• Tidak ada hasil yang ditemukan

Apartment dan Rumah Susun Kwala Bekala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Apartment dan Rumah Susun Kwala Bekala"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Neufert, Ernst., Data Arsitek Jilid 1 . terjemahan oleh Sjamsu Amril,

Erlangga, Jakarta, 1990

Vitruvius, De Architectura, 2006.

Juwana, Jimmy S., Sistem Bangunan Tinggi, Erlangga, Jakarta, 2005.

De Chiara, Joseph dan Lee E. Koppelman, Standar Perencanaan Tapak,

Erlangga, Jakarta, 1997.

Transit Oriented Development 2006 http://dayhu.blogspot.co.id/ di akses

pada tanggal 02 Juli 2016

Arsitektur minimalis modern 2005.

http://arsitekturminimalissadamhusin.blogspot.co.id/. Di akses pada tanggal 22

Agustus 2016

Apartment minimalis modern

http://www.fenuz.com/gambar-desain-apartemen-minimalis.php di akses pada tanggal 22 Agustus 2016.

Rumah susun di indonesia 2003

http://seputarpengertian.blogspot.co.id/2015/08/pengertian-dan-tujuan-rumah-susun.html diakses pada tanggal 15 juli 2016

Rumah Susun dan Pengertiannya 2002.

https://sites.google.com/site/arkideaproperty/input/info-rumah-susun/pengertian-rumah-susun di akses pada tanggal 10 juli 2016

Kebutuhan ruang padaApartment 2001

http://ebookinga.com/pdf/standar-kebutuhan-ruang-apartemen diakses pada tanggal 03 juli 2016.

Konsep TOD sebagai alternatif pengembangna wilayah

pehttps://psaonone.wordpress.com/2013/04/20/konsep-tod-transit-oriented-development-sebagai-alternatif-solusi-pengembangan-wilayah/ diakses pada

(2)

BAB III

METODOLOGI

Dalam perancangan “Apartment dan Rumah Susun Kwala bekala” ini terdapat kerangka kajian yang diuraikan dalam beberapa tahap antara lain :

3.1. Pencarian Ide / Gagasan

Tahapan kajian yang digunakan dalam pencarian ide Perancangan “Apartment dan Rumah Susun Kwala bekala” adalah sebagai berikut :

1. Pencarian ide / gagasan dari sebuah pemikiran tentang sebuah tempat

tinggal yang memiliki fasilitas penunjang pusat pasar yang berada sangat

dekat dengan site.

2. Pemantapan ide perancangan melalui penulusuran informasi dan data – data arsitektural maupun non – arsitektural dari berbagai pustaka dan media sebagai bahan perbandingan dalam pemecahan masalah.

3. Dari pengembangan ide rancangan yang diperoleh, kemudian akan

dituangkan ke dalam analisis dan sintesis.

3.2. Metode Pengumpulan Data

Metode pembahasan yang dipakai dalam penyusunan laporan penelitian ini

adalah metode deskriptif , yaitu memaparkan data – data, menguraikan , menjelaskan, baik itu data primer maupun data sekunder berdasarkan fakta yang

ada (aktual), lalu kemudian dianalisa untuk menghasilkan suatu kesimpulan. Oleh karena itu untuk dapat melakukan perencanaan dan perancangan “Apartment dan Rumah Susun Kwala bekala” ini, maka diperlukan data – data :

3.2.1 Data Primer

Data yang didapat secara langsung melalui survey lapangan atau observasi. Pengambilan data primer dilakukan dengan cara :

1. Survey Lapangan, dengan cara melakukan pengamatan langsung mengenai

(3)

2. Dokumentasi adalah metode yang bertujuan untuk memperkuat dari metode

diatas yang merupakan data bersifat nyata dan memperjelas data – data yang akan digunakan dalam analisa.

3.2.2 Data Sekunder

Data yang didapat dari studi literatur yang berhubungan dengan pembuatan konsep bangunan rumah susun.

1. Studi Literatur, didapat dari buku – buku yang berkaitan dengan hotel resort dan literatur lainnya yang mendukung.

2. Referensi, didapat dari pengumpulan data, peta dan peraturan – peraturan dari instansi terkait.

III.2.3 Analisa

Analisa data dilakukan secara kualitatif yaitu menganalisa terhadap aspek

pelaku kegiatan, kebutuhan ruang, penataan ruang dan sirkulasi, kemudian

dianalisa secara kuantitatif yaitu menganalisa terhadap kapasitas ruang dan besaran

ruang serta pendekatan mengenai lokasi dan tapak. Adapun analisis yang dapat mempengaruhi perancangan “Apartment dan Rumah Susun Kwala bekala” ini antara lain :

1. Analisa Tapak

Untuk tapak rumah susun berada di kawasan Kwala Bekala, Desa LauChi,

penentuan lokasi tapak disesuaikan dengan program Pengembangan bisnis

yang berada dekat dengan pusat pasar.

2. Analisa Fungsi

Fungsi utama “Apartment dan Rumah Susun Kwala bekala” ini adalah sebagai wadah yang menyediakan layanan rumah tinggal sewa, bagi para

pedagan dan juga mahasiswa yang berada di sekitaran kwala bekala. Area

kwala bekala juga di dukung dengan akan adanya pusat pendidikan

(4)

1. Analisa Aktivitas Pengguna

Pelaku aktivitas pada “Apartment dan Rumah Susun Kwala bekala” dapat dibagi atas beberapa kelompok, yaitu :

2. Kelompok Pengelola

3. Kelompok Penghuni

4. Kelompok Pengunjung

5. Analisa Ruang

Dalam menyusun program ruang rumah susun digunakan data

statistic rumah tinggal sewa untuk menentukan jumlah pengunjung dan

kebutuhan unit. Selain itu juga dilakukan studi banding terhadap bangunan

rumah susun yang mempunyai kesamaan tema dan fungsi untuk membatu

dalam penentuan fasilitas dan ruang yang dibutuhkan pada rumah susun.

6. Analisa Struktur

Persyaratan struktur meliputi struktur pondasi, struktur badan

bangunan dan struktur atap dengan pertimbangan fungsi ruang, keamanan,

keawetan, kekokohan, dan estetika bangunan yang disesuaikan dengan

kondisi lingkungan.

3.2.4 Kesimpulan

Pada tahap metodologi ini data yang dikumpulkan dan di observasi sudah

lengkap dan sesuai dengan penelitian yang diinginkan. Dengan cara seperti ini

penelitian akan menghasilkan keluaran yang maksimal dengan data yang valid.

Selain itu dengan cara metodologi pembahasan penelitian tersaji atau tersusun

(5)

BAB IV

ANALISA PERANCANGAN

4.1 Analisa Kondisi Tapak dan Lingkungan 4.1 Analisa Proyek

Secara geografis Kwala Bekala terletak diantara 2º 57′ -3º16′ LU dan 97º 52′ - 98º45′ BT. Beriklim tropis dengan suhu minimum 22 º C dan suhu maksimum 34 º C. Memiliki site yang bekontur dan memiliki ketinggian paling rendah 67.6

(6)
(7)

4.2 Analisa Tapak

4.2.1 Analisa Pencapaian

Gambar 4.2 Analisa pencapaian

Pencapaian menuju site dapat ditempuh melalui 4 akses jalan yaitu, Jalan.

Jend Jamin Ginting, Jalan RSU H. Adam Malik, Johor / Kota Medan, dan

(8)

4.2.2 Analisa Sirkulasi

Gambar 4.3 Analisa Sirkulasi

Site terletak diantara jalan Bunga Turi yang merupakan arteri primer 2 arah

dengan lebar total 30 meter dan backbone yang merupakan jalur pedestrian

dengan lebar 14meter. Potensi yang terdapat pada jalan tersebut yaitu dapat

mempermudah pencapaian ke dalam site, dilalui oleh angkutan umum, becak,

mobil, dan sepeda motor, dan melalui backbone yang merupakan point utama

kawasan Kwala Bekala sebagai penghubung titik-titik transit utama yaitu stasiun

(9)

4.2.3 Analisa Kebisingan

Pada analisa berikut dapat dilihat bahwa pada bagian barat merupakan jalan

utama kendaraan bermotor yang mengakibatkant tingkat kebisingan yang tinggi.

Perlu adanya solusi untuk mengurangi akustik dari jalan raya. Bagian selatan site

merupakan area taman dan pejalan kaki yang menjadi penghubung antara bangunan

hotel dengan apartment. Pada bagian utara site merupakan pusat pasar yang

mengakibatkan kebisingan yang tinggi karna banyaknya aktifitas jual beli pada

pasar tersebut dibutuhkan solusi untuk mengurangi kebisingan seperti meletakan

banyaknya pepohonan yang dapat meredam kebisingan.

(10)

4.2.4 Analisa Matahari

Pada gambar tersebut dapat terlihat orientasi matahari berada di sebelah

timur dan barat site. Hal ini dapat memberikan dampak negatif dan juga positif bagi

site. Dampak negatif yang ditimbulkan adalah matahari pagi-siang yang terpancar

langsung ke sisi timur site sehingga perlu ditanggulangi dengan penerapan

sun-shading pada bangunan.

