• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Studi Literatur

2.1.1. Kawasan Strategis Nasional Mebidangro

Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 mengenai Tata Ruang, Kawasan Strategis Nasional (KSN) adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena memiliki pengaruh yang sangat penting secara nasional terhadap ekonomi, sosial, budaya, lingkungan (termasuk wilayah yang ditetapkan warisan dunia), pertahanan dan keamanan negara, serta kedaulatan Negara.

Kawasan perkotaan yang hingga saat ini ditetapkan ke dalam Kawasan Strategis Nasional menurut Perpres RTR KSN Perkotaan meliputi RTR Jabodetabekpunjur (Perpres 54/2008), Sarbagita (Perpres 45/2011), Mamminasata (Perpres 55/2011), dan Mebidangro (Perpres 62/2011). Masing-masing Kawasan Strategis Nasional tersebut memiliki peranan dan karakteristik yang berbeda-beda.

Sumber: Kota Mandiri Bekala New Township

Gambar 2.1. Jaringan transportasi utama Mebidangro (kiri); jaringan perputaran ekonomi Mebidangro

(kanan)

(2)

aktivitas sosial, ekonomi maupun kebudayaan, banyak ruang publik yang mudah dicapai dengan bersepeda atau jalan kaki dan transportasi umum yang layak dan memadai.

Adapun kebijakan dalam Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro yang meliputi: 1. Pengembangan dan pemantapan fungsi Kawasan Perkotaan Mebidangro sebagai pusat perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu bersaing di tingkat internasional terutama dalam kerja sama ekonomi subregional Segitiga Pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Thailand;

2. Peningkatan akses pelayanan pusat kegiatan perkotaan Mebidangro sebagai upaya dalam pembentukan struktur ruang kota dan penggerak utama pengembangan wilayah Sumbagut; 3. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana yang meliputi transportasi, energi, sumber daya air, telekomunikasi, serta prasarana perkotaan Kawasan Mebidangro yang merata dan terpadu dalam tingkat internasional, nasional, dan regional; 4. Peningkatan keterpaduan antarkegiatan budi daya serta keseimbangan antara perkotaan

dan pedesaan yang disesuaikan dengan daya dukung dan tamping lingkungan;

5. Peningkatan fungsi, kuantitas, dan kualitas Ruang Terbuka Hijau dan kawasan lindung di Kawasan Mebidangro.

Untuk mendukung kebijakan dalam Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro, maka diambil lima langkah strategis pengembangan Kawasan Metropolitan Mebidangro yang meliputi pengembangan koridor ekonomi internasional Belawan – Kualanamu, pembangunan pusat-pusat pelayanan kota baru, revitalisasi pusat kota lama Medan dan Kawasan Tembakau Deli, pembangunan Koridor Hijau Mebidangro, dan pengembangan Akses Strategis Mebidangro. 2.1.2. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Medan

(3)
(4)

Sumber: RTRW Kota Medan tahun 2010-2030

(5)

Pengembangan Subpusat Pelayanan Kota berfungsi sebagai penyangga dua Pusat Pelayanan Kota dan meratakan pelayanan pada skala subpusat pelayanan kota. Penyebaran Subpusat Pelayanan Kota juga bertujuan untuk mendukung pemerataan perkembangan kegiatan pembangunan antar subpusat wilayah kota.

Salah satu lokasi Subpusat Pelayanan Kota Medan yang akan dikembangkan menjadi Kawasan Perkotaan Mebidangro adalah Subpusat Pelayanan Kota Medan Selayang yang berlokasi di selatan Kota Medan. Subpusat ini memiliki fungsi sebagai pusat kegiatan perdagangan/bisnis dan pusat pendidikan, ditetapkan di Kecamatan Medan Selayang tepatnya di sekitar simpang Pemda, meliputi Kecamatan Medan Tuntungan, Kecamatan Medan Baru (kecuali Kelurahan Darat dan Petisah Hulu), Kecamatan Medan Selayang, dan Kecamatan Medan Johor.

Untuk mendukung pengembangan Kawasan Perkotaan Mebidangro diperlukan distribusi penduduk untuk melakukan penyebaran dan pemerataan wilayah agar tidak hanya berpusat di inti Kota Medan. Salah satu daerah yang menjadi bagian distribusi penduduk adalah Kecamatan Medan Johor. Kecamatan Medan Johor merupakan kecamatan yang berada relatif dekat dengan pusat kota dan menjadi salah satu daerah yang cukup berkembang dengan ditandai banyaknya kompleks perumahan. Perkiraan pertumbuhan penduduk di kecamatan ini relatif akan mengalami peningkatan yang cukup besar, yaitu akan mencapai jumlah sebesar 169.592 jiwa pada tahun 2030 dengan kepadatan sekitar 116 jiwa/Ha. Namun, hal tersebut perlu dibatasi mengingat Kecamatan Medan Johor yang berlokasi di Selatan Kota Medan merupakan kawasan konservasi .

2.1.3. Transit-Oriented Development (TOD)

Transit-Oriented Development adalah pendekatan perencanaan yang terkait dengan area berkepadatan tinggi, dengan pola ruang yang berangkai di sekitar stasiun dan koridor (Preiss & Shapiro, 2002).

Menurut TOD Standard, Transit-Oriented Development adalah pola pembangunan yang memaksimalkan manfaat dari sistem angkutan umum juga secara tegas mengembalikan focus pembangunan kepada penggunanya, yaitu manusia.

Sedangkan, Definisi lain dari Transit-Oriented Development menurut Peter Calthrope : “Transit-Oriented Development is regional planning, city revitalization, suburban renewal, and walkable neighborhoods combined. It is a cross-cutting approach to

development that can do more than help diversify our transportation systems: it can offer

(6)

Struktur Transit-Oriented Development dan disekitar kawasan terbagi ke beberapa wilayah sebagai berikut:

1. Pengguna publik (public uses)

Area ini ditujukan untuk memberi pelayanan bagi area kerja dan permukiman di dalam Transit-Oriented Development (TOD) serta disekitar kawasan. Area publik berlokasi dekat dengan titik transit dengan jangkauan 5 menit berjalan kaki.

2. Area pusat komersil (core commercial area)

Area ini bertujuan sebagai area bisnis dan perdagangan kawasan TOD. Area ini memiliki fasilitas berupa perkantoran, pasar swalayan, restoran, retail, area servis, dan sarana hiburan. Jarak jangkauan menuju area ini mencapai 5 menit dengan berjalan kaki. Lokasi area komersil disesuaikan dengan kondisi pasar, keterdekatan titik transit, dan pengembangan.

3. Area permukiman (residential area)

Area ini bertujuan sebagai kawasan tempat tinggal bagi permukim bekerja di kawasan TOD. Lokasi area ini berada pada jarak perjalanan pejalan kaki dari area pusat komersil dan titik transit. Kepadatan area permukiman harus disesuaikan dengan tipe permukiman, meliputi single-family housing, townhouse, condominium, dan apartement.

4. Area sekunder (secondary area)

Lokasi area ini berada diseberang kawasan dengan jalan arteri sebagai pemisahnya. Jaraknya lebih dari 1 mil dari area pusat komersil. Jaringan area sekunder harus menyediakan beberapa akses langsung dan jalur sepeda menuju titik transit dan area komersil dengan kemungkinan minimal terbelah oleh jalan arteri.

5. Fungsi-fungsi lain

(7)

Tabel 2.1. Karakter setiap area di kawasan Transit-Oriented Development jenis ukuran dan kriteria TOD mencapai 20 menit

(8)

- Kepadatan lebih

Penerapan konsep Transit-Oriented Development memiliki tipologi yang berbeda-beda dan disesuaikan terhadap konteks penerapan ke lokasi serta jenis pengembangannya. Konteks penerapan lokasi TOD dapat dikembangkan ke daerah metropolitan maupun ke daerah yang belum berkembang dan daerah yang sedang mengalami urbanisasi selama lokasi yang dijadikan TOD memiliki potensi untuk dikembangkan kembali, yaitu redevelopment, reuse, dan renewal). Dalam pengembangannya, TOD dibagi menjadi 2 tipe, meliputi:

1. Neighborhood TOD

Metode pengembangan yang dilakukan pada jalur bus feeder dengan jarak jangkauan 10 menit berjalan kaki (tidak lebih dari 3 mil) dari titik transit. Lokasi pengembangannya harus berada di lingkungan hunian dengan kepadatan menengah, fasilitas umum, retail, dan rekreasi. Sarana hunian dan komersil harus disesuaikan dengan konteks lingkungan dan tingkat pelayanan transit. Konsep ini juga membantu dalam pengembangan terhadap masyarakat menengah ke bawah dan dimungkinkan terjadinya percampuran variasi hunian. Konsep ini dirancang dengan fasilitas publik dan RTH serta memberikan kemudahan akses terhadap pengguna moda pergerakan.

2. Urban TOD

(9)

yang memiliki kepadatan yang tinggi karena memungkinkan akses langsung ke titik transit tanpa harus melakukan pergantian moda transportasi lain. Urban TOD dan TOD lainnya harus memiliki radius mencapai ½ − 1 mil untuk memenuhi persyaratan area transit.

