KUESIONER PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN ANTARA KRITERIA PELAYANAN DENGAN BENTUK KERETA API
Nama : __________________________________ Usia : __________________________________ Jenis kelamin : __________________________________
Berilah tanda [ √ ] pada salah satu gambar yang terdapat di bawah ini yang menurut saudara/i paling sesuai dengan pernyataan-pernyataan mengenai kriteria pelayanan kereta api terhadap bentuk kereta api.
Kriteria Pelayanan Kereta api
Bentuk Kereta Api
Railbus EOL Maglev Komuter
Kemudahan akses penumpang keluar-masuk stasiun kereta api serta melakukan akses lanjutan ke transportasi lainnya.
Tarif angkutan kereta api yang terjangkau
Waktu pengoperasian stasiun yang lebih terjadwal dibandingkan dengan dan disesuaikan dengan arus aktivitas masyarakat yang terdapat di kawasan Kwala Bekala.
DAFTAR PUSTAKA
Archdaily. 2015. Rotterdam Central Station / Benthem Crouwel Architect + MVSA Architects + West 8. http://www.archdaily.com/588218/rotterdam-central-station-benthem-crouwel-architects-mvsa-meyer-en-van-schooten-architecten-and-west-8. Diakses tanggal 13 Juli 2016.
Arcspace. 2003. Lyon-Satolas TGV Stastion. http://www.arcspace.com/features/santiago-calatrava/lyon-satolas-tgv-station/. Diakses tanggal 30 Juni 2016.
Wikipedia. Sydney Opera House. https://en.wikipedia.org/wiki/Sydney_Opera_House. Diakses tanggal 30 Juni 2016.
Calthorpe, Peter. 1993. The Next American Metropolis Ecology, Community, and the American Dream. Princeton Architectural Press. New York.
Herawan, Bambang. 2011. Pengembangan Stasiun Kereta Api Medan. Skripsi. Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan.
Juwana, Jimmy S. 2005. Panduan Sistem Bangunan Tinggi untuk Arsitek dan Praktisi Bangunan. Erlangga. Jakarta.
Neufert, Peter. 1996. Data Arsitek. Edisi 33, Erlangga. Jakarta.
Neufert, Peter. 2002. Data Arsitek. Edisi 33, Erlangga. Jakarta.
Notre Dame du Haut. https://en.wikipedia.org/wiki/Notre_Dame_du_Haut. Diakses tanggal 13 Juli 2016.
Suhandinata, S. Arsitektur Simbolis. https://www.academia.edu/17862883/Arsitektur_Simbolis. Diakses tanggal 18 Juni 2016.
Wikipedia. Dubai Metro. https://en.wikipedia.org/wiki/Dubai_Metro. Diakses tanggal 29 Juni 2016.
BAB 3 METODOLOGI 3.1. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penilitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Metode penelitian ini dilakukan untuk memperoleh kata, skema, dan gambar, meliputi gambar kerja, ilustrasi gambar, dan gambar skematik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa dan mengkaji potensi dan masalah yang berkaitan dengan proyek perancangan Stasiun Kereta Api Kawasan Kwala Bekala.
Disamping itu, pada penelitian ini juga menggunakan metode penelitian kuantitatif. Penggunaan metode penelitian ini adalah bertujuan untuk memperoleh data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan, meliputi jumlah populasi penduduk, statistika pergerkan penumpang kereta api, dan analisa program ruang.
3.2. Studi Literatur Kereta Api Maglev
Kereta Api Magnetik/Maglev (Magnetically Levitated) salah satu jenis kereta api yang mengambang secara magnetic, yaitu memanfaatkan gaya magnet untuk membuat kereta terangkat dan mengambang serta tidak menyentuh rel yang tidak menimbulkan adanya gaya gesek. Dengan kecilnya gaya gesek dan besarnya gaya dorong, kereta ini mampu melaju dengan kecepatan hingga 600 km/jam yang membuatnya jauh lebih cepat dari kereta biasa.
Dikarenakan bentuk dan kecepatan kereta yang fantastis ini, kebisingan (suara) yang ditimbulkan oleh kereta api ini disaat bergerak hampir sama dengan suara yang ditimbulkan pesawat jet dan diperhitungkan lebih menggangu daripada kereta konvensional. Dari Tabel 3.11 dapat dilihat spesifikasi fisik Kereta Api Maglev.
Tabel 3.1. Karakteristik fisik kereta api Maglev
Infrastruktur Ukuran
Panjang Kereta 25,3 meter
Lebar Kereta 2,35 meter – 3,5 meter
Tinggi Kereta 3 meter – 3,8 meter
Kapasitas 574 penumpang
Jumlah gerbong dalam kereta 1 – 3 gerbong
Kecepatan maksimum 300 km/j – 430 km/j
Kecepatan rata-rata 224 km/j – 249,5 km/j
Sumber : the-blueprints.com/ Gambar 3.1. Dimensi Kereta Api Maglev
3.3. Analisa Karakteristik Kereta Api berdasarkan Pendapat Responden
Dari hasil studi literatur yang telah dijelaskan pada bab kedua diperoleh salah satu jenis tema yang akan diterapkan pada studi kasus perancangan skripsi ini yaitu dengan mengangkat tema Arsitektur Simbolisme.
Definisi Arsitektur adalah seni dan ilmu teknik dalam merancang suatu bangunan yang yang digunakan sebagai wadah bagi berbagai macam aktivitas manusia yang disesuaikan dengan norma, kaidah, dan aturan-aturan tertentu. Sedangkan definisi Simbolisme yaitu penggunaan tanda yang menyatakan suatu hal atau maksud yang memiliki makna tertentu. Dari penjabaran kedua makna diatas, maka diperoleh definisi Arsitektur Simbolisme adalah penggunaan tanda pada perancangan bangunan yang bertujuan untuk menyampaikan makna tertentu.
Konsep simbolisme juga memiliki beberapa faktor dibentuk berdasarkan fungsi, simbol, dan teknologi struktur. Faktor fungsi pada simbolisme yaitu pemakaian yang memenuhi kebutuhan secara tepat tanpa memiliki unsur-unsur yang tidak berguna. Pada faktor simbol menampilkan tanda yang sesuai dengan nilai yang ada di dalam masyarakat sehingga dapat dikenali oleh masyarakat. Faktor simbol kemungkinan dapat diterima dan diakui oleh masyarakat setelah melalui proses adaptasi yang membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan, faktor teknologi struktur merupakan hal terpenting dalam arsitektur karena struktur yang digunakan harus disusun dan dikonstruksikan dengan jumlah tertentu.
Penerapan keterkaitan tema dengan perancangan Stasiun Kereta Api Medan Mass Transit Kwala Bekala adalah dengan menghidupkan kembali aktivitas perkeretaapian di Kwala Bekala yang telah lama tidak beroperasi. Dengan adanya sarana kereta api yang melintasi Kwala Bekala, maka menghidupkan kembali koneksi perkeretaapian antar kawasan dari dan menuju Kwala Bekala.
Sumber: Olah Data Sendiri Gambar 3.2. Konsep simbolisme pada Stasiun Lyon-Satolas TGV (kiri); The Clyde Auditorium (tengah);
Sydney Opera House (kanan)
Penerapan faktor fungsi pada stasiun kereta api Kwala Bekala berdasarkan dari studi banding proyek sejenis yang telah diuraikan pada bab 2. Salah satu contoh penerapannya adalah dari Stasiun Rotterdam Centraal yang memiliki hall yang luas dan dapat mengakomodasi sekaligus mengantisipasi jumlah penumpang yang banyak disertai fungsi-fungsi pendukung di dalamnya.
Berdasarkan hasil studi banding yang dijelaskan sebelumnya, penerapan konsep Simbolisme pada rancangan bangunan stasiun kereta api Kwala Bekala sama seperti penerapan Simbolisme yang ada pada bangunan Stasiun Lyon-Satolas TGV, The Clyde Auditorium, dan Sydney Opera House. Penerapan Simbolisme pada stasiun kereta api Kwala Bekala mengambil bentuk dari kepala kereta api EOL Maglev.
Untuk memperoleh perspektif dari masyarakat tentang pengaplikasian tema simbolisme pada bangunan stasiun kereta api di Kwala Bekala dilakukan survei dengan menyebarkan kuesioner kepada 25 responden mengenai pemahaman masyarakat tentang hubungan kriteria pelayanan terhadap bentuk-bentuk kereta api. Adapun bentuk kuesioner yang diberikan kepada ke-25 responden yang terdiri dari 7 poin kriteria pelayanan meliputi:
1. Kemudahan akses penumpang
2. Kapasitas angkut kereta api dalam jumlah besar
5. Tarif angkutan kereta api
6. Waktu pengoperasian yang terjadwal, dan 7. Kecepatan jarak tempuh kereta api
Dari ke-7 poin kriteria pelayanan tersebut, responden akan diberikan pilihan dengan
Menghubungkan dari masing-masing poin pernyataan tersebut ke dalam tiga (3) buah gambar dengan bentuk kereta api yang berbeda-beda, meliputi bentuk kereta api Railbus, EOL Maglev, dan Kereta Api Komuter.
