GAMBARAN TAYANGAN IKLAN FAST FOOD (MAKANAN SIAP SAJI) DI TELEVISI DAN KEBIASAAN MAKAN FAST FOOD
(MAKANAN SIAP SAJI) DAN KEJADIAN OBESITAS PADA PELAJAR DI SMA SWASTA CAHAYA
MEDAN TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH :
RINA NATALINA GEA 111021076
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
GAMBARAN TAYANGAN IKLAN FAST FOOD (MAKANAN SIAP SAJI) DI TELEVISI DAN KEBIASAAN MAKAN FAST FOOD
(MAKANAN SIAP SAJI) DAN KEJADIAN OBESITAS PADA PELAJAR DI SMA SWASTA CAHAYA
MEDAN TAHUN 2013
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH :
RINA NATALINA GEA 111021076
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Tayangan Iklan fast food (makanan siap saji) adalah pesan yang menawarkan beberapa produk iklan makanan fast food (makanan siap saji)seperti hamburger, pizza, fried chicken dan beberapa jenis makanan fast food (makanan siap saji) yang ditayangkan di televisi. Hal ini cenderung akan mengakibatkan seseorang ingin mengkonsumsi fast food (makanan siap saji) dan akan menyebabkan terjadinya kenaikan berat badan dan berlanjut menjadi obesitas.
Tujuan penelitian untuk menganalisa gambaran tayangan iklan fast food (makanan siap saji) di televisi dan kebiasaan makan fast food (makanan siap saji) dan kejadian obesitas pada pelajar di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013.
Jenis penelitian ini bersifat analitik terhadap sampael 92 responden yang dipilih dengan metode proportionate stratified random sampling dengan menggunakan desain cross sectional. Data dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan observasi langsung.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa frekuensi menonton iklan fast food responden umumnya berada pada kategori sering yaitu 34 orang (37,0 %) dan selebihnya berada pada kategori jarang yaitu 58 orang (63,0 %). Pengetahuan responden dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan baik ada sebanyak 44 responden (47,8 %) dan kategori sedang ada 33 responden (35,9 %). Sikap responden dengan kategori baik sebanyak 41 responden (44,6 %) dan kategori sedang sebanyak 31 responden (33,7 %). Tindakan responden dengan kategori baik sebanyak 42 responden (45,7 %) dan kategori kurang sebanyak 23 responden (25,0 %). Kebiasaan responden makan fast food (makanan siap saji) dengan kategori baik sebanyak 49 responden (53,3 %) dan kategori kurang sebanyak 10 responden (10,8 %), kemudian penelitian menunjukan bahwa adanya hubungan antara umur,jenis kelamin, uang saku 1 bulan, iklan fast food pengetahuan, sikap, tindakan dan kebiasaan makan fast food dengan obesitas dengan nilai p = 0,0001 (p < 0,05).
Bagi pelajar disarankan agar mengurangi frekuensi konsumsi per bulan terhadap makan fast food (makanan siap saji) dengan mengkonsumsi makanan yang lebih bergizi sesuai yang diperlukan oleh tubuh.
ABSTRACT
Fast food TV commercials offer several kinds of fast food such as hamburger, pizza, fried chicken, and many more. It reacts to people’s tendency to consume fast food. It leads to the cause of overweight and the obesity.
The purpose of the research is to analyze the relationship between fast food TV commercials and obesity on the students of SMA Swasta Cahaya Medan year 2013. The type of the research is an analytic research on 92 respondens which are randomly taken by proportionate stratified random sampling metode and it uses cross sectional design. The data have been collected by doing interview using questioner and by doing direct observasion.
From the result of the research it can be concluded that the responden’s frequency of watching fast food TV commercials is categorized in often category by 34 respondens (37,0 %) and seldom category by 58 respondens (63,0 %). There are also 44 respondens (47,8 %) have good understanding and 33 respondens (35,9 %) don’t have good understanding. There are 41 respondens (44,6 %) have good attitude and 31 respondens (33,7 %) have neutral attitude. There are 42 respondens (45,7 %) have good action and 23 respondens (25,0 %) don’t have good action. The responden’s tendency to eat fast food in good category by 49 respondens (53,3 %) and 10 respondens (10,8 %) in not good category. The research shows that there is relationship of age, gender, mounthly allowance, understanding, attitude, action, and eating fast food tendency to the obesity by the value of P=0,0001 (P < 0,05)
It is suggested to the students to reduce their eating fast fodd frequency and eating more nutrious foods for a healthier body.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “ Gambaran Tayangan Iklan Fast Food (makanan siap saji) di Televisi dan Kebiasaan Makan Fast Food (makanan siap saji) dan Kejadian Obesitas Pada Pelajar Di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013”.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Ayah M.
Gea dan Ibu R. Sibarani yang tiada henti memberikan kasih sayang, selalu
mendo’akan penulis dan selalu memberikan bimbingan, arahan serta motivasi kepada
penulis dalam membuat skripsi ini.
Selanjutnya tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2. Drs. Tukiman, MKM, selaku Kepala Departemen Pendidikan Kesehatan dan
Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Gerry Silaban, Mkes., selaku dosen pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan, motivasi dan dukungannya kepada penulis.
4. Namora Lumongga Lubis, MSc,Phd, selaku Dosen Pembimbing Skripsi I
sekaligus Ketua Penguji yang telah memberikan bimbingan, arahan, ilmu,
5. dr. Taufik Ashar, MKM., selaku Dosen Pembimbing Skripsi II sekaligus
Dosen Penguji I yang telah memberikan bimbingan arahan, ilmu, motivasi,
serta dukungannya kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
6. Dr. Drs. R. Kintoko R, MKM, selaku Dosen Penguji II yang telah
memberikan saran dan masukan kepada penulis untuk kesempurnaan
penulisan skripsi ini.
7. Drs. Tukiman, MKM, selaku dosen penguji III yang telah memberikan saran
dan masukkan kepada penulis untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.
8. Seluruh Dosen dan staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan ilmu selama penulis menjadi mahasiswa di
FKM USU.
9. Untuk Orang tua tercinta dan adik-adik yang tersayang Roni dan Viktor yang
selalu mendoakan, mendukung dan menyemangati penulis.
10.Untuk abang Andrew yang selalu mendoakan dan menyemangati penulis.
11.Untuk sahabat-sahabat terbaikku : Jojo, Ema, Mustika, Helen, Maya, Novita,
Eliana, Damelta, Nita, Ira, Rosanti, Aprida, yang selalu menyemangati,
menghibur dan mendoakan penulis.
12.Sahabat-sahabat seperjuangan di Fakultas Kesehatan Masyarakat maupun
Departemen Kesehatan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku yang sering
memberi dukungan, masukan dan diskusi dalam penyelesaian skripsi ini.
