PENGARUH KARAKTERISTIK PEMILIK ANJING TERHADAP PARTISIPASINYA DALAM PROGRAM PENCEGAHAN
PENYAKIT RABIES DI KELURAHAN KWALA BEKALA KECAMATAN MEDAN JOHOR
KOTA MEDAN TAHUN 2009
SKRIPSI
Oleh :
NIM. 041000302 ELFIRA MALAHAYATI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
PENGARUH KARAKTERISTIK PEMILIK ANJING TERHADAP PARTISIPASINYA DALAM PROGRAM PENCEGAHAN
PENYAKIT RABIES DI KELURAHAN KWALA BEKALA KECAMATAN MEDAN JOHOR
KOTA MEDAN TAHUN 2009
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
NIM. 041000302 ELFIRA MALAHAYATI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul:
PENGARUH KARAKTERISTIK PEMILIK ANJING TERHADAP PARTISIPASINYA DALAM PROGRAM PENCEGAHAN
PENYAKIT RABIES DI KELURAHAN KWALA BEKALA KECAMATAN MEDAN JOHOR
KOTA MEDAN TAHUN 2009
Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh:
NIM. 041000302 ELFIRA MALAHAYATI
Telah Diuji dan Dipertahankan Di Hadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 20 Juni 2009
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si dr. Heldy B.Z, MPH NIP. 131996170 NIP. 131124052 Penguji II Penguji III
Siti Khadijah Nst, SKM, M.Kes dr. Fauzi, SKM NIP. 132231812 NIP. 140052649
Medan, Juli 2009
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Dekan,
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
ABSTRAK
Kasus rabies di Kota Medan masih tinggi. Tahun 2006 terdapat 314 kasus gigitan hewan tersangka rabies, dan 317 kasus ditahun 2007. Sampai September 2008 telah terdapat 312 kasus gigitan HPR (Hewan Penular Rabies), di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan terdapat 7 kasus gigitan HPR pada tahun 2006, sebanyak 25 kasus ditahun 2007, dilaporkan 1 orang meninggal dan sampai pertengahan bulan September 2008 telah terjadi 14 kasus gigitan HPR.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian survey dengan tipe
explanatory research. Bertujuan untuk menjelaskan pengaruh karakteristik pemilik
anjing (umur, pendidikan, pendapatan, pengetahuan, dan sikap) terhadap partisipasinya dalam program pencegahan penyakit rabies di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan tahun 2009. Populasi adalah seluruh pemilik anjing dengan jumlah sampel sebanyak 88 responden yang diambil secara random sederhana. Uji statistik yang digunakan adalah regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap partisipasi dalam program pencegahan penyakit rabies adalah umur (p=0,020) dan sikap (p=0,003). Variabel yang tidak memiliki pengaruh terhadap partisipasi dalam program pencegahan penyakit rabies adalah pendidikan, pendapatan, dan pengetahuan (p>0,05).
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada Dinas Peternakan Kota Medan dan Puskesmas Medan Johor melakukan penyuluhan kepada masyarakat di Kelurahan Kwala Bekala agar dapat membangun sikap yang positif terkait dengan pencegahan penyakit rabies.
ABSTRACT
Rabies cases in Medan is still high. In 2006 there were 314 suspected rabies cases, and 317 cases in 2007. Until September 2008 there were 312 cases of bites HPR (Hewan Penular Rabies), at Kwala Bekala village, of Medan Johor Sub district in Medan District there were 7 cases of bites HPR, 25 cases in 2007, 1 person was reported dead and up to mid-September 2008 there were 14 cases of bites HPR.
This kind of research was a survey with the type explanatory research that aims to explain the influence of the characteristics of the dog owner's (age, education, income, knowledge, and attitude) on participation in the prevention of rabies programs at Kwala Bekala village, of Medan Johor Sub District in Medan district, in 2009. The population were all of dog owners with the samples were 88 respondents and took by a simple random. The statistic test was used multiple linear regression.
The results of research shows that the variables which have significant influence on participation in the prevention of rabies programs are age (p=0.020) and attitude (p=0.003). The variables which have no influence on participation in the prevention of rabies programs are education, income, and knowledge (p>0.05).
Based on the results of the research, it is suggested that the Medan District Cattle-breeding Office and Medan Johor Health Centre to do health promotion for community at Kwala Bekala village in order to build a positive attitudes related to the prevention of rabies.
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Elfira Malahayati
Tempat/tanggal Lahir : Medan / 22 Oktober 1985
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Anak ke : 5 dari 5 bersaudara
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat Rumah : Jl. Binjai Km. 12 Komp. Palem Kencana, Jln. Palem
Raya Blok.I No.8 Sunggal, Deli Serdang.
Riwayat Pendidikan : 1. 1989-1991 : TK Bungong Keupula Lhokseumawe
2. 1991-1997 : SD Negeri Bertingkat Lhokseumawe
3. 1997-2000 : SLTP Negeri 1 Lhokseumawe
4. 2000-2003 : SMU Negeri 4 Binjai
5. 2004-2009 : Fakultas Kesehatan Masyarakat
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul: “Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam
Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009”, sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Dengan segala ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara (FKM-USU).
2. Ibu Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Departemen Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan FKM-USU, Dosen Penasehat Akademik, Dosen
Pembimbing I sekaligus Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis untuk
kesempurnaan skripsi ini.
3. Bapak dr. Heldy B.Z, MPH, selaku Dosen Pembimbing II dan Dosen Penguji I
yang telah banyak memberikan bantuan, pengarahan, dan bimbingan kepada
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
4. Ibu Siti Khadijah Nst, SKM, M.Kes, selaku Dosen Penguji II dan Bapak dr.
Fauzi, SKM selaku Dosen Penguji III yang telah banyak memberi masukan dan
saran-saran kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.
5. Seluruh dosen dan staf di FKM USU, yang telah memberikan bekal ilmu selama
penulis menjalani pendidikan.
6. Bapak Pulungan Harahap, SH, M.Si selaku Camat di Kecamatan Medan Johor
Kota Medan dan Bapak Enoh P. Tavip, S.Sos, selaku kepala Kelurahan Kwala
Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan yang telah membantu penulis dalam
melakukan penelitian.
7. Kepala Puskesmas Medan Johor, Kepala Puskesmas Pembantu Kwala Bekala dan
seluruh staf yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.
8. Teman-teman stambuk 2004, khususnya Dinda, Yuli, Vara, Naomi, Al Kautsar,
Sofian, dan Yesayas. Teman-teman seperjuangan di Departemen AKK, abang dan
kakak (Zai, Sadat, Telpa, Rika, Nelly, Cepti, Wiwik), Laina, Ninit, Tina, Nea,
Komala, Fitri, Mitha, Roni, dan Imron yang telah banyak memberikan dukungan,
nasehat, dan semangat bagi penulis.
9. Teman-teman semasa di SMP (Nanda dan Ega) dan di SMA, Andi, Popo, Muthia,
Enita, Aron dan Vendra yang telah banyak membantu menyemangati penulis.
10.Sahabat tercinta, Imel, Yana, Wiwid, Dita, dan Fiqa, yang telah banyak
membantu penulis, tidak pernah bosan memberikan masukan, nasehat, motivasi,
serta semangat kepada penulis. Terima kasih untuk persahabatan yang telah
11.Teristimewa, untuk kedua orang tua tercinta, Mama (Hj. Zuraima) dan Papa (H.