Dari hasil survei yang telah dilakukan kepada ke-25 responden, maka diperoleh hasil yang dipilih oleh para responden mengenai hubungan bentuk kereta api terhadap 7 kriteria pelayanan kereta api. Berikut adalah pernyataan-pernyataan yang dipilih ke-25 responden terhadap bentuk kereta api.
1. Kemudahan akses penumpang
Untuk kriteria pelayanan kemudahan akses penumpang, sebanyak 19 responden menghubungkannya dengan bentuk kereta api EOL Maglev, kereta api Railbus dengan 4 responden, dan kereta api Komuter dengan 2 responden.
2. Kapasitas angkut kereta api dalam jumlah besar
Untuk kriteria pelayanan kapasitas yang dapat diangkut kereta api dengan jumlah yang banyak, sebanyak 22 responden menghubungkannya dengan bentuk kereta api EOL Maglev, kereta api Railbus dengan 0 responden, dan kereta api Komuter dengan 4 responden.
3. Tingkat keamanan terhadap keselamatan penumpang
Untuk kriteria pelayanan keamanan terhadap keselamatan penumpang kereta api, sebanyak 17 responden menghubungkannya dengan bentuk kereta api EOL Maglev, kereta api Railbus dengan 3 responden, dan kereta api Komuter dengan 5 responden.
4. Tingkat kenyamanan penumpang di dalam kereta api
5. Tarif angkutan kereta api
Untuk kriteria pelayanan tarif angkutan kereta api, sebanyak 14 responden menghubungkannya dengan bentuk kereta api Railbus, kereta api EOL Maglev dengan 4 responden, dan kereta api Komuter dengan 7 responden.
6. Waktu pengoperasian yang terjadwal
Untuk kriteria pelayanan waktu pengoperasian yang sesuai jadwal, sebanyak 25 responden menghubungkannya dengan bentuk kereta api EOL Maglev, kereta api Railbus dengan 0 responden, dan kereta api Komuter dengan 0 responden.
7. Kecepatan jarak tempuh kereta api
Untuk kriteria pelayanan waktu pengoperasian yang sesuai jadwal, sebanyak 25 responden menghubungkannya dengan bentuk kereta api EOL Maglev, kereta api Railbus dengan 0 responden, dan kereta api Komuter dengan 0 responden.
3.4. Morfologi Kereta Api Maglev
Berikut adalah morfologi dari kereta api Magnetik (Maglev) yang dijelaskan pada tabel 3.3.
Tabel 3.2. Morfologi kereta api Maglev Bagian Kereta Api Magnetik
(Maglev)
Rel pada kereta api magnetik, baik rel dan kereta mengerahkan medan magnet dan kereta diangkat oleh gaya tolak diantara medan magnet yang diproduksi oleh salah satu
electromagnet atau dengan susunan magnet permanen.
Propulsion/guide magnet Untuk memberikan gaya pada magnet di kereta dan membuat kereta
bergerak ke depan yang mengerahkan kekuatan motor linear di kereta secara efektif: sebuah arus bolak-nalik yang mengalir melalui kumparan
menghasilkan medan magnet yang terus bervariasi bergerak maju di sepanjang jalur.
Berikut ini kesimpulan secara keseluruhan:
Sumber: Olah data sendiri Gambar 3.3. Simbolisme metafora tidak langsung kereta api Maglev terhadap desain Stasiun
3.5. Variabel Penelitian
Berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan pada bab II Tinjauan Pustaka, maka diperoleh variabel penelitian ini adalah keselamatan, keamanan, kenyamanan, waktu perjalanan, dan biaya perjalanan. Adapun dasar pemilihan variabel ini adalah karena kelima variabel ini merupakan faktor yang mempengaruhi pelaku perjalanan dalam memilih moda transportasi yang dapat dijelaskan pada Tabel 3.4.
Tabel 3.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi operasional kereta Faktor yang
Kecepatan Aksesbilitas Faktor karakteristik perjalanan
Jenis kelamin keselamatan
Kecepatan
Aksesbilitas Pemilihan moda transportasi
Faktor karakteristik kota dan zona
Tingkat pendapatan Waktu perjalanan
Kenyamanan Pemilihan rute Tujuan perjalanan Biaya
Stasiun Hubungan antara Sumber: Interpretasi Peneliti, 2016
3.6. Teknik Penyajian
Teknik penyajian data menggunakan teknik gabungan antara informal dan formal. Teknik penyajian informal adalah penyajian hasil analisis dengan cara naratif. Sedangkan teknik penyajian formal adalah penyajian hasil analisis dalam bentuk foto, gambar, bagan, peta, dan tabel. Pemuatan penyajian formal bertujuan untuk memperkuat deskripsi atau narasi dari sajian informal atau sebaliknya. Dominasi dari penyajian hasil analisis data penelitian ini adalah melalui teknik informal.
3.7. Lokasi Penelitian
Berdasarkan data yang bersumber dari Masterplan Kota Mandiri Kwala Bekala yang dibuat oleh PT. Propenas Nusa Dua, disebutkan bahwa lokasi Kawasan Kota Mandiri Kwala Bekala berada di selatan Kota Medan, Kecamatan Medan Johor, Provinsi Sumatera Utara. Jarak yang ditempuh untuk mencapai kawasan ini adalah 11,9 km dari pusat Kota Medan.
3.8. Tahap Pengumpulan Data
Teknik pengambilan data berdasarkan studi literature yang dilakukan peneliti terhadap masyarakat dengan cara melakukan observasi langsung, penyebaran kuisioner untuk mendapatkan data primer, sedangkan untuk memperoleh data sekunder berasal dari pihak/instansi terkait dengan penelitian ini.
3.9. Teknik Analisis Data a. Analisis Tapak
Analisis yang digunakan untuk mengetahui letak, kelebihan dan kekurangan, serta keadaan eksisting lahan. Analisis ini meliputi tautan wilayah, lingkungan, topografi, aksesibilitas, vegetasi, kebisingan, view, iklim, drainase, dan iklim beserta lintasan matahari.
b. Analisis Fungsi
c. Analisis Utilitas
Menganalisis kelengkapan fasilitas dan jaringan pemipaan dalam bangunan.
d. Analisis Struktur
Menganalisis bagian-bagian yang membentuk bangunan dan struktur yang digunakan bangunan yang meliputi struktur pada pondasi, sloof, dinding, kolom, ring, rangka, dan atap.
e. Analisis Bentuk
Menganalisis bentuk bangunan dengan memperhatikan kondisi sekitar site, mempertimbangkan view bangunan sehingga mempunyai keselarasan antara bangunan disekitar site. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan dalam membentuk bangunan adalah dengan menentukan konsep tertentu yang masih kontekstual.
3.10. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari analisis responden terhadap pengaruh mutu pelayanan terhadap jenis kereta api disimpulkan bahwa jenis Kereta Api Magnetik merupakan kereta api yang merepresentasikan kondisi perkeretaapian masa kini yang dilihat dari beberapa faktor yang telah dijelaskan pada bab II mengenai indiktaor dan pelayanan kereta api seperti faktor kecepatan, waktu, kenyamanan, dan keamanan.
Pada perancangan ini, tema yang akan diterapkan pada bangunan Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala adalah Simbolisme Metafora tidak Langsung, yaitu penerapan bentuk simbol yang dilakukan secara tidak langsung dari bentuk yang akan dimetaforakannya, melainkan dilakukan melalui tahap transformasi sehingga mengakibatkan adanya perbedaan tanggapan dari setiap pengamat terhadap bangunan tersebut.
3.11. Konsep Perancangan
Pada kasus perancangan ini, tema yang digunakan dalam mendesain Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala adalah simbolisme. Penerapan tema simbolisme terhadap Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala adalah stasiun kereta api sebagai “gerbang masuk” menuju Kawasan Kota Mandiri Kwala Bekala. Maka, tujuan diterapkannya tema simbolisme pada Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala adalah sebagai ikon atau ciri khas bentuk stasiun kereta api. Simbolisme pada stasiun kereta api diharapkan juga dapat menjadi ikon kawasan Kota Mandiri Kwala Bekala.
BAB 4
ANALISA PERANCANGAN 4.1. Pengantar
Analisa merupakan bagian dari proses desain untuk mendapatkan gambaran mengenai hal-hal yang harus diperhatikan hingga dapat menghasilkan keluaran desain yang sebenarnya. Berikut ini merupakan penjabaran mengenai analisa-analisa yang berkenaan dengan kasus perancangan. 4.2. Peta Lokasi Perancangan
Berdasarkan data yang bersumber dari PT. Propenas, Kawasan Kota Mandiri Kwala Bekala berlokasi di selatan Kota Medan, Kecamatan Medan Johor, Provinsi Sumatera Utara.