(11)

4.2.5 Analisa Angin

Menurut data dari BMG, arah angin yang mendominasi di daerah ini adalah

dari arah Utara ke Selatan, Timur ke Barat dan Timur laut ke Barat daya (Gambar

). Angin yang berhembus dari arah Utara ke Selatan lebih bersifat stabil, sehingga

akan lebih mempengaruhi desain dari bangunan.

Gambar 4.6 Analisa Angin

4.2.6 Analisa Bentuk

Pemilihan bentuk dasar bangunan dipertimbangkan terhadap faktor-faktor :

a. Kesesuaian bentuk site

b. Orientasi bangunan

c. Konstruksi bangunan

d. Efisiensi ruang

e. Ekonomi bangunan

(12)

Gambar 4.7 Analisa Bentuk Bangunan

(sumber pribadi)

Akses skybridge dari rumah susun dan apartmen ke terminal dari

lantai 02

Akses pedestrian mengarah langsung ke pusat pasar

Akses pedestrian mengarah ke taman sebagai penghubung antara

hotel dengan apartmen dan rumah susun

(13)

4.3 Analisa Struktur yang sesuai dengan Design 4.3.1 Struktur

Struktur terdiri dari :

a. Sub Structure (pondasi bangunan)

b. Upper Structure (badan dan atap bangunan)

Kriteria pemilihan struktur :

a. Kriteria teknik

Sistem struktur harus dapat memenuhi persyaratan esensial yaitu kekakuan,

kekuatan, kestabilan dan ketahanan terhadap kebakaran.

b. Kriteria fungsi

Sistem struktur harus dapat memenuhi fungsi ruang fasilitas utama dalam

bangunan.

c. Kriteria estetika

Sistem struktur harus dapat mengekspresikan keindahan

Sub Structure

Jenis pondasi terbagi dalam 2 (dua) klarifikasi, yaitu :

1. Pondasi dangkal : untuk bangunan sederhana, berlantai sedikit, yang

bebannya relatif ringan, berupa pondasi setempat maupun lajur.

2. Pondasi dalam : untuk bangunan kompleks, berlantai banyak, yang

bebannya relatif besar berupa pondasi tiang, sumuran dan terapung.

Batasan-batasan akibat konstruksi di atasnya, harus memperhatikan:

a. Kondisi beban

(14)

Ditinjau dari segi pelaksanaannya, khususnya bila ada di dalam kota, ada beberapa

keadaan di mana diusahakan dengan cara apapun untuk memasukkan kondisi

lingkungan ke dalam pertimbangan.

Berdasarkan analisa di atas, maka bangunan Eco Business Park

menggunakan pondasi tiang pancang.

2. Upper Structure

Pemilihan struktur badan berdasarkan pertimbangan :

1. Dapat memenuhi kebutuhan fungsi bangunan pada Eco Business Park

2. Keuntungan struktur yang ekonomis, tahan gempa dan mudah dalam

pelaksanaannya.

Berdasarkan kriteria di atas, maka bangunan Eco Business Park

menggunakan sistem struktur rigid frame dengan konstruksi beton.

Keuntungan struktur rigid frame :

1. Mudah pelaksanaannya

2. Tahan gempa

3. Ekonomis

4. Bukaan dan pembagian ruang yang lebih bebas karena dinding bukaan

sebagai struktur hanya pengisi.

(15)

Bentuk bangunan

Fleksibel Ruang harus

(16)

BAB V

KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Perancangan

5.1.1 Konsep Lokasi Proyek

Pada gambar 5.1 merupakan hasil akhir master plan yang berikutnya akan

diambil salah satu sitenya untuk di desain sesuai dengan fungsi bangunan yang

telah di tentukan berupa fungsi Apartmen dan Rumah Susun.

(17)

5.1.2 Penerapan tema Modern Minimalis Architecture pada bangunan

Pada perancangan Apartmen dan rumah susun kwala bekala, pendekatan

perancangan dilakukan dengan memperhatikan aspek Minimalis Modern, dimana

hal yang paling pokok dalam perancangan bangunan yang efesiensi ruang adalah

dengan memperhatikan aspek lingkungan, bentuk, dan ruangan. Bangunan yang

fungsional selalu berupaya menjaga keseimbangan alam, memperhatikan aspek

bentuk sehingga tercipta ruang-ruang sosial/interaksi yang nyaman dan juga selalu

berupaya menciptakan bangunan yang ekonomis, baik itu saat pembangunannya

maupun dalam perawatannya. Bentuk alami diciptakan melalui desain bangunan

yang tidak terlalu tebal sehingga cahaya matahari bebas masuk. Beberapa strategi

yang di upayakan untuk menciptakan bangunan dengan tema Minimalis Modern

yaitu :

Gambar 5.2 Apartment dan rumah susun

1. Penggunaan single loaded sebagai sunscreen adalah langkah untuk

(18)

2. Bangunan terlihat fungsional dan juga berbentuk sederhana dan juga

fleksibel.

Dapat dilihat bahwa bentuk bangunan berupa bentuk kubisme sama seperti

kriteria pada tema modern minimalis yaitu bangunan dan ruang berbentuk

(19)

5.2 Konsep Perancangan Tapak 5.2.1 Penzoningan Tapak

Konsep perancangan tapak pada site ini dilakukan dengan mengintegrasikan

ruang luar dengan ruang dalam, sehingga terjalin ruang fungsional atau aliran

kegiatan dari luar ke dalam bangunan serta untuk memanfaatkan kawasan yang

merupakan kawasan TOD

Gambar 5.3 Zoning tapak

Area parkir

(20)

5.2.2 Gubahan Massa

Bangunan Apartment dan rumah susun kwala bekala ini dirancang dengan

mengambil bentuk dasar site yang memanjang kearah timur. Hal ini dilakukan

dengan pertimbangan efisiensi ruang yang lebih baik dan penyesuaian dengan

bentuk tapak. Bentukan massa yang mengikuti tapak menciptakan pergerakan angin

dari segala sisi bangunan

Gambar 5.4 Gubahan massa

Gambar 5.5 Tampak depan apartment

Bangunan apartment terdapat didepan site dan dibelakang site terdapat rumah susun

yang dipisahkan dengan ruang terbuka dan juga lahan parkir. Berikut adalah tampak

(21)

Gambar 5.6 Gubahan massa rumah susun

(22)

5.3 Konsep Perancangan Bangunan

Gambar 5.8 Konsep perancangan bangunan

Area publik

(23)

5.3.1 Penzoningan Ruangan

Penzoningan pada bangunan apartment dan juga rumah susun dapat di lihat pada

gamabar.

Gambar 5.9 Zoning lantai 01 pada apartment

(24)

Gambar 5.11 Zoning lantai 01 Rumah susun

(25)

BAB VI

PERANCANGAN ARSITEKTUR

6.1 Sketsa Suasana

Pada bab ini akan dilampirkan peta situasi, gambar-gambar hasil rancangan

serta foto-foto gambar dan maket.

A B

C D

Gambar 6.1 (a) Prespektif Apartment dan rumah susun (b) Suasana pada lapangan

(26)

A b

C D

Gambar 6.2 (a) Suasana Lobby Apartment (b) Tampak prespektif Apartment (c)

Tampak prespektif apartment (d) tampak belakang apartment

6.2 Foto Maket

Berikut ini adalah hasil maket dari proyek Apartment dan Rumah Susun

(27)

(28)

6.3 Gambar kerja

Hasil perancangan pada proyek Apartment dan Rumah Susun Kwala Bekala

merupakan gambar kerja yang meliputi:

1. Site Plan (lampiran 1)

2. Denah basement apartment (lampiran 2)

3. Denah lantai 01 dan denah tipikal apartment (lampiran 3)

4. Tampak apartment (lampiran 4)

5. Potongan apartment (lampiran 5)

6. Potongan apartment (lampiran 6)

7. Denah lantai 01 Rumah susun (lampiran 7)

8. Denah tipikal lantai 02-06 Rumah susun (lampiran 8)

9. Tampak Rumah susun (lampiran 9)

10.Potongan Rumah susun (lampiran 10)

(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terminologi Judul

Judul dari proyek ini adalah Apartment dan Rumah Susun Kwala Bekala.

Berikut ini merupakan penjelasan terhadap judul kasus proyek tersebut :

1 Rumah

Menurut Lili T.Erwin Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai

tempat tinggal dan berkumpul suatu keluarga. Rumah juga merupakan

tempat seluruh anggota keluarga berdiam dan melakukan aktivitas yang

menadi rutinitas sehari-hari. Sedangkan menurut Diana Tantiko Rumah

adalah tempat untuk pulang, tempat seseorang (atau sebuah keluarga)

memperoleh ketenangan, istirahat, dan perlindungan

2 Rumah Susun

Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam

suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan

secara fungsional dalam arah horizontal maupun veritikal dan merupakan

satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara

terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan

bagian-bersama, benda bersama dan tanah-bersama. (Rudy Dewanto)

3 Kwala Bekala

Kwala Bekala adalah kelurahan di kecamatan Medan

Tuntungan, Medan, Sumatera Utara, Indonesia.

