• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Tayangan Iklan Fast Food (Makanan Siap Saji) Di Televisi Dan Kebiasaan Makan Fast Food (Makanan Siap Saji) Dan Kejadian Obesitas Pada Pelajar Di Sma Swasta Cahaya Medan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Tayangan Iklan Fast Food (Makanan Siap Saji) Di Televisi Dan Kebiasaan Makan Fast Food (Makanan Siap Saji) Dan Kejadian Obesitas Pada Pelajar Di Sma Swasta Cahaya Medan Tahun 2013"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN TAYANGAN IKLAN FAST FOOD (MAKANAN SIAP SAJI) DI TELEVISI DAN KEBIASAAN MAKAN FAST FOOD

(MAKANAN SIAP SAJI) DAN KEJADIAN OBESITAS PADA PELAJAR DI SMA SWASTA CAHAYA

MEDAN TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH :

RINA NATALINA GEA 111021076

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

SKRIPSI

GAMBARAN TAYANGAN IKLAN FAST FOOD (MAKANAN SIAP SAJI) DI TELEVISI DAN KEBIASAAN MAKAN FAST FOOD

(MAKANAN SIAP SAJI) DAN KEJADIAN OBESITAS PADA PELAJAR DI SMA SWASTA CAHAYA

MEDAN TAHUN 2013

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

RINA NATALINA GEA 111021076

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Tayangan Iklan fast food (makanan siap saji) adalah pesan yang menawarkan beberapa produk iklan makanan fast food (makanan siap saji)seperti hamburger, pizza, fried chicken dan beberapa jenis makanan fast food (makanan siap saji) yang ditayangkan di televisi. Hal ini cenderung akan mengakibatkan seseorang ingin mengkonsumsi fast food (makanan siap saji) dan akan menyebabkan terjadinya kenaikan berat badan dan berlanjut menjadi obesitas.

Tujuan penelitian untuk menganalisa gambaran tayangan iklan fast food (makanan siap saji) di televisi dan kebiasaan makan fast food (makanan siap saji) dan kejadian obesitas pada pelajar di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013.

Jenis penelitian ini bersifat analitik terhadap sampael 92 responden yang dipilih dengan metode proportionate stratified random sampling dengan menggunakan desain cross sectional. Data dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan observasi langsung.

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa frekuensi menonton iklan fast food responden umumnya berada pada kategori sering yaitu 34 orang (37,0 %) dan selebihnya berada pada kategori jarang yaitu 58 orang (63,0 %). Pengetahuan responden dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan baik ada sebanyak 44 responden (47,8 %) dan kategori sedang ada 33 responden (35,9 %). Sikap responden dengan kategori baik sebanyak 41 responden (44,6 %) dan kategori sedang sebanyak 31 responden (33,7 %). Tindakan responden dengan kategori baik sebanyak 42 responden (45,7 %) dan kategori kurang sebanyak 23 responden (25,0 %). Kebiasaan responden makan fast food (makanan siap saji) dengan kategori baik sebanyak 49 responden (53,3 %) dan kategori kurang sebanyak 10 responden (10,8 %), kemudian penelitian menunjukan bahwa adanya hubungan antara umur,jenis kelamin, uang saku 1 bulan, iklan fast food pengetahuan, sikap, tindakan dan kebiasaan makan fast food dengan obesitas dengan nilai p = 0,0001 (p < 0,05).

Bagi pelajar disarankan agar mengurangi frekuensi konsumsi per bulan terhadap makan fast food (makanan siap saji) dengan mengkonsumsi makanan yang lebih bergizi sesuai yang diperlukan oleh tubuh.

(5)

ABSTRACT

Fast food TV commercials offer several kinds of fast food such as hamburger, pizza, fried chicken, and many more. It reacts to people’s tendency to consume fast food. It leads to the cause of overweight and the obesity.

The purpose of the research is to analyze the relationship between fast food TV commercials and obesity on the students of SMA Swasta Cahaya Medan year 2013. The type of the research is an analytic research on 92 respondens which are randomly taken by proportionate stratified random sampling metode and it uses cross sectional design. The data have been collected by doing interview using questioner and by doing direct observasion.

From the result of the research it can be concluded that the responden’s frequency of watching fast food TV commercials is categorized in often category by 34 respondens (37,0 %) and seldom category by 58 respondens (63,0 %). There are also 44 respondens (47,8 %) have good understanding and 33 respondens (35,9 %) don’t have good understanding. There are 41 respondens (44,6 %) have good attitude and 31 respondens (33,7 %) have neutral attitude. There are 42 respondens (45,7 %) have good action and 23 respondens (25,0 %) don’t have good action. The responden’s tendency to eat fast food in good category by 49 respondens (53,3 %) and 10 respondens (10,8 %) in not good category. The research shows that there is relationship of age, gender, mounthly allowance, understanding, attitude, action, and eating fast food tendency to the obesity by the value of P=0,0001 (P < 0,05)

It is suggested to the students to reduce their eating fast fodd frequency and eating more nutrious foods for a healthier body.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “ Gambaran Tayangan Iklan Fast Food (makanan siap saji) di Televisi dan Kebiasaan Makan Fast Food (makanan siap saji) dan Kejadian Obesitas Pada Pelajar Di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013”.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Ayah M.

Gea dan Ibu R. Sibarani yang tiada henti memberikan kasih sayang, selalu

mendo’akan penulis dan selalu memberikan bimbingan, arahan serta motivasi kepada

penulis dalam membuat skripsi ini.

Selanjutnya tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Drs. Tukiman, MKM, selaku Kepala Departemen Pendidikan Kesehatan dan

Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Gerry Silaban, Mkes., selaku dosen pembimbing Akademik yang telah

memberikan bimbingan, motivasi dan dukungannya kepada penulis.

4. Namora Lumongga Lubis, MSc,Phd, selaku Dosen Pembimbing Skripsi I

sekaligus Ketua Penguji yang telah memberikan bimbingan, arahan, ilmu,

(7)

5. dr. Taufik Ashar, MKM., selaku Dosen Pembimbing Skripsi II sekaligus

Dosen Penguji I yang telah memberikan bimbingan arahan, ilmu, motivasi,

serta dukungannya kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

6. Dr. Drs. R. Kintoko R, MKM, selaku Dosen Penguji II yang telah

memberikan saran dan masukan kepada penulis untuk kesempurnaan

penulisan skripsi ini.

7. Drs. Tukiman, MKM, selaku dosen penguji III yang telah memberikan saran

dan masukkan kepada penulis untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

8. Seluruh Dosen dan staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan ilmu selama penulis menjadi mahasiswa di

FKM USU.

9. Untuk Orang tua tercinta dan adik-adik yang tersayang Roni dan Viktor yang

selalu mendoakan, mendukung dan menyemangati penulis.

10.Untuk abang Andrew yang selalu mendoakan dan menyemangati penulis.

11.Untuk sahabat-sahabat terbaikku : Jojo, Ema, Mustika, Helen, Maya, Novita,

Eliana, Damelta, Nita, Ira, Rosanti, Aprida, yang selalu menyemangati,

menghibur dan mendoakan penulis.

12.Sahabat-sahabat seperjuangan di Fakultas Kesehatan Masyarakat maupun

Departemen Kesehatan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku yang sering

memberi dukungan, masukan dan diskusi dalam penyelesaian skripsi ini.

13.Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa

(8)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,

untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak

dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Semoga Tugas Sarjana ini memberi

manfaat bagi siapapun yang membacanya serta dapat menjadi referensi yang

bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Medan, Februari 2014

Penulis,

(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rina Natalina Gea

Tempat / Tgl Lahir : Tanjung Morawa, 24 Nopember 1990

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin

Jumlah Anggota Keluarga : 3 (tiga) orang

Alamat : Jalan. Dahlan No. 208H Tanjung Morawa 20362

Riwayat Pendidikan Formal :

1. 1996-2002 : SDN Tanjung Morawa

2. 2002-2005 : SMP Tanjung Morawa

3. 2005-2008 : SMAN Tanjung Morawa

4. 2008-2011 : D-III AKBID IMELDA Medan

(10)

