• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Proses Deformasi Plastis Dengan Metode Hammering Terhadap Sifat Mekanis Dan Microstruktur Baja Bohler K460 (AISI O1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Proses Deformasi Plastis Dengan Metode Hammering Terhadap Sifat Mekanis Dan Microstruktur Baja Bohler K460 (AISI O1)"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

Metal Round Tension Test

Operator Yanri

Nama Sampel Raw Baja Bohler K460

Pemilik Ismail Husin Tanjung

Last test date Wednesday, June 05, 2013

Last test time 09:00:01 AM

Rate 1 1.00000kgf/mm2/s

Balai Riset Dan Standarisai Medan

Beban

0,10 1,10 2,10 3,10 3,90 4,90

(2)

Metal Round Tension Test

Operator Yanri

Nama Sampel H.1 Baja Bohler K460

Pemilik Ismail Husin Tanjung

Last test date Wednesday, June 05, 2013

Last test time 09:00:01 AM

Rate 1 1.00000kgf/mm2/s

Balai Riset Dan Standarisai Medan

(3)

Operator Yanri

Nama Sampel H.2 Baja Bohler K460

Pemilik Ismail Husin Tanjung

Last test date Wednesday, June 05, 2013

Last test time 09:00:01 AM

Rate 1 1.00000kgf/mm2/s

Balai Riset Dan Standarisai Medan

(4)

Operator Yanri

Nama Sampel H.3 Baja Bohler K460

Pemilik Ismail Husin Tanjung

Last test date Wednesday, June 05, 2013

Last test time 09:00:01 AM

Rate 1 1.00000kgf/mm2/s

Balai Riset Dan Standarisai Medan

(5)

DAFTAR PUSTAKA

(1) Dieter, G., Mechanical Metallurgy, 3rd Ed., McGraw-Hill Book Co., 751 pages, 1986

(2) Affiz, Fuad. 2012.Jurnal Ilmiah: Pengaruh Proses Tempering dan Proses Pengerolan Di

Bawah dan Di Atas Temperatur rekri Stalisasi Pada Baja Karbon Sedang terhadap

Kekerasan, Ketangguahan dan Stuktur Mikro Untuk Mata Pisau Pemanen Sawit.

Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara. Medan

(3) Hichem Farh, Rebai Guemini, Fares Serradj, Karim Djemmal. 2010. Effects of defor-

Mation ration the mechanical properties and microstructures changes in an Al-Mg-

Si alloy. Journal of Physic, Oum el Boughi university Algeria

(4) CAO Yan, HUANG Zhen-yi, WANG Guo-dong, YIN Gui_Quan, LIU Xiang-Hua. 2003.

Effects of Rolling Process on the Microstructure andMechanical Properties of Low

Carbon V-N steel. Journal of Material science and engineering, Anhui University of techonology China

(5) W. Ozgowicz, Grzegorczyk. 2009. The influence of temperature of plastic deformation

On the structure and mechanical properties of copper alloys CuCo2Be and

CuCo1NiBe. International Scientific Journal published monthly by the World

(6)

(6) Nurudeen A. Raji, Oluleke O. Oluwole. 2011. Influence of Degree of Cold-Drawing on

the Mechanical Properties of Low Carbon Steel. Journal of Mechanical Engineering, University of Ibadan, Ibadan, Nigeria

(7) Kurc-Lisiecka, E. Kalinowska-Ozgowicz.2011. Structure and mechanical properties

of austenitic steel after cold rolling”. Journal Of Achievements in Materials and Manufacturing Engineering

(8)

(9) ASTM E 92. Standard Test Method for Brinell Hardness of Metallic Materials. ASTM International, 2004

(7)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan, spesifikasi spesimen, proses hammering, serta metode pengujian.

3.1. Waktu dan Tempat

Waktu penelitian ini direncanakan selama enam bulan yang dimulai dari bulan Februari sampai dengan Agustus 2013. Tempat dilaksanakannya penelitian ini adalah di Laboratorium Teknologi Mekanik, Laboratorium Metalurgi Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dan Labolatorium Balai Riset Standarisasi Medan.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1.Alat

Adapun peralatan yang di pergunakan selama penelitian ini adalah: 1. Tungku Pemanas(Furnace Naber)

2. Thermocouple Type-K

3. Hammer 4. Jangka sorong

5. Mesin poles (polisher) 6. Mikroskop optik 7. Mikroskop VB

8. Alat uji kekerasan Brinell

(8)

15

55 5

10. Mesin bubut 11. Teropong indentor

3.2.2.Bahan

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Baja Bohler K460 untuk spesimen uji kekerasan 21 spesimen,

untuk spesimen uji tarik 4 spesimen dan untuk uji mikrostruktur 4 spesimen

2. Resin dan hardener.

3. Kertas pasir dengan grade 120, 240, 400, 600, 800, 1000, 1200 dan 1500.

4. Larutan etsa nital 20% 5. Larutan alumina

3.3. Spesifikasi Spesimen

Spesimen yang dipergunakan dalam pengujian ini yaitu spesimen uji kekerasan, pada gambar 3.1 , spesimen uji metalografi seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.2, serta spesimen uji tarik disesuaikan pada ASTM E-8M seperti pada gambar 3.3

(a) (b)

(9)

200

60 60

R 12

.5

1

3

5

15

15 5

(a) (b)

Gambar 3.2. Spesimen Metallografi (a) , dimesi spesimen(b)

(a)

(b)

Gambar 3.3 Spesimen uji tarik (a), , dimesi spesimen(b)

3.4. Hammering Diatas Temperatur Rekristalisasi

(10)

menit untuk didapatkan panas yang menyeluruh pada spesimen seperti diperlihatkan pada gambar 3.4.

Gambar 3.4 Pemanasan specimen di dalam furnace

Spesifikasi :

Merk : WILMONN

Made in : Bremen Germany

Type : 2804

Suhu max : 1500 ºC

Benda uji yang telah dipanaskan dan ditahan selama 60 menit untuk

masing masing spesimen, yaitu 4 spesimen pada suhu 7000C selanjutnya dihammer 1 spesimen untuk waktu pemukulan 5s, 1 spesimen untuk waktu

pemukulan 10s, 1 spesimen untuk waktu pemukulan 15s, dan 1 spesimen

untuk waktu pemukulan 20s, mengunakan mesin hammer seperti ditunjukkan

oleh gambar 3.5. Proses yang sama dilakukan kembali pada suhu 7500C 8000C, 8500C, 9000C . Setelah mengalami deformasi spesimen kemudian didinginkan perlahan mengunakan udara bebas (air cooling) sampai dengan

temperatur ruang. Jumlah spesimen yang dihammer untuk pengujian

(11)

Gambar 3.5 Mesin Hammer

Spesifikasi :

Merk : Glaser

Type : GSH 51

Max : 70 Kg

3.5 Pengujian

Pengujian pertama dilakukan pengujian kekerasan yang dilakukan terhadap baja bohler K460 yang telah mengalami proses hammering diatas temperatur rekristalisasi sebanyak 20 spesimen dan satu spesimen untuk uji kekerasan pada raw material. Kemudian diambil 3 spesimen dengan nilai kekerasan tertinggi untuk selanjutnya dilakukan pengujian tarik dan pengamatan struktur mikro.

3.5.1. Pengujian Kekerasan

(12)

permukanya terlebih dahulu dengan menggunakan kikir, kemudian

setelah permukaannya rata dibersihkan lagi menggunakan mesin polish

dan kertas pasir. Setelah itu pengujian kekerasan dilakukan dengan alat

brinell dengan pembebanan 1500 kg yang ditahan selama 15 detik dan

hasil diameter jejak diukur menggunakan teropong indentor. Adapun alat

uji Brinell dapat dilihat pada gambar 3.6.

Gambar 3.6 Alat uji Brinell

Spesifikasi:

Type : BH-3CF

Kapasitas max : 3500 kg

Bola indentasi : 3, 5, dan 10 mm

Berikut ini adalah prosedur percobaan yang dilakukan pada pengujian kekerasan dengan metode Brinell :

1. Spesimen dibersihkan permukaannya dengan mesin polish.

2. Setelah bersih, spesimen diletakkan pada landasan uji dan bola indentor yang digunakan adalah bola dengan diameter 10 mm.

(13)

4. Tuas hidrolik ditekan berulang-ulang hingga skala pada panel menunjukkan angka 1500 kg kemudian ditahan selama 30 detik. 5. Setelah 15 detik katup hidrolik dibuka untuk mengembalikan beban

ke posisi semula (0 kg).

6. Pengambilan data kekerasan diulang sebanyak 5 kali untuk masing-masing spesimen dan diambil data rata-ratanya.

7. Pengamatan diameter indentasi dilakukan dengan menggunakan teropong Indentor dan data diameternya disesuaikan dengan tabel kekerasan.