4 Apartemen

Apartment adalah suatu ruang atau rangkaian ruang yang dilengkapi dengan

fasilitas serta perlengkapan rumah tangga dan digunakan sebagai tempat

tinggal. (Harris; 1975; 20)

Dari uraian di atas disimpulkan bahwa Rumah Susun kwala bekala

(36)

bertempat tinggal dan melakukan aktivitas yang menjadi tempat rutinitas

sehari-hari, yang berada di suatu bangunan yang bertingkat tinggi dalam arah horizontal

ataupun vertikal yang setiap keluarganya mempunyai tempat tinggal

masing-masing.

2.2 Lokasi

Kwala Bekala merupakan wilayah kelurahan yang terletak di Medan Johor,

Medan, Sumatera Utara. Kecamatan Medan Tuntungan terletak di ketinggian 6 - 12

m diatas permukaan laut, yang terletak pada:

(37)

Peta Kwala Bekala

MasterPlan

(38)

Lintang Utara : 2º.27’ - 2º.47’

Bujur Timur : 98º.35 - 98º.44’

Kecamatan Medan Tuntungan sendiri berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Kecamatan Medan Johor

Sebelah Timur : Kecamatan Medan Amplas

Sebelah Selatan : Kabupaten Deli Serdang

Sebelah Barat : Kecamatan Medan Selayang

2.2.1. Deskripsi Kondisi Eksisting Lokasi Sebagai Tapak Rancangan Luas lahan : ± 22.7 ha

Kontur : relatif datar (kontur tanahnya tidak terlalu bergelombang)

KDB/KLB : 60% / 1-5

Luas site : 9654 m2

Batas-batas site :

Barat : Terminal

Timur : Perkebunan

Utara : Pusat pasar

Selatan : Hotel Mixed Used

Pemilik : PTPN II

Bangunan eksisting : Lahan kosong

Keistimewaan site :

1. Posisi site sangat strategis yaitu berada di jalan arteri primer

2. Dapat dicapai dengan berbagai moda transportasi darat (bus, mobil, taksi,

sepeda motor, dsb).

3. Posisi site bersebelahan dengan Pusat Pasar Lau Chi

(39)

2.3 Studi Literatur 2.3.1 Mebidangro

Presiden telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2011

tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang dan

Karo (Mebidangro), yang meliputi 52 kecamatan di seluruh Kota Medan, seluruh

Kota Binjai, seluruh Kabupaten Deli Serdang, dan sebagian Kabupaten Karo.

Perpres mengatur mengenai peran dan fungsi Rencana Tata Ruang Kawasan

Perkotaan Mebidangro, cakupan, tujuan, kebijakan, strategi, rencana struktur ruang,

rencana pola ruang, arahan pemanfaatan ruang, dan arahan pengendalian

pemanfaatan ruang, serta peran masyarakat dalam penataan ruang Kawasan

Perkotaan Mebidangro. Selain itu, Perpres juga memuat Peta Rencana Struktur

Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro, Peta Rencana Pola Ruang Kawasan

Perkotaan Mebidangro, dan Indikasi Program Utama Lima Tahunan Arahan

Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro.

Kebijakan Tata Ruang Nasional menempatkan Metropolitan Mebidangro

sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) sekaligus sebagai Kawasan Strategis

Nasional (KSN) dengan fokus pengembangan kegiatan ekonomi. Metropolitan

Mebidangro berada di Wilayah Sumatera Bagian Utara yang memiliki kedudukan

strategis terhadap pengembangan Segitiga Ekonomi Regional Indonesia Thailand

-Singapura (IMT-GT). Posisinya yang strategis ini menjadi perhatian penting dalam

pengembangan Metropolitan Mebidangro ke depan. Medan-Binjai-Deli Serdang &

Karo sendiri memiliki visi yang jauh ke depan (visi 2027) yaitu kota yang nyaman

dihuni, memiliki fasilitas kota yang terjangkau, mendorong gairah berakitivitas

sosial, ekonomi maupun kebudayaan, banyak ruang publik yang mudah dicapai

dengan bersepeda atau jalan kaki dan transportasi umum yang andal. Selain itu,

sebagai PKN dan KSN Ekonomi, Rencana Pengembangan Metropolitan

Mebidangro telah disiapkan sampai tahun 2030. Tujuannya agar Mebidangro

mampu menjadi pusat pelayanan ekonomi skala nasional yang mampu bersaing

dengan pusat pelayanan ekonomi Regional IMT-GT, di samping melayani

penduduknya dengan prima. Luas

(40)

Binjai, Kabupaten Deli Serdang dan sebagian Kabupaten Karo. Pada tahun 2009

total jumlah penduduk metropolitan ini mencapai 4.2 juta Jiwa.

Dengan perkiraan pertumbuhan penduduk selama 20 tahun terakhir sebesar

30,95%, diperkirakan jumlah penduduk Metropolitan Mebidangro pada tahun 2029

akan mencapai 5.5 juta Jiwa. Dilihat dari daya dukung

fisik dasarnya, sekitar 37,55% lahan Metropolitan Mebidangro, yaitu 113.280 ha,

potensial dikembangkan untuk kegiatan perkotaan. Diperkirakan daya tampung

kawasan Metropolitan Mebidangro mencapai 6,8 juta jiwa.Metropolitan

Mebidangro didukung dengan keberadaan Bandara Kualanamu (dalam proses

pembangunan) sebagai pengganti Bandara Polonia. Bandara Kualanamu ditetapkan

sebagai bandara internasional dengan hierarki pusat pengumpul skala primer (KM

11 Tahun 2010, Tatanan Kebandarudaraan Nasional). Bandara Kualanamu

direncanakan memiliki kapasitas pelayanan untuk penerbangan pesawat tipe

B.747400, dengan rencana luas wilayah bandara minimal 1.365 ha. Metropolitan

Mebidangro juga didukung keberadaan pelabuhan laut Belawan dengan status

pelabuhan internasional (PP No. 26 tahun 2008, Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional). Dalam melaksanakan pengelolan Kawasan Metropolitan, penguatan

kelembagaan eksisting melalui

pola kerjasama daerah menjadi perhatian penting terkait implementasi

pengembangan Metropolitan Mebidangro 2030. Penguatan kelembagaan

berorientasi pada sinergi program pembangunan, kepastian hukum dan

perpendekan proses birokrasi sehingga mampu meningkatkan gairah investasi di

wilayah Metropolitan Mebidangro.Kebijakan dalam Penataan Ruang Kawasan

Perkotaan Mebidangro meliputi:

1. Pengembangan dan pemantapan fungsi Kawasan Perkotaan Mebidangro sebagai

pusat perekonomian nasional yang produktif dan efisien serta mampu bersaing

secara internasional terutama dalam kerja sama ekonomi subregional Segitiga

Pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Thailand;

2. Peningkatan akses pelayanan pusat pusat kegiatan perkotaan Mebidangro sebagai

(41)

3. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi,

energi, telekomunikasi, sumber daya air, serta prasarana perkotaan Kawasan

Perkotaan Mebidangro yang merata dan terpadu secara internasional, nasional, dan

regional;

4. Peningkatan keterpaduan antarkegiatan budi daya serta keseimbangan antara

perkotaan dan perdesaan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung

lingkungan;

5. Peningkatan fungsi, kuantitas, dan kualitas RTH dan kawasan lindung lainnya di

Kawasan Perkotaan Mebidangro.

Untuk mendukung kebijakan tersebut, maka diambillah lima langkah strategis

pengembangan Kawasan Metropolitan Mebidangro, yaitu pengembangan koridor

ekonomi internasional Belawan –Kuala Namu, pembangunan pusat-pusat

pelayanan kota baru, revitalisasi pusat kota lama Medan dan Kawasan Tembakau

Deli, pembangunan dan pemantapan Koridor Hijau Mebidangro, dan

pengembangan Akses Strategis Mebidangro. Pengembangan Koridor Ekonomi

Internasional Belawan-Kuala Namu dilakukan dengan menata pusat Kota Medan

menjadi pusat kegiatan perdagangan dan jasa, kawasan cagar budaya, dan kegiatan

pariwisata budaya dan buatan. Selain itu, dilakukan pula penataan kawasan

agropolitan tembakau Deli yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau perkotaan,

wisata buatan, dan trade mark perkotaan Mebidangro. Selanjutnya yang dimaksud

dengan pembangunan pusat-pusat pelayanan kota baru adalah membangun pusat

-pusat pelayanan kota baru yang berfungsi sekunder dan menghubungkan mereka

dengan sistem jaringan transportasi massal yang dapat menampung serta melayani

sekitar 500.000 jiwa untuk masing-masing pusat pelayanan sekunder. Di sisi lain,

dilakukan pula pengembangan koridor kegiatan primer berdasarkan skalanya.

