• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kebiasaan Makan Makanan Cepat Saji (fast food), Aktivitas Fisik dan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Pada Mahasiswa FK Unila angkatan 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Kebiasaan Makan Makanan Cepat Saji (fast food), Aktivitas Fisik dan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Pada Mahasiswa FK Unila angkatan 2013"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KEBIASAAN MAKAN MAKANAN CEPAT SAJI (FAST FOOD), AKTIVITAS FISIK DAN PENGETAHUAN GIZI DENGAN

STATUS GIZI PADA MAHASISWA FK UNILA ANGKATAN 2013

Oleh

KOMANG INDRA SETIA WIDYANTARA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

The Relation of Fast Food Eating Habits, Physical Activity And Nutritional Knowledge With Nutritional Status of First Year Medical Student of

University of Lampung 2013

By

Komang Indra Setia Widyantara

High level activities influence someone in choosing instant foods. Fast food is very easy to get and does not require a long time to be served. Most fast foods are high calories, cholesterol, fat, and salt but low in fiber. This certainly affects the nutritional status where the incidence of malnutrition is more likely to be higher. The level of nutrition knowledge also affects attitudes and behaviors in choosing foods.

The aim of this research is to know the relation of fast food eating habits, physical activity and nutrition knowledge with nutritional status. This research held at the Faculty of Medicine of University of Lampung in October-December 2013. It is descriptive analytical research with cross sectional design. The number of respondents are 125 people. Primary data was collected using a questionnaire with direct interviews.

The result of this research showed that 58.4% of respondents were often eating fast food and 41.6% respondents were rarely eating fast food, 42,4% of respondents had a good physical activity and 57.6% had less physical activity. For the nutritional knowledge, 55.2% of respondents had a good knowledge of nutrition, 28% had moderate nutritional knowledge and 16.8% had less nutritional knowledge. For nutritional status, 40% were overweight, 33.6% were ideal and 16.5% were underweight. The conclusion of this research is the habit of eating fast food, physical activity, and nutritional knowledge has no statistically meaningful relationship with nutritional status (p > 0.05).

(3)

ABSTRAK

Hubungan Kebiasaan Makan Makanan Cepat Saji (fast food), Aktivitas Fisik dan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Pada Mahasiswa FK Unila

angkatan 2013

Oleh

Komang Indra Setia Widyantara

Tingkat kesibukan yang tinggi menyebabkan orang lebih menyukai hal yang instan dalam memilih makanan. Makanan cepat saji sangat mudah didapatkan dan tidak membutuhkan waktu yang lama dalam proses penyajiannya. Sebagian besar makanan cepat saji memiliki kandungan kalori, kolesterol, lemak, dan garam yang tinggi namun rendah serat. Hal ini tentu berdampak pada status gizi dimana angka kejadian gizi lebih cenderung lebih tinggi. Tingkat pengetahuan gizi seseorang juga berpengaruh terhadap sikap dan perilaku memilih makanan, yang menentukan mudah tidaknya seseorang memahami manfaat kandungan gizi dari makanan yang dikonsumsi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kebiasaan makan makanan cepat saji (fast food), aktivitas fisik dan pengetahuan gizi dengan status gizi mahasiswa FK Unila angkatan 2013. Penelitian ini dilaksanakan di fakultas kedokteran Unila pada bulan Oktober-Desember 2013. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional dengan jumlah responden sebanyak 125 orang.

Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa 58,4% memiliki kebiasaan makan makanan cepat saji (fast food) sering dan 41,6% memiliki kebiasaan makan makanan cepat saji (fast food) jarang. Aktivitas fisik yang didapatkan 42,4% rmemiliki aktivitas fisik baik dan 57,6% memiliki aktivitas fisik kurang dan untuk pengetahuan gizi didapatkan 55,2% memiliki pengetahuan gizi baik, 28% memiliki pengetahuan gizi sedang dan 16,8% memiliki pengetahuan gizi kurang dan untuk status gizi 40% memiliki status gizi overweight, 33,6% memiliki status gizi normal dan 26,4% memiliki status gizi underweight. Kebiasaan makan makanan cepat saji (fast food) aktivitas fisik dan pengetahuan gizi tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik (p>0,05).

(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Hal

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Rumusan Masalah ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah... 4

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1. Tujuan Umum ... 5

2. Tujuan Khusus ... 5

3. Manfaat Penelitian ... 6

C. Kerangka Penelitian ... 6

D. Pengetahuan Gizi ... 15

E. Status Gizi... 17

1. Definisi ... 17

2. Penilaian Status Gizi ... 18

3. Klasifikasi Status Gizi ... 21

4. Malnutrisi ... 22

F. Survei Konsumsi Makanan ... 23

1. Metode Kualitatif ... 23

2. Metode Kuantitatif ... 24

3. Perbandingan Metode Food Recall 24 jam dengan FFQ ... 24

III. METODE PENELITIAN... 28

A. Jenis Penelitian ... 28

B. Waktu dan Tempat Penelitian... 28

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 28

D. Variabel Penelitian ... 39

(7)

F. Metode Pengumpulan Data ... 31

G. Pengolahan Data ... 31

H. Analisis Data... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

A.Hasil Karakteristik Responden ... 34

B. Hasil Analisis Univariat ... 35

C.Hasil Analisis Bivariat ... 38

D.Pembahasan Analisis Univariat ... 40

E. Pembahasan Analisis Bivariat ... 43

V. KESIMPULAN ... 51

A.Kesimpulan ... 51

B. Saran ... 53

VI. DAFTAR PUSTAKA ... 54

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

1. Klasifikasi Berat Badan pada Orang Dewasa Berdasarkan IMT Menurut

WHO ... 22

2. Definisi Operasional ... 30

3. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin ... 34

4. Distribusi responden berdasarkan usia ... 35

5. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Makanan Cepat Saji (fast food) ... 35

6. Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik ... 36

7. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Gizi ... 36

8. Distribusi soal pengetahuan gizi ... 37

9. Distribusi Frekuensi Status Gizi ... 38

10.Hasil Analisis Bivariat Kebiasaan Makan Makanan Cepat Saji (fast food) dengan Status Gizi ... 39

11.Hasil Analisis Bivariat Aktivitas Fisik dengan Status Gizi ... 39

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar ... Hal

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu

pengetahuan menyebabkan meningkatnya taraf dan kualitas hidup masyarakat,

baik yang tinggal di wilayah perkotaan dan pedesaan yang menimbulkan

perubahan perilaku kehidupan modern, antara lain konsumsi makanan

tinggi kalori, tinggi lemak, tinggi kolesterol, tinggi garam, rendah serat,

merokok, minum alkohol dan lain sebagainya (Baliwati dkk, 2004).

