DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto.1994. Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial: Dasar-dasar Pemikiran, Jakarta: PT Raja Grafindo Pesada.
Azwar, S.2007. Sikap Manusia: teori dan pengukurannya. Edisi II. Cetakan X, Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Bridgemman, Peter dan Glyn Davis, 2004. The Australian Policy Handbook, (Crows Nest : Allen And Unwin)
Departemen Sosial R.I. 2003. Keputusan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial. tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Jakarta.
Departemen Sosial R.I. 2003. Keputusan Menteri Sosial Republik Indonsia Nomor
06/PEGHUK/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan
Komunitas Adat Terpencil. Jakarta
Departemen Sosial R.I. 2003. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil. Jakarta
Manurung, Butet, 2007, Sakola Rimba : Pengalaman Bersama Orang Rimba, Jakarta : INSISTPress.
Suharto, Edi.2007. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta __________.2009. membangun masyarakat memberdayakan masyarakat. Bandung:
PT Refika Aditama.
Sutoro, Eko 2002. Pemberdayaan Masyarakat Desa, Materi Diklat Pemberdayaan Masyarakat Desa, yang diselenggarakan Badan Diklat Provinsi Kaltim, Samarinda, Desember 2002.
_________. 2005. Pemberdayaan Kaum Marginal. Yogyakarta: APMD Press. Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial. Medan: Grasindo Monoratama. ____________. 2012. Kemiskinan dan solusi. Medan: Grasindo Monoratama.
Setiana, Lucie. 2005. Teknik penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat. Bogor: Ghalia Utama.
Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama
William, Dunn. 1998. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Sumber lain:
http://www.kemsos.go.id/ diakses pada pukul 21.20 WIB, 10 Desember 2012
Desember 2012
http //perpustakaan.bappenas.go.id diakses pada pukul 10.20 WIB, 11 Desember 2012
WIB, 11 Desember 2012
files.wordpress.com/2010/10/pemberdayaan-kat.docx diakses pada pukul 22.00 WIB, 18 Januari 2013
http://repository.upi.edu diakses pada pukul 22.15 WIB, 18 januari 2013
http://repository.usu.ac.id diakses pada pukul 21.00 WIB, 18 Januari 2013
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian
Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang
menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu keadaan subjek atau objek. Penelitian
deskriptif dalam pelaksanaannya lebih terstruktur, sistematis, dan terkontrol, penulis
memulai dengan subjek yang telah jelas dan mengadakan penelitian atas populasi
dari subjek tersebut untuk menggambarkan secara akurat (Silalahi, 2009:28).
Melalui penelitian deskriptif, penulis ingin membuat gambaran menyeluruh
tentang bagaimana respon warga dampingan di Desa Sionom Hudon Selatan
Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan terhadap Program
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial
Provinsi Sumatera Utara.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan
Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara. Alasan peneliti memilih
lokasi penelitian ini karena Desa Sionom Hudon Selatan merupakan salah satu dari
lima desa di Sumatera Utara yang diikutsertakan pemerintah provinsi dalam Program
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.
3.3 Populasi Penelitian
Populasi dapat diartikan sebagai sekumpulan obyek, benda, peristiwa atau
menjadi populasi dari penelitian ini adalah seluruh warga binaan dalam program
pemberdayaan komunitas adat terpencil di Desa Sionom Hudon Selatan yakni
berjumlah 50 kepala keluarga. Diketahui bahwa jumlah populasi adalah kurang dari
100 maka keseluruhan populasi akan diambil datanya.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka dalam penelitian ini
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data atau informasi yang
menyangkut masalah yang akan diteliti melalui penelaahan buku, jurnal
dan karya tulis lainnya.
2. Studi lapangan, yaitu pengumpulan data atau informasi melalui kegiatan
turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta-fakta yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti. Adapun alat-alat yang digunakan dalam
rangka studi lapangan ini, yaitu :
a. Observasi, yaitu pengamatan terhadap obyek dan fenomena yang
berkaitan dengan penelitian.
b. Kuesioner, yaitu kegiatan mengumpulkan data dengan cara menyebar
daftar pertanyaan untuk dijawab atau diisi dengan responden sehingga
peneliti memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian (Siagian, 2011:206-207).
c. Wawancara, yaitu percakapan atau tanya jawab yang dilakukan
pengumpul data dengan responden sehingga responden memberikan
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif dengan
pendekatan kualitatif, sehingga nantinya peneliti dapat menggambarkan informasi
data yang diperoleh dalam penelitian, dimana pengelolaan data dilakukan dengan
manual. Data dikumpulkan dari hasil kuesioner (angket). Untuk menganalisa
data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan mentabulasi data-data yang didapat
melalui keterangan responden, kemudian dicari frekuensi dan persentasenya untuk
disusun dalam bentuk tabel tunggal serta selanjutnya dijelaskan secara kualitatif
dengan menggunakan skala Likert.
Dalam merumuskan kesimpulan hasil penelitian, khususnya mengidentifikasi
respon, penulis menggunakan skala likert yang digunakan untuk mengukur sikap,
persepsi, dan partisipasi seseorang atau sekelompok orang yang berhubungan dengan
suatu hal. Skala ini sering disebut sebagai summated scale yang berisi sejumlah
pernyataan dengan kategori respon. Pertama-tama ditentukan beberapa alternatif
kategori respons atau seri item respons (compiling possible scale item) yang mengekspresikan luas jangkauan sikap dari ekstrem positif ke ekstrem negatif untuk
di respon oleh responden. Tiap respon dihubungkan dengan nilai skor atau nilai skala
untuk masing-masing pernyataan (Silalahi, 2009 : 229).
Pemberian skor data dilakukan mulai respon yang negatif menuju respon
yang positif, yakni :
a. Skor negatif adalah -1
b. Skor netral adalah 0
Sebelum menentukan klasifikasi persepsi, sikap dan partisipasi, maka
ditentukanlah interval kelas sebagai pengukuran, yaitu :
Interval kelas (i) = nilai tertinggi (H)- nilai terendah (L) Banyak kelas (K)
= 1-(-1) 3
= 2
3 = 0,66
Maka untuk menentukan kategori respon positif , netral maupun respon
negatif dengan adanya nilai batasan sebagai berikut :
1. -1,00 sampai dengan -0,33 = respon negatif
2. -0,33 sampai dengan 0,33 = respon netral
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah Desa Sionom Hudon Selatan
Desa Sionom Hudon Selatan merupakan desa yang paling jauh dan terpencil
diantara desa-desa yang ada di Kecamatan Parlilitan dengan ketinggian ± 350 m di
atas permukaan laut. Desa ini sudah memiliki cerita sekitar tahun 1400, dimana
terdapat seorang raja yang bernama Tinambunan memiliki 3 anak yaitu Raja Ujung
Sunge, kedua raja Putampak, ketiga Raja Pernantin. Raja Ujung Sunge memiliki
tanah di Desa Sihasima atau Tambor, Raja Putampak memiliki tanah di Desa Huta
Godung, Raja Pernantin memiliki tanah di Barongbarong sampai hutakala Desa
Sionom Hudon Selatan. Raja Pernantin menjadi raja di Desa Sionom Hudon Selatan.
Keturunan Raja Pernantin ada 3 yaitu Raja Kembang Mehuli di Hutakalang, Raja
Parsumandak menghuni di Huta Janji, Raja Jogah menghuli Peabalane sampai
Simaho yang semuanya di Sionom Hudon Selatan. Masing-masing memiliki kepala
kampung. Setelah merdeka ketiga kampung itu bersama Sitapung dan Kasturi
menjadi satu kepala desa (Kampung gabungan) yang sekarang disebut Desa Sionom
Hudon Selatan.