3.5.2. Pengujian Tarik

Pada penelitian ini pengujian tarik dilakukan hanya pada kondisi

hammering diatas temperatur rekristalisasi yang memiliki nilai kekerasan

yang optimal yang diperoleh dari hasil uji kekerasan. Adapun nilai

optimal yang diambil yaitu sebanyak tiga spesimen dan satu spesimen

raw material, nilai optimal yang diambil yaitu pada hammering dengan

suhu 850°C dengan waktu penahanan hammering 20 detik dan pada suhu

900°C dengan waktu penahanan hammering 20 detik dan pada suhu 900

°C juga namun pada penahanan waktu hammering 15 detik. Pada

pengujian tarik dicari tegangan luluh (σy), tengangan batas (σu) dan

regangan (ɛ). Karena terjadi perbedaan kelunakan bahan akibat variasi

suhu perlakuan panas maka perlu dihitung kembali ketebalan bahan

(14)

menggunakan alat uji tarik Torsee INSTRON model 100 HDX - GIB

dengan kapasitas 100 ton seperti yang diperlihatkan oleh gambar 3.7.

Gambar 3.7 Alat uji tarik Torsee INSTRON model 100 HDX – GIB

Spesifikasi:

Type : INSTRON model 100 HDX – GIB

Made in : USA (UNITED STATES OF AMERICA) Beban max : 100 Ton Force

Tahun :2012

Berikut ini adalah prosedur percobaan yang dilakukan pada pengujian tarik dengan menggunakan alat uji tarik Torsee Type INSTRON :

(15)

2. Mesin uji tarik dan komputer dihidupkan kemudian disetting dikomputer untuk memulai uji tarik.

3. Spesimen dicekam pada chuck atas, kemudian chuck bawah dinaikkan dengan menekan tombol UP hingga mencekam spesimen secara keseluruhan.

4. Katup hidrolik (load valve) dibuka kemudian mesin (pompa hidrolik/PUMP) dijalankan sampai spesimen putus.

5. Setelah spesimen putus katup hidrolik (load valve) ditutup dan katup pembuka (unload valve) dibuka, kemudian chuck bawah diturunkan dengan menekan tombol DOWN.

6. Spesimen yang putus dilepas dari chuck atas dan bawah, kemudian diukur besar pertambahan panjangnya dan besar nilai regangan yang diperoleh dari grafik hasil uji tarik seperti yang terlihat pada lampiran uji tarik kemudian dicatat data hasil pengujian.

7. Prosedur yang sama dilakukan pada spesimen uji tarik yang lain.

3.5.3. Pengujian Metalografi

Pengujian metalografi dilakukan untuk dapat mengamati

mikrostrukturnya, maka terlebih dahulu benda uji dipotong yang

merupakan bagian dari spesimen kekerasan yaitu pada bagian ujungnya,

kemudian di mounting mengunakan resin dan hardener. Jumlah

spesimen yang digunakan sama dengan jumlah spesimen uji tarik yaitu

empat spesimen. Satu spesimen raw material dan tiga spesimen dari

(16)

850°C dengan waktu pemukulan 20 detik, 900°C dengan waktu

pemukulan 15 dan 20 detik. Alat mikroskop optik seperti terlihat pada

gambar 3.8.

Gambar 3.8 Mikroskop optic

Spesifikasi:

Merk :Rax Vision 3

Pembesaran Optik :50X, 100X, 200X, 500X, dan 800X

Berikut ini adalah prosedur percobaan yang dilakukan pada pada pengujian Metallografi :

1. Spesimen yang telah dimounting dengan resin dipolish dengan polisher.

2. Spesimen dipolish dengan kertas pasir grade 120 dan 240 selama 15 menit, kemudian dilanjutkan dengan grade 400, 600, 800, 1000, dan 1500 selama 15 menit.

3. Setelah dipolish dengan kertas pasir, spesimen dipolish dengan bubuk alumina sampai terbentuk kilatan seperti cermin.

(17)

5. Spesimen yang telah dietsa dibersihkan dengan cara dicelupkan lagi ke dalam alkohol selama 2 detik kemudian dikeringkan di udara bebas atau dikeringkan dengan kipas angin.

6. Pengamatan struktur mikro dilakukan dengan menggunakan alat mikroskop optik rax vision yang disambungkan ke program Rax Vision Plus 4.1 pada komputer.

7. Spesimen diletakkan diatas bidang uji atau meja mikroskop kemudian didekatkan dengan optic mikroskop.

8. Digunakan perbesaran 500X dan diambil photo dari masing-masing spesimen.

9. Fokus pada mikroskop diputar untuk mendapatkan pengamatan yang baik pada spesimen.

10. Setelah didapatkan fokus dan pencahayaan yang yang pas, diambil photo dari spesimen dengan mengklik icon Capture frame pada program Rax Vision plus 4.1.

11. Prosedur yang sama juga dilakukan untuk spesimen lainnya.

(18)

3.6. Diagram Alir Penelitian

Diagram alir penelitian diperlihatkan pada gambar 3.9.

(19)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Berikut ini adalah data hasil pengujian sifat mekanis dan uji komposisi pada raw material baja bohler K460 dapat dilihat pada tabel 4.1 dan pada tabel 4.2.

Tabel 4.1. Sifat Mekanis Baja Bohler K460 Sifat Mekanis

Tegangan Luluh (MPa) 314 Tegangan Tarik (MPa) 379

Elongasi (%) 6,50

Kekerasan (BHN) 194,2

Sumber : Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan

dan Laboratorium Metalurgi Usu

Tabel 4.2. Hasil Uji Komposisi Bahan Baja Bohler K460 Komposisi Kimia Unsur (%)

Fe 96,65

C 0,95

W 0,5

Mn 1

Cr 0,5

V 0,1

(20)

4.1.1. Hasil Uji Kekerasan

Kekerasan logam dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap, ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji. Pengujian kekerasan dalam penelitian ini dilakukan agar dapat diketahui pengaruh suhu dan besar deformasi terhadap perubahan nilai kekerasan material baja bohler K460. Secara umum hasil pengujian kekerasan dari penelitian dapat dilihat pada tabel 4.3.

(21)

850°C

Tabel diatas jika disajikan dalam bentuk grafik dapat dilihat seperti gambar 4.1

Gambar 4.1 Grafik hubungan antara waktu pemukulan dengan deformasi dan

0

Deformasi (700°C) Deformasi (750°C) Deformasi (800°C) Deformasi (850°C) Deformasi (900°C)

Kekerasan 700°C Kekerasan 750°C Kekerasan 800°C Kekerasan 850°C Kekerasan 900°C

(22)

Berdasarkan hasil pengujian kekerasan yang digambarkan pada grafik, ada dua hal yang dapat diambil yaitu semakin tinggi suhu pemanasan bahan baja bohler K460 maka deformasi yang terjadi juga semakin besar dengan jumlah gaya yang relatif sama setiap waktu penahanan pemukulannya. Yang kedua kekerasan juga meningkat dengan ditingkatkannya suhu pemanasan bahan baja bohler K460. Salah satu fungsi menaikkan suhu pemanasan yaitu menaikkan unsur karbon kepermukaan bahan agar kekerasannya meningkat dan dalam penelitian ini hal tersebut tercapai. Dapat dilihat bahwa kekerasan dengan nilai paling optimum terjadi pada suhu 8500C pada waktu hammering 20s dengan gaya 42 N yaitu sebesar 548 BHN, diikuti dengan deformasi pada suhu 900°C pada waktu hammering 20 s dengan gaya 42,1 N yaitu sebesar 588,8 BHN dan pada suhu 900°C pada waktu hammering 15 s dengann gaya 30,5 N sebesar 627,2 BHN dimana nilai-nilai tersebut akan dijadikan acuan untuk pengukuran hasil uji tarik dan pengamatan struktur mikro serta untuk penelitian lanjutan yang berhubungan dengan sifat mekanis bahan.

4.1.2. Hasil Uji Tarik

(23)

0

Hasil uji tarik terdiri dari tiga parameter yaitu tegangan luluh (yield strength), tegangan batas (ultimate strength), dan keuletan yang ditunjukkan oleh besarnya regangan. Secara umum hasil pengujian tarik dapat dilihat pada grafik berikut ini.

(a) (b)

(c ) (d)

(24)

Grafik diatas kemudian dapat ditentukan nilai kekuatan luluh (yield strength), kekuatan batas atas (ultimate strength), dan regangannya. Hasil dari perhitungan dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4. Hasil Uji Tarik Pada Nilai Optimal

Bahan

Tegangan Luluh (MPa)

Tegangan Maksimal(MPa)

Regangan (%)

Raw Material 314 379 6.50

Hammering 8500C. 20s 650 784.60 21.17

Hammering 9000C. 20s 720 998,90 15.17

Hammering 9000C. 15s 1350 1616.64 21.67

Sumber : Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan

Regangan akibat gaya tarik yang terjadi,panjang akan menjadi bertambah dan diameter pada spesimen menjadi kecil, maka ini akan terjadi deformasi plastis. Pada tabel diatas terbukti bahwa semakin besar tegangan yang diterima maka regangan yang terjadi juga semakin besar. Kuat tarik juga meningkat pada saat suhu pemanasan yang diterima bahan semakin tinggi.

