• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENDALIAN PERSEDIAAN SUKU CADANG PESAWAT TERBANG DENGAN PENDEKATAN MODEL CONTINUOUS REVIEW

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGENDALIAN PERSEDIAAN SUKU CADANG PESAWAT TERBANG DENGAN PENDEKATAN MODEL CONTINUOUS REVIEW"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGENDALIAN PERSEDIAAN SUKU CADANG PESAWAT

TERBANG DENGAN PENDEKATAN MODEL CONTINUOUS

REVIEW

Skripsi

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

RANIDYA TRI YULIANI MUHBIANTIE NIM. I 1307018

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

(2)

commit to user vi

ABSTRAK

Ranidya Tri Yuliani Muhbiantie, NIM : I1307018, PENGENDALIAN PERSEDIAAN SUKU CADANG PESAWAT TERBANG DENGAN PENDEKATAN MODEL CONTINUOUS REVIEW. Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Oktober 2011.

PT. Garuda Maintenance Facility Aero Asia (PT. GMF AA) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan perawatan dan perbaikan pesawat terbang. PT. GMF AA mengelompokkan suku cadang menjadi 3 jenis, yaitu rotable, repairable, dan consumable. PT. GMF AA mempunyai permasalahan kekurangan dan kelebihan persediaan suku cadang pada jenis consumable. Bila kondisi persediaan seperti ini terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan meningkatnya total biaya persediaan. Oleh karena itu, penelitian ini membahas mengenai perbaikan pengendalian persediaan suku cadang jenis consumable.

Tahap penelitian ini diawali dengan pengelompokan suku cadang menggunakan metode ABC. Kemudian dilakukan penentuan tingkat persediaan yang meliputi ukuran lot pemesanan optimal (Q) dan titik pemesanan ulang (ROP) dengan menggunakan model Continuous Review. Tahap akhir dari penelitian ini adalah melakukan perbandingan total biaya pesediaan antara model Continuous Review dengan model kebijakan perusahaan. Adapun penentuan total biaya persediaan yang sesuai dengan model kebijakan perusahaan dilakukan dengan Simulasi Montecarlo.

Penelitian ini menghasilkan ukuran lot pemesanan (Q) dan titik pemesanan ulang (ROP) yang optimal, sehingga dapat meminimalkan total biaya persediaan. Hasil perbandingan total biaya pesediaan antara model Continuous Review dengan model kebijakan perusahaan mengindikasikan adanya penghematan total biaya pesediaan yang cukup signifikan sebesar 65 %.

Kata kunci : suku cadang, model Continuous Review, Simulasi Montecarlo,

ukuran lot pemesanan optimal (Q), titik pemesanan ulang (ROP)

xix + 96 halaman; 9 gambar; 23 tabel; 5 lampiran Daftar pustaka : 7 (1994-2010)

(3)

commit to user vii

ABSTRACT

Ranidya Tri Yuliani Muhbiantie, NIM: I1307018, CONTROLLING AIRCRAFT SPARE PART USING CONTINUOUS REVIEW MODEL, Thesis. Surakarta: Industrial Engineering, Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, October 2011.

Garuda Maintenance Facility AeroAsia Ltd.(PT GMF AA) is a company engaged in the field of an aircraft-maintenance and repairing services. GMF AA Ltd. classifies the aircraft spare parts into three groups namely rotable, repairable, and consumables. GMF AA Ltd. has a problem of having an excessive inventory and shortage of the consumable spare part. If this problem is not solved, it can increase the total inventory cost. Therefore, this study discusses the improvement of the inventory control of the consumable spare parts.

The study begins classifying spare part with ABC classification system. Then, the continuous review inventory model is used to determine the optimum order quantity and reorder point based on minimizing total inventory cost. Finally, the results of proposed model is compared with the corporate policy model. Montecarlo simulation is used to determine the corporate inventory cost.

This study results optimum order quantity and reorder point that can minimizes the total inventory cost. In comparison with corporate policy model, the proposed model gives a significant saving of total inventory cost for about 65 percent.

Keywords : spare parts, Continuous Review Model, Montecarlo Simulation,

order quantity (Q), reorder point (ROP)

xix + 96 pages; 9 figures; 23 tables; 5 appendixes Bibliography : 7 (1994-2010)

(4)

commit to user x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR VALIDASI... SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH... SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PERSAMAAN... i ii iii iv v vi viii ix x xiii xiv xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... I - 1 1.2 Perumusan Masalah... I - 5 1.3 Tujuan Penelitian...I - 5 1.4 Manfaat Penelitian... I - 5 1.5 Batasan Masalah... I - 6 1.6 Asumsi Penelitian... I - 6 1.7 Sistematika Penulisan... I - 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil Perusahaan...II - 1 2.2 Persediaan...

2.2.1 Definisi Persediaan... 2.2.2 Biaya Dalam Sistem Persediaan... 2.2.3 Suku Cadang... II - 4 II - 4 II - 6 II - 7 2.3 2.4

Manajemen Persediaan Suku Cadang Perusahaan... Metode-Metode Dalam Pengendalian Persediaan...

II - 8 II - 8

(5)

commit to user

xi

2.4.1 Metode Continuous Review... 2.4.2 Klasifikasi ABC... 2.4.3 Penelitian Sebelumnya yang Relevan...

II-9 II-15

II -16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian... III – 1 3.2 Penjelasan Langkah-Langkah Metodologi Penelitian... III -3

3.2.1 Tahap Identifikasi Masalah... 3.2.2 Pengklasifikasian Spare Part Berdasarkan Metode Klasi-fikasi ABC... 3.2.3 Perhitungan Rata-Rata Permintaan, Standar Deviasi, Hol ding Cost, Ordering Cost, dan Shortage Cost... 3.2.4 Penentuan Total Biaya Persediaan Spare Part Berdasar- kan Kebijakan Usulan Menggunakan Metode Continuo- us review... 3.2.5 Penentuan Total Biaya Persediaan Spare Part Berdasar- kan Kebijakan Perusahaan Menggunakan Simulasi tecarlo... 3.2.7 Analisis Hasil... 3.2.8 Kesimpulan dan Saran...

III – 3 III- 5 III -6 III – 8 III -10 III -12 III -13

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Pengumpulan Data... 4.1.1 Data Permintaan Suku Cadang... 4.1.2 Data Harga Suku Cadang Tahun 2010... 4.1.3 Data Lead Time Pemesanan Tiap Suku Cadang... 4.1.4 Shortage Cost... IV - 1 IV - 1 IV - 2 IV - 4 IV - 6 4.2 Pengolahan Data...

4.2.1 Pengelompokan Suku Cadang Berdasarkan Metode ABC 4.2.2 Perhitungan Rata-Rata Permintaan, Standar Deviasi, Holding Cost, Ordering Cost, dan Shortage Cost... 4.2.3 Penentuan Jumlah Pemesanan (Q) dan Reorder Point (ROP) ...

IV - 7 IV - 7

IV - 10

(6)

commit to user

xii

4.3 4.2.4 Penentuan Total Biaya Persediaan Suku Cadang Berdasar kan Kebijakan Usulan... 4.2.5 Penentuan Total Biaya Persediaan Spare Part Berdasar- kan Kebijakan Perusahaan Dengan Simulasi Montecarlo 4.2.6 Perbandingan Metode Continuous Review Dengan Meto de Simulasi Montecarlo...

IV - 19

IV - 20

IV - 32

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

5.1 Perbandingan Prosentase Kelas Suku Cadang Berdasarkan Metode Klasifikasi ABC...

V - 1 5.2 Analisis Perbandingan Total Biaya Persediaan Berdasarkan

Kebijakan Usulan Dengan Total Biaya Persediaan Berdasarkan Kebijakan Perusahaan... V - 2 5.3 Analisis Tingkat Pelayanan Terhadap Total Biaya Persediaan

Suku Cadang... V - 5 5.4 Analisis Jumlah Backorder Dalam Model Usulan... V - 7 5.5 Analisis Biaya Simpan... V - 9 5.6 Analisis Perubahan Rata-Rata Permintaan... V - 10

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan...VI - 1 6.2 Saran...VI - 1

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(7)

commit to user

I-1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan beberapa hal pokok mengenai penelitian ini, yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika pembahasan.

