DAFTAR PUSTAKA
Neufert, Ernst., Data Arsitek Jilid 1 . terjemahan oleh Sjamsu Amril,
Erlangga, Jakarta, 1990
Vitruvius, De Architectura, 2006.
Juwana, Jimmy S., Sistem Bangunan Tinggi, Erlangga, Jakarta, 2005.
De Chiara, Joseph dan Lee E. Koppelman, Standar Perencanaan Tapak,
Erlangga, Jakarta, 1997.
Transit Oriented Development 2006 http://dayhu.blogspot.co.id/ di akses
pada tanggal 02 Juli 2016
Arsitektur minimalis modern 2005.
http://arsitekturminimalissadamhusin.blogspot.co.id/. Di akses pada tanggal 22
Agustus 2016
Apartment minimalis modern
http://www.fenuz.com/gambar-desain-apartemen-minimalis.php di akses pada tanggal 22 Agustus 2016.
Rumah susun di indonesia 2003
http://seputarpengertian.blogspot.co.id/2015/08/pengertian-dan-tujuan-rumah-susun.html diakses pada tanggal 15 juli 2016
Rumah Susun dan Pengertiannya 2002.
https://sites.google.com/site/arkideaproperty/input/info-rumah-susun/pengertian-rumah-susun di akses pada tanggal 10 juli 2016
Kebutuhan ruang padaApartment 2001
http://ebookinga.com/pdf/standar-kebutuhan-ruang-apartemen diakses pada tanggal 03 juli 2016.
Konsep TOD sebagai alternatif pengembangna wilayah
pehttps://psaonone.wordpress.com/2013/04/20/konsep-tod-transit-oriented-development-sebagai-alternatif-solusi-pengembangan-wilayah/ diakses pada
BAB III
METODOLOGI
Dalam perancangan “Apartment dan Rumah Susun Kwala bekala” ini terdapat kerangka kajian yang diuraikan dalam beberapa tahap antara lain :
3.1. Pencarian Ide / Gagasan
Tahapan kajian yang digunakan dalam pencarian ide Perancangan “Apartment dan Rumah Susun Kwala bekala” adalah sebagai berikut :
1. Pencarian ide / gagasan dari sebuah pemikiran tentang sebuah tempat
tinggal yang memiliki fasilitas penunjang pusat pasar yang berada sangat
dekat dengan site.
2. Pemantapan ide perancangan melalui penulusuran informasi dan data – data arsitektural maupun non – arsitektural dari berbagai pustaka dan media sebagai bahan perbandingan dalam pemecahan masalah.
3. Dari pengembangan ide rancangan yang diperoleh, kemudian akan
dituangkan ke dalam analisis dan sintesis.
3.2. Metode Pengumpulan Data
Metode pembahasan yang dipakai dalam penyusunan laporan penelitian ini
adalah metode deskriptif , yaitu memaparkan data – data, menguraikan , menjelaskan, baik itu data primer maupun data sekunder berdasarkan fakta yang
ada (aktual), lalu kemudian dianalisa untuk menghasilkan suatu kesimpulan. Oleh karena itu untuk dapat melakukan perencanaan dan perancangan “Apartment dan Rumah Susun Kwala bekala” ini, maka diperlukan data – data :
3.2.1 Data Primer
Data yang didapat secara langsung melalui survey lapangan atau observasi. Pengambilan data primer dilakukan dengan cara :
1. Survey Lapangan, dengan cara melakukan pengamatan langsung mengenai
2. Dokumentasi adalah metode yang bertujuan untuk memperkuat dari metode
diatas yang merupakan data bersifat nyata dan memperjelas data – data yang akan digunakan dalam analisa.
3.2.2 Data Sekunder
Data yang didapat dari studi literatur yang berhubungan dengan pembuatan konsep bangunan rumah susun.
1. Studi Literatur, didapat dari buku – buku yang berkaitan dengan hotel resort dan literatur lainnya yang mendukung.
2. Referensi, didapat dari pengumpulan data, peta dan peraturan – peraturan dari instansi terkait.
III.2.3 Analisa
Analisa data dilakukan secara kualitatif yaitu menganalisa terhadap aspek
pelaku kegiatan, kebutuhan ruang, penataan ruang dan sirkulasi, kemudian
dianalisa secara kuantitatif yaitu menganalisa terhadap kapasitas ruang dan besaran
ruang serta pendekatan mengenai lokasi dan tapak. Adapun analisis yang dapat mempengaruhi perancangan “Apartment dan Rumah Susun Kwala bekala” ini antara lain :
1. Analisa Tapak
Untuk tapak rumah susun berada di kawasan Kwala Bekala, Desa LauChi,
penentuan lokasi tapak disesuaikan dengan program Pengembangan bisnis
yang berada dekat dengan pusat pasar.
2. Analisa Fungsi
Fungsi utama “Apartment dan Rumah Susun Kwala bekala” ini adalah sebagai wadah yang menyediakan layanan rumah tinggal sewa, bagi para
pedagan dan juga mahasiswa yang berada di sekitaran kwala bekala. Area
kwala bekala juga di dukung dengan akan adanya pusat pendidikan
1. Analisa Aktivitas Pengguna
Pelaku aktivitas pada “Apartment dan Rumah Susun Kwala bekala” dapat dibagi atas beberapa kelompok, yaitu :
2. Kelompok Pengelola
3. Kelompok Penghuni
4. Kelompok Pengunjung
5. Analisa Ruang
Dalam menyusun program ruang rumah susun digunakan data
statistic rumah tinggal sewa untuk menentukan jumlah pengunjung dan
kebutuhan unit. Selain itu juga dilakukan studi banding terhadap bangunan
rumah susun yang mempunyai kesamaan tema dan fungsi untuk membatu
dalam penentuan fasilitas dan ruang yang dibutuhkan pada rumah susun.
6. Analisa Struktur
Persyaratan struktur meliputi struktur pondasi, struktur badan
bangunan dan struktur atap dengan pertimbangan fungsi ruang, keamanan,
keawetan, kekokohan, dan estetika bangunan yang disesuaikan dengan
kondisi lingkungan.
3.2.4 Kesimpulan
Pada tahap metodologi ini data yang dikumpulkan dan di observasi sudah
lengkap dan sesuai dengan penelitian yang diinginkan. Dengan cara seperti ini
penelitian akan menghasilkan keluaran yang maksimal dengan data yang valid.
Selain itu dengan cara metodologi pembahasan penelitian tersaji atau tersusun
BAB IV
ANALISA PERANCANGAN
4.1 Analisa Kondisi Tapak dan Lingkungan 4.1 Analisa Proyek
Secara geografis Kwala Bekala terletak diantara 2º 57′ -3º16′ LU dan 97º 52′ - 98º45′ BT. Beriklim tropis dengan suhu minimum 22 º C dan suhu maksimum 34 º C. Memiliki site yang bekontur dan memiliki ketinggian paling rendah 67.6
4.2 Analisa Tapak
4.2.1 Analisa Pencapaian
Gambar 4.2 Analisa pencapaian
Pencapaian menuju site dapat ditempuh melalui 4 akses jalan yaitu, Jalan.
Jend Jamin Ginting, Jalan RSU H. Adam Malik, Johor / Kota Medan, dan
4.2.2 Analisa Sirkulasi
Gambar 4.3 Analisa Sirkulasi
Site terletak diantara jalan Bunga Turi yang merupakan arteri primer 2 arah
dengan lebar total 30 meter dan backbone yang merupakan jalur pedestrian
dengan lebar 14meter. Potensi yang terdapat pada jalan tersebut yaitu dapat
mempermudah pencapaian ke dalam site, dilalui oleh angkutan umum, becak,
mobil, dan sepeda motor, dan melalui backbone yang merupakan point utama
kawasan Kwala Bekala sebagai penghubung titik-titik transit utama yaitu stasiun
4.2.3 Analisa Kebisingan
Pada analisa berikut dapat dilihat bahwa pada bagian barat merupakan jalan
utama kendaraan bermotor yang mengakibatkant tingkat kebisingan yang tinggi.
Perlu adanya solusi untuk mengurangi akustik dari jalan raya. Bagian selatan site
merupakan area taman dan pejalan kaki yang menjadi penghubung antara bangunan
hotel dengan apartment. Pada bagian utara site merupakan pusat pasar yang
mengakibatkan kebisingan yang tinggi karna banyaknya aktifitas jual beli pada
pasar tersebut dibutuhkan solusi untuk mengurangi kebisingan seperti meletakan
banyaknya pepohonan yang dapat meredam kebisingan.
4.2.4 Analisa Matahari
Pada gambar tersebut dapat terlihat orientasi matahari berada di sebelah
timur dan barat site. Hal ini dapat memberikan dampak negatif dan juga positif bagi
site. Dampak negatif yang ditimbulkan adalah matahari pagi-siang yang terpancar
langsung ke sisi timur site sehingga perlu ditanggulangi dengan penerapan
sun-shading pada bangunan.