Sumber: The Next American Metropolis

Gambar 2.3. Konsep Transit-Oriented Development

Tabel 2.2. Neighborhood TOD dan Urban TOD

No. Fungsi Neighborhood TOD Urban TOD

1. Publik 10% − 15% 5% − 15%

2. Pusat/perkantoran 10% − 40% 30% − 70%

3. Permukiman 50% − 80% 20% − 60%

Menurut Calthorpe dalam Wijaya (2009) menyebutkan tentang 3 macam tipe pengembangan Transit-Oriented Development (TOD) yang terdiri dari:

1. Redevelopment Site

Peremajaan yang dilakukan dengan menambahkan fungsi-fungsi baru dan penataan lingkungan yang melengkapi fasilitas transit tersebut.

2. Infill Site

(10)

3. New Growth Area

Pembukaan kawasan baru yang luas dan umunya berlokasi di daerah perbatasan pinggir kota (periphery).

Menurut Calthrope dalam Taolin (2008) menyebutkan tentang karakteristik fisik TOD yang terbagi menjadi:

1. Kriteria Umum

Setiap bangunan harus terhubung langsung ke jalan dengan akses masuk (entrance), balkon, serambi, dan fitur arsitektural lainnya yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang ramah bagi pejalan kaki. Kepadatan, orientasi, dan bangunan harus mendukung kawasan komersil yang aktif bagi pengguna transit serta memperkuat kawasan publik.

2. Kawasan Komersil

Pengembangan tata guna lahan di kawasan TOD menggunakan prinsip mixed-use, yaitu penggabungan fungsi komersil (retail ) dan perkantoran yang menjamin kawasan tersebut selalu hidup setiap hari tanpa terikat oleh jam sibuk. Hal yang harus mendukung kawasan tersebut selalu hidup adalah dengan membuat kegiatan yang bersifat atraktif, aman, dan mudah dijangkau dengan berjalan kaki. Untuk menggabungkan kedua fungsi tersebut (komersil dan perkantoran) terbagi menjadi:

a. Vertikal mixed-use

Dalam satu bangunan, Fungsi komersil (retail) di lantai dasar dan fungsi perkantoran atau hunian di atas lantai dasar.

b. Horizontal mixed-use

(11)

Sumber: Calthorpe, 1993

Gambar 2.4. Jalur pejalan kaki (sidewalk)

Fungsi kawasan komersil adalah untuk mendukung kebutuhan pengguna kawasan dalam melakukan perjalanan dari satu lokasi menuju lokasi lainnya. Fungsi retail pada kawasan komersil dapat digabungkan dengan fungsi hunian dan perkantoran dengan syarat

intensitas retail tersebut tidak berkurang.

Dalam menggabungkan kedua fungsi tersebut, hal yang harus diperhatikan adalah menciptakan batasan antara fungsi khusus (private) untuk kawasan hunian dengan membuat akses masuk yang berbeda atau terpisah. Untuk menambahkan fungsi tersebut, penempatan yang paling tepat adalah dengan menempatkannya secara vertikal sehingga mempengaruhi ketinggian bangunan dan menciptakan kemenarikan visual serta karakter urban yang kuat.

Sumber: ntl.bts.gov

(12)

Penampilan fisik bangunan (fasad) harus memiliki variasi dan terhubung untuk menciptakan ketertarikan visual bagi pejalan kaki yang melintasinya. Bila hal tersebut tidak tercapai, maka pengalaman ruang saat melintasinya dengan berjalan kaki akan terasa membosankan dan terasa jauh untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. 3. Kawasan Permukiman

Perancangan kawasan permukiman bertujuan sebagai sarana pendukung bagi pengguna transit. Penempatan kawasan permukiman sebaiknya dilakukan pada kawasan yang berdekatan dengan kawasan komersil dan transit. Permukiman memiliki berbagai macam tipe yang terdiri dari single family, townhouse, dan apartemen.

Gambar 2.6. Single-family house (kiri); townhouse (tengah); apartment (kanan)

Sumber: municode.com//library/la/st._bernard_parish_council/codes/

Gambar 2.7. Zona antara jalur pejalan kaki dengan permukiman

4. Jalur Pejalan Kaki/Trotoar

(13)

suasana ruang publik yang aktif dengan menjaga keseimbangan terhadap ruang parkir, jalur sepeda, sirkulasi kendaraan.

Sumber: http://fhwa.dot.gov

Gambar 2.8. Ukuran dan zona ruang jalan yand disarankan pada kawasan TOD

Ukuran lebar jalan dan jumlah lajur kendaraan harus dikurangi tanpa mengorbankan parkir paralel dan sirkulasi jalur sepeda. Jalur kendaraan yang didesain harus dapat dilalui dengan kecepatan maksimal 24 km/jam. Ukuran lebar jalan yang sempit berdampak mengurangi lebar jalan dan jumlah lajur memberikan ruang yang lebih besar untuk penataan kawasan lansekapnya. Sidewalk atau jalur pejalan kaki terbagi menjadi beberapa zona yang terdiri dari:

a. Zona tepi

Berbatasan langsung dengan jalur kendaraan (ukuran minimal 1,2 meter pada kawasan TOD dan sebagai ruang tunggu).

b. Zona furnishing

Mendukung peletakan street furniture, meliputi vegetasi atau pepohonan dan fasilitas transit.

c. Zona melintas

Jalur yang dapat dilewati tanpa adanya penghambat atau gangguan. d. Zona frontage

(14)

Sumber: https://ite.org

Gambar 2.9. Zona ruang pada sidewalk

Dalam menentukan ukuran jalur pejalan kaki (sidewalk), lebar yang ideal adalah minimal 3 meter. Bila diletakan pada kawasan komersil, lebar minimalnya 4 meter. Tidak ada batasan maksimal dalam menentukan lebar jalur pejalan kaki. Namun, bila lebar jalur pejalan kaki terlalu lebar mengakibatkan ketidaknyaman karena memiliki kesan kosong dan tidak memiliki daya tarik.

Sumber: http://walkboston.org/policy-positions/sidewalks

(15)

Ukuran lebar ideal untuk zona jalur pejalan kaki yang dapat dilalui oleh dua orang pejalan kaki sekaligus minimalnya adalah 1,5 meter. Ukuran lebar jalur pejalan kaki pada kawasan komersil yang dapat mengakomodasi aktivitas pejalan kaki yang lebih banyak dan sarana untuk beristirahat atau menunggu (tempat duduk) yang disarankan adalah 1,8 – 2,5 meter. Fasilitas tambahan di dalam jalur pejalan kaki adalah dekorasi pejalan kaki atau disebut juga street furniture. Adanya elemen ini sangat penting dalam menunjang sisi keindahan dan kenyamanan bagi pejalan kaki. Contoh street furniture meliputi lampu jalan, tempat sampah, dan vegetasi (pepohonan).

Sumber: Calthorpe, 1993

Gambar 2.11. Jarak antar pepohonan pada sidewalk

Posisi pepohonan pada jalur pejalan kaki diletakan disepanjang antar pepohonan dengan jarak tidak melebihi 9 meter. Pemilihan pohon harus diperhatikan dan diseleksi agar tidak terjadi kerusakan pada jalur pejalan kaki. Pemilihan pohon juga harus memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki yang melintas agar tidak terpapar langsung oleh sinar matahari dan mengurangi suhu panas yang dihasilkan oleh permukaan aspal jalur kendaraan dan menciptakan iklim mikro yang lebih sejuk serta memberikan kesan keindahan visual pada zona pejalan kaki.

5. Kawasan Parkir

(16)

jalan yang relatif sempit bila dilihat secara visual dan juga berperan sebagai buffer antara jalur pejalan kaki dengan lajur kendaraan (mobil).

Pada umumnya, penerapan parkir di pinggir jalan membentuk paralel. Namun, parkir dengan bentuk bersudut lebih direkomendasikan pada kawasan-kawasan komersil. Lebar parkir kendaraan memiliki ukuran antara 2,1 – 2,4 meter. Sistem selain parkir on-street disarankan untuk tidak bersebelahan langsung dengan ruang jalan dan bila ingin menempatkan lahan parkir sebaiknya dilakukan di belakang bangunan. Keuntungan parkir paralel adalah dapat “menghidupkan” suasana atau aktivitas terhadap ruang jalan yang mendukung fungsi-fungsi komersil.