4.1.3. Hasil Pengamatan Struktur Mikro

(25)

Gambar 4.3.Foto Mikro Pembesaran 500X pada Bahan Awal Maka dengan menggunakan rumus

�� =� (������� + ������������2 )

dapat diketahui bahwa

Ninside = 67

Nintercepted = 33

dengan pengali Jeffries (f) untuk pembesaran 500X adalah = 50,00 sehingga diperoleh NA = 4175

Kemudian dengan menggunakan rumus

G = (3,322 log NA) – 2,95

G = 9,077

maka diperoleh besar d yaitu sebesar 16 μm

Untuk selanjutnya dengan cara yang sama maka dapat diperoleh berapa besar butir untuk masing-masing spesimen pada nilai perlakuan optimal. Hasil pengukuran butir ini nantinya berkaitan dengan sifat mekanis yaitu kekerasan dan hasil uji tarik. Berikut adalah gambar foto mikro.

(26)

(a) (b)

(c) (d) Gambar 4.4. Foto Mikro Pembesaran 500x (a) Sebelum Hammering,

(b) Setelah Hammering (850°C – 20 s), (c) Setelah Hammering (900°C – 15 s), (d) Setelah Hammering (850°C – 20 s)

Hasil pengukuran diameter butir ditampilkan pada tabel 4.5 berikut ini.

perlit

(27)

Tabel 4.5. Hasil Pengukuran Diameter Butir

Sumber : Laboratorium dan Laboratorium Metalurgi Usu

Pada pengujian raw material diameter butir yang didapat adalah 16 μm dan diameter butir mengecil pada suhu 850°C dengan waktu penahanan pemukulan yaitu 20 detik dan menerima gaya sebesar 42 N, dan semakin semakin mengecil lagi pada suhu tertinggi 900°C dengan waktu penahanan pemukulan 15 dan 20 detik yaitu 11 μm. Ini diakibatkan pada suhu 900°C mikrostrukutr baja bohler K460 sedang dalam keadaan mengkristal. Pada saat ini terjadi pergerakan dislokasi yang cepat artinya terjadi pertumbuhan butir yang cepat kemudian diberi lagi gaya hammer sehingga mengakibatkan batas butir merapat atau mengecil karena pada saat itu spesimen masih dalam keadaan suhu rekristalisasi

4.2. Pembahasan

(28)

Tabel 4.6 Hubungan deformasi dengan sifat mekanis dan hubungan diameter butir dengan sifat mekanis

Jenis Material

4.2.1. Hubungan Deformasi Dengan Kekerasan Dan Kekuatan Tarik Jika dihubungkan antara hasil deformasi dengan pengujian kekerasan dan pengujian tarik dari nilai-nilai optimal yang diperoleh, maka akan didapat hasil uji tarik berbanding lurus dengan hasil uji kekerasan, yaitu semakin besar nilai kekerasan maka nilai uji tarik juga semakin besar yaitu kekerasan tertinggi terjadi pada deformasi 75 % maka nilai uji tarik tertinggi juga terjadi pada deformasi 75% pada suhu 900 °C seperti di grafik dibawah ini.

Gambar 4.5. Hubungan antara Deformasi Dengan Kekerasan dan Kekuatan Luluh (Yield Strength) dan Kekuatan Batas (Ultimate Strength)

0

(29)

4.2.2. Hubungan Antara Diameter Butir dengan Kekerasan dan Kekuatan Tarik

Jika dihubungkan antara hasil pengujian diameter butir dengan kekerasan dan kekuatan tarik dari nilai-nilai optimal yang diperoleh, maka akan didapat hasil berupa grafik sebagai berikut.

Gambar 4.6. Hubungan Antara Diameter Butir Dengan Kekerasan Dan Kekuatan Tarik

Gambar grafik diatas, diketahui bahwa semakin besar diameter butir maka kekerasan dan kekuatan tarik akan semakin menurun, dan apabila semakin kecil diameter butir maka kekerasan dan kekuatan tarik semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dalam hubungan pada rumus hall and petch method dimana :

�1 =�1+�1�− 1

2

Rumus tersebut nampak apabila bahwa diameter (d) semakin kecil nilainya maka nilai kekerasan (H) semakin besar. Apabila diameter butir

0

(30)
(31)

BAB V KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Sifat mekanis baja bohler K460 hammering diatas temperatur rekristalisasi diperoleh hasil sebagai berikut :

◦ Hasil uji kekerasan maksimum adalah 627,2 BHN pada proses hammering diatas temperatur rekristalisasi pada suhu 900°C dengan waktu penahanan hammering 15 s dengan jumlah gaya sebesar 42 N ◦ Hasil uji tarik maksimum untuk nilai tarik ultimate sebesar 1616,64

Mpa dan nilai tarik yield (luluh) sebesar 1350 Mpa pada suhu 900°C dengan waktu penahanan hammering 15 s dengan jumlah gaya sebesar 42 N

2. Hubungan antara kekerasan dan ukuran butir berbanding terbalik, dimana semakin kecil ukuran butir maka bahan akan semakin keras. Sedangkan untuk hubungan antara kekuatan tarik dan ukuran butir juga berbanding terbalik, dimana semakin besar ukuran butir maka kuat tarik bahan akan semakin kecil.

(32)

4. Pengaruh dari perlakuan hammering diatas temperatur rekristalisasi yang telah dilakukan, setelah diambil nilai-nilai optimalnya maka hasil yang diperoleh material setelah dilakukan proses hammering jauh lebih baik dibandingkan bahan pisau egerek yang banyak dipergunakan petani saat ini setelah diproses hammering secara konvensional.

5.2 Saran

Untuk penelitian selanjutnya penulis memberi saran untuk melakukan beberapa hal yaitu diantaranya :

1. Melakukan pengujian fatique dan impact untuk mengetahui kelelahan dan ketangguhan material baja bohler K460 untuk melengkapi data sifat mekanik bahan

(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pisau Egrek

Pisau pemanen sawit diklasifikasikan menjadi dua, yaitu pisau egrek dan

pisau dodos. Penggunaan pisau egrek yaitu pada pohon sawit ketinggian

diatas 4 meter, dan dibawah 4 meter menggunakan pisau dodos. Bahan baku

alat pemanen sawit dalam hal ini pisau egrek biasanya menggunakan baja

karbon sedang dari pegas daun mobil yang dalam bentuk potongan platstrip

sesuai dengan ukuran pisau egrek dan tipe yang ada. Proses produksi egrek

ini dilakukan dengan pembakaran arang kayu atau dipanaskan didalam

furnace guna untuk mempermudah proses tempa (hammer). Proses

pembakaran arang kayu atau furnace dapat dilakukan sesuai dengan bahan

yang akan di tempa.

Sumber :

Gambar 2.1 Pisau Pemanen Sawit

(34)

1. Proses tempa (hammer)

Baja karbon sedang yang sudah dalam bentuk potongan

platstrip dibakar dalam tungku pembakaran dengan waktu kurang

lebih 45 menit tujuannya agar baja karbon sedang tersebut mudah

untuk dibengkokkan karena pada awal tahap ini dilakukan proses

tarik ekor yaitu pada ujung potongan baja karbon sedang. Proses

tarik ekor ini dilakukan dengan menggunakan mesin tempa manual.

Setelah proses tarik ekor, potongan baja karbon sedang dipanaskan

kembali. Akibat pemanasan ini, ukuran baja karbon sedang

semakin memanjang karena mengalami proses pemuaian.

Selanjutnya dilakukan proses buka bagian depan dengan

menggunakan mesin tempa. Agar ukuran/dimensi platstrip tersebut

rata, maka dibawa ke tempat pemotongan dan dipotong dengan

menggunakan mesin potong. Kemudian dipanaskan kembali di

tungku pembakaran agar baja karbon sedang tersebut dapat

dibengkokkan dengan menggunakan mesin rolling sesuai dengan

bentuk egrek yang sudah standard dan dipukul rata dengan

menggunakan mesin tempa. Seperti gambar dibawah ini..

Sumber : Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan

(35)

2. Proses Polishing

Hasil akhir dari proses tempa (hammer) sudah dalam bentuk

egrek tetapi masih memerlukan pemolesan kembali agar sesuai

dengan ukuran standard perusahaan.Tahap pertama proses ini

adalah penggambaran pola. Dalam penggambaran polaini,

digunakan egrek yang sudah terstandar sebagai acuan. Dengan

menggambar pola ini, maka operator dapat dengan mudah

memformat dengan menggunakan mesin format dan mempertajam

bagian tepinya. Setelah selesai diformat, egrek dibawa ke proses

flating. Proses flating ini merupakan proses pemukulan dengan

menggunakan palu, tujuannya agar egrek tersebut tidak baling.

3. Gerinda kasar

Setelah selesai dari proses format, egrek dibawa ke stasiun

gerinda kasar.Pada tahap ini dilakukan kegiatan tekuk ekor dengan

menggunakan mesin gerinda sehingga bagian ujungnya runcing

dan bagian tepinya juga makin dipertajam. Proses ini merupakan

proses paling lama karena membutuhkan waktu sekitar 7 menit

untuk menyelesaikannya. Setelah kegiatan gerinda selesai, maka

kembali. dibawa ke tempat flating untuk dipukul dengan palu. Tiap

akhir proses selalu dilakukan proses pemukulan yang tujuannya

agar egrek tersebut tidak baling karena biasanya setelah mengalami

(36)

Sumber : Pandai Besi Pancur Batu

Gambar 2.3 Mesin Gerinda Kasar

4. Penyepuhan

Setelah mengalami proses gerinda kasar, egrek tersebut di

sepuh dengan memanaskan pada tungku pembakaran. Oleh karena

itu sebelum disepuh, arang dibakar selama 5 menit pada tungku

pemanasan sehingga suhu mencapai diatas 850˚C. Tujuan dari

proses ini adalah untuk mengeluarkan kandungan karbon sehingga

egrek tersebut makin keras. Pada tahap penyepuhan ini terjadi dua

proses yaitu proses pengerasan (hardening) dan proses tempering.

