(KASUS : RESTORAN NATRABU, JAKARTA)
Oleh :
GUSFARINI FAUZIAH A14103011
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
GUSFARINI FAUZIAH, Analisis Respon Konsumen Terhadap Performance Restoran Padang (Kasus di Restoran Natrabu, Jakarta). Di bawah bimbingan
POPONG NURHAYATI.
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan makanan dan minuman. Kebutuhan terhadap makanan akan meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk Indonesia khususnya kota Jakarta. Proses globalisasi dan kemajuan zaman saat ini telah menyebabkan perubahan gaya hidup yang semakin dinamis, ditandai dengan maraknya aktivitas yang dilakukan di luar rumah serta meningkatnya jumlah wanita yang bekerja di luar rumah. Selain itu, juga ada motivasi khusus (mencoba sesuatu yang baru dan unik). Hal ini berdampak pada perubahan pola konsumsi yang menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan terhadap jasa penyedia makanan seperti restoran. Restoran bukan hanya dijadikan sebagai tempat makan dan minum saja bahkan sering dijadikan sebagai tempat rekreasi keluarga, berkumpul dengan teman-teman dan pertemuan dengan relasi bisnis. Restoran harus mampu memberikan pelayanan dan performance yang diinginkan oleh konsumen. Restoran khususnya restoran Padang perlu mengetahui respon konsumen terhadap performance restorannya sehingga pihak restoran dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan performance untuk waktu berikutnya.
Restoran Natrabu merupakan salah satu contoh restoran Padang yang ada di Jakarta dan sedang menghadapi keluhan dari konsumen berupa harga yang dianggap terlalu mahal, sarana parkir yang kurang memadai dan jalan di sekitar restoran yang macet. Selain itu, pihak restoran juga sedang mengalami penurunan penjualan pada triwulan kedua tahun 2006. Hal- hal di atas mengindikasikan belum tercapainya kepuasan konsumen secara penuh. Oleh sebab itu, pihak Restoran Natrabu, Jakarta harus mengetahui karakteristik konsumennya serta respon konsumen terhadap performance restoran ini guna mempertahankan konsumen yang ada dan menarik konsumen lebih banyak lagi. Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mengidentifikasikan karakteristik umum konsumen Restoran Natrabu, Jakarta, 2) Menganalisis respon konsumen terhadap tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaan dari atribut-atribut performance Restoran Natrabu, Jakarta dan 3) Memformulasikan implikasi strategi pemasaran Restoran Natrabu, Jakarta.
untuk mengetahui karakteristik responden dan respon konsumen terhadap tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaan performance Restoran Natrabu, Jakarta.
Importance Performance Analisis (IPA) adalah suatu teknik yang digunakan
untuk mengukur atribut-atribut atau dimensi-dimensi dari tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaan performance Restoran Natrabu, Jakarta. Analisis Customer Satisfaction Index (CSI) digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen Restoran Natrabu, Jakarta secara keseluruhan dan masing- masing atribut.
Hasil analisis deskriptif mengenai karakteristik umum konsumen Restoran Natrabu, Jakarta diketahui bahwa sebagian besar responden beralamat/berdomisili di Jakarta, berjenis kelamin laki- laki. Sebagian besar responden berumur 26-35 tahun, berasal dari lulusan sarjana berstatus sebagai pegawai swasta, telah menikah berasal dari suku bangsa lainnya (seperti Melayu, Makassar, Betawi dan lain- lain), Jawa dan Minangkabau (Padang) dengan kebangsaan Indonesia dan Malaysia, umumnya responden berpendapatan perbulan lebih dari Rp 5.000.000 dan berkendaraan pribadi.
Hasil Importance-Performance Analysis (IPA) yang berkaitan dengan tingkat kepentingan dan pelaksanaan performance Restoran Natrabu, Jakarta, terdapat enam atribut yang termasuk ke dalam kuadran prioritas utama (kuadran A) yaitu sarana parkir yang memadai, jalan keluar masuk menuju lokasi, keamanan tempat parkir, kemudahan dalam menjangkau lokasi, aroma ruangan dan kesejukan ruangan. Atribut yang termasuk pada kuadran pertahankan prestasi (kuadran B) adalah higienis makanan dan minuman, kualitas makanan dan minuman yang baik, variasi jenis makanan dan minuman yang tersedia, ketersediaan toilet, kebersihan toilet, kebersihan ruangan, kecepatan penyajian makanan dan minuman, kesigapan pramusaji dalam melayani konsumen serta keramahan dan kesopanan pramusaji. Atribut yang termasuk ke dalam kuadran prioritas rendah (kuadran C) adalah akses transportasi umum, harga makanan dan minuman serta pengetahuan pramusaji terhadap produk yang dijual. Atribut yang termasuk ke dalam kuadran berlebihan (kuadran D) adalah tanggapan terhadap keluhan, kecepatan transaksi, penampilan pramusaji, dekorasi ruangan, pencahayaan ruangan, dan pemilihan warna ruangan. Hasil analisis Customer Satisfaction Index (CSI) adalah sebesar 0,7685 atau sebesar 76,85 persen. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan responden sangat puas terhadap kinerja atribut-atribut Restoran Natrabu, Jakarta.
Oleh :
GUSFARINI FAUZIAH A14103011
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
NRP : A14103011
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skripsi
Ir. Popong Nurhayati, MM NIP. 131 995 654
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANALISIS RESPON KONSUMEN TERHADAP PERFORMANCE
RESTORAN PADANG (KASUS : RESTORAN NATRABU, JAKARTA)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI TULISAN KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Maret 2007
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberi rahmat, hidayah, dan karunia Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik, tidak lupa shalawat dan salam selalu
penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Kedua orangtuaku, Papa dan Ibu terima kasih atas segala pengorbanan, dan
iringan doa yang selalu tercurah dengan penuh ketulusan cinta dan kasih
sayang yang tiada pernah terbalas. Kakak dan adikku tercinta, Santi dan Ezi
yang menjadi bagian dari semangat dan pengharapan yang lebih baik. Karya
ini dipersembahkan untuk keluargaku tercinta.
2. Ibu Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan, dukungan dan motivasi bagi penulis.
3. Ibu Febriantina Dewi, SE, MSc selaku dosen penguji utama yang telah
berkenan memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan penelitian ini.
4. Ibu Etriya, SP, MM selaku dosen penguji dari wakil komisi pendidikan
Program Studi Manajemen Agribisnis atas segala kritik dan saran yang telah
diberikan.
5. Ibu Dr. Ir. Anny Ratnawati, MSi selaku dosen pembimbing akademik penulis
atas bimbingan beliau selama penulis kuliah.
6. Amak Mini, atuak Umun, Da Ican, Da Iwan, Da Manto, Ni Rina, Bang Yudi
Etek Er, Atuak Iyun dan Putty serta seluruh keluarga besar penulis. Kasih
7. Endang Suryana (AGB 40) yang telah bersedia menjadi pembahas dalam
seminar hasil penelitian penulis serta atas persahabatannya.
8. Keluarga besar Dt Rahimi Sutan, Pak Ace Iskandar, Bu Nani, Mba Lila dan
seluruh teman-teman di Restoran Natrabu, Jakarta. Terimakasih atas izin,
bantuan, informasi dan dukungan selama penulis melakukan penelitian.
9. Seluruh keluarga besar Mairmad di Jakarta dan sekitarnya (Atuak Anis
sekeluarga, atuak Kulis sekeluarga, atuak Iyas sekeluarga dan da Ed
sekeluarga), terima kasih atas doa, dukungan dan kasih sayangnya kepada
penulis.
10.Okky, Ani, Be rlian, Widi, Iis, Astrid, Rany, Ophank, Santi, Neta, Uluum,
Yoga, Indra, dan Vedy, terima kasih atas bantuan dan persahabatannya
11.Rina, Nini, Eza, Anti, Metta, Belinda, Ayu, Ana, Pananda, Aloy, Rama dan
Jujung terima kasih atas bantuan dan keceriaannya selama penulis kuliah.
12.Rekan-rekan seperjuanganku (Yeyen dan Aswab), terima kasih atas doanya.
13.Seluruh sahabat-sahabatku di AGB 40, terima kasih atas kebersamaannya
selama empat tahun ini. Semoga silaturrahmi diantara kita akan selalu terjalin.
14.Nandi (FKH 40), Yulia N dan Zoni, terima kasih atas persahabatannya.
15.Istriana Rachmawati (PSP 41) terima kasih atas kamar dan perangkatnya, serta
Irwan (EPS 39) atas slide presentasinya.
16.Teman-teman satu kosanku di Wisma Shinta, terima kasih atas doanya.
17.Seluruh keluarga besar IKMP (Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa
Payakumbuh), dan semua warga Minang.