Syahrial Nupin) yang telah memberikan segalanya kepada penulis, doa, kasih
sayang, perhatian, bimbingan dan dorongan baik secara moril dan materil
sehingga penulis mampu menyelesaikan segala masalah yang dihadapi, serta tidak
pernah mengeluh dalam membiayai pendidikan penulis. Untuk abang dan kakak
(Iswadi Syahrial, S.Sos, Febri Yanti, Amd, Desri Wiana, M.Hum, Juliandrie
Papandro, S.H), untuk keponakan tersayang Yudha, Rara, dan Shila. Terima kasih
atas perhatian, kasih sayang, motivasi, dan bantuannya baik secara moril dan
materil. Untuk Umi, Ibu, dan juga Thiya. Terima kasih atas segala bantuan dan
support yang tiada henti.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam
rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juni 2009 Penulis,
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
DAFTAR ISI
Daftar Gambar ……… xiii
BAB I PENDAHULUAN ………. 1
2.1.4 Tipe dan Tanda-tanda Penyakit Rabies pada Hewan dan Manusia ………... 13
2.1.5 Tindakan Pencegahan dan Pemberantasan Kasus Rabies ……... 16
2.2 Kebijakan Program dan Strategi Pemberantasan Rabies ………. 16
2.2.1 Pemberantasan Rabies secara Nasional ……….. 16
2.2.2 Upaya pemberantasan Rabies di Sumatera Utara ………... 17
2.2.3 Program Pencegahan dan Pemberantasan Rabies oleh Direktorat Kesehatan Hewan Departemen Pertanian ... 18
2.2.4 Program Pencegahan Rabies oleh Direktorat Jenderal PPM&PL Departeman Kesehatan ... 19
2.3 Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies ………….. 20
2.4 Perilaku ……… 21
2.4.1 Perilaku Kesehatan ………. 21
2.4.2 Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies ………. 22
2.5 Partisipasi Masyarakat ………. 25
2.6 Kerangka Konsep penelitian ……… 27
BAB III METODE PENELITIAN ……… 29
4.1.1. Geografis dan Demografis ………. 34
4.2 Gambaran Program Pencegahan Penyakit Rabies di Kelurahan Kwala Bekala ... 36
4.3 Karakteristik Responden ……….. 37
4.3.1. Variabel Umur ……… 37
4.3.2. Variabel Pendidikan ………... 38
4.3.3. Variabel Pendapatan ……….. 38
4.3.4. Variabel Pengetahuan ………. 38
4.3.5. Variabel Sikap ……… 43
4.3.6. Variabel Partisipasi ……… 46
4.4 Hasil Uji Bivariat ………. 49
4.5 Hasil Uji Analisis Regresi Linear Berganda ……… 50
BAB V PEMBAHASAN ………... 52
5.1 Variabel Karakteristik Pemilik Anjing yang Berpengaruh Terhadap Partisipasinya Dalam program Pencegahan Penyakit Rabies ………... 52
5.1.1. Variabel Umur ……… 52
5.1.2. Variabel Sikap ……… 53
5.2 Variabel Karakteristik Pemilik Anjing yang Tidak Berpengaruh Terhadap Partisipasinya Dalam program Pencegahan Penyakit Rabies ………... 54
5.2.1. Variabel Pendidikan ………... 54
5.2.2. Variabel Pendapatan ……….. 55
5.2.3. Variabel Pengetahuan ……… 56
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ……… 61
6.1 Kesimpulan ……….. 61
6.2 Saran ………. 62
DAFTAR PUSTAKA ……….. 63 LAMPIRAN
1. Kuesioner Penelitian
2. Master Data dan Hasil-Hasil Pengolahan Statistik 3. Surat Permohonan Izin Peninjauan Riset
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1.1. Distribusi Kasus Gigitan HPR di Kota Medan Menurut Kecamatan
Tahun 2006 dan 2007 ………... 4
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Umur, Pendidikan, Pendapatan ………... 32
Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Pengetahuan dan Sikap ………... 33
Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ……….... 33
Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ……….... 34
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ………... 35
Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ……….... 35
Tabel 4.4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama ………... 36
Tabel 4.5. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Variabel Umur ……... 37
Tabel 4.6. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Variabel Pendidikan ... 38
Tabel 4.7. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Variabel Pendapatan .. 38
Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Pengetahuan Tentang Penyakit Rabies ……… 39
Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan Tentang Penyakit Rabies di Kelurahan Kwala Bekala Tahun 2009 ………. 42
Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Sikap Terhadap Pencegahan Penyakit Rabies ……….. 43
Tabel 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Terhadap Pencegahan Rabies di Kelurahan Kwala Bekala Tahun 2009 ……….... 46
Tabel 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Kegiatan Partisipasi dalam Pencegahan Penyakit Rabies ……….. 47
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
Tabel 4.14. Hasil Uji Statistik Korelasi Pearson Mengenai Hubungan Karakteristik Pemilik Anjing dengan Partisipasinya dalam Program Pencegahan
Penyakit Rabies ……….. 50
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1. Pola Penyebaran Rabies di Lapangan ………... 13
Gambar 2.2. Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies ………... 20
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit anjing gila atau yang dikenal dengan nama rabies merupakan suatu
penyakit infeksi akut pada susunan syaraf pusat, yang disebabkan oleh virus rabies
dan ditularkan melalui gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) yaitu anjing, kucing, dan
kera. Penyakit ini menular kepada manusia karena gigitan binatang-binatang tersebut.
Penyakit ini apabila menunjukkan gejala klinis pada hewan dan manusia selalu
diakhiri dengan kematian, sehingga mengakibatkan timbulnya rasa cemas dan takut
bagi orang yang terkena gigitan dan juga menimbulkan kekhawatiran serta keresahan
bagi masyarakat pada umumnya (Depkes RI, 2000).
Di Indonesia, kasus rabies pertama kali dilaporkan oleh Esser pada tahun
1884 pada seekor kerbau, kemudian oleh Penning tahun 1889 pada seekor anjing dan
oleh Eilerls de Zhaan tahun 1894 pada manusia. Semua kasus ini terjadi di Propinsi
Jawa Barat dan setelah itu penyakit rabies terus menyebar ke daerah Indonesia
lainnya (Depkes RI, 2003).
Daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies ada 17 propinsi yang
meliputi: Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu,
Sumatera Selatan dan Lampung), Pulau Sulawesi (Gorontalo, Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara), Pulau Kalimantan
(Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur) dan Pulau Flores.
Kasus terakhir yang terjadi adalah di Propinsi Bali dan Propinsi Maluku (Kota
Ambon dan Pulau Seram) (Deptan RI, 2007).
Propinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat telah dinyatakan bebas dari
rabies melalui SK Menteri Pertanian No. 566 Tahun 2004 setelah dilakukan evaluasi
dari hasil surveilans yang dilakukan oleh Balai Besar Veteriner Wates tidak
ditemukan kasus rabies di Propinsi DKI Jakarta dan Banten sejak tahun 1996, dan
Propinsi Jawa Barat sejak tahun 2001. Dengan diterbitkannya SK Mentan bebas
rabies ini, maka seluruh Pulau Jawa telah bebas rabies karena Jawa Timur, Jawa
Tengah dan DI Yogyakarta telah lebih dahulu dinyatakan bebas rabies berdasarkan
SK Mentan No. 897 Tahun 1997 (Deptan RI, 2007).
Daerah yang secara historis bebas rabies (belum pernah ada kasus rabies)
adalah Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (kecuali Pulau Flores),
Kalimantan Barat, Papua, Irian Jaya Barat, Maluku Utara, Kepulauan Riau dan
Kepulauan Bangka-Belitung dan sampai saat ini tetap dapat dipertahankan bebas
rabies. Meskipun demikian vaksinasi tetap harus dilaksanakan terutama di
kabupaten-kabupaten yang berbatasan langsung ke Pulau Sumatera (Deptan RI, 2007).