13.Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Semoga Tugas Sarjana ini memberi
manfaat bagi siapapun yang membacanya serta dapat menjadi referensi yang
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
Medan, Februari 2014
Penulis,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Rina Natalina Gea
Tempat / Tgl Lahir : Tanjung Morawa, 24 Nopember 1990
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belum Kawin
Jumlah Anggota Keluarga : 3 (tiga) orang
Alamat : Jalan. Dahlan No. 208H Tanjung Morawa 20362
Riwayat Pendidikan Formal :
1. 1996-2002 : SDN Tanjung Morawa
2. 2002-2005 : SMP Tanjung Morawa
3. 2005-2008 : SMAN Tanjung Morawa
4. 2008-2011 : D-III AKBID IMELDA Medan
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.3.1 Tujuan Umum ... 8
1.3.2 Tujuan Khusus ... 9
1.4 Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Iklan ... 10
2.1.1. Pengertian Iklan ... 10
2.1.2. Tujuan Iklan ... 10
2.1.3. Jenis-jenis Iklan ... 10
2.1.4 Iklan Televisi ... 11
2.1.5 Peranan Iklan Televisi ... 11
2.1.6. Keunggulan dan Kelemahan Iklan Televisi ... 12
2.1.7 Iklan Makanan Siap Saji (fast food) ... 14
2.2. Makanan Siap Saji (fast food) ... 17
2.2.1. Jenis Makanan Siap Saji (fast food) ... 17
2.2.2. Bahaya Makanan Siap Saji (fast food) ... 19
2.2.3 Dampak Makanan Siap Saji (fast food) ... 20
2.3. Obesitas ... 22
2.3.1.Pengertian Obesitas ... 23
2.3.2.Cara Penetuan Obesitas ... 23
2.4. Faktor-faktor Penyebab Obesitas ... 25
2.4.1 Konsumsi Energi ... 25
2.4.2 Aktivitas Fisik ... 25
2.4.3 Hereditas ... 26
2.4.4 Gangguan Psikologis ... 26
2.4.5. Perilaku Makan yang Salah ... 27
2.5 Resiko Obesitas Pada Anak ... 29
2.6. Remaja ... 30
2.6.1. Karakteristik Masa Remaja ... 32
2.7. Perilaku ... 33
2.7.1. Pengertian Perilaku ... 33
2.7.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku ... 41
2.8. Teori Belajar Sosial ... 43
2.9. Kerangka konsep ... 48
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 . Jenis Penelitian ... 49
3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 49
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 49
3.2.2 Waktu Penelitian ... 50
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 50
3.3.1. Populasi Penelitian ... 50
3.3.2. Sampel Penelitian ... 50
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 52
3.5. Definisi Operasional... 52
3.6. Instrumen dan Aspek pengukuran ... 55
3.6.1 Instrumen ... 55
3.6.2 Aspek Pengukuran ... 55
3.7. Analisis Data ... 58
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 60
4.2. Karakteristik Responden Siswa SMA Cahaya ... 60
4.2.1. Umur ... 61
4.2.2. Jenis Kelamin ... 61
4.2.3.Uang Saku 1 Bulan. ... 62
4.3. Tayangan Iklan fast food ... 62
4.4. Gambaran Perilaku (Pengetahuan,Sikap dan Tindakan) Responden 64 4.4.1.Pengetahuan ... 64
4.4.2. Sikap ... 66
4.4.3. Tindakan ... 68
4.5. Kebiasaan Makan fast food ... 71
4.6. Kejadian Obesitas ... 74
4.7. Analisa Bivariat ... 75
4.7.1. Hubungan Umur Responden Dengan Kejadian Obesitas ... 75
4.7.2. Hubungan Jenis Kelamin Responden Dengan Kejadian Obesitas ... 76
4.7.3. Hubungan Uang Saku Responden Dengan Kejadian ... Obesitas ... 77
4.7.4. Hubungan Iklan Fast Food Dengan Kejadian Obesitas ... 78
4.7.5. Hubungan Pengetahuan Responden Dengan Kejadian Obesitas ... 79
4.7.6. Hubungan Sikap Responden Dengan Kejadian Obesitas.... 80
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Responden ... 83
5.2. Tayangan iklan fast food (makanan siap saji) ... 84
5.3. Pengetahuan Responden ... 84
5.4. Sikap Responden ... 85
5.5. Tindakan Responden ... 86
5.6. Kebiasaan Makan Fast Food Responden ... 87
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 89
6.2. Saran ... 90
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi Responden Siswa SMA Cahaya Berdasarkan Umur
di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 60 Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di
SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 61
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Uang Saku di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 62
Tabel 4.4 Distribusi tayangan iklan fast food (makanan siap saji) di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 62
Tabel 4.5 Distribusi kategori frekuensi menonton responden di SMA Swasta
Cahaya Medan Tahun 2013…………...…... 64
Tabel 4.6 Distribusi pengetahuan responden mengenai fast food (makanan siap saji) di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 65
Tabel 4.7 Distribusi kategori pengetahuan responden di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 66
Tabel 4.8 Distribusi sikap responden mengenai fast food (makanan siap saji) di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 67
Tabel 4.9 Distribusi Kategori sikap responden di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 68
Tabel 4.10 Distribusi tindakan responden mengenai fast food (makanan siap
saji) di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 69
Tabel 4.11 Distribusi kategori tindakan responden di SMA Swasta
Cahaya Medan Tahun 2013 ... 71
Tabel 4.12 Distribusi Kebiasaan responden makan fast food (makanan siap
saji) di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 72
Tabel 4.13 Distribusi kategori kebiasaan responden makan fast food (makanan siap saji) di SMA Swasta Cahaya Tahun2013 ... 74
Tabel 4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) di
Tabel 4.15 Distribusi Siswa Berdasarkan Umur Responden yang Obesitas di
SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 75
Tabel 4.16 Distribusi Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin Responden yang
Obesitas di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 76
Tabel 4.17 Distribusi Siswa Berdasarkan Uang Saku Responden yang Obesitas di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 77
Tabel 4.18 Distribusi Siswa Berdasarkan iklan fast food (makanan siap saji) yang Obesitas di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013... 78
Tabel 4.19 Distribusi Siswa Berdasarkan Pengetahuan Responden yang Obesitas di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 79
Tabel 4.20 Distribusi Siswa Berdasarkan Sikap Responden yang Obesitas di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 80
DAFTAR GAMBAR
Skema Teori Bandura ... 45 Kerangka konsep ... 46
ABSTRAK
Tayangan Iklan fast food (makanan siap saji) adalah pesan yang menawarkan beberapa produk iklan makanan fast food (makanan siap saji)seperti hamburger, pizza, fried chicken dan beberapa jenis makanan fast food (makanan siap saji) yang ditayangkan di televisi. Hal ini cenderung akan mengakibatkan seseorang ingin mengkonsumsi fast food (makanan siap saji) dan akan menyebabkan terjadinya kenaikan berat badan dan berlanjut menjadi obesitas.
Tujuan penelitian untuk menganalisa gambaran tayangan iklan fast food (makanan siap saji) di televisi dan kebiasaan makan fast food (makanan siap saji) dan kejadian obesitas pada pelajar di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013.
Jenis penelitian ini bersifat analitik terhadap sampael 92 responden yang dipilih dengan metode proportionate stratified random sampling dengan menggunakan desain cross sectional. Data dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan observasi langsung.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa frekuensi menonton iklan fast food responden umumnya berada pada kategori sering yaitu 34 orang (37,0 %) dan selebihnya berada pada kategori jarang yaitu 58 orang (63,0 %). Pengetahuan responden dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan baik ada sebanyak 44 responden (47,8 %) dan kategori sedang ada 33 responden (35,9 %). Sikap responden dengan kategori baik sebanyak 41 responden (44,6 %) dan kategori sedang sebanyak 31 responden (33,7 %). Tindakan responden dengan kategori baik sebanyak 42 responden (45,7 %) dan kategori kurang sebanyak 23 responden (25,0 %). Kebiasaan responden makan fast food (makanan siap saji) dengan kategori baik sebanyak 49 responden (53,3 %) dan kategori kurang sebanyak 10 responden (10,8 %), kemudian penelitian menunjukan bahwa adanya hubungan antara umur,jenis kelamin, uang saku 1 bulan, iklan fast food pengetahuan, sikap, tindakan dan kebiasaan makan fast food dengan obesitas dengan nilai p = 0,0001 (p < 0,05).
Bagi pelajar disarankan agar mengurangi frekuensi konsumsi per bulan terhadap makan fast food (makanan siap saji) dengan mengkonsumsi makanan yang lebih bergizi sesuai yang diperlukan oleh tubuh.
ABSTRACT
Fast food TV commercials offer several kinds of fast food such as hamburger, pizza, fried chicken, and many more. It reacts to people’s tendency to consume fast food. It leads to the cause of overweight and the obesity.
The purpose of the research is to analyze the relationship between fast food TV commercials and obesity on the students of SMA Swasta Cahaya Medan year 2013. The type of the research is an analytic research on 92 respondens which are randomly taken by proportionate stratified random sampling metode and it uses cross sectional design. The data have been collected by doing interview using questioner and by doing direct observasion.
From the result of the research it can be concluded that the responden’s frequency of watching fast food TV commercials is categorized in often category by 34 respondens (37,0 %) and seldom category by 58 respondens (63,0 %). There are also 44 respondens (47,8 %) have good understanding and 33 respondens (35,9 %) don’t have good understanding. There are 41 respondens (44,6 %) have good attitude and 31 respondens (33,7 %) have neutral attitude. There are 42 respondens (45,7 %) have good action and 23 respondens (25,0 %) don’t have good action. The responden’s tendency to eat fast food in good category by 49 respondens (53,3 %) and 10 respondens (10,8 %) in not good category. The research shows that there is relationship of age, gender, mounthly allowance, understanding, attitude, action, and eating fast food tendency to the obesity by the value of P=0,0001 (P < 0,05)
It is suggested to the students to reduce their eating fast fodd frequency and eating more nutrious foods for a healthier body.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Televisi merupakan salah satu media elektronik yang dapat
menjangkauseluruh lapisan masyarakat dari perkotaan sampai dengan pedesaan.
