RESPON WARGA BINAANDUSUN PARTUKKOAN DESA SALAON DOLOK KECAMATAN RONGGUR NIHUTA KABUPATEN SAMOSIRTERHADAP PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS
ADAT TERPENCIL OLEH DINAS KESEJAHTERAAN DAN SOSIAL PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Sosial Universitas Sumatera Utara
OLEH :
DENISA TATIANA LADO 110902078
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Nama : Denisa Tatiana Lado NIM : 110902078
ABSTRAK
RESPON WARGA BINAAN DUSUN PARTUKKOAN DESA SALAON DOLOK KECAMATAN RONGGUR NIHUTA KABUPATEN SAMOSIR
TERHADAP PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL OLEH DINAS KESEJAHTERAAN DAN SOSIAL PROVINSI
SUMATERA UTARA
(Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 103 halaman, 31 Tabel dan 7 Lampiran)
Ditengah kemajuan zaman yang sekarang ini dialami oleh berbagai negara dunia termasuk Indonesia, ternyata masih dapat kita temui banyak masyarakat Indonesia yang masih hidup terpencil dengan berbagai keterbatasan akses.Salah satu kelompok masyarakat terpencil itu dapat ditemui di Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir. Untuk mengeluarkan masyarakat tersebut dari keterpencilan, pemerintah melalui Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara membuat kebijakan program pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Respon Warga Binaan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara. Dalam hal ini, untuk mengetahui respon warga binaan dapat dilihat melalui persepsi, sikap dan partisipasi.
Penelitian ini tergolong tipe deskriptif yaitu menggambarkan kondisi dan fakta tentang bagaimana Respon Warga Binaan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara. Responden dalam penelitian ini berjumlah 60 kepala keluarga. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa data kuantitatif kemudian akan dianalisis melalui tabulasi data.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa program pemberdayaan komunitas adat terpencil mendapat respon positif dari warga binaan dengan nilai 0,07. Terdiri dari persepsi dengan nilai 0,04 dan sikap dengan nilai 0,16 serta parsisipasi dengan nilai 0,03. Warga binaan merasa terbantu dengan adanya program ini dan berharap agar pemerintah tetap terus memperhatikan kehidupan warganya.
UNIVERSITY OF NORTHERN SUMATRA
FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
Name : Denisa Tatiana Lado Student ID Number : 110902078
ABSTRACT
RESPONSE CITIZENSOF DUSUN PARTUKKOAN DESA SALAON DOLOK KECAMATAN RONGGUR NIHUTA KABUPATEN SAMOSIR OF THE
REMOTE INDIGENOUS COMMUNITIES BY SOCIAL WELFARE DEPARTMENT OF NORTH SUMATRA
(This thesis consists of six chapters, 103 pages, 31 Tables and Appendix 7) In the Middle of the current progress of the times experienced by many countries including Indonesia, it turns out we can still meet many Indonesian people who still live remote with a range of limited access. One of the isolated communities can be found in Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir. To eject the community of remoteness, the government through the Social Welfare Department Of North Sumatra policies Remote Indigenous Communities empowerment program. This study aims to determine how the Citizens ResponseIn Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Against Remote Indigenous Community Empowerment Program by the Social Welfare Department of North Sumatra. In this case, to determine the response of remotes can be seen through the perceptions, attitudes and participation.
This research is classified as descriptive describe the conditions and facts about how the Citizens ResponseIn Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten SamosirAgainst Remote Indigenous Community Empowerment Program by the Social Welfare Department Of North Sumatra. Respondents in this study amounted to 60 families. Data analysis technique used in this research is quantitative data analysis techniques will then be analyzed through data tabulation.
Based on the results obtained, it can be concluded that the remote indigenous community empowerment program received a positive response from the inmates with a value of 0.07. Consisting of perception with values of 0.04 and 0.16 and attitudes with parsisipasi value with the value of 0.03. Inmates feel helped by this program and hope that the government still consider the lives of its citizens.
KATA PENGANTAR
Puji syukur hanya kehadirat-Mu, Tuhan Yesus Kristus karena penulis dapat
sampai ke titik ini, bisa menyelesaikan kewajiban sebagai mahasiswa tingkat
akhir.Ini semua bukan karena kuat dan gagah penulis, tapi ini semua karena berkat
dan kasih setia-Nya selama ini yang selalu diberikan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan baik.
Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Respon Warga Binaan Dusun
Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara”.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Secara
khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
3. Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan waktu, tenaga, dan ilmunya kepada penulis sehingga penulis
mampu menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan Staff Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
5. Seluruh Staff bagian Kemahasiswaan, administrasi Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial dan bagian pendidikan, yang membantu segala proses
yang dibutuhkan oleh penulis, yaitu Bu Zuraida, Bang Ria, dan Kak
Debby.
6. Seluruh staff dan pegawai Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera
Utara yang telah berkenan menerima penulis melakukan Praktik Kerja
Lapangan dan Penelitian Skripsi. Khususnya untuk Pak Kastro Sitanggang,
S.ST, MAP dan Pak Drs. Avensius Girsang. Terima kasih ya pak, sudah mau direpotkan oleh saya.
7. Teristimewa untuk Kedua Orang Tua saya, Bapak D. Lado, ST dan Mami
ku S. E. br. Nababan, yang selama ini selalu mendukung, memberikan cinta kasih sayang, perhatian dan dukungan yang luar biasa sejak penulis kecil
sampai sekarang mampu menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih buat semua
yang sudah bapak dan mami lakukan untuk penulis. Tidak ada satupun yang
dapat penulis lakukan untuk dapat membalas semua yang sudah bapak dan
mami lakukan. Penulis hanya bisa berdoa agar bapak dan mami selalu
diberikan kesehatan dan kebahagiaan dari Tuhan Yesus Kristus. Tak lupa
juga buat kedua adikku, Jesica Christin Lado dan Hillary Gabriella Lado. Semangat terus belajar! Jesus bless us.
8. Buat sahabat-sahabatku, “Bepdut 1” Debora, “Bepdut 2” Rachel, “Cimot”
Risca, Ka Rina Kece Badai, Aunty Dewi Riris, Herbang (Hera) yang selalu mengaku dirinya “edek”, Mas Bro Andri Martuah, “Onot” Guster Sihombing dan seluruh Penghuni KonPen (Kontrakan Penyamun), makasih ya wee, makasih ya bebep-bebepku! Duluanlah kami sama si Debo
9. Seluruh kawan-kawan seperjuangan Kessos 2011 yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Makasih wee buat dukungannya, buat kenangan
selama diperkuliahan ini. Semangat kalian ya!
10.Terima kasih saya ucapkan kepada Bang Kepler Manik dan Kak Holong
br. Togatorop yang sudah mau menerima saya untuk menginap dirumahnya ketika berada di Pangururan. Maaf sudah merepotkan ya kak, bang, semoga
keluarga kakak dan abang selalu diberkati Tuhan Yesus Kristus.
11.Keluarga Bapak Darwin Sitanggang di Partukkoan yang mau memberikan
tumpangan dan membantu dalam proses pengumpulan data untuk skripsi ini.
12.Sahabat-sahabatku sejak kecil, Poppy Siahaan, Mutiara Girsang, Novia
Siregar. Aku sekarang udah nyusul si pudan sama si popy, mut. Kau juga harus cepat menyusul ya!
13.Terimakasih juga buat senior dan alumni Kessos, Bang Budi Tarigan,
Bang Rizki Simamora, Kak Debora Banjarnahor, Kak Evi Saragih, seluruh senior 07, senior 09, dan senior 010 yang selama ini mendukung dan mau memberikan waktu untuk memberikan bantuan jika penulis
mendapat kesusahan. Begitu juga buat junior-juniorku stambuk 012 dan
stambuk 013.
14.Buat teman-teman, sahabat-sahabatku di Paduan Suara Mahasiswa
Universitas Sumatera Utara (PSM USU), Gok, Memei, Stephani, Siti, Kak Grace, Blessta, David, Bg Ono, Bg Seno, Gunawan, Leo, Ka Erni, Debby, pokoknya terimakasih ya Sopran Alto Tenor Bass ku!!! Kalwedo!
15.Buat seluruh teman-teman alumni di SMA Negeri 15 Medan yang tergabung
dalam Komunitas Alumni Kristen SMA Negeri 15 Medan, Bang Afri,
Andreas. Semangat ya panitia buat retreatnya! Semoga aku juga bisa ikut nanti.