Status gizi pada kelompok dewasa di atas 18 tahun didominasi dengan masalah

obesitas, walaupun masalah kurus juga masih cukup tinggi. Angka obesitas

pada perempuan cenderung lebih tinggi dibanding laki-laki. Berdasarkan

karakteristik masalah obesitas cenderung lebih tinggi pada penduduk yang

tinggal di perkotaan, berpendidikan lebih tinggi dan pada kelompok status

ekonomi yang tertinggi pula (Balitbang Depkes RI, 2010).

Menurut Sediaoetama (2002), tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh

(11)

tidaknya seseorang memahami manfaat kandungan gizi dari makanan yang

dikonsumsi.

Makanan dikatakan bergizi jika mengandung zat makanan yang cukup dalam

jumlah dan kualitasnya sesuai dengan kebutuhan tubuh. Makanan yang kita

konsumsi setiap hari dapat dibagi dalam beberapa golongan, yaitu protein,

lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, air dan oksigen dan makanan berserat.

Sumber energi dalam bahan makanan dapat diperoleh dari zat gizi makro yaitu

karbohidrat, lemak dan protein (Irianto, 2010).

Fast food dapat diartikan sebagai makanan yang dapat dihidangkan dan

dikonsumsi dalam waktu seminimal mungkin atau juga dapat diartikan

sebagai makanan yang dikonsumsi secara cepat. Pada umumnya komposisi

fast food mengandung lebih tinggi energi, garam dan lemak termasuk

kolesterol dan hanya sedikit mengandung serat (Bowman, 2004). Individu dan

keluarga memiliki banyak alasan mencari makanan cepat saji terutama karena

waktu dan biaya makanan cepat saji yang murah, cepat, mudah untuk

mendapatkannya, dan lezat (Sharkey JR et al., 2011).

Pesatnya perdagangan dan industri pengolahan pangan, jasa dan informasi

akan mengubah gaya hidup dan pola konsumsi makan masyarakat,

terutama di perkotaan (Khomsan, 2004). Seperti yang terjadi di Indonesia,

industri waralaba di bidang pangan yang berasal dari luar negeri berkembang

sangat pesat seperti KFC, CFC dan sebagainya. Makanan tersebut tersedia

(12)

mudah dijumpai tidak hanya di ibukota propinsi tetapi juga di berbagai kota.

Dampak dari keterbukaan ekonomi dan komunikasi di era globalisasi ini juga

yang berdampak pada perubahan gaya hidup masyarakat (Martianto dan

Ariani, 2004).

Dari data survey AC Nielsen online customer tahun 2007 mendapatkan hasil

bahwa 28% masyarakat Indonesia mengonsumsi fast food minimal satu

minggu sekali 33% diantaranya mengonsumsi saat makan siang. Tidak

mengherankan jika Indonesia menjadi negara ke 10 yang paling banyak

masyarakatnya mengonsumsi makanan fast food (Damapolii dkk, 2013).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Adawiyah (2008) di Lampung,

sebagian besar frekuensi remaja dalam mengonsumsi makanan cepat saji di

restoran waralaba berkisar antara 1-10 kali dalam sebulan. Di kota besar

banyak ditemukan konsumen yang memilih menu makanan cepat saji, karena

keterbatasan waktu maupun fasilitas untuk menyiapkan makanannya sendiri.

Selain itu pada kalangan tertentu mengonsumsi makanan cepat saji juga

menjadi bagian dari gaya hidup.

Penilitian yang dilakukan Rizal (2007) yang dilakukan di program studi

pendidikan dokter Unila mendapatkan hasil bahwa frekuensi konsumsi

makanan cepat saji pada mahasiswa yakni seminggu sekali. Dimana jenis

(13)

B. RUMUSAN MASALAH

Pada era kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan

perkembangan ilmu pengetahuan menyebabkan meningkatnya taraf dan

kualitas hidup masyarakat dimana ini dapat menimbulkan perubahan perilaku

kehidupan modern, antara lain konsumsi makanan tinggi kalori, tinggi

lemak, tinggi kolesterol, tinggi garam, rendah serat yang biasanya terdapat

pada jenis makanan cepat saji (fast food).

Hal ini tentu berdampak pada status gizi dimana angka kejadian gizi lebih

cenderung lebih tinggi di wilayah perkotaan, berpendidikan lebih tinggi dan

pada kelompok status ekonomi yang tertinggi pula. Tingkat pengetahuan gizi

seseorang juga berpengaruh terhadap sikap dan perilaku memilih makanan,

yang menentukan mudah tidaknya seseorang memahami manfaat kandungan

gizi dari makanan yang dikonsumsi.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Adawiyah (2008) di Lampung

sebagian besar frekuensi remaja dalam mengonsumsi makanan cepat saji di

restoran waralaba berkisar antara 1-10 kali dalam sebulan. Penilitian yang

dilakukan Rizal (2007) di program studi pendidikan dokter Unila

mendapatkan hasil bahwa frekuensi konsumsi makanan cepat saji yakni

seminggu sekali. Dimana jenis makanan yang sering dikonsumsi adalah fried

(14)

Berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas maka yang menjadi rumusan

masalah penelitian ini adalah mengenai hubungan kebiasaan makan makanan

cepat saji (fast food), aktivitas fisik dan pengetahuan gizi dengan status

gizi pada mahasiswa FK Unila angkatan 2013.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kebiasaan makan makanan cepat saji (fast food),

aktivitas fisik dan pengetahuan gizi dengan status gizi mahasiswa FK Unila

angkatan 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran kebiasaan makan makanan cepat saji

(fast food ) mahasiswa FK Unila angkatan 2013.

b. Diketahuinya gambaran aktivitas fisik mahasiswa FK Unila angkatan

2013.

c. Diketahuinya gambaran pengetahuan gizi mahasiswa FK Unila

angkatan 2013.

d. Diketahuinya gambaran status gizi mahasiswa FK Unila angkatan

2013.

e. Diketahuinya hubungan antara kebiasaan makan makanan cepat

saji (fast food) dengan status gizi mahasiswa FK Unila angkatan

(15)

f. Diketahuinya hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi

mahasiswa FK Unila angkatan 2013.

g. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan gizi dengan status gizi

mahasiswa FK Unila angkatan 2013

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis serta dapat

menjadi pengalaman yang bermanfaat dalam menerapkan ilmu yang

didapat selama perkuliahan.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat menambah bahan bacaan dan bisa sebagai data untuk

penelitian selanjutnya.

3. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang bermaanfaat

sehingga dapat dijadikan sebagai masukan dalam membuat program

kesehatan termasuk program gizi.

4. Bagi Subyek

Dapat memberikan gambaran tentang status gizi masing-masing responden

dan menambah wawasan mereka tentang hal-hal yang bisa mempengaruhi

status gizi.

E. Kerangka Penelitian

1. Kerangka Teori

(16)

makan. Menurut Krummel (1996), pola dan perilaku makan remaja

dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pengaruh teman sebaya,

pengaruh keluarga, ketersediaan pangan, kesukaan akan makanan tertentu,

pengeluaran, kepercayaan, budaya, media dan body image. Seperti terlihat

pada gambar 1, menunjukkan faktor yang memengaruhi perilaku makan,

yaitu individu, lingkungan dan makrosistem. Ketiga faktor tersebut saling

memengaruhi perilaku makan. Faktor individu/personal yang

memengaruhi perilaku makan yaitu termasuk sikap, kepercayaan,

kesukaan akan makanan tertentu, dan perubahan biologi. Faktor

lingkungan termasuk lingkungan sosial misalnya keluarga, teman sebaya,

dan makanan di sekolah, fast food, norma sosial, dan budaya. Faktor

makrosistem termasuk ketersediaan makanan, sistem produksi dan

distribusi makanan, media massa terutama iklan tentang makanan yang

secara tidak langsung banyak memengaruhi perilaku makan. Untuk

memperbaiki pola makan ini, maka harus dilakukan intervensi gizi pada

masing-masing level dari personal/individu, lingkungan dan makrosistem

tersebut.

Kebiasaan makan pada remaja tidak statis, berubah-ubah sesuai dengan

perkembangan kognitif dan psikososial. Aktivitas remaja umumnya

banyak dilakukan di luar rumah sehingga sering dipengaruhi oleh

teman sebaya. Pemilihan makanan tidak lagi didasarkan pada kandungan

gizi tetapi sekadar bersosialisasi, untuk kesenangan, dan supaya tidak

kehilangan status. Selain itu, yang sering dilakukan remaja adalah ngemil

(17)

Sumber : Brown (2008)

Gambar 1. Diagram Kerangka Teori MAKROSISTEM

1. Sosio-Ekonomi-Sistem Politik

2. Produksi Pangan dan Sistem Distribusi 3. Ketersediaan Bahan Pangan

3. Trend dan mode makanan

(18)

2. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas maka hipotesa

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Ada hubungan antara kebiasaan makan cepat saji (fast food) dengan

status gizi mahasiswa FK Unila angkatan 2013

2. Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi mahasiswa FK

Unila angkatan 2013.

3. Ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan status gizi mahasiswa FK

Unila angkatan 2013.

Kebiasaan Konsumsi Makan Cepat Saji (Fast Food)

Pengetahuan Gizi

Aktivitas Fisik

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu dalam memilih makanan

yang akan membentuk pola perilaku makan. Oleh karena itu, ekspresi setiap

individu dalam memilih makanan akan berbeda satu dengan yang lain

(Khomsan, 2004).

Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih

pangan apa yang dikonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis,

psikologi dan sosial budaya. Kebiasaan makan bukanlah bawaan sejak lahir

tetapi merupakan hasil belajar (Suhardjo, 1989). Perubahan kebiasaan makan

dapat disebabkan oleh faktor pendidikan gizi dan kesehatan serta aktivitas

pemasaran atau distribusi pangan. Dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

lingkungan seperti lingkungan budaya (cultural environmental), lingkungan

alam (natural environmental) serta populasi (Hartog et al., 1995).

Kebiasaan makan remaja dipengaruhi oleh banyak faktor. Pertumbuhan

remaja, meningkatkan partisipasi dalam kehidupan sosial dan aktivitas remaja

(20)

tersebut. Remaja mulai dapat membeli dan mempersiapkan makanan untuk

mereka sendiri, dan biasanya remaja lebih suka makanan serba instan yang

berasal dari luar rumah seperti fast food (Worthington, 2000).

B. Fast Food

Makanan cepat saji ditandai dengan biaya rendah, ukuran porsi yang besar,dan

makanan padat energi yang mengandung tinggi kalori dan tinggi lemak

(Sharkey JR et al., 2011). Kandungan lemak dan natrium cukup tinggi pada

berbagai fast food (Worthington, 2000).

Secara umum produk fast food dapat dibedakan menjadi dua, yaitu produk fast

food yang berasal dari Barat dan lokal. Fast food yang berasal dari Barat

sering juga disebut fast food modern. Makanan yang disajikan pada umumnya

berupa hamburger, pizza, dan sejenisnya. Sedangkan fast food lokal sering

juga disebut dengan istilah fast food tradisional seperti warung tegal, restoran

padang, warung sunda (Hayati, 2000).

Fast food yang berasal dari pangan hewani ternak sebagai menu utama

merupakan pangan sumber lemak dan kolesterol. Fried chicken yang

umumnya digoreng dengan kulitnya mengandung kolesterol cukup tinggi.

Lemak dan kolesterol memang diperlukan oleh tubuh kita, namun bila

dikonsumsi berlebihan akan mendatangkan gangguan kesehatan seperti

terjadinya penyumbatan pembuluh darah. Konsumsi lemak hendaknya dibatasi

maksimum 25% dari kebutuhan kalori total atau sekitar 500-550 Kalori dan

(21)

Kehadiran makanan cepat saji dalam industri makanan di Indonesia juga bisa

mempengaruhi pola makan kaum remaja di kota. Khususnya bagi remaja

tingkat menengah ke atas, restoran makanan cepat saji merupakan tempat yang

tepat untuk bersantai. Makanan di restoran fast food ditawarkan dengan harga

terjangkau dengan kantong mereka, servisnya cepat dan jenis makanannya

memenuhi selera. Makanan cepat saji umumnya mengandung kalori, kadar

lemak, gula dan sodium (Na) yang tinggi tetapi rendah serat, vitamin A, asam

akorbat, kalsium dan folat. Makanan cepat saji adalah gaya hidup remaja

(Khomsan, 2004).