Keberadaan televisi sudah menjadi sangat populer di masyarakat, dan sudah tidak
dapat dipisahkan lagi dari teknologi dan informasi. Kata - kata “pemirsa, jangan
kemana -mana, kami akan kembali setelah pesan -pesan berikut” sudah menjadi kata
yangsangat melekat dalam kehidupan kita sehari - hari. Baik secara disengaja maupun
tidak, masyarakat setiap saat disuguhi iklan - iklan dari suatu produk tertentu,
sehingga iklan telah menjadi bagian dalam kehidupan sehari – hari (Umi, 2010).
Iklan yang akan disampaikan sebaiknya diramu sedemikian rupa sehingga
pesan yang terkandung didalamnya mudah dicerna dan dimengerti oleh konsumen,
serta mengandung informasi yang benar. Seandainya pesan suatu iklan dapat dengan
mudah terpatri dalam benak konsumen, dan konsumen mengartikannya dengan sudut
pandang yang benar, maka hal itu merupakan suatu hasil maksimal yang diperoleh
suatu iklan (Umi, 2010). .
Media televisi merupakan media yang menyedot belanja iklan terbesar
dibandingkan media cetak, radio ataupun media luar griya. Nielsen Media Research
(NMR) menyebutkan, sekitar 7.052 spot iklan per hari atau sekitar 250 ribu iklan
setiap bulannya hilir mudik di televisi. Setidaknya, tiap hari muncul 216 merek di
atau sekitar Rp 16 trilyun dari total Rp 23 trilyun. Berdasarkan pantauan Advertising
Information Servicer Nielsen Media Research, belanja iklan pada semester pertama
2006 mencapai Rp 13,636 triliun. Jika dibandingkan dengan semester yang sama
tahun 2005 yang mencapai Rp 11,826 triliun, belanja iklan di semester pertama tahun
2006 ini naik 15 persen. Angka-angka tersebut berdasarkan pantauan Nielsen Media
Research pada 97 koran, 182 majalah dan 18 stasiun televisi. Untuk pembagian kue
iklan, televisi masih mendominasi. Pada semester pertama tahun 2010 ini, televisi
mampu meraih 68 persen atau senilai Rp 9 triliun. Dibanding dengan semester yang
sama tahun sebelumnya, nilainya naik 12 persen (Umi, 2010).
Sebagian besar iklan yang ditayangkan dalam program acara anak, adalah
produk makanan untuk anak- anak. Menurut staf Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) Sularsi, berdasarkan hasil penelitian, durasi iklannya hampir 60%
dari program acara anak- anak itu sendiri. Tidaklah heran kalau anak - anak sangat
mudah mengingat nama - nama jenis makanan yang sering diiklankan. Banjirnya
tayangan iklan produk makanan telah membuat nama-nama merek makanan
ituterpatri di kepala mereka. Jadi, kata Sularsi, jangan heran kalau mulut anak fasih
mengucapkan jenis makanan, misalnya hamburger, chicken nugget, sosis dan
lain-lain dengan merek- merek tertentu. Padahal, dengan nama- nama yang terpatri di
kepalanya itu dapat membuat anak melupakan makanan pokoknya. Karena anak-
anak lebih suka meng konsumsi makanan yang telah dikenalnya dari iklan televisi
(Agung, L. 2004).
Hampir sebagian besar anak Indonesia dan barangkali di seluruh dunia
antara 3 – 3,5 jam per hari untuk menonton tayangan televisi termasuk satu jam
tayangan iklan. Waktu anak hanya dihabiskan untuk dua hal: sekolah (dan bermain)
plus menonton televisi. Televisi bisa dijejali iklan, yang dilakukan hampir semua
merek. Kebanyakan anak menonton seluruh program mulai dari film kartun, kuis
anak, pentas musik anak, sinetron, berita hingga iklan. Bisa dipastikan bahwa porsi
terbesar yang ditonton adalah iklan, karena seluruh program baik program anak
maupun dewasa diselingi dengan iklan (Afika, J. 2002).
Tingginya frekuensi terpaan iklan, menjadikan televisi sebagai medium yang
menanamkan mentalitas konsumtif pada anak-anak sejak usia sangat dini. Produk
seperti makanan cepat saji atau camilan sejenis snack , biskuit, susu, mainan,
peralatan sekolah, segera menjadi seolah - olah kebutuhan pokok mereka. Biasanya,
anak lebih kerap jadi “korban” iklan produk makanan. Padahal 90% produk makanan
yang diiklankan itu tidak bergizi (Agung, L. 2004).
Anak mengidentifikasi kebutuhan mereka seperti yang ditawarkan iklan.
Lebih jauh lagi, iklan juga mengajarkan anak meminta kepada orang tua untuk
membelikan produk yang di iklankan. Kebiasaan ini sekaligus
mempersiapkanorientasi konsumsi mereka saat dewasa dan sudah ber penghasilan
nanti, yakni menempatkan iklan sebagai referensi utama dan alamiah dalam
memenuhi berbagai kebutuhan sehari-hari, hingga pemenuhan simbol status dan gaya
hidup. Kebiasaan remaja dan anak yang getol menyantap makanan jajanan akibat
gencarnya iklan dan ajakan teman, dapat berpengaruh terhadap status gizi. Pasalnya,
makanan jajanan ini cenderung rendah serat, rendah vitamin serta mineral, tetapi
Kesukaan yang berlebihan terhadap makanan yang tertentu saja menyebabkan
kebutuhan gizi tidak terpenuhi keadaan ini berkaitan dengan “mode” yang tengah
marak di kalangan remaja seperti kebiasaan makan fast food atau makanan siap saji.
Usia remaja merupakan usia yang sangat mudah terpengaruh oleh siapa saja teman
pergaulan dan media masa terutama iklan yang menarik perhatian remaja tentang
makanan yang baru dan harga yang terjangkau (Elnovriza, 2008).
Pengaruh iklan pada remaja sangatlah kuat. Pada tahun 2004, hasil survei
Consumer International menunjukkan sebagian besar remaja menyukai iklan dan
mempercayai informasi yang dimuat di dalamnya. Sekarang ini, iklan-iklan fast food
semakin banyak di media. Hasil Survei Internasional menyatakan bahwa 67% siaran
iklan di televisi 11 negara didominasi oleh jenis iklan fast food atau dua per tiga dari
total tayangan iklan makanan di televisi adalah iklan fast food.
Umumnya remaja rata-rata mengunjungi restoran cepat saji dua kali
seminggu. Penelitian yang dilakukan oleh Ratna tahun 2008 didapatkan hasil
frekuensi konsumsi fast food pada remaja SMA Depok lebih dari dua kali per
minggu sebanyak 36,1 % dan penelitian yang dilakukan Mardatillah (2008)
menunjukkan hasil frekuensi konsumsi fast food lebih dari dua kali dalam
seminggu sebanyak 36,8%. Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian oleh Risa
dkk tahun 2009 pada remaja SMA Palembang frekuensi konsumsi fastfood yang
lebih dari tiga kali per minggu sebanyak sebanyak 52,2%.
Pola makan remaja akan menentukan jumlah zat-zat gizi yang diperoleh untuk
pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu remaja umumnya melakukan aktivitas
banyak (Mitayani, 2010). Kesalahan dalam memilih makanan dan kurang cukupnya
pengetahuan tentang gizi akan mengakibatkan timbulnya masalah gizi yang akhirnya
memengaruhi status gizi. Status gizi yang baik hanya dapat tercapai dengan pola
makan yang baik, yaitu pola makan yang didasarkan atas prinsip menu seimbang,
alami dan sehat (Sediaoetama dalam Kristianti, 2009).