DAFTAR ISI      

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1 Tujuan Umum ... 8

1.3.2 Tujuan Khusus ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Iklan ... 10

2.1.1. Pengertian Iklan ... 10

2.1.2. Tujuan Iklan ... 10

2.1.3. Jenis-jenis Iklan ... 10

2.1.4 Iklan Televisi ... 11

2.1.5 Peranan Iklan Televisi ... 11

2.1.6. Keunggulan dan Kelemahan Iklan Televisi ... 12

2.1.7 Iklan Makanan Siap Saji (fast food) ... 14

2.2. Makanan Siap Saji (fast food) ... 17

2.2.1. Jenis Makanan Siap Saji (fast food) ... 17

2.2.2. Bahaya Makanan Siap Saji (fast food) ... 19

2.2.3 Dampak Makanan Siap Saji (fast food) ... 20

2.3. Obesitas ... 22

2.3.1.Pengertian Obesitas ... 23

2.3.2.Cara Penetuan Obesitas ... 23

2.4. Faktor-faktor Penyebab Obesitas ... 25

2.4.1 Konsumsi Energi ... 25

2.4.2 Aktivitas Fisik ... 25

2.4.3 Hereditas ... 26

2.4.4 Gangguan Psikologis ... 26

2.4.5. Perilaku Makan yang Salah ... 27

2.5 Resiko Obesitas Pada Anak ... 29

2.6. Remaja ... 30

2.6.1. Karakteristik Masa Remaja ... 32

2.7. Perilaku ... 33

2.7.1. Pengertian Perilaku ... 33

(11)

2.7.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku ... 41

2.8. Teori Belajar Sosial ... 43

2.9. Kerangka konsep ... 48

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 . Jenis Penelitian ... 49

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 49

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 49

3.2.2 Waktu Penelitian ... 50

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 50

3.3.1. Populasi Penelitian ... 50

3.3.2. Sampel Penelitian ... 50

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 52

3.5. Definisi Operasional... 52

3.6. Instrumen dan Aspek pengukuran ... 55

3.6.1 Instrumen ... 55

3.6.2 Aspek Pengukuran ... 55

3.7. Analisis Data ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 60

4.2. Karakteristik Responden Siswa SMA Cahaya ... 60

4.2.1. Umur ... 61

4.2.2. Jenis Kelamin ... 61

4.2.3.Uang Saku 1 Bulan. ... 62

4.3. Tayangan Iklan fast food ... 62

4.4. Gambaran Perilaku (Pengetahuan,Sikap dan Tindakan) Responden 64 4.4.1.Pengetahuan ... 64

4.4.2. Sikap ... 66

4.4.3. Tindakan ... 68

4.5. Kebiasaan Makan fast food ... 71

4.6. Kejadian Obesitas ... 74

4.7. Analisa Bivariat ... 75

4.7.1. Hubungan Umur Responden Dengan Kejadian Obesitas ... 75

4.7.2. Hubungan Jenis Kelamin Responden Dengan Kejadian Obesitas ... 76

4.7.3. Hubungan Uang Saku Responden Dengan Kejadian ... Obesitas ... 77

4.7.4. Hubungan Iklan Fast Food Dengan Kejadian Obesitas ... 78

4.7.5. Hubungan Pengetahuan Responden Dengan Kejadian Obesitas ... 79

4.7.6. Hubungan Sikap Responden Dengan Kejadian Obesitas.... 80

(12)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Responden ... 83

5.2. Tayangan iklan fast food (makanan siap saji) ... 84

5.3. Pengetahuan Responden ... 84

5.4. Sikap Responden ... 85

5.5. Tindakan Responden ... 86

5.6. Kebiasaan Makan Fast Food Responden ... 87

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 89

6.2. Saran ... 90

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Responden Siswa SMA Cahaya Berdasarkan Umur

di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 60 Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di

SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 61

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Uang Saku di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 62

Tabel 4.4 Distribusi tayangan iklan fast food (makanan siap saji) di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 62

Tabel 4.5 Distribusi kategori frekuensi menonton responden di SMA Swasta

Cahaya Medan Tahun 2013…………...…... 64

Tabel 4.6 Distribusi pengetahuan responden mengenai fast food (makanan siap saji) di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 65

Tabel 4.7 Distribusi kategori pengetahuan responden di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 66

Tabel 4.8 Distribusi sikap responden mengenai fast food (makanan siap saji) di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 67

Tabel 4.9 Distribusi Kategori sikap responden di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 68

Tabel 4.10 Distribusi tindakan responden mengenai fast food (makanan siap

saji) di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 69

Tabel 4.11 Distribusi kategori tindakan responden di SMA Swasta

Cahaya Medan Tahun 2013 ... 71

Tabel 4.12 Distribusi Kebiasaan responden makan fast food (makanan siap

saji) di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 72

Tabel 4.13 Distribusi kategori kebiasaan responden makan fast food (makanan siap saji) di SMA Swasta Cahaya Tahun2013 ... 74

Tabel 4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) di

(14)

Tabel 4.15 Distribusi Siswa Berdasarkan Umur Responden yang Obesitas di

SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 75

Tabel 4.16 Distribusi Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin Responden yang

Obesitas di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 76

Tabel 4.17 Distribusi Siswa Berdasarkan Uang Saku Responden yang Obesitas di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 77

Tabel 4.18 Distribusi Siswa Berdasarkan iklan fast food (makanan siap saji) yang Obesitas di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013... 78

Tabel 4.19 Distribusi Siswa Berdasarkan Pengetahuan Responden yang Obesitas di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 79

Tabel 4.20 Distribusi Siswa Berdasarkan Sikap Responden yang Obesitas di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 80

(15)

DAFTAR GAMBAR

Skema Teori Bandura ... 45 Kerangka konsep ... 46

(16)

ABSTRAK

Tayangan Iklan fast food (makanan siap saji) adalah pesan yang menawarkan beberapa produk iklan makanan fast food (makanan siap saji)seperti hamburger, pizza, fried chicken dan beberapa jenis makanan fast food (makanan siap saji) yang ditayangkan di televisi. Hal ini cenderung akan mengakibatkan seseorang ingin mengkonsumsi fast food (makanan siap saji) dan akan menyebabkan terjadinya kenaikan berat badan dan berlanjut menjadi obesitas.

Tujuan penelitian untuk menganalisa gambaran tayangan iklan fast food (makanan siap saji) di televisi dan kebiasaan makan fast food (makanan siap saji) dan kejadian obesitas pada pelajar di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013.

Jenis penelitian ini bersifat analitik terhadap sampael 92 responden yang dipilih dengan metode proportionate stratified random sampling dengan menggunakan desain cross sectional. Data dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan observasi langsung.

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa frekuensi menonton iklan fast food responden umumnya berada pada kategori sering yaitu 34 orang (37,0 %) dan selebihnya berada pada kategori jarang yaitu 58 orang (63,0 %). Pengetahuan responden dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan baik ada sebanyak 44 responden (47,8 %) dan kategori sedang ada 33 responden (35,9 %). Sikap responden dengan kategori baik sebanyak 41 responden (44,6 %) dan kategori sedang sebanyak 31 responden (33,7 %). Tindakan responden dengan kategori baik sebanyak 42 responden (45,7 %) dan kategori kurang sebanyak 23 responden (25,0 %). Kebiasaan responden makan fast food (makanan siap saji) dengan kategori baik sebanyak 49 responden (53,3 %) dan kategori kurang sebanyak 10 responden (10,8 %), kemudian penelitian menunjukan bahwa adanya hubungan antara umur,jenis kelamin, uang saku 1 bulan, iklan fast food pengetahuan, sikap, tindakan dan kebiasaan makan fast food dengan obesitas dengan nilai p = 0,0001 (p < 0,05).

Bagi pelajar disarankan agar mengurangi frekuensi konsumsi per bulan terhadap makan fast food (makanan siap saji) dengan mengkonsumsi makanan yang lebih bergizi sesuai yang diperlukan oleh tubuh.

(17)

ABSTRACT

Fast food TV commercials offer several kinds of fast food such as hamburger, pizza, fried chicken, and many more. It reacts to people’s tendency to consume fast food. It leads to the cause of overweight and the obesity.

The purpose of the research is to analyze the relationship between fast food TV commercials and obesity on the students of SMA Swasta Cahaya Medan year 2013. The type of the research is an analytic research on 92 respondens which are randomly taken by proportionate stratified random sampling metode and it uses cross sectional design. The data have been collected by doing interview using questioner and by doing direct observasion.

From the result of the research it can be concluded that the responden’s frequency of watching fast food TV commercials is categorized in often category by 34 respondens (37,0 %) and seldom category by 58 respondens (63,0 %). There are also 44 respondens (47,8 %) have good understanding and 33 respondens (35,9 %) don’t have good understanding. There are 41 respondens (44,6 %) have good attitude and 31 respondens (33,7 %) have neutral attitude. There are 42 respondens (45,7 %) have good action and 23 respondens (25,0 %) don’t have good action. The responden’s tendency to eat fast food in good category by 49 respondens (53,3 %) and 10 respondens (10,8 %) in not good category. The research shows that there is relationship of age, gender, mounthly allowance, understanding, attitude, action, and eating fast food tendency to the obesity by the value of P=0,0001 (P < 0,05)

It is suggested to the students to reduce their eating fast fodd frequency and eating more nutrious foods for a healthier body.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Televisi merupakan salah satu media elektronik yang dapat

menjangkauseluruh lapisan masyarakat dari perkotaan sampai dengan pedesaan.