Sumber: Data olahan pribadi
4.3. Analisa Fisik Tapak dan Lingkungan Perancangan Bangunan Analisa tapak dan lingkungan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.1. Analisa fisik tapak dan lingkungan
No. Jenis Analisa Keterangan Tanggapan
1. Lokasi tapak kecamatan Medan Johor, Sumatera Utara
Menurut RTRW
- Terdapat stasiun KA (C1) dan terminal bus (C2) sebagai titik TOD pada kawasan ini.
- Terdapat 7 point of interest (B1,B2,B3). Pada titik ini, pejalan kaki dapat menikmati
Posisi site berada
Tuntungan Dari/ke USU
3. Analisa
5. Analisa Batas-batas site
A – berbatasan dengan Convention Centre, Pusat Kreativitas Pemuda, dan jalur backbone TOD. B – berbatasan dengan ruko dan jalan.
C – berbatasan dengan jalan utama dan perumahan. D – berbatasan dengan jalan utama dan lahan kosong.
permuki-7. Analisa pemandangan dari luar ke dalam
Lokasi perancangan sebagai bagian dari backbone kawasan cukup strategis dari arah ke dalam site.
- Kecepatan angin : 0,42 m/s Analisa Matahari
Pada waktu pagi, siang, hingga sore hari, seluruh kawasan terkena sinar matahari. Hal ini disebabkan ketinggian bangunan sekitar site antara dua hingga empat lantai. Maka, pembayangan bangunan sekitar site tidak terlalu memiliki pengaruh yang besar terhadap site perancangan.
4.4. Analisa Non Fisik/Fungsional
Analisa non fisik berkaitan dengan kegiatan dan kebutuhan ruang, yang nantinya akan menghasilkan luasan bangunan. Terdapat analisa-analisa yang dijelaskan sebagai berikut:
1) Jumlah Penumpang
Berikut ini merupakan pemaparan sejumlah proyeksi dari data pertumbuhan penduduk Kota Medan. Lihat Tabel berikut ini:
Tabel 4.2. Data pertumbuhan penduduk Medan Johor
No. Kecamatan Luas (Ha) Jumlah Penduduk (Jiwa)
2007 2018 2028
1. Medan Johor 1.458 114.143 140.450 169.592
Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan Tahun 2010-2030
Jumlah penumpang dan barang yang diangkut kereta api dari stasiun pusat kota Medan Tabel 4.3. Jumlah penumpang dan barang yang diangkut kereta api dari Stasiun Pusat Kota Medan
Tahun Penumpang (jiwa) Barang (ton)
2001 968.483 238,245
2002 832.705 570,647
2003 919.096 702,606
2004 796.901 230,485
2005 796.258 208,718
2006 1.901.331 752,755
2007 1.766.578 915,759
2008 872.788 854,735
2009 919.010 992,999
Sumber : PT. Kereta Api (persero)
Diketahui jumlah penumpang pada tahun 2009 diperoleh rata-rata penumpang setiap bulannya adalah 919.010:12 = 76584,167 = 76584 jiwa/bulan. Jumlah penumpang yang diangkut setiap harinya adalah 76584:30 = 2552,8 = 2553 jiwa/hari.
Kenaikan jumlah penumpang stasiun kereta api disesuaikan dengan kenaikan jumlah penduduk pada tahun 2021 yaitu sebesar 24%, maka pada tahun 2021 jumlah pengunjung stasiun kereta api Medan adalah sebesar 2553+(2553x24%) = 3165.72 → 3166 jiwa/hari.
Tabel 4.4. Jumlah penumpang domestik dan internasional yang diangkut melalui bandara Polonia/Kualanamu
Tahun Penumpang Internasional Penumpang Domestik
2009 10.702 39.601
2010 12.353 46.085
2011 14.816 46.782
2012 15.426 50.524
2013 18.208 56.546
Sumber : http://sumut.bps.go.id/frontend/linkTabelStatis/view/id/115
Dari jumlah penumpang internasional dan domestik yang diangkut melalui Pelabuhan Udara Polonia/Kualanamu pada tahun 2013 yaitu 18.208 + 56.546 = 74.754 jiwa pada tahun 2013. Jadi, penumpang per bulannya 74.754 jiwa : 12 = 6229,5 jiwa → 6230 jiwa/bulan. Maka, diperoleh penumpang perharinya yang menggunakan Pelabuhan Udara Kualanamu 6230 jiwa : 30 = 207,6 → 208 jiwa/hari.
Diproyeksikan jumlah penduduk pada tahun 2021 yang meningkat 24% jadi 208 jiwa/hari + (208 x 24%) = 257,92 → 258 jiwa/hari.
Jadi, jumlah penumpang Bandar Udara Kualanamu menjadi 258 jiwa/hari. Dari jumlah tersebut, diambil 30% yang akan menggunakan moda transportasi stasiun kereta api yang terletak di kota Medan. Hasilnya diperoleh 258 jiwa/hari x 30% = 77,4 → 77 jiwa/hari.
2) Sirkulasi dan proses keberangkatan penumpang
Bagan 4.1. Sirkulasi keberangkatan penumpang
3) Sirkulasi dan proses kedatangan penumpang
4) Sirkulasi dan proses kedatangan penjemput
Bagan 4.3. Sirkulasi kedatangan penjemput
5) Sirkulasi dan proses kedatangan pengelola stasiun
Bagan 4.4. Sirkulasi kedatangan pengelola stasiun
4.5. Analisa Kebutuhan Ruang Stasiun Kereta Api
Tabel 4.5. Kebutuhan ruang stasiun
Kelompok Ruang Pengguna Kegiatan Kebutuhan Ruang
Ruang Stasiun Penumpang Karyawan
- Mengantar/menjemput - Membeli tiket
- Menunggu - Datang/pergi
- Naik/turun KA ke Toilet - Menanyakan informasi
Ruang Pengelola Pengelola - Bekerja - Istirahat
- Ruang lobi pengelola - Ruang administrasi - Ruang rapat masinis - Ruang CCTV - Ruang PPKA
- Ruang pengawas peron - Ruang mekanik
- Ruang PUP - Ruang polsuska - Ruang istirahat - Ruang unit utilitas - Toilet pria/wanita Ruang Administrasi Karyawan
Pengunjung
- Menjual tiket KA - Membeli tiket KA - Memeriksa tiket KA
- Ruang loket
- Ruang administrasi - Ruang Check in/Check out
Ruang Mekanik & Elektrik
- Ruang mekanik - Ruang PABX
- 1 wastafel
Luas 1349.5 m²
Sirkulasi 20% 269.9 m²
Total Luas 1619.4 m²
Tabel 4.8. Program ruang pendukung stasiun
Tabel 4.9. Program ruang servis stasiun Kelompok Ruang Servis
Ruang Kapasitas Standard Luas Jlh. Ruang Total Luas
Bentuk
Pemilihan bentuk dasar bangunan dipertimbangkan berdasarkan beberapa faktor: Kesesuaian bentuk site
Orientasi bangunan Konstruksi bangunan Efisiensi ruang Ekonomi bangunan
Kesan atau tampilan yang ingin dicapai
Tabel 4.10. Bentuk dasar bangunan
No. Kriteria
1. Kesesuaian bentuk site Baik Baik Kurang baik
2. Orientasi bangunan Baik, Orientasi jelas Baik, Orientasi ke segala arah
Tidak jelas
3. Efisiensi Ruang Efisien Kurang efisien Tidak efisien
4. Efisiensi Struktur dan Konstruksi Bangunan
Lebih mudah Cukup sulit Mudah
5. Kesan yang ingin dicapai
Baik Baik Kurang baik
BENTUK KELUARAN PERANCANGAN:
4.6. Analisa Utilitas Bangunan
Tabel 4.11. Analisa utilitas bangunan
No. Analisa Uraian
1. Sistem pengudaraan
2. Sistem penyediaan air bersih
3. Sistem penampungan air hujan
PDAM Reservoir bawah Pompa Cooling
Tower
Chiller AHU
Ducting
PDAM Meteran Reservoir
4.
Alarm Bell Pengontrol Katup Sprinkler
7.
PV Array Circuit Combiner
PV Array Switch
Backup Batteray Charge Controller
Ground Fault Protectore
Sistem Backup Power, DC/AC inverter, dan Battery Charge
4.7. Analisa Sirkulasi dan Penzoningan
Sirkulasi merupakan pencapaian yang dilakukan manusia dalam mencapai target atau tujuan yang diinginkan didalam bangunan. Bila ditinjau dari system bangunan, sirkulasi dapat dibedakan menjadi berikut.
Tabel 4.12. Analisa sirkulasi dan penzoningan
Sirkulasi Horizontal
Objek Gambar Keterangan
Grid terdapat dua pasang jalan yang terletak
sejajar saling berpotongan pada jarak yang sama dan menciptakan sebuah kawasan menjadi segiempat.
Spiral Berasal dari satu titik pusat yang
membentuk jalan tunggal menerus membuatnya mengelilingi titik pusat dengan jarak berubah.