Adanya kecenderungan perubahan pola makan pada remaja yang terjadi
dewasa ini, tidak lepas dari pengaruh peningkatan sosial ekonomi dan banyaknya
restoran. Restoran-restoran ini menjual berbagai makanan produk olahan dan dikenal
sebagai makanan modern (fast food) ala Barat. Umumnya restoran ini menyediakan
makanan-makanan impor seperti fried chicken, hamburger, pizza, spaghetti, dan
sejenisnya dari berbagai merek dagang. Penelitian mengenai fast food yang dilakukan
oleh Mudjianto dalam Heryanti (2009) seperti fried chicken dan french fries, sudah
menjadi jenis makanan yang biasa dikonsumsi pada waktu makan siang atau makan
malam remaja di enam kota besar di Indonesia seperti di Jakarta, Bandung,
Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Denpasar. Menurut penelitian tersebut 15-20%
dari 471 remaja di Jakarta mengonsumsi fried chicken dan burger sebagai makan
siang dan 1-6% mengonsumsi hotdog, pizza dan spaghetti. Bila makanan tersebut
dikonsumsi secara terus-menerus dan berlebihan dapat mengakibatkan gizi lebih
(obesitas).
Komposisi gizi pizza (100 g) kalori(483 KKal), lemak(48 g), kolesterol (52
g), karbohidrat(3 g), gula(3 g), Protein (3 g), komposisi gizi hamburger (100 g) kalori
(267 KKal), Lemak (10 g), kolesterol (29 mg), protein (11 g), karbohidrat (33 g),
lemak(16,8 g), protein (34,2 g), karbohidrat (0,1 g), komposisi gizi spaghetti (100 g)
kalori (371 KKal), lemak (1,51 g), protein (13,04 g), karbohidrat (74,67 g), komposisi
hot dog (100 g) kalori (242 KKal), lemak (14,54 g), protein (10,39 g), karbohidrat
(18,03 g) (Muliany, 2005)
Pola makan yang tinggi kalori dan aktifitas fisik yang kurang berperan
penting terhadap terjadinya peningkatan prevalensi obesitas. Hasil Riskesdas tahun
2010 juga menunjukkan prevalensi obesitas menurut IMT/U dengan katagori umur
13-15 tahun di Indonesia sebesar 2,5% dan khusus di Kalimantan Barat sebesar 1,5%,
katagori umur 16-18 tahun prevalensi obesitas di Indonesia sebesar 1,4% dan khusus
di Kalimantan Barat sebesar 0,7%. Dilihat dari hasil Riskesdas (2010) prevalensi
obesitas di Kalimantan Barat menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan
rata-rata prevalensi obesitas di Indonesia. Prevalensi berat badan lebih di Pontianak
sebanyak 8,6% dan persen obesitas sebanyak 9,5% (Dinkes Pontianak, 2011).
Kecenderungan dalam mengkonsumsi fast food terlalu sering dapat
menimbulkan ketidakseimbangan gizi menyebabkan gizi lebih (obesitas). Penelitian
Martha (2009) yang dilakukan pada sebuah SMA di Medan sebanyak 40,33%
responden mengalami obesitas dan 9,24% mengalami overweight. Hal ini
disebabkan oleh pola makan berlebih, yaitu jumlah siswi yang mengonsumsi fast
food 2-3 kali seminggu yaitu sebanyak 43,69%. Penelitian Shinta (2011) di
pontianak, responden dengan kategori status gizi lebih yaitu sebanyak 46,7%
mempunyai frekuensi konsumsi fast food 1-2 kali dalam seminggu.
Hasil observasi dan wawancara, didapatkan hasil bahwa SMA Swasta Cahaya
sangat strategis dimana dekat dengan pusat perbelanjaan beberapa mall yang di
dalamnya terdapat restoran-restoran fast food. Penelitian Rina (2013) di SMA
Swasta Cahaya Medan ditemukan 11 % murid SMA yang mengalami kelebihan
berat badan. Dari data-data di latar belakang tersebut, peneliti tertarik membuat
judul penelitian gambaran tayangan iklan fast food (makanan siap saji) di televisi dan
kebiasaan makan fast food (makanan siap saji) dengan kejadian obesitas pada Pelajar
SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013.
1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan bahwa permasalahan
penelitian adalah gambaran tayangan iklan fast food (makanan siap saji) di televisi
dan kebiasaan makan fast food (makanan siap saji) dengan kejadian obesitas pada
pelajar Sma Swasta Cahaya Medan Tahun 2013.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Berdasarkan masalah penelitian yang telah dirumuskan, penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran tayangan iklan fast food (makanan siap
saji) di televisi dan kebiasaan makan fast food (makanan siap saji) dan kejadian
obesitas pada pelajar SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui mengetahui karakteristik (umur, jenis kelamin, uang saku 1
bulan ) pada pelajar di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013.
2. Untuk mengetahui perilaku (pengetahuan, sikap, dan tindakan) pada pelajar di
3. Untuk mengetahui Kejadian obesitas pada pelajar di SMA Swasta Cahaya Medan
Tahun 2013.
4. Untuk mengetahui hubungan umur, jenis kelamin, iklan fast food (makanan siap
saji), pengetahuan, sikap, tindakan kebiasaan makan fast food (makanan siap
saji) dengan kejadian obesitas pada pelajar di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun
2013.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak yaitu
:
1. Sebagai bahan masukan bagi pengelola televisi dalam mengelola periklanan agar
lebih selektif dan mengarah kepada peningkatan pengetahuan yang lebih baik.
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak sekolah tentang tayangan iklan fast food
(makanan siap saji) di televisi dan kebiasaan makan fast food (makanan siap saji)
bagi kesehatan.
3. Sebagai bahan informasi bagi pelajar mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan
pelajar tentang bahaya kebiasaan makan fast food (makanan siap saji) bagi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Iklan
2.1.1. Pengertian Iklan
Iklan adalah suatu bentuk pertanyaan yang memuat pesan mengenai gagasan produk
atau jasa yang ditawarkan oleh perorangan atau perusahaan dan lembaga baik
pemerintah maupun swasta yang memakai medis pers tercetak (surat kabar dan
majalah), radio dan televisi (Berg Sayogyo,1989).
2.1.2. Tujuan Iklan
Pada dasarnya tujuan periklanan adalah mengubah atau memperngaruhi sikap
khalayak, dalam hal ini tentunya adalah sikap-sikap konsumen. Tujuan periklanan
komersial adalah membujuk khalayak untuk membeli produk (Jefkins, 1996).
Menurut Notoatmodjo (1996), tujuan komunikasi di media massa (iklan) yang
hendak dicapai adalah (1) mengubah pengetahuan, (2) pengertian pendapat dan
konsep-konsep sasaran dan (3) mengubah sikap dan persepsi sasaran serta
menanamkan tingkah laku/kebiasaan yang baru.
2.1.3 Jenis-Jenis Iklan
Menurut Kuswandi (1996), jenis iklan di media massa digolongkan dalam dua
bagian yaitu iklan komersil dan iklan layanan masyarakat.
a. Iklan Komersil adalah bentuk promosi suatu barang produksi atau jasa melalui
media massa dalam bentuk tayangan gambar maupun bahasa yang diolah
melalui film atau berita. Contoh dari jenis iklan adalah iklan makanan atau
b. Iklan layanan masyarakat adalah bentuk tayangan gambar baik drama, film,
musik, maupun bahasa yang mengarahkan pemirsa atau khalayak sasaran agar
berbuat atau bertindak seperti yang dianjurkan iklan tersebut.
2.1.4. Iklan Televisi
Kehadiran iklan dalam paket acara televisi bukanlah hal yang baru. Menurut
Kuswandi (1996), ada dua kepentingan mengapa iklan masuk dalam acara televisi
yakni : kehadiran iklan televisi turut mendukung atau membantu pemasukan dana
bagi kelancaran serta kelangsungan materi acara, baik dari segi kualitas maupun
dari segi kuantitasnya dan media televisi merupakan alat informasi tentang suatu
barang produksi untuk diketahui oleh pemirsa atau masyarakat.
2.1.5. Peranan Iklan Televisi
Berdasarkan pendapat Kuswandi (1996), secara terperinci peran/tujuan
periklanan di televisi adalah sebagai berikut :
1. Menimbulkan minat sasaran.
2. Mencapai sasaran yang lebih banyak.
3. Membantu mengatasi hambatan bahasa.
4. Merangsang sasaran untuk mau melaksanakan/membeli barang (produk) yang
diiklankan.
5. Mendorong keinginan sasaran untuk mengerti dan memakai alat yang
diiklankan.
6. Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh didalam menerima sesuatu
mengatasinya televisi akan membantu untuk mengingatkan kembali si
sasaran.
