Skripsi
FENOMENA ANAK-ANAK PEMULUNG DI KOTA MEDAN
(Studi Kasus di TPA Terjun)D I S U S U N OLEH:
DIAN PRATIWI SIALLAGAN 080901053
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas rahmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa penulis ucapkan
dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini dengan baik, yang berjudul “FENOMENA
ANAK-ANAK PEMULUNG DI KOTA MEDAN”. Skripsi ini ditulis untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian komprehensif untuk mencapai gelar sarjana sosial pada
departemen ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Medan.
Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan
kelemahan. Untuk itu penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat membangun
guna perbaikan di masa yang akna datang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu dalam penyelesaian skripsi ini, dan secara khusus penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Prof. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara Medan
2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Sosiologi
3. Ibu Dra. Rosmiani, MA selaku dosen pembimbing penulis yang telah bersedia
membimbing dan mencurahkan ilmu dan waktu untuk membimbing penulis dari awal
sampai selesainya penulisan skripsi ini
4. Seluruh Dosen Sosiologi Fisip USU yang telah memberikan ilmu selama penulis
menjalankan studi dan staf Departemen Ilmu Sosiologi
5. Orang tua yang penulis banggakan dalam hidup penulis. Bapak T.P. Siallagan, B.Sc. dan
Ibu Eswi Sri Indarti yang telah membesarkan, mendidik, dan selalu sabar memberikan
motivasi, serta memperjuangkan kuliah penulis dengan sepenuh hati, yang mencurahkan
6. Seluruh informan di TPA Terjun yang telah meluangkan waktu untuk memberikan
informasi yang penulis butuhkan.
7. Sahabat-sahabat penulis Evlin, Ibe, Reni, Deas. Terima kasih untuk waktu, perjuangan,
dukungan, dan setiap hal yang telah dilewati bersama penulis selama ini. Terlebih Evlin
yang memberi banyak sumbangsih pemikiran pada penyelesaian tugas akhir penulis.
8. Saudara-saudara sepelayanan penulis Dek Okta, Kak Merry, Bang Saroha, Ito Ganda,
dan seluruh anggota NHKBP Sei Putih Medan yang terus mendukung penulis dalam
segala hal dan menjadi motivasi bagi penulis.
9. Seluruh Sosiologi 2008. Terima kasih untuk kebersamaan yang boleh kita lewati
bersama.
10.Semua yang sudah mendukung dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis
ucapkan terima kasih dan semoga sukses yang menyertai kita semua.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam
skripsi ini. Untuk itu diharapkan saran dan kritik guna menyempurnakannya. Penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Agustus 2014
Penulis
ABSTRAKSI
Anak-anak bekerja di usia dini telah menjadi fenomena sejak lama di masyarakat,
khususnya di Kota Medan. Orang tua yang memiliki peran sebagai pelindung bagi anak-anak
mereka semakin lama semakin tidak menjalankan perannya sebagaimana mestinya. Anak-anak
ditandai dengan pengambilan keputusan-keputusan yang bersifat labil. Anak-anak sangat
mudah tertarik pada hal-hal yang dilakukan oleh orang dewasa tanpa mempertimbangkan resiko
di balik hal-hal tersebut. Anak-anak biasanya hanya memikirkan kesenangan-kesenangan yang
akan didapatkannya dengan melakukan hal-hal tersebut. Hal tersebut membuat pekerja-pekerja
anak semakin banyak dan menjadi fenomena di masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode kualititatif dengan pendekatan studi kasus yang melakukan partisipasi
observasi dan wawancara mendalam terhadap anak-anak pemulung di Kota Medan. Hasil
penelitian menjelaskan bahwa anak-anak pemulung menjadi sebuah fenomena yang kerap kita
temukan di sekitar kita. Fenomena anak-anak pemulung melahirkan bentuk interaksi yang kerap
kita temukan dalam kehidupan. Dilihat dari sisi anak-anak pemulung maka bentuk interaksi
yang terjadi diantaranya adalah interaksi anak-anak pemulung dengan keluarganya, ada juga
interaksi anak-anak pemulung dengan sesama pemulung, dan yang terakhir interaksi anak-anak
pemulung dengan pemerintah setempat (dinas kebersihan). Interaksi dengan ketiga komponen
tersebut yaitu keluarga, teman sebaya, dan pemerintah melahirkan bentuk dan karakteristik
masing-masing. Interaksi yang terjadi antar seluruh komponen baik bagi keluarganya, teman
sepermainan, dan pemerintah, dan yang terakhir penentu anak-anak pemulung itu sendiri.
Kata kunci : Anak-anak pemulung, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun, pemulung
DAFTAR ISI
2.3 Fenomena Sosial Anak-anak Pekerja...15
2.4 Fenomena Anak-anak Pemulung di Kota Medan...17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian...20
3.2 Lokasi Penelitian...20
3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis...21
3.3.2 Informan...21
3.4 Teknik Pengumpulan Data...22
3.5 Interpretasi Data...24
BAB IV DESKRIPSI DAN HASIL INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi...25
4.2 Profil Informan...28
4.3 Interpretasi Data 4.3.1 Fenomena Anak-anak Pemulung Di Kota Medan...59
4.3.2 Interaksi Sosial Anak-anak Pemulung dengan Orang tua...68
4.3.3 Interaksi Sosial Anak-anak pemulung dengan Sesama Pemulung ...74
4.3.4 Interaksi Sosial Anak-anak Pemulung dengan Dinas Kebersihan...77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan...80 5.2 Saran...81
ABSTRAKSI
Anak-anak bekerja di usia dini telah menjadi fenomena sejak lama di masyarakat,
khususnya di Kota Medan. Orang tua yang memiliki peran sebagai pelindung bagi anak-anak
mereka semakin lama semakin tidak menjalankan perannya sebagaimana mestinya. Anak-anak
ditandai dengan pengambilan keputusan-keputusan yang bersifat labil. Anak-anak sangat
mudah tertarik pada hal-hal yang dilakukan oleh orang dewasa tanpa mempertimbangkan resiko
di balik hal-hal tersebut. Anak-anak biasanya hanya memikirkan kesenangan-kesenangan yang
akan didapatkannya dengan melakukan hal-hal tersebut. Hal tersebut membuat pekerja-pekerja
anak semakin banyak dan menjadi fenomena di masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode kualititatif dengan pendekatan studi kasus yang melakukan partisipasi
observasi dan wawancara mendalam terhadap anak-anak pemulung di Kota Medan. Hasil
penelitian menjelaskan bahwa anak-anak pemulung menjadi sebuah fenomena yang kerap kita
temukan di sekitar kita. Fenomena anak-anak pemulung melahirkan bentuk interaksi yang kerap
kita temukan dalam kehidupan. Dilihat dari sisi anak-anak pemulung maka bentuk interaksi
yang terjadi diantaranya adalah interaksi anak-anak pemulung dengan keluarganya, ada juga
interaksi anak-anak pemulung dengan sesama pemulung, dan yang terakhir interaksi anak-anak
pemulung dengan pemerintah setempat (dinas kebersihan). Interaksi dengan ketiga komponen
tersebut yaitu keluarga, teman sebaya, dan pemerintah melahirkan bentuk dan karakteristik
masing-masing. Interaksi yang terjadi antar seluruh komponen baik bagi keluarganya, teman
sepermainan, dan pemerintah, dan yang terakhir penentu anak-anak pemulung itu sendiri.
Kata kunci : Anak-anak pemulung, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun, pemulung
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi
oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih
membutuhkan bimbingan orang dewasa sebagai media menjadi individu yang
berpartisipasi dalam masyarakat. Masa anak-anak merupakan fase kehidupan yang
tidak produktif, yaitu masa dimana manusia belajar, baik formal maupun
non-formal, untuk membentuk konsep dirinya. Pada masa ini yang berperan untuk
membentuk konsep diri seorang anak adalah orang dewasa yang berada di
sekitarnya, seperti orang tua di rumah dan guru di sekolah. Masa kanak-kanak pada
umumnya disebut sebagai masa bermain. Pada masa bermain, manusia dapat pula
membentuk konsep dirinya berdasarkan apa yang ia lihat dan mengerti. Hal ini
disebabkan oleh anak-anak yang terbiasa meniru hal-hal yang dilihatnya. Maka
dalam hal ini orang tua sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap
anak tersebut, berperan untuk menyaring segala informasi yang didapatkan oleh
anak tersebut.
Anak-anak berhak mendapat pendidikan yang layak. Orangtua memiliki
terhadap dunia pendidikan anak. Hal ini salah satunya didukung dengan
diturunkannya dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) untuk membantu
meringankan biaya sekolah bagi anak-anak dari keluarga yang kurang mampu.
Selain pemerintah, pihak swasta juga turut membantu terlaksananya wajib belajar
sembilan tahun. Hal ini tampak dari maraknya sekolah-sekolah gratis di pemukiman
kumuh, seperti Sekolah Darurat Kartini di kolong jembatan di Jalan Lodan, Jakarta
Utara. Sekolah ini menyediakan segala kebutuhan belajar mengajar secara gratis
pada siswa-siswanya. Hal tersebut menunjukkan adanya perhatian masyarakat pada
anak-anak untuk memperoleh pendidikan yang layak sekalipun adanya keterbatasan
ekonomi orangtua.