Penulis dilahirkan di Payakumbuh, Sumatra Barat pada tanggal 08
Agustus 1985. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari keluarga
Bapak Ali Amran dan Ibu Nelfida Erna.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 19 Dalam Koto, Taeh Baruh
dari tahun 1991 sampai tahun 1997. Penulis melanjutkan pendidikan di MTsN
Dangung-dangung pada tahun 1997 hingga tahun 2000. Kemudian pada tahun
1999 penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Dangung-dangung dan
lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai
mahasiswa di Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu- Ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui
jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai asisten dosen Mata
Kuliah Ekonomi Umum (2005-2007) dan juga sebagai penerima beasiswa dari
POM, BRI serta dari Women’s International Club, Jakarta. Penulis juga aktif di
berbagai kegiatan kemahasiswaan, baik intra kampus maupun ekstra kampus
diantaranya sebagai pengurus HIMPRO MISETA pada periode 2003-2004,
anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian IPB periode
2004-2005, pengurus DPW II POPMASEPI 2004-2004-2005, pengurus HMI Komisariat
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga setiap
langkah selalu dihaturkan untuk senantiasa beribadah kepada-Nya.
Skripsi ini berjudul “Analisis Respon Konsumen Terhadap Performance
Restoran Padang (Kasus : Restoran Natrabu, Jakarta)”. Bertujuan untuk
menganalisis respon konsumen terhadap performance Restoran Natrabu, Jakarta
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna
mengingat keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi selama berlangsungnya
penelitian. Semoga hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang
membutuhkannya.
Bogor, Maret 2007
DAFTAR TABEL... xiv
2.1.1. Definisi Perdagangan Eceran ... 11
2.1.2. Tingkat Pelayanan Pengecer ... 12
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 30
3.1.1. Definisi Konsumen dan Perilaku Konsumen ... 30
3.1.2. Karakteristik Konsumen... 31
3.1.3. Kepuasan Konsumen dan Upaya Mempertahankannya ... 32
3.1.4. Jasa ... 36
3.1.5. Dimensi Pengukuran Performance Toko ... 41
3.1.6. Strategi Pemasaran ... 43
3.2. Kerangka pemikiran Operasional ... 47
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 51
4.2. Jenis dan Sumber Data ... 51
4.3. Metode Penarikan Sampel... 52
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 53
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data... 54
4.5.1. Uji Validitas ... 54
4.5.2. Uji Reliabilitas... 55
4.6. Dimensi Performance dan Indikatornya ... 63
4.7. Definisi Operasional... 66
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
VII. IMPLIKASI STRATEGI PEMASARAN 7.1. Strategi Produk (Product) ... 116
VIII.KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan... 122
8.2. Saran ... 124
DAFTAR PUSTAKA ... 125
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Pertumbuhan Restoran Di Indonesia Tahun 1997 – 2004... 3
2. Rekapitulasi Jenis Usaha Jasa Penyedia Makanan Berdasarkan
Wilayah di DKI Jakarta ... 4
3. PDRB DKI Jakarta Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut
Lapangan Usaha Tahun 2002 – 2005 (dalam juta rupiah... 4
4. Laporan Penjualan Restoran Natrabu Jakarta Periode Januari –
Juni 2006 ... 8
5. Ringkasan Penelitian Terdahulu... 29
6. Skor/Nilai Tingkat Kepentingan dan Tingkat ... 57
7. Rentang Skala Kriteria Tingkat Kepentingan dan Tingkat
Pelaksanaan Atribut Performance Restoran Natrabu, Jakarta ... 58
8. Dimensi Performance Restoran dan Indikatornya Sebelum Uji
Validitas dan Reliabilitas ... 64
9. Dimensi Performance Restoran dan Indikatornya Setelah Uji
Validitas dan Reliabilitas ... 65
10. Karakteristik Umum Responden Restoran Natrabu, Jakarta,
Tahun 2007... 78
11. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Restoran
Natrabu, Jakarta... 80
12. Urutan Tingkat Kepentingan Atribut Restoran Natrabu, Jakarta ... 104
13. Urutan Tingkat Pelaksanaan Atribut Restoran Natrabu, Jakarta... 105
14. Atribut Restoran Natrabu, Jakarta Berdasarkan Performance
dan Importance... 106
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Tiga Elemen Penting Dalam Store Environment ... 16
2. Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan ... 33
3. Kerangka Pemikiran Operasional... 50
4. Diagram Kartesius Importance Performance Analysis ... 61
5. Struktur Organisasi Restoran Natrabu, Jakarta ... 72
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Hasil Uji Validitas Tingkat Pelaksanaan... 128
1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk hidup yang memiliki berbagai macam
kebutuhan dalam menjalankan aktivitas kehidupannya. Salah satu kebutuhan dasar
manusia adalah kebutuhan akan makanan dan minuman. Menurut teori Maslow,
makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat penting
untuk dipenuhi demi kelangsungan hidupnya. Hal ini berarti bahwa makanan akan
selalu dibutuhkan selama manusia masih hidup. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik tahun 2004 diketahui bahwa persentase pengeluaran rata-rata penduduk
Indonesia perkapita/bulan untuk makanan adalah sebesar 54,59 persen, sedangkan
sisanya untuk bukan makanan. Ini berarti lebih dari setengah pendapatan
penduduk Indonesia digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya berupa
makanan.
Kebutuhan terhadap makanan akan meningkat seiring bertambahnya
jumlah penduduk Indonesia. Pada tahun 2004 jumlah penduduk Indonesia tercatat
sekitar 217.900.000 jiwa dengan trend pertumbuhan sebesar 5,6 persen (Badan
Pusat Statistik, 2005). Penyebaran penduduk Indonesia tidak merata. Wilayah
perkotaan menjadi tujuan daerah urbanisasi sehingga wilayah ini cenderung
memiliki jumlah penduduk yang lebih padat. Salah satu daerah perkotaan tersebut
adalah Daerah Ibu Kota Jakarta. Hingga bulan Oktober 2006 tercatat sebesar
2006). Tingginya jumlah penduduk di kota Jakarta mengakibatkan meningkatnya
kebutuhan terhadap jasa penyedia makanan.
Proses globalisasi dan kemajuan zaman saat ini telah menyebabkan
perubahan pada hampir semua aspek kehidupan khususnya pada masyarakat
perkotaan. Termasuk perubahan gaya hidup yang semakin dinamis, ditandai
dengan maraknya aktivitas yang dilakukan di luar rumah serta meningkatnya
jumlah wanita yang bekerja di luar rumah. Hal ini berdampak pada perubahan
pola konsumsi yang menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan terhadap
jasa penyedia makanan yang siap saji, cepat, dan memberikan kenyamanan. Selain
itu, ada alasan/motivasi khusus bagi seseorang untuk datang ke sebuah usaha jasa
penyedia makanan misalnya untuk mencoba masakan yang baru dan unik seperti
masakan tradisional.
Salah satu jasa penyedia makanan yang cukup berkembang di Indonesia
dan terus mengalami peningkatan adalah jenis usaha restoran. Restoran dapat
memberikan kemudahan bagi masyarakat yang tidak mempunyai waktu untuk
menyediakan makanan sendiri. Berbagai macam pelayanan diberikan sebuah
restoran dalam memanjakan konsumennya seperti memberikan kenyamanan.
Karena saat ini, restoran bukan hanya dijadikan sebagai tempat makan dan minum
saja, bahkan sering dijadikan sebagai tempat rekreasi keluarga, berkumpul dengan
teman-teman dan tempat pertemuan dengan relasi bisnis.
Dari data Badan Pusat Statistik tahun 2002 diketahui bahwa setiap
tahunnya terjadi peningkatan jumlah restoran di Indonesia. Bahkan pada saat
krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997, peningkatan jumlah
2003 dan 2004. Pada tahun 2003 persentase pertumbuhan jumlah restoran sebesar
4,50 persen. Jumlah ini meningkat menjadi 5,97 persen pada tahun 2004. Dalam
waktu satu tahun terjadi peningkatan jumlah restoran sebesar 1,47 persen. Data
mengenai pertumbuhan restoran di Indonesia tahun 1997 - 2004 dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Pertumbuhan Restoran Di Indonesia Tahun 1997 – 2004
Tahun Jumlah Restoran
(Outlet)
Sumber : * : Badan Pusat Statistik, 2002 dan ** : Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Indonesia tahun 2004 (diolah)
Ditinjau dari segi ekonomi, usaha restoran memberikan banyak manfaat
baik bagi investor, masyarakat umum maupun bagi perekonomian Indonesia.
Manfaat tersebut antara lain dapat memberikan lapangan pekerjaan baru sehingga
mampu mengurangi pengangguran, mendukung percepatan tercapainya sasaran
pengembangan kepariwisataan dan memberikan kontribusi terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB).
