• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Anak-Anak Pemulung Di Kota Medan (Studi Kasus di TPA Terjun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Fenomena Anak-Anak Pemulung Di Kota Medan (Studi Kasus di TPA Terjun)"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

FENOMENA ANAK-ANAK PEMULUNG DI KOTA MEDAN

(Studi Kasus di TPA Terjun)

D I S U S U N OLEH:

DIAN PRATIWI SIALLAGAN 080901053

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas rahmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa penulis ucapkan

dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini dengan baik, yang berjudul “FENOMENA

ANAK-ANAK PEMULUNG DI KOTA MEDAN”. Skripsi ini ditulis untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian komprehensif untuk mencapai gelar sarjana sosial pada

departemen ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Medan.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan

kelemahan. Untuk itu penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat membangun

guna perbaikan di masa yang akna datang.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

membantu dalam penyelesaian skripsi ini, dan secara khusus penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Bapak Prof. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara Medan

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Sosiologi

3. Ibu Dra. Rosmiani, MA selaku dosen pembimbing penulis yang telah bersedia

membimbing dan mencurahkan ilmu dan waktu untuk membimbing penulis dari awal

sampai selesainya penulisan skripsi ini

4. Seluruh Dosen Sosiologi Fisip USU yang telah memberikan ilmu selama penulis

menjalankan studi dan staf Departemen Ilmu Sosiologi

5. Orang tua yang penulis banggakan dalam hidup penulis. Bapak T.P. Siallagan, B.Sc. dan

Ibu Eswi Sri Indarti yang telah membesarkan, mendidik, dan selalu sabar memberikan

motivasi, serta memperjuangkan kuliah penulis dengan sepenuh hati, yang mencurahkan

(3)

6. Seluruh informan di TPA Terjun yang telah meluangkan waktu untuk memberikan

informasi yang penulis butuhkan.

7. Sahabat-sahabat penulis Evlin, Ibe, Reni, Deas. Terima kasih untuk waktu, perjuangan,

dukungan, dan setiap hal yang telah dilewati bersama penulis selama ini. Terlebih Evlin

yang memberi banyak sumbangsih pemikiran pada penyelesaian tugas akhir penulis.

8. Saudara-saudara sepelayanan penulis Dek Okta, Kak Merry, Bang Saroha, Ito Ganda,

dan seluruh anggota NHKBP Sei Putih Medan yang terus mendukung penulis dalam

segala hal dan menjadi motivasi bagi penulis.

9. Seluruh Sosiologi 2008. Terima kasih untuk kebersamaan yang boleh kita lewati

bersama.

10.Semua yang sudah mendukung dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis

ucapkan terima kasih dan semoga sukses yang menyertai kita semua.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam

skripsi ini. Untuk itu diharapkan saran dan kritik guna menyempurnakannya. Penulis berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2014

Penulis

(4)

ABSTRAKSI

Anak-anak bekerja di usia dini telah menjadi fenomena sejak lama di masyarakat,

khususnya di Kota Medan. Orang tua yang memiliki peran sebagai pelindung bagi anak-anak

mereka semakin lama semakin tidak menjalankan perannya sebagaimana mestinya. Anak-anak

ditandai dengan pengambilan keputusan-keputusan yang bersifat labil. Anak-anak sangat

mudah tertarik pada hal-hal yang dilakukan oleh orang dewasa tanpa mempertimbangkan resiko

di balik hal-hal tersebut. Anak-anak biasanya hanya memikirkan kesenangan-kesenangan yang

akan didapatkannya dengan melakukan hal-hal tersebut. Hal tersebut membuat pekerja-pekerja

anak semakin banyak dan menjadi fenomena di masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode kualititatif dengan pendekatan studi kasus yang melakukan partisipasi

observasi dan wawancara mendalam terhadap anak-anak pemulung di Kota Medan. Hasil

penelitian menjelaskan bahwa anak-anak pemulung menjadi sebuah fenomena yang kerap kita

temukan di sekitar kita. Fenomena anak-anak pemulung melahirkan bentuk interaksi yang kerap

kita temukan dalam kehidupan. Dilihat dari sisi anak-anak pemulung maka bentuk interaksi

yang terjadi diantaranya adalah interaksi anak-anak pemulung dengan keluarganya, ada juga

interaksi anak-anak pemulung dengan sesama pemulung, dan yang terakhir interaksi anak-anak

pemulung dengan pemerintah setempat (dinas kebersihan). Interaksi dengan ketiga komponen

tersebut yaitu keluarga, teman sebaya, dan pemerintah melahirkan bentuk dan karakteristik

masing-masing. Interaksi yang terjadi antar seluruh komponen baik bagi keluarganya, teman

sepermainan, dan pemerintah, dan yang terakhir penentu anak-anak pemulung itu sendiri.

Kata kunci : Anak-anak pemulung, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun, pemulung

(5)

DAFTAR ISI

2.3 Fenomena Sosial Anak-anak Pekerja...15

2.4 Fenomena Anak-anak Pemulung di Kota Medan...17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian...20

3.2 Lokasi Penelitian...20

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis...21

3.3.2 Informan...21

3.4 Teknik Pengumpulan Data...22

3.5 Interpretasi Data...24

BAB IV DESKRIPSI DAN HASIL INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi...25

4.2 Profil Informan...28

4.3 Interpretasi Data 4.3.1 Fenomena Anak-anak Pemulung Di Kota Medan...59

4.3.2 Interaksi Sosial Anak-anak Pemulung dengan Orang tua...68

4.3.3 Interaksi Sosial Anak-anak pemulung dengan Sesama Pemulung ...74

4.3.4 Interaksi Sosial Anak-anak Pemulung dengan Dinas Kebersihan...77

(6)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan...80 5.2 Saran...81

(7)

ABSTRAKSI

Anak-anak bekerja di usia dini telah menjadi fenomena sejak lama di masyarakat,

khususnya di Kota Medan. Orang tua yang memiliki peran sebagai pelindung bagi anak-anak

mereka semakin lama semakin tidak menjalankan perannya sebagaimana mestinya. Anak-anak

ditandai dengan pengambilan keputusan-keputusan yang bersifat labil. Anak-anak sangat

mudah tertarik pada hal-hal yang dilakukan oleh orang dewasa tanpa mempertimbangkan resiko

di balik hal-hal tersebut. Anak-anak biasanya hanya memikirkan kesenangan-kesenangan yang

akan didapatkannya dengan melakukan hal-hal tersebut. Hal tersebut membuat pekerja-pekerja

anak semakin banyak dan menjadi fenomena di masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode kualititatif dengan pendekatan studi kasus yang melakukan partisipasi

observasi dan wawancara mendalam terhadap anak-anak pemulung di Kota Medan. Hasil

penelitian menjelaskan bahwa anak-anak pemulung menjadi sebuah fenomena yang kerap kita

temukan di sekitar kita. Fenomena anak-anak pemulung melahirkan bentuk interaksi yang kerap

kita temukan dalam kehidupan. Dilihat dari sisi anak-anak pemulung maka bentuk interaksi

yang terjadi diantaranya adalah interaksi anak-anak pemulung dengan keluarganya, ada juga

interaksi anak-anak pemulung dengan sesama pemulung, dan yang terakhir interaksi anak-anak

pemulung dengan pemerintah setempat (dinas kebersihan). Interaksi dengan ketiga komponen

tersebut yaitu keluarga, teman sebaya, dan pemerintah melahirkan bentuk dan karakteristik

masing-masing. Interaksi yang terjadi antar seluruh komponen baik bagi keluarganya, teman

sepermainan, dan pemerintah, dan yang terakhir penentu anak-anak pemulung itu sendiri.

Kata kunci : Anak-anak pemulung, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun, pemulung

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi

oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

membutuhkan bimbingan orang dewasa sebagai media menjadi individu yang

berpartisipasi dalam masyarakat. Masa anak-anak merupakan fase kehidupan yang

tidak produktif, yaitu masa dimana manusia belajar, baik formal maupun

non-formal, untuk membentuk konsep dirinya. Pada masa ini yang berperan untuk

membentuk konsep diri seorang anak adalah orang dewasa yang berada di

sekitarnya, seperti orang tua di rumah dan guru di sekolah. Masa kanak-kanak pada

umumnya disebut sebagai masa bermain. Pada masa bermain, manusia dapat pula

membentuk konsep dirinya berdasarkan apa yang ia lihat dan mengerti. Hal ini

disebabkan oleh anak-anak yang terbiasa meniru hal-hal yang dilihatnya. Maka

dalam hal ini orang tua sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap

anak tersebut, berperan untuk menyaring segala informasi yang didapatkan oleh

anak tersebut.

Anak-anak berhak mendapat pendidikan yang layak. Orangtua memiliki

(9)

terhadap dunia pendidikan anak. Hal ini salah satunya didukung dengan

diturunkannya dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) untuk membantu

meringankan biaya sekolah bagi anak-anak dari keluarga yang kurang mampu.

Selain pemerintah, pihak swasta juga turut membantu terlaksananya wajib belajar

sembilan tahun. Hal ini tampak dari maraknya sekolah-sekolah gratis di pemukiman

kumuh, seperti Sekolah Darurat Kartini di kolong jembatan di Jalan Lodan, Jakarta

Utara. Sekolah ini menyediakan segala kebutuhan belajar mengajar secara gratis

pada siswa-siswanya. Hal tersebut menunjukkan adanya perhatian masyarakat pada

anak-anak untuk memperoleh pendidikan yang layak sekalipun adanya keterbatasan

ekonomi orangtua.