Keberadaan televisi sudah menjadi sangat populer di masyarakat, dan sudah tidak

dapat dipisahkan lagi dari teknologi dan informasi. Kata - kata “pemirsa, jangan

kemana -mana, kami akan kembali setelah pesan -pesan berikut” sudah menjadi kata

yangsangat melekat dalam kehidupan kita sehari - hari. Baik secara disengaja maupun

tidak, masyarakat setiap saat disuguhi iklan - iklan dari suatu produk tertentu,

sehingga iklan telah menjadi bagian dalam kehidupan sehari – hari (Umi, 2010).

Iklan yang akan disampaikan sebaiknya diramu sedemikian rupa sehingga

pesan yang terkandung didalamnya mudah dicerna dan dimengerti oleh konsumen,

serta mengandung informasi yang benar. Seandainya pesan suatu iklan dapat dengan

mudah terpatri dalam benak konsumen, dan konsumen mengartikannya dengan sudut

pandang yang benar, maka hal itu merupakan suatu hasil maksimal yang diperoleh

suatu iklan (Umi, 2010). .

Media televisi merupakan media yang menyedot belanja iklan terbesar

dibandingkan media cetak, radio ataupun media luar griya. Nielsen Media Research

(NMR) menyebutkan, sekitar 7.052 spot iklan per hari atau sekitar 250 ribu iklan

setiap bulannya hilir mudik di televisi. Setidaknya, tiap hari muncul 216 merek di

(19)

atau sekitar Rp 16 trilyun dari total Rp 23 trilyun. Berdasarkan pantauan Advertising

Information Servicer Nielsen Media Research, belanja iklan pada semester pertama

2006 mencapai Rp 13,636 triliun. Jika dibandingkan dengan semester yang sama

tahun 2005 yang mencapai Rp 11,826 triliun, belanja iklan di semester pertama tahun

2006 ini naik 15 persen. Angka-angka tersebut berdasarkan pantauan Nielsen Media

Research pada 97 koran, 182 majalah dan 18 stasiun televisi. Untuk pembagian kue

iklan, televisi masih mendominasi. Pada semester pertama tahun 2010 ini, televisi

mampu meraih 68 persen atau senilai Rp 9 triliun. Dibanding dengan semester yang

sama tahun sebelumnya, nilainya naik 12 persen (Umi, 2010).

Sebagian besar iklan yang ditayangkan dalam program acara anak, adalah

produk makanan untuk anak- anak. Menurut staf Yayasan Lembaga Konsumen

Indonesia (YLKI) Sularsi, berdasarkan hasil penelitian, durasi iklannya hampir 60%

dari program acara anak- anak itu sendiri. Tidaklah heran kalau anak - anak sangat

mudah mengingat nama - nama jenis makanan yang sering diiklankan. Banjirnya

tayangan iklan produk makanan telah membuat nama-nama merek makanan

ituterpatri di kepala mereka. Jadi, kata Sularsi, jangan heran kalau mulut anak fasih

mengucapkan jenis makanan, misalnya hamburger, chicken nugget, sosis dan

lain-lain dengan merek- merek tertentu. Padahal, dengan nama- nama yang terpatri di

kepalanya itu dapat membuat anak melupakan makanan pokoknya. Karena anak-

anak lebih suka meng konsumsi makanan yang telah dikenalnya dari iklan televisi

(Agung, L. 2004).

Hampir sebagian besar anak Indonesia dan barangkali di seluruh dunia

(20)

antara 3 – 3,5 jam per hari untuk menonton tayangan televisi termasuk satu jam

tayangan iklan. Waktu anak hanya dihabiskan untuk dua hal: sekolah (dan bermain)

plus menonton televisi. Televisi bisa dijejali iklan, yang dilakukan hampir semua

merek. Kebanyakan anak menonton seluruh program mulai dari film kartun, kuis

anak, pentas musik anak, sinetron, berita hingga iklan. Bisa dipastikan bahwa porsi

terbesar yang ditonton adalah iklan, karena seluruh program baik program anak

maupun dewasa diselingi dengan iklan (Afika, J. 2002).

Tingginya frekuensi terpaan iklan, menjadikan televisi sebagai medium yang

menanamkan mentalitas konsumtif pada anak-anak sejak usia sangat dini. Produk

seperti makanan cepat saji atau camilan sejenis snack , biskuit, susu, mainan,

peralatan sekolah, segera menjadi seolah - olah kebutuhan pokok mereka. Biasanya,

anak lebih kerap jadi “korban” iklan produk makanan. Padahal 90% produk makanan

yang diiklankan itu tidak bergizi (Agung, L. 2004).

Anak mengidentifikasi kebutuhan mereka seperti yang ditawarkan iklan.

Lebih jauh lagi, iklan juga mengajarkan anak meminta kepada orang tua untuk

membelikan produk yang di iklankan. Kebiasaan ini sekaligus

mempersiapkanorientasi konsumsi mereka saat dewasa dan sudah ber penghasilan

nanti, yakni menempatkan iklan sebagai referensi utama dan alamiah dalam

memenuhi berbagai kebutuhan sehari-hari, hingga pemenuhan simbol status dan gaya

hidup. Kebiasaan remaja dan anak yang getol menyantap makanan jajanan akibat

gencarnya iklan dan ajakan teman, dapat berpengaruh terhadap status gizi. Pasalnya,

makanan jajanan ini cenderung rendah serat, rendah vitamin serta mineral, tetapi

(21)

Kesukaan yang berlebihan terhadap makanan yang tertentu saja menyebabkan

kebutuhan gizi tidak terpenuhi keadaan ini berkaitan dengan “mode” yang tengah

marak di kalangan remaja seperti kebiasaan makan fast food atau makanan siap saji.

Usia remaja merupakan usia yang sangat mudah terpengaruh oleh siapa saja teman

pergaulan dan media masa terutama iklan yang menarik perhatian remaja tentang

makanan yang baru dan harga yang terjangkau (Elnovriza, 2008).

Pengaruh iklan pada remaja sangatlah kuat. Pada tahun 2004, hasil survei

Consumer International menunjukkan sebagian besar remaja menyukai iklan dan

mempercayai informasi yang dimuat di dalamnya. Sekarang ini, iklan-iklan fast food

semakin banyak di media. Hasil Survei Internasional menyatakan bahwa 67% siaran

iklan di televisi 11 negara didominasi oleh jenis iklan fast food atau dua per tiga dari

total tayangan iklan makanan di televisi adalah iklan fast food.

Umumnya remaja rata-rata mengunjungi restoran cepat saji dua kali

seminggu. Penelitian yang dilakukan oleh Ratna tahun 2008 didapatkan hasil

frekuensi konsumsi fast food pada remaja SMA Depok lebih dari dua kali per

minggu sebanyak 36,1 % dan penelitian yang dilakukan Mardatillah (2008)

menunjukkan hasil frekuensi konsumsi fast food lebih dari dua kali dalam

seminggu sebanyak 36,8%. Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian oleh Risa

dkk tahun 2009 pada remaja SMA Palembang frekuensi konsumsi fastfood yang

lebih dari tiga kali per minggu sebanyak sebanyak 52,2%.

Pola makan remaja akan menentukan jumlah zat-zat gizi yang diperoleh untuk

pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu remaja umumnya melakukan aktivitas

(22)

banyak (Mitayani, 2010). Kesalahan dalam memilih makanan dan kurang cukupnya

pengetahuan tentang gizi akan mengakibatkan timbulnya masalah gizi yang akhirnya

memengaruhi status gizi. Status gizi yang baik hanya dapat tercapai dengan pola

makan yang baik, yaitu pola makan yang didasarkan atas prinsip menu seimbang,

alami dan sehat (Sediaoetama dalam Kristianti, 2009).

Adanya kecenderungan perubahan pola makan pada remaja yang terjadi

dewasa ini, tidak lepas dari pengaruh peningkatan sosial ekonomi dan banyaknya

restoran. Restoran-restoran ini menjual berbagai makanan produk olahan dan dikenal

sebagai makanan modern (fast food) ala Barat. Umumnya restoran ini menyediakan

makanan-makanan impor seperti fried chicken, hamburger, pizza, spaghetti, dan

sejenisnya dari berbagai merek dagang. Penelitian mengenai fast food yang dilakukan

oleh Mudjianto dalam Heryanti (2009) seperti fried chicken dan french fries, sudah

menjadi jenis makanan yang biasa dikonsumsi pada waktu makan siang atau makan

malam remaja di enam kota besar di Indonesia seperti di Jakarta, Bandung,

Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Denpasar. Menurut penelitian tersebut 15-20%

dari 471 remaja di Jakarta mengonsumsi fried chicken dan burger sebagai makan

siang dan 1-6% mengonsumsi hotdog, pizza dan spaghetti. Bila makanan tersebut

dikonsumsi secara terus-menerus dan berlebihan dapat mengakibatkan gizi lebih

(obesitas).

