AYAT 6
(6) Yang demikian itu ialah Tuhan Yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang.
TAFSIR
Bagi kita, dunia terbagi menjadi dua macam, yaitu yang nyata dan yang gaib. Namun bagi Allah tak ada sesuatu yang tidak tampak
atau gaib. Karena itulah, aturan yang diterapkan untuk mengatur dunia didasarkan pada ilmu Allah yang tak terbatas dan ilmu Allah
itu meliputi segala yang nyata dan yang gaib. Pada awalnya, ayat ini merujuk dan menekankan pada pembahasan Tauhid yang telah disebutkan dalam ayat-ayat sebelumnya, yang mengandung empat sifat Allah: keesaan dalam kekuasaan mencipta (Tauhid Khalqiyah), kekuasaan (Tauhid Mulkiyah), Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Rububiyah. Ayat ini berbunyi, Yang demikian itu ialah Tuhan Yang mengetahui yang
gaib dan yang nyata, Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. Jelaslah, Yang mengatur segala urusan langit dan bumi, memerintah
nya dan menduduki posisi Sang Penguasa, Pemberi Syafaat dan Pencipta, pastilah mengetahui segala sesuatu, entah itu nyata atau gaib,
karena tanpa ilmu yang luas, tak satu pun dari segala urusan tersebut akan terselesaikan.
AYAT 6
366 TAFSIR NURUL QURAN
Dia pasti Kuasa sehingga Dia bisa Mengatasi segala urusan penting alam semesta. Namun kekuasaan dan kemuliaan ini tidak
disertai dengan kekerasan, melainkan dengan kasih-sayang dan kelembutan.[]
367
AYAT 7-8
(7) Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. (8) Kemudian Dia
menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). TAFSIR
Segalanya diciptakan oleh Allah. Al-Quran menyebut “manusia” secara terpisah dari segala keberadaan lainnya menunjukkan bahwa
manusia itu memiliki kedudukan khusus dan penting daripada
makhluk-makhluk lainnya, Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya….
Segala yang Dia ciptakan akan diurus oleh-Nya. Dengan kata lain, Dia membangun bangunan ciptaan-Nya yang agung dengan “sebuah sistem terbaik,” yaitu Dia menetapkan sebuah sistem sedemikian rupa
sehingga sesuatu itu lebih sempurna dari yang bisa diperkirakan. Dia menciptakan hubungan dan keharmonisan di antara segala makhluk dan Dia menganugerahkan kepada setiap makhluk apa pun
AYAT 7-8
368 TAFSIR NURUL QURAN
sosok tubuh manusia secara seksama dan kita pikirkan setiap bagian dari sistem tubuh tersebut, maka kita akan melihat bahwa dari sisi konstruksi, volume, kondisi sel-sel dan cara kerjanya, semua diciptakan
sedemikian rupa sehingga dapat melakukan tugasnya dengan baik. Dia menetapkan suatu hubungan sedemikian rupa antara organ yang
satu dengan organ lainnya dalam tubuh tersebut sehingga saling mempengaruhi dan terpengaruh satu sama lain, tanpa terkecuali. Kesinambungan sistem semacam ini juga terjadi pada segala makhluk di alam semesta ini, khususnya pada makhluk yang memiliki
susunan-susunan yang berbeda.
Ya, Dia-lah Yang memberikan aroma harum pada berbagai jenis bunga. Dia-lah Yang memberikan ruh pada tanah dan darinya Dia membuat seorang manusia yang cerdas dan merdeka. Dia menciptakan
berbagai jenis bunga, manusia dan berbagai jenis makhluk hidup lainnya dari tanah. Pada gilirannya, tanah itu sendiri juga mengandung
unsur-unsur yang memang harus dimilikinya.
Makna serupa juga kami jumpai dalam surah Thaha, ayat 50, dari ucapan Nabi Musa as dan Nabi Harun as, “Tuhan kami ialah (Tuhan) Yang
telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.”