1.1 LATAR BELAKANG

Manajemen persediaan suatu perusahaan sangat berpengaruh terhadap besarnya ongkos peresediaan, diantaranya meliputi ongkos pembelian, ongkos pemesanan, ongkos simpan, serta ongkos kekurangan, sehingga apabila terjadi kesalahan dalam mengelola persediaan dapat menyebabkan kerugian pada perusahaan. Persediaan yang terlalu banyak akan menimbulkan biaya modal (cost of capital) yang besar pada ongkos penyimpanan, karena jika terjadi penumpukan barang di gudang maka terjadi penumpukan modal. Namun, jika terjadi kekurangan persediaan maka akan menimbulkan kerugian (opportunity cost) karena proses produksi menjadi terhenti dan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan menjadi hilang, akibat dari keadaan ini adalah beralihnya konsumen ke perusahaan lain, hal ini merupakan kerugian yang tak ternilai (Bahagia, 2006). Kedua kondisi tersebut memiliki konsekuensi ongkos yang besar. Oleh karena itu diperlukan manajemen persediaan yang tepat untuk mengkondisikan suatu perusahaan agar memiliki tingkat pelayanan terbaik dengan ongkos yang serendah mungkin.

PT. Garuda Maintenance Facility Aero Asia merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa perawatan pesawat yang biasa dikenal dengan MRO (Maintenance, Repair, dan Overhaul). Maintenance merupakan aktivitas perawatan pesawat yang meliputi line maintenance, base maintenance, maupun engine maintenance. Repair merupakan perbaikan yang dilakukan apabila terjadi kerusakan pada komponen maupun mesin pesawat. Overhaul merupakan pemeriksaan dan perbaikan besar (major repair) dari suatu objek yang dapat meliputi mesinnya saja ataupun komponennya saja.

Dalam bisnis jasa perawatan pesawat di PT. Garuda Maintenance Facility, komponen utama yang digunakan dalam proses perawatan pesawat adalah suku

(8)

commit to user

I-2

cadang. Suku cadang yang dimiliki oleh perusahaan terbagi menjadi tiga jenis, yakni rotable, repairable, dan consumable. Rotable material merupakan material yang dapat dirotasikan antar pesawat, dapat diperbaiki, dan harganya relatif paling mahal dibandingkan dengan material lain. Repairable material yaitu material yang memiliki sifat hampir sama dengan rotable material namun harganya masih lebih murah dari rotable material. Kemudian consumable material merupakan material yang habis pakai atau sekali pakai. Jumlah jenis suku cadang untuk masing-masing kelas dapat mencapai lebih dari 700 jenis item. Oleh sebab itu untuk mengelola sedemikian banyak suku cadang, pihak perusahaan harus mempunyai manajemen persediaan suku cadang yang baik agar tidak mengganggu proses perawatan, perbaikan, maupun pemeriksaan rutin yang dilakukan pada pesawat.

Dari ketiga jenis suku cadang yang dimiliki oleh PT. Garuda Maintenance Facility Aero Asia tersebut, yang menjadi objek amatan dalam penelitian ini yaitu consumable material. Suku cadang consumable merupakan suku cadang yang bersifat habis pakai sehingga memerlukan stock untuk memenuhi permintaan pihak maintenance, sedangkan pada suku cadang jenis rotable dan repairable merupakan stock yang dapat diperbaiki atau dipakai ulang. Hal ini menyebabkan suku cadang jenis rotable dan repairable memerlukan stock yang lebih sedikit dibandingkan dengan suku cadang consumable. Selain itu, suku cadang consumable memiliki frekuensi permintaan yang tinggi, sehingga ketika terjadi kekurangan stock maka customer harus menunggu karena memiliki lead time yang lama untuk pengadaan suku cadang. Permasalahan stock out dan over stock juga terjadi pada suku cadang consumable selama pengamatan di PT. Garuda Maintenance Facility pada 1 Maret 2011 hingga 30 Maret 2011.

Kekurangan stock (stock out) yang terjadi pada suku cadang consumable, merupakan suatu kondisi dimana stock suku cadang yang ada di gudang saat itu tidak dapat memenuhi permintaan dari pihak maintenance ketika melakukan overhaul pada pesawat base maintenance. Beberapa contoh kasus dari part number yang mengalami hal tersebut yaitu part number 337-541-9205 memiliki jumlah permintaan sebanyak 40 unit sedangkan jumlah persediaan di gudang hanya 9 unit, part number 3101768-1 memiliki jumlah permintaan sebanyak 121

(9)

commit to user

I-3

unit sedangkan jumlah persediaan di gudang hanya 5 unit, kemudian pada part number BACB30FQ6A8 memiliki jumlah permintaan sebanyak 285 unit sedangkan jumlah persediaan di gudang hanya 19 unit. Hal tersebut dapat menggambarkan bahwa kondisi persediaan yang ada di gudang tidak dapat memenuhi suku cadang sesuai permintaan yang dibutuhkan. Konsekuensinya, pihak perusahaan penerbangan mengalami kerugian karena ada pesawatnya yang tidak dapat beroperasi. Sementara pihak Garuda Maintenance Facility akan mengalami kerugian berupa membengkaknya biaya total persediaan dan berkurangnya tingkat kepercayaan dimata customer karena dinilai memiliki tingkat pelayanan yang rendah terhadap customer.

Selain terjadinya stock out tersebut, pada suku cadang consumable juga sering terjadi over stock. Over stock merupakan suatu kondisi dimana stock suku cadang yang ada di gudang saat itu mengalami kelebihan persediaan. Berikut ini merupakan contoh beberapa part number yang mengalami hal tersebut yaitu part number NAS1919M05S03AU pada bulan tersebut tidak memiliki permintaan, namun jumlah persediaan yang ada di gudang saat itu sebanyak 60 unit, part number NAS1169C8L pada bulan tersebut tidak memiliki permintaan, namun jumlah persediaan yang ada di gudang saat itu sebanyak 148 unit, kemudian pada part number HL720PN5-6 pada bulan tersebut juga tidak memiliki permintaan, namun jumlah persediaan yang ada di gudang saat itu sebanyak 25 unit. Dari uraian contoh kasus tersebut dapat terlihat bahwa kondisi stock yang ada di gudang pada saat itu memiliki suku cadang yang terlampau berlebih dibandingkan dengan jumlah permintaan yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh kesalahan dari pihak manajemen persediaan suku cadang dimana tidak memperhatikan kebutuhan suku cadang yang akibatnya sering melakukan pembelian suku cadang terlampau banyak sehingga jumlah persediaan suku cadang di gudang melebihi jumlah permintaan.

PT. Garuda Maintenance Facility merupakan suatu perusahaan yang memiliki ratusan jenis dan jumlah suku cadang. Dalam menghadapi permasalahan pengelolaan sistem peresediaan yang memiliki banyak jenis dan jumlah suku cadang ini perlu dilakukan pemilahan, sebab sebagaimana diketahui tidak semua barang mempunyai tingkat kepentingan dan penggunaan yang sama (Bahagia,

(10)

commit to user

I-4

2006). Cara pemilahan yang lazim adalah berdasarkan tingkat kepentingannya, sehingga barang yang termasuk penting akan mendapat perhatian lebih dan dikendalikan secara intensif dibandingkan barang yang tidak penting (Bahagia, 2006). Metode yang dapat digunakan adalah metode Analisa ABC, dimana merupakan suatu metode klasifikasi yang mengelompokan barang berdasarkan tingkat kepentingan dari suatu item, terbagi menjadi tiga kelas yaitu kelas A (sangat penting), kelas B (penting), dan kelas C (kurang penting) (Chu, 2008).

Kelompok suku cadang yang diamati dalam penelitian ini adalah suku cadang yang termasuk dalam kelas A (sangat penting). Kriteria suku cadang yang masuk pada kelas A adalah suku cadang yang memiliki harga yang mahal dan permintaan yang tinggi, maka kelas A menjadi penting untuk diteliti karena perusahaan akan mengeluarkan modal paling besar jika terjadi permasalahan dalam pengendalian suku cadang kelas A.

Pada penelitian (Chu, 2008) mengatakan bahwa setiap suku cadang yang telah diklasifikasi menjadi tiga kelompok yaitu A (sangat penting), B (penting), dan C (kurang penting), memiliki metode pengendalian persediaan suku cadang yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat kepentingannya masing-masing. Pada kelas A, metode pengendalian persediaan yang digunakan yaitu metode continuous review. Hal ini disebabkan suku cadang kelas A tergolong kelompok sangat penting dimana memiliki pengaruh besar terhadap modal yang dikeluarkan perusahaan apabila terjadi masalah mengenai ketersediaan suku cadang sehingga membutuhkan pengamatan lebih rutin. Kemudian pada kelas B, metode pengendalian yang digunakan yaitu metode periodic review. Hal ini disebabkan pada suku cadang kelas B tidak sepenting kelas A yang memerlukan pengamatan sangat rutin, maka cukup diamati secara periodik atau dalam interval waktu tertentu. Sedangkan pada kelas C, metode pengendalian yang digunakan yaitu metode two bins system, yaitu menggunakan dua lokasi penyimpanan untuk stock item yang sama. Hal ini disebabkan suku cadang kelas C tergolong kurang penting sehingga tidak memerlukan pengamatan secara rutin seperti pada suku cadang kelas A dan kelas B.