16.Terimakasih juga buat semua Om dan Tante ku di Vocal Group Mervo
yang selama ini sudah mendukung penulis dalam segala hal termasuk
menyemangati dan memberikan motivasi kepada penulis untuk mengerjakan
skripsi.
17.Para Organis dan Kantoria Sektor VIII GPIB Kasih Karunia Medan, Nona, Icha, Kak Henny, Kak Jessy. Terimakasih buat dukungannya! Semangat juga buat kak Jessy yang juga lagi nyusun. Semangat melayani
untuk kita!
18.Buat teman-teman, siapa pun yang turut andil dalam mendukung dan
membantu penulis yang mungkin namanya tidak penulis cantumkan dalam
kata pengantar ini, saya ucapkan terima kasih. Semoga ilmu yang sudah kita
dapat bisa berguna bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa masih banyak
terdapat kekurangan dalam skripsi ini.Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik
yang membangun guna menyempurnakan penulisan karya ilmiah ini.Semoga
bermanfaat.
Medan, 16 April 2015
Penulis,
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR BAGAN BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………. 1
1.2 Perumusan Masalah………. 9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 9
1.3.1 Tujuan Penelitian……….. 9
1.3.2 Manfaat Penelitian……… 10
1.4 Sistematika Penulisan………. 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon……….. 12
2.1.1 Pengertian Respon………. 12
2.1.2 Proses Terjadinya Respon……….. 12
2.1.3 Indikator Respon……… 13
2.2 Pemberdayaan Masyarakat……… 15
2.3 Kebijakan Publik dan Kebijakan Sosial……… 19
2.3.1 Kebijakan Publik………. 19
2.3.2 Kebijakan Sosial……….. 20
2.4 Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil……….. 22
2.4.1 Pengertian Program………. 22
2.4.2 Komunitas Adat Terpencil………. 23
2.4.4 Permasalahan Internal Dalam Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
………... 29
2.4.5 Permasalahan Eksternal Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ……… 30
2.4.6 Tujuan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil……… 31
2.4.7 Sasaran Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil…… 32
2.4.8 Tahapan Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.. 35
2.5 Peranan Pekerja Sosial Dalam Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil… 39 2.6 Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara……… 42
2.7 Kesejahteraan Sosial……….………. 45
2.8 Kerangka Pemikiran……….………. 47
2.9 Definisi Konsep dan Definisi Operasional………. 51
2.9.1 Definisi Konsep……… 51
2.9.2 Definisi Operasional………. 52
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian……… 54
3.2 Lokasi Penelitian……… 54
3.3 Populasi Penelitian………. 55
3.4 Teknik Pengumpulan Data………. 55
3.5 Teknik Analisis Data……….. 56
BAB IV ANALISIS DATA 4.1 Lokasi Penelitian……… 58
4.1.2 Kondisi Demografis……… 59
4.2 Sistem Ekonomi Masyarakat……….. 60
4.2.1 Mata Pencaharian………. 60
4.2.2 Pemenuhan Kebutuhan Warga………. 60
4.3 Akses Pelayanan Sosial Dasar………. 61
4.3.1 Pendidikan……… 61
4.3.2 Kesehatan………. 62
4.4 Sarana dan Prasarana Dusun Partukkoan……… 62
4.4.1 Jalan……….. 62
4.4.2 Listrik………... 63
4.4.3 Rumah……….. 63
4.4.4 Tempat Ibadah………. 63
4.4.5 Transportasi……….. 64
BAB V ANALISIS DATA 5.1 Data Identitas Responden……… 65
5.1.1 Data Jenis Kelamin Responden……… 65
5.1.2 Data Usia Responden……… 66
5.1.3 Data Suku Bangsa Responden……….. 67
5.1.4 Data Agama Responden……… 68
5.1.5 Data Tingkat Pendidikan Responden……… 69
5.1.6 Data Pekerjaan Responden……… 70
5.2 Analisis Data Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat
Terpencil……… 72
5.2.1 Persepsi Warga Binaan Terhadap Program Pemberdayaan KAT….. 72
5.2.2 Sikap Warga Binaan Terhadap Program Pemberdayaan KAT…… 79
5.2.3 Partisipasi Warga Binaan Terhadap Program Pemberdayaan KAT. 83
5.3 Analisis Data Kuantitatif Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat
Terpencil……… 95
5.3.1 Persepsi Warga Binaan Terhadap Program Pemberdayaan KAT….. 96