Radial Pengembangan jalan dari atau berhentinya
sebuah pusat.
Linear Jalan lurus dapat menjadi unsur utama
terhadap ruang-ruang lainnya.
Jaringan Jalan-jalan yang menghubungkan titik
Sirkulasi Vertikal
Elevator - Pencapaian langsung ke tiap lantai - Waktu tempuh singkat
- Dapat menempuh lebih dari satu lantai
Eskalator - Pencapaian dilalui pada tiap lantai - Orientasi jelas
- Waktu yang ditempuh relatif singkat
Tangga - Memerlukan tenaga
BAB 5
KONSEP PERANCANGAN 5.1. Konsep Penerapan pada Tema
Sumber: Data olahan pribadi
5.3. Konsep Ruang Luar
5.3.1. Tata Letak Zona Ruang, Ruang Terbuka, dan Akses Masuk
Akses parkir utama ke basement
Akses parkir stasiun ke basement
Akses keluar parkir utama dari basement
Akses keluar parkir stasiun dari basement
Drop-off kendaraan bagi pengunjung stasiun
Akses keluar-masuk stasiun Akses
keluar-masuk stasiun
5.3.2. Sirkulasi Kendaraan
Keterangan:
Sirkulasi kendaraan akses ke/Lobby kedatangan/keberangkatan Sirkulasi kendaraan umum (bus) akses keberangkatan peron A
Jalur drop off mobil dan taksi akses kedatangan peron A Jalur pemberhentian bus akses keberangkatan peron B Jalur kereta api elevated akses kedatangan peron B
akses kedatangan/keberangkatan dari
BAB 6
PERANCANGAN ARSITEKTUR 6.1. Gambar Arsitektural
6.1.1. Suasana Eksterior
Stasiun Mass Transit Medan Kwala Bekala memiliki area untuk menurunkan penumpang (drop off) yang terdapat pada sisi timur stasiun. Pada area ini dapat melayani dua lajur kendaraan yang salah satunya diperuntukkan untuk akses keluar dan masuk menuju basement parkir.
Sumber: Olah data sendiri Gambar 6.1. Area drop off stasiun
Sumber: Olah data sendiri Gambar 6.2. Entrance utara stasiun
6.1.2. Suasana Interior
Stasiun ini memiliki beberapa zona yang salah satu fungsi utama zona ini adalah melayani kedatangan dan keberangkatan penumpang kereta api. Terdapat area untuk melakukan check in seperti pada Gambar 6.4. yang menyediakan 6 buah security turnstiles (gerbang yang dapat diakses oleh penumpang yang memiliki tiket kereta api). Terdapat pula area hall dan zona layanan informasi yang berkaitan tentang jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta api seperti yang terlihat pada Gambar 6.5.
Sumber: Olah data sendiri Gambar 6.4. Area Check in Stasiun
6.2. Foto Maket
Sumber: Olah data sendiri Gambar 6.6. Foto maket tampak barat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Literatur
2.1.1. Kawasan Strategis Nasional Mebidangro
Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 mengenai Tata Ruang, Kawasan Strategis Nasional (KSN) adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena memiliki pengaruh yang sangat penting secara nasional terhadap ekonomi, sosial, budaya, lingkungan (termasuk wilayah yang ditetapkan warisan dunia), pertahanan dan keamanan negara, serta kedaulatan Negara.
Kawasan perkotaan yang hingga saat ini ditetapkan ke dalam Kawasan Strategis Nasional menurut Perpres RTR KSN Perkotaan meliputi RTR Jabodetabekpunjur (Perpres 54/2008), Sarbagita (Perpres 45/2011), Mamminasata (Perpres 55/2011), dan Mebidangro (Perpres 62/2011). Masing-masing Kawasan Strategis Nasional tersebut memiliki peranan dan karakteristik yang berbeda-beda.
Sumber: Kota Mandiri Bekala New Township Gambar 2.1. Jaringan transportasi utama Mebidangro (kiri); jaringan perputaran ekonomi Mebidangro
(kanan)
aktivitas sosial, ekonomi maupun kebudayaan, banyak ruang publik yang mudah dicapai dengan bersepeda atau jalan kaki dan transportasi umum yang layak dan memadai.
Adapun kebijakan dalam Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro yang meliputi: 1. Pengembangan dan pemantapan fungsi Kawasan Perkotaan Mebidangro sebagai pusat perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu bersaing di tingkat internasional terutama dalam kerja sama ekonomi subregional Segitiga Pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Thailand;
2. Peningkatan akses pelayanan pusat kegiatan perkotaan Mebidangro sebagai upaya dalam pembentukan struktur ruang kota dan penggerak utama pengembangan wilayah Sumbagut; 3. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana yang meliputi transportasi, energi, sumber daya air, telekomunikasi, serta prasarana perkotaan Kawasan Mebidangro yang merata dan terpadu dalam tingkat internasional, nasional, dan regional; 4. Peningkatan keterpaduan antarkegiatan budi daya serta keseimbangan antara perkotaan
dan pedesaan yang disesuaikan dengan daya dukung dan tamping lingkungan;
5. Peningkatan fungsi, kuantitas, dan kualitas Ruang Terbuka Hijau dan kawasan lindung di Kawasan Mebidangro.
Untuk mendukung kebijakan dalam Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro, maka diambil lima langkah strategis pengembangan Kawasan Metropolitan Mebidangro yang meliputi pengembangan koridor ekonomi internasional Belawan – Kualanamu, pembangunan pusat-pusat pelayanan kota baru, revitalisasi pusat kota lama Medan dan Kawasan Tembakau Deli, pembangunan Koridor Hijau Mebidangro, dan pengembangan Akses Strategis Mebidangro.
2.1.2. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Medan
Pengembangan Subpusat Pelayanan Kota berfungsi sebagai penyangga dua Pusat Pelayanan Kota dan meratakan pelayanan pada skala subpusat pelayanan kota. Penyebaran Subpusat Pelayanan Kota juga bertujuan untuk mendukung pemerataan perkembangan kegiatan pembangunan antar subpusat wilayah kota.
Salah satu lokasi Subpusat Pelayanan Kota Medan yang akan dikembangkan menjadi Kawasan Perkotaan Mebidangro adalah Subpusat Pelayanan Kota Medan Selayang yang berlokasi di selatan Kota Medan. Subpusat ini memiliki fungsi sebagai pusat kegiatan perdagangan/bisnis dan pusat pendidikan, ditetapkan di Kecamatan Medan Selayang tepatnya di sekitar simpang Pemda, meliputi Kecamatan Medan Tuntungan, Kecamatan Medan Baru (kecuali Kelurahan Darat dan Petisah Hulu), Kecamatan Medan Selayang, dan Kecamatan Medan Johor.
Untuk mendukung pengembangan Kawasan Perkotaan Mebidangro diperlukan distribusi penduduk untuk melakukan penyebaran dan pemerataan wilayah agar tidak hanya berpusat di inti Kota Medan. Salah satu daerah yang menjadi bagian distribusi penduduk adalah Kecamatan Medan Johor. Kecamatan Medan Johor merupakan kecamatan yang berada relatif dekat dengan pusat kota dan menjadi salah satu daerah yang cukup berkembang dengan ditandai banyaknya kompleks perumahan. Perkiraan pertumbuhan penduduk di kecamatan ini relatif akan mengalami peningkatan yang cukup besar, yaitu akan mencapai jumlah sebesar 169.592 jiwa pada tahun 2030 dengan kepadatan sekitar 116 jiwa/Ha. Namun, hal tersebut perlu dibatasi mengingat Kecamatan Medan Johor yang berlokasi di Selatan Kota Medan merupakan kawasan konservasi .
2.1.3. Transit-Oriented Development (TOD)
Transit-Oriented Development adalah pendekatan perencanaan yang terkait dengan area berkepadatan tinggi, dengan pola ruang yang berangkai di sekitar stasiun dan koridor (Preiss & Shapiro, 2002).
Menurut TOD Standard, Transit-Oriented Development adalah pola pembangunan yang memaksimalkan manfaat dari sistem angkutan umum juga secara tegas mengembalikan focus pembangunan kepada penggunanya, yaitu manusia.
Struktur Transit-Oriented Development dan disekitar kawasan terbagi ke beberapa wilayah sebagai berikut:
1. Pengguna publik (public uses)
Area ini ditujukan untuk memberi pelayanan bagi area kerja dan permukiman di dalam Transit-Oriented Development (TOD) serta disekitar kawasan. Area publik berlokasi dekat dengan titik transit dengan jangkauan 5 menit berjalan kaki.
2. Area pusat komersil (core commercial area)
Area ini bertujuan sebagai area bisnis dan perdagangan kawasan TOD. Area ini memiliki fasilitas berupa perkantoran, pasar swalayan, restoran, retail, area servis, dan sarana hiburan. Jarak jangkauan menuju area ini mencapai 5 menit dengan berjalan kaki. Lokasi area komersil disesuaikan dengan kondisi pasar, keterdekatan titik transit, dan pengembangan.