Sementara itu revitalisasi pusat Kota lama Medan dan Kawasan Tembakau Deli

menitikberatkan pada penataan pusat Kota Medan sebagai pusat kegiatan

perdagangan dan jasa, kawasan cagar budaya, dan kegiatan pariwisata budaya dan

buatan. Penataan kawasan agropolitan tembakau Deli yang berfungsi sebagai ruang

(42)

Pembangunan dan pemantapan Koridor Hijau Mebidangro dimaksudkan untuk

memantapkan kawasan hutan di kawasan hulu dan hilir Mebidangro yang berfungsi

sebagai resapan air, perlindungan daerah di bawahnya, dan perlindungan flora

fauna. Selain itu dilakukan pula pembangunan sempadan sungai yang membentang

dari perbukitan Bukit Barisan sampai Selat Malaka, sempadan waduk/danau, dan

sempadan pantai yang berhadapan dengan perairan Selat Malaka sebagai ruang

terbuka hijau. Sedangkan, pengembangan akses strategis Mebidangro berarti

mengembangkan keterhubungan sistem jaringan jalan arteri primer sebagai akses

pergerakan pusat produksi ke pusat distribusi dan koleksi. Termasuk pula di

dalamnya pembangunan sistem jaringan angkutan massal berbasis jalan dan kereta

api yang menghubungkan antar pusat kegiatan sekunder, dan pembangunan

keterpaduan simpul sistem jaringan transportasi yang memadukan transportasi

darat, udara, dan laut di Pelabuhan Belawan, Bandara Kualanamu dan Stasiun

Medan

2.3.2 Transit Oriented Development (TOD)

TOD adalah peruntukan lahan campuran berupa perumahan atau perdagangan yang direncanakan untuk memaksimalkan akses angkutan umum

dan sering ditambahkan kegiatan lain untuk mendorong penggunaan moda

angkutan umum. Peruntuan lahan sekitar stasiun BRT/MRT dikembangkan

dengan perbedaan tingkat kepadatan.

Transit oriented development atau disingkat menjadi TOD merupakan

salah satu pendekatan pengembangan kota yang mengadopsi tata ruang

campuran dan maksimalisasi penggunaan angkutan massal seperti Busway/BRT,

Kereta api kota (MRT), Kereta api ringan (LRT), serta dilengkapi jaringan

pejalan kaki/sepeda. Dengan demikian perjalanan/trip akan didominasi dengan

menggunakan angkutan umum yang terhubungkan langsung dengan tujuan

perjalanan. Tempat perhentian angkutan umum mempunyai kepadatan yang

relatif tinggi dan biasanya dilengkapi dengan fasilitas parkir, khususnya parkir

(43)

besar khususnya di kawasan kota baru yang besar seperti Tokyo di Jepang, Seoul

di Korea, Hongkong, Singapura, yang memanfaatkan kereta api kota serta

beberapa kota di Amerika Serikat dan Eropa.

Pengembangan wilayah berbasis TOD belum banyak dilakukan di

perkotaan Indonesia. Rencana TOD di stasiun Manggarai belum terbukti sampai

saat ini, begitu juga dengan stasiun Kota dan Dukuh Atas di Jakarta. Namun,

pengembangan TOD yang masih terbatas sudah banyak dilakukan, namun tidak

berdampak luas karena tidak sinerginya ke-4 faktor, yaitu :

1. Mixed-use

2. High Density

3. Akses Kendaraan Tidak Bermotor

4. Dekat dengan Stasiun MRT/BRT

Kaitan TOD dengan angkutan Massal

TOD harus ditempatkan:

1. Pada jaringan utama angkutan massal

2. Pada koridur jaringan bus/ BRT dengan frekuensi tinggi

3. Pada jaringan penmpan bus yang waktu tempuhnya kurang dari 10

menit dari jaringan utama angkutan massal.

Kalau persyaratan diatas tidak dipenuhi oleh suatu kawasan maka perlu

diambil langkah untuk menghubungkan dengan angkutan massal, disamping itu

yang juga perlu menjadi pertimbangan adalah frekuensi angkutan umum yang

tinggi.

2.3.2.1 Defenisi Transit Oriented Development (TOD)

Defenisi Transit Oriented Development menurut Calthorpe dalam

Yuniasih (2007) adalah :

A mixed-use community within an average 2,000-foot walking distance of a transit stop and core commercial area. TODs mix residential, retail, office, open

space, and public uses in a walkable environment, making it convenient for

(44)

Sumber : Calthrope dalam Wijaya (2009)

Gambar. 2.2

Konsep TOD

Konsep Transit Oriented Development (TOD) ini menawarkan alternative menuju

pola pengembangan dengan menyediakan fungsi-fungsi working, living,leisure

dalam populasi yang beraneka ragam, dalam kepadatan yang rendahsampai dengan

tinggi, dengan konfigurasi fasilitas pedestrian dan akses transit. Karakteristik

bentuk kota ini bercirikan keragaman dan densitas tinggi dalam skala

lokal/kawasan, dan terhubungkan dengan bagian kota lain oleh sistem transit.

Konsep Transit Oriented Development (TOD) di awali dengan konsep aktivitas

pergerakan manusia, baik dengan moda maupun berjalan. Pergerakan sebagai salah

satu aktivitas yang paling banyak dilakukan oleh manusia, diwadahi dengan

penempatan-penempatan pusat-pusat aktivitas yang terintegrasi dengan titik-titik

transit, sehingga diharapkan dapat mendorong penggunaan transportasi publik.

Pusat-pusat aktivitas dihubungkan antara satu dengan yang lain dalam jarak tempuh

berjalan yang nyaman dan aman sebagai upaya untuk mengurangi pergantian antar

(45)

2.3.2.2 Struktur Transit Oriented Oriented Development (TOD) Ciri Tata Ruang TOD

Ada beberapa ciri tata ruang campuran yang bisa dicapai dengan mudah cukup

berjalan kaki atau bersepeda. Beberapa ciri penting yang akan terjadi dalam

pengembangan TOD[2] yaitu:

1. Penggunaan ruang campuran yang terdiri dari pemukiman, perkantoran, serta

fasilitas pendukung,

2. Kepadatan penduduk yang tinggi yang ditandai dengan bangunan apartemen,

condominium

3. Tersedia fasilitas perbelanjaan

4. Fasilitas kesehatan,

5. Fasilitas pendidikan

6. Fasilitas hiburan

7. Fasilitas olahraga

8. Fasilitas Perbankan

Pengurangan ketergantungan terhadap kendaraan pribadi

Ketergantungan terhadap kendaraan pribadi cenderung meningkat di kota-kota

besar Indonesia, pilihan moda pribadi telah meningkat menjadi 80 persenan, yang

kalau dilihat kembali kondisi tahun 1980an angkanya masih berkisar 50-50 di

Jakarta. Hal ini akan berdampak negatif terhadap lingkungan. Berdasarkan

penerapan TOD di beberapa kota besar menunjukkan penurunan ketergantungan

terhadap kendaraan pribadi, karena adanya pilihan yang cepat, murah dan mudah

mencapai tujuan hanya dengan hanya berjalan kaki, berjalan kaki, menggunakan

angkutan umum, Masyarakat tidak perlu repot mencari tempat parkir, membayar

biaya parkir yang tinggi, biaya operasi yang tinggi pula.

Penerapan TOD pada projek MRT Jakarta

Pada tahun 2016 Jakarta akan memiliki jalur MRT modern pertama yang akan

menggunakan pendekatan memaksimalkan pemanfaatan lahan disekitar stasiun

untuk pengembangan properti dengan kepadatan tinggi. Pemerintah provinsi DKI

(46)

transit oriented development atau TOD. Terutama dalam pembangunan 12 stasiun

KABT tahap pertama dengan rute Lebak Bulus–Dukuh Atas. Namun, klasifikasi 12

stasiun itu masing-masing tetap berbeda.

Dari 12 stasiun itu, lima di antaranya akan dijadikan TOD maksimum, yakni

Stasiun Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete, Blok M dan Stasiun Dukuh Atas.

Kemudian tiga stasiun, yakni Senayan, Istora dan Bendungan Hilir akan

dikembangkan dengan pola TOD medium, yakni konsep pengembangan medium.

Sedangkan empat stasiun lainnya, yakni Haji Nawi, Blok A, Sisinga Mangaraja dan

Setiabudi akan dikembangkan dengan konsep TOD minimum.

Strategi

A. Perkuatan Pelayanan Angkutan Umum Berbasis MRT/BRT

Pelayanan angkutan umum massal menjadi daya tarik karena perjalanannya akan

lebih cepat, mudah, hemat energi dan ramah lingkungan. Pengembangan MRT di

Curitiba (Brazil) dan Sengkang (Singapura) adalah salah satu pengembangan TOD

yang sukses.

Jalur Mass Rapid Transit ini merupakan tantangan baru bagi para arsitek yang

diminta untuk mengintegrasikan stasiun transit dengan desainnya.

Namun pengembangan tersebut harus djaga supaya tidak menimbulkan pemekaran

kota (sprawling). Inggris telah membangun green belts dimana menjaga kawasan

tetap 16.000 km2.

B. Penataan Tata guna Lahan

Pendekatan perencanaan perkotaan menuju pada pembentukan kepadatan dan

penggunaan bersama dan mendapatkan kembali ruang untuk pejalan kaki dan

sepeda dengan tujuan untuk mengalihkan permintaan perangkutan ke moda

kendaraan tidak bermotor. Menciptakan kepadatan dan fungsi bersama di daerah

sub-perkotaan yang luas akan mengarah ke sub-pusat dimana terjadi banyak

aktivitas dan kebutuhan sehari- hari masyarakat: perkantoran, permukiman,

pendidikan, hiburan, fasilitas publik, pusat perbelanjaan, dll.