Menurut Nenny Soemawinata, Managing Director Putera Sampoerna

Foundation, di Sampoerna Academy Bogor Campus, Caringin, Bogor, Jawa Barat,

berdasarkan pada data Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) tahun 2009,

terdapat sekitar 1,5 juta remaja di Indonesia tidak dapat melanjutkan pendidikan dan

menjadi anak putus sekolah. Hal tersebut disebabkan beberapa hal, yang terbesar

adalah karena alasan ekonomi. 54 persen dari 1,5 juta remaja tersebut terpaksa

berhenti sekolah karena tidak memiliki biaya. Sedangkan 9,8 persen tidak

melanjutkan sekolah karena bekerja atau membantu orang tua mencari nafkah. Oleh

karena itu pemerintah melarang diberdayakannya anak-anak untuk bekerja di sektor

(10)

Seorang anak memang memiliki kewajiban untuk membantu orangtua, akan

tetapi tidak memiliki kewajiban untuk bekerja secara komersial membantu

perekonomian keluarga. Namun yang terjadi saat ini adalah semakin banyak kasus

yang menunjukkan eksploitasi terhadap anak-anak di bawah umur. Anak-anak

dipekerjakan untuk memperoleh keuntungan pribadi maupun kelompok. Anak-anak

yang seharusnya belajar dan bermain justru dipaksa untuk bekerja layaknya manusia

dewasa. Alasan kesulitan ekonomi selalu dimunculkan untuk membenarkan keadaan

tersebut. Anak-anak di bawah umur yang harusnya belajar dengan tekun, justru

dipekerjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Berdasarkan data BPS

pada Desember 1998, jumlah pekerja anak usia 10-14 tahun di Indonesia adalah

sebanyak 1.809.935 jiwa. Sedangkan usia 5-9 tahun adalah sebanyak 203.000 jiwa

pada Desember 1998. Selanjutnya Survei Pekerja Anak (SPA) dari Badan Pusat

Statistik (BPS) yang bekerjasama dengan ILO menemukan dari 58,8 juta anak

Indonesia pada tahun 2009, 1,7 juta jiwa diantaranya menjadi pekerja anak

(Bagong, 2000:116).

Banyak motivasi yang digunakan oleh anak-anak untuk bekerja. Pada

umumnya anak-anak terpaksa bekerja karena alasan ekonomi. Dalam hal ini adalah

(11)

masyarakatnya yang sebagian besar kehidupan ekonominya menengah kebawah.

Ada juga yang bekerja berdasarkan keinginan dari anak-anak itu sendiri, seperti

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan melatih kemandiriannya.

Salah satu jenis pekerjaan yang dilakukan oleh anak-anak di sektor publik

adalah sebagai pemulung. Menjadi pemulung tidak memerlukan kemampuan atau

keterampilan khusus, seperti keterampilan menjahit, memasak, bernyanyi, atau

menari. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka marak terlihat anak-anak yang

berprofesi sebagai pemulung. Setiap anak hanya membutuhkan karung plastik untuk

menampung barang bekas serta ranting-ranting untuk memilih barang bekas. Bagi

anak-anak yang berprofesi sebagai pemulung, bekerja dan belajar menjadi beban

ganda yang keduanya harus dijalani dengan baik. Mereka dipaksa untuk memiliki

prestasi baik di sekolah, namun di sisi lain mereka juga harus bekerja untuk

mencukupi kebutuhan mereka. Akhirnya mereka menghabiskan sebagian besar

harinya untuk mencari sampah yang masih bernilai ekonomis untuk dijual kembali.

Hal ini pada umumnya berakibat pada kualitas belajar yang kurang baik pada

anak-anak pemulung tersebut.

Di kota Medan anak-anak pemulung dapat dengan mudah ditemukan. Pada

umumnya mereka menjadi pemulung karena mengikuti orang tua mereka yang

menjadi pemulung lebih dulu. Tidak jarang anak-anak tersebut dipaksa oleh orang

tua mereka untuk ikut menjadi pemulung untuk membantu mengurangi beban orang

(12)

Segala sesuatu yang dilakukan oleh individu, terutama dalam hal ini adalah

anak-anak, merupakan hasil sosialisasi yang diterima di masyarakat. Sosialisasi

merupakan proses yang diterima seorang anak untuk menjadikannya individu yang

berpartisipasi di masyarakat. Sosialisasi tersebut diperoleh dari adanya interaksi

individu dengan individu yang lain. Begitu juga yang dialami oleh anak-anak

pemulung. Dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi, mereka banyak

menerima sosialisasi mengenai hal-hal disekitar mereka, baik dari orangtua, teman

bermain, sekolah, media masa, dan media elektronik. Interaksi yang dialami oleh

anak-anak pemulung dapat berupa interaksi yang asosiatif dan dapat pula interaksi

yang disasosiatif. Hasil interaksi tersebut pada akhirnya berpengaruh pada

kepribadian anak-anak tersebut. Salah satunya adalah dalam hal memutuskan untuk

bekerja, dalam hal ini adalah sebagai pemulung.

Banyak tempat yang menjadi tujuan anak-anak bekerja sebagai pemulung,

salah satunya yang menjadi tujuan anak-anak bekerja sebagai pemulung adalah

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun. TPA Terjun merupakan salah satu

tempat pembuangan sampah terakhir yang berasal dari kota Medan dan sekitarnya.

Di tempat ini seluruh sampah dikumpulkan untuk kemudian diolah ataupun hanya

ditimbun menjadi tanah humus. Berbagai jenis sampah ditimbun di TPA Terjun,

baik sampah organik maupun sampah anorganik. TPA Terjun sesungguhnya bukan

(13)

mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Anak-anak

pemulung pada umumnya mencari sampah-sampah berbahan plastik dan besi untuk

kemudian dijual kepada toke. Selanjutnya toke ini yang akan menjual

sampah-sampah tersebut kepada pengolah barang-barang bekas untuk didaur ulang.

Anak-anak pemulung bekerja pagi, siang, sore, dan malam untuk mendapatkan

barang-barang yang masih bernilai ekonomis. Mereka tersebar bersama sampah-sampah

yang menggunung di sepanjang lokasi TPA.

Kehidupan sosial anak-anak pemulung sebagian besar dihabiskan di TPA

Terjun. Ada anak-anak yang bekerja dari pagi sampai malam hari, ada juga yang

bekerja dari siang hari sepulang sekolah sampai malam hari, serta ada pula yang

bekerja dari pagi hari sampai siang hari. Berdasarkan rentang waktu yang dijalani

oleh anak-anak pemulung di TPA, memungkinkan mereka menjalani interaksi

dengan orang lain di area TPA. Dalam hal ini mereka berinteraksi dengan sesama

pemulung, baik pemulung dewasa maupun pemulung anak-anak, masyarakat sekitar

TPA, dan dengan pemerintah setempat. Untuk melihat interaksi antara anak-anak

pemulung dengan sesama pemulung, baik pemulung dewasa maupun pemulung

anak-anak, masyarakat sekitar TPA, dan dengan pemerintah setempat, maka

mendorong penulis untuk meneliti “Fenomena Anak-anak Pemulung Di Kota

(14)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah ”Bagaimana interaksi sosial anak-anak pemulung dengan orang

tua, sesama pemulung, dinas kebersihan setempat, serta teman-teman bermain?”

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana interaksi

sosial anak-anak pemulung dengan orang tua, sesama pemulung, dinas kebersihan

setempat, serta teman teman bermain.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Hasil yang akan diperoleh dari penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat

memberikan pemahaman tentang fenomena anak-anak pemulung di Kota

Medan, serta memberi sumbangsih terhadap kajian ilmu sosiologi khususnya

(15)

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat mengasah kemampuan penulis dalam membuat karya

ilmiah dan dapat pula menambah pengetahuan peneliti mengenai masalah

yang sedang diteliti serta menjadi masukan bagi instansi terkait.

1.5 Defenisi Konsep

Defenisi konsep yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah:

1. Fenomena dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah hal-hal yang dapat

disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara

ilmiah seperti fenomena alam. Namun fenomena yang dimaksudkan dalam

penelitian ini adalah fenomena sosial yaitu gejala sosial yang timbul di

masyarakat secara luas, yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Dalam hal ini

yang menjadi fenomena adalah anak-anak pemulung yang ada dikota Medan.

Fenomena merupakan suatu gejala yang muncul dan selanjutnya menjadi

suatu hal yang biasa di masyarakat. Akibatnya, masyarakat tidak lagi

menganggap hal tersebut sebagai suatu hal yang tidak layak dan wajar,

sehingga hal tersebut dibenarkan sekalipun sebelumnya merupakan hal yang

tidak layak baik dari sisi hukum, maupun kehidupan sosial.

2. Anak-anak dalam hal ini adalah yang terdapat pada Undang-undang No. 23

(16)

adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Anak-anak

merupakan individu yang secara umum masih rentan akan kehidupan sosial

dan masih membutuhkan bimbingan orang lain yang lebih dewasa dalam

membentuk konsep dirinya.