4.2 Kondisi Geografis
Desa Sionom Hudon Selatan terletak di Kecamatan Parlilitan yang berada di
sebelah Utara Desa Sionom hudon Utara, sebelah Selatan Desa Sihastonga, Sebelah
Timur Desa Sionom hudon Timur dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Sionom
batasan-batasan yaitu sebelah utara berbatasan-batasan Dusun Kesturi, sebelah Selatan berbatasan-batasan
dengan Kecamatan Tarabintang, sebelah timur berbatasan dengan dusun laepinang
dan sebelah barat bertabatasan dengan Desa Sionom hudon VII. Jarak Ibukota
Kecamatan Parlilitan dengan Desa Sionom Hudon Selatan lebih kurang 3 km, lama
tempuh 15 menit dengan menggunakan kenderaan bermotor. Desa Sionom Hudon
Selatan terdiri dari 11 (sebelas) dusun, yaitu :
1. Dusun Silali
2. Dusun Tornauli
3. Dusun Simaho
4. Dusun Janji
5. Dusun Lae Pinang
6. Dusun Hutakalang
7. Dusun Hutanangka
8. Dusun Kasturi
9. Dusun Barungbarung
10.Dusun Peabalane
11.Dusun Sitapung
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kepala Desa Sionom Hudon Selatan,
Luas Wilayah desa 21000 ha, yang terdiri dari areal permukiman 10 ha, perladangan
penduduk 1000 ha, tanah sawah dan kebun rakyat 700 ha, lahan tidur seluas 18090
ha dan Hutan 1200 ha. Desa Sion Selatan merupakan desa yang paling jauh dan
terpencil diantara desa-desa yang ada di Kecamatan Parlilitan dengan ketinggian ±
350 m di atas permukaan laut. Karena letaknya berada di tengah-tengah pegunungan
yaitu musim penghujan dan musim kemarau dengan curah hujan mencapai 930 mm.
Musim penghujan terjadi antara Bulan September sampai Bulan Desember,
sedangkan musim kemarau berkisar antara Bulan Januari sampai dengan Agustus,
bahkan musim itu tidak menentu. Dusun Hutakalang merupakan dusun yang
menerima program pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas
Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa Sionom Hudon Selatan.
4.3 Kondisi Demografis
Penduduk Desa Sionom Hudon Selatan berjumlah 500 KK dan 2450 jiwa
Jumlah tanggungan keluarga (anak-anak) rata-rata 4 orang. Dari penduduk berusia
1-9 tahun sebanyak 15%, berusia 10-17 tahun 25%, berusia 17-30 tahun 35%,
berusia sekitar 30-43 tahun 10%, berusia lanjut yakni 55 tahun ke atas hanya 15
orang (5%). Berdasarkan data yang diperoleh ternyata jumlah penduduk yang
laki-laki 58%, perempuan 42%.
Sedangkan Penduduk Hutakalang Napak Nias yang merupakan dusun yang
menjadi lokasi pelaksaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
berjumlah 20 KK dan 102 jiwa. Jumlah tanggungan keluarga (anak-anak) rata-rata 4
orang. Penduduk berusia 1-9 tahun sebanyak 15 orang, berusia 10-17 tahun sebanyak
29 orang, berusia 17-30 tahun sebanyak 41 orang, berusia sekitar 30-43 tahun
sebanyak 13 orang, berusia lanjut yakni 55 tahun ke atas hanya 4 orang. Berdasarkan
data yang diperoleh ternyata jumlah penduduk yang laki-laki 58 orang, perempuan
44 orang. Namun terdapat 30 kepala keluarga dari luar dusun hutakalang yang juga
Permukiman penduduk berada di daerah pegunungan dengan mata
pencaharian mayoritas adalah bertani dan berladang. Tingkat pendidikan penduduk:
SD 45%, SLTP 35 %, SLTA 4 % yang belum sekolah 16 %. Penduduk Desa Sionom
Hudon Selatan, 3 % beragama Islam, 97 % beragama Kristen, Protesan dan Katholik.
Penghuni Desa Sion Selatan terdiri dari Suku Batak Pakpak, Batak Toba dan Nias.
Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Pakpak dan Toba, namun seluruh
penduduknya mampu berbahasa Indonesia.
Penduduk Desa Sionom Hudon Selatan yang terdiri dari Suku Pakpak dan
Suku Batak Toba tidak mudah menerima perubahan dari luar. Lokasi permukiman
mereka yang dikelilingi oleh gunung dan hutan telah menyebabkan tertutupnya
kontak kultur dengan dusun atau desa maupun etnik yang lain. Kondisi jalan yang
sukar dilalui dan sarana komunikasi yang ada telah menyebabkan desa ini semakin
tertutup. Intensitas hubungan dengan masyarakat lain dari luar desa ini sangat kecil,
karena kontak hubungan dengan masyarakat lain hanya terjadi waktu penduduk turun
ke Parlilitan pada hari Pekan. Kontak atau hubungan desa dengan atasannya maupun
dengan organisasi sosial seperti LSM jarang terjadi. Informasi yang berkaitan dengan
perkembangan daerah dan peristiwa-peristiwa penting lainnya sangat sulit mereka
dapatkan kecuali mereka keluar dari desa ini.
Hubungan sosial antara warga sangat baik tanpa membedakan agama dan
suku. Jalinan hubungan mereka masih terikat oleh adanya perasaan senasib
sepenanggungan. Bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari adalah
4.4 Fasilitas Umum dan Pelayanan Sosial
Fasilitas Umum dan Pelayanan Sosial di Desa Sionom Hudon Selatan dan
dusunnya masih sangat minim. Hanya terdapat satu bangunan Sekolah Dasar (SD)
dan sudah dalam kondisi rusak. Demikian juga tenaga, sarana dan prasarana medis
masih belum cukup tersedia. Tempat peribadatan seperti Mesjid maupun mushalla
bagi umat Islam dan Gereja bagi umat yang beragama Kristen memiliki kondisi yang
cukup memprihatinkan. Jaringan listrik belum masuk ke semua dusun yang ada di
Desa Sionom Hudon Selatan sehingga sebagian besar warga setempat masih
menggunakan lampu teplok sebagai penerangan di waktu malam.
Tidak ada jaringan telephone dan signal untuk telephone selular di sebagian
besar dusun di desa Sionom Hudon Selatan termasuk dusun hutakalang. Kondisi
seperti ini membuat Desa Sionom Hudon Selatan dan dusunnya semakin terisolir
dan tertutup dari dunia luar. Taraf kehidupan masyarakat mengarah kepada
pengembangan potensi yang ada di desa ini yakni PNPM dan Program
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang dilaksanakan oleh Dinas
Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara.
4.5 Pranata Ekonomi atau Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk Desa Sionom Hudon Selatan mayoritas bertani
yang terdiri dari pertanian tanaman muda dan tanaman keras. Tanaman muda seperti
padi ditanam di sawah dan perladangan darat. Penyiapan lahan dilakukan dengan
tebas dan tebang, kemudian dikeringkan lebih kurang satu atau dua minggu lalu
dibakar. Setelah lahan dibersihkan barulah dilakukan penanaman. Tidak ada
baik dan pantas untuk dijadikan bibit. Musim tanam hanya 1 kali dalam setahun.
