, 2004), sedangkan menurut Jacobs (1951), susu skim memiliki ciri
komposisi 35,6% - 37% protein, 1% lemak, serta kadar air sebesar 3,5% - 4%
[image:39.612.123.516.435.519.2]seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Sifat Fisik dari Produk Skim Milk Produk
susu Air (%)
ABU
(%)
Protein
(%) Lemak (%) Laktosa (%)
Total Padatan
(%)
Skim milk 3,5-4,0 7,9-9,0 35,6-37,0 1,0 52,0/49,0 96,0-96,5
Penentuan konsentrasi bahan penyalut sangat penting dalam memberikan
perlindungan terhadap bahan aktif. Peningkatan konsentrasi bahan penyalut dalam
larutan akan meningkatkan retensi bahan aktif yang dikapsulkan. Hal ini dapat
mempercepat terbentuknya kulit atau lapisan pengeras film yang melapisi droplet
bahan aktif (Reinnecius, 2004).
E. BAKTERI INDIKATOR
Pada penelitian ini digunakan tiga jenis bakteri patogen yang termasuk ke
dalam jenis bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif. Ketiga jenis bakteri
15
monocytogenes. Bakteri patogen dalam penelitian ini digunakan sebagai pengontrol aktivitas hambat bakteriosin SCG 1223 yang memiliki daerah zona
penghambatan yang luas, termasuk terhadap bakteri positif maupun
Gram-negatif. Bakteri Gram-positif merupakan jenis bakteri pembusuk makanan yang
masih dapat tumbuh pada suhu penyimpanan yang rendah (ruang pendingin)
sedangkan bakteri Gram-negatif merupakan bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia maupun hewan karena dapat menimbulkan penyakit yang berbahaya.
Berikut ini tiga jenis bakteri patogen yang digunakan dalam penelitian :
Escherichia coli
Escherichia coli termasuk mikroorganisme jenis koliform yang terdapat banyak pada usus manusia dan hewan. Escherichia coli berbentuk batang, hidup dengan cara aerob atau anaerob fakultatif, merupakan bakteri Gram-negatif, tidak berkapsul, dan pada umumnya memiliki fibria dan bersifat motil. Bakteri E. coli
ini mampu memfermentasi laktosa dengan cepat sehingga pada agar McConkey
dan EMB membentuk koloni merah muda sampai tua dengan kilat logam yang
spesifik. Escherichia coli termotoleran merupakan strain E. coli yang dapat hidup pada suhu biakan 44,5oC dan merupakan indikator pencemaran makanan dan air
oleh tinja. Escherichia coli dapat menyebabkan gastroenteritis akut terutama menyerang anak-anak dibawah usis 2 tahun, peritonitis dan radang empedu
(Supardi dan Sukamto, 1999). Diare, haemorrhagic colitis, infeksi ginjal dan kandung kemih, serta pneumonia dan meningitis. Beberapa dari kasus tersebut
dapat menyebabkan kematian (Blackburn dan McClure, 2002). Selain itu, hewan
unggas pun berpotensi terinfeksi E. coli O157:H7, mikroba patogen yang
menyebabkan haemorrhagic enteritis pada manusia
(www.food-info.net/id/bact/colio157.htm).
Salmonella typhimurium
Salmonella merupakan bakteri Gram-negatif yang tidak berspora. S. thypimurium tidak tahan pada kondisi lingkungan yang mengandung konsentrasi garam tinggi (Jay, 2000). Bakteri Salmonella dapat menyebabkan gastroenteritis, demam enterik (thypoid dan parathypoid), septicemia (mikroorganisme
berkembang biak dalam aliran darah), diare (McKane dan Kandel, 1985), nausea
16
karena bakteri ini berkembang biak pada suhu hangat. Sumber utama penyebab
infeksi Salmonella adalah bahan makanan yang tidak dipanaskan secara baik seperti ayam, telur, daging atau susu (C, Roman, 1996). Daging ayam dan
olahannya dilaporkan sebagai media penyebaran penyakit salmonellosis (Todar,
2008). Jenis Salmonella yang menjadikan tubuh manusia sebagai tempat berkembangbiaknya antara lain S. typhimurium, S. paratyphi, S. schottmuelleri, dan S. hirschfeldi dimana tampak gejala klinis setelah 8-72 jam (Brandly et al., 2001).
Listeria monocytogenes
Listeria monocytogenes merupakan bakteri Gram-positif yang bergerak motil dengan menggunakan flagella dan hidup pada suhu 30oC. Bakteri ini dapat
berpindah dengan menggunakan sel eukariotik yang disebut dengan fillamen
(Wikipedia, 2008). Infeksi yang disebabkan oleh bakteri L. monocytogenes yaitu listeriosis. Listeriosis juga termasuk didalamnya septicemia, meningitis,
encephalitis, corneal ulcer, pneumonia dan infeksi intrauterine pada wanita hamil.