Penerapan TOD pada kawasan perkotaan adalah bertujuan untuk memperbaiki lingkungan, komunitas, dan kemacetan. Namun, menurut Dunphy (2004) menyebutkan bahwa masih ada beberapa pihak yang meragukan tentang manfaat dan penerapan konsep TOD dalam menyelesaikan permasalahan kemacetan. Hal ini disebabkan pelaksanaan TOD yang masih belum dapat diterapkan secara menyeluruh dalam lingkup regional. Maka, bila ditinjau tujuan dari pembuatan konsep TOD adalah upaya jangka panjang yang bersifat menyeluruh pada lingkup regional dan dibuktikan oleh berbagai studi mengenai manfaat dari TOD terhadap kawasan perkotaan. Manfaat TOD meliputi:

1. Menurunkan jumlah penggunaan kendaraan pribadi (terutama mobil) dan mengurangi pengeluaran keluarga untuk akses.

2. Meningkatkan jumlah pengguna pejalan kaki dan transit.

3. Menghidupkan kembali kawasan pusat perkotaan dan meningkatkan intensitas serta densitas pembangunan disekitar kawasan transit.

4. Menurunkan pengeluaran biaya konsorsium penyedia sistem transit dan pengembang untuk biaya akses.

5. Meningkatkan penjualan property di sekitar kawasan transit.

(17)

2.1.4. Masterplan Kwala Bekala

Sumber: Data Pribadi

Gambar 2.12. Masterplan Kwala Bekala

(18)

Sumber: Data Pribadi

Gambar 2.13. Penerapan konsep TOD pada kawasan Kwala Bekala

Untuk mendukung aktivitas pada kawasan tersebut, maka dirancanglah bangunan-bangunan dengan fungsi perdagangan/bisnis dan pusat komersil yang bersumber dari peraturan RTRW Kota Medan tahun 2010-2030. Bangunan-bangunan tersebut meliputi Pusat Kreativitas Remaja, Convention Hall, Hotel Bisnis dan Pusat Kuliner, Kantor dan Eco-Park, Hotel dan Pusat Perbelanjaan, dan Rumah Susun.

2.1.5. Pelayanan Transportasi

Menurut Zeithaml (1998) kualitas suatu pelayanan yang dirasakan diartikan sebagai penilaian pelanggan terhadap keseluruhan pelayanan terbaik yang mereka dapatkan. Pelanggan dalam pengertian transportasi umum adalah penumpang atau pengguna jasa transportasi umum.

Menurut Stephenson (1987) dalam bukunya yang berjudul “Transportation USA

menyatakan bahwa hal-hal yang mempengaruhi tingkat pelayanan penumpang meliputi: 1. Kecepatan

Dalam melakukan setiap perjalanan, orang pasti akan memilih transportasi yang lebih cepat.

2. Ketepatan waktu

(19)

3. Keamanan

Salah satu hal terpenting dalam semua moda transportasi karena menyangkut keselamatan manusia. Bila transportasi tersebut memiliki jaminan keselamatan yang tinggi, maka akan sangat berpengaruh terhadap pengguna jasa transportasi tersebut.

4. Aksesibilitas

Meliputi jangkauan jalan yang luas dan memiliki akses yang mudah untuk melanjutkan perjalanan dari dan ke terminal.

5. Kenyamanan

Berhubungan dengan segala fasilitas penunjang yang membuat penumpang dapat menikmati setiap perjalanannya.

6. Terminal dan/atau stasiun

Terminal dan/atau stasiun yang disesuaikan dengan standard operasional akan memberikan kemudahan bagi para penumpang pada saat berangkat dan tiba dari tempat tujuan.

Menurut Survey Research Institue dan A World Bank Study menyatakan bahwa indikator dan ukuran pelayanan transportasi umum dibedakan atas efektivitas dan efisiensi seperti Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Indikator dan parameter pelayanan transportasi umum

No. Indikator Parameter

1.

Panjang jaringan jalan yang dilalui oleh angkutan kota/luas area yang dilayani Jumlah angkutan kota/panjang jalan yang dilalui angkutan kota.

 Frekuensi (f), Headway (Hd), dan Waktu tunggu (menit)

 Kecepatan operasi (km/jam) dan waktu tempuh  Jumlah kendaraan dan rit (perjalanan bolak-balik

per satu trayek)

(20)

5.

Rasio jumlah penumpang dengan kapasitas tempat duduk per satuan waktu tertentu.

Total produksi kendaraan (seat-km/penduduk).

Sumber: Survey Research InstituedanA World Bank Study

Pelayanan transprtasi umum yang wajib dimiliki untuk memenuhi tuntutan konsumen, yaitu aman, terpercaya, nyaman, murah, cepat, menyenangkan, mudah diperoleh, dan frekuensi yang tinggi (Suwardjoko Warpani, 2002).

2.1.6. Pemilihan Moda

Pemilihan moda transportasi didefinisikan sebagai pembagian dari perjalanan yang dilakukan oleh pelaku perjalanan ke dalam moda transportasi yang tersedia dengan berbagai faktor yang mempengaruhi. Model pemilihan moda merupakan model yang menggambarkan perilaku perjalanan dalam memilih moda transportasi yang digunakan dan terkait dengan penyediaan sarana moda angkutan dan prasaran jalan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda terhadap perilaku perjalan (Warpani, 2002), yaitu:

1. Faktor karakteristik perjalanan, meliputi variabel:

a. Tujuan perjalanan, seperti pergi bekerja, sekolah, belanja, dan sebagainya.

b. Waktu perjalanan, seperti pagi hari, siang hari, sore hari, malam hari, hari libur, dan sebagainya.

(21)

2. Faktor karakteristik pelaku perjalanan, meliputi variabel:

a. Pendapatan, upaya daya beli pelaku perjalanan untuk membiayai perjalanannya, baik angkutan pribadi maupun angkutan umum.

b. Kepemilikan kendaraan, ketersediaan kendaraan pribadi sebagai sarana melakukan perjalanan.

c. Kepadatan permukiman, meliputi kondisi geografis dan demografi wilayah.

d. Kondisi sosial ekonomi, meliputi struktur dan ukuran keluarga (pasangan muda, memiliki anak, pensiunan atau lajang), usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, lokasi pekerjaan.

3. Faktor karakteristik sistem transportasi, meliputi variabel:

a. Waktu perjalanan relatif, dimulai dari lamanya waktu menunggu kendaraan, berjalan, dan waktu diatas kendaraan.

b. Biaya perjalanan realtif, yaitu seluruh biaya yang muncul dari melakukan perjalanan dari dan menuju tujuan untuk ke semua moda transportasi yang berkompetisi, seperti tarif tiket, bahan bakar, dan lain-lain.

c. Tingkat pelayanan relatif, yaitu variabel yang cukup bervariasi dan sulit untuk dikuantitatifkan, seperti kenyamanan, kesenangan, kemudahan berpindah moda transportasi.

4. Faktor karakteristik kota dan zona, meliputi variabel: a. Jarak kediaman dengan tempat aktivitas;

b. Kepadatan penduduk. 2.1.7. Perkeretaapian

Menurut Pintoko dan Benneri (1999) menyatakan bahwa kereta api dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengatisipasi pergerakan penduduk maupun barang yang disebabkan moda kereta api yang memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:

1. Angkutan kereta api merupakan saran angkutan yang dapat mengangkut dalam jumlah yang besar.

2. Kereta api dapat bergerak tanpa bebas hambatan dan lebih cepat di dalam arus lalu lintas yang padat karena kereta api memiliki jalur transportasi khusus.

(22)

4. Kereta api sebagai transportasi dengan polusi terendah.

5. Kebutuhan lahan bagi prasarana transportasi kereta api relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan kebutuhan lahan bagi transportasi angkutan jalan raya.

Moda transportasi kereta api memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan moda transportasi lainnya seperti bus, pesawat terbang, dan kapal laut terhadap kapasitas (volume angkut), konsumsi BBM/KM, dan konsumsi energi BBM/orang seperti pada tabel 2.4.

Tabel 2.4. Perbandingan antar moda angkutan

No. Moda

Sumber: PT. KAI (Persero)

2.1.8. Teknik Stated Preference (Teknik Pilihan Pernyataan)

Menurut Ortuzar dan Willumsen (2007) menyatakan bahwa Teknik Stated Preference merupakan suatu pendekatan terhadap responden dalam memilih alternative terbaiknya dengan membuat suatu alternatif situasi.

Karakteristik utama dari Teknik Stated Preference terdiri dari:

1. Didasarkan pada pernyataan responden mengenai bagaimana respon mereka terhadap alternatif yang ditawarkan.

2. Setiap pilihan dinyatakan sebagai “paket atribut” yang berbeda, seperti waktu

perjalanan, biaya perjalanan, headway, tingkat pelayanan, dan lain-lain.

3. Peneliti membuat alternatif sedemikian rupa sehingga pendapat setiap orang pada setiap atribut dapat diperkirakan. Hal ini dapat diperoleh dengan memakai desain eksperimen.

(23)

5. Responden menyatakan pendapatnya terhadap alternatif pilihan dengan cara menilai (rating), ranking, atau pilihan pendapat terbaiknya dari sepasang atau sekelompok pernyataan dalam kuesioner.

6. Respon berupa jawaban yang diberikan oleh masing-masing orang untuk dianalisis dalam mendapatkan ukuran secara kuantitatif dengan cara transformasi terhadap hal-hal yang penting (relative) pada setiap atribut.