Bisnis restoran di kota Jakarta sangat berpeluang untuk dikembangkan.
Setiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah usaha jasa penyedia makanan
khususnya usaha restoran di kota ini. Hingga Maret 2006 terdapat 2097 buah
usaha jasa penyedia makanan dengan proporsi jenis usaha yang berbeda-beda
pada tiap-tiap wilayah Jakarta. Proporsi terbesar dimiliki oleh usaha restoran
persen dan rumah makan sebesar 3,54 persen (Dinas Pariwisata DKI Jakarta,
2006). Rekapitulasi jenis usaha jasa penyedia makanan berdasarkan wilayah di
DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rekapitulasi Jenis Usaha Jasa Penyedia Makanan Berdasarkan Wilayah di DKI Jakarta
Wilayah
Jumlah Jenis Usaha (Unit)
Total
Sumber : Dinas Pariwisata DKI Jakarta, 2006
Berkembangnya jumlah usaha jasa penyedia makanan terutama restoran di
DKI Jakarta turut memberikan kontribusi pada Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) DKI Jakarta. Usaha restoran menyumbang PDRB yang selalu meningkat
untuk tiap tahunnya. Pada tahun 2004 kontribusi restoran terhadap PDRB DKI
Jakarta sebesar Rp10.520.516,27 jumlah ini meningkat menjadi Rp11.239.867,81
pada tahun 2005. Data PDRB DKI Jakarta Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2002 – 2005 (dalam juta rupiah) pada Tabel 3.
Tabel 3. PDRB DKI Jakarta Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2002 – 2005 (dalam juta rupiah)
Lapangan Usaha 2002 2003* 2004* 2005**
Pertanian 345.580,05 291.284,53 287.573,96 290.386,40 Pertambangan dan penggalian 1.233.251,79 1.059.605,90 987.491,70 915.977,01 Industri pengolahan 43.847.423,68 46.063.292,70 48.707.025,63 51.177.799,88 Listrik, gas dan air bersih 1.655.311,58 1.749.704,49 1.848.696,42 1.977.201,78 Bangunan 25.291.113,54 26.312.137,90 27.475.877,76 29.094.579,91 Perdagangan, hoteldan restoran 51.614.121,01 55.020.400.38 58.848.582,53 63.492.894.42 • Perdagangan besar dan eceran 39.551.983,58 42.225.494,93 45.348.177,87 49.097.393,79 • Hotel 2.653.028,01 2.873.600,89 2.979.888,40 3.155.632,83 • Restoran 9.409.109,43 9.921.304,56 10.520.516,27 11.239.867,81
Pengangkutan dan komunikasi 16.215.672,43 18.254.713,99 20.559.712,68 23.286.742,86 Keuangan 80.606.200,34 83.803.540,27 87.294.377,24 90.874.270,08 Jasa-jasa 29.522.492,14 31.069.561,75 32.515.484,29 34.160.466,53 PDRB 250.331.156,55 263.624.241,89 278.524.822,22 295.270.318,88
Restoran yang ada di Jakarta beraneka ragam, mulai dari restoran
tradisional, khas Indonesia maupun restoran bercitarasa internasional (asing).
Salah satu restoran tradisional yang turut meramaikan pasar adalah restoran khas
Minangkabau atau yang lebih dikenal dengan sebutan restoran Padang. Hidangan
khas Sumatera Barat atau Padang dapat dijumpai di hampir setiap pelosok
Indonesia dan di luar negeri yang menyajikan hidangan lengkap masakan Padang.
Data dari Ikatan Warung Padang Indonesia (Iwapin) mencatat di wilayah Jakarta
dan sekitarnya ada sekitar 20.000 warung padang1. Sebagai restoran tradisional
yang tersebar di seluruh Jakarta, restoran Padang harus mampu menjadi restoran
yang tidak hanya diminati oleh konsumen lokal, namun juga oleh konsumen asing
yang ada di wilayah Jakarta. Oleh sebab itu, restoran Padang juga harus mampu
memberikan pelayanan dan memberikan performance restoran yang diinginkan
oleh konsumen umum. Dalam hal ini restoran Padang juga membutuhkan riset
mengenai perilaku konsumen.
Restoran Natrabu merupakan salah satu contoh restoran Padang yang ada
di Jakarta. Restoran ini terletak di Jl. H. Agus Salim No. 29A Jakarta Pusat.
Wilayah Jakarta Pusat merupakan wilayah dengan jumlah restoran terbesar kedua
di Jakarta, setelah Jakarta Selatan. Ini berarti, Restoran Natrabu, Jakarta berada
pada wilayah perkembangan usaha restoran. Selain Restoran Natrabu, Jakarta
masih banyak berdiri restoran-restoran lain di sekitar jalan H. Agus Salim ini, baik
restoran sejenis, restoran tradisional lainnya maupun restoran asing seperti
Restoran Padang Sederhana, Restoran Padang Garuda, Sizzler, Hoka-Hoka Bento,
Banyaknya pilihan restoran di sekitar wilayah Restoran Natrabu, Jakarta
menjadikan konsumen dapat menentukan restoran yang paling memberikan
pelayanan terbaik dan yang dapat memberikan kepuasan yang diinginkan dalam
membeli suatu produk. Menurut Kotler (2002) kepuasan konsumen berarti
perasaan senang atau kecewa seseorang sebagi hasil dari perbandingan antara
prestasi atau produk yang dirasakan dan diharapkan. Kepuasan konsumen tercapai
ketika mendapatkan apa yang diingingkan dan bahkan lebih dari keinginannya.
Konsumen yang merasakan kepuasan dalam aktivitasnya akan berdampak positif
bagi sektor usaha tersebut. Konsumen yang puas akan terdorong untuk melakukan
pembelian berulang, dan bahkan merekomendasikan kepada orang lain. Hal ini
akan sangat menguntungkan bagi pihak pemasar. Selain nama baik, pemasar juga
akan memperoleh penjualan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, penting bagi
pemasar mengetahui bagaimana respon konsumen terhadap performance yang ada
pada restorannya., sehingga dapat memperbaiki performancenya untuk waktu
berikutnya.
1.2 Perumusan Masalah
Restoran Natrabu, Jakarta merupakan restoran khas Minangkabau
(Padang) yang ada di pusat kota Jakarta yang terletak di Jl. H. Agus Salim No.
29A Jakarta Pusat. Restoran ini merupakan pusat dari 14 cabang Restoran Natrabu
yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia dan Malaysia. Lokasi restoran sangat
strategis, karena terletak di pusat aktivitas perkantoran dan perumahan penduduk.
Restoran Natrabu, Jakarta menghadirkan masakan bercita rasa dan beratribut khas
Berdasarkan studi pendahuluan dengan pihak manajemen, konsumen
restoran ini bukan hanya masyarakat yang berasal dari suku Minangkabau
(Padang), tetapi juga masyarakat luar Minangkabau bahkan orang asing. Selain
itu, konsumen yang datang ke Restoran Natrabu, Jakarta juga berasal dari individu
dan kelompok yang beragam, diantara kalangan bisnis, masyarakat biasa dan
lain-lain. Hal ini berarti terdapat berbagai macam karakteristik konsumen yang
dihadapi oleh pihak Restoran Natrabu, Jakarta. Dalam menyikapi hal itu, pihak
restoran telah berusaha memberikan kepuasan kepada konsumen dengan
kebijakan pemasaran yang telah dijalankan selama ini. Antara lain kebijakan
pemasaran terhadap produk yang telah disesuaikan dengan karakteristik sebagian
besar konsumen, seperti rasa makanan yang tidak terlalu pedas, akan tetapi tidak
meninggalkan ciri khas masakan Padang asli. Selain itu, pihak restoran juga
menjalankan strategi promosi yang cukup bagus dengan memasang iklan pada
berbagai media seperti televisi, majalah dan surat kabar. Pihak restoran juga
melayani berbagai sistem distribusi dengan menyediakan jasa pesanan produk.
Namun, pihak restoran masih mendapatkan keluhan dari konsumen berupa harga
yang dianggap mahal. Berdasarkan studi pendahuluan peneliti kepada konsumen
Restoran Natrabu, Jakarta diketahui bahwa konsumen restoran masih
mengeluhkan beberapa atribut seperti sarana parkir yang dianggap kurang
memadai dan jalan yang macet.
Selain itu, berdasarkan data penjualan Restoran Natrabu, Jakarta selama
tengah tahun pertama diketahui bahwa restoran ini mengalami penjualan yang
relatif stabil pada triwulan pertama. Penjualan tertinggi terjadi pada bulan Maret
kedua. Penurunan terendah terjadi pada bulan April menjadi Rp. 303.761.352
dengan persentase penurunan sebesar 21,4 persen.