Listeriosis ialah penyakit langka yang disebabkan oleh makanan yang tercemar L. monocytogenes. Kuman Listeria biasanya ada di tanah dan beberapa daging mentah. Setiap tahun ada 20-30 kejadian khas Listeriosis dengan angka kematian
17
III.
BAHAN DAN METODE
A.
ALAT DAN BAHANBahan yang digunakan dalam penelitian yaitu MRS Broth, air akuades,
kultur bakteri asam laktat SCG 1223, bakteri indikator (Listeria Monocytogenes, Escherichia coli, dan Salmonella thypimurium), maltodekstrin, skim milk, sodium caseinate, media MeU (Muller Hinton Agar), dan bahan kimia (NaOH, HCl, garam fisiologis, dan alkohol).
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain Incubator (Harstra, Utrecht), autoclave (Hirayama), incubator shaker (Stuart, Scientific), vortex, oven (Memmert), lemari pendingin, water bath, homogenizer (Kinematica, Brabender), spray dryer (Lab Plant SD-05), thermometer, mesin sentrifugasi (tomy, TX-160), neraca analitik (Precisa), pH meter (Hanna), clean bench, pipet mohr, pipet mikro 35-1000 µl, cawan, miliphore (Sartorius) 0.2 µm, syringe 6 ml, peralatan gelas (Erlenmeyer, tabung reaksi, gelas piala, dan gelas ukur) botol dan jar berpenutup,
sumbat kapas, bunsen, alumunium foil, alat pembuat sumur 0.6 cm, jangka sorong, serta perlengkapan laboratorium lainnya.
B.
WAKTU DAN TEMPATPenelitian dilakukan di Laboratorium mikrobiologi dan kimia Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Pengujian aktivitas hambat
bakteriosin dilakukan di Laboratorium Enterobacteriaceae di Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret
hingga Juli 2008.
C.
METODA PENELITIAN1) Karakterisasi Bakteriosin dari BAL SCG 1223
Karakterisasi dari BAL SCG 1223 merupakan karakterisasi bakteriosin cair
yang dilakukan dalam 5 tahapan proses, dimana 4 diantaranya merupakan proses
produksi bakteriosin cair. Tahapan tersebut antara lain :
(a)Produksi Bakteriosin dari Kultur BAL SCG 1223
Isolat BAL SCG 1223 yang digunakan dalam produksi bakteriosin yaitu
isolat asli Indonesia yang merupakan salah satu koleksi Balai Besar Pascapanen
18
merupakan isolat hasil peremajaan kultur pada media sejenis. Pada inokulasi,
digunakan sebanyak 1 ml kultur BAL SCG 1223 dalam 9 ml larutan media MRS
Broth. Kemudian isolat difermentasi dalam inkubator bersuhu 27oC selama 24
jam. Untuk mendapatkan 800 ml larutan bakteriosin maka dilakukan propagasi
sebanyak dua tahap yaitu pertama, menginokulasikan 8 ml kultur BAL SCG 1223
pada 72 ml media MRS Broth yang dilanjutkan dengan proses fermentasi media
pada inkubator shaker berkecepatan 150 rpm, 27oC selama 24 jam. Kedua, dilakukan inokulasi 80 ml kultur BAL SCG 1223 pada 720 ml media MRS Broth
steril. Media kemudian difermentasi pada inkubator shaker berkecepatan 150 rpm, 33oC selama 9 jam (waktu produksi).
(b)Isolasi Bakteriosin dari Kultur BAL SCG 1223
Proses fermentasi di atas menghasilkan biakan kultur BAL SCG 1223
beserta produk (Bakteriosin) yang merupakan hasil perombakan media oleh
bakteri tersebut. Proses isolasi dilakukan untuk memisahkan produk dari kultur
bakteri penghasilnya. Selain itu isolasi juga dilakukan untuk memaksimalkan
komponen bakteriosin yang dihasilkan dari proses fermentasi. Pertama, proses
isolasi ini dilakukan dengan melakukan pengaturan pH larutan hasil fermentasi
menjadi pH netral (7). Kedua, dilakukan pemanasan larutan tersebut pada
waterbath bersuhu 80oC selama 5-15 menit (Yang et al., 1992). Ketiga, dilakukan pengaturan pH larutan menjadi pH 5 yang bertujuan untuk mengkondisikan
kembali bakteriosin pada kondisi awal (asam). Untuk memisahkan komponen sel
kultur BAL SCG 1223 dengan cairan bakteriosin dilakukan proses
sentrifugasi/pemusingan pada kecepatan putar 10.000 rpm, 4oC selama 15 menit.
Setelah itu dilakukan pemisahan antara kedua komponen tersebut sehingga
didapatkan supernatan bakteriosin (Januarsyah, 2007).