2.2. Terminologi Judul

Judul dari proyek adalah “Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala” yang merupakan sebuah tempat pemberhentian kereta api di kawasan Kwala Bekala, Medan Johor, Medan. Dalam judul “Stasiun Medan Mass TransitKwala Bekala” mengandung pengertian utama yaitu :

Stasiun

Stasiun /sta·si·un/n tempat menunggu bagi calon penumpang kereta api dan sebagainya; tempat perhentian kereta api dan sebagainya (kbbi.web.id/stasiun). Definisi stasiun secara umum memiliki dua pengertian yaitu :

 Stasiun merupakan tempat kereta api berangkat dan berhenti unuk melayani naik dan turunnya penumpang dan/atau bongkar muat barang dan/atau untuk keperluan operasi kereta api yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan, keamanan, dan kegiatan penunjang stasiun serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi (Berdasarkan UU. No. 13 tahun 1992 tentang perkeretaapian).

 Stasiun adalah tempat berkumpulnya penumpang dan barang yang menggunakan moda angkutan kereta api. Selain itu stasiun juga berfungsi sebagai tempat pengendali dan pengatur lalu lintas kereta api, serta sebagai depo kereta api. Stasiun yang besar sering pula menjadi tempat perawatan kereta api dan lokomotif. Stasiun adalah terminal akhir dan awal perjalanan kereta api namun bukan merupakan tujuan atau awal perjalan sebenarnya (Warpani,1990).

Medan

(24)

Mass transit

Mass transit atau Angkutan Umum adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Termasuk dalam pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan kota (bus, minibus, dsb), kereta api, angkutan air, dan angkutan udara (Warpani, 1990).  Kwala Bekala

Kwala Bekala merupakan kelurahan yang berlokasi di kecamatan Medan Johor, Medan, Sumatera Utara (wikipedia).

Jadi, pembangunan Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala dapat diartikan sebagai pengembangan pusat transportasi umum berbasis kereta api di kecamatan Medan Johor, kelurahan Kwala Bekala yang mengakomodasi berbagai fasilitas pada kawasan itu yang dapat dicapai oleh kendaraan pribadi atau umum, terutama bagi pejalan kaki dimana pembangunan stasiun kereta api berorientasi terhadap kawasan TOD (Transit Oriented Development) yang mengutamakan jalur pejalan kaki sebagai backbone kawasan TOD Kwala Bekala.

2.2.1. Tinjauan Umum mengenai Stasiun Kereta Api

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. 22 Tahun 2003, jenis-jenis stasiun berdasarkan kedudukannya terhadap perjalanan suatu rangkaian kereta api, antara lain :

 Stasiun Awal Perjalanan Kereta Api, Stasiun asal perjalanan kereta api dan juga sebagai tempat untuk menyiapkan rangkaian kereta api dan memberangkatkan kereta api.

 Stasiun Antara Perjalanan Kereta Api, Stasiun tujuan terdekat dalam setiap perjalanan kereta api yang berfungsi juga untuk menerima kedatangan dan memberangkatkan kembali kereta api atau dilewati oleh kereta api yang berjalan langsung.

 Stasiun Akhir Perjalanan Kereta Api, Stasiun tujuan akhir perjalanan kereta api yang menerima kedatangan kereta api.

 Stasiun Pemeriksaan Perjalanan Kereta Api, Stasiun awal perjalanan kereta api dan stasiun antara tertentu yang ditetapkan sebagai stasiun pemeriksa dalam Grafik Perjalanan Kereta Api (Gapeka). Di stasiun pemeriksa wajib dilakukan kegiatan pencatatan mengenai persilangan luar biasa dengan kereta api fakultatif atau kereta api luar biasa.

(25)

Menurut Imam Subarkah(1981), stasiun berdasarkan bentuknya terbagi atas :

 Stasiun siku-siku, letak bangunan stasiun adalah siku-siku dengan letak kereta api yang berakhiran di stasiun tersebut. Pembuatan stasiun siku-siku bertujuan agar jalan rel dapat mencapai suatu daerah hingga sedalam-dalamnya, misalnya daerah industri, perdagangan, dan pelabuhan.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

Gambar 2.14. Stasiun siku-siku

 Stasiun paralel, gedungnya sejajar dengan kereta api dan merupakan stasiun pertemuan. Pada stasiun pertemuan atau junction, dapat pula gedung stasiunnya dibuat sebagai suatu kombinasi dari stasiun paralel dan stasiun siku-siku.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

Gambar 2.15. Stasiun paralel

 Stasiun pulau, posisi stasiun sejajar dengan kereta api tetapi letaknya berada di tengah-tengah antara kereta api.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

(26)

 Stasiun semenanjung, letak bangunan stasiun berada di sudut dua kereta api yang bergandengan.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

Gambar 2.17. Stasiun semenanjung

Berdasarkan jangkauan pelayanan stasiun terbagi atas :  Stasiun jarak dekat (Commuter Station)

(27)

Berdasarkan lokasi stasiun terbagi atas :

Sumber: Griffin, 2004.

Gambar 2.18. Posisi bangunan terhadap rel

Berdasarkan ukuran stasiun terbagi atas :

(28)

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

Gambar 2.19. Stasiun besar

 Stasiun sedang yaitu stasiun yang didalamnya terdapat fasilitas gudang barang dan melayani penumpang dengan jarak yang jauh.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

Gambar 2.20. Stasiun sedang

 Stasiun kecil yaitu stasiun yang didalamnya hanya memiliki dua hingga tiga jalur rel kereta api dan bukan merupakan stasiun pemberhentian akhir kereta api.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

(29)

Berdasarkan letak posisi stasiun terbagi atas :

Ground level station yaitu stasiun yang letaknya berada sejajar dengan peron diatas tanah.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

Gambar 2.22. Ground level station

Over track station yaitu stasiun yang berada diatas peron.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

Gambar 2.23. Over track station

Under track station yaitu stasiun yang berada di bawah peron.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

(30)

Berdasarkan tenaga penggeraknya, kereta api terbagi atas :  Kereta Api Uap

Kereta Api Uap merupakan kereta api yang digerakkan lokomotif dengan menggunakan uap air yang dihasilkan dari ketel uap yang dipanaskan oleh kayu bakar, batu bara, atau pun minyak bakar. Sejarah kereta api uap merupakan pengembangan dari ditemukannya penyempurnaan mesin uap pada tahun 1769 oleh James Watt.

Sumber: Wikipedia.org

Gambar 2.25. Kereta api uap

 Kereta Api Diesel

Kereta Api Diesel terbagi dua, antara lain :

a. Lokomotif Diesel, salah satu jenis kereta rel yang bermesin diesel yang umumnya menggunakan bahan bakar solar sebagai penggeraknya. Terdapat dua jenis kereta api diesel, yaitu kereta api diesel hydraulic dan kereta api diesel elektrik. Pada tahun 1930, terjadi peralihan jenis kereta api dari yang sebelumnya menggunakan mesin uap sebagai tenaga penggeraknya dengan kereta api bermesin diesel. Alasan penggantian tersebut dikarenakan kereta api uap yang berat dan besar serta kemampuan gerakannya yang cukup lambat.

Sumber : wikimedia.org

(31)

b. Kereta rel diesel, kereta yang dilengkapi dengan mesin diesel yang terpasang dibawah kabin kereta api. Salah satu tipe kereta kereta rel diesel adalah railbus. Railbus merupakan kereta dengan kapasitas kecil yang terdiri dari tiga gerbong dan dapat menampung 160 orang.

Sumber : google.com

Gambar 2.27. Railbus

 Kereta Rel Listrik

Kereta Rel Listrik atau KRL merupakan kereta yang melayani para komuter dan digerakkan dengan sistem propulsi motor listrik.

Sumber : wikimedia.org

Gambar 2.28. Kereta rel listrik (KRL)

 Kereta Api Daya Magnet

Kereta Api Daya Magnet atau Maglev (Magnetic Levitation) merupakan kereta yang diangkat dan digerakkan dengan menggunakan medan magnet sehingga tidak terjadi adanya gesekan sama sekali terhadap rel dan dapat bergerak dengan kecepatan yang tinggi. Pada Oktober 1969, paten pertama untuk pengembangan kereta api Maglev yang didorong

oleh motor “linear” oleh James R. Powell dan Gordon T. Danby. Teknologi dasar kereta

(32)

Pada 31 Desember 2000, superkonduktor temperatur tinggi berawak pertama secara sukses

diuji di barat daya Chengdu, China. Sistem ini berdasarkan prinsip “bulk” konduktor

temperatur tinggi dapat diangkat atau dilayangkan dapat diangkat atau dilayangkan secara stabil di atas atau di bawah magnet permanen.

Sumber : id.wikipedia.org/wiki/Kereta_maglev

Gambar 2.29. Kereta Maglev (kiri); Pengembangan EOL Maglev (kanan)

Berdasarkan penggunaan relnya, terbagi atas :  Kereta Api Rel Konvensional

Kereta Api Rel Konvensional merupakan kereta api yang menggunakan rel, terdiri dari dua batang besi yang diletakan di bantalan. Pada daerah yang memiliki ketinggian curam, rel yang digunakan yaitu rel bergerigi, diletakan di tengah rel dan menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda bergerigi.