Cara pemanenan masih tradisional. Hasil panen rata-rata 50 kaleng/ha ada juga yang
mencapai 70 kaleng, tergantung pada luas arealnya yang diusahainya. Selain
tanaman padi dan cabe yang merupakan tanaman muda, masih ada tanaman lain
seperti tomat serta jenis sayuran lainnya. Jenis tanaman muda yang hasilnya dijual ke
pasar hanya cabe yang bisa mencapai Rp. 10.000/kg. Adapun jenis tanaman lainnya
hanya untuk dikonsumsi sendiri. Kalaupun hasilnya melebihi dikonsumsi, untuk
menjualnya ke pasar di Parlilitan, ongkos angkutnya terlalu mahal yaitu Rp. 500/kg
sedangkan harga jualnya hanya Rp. 5500/kg.
Jenis tanaman keras yang dikembangkan masyarakat Desa Sionom Hudon
Selatan adalah Karet, Durian dan rotan. Lahan untuk menanam Karet adalah lahan
yang dijadikan bercampur dalam satu areal dengan jengkol dan petai, sedangkan
ladang padi dipindahkan ke areal lain. Oleh karena pembibitan karet tidak ada, maka
bibit diminta dari orang-orang yang memiliki kebun karet, itupun hanya biji yang
jatuh dan tumbuh di bawah pepohonan karet tersebut. Bagi yang tidak memiliki
tanaman, mereka bekerja sebagai tukang deres rambung atau karet. Cara bagi hasil
50 % untuk menderes, 50 % untuk pemilik rambung atau karet.
Hasil atau produksi tanaman keras berupa karet dijual ke pasar Parlilitan.
Harga karet mencapai Rp. 5.500/kg. Hasil penjualan tanaman keras itulah yang
diguanakan oleh penduduk untuk menutupi semua keperluan yang menyangkut adat
dan ritual lainnya. Semua produk pertanian yang dihasilkan masih belum
menggunakan pola penanaman intensifikasi. Pola penanaman masih menggunakan
cara-cara ekstensifikasi dan tradisional, dimana tidak dikenal adanya pemupukan,
maupun tanaman keras. Untuk memasak segala jenis makanan seluruhnya
menggunakan kayu api, sama sekali mereka tidak mengenal alat untuk mengawetkan
makanan.
Dari hasil wawancara mendalam terungkap bahwa taraf ekonomi penduduk
Desa Sion Selatan masih sangat memprihatinkan, dengan pendapatan perkepala
keluarga Rp. 500.000 s/d Rp. 600.000. perbulan. Kondisi ini menunjukkan bahwa
kehidupan mereka masih berada jauh di bawah garis kemiskinan.
4.6 Pranata Politik dan Lembaga Adat
Di Desa Sionom Hudon Selatan terdapat lembaga formal yang dibentuk oleh
pemerintah seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) maupun
Badan Perwakilan Desa (BPD). LPMD maupun BPD hanya ada di Desa Sionom
Hudon Selatan sebagai induk Desa Sionom Hudon Selatan. Organisasi kepemudaan
seperti Karang Taruna sudah ada di desa ini. Demikian juga halnya dengan lembaga
adat, yang ada hanya tradisi adat.
Adat istiadat yang paling dominan di Desa Sionom Hudon Selatan adalah
adat istiadat Pakpak dan istiadat Batak Toba atau DAITO (Dairi Toba). Keterpaduan
kedua jenis adat istiadat ini telah mengilhami munculnya rasa kesatuan dan persatuan
warga yang amat kokoh, tanpa membedakan agama dan suku. Dalam hal
pelaksanaan pesta perkawinan misalnya mereka bergotong royong, menyatu, bahu
membahu untuk melaksanakan pesta. Azas musyawarah dan mufakat merupakan
tumpuan akhir dari berbagi jenis konflik yang mungkin terjadi di antara warga desa
4.7 Pranata Agama, Religi atau Sistem Kepercayaan
Terdapat 97 % penduduk Desa Sion Selatan yang memeluk Agama Kristen,
3 % memeluk Agama Islam. Sekitar 50 tahun yang lalu, penduduk desa Sionom
Hudon Selatan masih memeluk kepercayaan tradisional dan masih percaya
supranatural serta sangat menghormatinya. Masih terlihat dahulu adanya sesajen
berupa rokok dan minuman yang diletakkan di atas makam. Makam orang yang
sudah meninggal masih digali dan dibakar setelah 2 tahun meninggal. Upacara ritual
juga dahulu masih dilaksanakan sebagai simbol atau ungkapan pengharapan dan
penghormatan kepada leluhur supaya tanaman mereka terhindar dari serangan
BAB V ANALISIS DATA 5.1 Pengantar
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti akan menganalisis
data-data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data-data penyebaran angket kepada 50
kepala keluarga sebagai responden yang telah mengikuti program pemberdayaan
komunitas adat terpencil di desa sionom hudon selatan. Teknik analisis data yang
digunakan peneliti yaitu teknik analisis deskriptif kuantitatif dengan menggunakan
skala likert.
Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan cara :
1. Terlebih dahulu peneliti meminta ijin kepada pihak lembaga yang
bertanggung jawab dan menjelaskan maksud kedatangan ke lokasi komunitas
adat terpencil di desa sionon hudon selatan
2. Peneliti cukup terbantu dengan bantuan beberapa warga binaan serta
pendamping komunitas adat terpencil dalam mencari data serta
mewawancarai warga binaan.
3. Peneliti memperkenalkan diri kepada responden dan menjelaskan mengapa
mereka yang dipilih sebagai responden dalam penelitian
4. Memberikan pengarahan dan menjelaskan maksud dan tujuan diadakannya
pengisian kuesioner dan cara-cara pengisian kuesioner
5. Peneliti membimbing setiap responden yang mengalami kesulitan dalam
Pembahasan data dalam penelitian ini dilakukan peneliti dengan membagi dalam
dua sub bab agar penelitian tersusun secara sistematis, yaitu:
A. Analisis Identitas Responden meliputi status responden dalam keluarga
populasi, usia, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan terakhir dan jumlah
anak.
B. Respon Warga Binaan terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat
Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di
Desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang
Hasundutan.
5.2 Analisis Identitas Responden
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
no Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
Laki-laki
Perempuan
43
4
86
8
Jumlah 50 100
Sumber Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa distribusi responden berjenis
kelamin laki-laki lebih banyak daripada jumlah responden berjenis kelamin
perempuan di dalam penelitian ini. Adapun responden perempuan merupakan ibu
Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Agama
no Agama Frekuensi Persentase (%)
Sumber Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa responden beragama Kristen
Protestan adalah yang terbanyak dengan jumlah responden 48 (96%) sehingga jarang
terjadi konflik dan lebih mudah dalam membentuk organisasi keagamaan di desa ini.
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Usia
no Usia (tahun) Frekuensi Persentase (%)
1.
Sumber Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada
pada usia produktif, yaitu antara usia 17-45 tahun. Hal ini dapat mendukung
produktivitas warga binaan dalam proses pemberdayaan yang ada di Dusun
Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
no Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
1.
Sumber Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden hanya
mampu menyelesaikan pendidikan sampai ke jenjang Sekolah Dasar. Kondisi ini
menjadi salah satu penyebab mengapa sebagian besar warga belum mampu
memberdayakan dirinya sendiri dan lemahnya motivasi untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup mereka menjadi lebih baik.
Tabel 5.5
Distribusi Responden Berdasarkan Suku
no Suku Frekuensi Persentase (%)
Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa responden atau warga binaan di
Dusun Hutakalang Desa Sionom Hudon Selatan mayoritas bersuku Dairi. Adapun
suku Batak Toba dan Nias merupakan penduduk yang menikah dengan warga suku
Dairi yang tinggal di dusun ini. Dengan kondisi suku yang terbilang homogen,
membuat warga sehari-hari berkomunikasi dengan menggunakan bahasa adat suku
Dairi, dan cukup terbatas dalam menjalin komunikasi dengan penduduk luar dusun
maupun Desa Sionom Hudon Selatan. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri Komunitas Adat
Terpencil yang tertulis pada Keppres RI No.111/1999 tentang Pembinaan Sosial
Komunitas Adat Terpencil.