3. Pemulung adalah orang yg mencari nafkah dengan jalan mencari dan

memungut serta memanfaatkan barang bekas seperti plastik dan besi bekas

dengan menjualnya kepada pengusaha yang akan mengelolanya kembali

menjadi barang komoditas. Pemulung merupakan suatu profesi yang

membantu dalam proses mengurangi sampah. Hal ini dikarenakan pemulung

bekerja memungut barang-barang bekas yang masih bernilai ekonomis.

Selanjutnya barang-barang tersebut akan dijual kepada toke dan dapat didaur

ulang oleh tangan-tangan yang terampil. Maka, pemulung telah membantu

mengurangi jumlah sampah yang akan terbuang sia-sia. Dengan begitu,

keberadaan pemulung menjadi hal yang menguntungkan bagi masyarakat,

pemerintah, dan lingkungan.

4. Anak pekerja adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk

orangtuanya, untuk orang lain, dan untuk dirinya sendiri yang membutuhkan

sejumlah besar waktu dengan menerima imbalan atau tidak. Dalam hal ini

pekerjaan yang dilakukan oleh anak adalah sebagai pemulung. Anak pekerja

(17)

5. Miskin adalah tidak berharta, serba kekurangan (berpenghasilan sangat

rendah).

Adapun kriteria miskin menurut standart BPS, yaitu:

a. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang

b. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/ bambu / kayu murahan

c. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu / rumbia / kayu berkualitas

rendah / tembok tanpa diplester

d. Tidak memiliki fasilitas buang air besar / bersama-sama dengan rumah

tangga lain

e. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik

f. Sumber air minum berasal dari sumur / mata air tidak terlindung / sungai /

air hujan

g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar / arang /

minyak tanah

h. Hanya mengkonsumsi daging / susu / ayam satu kali dalam seminggu

i. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun

j. Hanya sanggup makan sebanyak satu / dua kali dalam sehari

(18)

l. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah : petani dengan luas

lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan

dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per

bulan

m. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah / tidak tamat

SD/ hanya SD

n. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.

500.000,- seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal

motor, atau barang modal lainnya.

Selain itu, miskin juga dapat dikatakan sebagai suatu klasifikasi sosial yang

dianggap rendah oleh sebagian besar masyarakat. Hal ini dikarenakan miskin

dianggap sebagai suatu keadaan yang tidak memiliki kemampuan finansial

yang layak untuk mencukupi kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, dan

terlebih kebutuhan tersier.

6. Sosialisasi adalah proses pembelajaran yang dialami oleh individu selama

dalam hidupnya untuk menjadi anggota yang berpartisipasi dalam

masyarakat. Pembelajaran yang dialami umumnya diterima dari banyak pihak

diantaranya keluarga, sekolah, teman bermain, dan media massa. Selain itu

(19)

7. Interaksi Sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan

individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok yang

saling mempengaruhi dalam kehidupan bermasyarakat. Interaksi sosial

merupakan cara individu untuk saling mengenal dengan individu lain. Dalam

interaksi terdapat 2 (dua) macam bentuk, yaitu interaksi yang asosiatif dan

interaksi yang disasosiatif. Interaksi asosiatif yaitu interaksi yang

mengindikasikan adanya persatuan dan kerja sama antar individu dalam

masyarakat. Sedangkan interaksi disasosiatif yaitu interaksi yang

mengindikasikan adanya persaingan antar individu dalam masyarakat. Kedua

proses tersebut merupakan cara masyarakat untuk melestarikan hidup

tergantung kepada budaya yang terdapat di masyarakat tersebut.

8. TPA Terjun adalah tempat pembuangan akhir sampah yang berasal dari kota

Medan, tempat ini berfungsi untuk menimbun sampah. TPA Terjun berlokasi

(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang

menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok

manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia (Soerjono

Soekanto, 1982: 55). Manusia merupakan makhluk sosial dan tidak dapat hidup

sendiri, maka manusia hidup secara berkelompok yaitu bermasyarakat. Dalam

kehidupan bermasyarakat inilah manusia berinteraksi dengan manusia lain. Melalui

interaksi, manusia saling berbagi informasi. Adanya interaksi juga dapat membantu

manusia mensosialisasikan ideologi-ideologi dan konsep-konsep diri.

Menurut Herbert Blumer, salah seorang tokoh teori ini, individu berinteraksi

dengan individu lain untuk mengadaptasi makna terhadap sesuatu. Makna muncul

dari pikiran masing-masing individu, namun makna tersebut tidak muncul begitu

saja. Artinya, setiap individu perlu untuk mengamati individu lain yang lebih dulu

memiliki makna terhadap sesuatu itu untuk kemudian dianalisis. (Margareth

Poloma, 2004: 258).

Individu merupakan aktor yang sadar dan reflektif, yang menyatukan

(21)

memiliki kemampuan untuk memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan, dan

mentransformir makna pada situasi di mana ia ditempatkan. Proses ini terjadi dalam

kehidupan sosial, yaitu saat individu memperhatikan tindakan orang lain serta

mengadaptasi tindakan tersebut (Margareth Poloma, 2004: 261).

Interaksi yang terjadi dapat bermacam-macam bentuknya pada setiap

individu, dapat berupa interaksi yang asosiatif dan dapat pula interaksi yang

berbentuk disasosiatif. Interaksi berbentuk asosiatif ketika interaksi tersebut

mengindikasikan adanya pendekatan atau penyatuan individu yang satu dengan

individu lainnya, seperti kooperasi, akomodasi, asimilasi, maupun amalgamasi.

Proses-proses tersebut menunjukkan adanya kesatuan dan kerja sama individu

(Bagong 2007: 57). Namun, interaksi berbentuk disasosiatif ketika interaksi tersebut

mengindikasikan adanya persaingan, seperti kompetisi, konflik, serta kontraversi

(Bagong 2007: 64). Interaksi yang terjadi tergantung kepada budaya yang terdapat

di masyarakat.

2.2Teori Fenomenologi

Teori fenomenologi menjelaskan tentang bagaimana kehidupan

bermasyarakat dapat terbentuk. Tindakan manusia menjadi suatu hubungan sosial

bila manusia memberikan arti atau makna terhadap tindakannya itu dan manusia

lain memahami tindakannya itu sebagai satu kesatuan yang penuh arti, dan

(22)

Menurut Alfred Schutz fenomenologi berbicara mengenai antarsubjektifitas

dan intersubjektifitas. Dalam hal ini antarsubjektifitas menunjuk kepada dimensi

dari kesadaran umum dan kesadaran khusus kelompok sosial yang saling

terintegrasi. Sedangkan intersubjektifitas menunjuk kepada peranan masing-masing

individu yang diperoleh melalui pengalaman yang bersifat pribadi. Dalam konsep

ini perlu memahami interakasi yang terjadi antar individu. Pemusatan perhatian

ditujukan agar individu dapat saling bertindak, berinteraksi, dan saling memahami

(Ritzer 2007 : 60).

Konsep fenomenologi menjadikan manusia sebagai objek dan juga sebagai

pencipta dunianya sendiri. Tingkah lakunya merupakan segala tindakan yang harus

diinterpretasikan oleh manusia itu sendiri dan segala makna yang dikerjakan

merupakan fenomenologi. Dalam hal ini fenomenologi berarti mempelajari

bagaimana individu ikut serta dalam proses pembentukan dan pemeliharaan

fakta-fakta yang terjadi di masyarakat, serta melihat bagaimana hubungan antar situasi

dan bagaimana tindakan yang terjadi di masyarakat (Ritzer 2007 : 62).

2.3 Fenomena Sosial Anak-anak Pekerja

Anak pekerja adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk

(23)

dengan anak adalah orang laki-laki atau perempuan yang berusia dibawah 15 tahun.

Di Indonesia anak-anak dibawah usia 15 tahun, yang hidupnya digunakan untuk

bekerja, tidak lagi menjadi hal yang baru di masyarakat. Banyak anak yang bekerja

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, diantaranya dengan cara memulung

barang-barang bekas.

Menurut badan ILO tahun 1999 (Bagong 2003:113), di dunia terdapat lebih

dari 250 juta anak-anak pekerja berusia 5-14 tahun yang harus melepaskan waktu

bermain mereka dengan bekerja. Sementara di Indonesia diperkirakan terdapat 5-6,5

juta pekerja anak, dan akan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya jika tidak

dicari solusi terbaik untuk penanganan masalah mengenai anak-anak pekerja yang

terus mengalami peningkatan di Indonesia.

Sebagai kasus yang bisa kita perhatikan adalah maraknya anak-anak pekerja

yang ada di Jawa Timur. Di Jawa Timur bukan rahasia lagi anak-anak banyak yang

bekerja, bukan hanya bekerja sebagai buruh di sektor pertanian atau pabrik, tetapi

juga bekerja di sektor yang dianggap membahayakan, yaitu bekerja di sektor

prostitusi. Secara keseluruhan jumlah anak usia 7-15 tahun tercatat 5,9 juta jiwa dan

hanya 5,06 yang menempuh pendidikan dan terdapat 900 ribu anak yang harus

bekerja disektor berbahaya tersebut (Kompas 8 juni 2003 dalam Bagong 2003:119).

Hasil survei Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menunjukkan, masih

ada 1,5 juta (4,3 persen) pekerja anak di Indonesia pada 2010. Setengah anak-anak

(24)

mengganggu kesehatan, keselamatan, dan perkembangan moral mereka. (Suara

Pembaruan edisi Rabu, 23 Mei 2012).