Keberadaan restoran-restoran fast food yang semakin menjamur di kota-kota

besar di Indonesia, yang menyajikan berbagai makanan siap saji yang dapat

berupa makanan tradisional Indonesia dan makanan barat yang terkenal

dengan ayam gorengnya, disamping jenis makanan yang tidak kalah popular

seperti Burger, Pizza, Sandwich, dan sebagainya.

Dengan manajemen yang handal dan juga dilakukannya terobosan misalnya

pelayanan yang praktis, desain interior restoran dibuat rapi, menarik dan

bersih tanpa meninggalkan unsur kenyamanan, serta rasanya yang lezat

membuat mereka yang sibuk dalam pekerjaanya memilih alternatif untuk

mengkonsumsi jenis fast food, karena lebih cepat dan juga mengandung

gengsi bagi sebagian golongan masyarakat. Bahkan di hari libur pun biasanya

banyak keluarga yang memilih makanan diluar dengan jajanan fast food

(22)

Ketidakseimbangan zat gizi dalam tubuh dapat terjadi jika fast food dijadikan

sebagai pola makan setiap hari. Kelebihan kalori, lemak dan natrium akan

terakumulasi di dalam tubuh sehingga akan dapat menimbulkan berbagai

penyakit degeneratif (tekanan darah tinggi, aterosklerosis, jantung koroner,

dan diabetes melitus) serta obesitas. Namun, konsumsi pangan tersebut tidak

akan merugikan jika disertai dengan menu seimbang, frekuensi yang rendah

dan disertai dengan aktivitas fisik atau olahraga yang teratur dan disesuaikan

dengan usia (Mahdiyah dkk, 2004).

C. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot

rangka yang memerlukan pengeluaran energi (WHO, 2013). Pola aktivitas

fisik berperan penting dalam meningkatkan resiko obesitas pada anak.

Sebagian besar waktu anak dihabiskan untuk bermain. Bermain bagi mereka

bukan hanya sebagai sarana rekreasi tetapi juga sebaiknya sebagai sarana

berolahraga yang menyehatkan. Sesuai dengan salah satu pesan dalam PUGS,

yaitu lakukan aktivitas fisik dan olah raga secara teratur setiap hari, maka

sejak usia muda anak sebaiknya dianjurkan berolah raga dan melakukan

aktivitas fisik (Damayanti & Muhilal, 2006).

Aktivitas fisik merupakan salah satu bentuk penggunaan energi tubuh, jika

asupan kalori berlebihan dan tidak diikuti aktivitas fisik yang tinggi akan

menyebabkan kelebihan berat badan. Aktivitas fisik merupakan salah satu

(23)

jenis aktivitas itu berbeda tergantung dari tipe, lamanya dan berat badan orang

yang melakukan aktivitas tersebut.

Semakin berat aktivitas, semakin lama waktunya dan semakin „berat‟ tubuh

orang yang melakukannya maka energi yang dikeluarkan pun lebih banyak.

Olahraga jika dilakukan remaja secara teratur dan cukup takaran akan

memberikan keuntungan. Keuntungan tersebut menjaga kesehatan sepanjang

hidup dan mencegah dan penyimpangan perilaku makan (eating disorders)

dan obesitas (Guthrie, 1995).

Menurut Suryaputra & Nadhiroh (2012) aktivitas fisik dbagi menjadi aktivitas

ringan, sedang dan berat. Aktivitas ringan diantaranya adalah lebih banyak

menghabiskan waktunya untuk kegiatan dalam posisi berdiri, diam atau

duduk, aktivitas sedang diantaranya adalah melakukan aktivitas berdiri dalam

waktu lama dengan membawa beban ringan, sedangkan aktivitas berat

diantaranya adalah mencangkul, dan berjalan kaki dalam jarak yang jauh

dengan beban yang berat.

Olahraga yang baik dilakukan dengan melihat intensitas latihan (frekuensi dan

lama latihan). Latihan fisik olahraga dengan frekuensi tiga kali seminggu

dengan durasi waktu minimal 30 menit membantu untuk mempertahankan

kesehatan fisik (Depkes, 2002). Olahraga yang dilakukan melebihi lima kali

(24)

maupun fisiologis, sering timbul beban mental kalau tidak berolahraga atau

timbul cedera pada tungkai bila olahraganya cukup berat (Kusmana, 1997).

D. Pengetahuan Gizi

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari

mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2005).

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat

yaitu:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang paling rendah. Oleh sebab itu

tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja

untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain,

menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, dan sebagainya. Contoh :

dapat menyebutkan manfaat dari pemeriksaan kehamilan.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

(25)

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi

tersebut harus dapat menjelaskan, menyebutkan, contoh : menyimpulkan,

meramalkan dan sebagaimana terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi dan kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi ini

dapat diartikan atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip

dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan

sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk yang baru. Dengan

kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dan formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

(26)

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada.

Remaja sebaiknya mengetahui jenis makanan apa yang harus dikonsumsi.

Banyak remaja lebih menyukai makanan mengandung tinggi kalori dan

rendah vitamin dan mineral. Tentu saja jika hal ini berlanjut akan

mengakibatkan kelebihan berat badan. Sulit bagi remaja untuk mengubah

kebiasaan makan, cara yang bijak adalah bukan dengan diet, tetapi sikap

untuk menyukai dan memilih makanan yang bergizi (Soekirman, 2006).

E. Status Gizi

1. Definisi

Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang

dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi

di dalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi

kurang, gizi normal, dan gizi lebih (Almatsier, 2005).

Status gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk

variabel-variabel tertentu. Status gizi juga merupakan akibat dari keseimbangan

antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi

tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam

(27)

Masalah kekurangan dan kelebihan gizi merupakan masalah penting

karena selain mempunyai risiko terjadinya penyakit tertentu, juga dapat

mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan

tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu caranya

adalah dengan memperhatikan berat badan yang ideal atau normal

(Supariasa, 2002).

2. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang

diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan

suatu populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang

maupun gizi lebih (Hartriyanti & Triyanti, 2007).

Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yaitu :

2.1 Penilaian langsung

a. Antropometri

Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi

yang berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan

dengan umur dan tingkat gizi seseorang. Pada umumnya

antropometri mengukur dimensi dan komposisi tubuh seseorang

(Supariasa, 2002). Metode antropometri sangat berguna untuk

melihat ketidakseimbangan energi dan protein. Akan tetapi,

antropometri tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi

(28)

b. Klinis

Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi

berdasarkan perubahan yang terjadi yang berhubungan erat

dengan kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi.

Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan epitel yang

terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang

dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid) (Hartriyanti &

Triyanti, 2007).

c. Biokimia

Pemeriksaan biokimia disebut juga cara laboratorium.

Pemeriksaan biokimia pemeriksaan yang digunakan untuk

mendeteksi adanya defisiensi zat gizi pada kasus yang lebih

parah lagi, dimana dilakukan pemeriksaan dalam suatu bahan

biopsi sehingga dapat diketahui kadar zat gizi atau adanya

simpanan di jaringan yang paling sensitif terhadap deplesi, uji ini

disebut uji biokimia statis. Cara lain adalah dengan menggunakan

uji gangguan fungsional yang berfungsi untuk mengukur

besarnya konsekuensi fungsional daru suatu zat gizi yang

spesifik Untuk pemeriksaan biokimia sebaiknya digunakan

perpaduan antara uji biokimia statis dan uji gangguan fungsional

(Baliwati dkk, 2004).

d. Biofisik

Pemeriksaan biofisik merupakan salah satu penilaian status gizi

(29)

perubahan struktur jaringan yang dapat digunakan dalam keadaan

tertentu, seperti kejadian buta senja (Supariasa, 2002).

2.2 Penilaian tidak langsung

a. Survey konsumsi makanan

Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian status

gizi dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi

oleh individu maupun keluarga. Data yang didapat dapat berupa

data kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif dapat

mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi,

sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dan

cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan

sesuai dengan kebutuhan gizi (Baliwati dkk, 2004).

b. Statistik vital

Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi

melalui data-data mengenai statistik kesehatan yang berhubungan

dengan gizi, seperti angka kematian menurut umur tertentu,

angka penyebab kesakitan dan kematian, statistik pelayanan

kesehatan, dan angka penyakit infeksi yang berkaitan dengan

kekurangan gizi (Hartriyanti & Triyanti, 2007).

c. Faktor ekologi

Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor ekologi karena

masalah gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor

(30)

budaya Penilaian berdasarkan faktor ekologi digunakan untuk

mengetahui penyebab kejadian gizi salah (malnutrition) di suatu

masyarakat yang nantinya akan sangat berguna untuk melakukan

intervensi gizi (Supariasa, 2002).

3. Klasifikasi Status Gizi

Di Indonesia istilah Body Mass Index diterjemahkan menjadi Indeks

Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan cara sederhana untuk memantau

status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan

dan kelebihan berat badan, sehingga mempertahankan berat badan normal

memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih

panjang (Supariasa, 2002).

IMT telah direkomendasikan sebagai indikator terbaik yang dapat

digunakan pada remaja. Keuntungan menggunakan IMT berdasarkan umur

yaitu dapat digunakan untuk remaja muda, IMT berhubungan dengan

kesehatan dan dapat dibandingkan dengan baik terhadap hasil pemeriksaan

laboratorium atau pengukuran lemak tubuh. Selain menggabungkan indeks

BB/TB dengan umur, indikator ini juga telah divalidasi sebagai indikator

lemak tubuh total bagi mereka yang berada di atas percentil yang normal.

Indikator ini juga memberikan data dengan kualitas tinggi dan

berkesinambungan dengan indikator yang direkomendasikan untuk dewasa

(31)

Tabel 1. Klasifikasi Berat Badan pada Orang Dewasa Berdasarkan IMT Menurut WHO

Sumber: WHO/IASO/IOTF( 2000)

4. Malnutrisi

Malnutrisi merupakan keadaan gizi salah yang merupakan keadaan

patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut

satu atau lebih zat gizi (Supariasa,2002).

Ada empat bentuk malnutrisi :

a. Under Nutrition

Kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolut untuk periode

tertentu.

b. Specific Defisiency

Kekurangan zat gizi tertentu, misalnya kekurangan vitamin A, yodium,

Fe, dan lain-lain.

c. Over Nutrition

Kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu.

d. Imbalance

Karena disproporsi zat gizi, misalnya kolesterol terjadi karena tidak

seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density

Lipoprotein) dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein) Klasifikasi BMI(kg/m2) Risk of co-morbidities

Underweight <18,5 Low

Normal 18,5-22,9 Average

Overweight >23,0

At risk 23,0-24,9 Increased

Obese class I 25,0-29,9 Moderate

(32)

F. Survei Konsumsi Makanan

Survei konsumsi makanan dilakukan untuk mengetahui kebiasaan makan dan

gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat

kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap konsumsi makanan tersebut (Supariasa, 2002).

Metode pengukuran konsumsi makanan berdasarkan jenis data yang

diperoleh:

1. Bersifat kualitatif

2. Bersifat kuantitatif

1. Metode kualitatif

Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi

makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali

informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara

memperoleh bahan makanan tersebut.

Metode-metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara

lain:

a. Metode frekuensi makanan (food frequency)

b. Metode dietary history

c. Metode telepon

(33)

2. Metode Kuantitatif

Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan

yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan

menggunakan daftar komposisi bahan makanan (DKBM) atau daftar lain

yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah tangga (URT), Daftar

Konversi Mentah Masak (DKMM) dan daftar penyerapan Minyak.

Metode-metode untuk pengukuran konsumsi secara kuantitatif antara lain:

a. Metode recall 24 jam

b. Perkiraan Makanan (estimated food records)

c. Penimbangan Makanan (food Weighing)

d. Metode food account

e. Metode Inventaris (inventory method)

f. Pencatatan (household food records)

3. Perbandingan metode food recall 24 jam dengan Metode Food Frequency

Questionnaire (FFQ)

a. Metode Food Recall 24 jam

Metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan

yang dikonsumsi pada masa lalu. Wawancara yang dilakukan sedalam

mungkin agar responden dapat mengungkapkan jenis bahan makanan dan

perkiraan jumlah bahan makanan yang dikonsumsinya beberapa hari yang

lalu. Biasanya “recall” ini dilakukan untuk 2-3 hari yang lalu. Penentuan

jumlah hari “recall” ini sangat ditentukan oleh keragaman jenis konsumsi

(34)

digunakan untuk survei konsumsi individu dibanding keluarga. Metode

recall” ini mempunyai kelemahan dalam tingkat ketelitiannya, karena

keterangan-keterangan yang diperoleh adalah hasil ingatan dari responden.