7. Untuk menarik perhatian, membujuk, ,merayu sasaran secara berulang-ulang
supaya melakukan sesuai dengan yang diinginkan oleh produsen.
8. Untuk mempercepat dan memperbanyak hasil penjualan yang diproduksi.
9. Memberi alternatif bagi pemirsa untuk mengetahui dan mengenal barang
produksi yang ada di pasaran.
2.1.6. Keunggulan dan Kelemahan Iklan Televisi
Menurut Jefkins (1996), keunggulan iklan televisi sebagai berikut :
a. Kesan realistik
Karena sifatnya yang visual dan merupakan kombinasi warna-warna suara dan
gerakan, maka iklan-iklan televisi tampak begitu hidup dan nyata. Dengan
kelebihan ini, para pengiklan dapat menunjukan dan memamerkan kelebihan
dan keunggulan produknya secara detail.
b. Masyarakat lebih tanggap
Karena iklan televisi disiarkan di rumah-rumah dalam suasana yang serba
santai atau reaktif, maka masyarakat lebih siap memberikan perhatian
(dibanding dengan iklan poster yang dipasang di tengah jalan, masyarakat
yang sibuk memikirkan sesuatu, menuju suatu tempat atau tengah bergegas ke
kantor tentunya tidak sempat memperhatikannya. Perhatian terhadap iklan
televisi akan semakin besar, jika materinya dibuat dengan standar teknis yang
tinggi dan atau menggunakan tokoh-tokoh ternama (seperti actor/aktris)
c. Repetisi/pengulangan
Iklan televisi bisa ditayangkan hingga beberapa kali dalam sehari sampai
dipandang cukup bermanfaat yang memungkinkan sejumlah masyrakat untuk
menyaksikannya, dan dalam frekuensi yang cukup sehingga pengaruh iklan
itu bangkit.
d. Adanya pemilihan acara siaran (zooming) dan jaringan kerja (net working)
yang mengefektifan penjangkauan masyarakat. Seseorang pengiklan dapat
menggunakan satu atau kombinasi banyak stasiun televisi sekaligus untuk
memuat iklannya, bahkan pengiklan bisa saja membuat jaringan kerja dengan
semua stasiun televisi swasta, sehingga iklannya akan ditayangkan oleh semua
stasiun televisi secara serentak.
e. Terkait erat dengan media lain, seperti surat kabar, majalah dan lain-lain.
2. Kelemahan Iklan Televisi
Selain keunggulan, iklan televisi juga mempunyai berbagai kelemahan dan
keterbatasan. Menurut Jefkins (1996). Kelemahan-kelemahan iklan televisi sebagai
berikut :
Televisi cenderung menjangkau pemirsa secara massal, sehingga pemilihan sering
sulit dilakukan. Pihak pengiklan akan dapat lebih selektif dalam mebidik pangsa
a. Jika yang diperlukan calon pembeli dalah data-data yang lengkap mengenai
suatu produk atau perusahaan pembuatannya, maka televisi tidak akan bisa
memberikannya.
b. Hal-hal kecil lainnya bisa dan biasa dikerjakan banyak orang sambil
menonton televisi, sama seperti ketika mereka mendengarkan siaran radio.
Akibatnya kosentrasi pemirsa sering terpecah. Kemungkinan zipping yaitu
tombol pemercepat pada remote control menambah peluang terpecahnya
kosentrasi pemirsa iklan.
c. Karena pembuat iklan televisi butuh waktu yang cukup lama, maka tidak
cocok untuk iklan-iklan khusus atau yang bersifat darurat yang harus sesegera
mungkin disiarkan.
d. Di negara-negara yang memilki cukup banyak stasiun televisi, atau yang
jumlah total pemirsa cukup sedikit, biaya siaran mungkin cukup rendah
sehingga memungkinkan ditayangkan iklan yang panjang atau
berulang-ulang. Iklan seperti ini justru mudah membosankan pemirsa.
e. Kesalahan serius yang dibuat oleh produsen iklan televisi, menurut Virginia
Matthews yang menulis tentang masalah ini di marketing week, adalah
menggunakan penyaji atau model yang sama sebagaimana para pengiklan
yang lain. Selain membosankan hal ini juga akan membinggungkan
(pemakaian orang/aktor secara berlebihan).
2.1.7. Iklan Fast Food (makanan siap saji)
Disamping televisi merupakan alat komunikasi pandang-dengar dengan satu
memasuki kehidupan keluarga dan rumah tangga dengan leluasa, tentu saja ini
membawa pengaruh negatif bila masyrakat kurang selektif (filter) terhadap iklan di
televisi (Kuswandi, 1996).
Iklan fast food (makanan siap saji) ditelevisi baik secra langsung maupun tidak
langsung akan berpengaruh terhadap perilaku seseorang, apalagi orang tersebut
sering/hampir setiap hari menonton televisi, maka orang tersebut cenderung memilih
mengkonsumsi fast food (makanan siap saji) yang sering/pernah dilihatnya ditelevisi.
Hal ini sangat tergantung dari tingkat pendidikan seseorang, yang apabila pendidikan
rendah maka orang tersebut cenderung kurang selektif, langsung percaya akan apa
yang telah dilihat dan didengarnya (Notoatmodjo, 1996).
Kemajuan sosial ekonomi dan pertumbuhan informasi mengakibatkan
perubahan gaya hdup dan pola konsumsi masyarakat. Peningkatan partisipasi tenaga
kerja wanita dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat menyebabkan
kebiasaan makan fast food (makanan siap saji) semakin berkembang dan populer.
Penelitian Becker (1965) dalam Hardiansyah (1996) menyatakan bahwa rumah
tangga dengan ibu bekerja lebih terdorong untuk mengkonsumsi makanan fast food
(makanan siap saji) dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja diluar rumah.
Makanan-makanan yang sifatnya mudah dan nyaman dikonsumsi (convinence food),
seperti fast food (makanan siap saji) lebih sering dikonsumsi.
Didaerah perkotaan, dimana masyarakatnya sudah relatif modern, hampir
semua orang menghabiskan waktunya dari pagi hingga petang ditempat mereka
menimbulkan kebiasaan di luar rumah seperti fast food (makanan siap saji) (Suhardjo,
1989).
Didorong dengan peningkatan partisipasi tenaga kerja wanita dan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat menyebabkan kebiasaan makan fast food
(makanan siap saji) semakin berkembang dan populer. Seorang Sosiolog Perkotaan
UI, Prof. Dr. Sardjono Djatimah (1997), mengungkapkan bahwa kecendrungan
masyarakat Indonesia yang seakan-akan membutuhkan fast food (makanan siap saji)
dikarenakan alam bawah sadar kita selalu menganggap bahwa apa yang berasal dari
barat itu selalu bagus. Gaya hidup barat menjadi pedoman, sehingga makan di
restoran fast food (makanan siap saji) dianggap sebagai bagian dari gaya hidup
modern. Proses sosialisasi yang gencar melalui iklan diberbagai media massa dan
elektronik turut ambil bagian yang besar dalam proses mempengaruhi, sehingga
seakan-akan kita membutuhkan fast food (makanan siap saji).
Fast food dapat diartikan sebagai makanan yang siap disajikan atau
dihidangkan dengan cepat, dengan sedikit atau tanpa ada rentang waktu menunggu
dari pemesanan ke penyajiannya (Ensminger, Konlade, & Robson, 1995). Jacobson
dan Fritscher (1989) mengungkapkan bahwa fast food (makanan siap saji) merupakan
suatu fenomena makanan dipertengahan abad 20-an, yang terbentuk di era baru
dimana para orang tua sibuk bekerja, rewel terhadap makanan, dan orang-orang yang
membutuhkan kepraktisan serta tidak suka memasak.
Kecendrungan kalangan remaja (khususnya ABG) dan anak-anak
mengkonsumsi fast food belakangan ini semakin meningkat seiring makin ramainya
kecendrungan bahwa konsumsi fast food (makanan siap saji) telah menjadi makanan
utama tanpa divariasikan dengan makanan lain, sehingga dikhawatirkan kebiasaan ini
bisa mengganggu kesehatan. Fast food (makanan siap saji) mengandung kalori,
lemak dan protein yang tinggi serta sedikit vitamin, mineral, mineral dan serat.
Sehingga tidak baik bila dikonsumsi secara berlebihan dan dapat menimbulkan
penyakit degeneratif.