Pada proses hardening, egrek dipanaskan agar kandungan karbon

hilang namun apabila pada tahap pemanasan suhu sudah terlalu

tinggi maka egrek dapat patah maka dilanjutkan dengan tahap

tempering agar panas pada egrek dapat disesuaikan. Sesudah

disepuh, egrek masih mengalami proses flating untuk meratakan

(37)

5. Gerinda halus

Egrek yang sudah disepuh dibawa ke mesin gerinda halus

untuk digerinda. Tujuan dari tahap ini adalah untuk memutihkan

permukaan egrek sehingga tampak mengkilap dan tampak lebih

tajam.

6. Finishing

Tahap finishing merupakan tahap pengecatan dengan

menggunakan tiner.Egrek direndam sebentar dalam wadah yang

berisi tiner kemudian ditiriskan pada lemari oven dengan

temperatur 600C. Dalam lemari oven ini, bertujuan untuk

mengeringkan cat clear dan dibutuhkan waktu sekitar 30 menit agar

cat clear tersebut dapat benar-benar kering. Setelah proses ini

selesai maka selesailah proses pembuatan pisau egrek.

Tabel 2.1. Syarat Mutu Egrek – SNI

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Tampak Luar - Tidak cacat

2 Sisi Potong - Tajam

3 Bahan Baku - Baja karbon sedang

atau setara 4 Kekerasan Sisi Potong

Dilakukan Perlakuan Panas

HRC 45,3

(38)

2.2. Baja

Baja adalah logam paduan antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0,1% hingga 1,7% sesuai tingkatannya. Dalam proses pembuatan baja akan terdapat unsur-unsur lain selain karbon yang akan tertinggal di dalam baja seperti mangan (Mn), silikon (Si), kromium (Cr), vanadium (V), dan unsur lainnya.

Baja merupakan bahan dasar vital untuk industri. Semua segmen kehidupan, mulai dari peralatan dapur, transportasi, generator pembangkit listrik, sampai kerangka gedung dan jembatan menggunakan baja. Baja menduduki peringkat pertama di antara barang tambang logam dan produknya melingkupi hampir 90 % dari barang berbahan logam.

2.2.1 Klasifikasi Baja

Secara umum Baja dapat diklasifikasi dari beberapa macam yaitu : baja karbon, baja paduan, baja perkakas, baja stainlis, dan baja lainnya.

Berdasarkan tinggi rendahnya presentase karbon di dalam baja, baja karbon diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)

(39)

a. Baja karbon rendah yang mengandung 0,04 % - 0,10% C. untuk dijadikan baja – baja plat atau strip.

b. Baja karbon rendah yang mengandung 0,10 - 0,15% C digunakan untuk keperluan badan-badan kendaraan.

c. Baja karbon rendah yang mengandung 0,15% - 0,30% C digunakan untuk konstruksi jembatan, bangunan, membuat baut atau dijadikan baja konstruksi.

2. Baja Karbon Menengah (Medium Carbon Steel)

Baja karbon menengah mengandung karbon antara 0,30% - 0,60% C. Baja karbon menengah ini banyak digunakan untuk keperluan alat-alat perkakas bagian mesin. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung dalam baja maka baja karbon ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti untuk keperluan industri kendaraan, roda gigi, pegas dan sebagainya.

3. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)

(40)

ini banyak digunakan untuk keperluan industri lain seperti pembuatan kikir, pisau cukur, mata gergaji dan lain sebagainya.

Selain baja dengan paduan karbon (C), ada juga baja dengan paduan lainnya seperti Cr, Mn, Ni, S, Si, P, dan lain-lain. Baja paduan didefenisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satuatau lebih unsur campuran yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki seperti sifat kekuatan, kekerasan, dan keuletannya. Paduan dari beberapa unsur yang berbeda memberikan sifat khas dari baja. Misalnya baja yang dipadu dengan Ni dan Cr akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras dan ulet.

Berdasarkan kadar paduannya, baja paduan dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

1. Baja Paduan Rendah (Low Alloy Steel)

Baja paduan rendah merupakan baja paduan yang elemen paduannya kurang dari 2,5% wt.

2. Baja Paduan Menengah (Medium Alloy Steel)

Baja paduan menengah merupakan baja paduan yang elemen paduannya antara 2,5% - 10% wt.

3. Baja Paduan Tinggi (High Alloy Steel)

Baja paduan tinggi merupakan baja paduan yang elemen paduannya lebih dari 10% wt.

(41)

tahan terhadap korosi dan keausan yang tergantung pada jenis paduannya, tahan terhadap perubahan suhu, serta memiliki butiran yang halus dan homogen.

2.2.2. Baja Bohler K460

Baja bohler K460 adalah nama merek baja dari produk bohler buatan Jerman. Baja bohler K460 sering diaplikasikan untuk baja pemotong dan perkakas. Baja bohler K460 setara jugaa engan standart AISI O1. Adapun komposisi dari baja bohler K460 ini adalah :

Fe = 96,65 % , C = 0,95% , W = 0,5% , Mn = 1 % , Cr = 0,5% , V = 0,1% , Si = 0,3 % .

2.2.3. Sifat-Sifat Baja

Untuk dapat menggunakan bahan teknik dengan tepat, maka bahan tersebut harus dapat dikenali dengan baik sifat-sifatnya yang mungkin akan dipilih untuk digunakan. Sifat-sifat tersebut tentunya sangat banyak macamnya, untuk itu secara umum sifat-sifat bahan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Sifat Kimia

(42)

2. Sifat Teknologi

Sifat teknologi adalah sifat suatu bahan yang timbul dalam proses pengolahannya. Sifat ini harus diketahui terlebih dahulu sebelum mengolah atau mengerjakan bahan tersebut.

Sifat-sifat teknologi antara lain : sifat mampu las (weldability), sifat mampu dikerjakan dengan mesin (machineability), sifat mampu cor (castability), dan sifat mampu dikeraskan (hardenability)

3. Sifat Mekanik

Sifat mekanik suatu bahan adalah kemampuan bahan untuk menahan beban-beban yang dikenakan padanya. Beban-beban tersebut dapat berupa beban tarik, tekan, bengkok, geser, puntir, atau beban kombinasi.

Sifat-sifat mekanik yang terpenting antara lain : a. Kekuatan (strength)

Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan tersebut menjadi patah. Kekuatan ini ada beberapa macam, dan ini tergantung pada beban yang bekerja antara lain dapat dilihat dari kekuatan tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan, kekuatan puntir, dan kekuatan bengkok.

b. Kekerasan (hardness)

(43)

resistance). Dimana kekerasan ini juga mempunyai korelasi

dengan kekuatan. c. Kekenyalan (elasticity)

Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah tegangan dihilangkan. Bila suatu bahan mengalami tegangan maka akan terjadi perubahan bentuk. Bila tegangan yang bekerja besarnya tidak melewati suatu batas tertentu maka perubahan bentuk yang terjadi bersifat sementara, perubahan bentuk ini akan hilang bersamaan dengan hilangnya tegangan, akan tetapi bila tegangan yang bekerja telah melampaui batas, maka sebagian bentuk itu tetap ada walaupun tegangan telah dihilangkan.

Kekenyalan juga menyatakan seberapa banyak perubahan bentuk yang permanen mulai terjadi, dengan kata lain kekenyalan menyatakan kemampuan bahan untuk kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah menerima beban yang menimbulkan deformasi.

d. Kekakuan (stiffness)

(44)

e. Plastisitas (plasticity)

Menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastis yang permanen tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Sifat ini sangat diperlukan bagi bahan yang akan diproses dengan berbagai proses pembentukan seperti, forging, rolling, extruding dan sebagainya. Sifat ini sering juga disebut sebagai keuletan/kekenyalan (ductility). Bahan yang mampu mengalami deformasi plastis yang cukup tinggi dikatakan sebagai bahan yang mempunyai keuletan / kekenyalan tinggi, dimana bahan tersebut dikatakan ulet / kenyal (ductile). Sedang bahan yang tidak menunjukan terjadinya deformasi plastis dikatakan sebagai bahan yang mempunyai keuletan rendah atau dikatakan getas / rapuh (brittle).

f. Ketangguhan (toughness)

Menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Juga dapat dikatakan sebagai ukuran banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu benda kerja, pada suatu kondisi tertentu. Sifat ini dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga sifat ini sulit untuk diukur.

g. Kelelahan (fatigue)

(45)

yang besarnya masih jauh dibawah batas kekuatan elastisitasnya. Sebagian besar dari kerusakan yang terjadi pada komponen mesin disebabkan oleh kelelahan. Karenanya kelelahan merupakan sifat yang sangat penting tetapi sifat ini juga sulit diukur karena sangat banyak faktor yang mempengaruhinya.

h. Keretakan (creep)

Merupakan kecenderungan suatu logam mengalami deformasi plastis yang besarnya merupakan fungsi waktu, pada saat bahan tersebut menerima beban yang besarnya relatif tetap.