Pada tahun 2000, Propinsi Maluku merupakan daerah yang dinyatakan bebas
rabies oleh Dinas Kesehatan. Namun di tahun 2005 dan di bulan Juni 2008,
ditemukan kembali adanya kasus rabies di propinsi ini tepatnya di daerah kota
Ambon dan pulau Seram. Begitu pula dengan Propinsi Bali yang dulunya secara
historis belum pernah terjangkit kasus rabies di bulan Oktober tahun 2008 dikejutkan
dengan terjadinya empat kasus kematian akibat rabies serta dinyatakan sebagai
daerah KLB rabies oleh Pemerintah Propinsi Bali yang tertuang dalam Peraturan
Menteri Pertanian Anton Apriyantono pada 1 Desember 2008. Hal ini membuktikan
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
kemungkinan untuk tertular rabies apabila program pencegahan dan pemberantasan
rabies tidak dilakukan secara berkesinambungan (Soeharsono, 2008).
Di Sumatera Utara kasus gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) tergolong
tinggi, yaitu pada tahun 2004 kasus gigitan sebanyak 1.290 kasus; dari 9 spesimen
hewan yang diperiksa 9 spesimen tersebut dinyatakan positif rabies. Pada tahun 2005
terjadi kasus gigitan sebanyak 1.430 kasus; dari 20 spesimen yang diperiksa 20
dinyatakan positif rabies. Pada tahun 2006 jumlah kasus gigitan meningkat menjadi
1.640 kasus, dari 6 spesimen yang diperiksa keenamnya dinyatakan positif rabies.
Adapun kasus meninggal akibat rabies sebanyak 7 orang pada tahun 2004, tahun
2005 meninggal 5 orang, dan tahun 2006 meninggal sebanyak 7 orang.
Pada tahun 2004, dari 1.290 kasus gigitan yang terjadi, terdapat sebanyak
1.012 orang (78,4%) penderita luka gigitan HPR yang mendapatkan Vaksin Anti
Rabies (VAR). Tahun 2005, dari 1.430 kasus gigitan HPR, terdapat sebanyak 897
orang (62,7%) yang mendapatkan VAR, dan di tahun 2006 dari 1.640 kasus gigitan
HPR, terdapat sebanyak 1.205 orang (73,5%) penderita gigitan yang mendapatkan
VAR (Dinkes Prop. Sumut, 2007).
Kota Medan termasuk salah satu daerah dengan kasus gigitan HPR yang
tinggi. Pada tahun 2006 terjadi kasus gigitan HPR sebanyak 314 kasus, dan dari 6
spesimen yang diperiksa semuanya positif rabies. Pada tahun 2007 terjadi gigitan
HPR sebanyak 317 kasus, dari 9 spesimen yang diperiksa semua dinyatakan positif
rabies. Sampai akhir bulan September 2008 telah terjadi kasus gigitan HPR sebanyak
Dari data tahun 2006 dan tahun 2007 dapat dilihat bahwa kasus gigitan HPR di Kota
Medan mengalami peningkatan (Dinkes Kota Medan, 2008).
Data dari Dinas Kesehatan Kota Medan mengenai distribusi kasus gigitan
HPR di Kota Medan per kecamatan di tahun 2006 dan 2007 secara rinci dapat dilihat
pada Tabel 1.1 berikut:
Tabel 1.1 Distribusi Kasus Gigitan HPR di Kota Medan Menurut Kecamatan Tahun 2006, 2007 dan sampai September 2008.
No Kecamatan Medan 2006 2007 September 2008
1. Amplas 20 14 10
Sumber: Laporan Tahunan Program P2 Rabies Kota Medan Tahun 2006, 2007 dan sampai September 2008.
Di Kota Medan, Medan Johor merupakan salah satu kecamatan dengan kasus
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
terjangkit rabies yang tersebar di 6 kelurahan, yaitu Kelurahan Gedung Johor,
Kelurahan Pangkalan Mansyur, Kelurahan Kwala Bekala, Kelurahan Titi Kuning,
Kelurahan Suka Maju, dan Kelurahan Kedai Durian (Dinkes kota Medan, 2007).
Di Kecamatan Medan Johor pada tahun 2006 terjadi kasus gigitan Hewan
Penular Rabies (HPR) sebanyak 14 kasus. Pada tahun 2007 terjadi peningkatan kasus
gigitan menjadi sebanyak 38 kasus, dan kecamatan ini menjadi kecamatan dengan
kasus gigitan HPR tertinggi kedua setelah Kecamatan Medan Tuntungan, dan
dilaporkan 1 orang meninggal akibat rabies di bulan April 2007. Sampai pada akhir
bulan September 2008 terjadi kasus gigitan 24 kasus. Dari data tahun 2006 dan 2007
terlihat jelas bahwa terjadi peningkatan kasus gigitan HPR yang sangat tinggi. Oleh
karena itu, penyakit rabies masih menjadi masalah yang serius di Kecamatan Medan
Johor.
Pada tahun 2006, dari 14 kasus gigitan HPR yang terjadi, terdapat sebanyak
10 orang (71,4%) penderita gigitan yang mendapatkan VAR. Tahun 2007, dari 38
kasus gigitan HPR, terdapat 27 orang (71%) penderita gigitan yang mendapatkan
VAR, dan sampai akhir bulan September 2008 dari 24 kasus gigitan HPR, sebanyak
16 orang (66,6%) penderita gigitan HPR yang mendapatkan VAR (Dinkes kota
Medan, 2008).
Kelurahan Kwala Bekala merupakan kelurahan yang memiliki kasus gigitan
HPR paling tinggi di Kecamatan Medan Johor. Pada tahun 2006 terjadi kasus gigitan
HPR sebanyak 7 kasus. Pada tahun 2007 terjadi kasus gigitan HPR sebanyak 25
kasus, dilaporkan 1 orang meninggal pada bulan April 2007 dan sampai pertengahan
Pada tahun 2006 tidak ada spesimen yang diperiksa karena anjing yang
menggigit langsung dibunuh lalu dikubur atau dibuang. Hingga pertengahan bulan
Mei 2007 terdapat 1 spesimen anjing peliharaan yang diperiksa dan dinyatakan
positif. Berdasarkan data jumlah populasi anjing peliharaan di Kelurahan Kwala
Bekala sebanyak 773 ekor (Profil Puskesmas Medan Johor, 2008).
Menurut Kepala Puskesmas Pembantu Kwala Bekala, dari tahun 2006 sampai
bulan September 2008 diketahui hewan penular rabies di wilayah ini adalah anjing.
Selain anjing peliharaan, di daerah ini juga terdapat anjing-anjing liar yang sering
terlihat berkeliaran walaupun jumlahnya diperkirakan tidak banyak. Sangat sulit
membedakan antara anjing peliharaan dengan anjing liar di kelurahan ini sebab
anjing peliharaan dibiarkan lepas berkeliaran oleh pemiliknya. Oleh karena itu, peran
dari Pemda yang dalam hal ini adalah menangani dan mengeliminasi anjing liar yang
dilakukan oleh Dinas Peternakan Kota Medan tidak terlihat.
Adapun kegiatan yang dilakukan oleh sektor peternakan adalah berfokus pada
pemberantasan rabies pada hewan penular rabies. Peranan yang telah dilakukan oleh
Dinas Peternakan Kota Medan dalam pencegahan penyakit rabies adalah melakukan
vaksinasi, eliminasi dan mengobservasi anjing tersangka rabies. Menurut kepala
bagian kesehatan hewan Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, kegiatan
vaksinasi hewan anjing tidak dikenai biaya, namun dalam pelaksanaannya pemilik
anjing harus membayar Rp. 15.000,- per satu ekor anjing peliharaan. Biaya ini
ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah sebagai biaya operasional, dan jadwal
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
Program kegiatan yang dilakukan oleh sektor kesehatan adalah berfokus pada
penanganan manusia korban gigitan hewan penular rabies. Peranan dari Dinas
Kesehatan Kota Medan dalam pencegahan penyakit rabies adalah memberikan
Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR) pada penderita gigitan
HPR, sedangkan yang dilakukan oleh pihak Puskesmas adalah memberikan
pertolongan pertama pada penderita luka gigitan HPR, penyuluhan mengenai
pencegahan penyakit rabies, dan pendataan kepemilikan anjing peliharaan (Depkes,
2003).