Komposisi gizi pizza (100 g) kalori(483 KKal), lemak(48 g), kolesterol (52

g), karbohidrat(3 g), gula(3 g), Protein (3 g), komposisi gizi hamburger (100 g) kalori

(267 KKal), Lemak (10 g), kolesterol (29 mg), protein (11 g), karbohidrat (33 g),

(23)

lemak(16,8 g), protein (34,2 g), karbohidrat (0,1 g), komposisi gizi spaghetti (100 g)

kalori (371 KKal), lemak (1,51 g), protein (13,04 g), karbohidrat (74,67 g), komposisi

hot dog (100 g) kalori (242 KKal), lemak (14,54 g), protein (10,39 g), karbohidrat

(18,03 g) (Muliany, 2005)

Pola makan yang tinggi kalori dan aktifitas fisik yang kurang berperan

penting terhadap terjadinya peningkatan prevalensi obesitas. Hasil Riskesdas tahun

2010 juga menunjukkan prevalensi obesitas menurut IMT/U dengan katagori umur

13-15 tahun di Indonesia sebesar 2,5% dan khusus di Kalimantan Barat sebesar 1,5%,

katagori umur 16-18 tahun prevalensi obesitas di Indonesia sebesar 1,4% dan khusus

di Kalimantan Barat sebesar 0,7%. Dilihat dari hasil Riskesdas (2010) prevalensi

obesitas di Kalimantan Barat menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan

rata-rata prevalensi obesitas di Indonesia. Prevalensi berat badan lebih di Pontianak

sebanyak 8,6% dan persen obesitas sebanyak 9,5% (Dinkes Pontianak, 2011).

Kecenderungan dalam mengkonsumsi fast food terlalu sering dapat

menimbulkan ketidakseimbangan gizi menyebabkan gizi lebih (obesitas). Penelitian

Martha (2009) yang dilakukan pada sebuah SMA di Medan sebanyak 40,33%

responden mengalami obesitas dan 9,24% mengalami overweight. Hal ini

disebabkan oleh pola makan berlebih, yaitu jumlah siswi yang mengonsumsi fast

food 2-3 kali seminggu yaitu sebanyak 43,69%. Penelitian Shinta (2011) di

pontianak, responden dengan kategori status gizi lebih yaitu sebanyak 46,7%

mempunyai frekuensi konsumsi fast food 1-2 kali dalam seminggu.

Hasil observasi dan wawancara, didapatkan hasil bahwa SMA Swasta Cahaya

(24)

sangat strategis dimana dekat dengan pusat perbelanjaan beberapa mall yang di

dalamnya terdapat restoran-restoran fast food. Penelitian Rina (2013) di SMA

Swasta Cahaya Medan ditemukan 11 % murid SMA yang mengalami kelebihan

berat badan. Dari data-data di latar belakang tersebut, peneliti tertarik membuat

judul penelitian gambaran tayangan iklan fast food (makanan siap saji) di televisi dan

kebiasaan makan fast food (makanan siap saji) dengan kejadian obesitas pada Pelajar

SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan bahwa permasalahan

penelitian adalah gambaran tayangan iklan fast food (makanan siap saji) di televisi

dan kebiasaan makan fast food (makanan siap saji) dengan kejadian obesitas pada

pelajar Sma Swasta Cahaya Medan Tahun 2013.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Berdasarkan masalah penelitian yang telah dirumuskan, penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran tayangan iklan fast food (makanan siap

saji) di televisi dan kebiasaan makan fast food (makanan siap saji) dan kejadian

obesitas pada pelajar SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui mengetahui karakteristik (umur, jenis kelamin, uang saku 1

bulan ) pada pelajar di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun 2013.

2. Untuk mengetahui perilaku (pengetahuan, sikap, dan tindakan) pada pelajar di

(25)

3. Untuk mengetahui Kejadian obesitas pada pelajar di SMA Swasta Cahaya Medan

Tahun 2013.

4. Untuk mengetahui hubungan umur, jenis kelamin, iklan fast food (makanan siap

saji), pengetahuan, sikap, tindakan kebiasaan makan fast food (makanan siap

saji) dengan kejadian obesitas pada pelajar di SMA Swasta Cahaya Medan Tahun

2013.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak yaitu

:

1. Sebagai bahan masukan bagi pengelola televisi dalam mengelola periklanan agar

lebih selektif dan mengarah kepada peningkatan pengetahuan yang lebih baik.

2. Sebagai bahan informasi bagi pihak sekolah tentang tayangan iklan fast food

(makanan siap saji) di televisi dan kebiasaan makan fast food (makanan siap saji)

bagi kesehatan.

3. Sebagai bahan informasi bagi pelajar mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan

pelajar tentang bahaya kebiasaan makan fast food (makanan siap saji) bagi

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Iklan

2.1.1. Pengertian Iklan

Iklan adalah suatu bentuk pertanyaan yang memuat pesan mengenai gagasan produk

atau jasa yang ditawarkan oleh perorangan atau perusahaan dan lembaga baik

pemerintah maupun swasta yang memakai medis pers tercetak (surat kabar dan

majalah), radio dan televisi (Berg Sayogyo,1989).

2.1.2. Tujuan Iklan

Pada dasarnya tujuan periklanan adalah mengubah atau memperngaruhi sikap

khalayak, dalam hal ini tentunya adalah sikap-sikap konsumen. Tujuan periklanan

komersial adalah membujuk khalayak untuk membeli produk (Jefkins, 1996).

Menurut Notoatmodjo (1996), tujuan komunikasi di media massa (iklan) yang

hendak dicapai adalah (1) mengubah pengetahuan, (2) pengertian pendapat dan

konsep-konsep sasaran dan (3) mengubah sikap dan persepsi sasaran serta

menanamkan tingkah laku/kebiasaan yang baru.

2.1.3 Jenis-Jenis Iklan

Menurut Kuswandi (1996), jenis iklan di media massa digolongkan dalam dua

bagian yaitu iklan komersil dan iklan layanan masyarakat.

a. Iklan Komersil adalah bentuk promosi suatu barang produksi atau jasa melalui

media massa dalam bentuk tayangan gambar maupun bahasa yang diolah

melalui film atau berita. Contoh dari jenis iklan adalah iklan makanan atau

(27)

b. Iklan layanan masyarakat adalah bentuk tayangan gambar baik drama, film,

musik, maupun bahasa yang mengarahkan pemirsa atau khalayak sasaran agar

berbuat atau bertindak seperti yang dianjurkan iklan tersebut.

2.1.4. Iklan Televisi

Kehadiran iklan dalam paket acara televisi bukanlah hal yang baru. Menurut

Kuswandi (1996), ada dua kepentingan mengapa iklan masuk dalam acara televisi

yakni : kehadiran iklan televisi turut mendukung atau membantu pemasukan dana

bagi kelancaran serta kelangsungan materi acara, baik dari segi kualitas maupun

dari segi kuantitasnya dan media televisi merupakan alat informasi tentang suatu

barang produksi untuk diketahui oleh pemirsa atau masyarakat.

2.1.5. Peranan Iklan Televisi

Berdasarkan pendapat Kuswandi (1996), secara terperinci peran/tujuan

periklanan di televisi adalah sebagai berikut :

1. Menimbulkan minat sasaran.

2. Mencapai sasaran yang lebih banyak.

3. Membantu mengatasi hambatan bahasa.

4. Merangsang sasaran untuk mau melaksanakan/membeli barang (produk) yang

diiklankan.

5. Mendorong keinginan sasaran untuk mengerti dan memakai alat yang

diiklankan.

6. Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh didalam menerima sesuatu

(28)

mengatasinya televisi akan membantu untuk mengingatkan kembali si

sasaran.

7. Untuk menarik perhatian, membujuk, ,merayu sasaran secara berulang-ulang

supaya melakukan sesuai dengan yang diinginkan oleh produsen.

8. Untuk mempercepat dan memperbanyak hasil penjualan yang diproduksi.

9. Memberi alternatif bagi pemirsa untuk mengetahui dan mengenal barang

produksi yang ada di pasaran.