Menurut Nenny Soemawinata, Managing Director Putera Sampoerna
Foundation, di Sampoerna Academy Bogor Campus, Caringin, Bogor, Jawa Barat,
berdasarkan pada data Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) tahun 2009,
terdapat sekitar 1,5 juta remaja di Indonesia tidak dapat melanjutkan pendidikan dan
menjadi anak putus sekolah. Hal tersebut disebabkan beberapa hal, yang terbesar
adalah karena alasan ekonomi. 54 persen dari 1,5 juta remaja tersebut terpaksa
berhenti sekolah karena tidak memiliki biaya. Sedangkan 9,8 persen tidak
melanjutkan sekolah karena bekerja atau membantu orang tua mencari nafkah. Oleh
karena itu pemerintah melarang diberdayakannya anak-anak untuk bekerja di sektor
Seorang anak memang memiliki kewajiban untuk membantu orangtua, akan
tetapi tidak memiliki kewajiban untuk bekerja secara komersial membantu
perekonomian keluarga. Namun yang terjadi saat ini adalah semakin banyak kasus
yang menunjukkan eksploitasi terhadap anak-anak di bawah umur. Anak-anak
dipekerjakan untuk memperoleh keuntungan pribadi maupun kelompok. Anak-anak
yang seharusnya belajar dan bermain justru dipaksa untuk bekerja layaknya manusia
dewasa. Alasan kesulitan ekonomi selalu dimunculkan untuk membenarkan keadaan
tersebut. Anak-anak di bawah umur yang harusnya belajar dengan tekun, justru
dipekerjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Berdasarkan data BPS
pada Desember 1998, jumlah pekerja anak usia 10-14 tahun di Indonesia adalah
sebanyak 1.809.935 jiwa. Sedangkan usia 5-9 tahun adalah sebanyak 203.000 jiwa
pada Desember 1998. Selanjutnya Survei Pekerja Anak (SPA) dari Badan Pusat
Statistik (BPS) yang bekerjasama dengan ILO menemukan dari 58,8 juta anak
Indonesia pada tahun 2009, 1,7 juta jiwa diantaranya menjadi pekerja anak
(Bagong, 2000:116).
Banyak motivasi yang digunakan oleh anak-anak untuk bekerja. Pada
umumnya anak-anak terpaksa bekerja karena alasan ekonomi. Dalam hal ini adalah
masyarakatnya yang sebagian besar kehidupan ekonominya menengah kebawah.
Ada juga yang bekerja berdasarkan keinginan dari anak-anak itu sendiri, seperti
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan melatih kemandiriannya.
Salah satu jenis pekerjaan yang dilakukan oleh anak-anak di sektor publik
adalah sebagai pemulung. Menjadi pemulung tidak memerlukan kemampuan atau
keterampilan khusus, seperti keterampilan menjahit, memasak, bernyanyi, atau
menari. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka marak terlihat anak-anak yang
berprofesi sebagai pemulung. Setiap anak hanya membutuhkan karung plastik untuk
menampung barang bekas serta ranting-ranting untuk memilih barang bekas. Bagi
anak-anak yang berprofesi sebagai pemulung, bekerja dan belajar menjadi beban
ganda yang keduanya harus dijalani dengan baik. Mereka dipaksa untuk memiliki
prestasi baik di sekolah, namun di sisi lain mereka juga harus bekerja untuk
mencukupi kebutuhan mereka. Akhirnya mereka menghabiskan sebagian besar
harinya untuk mencari sampah yang masih bernilai ekonomis untuk dijual kembali.
Hal ini pada umumnya berakibat pada kualitas belajar yang kurang baik pada
anak-anak pemulung tersebut.
Di kota Medan anak-anak pemulung dapat dengan mudah ditemukan. Pada
umumnya mereka menjadi pemulung karena mengikuti orang tua mereka yang
menjadi pemulung lebih dulu. Tidak jarang anak-anak tersebut dipaksa oleh orang
tua mereka untuk ikut menjadi pemulung untuk membantu mengurangi beban orang
Segala sesuatu yang dilakukan oleh individu, terutama dalam hal ini adalah
anak-anak, merupakan hasil sosialisasi yang diterima di masyarakat. Sosialisasi
merupakan proses yang diterima seorang anak untuk menjadikannya individu yang
berpartisipasi di masyarakat. Sosialisasi tersebut diperoleh dari adanya interaksi
individu dengan individu yang lain. Begitu juga yang dialami oleh anak-anak
pemulung. Dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi, mereka banyak
menerima sosialisasi mengenai hal-hal disekitar mereka, baik dari orangtua, teman
bermain, sekolah, media masa, dan media elektronik. Interaksi yang dialami oleh
anak-anak pemulung dapat berupa interaksi yang asosiatif dan dapat pula interaksi
yang disasosiatif. Hasil interaksi tersebut pada akhirnya berpengaruh pada
kepribadian anak-anak tersebut. Salah satunya adalah dalam hal memutuskan untuk
bekerja, dalam hal ini adalah sebagai pemulung.
Banyak tempat yang menjadi tujuan anak-anak bekerja sebagai pemulung,
salah satunya yang menjadi tujuan anak-anak bekerja sebagai pemulung adalah
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun. TPA Terjun merupakan salah satu
tempat pembuangan sampah terakhir yang berasal dari kota Medan dan sekitarnya.
Di tempat ini seluruh sampah dikumpulkan untuk kemudian diolah ataupun hanya
ditimbun menjadi tanah humus. Berbagai jenis sampah ditimbun di TPA Terjun,
baik sampah organik maupun sampah anorganik. TPA Terjun sesungguhnya bukan
mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Anak-anak
pemulung pada umumnya mencari sampah-sampah berbahan plastik dan besi untuk
kemudian dijual kepada toke. Selanjutnya toke ini yang akan menjual
sampah-sampah tersebut kepada pengolah barang-barang bekas untuk didaur ulang.
Anak-anak pemulung bekerja pagi, siang, sore, dan malam untuk mendapatkan
barang-barang yang masih bernilai ekonomis. Mereka tersebar bersama sampah-sampah
yang menggunung di sepanjang lokasi TPA.
Kehidupan sosial anak-anak pemulung sebagian besar dihabiskan di TPA
Terjun. Ada anak-anak yang bekerja dari pagi sampai malam hari, ada juga yang
bekerja dari siang hari sepulang sekolah sampai malam hari, serta ada pula yang
bekerja dari pagi hari sampai siang hari. Berdasarkan rentang waktu yang dijalani
oleh anak-anak pemulung di TPA, memungkinkan mereka menjalani interaksi
dengan orang lain di area TPA. Dalam hal ini mereka berinteraksi dengan sesama
pemulung, baik pemulung dewasa maupun pemulung anak-anak, masyarakat sekitar
TPA, dan dengan pemerintah setempat. Untuk melihat interaksi antara anak-anak
pemulung dengan sesama pemulung, baik pemulung dewasa maupun pemulung
anak-anak, masyarakat sekitar TPA, dan dengan pemerintah setempat, maka
mendorong penulis untuk meneliti “Fenomena Anak-anak Pemulung Di Kota
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah ”Bagaimana interaksi sosial anak-anak pemulung dengan orang
tua, sesama pemulung, dinas kebersihan setempat, serta teman-teman bermain?”
1.3Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana interaksi
sosial anak-anak pemulung dengan orang tua, sesama pemulung, dinas kebersihan
setempat, serta teman teman bermain.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Hasil yang akan diperoleh dari penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat
memberikan pemahaman tentang fenomena anak-anak pemulung di Kota
Medan, serta memberi sumbangsih terhadap kajian ilmu sosiologi khususnya
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat mengasah kemampuan penulis dalam membuat karya
ilmiah dan dapat pula menambah pengetahuan peneliti mengenai masalah
yang sedang diteliti serta menjadi masukan bagi instansi terkait.
1.5 Defenisi Konsep
Defenisi konsep yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah:
1. Fenomena dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah hal-hal yang dapat
disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara
ilmiah seperti fenomena alam. Namun fenomena yang dimaksudkan dalam
penelitian ini adalah fenomena sosial yaitu gejala sosial yang timbul di
masyarakat secara luas, yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Dalam hal ini
yang menjadi fenomena adalah anak-anak pemulung yang ada dikota Medan.
Fenomena merupakan suatu gejala yang muncul dan selanjutnya menjadi
suatu hal yang biasa di masyarakat. Akibatnya, masyarakat tidak lagi
menganggap hal tersebut sebagai suatu hal yang tidak layak dan wajar,
sehingga hal tersebut dibenarkan sekalipun sebelumnya merupakan hal yang
tidak layak baik dari sisi hukum, maupun kehidupan sosial.
2. Anak-anak dalam hal ini adalah yang terdapat pada Undang-undang No. 23
adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Anak-anak
merupakan individu yang secara umum masih rentan akan kehidupan sosial
dan masih membutuhkan bimbingan orang lain yang lebih dewasa dalam
membentuk konsep dirinya.