Mengacu penelitian (Chu, 2008) tersebut, pada penelitian ini dilakukan klasifikasi suku cadang dengan menggunakan metode klasifikasi ABC, kemudian

(11)

commit to user

I-5

dari hasil klasifikasi ABC, untuk mengatasi permasalahan pengendalian persediaan pada suku cadang kelas A (sangat penting) dilakukan dengan metode continuous review.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka perumusan pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana menentukan tingkat persediaan suku cadang pesawat B737 di PT. Garuda Maintenance Facility Aero Asia sehingga dapat meminimalkan total biaya persediaan.

2. Bagaimana melakukan perbandingan hasil perbaikan pengendalian persediaan dengan pengendalian persediaan di PT. Garuda Maintenance Facility.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Menentukan klasifikasi suku cadang dengan metode analisis ABC.

2. Menentukan jumlah pemesanan yang dapat meminimalkan total biaya persediaan

3. Menentukan titik pemesanan ulang atau reorder point yang dapat meminimalkan total biaya persediaan.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Agar memenuhi suatu unsur manfaat maka perlu ditentukan terlebih dahulu manfaat yang akan didapatkan dari suatu penelitian. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Meminimalkan total biaya persediaan suku cadang pesawat. 2. Menjamin ketersediaan suku cadang persawat saat dibutuhkan.

3. Meminimalkan terjadinya pemberhentian proses saat melakukan perawatan pesawat yang disebabkan kurangnya suku cadang pesawat yang dibutuhkan.

(12)

commit to user

I-6

1.5 BATASAN MASALAH

Batasan masalah dari penelitian ini antara lain:

1. Material atau suku cadang pesawat yang diamati adalah material tipe consumable untuk pesawat B737 yang ada di gudang peresediaan PT. Garuda Maintenance Facility Aero Asia.

2. Data permintaan suku cadang pesawat adalah data permintaan dalam kurun waktu 2001 hingga 2010.

3. Suku cadang pesawat yang diteliti sebanyak 60 jenis berdasarkan pada banyaknya permintaan dan sifatnya kontinyu dari tahun ke tahun.

4. Penentuan tingkat persediaan hanya dilakukan pada suku cadang pesawat yang masuk pada kelas A.

1.6 ASUMSI PENELITIAN

Asumsi-asumsi masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Permintaan suku cadang pesawat berdistribusi normal.

2. Suku cadang pesawat yang dipesan datang dengan jumlah sesuai pesanan dan dalam keadaan baik.

3. Harga suku cadang pesawat yang digunakan dalam penelitian merupakan harga pada tahun 2010.

4. Lead time diasumsikan tetap sesuai dengan data pada tahun 2010.

1.7 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dibuat agar dapat memudahkan pembahasan penyelesaian masalah dalam penelitian ini. Penjelasan mengenai sistematika penulisan, sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah mengapa masalah ini diangkat menjadi topik penelitian, perumusan masalah yang akan diselesaikan, batasan dan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai, manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini, dan sistematika penulisan yang menjabarkan kerangka penulisan dari penelitian ini.

(13)

commit to user

I-7

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjabarkan teori–teori yang yang menjadi landasan penulis sebagai penunjang penelitian untuk pemecahan masalah dan pembuatan laporan tugas akhir. Landasan teori tersebut bertujuan sebagai sarana untuk mempermudah pembaca dalam memahami konsep yang digunakan dalam penelitian. Teori–teori yang digunakan pada penelitian tugas akhir bersumber dari berbagai buku, penelitian– penelitian sebelumnya, dan jurnal serta artikel terkait. Selain itu juga dipaparkan tentang metode atau pendekatan yang berkaitan dengan penelitian.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menjelaskan mengenai langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian tugas akhir. Didalamnya dibahas mengenai tahapantahapan yang dilakukan penulis dalam pemecahan masalah, mulai dari identifikasi masalah, pengumpulan dan pengolahan data, analisa dan interpretasi data, serta kesimpulan dan saran.

BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini berisi pengumpulan data yang diperoleh dari perusahaan yang kemudian disusun secara sistematis. Selain itu menjelaskan mengenai pengolahan data yang dilakukan dengan metode-metode yang telah ditetapkan sebelumnya dan kemudian menyajikan hasil pengolahan data tersebut.

BAB V : ANALISIS HASIL

Bab ini menjelaskan mengenai analisa dan pembahasan dari pengolahan data yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya.

BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi penarikan kesimpulan dari pengolahan data yang dilakukan dan pengusulan saran kepada perusahaan serta untuk kemajuan penelitian selanjutnya.

(14)

commit to user

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan mencakup profil perusahaan dan dasar teori yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian tugas akhir ini. Tinjauan pustaka yang dilakukan pada penelitian tugas akhir ini meliputi, pengklasifikasian suku cadang kombinasi ABC dan model persediaan suku cadang dengan menggunakan metode continuous review.

2.1 PROFIL PERUSAHAAN

PT. Garuda Maitenance Facilities Aero Asia atau biasa disingkat PT. GMF AA merupakan salah satu perusahaan MRO (Maintenance, Repair, dan Overhaul) dimana adalah perusahaan jasa perawatan pesawat yang terbesar di Indonesia. PT. GMF AA adalah anak perusahaan dari PT. Garuda Indonesia, yang dahulunya bernama Garuda Maintenance Facility Support Center yang berdiri pada tahun 1984. Dalam upaya untuk meningkatkan kemampuannya, pada tahun 1996 GMF berubah menjadi Unit Bisnis Strategi (SBU) dengan nama SBU-GMF dan mulai melayani operator pihak ketiga. Pada tahun 2002, GMF berubah dari SBU-GMF menjadi perusahaan sendiri yaitu PT. GMF AA yang terpisah dari PT. Garuda Indonesia. Dengan ini PT. GMF AA memiliki badan hukum sendiri sehingga dapat membuat kebijakan sendiri tanpa harus bersandar oleh kebijakan-kebijakan PT. Garuda Indonesia. PT. GMF AA sendiri terletak di kompleks Bandara Internasional Soekarno-Hatta dengan luas lahan sebesar 115 hektar.

Berikut adalah visi dan misi PT. GMF AA:

Visi PT. GMF AA:

Dalam mewujudkan visinya, PT. GMF Aero Asia membagi visi ke dalam tiga tahap selama 15 tahun (2003-2018), yang dikenal dengan ‘Global Challenge’, sebagai berikut:

· Tahap pertama (2003-2007) : “Membangun fondasi GMF untuk dominasi di regional” (building a foundation for regional dominance).

· Tahap kedua (2008-2012) : “GMF menjadi MRO kelas dunia pilihan customer choice)

· Tahap ketiga (2013-2018) : “GMF menjadi pemain dominan di pasar dunia” (Dominant player in the world market).

(15)

commit to user

II-2

Misi PT. GMF AA

Dalam mencapai visi yang telah ditetapkan PT. GMF Aero Asia mempunyai misi dengan menyediakan solusi perawatan, reparasi, dan overhaul yang teritegrasikan dan handal untuk keselamatan ruang udara dan menjamin kualitas hidup umat manusia (to provide integrated and reliable maintenance, repair, and overhaul solutions for a safety sky and secured quality of life of mankind).

PT. GMF AA memiliki beberapa unit yang terlibat dalam kegiatan perawatan pesawat. Yakni, line maintenance, base maintenance, trade and asset management, engine maintenance, component maintenance, dan lain-lain. Masing-masing unit memiliki peran dan fungsi yang berbeda. Untuk lebih mengetahui mengenai unit yang ada di PT. GMF AA dapat dilihat pada Gambar 2.1 yang menjelaskan mengenai struktur organisasi berikut ini.