Namun kelemahan ini dapat diatasi dengan memperpanjang waktu survei

(misal 2x1 hari atau 2x2 hari) dan melatih enumerator menggali informasi

sebanyak mungkin (Supariasa, 2002).

1.1. Kelebihan 24 hour recall yaitu :

a. Mudah dalam pencatatan cepat, hanya membutuhkan kurang lebih

20 menit

b. Murah

c. Mendapatkan informasi secara detail tentang jenis bahkan

jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi

d. Beban responden rendah

e. Dapat memperkirakan asupan zat gizi suatu kelompok

f. Recall secara beberapa kali dapat digunakan untuk

memperkirakan asupan zat gizi tingkat individu. Biasanya 2 atau

3 kali dan dipilih weekday dan weekend

g. Recall secara beberapa kali dapat digunakan untuk

memperkirakan asupan zat gizi tingkat individu. Biasanya 2 atau

3 kali dan dipilih weekday dan weekend

h. Lebih objektif daripada metode riwayat diet

i. Tidak mengubah kebiasaan diet

(35)

1.2. Keterbatasan 24 hour recall yaitu :

a. recall sekali tidak dapat mencerminkan secara representatif

kebiasaan asupan individu

b. kadang terjadi under/over reporting

c. bergantung pada memori

d. Kadang mengabaikan saus atau minuman ringan yang

menyebabkan rendahnya asupan energi

e. Memerlukan data entri

b. Metode Food Frequency Questionnaire (FFQ)

FFQ merupakan kuesioner yang menggambarkan frekuensi responden

dalam mengonsumsi beberapa jenis makanan dan minuman. Frekuensi

konsumsi makanan dilihat dalam satu hari, atau minggu, atau bulan, atau

dalam waktu satu tahun. Kuesioner terdiri dari list jenis makanan dan

minuman.

2.1. Beberapa jenis FFQ adalah sebagai berikut :

a. Simple or nonquantitative FFQ, tidak memberikan pilihan

tentang porsi yang biasa dikonsumsi sehingga menggunakan

standar porsi.

b. Semiquantitative FFQ, memberikan porsi yang dikonsumsi,

misalnya sepotong roti, secangkir kopi.

c. Quantitative FFQ, memberikan pilihan porsi yang biasa

dikonsumsi responden, seperti kecil, sedang atau besar.

2.2. Kelebihan FFQ yaitu :

(36)

b. Machine readable/dapat dibaca oleh mesin

c. Relative murah untuk populasi yang besar

d. Dapat digunakan untuk melihat hubungan antara diet dengan

penyakit

e. Data usual intake lebih representatif dibandingkan diet record

beberapa hari

2.3. Keterbatasan FFQ yaitu :

a. Kemungkinan tidak menggambarkan usual food atau porsi yang

dipilih oleh responden

b. Tergantung pada kemampuan responden untuk mendeskripsikan

dietnya

G.Kerangka Penelitian

1. Kerangka Teori

Status gizi secara tidak langsung dipengaruhi oleh kebiasaan perilaku

makan. Menurut Krummel (1996), pola dan perilaku makan remaja

dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pengaruh teman sebaya,

pengaruh keluarga, ketersediaan pangan, kesukaan akan makanan tertentu,

pengeluaran, kepercayaan, budaya, media dan body image. Seperti terlihat

pada gambar 1, menunjukkan faktor yang memengaruhi perilaku makan,

yaitu individu, lingkungan dan makrosistem. Ketiga faktor tersebut saling

memengaruhi perilaku makan. Faktor individu/personal yang

memengaruhi perilaku makan yaitu termasuk sikap, kepercayaan,

(37)

lingkungan termasuk lingkungan sosial misalnya keluarga, teman sebaya,

dan makanan di sekolah, fast food, norma social, dan budaya. Faktor

makrosistem termasuk ketersediaan makanan, sistem produksi dan

distribusi makanan, media massa terutama iklan tentang makanan yang

secara tidak langsung banyak memengaruhi perilaku makan. Untuk

memperbaiki pola makan ini, maka harus dilakukan intervensi gizi pada

masing-masing level dari personal/individu, lingkungan dan makrosistem

tersebut.

Kebiasaan makan pada remaja tidak statis, berubah-ubah sesuai dengan

perkembangan kognitif dan psikososial. Aktivitas remaja umumnya

banyak dilakukan di luar rumah sehingga sering dipengaruhi oleh

teman sebaya. Pemilihan makanan tidak lagi didasarkan pada kandungan

gizi tetapi sekadar bersosialisasi, untuk kesenangan, dan supaya tidak

kehilangan status. Selain itu, yang sering dilakukan remaja adalah ngemil

(38)

Sumber : Brown (2008)

Gambar 1. Diagram Kerangka Teori MAKROSISTEM

1. Sosio-Ekonomi-Sistem Politik

2. Produksi Pangan dan Sistem Distribusi 3. Ketersediaan Bahan Pangan

3. Trend dan mode makanan

(39)

2. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas maka hipotesa

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Ada hubungan antara kebiasaan makan cepat saji (fast food) dengan

status gizi mahasiswa FK Unila angkatan 2013

2. Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi mahasiswa FK

Unila angkatan 2013.

3. Ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan status gizi mahasiswa FK

Unila angkatan 2013.

Kebiasaan Konsumsi Makan Cepat Saji (Fast Food)

Pengetahuan Gizi

Aktivitas Fisik

(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional karena data

variabel bebas dan variabel terikat dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan

atau sekaligus.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian akan dilaksanakan pada Oktober - Desember 2013. Tempat

penelitian dilakukan di gedung FK Unila.

C. Subyek Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa FK Unila angkatan 2013

yang berjumlah 181 orang.