3. Pemulung adalah orang yg mencari nafkah dengan jalan mencari dan
memungut serta memanfaatkan barang bekas seperti plastik dan besi bekas
dengan menjualnya kepada pengusaha yang akan mengelolanya kembali
menjadi barang komoditas. Pemulung merupakan suatu profesi yang
membantu dalam proses mengurangi sampah. Hal ini dikarenakan pemulung
bekerja memungut barang-barang bekas yang masih bernilai ekonomis.
Selanjutnya barang-barang tersebut akan dijual kepada toke dan dapat didaur
ulang oleh tangan-tangan yang terampil. Maka, pemulung telah membantu
mengurangi jumlah sampah yang akan terbuang sia-sia. Dengan begitu,
keberadaan pemulung menjadi hal yang menguntungkan bagi masyarakat,
pemerintah, dan lingkungan.
4. Anak pekerja adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk
orangtuanya, untuk orang lain, dan untuk dirinya sendiri yang membutuhkan
sejumlah besar waktu dengan menerima imbalan atau tidak. Dalam hal ini
pekerjaan yang dilakukan oleh anak adalah sebagai pemulung. Anak pekerja
5. Miskin adalah tidak berharta, serba kekurangan (berpenghasilan sangat
rendah).
Adapun kriteria miskin menurut standart BPS, yaitu:
a. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang
b. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/ bambu / kayu murahan
c. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu / rumbia / kayu berkualitas
rendah / tembok tanpa diplester
d. Tidak memiliki fasilitas buang air besar / bersama-sama dengan rumah
tangga lain
e. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik
f. Sumber air minum berasal dari sumur / mata air tidak terlindung / sungai /
air hujan
g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar / arang /
minyak tanah
h. Hanya mengkonsumsi daging / susu / ayam satu kali dalam seminggu
i. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
j. Hanya sanggup makan sebanyak satu / dua kali dalam sehari
l. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah : petani dengan luas
lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan
dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per
bulan
m. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah / tidak tamat
SD/ hanya SD
n. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.
500.000,- seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal
motor, atau barang modal lainnya.
Selain itu, miskin juga dapat dikatakan sebagai suatu klasifikasi sosial yang
dianggap rendah oleh sebagian besar masyarakat. Hal ini dikarenakan miskin
dianggap sebagai suatu keadaan yang tidak memiliki kemampuan finansial
yang layak untuk mencukupi kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, dan
terlebih kebutuhan tersier.
6. Sosialisasi adalah proses pembelajaran yang dialami oleh individu selama
dalam hidupnya untuk menjadi anggota yang berpartisipasi dalam
masyarakat. Pembelajaran yang dialami umumnya diterima dari banyak pihak
diantaranya keluarga, sekolah, teman bermain, dan media massa. Selain itu
7. Interaksi Sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan
individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok yang
saling mempengaruhi dalam kehidupan bermasyarakat. Interaksi sosial
merupakan cara individu untuk saling mengenal dengan individu lain. Dalam
interaksi terdapat 2 (dua) macam bentuk, yaitu interaksi yang asosiatif dan
interaksi yang disasosiatif. Interaksi asosiatif yaitu interaksi yang
mengindikasikan adanya persatuan dan kerja sama antar individu dalam
masyarakat. Sedangkan interaksi disasosiatif yaitu interaksi yang
mengindikasikan adanya persaingan antar individu dalam masyarakat. Kedua
proses tersebut merupakan cara masyarakat untuk melestarikan hidup
tergantung kepada budaya yang terdapat di masyarakat tersebut.
8. TPA Terjun adalah tempat pembuangan akhir sampah yang berasal dari kota
Medan, tempat ini berfungsi untuk menimbun sampah. TPA Terjun berlokasi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok
manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia (Soerjono
Soekanto, 1982: 55). Manusia merupakan makhluk sosial dan tidak dapat hidup
sendiri, maka manusia hidup secara berkelompok yaitu bermasyarakat. Dalam
kehidupan bermasyarakat inilah manusia berinteraksi dengan manusia lain. Melalui
interaksi, manusia saling berbagi informasi. Adanya interaksi juga dapat membantu
manusia mensosialisasikan ideologi-ideologi dan konsep-konsep diri.
Menurut Herbert Blumer, salah seorang tokoh teori ini, individu berinteraksi
dengan individu lain untuk mengadaptasi makna terhadap sesuatu. Makna muncul
dari pikiran masing-masing individu, namun makna tersebut tidak muncul begitu
saja. Artinya, setiap individu perlu untuk mengamati individu lain yang lebih dulu
memiliki makna terhadap sesuatu itu untuk kemudian dianalisis. (Margareth
Poloma, 2004: 258).
Individu merupakan aktor yang sadar dan reflektif, yang menyatukan
memiliki kemampuan untuk memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan, dan
mentransformir makna pada situasi di mana ia ditempatkan. Proses ini terjadi dalam
kehidupan sosial, yaitu saat individu memperhatikan tindakan orang lain serta
mengadaptasi tindakan tersebut (Margareth Poloma, 2004: 261).
Interaksi yang terjadi dapat bermacam-macam bentuknya pada setiap
individu, dapat berupa interaksi yang asosiatif dan dapat pula interaksi yang
berbentuk disasosiatif. Interaksi berbentuk asosiatif ketika interaksi tersebut
mengindikasikan adanya pendekatan atau penyatuan individu yang satu dengan
individu lainnya, seperti kooperasi, akomodasi, asimilasi, maupun amalgamasi.
Proses-proses tersebut menunjukkan adanya kesatuan dan kerja sama individu
(Bagong 2007: 57). Namun, interaksi berbentuk disasosiatif ketika interaksi tersebut
mengindikasikan adanya persaingan, seperti kompetisi, konflik, serta kontraversi
(Bagong 2007: 64). Interaksi yang terjadi tergantung kepada budaya yang terdapat
di masyarakat.
2.2Teori Fenomenologi
Teori fenomenologi menjelaskan tentang bagaimana kehidupan
bermasyarakat dapat terbentuk. Tindakan manusia menjadi suatu hubungan sosial
bila manusia memberikan arti atau makna terhadap tindakannya itu dan manusia
lain memahami tindakannya itu sebagai satu kesatuan yang penuh arti, dan
Menurut Alfred Schutz fenomenologi berbicara mengenai antarsubjektifitas
dan intersubjektifitas. Dalam hal ini antarsubjektifitas menunjuk kepada dimensi
dari kesadaran umum dan kesadaran khusus kelompok sosial yang saling
terintegrasi. Sedangkan intersubjektifitas menunjuk kepada peranan masing-masing
individu yang diperoleh melalui pengalaman yang bersifat pribadi. Dalam konsep
ini perlu memahami interakasi yang terjadi antar individu. Pemusatan perhatian
ditujukan agar individu dapat saling bertindak, berinteraksi, dan saling memahami
(Ritzer 2007 : 60).
Konsep fenomenologi menjadikan manusia sebagai objek dan juga sebagai
pencipta dunianya sendiri. Tingkah lakunya merupakan segala tindakan yang harus
diinterpretasikan oleh manusia itu sendiri dan segala makna yang dikerjakan
merupakan fenomenologi. Dalam hal ini fenomenologi berarti mempelajari
bagaimana individu ikut serta dalam proses pembentukan dan pemeliharaan
fakta-fakta yang terjadi di masyarakat, serta melihat bagaimana hubungan antar situasi
dan bagaimana tindakan yang terjadi di masyarakat (Ritzer 2007 : 62).
2.3 Fenomena Sosial Anak-anak Pekerja
Anak pekerja adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk
dengan anak adalah orang laki-laki atau perempuan yang berusia dibawah 15 tahun.
Di Indonesia anak-anak dibawah usia 15 tahun, yang hidupnya digunakan untuk
bekerja, tidak lagi menjadi hal yang baru di masyarakat. Banyak anak yang bekerja
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, diantaranya dengan cara memulung
barang-barang bekas.
Menurut badan ILO tahun 1999 (Bagong 2003:113), di dunia terdapat lebih
dari 250 juta anak-anak pekerja berusia 5-14 tahun yang harus melepaskan waktu
bermain mereka dengan bekerja. Sementara di Indonesia diperkirakan terdapat 5-6,5
juta pekerja anak, dan akan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya jika tidak
dicari solusi terbaik untuk penanganan masalah mengenai anak-anak pekerja yang
terus mengalami peningkatan di Indonesia.
Sebagai kasus yang bisa kita perhatikan adalah maraknya anak-anak pekerja
yang ada di Jawa Timur. Di Jawa Timur bukan rahasia lagi anak-anak banyak yang
bekerja, bukan hanya bekerja sebagai buruh di sektor pertanian atau pabrik, tetapi
juga bekerja di sektor yang dianggap membahayakan, yaitu bekerja di sektor
prostitusi. Secara keseluruhan jumlah anak usia 7-15 tahun tercatat 5,9 juta jiwa dan
hanya 5,06 yang menempuh pendidikan dan terdapat 900 ribu anak yang harus
bekerja disektor berbahaya tersebut (Kompas 8 juni 2003 dalam Bagong 2003:119).