5.3.2 Sikap Warga Binaan Terhadap Program Pemberdayaan KAT…….. 98
5.3.3 Partisipasi Warga Binaan Terhadap Program Pemberdayaan KAT.. 99
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan………. 102
DAFTAR BAGAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Nama : Denisa Tatiana Lado NIM : 110902078
ABSTRAK
RESPON WARGA BINAAN DUSUN PARTUKKOAN DESA SALAON DOLOK KECAMATAN RONGGUR NIHUTA KABUPATEN SAMOSIR
TERHADAP PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL OLEH DINAS KESEJAHTERAAN DAN SOSIAL PROVINSI
SUMATERA UTARA
(Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 103 halaman, 31 Tabel dan 7 Lampiran)
Ditengah kemajuan zaman yang sekarang ini dialami oleh berbagai negara dunia termasuk Indonesia, ternyata masih dapat kita temui banyak masyarakat Indonesia yang masih hidup terpencil dengan berbagai keterbatasan akses.Salah satu kelompok masyarakat terpencil itu dapat ditemui di Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir. Untuk mengeluarkan masyarakat tersebut dari keterpencilan, pemerintah melalui Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara membuat kebijakan program pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Respon Warga Binaan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara. Dalam hal ini, untuk mengetahui respon warga binaan dapat dilihat melalui persepsi, sikap dan partisipasi.
Penelitian ini tergolong tipe deskriptif yaitu menggambarkan kondisi dan fakta tentang bagaimana Respon Warga Binaan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara. Responden dalam penelitian ini berjumlah 60 kepala keluarga. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa data kuantitatif kemudian akan dianalisis melalui tabulasi data.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa program pemberdayaan komunitas adat terpencil mendapat respon positif dari warga binaan dengan nilai 0,07. Terdiri dari persepsi dengan nilai 0,04 dan sikap dengan nilai 0,16 serta parsisipasi dengan nilai 0,03. Warga binaan merasa terbantu dengan adanya program ini dan berharap agar pemerintah tetap terus memperhatikan kehidupan warganya.
UNIVERSITY OF NORTHERN SUMATRA
FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
Name : Denisa Tatiana Lado Student ID Number : 110902078
ABSTRACT
RESPONSE CITIZENSOF DUSUN PARTUKKOAN DESA SALAON DOLOK KECAMATAN RONGGUR NIHUTA KABUPATEN SAMOSIR OF THE
REMOTE INDIGENOUS COMMUNITIES BY SOCIAL WELFARE DEPARTMENT OF NORTH SUMATRA
(This thesis consists of six chapters, 103 pages, 31 Tables and Appendix 7) In the Middle of the current progress of the times experienced by many countries including Indonesia, it turns out we can still meet many Indonesian people who still live remote with a range of limited access. One of the isolated communities can be found in Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir. To eject the community of remoteness, the government through the Social Welfare Department Of North Sumatra policies Remote Indigenous Communities empowerment program. This study aims to determine how the Citizens ResponseIn Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Against Remote Indigenous Community Empowerment Program by the Social Welfare Department of North Sumatra. In this case, to determine the response of remotes can be seen through the perceptions, attitudes and participation.
This research is classified as descriptive describe the conditions and facts about how the Citizens ResponseIn Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten SamosirAgainst Remote Indigenous Community Empowerment Program by the Social Welfare Department Of North Sumatra. Respondents in this study amounted to 60 families. Data analysis technique used in this research is quantitative data analysis techniques will then be analyzed through data tabulation.