Hal-hal di atas mengindikasikan belum tercapainya kepuasan konsumen
secara penuh. Jika hal ini terus dibiarkan maka dikhawatirkan akan berdampak
lebih buruk terhadap penjualan restoran maupun nama baik restoran. Oleh sebab
itu, dibutuhkan pengetahuan mengenai respon konsumen terhadap performance
restoran ini. Hal ini dilakukan guna mempertahankan konsumen yang ada dan
menarik konsumen lebih banyak lagi. Laporan penjualan Restoran Natrabu,
Jakarta periode Januari-Februari 2006 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Laporan Penjualan Restoran Natrabu, Jakarta Periode Januari - Juni 2006
Bulan Penjualan (Rp) Pertumbuhan (%)
Januari 323.285.656 -
Februari 329.876.661 2,04
Maret 386.625.254 17,2
April 303.761.352 (21,4)
Mei 329.763.801 8,6
Juni 328.784.125 (0,3)
Sumber : Laporan Penjualan Restoran Natrabu Jakarta, 2006
Berdasarkan kondisi ini maka dapat dilakukan analisis respon konsumen
terhadap performance restoran dengan mengkaji hal- hal berikut :
1. Bagaimana karakteristik umum konsumen Restoran Natrabu, Jakarta?
2. Bagaimana respon konsumen terhadap tingkat kepentingan dan tingkat
pelaksanaan dari atribut-atribut performance Restoran Natrabu, Jakarta?
3. Bagaimana implikasi hasil analisis terhadap strategi pemasaran Restoran
1.3 Tujuan Penelitian
Adapaun tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasikan karakteristik umum konsumen Restoran Natrabu, Jakarta.
2. Menganalisis respon konsumen terhadap tingkat kepentingan dan tingkat
pelaksanaan dari atribut-atribut performance Restoran Natrabu, Jakarta.
3. Memformulasikan implikasi strategi pemasaran Restoran Natrabu, Jakarta.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai :
1. Bahan rekomendasi pengambilan keputusan kebijakan pemasaran bagi pihak
pengelola Restoran Natrabu, Jakarta guna meningkatkan kepuasan konsumen
dan tercapainya tujuan restoran.
2. Sarana penerapan ilmu dan teori yang didapatkan peneliti selama kuliah
khususnya tentang Perilaku Konsumen dan Pemasaran.
3. Bahan acuan untuk penelitian berikutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi oleh beberapa hal yang menjadi ruang lingkup
penelitian peneliti. Beberapa batasannya adalah penelitian ini hanya dilakukan di
pusat Restoran Natrabu yaitu di Jl. H. Agus Salim No.29A Jakarta Pusat. Peneliti
tidak melakukan penelitian di beberapa cabang restoran karena alasan waktu dan
biaya yang terbatas. Selain itu, penelitian ini difokuskan pada penelitian
karakteristik umum konsumen dan respon konsumen terhadap performance
pada kuesioner penelitian. Angka pada skala likert (tingkat kepentingan yang
dikategorikan menjadi 4 : sangat penting, 3 : penting, 2 : tidak penting, dan 1 :
sangat tidak penting serta tingkat pelaksanaan/kinerja yang dikategorikan menjadi
4 : sangat puas, 3 : puas, 2 : tidak puas, dan 1 : sangat tidak puas) yang digunakan
2.1 Pedagang Eceran
2.1.1 Definisi Perdagangan Eceran
Menurut Kotler (2002) diantara produsen dan konsumen terdapat saluran
pemasaran, yaitu serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam
proses untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi.
Pedagang eceran merupakan salah satu saluran pemasaran barang dan jasa dari
produsen ke konsumen akhir. Pedagang eceran dapat dijadikan perantara bagi
konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. Pelaku pedaga ng eceran dapat
melakukan penjualan melalui berbagai media seperti toko, pinggir jalan atau di
rumah konsumen. Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Republik Indonesia No.23/MPPI/1998, pedagang pengecer (retailer) adalah
perorangan atau badan usaha yang kegiatan pokoknya melakukan secara langsung
kepada konsumen akhir dalam partai kecil.
Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995) perdagangan eceran
sebenarnya mencakup semua bentuk penjualan kepada konsumen untuk dipakai.
Menurut Kotler (2002), perdagangan eceran (retailing) adalah seluruh kegiatan
yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung ke konsumen akhir
2.1.2 Tingkat Pelayanan Pengecer
Kotler (2002) membagi tingkat pelayanan pengecer ke dalam empat
tingkatan yaitu :
1. Eceran Swalayan (Self-Service Retailing)
Digunakan dalam banyak operasi eceran, khususnya untuk memperoleh
barang kebutuhan sehari-hari dan barang belanjaan. Swalayan merupakan
dasar dari semua operasi diskon. Banyak pelanggan bersedia melakukan
sendiri proses menemukan, membandingkan, dan memilih untuk menghemat
uang.
2. Eceran Swapilih (Self-Service Retailing)
Melibatkan pelanggan dalam menemukan barangnya meskipun mereka dapat
meminta bantuan. Pelanggan menyelesaikan transaksi mereka dengan
membayar kepada pramuniaga. Berbagai organisasi swapilih memiliki biaya
operasi yang lebih tinggi daripada operasi swalayan karena diperlukan staf
tambahan.
3. Eceran Pelayanan Terbatas (Limited-Service Retailing)
Memberikan lebih banyak bantuan penjualan karena para pengecer ini
memilih lebih banyak barang belanjaan, dan pelanggan memerlukan lebih
banyak informasi karena toko-toko ini juga menawarkan jasa (seperti kredit
dan hak pengembalian barang) yang umumnya tidak terdapat pada toko yang
kurang berorientasi jasa, mereka memiliki biaya operasi yang lebih tinggi.
4. Eceran Pelayanan Penuh (Full-Service Retailing)
Menyediakan pramuniaga yang siap membantu dalam setiap tahap proses
Salah satu contoh yang menggambarkan tipe pelayanan penuh adalah
restoran. Menurut Keputusan Menteri Pos dan Telekomunikasi No. 73/PW.
105/MPPT.1985, restoran merupakan salah satu jenis usaha jasa pangan yang
bertempat di sebagian atau seluruh bangunan yang permanen, dilengkapi dengan
peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian dan
penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya dan memenuhi
persyaratan.
2.1.3 Konsep Selling Environment
Dalam semua bentuk perdagangan eceran, keputusan untuk merancang dan
menyusun lingkungan eceran pada saat ini merupakan elemen kunci dalam bauran
pemasaran eceran. Toko sebagai salah satu badan usaha yang melakukan eceran
juga melaksanakan konsep selling environment.
Menurut McGoldrick (1990) dalam membangun konsep selling
environment di dalam toko, dimulai dengan merancang toko secara keseluruhan,
yang meliputi desain toko, atmosfer toko, lay out toko, dan display produk, serta
konsep merchandising. Konsep ini bertujuan untuk menarik pelanggan dan
memaksimalkan pembelian konsumen di dalam toko.
Konsep selling environment di dalam toko meliputi :
1. Perancangan Toko (Store Design)
Menurut Green dalam McGoldrick (1990), perancangan toko adalah
kemampuan pengecer untuk merancang toko agar kons umen tertarik pada
barang yang diperdagangkan pada saat konsumen berada di dalam toko.
melebihi keinginan konsumen sebagai bagian dari upaya strategi pemasaran
eceran. Perancangan toko erat kaitannya dengan konsep citra toko (store
image). Menurut Martineau dalam McGroldrick (1990), store image adalah
cara yang ditempuh oleh pengecer suatu toko untuk menyamakan persepsi
sesuai dengan apa yang dilihat dan dirasakan oleh konsumen. Konsep store
image ini tidak hanya meliputi hal-hal yang dapat dirasakan atau diukur saja,
tetapi juga meliputi faktor- faktor lain yang tidak terukur. Faktor- faktor yang
tidak terukur meliputi arsitektur toko, display produk dan sikap personal
penjualan.
2. Atmosfer Toko (Store Atmospherics)
Menurut Kotler dalam McGoldrick (1990) atmosfer toko adalah perancangan
secara sadar ruang toko untuk menciptakan efek tertentu bagi pembeli. Lebih
dari itu, atmosfer toko adalah usaha untuk merancang lingkungan belanja yang
bertujua n untuk menghasilkan efek emosional khusus bagi pembeli yang dapat
meningkatkan kemungkinan pembelian. Atmosfer toko meliputi berbagai
atribut seperti sesuatu yang dapat dilihat (warna, cahaya, ukuran, dan bentuk),
sesuatu yang dapat didengar (volume dan tempo), sesuatu yang dapat dicium
(aroma dan kesegaran), dan sesuatu yang dapat diraba (kelembutan dan suhu).
Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995), atmosfer toko dapat
menghasilkan efek emosional khusus bagi konsumen. Efek tersebut meliputi :
a. Atmosfer toko dapat membantu membentuk arah maupun durasi perhatian
konsumen, sehingga meningkatkan kemungkinan pembelian untuk produk
b. Pengecer toko dapat mengekspresikan berbagai aspek mengenai toko
kepada konsumen (misalnya, toko busana berharap untuk menarik
pelanggan kelas atas dengan citra mode).
c. Latar toko dapat menghasilkan reaksi emosi tertentu dari konsumen
(misalnya, kesenangan dan kegairahan) yang dapat mempengaruhi jumlah
waktu dan uang yang dihabiskan sewaktu berbelanja.
3. Lay Out Toko (Store Lay Out)
Pengecer dapat menciptakan kondisi terbaik di dalam toko yang meliputi
ketersediaan ruang yang memadai dan menggerakkan lalu lintas di dalam toko
untuk memaksimalkan tampilan produk yang dijual.
4. Teknik Display Produk (Merchandise Display Technique)
Display produk adalah teknik penataan barang dagangan yang dapat
meningkatkan penjualan produk dan memberi atraksi tambahan untuk toko.
Display produk juga merupakan bagian penting dari lingkungan informasi
yang dapat membantu pembeli dalam melakukan proses pengambilan
keputusan.
2.1.4 Konsep Store Environment
Menurut Umar (2000), konsep store environment merupakan bagian dari
konsep place. Salah satu retailer atau badan usaha yang melakukan perdagangan
eceran adalah toko dengan segala macam bentuknya. Pada dasarnya, sebuah retail
mempunyai dua hal yang penting yang dapat ditawarkan kepada konsumen, yaitu
Menurut Umar (2000), store environment adalah suasana lingkungan toko
yang hendaknya terasa nyaman dan menyenangkan bagi para pengunjung
sehingga merangsang para konsumen untuk menghabiskan waktu dan berbelanja
dalam toko (supermarket dan sejenisnya). Store environment mampu
mempengaruhi perilaku membeli konsumen.
Lewinson dalam Umar (2000), membagi store environment ke dalam tiga
elemen penting yang diperlihatkan dalam Gambar 1.
Gambar 1 Tiga Elemen Penting Dalam Store Environment Sumber : Lewinson dalam Umar (2000)
1. Store Image
Store Image adalah sebuah toko yang menggambarkan apa yang dilihat dan
dirasakan oleh konsumen terhadap toko tersebut. Citra konsumen terhadap
sebuah toko terdiri atas kesan terhadap eksterior (external impression) dan
interiornya (internal impression). Store image merupakan hal penting bagi
pengecer untuk menarik dan memenuhi kepuasan konsumen. Store Environment
Store Atmospherics •Sight Appeal •Sound Appeal •Scent Appeal •Touch Appeal Store Image
• External Impression • Internal Impression
Store Theatrics
• Décor Themes
2. Store Atmospherics
Atmosfer toko adalah keseluruhan efek emosional yang diciptakan oleh atribut
fisik toko dimana ia hendaknya mampu memuaskan kedua belah pihak yang
terkait, ya itu pengecer dan para konsumennya. Atmosfer toko yang
menyenangkan hendaknya dapat dilihat dari atribut yang dapat menarik
kelima indera manusia, yaitu penglihatan (sight appeal), pendengaran (sound
appeal), penciuman (scent appeal), perasa (touch appeal).
3. Store Theatrics
Retailing bukan hanya sekedar menjual produk tetapi lebih merupakan suatu
pameran atau pergelaran produk yang memicu konsumen untuk membeli
produk yang dipamerkan. Store theatrics dapat merupakan senjata yang
ampuh bagi sebagian besar pengecer untuk mendapatkan keunggulan
kompetitif yang mampu membedakan antara satu pengecer dengan pengecer
yang lainnya. Konsumen memandang bahwa dengan mengunjungi suatu toko
atau mall bukanlah sekedar untuk berbelanja, melainkan lebih merupakan
suatu rekreasi. Oleh karena itu, pengecer harus mampu menyediakan konsep
toko yang tidak hanya menekankan pada fungsi tempat belanja semata, tetapi
juga sebagai tempat rekreasi dan hiburan, bahkan sebagai tempat
bersosialisasi. Store theatrics dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Décor Themes
Mendesain dekorasi toko dapat menggunakan satu atau beberapa tema
baik untuk sisi eksternal dan internal toko sehingga menarik perhatian
kelima indera konsumen. Seorang pengecer tidak harus menggunakan satu
mengkombinasikan beberapa tema yang dianggap sesuai dengan target
pasar yang dituju.
b. Store Events
Store events adalah peristiwa yang spesial, seperti acara hiburan, program
promosi, demosntrasi produk, program sosial dan sejenisnya. Peristiwa
yang spesial ini diadakan oleh pihak manajemen pengecer untuk menarik
pembeli potensial ke dalam toko dengan harapan untuk mencapai tujuan
menciptakan awareness toko, menyediakan informasi kepada konsumen,
membangun store image yang menguntungkan pengecer serta
meningkatkan frekuensi berkunjung konsumen.
2.2 Restoran
2.2.1 Definisi Restoran
Restoran merupakan salah satu bentuk usaha dalam industri jasa boga.
Biasanya jenis usaha ini menyediakan suguhan makanan dan minuman berciri
khas tertentu. Restoran adalah salah satu jenis usaha pangan yang bertempat di
sebagian atau seluruh bangunan yang permanen, dilengkapi peralatan dan
perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian, dan penjualan
makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya dan memenuhi ketentuan
persyaratan yang ditetapkan dalam keputusan ini (Keputusan Menteri Pariwisata,
Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.95/HK.103/MPPT-87). Menurut keputusan
ini, penggolongan restoran berdasarkan fasilitas dan pelaya nan yang tersedia serta
1. Golongan kelas restoran tertinggi , dimana restoran ini dinyatakan dengan
piagam bertanda sendok garpu berwarna emas.
2. Golongan kelas restoran menengah, dimana restoran ini dinyatakan dengan
piagam bertanda sendok garpu berwarna perak.
3. Golongan kelas restoran terendah, dimana restoran ini dinyatakan dengan
piagam bertanda sendok garpu berwarna perunggu.
2.2.2 Jenis-Jenis Restoran
Dalam perkembangannya restoran terus mengalami peningkatan. Jenis
restoran yang terus mengalami peningkatan itu beraneka ragam. Torsina (2000)
membedakan jenis-jenis restoran tersebut sesuai dengan tingkat keasliannya, ada
sepuluh jenis restoran, yaitu :
1. Family Conventional : adalah jenis restoran tradisional untuk keluarga.
Restoran ini mementingkan suasana dan dari segi harga cucup bersahabat.
Dari segi pelayanan dan dekorasi terbilang biasa-biasa saja.
2. Fast Food : Eat-in (makan di restoran).dan take out (dibungkus untuk
dimakan di luar restoran). Restoran siap saji ini memiliki keterbatasan dalam
jenis menu yang disajikan, ruang dengan dekorasi warna-warna utama dan
terang. Dari segi harga dapat dikatakan tidak mahal dan lebih mengutamakan
banyak pelanggan. Jenis restoran inilah yang paling marak diusahakan oleh
para pelaku restoran di Indonesia dewasa ini.
3. Kafetaria : Biasanya terdapat di gedung-gedung perkantoran atau di pusat
perbelanjaan, sekolah atau pabrik-pabrik. Tipe penyajian swalayan dengan
disajikan bisa berganti- ganti menurut hari dan dari segi harga terbilang cukup
ekonomis.
4. Gourmet : Jenis restoran ini termasuk yang berkelas, sehingga memerlukan
suasana yang sangat nyaman dengan dekorasi yang artistik. Dituj ukan bagi
mereka yang menuntut standar penyajian yang tinggi dan bergengsi.
Disamping makanan juga disajikan minuman wines dan liquors.
5. Etnik : Menyajikan masakan dari daerah (suku atau negara) yang spesifik.
Misalnya : masakan Jawa Timur, Manado, Padang, India, Cina dan lain- lain.
Dekorasi disesuaikan dengan etnik yang bersangkutan, bahkan pakaian
seragam pramusaji juga bernuansa etnik. Ada juga yang masuk dalam tipe
snack bar etnik yang menyajikan menu yang murah, terbatas pada
sajian-sajian umum yang dikenal.
6. Buffet : Biasanya dengan sistem pelayanan swalayan, tetapi untuk wine, liquor
atau bir dilayani secara khusus. Ciri utama dari jenis restoran ini adalah
berlakunya satu harga untuk makan sepuasnya apa yang disajikan buffet.
Peragaan dan display makanan sangat penting, sebab langsung menjual
dirinya sendiri.