2.2.4. Diagram Fasa Fe-C

Diagram keseimbangan besi karbon seperti pada gambar 2.2 adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan yang lambat dengan kadar karbon. Diagram ini merupakan dasar pemahaman untuk semua operasi-operasi perlakuan panas. Dimana fungsi diagram fasa adalah memudahkan memilih temperatur pemanasan yang sesuai untuk setiap proses perlakuan panas baik proses anil, normalizing maupun proses pengerasan.

(46)

dibagi dua bagian yaitu baja yang mengandung kurang dari 0,83% disebut hypoetectoid dan baja yang mengandung lebih dari 0,83% sampai dengan 2% karbon disebut dengan hyperetectoid.

Pemanasan pada suhu 723 0C dengan komposisi 0,8 % C disebut dengan titik eutectoid. Apabila dilakukan pemanasan sebelum mencapai titik eutectoid, pada titik hypoeutectoid terbentuk fasa pearlit dan ferrit. Sedangkan dibawah hypereutectoid mempunyai fasa pearlit dan sementit. Pada pemanasan melewati garis eutectoid, terjadi perubahan fasa pearlit menjadi austenit.

Ketika paduan A (A1) mencapai suhu 7230C (suhu eutektoid) sisa

austenit sekitar 0,8% C (meskipun sebenarnya jumlah komposisinya 0,4%). Oleh karena itu, pada titik eutectoid reaksi yang terjadi adalah

perubahan sisi austenite menjadi pearlite (α + Fe3C). ketika paduan A (A3) mencapai suhu 9100C, ferit bcc mulai berubah bentuk menjadi

austenite. Ini merupakan reaksi solid dan dipengaruhi oleh difusi karbon pada austenit. Ferrit yang berisi karbon terbentuk dengan sangat lambat. Keadaaan paduan A (Acm) transformasi Fe3C menjadi austenit secara

keseluruhan pada suhu ini, seperti prediksi pada diagram. Seluruh sistem austenit fcc dengan kadar karbon 0.95 %.

(47)

pendinginan di bawah sedikit batas kritis, ferrit akan bergabung didalam pearlit dan austenite akan bertransformasi menjadi karbida (sementit). Andaikan didinginkan cepat, fasa akan bertransformasi menjadi sementit dan pearlit. Dalam hal ini, pengaruh waktu tahan sangat menetukan pada pembetukan perubahan butir.

Adapun macam – macam struktur yang ada pada besi karbon adalah sebagai berikut:

1. Ferrit

Ferrit adalah fasa larutan padat yang memiliki struktur BCC (body centered cubic). Ferrit terbentuk akibat proses pendinginan yang lambat dari austenit baja hypotectoid pada saat mencapai A3. Ferrit bersifat sangat lunak, ulet dan memiliki kekerasan sekitar 70 - 100 BHN dan memiliki konduktifitas yang tinggi.

2. Austenit

Fasa Austenit memiliki struktur atom FCC (Face Centered Cubic). Dalam keadaan setimbang fasa austenit ditemukan pada

temperatur tinggi. Fasa ini bersifat non magnetik dan ulet (ductile) pada temperatur tinggi. Kelarutan atom karbon di dalam larutan padat austenit lebih besar jika dibandingkan dengan kelarutan atom karbon pada fasa ferrit dan memiliki kekerasan sekitar 200 BHN. 3. Sementit

(48)

4. Perlit

Perlit adalah campuran sementit dan ferit yang memiliki kekerasan sekitar 10-30HRC. Perlit yang terbentuk sedikit dibawah temperatur eutectoid memiliki kekerasan yang lebih rendah dan memerlukan waktu inkubasi yang lebih banyak.

5. Bainit

Bainit merupakan fasa yang kurang stabil yang diperoleh dari austenit pada temperatur yang lebih rendah dari temperatur transformasi ke perlit dan lebih tinggi dari transformasi ke martensit. 6. Martensit

Martensit merupakan larutan padat dari karbon yang lewat jenuh pada besi alfa sehingga latis-latis sel satuanya terdistorsi.

(49)

2.3 Mekanisme Penguatan Logam

Penguatan logam yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat terjadi berbagai cara, antara lain dengan mekanisme pengerasan regangan (strain hardening), larut-padat, fasa kedua, prespitasi, dispersi, penghalusan butir dan tekstur.

1. Pengerasan regang (strain hardening)

Penguatan melalui mekanisme pengerasan regangan dapat terjadi terhadap semua logam akibat proses deformasi plastis yang menyebapkan terjadinya peningkatan kerapatan dislokasi. Dislokasi yang semakin rapat mengakibatkan dislokasi itu sendiri semakin sukar bergerak sehingga bahan semakin kuat atau keras.

2. Larut padat

Penguatan mekanisme larut padat terjadi akibat adanya atom-atom asing yang larut padat baik secara subtitusi maupun interstisi. Atom asing yang larut padat tersebut dapat berupa unsur pemadu dalam bentuk paduan maupun inklusi berupa atom pengotor. Kelarutan atom-atom asing ini dalam bentuk larut padat mengakibatkan timbulnya medan tegangan yang berdampak terhadap pergerakan dislokasi. Pergerakan dislokasi semakin sukar dengan timbulnya medan tegangan sehingga mengakibatkan logam menjadi lebih kuat atau keras.

3. Fasa kedua

(50)

Pembentukan senyawa fasa kedua dalam paduan terjadi karena penambahan unsur paduan yang melampaui batas larut padat. Senyawa fasa yang terbentuk relatif bersifat keras dan pergerakan dislokasi cenderung akan terhambat oleh fasa kedua tersebut. Pergerakan dislokasi yang terhambat oleh fasa kedua akan memperkuat dan memperkeras logam.

4. Prespitasi

(51)

5. Dispersi

Penguatan logam tanpa pengaruh suhu overaging dapat dilakukan dengan metode dispersi. Pengerasan dispersi merupakan pengerasan melalui proses memasukkan partikel-partikel dispersi dalam bentuk serbuk yang tercampur secara homogen. Partikel dispersi yang digunakan merupakan partikel yang sama sekali tidak larut dalam matriknya. Campuran serbuk logam tersebut dikenai proses kompaksi dan sintering dengan suhu pemanasan sampai mendekati titik cair logam matrik sehingga mengakibatkan terjadi ikatan yang kuat. Partikel dispersi tersebut merupakan rintangan bagi gerakan dislokasi dan semakin banyak partikel akan semakin banyak terjadinya dislokasi. Dislokasi yang semakin banyak mengakibatkan dislokasi semakin rapat dan semakin sulit bergerak sehingga bahan akan semakin keras.

6. Penghalusan butir dan tekstur

(52)

memerlukan tegangan yang lebih besar sehingga dengan demikian batas butir akan menjadi penghalang dan penghambat gerakan dislokasi. Struktur butir memiliki batas-batas butir yang merupakan rintangan bagi pergerakan dislokasi. Butir yang semakin halus cenderung akan semakin memperbanyak batas butir. Batas butir yang banyak akan mengakibatkan gerakan dislokasi semakin sukar karena semakin banyak rintangan sehingga material menjadi semakin kuat. Penghalusan butir dapat dilakukan melalui proses pembekuan dan proses rekristalisasi. Penguatan tekstur merupakan peningkatan kekuatan atau kekerasan melalui orientasi kristal. Logam yang ditingkatkan kekuatannya diusahakan kristalnya memiliki orientasi tertentu. Pembentukan kristal logam agar sel-satuan memiliki orientasi yang mendekati arah tertentu dapat dilakukan dengan cara deformasi plastis, seperti dengan proses pengerolan.

2.4. Proses Deformasi

Proses deformasi memanfaatkan sifat beberapa material yaitu kemampuannya mengalir secara plastis pada keadaan padat tanpa merusak sifat-sifatnya. Dengan menggerakan material secara sederhana ke bentuk yang di inginkan, maka sedikit atau bahkan tidak ada material yang terbuang sia-sia.

(53)

kemudian mengalami proses deformasi lebih lanjut sehingga diperoleh kawat (wire) dan berjenis-jenis produk akhir yang dihasilkan melalui tempa (forging), ekstrusi, sheet metal forming dan sebagainya.

Deformasi yang diberikan dapat berupa aliran curah (bulk flow) dalam tiga dimensi. Geser sederhana, tekuk sederhana dan gabungan ataupun kombinasi dari beberapa jenis proses tersebut. Tegangan yang diperlukan untuk mendapatkan deformasi tersebut dapat berupa tarikan (tension), tekan (compression), geseran (shear) atau kombinasi dari beberapa jenis tegangan

tersebut.

Secara makroskopis, deformasi dapat dilihat sebagai perubahan bentuk dan ukuran. Perubahan bentuk yang terjadi dapat di bedakan atas deformasi elastis dan deformasi plastis.