Maraknya kasus anak-anak pekerja di Indonesia menimbulkan dampak yang

sangat berbahaya bagi anak. Dampak yang dirasakan oleh anak adalah perubahan

psikologi dan sosial anak. Dampak anak-anak pekerja bukan terdapat pada

pekerjaannya, tetapi terdapat pada pengaruh akibat terlalu dini bekerja dan

kurangnya kesempatan anak-anak itu untuk memperoleh pendidikan. Dampak yang

paling dominan dialami oleh anak-anak pekerja adalah rawan eksploitasi.

Anak-anak dieksploitasi dalam berbagai bidang, baik mental, psikologis maupun materi,

dan semua dampak akibat adanya eksploitasi tersebut merugikan anak

(Bagong,2003:132).

2.4 Fenomena Anak-anak Pemulung di Kota Medan

Pemulung bukanlah hal yang baru di Indonesia terkhusus kota Medan. Tidak

jarang terlihat pemulung sedang mengais-ngais tempat sampah yang banyak

terdapat di pinggir jalan untuk mendapatkan barang-barang yang masih bisa dijual.

Pemulung bisa saja tidak memiliki pilihan lain untuk memulung karena tuntutan

ekonomi dan kemampuan yang tidak memadai untuk mendapatkan pekerjaan yang

(25)

menjadi pemulung. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan munculnya

pemulung-pemulung yang berusia di bawah 18 tahun. Pada akhirnya anak-anak pemulung-pemulung

akan menjalani kehidupan sosialnya di luar lingkungan tempat tinggal, karena

waktu yang banyak dihabiskan untuk memulung. Maka komunitas sosialnya adalah

pemulung di tempat ia bekerja sebagai pemulung. Kehidupan sosialnya pun terbatas

pada kehidupan sebagai pemulung saja, karena keterbatasan waktu yang

dimilikinya. Ia mulai kehilangan waktu untuk bermain dengan teman-teman

sebayanya.

Menjadi pemulung bagi anak-anak bisa jadi sebuah pilihan atau bahkan

keharusan. Pilihan tersebut tidak jauh dari hasil interaksinya dengan kelompok

sosialnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Mead, pilihan untuk menjadi

pemulung oleh anak-anak pun merupakan nilai-nilai yang sudah digeneralisasi oleh

kelompok sosialnya.

Dikota Medan banyak kita temui anak-anak yang bekerja sebagai pemulung,

bahkan untuk lokasi TPA Terjun yang ada di Medan Marelan, jumlah anak yang

bekerja sebagai pemulung diperkirakan mencapai 50 orang dengan usia antara 7 –

17 tahun. Anak-anak ini bekerja sebagai pemulung pada siang hari setelah mereka

pulang sekolah, namun banyak juga diantara anak-anak ini yang putus sekolah

karena keterbatasan materi yang dimiliki oleh kedua orang tua anak tersebut.

Menjadi pemulung di TPA Terjun menjadi alternatif pekerjaan yang mereka

(26)

sebab dan konsekuensi yang harus mereka alami. Satu hal yang mereka ketahui

adalah mereka bisa mencari uang untuk membantu orang tua mereka atau bahkan

untuk makan mereka sehari hari. Anak-anak ini datang ke TPA Terjun membawa

karung untuk tempat hasil pulungan mereka, setelah itu mereka pilah-pilah sesuai

dengan kondisi barang yang mereka pulung kemudian akhirnya mereka jual ke toke

yang tidak jauh dari tempat mereka bekerja. Banyaknya jumlah anak yang bekerja

sebagai pemulung menunjukkan masih kurangnya kepedulian terhadap anak-anak.

Diperlukan kerjasama dari pemerintah dan masyarakat serta pemahaman dari orang

tua utuk tidak memberikan izin kepada anak-anak untuk bekerja secara berlebihan

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif

dengan pendekatan studi kasus. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa tulisan, dan menggambarkan perilaku yang

dapat diamati oleh peneliti dan orang-orang subjek itu sendiri. Metode kualitatif

dipilih dengan alasan penelitian ini membutuhkan penjelasan secara rinci karena

menjelaskan tentang fenomena anak-anak pemulung yang dianggap wajar oleh

masyarakat. Studi kasus merupakan suatu strategi dan metode analisis data kualitatif

yang menekankan pada kasus-kasus khusus yang terjadi pada objek analisis (Burhan

Bungin, 2005:229).

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di TPA Terjun, Kelurahan Terjun, Kecamatan

Medan Marelan, Sumatera Utara. Alasan pemilihan lokasi tersebut adalah karena

lokasi tersebut merupakan pusat pengumpulan sampah yang berasal dari kota

Medan dan sekitarnya. Berbagai jenis sampah dapat ditemukan di lokasi tersebut.

Maka tidak heran jika dapat ditemukan pemulung di lokasi tersebut. Termasuk di

(28)

3.3 Unit Analisis dan Informan

1. Unit Analisis

Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah seluruh

anak-anak pemulung yang berada di TPA Terjun, orang tua/wali yang memiliki

hak asuh terhadap anak-anak tersebut, serta pemerintah setempat.

2. Informan

Adapun yang menjadi informan dalam peneltian ini adalah:

a. Informan kunci

Informan kunci yaitu sumber informasi yang aktual dalam menjelaskan

tentang masalah penelitian yang sedang diteliti. Adapun yang menjadi

informan kunci dalam penelitian ini adalah anak-anak pemulung yang

bekerja di TPA Terjun. Adapun ketegori anak-anak pemulung yang

menjadi objek penelitian ini adalah anak-anak yang sudah bekerja di TPA

Terjun selama minimal 1 tahun dan berusia minimal 10 tahun sebanyak

(29)

b. Informan biasa

Adapun yang menjadi informan biasa dalam penelitian ini adalah orang

tua/wali yang memiliki hak asuh terhadap anak-anak pemulung yang

bekerja di TPA Terjun dan pemerintah setempat, yaitu sebanyak 7 orang.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua,

yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

penelitian lapangan,yaitu:

a. Observasi atau pengamatan yaitu kegiatan keseharian manusia dengan

menggunakan pancaindera mata sebagai alat bantu utamanya, selain itu

panca indera yang dapat digunakan juga adalah telinga, penciuman,

mulut, dan kulit. Oleh karena itu observasi adalah kemampuan seseorang

untuk menggunakan pengamatan melalui hasil kerja panca indera serta

dibantu dengan panca indera yang lainnya (Bungin, 2005:133). Adapun

hal yang menjadi bahan observasi dalam penelitian ini adalah bagaimana

(30)

b. Wawancara mendalam adalah sebuah proses memperoleh keterangan

tentang penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai dengan

atau tanpa menggunakan pedoman wawancara. Data berupa teks hasil

wawancara yang diperolah melalui wawancara yang dijadikan sampel

penelitian. Data dapat direkam atau dapat dicatat oleh peneliti (Bungin,

2005:127).

c. Dokumentasi adalah data dalam bentuk gambar yang diambil langsung

di lapangan.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu merupakan data yang didapatkan secara tidak langsung

dari objek penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini

dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen,

yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku buku

referensi, dokumen, majalah, jurnal, dan data dari internet yang dianggap

relevan dengan masalah yang sedang diteliti. Buku, jurnal, dan yang lainnya

diarahkan untuk mendapatkan gambaran gambaran mengenai data-data yang

(31)

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan metode penganalisian data dengan cara

menyusun data, mengelompokkannya, dan menginterpretasikannya sehingga

diperoleh gambaran yang sebenarnya mengenai fenomena anak-anak pemulung di

kota Medan.

Interpretasi data adalah sebuah tahap dalam upaya menyederhanakan dari

data yang telah diperoleh dari hasil penelitian di lapangan maupun dari hasil studi

kepustakaan. Data-data yang diperoleh akan dipelajari kembali, ditelaah,

dikelompokkan sesuai dengan permasalahan dari penelitian yang dilakukan.

Observasi akan diuraikan untuk memperkaya hasil wawancara sekaligus

melengkapi data. Data yang diperoleh akan diinterpretasikan untuk menghasilkan

(32)

BAB IV

DESKRIPSI DAN HASIL INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun berada di Kelurahan

Terjun, Kecamatan Medan Marelan. Luas wilayah TPA ini adalah 137.563m2.

Tanah lokasi TPA tersebut dimiliki oleh Pemerintah Kota Medan. Jarak lokasi TPA

dengan pemukiman rumah warga adalah 500 meter, sedangkan dari sungai Deli

berjarak 4 kilometer, dan dari pantai Belawan berjarak 6 kilometer. TPA terjun

memiliki lokasi cadangan seluas 4 Hektar yang belum dipergunakan. Kondisi

lapisan asal tanah TPA Terjun adalah lempung dengan topografi relatif datar serta

elevansi 2,5 meter dari permukaan laut. Areal ini berada diantara aliran Paluh

Nibung dan Paluh Terjun. Aliran kedua paluh tersebut dipengaruhi oleh pasang

surut air laut. TPA tersebut mulai beroperasi sebagai tempat penampungan sampah

sejak tanggal 7 Januari 1993. Sistem yang dilakukan pada TPA Terjun adalah

dengan cara open dumping, yaitu sampah ditimbun terus menerus tanpa

memberikan perlakuan apapun. Selanjutnya sampah akan dibiarkan sampai pada

akhirnya akan membusuk dengan sendirinya dan menjadi tanah. Ketika sampah

telah menjadi tanah, selanjutnya daerah tersebut akan menjadi lahan yang baru

(33)

digunakan sebagai tempat peristirahatan para pemulung selama bekerja. Lingkungan

TPA sangat terbuka dan dikelilingi oleh tumpukan sampah yang bercampur dan

beraneka ragam sifat dan jenisnya. Saat hujan lokasi TPA ini menjadi berlumpur

dan sampah menjadi basah sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap. Selain itu

asap juga tampak diantara timbunan sampah di TPA terjun tersebut. Hal ini terjadi

karena adanya oknum yang membakar sampah di beberapa titik di lokasi TPA

Terjun tersebut.