2.1.6. Keunggulan dan Kelemahan Iklan Televisi

Menurut Jefkins (1996), keunggulan iklan televisi sebagai berikut :

a. Kesan realistik

Karena sifatnya yang visual dan merupakan kombinasi warna-warna suara dan

gerakan, maka iklan-iklan televisi tampak begitu hidup dan nyata. Dengan

kelebihan ini, para pengiklan dapat menunjukan dan memamerkan kelebihan

dan keunggulan produknya secara detail.

b. Masyarakat lebih tanggap

Karena iklan televisi disiarkan di rumah-rumah dalam suasana yang serba

santai atau reaktif, maka masyarakat lebih siap memberikan perhatian

(dibanding dengan iklan poster yang dipasang di tengah jalan, masyarakat

yang sibuk memikirkan sesuatu, menuju suatu tempat atau tengah bergegas ke

kantor tentunya tidak sempat memperhatikannya. Perhatian terhadap iklan

televisi akan semakin besar, jika materinya dibuat dengan standar teknis yang

tinggi dan atau menggunakan tokoh-tokoh ternama (seperti actor/aktris)

(29)

c. Repetisi/pengulangan

Iklan televisi bisa ditayangkan hingga beberapa kali dalam sehari sampai

dipandang cukup bermanfaat yang memungkinkan sejumlah masyrakat untuk

menyaksikannya, dan dalam frekuensi yang cukup sehingga pengaruh iklan

itu bangkit.

d. Adanya pemilihan acara siaran (zooming) dan jaringan kerja (net working)

yang mengefektifan penjangkauan masyarakat. Seseorang pengiklan dapat

menggunakan satu atau kombinasi banyak stasiun televisi sekaligus untuk

memuat iklannya, bahkan pengiklan bisa saja membuat jaringan kerja dengan

semua stasiun televisi swasta, sehingga iklannya akan ditayangkan oleh semua

stasiun televisi secara serentak.

e. Terkait erat dengan media lain, seperti surat kabar, majalah dan lain-lain.

2. Kelemahan Iklan Televisi

Selain keunggulan, iklan televisi juga mempunyai berbagai kelemahan dan

keterbatasan. Menurut Jefkins (1996). Kelemahan-kelemahan iklan televisi sebagai

berikut :

Televisi cenderung menjangkau pemirsa secara massal, sehingga pemilihan sering

sulit dilakukan. Pihak pengiklan akan dapat lebih selektif dalam mebidik pangsa

(30)

a. Jika yang diperlukan calon pembeli dalah data-data yang lengkap mengenai

suatu produk atau perusahaan pembuatannya, maka televisi tidak akan bisa

memberikannya.

b. Hal-hal kecil lainnya bisa dan biasa dikerjakan banyak orang sambil

menonton televisi, sama seperti ketika mereka mendengarkan siaran radio.

Akibatnya kosentrasi pemirsa sering terpecah. Kemungkinan zipping yaitu

tombol pemercepat pada remote control menambah peluang terpecahnya

kosentrasi pemirsa iklan.

c. Karena pembuat iklan televisi butuh waktu yang cukup lama, maka tidak

cocok untuk iklan-iklan khusus atau yang bersifat darurat yang harus sesegera

mungkin disiarkan.

d. Di negara-negara yang memilki cukup banyak stasiun televisi, atau yang

jumlah total pemirsa cukup sedikit, biaya siaran mungkin cukup rendah

sehingga memungkinkan ditayangkan iklan yang panjang atau

berulang-ulang. Iklan seperti ini justru mudah membosankan pemirsa.

e. Kesalahan serius yang dibuat oleh produsen iklan televisi, menurut Virginia

Matthews yang menulis tentang masalah ini di marketing week, adalah

menggunakan penyaji atau model yang sama sebagaimana para pengiklan

yang lain. Selain membosankan hal ini juga akan membinggungkan

(pemakaian orang/aktor secara berlebihan).

2.1.7. Iklan Fast Food (makanan siap saji)

Disamping televisi merupakan alat komunikasi pandang-dengar dengan satu

(31)

memasuki kehidupan keluarga dan rumah tangga dengan leluasa, tentu saja ini

membawa pengaruh negatif bila masyrakat kurang selektif (filter) terhadap iklan di

televisi (Kuswandi, 1996).

Iklan fast food (makanan siap saji) ditelevisi baik secra langsung maupun tidak

langsung akan berpengaruh terhadap perilaku seseorang, apalagi orang tersebut

sering/hampir setiap hari menonton televisi, maka orang tersebut cenderung memilih

mengkonsumsi fast food (makanan siap saji) yang sering/pernah dilihatnya ditelevisi.

Hal ini sangat tergantung dari tingkat pendidikan seseorang, yang apabila pendidikan

rendah maka orang tersebut cenderung kurang selektif, langsung percaya akan apa

yang telah dilihat dan didengarnya (Notoatmodjo, 1996).

Kemajuan sosial ekonomi dan pertumbuhan informasi mengakibatkan

perubahan gaya hdup dan pola konsumsi masyarakat. Peningkatan partisipasi tenaga

kerja wanita dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat menyebabkan

kebiasaan makan fast food (makanan siap saji) semakin berkembang dan populer.

Penelitian Becker (1965) dalam Hardiansyah (1996) menyatakan bahwa rumah

tangga dengan ibu bekerja lebih terdorong untuk mengkonsumsi makanan fast food

(makanan siap saji) dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja diluar rumah.

Makanan-makanan yang sifatnya mudah dan nyaman dikonsumsi (convinence food),

seperti fast food (makanan siap saji) lebih sering dikonsumsi.

Didaerah perkotaan, dimana masyarakatnya sudah relatif modern, hampir

semua orang menghabiskan waktunya dari pagi hingga petang ditempat mereka

(32)

menimbulkan kebiasaan di luar rumah seperti fast food (makanan siap saji) (Suhardjo,

1989).

Didorong dengan peningkatan partisipasi tenaga kerja wanita dan kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat menyebabkan kebiasaan makan fast food

(makanan siap saji) semakin berkembang dan populer. Seorang Sosiolog Perkotaan

UI, Prof. Dr. Sardjono Djatimah (1997), mengungkapkan bahwa kecendrungan

masyarakat Indonesia yang seakan-akan membutuhkan fast food (makanan siap saji)

dikarenakan alam bawah sadar kita selalu menganggap bahwa apa yang berasal dari

barat itu selalu bagus. Gaya hidup barat menjadi pedoman, sehingga makan di

restoran fast food (makanan siap saji) dianggap sebagai bagian dari gaya hidup

modern. Proses sosialisasi yang gencar melalui iklan diberbagai media massa dan

elektronik turut ambil bagian yang besar dalam proses mempengaruhi, sehingga

seakan-akan kita membutuhkan fast food (makanan siap saji).

Fast food dapat diartikan sebagai makanan yang siap disajikan atau

dihidangkan dengan cepat, dengan sedikit atau tanpa ada rentang waktu menunggu

dari pemesanan ke penyajiannya (Ensminger, Konlade, & Robson, 1995). Jacobson

dan Fritscher (1989) mengungkapkan bahwa fast food (makanan siap saji) merupakan

suatu fenomena makanan dipertengahan abad 20-an, yang terbentuk di era baru

dimana para orang tua sibuk bekerja, rewel terhadap makanan, dan orang-orang yang

membutuhkan kepraktisan serta tidak suka memasak.

Kecendrungan kalangan remaja (khususnya ABG) dan anak-anak

mengkonsumsi fast food belakangan ini semakin meningkat seiring makin ramainya

(33)

kecendrungan bahwa konsumsi fast food (makanan siap saji) telah menjadi makanan

utama tanpa divariasikan dengan makanan lain, sehingga dikhawatirkan kebiasaan ini

bisa mengganggu kesehatan. Fast food (makanan siap saji) mengandung kalori,

lemak dan protein yang tinggi serta sedikit vitamin, mineral, mineral dan serat.

Sehingga tidak baik bila dikonsumsi secara berlebihan dan dapat menimbulkan

penyakit degeneratif.

2.2. Makanan Fast Food (makanan siap saji)

2.2.1. PengertianMakanan Fast Food (makanan siap saji)

Fast Food (makanan siap saji) adalah jenis makanan yang mudah disajikan,

praktis dan umumnya diproduksi oleh industri pengolahan pangan dengan teknologi

tinggi dan memberikan berbagai zat aditif untuk mengawetkan dan memberikan cita

rasa bagi produk tersebut (Anonim,2012).

Sedangkan menurut Khasanah (2012), fast food (makanan siap saji)

merupakan makanan yang umumnya mengandung lemak, protein dan garam yang

tinggi tetapi rendah serat.