Tabel 5. 6
Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak
no Jumlah anak (orang) Frekuensi Persentase (%)
1.
Sumber Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
lebih dari 2 anak bahkan ada yang memiliki hingga 7 anak, hal ini terjadi karena
semakin sulitnya warga dalam memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari karena
banyaknya tanggungan sementara sumber daya manusia dan lapangan pekerjaan
masih sangat terbatas bagi mereka.
Bagan 5.1
Struktur Pemerintahan Desa
5.3 Respon Warga Binaan Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan.
Dari data yang dikumpulkan melalui kuesioner dan observasi dapat diketahui
respon dari warga binaan terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat
Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa
Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan. Kepala desa
Gerhard Simbolon
Sekretaris desa
Masuto Tinambunan BPD desa
Abdin
Kaur Desa
Analisis terhadap respon ini dapat dilihat melalui pengetahuan, persepsi, sikap dan
partisipasi responden terhadap program.
5.3.1 Pengetahuan Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
Salah satu indikator untuk menilai respon dalam penelitian ini adalah dengan
melihat pengetahuan warga binaan terhadap Program Pemberdayaan Komunitas
Adat Terpencil yang akan disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.7
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Terhadap Kegiatan
Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
no Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
1.
Sumber Data Primer 2013
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.7 dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden memang sudah mengetahui tentang kegiatan program
pemberdayaan komunitas adat terpencil di desa sionom hudon selatan. Namun masih
cukup banyak yang belum, bahkan tidak mengetahui tentang Kegiatan Program
Pemberdayaan komunitas Adat Terpencil. Berdasarkan wawancara yang dilakukan
peneliti terhadap warga binaan, terdapat miskomunikasi atau kurangnya sosialisasi
terlalu mengetahui dan memahami kegiatan-kegiatan yang ada. Mereka hanya
mengetahui beberapa kegiatan seperti pemberian bibit tanaman dan sembako.
Padahal berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Nomor
020.A/PS/KPTS/VI/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas
Adat Terpencil, ditulis bahwa kegiatan dalam Pemberdayaan komunitas Adat
Terpencil meliputi; penyuluhan, bimbingan sosial, pelayanan serta perlindungan bagi
komunitas Adat Terpencil.
Kuantifikasi skala likert berdasarkan pengetahuan responden tentang kegiatan
program pemberdayaan komunitas adat terpencil adalah dengan jumlah nilai dari
jawaban responden yakni 6, nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang
berjumlah 50 orang. Nilai skala likert berdasarkan pengetahuan responden tentang
kegiatan program pemberdayaan komunitas adat terpencil di desa sionom hudon
selatan adalah 0,12.
Tabel 5.8
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Terhadap Tujuan
Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
no Tujuan Frekuensi Persentase (%)
1.
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.8 dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden masih kurang memahami tujuan dari pelaksanaan Program
Pemberdayaan komunitas Adat Terpencil. Hal ini juga dikarenakan kurangnya
sosialisasi dan komunikasi yang lebih mendetail dari pemerintah serta kurangnya
keingintahuan warga terhadap Program Pemberdayaan komunitas Adat Terpencil,
sehingga maksud dan tujuan program tidak sampai dan tepat sasaran.
Kuantifikasi skala likert berdasarkan pengetahuan responden terhadap
Tujuan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil adalah dengan jumlah
nilai dari jawaban responden yakni 5, nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden
yang berjumlah 50 orang. Nilai skala likert berdasarkan pengetahuan responden
terhadap tujuan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Desa Sionom
Hudon Selatan adalah 0,1.
Tabel 5.9
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Terhadap Manfaat
Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.
no Manfaat Frekuensi Persentase (%)
1.
Sumber Data Primer 2013
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.9 dapat diketahui bahwa
pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Dusun
Hutakalang Desa Sionom Hudon Selatan, seperti mendapatkan tempat tinggal,
fasilitas air bersih dan sebagian mengalami peningkatan pendapatan. Kuantifikasi
skala likert berdasarkan pengetahuan terhadap manfaat program pemberdayaan
komunitas adat terpencil adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni
16, nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 50 orang. Nilai
skala likert berdasarkan pengetahuan responden terhadap tujuan program
pemberdayaan komunitas adat terpencil di desa sionom hudon selatan adalah 0,32.
5.3.2 Persepsi Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
Pengukuran berikutnya untuk menilai respon dalam penelitian ini adalah
dengan melihat persepsi warga binaan terhadap program pemberdayaan komunitas
adat terpencil yang akan disajikan pada tabel berikut.
Tabel 5.10
Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Proses Pelaksanaan
Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
No Penilaian frekuensi Persentase (%)
1.
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.10 dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden memiliki persepsi baik terhadap proses pelaksanaan
Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Berdasarkan wawancara peneliti
dengan responden, adapun responden yang memiliki persepsi kurang baik,
dikarenakan kurang tepatnya waktu pelaksanaan program. Kuantifikasi skala likert
berdasarkan persepsi terhadap proses pelaksanaan program pemberdayaan komunitas
adat terpencil adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni 27, nilai
skala likert berdasarkan persepsi responden terhadap proses pelaksanaan program
pemberdayaan komunitas adat terpencil di desa sionom hudon selatan adalah 0,54.
Tabel 5.11
Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Pelaksanaan Penataan
Pemukiman dan Perumahan di Desa Sionom Hudon Selatan
No Penilaian frekuensi Persentase (%)
1.
2.
Baik
Kurang baik
38
12
76
24
Jumlah 50 100
Sumber: Data Primer 2013
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.11 dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden memiliki persepsi baik terhadap pelaksanaan penataan
pemukiman dan perumahan di Desa Sionom Hudon Selatan. Nilai skala likert
berdasarkan persepsi responden terhadap pelaksanaan penataan pemukiman dan
bahwa pelaksanaan pemukiman dan perumahan sudah berjalan dengan cukup baik
dan tertib
Tabel 5.12
Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Pelaksanaan
Perbaikan Sarana dan Prasarana Publik
No Penilaian frekuensi Persentase (%)
1.
2.
Baik
Kurang baik
13
37
26
74
Jumlah 50 100
Sumber: Data Primer 2013
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.12 dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden memiliki persepsi yang masih kurang baik terhadap
terhadap pelaksanaan perbaikan sarana dan prasarana publik dalam Program
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Desa Sionom Hudon Selatan.
Kuantifikasi skala likert berdasarkan persepsi terhadap pelaksanaan perbaikan sarana
dan prasarana publik di desa sionom hudon selatan adalah dengan jumlah nilai dari
jawaban responden yakni 13, nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang
berjumlah 50 orang. Nilai skala berdasarkan persepsi terhadap pelaksanaan
perbaikan sarana dan prasarana publik di desa sionom hudon selatan adalah 0,26.
Warga Binaan menganggap pelaksanaan perbaikan sarana dan prasarana publik
Tabel 5.13
Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap
Pemberian Bantuan Bibit Tanaman
No Penilaian Frekuensi Persentase (%)
1.
Sumber Data Primer 2013
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.13 dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar responden memiliki persepsi yang baik terhadap kegiatan pemberian
bantuan bibit tanaman di desa sionom hudon selatan. Adapun keluhan dari responden
yakni, beberapa jenis bibit tanaman yang diberikan tidak sesuai dengan jenis tanah
dan iklim di Desa Sionom Hudon Selatan, sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dan
dijadikan alat produksi bagi penghasilan mereka. Kuantifikasi skala likert
berdasarkan persepsi terhadap pemberian bantuan bibit tanaman di Desa Sionom
Hudon Selatan adalah 0,78.