(c) Pemurnian Produk
Pada pemurnian bakteriosin, cairan bakteriosin bebas sel dipanaskan pada
waterbath bersuhu 100oC, selama 5-10 menit. Proses ini bertujuan untuk melumpuhkan sel-sel BAL yang tertinggal dalam cairan bakteriosin.pemisahan
kembali dilakukan terhadap sel BAL dengan menggunakan membran filter
berukuran 0,2 µm (miliphore). Hasil dari filtrasi ini merupakan cairan bakteriosin
19 (d)Sediaan Produk
Cairan bakteriosin agar tetap steril dan terjaga aktivitasnya, maka dilakukan
pengemasan bakteriosin dalam botol dan jar berpenutup yang telah steril dan
kemudian disimpan dalam ruang pendingin sehingga bakteriosin dapat disimpan
dan digunakan dalam jangka waktu tertentu.
(e) Karakterisasi Bakteriosin terhadap pH dan Suhu
Karakterisasi bakteriosin dilakukan dengan memberikan perlakuan
kombinasi pH dan suhu yang telah divariasikan pada titik-titik tertentu.
Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas hambat bakteriosin yang dihasilkan
akibat dari pengaruh perlakuan kombinasi dari pH dan suhu. Hasil yang didapat
menunjukkan karakter dari bakteriosin yang berasal dari BAL SCG 1223.
Pada karakterisasi ini digunakan tiga faktor perlakuan, yaitu pengaruh suhu,
pH dan penyimpanan. Perlakuan tersebut diberikan masing-masing lima titik
perlakuan, antara lain pH 2, 4, 7, 10 dan 12 untuk perlakuan pH dan 4, 27, 55, 80,
dan 100oC untuk perlakuan suhu. Pada penelitian terhadap karakteristik BAL SCG
1223 ini dilakukan pengkombinasian perlakuan antara pH dan suhu, sehingga
didapatkan 25 titik pengamatan sedangkan pada faktor penyimpanan, pengamatan
aktivitas hambat bakteriosin dilakukan pada penyimpanan hari ke-1, hari ke-7,
20
Gambar. 1 Diagram Alir Proses Produksi Bakteriosin dari BAL SCG 123
21
Gambar. 2 Diagram AlirProses Karakterisasi Bakteriosin dari BAL SCG 1223
(Suarsana, 2003)
2) Enkapsulasi Bakteriosin dari BAL SCG 123
(a)Formulasi Pengkapsul dan Produksi Serbuk Bakteriosin
Bakteriosin cair merupakan bahan inti yang akan dikapsulkan pada proses
produksi serbuk bakteriosin. Proses ini menggunakan teknik pengkapsulan dengan
pengering semprot (spray dryer Lab Plant SD-05) dengan menggunakan bahan pengkapsul antara lain maltodekstrin dan kombinasi antara maltodekstrin dengan
22
Bahan pengkapsulasi (50 gram atau 20% (b/b)) maltodekstrin dan skim milk
dalam perbandingan tertentu (A1 (1:0), A2 (1:5) dan A3(1:2)) dilarutkan dalam
akuades 190 gram (B1) dan 180 gram (B2). Setelah larut campuran
dihomogenisasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 30 menit lalu disimpan di
ruang pendingin selama 12-24 jam penyimpanan. Bakteriosin sebanyak 10 gram
(B1) dan 20 gram (B2) ditambahkan kedalam campuran dan di homogenisasi
selama 15 menit dengan kecepatan yang sama. Campuran dikeringkan dengan
spray dryer dengan suhu masukan 150oC (C1) dan 170oC (C2) serta laju alir umpan sebesar 20 ml/menit. Diagram alir proses produksi dapat dilihat pada
Gambar 3.
(b)Rancangan Percobaan
Perlakuan yang diberikan adalah perlakuan formulasi pengkapsul sebagai
faktor A yang terdiri atas maltodekstrin, skim milk serta kombinasi dari keduanya.