Sumber : goodnewsfromindonesia.org

Gambar 2.30. Rel konvensional

 Kereta Api Monorel

(33)

keluar dari relnya. Kereta Monorel diletakan menggantung diatas rel. Penggunaan rel biasa digunakan pada kota-kota besar dan dirancang menyerupai jalan layang.

Sumber : wikimedia.org

Gambar 2.31. Rel monorel

Berdasarkan penempatan relnya, terbagi atas :  Kereta Api Bawah Tanah

Kereta Api Bawah Tanah merupakan kereta yang bergerak dan berlokasi dibawah permukaan tanah dan salah satu solusi dalam mengatasi persilangan sebidang. Biasa dikembangkan pada perkotaan atau kawasan yang padat.

Sumber : indonetwork.co.id

Gambar 2.32. Kereta api bawah tanah

 Kereta Api Layang

(34)

Sumber : images.detik.com/

Gambar 2.33. Kereta layang

2.3. Lokasi

Lokasi perancangan berada di kelurahan Kwala Bekala, kecamatan Medan Johor, Medan, provinsi Sumatera Utara.

Sumber: Data Olahan pribadi

Gambar 2.34. Peta lokasi perancangan

2.3.1. Kriteria Pemilihan Lokasi

a. Tinjauan terhadap Struktur Kota

(35)

Subpusat Pelayanan Kota Medan Selayang yang mewadahi kegiatan pemerintahan seperti pusat kegiatan perdagangan/bisnis dan pusat pendidikan.

b. Pencapaian

Pencapaian menuju lokasi dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan pribadi dan angkutan umum berupa angkot. Terdapat beberapa akses yang dapat digunakan untuk mencapai lokasi ini yang meliputi:

1) Jalan Jamin Ginting :

- Waktu tempuh : 35 menit - Jarak : 11,8 km

2) Jalan Jamin Ginting dan jalan Pintu Air IV : - Waktu tempuh : 39 menit

- Jarak : 13,2 km 3) Jalan Medan-Tebing Tinggi :

- Waktu tempuh : 43 menit - Jarak : 18,2 km

c. Persyaratan lain: status kepemilikan, nilai lahan, peraturan

Status Proyek : Fiktif

Pemilik Proyek : Pemerintah Kota Medan

Garis Sempadan Bangunan : Jalan Arteri = 12 – 16 m; Jalan Kolektor = min. 6 m

KDB : 50 – 75 %

d.Deskripsi Kondisi Existing Lokasi sebagai Tapak Rancangan

Judul Proyek : Stasiun Medan Mass Transit Kwala Bekala Tema Proyek : Arsitektur Simbolisme

Lokasi Proyek : Jalan Bunga Turi, kelurahan Kwala Bekala, kecamatan Medan Johor, Kota Medan, Sumatera Utara

(36)

 Utara : Jalan Arteri

 Timur : Ruko

 Selatan : Jalan Arteri

 Barat : Convention Centre dan Pusat Kreatifitas Pemuda

Luas Site : 2,1 Ha

2.4. Tinjauan Fungsi

Meliputi tinjauan fungsi dari pengguna, kegiatan, kebutuhan ruang, dan persyaratan ruang yang diuraikan sebagai berikut:

2.4.1. Deskripsi Pengguna dan Kegiatan

Pelaku kegiatan yang terlibat didalam stasiun kereta api diuraikan sebagai berikut: a. Pengelola Stasiun

- Kepala Stasiun : berperan sebagai penanggung jawab dalam pengelolaan manajemen stasiun.

Aktivitas : Datang → Kerja → Pulang

- Pegawai Administrasi : berperan sebagai penanggung jawab pengelolaan usaha dan kegiatan kantor.

Aktivitas : Datang → Kerja → Pulang

- Pegawai Pengatur Keberangkatan dan KedatanganPenumpang Aktivitas kerja terbagi menjadi 3 bagian shift kerja selama 24 jam : Shift 1 : Masuk pagi ─ sore

Shift2 : Masuk sore ─ malam Shift3 : Masuk malam ─ pagi

Aktivitas : Datang → Kerja → Pulang

- Pegawai Mekanik : sebagai pengelola, perbaikan, dan pemeliharaan kereta api dan stasiun kereta api.

- Aktivitas kerja terbagi menjadi 2 bagian shift kerja selama 24 jam : Shift 1 : Masuk pagi ─ sore

Shift2 : Masuk sore ─ malam

(37)

Aktivitas kerja terbagi menjadi 2 bagian shift kerja selama 24 jam : Shift 1 : Masuk pagi ─ sore

Shift2 : Masuk sore ─ malam

Aktivitas : Datang → Kerja → Pulang

- Pegawai Kebersihan : sebagai pengelola kebersihan stasiun dan kereta api Aktivitas : Datang → Kerja → Pulang

b. Penumpang

Aktivitas : Datang → keluar stasiun/kembali membeli tiket → menunggu keberangkatan

c. Pengunjung

Aktivitas : Mengantar/menjemput penumpang → keluar stasiun Kelompok kegiatan didalam stasiun kereta api terbagi menjadi :

Tabel 2.5. Kelompok kegiatan stasiun kereta api

No. Kelompok Kegiatan Uraian Kegiatan

1. Utama  Menaikkan dan menurunkan penumpang

 Membeli tiket

3. Pelayanan  Memarkirkan kendaraan

 Menerima kedatangan pengunjung  Klinik

4. Pengelolaan  Kegiatan manajemen  Kegiatan administratrif  Kegiatan pengawasan  Kegiatan operasional  Kegiatan keamanan

(38)

 Kegiatan kebersihan

 Kegiatan sanitasi dan pemipaan  Kegiatan pengawasan

2.4.2. Deskripsi Perilaku

Perilaku dari pengguna stasiun kereta api dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.6. Aktivitas pengguna stasiun kereta api

No. Pengguna Alur Kegiatan

1. Pengelola

2. Karyawan

Kantor pengelola Servis

Masuk stasiun

Datang

Parkir

Parkir

Datang Loker Ganti

Kerja Istirahat

Pulang

Loker Ganti Penerima

(39)

3. Penumpang  Naik Penumpang

 Turun Penumpang

4. Pengunjung

Berangkat

Belanja R. Tunggu

Servis

Naik Kereta Api

Peron

Cek Tiket Beli Tiket Masuk Stasiun

Datang

R. Tunggu Belanja

Servis

Peron

Turun Keluar

Datang Masuk

Stasiun

Parkir

Penerima R. Tunggu

Belanja

Servis

(40)

5. Teknisi

2.4.3. Deskripsi Kebutuhan Ruang dan Besaran Ruang

Dari hasil uraian pembagian kelompok kegiatan dan pengguna, maka diperoleh acuan mengenai kebutuhan ruang yang menjadi dasar dalam perancangan proyek yang terlihat pada tabel 2.7.

Tabel 2.7. Deskripsi kebutuhan dan besaran ruang No. Fungsi

Ruang

Pengguna Kegiatan Nama Ruang Zona

Ruang

- Naik/turun kereta api - Memasukan/mengambil

(41)

- Memeriksa keuangan

- Ruang Rapat Private - Ruang

Bendahara

Private

- Ruang Statistik Private

- Ruang PPKA

- Mengirim atau mengambil Barang

- Mengecek tiket

- Ruang Loket Public

- Ruang Bagasi Semipublic - Ruang Kepala - Ruang Genset Service - Ruang Pompa Service - Ruang Chiller Service - Ruang Panel Service - Ruang PABX Service - Ruang Trafo Service 5. Fasilitas

Penunjang

- Penumpang - Pengunjung

- Menjual barang-barang - Menjual dan membeli jasa

(42)

- Pengelola - Karyawan

perjalanan atau tour - Ibadah kan, dan membantu tugas non teknis

 Kelompok ruang pengguna stasiun

Tabel 2.8. Program ruang pengguna stasiun

No. Nama Ruang Kapasitas Standard Luas Jumlah

Ruang

Total Luas Sumber

(43)

5. Ruang

 Kelompok ruang pengelola stasiun

Tabel 2.9. Program ruang kepala stasiun

No. Nama Ruang Kapasitas Standard Luas Jumlah

(44)
(45)

 Kelompok ruang penunjang

Tabel 2.10. Program ruang penunjang stasiun

No. Nama Ruang Kapasitas Standard Luas Jumlah

Ruang

 Kelompok ruang servis

Tabel 2.11. Program ruang servis stasiun

No. Nama Ruang Kapasitas Standard Luas Jumlah

(46)

10. Ruang

 Kelompok ruang parkir

Tabel 2.12. Program ruang parkir stasiun

No. Nama

Ruang

Kapasitas Standard Luas Jumlah

Ruang

(47)

2.4.4. Deskripsi Persyaratan dan Kriteria Ruang

Terdapat persyaratan dan kriteria ruang dengan kebutuhan ruang seperti yang terlihat pada tabel 2.13.