Meskipun hakekat proses pembentukan logam adalah mengusahkan deformasi plastis yang terkontrol, namun dalam berbagai hal pengaruh deformasi elastis cukup besar sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Untuk itu perlu dibahas lebih dahulu pengertian deformasi elastis dan deformasi plastis.

(54)

pengertian deformasi elastis dan deformasi plastis pada suatu diagram tegangan-regangan.

Bila suatu material dibebani sampai daerah plastis, maka perubahan betuk yang saat itu terjadi adalah gabungan antara deformasi elastis dengan deformasi plastis (penjumlahan ini sering juga disedut deformasi total). Bila beban-beban ditiadakan, maka deformasi elastis akan hilang pula, sehinga perubahaan bentuk yang ada hanyalah deformasi plastis saja.

Pengaruh temperatur terhadap proses-proses pembentukan adalah hal mengubah sifat-sifat dan prilaku material. Secara umum kenaikan temperatur akan mengakibatkan turunnya kekuatan material, naiknya keuletan dan turunnya laju pengerasan regangan yang mana perubahannya tersebut mengakibatkan kemudahan material untuk deformasi.

Berdasarkan temperatur material pada saat deformasi ini, proses pembentukan logam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, yaitu:

Pengerjaan panas (Hot working) Pengerjaan dingin (Cold working)

Pada awalnya batasan kedua kelompok tersebut hanyalah didasarkan atas ada atau tidaknya proses pemanasan benda kerja. Namun bila ditinjau dari segi metalurgis, hal ini tidak sepenuhnya benar.

(55)

2.4.1 Proses Pengerjaan Panas

Pengerjaan panas adalah proses pembentukan logam yang mana proses deformasinya dilakukan diastas kondisi temperatur rekritalisasi dan laju regangan dimana proses rekritalisasi dan deformasi terjadi bersamaan.

Proses pengerjaan panas dapat didefinisikan sebagai proses pembentukan yang dilakukan pada daerah temperatur rekristalisasi logam yang diproses. (agar lebih singkat daerah temperatur diatas temperatur rekristalisasi untuk selanjutnya disebut sebagai daerah temperatur tinggi). Dalam proses deformasi pada temperatur tinggi terjadi peristiwa pelunakan yang terus menerus, khususnya akibat terjadinya rekristalisasi. Akibat yang konkret ialah bahwa logam bersifat lunak pada temperatur tinggi. Kenyataan inilah yang membawa keuntungan-keuntungan pada proses pengerjaan panas. Yaitu bahwa deformasi yang diberikan kepada benda kerja dapat relatif besar. Hal ini disebabkan karena sifat lunak dan sifat ulet, sehingga gaya pembentukan yang dibutuhkan relatif kecil, serta benda kerja mampu menerima perubahaan bentuk yang besar tanpa retak. Karena itulah keuntungan proses pengerjaan panas biasanya digunakan pada proses-proses pembentukan primer yang dapat memberikan deformasi yang besar, misalnya: proses pengerolan panas, tempa dan ekstrusi.

(56)

tegangan – regangan sebenarnya yang naik keatas pada deformasi dibawah temperatur rekristalisasi. Dengan demikian proses pengerjaan panas secara drastis mampu mengubah bentuk material tanpa akan timbulnya retak pembentukan yang berlebihan.

Disamping itu, temperatur tinggi memacu proses difusi sehingga hal ini dapat menghilangkan ketidak homogenan kimiawi, pori-pori karena efek pengelasan dapat tertutup atau ukurannya berkurang selama derformasi berlangsung serta struktur metalurgi dapat diubah sehingga diperoleh sifat-sifat akhir yang lebih baik. Dilihat dari segi negatif, temperatur tinggi dapat mengakibatkan reaksi yang tidak dikehendaki antara benda kerja dengan lingkungannya.

Toleransi menjadi rendah sebagai akibat adanya penyusutan /pemuaian termal ataupun akibat pendinginan yang tidak seragam. Secara metalurgis dapat terjadi sehingga ukuran butir produk akan bervariasi tergantung pada besar reduksi yang alami, temperatur deformasi yang terakhir, setelah doformasi dan faktor-faktor lainnya.

Keberhasilan dan kegagalan proses pengerjaan panas sering sangat tergantung pada keberhasilan mengatur kondisi termal, karena hampir 90% energi yang diberikan kepada benda kerja akan diubah menjadi panas maka temperatur benda kerja akan naik jika deformasi berlangsung sangat cepat. Meskipun demikian, pada umumnya pemanasan benda kerja dipanaskan pada temperatur yang lebih rendah.

(57)

yang bertemperatur lebih rendah begitu permukaan benda kerja menjadi dingin ketidak seragaman temperatur akan terjadi. Adanya aliran benda kerja yang panas dan lunak pada bagian dalam akan mengakibatkan retakan pada permukaan benda kerja yang dingin dan getas. Oleh karena itu temperatur benda kerja perlu dijaga agar seseragam mungkin.

Untuk mendapatkan toleransi produk yang lebih baik maka temperatur dies dinaikan dan waktu kontak yang lebih lama (kecepatan deformasi yang lebih rendah). Namun dengan cara seperti ini juga akan semakin memperpendek umur dies. Pada saat memproses forming produk yang bentuknya rumit, seperti pada hot forging, bagian tipis akan mendingin lebih cepat dari pada bagian yang tebal sehingga hal ini akan semakin memperumit perilaku aliran benda kerja. Lebih jauh lagi ketidak seragaman pendinginan benda karja akan menimbulkan tegangan sisa pada produk akhir hasil proses hot working.

2.4.2 Hammering

(58)

Energi Hammer

Energy dari mesin hammer dapat dilihat dari rumus berikut ini : …....…….(2.1)

Dimana ;

m= berat Ram( kg) V = kecepatan (m/s)

H= ketinggian Jatuh palu (m) A= luas penampang ram ( m2 ) P= tekanan Hammer (pascal) w = energy (J)

2.5 Pengujian Kekerasan

(59)

Bilangan kekerasan Brinell (BHN) diberikan oleh persamaan (2.4). Dimana bilangan Brinell didefinisikan sebagai tegangan P/A, dalam satuan kgf/mm2, diamana P adalah beban dan A adalah luas permukaan kutub bola yang membentuk indentasi. Jadi

………..(2.4)

dimana d adalah diameter jejak dan D adalah diameter indentor. Agar diperoleh hasil yang kosisten maka rasio d/D harus kecil dan diusahakan agar tetap konstan. Dengan begini nilai BHN untuk material lunak adalah sama. Pengujian kekerasan penting, baik untuk pengendalian kerja maupun penelitian, khususnya bilamana diperlukan informasi mengenai getas pada suhu tinggi.

2.6 Pengujian Tarik

Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva seperti digambarkan pada gambar 2.3. Kurva ini menunjukkan hubungan antara tegangan dengan regangan.

Perubahan panjang dalam kurva disebut sebagai regangan teknik(εeng.),

(60)

Gambar 2.2. Kurva tegangan regangan baja

Tegangan normal tesebut akibat gaya tarik dapat ditentukan berdasarkan persamaan (2.1).

Ao F =

σ .………. (2.1)

Dimana:

σ = Tegangan tarik (MPa)

F = Gaya tarik (N)

Ao = Luas penampang spesimen mula-mula (mm2)

Regangan akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan persamaan (2.2).

L L ∆ =

ε ………(2.2)

Dimana: ∆L=L-L0

Keterangan:

(61)

L = Perubahan panjang spesimen akibat beban tekan (mm)

Lo = Panjang spesimen mula-mula (mm)

Pada prakteknya nilai hasil pengukuran tegangan pada suatu pengujian tarik pada umumnya merupakan nilai teknik. Regangan akibat gaya tarik yang terjadi, panjang akan menjadi bertambah dan diameter pada spesimen akan menjadi kecil, maka ini akan terjadi deformasi plastis (Nash, 1998). Hubungan antara stress dan strain dirumuskan pada persamaan (2.3)

E = σ / ε ……….. (2.3)

E adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama “Modulus

Elastisitas” atau “Young Modulus”. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurvaSS (SS curve).

(62)

sini ditarik garis sejajar dengan bagian elastis kurva tegangan-regangan dari titik dengan regangan 0,2 %.

2.7 Analisa Struktur Butir

Tiap volume yang mempunyai orientasi tertentu disebut butir dan daerah tidak teratur antarbutir disebut batas butir. Lebar batas butir sekitar dua atau tiga deretan atom. Sebetulnya, butir dan batas butir berdimensi tiga. Dan gambar hanya menampilkan penampang tertentu. Gelembung polyhedral yang terbentuk bila larutan sabun kita kocok merupakan model tiga dimensi dari kristal dengan batas butirnya.

Butir kristal tidak sepenuhnya berbentuk polyhedral, tetapi dapat mempunyai bentuk yang berbeda, bergantung pada riwayat termal dan mekanik bahan utuh. Sifat mekanik turut ditentukan oleh ukuran butir. Makin halus butir, makin keras bahan dan kekuatan luluh; keuletan dan ketangguhan bahan juga lebih tinggi. Hubungan antara besar butir dan kekuatan diberikan oleh persamaan Petch yang dirumuskan pada persamaan (2.5).