4.2.5 Analisa Angin
Menurut data dari BMG, arah angin yang mendominasi di daerah ini adalah
dari arah Utara ke Selatan, Timur ke Barat dan Timur laut ke Barat daya (Gambar
). Angin yang berhembus dari arah Utara ke Selatan lebih bersifat stabil, sehingga
akan lebih mempengaruhi desain dari bangunan.
Gambar 4.6 Analisa Angin
4.2.6 Analisa Bentuk
Pemilihan bentuk dasar bangunan dipertimbangkan terhadap faktor-faktor :
a. Kesesuaian bentuk site
b. Orientasi bangunan
c. Konstruksi bangunan
d. Efisiensi ruang
e. Ekonomi bangunan
Gambar 4.7 Analisa Bentuk Bangunan
(sumber pribadi)
Akses skybridge dari rumah susun dan apartmen ke terminal dari
lantai 02
Akses pedestrian mengarah langsung ke pusat pasar
Akses pedestrian mengarah ke taman sebagai penghubung antara
hotel dengan apartmen dan rumah susun
4.3 Analisa Struktur yang sesuai dengan Design 4.3.1 Struktur
Struktur terdiri dari :
a. Sub Structure (pondasi bangunan)
b. Upper Structure (badan dan atap bangunan)
Kriteria pemilihan struktur :
a. Kriteria teknik
Sistem struktur harus dapat memenuhi persyaratan esensial yaitu kekakuan,
kekuatan, kestabilan dan ketahanan terhadap kebakaran.
b. Kriteria fungsi
Sistem struktur harus dapat memenuhi fungsi ruang fasilitas utama dalam
bangunan.
c. Kriteria estetika
Sistem struktur harus dapat mengekspresikan keindahan
Sub Structure
Jenis pondasi terbagi dalam 2 (dua) klarifikasi, yaitu :
1. Pondasi dangkal : untuk bangunan sederhana, berlantai sedikit, yang
bebannya relatif ringan, berupa pondasi setempat maupun lajur.
2. Pondasi dalam : untuk bangunan kompleks, berlantai banyak, yang
bebannya relatif besar berupa pondasi tiang, sumuran dan terapung.
Batasan-batasan akibat konstruksi di atasnya, harus memperhatikan:
a. Kondisi beban
Ditinjau dari segi pelaksanaannya, khususnya bila ada di dalam kota, ada beberapa
keadaan di mana diusahakan dengan cara apapun untuk memasukkan kondisi
lingkungan ke dalam pertimbangan.
Berdasarkan analisa di atas, maka bangunan Eco Business Park
menggunakan pondasi tiang pancang.
2. Upper Structure
Pemilihan struktur badan berdasarkan pertimbangan :
1. Dapat memenuhi kebutuhan fungsi bangunan pada Eco Business Park
2. Keuntungan struktur yang ekonomis, tahan gempa dan mudah dalam
pelaksanaannya.
Berdasarkan kriteria di atas, maka bangunan Eco Business Park
menggunakan sistem struktur rigid frame dengan konstruksi beton.
Keuntungan struktur rigid frame :
1. Mudah pelaksanaannya
2. Tahan gempa
3. Ekonomis
4. Bukaan dan pembagian ruang yang lebih bebas karena dinding bukaan
sebagai struktur hanya pengisi.
Bentuk bangunan
Fleksibel Ruang harus
BAB V
KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Perancangan
5.1.1 Konsep Lokasi Proyek
Pada gambar 5.1 merupakan hasil akhir master plan yang berikutnya akan
diambil salah satu sitenya untuk di desain sesuai dengan fungsi bangunan yang
telah di tentukan berupa fungsi Apartmen dan Rumah Susun.
5.1.2 Penerapan tema Modern Minimalis Architecture pada bangunan
Pada perancangan Apartmen dan rumah susun kwala bekala, pendekatan
perancangan dilakukan dengan memperhatikan aspek Minimalis Modern, dimana
hal yang paling pokok dalam perancangan bangunan yang efesiensi ruang adalah
dengan memperhatikan aspek lingkungan, bentuk, dan ruangan. Bangunan yang
fungsional selalu berupaya menjaga keseimbangan alam, memperhatikan aspek
bentuk sehingga tercipta ruang-ruang sosial/interaksi yang nyaman dan juga selalu
berupaya menciptakan bangunan yang ekonomis, baik itu saat pembangunannya
maupun dalam perawatannya. Bentuk alami diciptakan melalui desain bangunan
yang tidak terlalu tebal sehingga cahaya matahari bebas masuk. Beberapa strategi
yang di upayakan untuk menciptakan bangunan dengan tema Minimalis Modern
yaitu :
Gambar 5.2 Apartment dan rumah susun
1. Penggunaan single loaded sebagai sunscreen adalah langkah untuk
2. Bangunan terlihat fungsional dan juga berbentuk sederhana dan juga
fleksibel.
Dapat dilihat bahwa bentuk bangunan berupa bentuk kubisme sama seperti
kriteria pada tema modern minimalis yaitu bangunan dan ruang berbentuk
5.2 Konsep Perancangan Tapak 5.2.1 Penzoningan Tapak
Konsep perancangan tapak pada site ini dilakukan dengan mengintegrasikan
ruang luar dengan ruang dalam, sehingga terjalin ruang fungsional atau aliran
kegiatan dari luar ke dalam bangunan serta untuk memanfaatkan kawasan yang
merupakan kawasan TOD
Gambar 5.3 Zoning tapak
Area parkir
5.2.2 Gubahan Massa
Bangunan Apartment dan rumah susun kwala bekala ini dirancang dengan
mengambil bentuk dasar site yang memanjang kearah timur. Hal ini dilakukan
dengan pertimbangan efisiensi ruang yang lebih baik dan penyesuaian dengan
bentuk tapak. Bentukan massa yang mengikuti tapak menciptakan pergerakan angin
dari segala sisi bangunan
Gambar 5.4 Gubahan massa
Gambar 5.5 Tampak depan apartment
Bangunan apartment terdapat didepan site dan dibelakang site terdapat rumah susun
yang dipisahkan dengan ruang terbuka dan juga lahan parkir. Berikut adalah tampak
Gambar 5.6 Gubahan massa rumah susun
5.3 Konsep Perancangan Bangunan
Gambar 5.8 Konsep perancangan bangunan
Area publik
5.3.1 Penzoningan Ruangan
Penzoningan pada bangunan apartment dan juga rumah susun dapat di lihat pada
gamabar.
Gambar 5.9 Zoning lantai 01 pada apartment
Gambar 5.11 Zoning lantai 01 Rumah susun
BAB VI
PERANCANGAN ARSITEKTUR
6.1 Sketsa Suasana
Pada bab ini akan dilampirkan peta situasi, gambar-gambar hasil rancangan
serta foto-foto gambar dan maket.
A B
C D
Gambar 6.1 (a) Prespektif Apartment dan rumah susun (b) Suasana pada lapangan
A b
C D
Gambar 6.2 (a) Suasana Lobby Apartment (b) Tampak prespektif Apartment (c)
Tampak prespektif apartment (d) tampak belakang apartment
6.2 Foto Maket
Berikut ini adalah hasil maket dari proyek Apartment dan Rumah Susun
6.3 Gambar kerja
Hasil perancangan pada proyek Apartment dan Rumah Susun Kwala Bekala
merupakan gambar kerja yang meliputi:
1. Site Plan (lampiran 1)
2. Denah basement apartment (lampiran 2)
3. Denah lantai 01 dan denah tipikal apartment (lampiran 3)
4. Tampak apartment (lampiran 4)
5. Potongan apartment (lampiran 5)
6. Potongan apartment (lampiran 6)
7. Denah lantai 01 Rumah susun (lampiran 7)
8. Denah tipikal lantai 02-06 Rumah susun (lampiran 8)
9. Tampak Rumah susun (lampiran 9)
10.Potongan Rumah susun (lampiran 10)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Terminologi Judul
Judul dari proyek ini adalah Apartment dan Rumah Susun Kwala Bekala.
Berikut ini merupakan penjelasan terhadap judul kasus proyek tersebut :
1 Rumah
Menurut Lili T.Erwin Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai
tempat tinggal dan berkumpul suatu keluarga. Rumah juga merupakan
tempat seluruh anggota keluarga berdiam dan melakukan aktivitas yang
menadi rutinitas sehari-hari. Sedangkan menurut Diana Tantiko Rumah
adalah tempat untuk pulang, tempat seseorang (atau sebuah keluarga)
memperoleh ketenangan, istirahat, dan perlindungan
2 Rumah Susun
Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam
suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan
secara fungsional dalam arah horizontal maupun veritikal dan merupakan
satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara
terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan
bagian-bersama, benda bersama dan tanah-bersama. (Rudy Dewanto)
3 Kwala Bekala
Kwala Bekala adalah kelurahan di kecamatan Medan
Tuntungan, Medan, Sumatera Utara, Indonesia.