Based on the results obtained, it can be concluded that the remote indigenous community empowerment program received a positive response from the inmates with a value of 0.07. Consisting of perception with values of 0.04 and 0.16 and attitudes with parsisipasi value with the value of 0.03. Inmates feel helped by this program and hope that the government still consider the lives of its citizens.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Keberadaan masyarakat yang tidak bisa hidup secara layak dan cenderung
memprihatinkan sebenarnya masih dapat kita temui di berbagai daerah di Indonesia
khususnya di Provinsi Sumatera Utara.Ketika sebagian masyarakat Indonesia mulai
menjadi manusia modern dengan berbagai peralatan teknologi yang canggih dan
berbagai kemudahan akses lainnya dalam kehidupan, ada pula sebagian masyarakat
yang masih hidup terkucilkan karena kondisi geografis mereka yang sulit dijangkau
sehingga berimbas pada aspek kehidupan lainnya.Oleh Dinas Kesejahteraan dan
Sosial Provinsi Sumatera Utara mereka itu disebut sebagai Komunitas Adat
Terpencil (KAT).
Ketika globalisasi yang dirasakan oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia
telah banyak mengubah pandangan, kebiasaan, nilai dan norma dalam kehidupan
sehari-hari, ternyata hal tersebut masih belum dirasakan oleh masyarakat yang kita
kenal sebagai Komunitas Adat Terpencil. Karena keterpencilan yang mereka alami,
mereka tidak mengenal apa itu kata globalisasi dan perubahan-perubahan dalam tata
cara kehidupan sehari-hari. Masyarakat yang tinggal di lokasi yang terpencil hidup
dengan mempertahankan adat-istiadat budaya yang mereka pegang teguh dari nenek
moyang mereka.
Komunitas Adat Terpencil juga merupakan salah satu Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial di Indonesia. Menurut Permensos RI Nomor 8 Tahun 2012
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disebut PMKS adalah
hambatan, kesulitan, atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya,
sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani, maupun
sosial secara memadai dan wajar (Departemen Sosial RI, 2003).
Masyarakat lokasi terpencil ini biasanya berada di tempat yang secara
geografis sulit untuk diakses, misalnya pantai, perbukitan, rawa, dan hutan.Mereka
hidup dengan ekonomi subsistem, yakni mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari
dari hasil ladang sendiri.Apa yang ditanam, itu jugalah yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sangat jarang masyarakat terpencil
melakukan transaksi ekonomi dengan masyarakat diluar daerah mereka karena
keterpencilan yang mereka alami.
Sebagian dari masyarakat yang tinggal di lokasi terpencil sudah mengenal
uang sebagai alat tukar yang lazim kita gunakan sehari-hari.Dalam menjalankan roda
perekonomian pun masyarakat terpencil masih melakukannya secara terbatas. Untuk
menjual hasil ladangnya mereka harus menunggu truk yang akan datang seminggu
sekali. Truk itu kemudian akan membawa hasil ladang dari masyarakat terpencil
untuk kemudian diperjualbelikan di kecamatan atau di ibukota kabupaten. Hampir
tidak ada warga yang menjalankan usaha sendiri atau membuka warung.Mereka
hanya mengharapkan truk yang datang sekali seminggu itu untuk melakukan
transaksi atau membeli alat kebutuhan sehari-hari.
Rendahnya akses pendidikan dan kesehatan juga membuat masyarakat
semakin jauh tertinggal dari perkembangan zaman saat ini.Banyak dari mereka yang
hanya tamatan SD – SMP karena jauhnya jarak lokasi mereka dengan sekolah
terdekat serta mahalnya biaya pendidikan saat ini.Bagi masyarakat yang sakit,
mereka hanya mengandalkan bantuan dari dukun/tabib setempat untuk
harus berjalan kaki beberapa kilometer untuk mencapai puskesmas atau klinik
setempat.Hal tersebut merupakan tanggung jawab bagi pemerintah pusat dan daerah
untuk memberikan program pemberdayaan agar masyarakat di lokasi KAT tersebut
tidak lagi dikatakan sebagai suatu komunitas adat yang terpencil. Oleh karena itu
Kementrian Sosial Republik Indonesia melalui Direktorat Pemberdayaan Komunitas
Adat Terpencil semakin giat membuat program pemberdayaan di berbagai daerah di
Indonesia. Di Sumatera Utara, program pemberdayaan ini dijalankan oleh Dinas
Kesejahteraan dan Provinsi Sumatera Utara.