Gambar 2.1 Struktur organisasi PT. GMF Aero Asia

Sumber: PT.GMF AA, 2011

PRESIDENT & CEO

DEPUTY PRESIDENT & COO

EVP BASE OPERATION EVP LINE OPERATION FINANCE DIRECTOR &

CFO

COORPORATE FINANCE

HUMAN RESOURCE MANAGEMENT

PASE MAINTENANCE LINE MAINTENANCE

COMPONENT

MAINTENANCE ENGINEERING SERVICE

TRADE & ASSET MANAGEMENT COORPORATE

SECRETARY

SALES AND MARKETING

COORPORATE PALNNING AND DEVELOPMENT

QUALITY ASSURANCE AND SAFETY

INTERNAL AUDIT AND CONTROL

BOARD OF MANAGEMENT

(16)

commit to user

II-3

PT. Garuda Maintenance Facility memiliki GA material service atau unit TMP. Dalam divisi ini dilakukan perencanaan dan pembelian material terkait material yang dimiliki oleh Garuda khususnya untuk menunjang line maintenance. Unit TMP dibagi menjadi 2 bagian yaitu spare control center dan line replenishment. Bagian spare control line memiliki suatu tim dinamakan suatu tim yang dinamakan Aircraft On Ground (AOG) desk. Tim ini bekerja selama 24 jam. Mereka yang mengusahakan agar pesawat tidak berada dalam keadaan AOG yaitu keadaan dimana pesawat yang seharusnya terbang, menjadi gagal terbang karena dinyatakan tidak layak. Kebanyakan hal ini disebabkan karena masalah teknis seperti ketidaktersediaan suku cadang ketika pesawat membutuhkan penggantian komponen serviceable. Masalah AOG ini biasanya terjadi karena adanya temuan kerusakan baru dimana sebelumnya belum pernah dilakukan pengadaan untuk material tersebut. Untuk mengatasi permasalahan AOG tersebut biasanya pemenuhan kebutuhan pesawat akan komponen dan atau material dilakukan dengan cara kanibalisme (memakan komponen pesawat lain yang sejenis) atau pengadaan material secara khusus (secara cepat). Line replenishment berfungsi dalam perencanaan dan pengadaan material consumable pesawat garuda khususnya untuk kebutuhan kegiatan perawatan di line maintenance. Kegiatan perencanaan material dilakukan berdasarkan data historis pemakaian material, adanya engineering order, dan project- project tambahan. Perencanaan material biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan material selama 3 bulan. Berikut adalah gambaran bisnis proses unit TMP khususnya bagian line replenishment.

Gambar 2.2 Bisnis Proses Unit TMP PT. GMF Aero Asia

(17)

commit to user

II-4

2.2 PERSEDIAAN 2.2.1 Definisi Persediaan

Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan dan akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, serta untuk suku cadang dan suatu peralatan atau mesin (Herjanto, 1999). Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam proses, barang jadi, ataupun suku cadang.

Persediaan merupakan suatu hal yang tak terhindarkan. Penyebab timbulnya persediaan sebagai berikut:

1) Mekanisme pemenuhan atas permintaan. Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat terpenuhi seketika bila barang tersebut tidak tersedia sebelumnya. Untuk menyiapkan barang tersebut, diperlukan waktu untuk pembuatan dan pengiriman, maka adanya persediaan merupakan hal yang sulit dihindarkan.

2) Keinginan untuk meredam ketidakpastian. Ketidakpastian terjadi akibat permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun kedatangan, waktu pembuatan yang tidak cenderung konstan antara satu produk dengan produk berikutnya, waktu tenggang (lead time) yang cenderung tidak pasti karena banyak faktor yang tidak dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat diredam dengan mengadakan persediaan.

3) Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga di masa mendatang.

Sedangkan menurut Pujawan (2005), jumlah uang yang tertanam dalam bentuk persediaan biasanya sangat besar sehingga persediaan merupakan aset terpenting dalam supply chain. Banyak perusahaan yang memiliki nilai persediaan melebihi 25% dari nilai keseluruhan aset yang dimiliki. Pujawan (2005) mengklasifikasikan persediaan menjadi 3 kelompok antara lain:

1) Berdasarkan bentuknya, persediaan dapat diklasifikasikan menjadi bahan baku (raw material), barang setengah jadi (work in progress), dan produk jadi. Klasifikasi ini hanya berlaku pada konteks perusahaan manufaktur. 2) Berdasarkan fungsinya, persediaan dapat diklasifikasikan menjadi:

(18)

commit to user

II-5

Persediaan ini muncul karena lead time pengiriman dari satu tempat ke tempat lain. Persediaan ini akan banyak kalau jarak dan waktu pengiriman panjang. Persediaan jenis ini bisa dikurangi dengan mempercepat pengiriman misalnya mengubah alat transportasi atau dengan mencari pemasok yang lokasinya lebih dekat (tentunya dengan mempertimbangkan konsekuensi lain seperti ongkos kirim, harga, dan kualitas).

b) Cycle Stock

Persediaan ini punya siklus tertentu. Pada saat pengiriman jumlahnya banyak, kemudian sedikit demi sedikit berkurang akibat dipakai atau dijual sampai akhirnya habis atau hampir habis kemudian mulai dengan siklus baru lagi.

c) Persediaan pengaman (Safety Stock)

Fungsinya adalah sebagai perlindungan terhadap ketidakpastian permintaan maupun pasokan. Perusahaan biasanya menyimpan lebih banyak dari kebutuhan yang diperkirakan selama satu periode tertentu agar kebutuhan lebih terpenuhi tanpa harus menunggu besar kecilnya persediaan pengamatan terkait dengan biaya persediaan dan service level.

d) Anticipation Stock

Persediaan yang dibutuhkan untuk mengantisipasi kenaikan permintaan akibat sifat musiman dari permintaan terhadap suatu produk. Pada hakekatnya mengantisipasi permintaan yang tidak pasti, namun perusahaan bisa memprediksi adanya kenaikan dalam jumlah yang significant (bukan sekedar pola acak).

3) Persediaan juga bisa diklasifikasikan berdasarkan sifat ketergantungan kebutuhan antara satu item dengan item lainnya, antara lain:

a) Dependent demand item

Item-item yang kebutuhannya tergantung pada kebutuhan item lain. Yang termasuk dalam item ini biasanya adalah komponen atau bahan baku yang akan digunakan untuk membuat produk jadi. Ketergantungan permintaan ini biasanya diwujudkan dalam bentuk Bill of Material (BOM). b) Independent demand item

(19)

commit to user

II-6

Item yang kebutuhannya tidak tergantung pada kebutuhan item lain. Produk jadi biasanya tergolong dalam item ini karena kebutuhan akan satu produk jadi tidak langsung mempengaruhi kebutuhan kebutuhan produk jadi yang lain.

Menurut Silver dkk (1998), ketika permintaan bersifat probabilistik, persediaan bisa dikelompokkan menjadi 4, yaitu:

1) On-hand stock

Merupakan persediaan yang dimiliki perusahaan yang secara fisik ada di gudang dan nilainya selalu positif.

2) Net stock

Net stock = (on-hand) – (backorder), persediaan ini bisa negatif ketika terjadi backorder.

3) Persediaan position

Disebut juga available stock. Inventory position = hand) + (on-order) – (back(on-order) – (commited)

4) Safety stock

Rata-rata tingkat net stock sebelum pembelian material berikutnya diterima.

2.2.2 Biaya Dalam Sistem Persediaan

Unsur biaya yang terdapat dalam persediaan dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu biaya pemesanan, biaya penyimpanan, dan biaya kekurangan persediaan.

1. Biaya pemesanan

Biaya pemesanan (ordering cost, set up cost, procurement cost) adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan part, sejak dari pemesanan sampai tersedianya barang di gudang. Biaya pemesanan ini meliputi biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengadakan pemesanan barang tersebut, yang dapat mencakup biaya administrasi dan penempatan order, biaya pemilihan vendor atau pemasok, biaya pengangkutan, biaya penerimaan dan biaya pemeriksaan barang. Biaya pemesanan tidak tergantung dari jumlah yang dipesan, tetapi tergantung dari berapa kali pesanan dilakukan.

(20)

commit to user

II-7 2. Biaya Penyimpanan

Biaya penyimpanan (carrying cost, holding cost) adalah biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya persediaan barang. Yang termasuk biaya ini antara lain biaya sewa gudang, biaya administrasi pergudangan, gaji pegawai gudang, biaya listrik, biaya modal yang tertanam dalam persediaan, biaya asuransi, ataupun biaya kerusakan, kehilangan atau penyusutan barang selama dalam penyimpanan. Biaya modal merupakan komponen biaya penyimpanan terbesar, baik itu berupa biaya bunga kalau modalnya berasal dari pinjaman maupun biaya oportunitas apabila modalnya milik sendiri. Biaya penyimpanan dapat dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu sebagai presentase dari nilai rata-rata persediaan per-tahun dan dalam bentuk rupiah per-tahun per-unit barang.

3. Biaya kekurangan persediaan

Biaya kekurangan persediaan (shortage cost, stock out cost) adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya barang pada waktu diperlukan. Biaya kekurangan persediaan ini pada dasarnya bukan biaya nyata (riil), melainkan berupa biaya kehilangan kesempatan. Termasuk dalam biaya ini, antara lain semua biaya kesempatan yang timbul karena terhentinya proses produksi sebagai akibat tidak adanya bahan yang diproses, biaya administrasi tambahan, biaya tertundanya penerimaan keuntungan, bahkan biaya kehilangan pelanggan.