4 Apartemen
Apartment adalah suatu ruang atau rangkaian ruang yang dilengkapi dengan
fasilitas serta perlengkapan rumah tangga dan digunakan sebagai tempat
tinggal. (Harris; 1975; 20)
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa Rumah Susun kwala bekala
bertempat tinggal dan melakukan aktivitas yang menjadi tempat rutinitas
sehari-hari, yang berada di suatu bangunan yang bertingkat tinggi dalam arah horizontal
ataupun vertikal yang setiap keluarganya mempunyai tempat tinggal
masing-masing.
2.2 Lokasi
Kwala Bekala merupakan wilayah kelurahan yang terletak di Medan Johor,
Medan, Sumatera Utara. Kecamatan Medan Tuntungan terletak di ketinggian 6 - 12
m diatas permukaan laut, yang terletak pada:
Peta Kwala Bekala
MasterPlan
Lintang Utara : 2º.27’ - 2º.47’
Bujur Timur : 98º.35 - 98º.44’
Kecamatan Medan Tuntungan sendiri berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Kecamatan Medan Johor
Sebelah Timur : Kecamatan Medan Amplas
Sebelah Selatan : Kabupaten Deli Serdang
Sebelah Barat : Kecamatan Medan Selayang
2.2.1. Deskripsi Kondisi Eksisting Lokasi Sebagai Tapak Rancangan Luas lahan : ± 22.7 ha
Kontur : relatif datar (kontur tanahnya tidak terlalu bergelombang)
KDB/KLB : 60% / 1-5
Luas site : 9654 m2
Batas-batas site :
Barat : Terminal
Timur : Perkebunan
Utara : Pusat pasar
Selatan : Hotel Mixed Used
Pemilik : PTPN II
Bangunan eksisting : Lahan kosong
Keistimewaan site :
1. Posisi site sangat strategis yaitu berada di jalan arteri primer
2. Dapat dicapai dengan berbagai moda transportasi darat (bus, mobil, taksi,
sepeda motor, dsb).
3. Posisi site bersebelahan dengan Pusat Pasar Lau Chi
2.3 Studi Literatur 2.3.1 Mebidangro
Presiden telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang dan
Karo (Mebidangro), yang meliputi 52 kecamatan di seluruh Kota Medan, seluruh
Kota Binjai, seluruh Kabupaten Deli Serdang, dan sebagian Kabupaten Karo.
Perpres mengatur mengenai peran dan fungsi Rencana Tata Ruang Kawasan
Perkotaan Mebidangro, cakupan, tujuan, kebijakan, strategi, rencana struktur ruang,
rencana pola ruang, arahan pemanfaatan ruang, dan arahan pengendalian
pemanfaatan ruang, serta peran masyarakat dalam penataan ruang Kawasan
Perkotaan Mebidangro. Selain itu, Perpres juga memuat Peta Rencana Struktur
Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro, Peta Rencana Pola Ruang Kawasan
Perkotaan Mebidangro, dan Indikasi Program Utama Lima Tahunan Arahan
Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro.
Kebijakan Tata Ruang Nasional menempatkan Metropolitan Mebidangro
sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) sekaligus sebagai Kawasan Strategis
Nasional (KSN) dengan fokus pengembangan kegiatan ekonomi. Metropolitan
Mebidangro berada di Wilayah Sumatera Bagian Utara yang memiliki kedudukan
strategis terhadap pengembangan Segitiga Ekonomi Regional Indonesia Thailand
-Singapura (IMT-GT). Posisinya yang strategis ini menjadi perhatian penting dalam
pengembangan Metropolitan Mebidangro ke depan. Medan-Binjai-Deli Serdang &
Karo sendiri memiliki visi yang jauh ke depan (visi 2027) yaitu kota yang nyaman
dihuni, memiliki fasilitas kota yang terjangkau, mendorong gairah berakitivitas
sosial, ekonomi maupun kebudayaan, banyak ruang publik yang mudah dicapai
dengan bersepeda atau jalan kaki dan transportasi umum yang andal. Selain itu,
sebagai PKN dan KSN Ekonomi, Rencana Pengembangan Metropolitan
Mebidangro telah disiapkan sampai tahun 2030. Tujuannya agar Mebidangro
mampu menjadi pusat pelayanan ekonomi skala nasional yang mampu bersaing
dengan pusat pelayanan ekonomi Regional IMT-GT, di samping melayani
penduduknya dengan prima. Luas
Binjai, Kabupaten Deli Serdang dan sebagian Kabupaten Karo. Pada tahun 2009
total jumlah penduduk metropolitan ini mencapai 4.2 juta Jiwa.
Dengan perkiraan pertumbuhan penduduk selama 20 tahun terakhir sebesar
30,95%, diperkirakan jumlah penduduk Metropolitan Mebidangro pada tahun 2029
akan mencapai 5.5 juta Jiwa. Dilihat dari daya dukung
fisik dasarnya, sekitar 37,55% lahan Metropolitan Mebidangro, yaitu 113.280 ha,
potensial dikembangkan untuk kegiatan perkotaan. Diperkirakan daya tampung
kawasan Metropolitan Mebidangro mencapai 6,8 juta jiwa.Metropolitan
Mebidangro didukung dengan keberadaan Bandara Kualanamu (dalam proses
pembangunan) sebagai pengganti Bandara Polonia. Bandara Kualanamu ditetapkan
sebagai bandara internasional dengan hierarki pusat pengumpul skala primer (KM
11 Tahun 2010, Tatanan Kebandarudaraan Nasional). Bandara Kualanamu
direncanakan memiliki kapasitas pelayanan untuk penerbangan pesawat tipe
B.747400, dengan rencana luas wilayah bandara minimal 1.365 ha. Metropolitan
Mebidangro juga didukung keberadaan pelabuhan laut Belawan dengan status
pelabuhan internasional (PP No. 26 tahun 2008, Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional). Dalam melaksanakan pengelolan Kawasan Metropolitan, penguatan
kelembagaan eksisting melalui
pola kerjasama daerah menjadi perhatian penting terkait implementasi
pengembangan Metropolitan Mebidangro 2030. Penguatan kelembagaan
berorientasi pada sinergi program pembangunan, kepastian hukum dan
perpendekan proses birokrasi sehingga mampu meningkatkan gairah investasi di
wilayah Metropolitan Mebidangro.Kebijakan dalam Penataan Ruang Kawasan
Perkotaan Mebidangro meliputi:
1. Pengembangan dan pemantapan fungsi Kawasan Perkotaan Mebidangro sebagai
pusat perekonomian nasional yang produktif dan efisien serta mampu bersaing
secara internasional terutama dalam kerja sama ekonomi subregional Segitiga
Pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Thailand;
2. Peningkatan akses pelayanan pusat pusat kegiatan perkotaan Mebidangro sebagai
3. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi,
energi, telekomunikasi, sumber daya air, serta prasarana perkotaan Kawasan
Perkotaan Mebidangro yang merata dan terpadu secara internasional, nasional, dan
regional;
4. Peningkatan keterpaduan antarkegiatan budi daya serta keseimbangan antara
perkotaan dan perdesaan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung
lingkungan;
5. Peningkatan fungsi, kuantitas, dan kualitas RTH dan kawasan lindung lainnya di
Kawasan Perkotaan Mebidangro.
Untuk mendukung kebijakan tersebut, maka diambillah lima langkah strategis
pengembangan Kawasan Metropolitan Mebidangro, yaitu pengembangan koridor
ekonomi internasional Belawan –Kuala Namu, pembangunan pusat-pusat
pelayanan kota baru, revitalisasi pusat kota lama Medan dan Kawasan Tembakau
Deli, pembangunan dan pemantapan Koridor Hijau Mebidangro, dan
pengembangan Akses Strategis Mebidangro. Pengembangan Koridor Ekonomi
Internasional Belawan-Kuala Namu dilakukan dengan menata pusat Kota Medan
menjadi pusat kegiatan perdagangan dan jasa, kawasan cagar budaya, dan kegiatan
pariwisata budaya dan buatan. Selain itu, dilakukan pula penataan kawasan
agropolitan tembakau Deli yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau perkotaan,
wisata buatan, dan trade mark perkotaan Mebidangro. Selanjutnya yang dimaksud
dengan pembangunan pusat-pusat pelayanan kota baru adalah membangun pusat
-pusat pelayanan kota baru yang berfungsi sekunder dan menghubungkan mereka
dengan sistem jaringan transportasi massal yang dapat menampung serta melayani
sekitar 500.000 jiwa untuk masing-masing pusat pelayanan sekunder. Di sisi lain,
dilakukan pula pengembangan koridor kegiatan primer berdasarkan skalanya.