Sebagai bagian dari Warga Negara Indonesia, masyarakat yang terpencil juga
harus diikutsertakan dalam setiap proses pembangunan bangsa. Namun sebelum
adanya jangkauan pemerintah terhadap daerah tempat tinggal mereka, masyarakat
terpencil ini tidak pernah mengikuti atau mengambil bagian dalam pembangunan
negaranya.Sampai saat ini bahkan banyak diantara mereka yang tidak memiliki kartu
identitas.Biaya kepengurusan yang mahal menjadi salah satu penyebabnya selain
keterpencilan yang mereka alami.Ada juga yang memang menganggap kartu
identitas itu tidak terlalu penting bagi mereka.
Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) merupakan salah
satu kebijakan dari Kementerian Sosial yang diarahkan pada upaya pemberian
kewenangan dan kepercayaan kepada masyarakat dengan kategori terpencil.Melalui
program ini diharapkan masyarakat dapat menemukan masalah dan kebutuhan
beserta upaya pemecahannya berdasarkan kekuatan dan kemampuannya sendiri,
sehingga tercipta peningkatan mutu hidup, terlindungi hak dasarnya serta
terpeliharanya budaya lokal. Kita mengetahui bahwa masyarakat yang tergolong
yangsudah maju peradabannya, itulah sebabnya pemberdayaan yang dilakukan
haruslah sesuai dengan kearifan lokal yang ada dalam masyarakat.
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) tidak dapat disamakan
dengan pemberdayaan masyarakat miskin pada umumnya karena permasalahan
sosial yang dihadapi sifatnya sangat kompleks meliputi berbagai segi kehidupan dan
penghidupan.Strategi dan pola intervensi dalam pemberdayaan KAT harus dibedakan
dengan pemberdayaan yang dilakukan kepada masyarakat miskin pada
umumnya.Pemerintah selaku penyelenggara negara harus menjadi aktor utama
sebagai wujud pelaksanaan amanah UUD 1945 untuk mensejahterakan seluruh
rakyat Indonesia (Angkop, 2010).
Sebagai lanjutan dari berlangsungnya kegiatan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Indonesia, Presiden Joko Widodo pada tanggal 23 Desember 2014 lalu telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 186 Tahun 2014 tentang Pemberdayaan
Sosial Terhadap Komunitas Adat Terpencil. Pada pasal 1 ayat 1 di dalam Perpres itu
menyatakan bahwa Pemberdayaan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk
menjadikan warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai daya,
sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Menurut Perpres ini,
pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) bertujuan untuk mewujudkan: a.
Perlindungan hak sebagai warga negara; b. Pemenuhan kebutuhan dasar; c. Integritas
KAT dengan sistem sosial yang lebih luas; dan d. Kemandirian sebagai warga
negara.Peraturan Presiden Nomor 186 Tahun 2014 ini menegaskan, Pemberdayaan
Sosial terhadap KAT dilaksanakan dalam bidang: a. Permukiman; b. Administrasi
kependudukan; c. Kehidupan beragama; d. Kesehatan; e. Pendidikan; f. Ketahanan
pangan; g. Penyediaan akses kesempatan kerja; h. Penyediaan akses lahan; i.
Sementara bentuk kegiatan Pemberdayaan Sosial terhadap KAT dilaksanakan
dalam bentuk: a. Diagnosis dan pemberian motivasi; b. Pelatihan ketrampilan; c.
Pendampingan; d. Pemberian stimulan modal, peralatan usaha, dan tempat usaha; e.
Peningkatan akses pemasaran hasil usaha; f. Supervisi, dan advokasi sosial; g.
Penguatan keserasian sosial; h. Penataan lingkungan sosial; dan/atau i. Bimbingan
lanjut.Perpres ini juga memerintahkan Menteri Sosial, Gubernur, atau
Bupati/Walikota untuk membentuk forum koordinasi Pemberdayaan Sosial terhadap
KAT, yang merupakan lembaga bersifat nonstruktural dan tidak hierarkis.Forum
koordinasi Pemberdayaan Sosial terhadap KAT itu bertugas memberikan saran,
masukan, dan gagasan dalam menggalang sinergi dan kemitraan berbagai pihak
dalam Pemberdayaan Sosial tehadap KAT. Sumber pendanaan dalam Pemberdayaan
Sosial terhadap KAT, menurut Perpres ini, meliputi: a. Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara; b.Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah: dan c. Sumber dana
lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, 2015).