3. Area permukiman (residential area)
Area ini bertujuan sebagai kawasan tempat tinggal bagi permukim bekerja di kawasan TOD. Lokasi area ini berada pada jarak perjalanan pejalan kaki dari area pusat komersil dan titik transit. Kepadatan area permukiman harus disesuaikan dengan tipe permukiman, meliputi single-family housing, townhouse, condominium, dan apartement.
4. Area sekunder (secondary area)
Lokasi area ini berada diseberang kawasan dengan jalan arteri sebagai pemisahnya. Jaraknya lebih dari 1 mil dari area pusat komersil. Jaringan area sekunder harus menyediakan beberapa akses langsung dan jalur sepeda menuju titik transit dan area komersil dengan kemungkinan minimal terbelah oleh jalan arteri.
5. Fungsi-fungsi lain
Tabel 2.1. Karakter setiap area di kawasan Transit-Oriented Development jenis ukuran dan kriteria TOD mencapai 20 menit
- Kepadatan lebih
Penerapan konsep Transit-Oriented Development memiliki tipologi yang berbeda-beda dan disesuaikan terhadap konteks penerapan ke lokasi serta jenis pengembangannya. Konteks penerapan lokasi TOD dapat dikembangkan ke daerah metropolitan maupun ke daerah yang belum berkembang dan daerah yang sedang mengalami urbanisasi selama lokasi yang dijadikan TOD memiliki potensi untuk dikembangkan kembali, yaitu redevelopment, reuse, dan renewal). Dalam pengembangannya, TOD dibagi menjadi 2 tipe, meliputi:
1. Neighborhood TOD
Metode pengembangan yang dilakukan pada jalur bus feeder dengan jarak jangkauan 10 menit berjalan kaki (tidak lebih dari 3 mil) dari titik transit. Lokasi pengembangannya harus berada di lingkungan hunian dengan kepadatan menengah, fasilitas umum, retail, dan rekreasi. Sarana hunian dan komersil harus disesuaikan dengan konteks lingkungan dan tingkat pelayanan transit. Konsep ini juga membantu dalam pengembangan terhadap masyarakat menengah ke bawah dan dimungkinkan terjadinya percampuran variasi hunian. Konsep ini dirancang dengan fasilitas publik dan RTH serta memberikan kemudahan akses terhadap pengguna moda pergerakan.
2. Urban TOD
yang memiliki kepadatan yang tinggi karena memungkinkan akses langsung ke titik transit tanpa harus melakukan pergantian moda transportasi lain. Urban TOD dan TOD lainnya harus memiliki radius mencapai ½ − 1 mil untuk memenuhi persyaratan area transit.
Sumber: The Next American Metropolis Gambar 2.3. Konsep Transit-Oriented Development
Tabel 2.2. Neighborhood TOD dan Urban TOD
No. Fungsi Neighborhood TOD Urban TOD
1. Publik 10% − 15% 5% − 15%
2. Pusat/perkantoran 10% − 40% 30% − 70%
3. Permukiman 50% − 80% 20% − 60%
Menurut Calthorpe dalam Wijaya (2009) menyebutkan tentang 3 macam tipe pengembangan Transit-Oriented Development (TOD) yang terdiri dari:
1. Redevelopment Site
Peremajaan yang dilakukan dengan menambahkan fungsi-fungsi baru dan penataan lingkungan yang melengkapi fasilitas transit tersebut.
2. Infill Site
3. New Growth Area
Pembukaan kawasan baru yang luas dan umunya berlokasi di daerah perbatasan pinggir kota (periphery).
Menurut Calthrope dalam Taolin (2008) menyebutkan tentang karakteristik fisik TOD yang terbagi menjadi:
1. Kriteria Umum
Setiap bangunan harus terhubung langsung ke jalan dengan akses masuk (entrance), balkon, serambi, dan fitur arsitektural lainnya yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang ramah bagi pejalan kaki. Kepadatan, orientasi, dan bangunan harus mendukung kawasan komersil yang aktif bagi pengguna transit serta memperkuat kawasan publik.
2. Kawasan Komersil
Pengembangan tata guna lahan di kawasan TOD menggunakan prinsip mixed-use, yaitu penggabungan fungsi komersil (retail ) dan perkantoran yang menjamin kawasan tersebut selalu hidup setiap hari tanpa terikat oleh jam sibuk. Hal yang harus mendukung kawasan tersebut selalu hidup adalah dengan membuat kegiatan yang bersifat atraktif, aman, dan mudah dijangkau dengan berjalan kaki. Untuk menggabungkan kedua fungsi tersebut (komersil dan perkantoran) terbagi menjadi:
a. Vertikal mixed-use
Dalam satu bangunan, Fungsi komersil (retail) di lantai dasar dan fungsi perkantoran atau hunian di atas lantai dasar.
b. Horizontal mixed-use
Sumber: Calthorpe, 1993 Gambar 2.4. Jalur pejalan kaki (sidewalk)
Fungsi kawasan komersil adalah untuk mendukung kebutuhan pengguna kawasan dalam melakukan perjalanan dari satu lokasi menuju lokasi lainnya. Fungsi retail pada kawasan komersil dapat digabungkan dengan fungsi hunian dan perkantoran dengan syarat
intensitas retail tersebut tidak berkurang.
Dalam menggabungkan kedua fungsi tersebut, hal yang harus diperhatikan adalah menciptakan batasan antara fungsi khusus (private) untuk kawasan hunian dengan membuat akses masuk yang berbeda atau terpisah. Untuk menambahkan fungsi tersebut, penempatan yang paling tepat adalah dengan menempatkannya secara vertikal sehingga mempengaruhi ketinggian bangunan dan menciptakan kemenarikan visual serta karakter urban yang kuat.
Sumber: ntl.bts.gov
Penampilan fisik bangunan (fasad) harus memiliki variasi dan terhubung untuk menciptakan ketertarikan visual bagi pejalan kaki yang melintasinya. Bila hal tersebut tidak tercapai, maka pengalaman ruang saat melintasinya dengan berjalan kaki akan terasa membosankan dan terasa jauh untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.
3. Kawasan Permukiman
Perancangan kawasan permukiman bertujuan sebagai sarana pendukung bagi pengguna transit. Penempatan kawasan permukiman sebaiknya dilakukan pada kawasan yang berdekatan dengan kawasan komersil dan transit. Permukiman memiliki berbagai macam tipe yang terdiri dari single family, townhouse, dan apartemen.
Gambar 2.6. Single-family house (kiri); townhouse (tengah); apartment (kanan)
Sumber: municode.com//library/la/st._bernard_parish_council/codes/ Gambar 2.7. Zona antara jalur pejalan kaki dengan permukiman
4. Jalur Pejalan Kaki/Trotoar
suasana ruang publik yang aktif dengan menjaga keseimbangan terhadap ruang parkir, jalur sepeda, sirkulasi kendaraan.
Sumber: http://fhwa.dot.gov
Gambar 2.8. Ukuran dan zona ruang jalan yand disarankan pada kawasan TOD
Ukuran lebar jalan dan jumlah lajur kendaraan harus dikurangi tanpa mengorbankan parkir paralel dan sirkulasi jalur sepeda. Jalur kendaraan yang didesain harus dapat dilalui dengan kecepatan maksimal 24 km/jam. Ukuran lebar jalan yang sempit berdampak mengurangi lebar jalan dan jumlah lajur memberikan ruang yang lebih besar untuk penataan kawasan lansekapnya. Sidewalk atau jalur pejalan kaki terbagi menjadi beberapa zona yang terdiri dari:
a. Zona tepi
Berbatasan langsung dengan jalur kendaraan (ukuran minimal 1,2 meter pada kawasan TOD dan sebagai ruang tunggu).
b. Zona furnishing
Mendukung peletakan street furniture, meliputi vegetasi atau pepohonan dan fasilitas transit.
c. Zona melintas
Jalur yang dapat dilewati tanpa adanya penghambat atau gangguan. d. Zona frontage
Sumber: https://ite.org Gambar 2.9. Zona ruang pada sidewalk
Dalam menentukan ukuran jalur pejalan kaki (sidewalk), lebar yang ideal adalah minimal 3 meter. Bila diletakan pada kawasan komersil, lebar minimalnya 4 meter. Tidak ada batasan maksimal dalam menentukan lebar jalur pejalan kaki. Namun, bila lebar jalur pejalan kaki terlalu lebar mengakibatkan ketidaknyaman karena memiliki kesan kosong dan tidak memiliki daya tarik.
Ukuran lebar ideal untuk zona jalur pejalan kaki yang dapat dilalui oleh dua orang pejalan kaki sekaligus minimalnya adalah 1,5 meter. Ukuran lebar jalur pejalan kaki pada kawasan komersil yang dapat mengakomodasi aktivitas pejalan kaki yang lebih banyak dan sarana untuk beristirahat atau menunggu (tempat duduk) yang disarankan adalah 1,8 – 2,5 meter.