Tabel 5.14
Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Pelaksanaan
Peningkatan Pelayanan Pendidikan
No Penilaian frekuensi Persentase (%)
1.
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.14 dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar responden memiliki persepsi yang baik terhadap pelaksanaan
peningkatan pelayanan pendidikan di Desa Sionom Hudon Selatan. Sejak adanya
Program Pemberdayaan komunitas Adat Terpencil, anak-anak dapat merasakan
Pendidikan Anak Usia Dini di lokasi pemberdayaan, di Dusun Hutakalang Desa
Sionom Hudon Selatan. Nilai skala berdasarkan persepsi terhadap pelaksanaan
peningkatan pelayanan pendidikan di desa sionom hudon selatan adalah 0,74.
Tabel 5.15
Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Tahapan-tahapan Dalam
Pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
No Penilaian frekuensi Persentase (%)
1.
Sumber Data Primer 2013
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.15 dapat disimpulkan bahwa
responden yang memiliki persepsi baik dan kurang baik terhadap tahapan-tahapan
dalam pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Desa
Sionom Hudon Selatan memiliki perbandingan jumlah yang tidak jauh berbeda. Hal
ini dikarenakan sebagian besar warga binaan tidak dilibatkan dalam proses dan
tahapan-tahapan dalam program pemberdayaan ini. Nilai skala berdasarkan persepsi
terhadap tahapan-tahapan dalam pelaksanaan program pemberdayaan komunitas adat
Tabel 5.16
Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Kegiatan Penyuluhan dan
Bimbingan Sosial dalam Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
No Penilaian frekuensi Persentase (%)
1.
2.
Baik
Kurang baik
26
24
52
48
Jumlah 50 100
Sumber data primer 2013
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.16 dapat disimpulkan bahwa
responden yang memiliki persepsi baik dan kurang baik terhadap kegiatan
penyuluhan dan bimbingan sosial memiliki perbandingan jumlah yang tidak jauh
berbeda. Hal ini dikarenakan sangat terbatasnya intensitas serta jenis penyuluhan dan
bimbingan sosial yang ada, salah satunya hanya penyuluhan tentang pemberian bibit
tanaman. Kegiatan bimbingan sosial serta ketrampilan yang tertuang dalam Buku
Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil masih belum dapat
dirasakan oleh warga binaan di Desa Sionom Hudon Selatan. Nilai skala berdasarkan
persepsi terhadap kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial dalam Program
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Desa Sionom Hudon Selatan adalah
5.3.3 Sikap Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
Pengukuran berikutnya untuk menilai respon dalam penelitian ini adalah
dengan melihat sikap warga binaan terhadap program pemberdayaan komunitas adat
terpencil.
Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa seluruh responden setuju
terhadap pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Desa
Sionom Hudon Selatan. Kuantifikasi skala likert berdasarkan sikap responden
terhadap pelaksanaan program pemberdayaan komunitas adat terpencil di desa
sionom hudon selatan adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni 50,
nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 50 orang. Nilai skala
berdasarkan sikap responden terhadap pelaksanaan program pemberdayaan
komunitas adat terpencil di desa sionom hudon selatan adalah 1.
Tabel 5.17
Distribusi Sikap Responden Terhadap Adanya Peningkatan Kesejahteraan
melalui Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.
No Sikap Frekuensi Persentase (%)
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.17 dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar responden setuju bahwa telah terjadi peningkatan kesejahteraan
melalui pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Desa
Sionom Hudon Selatan. Hal ini dikarenakan warga binaan sudah memiliki tempat
tinggal dan sedikit bantuan-bantuan dari pemerintah sehingga mereka bisa lebih
fokus untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa harus
memikirkan masalah tempat tinggal lagi. Mereka juga diberikan sedikit penyuluha
tentang pertanian sehingga mereka bisa lebih meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan melalui hasil dari bercocok tanam yang sudah menjadi mata
pencaharian bagi warga binaan di desa ini. Kuantifikasi skala likert berdasarkan
sikap responden terhadap adanya peningkatan kesejahteraan melalui program
pemberdayaan komunitas adat terpencil di desa sionom hudon selatan adalah 0,68.
Tabel 5.18
Distribusi Sikap Responden Terhadap Kesesuaian Program Pemberdayaan
Komunitas Adat Terpencil Bagi Kebutuhan Warga
No Sikap Frekuensi Persentase (%)
Sumber Data Primer 2013
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.18 dapat disimpulkan bahwa
komunitas adat terpencil telah sesuai dengan kebutuhan warga. Kebutuhan pokok
seperti sembako dan listrik masih sangat minim, bahkan ada yang belum dapat
dirasakan oleh warga binaan. Kuantifikasi skala likert sikap responden berdasarkan
kesesuaian program pemberdayaan komunitas adat terpencil terhadap kebutuhan
warga di desa sionom hudon selatan adalah -0,22.
Tabel 5.19
Distribusi Sikap Responden Terhadap Perlunya Keberlanjutan Program
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
No Sikap Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
Setuju
Kurang setuju
48
2
96
4
Jumlah 50 100
Sumber Data Primer 2013
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.19 dapat disimpulkan bahwa
hampir seluruh responden setuju akan perlunya keberlanjutan Program
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Desa Sionom Hudon Selatan, namun
hal ini harus dibarengi dengan kualitas program yang masih perlu ditingkatkan lagi
sehingga dapat memiliki dampak dan manfaat besar bagi kesejahteraan Komunitas
Adat Terpencil. Kuantifikasi skala likert berdasarkan sikap responden terhadap
perlunya keberlanjutan program pemberdayaan komunitas adat terpencil di desa
5.3.4 Partisipasi Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
Pengukuran berikutnya untuk menilai respon dalam penelitian ini adalah
dengan melihat sikap warga binaan terhadap program pemberdayaan komunitas adat
terpencil yang akan disajikan pada tabel berikut.
Tabel 5.20
Distribusi Partisipasi Responden Terhadap Keikutsertaan Rapat atau Musyawarah
Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
No Kehadiran responden Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
3.
Sering
Jarang
Tidak pernah
10
29
11
20
58
22
Jumlah 50 100
Sumber Data Primer 2013
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.20 dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar responden jarang ikut serta dalam rapat atau musyawarah mengenai
Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Hal ini dikarenakan kurangnya
komunikasi dan sosialisasi antara warga binaan dan pelaksana program. Kuantifikasi
Tabel 5.21
Distribusi Partisipasi Responden dalam Memberi Tanggapan atau Saran dalam
Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
No Kehadiran responden Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
3.
Sering
Jarang
Tidak pernah
2
8
40
4
16
80
Jumlah 50 100
Sumber Data Primer 2013
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.21 dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar responden tidak pernah memberikan tanggapan atau saran dalam
rapat Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Desa Sionom Hudon
Selatan. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden tidak terlalu memahami
program. Kuantifikasi skala likert berdasarkan partisipasi responden dalam memberi
tanggapan atau saran dalam program pemberdayaan komunitas adat terpencil di Desa
Tabel 5.22
Distribusi Partisipasi Responden Terhadap Keikutsertaan Kegiatan Penyuluhan dan
Bimbingan sosial dalam Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
No Kehadiran responden Frekuensi Persentase (%)
1.
Sumber Data Primer 2013
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.22 dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar responden jarang mengikuti penyuluhan dan bimbingan sosial dalam
Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Hal ini dikarenakan minimnya
kegiatan dan bimbingan sosial yang ada di dalam program. Kuantifikasi skala likert
berdasarkan partisipasi responden terhadap keikutsertaan dalam kegiatan
penyuluhan dan bimbingan sosial adalah 0,04.