Tabel 2.13. Persyaratan dan kriteria ruang

No. Nama Ruang Kriteria Ruang

Cahaya Bersih Tenang Sejuk Strategis View

1. Ruang Kepala Stasiun √ √ √ √ √

(48)

24. Food Area √ √ √ √

25. Ruang Office Boy √ √ √

26. Ruang Istirahat √ √ √ √

27. Ruang Janitor √ √

28. Gudang √ √ √

29. Dapur √ √

30. Ruang ME √ √

2.4.5. Studi Banding Arsitektur dengan Fungsi Sejenis

Berikut ini merupakan kajian studi banding arsitektur dengan fungsi sejenis yang akan diterapkan pada perancangan bangunan sebagai bahan pembelajaran mengenai tipologi maupun penerapan konsep-konsep arsitekturnya. Studi banding ini meliputi:

a. Stasiun Dubai Metro

Dubai Metro merupakan sebuah jaringan metro otomatis yang berlokasi di Mohammed bin Rashid City, Dubai, Uni Emirat Arab. Jaringan ini memiliki dua jalur listrik bersistem tiga rel yang membentang dibawah tanah pusat kota dan terhadap jembatan yang memiliki dua rel. Stasiun Dubai Metro terdiri atas tingkatan (G) Tipe 1, Tipe 2, dan Tipe 3 (masing-masing T1, T2, dan T3) stasiun bawah tanah (U) dan stasiun perpindahan bawah tanah (UT).

Sumber: google.com

(49)

Tipe 1 merupakan stasiun pertemuan regular. Tipe 2 stasiun pertemuan layang regular. Tipe 3 merupakan stasiun jalur layang khusus disertai jalur tambahan untuk menahan kereta non operasional. Stasiun perpindahan bawah tanah akan mengakomodasi kedua jalur merah dan hijau untuk kemudahan perpindahan.

Sumber: http://dubaimetro.eu

Gambar 2.36. Hall (kiri) dan peron kereta (kanan)

Disamping perbedaan tersebut, terdapat lima tema yang digunakan terhadap interior stasiun, antara lain:

1. Warisan (Heritage): melambangkan kebudayaan dan sejarah dari Uni Emirat Arab. 2. Tanah (Earth): menandai dimulainya perkembangan perkotaan dan kemajuan Dubai,

merepresentasikan kekuatan tanah dan minyak bumi.

3. Udara (Air): melambangkan kesenangan dan kebahagiaan bahwa Dubai menyediakan permukiman dan pengunjung.

4. Api (Fire): melambangkan energi, semangat, dan kekuatan akan ditampilkan oleh pemimpin Dubai

5. Air (Water): melambangkan nilai kemanusiaan, yaitu Dubai berusaha untuk memastikan pencapaian yang maju.

(50)

Sumber: http://dubaimetro.eu

Gambar 2.37. Parkiran sepeda (kiri) dan parkiran mobil (kanan)

Semua stasiun metro membedakan jalur dalam memandu tunanetra dan juga mereka menyediakan ruang khusus bagi pengguna kursi roda di semua kereta.

Kesimpulan:

Stasiun yang melayani jalur perkotaan dibangunan dengan menggunakan jalur elevated railway atau rel layang. Penggunaan jalur rel layang dapat mengurangi kemacetan lalu lintas kendaraan. Desain stasiun menggunakan pendekatan urban dengan penggabungan elemen-elemen lokal didalamnya.

b.Stasiun Lyon-Satolas TGV

Stasiun Lyon-Satolas TGVmerupakan stasiun kereta super cepat TGV (Train a Grande Vitesse) sekaligus merupakan bandara internasional di kota Lyon, Perancis. Bangunan ini memiliki luas 495 x 60 m² yang dirancang oleh arsitek ternama, yaitu Santiago Calatrava.

Sumber:http://www.galinsky.com/

(51)

Desain bangunan ini terinspirasi oleh model burung, dengan kaca-kacanya yang menyerupai sayap burung disertai material baja. Pada hall utamanya dipenuhi dengan muatan ekspresi gaya-gaya Tarik dan tekan yang mengakibatkan pertentangan di kalangan para ahli yang berpendapat bahwa perlunya ekonomisasi unsur struktur.

Sumber: http://www.arcspace.com/

Gambar 2.39. Bentuk stasiun yang menyerupai burung terbang

Santiago Calatrava memiliki karakter tersendiri dalam melakukan desain yang dibuat. Memiliki kemampuan dalam menyatukan seni mematung dengan prinsip-prinsip struktur fisika bangunan, membuat bangunan yang didesainnya memiliki karakter yang kuat sehingga memiliki ekspresi tersendiri bagi orang yang melihat dan menggunakannya.

Sumber:http://www.arcspace.com/

Gambar 2.40. Pencahayaan alami pada stasiun

(52)

parkir atau naik menuju lantai mezzanine dan berjalan ke terminal bandara. Kesan kombinasi unsur yang berkesan ringan dan mengalir pada atap lengkung berlapiskan beton tuang di tempat yang membentangi level jalur tiga trave. Dari hall utama, penumpang bergerak tepat di bawah titik pusat atap lengkung lipat untuk mencapai eskalatormenuju peron.

Pendekatan yang dilakukan oleh Calatrava merupakan sintesa artistik dan pragmatik sehingga ia mengibaratkan arsitektur sebagai lukisan atau patung. Transformasi dari sesuatu yang terlihat dangkal dipermukaan menjadi sebuah karya seni bernili tinggi. Filosofi ini mendasari upaya memasukkan karya arsitektur ke dalam warisan budaya.

Kesimpulan :

Penerapan desain yang ekspresionis dan fungsional menjadikan karakter bagi bangunan yang dirancang oleh Santiago Calatrava. Bentuk yang terinspirasi oleh alam menjadikan bangunan ini tampil monumental. Tidak hanya bentuk, penggunaan elemen-elemen estetis yang ikut menambahkan kelanjutan dalam desainnya.

c. Stasiun Rotterdam Centraal, Rotterdam, Belanda

Sumber: http:// nationalestaalprijs.nl

Gambar 2.41. Stasiun Rotterdam Centraal

(53)

(Light Rail), RandstadRail. Dengan adanya kedua HST dan RandstadRail jumlah pelancong setiap harinya di Rotterdam Centraal diperkirakan akan meningkat menjadi 323.000 di tahun 2025.

Sumber: http://www.archdaily.com/

Gambar 2.42. Integritasi terhadap lingkungan perkotaan

Salah satu tantangan yang mendasar dari Stasiun Rotterdam Centraal perbedaan karakter urban antara sisi utara dan selatan stasiun. Gerbang masuk di sisi utara memiliki desain sederhana yang disesuaikan dengan karakter lingkungan Provenierswijk dan jumlah penumpang yang sedikit. Gerbang masuk secara bertahap menghubungkan menuju ke kota. Karakter Kota Provinsi Provenierswijk abad ke 19 diperkuat. Ekstensi arsitektural yang besar dihindari pada sisi stasiun, dihadirkan dengan terbantunya hijau dan stasiun yang transparan.

Sumber: http://www.archdaily.com/

(54)

Sebaliknya, gerbang masuk utama di dekat sisi kota secara jelas terhubung menuju pusat perkotaan high-rise. Atap aula sepenuhnya dilapisi dengan baja stainless, menciptakan karakter ikonik bangunan dan titik menuju jantung perkotaan.

Terminal penumpang adalah hub nasional dan internasional yang menghubungkan kereta, tram, bus, dan kereta bawah tanah (subway). Terminal transportasi publik di desain bagi kenyamanan penumpang, yang dapat terlihat di zona yang berbeda dari stasiun. Di dalamnya terdapat ruang komersial, lounge, restoran, kantor, parkir untuk mobil dan sepeda. Pada ruang terbuka yang luas memberikan kemudahan dalam melayani penumpang.

Sumber: http://www.archdaily.com/

Gambar 2.44. Retail stasiun

Di dalamnya terdapat informasi wisata, pusat informasi, pertokoan travel kereta api Belanda (NS), mesin penjualan tiket, dan fungsi komersil. Grand Café dan NS-lounge menawarkan pemandangan yang baik di hall dan jalur yang berdekatan. Ruang tunggu di hall dan lorong dihubungkan untuk melayani arus penumpang.

Kesimpulan :

Perancangan stasiun dilakukan dengan melakukan pendekatan terhadap konteks lingkungan sekitar. Akses utama diletakkan berada di jalur menuju pusat perkotaan. Hal ini bertujuan untuk kemudahan akses dari pusat kota menuju ke dalam stasiun. Di area terbuka, disediakan retail untuk komersil, penjualan tiket, dan pusat informasi.

2.4.6. Hasil Studi Banding Kriteria Pelayanan terhadap Perkeretaapian

(55)

Tabel 2.14. Hasil studi banding kriteria pelayanan terhadap perkeretaapian

No. Kriteria Pelayanan terhadap Perkeretaapian

1.

Kemudahan akses penumpang keluar-masuk stasiun kereta api serta melakukan akses lanjutan ke transportasi lainnya.