Untuk menjalankan program pemberdayaan ini tentunya perlu dukungan
Pemerintah Pusat terkait Program Pemberdayaan KAT dengan menyediakan
anggaran APBN melalui dekonsentrasi tahun 2009, sesuai Undang-Undang Nomor:
17 tahun 2006 Tentang Keuangan Negara. Penyediaan dana APBN melalui
dekonsentrasi dimaksudkan sebagai manifestasi perhatian Pemerintah Pusat atas
kinerja yang ditampilkan oleh Pemerintah Daerah untuk Pemberdayaan KAT.
Besarnya alokasi anggaran ini dilandasi oleh skala prioritas atas dasar sasaran yang
ingin dicapai, jumlah populasi, alokasi pembiayaan, dukungan Daerah untuk
mensukseskan program serta satuan-satuan koordinasi/Pokja yang dikembangkan
Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Kementerian Sosial RI
pada tahun 2014 mencatat persebaran warga Komunitas Adat Terpencil di Indonesia
sebanyak 213.087 KK (Kepala Keluarga).Warga KAT yang sudah diberdayakan
sampai tahun 2014 mencapai 94.272 KK (44%) dan warga KAT yang belum
diberdayakan sebanyak 114.004 KK.Untuk program pemberdayaan selanjutnya,
Kemensos RI memiliki target 4.861 KK (4%) di seluruh lokasi KAT. Lokasi
Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil tersebar di 22 provinsi, 73
kabupaten, 80 kecamatan, 83 desa, 105 lokasi di seluruh Indonesia (Cecep Sulaeman,
2014).
Data diatas menunjukkan sudah banyak masyarakat yang dinyatakan sebagai
kawasan purnabina (exit KAT).Ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah selama ini
sudah cukup berhasil untuk membuat masyarakat KAT tidak lagi dikatakan sebagai
masyarakat yang terpencil. 114.004 KK lainnya yang belum diberdayakan menjadi
pekerjaan rumah bagi pemerintah selama kurun waktu 5 tahun ke depan untuk
mengeluarkan masyarakat KAT dari keterpencilan.
Selain itu, terdapat beberapa daerah di Indonesia yang dinyatakan sebagai exit
KAT. Daerah-daerah tersebut dinyatakan sebagai exit KAT setelah menjalani
program pemberdayaan yang diadakan oleh Kemensos RI melalui Dinas
Kesejahteraan dan Sosial di daerah masing-masing. Dengan semakin banyaknya
lokasi-lokasi yang dinyatakan sebagai exit KAT maka akan semakin baik bagi
pembangunan daerah tersebut sehingga akses yang dahulu tertutup dan sulit
dijangkau tidak lagi dirasakan. Provinsi-provinsi yang dinyatakan sebagai provinsi
Tabel 1.1 Provinsi Telah Selesai Pemberdayaan KAT
Lampung, DKI Jakarta, Daerah
Istimewa Yogyakarta
Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara juga telah
menyiapkan Rencana Strategis Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil untuk
tahun 2015-2019 di Provinsi Sumatera Utara. Terdapat 14 kabupaten yang akan
menjadi target pemberdayaan KAT selama 5 tahun ke depan. Kabupaten yang
dimaksud adalah Kabupaten Nias, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli
Selatan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba
Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Paluta,
Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Pakpak
Bharat, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Padang Lawas Utara, dengan jumlah
persebaran sebanyak 4.111 KK atau 17.420 jiwa (Dinas Kesejahteraan dan Sosial
Provinsi Sumatera Utara, 2014).
Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Kementrian Sosial telah
SumateraUtara tahun 2015. Adapun lokasi yang akan menjadi target pemberdayaan
selanjutnya, yaitu Dusun III Pansur Natolu, Desa Dolok Pantis, Kecamatan Sorkam,
Kabupaten Tapanuli Tengah ; Huta Godang & Lumban Sihobuk, Desa Liat Tondung,
Kecamatan Nassau, Kabupaten Toba Samosir ; Huta Tinggi Saribu, Desa Bahapal
Raya Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun (Direktorat Pemberdayaan KAT,
2014).
Salah satu lokasi yang menjadi target Pemberdayaan KAT di Provinsi
Sumatera Utara oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial adalah di Dusun Partukkoan
Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir.Lokasi ini
merupakan lokasi yang telah menjalani kegiatan Pemberdayaan KAT (exit KAT).