Tabel 5.23
Distribusi Partisipasi Responden terhadap Keikutsertaan dalam Proses Pembangunan
Perumahan dan Pemukiman di Desa Sionom Hudon Selatan
No Keikutsertaan Frekuensi Persentase (%)
1.
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.23 dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar responden masih jarang ikut serta dalam proses pembangunan
perumahan dan pemukiman Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Hal
ini dikarenakan sebagian besar warga binaan tidak dilibatkan dalam proses
pembangunan perumahan dan pemukiman, warga binaan tidak turun langsung dalam
proses pembangunannya, kebanyakan pekerja didatangkan dari luar desa.
Kuantifikasi skala likert berdasarkan partisipasi responden terhadap
keikutsertaan dalam pembangunan perumahan dan pemukiman di desa sionom hudon
selatan adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni -15, nilai tersebut
dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 50 orang. Nilai skala berdasarkan
partisipasi responden terhadap keikutsertaan dalam pembangunan perumahan dan
pemukiman di desa sionom hudon selatan adalah -0,3.
5.4 Analisis Data Kuantitatif Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
Setelah dianalisis secara kualitatif tentang respon warga binaan terhadap
Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil pada bagian ini, kategori yang
sama akan dianalisis secara kuantitatif melalui pemberian skor dengan menggunakan
skala Likert. Pemberian skor data dilakukan mulai dari respon yang negatif menuju
respon yang positif, yakni:
a. Skor tidak setuju (negatif) adalah -1
b. Skor kurang setuju (netral) adalah 0
Untuk mendapatkan hasil respon warga binaan terhadap program
pemberdayaan komunitas adat terpencil, dilakukan melalui pemberian skor
berdasarkan pengetahuan, persepsi, sikap dan partisipasi. Dari jawaban responden
yang telah dianalisis, kemudian dapat diklasifikasikan apakah pengetahuan, persepsi,
sikap dan partisipasinya positif atau negatif dengan menentukan interval kelas seperti
terlihat pada uraian di bawah ini:
Interval kelas (i) = nilai tertinggi (H)- nilai terendah (L) Banyak kelas (K)
= 1-(-1) 3
= 2
3 = 0.66
Maka untuk menentukan kategori respon positif , netral maupun respon
negatif dengan adanya nilai batasan sebagai berikut :
1. -1.00 sampai dengan -0.33 = respon negatif
2. -0.33 sampai dengan 0.33 = respon netral
3. 0.33 sampai dengan 1 = respon positif
5.4.1. Persepsi Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
Pemberian skor kategori persepsi dalam pelaksanaan Program Pemberdayaan
Komunitas Adat Terpencil ini merupakan kategori awal dalam mengukur respon.
Hasil skor persepsi (V1) merupakan hasil rata- rata Σ skor kategori persepsi : (hasil
jumlah sub kategori dikali jumlah responden). Jumlah sub kategori persepsi ada 8
Untuk mengetahui apakah persepsi warga binaan dalam pelaksanaan Program
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil termasuk respon positif atau negatif, maka
dilakukan analisis dengan memberikan nilai 1 pada respon positif, nilai 0 untuk
respon netral, dan nilai -1 untuk respon negatif, lalu dibagi dengan jumlah total
responden.
Hasil akhir dapat dilihat apakah persepsi positif atau negatif dengan adanya
batasan nilai pada skala likert, yaitu sebagai berikut :
= 209 : (8 x 50)
= 209 : 400
= 0,52
Keterangan :
Σ skor kategori persepsi = 209
Jumlah sub kategori persepsi = 8
Jumlah Responden = 50
Hasil skor kategori persepsi (V1) = 0,52
(Persepsi positif yaitu 0,52 karena berada di antara 0,33 sampai 1)
Berdasarkan hasil skala likert tersebut, dapat diketahui bahwa responden
memiliki persepsi positif terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat
Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa
5.4.2. Sikap Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
Pemberian skor sikap dalam pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas
Adat Terpencil merupakan kategori kedua dalam mengukur respon. Hasil skor
kategori sikap (V2) merupakan hasil rata-rata Σ skor kategori sikap : (hasil jumlah
sub kategori/item dikali jumlah responden). Jumlah sub kategori sikap ada 9 sub
kategori (lihat lampiran). Sehingga rata- rata V2= Σskor kategori : (9 x 50).
Untuk mengetahui apakah sikap warga binaan dalam pelaksanaan program
pemberdayaan komunitas adat terpencil termasuk respon positif atau negatif, maka
dilakukan analisis dengan memberikan nilai 1 pada respon positif, nilai 0 untuk
respon netral, dan nilai -1 untuk respon negatif, lalu dibagi dengan jumlah total
responden.
Hasil akhir dapat dilihat apakah persepsi positif atau negatif dengan adanya
batasan nilai pada skala likert, yaitu sebagai berikut :
= 314 : (9 x 50)
= 314 : 450
= 0,69
Keterangan :
Σ skor kategori sikap = 314
Jumlah sub kategori sikap = 9
Jumlah Responden = 50
(Sikap positif yaitu 0,69 karena berada di antara 0,33 sampai 1)
Berdasarkan hasil skala likert tersebut, dapat diketahui bahwa responden
memiliki sikap positif karena responden setuju dengan dilaksanakannya Program
pemberdayaan komunitas adat terpencil dan mengharapkan program tersebut dapat
tetap berjalan dan bermanfaat dalam meningkatkan kesejahteraan warga binaan di
Desa Sionom Hudon Selatan.
5.4.3. Partisipasi Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
Pemberian skor partisipasi dalam pelaksanaan program pemberdayaan
komunitas adat terpencil juga merupakan kategori dalam mengukur respon. Hasil
skor kategori partisipasi (V3) merupakan hasil rata-rata Σ skor kategori partisipasi :
(hasil jumlah sub kategori/item dikali jumlah responden). Jumlah sub kategori sikap
ada 8 sub kategori (lihat lampiran). Sehingga rata- rata V3= Σskor kategori : (8 x 50).
Untuk mengetahui apakah partisipasi warga binaan dalam pelaksanaan
program pemberdayaan komunitas adat terpencil termasuk respon positif atau
negatif, maka dilakukan analisis dengan memberikan nilai 1 pada respon positif, nilai
0 untuk respon netral, dan nilai -1 untuk respon negatif, lalu dibagi dengan jumlah
total responden.
Hasil akhir dapat dilihat apakah persepsi positif atau negatif dengan adanya
batasan nilai pada skala likert, yaitu sebagai berikut :
= -27 : (8 x 50)
= -27 : 400
Keterangan :
Σ skor kategori partisipasi = -27
Jumlah sub kategori partisipasi = 8
Jumlah Responden = 50
Hasil skor kategori partisipasi (V3) = -0,06
(Partisipasi negatif yaitu -0,06)
Berdasarkan hasil skala likert tersebut, dapat diketahui bahwa responden
memiliki partisipasi negatif karena responden tidak aktif mengikuti setiap kegiatan
pertemuan yang dilaksanakan.
Jika kuantitatif data dilakukan secara menyeluruh dengan menggunakan skala
likert, maka dapat dilihat rata-rata respon secara keseluruhan dari penelitian respon
warga binaan dalam pelaksanaan program pemberdayaan komunitas adat terpencil.
Jadi, hasil persepsi + hasil sikap + hasil partisipasi dibagi dengan banyak kelas yaitu:
Hasil Persepsi + Hasil Sikap + Hasil Partisipasi 3
= 0,52 + 0,69 + (-0,06) 3
Dari hasil keseluruhan antara persepsi, sikap dan partisipasi dapat diperoleh
skor 0,38. Karena berada di antara 0,33 sampai 1 maka Respon warga binaan dalam
BAB VI PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang didapat dari hasil penelitian.