Saat ini TPA Terjun sudah dilengkapi dengan kolam lindi walaupun belum

dapat berfungsi secara maksimal karena dalam masa perbaikan. Kolam lindi

berfungsi sebagai tempat penampungan air lindi (air rembesan sampah) yang dapat

merusak lingkungan. Selain itu, TPA Terjun juga memiliki sumur pantau yang

berfungsi sebagai kontol guna mengetahui bila terjadi rembesan air lindi yang

masuk ke sumur pantau yang dapat mencemari air tanah. Hal ini baik untuk

mengontrol kelayakan air tanah yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari oleh

masyarakat di sekitar TPA. Apabila terjadi pencemaran pada air tanah, maka akan

dilakukan tindakan lebih lanjut terhadap TPA tersebut untuk menghentikan

pencemaran yang lebih berbahaya.

TPA Terjun memiliki jembatan timbang sampah. Jembatan tersebut terletak

di gerbang menuju kawasan penimbunan sampah. Jembatan timbang sampah

tersebut berfungsi untuk mengetahui jumlah sampah yang masuk ke TPA setiap

(34)

mengetahui jumlah muatan sampah yang akan dibuang ke TPA. Melalui jembatan

timbang tersebut dapat diketahui jumlah sampah yang masuk setiap harinya.

Gambar 1 : Peta Lokasi TPA Terjun, Kecamatan Medan Marelan

Setiap hari TPA terjun didatangi oleh pemulung untuk mendapatkan barang

bekas yang masih laku dijual kepada toke barang bekas. Para pemulung datang

dengan perlengkapan sederhana, seperti goni beras plastik atau keranjang besar

yang terbuat dari anyaman bambu untuk mengumpulkan barang bekas, serta besi

melengkung dan runcing pada ujungnya yang disebut gancu. Para pemulung

menggunakan gancu untuk memilah-milah sampah. Para pemulung pada umumnya

(35)

melindungi tangan mereka saat memegang sampah-sampah. Para pemulung pada

umumnya juga menggunakan baju dengan lengan yang panjang. Hal ini dilakukan

untuk melindungi tubuh mereka dari sinar matahari. Beberapa pemulung wanita

juga menggunakan bedak dingin pada wajah mereka saat bekerja. Menurut

kebanyakan orang dengan melumuri kulit wajah dengan bedak dingin dapat

melindungi kulit dari sengatan sinar matahari.

Aktifitas para pemulung di TPA Terjun biasanya dimulai pada pukul 07.00

Wib sampai dengan pukul 18.00 Wib, namun tidak sedikit juga yang bekerja pada

malam hari. Aktifitas di TPA terjun akan mencapai puncak pada pukul 13.00 Wib

sampai dengan pukul 16.30 Wib. Hal ini diakibatkan oleh aktifitas truk sampah

milik dinas kebersihan yang membawa sampah ke TPA Terjun juga banyak pada

jam-jam tersebut.

4.2. Profil Informan

4.2.1 Informan Kunci

4.2.1.1 Dika

Dika merupakan seorang remaja berusia 14 tahun. Saat ini Dika duduk di

bangku kelas 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dika mengaku bekerja atas

dasar kemauan sendiri. Ia tidak pernah dilarang oleh orang tua bekerja di TPA

(36)

jika Dika bekerja karena justru baik untuk melatih kemandiriannya. Sampai saat ini

Ia sudah bekerja selama 8 tahun di TPA Terjun. Setiap harinya Dika dapat

mengumpulkan uang sebanyak Rp 20.000,00 – Rp 30.000,00 dari hasil memulung

barang bekas. Dika tidak memiliki waktu khusus untuk berinteraksi dengan orang

tua di rumah. Ketika bersama-sama di rumah dengan orang tuanya, mereka hanya

menonton acara di televisi bersama dan diselingi dengan obrolan-obrolan singkat.

Dika mengaku tidak ada perbedaan perlakuan diantara Dika dengan adik-adiknya

dari orang tuanya. Ia merupakan anak pertama dari 3 (tiga) orang bersaudara

kandung. Orang tua Dika juga bekerja sebagai pemulung di TPA Terjun. Keluarga

Dika tinggal sekitar 200 meter dari lokasi TPA. Dika tidak terlalu sering

berinteraksi dengan tetangganya. Biasanya mereka hanya saling menyapa jika

bertemu.

Pihak Dinas Kebersihan juga tidak pernah melarang Dika untuk bekerja di

TPA Terjun. Dika mengaku tidak kenal dan tidak pernah berinteraksi dengan

pegawai Dinas Kebersihan yang mengawas di TPA Terjun. Selama bekerja di TPA

waktunya habis hanya untuk memungut barang bekas. Di TPA Terjun ia tidak

memiliki teman karena tidak punya waktu untuk bermain. Dika juga mengaku tidak

pernah berkenalan dan berinteraksi dengan para pemulung dewasa. Selain itu, Dika

juga mengaku tidak memiliki banyak teman di sekolah. Hal ini diakui Dika karena

(37)

Dika mengaku bahwa mereka juga menjadi salah satu alasan Dika tertarik untuk

bekerja.

Alasan lain Dika bekerja setiap hari adalah untuk mengisi waktu luang

setelah pulang sekolah sampai menjelang malam hari. Ia juga mengaku mulai

bekerja karena mengikuti orang tuanya. Selain itu Dika tidak memiliki kesulitan

untuk menjadi pemulung. Dika mulai bekerja dari pukul 14.00 dan kembali ke

rumah pukul 18.30. Sampai di rumah Ia memisah-misahkan barang bekas hasil

pulungannya, lalu barang-barang tersebut dikelompokkan berdasarkan jenisnya

untuk mempermudah ketika menjualnya ke tukang botot. Dika menggunakan uang

hasil penjualan barang bekasnya untuk membantu ekonomi keluarganya dan

sebagian untuk ditabung sendiri. Setelah menjual barang bekasnya, Dika mulai

belajar dan mempersiapkan peralatan sekolahnya untuk sekolah keesokan harinya.

Prestasi belajarnya di sekolah tidak terlalu menonjol. Meskipun demikian, Dika

tidak merasa waktu belajarnya terganggu karena bekerja. Saat ini Ia mengaku

merasa nyaman dengan pekerjaannya, walaupun pada awalnya tidak nyaman karena

sampah yang mengeluarkan aroma busuk. Dika juga mengaku sudah terbiasa

dengan aroma tersebut.

4.2.1.2 Rizky Indra

Rizky merupakan seorang anak berusia 10 tahun. Saat ini Rizky duduk di

(38)

sendiri. Orang tua Rizky sudah bekerja di TPA Terjun selama 15 tahun sebagai

pemulung. Selama itu Rizky dan adiknya juga dibawa saat bekerja. Rizky mulai

bekerja pada usia 9 (sembilan) tahun dengan diawali mengikuti orang tuanya

mencari-cari barang bekas di TPA. Sampai saat ini Rizky sudah bekerja bersama

teman-temannya. Rizky sudah bekerja selama 1 (satu) tahun di TPA Terjun. Setiap

hari Rizky memperoleh pendapatan sebesar Rp 10.000,00 – Rp 20.000,00 dari hasil

menjual barang bekas kepada toke botot. Rizky mengaku bahwa orang tuanya

mengetahui jumlah pendapatannya karena Ia selalu menjual barang bekas yang Ia

dapatkan bersama orang tuanya, namun orang tuanya selalu membiarkan Rizky

menggunakan uangnya untuk keperluannya sendiri. Meskipun demikian, orang tua

Rizky tetap menanggung keperluan sekolah Rizky. Rizky biasanya menabung

pendapatannya untuk membeli barang yang agak mahal atau sekedar menjadi uang

sakunya. Orang tua Rizky tidak melarang Rizky bekerja dengan alasan Rizky

bekerja karena keinginannya sendiri. Rizky sering menceritakan tentang

pekerjaannya kepada orang tuanya.

Rizky merupakan anak kedua dari 3 (tiga) orang bersaudara. Ia memiliki

seorang kakak perempuan yang duduk di bangku kelas 6 SD. Kakak Rizky hanya

mengurus rumah saat Ia dan orang tuanya bekerja. Selain itu kakak Rizky juga

menyiapkan makan malam untuk mereka sekeluarga.

(39)

Saat bekerja, Rizky biasanya hanya bekerja sambil mengobrol dengan

teman-teman sebayanya. Mereka bekerja dengan cara yang santai. Saat istirahat Ia

biasanya hanya bermain bersama adiknya yang masih balita dan mengobrol dengan

orang tuanya di pondok yang dibuat oleh ayahnya sebagai tempat beristirahat di

TPA Terjun. Rizky mengaku waktu belajarnya tidak terganggu karna Ia bekerja

hanya setelah pulang sekolah sampai sore hari, yaitu sejak pukul 14.00 sampai

dengan 17.30. Maka, Ia belajar di malam hari dan sekolah di pagi hari. Prestasi

belajarnya di sekolah biasa-biasa saja, namun Ia mengaku tidak pernah mendapat

nilai yang buruk di sekolah.