Fasilitas tambahan di dalam jalur pejalan kaki adalah dekorasi pejalan kaki atau disebut juga street furniture. Adanya elemen ini sangat penting dalam menunjang sisi keindahan dan kenyamanan bagi pejalan kaki. Contoh street furniture meliputi lampu jalan, tempat sampah, dan vegetasi (pepohonan).
Sumber: Calthorpe, 1993 Gambar 2.11. Jarak antar pepohonan pada sidewalk
Posisi pepohonan pada jalur pejalan kaki diletakan disepanjang antar pepohonan dengan jarak tidak melebihi 9 meter. Pemilihan pohon harus diperhatikan dan diseleksi agar tidak terjadi kerusakan pada jalur pejalan kaki. Pemilihan pohon juga harus memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki yang melintas agar tidak terpapar langsung oleh sinar matahari dan mengurangi suhu panas yang dihasilkan oleh permukaan aspal jalur kendaraan dan menciptakan iklim mikro yang lebih sejuk serta memberikan kesan keindahan visual pada zona pejalan kaki.
5. Kawasan Parkir
jalan yang relatif sempit bila dilihat secara visual dan juga berperan sebagai buffer antara jalur pejalan kaki dengan lajur kendaraan (mobil).
Pada umumnya, penerapan parkir di pinggir jalan membentuk paralel. Namun, parkir dengan bentuk bersudut lebih direkomendasikan pada kawasan-kawasan komersil. Lebar parkir kendaraan memiliki ukuran antara 2,1 – 2,4 meter. Sistem selain parkir on-street disarankan untuk tidak bersebelahan langsung dengan ruang jalan dan bila ingin menempatkan lahan parkir sebaiknya dilakukan di belakang bangunan. Keuntungan parkir paralel adalah dapat “menghidupkan” suasana atau aktivitas terhadap ruang jalan yang mendukung fungsi-fungsi komersil.
Penerapan TOD pada kawasan perkotaan adalah bertujuan untuk memperbaiki lingkungan, komunitas, dan kemacetan. Namun, menurut Dunphy (2004) menyebutkan bahwa masih ada beberapa pihak yang meragukan tentang manfaat dan penerapan konsep TOD dalam menyelesaikan permasalahan kemacetan. Hal ini disebabkan pelaksanaan TOD yang masih belum dapat diterapkan secara menyeluruh dalam lingkup regional. Maka, bila ditinjau tujuan dari pembuatan konsep TOD adalah upaya jangka panjang yang bersifat menyeluruh pada lingkup regional dan dibuktikan oleh berbagai studi mengenai manfaat dari TOD terhadap kawasan perkotaan. Manfaat TOD meliputi:
1. Menurunkan jumlah penggunaan kendaraan pribadi (terutama mobil) dan mengurangi pengeluaran keluarga untuk akses.
2. Meningkatkan jumlah pengguna pejalan kaki dan transit.
3. Menghidupkan kembali kawasan pusat perkotaan dan meningkatkan intensitas serta densitas pembangunan disekitar kawasan transit.
4. Menurunkan pengeluaran biaya konsorsium penyedia sistem transit dan pengembang untuk biaya akses.
5. Meningkatkan penjualan property di sekitar kawasan transit.
2.1.4. Masterplan Kwala Bekala
Sumber: Data Pribadi Gambar 2.12. Masterplan Kwala Bekala
Sumber: Data Pribadi Gambar 2.13. Penerapan konsep TOD pada kawasan Kwala Bekala
Untuk mendukung aktivitas pada kawasan tersebut, maka dirancanglah bangunan-bangunan dengan fungsi perdagangan/bisnis dan pusat komersil yang bersumber dari peraturan RTRW Kota Medan tahun 2010-2030. Bangunan-bangunan tersebut meliputi Pusat Kreativitas Remaja, Convention Hall, Hotel Bisnis dan Pusat Kuliner, Kantor dan Eco-Park, Hotel dan Pusat Perbelanjaan, dan Rumah Susun.
2.1.5. Pelayanan Transportasi
Menurut Zeithaml (1998) kualitas suatu pelayanan yang dirasakan diartikan sebagai penilaian pelanggan terhadap keseluruhan pelayanan terbaik yang mereka dapatkan. Pelanggan dalam pengertian transportasi umum adalah penumpang atau pengguna jasa transportasi umum.
Menurut Stephenson (1987) dalam bukunya yang berjudul “Transportation USA” menyatakan bahwa hal-hal yang mempengaruhi tingkat pelayanan penumpang meliputi:
1. Kecepatan
Dalam melakukan setiap perjalanan, orang pasti akan memilih transportasi yang lebih cepat.
2. Ketepatan waktu
3. Keamanan
Salah satu hal terpenting dalam semua moda transportasi karena menyangkut keselamatan manusia. Bila transportasi tersebut memiliki jaminan keselamatan yang tinggi, maka akan sangat berpengaruh terhadap pengguna jasa transportasi tersebut.
4. Aksesibilitas
Meliputi jangkauan jalan yang luas dan memiliki akses yang mudah untuk melanjutkan perjalanan dari dan ke terminal.
5. Kenyamanan
Berhubungan dengan segala fasilitas penunjang yang membuat penumpang dapat menikmati setiap perjalanannya.
6. Terminal dan/atau stasiun
Terminal dan/atau stasiun yang disesuaikan dengan standard operasional akan memberikan kemudahan bagi para penumpang pada saat berangkat dan tiba dari tempat tujuan.
Menurut Survey Research Institue dan A World Bank Study menyatakan bahwa indikator dan ukuran pelayanan transportasi umum dibedakan atas efektivitas dan efisiensi seperti Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Indikator dan parameter pelayanan transportasi umum
No. Indikator Parameter
1.
Panjang jaringan jalan yang dilalui oleh angkutan kota/luas area yang dilayani Jumlah angkutan kota/panjang jalan yang dilalui angkutan kota.
Frekuensi (f), Headway (Hd), dan Waktu tunggu (menit)
Kecepatan operasi (km/jam) dan waktu tempuh Jumlah kendaraan dan rit (perjalanan bolak-balik
per satu trayek)
5.
Rasio jumlah penumpang dengan kapasitas tempat duduk per satuan waktu tertentu.
Total produksi kendaraan (seat-km/penduduk).
Sumber: Survey Research Institue dan A World Bank Study
Pelayanan transprtasi umum yang wajib dimiliki untuk memenuhi tuntutan konsumen, yaitu aman, terpercaya, nyaman, murah, cepat, menyenangkan, mudah diperoleh, dan frekuensi yang tinggi (Suwardjoko Warpani, 2002).
2.1.6. Pemilihan Moda
Pemilihan moda transportasi didefinisikan sebagai pembagian dari perjalanan yang dilakukan oleh pelaku perjalanan ke dalam moda transportasi yang tersedia dengan berbagai faktor yang mempengaruhi. Model pemilihan moda merupakan model yang menggambarkan perilaku perjalanan dalam memilih moda transportasi yang digunakan dan terkait dengan penyediaan sarana moda angkutan dan prasaran jalan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda terhadap perilaku perjalan (Warpani, 2002), yaitu:
1. Faktor karakteristik perjalanan, meliputi variabel:
a. Tujuan perjalanan, seperti pergi bekerja, sekolah, belanja, dan sebagainya.
b. Waktu perjalanan, seperti pagi hari, siang hari, sore hari, malam hari, hari libur, dan sebagainya.
2. Faktor karakteristik pelaku perjalanan, meliputi variabel:
a. Pendapatan, upaya daya beli pelaku perjalanan untuk membiayai perjalanannya, baik angkutan pribadi maupun angkutan umum.
b. Kepemilikan kendaraan, ketersediaan kendaraan pribadi sebagai sarana melakukan perjalanan.
c. Kepadatan permukiman, meliputi kondisi geografis dan demografi wilayah.
d. Kondisi sosial ekonomi, meliputi struktur dan ukuran keluarga (pasangan muda, memiliki anak, pensiunan atau lajang), usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, lokasi pekerjaan.
3. Faktor karakteristik sistem transportasi, meliputi variabel:
a. Waktu perjalanan relatif, dimulai dari lamanya waktu menunggu kendaraan, berjalan, dan waktu diatas kendaraan.
b. Biaya perjalanan realtif, yaitu seluruh biaya yang muncul dari melakukan perjalanan dari dan menuju tujuan untuk ke semua moda transportasi yang berkompetisi, seperti tarif tiket, bahan bakar, dan lain-lain.
c. Tingkat pelayanan relatif, yaitu variabel yang cukup bervariasi dan sulit untuk dikuantitatifkan, seperti kenyamanan, kesenangan, kemudahan berpindah moda transportasi.