sedangkan komposisi bakteriosin yang dikapsulkan sebagai faktor B yang
menggunakan sebanyak 20% dan 40% bakteriosin dalam formulasi. Suhu
Masukan feed proses pengeringan sebagai faktor C yang menggunakan dua suhu masukan yaitu 150oC dan 170oC. Berikut keterangan mengenai perlakuan yang
digunakan dalam penelitian ini :
A1 = Maltodekstrin
A2 = Maltodekstrin : skim milk (83,33% :16,67%) A3 = Maltodekstrin : skim milk (66,73% : 33,33%) B1 = Bakteriosin 20%
B2 = Bakteriosin 40%
C1 = T masukan 150oC
C2 = T masukan 170oC
Model perancangan penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Faktorial
dengan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri atas 3 faktor dengan 2 kali
pengulangan. Model matematika yang digunakan adalah (Gaspersz, 1994)
Yijkl = µ + αi + j + k + (α )ij + (α)ik + ( )jk + (α )ijk + εijkl
Dimana :
Yijkl = nilai pengamatan yang memperoleh taraf ke-i dari faktor α, taraf ke-j
23 µ = nilai rata-rata aktivitas hambat
αi = pengaruh dari taraf ke-i faktor α (bahan pengkapsul)
j = pengaruh dari taraf ke-j faktor (persentase bakteriosin)
k = pengaruh dari taraf ke-k faktor (T masukan pengeringan)
(α )ij = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor α dan taraf ke-j faktor
(α)ik = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor α dan taraf ke-k faktor
( )jk = pengaruh interaksi taraf ke-j faktor dan taraf ke-k faktor
(α )ijk = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor α, taraf ke-j faktor dan taraf ke-k faktor
εijkl = pengaruh galat percobaan pada ulangan ke-l yang memperoleh taraf ke-i faktor α, taraf
ke-j faktor dan taraf ke-k faktor
Dengan tujuh kombinasi Hipotesis yang diajukan sebagai berikut :
Ho = α1 = α2 = α3 =0, tidak ada pengaruh interaksi faktor α terhadap respons yang diamati.
H1 = minimal ada satu α1 = α2 = α3 ≠ 0, dimana terdapat pengaruh interaksi faktor α terhadap
respons yang diamati
Ho = 1 = 2 = 0, tidak ada pengaruh interaksi antara faktor terhadap respons yang diamati.
H1 = minimal ada satu 1 = 2 ≠ 0, dimana terdapat pengaruh interaksi faktor terhadap respons
yang diamati
Ho = 1 = 2 = 0, tidak ada pengaruh interaksi antara faktor terhadap respons yang diamati.
H1 = minimal ada satu 1 = 2 ≠ 0, dimana terdapat pengaruh interaksi faktor terhadap respons
yang diamati
Ho = (α)ij = 0, tidak ada pengaruh interaksi antara faktor terhadap respons yang diamati.
H1 = minimal ada satu (α )ij ≠ 0, dimana terdapat pengaruh interaksi terhadap respons yang
diamati
Ho = (α)ik =0, tidak ada pengaruh interaksi antara faktor α dan terhadap respons yang diamati.
H1 = minimal ada satu (α)ik≠ 0, dimana terdapat pengaruh interaksi faktor α dan terhadap
respons yang diamati.
Ho = ( )jk =0, tidak ada pengaruh interaksi antara faktor dan terhadap respons yang diamati.
H1 = minimal ada satu ( )jk≠ 0, dimana terdapat pengaruh interaksi faktor dan terhadap
respons yang diamati.
Ho = (α )ijk =0, tidak ada pengaruh interaksi antara faktor α, , dan terhadap respons yang
24
H1 =minimal ada satu (α )ijk≠ 0, dimana terdapat pengaruh interaksi faktor α, dan terhadap
[image:49.612.133.521.135.658.2]respons yang diamati.
25
(c) Pengujian Serbuk Bakteriosin dari BAL SCG 1223
Serbuk bakteriosin dari BAL SCG 1223 selanjutnya di uji aktivitas
hambatnya terhadap bakteri indikator Escherichia coli, Salmonella thypimurium
dan Listeria monocytogenes dengan kontrol cairan bakteriosin dalam konsentrasi yang sama. Tahapan pengujian aktivitas hambat dapat dilihat pada Gambar. 4.
Selain pengujian terhadap aktivitas hambat, dilakukan pula pengujian terhadap
kadar air bahan dan konsentrasi kelarutan serbuk bakteriosin dalam larutan.
Prosedur analisa penentuan kadar air dan kelarutan bahan dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Jumlah bakteriosin yang digunakan dalam uji aktivitas hambat sebanyak
50µl dengan konsentrasi bakteriosin padat di dalamnya sebesar 0.00049 gram
(w/w). Untuk mendapatkan bakteriosin dengan konsentrasi 0.00049 dilakukan
dengan melarutkan 1 gram serbuk bakteriosin 40 % dengan 2,2 gram (2,2 ml)
akuades steril. Serbuk bakteriosin dengan konsentrasi 20 % dapat langsung
diujikan dengan membubuhkan serbuk bakteriosin sebanyak 0,045 gram/sumur. 9
µl bakteriosin cair / sumur digunakan sebagai larutan pembanding, sedangkan
sebagai kontrol digunakan cawan dengan MeU steril yang kemudian digunakan
sebagai kontrol zona penghambatan.
Satu gram nisin murni memiliki aktivitas hambat sebesar 106 IU
(International Units). International Units untuk aktivitas nisin dapat diartikan
sebagai banyaknya nisin yang dip