Hasil survei Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menunjukkan, masih
ada 1,5 juta (4,3 persen) pekerja anak di Indonesia pada 2010. Setengah anak-anak
mengganggu kesehatan, keselamatan, dan perkembangan moral mereka. (Suara
Pembaruan edisi Rabu, 23 Mei 2012).
Maraknya kasus anak-anak pekerja di Indonesia menimbulkan dampak yang
sangat berbahaya bagi anak. Dampak yang dirasakan oleh anak adalah perubahan
psikologi dan sosial anak. Dampak anak-anak pekerja bukan terdapat pada
pekerjaannya, tetapi terdapat pada pengaruh akibat terlalu dini bekerja dan
kurangnya kesempatan anak-anak itu untuk memperoleh pendidikan. Dampak yang
paling dominan dialami oleh anak-anak pekerja adalah rawan eksploitasi.
Anak-anak dieksploitasi dalam berbagai bidang, baik mental, psikologis maupun materi,
dan semua dampak akibat adanya eksploitasi tersebut merugikan anak
(Bagong,2003:132).
2.4 Fenomena Anak-anak Pemulung di Kota Medan
Pemulung bukanlah hal yang baru di Indonesia terkhusus kota Medan. Tidak
jarang terlihat pemulung sedang mengais-ngais tempat sampah yang banyak
terdapat di pinggir jalan untuk mendapatkan barang-barang yang masih bisa dijual.
Pemulung bisa saja tidak memiliki pilihan lain untuk memulung karena tuntutan
ekonomi dan kemampuan yang tidak memadai untuk mendapatkan pekerjaan yang
menjadi pemulung. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan munculnya
pemulung-pemulung yang berusia di bawah 18 tahun. Pada akhirnya anak-anak pemulung-pemulung
akan menjalani kehidupan sosialnya di luar lingkungan tempat tinggal, karena
waktu yang banyak dihabiskan untuk memulung. Maka komunitas sosialnya adalah
pemulung di tempat ia bekerja sebagai pemulung. Kehidupan sosialnya pun terbatas
pada kehidupan sebagai pemulung saja, karena keterbatasan waktu yang
dimilikinya. Ia mulai kehilangan waktu untuk bermain dengan teman-teman
sebayanya.
Menjadi pemulung bagi anak-anak bisa jadi sebuah pilihan atau bahkan
keharusan. Pilihan tersebut tidak jauh dari hasil interaksinya dengan kelompok
sosialnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Mead, pilihan untuk menjadi
pemulung oleh anak-anak pun merupakan nilai-nilai yang sudah digeneralisasi oleh
kelompok sosialnya.
Dikota Medan banyak kita temui anak-anak yang bekerja sebagai pemulung,
bahkan untuk lokasi TPA Terjun yang ada di Medan Marelan, jumlah anak yang
bekerja sebagai pemulung diperkirakan mencapai 50 orang dengan usia antara 7 –
17 tahun. Anak-anak ini bekerja sebagai pemulung pada siang hari setelah mereka
pulang sekolah, namun banyak juga diantara anak-anak ini yang putus sekolah
karena keterbatasan materi yang dimiliki oleh kedua orang tua anak tersebut.
Menjadi pemulung di TPA Terjun menjadi alternatif pekerjaan yang mereka
sebab dan konsekuensi yang harus mereka alami. Satu hal yang mereka ketahui
adalah mereka bisa mencari uang untuk membantu orang tua mereka atau bahkan
untuk makan mereka sehari hari. Anak-anak ini datang ke TPA Terjun membawa
karung untuk tempat hasil pulungan mereka, setelah itu mereka pilah-pilah sesuai
dengan kondisi barang yang mereka pulung kemudian akhirnya mereka jual ke toke
yang tidak jauh dari tempat mereka bekerja. Banyaknya jumlah anak yang bekerja
sebagai pemulung menunjukkan masih kurangnya kepedulian terhadap anak-anak.
Diperlukan kerjasama dari pemerintah dan masyarakat serta pemahaman dari orang
tua utuk tidak memberikan izin kepada anak-anak untuk bekerja secara berlebihan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif
dengan pendekatan studi kasus. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa tulisan, dan menggambarkan perilaku yang
dapat diamati oleh peneliti dan orang-orang subjek itu sendiri. Metode kualitatif
dipilih dengan alasan penelitian ini membutuhkan penjelasan secara rinci karena
menjelaskan tentang fenomena anak-anak pemulung yang dianggap wajar oleh
masyarakat. Studi kasus merupakan suatu strategi dan metode analisis data kualitatif
yang menekankan pada kasus-kasus khusus yang terjadi pada objek analisis (Burhan
Bungin, 2005:229).
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di TPA Terjun, Kelurahan Terjun, Kecamatan
Medan Marelan, Sumatera Utara. Alasan pemilihan lokasi tersebut adalah karena
lokasi tersebut merupakan pusat pengumpulan sampah yang berasal dari kota
Medan dan sekitarnya. Berbagai jenis sampah dapat ditemukan di lokasi tersebut.
Maka tidak heran jika dapat ditemukan pemulung di lokasi tersebut. Termasuk di
3.3 Unit Analisis dan Informan
1. Unit Analisis
Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah seluruh
anak-anak pemulung yang berada di TPA Terjun, orang tua/wali yang memiliki
hak asuh terhadap anak-anak tersebut, serta pemerintah setempat.
2. Informan
Adapun yang menjadi informan dalam peneltian ini adalah:
a. Informan kunci
Informan kunci yaitu sumber informasi yang aktual dalam menjelaskan
tentang masalah penelitian yang sedang diteliti. Adapun yang menjadi
informan kunci dalam penelitian ini adalah anak-anak pemulung yang
bekerja di TPA Terjun. Adapun ketegori anak-anak pemulung yang
menjadi objek penelitian ini adalah anak-anak yang sudah bekerja di TPA
Terjun selama minimal 1 tahun dan berusia minimal 10 tahun sebanyak
b. Informan biasa
Adapun yang menjadi informan biasa dalam penelitian ini adalah orang
tua/wali yang memiliki hak asuh terhadap anak-anak pemulung yang
bekerja di TPA Terjun dan pemerintah setempat, yaitu sebanyak 7 orang.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua,
yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
penelitian lapangan,yaitu:
a. Observasi atau pengamatan yaitu kegiatan keseharian manusia dengan
menggunakan pancaindera mata sebagai alat bantu utamanya, selain itu
panca indera yang dapat digunakan juga adalah telinga, penciuman,
mulut, dan kulit. Oleh karena itu observasi adalah kemampuan seseorang
untuk menggunakan pengamatan melalui hasil kerja panca indera serta
dibantu dengan panca indera yang lainnya (Bungin, 2005:133). Adapun
hal yang menjadi bahan observasi dalam penelitian ini adalah bagaimana
b. Wawancara mendalam adalah sebuah proses memperoleh keterangan
tentang penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai dengan
atau tanpa menggunakan pedoman wawancara. Data berupa teks hasil
wawancara yang diperolah melalui wawancara yang dijadikan sampel
penelitian. Data dapat direkam atau dapat dicatat oleh peneliti (Bungin,
2005:127).
c. Dokumentasi adalah data dalam bentuk gambar yang diambil langsung
di lapangan.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu merupakan data yang didapatkan secara tidak langsung
dari objek penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen,
yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku buku
referensi, dokumen, majalah, jurnal, dan data dari internet yang dianggap
relevan dengan masalah yang sedang diteliti. Buku, jurnal, dan yang lainnya
diarahkan untuk mendapatkan gambaran gambaran mengenai data-data yang
3.5 Interpretasi Data
Interpretasi data merupakan metode penganalisian data dengan cara
menyusun data, mengelompokkannya, dan menginterpretasikannya sehingga
diperoleh gambaran yang sebenarnya mengenai fenomena anak-anak pemulung di
kota Medan.
Interpretasi data adalah sebuah tahap dalam upaya menyederhanakan dari
data yang telah diperoleh dari hasil penelitian di lapangan maupun dari hasil studi
kepustakaan. Data-data yang diperoleh akan dipelajari kembali, ditelaah,
dikelompokkan sesuai dengan permasalahan dari penelitian yang dilakukan.
Observasi akan diuraikan untuk memperkaya hasil wawancara sekaligus
melengkapi data. Data yang diperoleh akan diinterpretasikan untuk menghasilkan
BAB IV
DESKRIPSI DAN HASIL INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1 Deskripsi Lokasi
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun berada di Kelurahan
Terjun, Kecamatan Medan Marelan. Luas wilayah TPA ini adalah 137.563m2.