Setelah menguraikan tentang ciptaan fisik, ayat ini menguraikan tentang ciptaan non-fisik atau batiniah, yaitu cabang-cabang Tauhid, khusus nya beberapa kebaikan yang dianugerahkan oleh Allah kepada manusia. Ayat ini berbunyi,….dan Yang memulai penciptaan manusia
dari tanah.
Dia melakukan hal ini untuk menunjukkan keagungan dan kekuasaan-Nya sendiri, yaitu bahwa Dia telah menciptakan sesosok makhluk yang demikian agungnya dari bahan yang demikian sederhana dan tak bernilai dan Dia menciptakan manusia, makhluk yang sangat indah dan
menarik, dari lumpur. Dia menunjukkan hal ini untuk meng ingatkan manusia tentang asalnya dan ke mana dia akan kembali. Jelaslah, ayat ini membicarakan tentang penciptaan Nabi Adam as (sebagai manusia), bukan seluruh umat manusia, karena keberlanjutan
369
dari benih Nabi Adam as dibahas dalam ayat berikutnya. Ayat ini menjadi alasan yang sangat jelas bagi penciptaan manusia yang
terpisah dari makhluk lainnya.
Maksud ayat ini akan lebih jelas apabila kita merujuk pada ayat berikut, Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah,…. (QS. Ali Imran:
59) dan pada ayat, Dan sesungguhnya Kami telah meciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi
Dari seluruh ayat ini, dapat dipahami bahwa penciptaan manusia itu adalah penciptaan terpisah yang berasal dari debu dan lumpur.
* * *
Ayat berikutnya menjelaskan tentang penciptaan keturunan manusia dan bagaimana keturunan-keturunan Nabi Adam as lahir dalam tahapan-tahapan selanjutnya. Ayat ini berbunyi, Kemudian Dia
menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kata ja‘ala di sini berarti “penciptaan” dan terma “nasl” merujuk
pada keturunan dan anak cucu dalam berbagai tahapannya. Terma sulâlah dalam ayat ini berarti “saripati” dan “saripati murni dari segala sesuatu,” yang maksudnya di sini adalah menyebut benih
manusia, yang sebenarnya merupakan saripati dari tanah sebagai entitasnya sekaligus menjadi sumber kehiduapan dan penyebab esensial
kelahiran anak-cucu serta keberlanjutan generasi manusia. Air yang dimaksud dalam ayat ini, yang tampaknya merupakan air yang tak bernilai dari sisi komposisinya dan sel-sel yang hidup di
dalamnya, merupakan kombinasi khusus dari sebuah cairan tempat sel-sel itu hidup dan air ini sangat lembut dan rumit komposisinya.
Inilah salah satu tanda keagungan, kekuasaan dan ilmu Allah. Terma mahîn yang berarti lemah, hina, liar merujuk pada kondisi lahiriah air tersebut. Selain itu, air ini merupakan makhluk ciptaan
Allah yang misterius.[] AYAT 7-8
370 TAFSIR NURUL QURAN
AYAT 9
(9) Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali
bersyukur. TAFSIR
Salah satu tanda mulianya kedudukan manusia adalah ruh Allah yang ditiupkan kepadanya. Untuk menerima kesempurnaan Allah ini, manusia memerlukan persiapan dan keseimbangan (mulanya, sebuah
sosok yang proporsional, lalu ruh Allah ditiupkan kepadanya). Dalam ayat ini dikemukakan beberapa isyarat tahap-tahap perkembangan
manusia di dalam rahim dan juga tahap-tahap penciptaan Nabi Adam as mulai dari sebongkah tanah liat. Ayat ini menegaskan,
“Kemudian Dia menyempurnakannya….”
“….dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya ruh (ciptaan)-Nya….” “….dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati;….”
“….(tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” 371
yang dilalui manusia mulai dari tahap masih berupa air mani hingga tahap munculnya seluruh anggota tubuh dan tahapan-tahapan yang dilalui oleh Nabi Adam as mulai dari masih sebutir debu hingga ruh
ditiupkan kepada beliau as.