Kesimpulan yang terdapat di bab ini merupakan hasil yang dicapai dari analisis data
dalam penelitian tentang Respon Warga Binaan Terhadap Program Pemberdayaan
Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera
Utara di Desa Sionom Hudon Selatan. Responden dalam penelitian ini adalah
sebanyak 50 responden yang merupakan warga binaan.
6.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa respon warga binaan dalam
Pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil dapat dilihat dari
tiga aspek yaitu :
1. Dari aspek persepsi, hasil analisis data dapat diketahui bahwa warga binaan
memiliki persepsi yang positif tentang Program Pemberdayaan Komunitas Adat
Terpencil, yang ditunjukkan melalui tanggapan baik dari warga binaan terhadap
keseluruhan kegiatan dan pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat
Terpencil yang dilaksanakan oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi
Sumatera Utara di Desa Sionom Hudon Selatan.
2. Dari aspek sikap, hasil analisis data dapat diketahui bahwa warga binaan
memiliki sikap yang positif tentang Program Pemberdayaan Komunitas Adat
pelaksanaan dan keberlangsungan Program Pemberdayaan Komunitas Adat
Terpencil di Desa Sionom Hudon Selatan.
3. Dari aspek partisipasi, hasil analisis data menunjukan bahwa warga binaan
memiliki partisipasi negatif terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat
Terpencil. Hal ini dapat dilihat melalui jarangnya atau bahkan tidak adanya
keterlibatan dan keaktifan warga binaan dalam setiap kegiatan maupun
pertemuan-pertemuan yang berhubungan dengan program pemberdayaan
komunitas adat terpencil yang dilaksanakan oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial
Provinsi Sumatera Utara di Desa Sionom Hudon Selatan.
Berdasarkan hasil dari ketiga kategori (persepsi, sikap dan partisipasi) tersebut
dapat dilihat dengan nilai rata-rata responden terhadap pelaksanaan program
pemberdayaan komunitas adat terpencil adalah positif. Berdasarkan hal tersebut
dapat disimpulkan bahwa respon warga binaan terhadap program pemberdayaan
komunitas adat terpencil di desa sionom hudon selatan adalah positif dengan jumlah
rata-rata 0,38.
Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil diharapkan dapat terus
dilanjutkan dan lebih ditingkatkan lagi, terutama dalam komunikasi dan
sosialisasinya agar warga binaan dapat lebih berpartisipasi dan memahami maksud
serta tujuan Program Pemberdayaan komunitas Adat Terpencil, sehingga manfaat
dari program tersebut dapat berdampak positif dan lebih maksimal terhadap
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dikemukakan, maka
penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil hendaknya
dilakukan dengan melibatkan seluruh warga binaan agar warga binaan dapat
lebih mengerti dan berpartisipasi dalam melaksanakan Program
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
2. Pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil hendaknya
dilakukan dengan memperhatikan jenis-jenis bantuan yang diberikan pada
warga binaan, yang lebih sesuai dan dibutuhkan oleh warga binaan dan dapat
menunjang produktivitas warga.
3. Sebaiknya pihak lembaga pelaksana program, harus terlebih dahulu mencari
atau meneliti apa yang menjadi penyebab utama atau akar permasalahan yang
ada dalam Komunitas Adat Terpencil, sehingga dapat dicari solusi yang lebih
tepat dalam mengatasi permasalahan sosial yang ada, khususnya dalam
permasalahan Komunitas Adat Terpencil, sehingga kegiatan pemberdayaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Respon
2.1.1. Pengertian Respon
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, respon didefinisikan sebagai suatu
tanggapan, reaksi, maupun jawaban. Menurut The Great Encyclopedia dictionary,
respon adalah menjawab, membalas, menyambut, menanggapi dan mengadakan
reaksi. Hal yang menunjang dan melatarbelakangi ukuran sebuah respon adalah
persepsi, sikap dan partisipasi. Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang,
karena sikap merupakan kecendrungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah
laku jika ia menghadapi suatu ransangan tertentu. Respon juga diartikan sebagai
suatu tingkahlaku atau sikap yang berwujud, baik sebelum pemahaman yang
mendetail, penelitian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta
pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu (Sobur, 2003: 359).
Respon merupakan suatu tingkah laku yang berwujud baik sebelum
pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak
suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu. Selain itu menurut Daryl
Beum, respon diartikan sebagai tingkah laku balas atau sikap yang menjadi tingkah
laku atau adu kuat (Adi, 1994:151).
Respon juga merupakan istilah yang digunakan dalam psikologi untuk
menamakan reaksi terhadap rangsang yang diterima oleh panca indera. Teori
behaviorisme menggunakan istilah respon yang dipasangkan dengan ransang dalam
menjelaskan proses terbentuknya perilaku. Dengan kata lain, respon merupakan
2.1.2. Proses Terjadinya Respon
Dalam hal ini ada beberapa gejala terjadinya respon, mulai dari pengamatan
sampai berpikir. Gejala tersebut menurut Suryabrata adalah sebagai berikut:
1. Pengamatan, yakni kesan-kesan yang diterima sewaktu perangsang mengenai
indera dan perangsangnya masih ada. Pengamatan ini merupakan bagian dari
kesadaran dan pikiran yang merupakan abstraksi yang dikeluarkan dari arus
kesadaran.
2. Bayangan pengiring, yaitu bayangan yang timbul setelah kita melihat sesuatu
warna. Bayangan pengiring itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bayangan
pengiring positif yakni bayangan pengiring yang sama dengan warna
objeknya, serta bayangan pengiring negatif adalah bayanagn pengiring yang
tidak sama dengan warna objeknya.
3. Bayangan eiditik, yaitu bayangan yang sangat jelas dan hidup sehingga
menyerupai pengamatan. Respon, yakni bayangan yang menjadi kesan yang
dihasilkan dari pengamatan. Respon diperoleh dari penginderaan dan
pengamatan.
Jadi proses terjadinya respon adalah pertama-tama indera mengamati objek
tertentu, setelah itu muncul bayangan pengiring yang berlangsung sangat singkat
sesaat sesudah perangsang berlalu. Setelah bayangan perangsang muncul kemudian
bayangan editis, bayangan ini sifatnya lebih tahan lama, lebih jelas dari bayangan
perangsang. Setelah itu muncul tanggapan dan kemudian pengertian
2.1.3. Indikator Respon
Respon dalam penelitian ini akan diukur dari tiga aspek, yaitu persepsi, sikap
dan partisipasi. Persepsi merupakan stimulus yang diindera oleh individu,
diorganisasikan, kemudian diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan
mengerti tentang apa yang diindera. Respon dalam penelitian akan diukur dari tiga
aspek, yaitu persepsi, sikap dan partisipasi. Persepsi menurut Mc Mahon adalah
proses menginterpretasikan rangsangan (input) dengan menggunakan alat penerima informasi (sensorik information). Sedangkan menurut Morgan, King, dan Robinson menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, mencium dunia
sekitar kita dengan kata lain persepsi dapat juga didefenisikan sebagai gejala suatu
yang dialami manusia. Berdasarkan uraian diatas, William James mengatakan
persepsi terbentuk atas dasar data-data yang kita peroleh dari lingkungan yang
diserap oleh indera kita. Diperoleh dari pengelolaan ingatan (memory) kemudian diolah kembali berdasarkan pengalaman yang kita miliki (Adi, 1994 : 105).