Sementara itu revitalisasi pusat Kota lama Medan dan Kawasan Tembakau Deli
menitikberatkan pada penataan pusat Kota Medan sebagai pusat kegiatan
perdagangan dan jasa, kawasan cagar budaya, dan kegiatan pariwisata budaya dan
buatan. Penataan kawasan agropolitan tembakau Deli yang berfungsi sebagai ruang
Pembangunan dan pemantapan Koridor Hijau Mebidangro dimaksudkan untuk
memantapkan kawasan hutan di kawasan hulu dan hilir Mebidangro yang berfungsi
sebagai resapan air, perlindungan daerah di bawahnya, dan perlindungan flora
fauna. Selain itu dilakukan pula pembangunan sempadan sungai yang membentang
dari perbukitan Bukit Barisan sampai Selat Malaka, sempadan waduk/danau, dan
sempadan pantai yang berhadapan dengan perairan Selat Malaka sebagai ruang
terbuka hijau. Sedangkan, pengembangan akses strategis Mebidangro berarti
mengembangkan keterhubungan sistem jaringan jalan arteri primer sebagai akses
pergerakan pusat produksi ke pusat distribusi dan koleksi. Termasuk pula di
dalamnya pembangunan sistem jaringan angkutan massal berbasis jalan dan kereta
api yang menghubungkan antar pusat kegiatan sekunder, dan pembangunan
keterpaduan simpul sistem jaringan transportasi yang memadukan transportasi
darat, udara, dan laut di Pelabuhan Belawan, Bandara Kualanamu dan Stasiun
Medan
2.3.2 Transit Oriented Development (TOD)
TOD adalah peruntukan lahan campuran berupa perumahan atau perdagangan yang direncanakan untuk memaksimalkan akses angkutan umum
dan sering ditambahkan kegiatan lain untuk mendorong penggunaan moda
angkutan umum. Peruntuan lahan sekitar stasiun BRT/MRT dikembangkan
dengan perbedaan tingkat kepadatan.
Transit oriented development atau disingkat menjadi TOD merupakan
salah satu pendekatan pengembangan kota yang mengadopsi tata ruang
campuran dan maksimalisasi penggunaan angkutan massal seperti Busway/BRT,
Kereta api kota (MRT), Kereta api ringan (LRT), serta dilengkapi jaringan
pejalan kaki/sepeda. Dengan demikian perjalanan/trip akan didominasi dengan
menggunakan angkutan umum yang terhubungkan langsung dengan tujuan
perjalanan. Tempat perhentian angkutan umum mempunyai kepadatan yang
relatif tinggi dan biasanya dilengkapi dengan fasilitas parkir, khususnya parkir
besar khususnya di kawasan kota baru yang besar seperti Tokyo di Jepang, Seoul
di Korea, Hongkong, Singapura, yang memanfaatkan kereta api kota serta
beberapa kota di Amerika Serikat dan Eropa.
Pengembangan wilayah berbasis TOD belum banyak dilakukan di
perkotaan Indonesia. Rencana TOD di stasiun Manggarai belum terbukti sampai
saat ini, begitu juga dengan stasiun Kota dan Dukuh Atas di Jakarta. Namun,
pengembangan TOD yang masih terbatas sudah banyak dilakukan, namun tidak
berdampak luas karena tidak sinerginya ke-4 faktor, yaitu :
1. Mixed-use
2. High Density
3. Akses Kendaraan Tidak Bermotor
4. Dekat dengan Stasiun MRT/BRT
Kaitan TOD dengan angkutan Massal
TOD harus ditempatkan:
1. Pada jaringan utama angkutan massal
2. Pada koridur jaringan bus/ BRT dengan frekuensi tinggi
3. Pada jaringan penmpan bus yang waktu tempuhnya kurang dari 10
menit dari jaringan utama angkutan massal.
Kalau persyaratan diatas tidak dipenuhi oleh suatu kawasan maka perlu
diambil langkah untuk menghubungkan dengan angkutan massal, disamping itu
yang juga perlu menjadi pertimbangan adalah frekuensi angkutan umum yang
tinggi.
2.3.2.1 Defenisi Transit Oriented Development (TOD)
Defenisi Transit Oriented Development menurut Calthorpe dalam
Yuniasih (2007) adalah :
“A mixed-use community within an average 2,000-foot walking distance of a transit stop and core commercial area. TODs mix residential, retail, office, open
space, and public uses in a walkable environment, making it convenient for
Sumber : Calthrope dalam Wijaya (2009)
Gambar. 2.2
Konsep TOD
Konsep Transit Oriented Development (TOD) ini menawarkan alternative menuju
pola pengembangan dengan menyediakan fungsi-fungsi working, living,leisure
dalam populasi yang beraneka ragam, dalam kepadatan yang rendahsampai dengan
tinggi, dengan konfigurasi fasilitas pedestrian dan akses transit. Karakteristik
bentuk kota ini bercirikan keragaman dan densitas tinggi dalam skala
lokal/kawasan, dan terhubungkan dengan bagian kota lain oleh sistem transit.
Konsep Transit Oriented Development (TOD) di awali dengan konsep aktivitas
pergerakan manusia, baik dengan moda maupun berjalan. Pergerakan sebagai salah
satu aktivitas yang paling banyak dilakukan oleh manusia, diwadahi dengan
penempatan-penempatan pusat-pusat aktivitas yang terintegrasi dengan titik-titik
transit, sehingga diharapkan dapat mendorong penggunaan transportasi publik.
Pusat-pusat aktivitas dihubungkan antara satu dengan yang lain dalam jarak tempuh
berjalan yang nyaman dan aman sebagai upaya untuk mengurangi pergantian antar
2.3.2.2 Struktur Transit Oriented Oriented Development (TOD) Ciri Tata Ruang TOD
Ada beberapa ciri tata ruang campuran yang bisa dicapai dengan mudah cukup
berjalan kaki atau bersepeda. Beberapa ciri penting yang akan terjadi dalam
pengembangan TOD[2] yaitu:
1. Penggunaan ruang campuran yang terdiri dari pemukiman, perkantoran, serta
fasilitas pendukung,
2. Kepadatan penduduk yang tinggi yang ditandai dengan bangunan apartemen,
condominium
3. Tersedia fasilitas perbelanjaan
4. Fasilitas kesehatan,
5. Fasilitas pendidikan
6. Fasilitas hiburan
7. Fasilitas olahraga
8. Fasilitas Perbankan
Pengurangan ketergantungan terhadap kendaraan pribadi
Ketergantungan terhadap kendaraan pribadi cenderung meningkat di kota-kota
besar Indonesia, pilihan moda pribadi telah meningkat menjadi 80 persenan, yang
kalau dilihat kembali kondisi tahun 1980an angkanya masih berkisar 50-50 di
Jakarta. Hal ini akan berdampak negatif terhadap lingkungan. Berdasarkan
penerapan TOD di beberapa kota besar menunjukkan penurunan ketergantungan
terhadap kendaraan pribadi, karena adanya pilihan yang cepat, murah dan mudah
mencapai tujuan hanya dengan hanya berjalan kaki, berjalan kaki, menggunakan
angkutan umum, Masyarakat tidak perlu repot mencari tempat parkir, membayar
biaya parkir yang tinggi, biaya operasi yang tinggi pula.
Penerapan TOD pada projek MRT Jakarta
Pada tahun 2016 Jakarta akan memiliki jalur MRT modern pertama yang akan
menggunakan pendekatan memaksimalkan pemanfaatan lahan disekitar stasiun
untuk pengembangan properti dengan kepadatan tinggi. Pemerintah provinsi DKI
transit oriented development atau TOD. Terutama dalam pembangunan 12 stasiun
KABT tahap pertama dengan rute Lebak Bulus–Dukuh Atas. Namun, klasifikasi 12
stasiun itu masing-masing tetap berbeda.
Dari 12 stasiun itu, lima di antaranya akan dijadikan TOD maksimum, yakni
Stasiun Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete, Blok M dan Stasiun Dukuh Atas.
Kemudian tiga stasiun, yakni Senayan, Istora dan Bendungan Hilir akan
dikembangkan dengan pola TOD medium, yakni konsep pengembangan medium.
Sedangkan empat stasiun lainnya, yakni Haji Nawi, Blok A, Sisinga Mangaraja dan
Setiabudi akan dikembangkan dengan konsep TOD minimum.
Strategi
A. Perkuatan Pelayanan Angkutan Umum Berbasis MRT/BRT
Pelayanan angkutan umum massal menjadi daya tarik karena perjalanannya akan
lebih cepat, mudah, hemat energi dan ramah lingkungan. Pengembangan MRT di
Curitiba (Brazil) dan Sengkang (Singapura) adalah salah satu pengembangan TOD
yang sukses.