Sub-pusat ini memiliki prioritas paling tinggi untuk dihubungkan dengan distrik

(47)

/ MRT atau jalur BRT.Berkembangnya aktivitas di sekitar kawasan stasiun

Pertambahan jumlah penumpang Volume lalu lintas berkurang

Fasilitas Pejalan kaki lebih baik Biaya tiap penumpang semakin rendah Biaya

infrastruktur rata-rata berkurang

Peningkatan keamanan di dekat stasiun Image lebih baik Meningkatnya nilai

properti

C. Perbaikan Fasilitas NMT

Mobilitas warga kota akan ditingkatkan dengan penerapan konsep pejalan kaki

yang intensif, dengan menyediakan trotoar luas, nyaman, terlindung, dan aman dari

banjir. Kemudian akan ditinggikan lagi pada masa yang akan datang, berpindah dari

satu gedung ke gedung lainnya, sepanjang atau melalui kota-kota modern di

Indonesia yang akan memiliki ruang publik tingkat dua dan tingkat tiga yang berada

di atas jalan-jalan penuh sesak dan rawan banjir menjadi tempat transit pejalan kaki.

Alun-alun kota dan tempat-tempat semi-publik pada beberapa tingkat terlindung

lanskap yang lebih tinggi atau taman gantung akan menjadi fitur arsitektur yang

terkenal untuk pusat kota karena mampu menghubungkan bangunan dengan

masyarakat, jalan, dan struktur lingkungan.

D. Investasi Lahan TOD

Pada perkembangan selanjutnya sektor swasta dan publik ditingkatkan dekat

dengan akses transportasi umum, yang berada di sepanjang koridor dan stasiun

moda transportasi, terkonsentrasi dan kepadatan di sekitar yang menghubungkan

stasiun.

Pengembang dan investor akan setuju untuk menyediakan dana tambahan karena

yang membuat gedung tersebut mampu menghasilkan adalah terhubungnya gedung

dengan transit massal, baik itu dari sisi pejalan kaki maupun kereta.

Konektivitas menjadi bagian paling penting dari suatu gedung, sebagaimana

masing-masing fungsi hanya akan berhasil jika warga masyarakat mendapatkan

cara termudah, teraman, tercepat dan bertingkat, kering, dan permukaan lantai yang

kuat, paling nyaman, secara alami terkendali terhadap iklim dan memiliki tempat

(48)

Jembatan pejalan kaki – hal ini mencirikan elemen kota masa depan – menyediakan

jalur pejalan kaki dari satu gedung ke gedung lain pada saat yang sama sebagai

tempat bertemu, area peristirahatan, tempat observasi, dan pusat perbelanjaan.

Jembatan pejalan kaki – hal ini mencirikan elemen kota masa depan – menyediakan

jalur pejalan kaki dari satu gedung ke gedung lain pada saat yang sama sebagai

tempat bertemu, area peristirahatan, tempat observasi, dan pusat perbelanjaan.

TAHAPAN-TAHAPAN PENERAPAN TOD

Tahap 1 : Memperkuat investasi publik dalam angkutan umum dengan memastikan

bahwa pengembangan angkutan umum berpusat pada stasiun

Tahap 2 : Mengetahui bahwa area stasiun adalah daerah khusus dan seluruh wilayah

yang berada di sekitarnya berkesempatan untuk mengembangkan pembangunn

tradisional.

Tahap 3 : Mengambil kesempatan yang diberikan oleh angkutan umum untuk

mempromosikan TOD sebagai bagian dari strategi manajemen pertmbuhan yang

lebih luas

Tahap 4 : Rezoning daerah-daerah yang berpengaruh di sekitar stasiun untuk hanya

menggunakan moda angkutan umum dalam melakukan perjalanannya

Tahap 5 : Fokus pada investasi instansi publik dan uapaya perencanaan di daerah

stasiun dengan peluang pembangunan terbesar

Tahap 6 : Membangun broad-based core untuk mendukung TOD melalui

pejabat-pejabat terpilih, staf pemerintah daerah, pemilik tanah, dan lingkungan

Tahap 7 : Menyiapkan kerangka kerja mandiri untuk lebih mempromosikan TOD

setelah perencanaan selesai.

2.3.2.3 Tipologi Transit Oriented Development

Terdapat dua model pengembangan didalam TOD menurut Calthorpe

yakni:

(49)

jangkauan 10 menit berjalan (tidak lebih dari 3 mil) dari titik transit.

NeigborhoodTOD harus berada pada lingkungan hunian dengan densitas

menengah, fasilitas umum, servis, retail, dan rekreasi. NeigborhoodTOD

ini dirancang dengan fasilitas publik dan ruang terbuka hijau serta

memberi kemudahan akses bagi pengguna moda pergerakan.

2. UrbanTOD

Merupakan TOD dengan skala pelayanan kota berada pada jalur sirkulasi

utama kota seperti halte bus antar kota dan stasiun kereta api baik light rail

maupun heavy rail. Urban TOD harus dikembangkan bersama fungsi

komersial yang memiliki intensitas tinggi, blok perkatoran, dan hunian

dengan intensitas menengah tinggi. Setiap TOD pada kota, memiliki

karakter tersendiri sesuai dengan karakter lingkungannya.

Sumber : Calthrope, 1993

Gambar. 2.3

UrbanTOD (kiri) dan NeighborhoodTOD (kanan)

2.3.2.4 Keuntungan dari Diterapkannya TOD

Menurut Calthorpe dalam Wijaya (2007) konsep Transit Oriented

Development (TOD) pada dasarnya adalah untuk mengintegrasikan jaringan

(50)

penggunanya sehingga tercipta lingkungan yang walkable, aman dan nyaman,

dimana dapat diuraikan :

Tujuan Lingkungan

1. Meningkatkan kualitas udara, menghemat penggunaan energi dan

membuat lingkungan yang berkelanjutan.

2. Mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor pada lingkungan

yang didominasi oleh kendaraan bermotor.

Tujuan Perencanaan/Transportasi

1. Menciptakan pola pembangunan kota untuk pengembangan kawasan

secara terintegrasi.

2. Menciptakan variasi perumahan dengan berbagai kepadatan dari rendah

sampai dengan tinggi dalam radisu tertentu dari lokasi transit (Calthrope)

Di area komersial, fungsi retail dapat dikombinasikan dengan residensial dan

perkantoran, namun intensitas retail itu sendiri tidak boleh berkurang. Jumlah

parkir harus ditambah untk fungsi-fungsi tambahan tersebut. Pertimbangan

khusus harus dilakukan agar tercipta privasi untuk fungsi residensial. Entrance

kedua fungsi harus dipisah. Penambahan fungsi tersebut sebaiknya dilakukan

secara vertikal. Hasil adalah ketinggian bangunan bertambah, menciptakan

kemenarikan visual dan karakter urban yang lebih kuat.

Sumber : Buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe Gambar.2.4

(51)

a.) Area Residensial

Tujuan TOD adalah mengurangi tingkat penggunaan mobil pribadi. dengan

perancangan dan lokasi area residensial yang tepat tujuan ini dapat dicapai.

Residensial sebaiknya berdekatan dengan area komersial dan dan transit.

Kepadatan area residensial dirancang untuk mendukung pengguna

transit. Tipe permukiman bervariasi terdiri dari tipe single family, tipe

townhouse, dan apartemen.

Sumber : Buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe Gambar.2.5

(52)

Sumber : Buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe Gambar.2.6

Zona antara sidewalk dan rumah

b.) Pedestrian

Jalan di kawasan TOD merupakan elemen paling vital dalam menentukan

kualitas ruang publik. Jalan di kawasan TOD harus dibuat pedestrian-friendly.

Untuk menciptakan ruang jalan yang demikian harus dipikirkan berapa luas yang

diperlukan untuk pedestrian untuk menciptakan ruang publik yang aktif,sementara

tetap menjaga keseimbangan dengan ruang parkir, jalur bersepeda dan pergerakan

kendaraan.