Menurut pegawai bagian pencegahan dan pemberantasan penyakit rabies
Dinas Kesehatan Kota Medan, pemberian VAR atau SAR untuk penderita luka
gigitan HPR hanya dapat dilakukan di Dinas Kesehatan saja. Vaksin tidak tersedia di
seluruh Puskesmas di Kota Medan. Pemberian VAR dan SAR dilakukan secara gratis
atau tidak dipungut biaya.
Mengingat bahaya dan keganasan rabies terhadap kesehatan dan ketentraman
hidup masyarakat, maka usaha pengendalian penyakit berupa pencegahan,
pemberantasan dan penanggulangan perlu dilaksanakan seintensif mungkin (Hiswani,
2003).
Salah satu strategi yang dilakukan dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan rabies adalah dengan meningkatkan penyuluhan kesehatan
masyarakat untuk meningkatkan Peran Serta Masyarakat (PSM), di mana yang
menjadi sasaran adalah: individu, keluarga, dan masyarakat di daerah tertular rabies
melakukan identifikasi pengetahuan, sikap, dan perilaku (tindakan) masyarakat
tentang rabies (Depkes RI, 2003).
Perilaku masyarakat yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah terjadinya risiko penyakit,
melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berpartisipasi aktif dalam gerakan
kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2000).
Partisipasi masyarakat merupakan suatu hasil dari pemberdayaan masyarakat,
yang memiliki beberapa konsep partisipasi dari kata lain untuk mobilisasi (misalnya
partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan) sampai konsep pilihan tindakan
berdasarkan kesadaran sendiri. Dari konsep partisipasi sebagai alat untuk
meningkatkan efisiensi proyek pembangunan sampai konsep partisipasi sebagai
tujuan akhir pembangunan (Agusta, 2006).
Perilaku, yang dalam hal ini adalah partisipasi pemilik anjing, sangat
dipengaruhi oleh karakteristik manusia itu sendiri, oleh sebab itu dalam membina dan
meningkatkan kesehatan masyarakat, maka intervensi atau upaya yang ditujukan
kepada faktor perilaku ini sangat strategis (Notoatmodjo, 2007).
Dari segi teknis, pencegahan dan pemberantasan rabies dilakukan secara
konsisten, namun dalam pelaksanaannya di lapangan tidak sederhana. Banyak
aspek-aspek non-teknis, baik berupa sosial budaya maupun tingkat pendidikan dan kondisi
ekonomi masyarakat yang memengaruhinya. Aspek-aspek tersebut saling
berhubungan satu dengan yang lain baik secara langsung maupun tidak langsung,
sehingga pencegahan dan pemberantasan rabies di lapangan tidak mudah
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yusra di Kabupaten Solok Sumatera
Barat tahun 2007 menyebutkan bahwa pengetahuan dan sikap pemilik anjing tidak
mempunyai kontribusi yang besar terhadap tindakannya dalam pencegahan penyakit
rabies.
Berbeda dengan hasil penelitian Yusra, hasil penelitian yang dilakukan oleh
Efelina F. Lumbantoruan di Desa Namoriam Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli
Serdang tahun 2007 menyebutkan bahwa sikap pemilik anjing mempunyai kontribusi
kuat dibandingkan dengan faktor pendidikan dan pengetahuan dalam pencegahan
penyakit rabies.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
tentang bagaimana pengaruh karakteristik pemilik anjing yang meliputi: umur,
pendidikan, pendapatan, pengetahuan, dan sikap terhadap partisipasinya dalam
Program Pencegahan Penyakit Rabies di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan
Johor tahun 2009.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi perumusan
masalah adalah: “Bagaimana pengaruh karakteristik pemilik anjing yang meliputi:
umur, pendidikan, pendapatan, pengetahuan dan sikap terhadap partisipasinya dalam
Program Pencegahan Penyakit Rabies di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh karakteristik pemilik
anjing yang meliputi: umur, pendidikan, pendapatan, pengetahuan dan sikap terhadap
partisipasinya dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies di Kelurahan Kwala
Bekala Kecamatan Medan Johor tahun 2009.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Sebagai masukan bagi masyarakat di Kecamatan Medan Johor dalam
meningkatkan perilaku hidup sehat terhadap pencegahan penyakit rabies.
b. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dan Dinas
Peternakan Kota Medan dalam proses pengambilan kebijakan dalam
penanggulangan penyakit rabies.
c. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Medan Johor dalam upaya
penanggulangan penyakit rabies.
d. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain dan sebagai bahan referensi di
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rabies 2.1.1. Pengertian
Penyakit rabies atau dikenal juga dengan penyakit anjing gila merupakan
salah satu penyakit zoonosa (penyakit hewan yang dapat menular ke manusia) dan
penyakit hewan menular yang akut dari susunan syarat pusat yang dapat menyerang
hewan berdarah panas serta manusia yang disebabkan oleh virus rabies.
Penyakit rabies menular pada manusia melalui gigitan hewan penderita atau
dapat pula melalui luka karena air liur hewan penderita rabies. Hewan utama sebagai
penyebar/penular rabies adalah anjing, oleh karenanya perhatian utama dalam upaya
pemberantasan penyakit rabies adalah terhadap hewan tersebut.
Penyakit ini menyerang otak dan selalu berakhir dengan kematian pada
manusia maupun hewan, apabila telah timbul gejala klinis. Penyakit ini disebabkan
oleh virus dan dapat menginfeksi semua hewan menyusui (mamalia) walaupun
ditularkan oleh anjing, serigala, kelelawar, dan carnivora lainnya (Depkes RI, 2000).
2.1.2. Cara Penularan
Penyakit rabies disebabkan oleh virus Lysavirus dari family Rhapdoviridae.
Virus rabies ini masuk ke dalam tubuh manusia atau hewan melalui luka gigitan
hewan penderita rabies dan luka terkena air liur hewan atau manusia penderita rabies,
maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan di dekatnya,
kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut syaraf posterior tanpa
menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya.
Masa inkubasi bervariasi yaitu antara 2 minggu sampai 2 tahun, tetapi pada
umumnya 2-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang harus ditempuh oleh virus
sebelum mencapai otak. Sesampainya di otak, virus memperbanyak diri dan
menyebar luas dalam semua bagian neuron sentral, kemudian ke arah perifer dalam
serabut syaraf eferen dan pada syaraf volunteer maupun syaraf otonom. Virus ini
menyerang hampir tiap organ dan jaringan dalam tubuh dan berkembangbiak dalam
jaringan-jaringan seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya (Depkes RI, 2000).
2.1.3. Pola Penyebaran
Penularan rabies di lapangan (rural rabies) berawal dari suatu kondisi anjing
yang tidak dipelihara dengan baik atau anjing liar yang merupakan ciri khas yang ada
di pedesaan yang berkembang sangat fluktuatif dan sulit dikendalikan, hal ini
merupakan suatu kondisi yang sangat kondusif untuk menjadikan suatu daerah dapat
bertahan menjadi daerah endemis rabies.