Tanah lokasi TPA tersebut dimiliki oleh Pemerintah Kota Medan. Jarak lokasi TPA
dengan pemukiman rumah warga adalah 500 meter, sedangkan dari sungai Deli
berjarak 4 kilometer, dan dari pantai Belawan berjarak 6 kilometer. TPA terjun
memiliki lokasi cadangan seluas 4 Hektar yang belum dipergunakan. Kondisi
lapisan asal tanah TPA Terjun adalah lempung dengan topografi relatif datar serta
elevansi 2,5 meter dari permukaan laut. Areal ini berada diantara aliran Paluh
Nibung dan Paluh Terjun. Aliran kedua paluh tersebut dipengaruhi oleh pasang
surut air laut. TPA tersebut mulai beroperasi sebagai tempat penampungan sampah
sejak tanggal 7 Januari 1993. Sistem yang dilakukan pada TPA Terjun adalah
dengan cara open dumping, yaitu sampah ditimbun terus menerus tanpa
memberikan perlakuan apapun. Selanjutnya sampah akan dibiarkan sampai pada
akhirnya akan membusuk dengan sendirinya dan menjadi tanah. Ketika sampah
telah menjadi tanah, selanjutnya daerah tersebut akan menjadi lahan yang baru
digunakan sebagai tempat peristirahatan para pemulung selama bekerja. Lingkungan
TPA sangat terbuka dan dikelilingi oleh tumpukan sampah yang bercampur dan
beraneka ragam sifat dan jenisnya. Saat hujan lokasi TPA ini menjadi berlumpur
dan sampah menjadi basah sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap. Selain itu
asap juga tampak diantara timbunan sampah di TPA terjun tersebut. Hal ini terjadi
karena adanya oknum yang membakar sampah di beberapa titik di lokasi TPA
Terjun tersebut.
Saat ini TPA Terjun sudah dilengkapi dengan kolam lindi walaupun belum
dapat berfungsi secara maksimal karena dalam masa perbaikan. Kolam lindi
berfungsi sebagai tempat penampungan air lindi (air rembesan sampah) yang dapat
merusak lingkungan. Selain itu, TPA Terjun juga memiliki sumur pantau yang
berfungsi sebagai kontol guna mengetahui bila terjadi rembesan air lindi yang
masuk ke sumur pantau yang dapat mencemari air tanah. Hal ini baik untuk
mengontrol kelayakan air tanah yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari oleh
masyarakat di sekitar TPA. Apabila terjadi pencemaran pada air tanah, maka akan
dilakukan tindakan lebih lanjut terhadap TPA tersebut untuk menghentikan
pencemaran yang lebih berbahaya.
TPA Terjun memiliki jembatan timbang sampah. Jembatan tersebut terletak
di gerbang menuju kawasan penimbunan sampah. Jembatan timbang sampah
tersebut berfungsi untuk mengetahui jumlah sampah yang masuk ke TPA setiap
mengetahui jumlah muatan sampah yang akan dibuang ke TPA. Melalui jembatan
timbang tersebut dapat diketahui jumlah sampah yang masuk setiap harinya.
Gambar 1 : Peta Lokasi TPA Terjun, Kecamatan Medan Marelan
Setiap hari TPA terjun didatangi oleh pemulung untuk mendapatkan barang
bekas yang masih laku dijual kepada toke barang bekas. Para pemulung datang
dengan perlengkapan sederhana, seperti goni beras plastik atau keranjang besar
yang terbuat dari anyaman bambu untuk mengumpulkan barang bekas, serta besi
melengkung dan runcing pada ujungnya yang disebut gancu. Para pemulung
menggunakan gancu untuk memilah-milah sampah. Para pemulung pada umumnya
melindungi tangan mereka saat memegang sampah-sampah. Para pemulung pada
umumnya juga menggunakan baju dengan lengan yang panjang. Hal ini dilakukan
untuk melindungi tubuh mereka dari sinar matahari. Beberapa pemulung wanita
juga menggunakan bedak dingin pada wajah mereka saat bekerja. Menurut
kebanyakan orang dengan melumuri kulit wajah dengan bedak dingin dapat
melindungi kulit dari sengatan sinar matahari.
Aktifitas para pemulung di TPA Terjun biasanya dimulai pada pukul 07.00
Wib sampai dengan pukul 18.00 Wib, namun tidak sedikit juga yang bekerja pada
malam hari. Aktifitas di TPA terjun akan mencapai puncak pada pukul 13.00 Wib
sampai dengan pukul 16.30 Wib. Hal ini diakibatkan oleh aktifitas truk sampah
milik dinas kebersihan yang membawa sampah ke TPA Terjun juga banyak pada
jam-jam tersebut.
4.2. Profil Informan
4.2.1 Informan Kunci
4.2.1.1 Dika
Dika merupakan seorang remaja berusia 14 tahun. Saat ini Dika duduk di
bangku kelas 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dika mengaku bekerja atas
dasar kemauan sendiri. Ia tidak pernah dilarang oleh orang tua bekerja di TPA
jika Dika bekerja karena justru baik untuk melatih kemandiriannya. Sampai saat ini
Ia sudah bekerja selama 8 tahun di TPA Terjun. Setiap harinya Dika dapat
mengumpulkan uang sebanyak Rp 20.000,00 – Rp 30.000,00 dari hasil memulung
barang bekas. Dika tidak memiliki waktu khusus untuk berinteraksi dengan orang
tua di rumah. Ketika bersama-sama di rumah dengan orang tuanya, mereka hanya
menonton acara di televisi bersama dan diselingi dengan obrolan-obrolan singkat.
Dika mengaku tidak ada perbedaan perlakuan diantara Dika dengan adik-adiknya
dari orang tuanya. Ia merupakan anak pertama dari 3 (tiga) orang bersaudara
kandung. Orang tua Dika juga bekerja sebagai pemulung di TPA Terjun. Keluarga
Dika tinggal sekitar 200 meter dari lokasi TPA. Dika tidak terlalu sering
berinteraksi dengan tetangganya. Biasanya mereka hanya saling menyapa jika
bertemu.
Pihak Dinas Kebersihan juga tidak pernah melarang Dika untuk bekerja di
TPA Terjun. Dika mengaku tidak kenal dan tidak pernah berinteraksi dengan
pegawai Dinas Kebersihan yang mengawas di TPA Terjun. Selama bekerja di TPA
waktunya habis hanya untuk memungut barang bekas. Di TPA Terjun ia tidak
memiliki teman karena tidak punya waktu untuk bermain. Dika juga mengaku tidak
pernah berkenalan dan berinteraksi dengan para pemulung dewasa. Selain itu, Dika
juga mengaku tidak memiliki banyak teman di sekolah. Hal ini diakui Dika karena
Dika mengaku bahwa mereka juga menjadi salah satu alasan Dika tertarik untuk
bekerja.
Alasan lain Dika bekerja setiap hari adalah untuk mengisi waktu luang
setelah pulang sekolah sampai menjelang malam hari. Ia juga mengaku mulai
bekerja karena mengikuti orang tuanya. Selain itu Dika tidak memiliki kesulitan
untuk menjadi pemulung. Dika mulai bekerja dari pukul 14.00 dan kembali ke
rumah pukul 18.30. Sampai di rumah Ia memisah-misahkan barang bekas hasil
pulungannya, lalu barang-barang tersebut dikelompokkan berdasarkan jenisnya
untuk mempermudah ketika menjualnya ke tukang botot. Dika menggunakan uang
hasil penjualan barang bekasnya untuk membantu ekonomi keluarganya dan
sebagian untuk ditabung sendiri. Setelah menjual barang bekasnya, Dika mulai
belajar dan mempersiapkan peralatan sekolahnya untuk sekolah keesokan harinya.
Prestasi belajarnya di sekolah tidak terlalu menonjol. Meskipun demikian, Dika
tidak merasa waktu belajarnya terganggu karena bekerja. Saat ini Ia mengaku
merasa nyaman dengan pekerjaannya, walaupun pada awalnya tidak nyaman karena
sampah yang mengeluarkan aroma busuk. Dika juga mengaku sudah terbiasa
dengan aroma tersebut.
4.2.1.2 Rizky Indra
Rizky merupakan seorang anak berusia 10 tahun. Saat ini Rizky duduk di
sendiri. Orang tua Rizky sudah bekerja di TPA Terjun selama 15 tahun sebagai
pemulung. Selama itu Rizky dan adiknya juga dibawa saat bekerja. Rizky mulai
bekerja pada usia 9 (sembilan) tahun dengan diawali mengikuti orang tuanya
mencari-cari barang bekas di TPA. Sampai saat ini Rizky sudah bekerja bersama
teman-temannya. Rizky sudah bekerja selama 1 (satu) tahun di TPA Terjun. Setiap
hari Rizky memperoleh pendapatan sebesar Rp 10.000,00 – Rp 20.000,00 dari hasil
menjual barang bekas kepada toke botot. Rizky mengaku bahwa orang tuanya
mengetahui jumlah pendapatannya karena Ia selalu menjual barang bekas yang Ia
dapatkan bersama orang tuanya, namun orang tuanya selalu membiarkan Rizky
menggunakan uangnya untuk keperluannya sendiri. Meskipun demikian, orang tua
Rizky tetap menanggung keperluan sekolah Rizky. Rizky biasanya menabung
pendapatannya untuk membeli barang yang agak mahal atau sekedar menjadi uang
sakunya. Orang tua Rizky tidak melarang Rizky bekerja dengan alasan Rizky
bekerja karena keinginannya sendiri. Rizky sering menceritakan tentang
pekerjaannya kepada orang tuanya.