2.2.2. Jenis Fast Food (makanan siap saji)

Berikut ini adalah makanan siap saji modern yang paling populer di seluruh

dunia yang berasal dari beberapa negara, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Hamburger

Hamburger (atau seringkali disebut dengan burger) adalah sejenis makanan

berupa roti berbentuk bundar yang diiris dua dan ditengahnya diisi dengan patty

(34)

dan bawang bombay. Hamburger berasal dari negara Jerman. Saus burger diberi

berbagai jenis saus sepertimayones, saus tomat dan sambal. Beberapa varian

burger juga dilengkapi dengan keju, asinan, serta bahan pelengkap lain seperti

sosis.

2. Pizza

Pizza adalah adonan roti yang umumnya berisi tomat, keju, saus dan bahan

lain sesuai selera. Pizza pertama kali populer di negara Italia.

3. French Fries (kentang goreng)

French fries adalah hidangan yang dibuat dari potongan-potongan kentang

yang digoreng dalam minyak goreng panas. French fries berasal dari negara

Belgia. Kentang goreng bisa dimakan begitu saja sebagai makanan ringan, atau

sebagai makanan pelengkap hidangan utama. Kentang goreng memiliki kandungan

glukosa dan lemak yang cukup tinggi.

4. Fried Chicken (ayam goreng)

Fried chicken atau ayam goreng pada umumnya jenis makanan siap saji yang

umum dijual di restoran fast food (makanan siap saji). Fried chicken umumnya

memiliki protein, kolesterol dan lemak.

5. Spaghetti

Spaghetti berasal dari Italia, namun sudah populer di Indonesia. Spaghetti

adalah mie Italia yang berbentuk panjang seperti lidi, yang umumnya di masak

(35)

6. Hot Dog

Hot dog merupakan makanan siap saji berupa sosis yang diselipkan dalam

roti. Mustard, saus tomat, bawang dan mayonaise dapat melengkapi isiannya.

Masih banyak yang termasuk jenis fast food (makanan siap saji) modern

diantaranya menurut Peter dalam Ade (2011), yaitu the torpedo roll, the pizza pie,

chili con carne, tortillas, club sandwich, sourthen fried chicken, bacon, lettuce and

tomato sanwiches, grilled cheese sandwich, dan open beef sandwich.

2.2.3. Bahaya Fast Food (makanan siap saji)

Fast food (makanan siap saji) menjadi salah satu pemicu munculnya berbagai

penyakit seperti: penyakit jantung, diabetes mellitus, hipertensi dan obesitas. Lemak

jenuh dan kolesterol yang terdapat dalam fast food (makanan siap saji) diketahui

memperbesar resiko seseorang untuk terkena penyakit tersebut (Khasanah, 2012).

World Health Organization (WHO) and Food Agricultural Organization (FAO)

menyatakan bahwa ancaman potensial dari residu bahan makanan terhadap kesehatan

manusia dibagi dalam 3 kategori yaitu :

1. Aspek Toksikologis

Berupa residu bahan makanan yang dapat bersifat racun terhadap organ organ

tubuh.

2. Aspek Mikrobiologis

Berupa mikroba dalam bahan makanan yang dapat mengganggu keseimbangan

mikroba dalam saluran pencernaan

3. Aspek Imunopatologis

(36)

Penggunaan zat aditif yang berlebihan dan dikonsumsi secara terus menerus

dapa menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. Zat aditif adalah bahan kimia

yangdicampurkan ke dalam makanan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas,

menambahkan rasa, dan memantapkan kesegaran produk makanan (Boenga, 2011).

Misalnya bahan penyedap rasa MSG (Monosodium glutamat) terdapat dalam

french fries jika dikonsumsi terlalu sering akan mengendap dalam tubuh dan memicu

resiko kanker (Anonim, 2012). Zat aditif yang lain yaitu berupa bahan pemanis yang

terdapat dalam fast food (makanan siap saji) yaitu sakarin yang terdapat dalam

bumbusalad dan bahan siklamat yang merupakan pemanis yang tidak mempunyai

nilai gizi (non-nutritive) untuk pengganti sukrosa.

2.2.4. Dampak Fast Food (makanan siap saji)

Secara lebih rinci dampak fast food (makanan siap saji) dapat meningkatkan

resiko beberapa penyakit (Anonim, 2012) diantaranya:

a. Fast food (makanan siap saji) memicu diabetes

Beberapa menu dalam restaurant fast food (makanan siap saji) juga

mengandung banyak gula. Gula, terutama gula buatan, tidak baik untuk kesehatan

karena dapat menyebabkan penyakit gula atau diabetes, kerusakan gigi, dan obesitas.

Minuman bersoda, cake, dan cookies mengandung banyak gula dan sangat sedikit

vitamin serta mineralnya. Minuman bersoda mengandung paling banyak gula,

sedangkan kebutuhan gula dalam tubuh tidak boleh lebih dari 4 gram atau satu

sendok teh sehari. Dengan hanya menikmati masakan fast food (makanan siap saji)

(37)

b. Fast food (makanan siap saji) memicu penyakit jantung

The American Heart Association menganjurkan agar mengonsumsi daging

tanpa lemak dan sayuran juga menghindari makanan berlemak jenuh tinggi dan trans

fat, sodium dan kolesterol seperti burger keju dan makanan yang digoreng. Menurut

The National Institutes of Health lemak jenuh dan kolesterol di makanan tersebut

dapat meningkatkan kolesterol dalam darah dan meningkatkan kemungkinan dengan

permasalahan pada jantung.

c. Fast food (makanan siap saji) memicu hipertensi

Sodium yang banyak terdapat dalam fast food (makanan siap saji) tidak boleh

terlalu banyak dalam tubuh. Untuk ukuran orang dewasa, sodium yang aman

jumlahnya tidak boleh lebih dari 3300 miligram, hal tersebut sama dengan 1 3/5

sendok teh. Sodium yang banyak terdapat di fast food (makanan siap saji), dapat

meningkatkan aliran dan tekanan darah sehingga dapat meningkatkan resiko terkena

penyakit tekanan darah tinggi.

d. Fast food (makanan siap saji) memicu obesitas

Selain karena faktor genetik, obesitas juga bisa dipicu dari pola makan yang

tidak sesuai dengan kesehatan. Pemilihan makanan karena pertimbangan selera dan

prestise dibandingkan dengan gizinya. Akibatnya, jenis makanan yang banyak dipilih

adalah fast food (makanan siap saji). Frekuensi yang rutin dalam mengonsumsi fast

food (makanan siap saji) akan memicu obesitas. Makanan siap saji lebih banyak

mengandung lemak, kalori, zat pengawet, dan gula dibandingkan serat dan vitamin

(38)

d. Fast food (makanan siap saji) memicu gagal ginjal

Kegemaran dan kebiasaan masyarakat mengkonsumsi fast food (makanan

siap saji) juga menyebabkan semakin tingginya asupan natrium dan garam karena

kadar garamnya mencapai dua kali lipat dari batas normal yang dianjurkan yaitu

sebesar < 2,4 gram. Garam tinggi berpengaruh pada orang dengan kondisi ginjal

terganggu, dapat menjadi penyebab gagal ginjal. Selain itu kadar protein yang tinggi

akan semakin merusak ginjal.

2.3 Obesitas

2.3.1 Pengertian Obesitas

Kegemukan dan obesitas merupakan dua hal yang berbeda. Namun, keduanya

sama-sama menunjukkan adanya penumpukan lemak yang berlebihan didalam tubuh,

yang ditandai dengan peningkatan nilai indeks massa diatas normal.Penderita obesitas

mengalami penumpukan lemak yang lebih banyak dibandingkan dengan penderita

kegemukan untuk jangka waktu yang lama, berisiko lebih tinggi untuk terkena

beberapa penyakit degeneratif (Asdie, 2005).

Kegemukan berhubungan dengan kelebihan berat badan dari pada berat badan

yang diinginkan. Obesitas berhubungan dengan kelebihan lemak tubuh. Obesitas

biasanya didefinisikan sebagai kelebihan berat lebih dari 20% berat badan ideal (BBI)

atau berat badan yang diinginkan.

Obesitas merupakan keadaan patologik dengan terdapatnya penimbunan

lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh. Dari sudut ilmu gizi,

defenisi obesitas yang baik adalah bila tercakup pengertian terjadinya penimbunan

(39)

Obesitas terjadi pada saat badan menjadi gemuk (obesitas) yang disebabkan

penumpukan adipose (adipocytes : jaringan lemak khusus yang disimpan tubuh)

secara berlebihan. Jadi obesitas adalah keadaan dimana seseorang memiliki berat

badan yang lebih dibandingkan berat badan yang idealnya yang disebabkan terjadinya

penumpukan lemak tubuhnya (Mutadin, 2002).