�� = �1+���− 1

2

……….(2.5)

Dimana:

σy = Tegangan luluh

σ1= Tegangan friksi (friction stress)

(63)

2.8 Pertumbuhan Struktur Butir

Struktur kristal logam akan rusak pada titik cairnya (Alexander, 1991). Batas butir akan lenyap dan kekuatan mekanik tidak akan berarti lagi. Struktur kristal akan terbentuk kembali jika logam didinginkan. Sewaktu membeku, energi dilepaskan dalam bentuk panas laten pembekuan, dan laju pembekuan bergantung pada jumlah panas yang dapat dilepaskan.

Bila pendinginan berlangsung secara perlahan-lahan, terbentuklah kelompok atom pada permukaan cairan yang kemudian menjadi inti butiran padat. Selama solidifikasi dengan laju pendinginan lambat, inti pertama bertambah besar akibat kepindahan atom dari cairan kebahan padat. Akhirnya, semua cairan bertransformasi dan butir bertambah besar. Batas butir merupakan titik pertemuan pertumbuhan berbagai inti. Bila pendinginan cepat, jumlah kelompok bertambah dan tiap-tiap kelompok tumbuh dengan cepat hingga akhirnya saling bertemu. Sebagai hasil akhir, diperoleh logam dengan jumlah butir yang banyak atau disebut logam padat berbutir halus.

(64)

bahan teknik tidak mengalami transformasi seperti itu dan struktur coran akan tetap ada sampai dipecahkan secara mekanik.

2.9 Perhitungan Diameter Butir

Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengukur besar butir dari struktur mikro suatu material salah satunya adalah metode Planimetri yang dikembangkan oleh Jeffries. Dimana metode ini cukup sederhana untuk menetukan jumlah butir persatuan luas pada bagian-bidang yang dapat dihubungkan pada standar ukuran butir ASTM E 112. Metode planimetri ini melibatkan jumlah butir yang terdapat dalam suatu area tertentu yang dinotasikan dengan NA. Secara skematis proses perhitungan menggunakan

metode ini seperti pada gambar 2.3.

Gambar 2.5 Perhitungan butiran menggunakan metode planimetri

Jumlah butir bagian dalam lingkaran (Ninside) ditambah setengah jumlah

butir yang bersingungan (Nintercepted) dengan lingkaran dikalikan oleh pengali

Jeffries (f) dapat dituliskan pada persamaan (2.6).

(65)

Dimana pengali Jeffries yang dipergunakan tergantung pada perbesaran yang digunakan pada saat melihat struktur mikro dan dapat ditetukan melalui tabel 2.2.

Untuk selanjutnya setelah diperoleh nilai NA maka ukuran butir dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut

d = (3,322 log NA) – 2,95 ………(2.7)

Tabel 2.2. Hubungan antara perbesaran yang digunakan dengan pengali Jeffries

Perbesaran (M) Pengali Jefrries( f) untuk menetukan butiran/mm2

1 0.0002

10 0.02

25 0.125

50 0.5

75 1.125

100 2.0

150 4.5

200 8.0

250 12.5

300 18.0

500 50.0

750 112.5

(66)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pisau egrek adalah alat yang digunakan untuk pemanen kelapa sawit. Pisau egrek yang sering dipergunakan petani pemanen sawit adalah pisau egerk yang materialnya dibuat dari baja karbon sedang dengan proses pengerjaaan hammering dan dilakukan secara konvensional. Pisau egrek saat ini banyak ditemukan masalah yang diantaranya umur yang singkat sehingga mudah patah dan cepat aus.

Hipotesis penulis umur yang singkat diakibatkan pemilihan material yang kurang tepat dan proses pengerjaan yang masih belum sesuai dengan sifat mekanik yang diharapkan pada pisau egerk pemanen sawit. Hamering dilakukan oleh dua orang dengan cara memukul pisau secara terus menerus, pada proses ini gaya yang diterima oleh pisau egrek tidak merata karena tidak konstannya gaya yang diberikan oleh tenaga manusia.

Metode yang digunakan untuk perbaikan sifat mekanik sudah banyak diantaranya yaitu dengan mekanisme pengerasan regangan (strain hardening), larutan padat, fasa kedua, prespitasi, dispersi, penghalusan butir, dan deformasi plastis.

(67)

dimana regangan plastis yang diberikan kepada logam atau material yang diproses sangat besar sehingga menghasilkan butir yang halus (ultra fine grain).

Hammering adalah pengerjaan yang dipilih penulis untuk melakukan deformasi plastis pada pisau egrek yang akan diteliti. Hammering menggunakan mesin akan memberikan gaya yang kosntan sehingga jumlah gaya yang diterima oleh pisau egrek yang akan dibuat akan sama jumlahnya.

Temperatur rekristalisasi yaitu, perubahan struktur kristal akibat pemanasan pada suhu kritis diaman untuk suhu kritis pada baja karbon adalah pada 723°C, sehingga dapat diartikan lebih lanjut bahwa temperatur rekristalisasi adalah suatu proses dimana butir logam yang terdeformasi digantikan oleh butiran baru yang tidak terdeformasi yang intinya tumbuh sampai butiran asli termasuk didalamnya. [George. E. Dieter]

Dengan meningkatnya nilai kekerasan maka nilai ketangguhan dan struktur mikro cenderung menurun artinya dimana semakin keras bahan maka nilai ketangguhannya akan semakin menurun dan ukuran diameter butir semakin kecil pada proses tempering dan proses pengerolan di bawah temperatur rekristalisasi, sedangkan pada proses pengerolan di atas temperatur rekristalisasi dengan meningkatnya nilai kekerasan maka nilai ketangguhan meningkat artinya dimana semakin keras bahan maka nilai ketangguhannya akan semakin meningkat sedangkan untuk struktur mikro diameter butirnya semakin kecil(1).

(68)

Semakin tinggi tingkat deformasi maka butiran mikro struktur juga semakin kecil Kuatan tarik yang tertinggi terjadi pada deformasi 50 % pada suhu 950°C yaitu 550 Mpa(3).

Pengaruh temperatur dan deformasi plastis, dalam struktur paduan tembaga diselidiki setelah uji tarik pada suhu 950 °C butir memanjang.Kekerasan dan kekuatan tarik menurun dari raw materialnya(4).

Pada baja karbon rendah setelah dilakukan proses drawing mengalami penurunan sifat mekanis dari raw materialnya yaitu dari 670,88 MPA menurun menjadi 382,59(5)

Kekuatan tarik maksimal terjadi pada deformasi 79 % suhu 550 °C yaitu 1550 MPa, dan kekuatan yield pada deformasi 79% suhu 550 °C yaitu 1400 Mpa, Kekuatan tarik dan kekerasan berbanding lurus yaitu semakin tinngi kekuatan tarinya semakin tinggi nilai kekerasannya yaitu 525 HV, setelah dilakukan perlakuan pengerolan dingin sifat mekanis lebih baik dari pada raw material(6).

Baja bohler K460 adalah baja yang diproduksi oleh perusahaan Bohler yang mempunyai standart AISI O1 yang aplikasinya sering digunakan untuk pemotong, oleh karena itu penulis memilih baja bohler K460 sebagai raw material untuk pemilihan bahan mata pisau pemanen sawit.

(69)

1.2.Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dijadikan pokok bahasan dalam penelitian ini yaitu melakukan hamerring dengan suhu diatas rekristalisasi dengan menggunakan bahan baja bohler k460 yang sering digunakan untuk baja perkakas dan pemotong serta menganalisa sejauh mana pengaruh hamerring diatas suhu rekristalisasi terhadap sifat mekanik seperti kekerasan bahan, kekuatan tarik bahan dan mikrostruktur bahan.

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengamati pengaruh perlakuan hamrreing diatas temperatur rekristalisasi dan tingkat deformasi terhadap sifat mekanis bahan seperti kekerasan, kekuatan tarik, dan struktur mikro bahan.

2. Mengetahui hubungan dan pengaruh ukuran butir terhadap sifat mekanis bahan.

3. Melihat apakah baja bohler k460 yang telah diproses dengan perlakuan hammering diatas temperatur rekristalisasi memliki sifat mekanis lebih baik dari bahan awal (raw material) tanpa perlakuan apapun.

1.4.Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini:

(70)

2. Bagi akademik, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan untuk penelitian tentang sifat mekanis bahan dan mikrostruktur logam.

3. Bagi industri dapat digunakan sebagai acuan atau pedoman dalam pembuatan mata pisau pemanen sawit.

1.5.Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, yang menjadi batasan masalah adalah hubungan dan pengaruh perubahan sifat mekanis terhadap diameter butir material dalam skala mikro. Adapun pembatasan masalah pada skripsi ini yaitu:

1. Material yang digunakan adalah baja bohler k460 yang merupakan bahan yang digunakan untuk baja perkakas dan pemotong.

2. Pemanasan awal pada suhu 700°C , 750°C, 800°C, 850°C, dan 900°C ditahan selama 1 jam dengan tingkat deformasi sesuai waktu pemukulan yaitu 5 detik, 10 detik, 15 detik, dan 20 detik.