Rizky merupakan anak kedua dari 3 (tiga) orang bersaudara. Ia memiliki
seorang kakak perempuan yang duduk di bangku kelas 6 SD. Kakak Rizky hanya
mengurus rumah saat Ia dan orang tuanya bekerja. Selain itu kakak Rizky juga
menyiapkan makan malam untuk mereka sekeluarga.
Saat bekerja, Rizky biasanya hanya bekerja sambil mengobrol dengan
teman-teman sebayanya. Mereka bekerja dengan cara yang santai. Saat istirahat Ia
biasanya hanya bermain bersama adiknya yang masih balita dan mengobrol dengan
orang tuanya di pondok yang dibuat oleh ayahnya sebagai tempat beristirahat di
TPA Terjun. Rizky mengaku waktu belajarnya tidak terganggu karna Ia bekerja
hanya setelah pulang sekolah sampai sore hari, yaitu sejak pukul 14.00 sampai
dengan 17.30. Maka, Ia belajar di malam hari dan sekolah di pagi hari. Prestasi
belajarnya di sekolah biasa-biasa saja, namun Ia mengaku tidak pernah mendapat
nilai yang buruk di sekolah.
Rizky mengaku memiliki banyak teman di sekolah. Ia merasa mendapat
perlakuan yang baik dari teman-temannya. Hal ini diakui Rizky karena beberapa
temannya juga bekerja di TPA bersama-sama dengan Rizky.
Menurut Rizky, Ia dan keluarganya tidak pernah memiliki waktu khusus
antara orang tua dan anak jika tidak sedang berada di tempat kerja. Saat berada di
rumah, Rizky dan keluarganya hanya melakukan aktifitas mereka masing-masing.
Orang tua Rizky biasanya menghabiskan waktu luang dengan membersihkan barang
bekas yang akan di jual atau hanya sekedar beristirahat sambil menonton televisi.
Rizky mengaku tidak berinteraksi secara langsung dengan pemulung dewasa
selain orang tuanya. Rizky tidak pernah mengobrol dengan mereka. Ia hanya
mengetahui wajah dan nama beberapa pemulung dewasa tanpa mengenal mereka
4.2.1.3 Sari
Sari merupakan remaja berusia 14 tahun. ia merupakan anak keempat dari 4
(empat) bersaudara. Saat ini Sari duduk di bangku kelas 3 (tiga) SMP. Ia hidup
dalam keluarga pemulung, karena ayah, ibu, dan abangnya bekerja sebagai
pemulung di TPA Terjun. Ketika memulai bekerja sebagai pemulung Sari dilarang
oleh orang tuanya. Tetapi Ia tetap bekerja mengikuti orang tua dan abangnya.
Namun Ia mengaku tidak ada perbedaan perlakuan dari orang tuanya terhadapnya
setelah Ia bekerja. Alasan Sari bekerja adalah untuk membantu orang tuanya
mencukupi kebutuhan keluarga. Maka, setiap pendapatan yang diperolehnya dari
memulung diberikan kepada orang tuanya. Sari sudah bekerja di TPA Terjun selama
7 tahun. Setiap hari Sari bersekolah di pagi hari dan bekerja dari pukul 15.00 sampai
pukul 18.00. Saat libur sekolah, Ia bekerja di TPA Terjun sepanjang hari. Sari
mengaku bekerja dengan santai. Sari akan beristirahat jika lelah dan akan
melanjutkan pekerjaannya jika sudah tidak lelah lagi. Pendapatan Sari setiap harinya
berkisar antara Rp 35.000,00 – Rp 50.000,00. Menurut Sari, orang tuanya
mengetahui jumlah pendapatannya setiap hari, namun orang tua Sari
membiarkannya untuk menyimpannya sendiri. Meskipun demikian Sari tetap
memberikan sebagian dari pendapatannya untuk membantu orang tuanya dalam
mencukupi kebutuhan hidup keluarga.
sering berbicara kasar dan kotor, walaupun dalam keadaan bercanda. Hal tersebut
yang dipercayai Sari yang akhirnya diikuti para anak-anak pemulung sehingga
anak-anak pemulung tak jarang berbicara kasar dan kotor saat berbicara dengan
orang lain. Sari juga mengaku bahwa Ia sudah mulai berpacaran, bahkan sudah
berulang kali Sari berganti-ganti pacar. Sari mengaku mulai berpacaran karena
sering melihat dan mendengar para pemulung dewasa yang membicarakan tentang
pacaran. Ia mengaku tidak ada waktu untuk bermain dengan teman-temannya
sesama pemulung saat di TPA Terjun. Saat istirahat Sari menghabiskan waktu
dengan cara mengobrol dengan abangnya yang juga kerja di TPA. Ia mengeluhkan
harga barang bekas yang rendah. Setiap hari Sari mampu mendapatkan barang
bekas sebanyak 15 kg. Ia mengaku pegawai dinas kebersihan tidak pernah
melarangnya bekerja di TPA Terjun walaupun usianya masih di bawah 18 tahun.
Sari juga mengaku tidak mengenal pegawai Dinas Kebersihan karena tidak pernah
berbicara dengan mereka.
Sari merupakan anak ke 3 dari 5 bersaudara. Kakaknya sudah bekerja di
sebuah pabrik plastik yang berada di Kawasan Industri Medan dan tidak menjadi
tanggungan orang tuanya lagi. Sehabis bekerja, Sari pulang ke rumah dan memasak
makan malam untuk keluarga. Setelah itu Ia akan belajar mulai pukul 20.00 sampai
dengan pukul 21.00. Sari mendapat juara 2 dan terkadang Ia mendapat juara 3 di
sekolahnya. Menurutnya hal tersebut tidak menjadi masalah, termasuk jika Ia tidak
mendapatkan juara sama sekali. Teman-teman sekolahnya tidak mengetahui Sari
teman sekolahnya. Akan tetapi jika teman-temannya tahu, tidak akan menjadi
masalah bagi Sari.
Sari mengungkapkan bahwa keluarganya jarang memiliki waktu khusus
untuk berkumpul bersama. Orang tua dan abang Sari lebih banyak menghabiskan
waktu dengan membersihkan barang bekas yang mereka dapatkan dibandingkan
dengan menyisihkan waktu berkumpul dengan keluarga saat berada di rumah. Sari
juga terkadang membantu mereka, namun Ia lebih sering belajar di kamarnya atau
sekedar beristirahat sambil menonton televisi.
4.2.1.4 Panji
Panji merupakan remaja berusia 13 tahun yang putus sekolah. Ia sudah
bekerja sebagai pemulung di TPA Terjun selama 1 (satu) tahun terakhir. Pendapatan
Panji dipegang langsung oleh orang tuanya untuk mencukupi biaya kehidupan
keluarga. Ia merupakan anak kedua dari 7 (tujuh) bersaudara. Panji bekerja karena
disuruh oleh orang tuanya. Ia juga tidak menolak jika disuruh bekerja. Panji tidak
melanjutkan sekolah karena kelemahannya dalam hal belajar. Ia pernah bersekolah
beberapa tahun, namun Ia tidak bisa mengikuti pelajaran. Akhirnya orang tua Panji
menyerah untuk menyekolahkan anaknya. Ayah Panji juga bekerja sebagai
Dinas kebersihan tidak pernah melarang Panji untuk bekerja di TPA Terjun.
Panji juga tidak pernah mengenal pegawai Dinas Kebersihan. Hal ini karena Panji
tidak pernah berinteraksi secara langsung dengan para pegawai dinas kebersihan.
Selain itu Panji juga tidak pernah berinteraksi secara langsung dengan siapapun
kecuali ayahnya.
Panji tidak memiliki kegiatan lain selain menjadi pemulung. Maka saat
berada di rumah, Panji dan ayahnya menghabiskan waktu dengan membersihkan
barang bekas temuan mereka sebelum di jual. Panji dan keluarganya tidak pernah
menyediakan waktu luang khusus untuk lebih akrab.
4.2.1.5 Nanang
Nanang merupakan anak pertama dari 4 bersaudara. Nanang saat ini berusia
16 tahun. Ia hanya bersekolah sampai di bangku SMP dan tidak melanjutkan ke
tingkat yang lebih tinggi. Sampai saat ini, Ia sudah bekerja selama 1 (satu) tahun di
TPA Terjun. Pendapatan Nanang sebesar Rp 50.000,00 setiap harinya. Orang tua
Nanang tidak mengetahui dan tidak turut campur tangan dengan pendapatan nanang
saat ini. Nanang menggunakan pendapatannya sendiri untuk menyelesaikan
pembayaran kredit sepeda motornya. Adiknya juga bekerja sebagai pemulung.
Nanang bekerja di TPA Terjun karena orang tuanya pernah menderita sakit
paru-paru sehingga tidak mampu bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Oleh
bawah 18 tahun. Setelah orang tuanya sembuh Nanang merasa betah bekerja di TPA
Terjun. Orang tua Nanang bekerja sebagai tukang bangunan. Setiap hari Nanang
bekerja sejak pukul 08.00 sampai dengan pukul 18.00. Saat istirahat Ia habiskan
untuk mengobrol dengan para pemulung lainnya dan supir-supir truk pengangkut
sampah. Pegawai dinas kebersihan tidak pernah melarang Nanang bekerja di TPA.