Kelebihan berat badan (overweight) merupakan suatu keadaan terjadinya

penimbunan lemak secara berlebih, yang menyebabkan kenaikan berat badan.

Seseorang dikatakan mengalami kegemukan (obesitas) jika terjadi kelebihan berat

badan sebesar 20% dari berat badan ideal (Wirakusumah, 2001).

2.3.2 Cara Penetuan Obesitas

Cara untuk menentukan seseorang menderita obesitas perlu dilakukan

penilaian status gizinya. Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh

keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi atau kondisi yang dapat

diukur. Penilaian status gizi apat dilakukan dengan dua cara yaitu cara langsung dan

tidak langsung. Penilaian status gizi secaralangsung dapat dibagi menjadi empat

penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisika, sedangkan secara tidak

langsung dibagi menjadi tiga cara yaitu survei konsumsi, statistik vital, dan faktor

ekologi (Supariasa, 2002).

Laporan FAO/WHO/UNU tahun 1985 menyatakan bahwa batasan berat

badan normal ditentukan berdasarkan nilai body mass indeks (BMI). Di Indonesia

istilah BMI diterjemahkan menjadi indeks massa tubuh (IMT). Khususnya yang

(40)

berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup

lebih panjang.

Dengan mengukur IMT akan diketahui apakah berat seseorang dinyatakan normal,

kurus atau gemuk dengan menggunakan rumus :

Batasan ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan WHO, yang

membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan, dan penggunaan IMT

hanya berlaku untuk orang dewasa berusia diatas 18 tahun. Tetapi timbullah masalah

yang diterapkan oleh WHO NCHS dengan keterbatasan tinggi badan yakni, laki-laki

maksimal 145 cm dan perempuan maksimal137 cm. Dengan keterbatasan satu hal di

atas, maka dibutuhkan batas ambang IMT yang dapat ditentukan berdasarkan baku

IMT meurut umur (CDC 2000) yang membedakan batas ambang untuk remaja

laki-laki dan perempuan (Anonim, 2000).

2.4 Faktor-faktor Penyebab Obesitas Pada Anak

Menurut Emma S. Wirakusumah (1994), faktor-faktor yang menyebabkan

terjadinya obesitas bersifat multifaktor yaitu:

2.4.1 Konsumsi Energi

Konsumsi makanan yang berlebihan, terutama yang mengandung

karbonhidrat dan lemak, akan menyebabkan jumlah energi yang masuk kedalam

tubuh tidak seimbang dan kebutuhan energi. Kelebihan energi ini di dalam tubuh IMT = Berat badan (kg)

(41)

akan disimpan dalam bentuk jaringan lemak, yang lama kelamaan akan

mengakibatkan obesitas.

2.4.2 Aktivitas Fisik

Pekerjaan yang dilakukan sehari-hari dapat mempengaruhi gaya hidup

seseorang. Gaya hidup yang kurang menggunakan aktivitas fisik akan berpengaruh

terhadap kondisi tubuh seseorang. Aktivitas fisik tersebut diperlukan untuk

membakar energi dari dalam tubuh. Apabila pemasukan energi berlebihan dan tidak

diimbangi dengan aktivitas fisik akan memudahkan seseorang menjdai gemuk.

Selain itu, tersedianya sarana dan fasilitas dalam kehidupan, membuat

aktifitas fisik semakin berkurang. Pola hidup menjadi lebih santai karena segalanya

sudah tersedia anak. Anak banyak menggunakan waktunya dirumah dengan

pembantu, kesempatan bermain kurang, juga menonton televisi yang diselingi

memakan makanan yang mengandung energi dan lemak tinggi mempermudah

terjadinya obesitas.

2.4.3 Hereditas (Faktor Keturunan)

Faktor keturunan dapat mempengaruhi terjadinya kegemukan. Pengaruhnya

sendiri sebenarnya belum jelas, tetapi memang ada bukti yang mendukung fakta

bahwa keturunan merupakan faktor penguat terjadinya kegemukan.

Dari hasil penelitian gizi dari Amerika Serikat, dilaporkan bahwa anak-anak

dari orang tua normal mempunyai 10% peluang menjadi gemuk. Peluang ini akan

meningkat menjadi 40-50%, bila salah satu orang tua menderita obesitas, dan akan

(42)

Bernet dan Gurin (Wirakusumah, 1994) menyatakan bahwa orang yang

mempunyai bawaan gemuk, secara alami ia akan menjadi gemuk, dan orang yang

mempunyai bawaan kurus maka secara alami ia akan menjadi kurus. Keadaan ini

tidak akan berubah, bila tidak ada upaya yang kontinu yaitu mengubah kebiasaan

makan yang menyebabkan kegemukan dan meningkatkan aktivitas fisik.

2.4.4 Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis merupakan salah satu penyebab obesitas. Pada anak

yang mengalami gangguan psikologis, misalnya anak yang sedang bersedih hati dan

memisahkan diri dari lingkungannya, timbul rasa lapar dan nafsu makan yang

berlebihan sebagai kompensasi terhadap problemanya. Sejumlah hormon akan

disekresi sebagai tanggapan dari keadaan psikologis, sehingga terjadi peningkatan

metabolisme energi untuk dipecah dan digunakan untuk aktivitas . Apabila seseorang

tidak dapat menggunakan energi yang disediakan, maka tubuh tidak mempunyai

alternatif lain yaitu dengan menyimpanya sebagai lemak.

Apabila keadaan ini berlanjut dan tidak terkontrol, serta makanan yang

dikonsumsi tinggi energi, akan menimbulkan kebiasaan makan yang tidak baik dan

dapat menyebabkan kenaikan berat badan atau bahkan kegemukan.

2.4.5 Perilaku Makan Yang Salah

Perilaku makan yang salah, dapat disebabkan karena kebiasaan makan yang

salah dan di luar keluarga. Hal ini sering ditiru anak-anak, misalnya makan yang

berlebihan, frekuensi makan yang sering, kelebihan snack. Apabila tidak dibatasi,

(43)

Kebiasaan makan yang salah di atas dapat dijelaskan lebih terperinci seperti

hal-hal berikut :

a. Cara memilih makanan yang salah

Hal ini terjadi, terutama disebabkan semakin banyaknya dijual makanan cepat

saji yang mengandung kalori tinggi (padat energi), seperti pizza, hamburger,

fried chicken, spagheti, kue-kue tart donat dan sebagainya yang mengandung

lemak dan gula tinggi. Kadang-kadang konsumen juga melihat prestise dari

suatu makanan tanpa melihat kandungan gizinya

b. Menggoreng dan memasak dengan santan

Minyak dan santan adalah lemak yang mengandung ikatan jenuh, sehingga

sukar untuk dipecah menjadi bahan bakar dan bahan makanan yang digoreng

dan dimasak dengan santan, biasanya mengandung kolestrol tinggi, seperti

empal goreng, gulai dan rendang.

c. Kebiasaan ngemil

Ngemil berarti makan diluar waktu makan. Bila tidak dibatasi, kalori yang

masuk akan sangat tinggi karena biasanya makanan yang digunakan untuk

ngemil dalam bentuk yang digoren atau terdiri dari kue-kue yang manis dan

gurih

d. Melupakan makan pagi

Makan pagi sangat diperlukan untuk mendapatkan energi saat akan

melakukan aktivitas kerja. Tapi karena terburu dan dianggap tidak praktis,

biasanya orang-orang akan melewatkan makan paginya. Melupakan makan

(44)

aktivitas kerjanya. Rasa lapar akan dikompensasikan beberapa jam kemudian,

sehingga timbul keinginan mencari-cari makanan cemilan atau makan siang

yang jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan kalau sudah makan pagi

sebelumnya.

e. Frekuensi makan yang tidak teratur.

Kesibukan yang sangat padat cenderung mengakibatkan seseorang

mempunyai waktu makan malam tertentu. Bila jarak anatar dua waktu makan

terlalu panjang ada kecendrungan untuk makan lebih lahap dan melebihi

batas. Bila keadaan ini berulang kali terjadi, dapat merupakan salah satu

penyebab terjadinya obesitas.

f. Menghindari Nasi.

Penderita kegemukan dan obesitas terkadang begitu fobi terhadap nasi.

Mereka beranggapan bahwa seolah-olah nasilah sebagai sumber peningkatan

berat badan. Tanpa disadari, perasaan ini dikompensasikan ke dalam makanan

lain sebagai pengganti nasi. Misalnya lebih banyak makan lauk-pauk yang

biasa tinggi lemak atau makana kecil yang umumnya tinggi kalori seperti

kue-kue manis dan gurih. Sehingga masalah kegemukan tidak terselesaikan

bahkan semakin memburuk. Apabila perilaku makan yang salah tidak segera

diubah, makan dapat juga menyebabkan kenaikan berat badan, bahkan

kegemukan/obesitas.