Jalur Mass Rapid Transit ini merupakan tantangan baru bagi para arsitek yang
diminta untuk mengintegrasikan stasiun transit dengan desainnya.
Namun pengembangan tersebut harus djaga supaya tidak menimbulkan pemekaran
kota (sprawling). Inggris telah membangun green belts dimana menjaga kawasan
tetap 16.000 km2.
B. Penataan Tata guna Lahan
Pendekatan perencanaan perkotaan menuju pada pembentukan kepadatan dan
penggunaan bersama dan mendapatkan kembali ruang untuk pejalan kaki dan
sepeda dengan tujuan untuk mengalihkan permintaan perangkutan ke moda
kendaraan tidak bermotor. Menciptakan kepadatan dan fungsi bersama di daerah
sub-perkotaan yang luas akan mengarah ke sub-pusat dimana terjadi banyak
aktivitas dan kebutuhan sehari- hari masyarakat: perkantoran, permukiman,
pendidikan, hiburan, fasilitas publik, pusat perbelanjaan, dll.
Sub-pusat ini memiliki prioritas paling tinggi untuk dihubungkan dengan distrik
/ MRT atau jalur BRT.Berkembangnya aktivitas di sekitar kawasan stasiun
Pertambahan jumlah penumpang Volume lalu lintas berkurang
Fasilitas Pejalan kaki lebih baik Biaya tiap penumpang semakin rendah Biaya
infrastruktur rata-rata berkurang
Peningkatan keamanan di dekat stasiun Image lebih baik Meningkatnya nilai
properti
C. Perbaikan Fasilitas NMT
Mobilitas warga kota akan ditingkatkan dengan penerapan konsep pejalan kaki
yang intensif, dengan menyediakan trotoar luas, nyaman, terlindung, dan aman dari
banjir. Kemudian akan ditinggikan lagi pada masa yang akan datang, berpindah dari
satu gedung ke gedung lainnya, sepanjang atau melalui kota-kota modern di
Indonesia yang akan memiliki ruang publik tingkat dua dan tingkat tiga yang berada
di atas jalan-jalan penuh sesak dan rawan banjir menjadi tempat transit pejalan kaki.
Alun-alun kota dan tempat-tempat semi-publik pada beberapa tingkat terlindung
lanskap yang lebih tinggi atau taman gantung akan menjadi fitur arsitektur yang
terkenal untuk pusat kota karena mampu menghubungkan bangunan dengan
masyarakat, jalan, dan struktur lingkungan.
D. Investasi Lahan TOD
Pada perkembangan selanjutnya sektor swasta dan publik ditingkatkan dekat
dengan akses transportasi umum, yang berada di sepanjang koridor dan stasiun
moda transportasi, terkonsentrasi dan kepadatan di sekitar yang menghubungkan
stasiun.
Pengembang dan investor akan setuju untuk menyediakan dana tambahan karena
yang membuat gedung tersebut mampu menghasilkan adalah terhubungnya gedung
dengan transit massal, baik itu dari sisi pejalan kaki maupun kereta.
Konektivitas menjadi bagian paling penting dari suatu gedung, sebagaimana
masing-masing fungsi hanya akan berhasil jika warga masyarakat mendapatkan
cara termudah, teraman, tercepat dan bertingkat, kering, dan permukaan lantai yang
kuat, paling nyaman, secara alami terkendali terhadap iklim dan memiliki tempat
Jembatan pejalan kaki – hal ini mencirikan elemen kota masa depan – menyediakan
jalur pejalan kaki dari satu gedung ke gedung lain pada saat yang sama sebagai
tempat bertemu, area peristirahatan, tempat observasi, dan pusat perbelanjaan.
Jembatan pejalan kaki – hal ini mencirikan elemen kota masa depan – menyediakan
jalur pejalan kaki dari satu gedung ke gedung lain pada saat yang sama sebagai
tempat bertemu, area peristirahatan, tempat observasi, dan pusat perbelanjaan.
TAHAPAN-TAHAPAN PENERAPAN TOD
Tahap 1 : Memperkuat investasi publik dalam angkutan umum dengan memastikan
bahwa pengembangan angkutan umum berpusat pada stasiun
Tahap 2 : Mengetahui bahwa area stasiun adalah daerah khusus dan seluruh wilayah
yang berada di sekitarnya berkesempatan untuk mengembangkan pembangunn
tradisional.
Tahap 3 : Mengambil kesempatan yang diberikan oleh angkutan umum untuk
mempromosikan TOD sebagai bagian dari strategi manajemen pertmbuhan yang
lebih luas
Tahap 4 : Rezoning daerah-daerah yang berpengaruh di sekitar stasiun untuk hanya
menggunakan moda angkutan umum dalam melakukan perjalanannya
Tahap 5 : Fokus pada investasi instansi publik dan uapaya perencanaan di daerah
stasiun dengan peluang pembangunan terbesar
Tahap 6 : Membangun broad-based core untuk mendukung TOD melalui
pejabat-pejabat terpilih, staf pemerintah daerah, pemilik tanah, dan lingkungan
Tahap 7 : Menyiapkan kerangka kerja mandiri untuk lebih mempromosikan TOD
setelah perencanaan selesai.
2.3.2.3 Tipologi Transit Oriented Development
Terdapat dua model pengembangan didalam TOD menurut Calthorpe
yakni:
jangkauan 10 menit berjalan (tidak lebih dari 3 mil) dari titik transit.
NeigborhoodTOD harus berada pada lingkungan hunian dengan densitas
menengah, fasilitas umum, servis, retail, dan rekreasi. NeigborhoodTOD
ini dirancang dengan fasilitas publik dan ruang terbuka hijau serta
memberi kemudahan akses bagi pengguna moda pergerakan.
2. UrbanTOD
Merupakan TOD dengan skala pelayanan kota berada pada jalur sirkulasi
utama kota seperti halte bus antar kota dan stasiun kereta api baik light rail
maupun heavy rail. Urban TOD harus dikembangkan bersama fungsi
komersial yang memiliki intensitas tinggi, blok perkatoran, dan hunian
dengan intensitas menengah tinggi. Setiap TOD pada kota, memiliki
karakter tersendiri sesuai dengan karakter lingkungannya.
Sumber : Calthrope, 1993
Gambar. 2.3
UrbanTOD (kiri) dan NeighborhoodTOD (kanan)
2.3.2.4 Keuntungan dari Diterapkannya TOD
Menurut Calthorpe dalam Wijaya (2007) konsep Transit Oriented
Development (TOD) pada dasarnya adalah untuk mengintegrasikan jaringan
penggunanya sehingga tercipta lingkungan yang walkable, aman dan nyaman,
dimana dapat diuraikan :
Tujuan Lingkungan
1. Meningkatkan kualitas udara, menghemat penggunaan energi dan
membuat lingkungan yang berkelanjutan.
2. Mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor pada lingkungan
yang didominasi oleh kendaraan bermotor.
Tujuan Perencanaan/Transportasi
1. Menciptakan pola pembangunan kota untuk pengembangan kawasan
secara terintegrasi.
2. Menciptakan variasi perumahan dengan berbagai kepadatan dari rendah
sampai dengan tinggi dalam radisu tertentu dari lokasi transit (Calthrope)
Di area komersial, fungsi retail dapat dikombinasikan dengan residensial dan
perkantoran, namun intensitas retail itu sendiri tidak boleh berkurang. Jumlah
parkir harus ditambah untk fungsi-fungsi tambahan tersebut. Pertimbangan
khusus harus dilakukan agar tercipta privasi untuk fungsi residensial. Entrance
kedua fungsi harus dipisah. Penambahan fungsi tersebut sebaiknya dilakukan
secara vertikal. Hasil adalah ketinggian bangunan bertambah, menciptakan
kemenarikan visual dan karakter urban yang lebih kuat.
Sumber : Buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe Gambar.2.4
a.) Area Residensial
Tujuan TOD adalah mengurangi tingkat penggunaan mobil pribadi. dengan
perancangan dan lokasi area residensial yang tepat tujuan ini dapat dicapai.
Residensial sebaiknya berdekatan dengan area komersial dan dan transit.
Kepadatan area residensial dirancang untuk mendukung pengguna
transit. Tipe permukiman bervariasi terdiri dari tipe single family, tipe
townhouse, dan apartemen.
Sumber : Buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe Gambar.2.5
Sumber : Buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe Gambar.2.6
Zona antara sidewalk dan rumah
b.) Pedestrian
Jalan di kawasan TOD merupakan elemen paling vital dalam menentukan
kualitas ruang publik. Jalan di kawasan TOD harus dibuat pedestrian-friendly.