Nanang juga tidak mengenal pegawai dinas kebersihan dan tidak pernah berbicara
secara langsung dengan mereka. Akan tetapi Ia tidak boleh bekerja terlalu dekat
dengan truk sampah dan alat berat saat menurunkan sampah. Jika terjadi kecelakaan
saat bekerja tidak akan ada santunan dari dinas kebersihan, melainkan menjadi
tanggungan sendiri. Dinas kebersihan juga tidak pernah memberikan bantuan
kepada para pemulung selama Nanang bekerja di TPA Terjun. Nanang mengaku
tidak mengenal semua pemulung yang ada di TPA Terjun. Ia hanya mengenal
beberapa orang yang sering bekerja di sekitarnya. Nanang mengaku setelah bekerja
di TPA Terjun, cara berbicaranya lebih bebas dan lebih dewasa. Hal ini
dianggapnya karena banyak bertemu dengan orang dewasa di TPA Terjun. Selain
itu, Nanang mengaku sudah mulai berpacaran karena sering mendengar
pembicaraan para pemulung dewasa. Setiap hari Nanang bekerja bersama adiknya
dan saudara sepupunya. Nanang mengaku bahwa mereka bekerja dengan cara yang
santai. Mereka pun tidak pernah ada perselisihan dan persaingan saat bekerja,
hari hanya menghabiskan waktu dengan bekerja sebagai pemulung. Saat berada di
rumah, Nanang dan adiknya menghabiskan waktu dengan membersihkan barang
bekas temuan mereka masing-masing sambil sesekali mengobrol. Ketika waktu
luang Nanang hanya beristirahat sambil memainkan telfon genggangnya.
4.2.1.6 Nanda
Nanda adalah remaja berusia 15 tahun. Saat ini Ia duduk di bangku kelas 3
SMP. Nanda bekerja sebagai pemulung di TPA Terjun selama 1 (satu) tahun. Setiap
hari Nanda memperoleh pendapatan sebanyak Rp 50.000,00. Pendapatannya Ia
gunakan untuk keperluannya sendiri, namun terkadang diberikan juga sebagian
kepada orang tuanya. Nanda merupakan anak kedua dari 4 (empat) bersaudara.
Nanda merupakan adik dari Nanang yang juga bekerja sebagai pemulung. Orang tua
mereka bekerja sebagai tukang bangunan. Seperti halnya Nanang, Nanda juga tidak
dilarang oleh orang tuanya untuk bekerja di TPA Terjun sebagai pemulung
walaupun usianya belum mencapai 18 tahun. Nanda bekerja dengan alasan ingin
seperti abangnya yang mampu menghasilkan uang jajan sendiri tanpa harus
meminta dari orang tua. Hal ini terjadi karena Ia merasa uang jajan yang diberikan
orang tuanya kurang untuk memenuhi kebutuhan tambahannya.
Nanda selalu bekerja bersama dengan abang dan saudara sepupunya. Ia
mengaku tidak banyak mengenal pemulung lain yang juga bekerja di TPA Terjun.
lain, seperti Pancur Batu dan Belawan. Hanya beberapa orang dewasa saja yang
sering mengobrol dengannya saat di lokasi TPA. Menurutnya, hal tersebut membuat
Nanda berbicara dengan cara yang berbeda dari sebelum Ia bertemu dengan para
pemulung yang sudah dewasa tersebut. Selain abang dan saudara sepupunya, Nanda
mengaku tidak pernah bermain dengan anak-anak pemulung lainnya. Menurut
Nanda, Ia bekerja secara santai. Ia bekerja sambil bercanda dengan abang dan
saudara sepupunya tersebut. Saat lelah mereka akan beristirahat dan setelah itu akan
melanjutkan pekerjaan mereka. Hal ini diakui Nanda membuat Ia tidak merasa
bosan selama bekerja di TPA Terjun.
Seperti halnya penuturan Nanang, Nanda juga mengaku tidak pernah
berbicara dengan pegawai dinas kebersihan sehingga Ia tidak mengenal mereka.
Selain itu, Nanda juga tidak pernah merasa mendapat larangan dari siapapun untuk
bekerja di TPA Terjun. Nanda hanya tahu tidak boleh bekerja dekat dengan alat
berat. Menurutnya, tanpa diberitahu pun Nanda tidak akan bekerja dekat dengan alat
berat tersebut karena takut terkena alat berat tersebut.
Setiap hari Nanda bekerja dari pukul 14.00 sampai dengan pukul 19.00.
Nanda bersekolah pada pagi hari dan mengerjakan tugas rumahnya pada malam
hari. Ia mengaku tidak memiliki prestasi yang menonjol di sekolah. Bahkan Nanda
hanya belajar saat akan ujian. Ia hanya membuka buku di rumah jika diberikan
menonton siaran televisi. Ia mengaku tidak banyak menghabiskan waktu dengan
anggota keluarga yang lain. Menurut Nanang, Ia dan keluarganya biasanya hanya
sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing di rumah. Nanda mengaku bahwa Ia
dan saudara-saudaranya diperlakukan sama oleh kedua orang tua mereka. Tidak ada
perlakuan yang berbeda kepada Nanda walaupun Ia bekerja di TPA Terjun.
Teman-teman Nanda di sekolah tidak pernah mempermasalahkan
pekerjaannya yang sebagai pemulung di TPA terjun. Menurut Nanda banyak juga
teman sekolahnya yang menjadi pemulung. Bahkan beberapa sudah tidak
melanjutkan sekolah.
4.2.1.7 Galut Simbolon
Galut Simbolon merupakan salah satu dari anak-anak pemulung yang
bekerja di TPA Terjun. Saat ini Galut berusia 14 tahun. Ia merupakan anak ketiga
dari tiga (tiga) bersaudara. Orang tua Galut juga bekerja sebagai pemulung. Galut
juga merupakan salah satu anak yang putus sekolah. Ia hanya bersekolah sampai
kelas 6 (enam) SD. Galut tidak melanjutkan sekolah sampai ke SMP karena tidak
ada keinginan dari dirinya untuk bersekolah lebih tinggi. Baginya dapat mencari
uang dari hasil memulung saja sudah cukup. Menurut Galut, orang tuanya
biasa-biasa saja walaupun Galut lebih memilih bekerja daripada sekolah.
Galut bekerja karena kemauan sendiri dan tidak dilarang oleh orang tuanya.
mengumpulkan barang bekas karena orang tuanya yang menjualkan barang bekas
tersebut. Setiap hari Ia hanya diberikan uang saku senilai Rp 20.000,00. Galut mulai
bekerja setiap hari sejak pukul 09.00 sampai dengan pukul 22.00. Sebelum bekerja
di TPA Terjun, Galut bekerja di TPA Namo Bintang sekitar 4 tahun. Ia pindah
karena TPA Namo Bintang sudah ditutup akibat pencemaran lingkungan. Galut
tinggal di daerah Pancur Batu dan setiap hari menghabiskan waktu untuk bekerja di
TPA Terjun. Ia tidak melanjutkan sekolah karena merasa lebih menguntungkan
bekerja dan mendapatkan uang dari hasil pekerjaannya. Saat istirahat Ia habiskan
dengan mengobrol bersama para pemulung lain yang kebanyakan adalah pemulung
dewasa. Bahkan saat berada di TPA Terjun, Galut hanya bermain dengan seorang
teman sebayanya yang juga berasal dari Pancur Batu. Ia bekerja secara santai
bersama temannya tersebut. Galut mengaku tidak pernah dilarang oleh pegawai
dinas kebersihan saat bekerja di TPA. Ia juga tidak pernah berinteraksi dengan
pegawai dinas kebersihan selama berada di TPA Terjun. Bahkan Galut tidak
mengenal sama sekali pegawai Dinas Kebersihan yang bekerja di TPA Terjun.
Galut merasa pegawai Dinas Kebersihan tidak perduli sama sekali kepada para
pemulung yang bekerja di TPA Terjun.
Menurut Galut, orang tuanya tidak membedakan bedakan Galut dengan
saudaranya yang lain. Meskipun Galut bekerja, Ia tidak merasa mendapat perlakuan
jika barang-barang tersebut dalam keadaan kotor. Meskipun demikian, Galut juga
terkadang tidak membantu orang tuanya membersihkan barang-barang bekas yang
Ia dapatkan karena terlalu lelah saat bekerja. Pada saat itu Galut akan tidur lebih
cepat dari biasanya.
Galut juga beretemu dengan para pemulung lain yang jauh lebih tua darinya.
Galut mengaku sering mendengarkan pembicaraan para pemulung dewasa tersebut.
Menurut Galut tanpa sengaja cara bicara Galut pun mengikuti cara orang dewasa
tersebut berbicara dengan orang lain.