Pada umumnya, manusia merupakan terminal akhir dari korban gigitan,
karena sampai saat ini belum ada kasus manusia menggigit anjing. Sementara itu
anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar dan anjing pelihara dapat saling
menggigit satu sama lainnya. Apabila salah satu diantara anjing yang menggigit
tersebut positif (+) rabies, maka akan terjadi kasus-kasus positif (+) rabies yang
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
Secara alami dan yang sering terjadi, pola penyebaran rabies adalah seperti
gambar di bawah ini:
Gambar 2.1. Pola Penyebaran Rabies di Lapangan (Departemen Pertanian, 2003)
2.1.4. Tipe dan Tanda-Tanda Penyakit Rabies Pada Hewan dan Manusia 1. Tipe Rabies
Tipe rabies pada hewan penular rabies ada dua tipe dengan gejala-gejala
sebagai berikut:
a. Rabies Ganas
Gejala-gejalanya adalah: Tidak menuruti lagi perintah pemilik, air liur keluar
berlebihan, hewan menjadi ganas, menyerang atau menggigit apa saja yang
ditemukan dan ekor dilengkungkan ke bawah perut di antara dua paha,
kejang-kejang kemudian lumpuh, biasanya mati setelah 4-7 hari sejak timbul gejala atau
paling lama 12 hari setelah penggigitan.
b. Rabies Tenang
Gejala-gejalanya adalah: Bersembunyi di tempat yang gelap dan sejuk,
kejang-kejang berlangsung singkat bahkan sering tidak terlihat, kelumpuhan,
tidak mampu menelan, mulut terbuka dan air liur keluar berlebihan, kematian
terjadi dalam waktu singkat. ANJING
LIAR
MANUSIA ANJING
PELIHARAAN ANJING
2. Tanda Rabies Pada Anjing dan Pada Manusia a. Tanda Rabies Pada Anjing
Tanda rabies pada anjing: Menggonggong, menyerang secara tiba-tiba anjing
tidak lagi kenal tuannya, banyak mengeluarkan air liur, menggigit segala sesuatu,
kesulitan melihat, berjalan tanpa arah, rahang turun, tidak mampu menelan, makan
tanah dan batang kayu, sukar bernafas, muntah, susah berjalan, kelumpuhan, ekor
menggantung terletak di antara kedua kaki belakang (Hiswani, 2003).
b. Tanda Rabies Pada Manusia a) Stadium Prodromal
Gejala awal berupa demam, sakit kepala, malaise, sakit, kehilangan nafsu
makan, mual, rasa nyeri di tenggorokan, batuk, dan kelelahan luar biasa
selama beberapa hari (1-4 hari). Gejala ini merupakan gejala yang spesifik
dari orang yang terinfeksi virus rabies yang muncul 1-2 bulan setelah
gigitan hewan penular rabies.
b) Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada bekas luka
gigitan dan secara bertahap terus berkembang menyebar ke anggota badan
yang lain, kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang
berlebihan terhadap rangsangan sensorik.
c) Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot dan aktivasi simpatik menjadi meninggi dengan gejala
hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi, dan pupildilatasi. Bersama
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
khas pada stadium ini adalah adanya macam-macam fobia, yang sangat
sering diantaranya adalah hidrofobia (ketakutan terhadap air). Kontraksi
otot faring dan otot-otot pernafasan dapat pula ditimbulkan oleh
rangsangan sensorik seperti meniupkan udara ke wajah penderita atau
menjatuhkan sinar ke mata atau dengan menepuk tangan di dekat telinga
penderita.
d) Stadium Paralisis
Predisposisi terjadinya ragam gejala klinis rabies pada manusia
dipengaruhi antara lain oleh perbedaan galur virus yang menginfeksi, jenis
hewan penular, dan letak gigitan di anggota badan (Budi Tri Akoso,
2007).
Ditinjau dari segi jumlahnya, stadium paralisis rabies pada manusia
dijumpai kurang lebih hanya sekitar seperlima dari kasus yang terjadi,
tetapi untuk hewan merupakan gejala paling sering dijumpai sebelum
terjadi kematian. Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam
stadium eksitasi. Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala
eksitasi, melainkan gejala-gejala paresis, yaitu otot-otot yang bersifat
progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang
memperlihatkan gejala paresis otot-otot yang bersifat asenden, yang
selanjutnya meninggal karena kelumpuhan otot-otot pernafasan (Depkes
2.1.5. Tindakan Pencegahan dan Pemberantasan Kasus Rabies
Menurut Levi (2004), tindakan pencegahan dan pemberantasan kasus rabies
yang dapat dilakukan adalah:
a. Anjing peliharaan, tidak boleh dilepas berkeliaran, harus didaftarkan ke kantor
Kepala Desa atau Kelurahan atau Petugas Dinas Peternakan setempat.
b. Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak lebih dari 2 meter.
c. Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai yang
panjangnya tidak lebih dari 2 meter dan moncongnya harus menggunakan
berangus (berongsong).
d. Pemilik anjing harus memvaksinasi anjingnya.
e. Anjing liar atau anjing yang diliarkan harus segera dilaporkan kepada petugas
Dinas Peternakan atau pos kesehatan hewan untuk diberantas atau dimusnahkan.
f. Kurangi sumber makanan ditempat terbuka untuk mengurangi anjing liar atau
anjing yang diliarkan.
g. Daerah yang terbebas dari penyakit rabies harus mencegah masuknya anjing,
kucing, kera, dan hewan sejenis dari daerah tertular rabies.
h. Masyarakat harus waspada terhadap anjing yang diliarkan dan segera melaporkan
kepada petugas Dinas Peternakan atau posko rabies.
2.2. Kebijakan Program dan Strategi Pemberantasan Rabies 2.2.1. Pemberantasan Rabies secara Nasional
Program pemberantasan rabies di Indonesia dilaksanakan melalui kegiatan
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
dan Departemen Dalam Negeri berdasarkan SKB antara Menteri Kesehatan RI,
Menteri Pertanian RI, Menteri Dalam Negeri No.279/SK/VIII/1978,
No.522/KPTS/UM/8/78, No.143 Tahun 1978 tentang peningkatan pemberantasan
penanggulangan rabies.
Langkah operasional pembebasan rabies garis besarnya telah dituangkan
dalam surat keputusan bersama tiga Direktur (Peternakan, PUOD, dan PPM & PLP)
yang mencakup antara lain:
a) Vaksinasi dan eliminasi hewan penular rabies.
b) Penyuluhan dan peningkatan peran serta masyarakat.
c) Pengamatan, penyelidikan, observasi, dan diagnosa hewan tersangka.
d) Penertiban dan pengawasan pemeliharaan hewan penular rabies serta pengawasan
lalu lintas hewan.
e) Pertolongan orang yang digigit hewan penderita rabies.
f) Peningkatan kerjasama pemberantasan antara negara tetangga (Depkes RI, 2003).
2.2.2. Upaya Pemberantasan Rabies di Sumatera Utara
Kebijakan pemberantasan rabies dilakukan dengan alasan utama untuk
perlindungan kehidupan manusia dan mencegah penyebaran ke hewan lokal dan
satwa liar. Hal ini dapat dicapai dengan menjalankan gabungan atau kombinasi
strategi di bawah ini:
1. Karantina dan pengawasan lalu lintas terhadap hewan penular penyakit.
2. Pemusnahan hewan tertular dan hewan yang kontak untuk mencegah sumber
3. Vaksinasi semua hewan yang dipelihara di daerah tertular untuk melindungi
hewan terhadap infeksi dan mengurangi kontak terhadap manusia.
4. Penelusuran dan surveilans untuk menentukan sumber penularan dan arah
pembebasan dari penyakit.