Untuk menciptakan ruang jalan yang demikian harus dipikirkan berapa luas yang
diperlukan untuk pedestrian untuk menciptakan ruang publik yang aktif,sementara
tetap menjaga keseimbangan dengan ruang parkir, jalur bersepeda dan pergerakan
kendaraan.
Lebar jalan dan jumlah lajur kendaraan harus dikurangi tanpa
mengorbankan parkir paralel dan akses sepeda. Jalan harus dirancang untuk dilalui
dengan kecepatan mobil tak lebih dari 24 km/jam. Jalan yang lebih sempit dapat
mengurangi lebar jalan dan jumlah lajur memberikan ruang yang lebih besar untuk
penataan lansekap. Dimensi jalan yang relatif kecil ditujukan untuk menciptakan
Sumber : Buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe Gambar.2.7
Dimensi ideal ruang jalan di area TOD
Sidewalk secara virtual terbagi atas beberapa zona yaitu; zona tepi yang
berbatasan langsung dengan jalur mobil (minimal 1,2 meter untuk kawasan TOD,
untuk menyediakan ruang menunggu), zona furnishing yang mengakomodasi
perletakan street furniture seperti pohon atau fasilitas transit, zona ‘melintas’ yaitu jalur yang dapat dilalui tanpa gangguan, dan zona ‘frontage’ yaitu ruang bersih
antara fasad bangunan (tempat pejalan kaki melakukan window shopping, area
keluar dan masuk dari dalam bangunan) dan zona ‘melintas’. Lebar sidewalk
minimum yang disarankan adalah 3 meter (pada area komersial minimum 4 meter),
tidak batas maksimum untuk lebar sidewalk namun jika terlalu lebar menyebabkan
Sumber : Buku “Planning and Designing for Pedestrians” San Diego’s
Regional Planning Agency
Gambar.2.8
Pembagian zona pada sidewalk
Lebar zona sidewalk minimal untuk dilalui pejalan kaki adalah 1,5 meter
(dapat dialui dua orang sekaligus). Dimensi sidewalk lebar di area komersial
dimana aktivitas pedestrian lebih besar dan seating luar sangat
direkomendasikan (1,8 meter -2,5 meter). Jalur pedestrian yang nyaman akan
mengurangi penggunaan mobil dan menambah efisiensi penggunaan transit.
Street furniture pada pedestrian sangat diperlukan bagi pejalan kaki. Jika ruang
jalan tidak memiliki fasilitas ini maka pemakaian ruang jalan mnjadi tidak nyaman.
Misalnya jika tidak ada lampu jalan menyebabkan ketidaknyaman dan tidak
tersedianya tempat sampah membuat jalan jadi kotor dan membuat orang enggan
berjalan kaki. Untuk menciptakan sense of community dapat melalui pemilihan
desain street furniture yang mencerminkan karakter lokal.
Pepohonan untuk peneduh diperlukan disepanjang jalan. Jarak antara
pohon-pohon tersebut tidak boleh lebih dari 9 meter. Jenis pohon dan teknik
penanaman harus diseleksi dengan seksama untuk menciptakan kesan meyatu
pada ruang jalan, menyediakan naungan yang efektif, dan menghindari
kerusakan trotoar. Banyak ruang jalan yang dikenang orang karena deretan
pepohonan di sepanjang jalan. Keberadaan pohon penting untuk kenyamanan
pejalan kaki karena menyediakan naungan dari cuaca dan mengurangi suhu
panas yang dihasilkan permukaan aspal dan menciptakan iklim mikro yang lebih
sejuk. Selain itu pepohonan juga memberikan keindahan pada ruang jalan.
Backbone pada kawasan siteplan adalah inti dari kawasan tersebut dikarenakan
kawasan tersebut berpanutan pada sistem TOD, pada sistem TOD harus adanya
bagian untuk pejalan kaki yang nyaman dan juga aman diantara satu point ke
point lain, dikawasan kwala bekala ini point tersebut adalah dari terminal kwala
bekala sampai point stasiun kwala bekala. Backbone pada kawasan kwala bekala
ini di fasilitasi pedestrian yang nyaman dan juga banyaknya street furniture untuk
para pejalan kaki merasa nyaman dan tidak terasa jauh pada saat berjalan dari
point ke point lain. Backbone tersebut di fasilitasi adanya retail tempat berbelanja
dan juga retail makanan, di tambah dengan banyak nya taman-taman yang
2.3.3 Masterplan
Berikut merupakan hasil pengembangan kawasan dari masterplan PTPN II
dimana pada masterplan ini terdapat 7 macam fungsi bangunan yang dapat
mendukung kawasan ini menjadi kawasan TOD antara lain :
1. Stasiun Kereta Api
2. Convention Hall
3. Pusat Kreativitas
4. Hotel Bisnis dan Pusat Kuliner
5. Kantor dan Eco Park
6. Hotel Mixed-use
Gambar 2.11 Masterplan kawasan yang dikembangkan
Terminal
Komersil
Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau Danau Ruang Terbuka
Non Hijau
Perumahan Komersil
Komersil
Komersil Komersil
Komersil
Pendidikan
2.3.4 Teori Minamalis Modern 2.3.4.1 Pengembangan Teori
Minimalis Modern muncul pada pertengahan tahun 70-an. Teori Minimalis
Modern didasarkan pada analisis, definisi, klasifikasi dari sang arsitek, serta budaya
dan latar belakang. Debat berlangsung untuk sebagian besar di jurnal Italia, Spanyol
dan Inggris. Jurnal arsitektur Lotus International, El Croquis dan Desain Arsitektur,
mengikuti contoh Rassegna, mencetak isu tematik. Pada pertengahan tahun 90-an
monograf muncul untuk pertama kalinya. (Carmagnola, Pasca, 1996; Savi,
Montaner, 1996; Pawson, 1996; YPMA, 1996).
Montaner (1993) menyatakan karakteristik minimalis yaitu: 1) indah,
geometris, etika pengulangan, presisi teknis dan materialitas, kesatuan dan
kesederhanaan, distorsi skala, dan dominasi bentuk struktual. Dari London muncul
beberapa definisi minimalis: pada dasarnya arsitektur reduksionis yang terdiri
kesederhanaan, linearitas, warna, dan kontemplasi (Wakil 1994, 15); 2)
kesempurnaan dan kualitas obyek mencapai sekali tidak bisa lagi diperbaiki dengan
pengurangan dan ketika semua komponen, rincian menjadi esensi (Pawson, 1996,
7) dan; 3) arsitektur dengan konsep primordial ruang, cahaya dan massa (Murray,
1999, 8).
Pada 90-an beberapa arsitek baru muncul. Mereka juga mempelajari
minimalis, bersama-sama dengan para penulis yang karyanya dikenal sudah pada
tahun 1988, namun tidak disebutkan dalam Rassegna. Ini merupakan indikasi
bahwa tidak ada lagi minimalis London dalam publikasi Italia dan Spanyol, di mana
kita bisa mendengar dari lokal-Mediterania, Swiss dan minimalisme Jepang. Alasan
yang mungkin untuk ini adalah fakta bahwa minimalis London pertama kali
dikembangkan melalui desain yang lebih kecil dan arsitektur interior. Pawson,
Silvestrin dan Freton adalah spesialis untuk interior apartemen, butik, restoran,
galeri dan rumah keluarga, sementara Chiperfield dikenal bangunan yang lebih
besar. Dalam hal ini, teori London tidak pernah gagal untuk menunjukkan
bagaimana London diremehkan dalam masyarakat dunia (Melhuish 1994, 13;
minimalis dalam perkembangan arsitektur. Sebagai tokoh terkemuka Swiss
essentialists Buchenan (1991) menegaskan Herzog dan DeMeuron. Di wilayah
Mediterania, di Semenanjung Iberia menyebutkan Souto de Moura dan Baeza.
Melhuish (1994) sebagai fitur minimalis Mediterania mengalokasikan sehubungan
dengan lokasi. Wakil (1994) menemukan bahwa iklim Jepang, tradisi dan gaya
hidup yang diterima untuk rumus minimalis. Pertimbangan pertanyaan terbuka
pada asal dan afiliasi minimalis dalam hal tradisi, yang menyebabkan beberapa teori
untuk tepat minimalis dengan budaya mereka sendiri. YPMA (1996) menarik garis
reduksionis Inggris: dari arsitektur Victoria yang elegan menahan diri dan
penggunaan sederhana dari bahan berkualitas tertinggi, lebih dari teknologi
standardisasi dalam keadaan revolusi industri. Di sisi lain, Ranzo (Carmagnola,
Pasca 1996, 149) menemukan pola dasar minimalis dalam arsitektur Mediterania
vernakular. Media presentasi dengan gaya baru di pertengahan transfer 90-an dari
Eropa ke Amerika, berupa pameran yang diselenggarakan. Di New York MoMA,
pameran disebut konstruksi Cahaya (1995) dikuratori oleh Riley, menunjukkan
karya arsitektur dari volume persegi panjang, yang menyadari sensibilitas arsitektur
baru. Pada tahun yang sama, di Pittsburgh, Machado dan el-Khoury mengatur
pameran arsitektur monolitik. Monolitik adalah objek yang terlihat seperti
seolah-olah mereka dibuat dalam sepotong tunggal, padat, struktur besar dari besar
kefasihan terlepas dari cara formal terbatas (Machado, el-Khoury, 1995). Periode
konstitusional ini pembangunan teoritis diikuti oleh kritis Ulasan teori minimalis
didirikan. Topik utama diatur dalam Rassegna masih tetap: garis sejarah, aspek
etika, hubungan dengan modernisme, seni minimal dan postmodernisme.