7. Coffee Shop : Coffee Shop ditandai dengan pelayanan makanan secara cepat.
Banyak seating menempati counter service untuk menekankan suasana
informal. Lokasi utamanya di gedung perkantoran atau puast perbelanjaan
dengan traffic pengunjung yang tinggi untuk menarik perhatian pengunjung
untuk makan siang dan coffee break (walaupun pelayanan untuk sarapan pagi
8. Snack Bar : Ruangan biasanya lebih kecil dan hanya cukup untuk melaya ni
orang-orang yang ingin mengkonsumsi makanan kecil, tetapi restoran jenis
snack bar ini dapat memperoleh volume penjualan melalui jasa pelayanan
pesanan take out.
9. Drive-In : Para pembeli memakai mobil tidak perlu turun dari mobilnya.
Pesanan diantar sampai ke mobil untuk eat-in (sementara parkir) atau take
away. Jenis makanan dikemas secara praktis dan lokasi disesuaikan dengan
tempat parkir, baik mobil ataupun motor. Restoran siap saji Mc Donald asli
(yang pertama) di San Berdardino adalah salah satu tipe drive-in
10.Specially Restaurant : Adalah jenis restoran yang terletak jauh dari keramaian,
tetapi menyajikan masakan yang menarik dan berkualitas. Restoran jenis ini
lebih ditujukan untuk konsumen-konsumen tertentu seperti konsumen
mancanegara ataupun konsumen domestik dalam suasana khas yang berbeda.
Jenis restoran ini memiliki keuntungan lebih, yaitu para pemilik restoran tidak
perlu menginvestasikan dananya terlalu mahal untuk sewa ruang (tempat) di
lokasi- lokasi komersial.
2.3 Makanan dan Restoran Tra disional
Makanan adalah sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk dapat bertahan
hidup. Biasanya makanan yang dikonsumsi seseorang sesuai dengan selera
masing- masing. Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang menyukai
makanan tertentu adalah pengaruh kebiasaan dan ciri khas lingkungannya.
Makanan yang berasal dari lingkungan tertentu yang memiliki ciri khas
sebagai makanan tradisional. Makanan tradisional biasanya berasal dari
bahan-bahan lokal dan mempunyai citarasa yang telah khas dengan masyarakat setempat.
Saat ini makanan tradisional tidak hanya dapat dinikmati di daerah asalnya saja.
Akan tetapi, telah dapat dinikmati di hampir seluruh wilayah Indonesia. Makanan
tradisiona l tersebut banyak disuguhkan oleh restoran-restoran tradisional
Indonesia.
Menurut Torsina (2000), restoran tradisional adalah restoran yang
menyajikan masakan dari daerah (suku atau negara) dan spesifik dan dekorasinya
disesuaikan dengan daerah tersebut, bahkan pakaian seragam pekerjanya
bernuansa tradisional atau etnik. Namun demikian, masih ada permasalahan yang
dihadapi oleh sebagian restoran tradisional. Masalah tersebut antara lain :
1) Restoran tradisional Indonesia semakin tersisih dengan adanya restoran
asing/modern.
2) Adanya rasa bangga jika makan di restoran asing daripada restoran tradisional.
3) Kecenderungan restoran tradisional belum dikelola secara profesional.
4) Banyak produk di restoran tradisional yang belum memenuhi kriteria produk
yang sehat karena pengembangannya masih yang belum memakai aplikasi
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
5) Modal yang digunakan untuk investasi restoran tradisional biasanya masih
relatif kecil.
2.4 Restoran Padang
Salah satu restoran tradisional yang cukup menyebar hampir ke seluruh
tanah air adalah restoran tradisional etnis Minangkabau atau yang lebih dikenal
rasa khas Sumatera Barat, antara lain : rendang, kalio, asam padeh, dendeng, dan
lain sebagainya.
Restoran Padang cukup diminati oleh sebagian besar masyarakat
Indonesia. Ciri khas yang paling menonjol dalam restoran Padang ini adalah cita
rasa yang pedas dan bersantan. Hampir semua makanan Padang memiliki rasa
pedas yang lebih dari masakan lainnya. Selain itu, restoran Padang dicirikan juga
oleh pemakaian atribut tradisional etnis Minangkabau seperti bentuk atap
bangunan, pakaian pramusaji restoran maupun dekorasi ruangan.
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian Ergandia (2006) mengenai Respon Konsumen Terhadap
Performance Restoran MP Steak, Bogor, bertujuan untuk mengkaji karakteristik
konsumen dari Restoran MP Steak, Bogor, menganalisis respon konsumen
terhadap tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaan dari atribut-atribut
performance Restoran MP Steak, Bogor dan.memformulasikan alternatif bauran
pemasaran 7P yang dapat diterapkan oleh Restoran MP Steak, Bogor. Penelitian
ini menggunakan alat analisis berupa analisis deskriptif dan Importance
Performance Analysis. Dimensi pengukuran performance restoran yang
digunakan terdiri dari sembilan dimensi dengan 32 atribut. Dimensi-dimensi
tersebut adalah lokasi, sifat dan kualitas keragaman, harga, personal penjualan,
pelayanan yang diberikan, atribut fisik restoran, atmosfer restoran, iklan atau
promosi dan pelayanan sesudah transaksi.
Berdasarkan pengolahan terhadap 32 atribut performance dengan
kepentingan dan kinerja atribut, terdapat lima atribut yang berada pada kuadran I
(prioritas utama), yaitu sarana parkir yang memadai, kecepatan penyajian
makanan dan minuman sampai ke tangan konsumen, aroma ruangan, kesejukan
ruangan, serta tanggapan terhadap keluhan. Atribut yang berada pada kuadran II
(pertahankan prestasi) sebanyak 12 atribut, yaitu keamanan dari tempat parkir,
variasi dari jenis makanan dan minuman yang tersedia, kualitas makanan dan
minuman yang baik, higienis makanan dan minuman, keramahan dan kesopanan
pramusaji, pengetahuan pramusaji terhadap produk yang dijual, kesigapan
pramusaji dalam melayani konsumen, ketersediaan toilet, ketersediaan mushola,
kebersihan ruangan, kebersihan toilet, serta kebersihan mushola. Pada kuadran III
(prioritas rendah), terdapat delapan atribut, yaitu akses transportasi umum, harga
yang ditawarkan, pembayaran dengan credit card, tata letak kursi dan meja,
pemilihan warna ruangan, pencahayaan ruangan, musik, serta penggunaan iklan.
Atribut-atribut yang terdapat pada kuadran IV (berlebihan) sebanyak tujuh atribut,
yaitu kemudahan dalam menjangkau lokasi, jalan keluar masuk menuju lokasi,
jumlah pramusaji yang melayani, penampilan pramusaji, kecepatan kasir dalam
melayani pembayaran, kemasan bawa pulang, dan dekorasi ruangan.
Berdasarkan tingkat kesesuaian diketahui bahwa atribut yang paling
mempengaruhi kepuasan konsumen adalah atribut penampilan pramusaji dengan
nilai tingkat kesesuaian sebesar 94,26 persen, urutan kedua adalah atribut
kemasan bawa pulang dengan nilai tingkat kesesuaian sebesar 93,35 persen
sedangkan urutan ketiga atribut yang paling mempengaruhi kepuasan konsumen
adalah atribut variasi jenis makanan dan minuman yang tersedia dengan nilai
Indeks kepuasan pelanggan (customer satisfaction index) yang diperoleh
dalam penelitian ini adalah sebesar 0,6975 sehingga berada dalam skala puas,
yang artinya secara keseluruhan konsumen merasa puas (belum memasuki taraf
sangat puas) terhadap kinerja performance Restoran MP Steak, Bogor.
Penelitian Marini (2003), mengenai ”Analisis Perilaku Konsumen
Restoran Fast Food Hoka-Hoka Bento Cabang Bogor”, bertujuan untuk
mengidentifikasi karakteristik umum konsumen, mengidentifikasi proses
keputusan pembelian produk, dan menganalisis kepuasan konsumen terhadap
atribut restoran dan produk. Alat analisis yang digunakan adalah Importance
Performance Analysis.