3. Pengujian sifat mekanis sebelum dan sesudah dilakukan proses hamerring diatas temperatur rekristalisasi meliputi uji kekerasan dalam skala brinell dan uji tarik.

(71)

1.6.Sistematika Penulisan

Laporan tugas akhir ini disusun dengan sistematika sebagai berikut,

BAB I PENDAHULUAN, yang berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, berisi tentang baja dan aplikasinya, jenis dan klasifikasi baja, dan teori dasar pengujian sifat mekanis (uji tarik, kekerasan, dan struktur mikro), dan materi yang berhubungan dengan judul tugas akhir.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN, mencakup diagram alir penelitian berdasarkan data-data yang diperoleh, pemilhan bahan, persiapan bahan, langkah dan proses pengerjaan dan proses pengujian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN, meliputi hasil uji tarik, uji kekerasan, dan pengamatan struktur mikro.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, Dari hasil pengujian tersebut pada bab sebelumnya akan diperoleh kesimpulan tentang sifat mekanik dan struktur mikro pada baja bohler K460yang diuji.

(72)

ABSTRAK

Pengerasan regangan merupakan peningkatan kekuatan atau kekerasan melalui orientasi kristal. Pembentukan kristal logam agar sel-satuan memiliki orientasi yang mendekati arah tertentu dapat dilakukan dengan cara deformasi plastis, seperti dengan proses hammering. Tujuan penelitian ini adalah mengamati pengaruh perlakuan hammering diatas temperature rekristalisasi dan tingkat deformasi terhadap sifat mekanis seperti kekerasan, kekuatan tarik, dan struktur mikro bahan. Mengetahui hubungan dan pengaruh ukuran butir terhadap sifat mekanis bahan. Melihat apakah baja bohler K460 yang telah diproses dengan perlakuan hammering diatas temperature rekristalisasi memiliki sifat mekanis lebih baik dari raw materialnya. Perbaikan sifat mekanis baja bohler K460 dilakukan dengan metode deformasi plastis dengan cara hammering diatas suhu regristalisasi. Temperature suhu yang dilakukan adalah suhu 700°C, 750°C, 800°C, 850°C, 900°C, dengan waktu penahanan hammering 5s, 10s, 15s, 20s. Hasil pengujian sifat mekanis memperlihatkan bahwa nilai kekerasan optimum adalah 627,2 BHN pada suhu 900°C dengan waktu penahanan hammering 15s. Hasil pengujian tarik optimum diperoleh tegangan batas sebesar 1616,64 MPa dan tegangan luluh 1350 MPa pada suhu 900°C dengan waktu penahanan hammering 15s. Korelasi ukuran butir terhadap sifat mekanis yaitu kekerasan berbanding terbalik, dimana semakin kecil ukuran butir maka bahan akan semakin keras. Sedangkan untuk hubungan antara ukuran butir dan kekuatan tarik berbanding terbalik juga, dimana semakin besar ukuran butir maka kekuatan bahan akan semakin menurun. Pengaruh dari perlakuan hammering diatas temperature rekristalisasi yang telah dilakukan, setelah diambil nila nilai optimalnya maka diperoleh material setelah dilakukan proses hammering jauh lebih baik dibandingkan raw materialnya sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh hammering diatas temperatur rekristalisasi meningkatkan sifat-sifat mekanis bahan.

(73)

ABSTRACT

Strain hardening is enhancement force or violence through the crystal orientation. Formation of a metal crystal unit cell that has a specific orientation toward approach can be done by plastic deformation, such as the hammering process. The purpose of this study was to observe the effect of treatment hammering on top recrystallization temperature and deformation rate on mechanical properties such as hardness, tensile strength, and microstructure formation of crystalline metallic material. Knowing the relation and influence of grain size against the mechanical properties of materials. See whether Bohler K460 steel that has been processed by hammering treatment on top the recrystallization temperature has better mechanical properties of raw material. Improvement of mechanical properties of steel Bohler K460 performed by the method of plastic deformation by hammering above temperature r recrystallization. temperature conducted 700 ° C is the temperature, 750 ° C, 800 ° C, 850 ° C, 900 ° C, with a holding time hammering 5s, 10s, 15s, 20s. The test results showed that the mechanical properties of the optimum value is 627.2 BHN hardness at 900 ° C with a holding time hammering 15s. Tensile test results obtained optimum stress limit of 1616.64 MPa and 1350 MPa yield stress at a temperature of 900 ° C with a holding time hammering 15s. Correlation of grain size against is mechanical properties of hardness inversely proportional, where the smaller the grain size of the material will be the hardest. While for relation between grain size and inversely proportional the tensile strength as well, where the larger the grain size of the material strength will decrease. The effect of treatment above the recrystallization temperature hammering was done, after having taken the optimal values it is obtained material after the hammering process is much better than the raw material so that it can be concluded that the effect of hammering above recrystallization temperature increases the mechanical properties of materials.

(74)

PENGARUH PROSES DEFORMASI PLASTIS DENGAN METODE HAMMERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN MICROSTRUKTUR

BAJA BOHLER K460 (AISI O1) SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

ISMAIL HUSIN TANJUNG 080401005

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)

ABSTRAK

Pengerasan regangan merupakan peningkatan kekuatan atau kekerasan melalui orientasi kristal. Pembentukan kristal logam agar sel-satuan memiliki orientasi yang mendekati arah tertentu dapat dilakukan dengan cara deformasi plastis, seperti dengan proses hammering. Tujuan penelitian ini adalah mengamati pengaruh perlakuan hammering diatas temperature rekristalisasi dan tingkat deformasi terhadap sifat mekanis seperti kekerasan, kekuatan tarik, dan struktur mikro bahan. Mengetahui hubungan dan pengaruh ukuran butir terhadap sifat mekanis bahan. Melihat apakah baja bohler K460 yang telah diproses dengan perlakuan hammering diatas temperature rekristalisasi memiliki sifat mekanis lebih baik dari raw materialnya. Perbaikan sifat mekanis baja bohler K460 dilakukan dengan metode deformasi plastis dengan cara hammering diatas suhu regristalisasi. Temperature suhu yang dilakukan adalah suhu 700°C, 750°C, 800°C, 850°C, 900°C, dengan waktu penahanan hammering 5s, 10s, 15s, 20s. Hasil pengujian sifat mekanis memperlihatkan bahwa nilai kekerasan optimum adalah 627,2 BHN pada suhu 900°C dengan waktu penahanan hammering 15s. Hasil pengujian tarik optimum diperoleh tegangan batas sebesar 1616,64 MPa dan tegangan luluh 1350 MPa pada suhu 900°C dengan waktu penahanan hammering 15s. Korelasi ukuran butir terhadap sifat mekanis yaitu kekerasan berbanding terbalik, dimana semakin kecil ukuran butir maka bahan akan semakin keras. Sedangkan untuk hubungan antara ukuran butir dan kekuatan tarik berbanding terbalik juga, dimana semakin besar ukuran butir maka kekuatan bahan akan semakin menurun. Pengaruh dari perlakuan hammering diatas temperature rekristalisasi yang telah dilakukan, setelah diambil nila nilai optimalnya maka diperoleh material setelah dilakukan proses hammering jauh lebih baik dibandingkan raw materialnya sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh hammering diatas temperatur rekristalisasi meningkatkan sifat-sifat mekanis bahan.

Gambar

Gambar 3.2. Spesimen Metallografi (a) , dimesi spesimen(b)
Gambar 3.4 Pemanasan specimen di dalam furnace
Gambar 3.5 Mesin Hammer
Gambar 3.6 Alat uji Brinell
+7

Referensi

Dokumen terkait

Baja H-13 dikategorikan sebagai baja pengerjaan panas Chromium(Cr), yang terdiri dari baja dengan standart AISI H-10 s/d H-19 ,dimana dengan perlakuan heat treatment

Logam besi dan baja paling banyak dipakai sebagai bahan industri yang merupakan sumber sangat banyak, dimana sebagian ditentukan oleh nilai ekonomisnya, tetapi yang paling penting

Pengaruh dari proses yang telah dilakukan, setelah diambil nilai-nilai optimalnya maka hasil yang diperoleh diatas dari pada bahan mentahnya (raw material), sehingga

Permasalahan yang akan menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini adalah melakukan metode Thermomekanikal dengan bahan tembaga yang terdapat dipasaran untuk bantalan gelinding,

Permasalahan yang akan menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini adalah melakukan metode equal channel angular pressing dengan menggunakan bahan aluminium yang terdapat di

Untuk nilai kekerasan tertinggi pada baja AISI 4340 adalah pada proses hardening 850°C dengan VHN sebesar 548, sedangkan nilai terendah pada proses Tempering 600 0C dengan waktu

Untuk nilai kekerasan tertinggi pada baja AISI 4340 adalah pada proses hardening 850°C dengan VHN sebesar 548, sedangkan nilai terendah pada proses Tempering 600 0C dengan waktu

Pada foto struktur mikro baja karbon medium dengan spesimen 3 seperti dilihat pada gambar 4.5 bahwa struktur yang terbentuk adalah martensite (bentuk jrum) dan