2.3.4.2 Kontemplasi
Studi Jepang terkait minimalis dalam arsitektur mengatakan pengantar
menyoroti unsur teologi dan tteoritis. Setelah Taki (1984) dan Avon dan Vragnaz
(1988),nilai kontemplatif yang ditunjukkan oleh Auer (1988, 100). Dia mengerti
minimalisme Jepang sebagai ide untuk kekosongan, dorongan moril dan panggilan
untuk rendah hati dan realisasi diri. Yang paling berpengaruh Inggris arsitek
(1996). Berikut konsep kesederhanaan, pengurangan dan esensi direpresentasikan
sebagai kunci pemahaman, negara diperlukan dan dasar kualitas minimalis, dan
yang paling penting - ideal umum dari banyak perbedaan budaya. Sebagai arsitektur
sederhana, berdasarkan proses selektif pengurangan, membantu orang menemukan
mereka yang sebenarnya keinginan dan kebutuhan penting dari kehidupan. Dengan
cara ini, minimalis berfungsi sebagai fenomena universal penolakan materialitas
dan orientasi terhadap spiritualitas dan esensi. Kontras antara tenang dan keras
dalam hal visualitas arsitektur diwakili sebagai kemenangan minimalis
kecanggihan lebih konsumerisme. Untuk alasan yang sama Ympa (1996)
melakukan tidak melihat minimalis sebagai gaya, lebih melihatnya sebagai filsafat
hidup, yang menawarkan perdamaian visual dalam kekacauan hidup perkotaan.
Untuk Toy (1999, 7). Sejalan teoritis ini, desainer Italia Vignelli (Bertoni 1999,
226) adalah yang paling sombong. Dia menunjukkan bahwa minimalisme tidak
gaya, itu adalah perilaku, cara makhluk, reaksi dasar untuk suara visual, gangguan
dan vulgar. Minimum secara signifikan mempengaruhi teori Spanyol dan Italia. Di
cara Pawson, Zabalbeascoa dan Marcos (2000) dan Bertoni (2002) menyediakan
peta kronologis siklus dalam budaya reduktif dan sederhana. Pendekatan Bertoni
ini berikut manifestasi dari reduksi, ekspresif kejelasan, esensialitas ketat,
kemurnian mental dan kesederhanaan formal; terlepas dari konteks sosial-historis
dan apakah itu arsitektur atau pola pikir di daerah lain budaya. baris teori
sejarah-asosiatif ini berorientasi eksklusif terhadap pencarian prekursor minimalis. Itu
Kriteria adalah setiap kebetulan, dan tujuannya untuk membangun sebanyak
sewenang-wenang hubungan dengan tradisi minimalis mungkin. Sintesis
spiritualitas transendensi dan ketidakpuasan dengan waktu di mana pemuliaan aset
material kontras dengan kegunaan dan kebutuhan, Zabalbeascoa dan Marcos
mengembangkan aspek etika minimalis, yang dapat disebut kontemplasi dalam
konsumerisme. Untuk Bertoni, minimalis arsitektur resistensi terhadap budaya
konsumtif dan menjadi promosi hidup dalam spiritualitas, kejelasan dan harmoni.
Yang paling berdedikasi semacam ini teorisasi, Bertoni merasakan minimalis
sebagai etika kesederhanaan. Di dalam akal, integritas moral minimalis
dasar dan fisik nilai-nilai, seperti waktu, ruang dan keheningan, membuka dialog
dengan spiritual dimensi dan; 2) mental, tata ruang dan abadi kekosongan
memungkinkan untuk jeda untuk refleksi dan perspektif yang berbeda dari realitas.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan tahu gaya hidup yang lebih damai, lebih
bermartabat dan berharga, di mana di atas piramida terdapat kualitas universal yang
milik biasa, hal-hal sederhana dan sehari-hari. Minimalis adalah manifestasi dari
ini gaya hidup dan prevalensi etis antara: 1) mengalahkan materialisme, berat badan
kepemilikan dan semua yang autentik, berlebihan, penipu dan tidak relevan dan; 2)
pencarian spiritualitas, nilai-nilai nyata dalam kehidupan dan esensi. Penekanan dan
penolakan pertama dan konsentrasi untuk yang kedua, menurut untuk Bertoni,
menghilangkan noise modern dan menetapkan dasar-dasar baru prinsip kemajuan.
Transfer paradoks ide dari budaya tradisional dan agama untuk budaya komoditas
massal adalah inspirasi untuk para kritikus teori ini. Itu hubungan antara aspek
metafisis dan ekonomi ditekankan dalam Jenks, yang mengerti istilah minimalis
sebagai versi borjuis akhir-akhir gerakan modern. Melalui minimalis pepatah nya
cocok spiritualitas, tetapi juga cocok untuk belanja (Murray, 1999, 16), Jenks
menyinggung bahwa spiritualitas dimanifestasikan dalam materialitas paling mahal
arsitektur komersial London. skeptisisme serupa diungkapkan Wakil (1994),
membandingkan kesederhanaan sukarela dan terkondisi, yaitu, minimalis untuk
desain dan minimalis untuk kebutuhan yang dikenakan oleh kemiskinan ekonomi.
2.4 Tinjauan Fungsi
Berikut ini akan diuraikan beberapa tinjauan fungsi seperti pengguna,
kegiatan, kebutuhan ruang, dan persyaratan ruang.
2.4.1. Deskripsi Pengguna dan Kegiatan
Pelaku kegiatan yang terlibat dalam “Rumah Susun Kwala Bekala” secara umum adalah:
1. Penghuni
Merupakan kelompok pemilik/penyewa bangunan yang berdomisili
- Datang
- Masuk ke ruangan
- Melakukan aktifitas
- Menggunakan fasilitas
2. Pengelola
Merupakan kelompok yang bertugas memanajemen seluruh areal rumah
susun serta melakukan perawatan secara berkala pada seluruh areal baik
ruang terbuka maupun bangunan.
- Datang
- Masuk ke ruangan
- Bekerja
- Istirahat, makan, minum, sholat, ke toilet dll
- Pulang
3. Pengunjung
Yang beraktifitas dengan penyewa rumah susun dan menggunakan
fasilitas – fasilitas yang ada, bagi pengunjung perorangan maupun
kelompok
- Datang
- Beraktifitas dengan para penyewa
- Pulang
Penghuni rumah susun tersebut dapat dibedakan berdasarkan tujuan dan
kegunaan dari aktifitas sehari-hari yaitu:
1. Penghuni yang tinggal di rumah susun dengan aktfitas utamanya untuk
berdagang di pusat pasar dan menjadikan rumah susun tersebut menjadi
tempat tinggalnya
2. Penghuni yang aktifitas utamanya untuk menjalankan studi di
2.4.1.2 Deskripsi Perilaku
3. Pada proses perencanaan bangunan “Rumah Susun Kwala Bekala”,
user (pengguna) dibagi menjadi 4 kelompok yaitu :
4. 1. Pengelola dan karyawan hotel
5. 2. Penghuni / Penyewa
6. 3. Pengunjung
7. 4. Servis
Kegiatan Pengelola dan Karyawan Rumah Susun
8.
Diagram 2.1 Kegiatan Pengelola dan Karyawan Rumah susun
Kegiatan Penghuni Rumah susun
9.
Diagram 2.2 Kegiatan Penghuni Rumah susun Datang
Parkir
Entrance/ Side Entrance
Loker
Karyawan K. Pengelola
Kegiatan Pengunjung Rumah susun
Diagram 2.3 Kegiatan Pengunjung Rumah susun
Kegiatan Servis
Diagram 2.4 Kegiatan Servis
2.4.2 Deskripsi Kebutuhan Ruang dan Besaran Ruang
Dari deskripsi kegiatan, pengguna, dan perilaku, dapat disimpulkan
kebutuhan ruang yang dibedakan berdasarkan fasilitas-fasilitas tertentu dan
disesuaikan dengan aktivitas yang berlangsung di dalam ruang tersebut, antara lain
Apartment
Analisa Ruang dan Pengguna
Pengguna kondominium dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu: Datang
Parkir
Entrance Lobby/Pusat Informasi
Berkunjung
Rekreasi
Pulang
Servis Parkir Servis Loading
Dock Entrance Registrasi
Unit hunian dalam kondominium
Tipe hunian yang menempati kondominium yang direncanakan adalah
single, pasangan muda, keluarga dengan anak-anak kecil, keluarga dengan anak
remaja, dimana dalam setiap unitnya1-5 orang sasaran pakai. Penghuni
kondominium ini diperuntukan bagi golongan menengah keatas.