Rizky mengaku memiliki banyak teman di sekolah. Ia merasa mendapat

perlakuan yang baik dari teman-temannya. Hal ini diakui Rizky karena beberapa

temannya juga bekerja di TPA bersama-sama dengan Rizky.

Menurut Rizky, Ia dan keluarganya tidak pernah memiliki waktu khusus

antara orang tua dan anak jika tidak sedang berada di tempat kerja. Saat berada di

rumah, Rizky dan keluarganya hanya melakukan aktifitas mereka masing-masing.

Orang tua Rizky biasanya menghabiskan waktu luang dengan membersihkan barang

bekas yang akan di jual atau hanya sekedar beristirahat sambil menonton televisi.

Rizky mengaku tidak berinteraksi secara langsung dengan pemulung dewasa

selain orang tuanya. Rizky tidak pernah mengobrol dengan mereka. Ia hanya

mengetahui wajah dan nama beberapa pemulung dewasa tanpa mengenal mereka

(40)

4.2.1.3 Sari

Sari merupakan remaja berusia 14 tahun. ia merupakan anak keempat dari 4

(empat) bersaudara. Saat ini Sari duduk di bangku kelas 3 (tiga) SMP. Ia hidup

dalam keluarga pemulung, karena ayah, ibu, dan abangnya bekerja sebagai

pemulung di TPA Terjun. Ketika memulai bekerja sebagai pemulung Sari dilarang

oleh orang tuanya. Tetapi Ia tetap bekerja mengikuti orang tua dan abangnya.

Namun Ia mengaku tidak ada perbedaan perlakuan dari orang tuanya terhadapnya

setelah Ia bekerja. Alasan Sari bekerja adalah untuk membantu orang tuanya

mencukupi kebutuhan keluarga. Maka, setiap pendapatan yang diperolehnya dari

memulung diberikan kepada orang tuanya. Sari sudah bekerja di TPA Terjun selama

7 tahun. Setiap hari Sari bersekolah di pagi hari dan bekerja dari pukul 15.00 sampai

pukul 18.00. Saat libur sekolah, Ia bekerja di TPA Terjun sepanjang hari. Sari

mengaku bekerja dengan santai. Sari akan beristirahat jika lelah dan akan

melanjutkan pekerjaannya jika sudah tidak lelah lagi. Pendapatan Sari setiap harinya

berkisar antara Rp 35.000,00 – Rp 50.000,00. Menurut Sari, orang tuanya

mengetahui jumlah pendapatannya setiap hari, namun orang tua Sari

membiarkannya untuk menyimpannya sendiri. Meskipun demikian Sari tetap

memberikan sebagian dari pendapatannya untuk membantu orang tuanya dalam

mencukupi kebutuhan hidup keluarga.

(41)

sering berbicara kasar dan kotor, walaupun dalam keadaan bercanda. Hal tersebut

yang dipercayai Sari yang akhirnya diikuti para anak-anak pemulung sehingga

anak-anak pemulung tak jarang berbicara kasar dan kotor saat berbicara dengan

orang lain. Sari juga mengaku bahwa Ia sudah mulai berpacaran, bahkan sudah

berulang kali Sari berganti-ganti pacar. Sari mengaku mulai berpacaran karena

sering melihat dan mendengar para pemulung dewasa yang membicarakan tentang

pacaran. Ia mengaku tidak ada waktu untuk bermain dengan teman-temannya

sesama pemulung saat di TPA Terjun. Saat istirahat Sari menghabiskan waktu

dengan cara mengobrol dengan abangnya yang juga kerja di TPA. Ia mengeluhkan

harga barang bekas yang rendah. Setiap hari Sari mampu mendapatkan barang

bekas sebanyak 15 kg. Ia mengaku pegawai dinas kebersihan tidak pernah

melarangnya bekerja di TPA Terjun walaupun usianya masih di bawah 18 tahun.

Sari juga mengaku tidak mengenal pegawai Dinas Kebersihan karena tidak pernah

berbicara dengan mereka.

Sari merupakan anak ke 3 dari 5 bersaudara. Kakaknya sudah bekerja di

sebuah pabrik plastik yang berada di Kawasan Industri Medan dan tidak menjadi

tanggungan orang tuanya lagi. Sehabis bekerja, Sari pulang ke rumah dan memasak

makan malam untuk keluarga. Setelah itu Ia akan belajar mulai pukul 20.00 sampai

dengan pukul 21.00. Sari mendapat juara 2 dan terkadang Ia mendapat juara 3 di

sekolahnya. Menurutnya hal tersebut tidak menjadi masalah, termasuk jika Ia tidak

mendapatkan juara sama sekali. Teman-teman sekolahnya tidak mengetahui Sari

(42)

teman sekolahnya. Akan tetapi jika teman-temannya tahu, tidak akan menjadi

masalah bagi Sari.

Sari mengungkapkan bahwa keluarganya jarang memiliki waktu khusus

untuk berkumpul bersama. Orang tua dan abang Sari lebih banyak menghabiskan

waktu dengan membersihkan barang bekas yang mereka dapatkan dibandingkan

dengan menyisihkan waktu berkumpul dengan keluarga saat berada di rumah. Sari

juga terkadang membantu mereka, namun Ia lebih sering belajar di kamarnya atau

sekedar beristirahat sambil menonton televisi.

4.2.1.4 Panji

Panji merupakan remaja berusia 13 tahun yang putus sekolah. Ia sudah

bekerja sebagai pemulung di TPA Terjun selama 1 (satu) tahun terakhir. Pendapatan

Panji dipegang langsung oleh orang tuanya untuk mencukupi biaya kehidupan

keluarga. Ia merupakan anak kedua dari 7 (tujuh) bersaudara. Panji bekerja karena

disuruh oleh orang tuanya. Ia juga tidak menolak jika disuruh bekerja. Panji tidak

melanjutkan sekolah karena kelemahannya dalam hal belajar. Ia pernah bersekolah

beberapa tahun, namun Ia tidak bisa mengikuti pelajaran. Akhirnya orang tua Panji

menyerah untuk menyekolahkan anaknya. Ayah Panji juga bekerja sebagai

(43)

Dinas kebersihan tidak pernah melarang Panji untuk bekerja di TPA Terjun.

Panji juga tidak pernah mengenal pegawai Dinas Kebersihan. Hal ini karena Panji

tidak pernah berinteraksi secara langsung dengan para pegawai dinas kebersihan.

Selain itu Panji juga tidak pernah berinteraksi secara langsung dengan siapapun

kecuali ayahnya.

Panji tidak memiliki kegiatan lain selain menjadi pemulung. Maka saat

berada di rumah, Panji dan ayahnya menghabiskan waktu dengan membersihkan

barang bekas temuan mereka sebelum di jual. Panji dan keluarganya tidak pernah

menyediakan waktu luang khusus untuk lebih akrab.

4.2.1.5 Nanang

Nanang merupakan anak pertama dari 4 bersaudara. Nanang saat ini berusia

16 tahun. Ia hanya bersekolah sampai di bangku SMP dan tidak melanjutkan ke

tingkat yang lebih tinggi. Sampai saat ini, Ia sudah bekerja selama 1 (satu) tahun di

TPA Terjun. Pendapatan Nanang sebesar Rp 50.000,00 setiap harinya. Orang tua

Nanang tidak mengetahui dan tidak turut campur tangan dengan pendapatan nanang

saat ini. Nanang menggunakan pendapatannya sendiri untuk menyelesaikan

pembayaran kredit sepeda motornya. Adiknya juga bekerja sebagai pemulung.

Nanang bekerja di TPA Terjun karena orang tuanya pernah menderita sakit

paru-paru sehingga tidak mampu bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Oleh

(44)

bawah 18 tahun. Setelah orang tuanya sembuh Nanang merasa betah bekerja di TPA

Terjun. Orang tua Nanang bekerja sebagai tukang bangunan. Setiap hari Nanang

bekerja sejak pukul 08.00 sampai dengan pukul 18.00. Saat istirahat Ia habiskan

untuk mengobrol dengan para pemulung lainnya dan supir-supir truk pengangkut

sampah. Pegawai dinas kebersihan tidak pernah melarang Nanang bekerja di TPA.

Nanang juga tidak mengenal pegawai dinas kebersihan dan tidak pernah berbicara

secara langsung dengan mereka. Akan tetapi Ia tidak boleh bekerja terlalu dekat

dengan truk sampah dan alat berat saat menurunkan sampah. Jika terjadi kecelakaan

saat bekerja tidak akan ada santunan dari dinas kebersihan, melainkan menjadi

tanggungan sendiri. Dinas kebersihan juga tidak pernah memberikan bantuan

kepada para pemulung selama Nanang bekerja di TPA Terjun. Nanang mengaku

tidak mengenal semua pemulung yang ada di TPA Terjun. Ia hanya mengenal

beberapa orang yang sering bekerja di sekitarnya. Nanang mengaku setelah bekerja

di TPA Terjun, cara berbicaranya lebih bebas dan lebih dewasa. Hal ini

dianggapnya karena banyak bertemu dengan orang dewasa di TPA Terjun. Selain

itu, Nanang mengaku sudah mulai berpacaran karena sering mendengar

pembicaraan para pemulung dewasa. Setiap hari Nanang bekerja bersama adiknya

dan saudara sepupunya. Nanang mengaku bahwa mereka bekerja dengan cara yang

santai. Mereka pun tidak pernah ada perselisihan dan persaingan saat bekerja,

(45)

hari hanya menghabiskan waktu dengan bekerja sebagai pemulung. Saat berada di

rumah, Nanang dan adiknya menghabiskan waktu dengan membersihkan barang

bekas temuan mereka masing-masing sambil sesekali mengobrol. Ketika waktu

luang Nanang hanya beristirahat sambil memainkan telfon genggangnya.