5. Kampanye peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness) untuk
memfasilitasi kerjasama masyarakat terutama dari pemilik hewan dan komunitas
yang terkait (Depkes RI, 2000).
2.2.3. Program Pencegahan dan Pemberantasan Rabies oleh Direktorat Kesehatan Hewan Departemen Pertanian
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Peternakan adalah
sebagai berikut:
1. Hindari kejadian penggigitan
a. Anjing peliharaan diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari
2 meter.
b. Anjing peliharaan diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari
2 meter dan moncongnya diberangus ketika hendak dibawa keluar rumah.
c. Anjing peliharaan tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran.
2. Vaksinasi rabies pada anjing, kucing, kera/monyet peliharaan secara teratur setiap
tahun.
3. Memberantas, memusnahkan atau mengeliminasi anjing liar atau yang
berkeliaran dengan menggunakan umpan, misalnya bakso atau ikan yang diberi
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
4. Dilakukan penangkapan anjing liar/berkeliaran di tempat umum selanjutnya
dilakukan pembunuhan (Deptan, 2006).
2.2.4. Program Pencegahan Rabies oleh Direktorat Jenderal PPM & PL Departemen Kesehatan
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan adalah
sebagai berikut:
1. Vaksinasi Anti Rabies pada manusia korban kasus gigitan hewan tersangka
rabies melalui pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) atau kombinasi VAR
dan Serum Anti Rabies (SAR) di Puskesmas dan Rumah Sakit.
2. Melaksanakan penyuluhan dan follow up pengobatan melalui kunjungan
petugas Puskesmas ke tempat penderita.
3. Melakukan pelacakan kasus gigitan tambahan melalui Penyelidikan
Epidemiologi (PE), dan melakukan rujukan penderita rabies ke Rumah Sakit
guna perawatan intensif
4. Apabila terjadi kasus gigitan, diharapkan masyarakat dapat melakukan
pertolongan pertama dengan:
a. Mencuci luka gigitan dengan sabun atau detergen, dengan air mengalir
selama 10-15 menit.
b. Luka gigitan jangan diikat. Kemudian segera ke Puskesmas/RS
terdekat dan laporkan kasus gigitan ke desa/kelurahan (Depkes RI,
2.3. Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies
Gambar 2.2 Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies (Depkes RI, 2000)
Anjing, Kucing, dan Kera
Luka risiko
Hewan penggigit dapat ditangkap dan diobservasi 10-14 hari Hewan penggigit lari/hilang dan tidak
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
2.4. Perilaku
Perilaku dibentuk melalui suatu bentuk proses dan berlangsung dalam
interaksi manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang memengaruhi
terbentuknya perilaku dibedakan menjadi dua, yaitu: faktor intern dan ekstern. Faktor
intern mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, dan sebagainya yang
berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Faktor ekstern meliputi lingkungan
sekitar, baik fisik maupun nonfisik seperti iklim, manusia, sosio ekonomi,
kebudayaan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
2.4.1. Perilaku Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan pada dasarnya adalah
respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan.
Robert Kwick yang mengutip pendapat Notoatmodjo (2003) menyatakan
bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati
dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya
suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu
cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi
objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia.
Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk
kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain tersebut diukur dari:
a. Pengetahuan (knowledge)
c. Praktek atau tindakan (practice)
Uraian dari ketiga domain tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
(overt behavior).
b. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan
bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku (Notoatmodjo,
2003).
c. Praktek atau tindakan (practice)
Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas,
dukungan dari pihak lain, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
2.4.2. Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing terhadap Partisipasinya dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies.
Manusia adalah individu dengan jati diri yang khas yang memiliki
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
karakteristik tersebut seperti: umur, jenis kelamin, suku bangsa, kebangsaan,
pendidikan, dan lain-lain (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2003), beberapa faktor individu (person) yang terkait
kesehatan antara lain:
a) Umur
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan dalam penyelidikan-penyelidikan
epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian di dalam hampir semua
keadaan menunjukkan hubungan dengan umur. Untuk kepentingan perbandingan
WHO menganjurkan pembagian-pembagian umur menurut tingkat kedewasaan:
0-14 tahun : bayi dan anak-anak
15-49 tahun : orang muda dan dewasa
50 tahun ke atas : orang tua
b) Jenis kelamin
Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih tinggi di
kalangan wanita, sedangkan angka kematian lebih tinggi di kalangan pria.
Perbedaan ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor intrinsik yang meliputi faktor
keturunan yang terkait jenis kelamin atau perbedaan hormonal dan faktor-faktor
lingkungan (lebih banyak pria penghisap rokok, minum-minuman keras, pekerja
berat).
c) Kelas Sosial
Kelas sosial ini ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, tempat tinggal. Hal-hal ini dapat memengaruhi berbagai aspek
d) Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan juga dapat berperan di dalam timbulnya penyakit.
e) Penghasilan
Merupakan variabel yang dinilai hubungannya dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan maupun pencegahan penyakit.
f) Golongan etnik/ Suku
Berbagai golongan etnik dapat berbeda di dalam kebiasaan makan, susunan
genetika, gaya hidup, dan sebagainya yang dapat mengakibatkan
perbedaan-perbedaan di dalam angka kesakitan atau kematian.
Menurut Azwar (1988), kebutuhan dan tuntutan seseorang terhadap kesehatan
amat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sosial budaya, dan ekonomi orang
tersebut. Jika tingkat pendidikan baik, keadaan sosial budaya dan sosial ekonomi juga
baik, maka secara relatif kebutuhan dan tuntutannya terhadap kesehatan akan tinggi.
Hal ini sebaiknya akan ditemukan jika tingkat pendidikan, keadaan sosial budaya dan
sosial ekonomi belum memuaskan.
Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan,
baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya. Latar belakang sosial,
srtuktur sosial, dan ekonomi mempunyai pengaruh terhadap perilaku kesehatan
masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa banyak faktor
karakteristik individu yang berhubungan atau berpengaruh terhadap perilaku
kesehatan. Faktor karakteristik tersebut tidak dapat secara keseluruhan menjadi
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
terhadap perilaku yang dalam hal ini adalah partisipasi pemilik anjing dalam program
pencegahan penyakit rabies dibatasi hanya pada karakteristik: (1) Umur, (2)
Pendidikan, (3) Pendapatan, (4) Pengetahuan, (5) Sikap.
2.5. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat merupakan suatu bentuk peran serta atau keterlibatan
masyarakat dalam pencegahan penyakit rabies. Partisipasi masyarakat, yang dalam
hal ini partisipasi pemilik anjing menunjukkan bukti bahwa pemilik anjing merasa
terlibat dan merasa menjadi bagian dari pembangunan. Hal ini akan sangat
berdampak positif terhadap keberhasilan pelaksanaan suatu program pembangunan
(Depkes RI, 2003).
Menurut Mikkelsen yang dikutip Ardian (2006) yang mengutip berbagai
kajian FAO (Food Agriculture Organization) terdapat beragam arti kata partisipasi,
antara lain:
1) Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada program tanpa ikut
serta dalam pengambilan keputusan.
2) Partisipasi adalah ‘pemekaan’ (membuat peka) pihak masyarakat untuk
meninggalkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi
program-program pembangunan.
3) Partisipasi adalah suatu proses yang aktif yang mengandung arti bahwa orang
atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya
4) Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para
staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring agar memperoleh
informasi mengenai konteks sosial dan dampak-dampaknya.
5) Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang
ditentukan sendiri.
6) Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan
dan lingkungan mereka.