4. Faktor karakteristik kota dan zona, meliputi variabel: a. Jarak kediaman dengan tempat aktivitas;
b. Kepadatan penduduk. 2.1.7. Perkeretaapian
Menurut Pintoko dan Benneri (1999) menyatakan bahwa kereta api dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengatisipasi pergerakan penduduk maupun barang yang disebabkan moda kereta api yang memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:
1. Angkutan kereta api merupakan saran angkutan yang dapat mengangkut dalam jumlah yang besar.
2. Kereta api dapat bergerak tanpa bebas hambatan dan lebih cepat di dalam arus lalu lintas yang padat karena kereta api memiliki jalur transportasi khusus.
4. Kereta api sebagai transportasi dengan polusi terendah.
5. Kebutuhan lahan bagi prasarana transportasi kereta api relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan kebutuhan lahan bagi transportasi angkutan jalan raya.
Moda transportasi kereta api memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan moda transportasi lainnya seperti bus, pesawat terbang, dan kapal laut terhadap kapasitas (volume angkut), konsumsi BBM/KM, dan konsumsi energi BBM/orang seperti pada tabel 2.4.
Tabel 2.4. Perbandingan antar moda angkutan
No. Moda
Sumber: PT. KAI (Persero)
2.1.8. Teknik Stated Preference (Teknik Pilihan Pernyataan)
Menurut Ortuzar dan Willumsen (2007) menyatakan bahwa Teknik Stated Preference merupakan suatu pendekatan terhadap responden dalam memilih alternative terbaiknya dengan membuat suatu alternatif situasi.
Karakteristik utama dari Teknik Stated Preference terdiri dari:
1. Didasarkan pada pernyataan responden mengenai bagaimana respon mereka terhadap alternatif yang ditawarkan.
2. Setiap pilihan dinyatakan sebagai “paket atribut” yang berbeda, seperti waktu perjalanan, biaya perjalanan, headway, tingkat pelayanan, dan lain-lain.
3. Peneliti membuat alternatif sedemikian rupa sehingga pendapat setiap orang pada setiap atribut dapat diperkirakan. Hal ini dapat diperoleh dengan memakai desain eksperimen.
5. Responden menyatakan pendapatnya terhadap alternatif pilihan dengan cara menilai (rating), ranking, atau pilihan pendapat terbaiknya dari sepasang atau sekelompok pernyataan dalam kuesioner.
6. Respon berupa jawaban yang diberikan oleh masing-masing orang untuk dianalisis dalam mendapatkan ukuran secara kuantitatif dengan cara transformasi terhadap hal-hal yang penting (relative) pada setiap atribut.
2.2. Terminologi Judul
Judul dari proyek adalah “Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala” yang merupakan sebuah tempat pemberhentian kereta api di kawasan Kwala Bekala, Medan Johor, Medan. Dalam judul “Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala” mengandung pengertian utama yaitu :
Stasiun
Stasiun /sta·si·un/ n tempat menunggu bagi calon penumpang kereta api dan sebagainya; tempat perhentian kereta api dan sebagainya (kbbi.web.id/stasiun). Definisi stasiun secara umum memiliki dua pengertian yaitu :
Stasiun merupakan tempat kereta api berangkat dan berhenti unuk melayani naik dan turunnya penumpang dan/atau bongkar muat barang dan/atau untuk keperluan operasi kereta api yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan, keamanan, dan kegiatan penunjang stasiun serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi (Berdasarkan UU. No. 13 tahun 1992 tentang perkeretaapian).
Stasiun adalah tempat berkumpulnya penumpang dan barang yang menggunakan moda angkutan kereta api. Selain itu stasiun juga berfungsi sebagai tempat pengendali dan pengatur lalu lintas kereta api, serta sebagai depo kereta api. Stasiun yang besar sering pula menjadi tempat perawatan kereta api dan lokomotif. Stasiun adalah terminal akhir dan awal perjalanan kereta api namun bukan merupakan tujuan atau awal perjalan sebenarnya (Warpani,1990).
Medan
Mass transit
Mass transit atau Angkutan Umum adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Termasuk dalam pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan kota (bus, minibus, dsb), kereta api, angkutan air, dan angkutan udara (Warpani, 1990). Kwala Bekala
Kwala Bekala merupakan kelurahan yang berlokasi di kecamatan Medan Johor, Medan, Sumatera Utara (wikipedia).
Jadi, pembangunan Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala dapat diartikan sebagai pengembangan pusat transportasi umum berbasis kereta api di kecamatan Medan Johor, kelurahan Kwala Bekala yang mengakomodasi berbagai fasilitas pada kawasan itu yang dapat dicapai oleh kendaraan pribadi atau umum, terutama bagi pejalan kaki dimana pembangunan stasiun kereta api berorientasi terhadap kawasan TOD (Transit Oriented Development) yang mengutamakan jalur pejalan kaki sebagai backbone kawasan TOD Kwala Bekala.
2.2.1. Tinjauan Umum mengenai Stasiun Kereta Api
Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. 22 Tahun 2003, jenis-jenis stasiun berdasarkan kedudukannya terhadap perjalanan suatu rangkaian kereta api, antara lain :
Stasiun Awal Perjalanan Kereta Api, Stasiun asal perjalanan kereta api dan juga sebagai tempat untuk menyiapkan rangkaian kereta api dan memberangkatkan kereta api.
Stasiun Antara Perjalanan Kereta Api, Stasiun tujuan terdekat dalam setiap perjalanan kereta api yang berfungsi juga untuk menerima kedatangan dan memberangkatkan kembali kereta api atau dilewati oleh kereta api yang berjalan langsung.
Stasiun Akhir Perjalanan Kereta Api, Stasiun tujuan akhir perjalanan kereta api yang menerima kedatangan kereta api.
Stasiun Pemeriksaan Perjalanan Kereta Api, Stasiun awal perjalanan kereta api dan stasiun antara tertentu yang ditetapkan sebagai stasiun pemeriksa dalam Grafik Perjalanan Kereta Api (Gapeka). Di stasiun pemeriksa wajib dilakukan kegiatan pencatatan mengenai persilangan luar biasa dengan kereta api fakultatif atau kereta api luar biasa.
Menurut Imam Subarkah (1981), stasiun berdasarkan bentuknya terbagi atas :
Stasiun siku-siku, letak bangunan stasiun adalah siku-siku dengan letak kereta api yang berakhiran di stasiun tersebut. Pembuatan stasiun siku-siku bertujuan agar jalan rel dapat mencapai suatu daerah hingga sedalam-dalamnya, misalnya daerah industri, perdagangan, dan pelabuhan.
Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981. Gambar 2.14. Stasiun siku-siku
Stasiun paralel, gedungnya sejajar dengan kereta api dan merupakan stasiun pertemuan. Pada stasiun pertemuan atau junction, dapat pula gedung stasiunnya dibuat sebagai suatu kombinasi dari stasiun paralel dan stasiun siku-siku.
Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981. Gambar 2.15. Stasiun paralel
Stasiun pulau, posisi stasiun sejajar dengan kereta api tetapi letaknya berada di tengah-tengah antara kereta api.
Stasiun semenanjung, letak bangunan stasiun berada di sudut dua kereta api yang bergandengan.
Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981. Gambar 2.17. Stasiun semenanjung
Berdasarkan jangkauan pelayanan stasiun terbagi atas : Stasiun jarak dekat (Commuter Station)
Berdasarkan lokasi stasiun terbagi atas :
Sumber: Griffin, 2004. Gambar 2.18. Posisi bangunan terhadap rel
Berdasarkan ukuran stasiun terbagi atas :
Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981. Gambar 2.19. Stasiun besar
Stasiun sedang yaitu stasiun yang didalamnya terdapat fasilitas gudang barang dan melayani penumpang dengan jarak yang jauh.
Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981. Gambar 2.20. Stasiun sedang
Stasiun kecil yaitu stasiun yang didalamnya hanya memiliki dua hingga tiga jalur rel kereta api dan bukan merupakan stasiun pemberhentian akhir kereta api.
Berdasarkan letak posisi stasiun terbagi atas :
Ground level station yaitu stasiun yang letaknya berada sejajar dengan peron diatas tanah.
Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981. Gambar 2.22. Ground level station
Over track station yaitu stasiun yang berada diatas peron.
Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981. Gambar 2.23. Over track station
Under track station yaitu stasiun yang berada di bawah peron.
Berdasarkan tenaga penggeraknya, kereta api terbagi atas : Kereta Api Uap
Kereta Api Uap merupakan kereta api yang digerakkan lokomotif dengan menggunakan uap air yang dihasilkan dari ketel uap yang dipanaskan oleh kayu bakar, batu bara, atau pun minyak bakar. Sejarah kereta api uap merupakan pengembangan dari ditemukannya penyempurnaan mesin uap pada tahun 1769 oleh James Watt.