2.2. Makanan Fast Food (makanan siap saji)
2.2.1. PengertianMakanan Fast Food (makanan siap saji)
Fast Food (makanan siap saji) adalah jenis makanan yang mudah disajikan,
praktis dan umumnya diproduksi oleh industri pengolahan pangan dengan teknologi
tinggi dan memberikan berbagai zat aditif untuk mengawetkan dan memberikan cita
rasa bagi produk tersebut (Anonim,2012).
Sedangkan menurut Khasanah (2012), fast food (makanan siap saji)
merupakan makanan yang umumnya mengandung lemak, protein dan garam yang
tinggi tetapi rendah serat.
2.2.2. Jenis Fast Food (makanan siap saji)
Berikut ini adalah makanan siap saji modern yang paling populer di seluruh
dunia yang berasal dari beberapa negara, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Hamburger
Hamburger (atau seringkali disebut dengan burger) adalah sejenis makanan
berupa roti berbentuk bundar yang diiris dua dan ditengahnya diisi dengan patty
dan bawang bombay. Hamburger berasal dari negara Jerman. Saus burger diberi
berbagai jenis saus sepertimayones, saus tomat dan sambal. Beberapa varian
burger juga dilengkapi dengan keju, asinan, serta bahan pelengkap lain seperti
sosis.
2. Pizza
Pizza adalah adonan roti yang umumnya berisi tomat, keju, saus dan bahan
lain sesuai selera. Pizza pertama kali populer di negara Italia.
3. French Fries (kentang goreng)
French fries adalah hidangan yang dibuat dari potongan-potongan kentang
yang digoreng dalam minyak goreng panas. French fries berasal dari negara
Belgia. Kentang goreng bisa dimakan begitu saja sebagai makanan ringan, atau
sebagai makanan pelengkap hidangan utama. Kentang goreng memiliki kandungan
glukosa dan lemak yang cukup tinggi.
4. Fried Chicken (ayam goreng)
Fried chicken atau ayam goreng pada umumnya jenis makanan siap saji yang
umum dijual di restoran fast food (makanan siap saji). Fried chicken umumnya
memiliki protein, kolesterol dan lemak.
5. Spaghetti
Spaghetti berasal dari Italia, namun sudah populer di Indonesia. Spaghetti
adalah mie Italia yang berbentuk panjang seperti lidi, yang umumnya di masak
6. Hot Dog
Hot dog merupakan makanan siap saji berupa sosis yang diselipkan dalam
roti. Mustard, saus tomat, bawang dan mayonaise dapat melengkapi isiannya.
Masih banyak yang termasuk jenis fast food (makanan siap saji) modern
diantaranya menurut Peter dalam Ade (2011), yaitu the torpedo roll, the pizza pie,
chili con carne, tortillas, club sandwich, sourthen fried chicken, bacon, lettuce and
tomato sanwiches, grilled cheese sandwich, dan open beef sandwich.
2.2.3. Bahaya Fast Food (makanan siap saji)
Fast food (makanan siap saji) menjadi salah satu pemicu munculnya berbagai
penyakit seperti: penyakit jantung, diabetes mellitus, hipertensi dan obesitas. Lemak
jenuh dan kolesterol yang terdapat dalam fast food (makanan siap saji) diketahui
memperbesar resiko seseorang untuk terkena penyakit tersebut (Khasanah, 2012).
World Health Organization (WHO) and Food Agricultural Organization (FAO)
menyatakan bahwa ancaman potensial dari residu bahan makanan terhadap kesehatan
manusia dibagi dalam 3 kategori yaitu :
1. Aspek Toksikologis
Berupa residu bahan makanan yang dapat bersifat racun terhadap organ organ
tubuh.
2. Aspek Mikrobiologis
Berupa mikroba dalam bahan makanan yang dapat mengganggu keseimbangan
mikroba dalam saluran pencernaan
3. Aspek Imunopatologis
Penggunaan zat aditif yang berlebihan dan dikonsumsi secara terus menerus
dapa menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. Zat aditif adalah bahan kimia
yangdicampurkan ke dalam makanan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas,
menambahkan rasa, dan memantapkan kesegaran produk makanan (Boenga, 2011).
Misalnya bahan penyedap rasa MSG (Monosodium glutamat) terdapat dalam
french fries jika dikonsumsi terlalu sering akan mengendap dalam tubuh dan memicu
resiko kanker (Anonim, 2012). Zat aditif yang lain yaitu berupa bahan pemanis yang
terdapat dalam fast food (makanan siap saji) yaitu sakarin yang terdapat dalam
bumbusalad dan bahan siklamat yang merupakan pemanis yang tidak mempunyai
nilai gizi (non-nutritive) untuk pengganti sukrosa.
2.2.4. Dampak Fast Food (makanan siap saji)
Secara lebih rinci dampak fast food (makanan siap saji) dapat meningkatkan
resiko beberapa penyakit (Anonim, 2012) diantaranya:
a. Fast food (makanan siap saji) memicu diabetes
Beberapa menu dalam restaurant fast food (makanan siap saji) juga
mengandung banyak gula. Gula, terutama gula buatan, tidak baik untuk kesehatan
karena dapat menyebabkan penyakit gula atau diabetes, kerusakan gigi, dan obesitas.
Minuman bersoda, cake, dan cookies mengandung banyak gula dan sangat sedikit
vitamin serta mineralnya. Minuman bersoda mengandung paling banyak gula,
sedangkan kebutuhan gula dalam tubuh tidak boleh lebih dari 4 gram atau satu
sendok teh sehari. Dengan hanya menikmati masakan fast food (makanan siap saji)
b. Fast food (makanan siap saji) memicu penyakit jantung
The American Heart Association menganjurkan agar mengonsumsi daging
tanpa lemak dan sayuran juga menghindari makanan berlemak jenuh tinggi dan trans
fat, sodium dan kolesterol seperti burger keju dan makanan yang digoreng. Menurut
The National Institutes of Health lemak jenuh dan kolesterol di makanan tersebut
dapat meningkatkan kolesterol dalam darah dan meningkatkan kemungkinan dengan
permasalahan pada jantung.
c. Fast food (makanan siap saji) memicu hipertensi
Sodium yang banyak terdapat dalam fast food (makanan siap saji) tidak boleh
terlalu banyak dalam tubuh. Untuk ukuran orang dewasa, sodium yang aman
jumlahnya tidak boleh lebih dari 3300 miligram, hal tersebut sama dengan 1 3/5
sendok teh. Sodium yang banyak terdapat di fast food (makanan siap saji), dapat
meningkatkan aliran dan tekanan darah sehingga dapat meningkatkan resiko terkena
penyakit tekanan darah tinggi.
d. Fast food (makanan siap saji) memicu obesitas
Selain karena faktor genetik, obesitas juga bisa dipicu dari pola makan yang
tidak sesuai dengan kesehatan. Pemilihan makanan karena pertimbangan selera dan
prestise dibandingkan dengan gizinya. Akibatnya, jenis makanan yang banyak dipilih
adalah fast food (makanan siap saji). Frekuensi yang rutin dalam mengonsumsi fast
food (makanan siap saji) akan memicu obesitas. Makanan siap saji lebih banyak
mengandung lemak, kalori, zat pengawet, dan gula dibandingkan serat dan vitamin
d. Fast food (makanan siap saji) memicu gagal ginjal
Kegemaran dan kebiasaan masyarakat mengkonsumsi fast food (makanan
siap saji) juga menyebabkan semakin tingginya asupan natrium dan garam karena
kadar garamnya mencapai dua kali lipat dari batas normal yang dianjurkan yaitu
sebesar < 2,4 gram. Garam tinggi berpengaruh pada orang dengan kondisi ginjal
terganggu, dapat menjadi penyebab gagal ginjal. Selain itu kadar protein yang tinggi
akan semakin merusak ginjal.
2.3 Obesitas
2.3.1 Pengertian Obesitas
Kegemukan dan obesitas merupakan dua hal yang berbeda. Namun, keduanya
sama-sama menunjukkan adanya penumpukan lemak yang berlebihan didalam tubuh,
yang ditandai dengan peningkatan nilai indeks massa diatas normal.Penderita obesitas
mengalami penumpukan lemak yang lebih banyak dibandingkan dengan penderita
kegemukan untuk jangka waktu yang lama, berisiko lebih tinggi untuk terkena
beberapa penyakit degeneratif (Asdie, 2005).