Menurut Notoatmodjo (2007), partisipasi masyarakat di bidang kesehatan
berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah
kesehatan mereka sendiri. Di dalam partisipasi, setiap anggota masyarakat dituntut
suatu kontribusi atau sumbangan yang diwujudkan dalam 4 M, yaitu manpower
(tenaga), money (uang), material (benda-benda lain seperti kayu, bambu, beras, dan
sebagainya), dan mind (ide atau gagasan).
Syarat-syarat tumbuhnya partisipasi dapat dikelompokkan menjadi tiga
golongan, yaitu: pertama, adanya kesempatan untuk membangun dalam
pembangunan, kedua adalah adanya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan
itu, dan ketiga adalah adanya kemauan untuk berpartisipasi. Untuk meningkatkan
partisipasi, maka kesempatan, kemampuan, dan kemauan untuk berpartisipasi dalam
pembangunan itu perlu ditingkatkan.
Peningkatan partisipasi masyarakat adalah suatu proses dimana individu,
keluarga, dan masyarakat dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pencegahan
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
bahwa program ini perlu dilaksanakan oleh masyarakat untuk mengatasi masalah
yang ada di lingkungannya.
Kegiatan ini dapat meningkatkan rasa percaya diri masyarakat untuk ikut
melaksanakan pembangunan. Peningkatan partisipasi masyarakat menumbuhkan
berbagai peluang yang memungkinkan seluruh anggota masyarakat untuk secara aktif
berkontribusi dalam pembangunan, sehingga dapat menghasilkan manfaat yang
merata bagi seluruh warga.
Dengan demikian jelaslah bahwa partisipasi masyarakat khususnya kepala
keluarga merupakan suatu syarat yang mutlak diperlukan demi keberhasilan program
pembangunan. Suatu program akan dianggap tidak berhasil jika tidak melibatkan
masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, penting sekali dipertimbangkan
meningkatkan partisipasi kepala keluarga dalam setiap program pembangunan
(Depkes RI, 2003).
2.6. Kerangka Konsep Penelitian
Adapun kerangka konsep dari penelitian ini adalah:
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian Karakteristik Pemilik Anjing:
- Umur
- Pendidikan - Pendapatan - Pengetahuan - Sikap
Definisi Konsep:
1. Karakteristik kepala keluarga adalah ciri dari individu yang melekat pada diri
mereka yang dapat dibedakan satu individu dengan individu lainnya yang
berhubungan dengan partisipasinya dalam program pencegahan penyakit rabies.
Karakteristik ini meliputi umur, suku, pendidikan, pendapatan, pengetahuan, dan
sikap.
2. Partisipasi dalam pelaksanaan pencegahan penyakit rabies adalah gambaran
keikutsertaan pemilik anjing dalam pelaksanaan program pencegahan penyakit
rabies yang meliputi pemberian vaksinasi pada anjing peliharaan, mengikat anjing
dengan rantai yang tidak lebih dari 2 meter, mengikat anjing dengan rantai yang
panjangnya tidak lebih dari 2 meter dan memberangus moncongnya ketika
dibawa keluar rumah, dan melaporkan anggota keluarga ke pelayanan kesehatan
terdekat bila terjadi kasus gigitan.
2.7. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep di atas, dapat disusun hipotesis penelitian
sebagai berikut: “Terdapat pengaruh karakteristik pemilik anjing (meliputi umur,
pendidikan, pendapatan, pengetahuan, dan sikap) terhadap partisipasinya dalam
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei penjelasan atau explanatory research yang
bertujuan untuk menjelaskan pengaruh karakteristik pemilik anjing yang meliputi:
umur, pendidikan, pendapatan, pengetahuan, dan sikap terhadap partisipasinya dalam
program pencegahan penyakit rabies di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan
Johor tahun 2009.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan
Medan Johor dengan pertimbangan bahwa dari 6 kelurahan yang berada di
Kecamatan Medan Johor, Kelurahan Kwala Bekala merupakan kelurahan dengan
jumlah kasus gigitan anjing yang tertinggi serta kelurahan dengan kejadian kasus
kematian akibat rabies. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret hingga April 2009.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh pemilik anjing yang tinggal di
kelurahan Kwala Bekala. Berdasarkan data dari Puskesmas Pembantu Kwala Bekala,
jumlah KK di kelurahan ini adalah 7.325 KK dan yang memiliki anjing peliharaan
yaitu sebanyak 700 KK. Pertimbangan memilih KK sebagai populasi karena
diasumsikan bahwa kepala keluarga merupakan pengambil keputusan dalam
memvaksinasi anjing peliharaannya.
3.3.2. Sampel
Mengingat berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti baik berupa
tenaga, waktu, maupun biaya maka peneliti menetapkan sampel dengan
menggunakan rumus yang terdapat pada buku Notoatmodjo, 2003, yaitu:
n = N 1 + N (d²)
Keterangan:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah Populasi
d = Derajat ketepatan yang diinginkan (sebesar = 0,1)
Maka:
n = 700 = 700 = 87,5 88 KK 1 + 700 (0,1²) 1 + 7,00
Berdasarkan perhitungan di atas, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah
88 KK. Pengambilan sampel menggunakan cara simple random sampling di
Kelurahan Kwala Bekala.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu:
1. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden yang
berpedoman pada kuesioner penelitian.
2. Data sekunder diperoleh dengan cara melihat catatan/dokumen (file) yang
berhubungan dengan penelitian, di Puskesmas Medan Johor, di Pustu Kwala
Bekala, di Kecamatan Medan Johor, di Kelurahan Kwala Bekala, dari Dinas
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
3.5. Definisi Operasional
Untuk memudahkan penelitian serta memiliki persepsi yang sama, maka
definisi operasional penelitian ini adalah:
a. Kepala keluarga adalah kepala rumah tangga dalam suatu keluarga.
b. Umur adalah jumlah tahun hidup yang dimiliki responden berdasarkan ulang
tahun terakhir. Umur dibedakan menjadi tiga kategori berdasarkan Badan Pusat
Statistik Kota Medan tahun 2008, yaitu: Orang Muda umur 15-24 tahun, Dewasa
umur 25-49 tahun, Orang Tua umur ≥ 50 tahun
c. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh
oleh responden, yang dinyatakan dengan tingkat kelulusan seperti: Tidak
sekolah/tidak lulus SD, SD, SLTP, SLTA, Diploma/Sarjana.
d. Pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diperoleh responden (dalam nilai
rupiah) dalam satu bulan. Pendapatan diukur memakai skala ordinal dan
berdasarkan Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) sesuai Surat Keputusan
Gubernur Sumatera Utara No.561/1096.K/Tahun 2008 yaitu sebesar Rp.898.438,-
per bulan. Pendapatan dibagi atas 2 (dua) kategori yaitu:
1). <UMSK (<Rp.898.438,-)
2). ≥UMSK (≥Rp.898.438,-)
e. Pengetahuan adalah hasil tahu responden tentang penyakit rabies, baik yang
diperoleh dari penyuluhan oleh petugas kesehatan maupun media
cetak/elektronik. Digali berdasarkan kemampuan menjawab tentang pengertian,
f. Sikap adalah kecenderungan responden untuk berespons (secara positif atau
negatif) dalam program pencegahan rabies yang meliputi upaya pencegahan
dalam penyebarluasan penyakit rabies.
g. Partisipasi Kepala Keluarga (KK) dalam Program pencegahan rabies adalah
gambaran keikutsertaan KK dalam melaksanakan program pencegahan penyakit
rabies yang meliputi pemberian vaksinasi pada anjing peliharaan, mengikat anjing
dengan rantai yang tidak lebih dari 2 meter, mengikat anjing dengan rantai yang
panjangnya tidak lebih dari 2 meter dan membarangus moncongnya ketika
dibawa keluar rumah, dan melaporkan anggota keluarga ke pelayanan kesehatan
terdekat bila terjadi kasus gigitan.