Lebar jalan dan jumlah lajur kendaraan harus dikurangi tanpa

mengorbankan parkir paralel dan akses sepeda. Jalan harus dirancang untuk dilalui

dengan kecepatan mobil tak lebih dari 24 km/jam. Jalan yang lebih sempit dapat

mengurangi lebar jalan dan jumlah lajur memberikan ruang yang lebih besar untuk

penataan lansekap. Dimensi jalan yang relatif kecil ditujukan untuk menciptakan

(53)

Sumber : Buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe Gambar.2.7

Dimensi ideal ruang jalan di area TOD

Sidewalk secara virtual terbagi atas beberapa zona yaitu; zona tepi yang

berbatasan langsung dengan jalur mobil (minimal 1,2 meter untuk kawasan TOD,

untuk menyediakan ruang menunggu), zona furnishing yang mengakomodasi

perletakan street furniture seperti pohon atau fasilitas transit, zona ‘melintas’ yaitu jalur yang dapat dilalui tanpa gangguan, dan zona ‘frontage’ yaitu ruang bersih

antara fasad bangunan (tempat pejalan kaki melakukan window shopping, area

keluar dan masuk dari dalam bangunan) dan zona ‘melintas’. Lebar sidewalk

minimum yang disarankan adalah 3 meter (pada area komersial minimum 4 meter),

tidak batas maksimum untuk lebar sidewalk namun jika terlalu lebar menyebabkan

(54)

Sumber : Buku “Planning and Designing for Pedestrians” San Diego’s

Regional Planning Agency

Gambar.2.8

Pembagian zona pada sidewalk

Lebar zona sidewalk minimal untuk dilalui pejalan kaki adalah 1,5 meter

(dapat dialui dua orang sekaligus). Dimensi sidewalk lebar di area komersial

dimana aktivitas pedestrian lebih besar dan seating luar sangat

direkomendasikan (1,8 meter -2,5 meter). Jalur pedestrian yang nyaman akan

mengurangi penggunaan mobil dan menambah efisiensi penggunaan transit.

(55)

Street furniture pada pedestrian sangat diperlukan bagi pejalan kaki. Jika ruang

jalan tidak memiliki fasilitas ini maka pemakaian ruang jalan mnjadi tidak nyaman.

Misalnya jika tidak ada lampu jalan menyebabkan ketidaknyaman dan tidak

tersedianya tempat sampah membuat jalan jadi kotor dan membuat orang enggan

berjalan kaki. Untuk menciptakan sense of community dapat melalui pemilihan

desain street furniture yang mencerminkan karakter lokal.

Pepohonan untuk peneduh diperlukan disepanjang jalan. Jarak antara

pohon-pohon tersebut tidak boleh lebih dari 9 meter. Jenis pohon dan teknik

penanaman harus diseleksi dengan seksama untuk menciptakan kesan meyatu

pada ruang jalan, menyediakan naungan yang efektif, dan menghindari

kerusakan trotoar. Banyak ruang jalan yang dikenang orang karena deretan

pepohonan di sepanjang jalan. Keberadaan pohon penting untuk kenyamanan

pejalan kaki karena menyediakan naungan dari cuaca dan mengurangi suhu

panas yang dihasilkan permukaan aspal dan menciptakan iklim mikro yang lebih

sejuk. Selain itu pepohonan juga memberikan keindahan pada ruang jalan.

Backbone pada kawasan siteplan adalah inti dari kawasan tersebut dikarenakan

kawasan tersebut berpanutan pada sistem TOD, pada sistem TOD harus adanya

bagian untuk pejalan kaki yang nyaman dan juga aman diantara satu point ke

point lain, dikawasan kwala bekala ini point tersebut adalah dari terminal kwala

bekala sampai point stasiun kwala bekala. Backbone pada kawasan kwala bekala

ini di fasilitasi pedestrian yang nyaman dan juga banyaknya street furniture untuk

para pejalan kaki merasa nyaman dan tidak terasa jauh pada saat berjalan dari

point ke point lain. Backbone tersebut di fasilitasi adanya retail tempat berbelanja

dan juga retail makanan, di tambah dengan banyak nya taman-taman yang

(56)

2.3.3 Masterplan

(57)

Berikut merupakan hasil pengembangan kawasan dari masterplan PTPN II

dimana pada masterplan ini terdapat 7 macam fungsi bangunan yang dapat

mendukung kawasan ini menjadi kawasan TOD antara lain :

1. Stasiun Kereta Api

2. Convention Hall

3. Pusat Kreativitas

4. Hotel Bisnis dan Pusat Kuliner

5. Kantor dan Eco Park

6. Hotel Mixed-use

(58)

Gambar 2.11 Masterplan kawasan yang dikembangkan

Terminal

Komersil

Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau Danau Ruang Terbuka

Non Hijau

Perumahan Komersil

Komersil

Komersil Komersil

Komersil

Pendidikan

(59)

2.3.4 Teori Minamalis Modern 2.3.4.1 Pengembangan Teori

Minimalis Modern muncul pada pertengahan tahun 70-an. Teori Minimalis

Modern didasarkan pada analisis, definisi, klasifikasi dari sang arsitek, serta budaya

dan latar belakang. Debat berlangsung untuk sebagian besar di jurnal Italia, Spanyol

dan Inggris. Jurnal arsitektur Lotus International, El Croquis dan Desain Arsitektur,

mengikuti contoh Rassegna, mencetak isu tematik. Pada pertengahan tahun 90-an

monograf muncul untuk pertama kalinya. (Carmagnola, Pasca, 1996; Savi,

Montaner, 1996; Pawson, 1996; YPMA, 1996).

Montaner (1993) menyatakan karakteristik minimalis yaitu: 1) indah,

geometris, etika pengulangan, presisi teknis dan materialitas, kesatuan dan

kesederhanaan, distorsi skala, dan dominasi bentuk struktual. Dari London muncul

beberapa definisi minimalis: pada dasarnya arsitektur reduksionis yang terdiri

kesederhanaan, linearitas, warna, dan kontemplasi (Wakil 1994, 15); 2)

kesempurnaan dan kualitas obyek mencapai sekali tidak bisa lagi diperbaiki dengan

pengurangan dan ketika semua komponen, rincian menjadi esensi (Pawson, 1996,

7) dan; 3) arsitektur dengan konsep primordial ruang, cahaya dan massa (Murray,

1999, 8).

Pada 90-an beberapa arsitek baru muncul. Mereka juga mempelajari

minimalis, bersama-sama dengan para penulis yang karyanya dikenal sudah pada

tahun 1988, namun tidak disebutkan dalam Rassegna. Ini merupakan indikasi

bahwa tidak ada lagi minimalis London dalam publikasi Italia dan Spanyol, di mana

kita bisa mendengar dari lokal-Mediterania, Swiss dan minimalisme Jepang. Alasan

yang mungkin untuk ini adalah fakta bahwa minimalis London pertama kali

dikembangkan melalui desain yang lebih kecil dan arsitektur interior. Pawson,

Silvestrin dan Freton adalah spesialis untuk interior apartemen, butik, restoran,

galeri dan rumah keluarga, sementara Chiperfield dikenal bangunan yang lebih

besar. Dalam hal ini, teori London tidak pernah gagal untuk menunjukkan

bagaimana London diremehkan dalam masyarakat dunia (Melhuish 1994, 13;

(60)

minimalis dalam perkembangan arsitektur. Sebagai tokoh terkemuka Swiss

essentialists Buchenan (1991) menegaskan Herzog dan DeMeuron. Di wilayah

Mediterania, di Semenanjung Iberia menyebutkan Souto de Moura dan Baeza.

Melhuish (1994) sebagai fitur minimalis Mediterania mengalokasikan sehubungan

dengan lokasi. Wakil (1994) menemukan bahwa iklim Jepang, tradisi dan gaya

hidup yang diterima untuk rumus minimalis. Pertimbangan pertanyaan terbuka

pada asal dan afiliasi minimalis dalam hal tradisi, yang menyebabkan beberapa teori

untuk tepat minimalis dengan budaya mereka sendiri. YPMA (1996) menarik garis

reduksionis Inggris: dari arsitektur Victoria yang elegan menahan diri dan

penggunaan sederhana dari bahan berkualitas tertinggi, lebih dari teknologi

standardisasi dalam keadaan revolusi industri. Di sisi lain, Ranzo (Carmagnola,

Pasca 1996, 149) menemukan pola dasar minimalis dalam arsitektur Mediterania

vernakular. Media presentasi dengan gaya baru di pertengahan transfer 90-an dari

Eropa ke Amerika, berupa pameran yang diselenggarakan. Di New York MoMA,

pameran disebut konstruksi Cahaya (1995) dikuratori oleh Riley, menunjukkan

karya arsitektur dari volume persegi panjang, yang menyadari sensibilitas arsitektur

baru. Pada tahun yang sama, di Pittsburgh, Machado dan el-Khoury mengatur

pameran arsitektur monolitik. Monolitik adalah objek yang terlihat seperti

seolah-olah mereka dibuat dalam sepotong tunggal, padat, struktur besar dari besar

kefasihan terlepas dari cara formal terbatas (Machado, el-Khoury, 1995). Periode

konstitusional ini pembangunan teoritis diikuti oleh kritis Ulasan teori minimalis

didirikan. Topik utama diatur dalam Rassegna masih tetap: garis sejarah, aspek

etika, hubungan dengan modernisme, seni minimal dan postmodernisme.