Kegemukan berhubungan dengan kelebihan berat badan dari pada berat badan
yang diinginkan. Obesitas berhubungan dengan kelebihan lemak tubuh. Obesitas
biasanya didefinisikan sebagai kelebihan berat lebih dari 20% berat badan ideal (BBI)
atau berat badan yang diinginkan.
Obesitas merupakan keadaan patologik dengan terdapatnya penimbunan
lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh. Dari sudut ilmu gizi,
defenisi obesitas yang baik adalah bila tercakup pengertian terjadinya penimbunan
Obesitas terjadi pada saat badan menjadi gemuk (obesitas) yang disebabkan
penumpukan adipose (adipocytes : jaringan lemak khusus yang disimpan tubuh)
secara berlebihan. Jadi obesitas adalah keadaan dimana seseorang memiliki berat
badan yang lebih dibandingkan berat badan yang idealnya yang disebabkan terjadinya
penumpukan lemak tubuhnya (Mutadin, 2002).
Kelebihan berat badan (overweight) merupakan suatu keadaan terjadinya
penimbunan lemak secara berlebih, yang menyebabkan kenaikan berat badan.
Seseorang dikatakan mengalami kegemukan (obesitas) jika terjadi kelebihan berat
badan sebesar 20% dari berat badan ideal (Wirakusumah, 2001).
2.3.2 Cara Penetuan Obesitas
Cara untuk menentukan seseorang menderita obesitas perlu dilakukan
penilaian status gizinya. Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh
keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi atau kondisi yang dapat
diukur. Penilaian status gizi apat dilakukan dengan dua cara yaitu cara langsung dan
tidak langsung. Penilaian status gizi secaralangsung dapat dibagi menjadi empat
penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisika, sedangkan secara tidak
langsung dibagi menjadi tiga cara yaitu survei konsumsi, statistik vital, dan faktor
ekologi (Supariasa, 2002).
Laporan FAO/WHO/UNU tahun 1985 menyatakan bahwa batasan berat
badan normal ditentukan berdasarkan nilai body mass indeks (BMI). Di Indonesia
istilah BMI diterjemahkan menjadi indeks massa tubuh (IMT). Khususnya yang
berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup
lebih panjang.
Dengan mengukur IMT akan diketahui apakah berat seseorang dinyatakan normal,
kurus atau gemuk dengan menggunakan rumus :
Batasan ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan WHO, yang
membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan, dan penggunaan IMT
hanya berlaku untuk orang dewasa berusia diatas 18 tahun. Tetapi timbullah masalah
yang diterapkan oleh WHO NCHS dengan keterbatasan tinggi badan yakni, laki-laki
maksimal 145 cm dan perempuan maksimal137 cm. Dengan keterbatasan satu hal di
atas, maka dibutuhkan batas ambang IMT yang dapat ditentukan berdasarkan baku
IMT meurut umur (CDC 2000) yang membedakan batas ambang untuk remaja
laki-laki dan perempuan (Anonim, 2000).
2.4 Faktor-faktor Penyebab Obesitas Pada Anak
Menurut Emma S. Wirakusumah (1994), faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya obesitas bersifat multifaktor yaitu:
2.4.1 Konsumsi Energi
Konsumsi makanan yang berlebihan, terutama yang mengandung
karbonhidrat dan lemak, akan menyebabkan jumlah energi yang masuk kedalam
tubuh tidak seimbang dan kebutuhan energi. Kelebihan energi ini di dalam tubuh IMT = Berat badan (kg)
akan disimpan dalam bentuk jaringan lemak, yang lama kelamaan akan
mengakibatkan obesitas.
2.4.2 Aktivitas Fisik
Pekerjaan yang dilakukan sehari-hari dapat mempengaruhi gaya hidup
seseorang. Gaya hidup yang kurang menggunakan aktivitas fisik akan berpengaruh
terhadap kondisi tubuh seseorang. Aktivitas fisik tersebut diperlukan untuk
membakar energi dari dalam tubuh. Apabila pemasukan energi berlebihan dan tidak
diimbangi dengan aktivitas fisik akan memudahkan seseorang menjdai gemuk.
Selain itu, tersedianya sarana dan fasilitas dalam kehidupan, membuat
aktifitas fisik semakin berkurang. Pola hidup menjadi lebih santai karena segalanya
sudah tersedia anak. Anak banyak menggunakan waktunya dirumah dengan
pembantu, kesempatan bermain kurang, juga menonton televisi yang diselingi
memakan makanan yang mengandung energi dan lemak tinggi mempermudah
terjadinya obesitas.
2.4.3 Hereditas (Faktor Keturunan)
Faktor keturunan dapat mempengaruhi terjadinya kegemukan. Pengaruhnya
sendiri sebenarnya belum jelas, tetapi memang ada bukti yang mendukung fakta
bahwa keturunan merupakan faktor penguat terjadinya kegemukan.
Dari hasil penelitian gizi dari Amerika Serikat, dilaporkan bahwa anak-anak
dari orang tua normal mempunyai 10% peluang menjadi gemuk. Peluang ini akan
meningkat menjadi 40-50%, bila salah satu orang tua menderita obesitas, dan akan
Bernet dan Gurin (Wirakusumah, 1994) menyatakan bahwa orang yang
mempunyai bawaan gemuk, secara alami ia akan menjadi gemuk, dan orang yang
mempunyai bawaan kurus maka secara alami ia akan menjadi kurus. Keadaan ini
tidak akan berubah, bila tidak ada upaya yang kontinu yaitu mengubah kebiasaan
makan yang menyebabkan kegemukan dan meningkatkan aktivitas fisik.
2.4.4 Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis merupakan salah satu penyebab obesitas. Pada anak
yang mengalami gangguan psikologis, misalnya anak yang sedang bersedih hati dan
memisahkan diri dari lingkungannya, timbul rasa lapar dan nafsu makan yang
berlebihan sebagai kompensasi terhadap problemanya. Sejumlah hormon akan
disekresi sebagai tanggapan dari keadaan psikologis, sehingga terjadi peningkatan
metabolisme energi untuk dipecah dan digunakan untuk aktivitas . Apabila seseorang
tidak dapat menggunakan energi yang disediakan, maka tubuh tidak mempunyai
alternatif lain yaitu dengan menyimpanya sebagai lemak.
Apabila keadaan ini berlanjut dan tidak terkontrol, serta makanan yang
dikonsumsi tinggi energi, akan menimbulkan kebiasaan makan yang tidak baik dan
dapat menyebabkan kenaikan berat badan atau bahkan kegemukan.
2.4.5 Perilaku Makan Yang Salah
Perilaku makan yang salah, dapat disebabkan karena kebiasaan makan yang
salah dan di luar keluarga. Hal ini sering ditiru anak-anak, misalnya makan yang
berlebihan, frekuensi makan yang sering, kelebihan snack. Apabila tidak dibatasi,
Kebiasaan makan yang salah di atas dapat dijelaskan lebih terperinci seperti
hal-hal berikut :
a. Cara memilih makanan yang salah
Hal ini terjadi, terutama disebabkan semakin banyaknya dijual makanan cepat
saji yang mengandung kalori tinggi (padat energi), seperti pizza, hamburger,
fried chicken, spagheti, kue-kue tart donat dan sebagainya yang mengandung
lemak dan gula tinggi. Kadang-kadang konsumen juga melihat prestise dari
suatu makanan tanpa melihat kandungan gizinya
b. Menggoreng dan memasak dengan santan
Minyak dan santan adalah lemak yang mengandung ikatan jenuh, sehingga
sukar untuk dipecah menjadi bahan bakar dan bahan makanan yang digoreng
dan dimasak dengan santan, biasanya mengandung kolestrol tinggi, seperti
empal goreng, gulai dan rendang.
c. Kebiasaan ngemil
Ngemil berarti makan diluar waktu makan. Bila tidak dibatasi, kalori yang
masuk akan sangat tinggi karena biasanya makanan yang digunakan untuk
ngemil dalam bentuk yang digoren atau terdiri dari kue-kue yang manis dan
gurih
d. Melupakan makan pagi
Makan pagi sangat diperlukan untuk mendapatkan energi saat akan
melakukan aktivitas kerja. Tapi karena terburu dan dianggap tidak praktis,
biasanya orang-orang akan melewatkan makan paginya. Melupakan makan
aktivitas kerjanya. Rasa lapar akan dikompensasikan beberapa jam kemudian,
sehingga timbul keinginan mencari-cari makanan cemilan atau makan siang
yang jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan kalau sudah makan pagi
sebelumnya.
e. Frekuensi makan yang tidak teratur.