4.2.1.6 Nanda

Nanda adalah remaja berusia 15 tahun. Saat ini Ia duduk di bangku kelas 3

SMP. Nanda bekerja sebagai pemulung di TPA Terjun selama 1 (satu) tahun. Setiap

hari Nanda memperoleh pendapatan sebanyak Rp 50.000,00. Pendapatannya Ia

gunakan untuk keperluannya sendiri, namun terkadang diberikan juga sebagian

kepada orang tuanya. Nanda merupakan anak kedua dari 4 (empat) bersaudara.

Nanda merupakan adik dari Nanang yang juga bekerja sebagai pemulung. Orang tua

mereka bekerja sebagai tukang bangunan. Seperti halnya Nanang, Nanda juga tidak

dilarang oleh orang tuanya untuk bekerja di TPA Terjun sebagai pemulung

walaupun usianya belum mencapai 18 tahun. Nanda bekerja dengan alasan ingin

seperti abangnya yang mampu menghasilkan uang jajan sendiri tanpa harus

meminta dari orang tua. Hal ini terjadi karena Ia merasa uang jajan yang diberikan

orang tuanya kurang untuk memenuhi kebutuhan tambahannya.

Nanda selalu bekerja bersama dengan abang dan saudara sepupunya. Ia

mengaku tidak banyak mengenal pemulung lain yang juga bekerja di TPA Terjun.

(46)

lain, seperti Pancur Batu dan Belawan. Hanya beberapa orang dewasa saja yang

sering mengobrol dengannya saat di lokasi TPA. Menurutnya, hal tersebut membuat

Nanda berbicara dengan cara yang berbeda dari sebelum Ia bertemu dengan para

pemulung yang sudah dewasa tersebut. Selain abang dan saudara sepupunya, Nanda

mengaku tidak pernah bermain dengan anak-anak pemulung lainnya. Menurut

Nanda, Ia bekerja secara santai. Ia bekerja sambil bercanda dengan abang dan

saudara sepupunya tersebut. Saat lelah mereka akan beristirahat dan setelah itu akan

melanjutkan pekerjaan mereka. Hal ini diakui Nanda membuat Ia tidak merasa

bosan selama bekerja di TPA Terjun.

Seperti halnya penuturan Nanang, Nanda juga mengaku tidak pernah

berbicara dengan pegawai dinas kebersihan sehingga Ia tidak mengenal mereka.

Selain itu, Nanda juga tidak pernah merasa mendapat larangan dari siapapun untuk

bekerja di TPA Terjun. Nanda hanya tahu tidak boleh bekerja dekat dengan alat

berat. Menurutnya, tanpa diberitahu pun Nanda tidak akan bekerja dekat dengan alat

berat tersebut karena takut terkena alat berat tersebut.

Setiap hari Nanda bekerja dari pukul 14.00 sampai dengan pukul 19.00.

Nanda bersekolah pada pagi hari dan mengerjakan tugas rumahnya pada malam

hari. Ia mengaku tidak memiliki prestasi yang menonjol di sekolah. Bahkan Nanda

hanya belajar saat akan ujian. Ia hanya membuka buku di rumah jika diberikan

(47)

menonton siaran televisi. Ia mengaku tidak banyak menghabiskan waktu dengan

anggota keluarga yang lain. Menurut Nanang, Ia dan keluarganya biasanya hanya

sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing di rumah. Nanda mengaku bahwa Ia

dan saudara-saudaranya diperlakukan sama oleh kedua orang tua mereka. Tidak ada

perlakuan yang berbeda kepada Nanda walaupun Ia bekerja di TPA Terjun.

Teman-teman Nanda di sekolah tidak pernah mempermasalahkan

pekerjaannya yang sebagai pemulung di TPA terjun. Menurut Nanda banyak juga

teman sekolahnya yang menjadi pemulung. Bahkan beberapa sudah tidak

melanjutkan sekolah.

4.2.1.7 Galut Simbolon

Galut Simbolon merupakan salah satu dari anak-anak pemulung yang

bekerja di TPA Terjun. Saat ini Galut berusia 14 tahun. Ia merupakan anak ketiga

dari tiga (tiga) bersaudara. Orang tua Galut juga bekerja sebagai pemulung. Galut

juga merupakan salah satu anak yang putus sekolah. Ia hanya bersekolah sampai

kelas 6 (enam) SD. Galut tidak melanjutkan sekolah sampai ke SMP karena tidak

ada keinginan dari dirinya untuk bersekolah lebih tinggi. Baginya dapat mencari

uang dari hasil memulung saja sudah cukup. Menurut Galut, orang tuanya

biasa-biasa saja walaupun Galut lebih memilih bekerja daripada sekolah.

Galut bekerja karena kemauan sendiri dan tidak dilarang oleh orang tuanya.

(48)

mengumpulkan barang bekas karena orang tuanya yang menjualkan barang bekas

tersebut. Setiap hari Ia hanya diberikan uang saku senilai Rp 20.000,00. Galut mulai

bekerja setiap hari sejak pukul 09.00 sampai dengan pukul 22.00. Sebelum bekerja

di TPA Terjun, Galut bekerja di TPA Namo Bintang sekitar 4 tahun. Ia pindah

karena TPA Namo Bintang sudah ditutup akibat pencemaran lingkungan. Galut

tinggal di daerah Pancur Batu dan setiap hari menghabiskan waktu untuk bekerja di

TPA Terjun. Ia tidak melanjutkan sekolah karena merasa lebih menguntungkan

bekerja dan mendapatkan uang dari hasil pekerjaannya. Saat istirahat Ia habiskan

dengan mengobrol bersama para pemulung lain yang kebanyakan adalah pemulung

dewasa. Bahkan saat berada di TPA Terjun, Galut hanya bermain dengan seorang

teman sebayanya yang juga berasal dari Pancur Batu. Ia bekerja secara santai

bersama temannya tersebut. Galut mengaku tidak pernah dilarang oleh pegawai

dinas kebersihan saat bekerja di TPA. Ia juga tidak pernah berinteraksi dengan

pegawai dinas kebersihan selama berada di TPA Terjun. Bahkan Galut tidak

mengenal sama sekali pegawai Dinas Kebersihan yang bekerja di TPA Terjun.

Galut merasa pegawai Dinas Kebersihan tidak perduli sama sekali kepada para

pemulung yang bekerja di TPA Terjun.

Menurut Galut, orang tuanya tidak membedakan bedakan Galut dengan

saudaranya yang lain. Meskipun Galut bekerja, Ia tidak merasa mendapat perlakuan

(49)

jika barang-barang tersebut dalam keadaan kotor. Meskipun demikian, Galut juga

terkadang tidak membantu orang tuanya membersihkan barang-barang bekas yang

Ia dapatkan karena terlalu lelah saat bekerja. Pada saat itu Galut akan tidur lebih

cepat dari biasanya.

Galut juga beretemu dengan para pemulung lain yang jauh lebih tua darinya.

Galut mengaku sering mendengarkan pembicaraan para pemulung dewasa tersebut.

Menurut Galut tanpa sengaja cara bicara Galut pun mengikuti cara orang dewasa

tersebut berbicara dengan orang lain.

4.2.1.8 Jesaya Situmorang

Jesaya saat ini berusia 13 tahun. Ia bekerja karena keinginannya sendiri

membantu orang tuanya dalam mencukupi kebutuhan keluarganya. Orang tuanya

juga tidak melarang Jesaya bekerja di TPA Terjun. Ia tidak melanjutkan sekolah

karena orang tuanya tidak mampu membiayai sekolahnya. Jesaya sudah bekerja di

TPA Terjun selama 1 (satu) tahun. Setiap hari Ia berangkat dari rumahnya di Pancur

Batu dan mulai bekerja di TPA Terjun pada pukul 09.00 sampai dengan pukul

22.00. Saat istirahat Ia habiskan untuk mengobrol dengan para pemulung lain. Ia

tidak pernah berinteraksi dengan penduduk sekitar TPA Terjun. Jesaya hanya

datang untuk bekerja di TPA Terjun. Barang bekas yang ia dapatkan dibawa pulang

ke rumah untuk dikumpulkan dan selanjutnya orang tuanya yang menjualkan barang

(50)

20.000,00. Ia tidak pernah berinteraksi dengan pegawai dinas kebersihan yang

bekerja di TPA Terjun. Mereka juga tidak pernah melarang Jesaya bekerja di TPA

Terjun walaupun usianya belum mencapai 18 tahun.