2.2.3 Suku cadang

Suku cadang atau suku cadang merupakan alat-alat (dalam peralatan teknik) yang merupakan bagian dari mesin. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990). Suku cadang dapat dikategorikan menjadi:

a. Rotable Material

Merupakan material yang dapat dirotasikan antar pesawat, dapat diperbaiki, memiliki umur pakai (dalam flight hours), dan harganya relatif paling mahal dibandingkan material lain.

b. Repairable Material

Merupakan material yang sifatnya hampir sama dengan rotable material namun harganya masih dibawah rotable material.

(21)

commit to user

II-8 c. Consumable Material

Merupakan material yang habis pakai seperti baterai, pipa, dan lain-lain.

2.3 MANAJEMEN PERSEDIAAN SUKU CADANG PERUSAHAAN Manajemen persediaan yang ada di PT. GMF AA untuk material

consumable menggunakan metode minimum maksimum level, dimana apabila jumlah persediaan sudah mencapai batas reorder point (ROP), maka dilakukan pembelian kembali. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak berjalan demikian. Yang sering terjadi adalah pembelian dilakukan setelah mencapai batas minimum bahkan hingga nilai persediaan sama dengan nol.

Berdasarkan hasil wawancara dengan planner di unit material planning, pembelian material dilakukan untuk memenuhi kebutuhan material selama 3 bulan. Akan tetapi jika harga material naik, maka pembelian dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan material untuk satu bulan ke depan. Hal ini mengakibatkan biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan material semakin meningkat khususnya biaya pemesanan atau ordering cost karena harus melakukan pemesanan lebih sering.

Selain mengakibatkan pembengkakkan biaya pemesanan, nil stock juga menyebabkan shortage cost. Hal ini dapat dilihat dari jumlah material consumable untuk pesawat B737 di gudang yang tidak memiliki persediaan (nil stock) semakin meningkat dan menyebabkan stock out material. Hal tersebut mengakibatkan terhambatnya proses perawatan pesawat, dimana pesawat harus menunggu dan bahkan gagal terbang. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan melakukan pembelian material saat itu juga, yang nantinya akan menyebabkan biaya yang lebih besar (shortage cost).

2.4 METODE-METODE DALAM PENGENDALIAN PERSEDIAAN

Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai metode persediaan Continuous review dan Periodic Review. Continuous review merupakan metode persediaan dimana tingkat persediaan dimonitor secara terus-menerus, sehingga bila tingkat persediaan telah mencapai titik ROP (reorder point) pemesanan harus segera dilakukan. Sedangkan metode Periodic Review merupakan metode persediaan dimana tingkat persediaan dimonitor pada interval waktu yang tetap dan teratur.

(22)

commit to user

II-9

2.4.1 Metode Continuous review

Metode continuous review merupakan metode persediaan dimana tingkat persediaan dimonitor secara terus-menerus, sehingga bila tingkat persediaan telah mencapai titik ROP (reorder point) pemesanan harus segera dilakukan. ROP ditetapkan untuk setiap stock keeping unit sebagai ramalan permintaan selama waktu tunggu pengisian (panjang waktu tunggu untuk resupply dari wholesale, atau area warehouse ditambah stock pengaman). ROP dan stock pengaman ditentukan secara konvensional.

Pada dasarnya metode ROP merupakan suatu teknik pengisian kembali persediaan apabila total stock on-hand plus on-order jatuh atau berada dibawah titik pemesanan kembali. ROP merupakan metode persediaan yang menempatkan suatu pesanan untuk lot tertentu apabila kuantitas on-hand berkurang sampai tingkat yang ditentukan terlebih dahulu yang dikenal sebagai titik pemesanan kembali (ROP).

Asumsi yang digunakan dalam metode continuous review

a. Harga setiap unit tetap dan tidak dipengaruhi oleh ukuran pemesanan.

b. Reorder point (ROP) didasarkan pada persediaan bersih dan besarnya harus positif.

c. Biaya backorder independen terhadap lamanya waktu backorder.

d. Tidak pernah dilakukan pemesanan lebih dari satu kali selama pemesanan sebelumnya diterima.

e. Biaya sekali pesan adalah tetap dan independen terhadap ukuran pemesanan. f. Permintaan item adalah satu demi satu sehingga reorder point tidak pernah

terlampaui.

g. Sekali pengiriman dalam satu paket h. Supplier tidak membatasi ukuran pesanan

i. Warehouse space, ketersediaan modal, dan kapasitas supplier mencukupi kebutuhan.

(23)

commit to user

II-10

Gambar 2.3 Situasi Persediaan dalam sistem continuous review

Sumber : Silver et al, 1998.

Gambar 2.3 tersebut menggambarkan situasi persediaan yang terjadi dalam sistem continuous review. Karakteristik kebijakan persediaan pada sistem continuous review ditandai oleh dua hal mendasar yaitu Q dan s. Q merupakan besarnya ukuran lot pemesanan optimal, dimana jumlah Q selalu tetap untuk setiap kali pemesanan dilakukan. Sedangkan s merupakan reorder point atau titik pemesanan ulang, dimana pemesanan dilakukan apabila jumlah persediaan telah mencapai titik tersebut. Karena permintaan probabilistik tidak tetap sedangkan ukuran lot pemesanan (Q) selalu tetap maka interval waktu antara pemesanan berubah-ubah. Disamping itu tampak juga pada suatu periode waktu tertentu dimana kemungkinan barang tidak tersedia di gudang atau terjadi kekurangan persediaan (stock out). Dalam sistem continuous review, kekurangan persediaan hanya mungkin terjadi selama lead time saja, oleh karena itu cadangan pengaman (ss) hanya digunakan untuk meredam fluktuasi kebutuhan selama lead time tersebut.

(24)

commit to user

II-11

Pengembangan Model Persediaan Continuous review Dengan Mempertimbangkan Terjadinya Backorder

Biaya persediaan pada umumnya terdiri dari biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya backorder. Adapun notasi yang dipakai sebagai berikut: D = Permintaan / Demand

俘 = Standar deviasi permintaan A = Biaya pemesanan

SS = Safety Stock

X = Permintaan selama lead time hb = Biaya penyimpanan

= Biaya backorder ROP =Reorder point q = Lot pemesanan L = Lead time k = Safety factor

TCtotal = Total biaya persediaan

TCB1 = Total biaya pemesanan

TCB2 = Total biaya penyimpanan

TCB3 = Total biaya backorder

Besarnya biaya pemesanan dalam kurun waktu tertentu merupakan

perkalian antara ekspetasi frekuensi pemesanan

D

dengan biaya setiap kali pesan (A), sehingga dapat dirumuskan:

TCB1=D

qA ………..………..(2.1)

Keterangan:

TCB1 = Total biaya pemesanan (rupiah)

D = Permintaan / Demand (unit) q = Lot pemesanan (unit)

A = Biaya pemesanan (rupiah/order)

Besarnya biaya penyimpanan produk merupakan perkalian antara rata-rata persediaan ditambah dengan safety stock, dengan biaya penyimpanan selama waktu tertentu (hb). Safety stock dapat dirumuskan sebagai perkalian antar faktor

(25)

commit to user

II-12

pengaman (k) dengan standar deviasi selama periode pengiriman. Sehingga biaya penyimpanan dapat dirumuskan (Tersine, 1994):

TCB2 = hb q

2+ kσ√L………..……….….(2.2)

Keterangan:

TCB2 = Total biaya penyimpanan (rupiah)

hb = Biaya penyimpanan (rupiah/unit/periode)

k = Safety factor

q = Lot pemesanan (unit)

俘 = Standar deviasi permintaan (unit) L = Lead time (per tahun)

Besarnya biaya backorder dapat dicari dengan mengalikan biaya per unit backorder (雸) dengan ekspetasi jumlah backorder selama kurun waktu tertentu. Misalkan variabel random kontinyu x berdistribusi normal dengan rata-rata dan standar deviasi 俘 > 0, maka probability density function dari variabel tersebut dapat dirumuskan (Chopra & Meindl, 2001) :

f(x)

=

σ1

√2π exp =

-x-μ 2

2 σ2 ...(2.3)

Jika permintaan selama periode L dirumuskan sebagai DL dengan standar deviasi 俘√ , reorder point dapat dirumuskan sebagai ROP = DL + SS. Shortage terjadi ketika permintaaan selama kurun waktu L lebih besar dari persediaan (x > ROP) sehingga ekspetasi terjadinya shortage per siklus dapat dirumuskan:

ES = x - ROP f (x) dx x=p ES = x – DL+SS 1 √2πσ√L e -(x-DL)2 2(σ√L)2dx x=q+ss ……….………..….(2.4) Keterangan:

ES = Ekspetasi terjadinya shortage SS = Safety Stock

X = Permintaan selama lead time (unit) q = Lot pemesanan (unit)

L = Lead time (per tahun) D = Permintaan / Demand (unit)

(26)

commit to user

II-13 俘 = Standar deviasi permintaan (unit) 雸 = Biaya backorder (rupiah/unit) Dengan mensubstitusikan z = x-DL

σ√L dan dx = 俘√Ldz pada persamaan 2.4, maka:

ES = 2σ√L-SS 1 √2π e -z2 2 dz z=ss σ√L ES = -SS 1 √2π e -z2 2 d z+σ√L z 1 √2π e -z2 2dz z=ss σ√L z=ss σ√L ……….…………(2.5) Misalkan Fs (z) merupakan cumulative distribution function dan fs (z)

merupakan probability density function untuk distribusi normal standar dengan rata-rata 0 dan standar deviasi 1. Dengan menggunakan persamaan 2.5 dan definisi dari distribusi normal standar maka akan diperoleh:

1 – Fs(y) = fs z z=y dz = 1 √2π e -z2 2 z=y dz ………...(2.6) Dengan mensubstitusikan w = z 2

2 pada persamaan 2.6, maka akan diperoleh:

ES = -SS 1-F s SS σ√L +σ√L 1 √2π e -w w= ss 2( σ√L)2 dz ES = -SS 1-F s SS σ√L +σ√L fs( SS σ√L) ES = σ√L{fs k - k 1-Fs k } ES = σ√L ψ(k) ………...(2.7) Sehingga biaya backorder selama kurun waktu tertentu dapat dirumuskan: TCB3 =

D

q πσ√L ψ k ………....…...(2.8)

Keterangan:

TCB3 = Total biaya backorder (rupiah)

D = Permintaan / Demand (unit) q = Lot pemesanan (unit)

= Biaya backorder (rupiah/unit) 俘 = Standar deviasi permintaan (unit) L = Lead time (per tahun)

(27)

commit to user

II-14

Adapun total biaya persediaan dapat dirumuskan sebagai berikut: TCtotal = Biaya pemesanan + Biaya penyimpanan + Biaya backorder

TCtotal = TCB1 + TCB2 + TCB3 TCtotal (q,k) = D q A + hb q 2 +kσ√L+ D q πσ√L ψ k ………..………..(2.9)

1. Pencarian Solusi Model a. Variabel Keputusan q

Variabel keputusan q dapat dicari dengan melakukan turunan parsial pertama persamaan 2.9 terhadap q sama dengan nol. Sehingga nilai q optimal akan diperoleh seperti persamaan berikut (Silver & Peterson, 1998):

!TCtotal(q,k) !k =0 A hb 2 -D q2 πσ√L ψ(k) = 2D(A+πσ√L ψ(k) hb ……….…..(2.10) Keterangan:

q = Lot pemesanan (unit) D = Permintaan / Demand (unit) A = Biaya pemesanan (rupiah/order) = Biaya backorder (rupiah/unit) 俘 = Standar deviasi permintaan (unit) L = Lead time (periode)

hb = Biaya penyimpanan (rupiah/unit/periode)

k = Safety factor

Berdasarkan Chopra & Meindl (2001) didapatkan bahwa:

ψ k = {fs (k) – k[1 - Fs (k)]} ; fs berdistribusi normal, x mean = 0, 俘= 1

fs (k) = NORMDIST(k,x,俘,0) b. Variabel Keputusan k

Variabel keputusan k dapat dicari dengan melakukan turunan parsial pertama persamaan 2.11 terhadap k sama dengan nol (Silver & Peterson, 1998). Sehingga didapatkan bahwa !(fs k -k 1-Fs k )

!k Fs k -1, dan nilai k optimal akan diperoleh

(28)

commit to user II-15 !TCtotal(q,k) !k =0 ! Lhb+ πDσ√L(Fs k -1) q =0 Fs k = 1 - qhb πD ………....(2.11) k = Fs-1 k NORMSINV(k) 2.4.2 Klasifikasi ABC

Metode klasifikasi persedian ABC didasarkan pada hubungan distribusi pendapatan yang dikemukakan oleh Pareto bahwa distribusi sebagian pendapatan (80%) terpusat pada sebagian kecil individu (20%) dari total populasi. Hubungan serupa juga terjadi dalam persediaan. Sebagian kecil item persediaan menyebabkan sebagian besar ongkos persediaan keseluruhan. Pengendalian ketat atas part-part dengan biaya yang tinggi akan membawa kepada pengendalian yang efektif atas seluruh biaya persediaan. Ongkos administrasi pada saat yang sama juga akan dapat ditekan.

Metode klasifikasi persediaan untuk menangani hal ini dikenal sebagai metode ABC. Menurut klasifikasi persediaan, persediaan yang bernilai tinggi digolongkan ke dalam kelas A, persediaan yang bernilai sedang digolongkan ke dalam kelas B, dan persediaan bernilai rendah digolongkan ke dalam kelas C. Perbedaan kebijaksanaan persediaan untuk ketiga kelas ini. Investasi harus ditekan untuk item persediaan kelas A dan B sehingga kebijaksanaan minimasi ongkos harus dilakukan dengan ketat. Item persediaan kelas C dapat disediakan agak berlebihan dan dengan pengendalian longgar untuk mengurangi resiko kehabisan persediaan.

Penggunaan analisis ABC untuk menetapkan, yaitu:

1) Frekuensi perhitungan persediaan (cycle counting), dimana material-material kelas A harus diuji lebih sering dalam hal akurasi catatan persediaan dibandingkan material-material kelas B atau C.

2) Prioritas rekayasa (engineering), dimana material-material kelas A dan B memberikan petunjuk pada bagian rekayasa dalam peningkatan program reduksi biaya ketika mencari material-material tertentu yang perlu difokuskan.

(29)

commit to user

II-16

3) Prioritas pembelian (perolehan), dimana aktifitas pembelian seharusnya difokuskan pada bahan-bahan baku bernilai tinggi (high cost) dan penggunaan dalam jumlah tinggi (high usage). Fokus pada material-material kelas A untuk pemasokan (sourcing) dan negosiasi.

4) Keamanan: meskipun nilai biaya per unit merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan nilai penggunaan (usage value), namun analisis ABC boleh digunakan sebagai indikator dari material-material mana (kelas A dan B) yang seharusnya lebih aman disimpan dalam ruangan terkunci untuk mecegah kehilangan, kerusakan atau pencurian.

5) Sistem pengisian kembali (replenishment system), dimana klasifikasi ABC akan membantu mengidentifikasi metode pengendalian yang digunakan. Akan lebih ekonomis apabila mengendalikan material-material kelas C dengan simple two-bin system of replenishment (bin reserve system or visual review system) dan metode-metode yang lain untuk material-material kelas A dan B. 6) Keputusan investasi, karena material-material kelas A menggambarkan

investasi yang lebih besar dalam persediaan, maka perlu lebih berhati-hati dalam membuat keputusan tentang kuantitas pesanan dan stok pengaman terhadap material-material kelas A dibandingkan terhadap material-material kelas B dan C.

2.4.3 Penelitian Sebelumnya yang Relevan

Penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini yakni penelitian yang dilakukan oleh Ariyadi (2010) berjudul “Manajemen Persediaan dan Penataan Gudang Suku cadang Bus di PO. Safari Eka Kapti”. Ariyadi (2010) memfokuskan penelitiannya terhadap permasalahan manajemen persediaan suku cadang bus dan permasalahan sistem penataan gudang suku cadang.

Meskipun objek yang diteliti oleh penelitian tersebut berbeda dengan penelitian ini, namun penelitian yang dilakukan oleh Ariyadi (2010) memiliki relevansi dengan penelitian ini. Pada penelitian Ariyadi (2010) menggunakan metode Croston sebagai metode peramalan suku cadang bus, setelah itu menggunakan klasifikasi ABC, metode continuous review, simulasi Montecarlo, dan konsep 5S untuk penataan gudang suku cadang bus. Berbeda dengan

(30)

commit to user

II-17

penelitian ini yang hanya menggunakan klasifikasi ABC, metode continuous review, dan simulasi montecarlo.