Kapasitas stasiun kereta api harus dapat mengantisipasi adanya lonjakan penumpang kereta api di waktu tertentu sehingga stasiun tidak terlalu padat.

Tingkat keamanan terhadap keselamatan penumpang.

Tingkat kenyamanan penumpang baik di dalam stasiun hingga masuk ke kereta api Tarif angkutan kereta api yang terjangkau sehingga membuat masyarakat beralih ke moda kereta api.

Waktu pengoperasian stasiun yang lebih terjadwal dibandingkan dengan dan disesuaikan dengan arus aktivitas masyarakat yang terdapat di kawasan Kwala Bekala.

Kecepatan jarak tempuh kereta api yang lebih singkat dibandingkan dengan transportasi darat lainnya.

Sumber: Olah data sendiri

2.5. Elaborasi Tema

2.5.1. Definisi Arsitektur Simbolisme

Arsitektur Simbolisme berasal dari dua kata yang berbeda, yaitu arsitektur dan simbolisme, yang memiliki pengertian sebagai berikut :

a. Seni dan ilmu dalam merancang bangunan

Bangunan adalah wadah bagi aktivitas manusia didalamnya yang kemudian bangunan tersebut diwujudkan menjadi suatu bentuk yang menarik sehingga bangunan memiliki sirkulasi yang teratur dan nyaman.

b. Lingkungan Binaan

(56)

Definisi simbolisme bila ditinjau dari arti kata adalah sebagai berikut :

a. Simbol : Lambang, sesuatu seperti tanda yang menyatakan suatu hal atau maksud yang memiliki makna tertentu.

b. Simbol : Sebagai tanda dapat juga menggambarkan suatu ide abstrak jadi tidak ada kemiripan antara bentuk tanda dan arti yang bebas antara signified (objek atau arti yang dimaksudkan) dari rupa tanda.

c. Simbolisme : Perihal pemakaian simbol (lambang)untuk mengekspresikan ide-ide. Dari penjabaran diatas, maka diperoleh definisi Arsitektur Simbolisme adalah seni dan ilmu keteknikan bangunan yang perencanaan dan perancangannya berdasarkan tanda dan lambing yang merupakan ekspresi langsung. Penggunaan simbolisme dalam rancangan arsitektur bertujuan untuk memusatkan perhatian pengguna bangunan dengan menyampaikan pemahaman fungsi bangunan atau ruang-ruang didalam bangunan.

Simbolisme merupakan teknik perancangan yang memberikan bentuk dan teknik yang diterapkan mengenai hal-hal fungsional dan berdasarkan rencana dalam memperkuat suatu arti serta memberikan keutuhan komposisi secara menyeluruh. Simbol adalah sebagai sign-vehicle atau alat yang menghadirkan dan sekaligus mengenalkan suatu objek. Simbol memiliki fungsi sebagai berikut :

 Sebagai ‘sign’ yang secara tidak langsung mengindikasikan suatudenotatum yang artinya

mengindikasikan adanya suatu objek tertentu sebagai tanda atau ‘sign’.

 Sebagai ‘sign’ yang secara langsung berfungsi sebagai significatum yang artinya kehadiran

objek memiliki maksud tertentu ataupun objek tersebut berasosiasi terhadap suatu hal tertentu. (Broadbent, 1986)

2.5.2. Latar Belakang Pemilihan Tema

Tema yang digunakan pada proyek Perancangan Stasiun Kereta Api di Kawasan Kwala Bekala adalah Arsitektur Simbolisme. Simbol, tanda, atau lambang merupakan metode ekspresi langsung. Penggunaan didalam rancangan arsitektur bertujuan untuk memfokuskan perhatian pengguna bangunan dengan menyampaikan pemahaman fungsi atau ruang di dalam arsitektur.

(57)

selalu berhubungan dengan bentuk-bentuk. Makna dari simbol-simbol ini biasanya dipengaruhi oleh tata letak bangunan, organisasi, dan karakter bangunan.

2.5.3. Interpretasi Tema Simbolisme

Terdapat beberapa jenis simbol yang dikaitkan dengan simbol itu sendiri sehingga memiliki kesan yang ditimbulkan oleh bentuk simbolis dan pesan langsung yang disampaikan oleh simbol. Semua simbol tersebut ditampilkan ke dalam bentuk-bentuk tertentu sebagai berikut

a. Simbol yang agak Tersamar

Suatu bentuk akan memberikan suatu makna yang tersamar pada jenis bangunan tertentu yang merupakan suatu simbol yang timbul untuk memenuhi fungsi bangunan tersebut. Misalnya, sebuah bangunan pabrik yang memiliki bentuk gerigi. Pada bangunan pabrik memiliki kebutuhan ruang yang besar dan luas yang disesuaikan dengan kebutuhan proses produksi dalam ruangan tersebut. Besar dan luasnya ruangan tersebut membutuhkan solusi berupa pembuatan atap khusus yang berfungsi untuk memasukkan cahaya agar ruangan yang besar tersebut tidak menjadi gelap dan mengganggu proses produksi.

Penggunaan bentuk tersebut digunakan secara berulang-ulang dengan tujuan yang sama, yaitu menciptakan ruangan agar tidak menjadi gelap. Dari bentuk tersbeut, maka masyarakat akan mudah mengenali bangunan tersebut sebagai bentuk simbolis pabrik. b. Simbol Metafora

Metafora merupakan suatu ungkapan bentuk yang mengharapkan tanggapan dari seseorang, baik dari bentuk keseluruhan atau terhadap bagian masyarakatnya, yaitu tingkat kecerdasan dan pengalamannya. Sebab seseorang selalu membandingkan bangunan yang diamatinya dengan bangunan atau benda lain.Berikut beberapa kesuksesan metafora yang dapat dirasakan dalam perancangan arsitektur sebagai berikut :

 Penggunaan Metafora Langsung

Penerapan bentuk dilakukan secara langsung dari bentuk yang akan dimetaforkannya. Bentuk ini biasanya menggambarkan fungsi dari bangunan tersebut untuk maksud tertentu, misalnya sebagai publikasi.

 Penggunaan Metafora Tidak Langsung

(58)

mengakibatkan adanya perbedaan tanggapan dari setiap pengamat terhadap bangunan tersebut.

c. Simbol Tanda Pengenal

 Tanda bulan-bintang sebagai simbol agama Islam  Tanda salib sebagai simbol agama Kristen

 Pura dengan ukiran-ukiran dan patung-patung dalam agama Hindu

 Stupa, Mandala, Dharma Cakra merupakan lambang dalam agama Buddha Beberapa contoh bangunan yang menjadi simbol :

 Obelisk, merupakan simbol yang berhubungan dengan dewa Matahari Mesir  Simbolisme Burung Hantu yang terlihat pada penataan taman dan jalan yang

membentuk gambar burung Hantu padasalah satu Pusat Perbelanjaan di Washington DC, Amerika Serikat.

 Bangunan Pentagon yang mengadopsi bentuk pentagram. Berikut terdapat 3 ciri-ciri dalam Arsitektur Simbolisme :

1. Simbol sebagai tanda yang mengacu terhadap suatu objek tertentu. Hal ini dimaksudkan dengan tujuan agar simbol dapat ditafsirkan sesuai dengan maksud sebenarnya.

2. Ikonik sebagai simbol atau tanda yang menyerupai suatu objek yang diwakili oleh suatu karakter tertentu yang dimiliki oleh objek yang sama. Di bagian ini, Rancangan bangunan dimulai dengan cara memperbaiki beberapa citra atau image tertentu yang mewakili suatu bangunan.

3. Indeks sebagai tanda dan representasi yang tidak selalu mengacu kepada suatu objek tertentu walaupun ada kesamaan yang terdapat pada indeks tersebut. Indeks biasanya menghasilkan hubungan yang dinamis antara ruang dan objek di satu sisi dengan ingatan orang yang akan mempengaruhi tanda tersebut di sisi lainnya.

Faktor-faktor yang dapat mewujudkan bentuk : 1. Fungsi

(59)

2. Simbol

Arsitek sebagai pewujud bentuk dapat menampilkan simbol sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat sehingga mudah dikenal oleh masyarakat. Simbol dapat pula timbul dari gagasan murni arsitek, tergantung pada kemampuan dan citra arsitek untuk mengeluarkan hal-hal yang baru. Simbol tadi mungkin dapat diterima dan diakui oleh masyarakat setelah melalui proses adaptasi yang membutuhkan waktu yang relatif lama. 3. Teknologi Struktur dan Bahan

Teknologi struktur dan bahan merupakan faktor terpenting dalam arsitektur. Bahan yang digunakan harus disusun dan dikonstruksikan dalam jumlah tertentu. Struktur pun mengandung keindahan karena struktur dibuat berdasarkan hukum keindahan.