Fenomena lain yang terpenting dalam kaitannya dengan persepsi adalah
atensi (attention). Atensi merupakan suatu proses penyeleksian input yang akan diproses dalam kaitan dengan pengalaman. Oleh karena itu, atensi ini menjadi bagian
yang penting dalam proses persepsi. Hal-hal yang mempengaruhi atensi seseorang
dapat dilihat dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi
atensi adalah:
1. Motif dan kebutuhan
2. Preparatory set, yaitu kesiapan seseorang untuk berespon terhadap suatu input sensorik tertentu tetapi tidak pada input yang lain
Sedangkan, faktor eksternal yang mempengaruhi atensi adalah :
1. Intensitas dan ukuran
2. Kontras dengan hal-hal yang baru
3. Pengulangan
4. Pergerakan (Adi, 1994 : 107).
Menurut Louis Thursone, respon merupakan jumlah kecenderungan dan
perasaan, kecurigaan, dan prasangka, pemahaman yang mendetail, rasa takut,
ancaman, dan keyakinan tentang suatu hal yang khusus. Pengungkapan sikap dapat
diketahui melalui :
1. Pengaruh atau penolakan
2. Penilaian
3. Suka atau tidak suka
4. Kepositifan atau kenegatifan suatu objek psikologi
Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang atau
sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu, seperti perubahan lingkungan atau
situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif, yakni cenderung menyenangi,
mendekati dan mengharapkan suatu objek, seseorang disebut mempunyai respon
positif apabila dilihat melalui tahap kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Sebaliknya,
seseorang disebut mempunyai respon negatif apabila informasi yang didengar atau
perubahan terhadap sesuatu objek tidak mempengaruhi tindakannya atau justru
menghindar dan membenci objek tertentu.
Mengenai sikap, Thursone mengatakan sikap adalah derajat efek positif atau
adalah lambang-lambang, kalimat, semboyan , intuisi, pekerjaan, atau profesi, dan
ide yang dapat dibedakan dalam perasaan positif atau negatif. Sikap adalah tendensi
untuk berekasi dalam suka atau tidak suka terhadap suatu objek sikap yang
merupakan emosi yang diarahkan oleh seseorang kepada orang lain., benda atau
peristiwa sebagai objek sasaran sikap. Sikap merupakan respon evaluatif yang dapat
berbentuk positif atau negative (Azwar, 2007:25).
Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting
dalam mengukur suatu respon. Pendekatan partisipasi bertumpu pada kekuatan
masyarakat untuk secara aktif berperan serta dalam proses pembangunan. Pengertian
partisipasi merupakan kesediaan untuk membantu berhasilnya suatu program sesuai
dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri
sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan partisipasi tersebut sama dengan peran
serta. Peran serta merupakan proses komunikasi dua arah yang dilakukan terus
menerus guna meningkatkan pengertian masyarakat atas suatu proses dimana
masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisa oleh badan yang
bertanggung jawab.
Partisipasi warga adalah “proses ketika warga, sebagai individu maupun
kelompok sosial dan organisasi, mengambil peran serta ikut mempengaruhi proses
perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kebijakan-kebijakan yang langsung
mempengaruhi kehidupan mereka”. Partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan
pembangunan memerlukan kesadaran warga masyarakat akan minat dan kepentingan
yang sama. Untuk berhasilnya suatu program maka warga masyarakat dituntut
terlibat tidak hanya dalam aspek kognitif dan praktis, tetapi juga ada keterlibatan
untuk ikut serta dalam gerakan perubahan yang diperlukan dalam mengukur respon
(http://repository.usu.ac.id diakses pada 18 Januari 2013 pukul 21.00 WIB).
2.2. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan Masyarakat merupakan suatu upaya untuk meningkatkan
kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, dalam memecahkan
berbagai persoalan yang dihadapi dalam upaya peningkatan kualitas hidup,
kemandirian dan kesejahteraan. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan
yang besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan
kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai (Siagian,
2012:165). Pemberdayaan sebenarnya mengacu pada upaya untuk
mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh masyarakat. Jadi,
pendekatan pemberdayaan masyarakat titik beratnya adalah penekanan pada
pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir
diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian
diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sebagai obyek tetapi
justru sebagai subyek pelaku pembangunan yang ikut menentukan masa depan dan
kehidupan masyarakat secara umum (Setiana, 2005: 6).
Seperti yang telah dikemukakan pada Bab I bahwasanya Pemberdayaan
dalam konteks ini merupakan suatu proses mengembangkan, memandirikan,
menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah
terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Konsep
pemberdayaan (masyarakat desa) dapat dipahami juga dengan dua cara pandang.
masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah objek manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam
posisi sebagai subjek (agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara
mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggung jawab negara.
Pemberian layanan publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan
seterusnya) kepada masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban) negara secara
given. Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan
kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan
sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut menentukan
proses politik di ranah negara. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses
pembangunan dan pemerintahan.
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang digunakan dalam
pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan dan
kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Inti
pengertian pemberdayaan masyarakat merupakan strategi untuk mewujudkan
kemampuan dan kemandirian masyarakat. Pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan
oleh banyak elemen: pemerintah, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat,
pers, partai politik, lembaga donor, masyarakat sipil, atau oleh organisasi masyarakat
lokal sendiri.
Birokrasi pemerintah tentu saja sangat strategis karena mempunyai banyak
keunggulan dan kekuatan yang luar biasa ketimbang unsur-unsur lainnya:
mempunyai dana, aparat yang banyak, kewenangan untuk membuat kerangka legal,
kebijakan untuk pemberian layanan publik, dan lain-lain. Proses pemberdayaan bisa
membangun kemitraan dan jaringan yang didasarkan pada prinsip saling percaya dan
menghormati (Sutoro, 2002:8).
2.3. Kebijakan Publik dan Kebijakan Sosial 2.3.1. Kebijakan Publik
Kebijakan (policy) adalah sebuah instrument pemerintah bukan saja dalam artian government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula govermance yang menyentuh pengelolaan sumber daya publik. Menurut Bridgman dan Davis (Suharto, 2007:3) mengatakan bahwa kebijakan publik pada umumnya
mengandung pengertian mengenai ‘whatever government choose to do or not to do’. Artinya kebijakan publik adalah ‘apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk
dilakukan atau tidak dilakukan’.
Kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah yang didisain untuk
mencapai hasil-hasil tertentu. Namun tidak berarti bahwa makna kebijakan hanyalah
milik atau domain pemerintah saja tetapi juga milik organisasi non pemerintah,
organisasi sosial dan lembaga-lembaga sukarela lainnya. Namun, kebijkan mereka
tidak dapat diartikan sebagai kebijakan publik karena kebijakan mereka tidak
memakai sumber daya publik atau tidak memiliki legalitas hukum sebagaimana
kebijakan lembaga pemerintah.
Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan Agenda
Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam
realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk
agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status
sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik,
maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih
daripada isu lain. Dalam agenda setting juga sangat penting untuk
menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda
pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang
telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter
permasalahan tersebut. Menurut William Dunn, isu kebijakan merupakan
produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian,
penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua
isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan. Penyusunan agenda
kebijakan sebaiknya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi
kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh
mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.
2. Formulasi kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam agenda
para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian
dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal
dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan
perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap
perumusan kebijakan masing-masing slternatif bersaing untuk dapat dipilih
3. Adopsi atau Legitimasi Kebijakan
Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar
pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh
kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun
warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang
sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi - cadangan dari
sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu
anggota mentolerir pemerintahan disonansi.Legitimasi dapat dikelola melalui
manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar
untuk mendukung pemerintah.
4. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan
Secara umum
menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi,
implementasi dan dampak. Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu
kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada
tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan.
Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan
masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan
masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan (William,