2. Sampel

Sampel yang digunakan berjumlah 125 orang, diambil dengan rumus

minimal sample size :

(41)

n = 125

Keterangan :

N= Besarnya populasi

n= Besarnya sampel

d= Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,05)

3. Kriteria inklusi

a) Mahasiswa FK UNILA angkatan 2013 yang hadir

b) Bersedia menjadi responden saat penelitian

4. Kriteria eksklusi

a) Mahasiswa merupakan vegetarian

b) Mahasiswa 1 bulan terakhir, pernah diare >2 minggu, dan mengalami

penurunan nafsu makan, mual muntah, kehilangan berat badan secara

signifikan dalam 2 bulan terakhir

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

a) Kebiasaan konsumsi makanan cepat saji (fast food)

b) Pengetahuan gizi

c) Aktivitas fisik

2. Variabel Terikat

(42)

E. Definisi Operasional

Tabel 2. Definisi Operasional

variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur skala Status Gizi Keadaan gizi yang

diukur

Aktivitas fisik Kegiatan sehari-hari yang sering

(43)

F. Metode pengumpulan data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data primer dan data

sekunder.

1. Data primer yaitu data yang diperoleh peneliti langsung dari sumber

pertamanya. Data primer diperoleh dengan pengukuran variabel-variabel

bebas dan terikat dengan cara sebagai berikut :

a. Pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk mengetahui Indeks

Massa Tubuh (IMT) responden dengan menggunakan timbangan dan

alat ukur tinggi badan.

b. Penilaian kebiasaan makan, pengetahuan gizi dan aktivitas fisik

responden dengan teknik wawancara terpimpin dengan menggunakan

kuesioner.

2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari

berbagai sumber yang telah ada. Data sekunder yang didapatkan berupa

jumlah mahasiswa dan nama mahasiswa

G. Pengolahan data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diolah

menggunakan program analisis statistika. Kemudian, proses pengolahan data

menggunakan program ini terdiri dari beberapa langkah :

1. Editing, untuk melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner

apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan, dan

(44)

2. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan

selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.

3. Data entery, memasukan data kedalam komputer.

4. Verifikasi, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah

dimasukan ke komputer.

H. Analisis data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diolah

menggunakan program analisis statistika, kemudian dianalisis sebagai berikut:

1. Analisis Univariat

Analisa ini digunakan untuk mendeskripsikan variabel bebas dan terikat

yang bertujuan untuk melihat variasi masing-masing variabel tersebut.

2. Analisis bivariat

Analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara

variabel bebas dan variabel terikat. Hubungan antara satu keadaan dengan

keadaan yang lain dapat digunakan uji statistik chi-square dengan rumus

sebagai berikut :

Keterangan:

0= nilai obsevasi

(45)

Untuk menguji kemaknaan, digunakan batas kemaknaan sebesar 5% (α=

0,05). Hasil uji dikatakan ada hubungan yang bermakna bila nilai ρ vaule

≤ α (ρ value ≤ 0,05). Hasil uji dikatakan tidak ada hubungan yang

(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis hubungan kebiasaan makan

makanan cepat saji (fast food), aktivitas fisik dan pengetahuan gizi dengan

status gizi pada mahasiswa FK Unila angkatan 2013, maka diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari 125 mahasiswa FK Unila angkatan 2013 terdapat 73 orang

(58,4%) memiliki kebiasaan makan makanan cepat saji sering dan 52

orang (41,6%) memiliki kebiasaan makan makanan cepat saji (fast

food) jarang.

2. Dari 125 mahasiswa FK Unila angkatan 2013 terdapat terdapat 53

orang (42,4%) memiliki aktivitas fisik baik dan 72 orang (57,6%)

memiliki aktivitas fisik kurang.

3. Dari 125 mahasiswa FK Unila angkatan 2013 terdapat 69 orang

(55,2%) memiliki pengetahuan gizi baik, 35 orang (28%) memiliki

pengetahuan gizi sedang, dan 21 orang (16,8%) memiliki pengetahuan

(47)

4. Dari 125 mahasiswa FK Unila angkatan 2013 terdapat 50 orang (40%)

memiliki status gizi overweight, 42 orang (33,6%) memiliki status gizi

normal, dan 33 orang( 26,4%) memiliki status gizi underweight.

5. Kebiasaan makan makanan cepat saji (fast food) tidak memiliki

hubungan yang bermakna secara statistik dengan status gizi (p= 0,118).

6. Aktivitas fisik tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik

dengan status gizi (p=0,06).

7. Pengetahuan gizi tidak memiliki hubungan yang bermakna secara

statistik dengan status gizi dengan hasil uji statistik diperoleh nilai

(p= 0,565).

B. Saran

1. Bagi Institusi

Perlu lebih memberikan edukasi terhadap mahasiswa baru terhadap

kebiasaan makan yang baik misalnya pemberian materi tersebut saat

kuliah umum pada masa propti.

2. Bagi Instansi Kesehatan

Perlu mengadakan penyuluhan baik di tingkat sekolah, perguruan tinggi

maupun masyarakat terkait gizi seimbang dan beberapa faktor yang

terkait dengan status gizi

3. Bagi peneliti lain

Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dimana fast food nya tidak

(48)

waralaba lokal dan juga bisa menilai faktor-faktor lain yang

mempengaruhi status gizi seperti body image dan karakteristik kelurga.

4. Bagi Subyek

Diharapkan responden lebih memilih makanan yang memiliki

kandungan gizi yang baik serta melakukan olahraga atau kegiatan

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, R. 2008. Preferensi dan Konsumsi Fast Food Dalam memenuhi Kecukupan Gizi Remaja di Bandar Lampung, Research Report dari LAPTUNILAPP.

Almatsier, S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. EGC, Jakarta.

Badjeber,F., Kapantouw, N.H, Punuh,M. 2009. Konsumsi Fast Food Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Gizi Lebih pada Siswa SD Negeri 11 Manado. (Skripsi). Universitas Sam Ratulangi. Manado.

[Balitbang Depkes RI]-Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI. 2010. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010. Depkes RI, Jakarta.

Baliwati, Y. F., Ali K., dan Caroline M. D. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Bowman, S.A. 2004. Effect of Fast Food Consumption on energy intake and diet quality among children in a national household survey. Pediatrics, 113: 112-118

Brown, J.E. et al. 2008. Nutrition Through Life Cycle, 3rd. Ed. Thomson Wadsworth. USA

Damayanti, didit, Muhilal. 2006. Gizi Seimbang Untuk Anak Usia Sekolah Dasar. PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.

Damopolii, W., Nelly M., Gresty M. 2013. Hubungan konsumsi fast food dengan kejadian obesitas pada anak sd di kota manado. Ejournal keperawatan (e-kp) volume 1.