2.5.4. Keterkaitan Tema dengan Judul

Perancangan Stasiun Kereta Api di Kawasan Kwala Bekala merupakan sebuah fungsi dalam menaungi kebutuhan orang dalam melakukan perjalanan menuju dan keluar dari Kwala Bekala. Dibangunnya stasiun kereta api di kawasan Kwala Bekala bertujuan untuk mengubah kebiasaan masyarakat yang selama ini menggunakan kendaraan pribadi sebagai transportasi utama.

Keberadaan stasiun kereta apimerupakan gerbang utama sebelum memasuki suatu kawasan. Sebagai pintu masuk Kwala Bekala, wujud stasiun kereta api harus memiliki tampilan yang menarik karena stasiun kereta api merupakan ‘wajah’ suatu kawasan tersebut. Pemilihan tema Simbolisme dapat dijadikan sebuah persepsi baru tentang bangunan stasiun yang berbeda dari stasiun lainnya.

2.5.5. Studi Banding Arsitektur dengan Tema Sejenis

a. Notre Dame du Haut

(60)

karena bangunan tidak seperti kapel pada umumnya, pertemuan bidang dinding dan atap tersusun secara diagonal membentuk perbedaan yang sangat kontras.

Sumber:https://upload.wikimedia.org

Gambar 2.45. Notre Dame du Haut

Pada dinding depan bagian selatan dan timur yang cekung seakan tertarik ke suatu titik tertentu di bawah atap yang menggantung (over hang) sangat lebar. Sedangkan pada bagian belakang, dinding utara dan barat berbentuk melengkung hingga ke menara tanpa atap. Antara utara dan barat dipersatukan dengan sebuah pintu di antara dinding yang melengkung. Sedangkan pada bagian dalam, ruanganberbentuk segi empat yang tidak teratur memanjang ke tenggara sampai ke altar. Pada rancangan kapelnya, Le Corbusier memadukan potensi-potensi alam di daerah tersebut dengan memberikan makna-makna keagamaan Kristen sehingga bentuknya mengandung banyak arti dan memberi bermacam-macam simbol.

Sumber:http://www.greatbuildings.com

(61)

Sudut dinding yang menjorok ke atas merepresentasikan sebagai haluan kapal. Atapnya diibaratkan sebagai perahu Nabi Nuh yang miring pada sisinya yang bermakna nabi Nuh menyelamatkan umat manusia dari bencana air bah. Kapel yang merupakan perpaduan gaya purbakala dan gaya religi Kristen ini menggunakan sistem struktur dinding pemikul dan atapnya merupakan suatu struktur rongga yang ditopang sebagian kolomnya dan sebagian lagi menopang pada blok di puncak dinding.

Pada bagian interior kapel yang meliputi dinding, atap, dan lantai membentuk kurva menuju altar, mengikuti bentuk alami dari lembah. Bentuk kompleksnya bermula dari tema parabola yang terdapat pada dinding timur untuk memantulkan suara dari luar altar kembali ke lembah.

Kesimpulan:

Bentuk sederhana bangunan ini terbentuk dari bidang atap dan dinding masif dari beton kasar sehingga memberikan citra berani tetapi sederhana. Kerumitan bangunan ini tidak seperti kapel pada umumnya, pertemuan bidang dinding dan atap tersusun secara diagonal membentuk perbedaan yang sangat kontras. Konsep bangunan ini memadukan potensi-potensi alam di daerah tersebut dengan memberikan makna-makna keagamaan Kristen sehingga bentuknya mengandung banyak arti dan memberi bermacam-macam simbol.

b.The Clyde Auditorium

(62)

Sumber:https://upload.wikimedia.org /

Gambar 2.47. The Clyde Auditorium

Struktur bangunan terbuat dari cangkang yang dilapisi material alumunium yang terpisah-pisah dan diatur secara bertimpa menciptakan bentuk skyline yang unik. Kompleks bangunan memiliki total luas lahan sebesar 25 Ha yang di dalamnya terdapat kompleks pameran, konferensi, dan kompleks hiburan dengan arena berkapasitas 12.500 orang. Sementara bangunanThe Armadillo merupakan bangunan tambahan yang dibuka pada tahun 1997.

Kesimpulan:

Bangunan diadaptasi dari model Trenggiling (Armadillo) yang berlokasi di tepian sungai. Penerapan struktur bangunan menggunakan system struktur cangkang yang dilapiskan oleh material alumunium yang saling terpisah dan disusun saling bertimpa.

c. Sydney Opera House

(63)

Sumber:https://upload.wikimedia.org/

Gambar 2.48. Sydney Opera House

Kompleks bangunan ini memiliki luas lahan sebesar 1,8 Ha dan untuk kantor seluas 4,5 Ha. Bangunan ini memiliki ketinggian 183 m dan lebar 120 m. Bangunan didukung oleh 580 pondasi tiang pancang beton yang tertanam sejauh 25 m di bawah laut dan dapat menampung sebanyak 25.000 orang.

Sumber:http://images.adsttc.com/me

Gambar 2.49. Akses masuk ke Sydney Opera House (kiri); tampak dari atas (kanan)

(64)

Kesimpulan:

Bangunan yang memiliki fungsi sebagai opera ini merepresentasikan wujud dari model layar kapal yang berada disekitaran lokasi bangunan sehingga menciptakan sebuah ikon dan kemudahan dalam mengenali kawasan tersebut. Penerapan struktur pada bangunan ini menggunakan sistem struktur cangkang yang memudahkan dalam membentuk model layar kapal.

Tabel 2.15. Kesimpulan studi banding proyek sejenis

No. Studi Banding Kesimpulan

1. Stasiun Dubai Metro Stasiun yang melayani kota Dubai ini memiliki masing –masing zona yang melayani rut eke berbagai tempat di Dubai. Perancangan stasiun mengadaptasikan bentuk urban.

2. Stasiun Lyon-Satolas TGV Stasiun ini berfungsi sebagai penghubung menuju ke bandara. Desain bangunan merepresentasikan model burung dan penggunaan material kaca sebagai pembentuk sayap burung.

3. Stasiun Rotterdam Centraal Stasiun didesain sebagai hub di Belanda dan memadukan antara gaya klasik dan urban. Konstruksinya menggunakan baja stainless sebagai struktur untuk atap bangunan dan penggunaan material kaca pada dinding bangunannya. Konsep Hall dirancang dengan ukuran besar yang dapat mengakomodasi jumlah penumpang yang banyak dengan disertai fungsi-fungsi pendukung didalamnya.

4. Notre Dame du Haut Bangunan dirancang berdasarkan pendekatan terhadap lingkungan sekitar (alam) dan keagamaan yang menjadikan bentuk kapel ini tidak seperti pada umumnya.

5. The Clyde Auditorium Bangunan yang mernggunakan struktur cangkang merepresentasikan dari bentuk sebuah binatang Trenggiling (Armadillo).

(65)

Kesimpulan akhir:

Stasiun sebagai tempat pemberhentian kereta api saat ini tidak hanya difungsikan sebagai sarana alat perpindahan penumpang, melainkan fungsi stasiun juga dapat dibuat menjadi area komersil. Dalam mendesain stasiun, hal utama yang perlu diperhatikan adalah mengenai sistem sirkulasi manusia dan kendaraan bermotor.

Perancangan bentukan massa bangunan disesuaikan dengan lansekap dan kondisi sekitar bangunan. Hal lain yang menentukan bentuk massa adalah tema yang digunakan didalamnya. Sistem rel pada stasiun menggunakan sistem elevated railway atau rel layang sehingga memudahkan kereta melaju dengan aman tanpa mengganggu sirkulasi kendaraan bermotor. Penggunaan konstruksi struktur cangkang umumnya sering digunakan pada bangunan berbentang lebar dan juga bagi bangunan yang mengakomodasi jumlah orang yang banyak.

Gambar

Gambar 2.5. Penggabungan fungsi bangunan secara horizontal (kiri) dan vertikal (kanan)
Gambar 2.10. Ukuran lebar sidewalk pada kawasan komersil
Gambar 2.12. Masterplan Kwala Bekala
Gambar 2.13. Penerapan konsep TOD pada kawasan Kwala Bekala
+7

Referensi

Dokumen terkait

USU, Medan.. Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi faktor penyebab anak putus sekolah di Kelurahan Kwala Bekala Kecmatan Medan Johor Kota Medan disebabkan oleh kurangnya minat

Kwala Bekala merupakan kawasan yang akan dibangun menjadi kota mandiri dan akan dikembangkan menjadi kawasan TOD(Transit Oriented Development)dimana pengembangan kota

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan program Raskin di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor, menganalisis bagaimana respon

Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi faktor penyebab anak putus sekolah di Kelurahan Kwala Bekala Kecmatan Medan Johor Kota Medan disebabkan oleh kurangnya minat

dalam jumlah yang besar. Tingkat keamanan

Kawasan Kwala Bekala atau juga Kota Kwala bekala merupakan salah satu wilayah yang termasuk dalam proyek pengembangan kawasan Transit Oriented Develpoment (TOD).. Dimana

Kata kunci : TOD (Transit Oriented Development) , Kawasan Kota Baru, Kwala. Bekala, Convention Hall, Arsitektur Ikonik