Hasil dari penelitian menunjukkan untuk atribut restoran, variabel- variabel
yang tergolong kuadran A (prioritas utama), yaitu kebersihan toilet, wastafel
restoran, temperatur atau kesejukan restoran, aroma atau keharuman restoran,
harga, tanggapan terhadap keluhan konsumen di dalam restoran, musik dan lokasi
toilet dan wastafel yang strategis. Pada kuadran B (pertahankan prestasi), yaitu
kebersihan di dalam restoran, kecepatan penyajian produk, keramahan atau
kesopanan pelayanan, kecepatan transaksi, kebersihan di luar restoran, penerangan
atau pencahayaan, dan akses transportasi umum. Pada kuadran C (prioritas
rendah), yaitu kemudahan parkir, lay out ruangan, jalan keluar atau masuk menuju
lokasi, tanggapan terhadap keluhan konsumen setelah meninggalkan restoran,
fasilitas delivery service, kemudahan akses dari daerah perumahan dan
pembayaran dengan menggunakan kartu kredit atau debit. Pada kuadran D
(berlebihan), yaitu penampilan pelayan, dekorasi, pengetahuan tentang produk
Adapun untuk atribut produk yang tergolong ke dalam kuadran
pertahankan prestasi adalah higienis perlengkapan makan, higienis produk, variasi
makanan, variasi minuman, kegurihan, jumlah porsi makanan, kerenyahan,
temperatur produk, dan jumlah porsi minuman. Pada kuadran prioritas rendah
yaitu label ”halal” pada produk, bahan baku kemasan, variasi pencuci mulut,
bentuk kemasan, jumlah porsi, pencuci mulut dan ukuran kemasan. Pada kuadran
berlebihan adalah aroma produk.
Penelitian yang dilakukan Anggraini (2004) menganalisis respon
konsumen terhadap performance toko bakery Pia Apple Pie, Bogor. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji karakteristik konsumen dari toko bakery Pia Apple Pie,
Bogor, menganalisis tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaan konsumen
terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi performance toko bakery Pia Apple
Pie, Bogor, dan memformulasikan alternatif strategi pemasaran yang dapat
diterapkan oleh toko bakery Pia Apple Pie, Bogor. Pene litian ini menggunakan
alat analisis berupa Importance-Performance Analysis. Dimensi Performance
toko yang digunakan terdiri dari sembilan dimensi yaitu : lokasi, sifat dan kualitas
keragaman, harga, personel penjualan, pelayanan yang ditawarkan, atribut fisik
toko, iklan atau promosi, pelayanan sesudah transaksi.
Hasil pengolahan terhadap sembilan dimensi performance dengan
Importance-Performance Analysis akan memposisikan dimensi-dimensi tersebut
ke dalam empat kuadran dalam dalam diagram kartesius. Dimensi Performance
yang tergolong pada kuadran A (prioritas utama) dimana tingkat kepentingan
konsumen cukup tinggi sedangkan tingkat pelaksanaannya dinilai masih kurang
kuadran B (pertahankan prestasi), dimana tingkat kepentingan konsumen tinggi
dan tingkat pelaksanaannya juga baik meliputi dimensi sifat dan kualitas
keragaman dan personal penjualan. Pada kuadran C (prioritas tendah), dimana
konsumen menganggap bahwa tingkat kepentingan maupun tingkat pelaksanaan
sama-sama rendah adalah harga dan pelayanan yang ditawarkan. Sedangkan
dimensi yang termasuk ke dalam kuadran D (berlebihan) dimana tingkat
kepentingan konsumen dinilai tidak/kurang penting dan pelaksanaannya dinilai
baik adalah dimensi atribut fisik toko dan atmosfer toko.
Berdasarkan hasil analisis gap dimensi yang paling besar kesenjangannya
adalah lokasi, penggunanaan iklan/promosi, harga dan pelayanan sesudah
transaksi. Sementara itu, dimensi atribut fisik toko, atmosfer toko, personal
penjualan, sifat dan kualitas keragaman, dan pelayanan yang ditawarkan
merupakan dimensi performance dari Pia Apple Pie, Bogor yang telah memenuhi
harapan konsumen.
Penelitian ini berjudul ”Analisis Respon Konsumen Terhadap
Performance Restoran Padang (Studi Kasus : Restoran Natrabu, Jakarta)”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan karakteristik umum konsumen
Restoran Natrabu, Jakarta, menganalisis respon konsumen terhadap tingkat
kepentingan dan tingkat pelaksanaan dari atribut-atribut performance Restoran
Natrabu, Jakarta dan memformulasikan implikasi bauran pemasaran 7P Restoran
Natrabu, Jakarta.. Alat analisis yang digunakan yaitu tabulasi deskriptif dan
Importance-Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI).
Penelitian ini hanya dilakukan di salah satu restoran Natrabu yaitu di Jl. H.
beberapa cabang lain karena alasan waktu dan biaya yang terbatas. Dimensi
performace yang digunakan mengacu pada penelitian Ergandia (2006) yaitu
lokasi, sifat dan kualitas keragaman, harga, personal penjualan, pelayanan yang
diberikan, atribut fisik restoran, atmosfer restoran, iklan atau promosi dan
pelayanan sesudah transaksi dengan tiga puluh dua ind ikator. Namun setelah
dilakukan uji validitas dan reliabilitas maka didapatkan delapan dimensi
performance dengan 25 indikator atribut pada penelitian ini, yaitu lokasi, sifat dan
kualitas keragaman, harga, personel penjualan, pelayanan yang diberikan, atribut
fisik restoran, atmosfer restoran dan pelayanan sesudah transaksi. Namun atribut
kebersihan mushola dihilangkan karena atribut ketersediaan mushola tidak valid
sehingga total atribut yang digunakan adalah dua puluh empat atribut.
Selain itu, juga terdapat perbedaan penggunaan skala likert. Penelitian ini
menggunakan skala likert 1 – 4 yaitu untuk tingkat kepentingan (4 : sangat
penting, 3 : penting, 2 : tidak penting, 1 : sangat tidak penting) dan tingkat
pelaksanaan (4 : sangat puas, 3 : puas, 2 : tidak puas, 1 : sangat tidak puas). Hal
ini dimaksudkan untuk menghindari kebiasan pada jawaban netral dari responden.
Skala ini diharapkan lebih dapat menggambarkan jawaban yang sebenarnya dari
responden. Peneliti mengharapkan penelitian ini dapat menggambarkan respon
konsumen terhadap performance restoran dengan skala yang berbeda dari
Tabel 5. Ringkasan Penelitian Terdahulu
Nama Judul Tujuan Penelitian Alat Analisis
Erma
1. Mengkaji karakteristik konsumen dariRestoran
Restoran MP Steak, Bogor 3. Memformulasikan
alternatif bauran
pemasaran 7P yang dapat diterapkan oleh Restoran bakery Pia Apple Pie, Bogor. performance toko bakery Pia Apple Pie, Bogor. 3. Memformulasikan
alternatif strategi pemasaran yang dapat diterapkan oleh toko bakery Pia Apple Pie, Bogor.
Importance Performance
Analysi dan
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Definisi Konsumen dan Perilaku Konsumen
Kotler (2002) mendefinisikan konsumen sebagai individu atau kelompok
yang berusaha untuk memenuhi atau mendapatkan barang atau jasa untuk
kehidupan pribadi atau kelompoknya. Konsumen juga dapat didefinisikan sebagai
setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
dalam kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan (menurut Undang-undang Republik Indonesia
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).
Perilaku konsumen menurut J. Paul Peter dan Jerry C. Oslo dalam
Rangkuti, 2006 adalah interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku
dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam
hidup mereka. Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995) perilaku konsumen
didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan
yang mendahului dan menyusuli tindakan tersebut. Perilaku konsumen memiliki
kepentingan khusus bagi orang karena sebagai alasan berhasrat mempengaruhi
atau mengubah perilaku itu, termasuk mereka yang kepentingan utamanya adalah
pemasaran, pendidikan dan perlindungan konsumen serta kebijakan umum.
diterima atau ditolak berdasarkan sejauh mana keduanya dipandang relevan
dengan kebutuhan dan gaya hidup.
Di dalam era globalisasi dan pasar bebas, berbagai jenis barang dan jasa
dengan ratusan merek membanjiri pasar Indonesia. Persaingan antarmerek setiap
produk akan semakin tajam dalam merebut konsumen. Bagi konsumen, pasar
menyediakan berbagai pilihan produk dan merek yang banyak. Konsumen bebas
memilih produk dan merek yang akan dibelinya. Keputusan membeli ada pada
diri konsumen. Konsumen akan menggunakan berbagai kriteria dalam membeli
produk dan merek tertentu. Oleh karena itu, para pemasar harus memahami
perilaku konsumen agar dapat menarik dan mempertahankan konsumen. Sehingga
akan mampu memenangkan pasar dan mencapai tujuan perusahaan.
3.1.2 Karakterisik Konsumen
Karakteristik konsumen yang berbelanja di sebuah toko berbeda-beda.
Karakteristik konsumen tersebut dapat mempengaruhi pilihan konsumen terhadap
suatu restoran. Beberapa restoran mempunyai pelanggan dengan profil tertentu,
sementara restoran-restoran lain menarik profil pembelanja yang berbeda.
Karakteristik konsumen dapat dijadikan sebagai pedoman bagi pemasar untuk
meningkatkan kualitas performance restorannya. Dengan mengetahui karakteristik
konsumennya pihak restoran dapat memberikan pelayanan yang lebih
memuaskan.
Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) membagi beberapa karakteristik
konsumen, ya ng dapat mempengaruhi sikap dan persepsi terhadap proses
1. Karakteristik Demografi
Restoran yang mengerti karakteristik pelanggan inti dengan variabel
demografi seperti jenis kelamin, usia, pendidikan akhir, pekerjaan, status,
pendapatan per bulan dan tempat tinggal maka restoran yang bersangkutam
dapat memaksimumkan daya tariknya melalui produk dan bauran
pelayanannya. Semua variabel tersebut sangat penting dalam menentukan
pilihan terhadap suatu restoran.
2. Karakteristik Psikografi
Karakteristik psikografi merupakan karakteristik konsumen berdasarkan profil
gaya hidup sebagian besar para pemakai. Hal tersebut dilakukan dengan
mengadaptasi bauran produk dan jasa restoran yang bersangkutan sesuai
dengan aktivitas, minat, dan opini kelompok pelanggan.
3.1.3 Kepuasan Konsumen dan Upaya Mempertahankan Pelanggan
Menurut Simamora (2004), sesudah terjadinya pembelian terhadap suatu
produk, konsumen akan mengalami kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen
mendasarkan harapannya kepada informasi yang diterima tentang produk. Jika
konsumen mendapatkan kenyataan yang ternyata berbeda dengan harapannya,
maka konsumen merasa tidak puas. Sebaliknya, jika produk tersebut memenuhi
harapan, maka konsumen akan merasa puas.
Kotler (2002) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau
kecewa seseorang sebagai hasil perbandingan antara prestasi atas produk yang
dirasakan dan yang diharapkan. Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995),
setidaknya memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Sedangkan ketidakpuasan
adalah hasil dari harapan yang diteguhkan secara negatif.
Sementara itu, menurut Rangkuti (2006) kepuasan pelanggan adalah
respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan
sebelumnya dan kinerja sosial yang dirasakannya setelah pemakaian. Mengukur
kepuasan pelanggan sangat bermanfaat bagi perusahaan dalam rangka
mengevaluasi posisi perusahaan saat ini dibandingkan dengan pesaing dan
pengguna akhir, serta menemukan bagian mana yang membuahkan peningkatan.
Umpan balik dari pelanggan secara langsung atau dari fokus group dari keluhan
pelanggan merupakan alat untuk mengukur kepuasan pelanggan. Bagan yang
membentuk kepuasan pelanggan dapat dilihat dari Gambar 2.
Gambar 2 Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan Sumber : Rangkuti, 2006
Tujuan Perusahaan
Produk
Nilai produk bagi pelanggan
Tingkat kepuasan pelanggan
Harapan pelanggan terhadap produk
Perusahaan menciptakan produk sebagai tanggapan dari adanya kebutuhan
dan keinginan konsumen akan suatu produk. Harapan-harapan dari pelanggan
akan produk untuk dapat memenuhi kebutuhan dan keinginnnya direspon oleh
perusahaan dengan menambahkan nilai- nilai tertentu pada produk tersebut yang
bertujuan untuk memberikan produk yang tidak hanya memenuhi kebutuhan
namun juga bernilai bagi pelanggan. Umpan balik yang baik dari perusahaan akan
dapat menciptakan kepuasan bagi pelanggan.
Dalam menilai tingkat kepuasan konsumen, Oliver dalam Engel,
Blackwell, dan Miniard (1995) membagi bentuk penilaian yang berbeda, yaitu :
1. Pengakuan Positif
Pengakuan positif menggambarkan prestasi yang telah dijalankan oleh
perusahaan lebih baik dari apa yang diharapkan konsumen. Pengakuan positif
dapat memberikan kepuasan kepada konsumen.
2. Pengakuan Sederhana
Situasi ini menunjukkan bahwa prestasi perusahaan sama dengan apa yang
diharapkan oleh konsumen. Pengakuan sederhana akan memberikan kepuasan
kepada konsumen dan memungkinkan terjadinya pembelian ulang.
3. Pengakuan Negatif
Pengakuan negatif menunjukkan bahwa prestasi perusahaan lebih buruk dari
apa yang diharapkan oleh konsumen. Hal ini mengakibatkan ketidakpuasan
konsumen terhadap toko.
Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995), upaya mempertahankan
pelanggan harus mendapat prioritas yang lebih besar dibandingkan dengan upaya
dikeluarkan untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada lebih murah
daripada biaya untuk menarik pelanggan baru. Alasan lainnya adalah kehilangan
pelanggan dapat membahayakan pasar yang sudah stabil namun menga lami
pertumbuhan yang lambat dan tidak signifikan. Oleh karena itu, loyalitas
pelanggan berdasarkan kepuasan yang murni dan terus- menerus merupakan salah
satu aset terbesar yang dapat diperoleh perusahaannya.
Terdapat beberapa upaya mempertahankan pelangga n menurut Engel,
Blackwell, dan Miniard (1995) yaitu :
1. Membangun Harapan yang Realistis
Kepuasan didasarkan pada suatu penilaian bahwa harapan sebelum pembelian
terpenuhi. Perusahaan sebaiknya menghindari tindakan melebih- lebihkan,
karena konsumen mungkin sangat percaya dengan apa yang dikatakan
perusahaan dan menuntut tanggung jawab dari perusahaan tersebut.
2. Memastikan Kualitas Produk dan Jasa Memenuhi Harapan
Suara layanan konsumen menjadi alat yang penting untuk mengetahui apakah
kualitas produk atau jasa telah memenuhi harapan konsumen.
3. Memberikan Garansi yang Realistis
Perusahaan hendaknya memberikan jaminan yang benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan. Bila jaminan tersebut tidak dapat
dipertanggungjawabkan, konsumen akan merasa kecewa.
4. Memberikan Info rmasi Tentang Pemakaian Produk
Perusahaan harus menyadari apakah konsumen dapat menggunakan suatu
rupa sehingga kinerja akan memadai dalam kondisi yang benar-benar dialami
di rumah.
5. Mengukuhkan Loyalitas Pelanggan
Salah satu cara untuk mengukuhkan loyalitas pelanggan adalah dengan
meyakinkan konsumen bahwa perusahaan amat membutuhkan konsumen dan
ingin tetap menjalin hubungan baik dengan konsumen.
6. Menanggapi Keluhan Secara Serius dan Bertindak dengan Tanggung Jawab
Perusahaan hendaknya menanggapi setiap keluhan konsumen secara serius
dan melaksanakan tindakan yang bertanggung jawab untuk memulihkan
kepercayaan konsumen.
3.1.4 Jasa
Jasa didefinisikan sebagai setiap tindakan atau perbuatan yang dapat
ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat
intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun.
Produk jasa bisa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak (Kotler, 2002).
Berdasarkan definisi tersebut produk yang ditawarkan perusahaan dapat
dibedakan secara umum ke dalam lima kategori, yaitu produk fisik murni, produk
fisik yang disertai jasa pendukung, produk hibrid dimana porsi barang dan jasa
relatif berimbang, jasa utama yang didukung oleh barang dan jasa murni.
Menurut Zeithaml dan Bitner dalam Hurriyati (2005), jasa pada dasarnya
adalah seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain produk dalam pengertian
dan secara prinsip tidak berwujud (intangible) bagi pembeli pertamanya.
Perbedaan dasar antara barang dan jasa adalah sebagai berikut :
1. Pelanggan tidak memperoleh kepemilikan atas jasa
2. Produk jasa bersifat tidak berwujud
3. Pelanggan lebih terlibat dalam proses produksi
4. Orang lain dapat menjadi bagian dalam produk
5. Adanya keragaman yang lebih besar dalam input ataupun output operasional
6. Banyak jasa sulit dievaluasi pelanggan
7. Umumnya tidak mempunyai persediaan
8. Faktor waktu relatif lebih penting
9. Sistem pemberia n dapat menggunakan saluran fisik maupun elektronik
Rangkuti (2006) mendefinisikan kualitas jasa sebagai penyampaian jasa
yang akan melebihi tingkat kepentingan pelanggan. Jenis kualitas yang akan
digunakan untuk menilai kualitas jasa adalah sebagai berikut :
1. Kualitas Teknik (outcome), yaitu kualitas hasil kerja penyampaian jasa itu
sendiri
2. Kualitas Pelayanan (proses), yaitu kualitas cara penyampaian jasa tersebut
Salah satu cara agar penjualan jasa satu perusahaan lebih unggul
dibandingkan para pesaingnya adalah dengan memberikan pelayanan yang
berkualitas dan bermutu, yang memenuhi tingkat kepentingan konsumen. Tingkat
kepentingan konsumen terhadap jasa yang akan diterima dapat dibentuk
berdasarkan pengalaman dan saran yang konsumen peroleh. Konsumen memilih