Jesaya merupakan anak ke 5 dari 6 bersaudara. Orang tua Jesaya juga

bekerja sebagai pemulung. Ia mengaku tidak ada perbedaan perlakuan diantara

Jesaya dan saudaranya dari orang tua karena Ia bekerja. Menurut Jesaya, Ia hampir

tidak punya waktu untuk duduk bersama orang tuanya. Waktu yang dimiliki Jesaya

lebih banyak dihabiskan di tempat Ia bekerja dibandingkan dengan waktu yang Ia

miliki untuk berada di rumah. Setiap hari sehabis bekerja, Jesaya akan langsung

mandi dan dilanjutkan dengan makan malam dan langsung beristirahat. Ia merasa

sangat kelelahan dengan bekerja di tempat yang jauh dari rumahnya. Terlebih saat

bekerja, Jesaya mengaku bekerja di bawah terik matahari. Meskipun demikian, Ia

tidak berkeinginan untuk berhenti dari bekerja di TPA Terjun.

Setiap hari Jesaya bekerja bersama teman sebayanya secara santai sambil

sesekali bercanda. Hal ini dilakukannya untuk menghindari lelah yang berlebihan.

Jesaya hanya memiliki seorang teman di lokasi Ia bekerja. Hal ini dikarenakan

hanya mereka berdualah anak-anak pemulung berjenis kelamin laki-laki yang

berasal dari Pancur Batu. Selain itu Jesaya tidak mengenal anak-anak pemulung

(51)

Jesaya mengaku sedikit banyak cara berbicaranya pun mulai terkontaminasi dari

para pemulung dewasa tersebut.

4.2.1.9 Lasti Limbong

Lasti merupakan pemulung berusia 16 tahun. Lasti mengaku alasan Ia

bekerja adalah karena disuruh oleh orang tuanya. Ia bekerja untuk membantu ibunya

mencukupi kebutuhan keluarga karena ayahnya yang sebagai tulang punggung

keluarga sudah lama meninggal. Ibunya juga bekerja sebagai pemulung di TPA

Terjun. Ia bersekolah hanya sampai kelas 3 (tiga) SMP. Lasti tidak melanjutkan

sekolah ke SMA karena lokasi sekolah jauh dari lokasinya bekerja. Ia sudah bekerja

sebagai pemulung selama 5 (lima) tahun. Lasti merupakan anak ke 6 dari 6

bersaudara. Ia mengaku tidak mendapatkan perlakuan yang berbeda dari orang

tuanya karena bekerja di TPA Terjun. Setiap hari Lasti berangkat dari rumah untuk

bekerja dari pukul 05.00 dan kembali ke rumah pukul 22.00. Pendapatan yang

diperoleh Lasti setiap harinya sebesar Rp 50.000,00. Lasti mengaku bahwa Ibunya

tidak mencampuri pendapatannya. Ia menggunakan pendapatannya untuk

keperluannya sendiri. Biasanya Lasti menggunakan pendapatannya untuk membeli

pulsa atau sekedar ditabung. Ia dan ibunya pergi ke TPA Terjun dengan menaiki

angkutan umum dan kembali ke rumahnyan di Pancur Batu dengan menumpang

truk sampah yang menuju Pancur batu. Pegawai dinas kebersihan tidak pernah

(52)

pegawai dinas kebersihan. Menurutnya, dinas kebersihan tidak terlalu perduli

dengan keberadaannya di TPA Terjun walaupun usianya belum layak untuk bekerja.

Selain itu Lasti juga tidak pernah berinteraksi dengan masyarakat yang tinggal di

sekitar TPA Terjun. Lasti mengaku bahwa terkadang Ia juga berinteraksi secara

langsung dengan pemulung yang usianya sudah dewasa. Ia juga mengaku bahwa

cara berbicara dan logatnya mulai berubah sejak Ia bekerja.

Setiap hari Lasti bekerja bersama temannya yang merupakan kakak beradik.

Mereka bekerja dengan cara yang santai. Saat lelah, Lasti dan teman-temannya akan

berhenti bekerja dan beristirahat sejenak. Lasti tidak punya teman lain terutama

yang berasal dari Pancur Batu. Hal ini karena tidak ada anak-anak lain yang berasal

dari Pancur Batu. Meskipun tidak begitu, mereka pasti anak laki-laki dan Lasti tidak

suka bergabung dengan anak laki-laki. Menurut Lasti tidak ada persaingan dalam

pekerjaan di TPA Terjun diantara para pemulung.

Saat istirahat di lokasi TPA, Lasti juga menghabiskan waktu mengobrol

dengan temannya yang kakak beradik atau sekedar duduk sambil bermain dengan

telefon genggamnya. Ketika berada di rumah, Lasti menghabiskan waktunya dengan

membersihkan barang-barang bekas yang Ia temukan di TPA Terjun bersama

(53)

4.2.1.10 Vita

Vita merupakan salah satu dari anak-anak pemulung yang bekerja di TPA

Terjun. Saat ini Ia masih berusia 16 tahun. Vita duduk di bangku kelas 2 (dua)

SMA. Ia sudah bekerja di TPA Terjun selama lebih dari 1 (satu) tahun. Pendapatan

keluarganya setiap minggu adalah sekitar Rp 500.000,00. Hal ini diketahuinya

karena biasanya Vita membantu ayahnya untuk menjual barang bekas yang telah

mereka sekeluarga dapatkan setiap minggunya. Seluruh anggota keluarga Vita

bekerja sebagai pemulung di TPA Terjun, kecuali Ibunya yang sebagai Ibu rumah

tangga. Mereka tinggal di sebuah rumah yang berjarak 100 meter dari lokasi TPA

Terjun. Vita bekerja karena keinginan sendiri untuk membantu orang tuanya dalam

mencukupi kebutuhan keluarga. Orang tua Vita tidak pernah melarang Vita bekerja

walaupun Ia masih bersekolah. Setiap hari ia bekerja setelah pulang sekolah, yaitu

sejak pukul 14.00 sampai dengan pukul 18.00. Menurut Vita, dengan Ia bekerja

maka dapat membantu orang tuanya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Hal inilah yang diyakini Vita membuat orang tuanya tidak melarangnya bekerja.

Setiap hari Vita bekerja dengan cara yang santai dengan teman dan adiknya.

Mereka bekerja sambil bercerita atau bercanda dan akan berhenti dari pekerjaannya

jika merasa lelah. Vita mengaku tidak pernah bekerja dengan ayahnya walaupun

ayahnya juga seorang pemulung di TPA Terjun. Hal ini diakuinya karena Vita

merasa lebih nyaman bila bekerja dengan teman sebayanya. Saat bersama teman

sebayanya, Vita dapat bekerja sambil bercerita tentang hal-hal yang Ia sukai, seperti

(54)

bertemu banyak pemulung dewasa saat berada di TPA Terjun, namun hanya

beberapa orang yang Ia kenal. Biasanya para pemulung dewasa itu yang mengajak

Vita bercanda saat beristirahat. Vita mengaku banyak meniru gaya berbicara

pemulung dewasa yang sering Ia dengar saat bekerja.

Vita mengaku tidak pernah mengenal pegawai Dinas Kebersihan yang ada di

TPA Terjun. Ia hanya melihat mereka dari jauh dan tidak pernah berinteraksi secara

langsung. Vita pun merasa tidak pernah mendapat larangan dari pihak Dinas

Kebersihan karena bekerja di TPA Terjun.

Saat berada di rumah, Vita menghabiskan waktu bersama keluarganya

dengan bersantai. Terkadang Ia belajar sambil sesekali mengobrol dengan orang tua

dan saudara-saudaranya. Jika tidak ada tugas dari sekolah, Vita akan membantu

orang tuanya membersihkan barang-barang bekas yang mereka dapatkan dari TPA

Terjun.

Saat berada di sekolah, Vita mengaku memiliki teman yang banyak.

Menurut Vita, di sekolahnya banyak siswa yang bekerja sebagai pemulung, ataupun

orang tua siswa yang bekerja sebagai pemulung. Hal ini membuat Vita merasa tidak

Gambar

Gambar 1 : Peta Lokasi TPA Terjun, Kecamatan Medan Marelan
Gambar 2 Jalan Masuk Menuju TPA Terjun
Gambar 5 Jembatan Timbang Sampah
Gambar 6 Informan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Ang pag-aaral na ito ay maaaring makatulong sa mga mag-aaral upang mabatid nila sa kung anong dulog (historikal o rehiyonal) sila mas

Untuk kurva proporsional, data yang digunakan adalah data plot sementara, dengan mengasumsikan bahwa semua kualitas tempat tumbuh telah tersebar secara merata pada tiap umur

daerah. Keberhasilan model manajemen tergantung pada inisiatif kebijakan yang tepat, kelancaran implementasi, komitmen sumber daya dan koordinasi yang tepat

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dan Enita di RSUD Sragen dengan jumlah 60 responden didapatkan hasil bahwa sistem penghargaan

Dengan perpaduan kedua sumber pemancar multigamma tersebut maka hasil kalibrasi perangkat spektrometer gamma menjadi lebih akurat karena mereka saling melengkapi, terlebih

berpengaruh signifikan terhadap loyalitas kerja agency PT Takaful Umum Cabang Surabaya. Artinya hipotesis kedua variabel kedua dalam penelitian ini ditolak. c) Pengaruh

Sedangkan ketika proses pembelajaran praktik salat pada siklus I perkembangan salat anak usia dini sudah mulai berkembang diantaranya dari 13 orang siswa terdapat enam orang yang

Dalam kegiatan usaha penambangan, antara lain kesiapan dan tcrsediany a sumberdaya manusia ~ang memenuhi kriteri kerja.. dalam telaahan ini didapat paling sedikit 8 jenjang