Alasan mengapa dalam penelitian ini tidak memakai metode peramalan seperti pada penelitian Ariyadi (2010) dikarenakan penelitian ini hanya memperbaiki pengendalian persediaan suku cadang pada tahun 2010, jadi tidak memerlukan peramalan permintaan, tetapi memerlukan data permintaan dari tahun 2001 hingga tahun 2010 untuk mengetahui rata-rata permintaan dari tahun-tahun sebelumnya. Kemudian dalam penelitian ini tidak menggunakan metode 5S karena dalam penelitian ini tidak memiliki permasalahan dengan penataan gudang suku cadang. Maka dalam penelitian ini terdapat tiga metode yang sama dengan penelitian Ariyadi (2010) yaitu penggunaan metode klasifikasi ABC, metode Continuous review untuk model usulan pengendalian persediaan suku cadang, serta metode simulasi montecarlo untuk menggambarkan kondisi nyata pengendalian persediaan suku cadang di perusahaan.

Selain penelitian Ariyadi (2010), penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini yaitu penelitian oleh (Jauhari, 2008) mengenai penentuan model persediaan suku cadang dengan mempertimbangkan terjadinya backorder. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menentukan solusi model persediaan suku cadang dengan mempertimbangkan backorder. Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini. Pada tahap awal adalah melakukan peramalan dengan metode Croston. Metode ini memisahkan permintaan suatu item yang intermittent menjadi ukuran permintaan dan waktu antar kedatangan. Tahap selanjutnya adalah pengembangan model, dalam tahap ini menentukan model biaya penyimapanan yang mengacu pada model Tersine (1994). Penurunan rumus dilakukan untuk mencari ekspektasi jumlah backorder yang mengikuti model yang sudah ada pada Tersine (1994) dan Chopra dan Meindl (2001). Sedangkan untuk pencarian solusi model adalah menetukan variabel keputusan q, variabel keputusan k dan algoritma penyelesaian model. Pada algoritma penyelesaian model, pencarian solusi dilakukan terhadap nilai q dan k yang mengacu pada ide dasar algoritma yang telah dikembangkan oleh Ben-Daya dan Hariga (2004). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah model persediaan untuk meminimasi terjadinya backorder dengan beberapa variabel respon.

(31)

commit to user

III-1

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 DIAGRAM ALIR METODELOGI PENELITIAN

Bab ini akan membahas langkah–langkah untuk mencari solusi dari permasalahan yang diangkat. Langkah–langkah ini dibuat agar dapat memahami dan menyelesaikan permasalahan yang diambil terarah pada tujuan yang ingin dicapai. Langkah – langkah tersebut disajikan pada gambar 3.1.

Mulai

Studi Lapangan Studi Literatur

Latar Belakang Masalah

Perumusan Masalah

Pengklasifikasian suku cadang dengan metode klasifikasi ABC:

· Penentuan daftar suku cadang yang diklasifikasikan · Penentuan harga beli suku cadang

· Penentuan nilai pemakaian setiap suku cadang · Perhitungan nilai pemakaian semua suku cadang · Perhitungan presentase setiap suku cadang · Pengurutan nilai pemakaian setiap suku cadang

A

Tujuan Penelitian

(32)

commit to user

III-2

Gambar 3.1 Metodologi Penyelesaian Masalah

Analisis Hasil

Kesimpulan dan Saran

Selesai

A

Perhitungan rata-rata permintaan, standar deviasi, holding cost, ordering cost, dan shortage cost.

Penentuan total biaya persediaan suku cadang berdasarkan kebijakan usulan dengan metode continuous review: · Penentuan nilai service level dan nilai k

· Perhitungan nilai Ψk · Perhitungan nilai Q · Perhitungan safety stock

· Perhitungan ekspektasi backorder · Perhitungan ROP

· Perhitungan total biaya persediaan

Penentuan total biaya persediaan suku cadang berdasarkan kebijakan perusahaan dengan simulasi Montecarlo:

· Penentuan parameter

· Perhitungan distribusi frekuensi permintaan · Penentuan distribusi probabilitas kumulatif

· Pengkaitan nilai parameter dengan bilangan random

· Perhitungan simulasi

Perbandingan hasil metode continuous review dengan metode simulasi montecarlo

(33)

commit to user

III-3

3.2 PENJELASAN LANGKAH-LANGKAH METODOLOGI PENELITIAN

Berdasarkan diagram alir metodologi penelitian di atas dapat dijelaskan langkah-langkah dari metodologi penelitian, yaitu sebagai berikut :

3.2.1 Tahap Identifikasi Masalah

Tahap ini dilakukan sebagai studi awal sebelum melakukan penelitian yang terdiri dari:

1. Studi Lapangan

Studi lapangan bertujuan agar mendapatkan gambaran nyata terhadap masalah yang ada di PT. GMF Aero Asia, sehingga terdapat kesesuaian antara teori dan kenyataan di lapangan. Observasi awal dalam penelitian ini yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap manajemen persediaan suku cadang. Pengamatan tersebut dilakukan untuk mengetahui permasalahan tentang manajemen persediaan suku cadang. Permasalahan yang muncul adalah karena kurang terealisasinya manajemen persediaan suku cadang yang baik karena sering terjadinya kekurangan dan kelebihan stock suku cadang.

Selain pengamatan secara langsung, dalam studi lapangan ini juga dilakukan wawancara dengan pihak planner maupun pihak gudang. Dari wawancara tersebut didapat informasi tentang masalah yang sering timbul dalam manajemen persediaan suku cadang. Dimana suku cadang yang diminta oleh pihak manajemen saat perbaikan pesawat tidak tersedia di gudang. Atau sebaliknya, beberapa suku cadang tersedia secara berlebih dalam gudang, hal ini dikarenakan tidak melakukan pengecekan persediaan suku cadang sesering mungkin.

2. Studi Literatur

Studi literatur yang dilakukan pada penelitian yaitu kegiatan mempelajari teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan di lapangan yang akan diselesaikan dalam tugas akhir ini, diantaranya teori mengenai production planning and persediaan control dan supply chain management dalam bentuk buku maupun jurnal. Teori-teori tersebut berfungsi sebagai pedoman secara teoritis dalam menyelesaikan permasalahan dalam tugas akhir ini.

(34)

commit to user

III-4 3. Latar Belakang

Manajemen persediaan suatu perusahaan sangat berpengaruh terhadap besarnya ongkos persediaan, diantaranya meliputi ongkos pembelian, ongkos pemesanan, ongkos simpan, serta ongkos kekurangan, sehingga apabila terjadi kesalahan dalam mengelola persediaan dapat menyebabkan kerugian pada perusahaan. Persediaan yang terlalu banyak akan menimbulkan biaya modal (cost of capital) yang besar pada ongkos penyimpanan, karena jika terjadi penumpukan barang di gudang maka terjadi penumpukan modal. Namun, jika terjadi kekurangan persediaan maka akan menimbulkan kerugian (opportunity cost) karena proses produksi menjadi terhenti dan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan menjadi hilang, akibat dari keadaan ini adalah beralihnya konsumen ke perusahaan lain, hal ini merupakan kerugian yang tak ternilai. Kedua kondisi tersebut masih dialami oleh PT. GMF Aero Asia, oleh karena itu diperlukan manajemen persediaan yang tepat untuk mengkondisikan perusahaan tersebut agar memiliki tingkat pelayanan terbaik dengan ongkos yang serendah mungkin. 4. Perumusan Masalah

Perumusan masalah digunakan untuk mengidentifikasi dan merumuskan permasalahan yang akan diteliti. Perumusan masalah dilakukan dengan menetapkan sasaran-sasaran yang akan dibahas untuk kemudian dicari solusi pemecahan masalahnya. Perumusan masalah juga dilakukan agar dapat fokus dalam membahas permasalahan yang dihadapi. Perumusan masalah pada penelitian ini disusun berdasarkan permasalahan yang ada di perusahaan, yaitu masalah manajemen persediaan suku cadang.

5. Tujuan Penelitian

Penetapan tujuan dilakukan untuk menegaskan apa saja yang ingin dicapai dalam pembahasan sehingga hasil dari pembahasan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah melakukan perbaikan terhadap manajemen persediaan suku cadang sehingga mampu meminimalkan biaya total persediaan suku cadang.

(35)

commit to user

III-5 6. Pembatasan Masalah

Agar masalah yang dibahas tidak menyimpang dari pokok permasalahan dan tujuan yang telah ditetapkan maka dilakukan pembatasan masalah. Pada bagian ini akan dijelaskan hal-hal apa yang melatarbelakangi penetapan batasan masalah dalam penelitian ini.