2.5 Resiko Obesitas Pada Anak

Telah diketahui bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya obesitas

(45)

penanggulannya, maka akan terjadi resiko-resiko yang berhubungan dengan

kesehatan (Melfiawati, S, 1997).

Resiko-resiko yang terjadi bila obesitas pada anak tidak segera dicegah adalah :

1. Pertumbuhan dan perkembangan fisik anak lebih cepat matang, misalnya

pertumbuhan rambut kelamin dan ketiak, anak wanita mendapatkan menstruasi

menars (haid untuk pertama kali) pada usia yang lebih dini.

2. Gangguan psikososial, yaitu keterbatasan dalam pergaulan dan partisipasi dalam

berbagai jenis kegiatan olahraga. Anak lebih suka menyendiri dan memuaskan

dirinya dengan santai dan makan.

3. Berlanjut menjadi obesitas dewasa yang merupakan faktor resiko untuk penyakit

pernafasan dan kardiovaskuler.

4. Rendahnya daya tahan tubuh sehingga mudah mendapat gangguan pernafasan,

dermatitis, atau eskrima pada kulit yang menyebabkan bau badan yang tidak

sedap, sehingga tidak disukai oleh teman dalam pergaulannya.

2.6 Remaja

Istilah asing yang sering digunakan untuk menunjukkan masa remaja berasal dari

bahasa Latin yaitu adolescentia yang berarti masa muda yang terjadi antara 17-30

tahun (Dariyo, 2004). Yulia dan Singgih D. Gunarsa dalam bukunya Dariyo (2004)

akhirnya menyimpulkan bahwa proses perkembangan psikis remaja dimulai antara

12-22 tahun. Santrock (2003), mengartikan remaja sebagai masaperkembangan

transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis,

(46)

padamasa remaja akan saling berkaitan dengan perkembangan dan pengalamanpada

masa anak-anak dan dewasa.

Sedangkan menurut WHO (dalam Sarwono, 2002) mendefinisikan remaja

lebih bersifat konseptual, ada tiga kriteria yaitu biologis, psikologik, dan sosial

ekonomi, dengan batas usia antara 10-20 tahun, yang secara lengkap mendefinisikan

sebagai berikut:

a. Individu berkembang dari saat pertama ia menunjukkan tanda -tanda seksual

sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

b. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari

kanak-kanak menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada

keadaan yang relatife lebih mandiri.

Menurut Widyastuti, dkk (2009), berdasarkan sifat atau masa (rentang waktu),

remaja ada tiga tahap, yaitu:

1. Remaja awal (10-12 tahun)

Pada tahap remaja awal ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan dengan teman sebaya.

b. Tampak dan merasa ingin bebas.

c. Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan

mulai berpikir yang khayal (abstrak).

2. Masa remaja tengah (13-15 tahun)

Pada tahap remaja tengah ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

(47)

b. Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis.

c. Timbul perasaan cinta yang mendalam.

d. Kemampuan berpikir abstrak (berkhayal) makin berkembang.

e. Berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual.

3. Masa remaja akhir (16-19 tahun)

Pada tahap remaja akhir ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Menampakkan pengungkapan kebebasan diri.

b. Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.

c. Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya.

d. Dapat mewujudkan perasaan cinta.

e. Memiliki kemampuan berpikir berpikir khayal atau abstrak

2.6.1. Karateristik Masa Remaja

Karateristik perkembangan normal yang terjadi pada remaja dalam menjalankan tugas

perkembangannya dalam mencapai identitas diri antara lain menilai diri secara

objektif dan merencanakan untuk mengaktualisasikan kemampuannya. Dengan

demikian pada fase ini, seorang remaja akan :

a. Menilai rasa identitas pribadi

b. Meningkatkan minat pada lawan jenis

c. Menggabungkan perubahan seks sekunder dalam citra tubuh

d. Memulai perumusan tujuan okupasional

e. Memulai pemisahan diri dari otoritas keluarga

(48)

a. Masa remaja adalah masa peralihan

Yaitu peralihan sari satu tahap perkembangan ke perkembangan berikutnya secara

berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukanlah

seorang dewasa. Di mana remaja diberi waktu untuk membentuk gaya hidup dan

menentukan pola perilaku, nilai-nilai dan sifat-sifat yang sesuai dengan yang

diinginkan mereka.

b. Masa remaja adalah masa terjadi perubahan

Ada 4 perubahan besar yang terjadi pada remaja, yaitu perubahan emosi, peran, minat

pola perilaku dan sikap menjadi ambivalen.

c. Masa remaja adalah masa yang banyak masalah

Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi. Hal ini karena remaja tidak

bisa menyelesaikan masalahnya tanpa meminta bantuan oranglain sehingga terkadang

penyelesaian masalah tidak sesuai dengan yang diharapkan.

d. Masa remaja adalah masa mencari identitas

Identitas diri yang dicari remaja berupa kejelasan siapa dirinya dan apa peran mereka

di tengah masyarakat.

e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan

Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak dapat

dipercaya, cenderung perilaku merusak sehingga menyebabkan orang dewasa harus

membimbing dan mengawasi kehidupan remaja.

f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamatanya sendiri, baik dalam

(49)

g. Masa remaja adalah ambang masa dewasa

Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semakin matang berkembang dan

berusaha memberi kesan seseorang yang hampir dewasa. Ia akan memusatkan dirinya

pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang dewasa, misalnyadalam

berpakaian dan bertindak.

2.7. Perilaku

2.7.1. Pengertian Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (mahluk

hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua mahluk

hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku

karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud

perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu

sendiri yang mempunyai kegiatan yang sangat luas sepanjang kegiatan yang

dilakukannya, yaitu antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

kuliah, menulis, membaca, dan seterusnya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa

yang dimaksud dengan perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas

manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh

pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa

perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari

luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus, organisme, dan respon

(50)

Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu :

a. Perilaku Tertutup (Covert Behaviour)

Perilaku tertutup terjadi bila respons stimulus tersebut masih belum dapatdiamati

orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatasdalam bentuk

perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadapstimulus bersangkutan.

b. Perilaku Terbuka (Overt Behaviour)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah

berupatindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observeable

behaviour”.

2.7.2. Bentuk Perilaku

Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan, membedakan adanya tiga

ranah perilaku, yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor

(psychomotor). Dalam perkembangan selanjutnya berdasarkan pembagian domain

oleh Bloom ini, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangakan menjadi

tingkat ranah perilaku sebagai berikut :

a. Pengetahuan (knowledge)

b. Sikap (attitude)

c. Tindakan (practice)

A. Perilaku dalam bentuk Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan

terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indramanusia, yakni indra

(51)

manusia diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan atau cognitive merupakan

domain yang sangat penting dalam bentuk tindakan seseorang (overt behavior)

(Notoatmodjo, 1993). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas

atau tingkat yang berbeda-beda secara garis besarnya dibagi dalam enam tingkat

pengetahuan, yaitu :

1. Tahu (know )

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesutau

yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek

yang dipelajari.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan

sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam

(52)

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatau kemampuan seseorang untuk menjabarkan suatu materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukan pada kemampuan seseorang untuk meletakan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah sua

Gambar

Gambar 2.1. Skema Teori Bandura
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Tabel 4.1. Distribusi Responden Siswa SMA Cahaya Berdasarkan Umur di
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di SMA Swasta
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan desain case control untuk melihat hubungan antara frekuensi konsumsi makanan cepat saji (fast food)

Menurut Anda, apakah dampak dari mengkonsumsi makanan cepat saji yang secara terus-menerusc. Menyebabkan kegemukan dan obesitas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebiasaan konsumsi (fast food) makanan cepat saji, aktivitas fisik dan status gizi pada remaja di SMA Negeri

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebiasaan konsumsi (fast food) makanan cepat saji, aktivitas fisik dan status gizi pada remaja di SMA Negeri

Gambaran Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat Saji ( Fast Food), Aktivitas Fisik dan Status Gizi pada Remaja di SMA Negeri 1 Padangsidimpuan..

4.8 Kontribusi Karbohidrat, Protein, Lemak dan Serat Makanan Siap Saji Terhadap Total Konsumsi Karbohidrat Sehari Berdasarkan Kejadian Obesitas pada Remaja Putri SMAN 1

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan berkatnya karya tulis ilmiah yang berjudul “Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat Saji ( Fast Food)

Fast food (makanan siap saji) yang sering Anda konsumsi adalah (jawaban boleh lebih dari