2.3.4.2 Kontemplasi

Studi Jepang terkait minimalis dalam arsitektur mengatakan pengantar

menyoroti unsur teologi dan tteoritis. Setelah Taki (1984) dan Avon dan Vragnaz

(1988),nilai kontemplatif yang ditunjukkan oleh Auer (1988, 100). Dia mengerti

minimalisme Jepang sebagai ide untuk kekosongan, dorongan moril dan panggilan

untuk rendah hati dan realisasi diri. Yang paling berpengaruh Inggris arsitek

(61)

(1996). Berikut konsep kesederhanaan, pengurangan dan esensi direpresentasikan

sebagai kunci pemahaman, negara diperlukan dan dasar kualitas minimalis, dan

yang paling penting - ideal umum dari banyak perbedaan budaya. Sebagai arsitektur

sederhana, berdasarkan proses selektif pengurangan, membantu orang menemukan

mereka yang sebenarnya keinginan dan kebutuhan penting dari kehidupan. Dengan

cara ini, minimalis berfungsi sebagai fenomena universal penolakan materialitas

dan orientasi terhadap spiritualitas dan esensi. Kontras antara tenang dan keras

dalam hal visualitas arsitektur diwakili sebagai kemenangan minimalis

kecanggihan lebih konsumerisme. Untuk alasan yang sama Ympa (1996)

melakukan tidak melihat minimalis sebagai gaya, lebih melihatnya sebagai filsafat

hidup, yang menawarkan perdamaian visual dalam kekacauan hidup perkotaan.

Untuk Toy (1999, 7). Sejalan teoritis ini, desainer Italia Vignelli (Bertoni 1999,

226) adalah yang paling sombong. Dia menunjukkan bahwa minimalisme tidak

gaya, itu adalah perilaku, cara makhluk, reaksi dasar untuk suara visual, gangguan

dan vulgar. Minimum secara signifikan mempengaruhi teori Spanyol dan Italia. Di

cara Pawson, Zabalbeascoa dan Marcos (2000) dan Bertoni (2002) menyediakan

peta kronologis siklus dalam budaya reduktif dan sederhana. Pendekatan Bertoni

ini berikut manifestasi dari reduksi, ekspresif kejelasan, esensialitas ketat,

kemurnian mental dan kesederhanaan formal; terlepas dari konteks sosial-historis

dan apakah itu arsitektur atau pola pikir di daerah lain budaya. baris teori

sejarah-asosiatif ini berorientasi eksklusif terhadap pencarian prekursor minimalis. Itu

Kriteria adalah setiap kebetulan, dan tujuannya untuk membangun sebanyak

sewenang-wenang hubungan dengan tradisi minimalis mungkin. Sintesis

spiritualitas transendensi dan ketidakpuasan dengan waktu di mana pemuliaan aset

material kontras dengan kegunaan dan kebutuhan, Zabalbeascoa dan Marcos

mengembangkan aspek etika minimalis, yang dapat disebut kontemplasi dalam

konsumerisme. Untuk Bertoni, minimalis arsitektur resistensi terhadap budaya

konsumtif dan menjadi promosi hidup dalam spiritualitas, kejelasan dan harmoni.

Yang paling berdedikasi semacam ini teorisasi, Bertoni merasakan minimalis

sebagai etika kesederhanaan. Di dalam akal, integritas moral minimalis

(62)

dasar dan fisik nilai-nilai, seperti waktu, ruang dan keheningan, membuka dialog

dengan spiritual dimensi dan; 2) mental, tata ruang dan abadi kekosongan

memungkinkan untuk jeda untuk refleksi dan perspektif yang berbeda dari realitas.

Tujuannya adalah untuk mendapatkan tahu gaya hidup yang lebih damai, lebih

bermartabat dan berharga, di mana di atas piramida terdapat kualitas universal yang

milik biasa, hal-hal sederhana dan sehari-hari. Minimalis adalah manifestasi dari

ini gaya hidup dan prevalensi etis antara: 1) mengalahkan materialisme, berat badan

kepemilikan dan semua yang autentik, berlebihan, penipu dan tidak relevan dan; 2)

pencarian spiritualitas, nilai-nilai nyata dalam kehidupan dan esensi. Penekanan dan

penolakan pertama dan konsentrasi untuk yang kedua, menurut untuk Bertoni,

menghilangkan noise modern dan menetapkan dasar-dasar baru prinsip kemajuan.

Transfer paradoks ide dari budaya tradisional dan agama untuk budaya komoditas

massal adalah inspirasi untuk para kritikus teori ini. Itu hubungan antara aspek

metafisis dan ekonomi ditekankan dalam Jenks, yang mengerti istilah minimalis

sebagai versi borjuis akhir-akhir gerakan modern. Melalui minimalis pepatah nya

cocok spiritualitas, tetapi juga cocok untuk belanja (Murray, 1999, 16), Jenks

menyinggung bahwa spiritualitas dimanifestasikan dalam materialitas paling mahal

arsitektur komersial London. skeptisisme serupa diungkapkan Wakil (1994),

membandingkan kesederhanaan sukarela dan terkondisi, yaitu, minimalis untuk

desain dan minimalis untuk kebutuhan yang dikenakan oleh kemiskinan ekonomi.

2.4 Tinjauan Fungsi

Berikut ini akan diuraikan beberapa tinjauan fungsi seperti pengguna,

kegiatan, kebutuhan ruang, dan persyaratan ruang.

2.4.1. Deskripsi Pengguna dan Kegiatan

Pelaku kegiatan yang terlibat dalam “Rumah Susun Kwala Bekala” secara umum adalah:

1. Penghuni

Merupakan kelompok pemilik/penyewa bangunan yang berdomisili

(63)

- Datang

- Masuk ke ruangan

- Melakukan aktifitas

- Menggunakan fasilitas

2. Pengelola

Merupakan kelompok yang bertugas memanajemen seluruh areal rumah

susun serta melakukan perawatan secara berkala pada seluruh areal baik

ruang terbuka maupun bangunan.

- Datang

- Masuk ke ruangan

- Bekerja

- Istirahat, makan, minum, sholat, ke toilet dll

- Pulang

3. Pengunjung

Yang beraktifitas dengan penyewa rumah susun dan menggunakan

fasilitas – fasilitas yang ada, bagi pengunjung perorangan maupun

kelompok

- Datang

- Beraktifitas dengan para penyewa

- Pulang

Penghuni rumah susun tersebut dapat dibedakan berdasarkan tujuan dan

kegunaan dari aktifitas sehari-hari yaitu:

1. Penghuni yang tinggal di rumah susun dengan aktfitas utamanya untuk

berdagang di pusat pasar dan menjadikan rumah susun tersebut menjadi

tempat tinggalnya

2. Penghuni yang aktifitas utamanya untuk menjalankan studi di

(64)

2.4.1.2 Deskripsi Perilaku

3. Pada proses perencanaan bangunan “Rumah Susun Kwala Bekala”,

user (pengguna) dibagi menjadi 4 kelompok yaitu :

4. 1. Pengelola dan karyawan hotel

5. 2. Penghuni / Penyewa

6. 3. Pengunjung

7. 4. Servis

Kegiatan Pengelola dan Karyawan Rumah Susun

8.

Diagram 2.1 Kegiatan Pengelola dan Karyawan Rumah susun

Kegiatan Penghuni Rumah susun

9.

Diagram 2.2 Kegiatan Penghuni Rumah susun Datang

Parkir

Entrance/ Side Entrance

Loker

Karyawan K. Pengelola

(65)

Kegiatan Pengunjung Rumah susun

Diagram 2.3 Kegiatan Pengunjung Rumah susun

Kegiatan Servis

Diagram 2.4 Kegiatan Servis

2.4.2 Deskripsi Kebutuhan Ruang dan Besaran Ruang

Dari deskripsi kegiatan, pengguna, dan perilaku, dapat disimpulkan

kebutuhan ruang yang dibedakan berdasarkan fasilitas-fasilitas tertentu dan

disesuaikan dengan aktivitas yang berlangsung di dalam ruang tersebut, antara lain

Apartment

Analisa Ruang dan Pengguna

Pengguna kondominium dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu: Datang

Parkir

Entrance Lobby/Pusat Informasi

Berkunjung

Rekreasi

Pulang

Servis Parkir Servis Loading

Dock Entrance Registrasi

(66)

Unit hunian dalam kondominium

Tipe hunian yang menempati kondominium yang direncanakan adalah

single, pasangan muda, keluarga dengan anak-anak kecil, keluarga dengan anak

remaja, dimana dalam setiap unitnya1-5 orang sasaran pakai. Penghuni

kondominium ini diperuntukan bagi golongan menengah keatas.

Dalam tipe hunian majemuk, ruang unit hunian dapat dibedakan berdasarkan

jumlah penghuni atau komposisi dalam keluarga, yakni sebagai berikut:

a. Tipe 1 kamar tidur : Untuk 1 penghuni atau bagi keluarga tanpa anak, atau

keluarga dengan 1 penghuni dengan 1 anak.

b. Tipe 2 kamar tidur : Untuk keluarga dengan 4-5 penghuni, atau pasangan

dengan 2 anak.

c. Tipe Penthouse : Dengan 3-4 kamar tidur, tipe ini dapat dikatakan debagai

unit paling mewah (unit khusus), dimana terdapat ruang-ruang esktra luas

dan juga terdapat ruang tambahan seperti study room, laundry, ruang tamu

dan ruang makan.

Penghuni kondominium dimana kebutuhan ruang dalam tiap hunian ditentukan

berdasarkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan.