Kesibukan yang sangat padat cenderung mengakibatkan seseorang
mempunyai waktu makan malam tertentu. Bila jarak anatar dua waktu makan
terlalu panjang ada kecendrungan untuk makan lebih lahap dan melebihi
batas. Bila keadaan ini berulang kali terjadi, dapat merupakan salah satu
penyebab terjadinya obesitas.
f. Menghindari Nasi.
Penderita kegemukan dan obesitas terkadang begitu fobi terhadap nasi.
Mereka beranggapan bahwa seolah-olah nasilah sebagai sumber peningkatan
berat badan. Tanpa disadari, perasaan ini dikompensasikan ke dalam makanan
lain sebagai pengganti nasi. Misalnya lebih banyak makan lauk-pauk yang
biasa tinggi lemak atau makana kecil yang umumnya tinggi kalori seperti
kue-kue manis dan gurih. Sehingga masalah kegemukan tidak terselesaikan
bahkan semakin memburuk. Apabila perilaku makan yang salah tidak segera
diubah, makan dapat juga menyebabkan kenaikan berat badan, bahkan
kegemukan/obesitas.
2.5 Resiko Obesitas Pada Anak
Telah diketahui bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya obesitas
penanggulannya, maka akan terjadi resiko-resiko yang berhubungan dengan
kesehatan (Melfiawati, S, 1997).
Resiko-resiko yang terjadi bila obesitas pada anak tidak segera dicegah adalah :
1. Pertumbuhan dan perkembangan fisik anak lebih cepat matang, misalnya
pertumbuhan rambut kelamin dan ketiak, anak wanita mendapatkan menstruasi
menars (haid untuk pertama kali) pada usia yang lebih dini.
2. Gangguan psikososial, yaitu keterbatasan dalam pergaulan dan partisipasi dalam
berbagai jenis kegiatan olahraga. Anak lebih suka menyendiri dan memuaskan
dirinya dengan santai dan makan.
3. Berlanjut menjadi obesitas dewasa yang merupakan faktor resiko untuk penyakit
pernafasan dan kardiovaskuler.
4. Rendahnya daya tahan tubuh sehingga mudah mendapat gangguan pernafasan,
dermatitis, atau eskrima pada kulit yang menyebabkan bau badan yang tidak
sedap, sehingga tidak disukai oleh teman dalam pergaulannya.
2.6 Remaja
Istilah asing yang sering digunakan untuk menunjukkan masa remaja berasal dari
bahasa Latin yaitu adolescentia yang berarti masa muda yang terjadi antara 17-30
tahun (Dariyo, 2004). Yulia dan Singgih D. Gunarsa dalam bukunya Dariyo (2004)
akhirnya menyimpulkan bahwa proses perkembangan psikis remaja dimulai antara
12-22 tahun. Santrock (2003), mengartikan remaja sebagai masaperkembangan
transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis,
padamasa remaja akan saling berkaitan dengan perkembangan dan pengalamanpada
masa anak-anak dan dewasa.
Sedangkan menurut WHO (dalam Sarwono, 2002) mendefinisikan remaja
lebih bersifat konseptual, ada tiga kriteria yaitu biologis, psikologik, dan sosial
ekonomi, dengan batas usia antara 10-20 tahun, yang secara lengkap mendefinisikan
sebagai berikut:
a. Individu berkembang dari saat pertama ia menunjukkan tanda -tanda seksual
sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatife lebih mandiri.
Menurut Widyastuti, dkk (2009), berdasarkan sifat atau masa (rentang waktu),
remaja ada tiga tahap, yaitu:
1. Remaja awal (10-12 tahun)
Pada tahap remaja awal ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan dengan teman sebaya.
b. Tampak dan merasa ingin bebas.
c. Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan
mulai berpikir yang khayal (abstrak).
2. Masa remaja tengah (13-15 tahun)
Pada tahap remaja tengah ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
b. Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis.
c. Timbul perasaan cinta yang mendalam.
d. Kemampuan berpikir abstrak (berkhayal) makin berkembang.
e. Berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual.
3. Masa remaja akhir (16-19 tahun)
Pada tahap remaja akhir ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Menampakkan pengungkapan kebebasan diri.
b. Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.
c. Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya.
d. Dapat mewujudkan perasaan cinta.
e. Memiliki kemampuan berpikir berpikir khayal atau abstrak
2.6.1. Karateristik Masa Remaja
Karateristik perkembangan normal yang terjadi pada remaja dalam menjalankan tugas
perkembangannya dalam mencapai identitas diri antara lain menilai diri secara
objektif dan merencanakan untuk mengaktualisasikan kemampuannya. Dengan
demikian pada fase ini, seorang remaja akan :
a. Menilai rasa identitas pribadi
b. Meningkatkan minat pada lawan jenis
c. Menggabungkan perubahan seks sekunder dalam citra tubuh
d. Memulai perumusan tujuan okupasional
e. Memulai pemisahan diri dari otoritas keluarga
a. Masa remaja adalah masa peralihan
Yaitu peralihan sari satu tahap perkembangan ke perkembangan berikutnya secara
berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukanlah
seorang dewasa. Di mana remaja diberi waktu untuk membentuk gaya hidup dan
menentukan pola perilaku, nilai-nilai dan sifat-sifat yang sesuai dengan yang
diinginkan mereka.
b. Masa remaja adalah masa terjadi perubahan
Ada 4 perubahan besar yang terjadi pada remaja, yaitu perubahan emosi, peran, minat
pola perilaku dan sikap menjadi ambivalen.
c. Masa remaja adalah masa yang banyak masalah
Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi. Hal ini karena remaja tidak
bisa menyelesaikan masalahnya tanpa meminta bantuan oranglain sehingga terkadang
penyelesaian masalah tidak sesuai dengan yang diharapkan.
d. Masa remaja adalah masa mencari identitas
Identitas diri yang dicari remaja berupa kejelasan siapa dirinya dan apa peran mereka
di tengah masyarakat.
e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan
Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak dapat
dipercaya, cenderung perilaku merusak sehingga menyebabkan orang dewasa harus
membimbing dan mengawasi kehidupan remaja.
f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamatanya sendiri, baik dalam
g. Masa remaja adalah ambang masa dewasa
Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semakin matang berkembang dan
berusaha memberi kesan seseorang yang hampir dewasa. Ia akan memusatkan dirinya
pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang dewasa, misalnyadalam
berpakaian dan bertindak.
2.7. Perilaku
2.7.1. Pengertian Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (mahluk
hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua mahluk
hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku
karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud
perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu
sendiri yang mempunyai kegiatan yang sangat luas sepanjang kegiatan yang
dilakukannya, yaitu antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,
kuliah, menulis, membaca, dan seterusnya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa
perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus, organisme, dan respon
Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu :
a. Perilaku Tertutup (Covert Behaviour)
Perilaku tertutup terjadi bila respons stimulus tersebut masih belum dapatdiamati
orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatasdalam bentuk
perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadapstimulus bersangkutan.
b. Perilaku Terbuka (Overt Behaviour)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah
berupatindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observeable
behaviour”.
2.7.2. Bentuk Perilaku
Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan, membedakan adanya tiga
ranah perilaku, yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor
(psychomotor). Dalam perkembangan selanjutnya berdasarkan pembagian domain
oleh Bloom ini, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangakan menjadi
tingkat ranah perilaku sebagai berikut :
a. Pengetahuan (knowledge)
b. Sikap (attitude)
c. Tindakan (practice)
A. Perilaku dalam bentuk Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan
terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indramanusia, yakni indra
manusia diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan atau cognitive merupakan
domain yang sangat penting dalam bentuk tindakan seseorang (overt behavior)
(Notoatmodjo, 1993). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas
atau tingkat yang berbeda-beda secara garis besarnya dibagi dalam enam tingkat
pengetahuan, yaitu :
1. Tahu (know )
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesutau
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek
yang dipelajari.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan
sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatau kemampuan seseorang untuk menjabarkan suatu materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan pada kemampuan seseorang untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah sua