Perusahaan memiliki tiga jenis suku cadang, rotable material, repairable material, dan consumable material. Dalam penelitian ini, suku cadang yang diteliti adalah suku cadang consumable. Hal ini dikarenakan pada suku cadang jenis consumable sering terjadi beberapa permasalahan pada kondisi persediaan seperti terjadinya stock out dan over stock. Selain terjadinya permasalahan tersebut, suku cadang consumable merupakan material yang harus dihitung mulai dari proses kebutuhan, penggunaan, pengadaan, hingga pemenuhannya karena material consumable ini mutlak harus dipenuhi apabila ada suatu aktivitas perawatan, maka suku cadang consumable memerlukan stock yang lebih dipantau di gudang dibandingkan dengan suku cadang rotable dan repairable yang harganya sangat mahal, sehingga perusahaan tidak akan mengisi stock sampai suku cadang tersebut memang tidak bisa lagi diperbaiki atau digunakan kembali.

Data suku cadang yang diambil adalah 60 jenis suku cadang consumable yang paling tinggi frekuensi permintaannya mulai tahun 2001 hingga tahun 2010. Hal ini dikarenakan penelitian dilakukan pada tahun 2011 dan pada proses penyelesaian penelitian ini memerlukan data permintaan beberapa tahun yang lalu. Harga suku cadang yang dipakai adalah harga suku cadang pada tahun 2010, karena harga pada tahun tersebut paling mendekati dengan harga suku cadang pada tahun 2011.

3.2.2 Pengklasifikasian Suku cadang Berdasarkan Metode Klasifikasi ABC

Pengklasifikasian suku cadang dilakukan untuk mengetahui tingkat kepentingan dari masing-masing item suku cadang. Tahap-tahap yang dilakukan dalam pengklasifikasian persediaan berdasarkan konsep ABC adalah :

1. Membuat daftar semua suku cadang yang ingin diklasifikasikan dan menentukan jumlah pemakaian suku cadang untuk setiap item suku cadang tersebut. Data yang diperlukan dalam proses ini yaitu data historis permintaan 60 suku cadang pada tahun 2001 hingga 2010.

(36)

commit to user

III-6

2. Penentuan harga beli masing-masing suku cadang yang ingin diklasifikasikan. Data yang diperlukan dalam proses ini yaitu data harga suku cadang pada tahun 2010.

3. Penentuan nilai pemakaian setiap item suku cadang dengan cara mengalikan jumlah pemakaian dengan harga beli masing-masing suku cadang.

4. Penjumlahan nilai pemakaian semua item suku cadang untuk memperoleh nilai pemakaian total semua suku cadang.

5. Perhitungan persentase pemakaian setiap suku cadang dari hasil bagi antara nilai pemakaian tiap suku cadang dengan nilai pemakaian total semua suku cadang.

6. Pengurutan daftar nilai pemakaian tiap-tiap suku cadang mulai dari nilai pemakaian yang terbesar hingga terkecil.

7. pengklasifikasian nilai pemakaian suku cadang yang telah diurutkan tersebut ke dalam kelas A, B dan C dengan kriteria kelas A dengan maksimal nilai persentase pemakaian 80%, kelas B dengan maksimal nilai persentase pemakaian 15% dan sisanya dikelompokan ke dalam kelas C.

3.2.3 Perhitungan Rata-Rata Permintaan, Standar Deviasi, Holding Cost,

Ordering Cost, dan Shortage Cost

Pada perhitungan total biaya persediaan suku cadang membutuhkan perhitungan rata-rata permintaan, standar deviasi, holding cost, ordering cost dan shortage cost. Berikut ini adalah uraian dari masing-masing perhitungan komponen tersebut :

1. Rata-Rata Permintaan Suku cadang

Perhitungan rata-rata permintaan suku cadang didapatkan melalui perhitungan rata-rata permintaan suku cadang pada data kurun waktu 2001 hingga 2010 disesuaikan dengan keterkaitan data masing-masing part number. Berikut uraian perhitungan rata-rata permintaan suku cadang:

x

X X X ………… X

n ….………(3.1)

Dimana :

(37)

commit to user

III-7

Xn = data permintaan suku cadang ke-n (unit) n = jumlah data (unit)

2. Standar Deviasi

Dalam perhitungan standar deviasi terdapat 2 komponen yang dibutuhkan yaitu data jumlah permintaan dan rata-rata dari data jumlah permintaan. Berikut adalah uraian perhitungan standar deviasi:

σ=艰 X1- x 2+ X2- x 2+...+ Xn- x 2

n-1 ………….………..(3.2)

Dimana:

σ = standar deviasi (unit)

Xn = data jumlah permintaan ke-n (unit)

x = rata-rata dari data jumlah permintaan (unit)

3. Holding Cost

Holding cost adalah biaya yang digunakan untuk merawat persediaan suku cadang. Dalam menentukan holding cost terdapat dua komponen yang diperlukan yaitu interest rate dan biaya operasional gudang. Data yang dibutuhkan untuk menentukan interest rate yaitu bunga pinjam bank dan harga suku cadang per unit. Kemudian Data yang dibutuhkan untuk menentukan biaya operasional gudang yaitu data gaji pegawai selama setahun dan rata-rata jumlah persediaan suku cadang digudang persediaan. Berikut adalah uraian perhitungan holding cost :

hb = I + B……….…..….(3.3)

Dimana,

hb = holding cost (Rp/unit/periode)

I = interest rate (Rp/unit/tahun)

B = biaya operasional gudang (Rp/unit/tahun) Keterangan :

I = bunga pinjam bank × harga suku cadang per unit………...(3.4) B = gaji pegawai selama satu tahun

(38)

commit to user

III-8

4. Ordering Cost

Ordering cost merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh suku cadang dari pemasok. Data yang diperlukan untuk menentukan ordering cost yaitu data biaya internet selama satu bulan, jumlah seluruh order dalam satu tahun, serta proporsi penggunaan internet. Berikut adalah uraian perhitungan ordering cost :

A = f × bt

j ………..(3.6)

Dimana,

A = Ordering cost (Rp/order)

f = Proporsi penggunaan internet untuk pemesanan suku cadang (%) bt = Biaya internet selama satu bulan (Rp)

j = Jumlah seluruh order dalam satu tahun (order)

5. Shortage Cost

Merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan karena terjadi kekurangan persediaan. Shortage cost terdiri dari biaya transportasi akibat kekurangan suku cadang. Shortage cost ditetapkan oleh perusahaan untuk masing-masing suku cadang yaitu 20% dari harga suku cadang.

3.2.4 Penentuan Total Biaya Persediaan Suku cadang Berdasarkan Kebijakan Usulan Menggunakan Metode Continuous Review

Dalam menentukan total biaya persediaan suku cadang berdasarkan kebijakan usulan, langkah yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode Continuous Review. Langkah-langkah dalam metode Continuous Review:

1. Penentuan nilai service level dan nilai k

Service level merupakan tingkat pelayanan perusahaan terhadap konsumen. Range service level yang digunakan untuk setiap suku cadang yaitu mulai dari 90 % hingga 99 %. Penentuan range ini dikarenakan semakin besar nilai service level maka pemenuhan ketersedian suku cadang semakin baik, hal ini dapat mengurangi shortage dan menghidari terjadinya kekurangan stock. Pada tiap suku cadang dilakukan perhitungan nilai q, safety stock, ekspektasi backorder, ROP, serta total biaya persediaan dengan menggunakan range service level 90 % hingga 99%. Setelah itu nilai service

Gambar

Gambar 2.1 Struktur organisasi PT. GMF Aero Asia
Gambar 2.2 Bisnis Proses Unit TMP PT. GMF Aero Asia
Gambar 2.3 Situasi Persediaan dalam sistem continuous review           Sumber : Silver et al, 1998
Gambar 3.1 Metodologi Penyelesaian Masalah Analisis Hasil

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, proses hidrolisis dilakukan pada suhu ruang (30 o C) Meskipun demikian asam asetat dapat digunakan sebagai katalis ramah lingkungan pada

121 dimaksud pula dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah pada

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik adapun

Mulailah dengan menuntut diri untuk sadar akan keharusan menjaga dan merawat sungai dengan mindset sungai-sungai ini adalah milik kita bersama agar kita dapat memanfaatkan

Dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen (skor kecemasan) yaitu pengetahuan dan dukungan sosial keluarga, sedangkan

dengan teori yang dijelaskan bahwa dalam akuntansi keuangan biaya yang dikeluarkan atau dikonsumsi dalam rangka untuk memperoleh pendapatan dan beban

Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbandingan kadar hormone progesteron antara kerbau betina yang belum melahirkan dengan kerbau betina yang sudah melahirkan

Zat WarDa disperse blue-3 tennasuk dalam golo- ngan zat warDa disperse yang tidak larut dalam air. Zat WarDa ini banyak dipakai untuk mewarnai seTal poliester. selanjutnya