Aktifitas yg dilakukan pemakai kondominium dan penyewa:

Bersantai, istirahat, makan dan lain sebagainya ruang yg dibutuhkan:

1) Ruang tidur

2) Ruang kerja

3) Ruang keluarga

4) Ruang pembantu

5) Balkon

6) Kamar mandi

Aktifitas Pemakai

(67)

Tabel aktifitas penghuni sehari-hari

(68)
(69)

Anak

Pembantu 04.00-06.00

06.00-18.00

(70)

Permasalahan

Bagaimana menciptakan suasana dan susunan ruang yang sesuai dengan aktifitas

penghuni?

Tujuan

Mendapatkan suasana dan susuna ruang yang sesuai dengan aktifitas penghuni.

Landasan teori

Pada awal proses mendesain hunian, aktifitas dan karakter penghuni sangat penting

untuk menciptakan rancangan hunian yg fungsional dan nyaman.

Analisa

1. Ada beberapa anggota keluarga yang melakukan 2 kegiatan sekaligus,

seperti ayah atau anak yang memiliki kebiasaan menonton TV sambil

makan.

2. Luas unit kondominium yang terbatas mengharuskan penyusunan ruang yg

kompak dan bersifat multifungsi. Seperti kamar tidur anak yang dapat

menjadi ruang istirahat, bermain dan belajar.

Sintesa

1. Ruang makan dan ruang keluarga dapat dikoneksikan untuk memenuhi

kebiasaan penghuni yangmenonton sambil makan. Dengan menyatukan 2

ruang tersebut, kesan ruang yg diperoleh akan menjadi lebih luas.

2. Untuk penghuni singel dan pasangan muda untuk memberikan kepraktisan

aktivitas makan dapat dilakukan diarea meja pantry.

3. Menggunakan perabotan yang multifungsi untuk mengurangi pemborosan

ruang dari penggunaan perabotan yang beragam. Seperti meja dan kursi

yang dibagian bawahnya dapat dijadikan laci sebagai tempat penyimpanan.

4. Agar tidak menggangu aktifitas penghuni lainnya, kamar pembantu

diletakkan dekat dengan ruang cuci, pantry/dapur.

5. Untuk penghematan ruang yang digunakan, ruang tamu dan ruang keluarga

dapat dijadikan satu.

6. Ruang keluarga dalam satu unit kondominium tidak boleh berdampingan

(71)

dilakukan pada ruang keluarga dapat mengganggu ketenangan dan

kenyamanan beristirahat penghuni lainnya.

7. Sebagian besar penghuni, pulang disore atau dimalam hari setelah

bekerja/beraktifitas seharian penuh akan beristirahat di ruang keluarga

maupun dikamar tidur. Untuk memberikan kenyamanan pada penghuni

kamar tidur maupun ruang keluarga dapat dihubungkan dengan balkon,

sehingga saat beristirahat, penghuni dapat sambil menikmati keindahan

pemandangan kota di malam hari.

Standart Luasan Ruang (Ernst Neuvert) Ruang Type unit hunian (M2)

(72)

Tabel Aktifitas Pengelola Pada Kantor Pengelola

Pengelola Aktifitas Ruang

1) Pemimpin

pengaduan dan informasi

dari penghuni

kesehatan, rekreasi, dan

kebutuhan sehari-hari.

-Bertanggung jawab atas

pemeliharaan dan

perbaikan dari seluruh

unsur ME bangunan.

Standart

R.Pengelola (data dari

internet)

Ruang pengelola

R. Manager 5,2 m2/org

Bag.Keuangan 4,6 m2/org

Bag. Admin 4,6 m2/org

Bag.Pemasaran 4,6 m2/org

Bag.Personalia 4,6 m2/org

Ruang Rapat 0,93 m2/org

R.PABX dan operator 0,93

m2/org

Toilet 0,60 m2/org

R. Tunggu tamu 0,93 m2/org

Data kebutuhan fungsi

(73)

7) Security

Bertanggung jawab atas

pengaturan kegitatan

kerumah tanggan seperti

celaning dan laundry.

Bertanggung jawab atas

keamanan penghuni

Data Kebutuhan Fungsi

(74)

R.Kegiatan Service

Ruang(m2) Kapasitas

Luas

ME

20,00

Housekeeping 52x0,4

20,8

Gudang 60

Laundry 52x0,4

20,8

Keamanan

12,00

Makan Karywn 30%x100

177,00

X5,90

Istirahat Karywn 25%x100

19,25

X0,77

R.Ganti/locker 100x0,8

80

Dapur 60

Sirkulasi 20%

93,97

Total

563

,82

(75)

Rumah susun Unit hunian type 18

Kegiatan Perabotan minimal Standart

ruang

Bak mandi, kloset 3m2 Memiliki

(76)

Unit hunian type 36

Kegiatan Perabotan

minimal

Tidur, istirahat Tempat tidur,

(77)

mini,lemari

Unit hunian type 54

Kegiatan Perabotan

minimal

Tidur, istirahat Tempat tidur,

meja, lemari,

Tidur, istirahat Tempat tidur,

(78)

Dapur/pant

Meja dan kursi 0,2m2/org Luas memadai

dan sirkulasi

yang baik

Tempat

ibadah

Beribadah 0,2m2/unit Dapat digunakan

warga diluar

15m2/unit Hemat dalam

utilitas,sirkulasi

udara baik, dapat

digunakan

warga diluar

rusun

Kios/pasar Jual beli Lemari

penyimpanan

9m2/unit Dapat digunakan

warga diluar

(79)

Fasilitas

60m2/unit Dapat digunakan

warga di luar

24m2/unit Dapat digunakan

warga penghuni

Lapangan Dapat digunakan

warga penghuni

Lapangan 0,8m2/org Dapat digunakan

(80)

rusun untuk

Lapangan Dapat digunakan

warga penghuni

Tabel 2.4 Unit dan fasilitas

Fasilitas rumah susun

Fasilitas lingkungan rumah susun harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut menurut Standar Nasional

Indonesia (SNI 03-7013-3004)

1. Memberi rasa aman, ketenangan hidup, kenyamanan dan sesuai dengan

budaya setempat

(81)

3. Mengurangi kecenderungan untuk memanfaatkan atau menggunakan

fasilitas lingkungan bagi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu

4. Menunjang fungsi-fungsi aktivitas penghuni yang paling pokok bagi dan

segi besaran maupun jeni sesuai dengan keadaan lingkungan yang ada

5. Menampung fungsi-fungsi yang berkaitan dengan penyelenggaraan dan

pengembangan aspek-aspek ekonomi dan sosial budaya. Fasilitas

lingkungan yang ditempatkan pada lantai bangunan rumah susun harus

memenuhi kebutuhan sebagai berikut(Standar Nasional Indonesia) :

6. Maksimal 30% dari jumlah luas lantai bangunan

7. Tidak ditempatkan lebih dari lantai 3 (tiga) bangunan rumah susun. Luas

lahan yang diperuntukan sebagai fasilitas lingkungan harus memenuhi

ketentuan :

8. Luas lahan untuk fasilitas rumah susun seluas-luasnya 30% dari luas

seluruhnya

9. Luas lahan untuk fasilitas ruang terbuka, berupa taman sebagai penghijauan,

tempat bermain anak, dan atau lapangan olah raga seluas-luasnya 20% dari

luas lahan fasilitas lingkungan rumah susun.

Tabel aktifitas penghuni sehari-hari

Penghuni Aktifitas Ruang

(82)

Gambar

Gambar 2.1 Lokasi site
Gambar. 2.3
Gambar.2.4
Gambar.2.5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Permeabilitas adalah kemampuan tanah meloloskan air pada kondisi jenuh.Beberapa jenis tanah di Lahan Percobaan Kwala Bekala USU memiliki laju permeabilitas yang berbeda.Hal

Judul : RUMAH SAKIT HEWAN DI KOTA SEMARANG Tema Desain : Penerapan Arsitektur Modern Minimalis dengan Konsep Bioklimatik4. Fokus Kajian : Penerapan Sistem

Pembangunan kereta api yang menghubungkan Kota Mandiri Bekala dengan kawasan.. lainnya merupakan salah satu wujud pengembangan jaringan perkeretaapian di

Kebutuhan ruang padaApartment 2001 http://ebookinga.com/pdf/standar- kebutuhan-ruang-apartemen diakses pada tanggal 03 juli 2016. Konsep TOD sebagai alternatif pengembangna

PERANCANGAN PUSAT TEKNOLOGI DAN SENI DALAM KAWASAN SCIENCE AND TECHNO PARK DI USU KWALA BEKALA SKRIPSI OLEH VANESSA PRAWIRA 140406080 DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

Berdasarkan pengertian di atas, maka Perancangan Auditorium Terpadu Pada Kawasan USU Kwala Bekala merupakan sebuah proses desain di mana desainnya digunakan sebagai

DENAH LT 1 SKALA NO.LEMBAR MAULIZA DWI ATIKA PUTRI NAMA NIM JUDUL GAMBAR DOSEN KOORDINATOR JUDUL TUGAS KETERANGAN KWALA BEKALA CONVENTION HALL DOSEN PEMBIMBING DEPARTEMEN

Perpustakaan USU Kwala Bekala adalah perpustakaan yang terdapat pada. Universitas Sumatera Utara Kwala Bekala dengan tujuan utama