Dalam tipe hunian majemuk, ruang unit hunian dapat dibedakan berdasarkan
jumlah penghuni atau komposisi dalam keluarga, yakni sebagai berikut:
a. Tipe 1 kamar tidur : Untuk 1 penghuni atau bagi keluarga tanpa anak, atau
keluarga dengan 1 penghuni dengan 1 anak.
b. Tipe 2 kamar tidur : Untuk keluarga dengan 4-5 penghuni, atau pasangan
dengan 2 anak.
c. Tipe Penthouse : Dengan 3-4 kamar tidur, tipe ini dapat dikatakan debagai
unit paling mewah (unit khusus), dimana terdapat ruang-ruang esktra luas
dan juga terdapat ruang tambahan seperti study room, laundry, ruang tamu
dan ruang makan.
Penghuni kondominium dimana kebutuhan ruang dalam tiap hunian ditentukan
berdasarkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
Aktifitas yg dilakukan pemakai kondominium dan penyewa:
Bersantai, istirahat, makan dan lain sebagainya ruang yg dibutuhkan:
1) Ruang tidur
2) Ruang kerja
3) Ruang keluarga
4) Ruang pembantu
5) Balkon
6) Kamar mandi
Aktifitas Pemakai
Tabel aktifitas penghuni sehari-hari
Anak
Pembantu 04.00-06.00
06.00-18.00
Permasalahan
Bagaimana menciptakan suasana dan susunan ruang yang sesuai dengan aktifitas
penghuni?
Tujuan
Mendapatkan suasana dan susuna ruang yang sesuai dengan aktifitas penghuni.
Landasan teori
Pada awal proses mendesain hunian, aktifitas dan karakter penghuni sangat penting
untuk menciptakan rancangan hunian yg fungsional dan nyaman.
Analisa
1. Ada beberapa anggota keluarga yang melakukan 2 kegiatan sekaligus,
seperti ayah atau anak yang memiliki kebiasaan menonton TV sambil
makan.
2. Luas unit kondominium yang terbatas mengharuskan penyusunan ruang yg
kompak dan bersifat multifungsi. Seperti kamar tidur anak yang dapat
menjadi ruang istirahat, bermain dan belajar.
Sintesa
1. Ruang makan dan ruang keluarga dapat dikoneksikan untuk memenuhi
kebiasaan penghuni yangmenonton sambil makan. Dengan menyatukan 2
ruang tersebut, kesan ruang yg diperoleh akan menjadi lebih luas.
2. Untuk penghuni singel dan pasangan muda untuk memberikan kepraktisan
aktivitas makan dapat dilakukan diarea meja pantry.
3. Menggunakan perabotan yang multifungsi untuk mengurangi pemborosan
ruang dari penggunaan perabotan yang beragam. Seperti meja dan kursi
yang dibagian bawahnya dapat dijadikan laci sebagai tempat penyimpanan.
4. Agar tidak menggangu aktifitas penghuni lainnya, kamar pembantu
diletakkan dekat dengan ruang cuci, pantry/dapur.
5. Untuk penghematan ruang yang digunakan, ruang tamu dan ruang keluarga
dapat dijadikan satu.
6. Ruang keluarga dalam satu unit kondominium tidak boleh berdampingan
dilakukan pada ruang keluarga dapat mengganggu ketenangan dan
kenyamanan beristirahat penghuni lainnya.
7. Sebagian besar penghuni, pulang disore atau dimalam hari setelah
bekerja/beraktifitas seharian penuh akan beristirahat di ruang keluarga
maupun dikamar tidur. Untuk memberikan kenyamanan pada penghuni
kamar tidur maupun ruang keluarga dapat dihubungkan dengan balkon,
sehingga saat beristirahat, penghuni dapat sambil menikmati keindahan
pemandangan kota di malam hari.
Standart Luasan Ruang (Ernst Neuvert) Ruang Type unit hunian (M2)
Tabel Aktifitas Pengelola Pada Kantor Pengelola
Pengelola Aktifitas Ruang
1) Pemimpin
pengaduan dan informasi
dari penghuni
kesehatan, rekreasi, dan
kebutuhan sehari-hari.
-Bertanggung jawab atas
pemeliharaan dan
perbaikan dari seluruh
unsur ME bangunan.
Standart
R.Pengelola (data dari
internet)
Ruang pengelola
R. Manager 5,2 m2/org
Bag.Keuangan 4,6 m2/org
Bag. Admin 4,6 m2/org
Bag.Pemasaran 4,6 m2/org
Bag.Personalia 4,6 m2/org
Ruang Rapat 0,93 m2/org
R.PABX dan operator 0,93
m2/org
Toilet 0,60 m2/org
R. Tunggu tamu 0,93 m2/org
Data kebutuhan fungsi
7) Security
Bertanggung jawab atas
pengaturan kegitatan
kerumah tanggan seperti
celaning dan laundry.
Bertanggung jawab atas
keamanan penghuni
Data Kebutuhan Fungsi
R.Kegiatan Service
Ruang(m2) Kapasitas
Luas
ME
20,00
Housekeeping 52x0,4
20,8
Gudang 60
Laundry 52x0,4
20,8
Keamanan
12,00
Makan Karywn 30%x100
177,00
X5,90
Istirahat Karywn 25%x100
19,25
X0,77
R.Ganti/locker 100x0,8
80
Dapur 60
Sirkulasi 20%
93,97
Total
563
,82
Rumah susun Unit hunian type 18
Kegiatan Perabotan minimal Standart
ruang
Bak mandi, kloset 3m2 Memiliki
Unit hunian type 36
Kegiatan Perabotan
minimal
Tidur, istirahat Tempat tidur,
mini,lemari
Unit hunian type 54
Kegiatan Perabotan
minimal
Tidur, istirahat Tempat tidur,
meja, lemari,
Tidur, istirahat Tempat tidur,
Dapur/pant
Meja dan kursi 0,2m2/org Luas memadai
dan sirkulasi
yang baik
Tempat
ibadah
Beribadah 0,2m2/unit Dapat digunakan
warga diluar
15m2/unit Hemat dalam
utilitas,sirkulasi
udara baik, dapat
digunakan
warga diluar
rusun
Kios/pasar Jual beli Lemari
penyimpanan
9m2/unit Dapat digunakan
warga diluar
Fasilitas
60m2/unit Dapat digunakan
warga di luar
24m2/unit Dapat digunakan
warga penghuni
Lapangan Dapat digunakan
warga penghuni
Lapangan 0,8m2/org Dapat digunakan
rusun untuk
Lapangan Dapat digunakan
warga penghuni
Tabel 2.4 Unit dan fasilitas
Fasilitas rumah susun
Fasilitas lingkungan rumah susun harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI 03-7013-3004)
1. Memberi rasa aman, ketenangan hidup, kenyamanan dan sesuai dengan
budaya setempat
3. Mengurangi kecenderungan untuk memanfaatkan atau menggunakan
fasilitas lingkungan bagi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu
4. Menunjang fungsi-fungsi aktivitas penghuni yang paling pokok bagi dan
segi besaran maupun jeni sesuai dengan keadaan lingkungan yang ada
5. Menampung fungsi-fungsi yang berkaitan dengan penyelenggaraan dan
pengembangan aspek-aspek ekonomi dan sosial budaya. Fasilitas
lingkungan yang ditempatkan pada lantai bangunan rumah susun harus
memenuhi kebutuhan sebagai berikut(Standar Nasional Indonesia) :
6. Maksimal 30% dari jumlah luas lantai bangunan
7. Tidak ditempatkan lebih dari lantai 3 (tiga) bangunan rumah susun. Luas
lahan yang diperuntukan sebagai fasilitas lingkungan harus memenuhi
ketentuan :
8. Luas lahan untuk fasilitas rumah susun seluas-luasnya 30% dari luas
seluruhnya
9. Luas lahan untuk fasilitas ruang terbuka, berupa taman sebagai penghijauan,
tempat bermain anak, dan atau lapangan olah raga seluas-luasnya 20% dari
luas lahan fasilitas lingkungan rumah susun.
Tabel aktifitas penghuni sehari-hari
Penghuni Aktifitas Ruang