(50)

Dieny, F.F. 2007. Hubungan Body Image, Aktivitas Fisik, Asupan Energi Dan Protein Dengan Status Gizi Pada Siswi Sma. (Skripsi). Universitas diponegoro. Semarang.

Gibson, R. S. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Second Edition. Oxford University Press Inc, New York.

Fraser LK, Edwards KL, Cade JE, Clarke GP. 2011. Fast food, other food choices and body mass index in teenagers in the United Kingdom (ALSPAC): a structural equation modelling approach. Int J Obes (Lond). 35(10):1325-1330.

Goran MI, Sothern M. 2006. Handbook of pediatric obesity: etiology, pathophysiology and prevention. USA: CRC Press, Taylor & Francis Group.

Guthrie. 1995. Human Nutrition. Mosby, St. Louise.

Hartriyanti, Y., dan Triyanti. 2007. Penilaian Status Gizi, dalam Gizi dan Kesehatan Masyarakat. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hartog, A.P.,Staveren, Brouwer. 1995. Manual for Surveys on Food Habits and Consumption in Developing Countries. Margraf Verlag. Germany

Hayati F. 2000. Faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi fast food waralaba modern dan tradisional pada remaja siswa SMU Negeri di Jakarta Selatan.(Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Irianto, K. 2010. Gizi dan pola hidup sehat. Yrama Widya, Bandung.

Jakicic JM, Marcus BH, Gallagher KI, Napolitano M, Lang W. 2003. Effect of exercise duration and intensity on weight loss in overweight, sedentary women: a randomized trial. JAMA. 290:1323-1330.

Jeffery RW, Baxter J, McGuire M, Linde J. 2006. Are fast food restaurants an environmental risk factor for obesity? International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity.3:2

Khomsan, A. 2004. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta

Krummel, D.A. 1996. Nutrition in Women’s Health. Aspen Publishers. Gaithersburg, Maryland.

Kusmana, D. 1997. Olahraga Bagi Kesehatan Jantung. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

(51)

Pola Konsumsi Fast Food pada Remaja Kota. Karya Tulis Mahasiswa Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial. IPB. Bogor.

Mardatillah. 2008. Hubungan kebiasaan konsumsi makanan siap saji modern (fast food), aktivitas fisik, dan faktor lainnya dengan kejadian gizi lebih pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur tahun 2008. (Skripsi).Universitas Indonesia. Depok

Martianto,D dan Ariani, M. 2004. Analisis Konsumsi Pangan Rumah Tangga dalam Prosiding Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi dalam Widyakarya Pangan Nasional VIII.

Misnadiarly. 2007. Obesitas Sebagai Faktor Resiko Beberapa Penyakit. Pustaka Obor Populer. Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2005. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.

Rizal, T.S. 2007. Perilaku Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Universitas lampung Dalam Mengkonsumsi Makanan Cepat saji Berdasarkan The Theory of Reasoned action. (Sripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung

Sharkey J.R, Cassandra M.J, Wesley R.D, and Scott A.H. 2011. Association between proximity to and coverage of traditional fast food restaurants and nontraditional fast-food outlets and fast-food consumption among rural adults. International Journal of Health Geographics.

Sherwood NE, Jeffery RW, French SA, Hannan PJ, Murray DM. Predictors of weight gain in the Pound of Prevention study. Int J Obes. 2000; 24:395-403.

Sediaoetama, A. D. 2002. Ilmu Gizi jilid 1. Dian Rakyat. Jakarta.

Soekirman. 2006. Hidup Sehat Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia. Primamedia Pustaka. Jakarta

Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. IPB Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor

Sukandar, D. 2009. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan Gizi dan Sanitasi. Departemen Gizi Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sulistijani. D. A. 2002. Sehat dengan Menu Berserat. Trubus Agriwidya. Jakarta.

(52)

Suryaalamsyah, I.I. 2009. Konsumsi Fast Food Dan Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kegemukan Anak Sekolah Di SD Insani Bogor. Tesis. (Tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor

Suryaputra, K dan Nadhiroh, S.R. 2012. Perbedaan Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Antara Remaja Obesitas Dengan Non Obesitas. Makara, Kesehatan, Vol. 16, No. 1, Juni 2012: 45-50

Wellis, W. 2003. Analisis Faktor Yang Berhubungan dengan Gizi lebih Pada Siswa SLTP Kesatuan dan SLTP Bina Insani di Kota Bogor. (Tesis). Universitas Indonesia. Depok

WHO. 2003. Diet, Nutrition and The Preventive of Chronic Disease. WHO Technical Report Series 916. Geneva

_____. 2013. Health topics: Physical activity. World Health Organization.

WHO/IOTF/IASO. (2000). The Asia-Pacific perspective: Redefining Obesity and its Treatment. Hong Kong: World Health Organization, International Obesity Task Force,International Association for the Study of Obesity.

Worthington, Bonnie, S. 2000. Nutrition Throughout the life cycle. Mc Graw Hill Company. USA

Gambar

Gambar 1. Diagram Kerangka Teori
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 1. Klasifikasi Berat Badan pada Orang Dewasa Berdasarkan IMT Menurut WHO
Gambar 1. Diagram Kerangka Teori
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis hubungan pola konsumsi makanan cepat saji (fast food) terhadap kenaikan berat badan pada mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan dapat dilihat pada tabel 7.. Sampel

konsumsi makanan cepat saji (fast food) dengan status gizi dan kenaikan berat badan pada mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan dan Fakultas Teknik di Universitas

Tujuan : Mengetahui hubungan pengetahuan gizi, kebiasaan konsumsi fast food dan aktivitas fisik dengan kejadian overweight pada siswa di SMP Al Islam 1

Nakata (2009) menyebutkan bahwa dari kebiasaan makanan cepat saji atau fast food dapat berpengaruh pada gaya hidup dan dapat membuat gangguan ginekologi seperti

Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makanan Siap Saji Modern ( Fast Food ), Aktivitas Fisik dengan Kejadian Gizi Lebih pada Remaja SMA Islam PB.Soedirman di Jakarta TimurTahun

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui angka kejadian dan hubungan konsumsi makanan cepat saji (Fast Food) tersebut dengan kejadian obesitas, agar kiranya kelak para

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan berkatnya karya tulis ilmiah yang berjudul “Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat Saji ( Fast Food)

Hal ini berdampak pada peningkatan konsumsi fast food atau makanan cepat saji.13,14 Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 35 responden dijadikan sampel, yang sering mengkonsumsi