4.2.1.8 Jesaya Situmorang
Jesaya saat ini berusia 13 tahun. Ia bekerja karena keinginannya sendiri
membantu orang tuanya dalam mencukupi kebutuhan keluarganya. Orang tuanya
juga tidak melarang Jesaya bekerja di TPA Terjun. Ia tidak melanjutkan sekolah
karena orang tuanya tidak mampu membiayai sekolahnya. Jesaya sudah bekerja di
TPA Terjun selama 1 (satu) tahun. Setiap hari Ia berangkat dari rumahnya di Pancur
Batu dan mulai bekerja di TPA Terjun pada pukul 09.00 sampai dengan pukul
22.00. Saat istirahat Ia habiskan untuk mengobrol dengan para pemulung lain. Ia
tidak pernah berinteraksi dengan penduduk sekitar TPA Terjun. Jesaya hanya
datang untuk bekerja di TPA Terjun. Barang bekas yang ia dapatkan dibawa pulang
ke rumah untuk dikumpulkan dan selanjutnya orang tuanya yang menjualkan barang
20.000,00. Ia tidak pernah berinteraksi dengan pegawai dinas kebersihan yang
bekerja di TPA Terjun. Mereka juga tidak pernah melarang Jesaya bekerja di TPA
Terjun walaupun usianya belum mencapai 18 tahun.
Jesaya merupakan anak ke 5 dari 6 bersaudara. Orang tua Jesaya juga
bekerja sebagai pemulung. Ia mengaku tidak ada perbedaan perlakuan diantara
Jesaya dan saudaranya dari orang tua karena Ia bekerja. Menurut Jesaya, Ia hampir
tidak punya waktu untuk duduk bersama orang tuanya. Waktu yang dimiliki Jesaya
lebih banyak dihabiskan di tempat Ia bekerja dibandingkan dengan waktu yang Ia
miliki untuk berada di rumah. Setiap hari sehabis bekerja, Jesaya akan langsung
mandi dan dilanjutkan dengan makan malam dan langsung beristirahat. Ia merasa
sangat kelelahan dengan bekerja di tempat yang jauh dari rumahnya. Terlebih saat
bekerja, Jesaya mengaku bekerja di bawah terik matahari. Meskipun demikian, Ia
tidak berkeinginan untuk berhenti dari bekerja di TPA Terjun.
Setiap hari Jesaya bekerja bersama teman sebayanya secara santai sambil
sesekali bercanda. Hal ini dilakukannya untuk menghindari lelah yang berlebihan.
Jesaya hanya memiliki seorang teman di lokasi Ia bekerja. Hal ini dikarenakan
hanya mereka berdualah anak-anak pemulung berjenis kelamin laki-laki yang
berasal dari Pancur Batu. Selain itu Jesaya tidak mengenal anak-anak pemulung
Jesaya mengaku sedikit banyak cara berbicaranya pun mulai terkontaminasi dari
para pemulung dewasa tersebut.
4.2.1.9 Lasti Limbong
Lasti merupakan pemulung berusia 16 tahun. Lasti mengaku alasan Ia
bekerja adalah karena disuruh oleh orang tuanya. Ia bekerja untuk membantu ibunya
mencukupi kebutuhan keluarga karena ayahnya yang sebagai tulang punggung
keluarga sudah lama meninggal. Ibunya juga bekerja sebagai pemulung di TPA
Terjun. Ia bersekolah hanya sampai kelas 3 (tiga) SMP. Lasti tidak melanjutkan
sekolah ke SMA karena lokasi sekolah jauh dari lokasinya bekerja. Ia sudah bekerja
sebagai pemulung selama 5 (lima) tahun. Lasti merupakan anak ke 6 dari 6
bersaudara. Ia mengaku tidak mendapatkan perlakuan yang berbeda dari orang
tuanya karena bekerja di TPA Terjun. Setiap hari Lasti berangkat dari rumah untuk
bekerja dari pukul 05.00 dan kembali ke rumah pukul 22.00. Pendapatan yang
diperoleh Lasti setiap harinya sebesar Rp 50.000,00. Lasti mengaku bahwa Ibunya
tidak mencampuri pendapatannya. Ia menggunakan pendapatannya untuk
keperluannya sendiri. Biasanya Lasti menggunakan pendapatannya untuk membeli
pulsa atau sekedar ditabung. Ia dan ibunya pergi ke TPA Terjun dengan menaiki
angkutan umum dan kembali ke rumahnyan di Pancur Batu dengan menumpang
truk sampah yang menuju Pancur batu. Pegawai dinas kebersihan tidak pernah
pegawai dinas kebersihan. Menurutnya, dinas kebersihan tidak terlalu perduli
dengan keberadaannya di TPA Terjun walaupun usianya belum layak untuk bekerja.
Selain itu Lasti juga tidak pernah berinteraksi dengan masyarakat yang tinggal di
sekitar TPA Terjun. Lasti mengaku bahwa terkadang Ia juga berinteraksi secara
langsung dengan pemulung yang usianya sudah dewasa. Ia juga mengaku bahwa
cara berbicara dan logatnya mulai berubah sejak Ia bekerja.
Setiap hari Lasti bekerja bersama temannya yang merupakan kakak beradik.
Mereka bekerja dengan cara yang santai. Saat lelah, Lasti dan teman-temannya akan
berhenti bekerja dan beristirahat sejenak. Lasti tidak punya teman lain terutama
yang berasal dari Pancur Batu. Hal ini karena tidak ada anak-anak lain yang berasal
dari Pancur Batu. Meskipun tidak begitu, mereka pasti anak laki-laki dan Lasti tidak
suka bergabung dengan anak laki-laki. Menurut Lasti tidak ada persaingan dalam
pekerjaan di TPA Terjun diantara para pemulung.
Saat istirahat di lokasi TPA, Lasti juga menghabiskan waktu mengobrol
dengan temannya yang kakak beradik atau sekedar duduk sambil bermain dengan
telefon genggamnya. Ketika berada di rumah, Lasti menghabiskan waktunya dengan
membersihkan barang-barang bekas yang Ia temukan di TPA Terjun bersama
4.2.1.10 Vita
Vita merupakan salah satu dari anak-anak pemulung yang bekerja di TPA
Terjun. Saat ini Ia masih berusia 16 tahun. Vita duduk di bangku kelas 2 (dua)
SMA. Ia sudah bekerja di TPA Terjun selama lebih dari 1 (satu) tahun. Pendapatan
keluarganya setiap minggu adalah sekitar Rp 500.000,00. Hal ini diketahuinya
karena biasanya Vita membantu ayahnya untuk menjual barang bekas yang telah
mereka sekeluarga dapatkan setiap minggunya. Seluruh anggota keluarga Vita
bekerja sebagai pemulung di TPA Terjun, kecuali Ibunya yang sebagai Ibu rumah
tangga. Mereka tinggal di sebuah rumah yang berjarak 100 meter dari lokasi TPA
Terjun. Vita bekerja karena keinginan sendiri untuk membantu orang tuanya dalam
mencukupi kebutuhan keluarga. Orang tua Vita tidak pernah melarang Vita bekerja
walaupun Ia masih bersekolah. Setiap hari ia bekerja setelah pulang sekolah, yaitu
sejak pukul 14.00 sampai dengan pukul 18.00. Menurut Vita, dengan Ia bekerja
maka dapat membantu orang tuanya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Hal inilah yang diyakini Vita membuat orang tuanya tidak melarangnya bekerja.
Setiap hari Vita bekerja dengan cara yang santai dengan teman dan adiknya.
Mereka bekerja sambil bercerita atau bercanda dan akan berhenti dari pekerjaannya
jika merasa lelah. Vita mengaku tidak pernah bekerja dengan ayahnya walaupun
ayahnya juga seorang pemulung di TPA Terjun. Hal ini diakuinya karena Vita
merasa lebih nyaman bila bekerja dengan teman sebayanya. Saat bersama teman
sebayanya, Vita dapat bekerja sambil bercerita tentang hal-hal yang Ia sukai, seperti
bertemu banyak pemulung dewasa saat berada di TPA Terjun, namun hanya
beberapa orang yang Ia kenal. Biasanya para pemulung dewasa itu yang mengajak
Vita bercanda saat beristirahat. Vita mengaku banyak meniru gaya berbicara
pemulung dewasa yang sering Ia dengar saat bekerja.
Vita mengaku tidak pernah mengenal pegawai Dinas Kebersihan yang ada di
TPA Terjun. Ia hanya melihat mereka dari jauh dan tidak pernah berinteraksi secara
langsung. Vita pun merasa tidak pernah mendapat larangan dari pihak Dinas
Kebersihan karena bekerja di TPA Terjun.
Saat berada di rumah, Vita menghabiskan waktu bersama keluarganya
dengan bersantai. Terkadang Ia belajar sambil sesekali mengobrol dengan orang tua
dan saudara-saudaranya. Jika tidak ada tugas dari sekolah, Vita akan membantu
orang tuanya membersihkan barang-barang bekas yang mereka dapatkan dari TPA
Terjun.
Saat berada di sekolah, Vita mengaku memiliki teman yang banyak.
Menurut Vita, di sekolahnya banyak siswa yang bekerja sebagai pemulung, ataupun
orang tua siswa yang bekerja sebagai pemulung. Hal ini membuat Vita merasa tidak