Sumber: Wikipedia.org Gambar 2.25. Kereta api uap
Kereta Api Diesel
Kereta Api Diesel terbagi dua, antara lain :
a. Lokomotif Diesel, salah satu jenis kereta rel yang bermesin diesel yang umumnya menggunakan bahan bakar solar sebagai penggeraknya. Terdapat dua jenis kereta api diesel, yaitu kereta api diesel hydraulic dan kereta api diesel elektrik. Pada tahun 1930, terjadi peralihan jenis kereta api dari yang sebelumnya menggunakan mesin uap sebagai tenaga penggeraknya dengan kereta api bermesin diesel. Alasan penggantian tersebut dikarenakan kereta api uap yang berat dan besar serta kemampuan gerakannya yang cukup lambat.
b. Kereta rel diesel, kereta yang dilengkapi dengan mesin diesel yang terpasang dibawah kabin kereta api. Salah satu tipe kereta kereta rel diesel adalah railbus. Railbus merupakan kereta dengan kapasitas kecil yang terdiri dari tiga gerbong dan dapat menampung 160 orang.
Sumber : google.com Gambar 2.27. Railbus
Kereta Rel Listrik
Kereta Rel Listrik atau KRL merupakan kereta yang melayani para komuter dan digerakkan dengan sistem propulsi motor listrik.
Sumber : wikimedia.org Gambar 2.28. Kereta rel listrik (KRL)
Kereta Api Daya Magnet
Pada 31 Desember 2000, superkonduktor temperatur tinggi berawak pertama secara sukses diuji di barat daya Chengdu, China. Sistem ini berdasarkan prinsip “bulk” konduktor temperatur tinggi dapat diangkat atau dilayangkan dapat diangkat atau dilayangkan secara stabil di atas atau di bawah magnet permanen.
Sumber : id.wikipedia.org/wiki/Kereta_maglev Gambar 2.29. Kereta Maglev (kiri); Pengembangan EOL Maglev (kanan)
Berdasarkan penggunaan relnya, terbagi atas : Kereta Api Rel Konvensional
Kereta Api Rel Konvensional merupakan kereta api yang menggunakan rel, terdiri dari dua batang besi yang diletakan di bantalan. Pada daerah yang memiliki ketinggian curam, rel yang digunakan yaitu rel bergerigi, diletakan di tengah rel dan menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda bergerigi.
Sumber : goodnewsfromindonesia.org Gambar 2.30. Rel konvensional
Kereta Api Monorel
keluar dari relnya. Kereta Monorel diletakan menggantung diatas rel. Penggunaan rel biasa digunakan pada kota-kota besar dan dirancang menyerupai jalan layang.
Sumber : wikimedia.org Gambar 2.31. Rel monorel
Berdasarkan penempatan relnya, terbagi atas : Kereta Api Bawah Tanah
Kereta Api Bawah Tanah merupakan kereta yang bergerak dan berlokasi dibawah permukaan tanah dan salah satu solusi dalam mengatasi persilangan sebidang. Biasa dikembangkan pada perkotaan atau kawasan yang padat.
Sumber : indonetwork.co.id Gambar 2.32. Kereta api bawah tanah
Kereta Api Layang
Sumber : images.detik.com/ Gambar 2.33. Kereta layang
2.3. Lokasi
Lokasi perancangan berada di kelurahan Kwala Bekala, kecamatan Medan Johor, Medan, provinsi Sumatera Utara.
Sumber: Data Olahan pribadi Gambar 2.34. Peta lokasi perancangan
2.3.1. Kriteria Pemilihan Lokasi a. Tinjauan terhadap Struktur Kota
Subpusat Pelayanan Kota Medan Selayang yang mewadahi kegiatan pemerintahan seperti pusat kegiatan perdagangan/bisnis dan pusat pendidikan.
b. Pencapaian
Pencapaian menuju lokasi dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan pribadi dan angkutan umum berupa angkot. Terdapat beberapa akses yang dapat digunakan untuk mencapai lokasi ini yang meliputi:
1) Jalan Jamin Ginting :
- Waktu tempuh : 35 menit - Jarak : 11,8 km
2) Jalan Jamin Ginting dan jalan Pintu Air IV : - Waktu tempuh : 39 menit
- Jarak : 13,2 km 3) Jalan Medan-Tebing Tinggi :
- Waktu tempuh : 43 menit - Jarak : 18,2 km
c. Persyaratan lain: status kepemilikan, nilai lahan, peraturan Status Proyek : Fiktif
Pemilik Proyek : Pemerintah Kota Medan
Garis Sempadan Bangunan : Jalan Arteri = 12 – 16 m; Jalan Kolektor = min. 6 m
KDB : 50 – 75 %
d.Deskripsi Kondisi Existing Lokasi sebagai Tapak Rancangan Judul Proyek : Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala Tema Proyek : Arsitektur Simbolisme
Lokasi Proyek : Jalan Bunga Turi, kelurahan Kwala Bekala, kecamatan Medan Johor, Kota Medan, Sumatera Utara
Utara : Jalan Arteri
Timur : Ruko
Selatan : Jalan Arteri
Barat : Convention Centre dan Pusat Kreatifitas Pemuda
Luas Site : 2,1 Ha
2.4. Tinjauan Fungsi
Meliputi tinjauan fungsi dari pengguna, kegiatan, kebutuhan ruang, dan persyaratan ruang yang diuraikan sebagai berikut:
2.4.1. Deskripsi Pengguna dan Kegiatan
Pelaku kegiatan yang terlibat didalam stasiun kereta api diuraikan sebagai berikut: a. Pengelola Stasiun
- Kepala Stasiun : berperan sebagai penanggung jawab dalam pengelolaan manajemen stasiun.
Aktivitas : Datang → Kerja → Pulang
- Pegawai Administrasi : berperan sebagai penanggung jawab pengelolaan usaha dan kegiatan kantor.
Aktivitas : Datang → Kerja → Pulang
- Pegawai Pengatur Keberangkatan dan KedatanganPenumpang Aktivitas kerja terbagi menjadi 3 bagian shift kerja selama 24 jam : Shift 1 : Masuk pagi ─ sore
Shift 2 : Masuk sore ─ malam Shift 3 : Masuk malam ─ pagi
Aktivitas : Datang → Kerja → Pulang
- Pegawai Mekanik : sebagai pengelola, perbaikan, dan pemeliharaan kereta api dan stasiun kereta api.
- Aktivitas kerja terbagi menjadi 2 bagian shift kerja selama 24 jam : Shift 1 : Masuk pagi ─ sore
Shift 2 : Masuk sore ─ malam
Aktivitas : Datang → Kerja → Pulang
Aktivitas kerja terbagi menjadi 2 bagian shift kerja selama 24 jam : Shift 1 : Masuk pagi ─ sore
Shift 2 : Masuk sore ─ malam
Aktivitas : Datang → Kerja → Pulang
- Pegawai Kebersihan : sebagai pengelola kebersihan stasiun dan kereta api Aktivitas : Datang → Kerja → Pulang
b. Penumpang
Aktivitas : Datang → keluar stasiun/kembali membeli tiket → menunggu keberangkatan c. Pengunjung
Aktivitas : Mengantar/menjemput penumpang → keluar stasiun Kelompok kegiatan didalam stasiun kereta api terbagi menjadi : Tabel 2.5. Kelompok kegiatan stasiun kereta api
No. Kelompok Kegiatan Uraian Kegiatan
1. Utama Menaikkan dan menurunkan penumpang
Membeli tiket
3. Pelayanan Memarkirkan kendaraan
Menerima kedatangan pengunjung Klinik
4. Pengelolaan Kegiatan manajemen Kegiatan administratrif Kegiatan pengawasan Kegiatan operasional Kegiatan keamanan
Kegiatan kebersihan
Kegiatan sanitasi dan pemipaan Kegiatan pengawasan
2.4.2. Deskripsi Perilaku
Perilaku dari pengguna stasiun kereta api dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.6. Aktivitas pengguna stasiun kereta api
No. Pengguna Alur Kegiatan
1. Pengelola
2. Karyawan
Kantor pengelola Servis
Masuk stasiun
Datang
Parkir
Parkir
Datang Loker Ganti
Kerja Istirahat
Pulang
Loker Ganti Penerima
3. Penumpang Naik Penumpang
Turun Penumpang
4. Pengunjung
Berangkat
Belanja R. Tunggu
Servis
Naik Kereta Api
Peron
Cek Tiket
Beli Tiket
Masuk Stasiun
Datang
R. Tunggu Belanja
Servis
Peron
Turun Keluar
Datang Masuk
Stasiun
Parkir
Penerima R. Tunggu
Belanja
Servis
5. Teknisi
2.4.3. Deskripsi Kebutuhan Ruang dan Besaran Ruang
Dari hasil uraian pembagian kelompok kegiatan dan pengguna, maka diperoleh acuan mengenai kebutuhan ruang yang menjadi dasar dalam perancangan proyek yang terlihat pada tabel 2.7.
Tabel 2.7. Deskripsi kebutuhan dan besaran ruang No. Fungsi
Ruang
Pengguna Kegiatan Nama Ruang Zona
Ruang
- Naik/turun kereta api - Memasukan/mengambil