Penggunaan kata na_h (meniupkan) memiliki arti ironis “ruh tetap dalam tubuh manusia,” tapi seolah-olah seperti udara dan
pernafasan, meskipun sebenarnya bukan itu yang dimaksud. Jika tahapan itu dikatakan mulai dari ketika berupa air mani di dalam rahim, sedangkan sebelum itu manusia itu berupa makhluk
hidup, lantas apa yang dimaksud dengan “ruh yang ditiupkan?” Jawabannya berikut ini. Mulanya, ketika masih berupa air mani yang kental, air mani ini hanya memiliki kehidupan hewani, yaitu
makan dan tumbuh, tapi tidak memiliki indra dan gerakan yang merupakan ciri-ciri kehidupan hewan, tidak pula memiliki akal sehat yang merupakan ciri-ciri kehidupan manusia. Tapi perkembangan air mani di dalam rahim mencapai suatu tahap ketika air mani tersebut
dapat bergerak dan berbagai bagian tubuh mulai muncul. Inilah tahapan yang dilukiskan oleh al-Quran sebagai “ruh yang ditiupkan.”
Makna kata rûh dalam ayat ini, dalam hubungannya dengan Allah, adalah suatu hubungan yang mulia. Yakni, ruh yang mulia dan terhormat serta layak disebut ruh Allah yang ditiupkan kepada manusia. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun dari aspek material
manusia itu terbuat dari “debu yang hitam” atau “air yang hina,” namun dari sisi spiritual, manusia itu mengemban ruh Allah. Salah satu bagian dari eksistensi manusia adalah tanah, sedangkan bagian lainnya adalah Arsy (singgasana) Allah. Karena memiliki dua
dimensi inilah, maka ruang lingkup meningkat dan menurunnya derajat manusia, atau perkembangan dan kemerosotan manusia itu
sangat luas.
Pada tahap akhir penciptaan manusia, yang terhitung merupakan tahap kelima puluh, ayat ini menegaskan tentang karunia telinga, mata
dan hati pada manusia. Tentunya, makna objektif di sini bukanlah AYAT 9
372 TAFSIR NURUL QURAN
penciptaan anggota-anggota tubuh tersebut, karena penciptaan ini terjadi sebelum “ruh yang ditiupkan.” Makna objektifnya adalah pendengaran
yang baik, penglihatan yang baik dan pengindraan yang baik serta kebijaksanaan.
Dari seluruh indra yang ‘tampak’ dan ‘tersembunyi,’ ayat ini hanya menekankan pada tiga anggota tubuh karena indra manusia yang paling penting dan menjadi penghubung utama antara manusia
dan dunia di luar dirinya hanya ada tiga, yaitu telinga, mata, dan akal. Telinga menangkap suara dari luar diri manusia sehingga dari pendengaran inilah pendidikan diri manusia itu mulai terjadi. Mata adalah alat untuk melihat dunia luar dan berbagai pemandangan yang
Kemampuan akal merupakan indra ‘tersembunyi’ yang paling utama. Dengan kata lain, akal mengatur atau menentukan entitas
manusia tersebut.
Terma af’idah dalam ayat ini adalah bentuk jamak dari fu’âd yang berarti “hati.” Tapi sebenarnya terma ini memiliki makna yang lebih lembut. Terma ini biasa dipakai apabila terdapat “semangat dan
kedewasaan” dalam “hati.”
Allah menegaskan dalam ayat ini tentang sarana-sarana untuk memperoleh pengetahuan yang paling penting ‘di luar’ dan ‘di dalam’
entitas manusia. Berbagai pelajaran atau pengetahuan manusia bisa diperoleh melalui pengalaman. Pengalaman itu ada yang menggunakan
mata dan telinga, atau melalui analisis intelektual dan demonstrasi rasional, yang alatnya adalah kebijaksanaan dan akal. Dalam al-Quran dituliskan ‘af’idah (hati-hati). Bila konsep ilmu itu muncul di
hati manusia melalui inspirasi atau intuisi, intuisi batin inilah ‘hati.’ Apabila alat kesadaran diri ini dihilangkan dari diri manusia, maka martabat manusia itu akan jatuh serendah-rendahnya, sehingga tak ubahnya sebongkah batu atau sebutir debu. Karena itulah, pada akhir
ayat ini, al-Quran menekankan kepada manusia supaya bersyukur atas berbagai karunia agung ini dengan menyatakan, “….(tetapi) kamu
sedikit sekali bersyukur.”