3.6. Aspek Pengukuran 3.6.1. Variabel Bebas
Variabel karakteristik individu meliputi skala pengukuran rasio, dan ordinal.
Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.1. berikut:
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Umur, Pendidikan, dan Pendapatan
No Variabel Indikator Kriteria Skala Ukur
1 Umur 1 1. Orang Muda
2. Dewasa 3. Orang Tua
Rasio
2 Pendidikan 1 1. Tidak sekolah/tidak lulus SD
2. SD 3. SLTP
4. SLTA
5. Diploma/Sarjana
Ordinal
3 Pendapatan 1 1. < Rp.898.438,-
2. ≥ Rp.898.438,-
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
Variabel karakteristik individu meliputi skala pengukuran interval dengan
kriteria penilaian baik, sedang, dan buruk secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.2.
berikut:
Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Pengetahuan dan Sikap
No Variabel Jumlah
Variabel terikat meliputi skala pengukuran interval dan kategori penilaian
tinggi, sedang, dan rendah. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.3. berikut:
Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Variabel Terikat
Variabel Jumlah
3.7. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik
regresi linier berganda, yaitu untuk menguji pengaruh variabel karakteristik kepala
keluarga (meliputi umur, pendidikan, pendapatan, pengetahuan, dan sikap) terhadap
variabel partisipasi KK dalam program pencegahan penyakit rabies dengan taraf uji
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Lokasi Penelitian 4.1.1. Geografis dan Demografis
Luas Kecamatan Medan Johor secara keseluruhan adalah 14,58 Km². Secara
geografis, Kecamatan Medan Johor berbatasan dengan: (a) sebelah Utara berbatasan
dengan Kecamatan Medan Selayang, (b) sebelah Selatan berbatasan dengan
Kecamatan Medan Tuntungan, (c) sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan
Medan Polonia, (d) sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Baru.
Kecamatan Medan Johor memiliki 6 kelurahan, di antaranya adalah
Kelurahan Gedung Johor, Kelurahan Pangkalan Mansyur, Kelurahan Kwala Bekala,
Kelurahan Titi Kuning, Kelurahan Suka Maju, dan Kelurahan Kedai Durian. Secara
administratif berdasarkan data tahun 2008, Kelurahan Kwala Bekala terdiri dari 20
lingkungan dengan jumlah penduduk sebanyak 34.575 jiwa yang terdiri atas
penduduk laki-laki sebanyak 17.250 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 17.325
jiwa. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.1. berikut:
Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin. No Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 Laki-laki 17.250 49,89
2 Perempuan 17.325 50,11
Jumlah 34.575 100
Sumber: Data Potensi Kelurahan Kwala Bekala Kec. Medan Johor tahun 2008.
Pada umumnya mata pencaharian masyarakat di Kelurahan Kwala Bekala
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian. No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 Pegawai Negeri Sipil 879 4,17
13 Pengemudi Becak/Bajaj 589 2,80
14 Montir 98 0,47
15 Petani 1.298 6,18
Jumlah 21.052 100
Sumber: Data Potensi Kelurahan Kwala Bekala Kec. Medan Johor tahun 2008.
Berdasarkan penggolongan tingkat pendidikan, diketahui bahwa tingkat
pendidikan penduduk Kelurahan Kwala Bekala paling banyak adalah SLTA, yaitu
sebanyak 14.578 jiwa. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.3. berikut:
Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan. No Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)
Distribusi penduduk menurut agama, diketahui bahwa 49,40% penduduk
Kelurahan Kwala Bekala beragama Kristen Protestan, yaitu sebanyak 17.080 jiwa.
Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.4. berikut:
Tabel 4.4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama.
No Agama Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 Islam 10.683 30,90
2 Kristen Protestan 17.080 49,40
3 Kristen Katolik 6.793 19,65
4 Budha 7 0,02
5 Hindu 12 0,03
Jumlah 34.575 100
Sumber: Data Potensi Kelurahan Kwala Bekala Kec. Medan Johor tahun 2008.
4.2. Gambaran Program Pencegahan Penyakit Rabies di Kelurahan Kwala Bekala.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, diketahui bahwa program pencegahan
penyakit rabies telah diketahui dan disadari oleh masyarakat di Kelurahan Kwala
Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan. Hal ini terbukti dari pengakuan seluruh
responden yang mengatakan bahwa petugas vaksinasi hewan anjing peliharaan dari
Dinas Peternakan Kota Medan selalu rutin mendatangi masyarakat di Kelurahan
Kwala Bekala setiap awal dan pertengahan tahun atau 2 kali dalam setahun. Jumlah
petugas yang datang berkunjung sebanyak 2 orang dan selalu menggunakan pakaian
dinas.
Seluruh responden juga mengakui bahwa selain memvaksinasi anjing
peliharaan mereka, petugas dari Dinas Peternakan juga memberi penyuluhan dengan
menyarankan masyarakat untuk mengikat anjing peliharaan dan tidak membiarkan
Elfira Malahayati : Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.
Dari hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat pemilik anjing di
Kelurahan Kwala Bekala telah mengetahui berjalannya program pencegahan rabies di
kelurahan ini.
Peranan yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dan
Puskesmas Medan Johor terkait pencegahan penyakit rabies di kelurahan ini adalah
penyuluhan kesehatan. Kegiatan surveilans terhadap penyakit rabies belum
dijalankan oleh pihak Puskesmas Medan Johor dan Pustu Kwala Bekala.
4.3. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah kepala keluarga yang memiliki anjing
peliharaan dan bertempat tinggal di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan
Johor. Dari hasil penelitian pada 88 orang responden dapat digambarkan karakteristik
berdasarkan umur, pendidikan, pendapatan, pengetahuan, dan sikap, sebagai berikut:
4.3.1. Variabel Umur
Dalam pengkategorian variabel umur, penulis membagi umur menurut Badan
Pusat Statistik (BPS) Kota Medan, yaitu: Orang Muda umur 15-24 tahun, Dewasa
umur 25-49 tahun, Orang tua umur 50 tahun ke atas. Dari 88 responden, sebanyak 44
responden (50%) berada pada umur 25-49 tahun dan 44 responden (50%) lainnya
berada pada umur 50 tahun ke atas. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.5. berikut:
Tabel 4.5. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Variabel Umur. No Karakteristik Responden dalam Umur (tahun) f %
1 15-24 tahun (Orang Muda) 0 0
2 25-49 tahun (Dewasa) 44 50
3 ≥50 tahun (Orang Tua) 44 50
4.3.2. Variabel Pendidikan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan responden terbanyak adalah
pendidikan SLTA, yaitu sebanyak 43 responden (48,9%). Secara rinci dapat dilihat
pada Tabel 4.6. berikut:
Tabel 4.6. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Variabel Pendidikan.
No Karakteristik Responden dalam Pendidikan f %
1 Tidak sekolah/Tidak tamat SD 3 3,4
2 SD 13 14,8
3 SLTP 21 23,9
4 SLTA 43 48,9
5 D3/Sarjana 8 9,0
Jumlah 88 100
4.3.3. Variabel Pendapatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan responden terbesar yang
dijumpai adalah di bawah UMSK (Upah Minimum Sektoral Kota) yaitu sebanyak 79
responden (89,8%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.7. berikut:
Tabel 4.7. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Variabel Pendapatan.
No Karakteristik Responden dalam Pendapatan f %
1 < UMSK 79 89,8
2 ≥ UMSK 9 10,2
Jumlah 88 100
4.3.4. Variabel Pengetahuan
Pengetahuan responden meliputi segala sesuatu yang diketahui responden
tentang rabies, meliputi pengertian penyakit rabies, penyebab penyakit rabies, hewan