Ayat ini menunjukkan fakta bahwa manusia itu pada umumnya kurang bersyukur.[]
373
AYAT 10
(10) Dan mereka berkata, “Apakah bila kami telah lenyap (hancur) di dalam tanah, kami benar-benar akan berada dalam ciptaan yang baru? Bahkan (sebenarnya) mereka ingkar akan menemui
Tuhannya.” TAFSIR
Dalam ayat terdahulu, kami menyebutkan bahwa Allah telah mengaruniai kita dua alat pengetahuan (mata dan telinga) dan Dia mengeluhkan bahwa kita kurang bersyukur. Sekarang dalam ayat ini, contoh ketidakbersyukuran manusia itu dipaparkan, yaitu bahwasanya setelah melihat segala pengurusan Allah yang baik kepada
hambahamba-Nya dan kekuasaan Allah, manusia itu masih saja meragukan
adanya ‘akhirat.’ Dalam ayat ini ditegaskan, Dan mereka berkata, “Apakah bila kami telah lenyap (hancur) di dalam tanah, kami benar-benar akan berada
dalam ciptaan yang baru?….”
Penggunaan kalimat ‘kami telah lenyap di dalam tanah’ merujuk pada fakta bahwa setelah mati, manusia akan menjadi debu, seperti
AYAT 10
374 TAFSIR NURUL QURAN
seolah tak tersisa apa pun dari manusia itu, sampai ia dibangkitkan kembali di akhirat.
Tapi sebenarnya, manusia itu tidak mengingkari kekuasaan Allah dalam hal ini. Manusia itu ingkar dalam hal pertemuannya dengan
Tuhan di akhirat kelak. Mereka tidak mengakui tahap pertemuan dengan Tuhan yang merupakan tahap penghisaban dan pembalasan
atas amal perbuatan manusia. Dengan mengingkari hal tersebut, mereka akan bebas melakukan apa saja yang mereka sukai di dunia ini. Ayat ini mengatakan, “…. Bahkan (sebenarnya) mereka ingkar akan
menemui Tuhannya.”
Sebenarnya, ayat ini memiliki banyak persamaan dengan permulaan surah al-Qiyamah, ayat 3-6 yang berbunyi, “Apakah manusia
mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulangbelulangnya? Bukan demikian, sebenarnya Kami berkuasa menyusun
(kembali) jari-jemarinya dengan sempurna. Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus-menerus. Ia bertanya, “Bilakah hari Kiamat itu?”
Dengan demikian, mereka sebenarnya tidak memerlukan dalih apa pun sebagai penjelasan akhirat. Namun nafsu mereka telah menutupi hati mereka sehingga niat jahat menghalangi mereka dari penerimaan
adanya hari Pembalasan.
Selain itu, sebagaimana Tuhan mengaruniai sepotong magnit daya tarik sehingga mampu menarik segala jenis besi, bahkan seserpih besi
yang paling kecil sekalipun yang telah hilang di antara lautan debu, dengan cara menelusurinya di hamparan debu-debu dan kemudian mengumpulkannya, maka Tuhan pun mudah untuk menarik partikelpartikel
manusia yang telah berserakan dan menyatukannya kembali. Sebagian besar unsur dalam tubuh manusia adalah air. Seribu tahun lalu, air yang ada dalam tubuh manusia dan setiap bahan makanannya tersebar di berbagai tempat dan titik di muka bumi ini.
Sebagian di laut, sebagian lagi di darat. Lalu dengan adanya awan, hujan dan berbagai faktor alam, partikel-partikel yang berserakan di muka bumi tersebut terkumpul sehingga terbentuklah tubuh manusia.
375
Karenanya, tidak mengejutkan apabila tubuh manusia itu hancur dan kembali seperti sedia kala, dan dalam sekejap semuanya akan kembali
terkumpul dan menyatu, membentuk tubuh manusia lagi.[] AYAT 10