Dusun Partokkoan mendapatkan binaan karena lokasinya yang memang terpencil
dengan akses yang sulit untuk dijangkau, karena hanya bisa dilalui dengan berjalan
kaki atau menggunakan sepeda motor melewati jalanan yang licin dan berbatu.
Dusun Partokkoan termasuk ke dalam kategori III dalam KAT, yakni penduduknya
yang sudah tinggal menetap. Pemberdayaan yang dilakukan di desa ini sesuai dengan
kategorinya adalah selama satu (1) tahun dengan pemberian bahan bangunan rumah,
jaminan hidup, bibit dan peralatan kerja.
Masyarakat yang sudah diberdayakan ini tentunya ke depan perlu untuk di
evaluasi bagaimana kemajuan yang sudah dicapai agar ke depan mereka bukan
malah kembali lagi menjadi masyarakat terpencil, melainkan sudah menjadi
masyarakat maju. Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara juga
wajib memantau dan mengetahui bagaiman respon masyarakat atas pemberdayaan
yang sudah dilakukan. Hal ini diperlukan sebagai acuan bagi pemerintah untuk
menjalankan Pemberdayaan KAT di lokasi lainnya.Aktivitas pengawasan
jasa yang dihasilkan oleh instansi pemerintah memenuhi ketentuan kualitas yang
dipersyaratkan, yaitu memenuhi harapan masyarakat yang meliputi kualitas
kebijakan, kualitas pelaksanaan kebijakan, kualitas koordinasi dan kualitas outputs
dan outcomes (Sari, 2010).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merasa tertarik untuk
mengetahui bagaimana respon dari warga yang telah mendapatkan bantuan program
pemberdayaan dari pemerintah, yang dituangkan dalam penelitian yang berjudul :
“Respon Warga Binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara”.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan
sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
Bagaimana respon warga binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan
Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir terhadap Program Pemberdayaan Komunitas
Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara.
1.3Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon warga binaan Dusun
Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir
terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Pengembangan konsep dan teori-teori yang berkenaan dengan Pemberdayaan
Komunitas Adat Terpencil di Provinsi Sumatera Utara.
2. Menjadi masukan dan bahan referensi bagi instansi terkait, dalam hal ini
Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara dalam melakukan
1.4Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, tujuan, dan manfaat
penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah
dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep, dan
definisi operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, teknik
pengumpulan data, serta teknik analisis data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan sejarah singkat gambaran umum lokasi penelitian
dan data-data lain yang mendukung karya ilmiah.
BAB V : ANALISIS DATA
Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian
beserta dengan analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
Berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Respon
2.1.1 Pengertian Respon
Kata respon dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai
tanggapan, reaksi, dan jawaban.Respon juga merupakan istilah yang digunakan
dalam psikologi untuk menamakan reaksi terhadap rangsang yang diterima oleh
panca indera. Teori behaviorisme menggunakan istilah respon yang dipasangkan
dengan ransang dalam menjelaskan proses terbentuknya perilaku. Pusat perhatian
psikologi seharusnya diarahkan pada pendeskripsian, penjelasan, pembuatan
prediksi, serta pengontrolan dari tingkah laku, dengan kata lain respon merupakan
perilakuyang muncul karena adanya rangsangan dari lingkungan (Adi, 1994, h. 58).
Respon pada dasarnya didahului oleh sikap seseorang, karena sikap
merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku jika ia
menghadapi suatu rangsangan tertentu. Respon juga diartikan sebagai suatu tingkah
laku atau sikap yang berwujud, baik sebelum pemahaman yang mendetail, penelitian,
pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu
fenomena tertentu (Sobur, 2003, h. 359).
2.1.2 Proses Terjadinya Respon
Ada beberapa gejala terjadinya respon, mulai dari pengamatan sampai
berpikir. Gejala tersebut menurut Suryabarata adalah sebagai berikut
1. Pengamatan, yakni kesan-kesan yang diterima sewaktu perangsang mengenai
kesadaran dan pikiran yang merupakan abstraksi yang dikeluarkan dari arus
kesadaran.
2. Bayangan pengiring, yaitu bayangan yang timbul setelah kita melihat sesuatu
warna. Bayangan pengiring itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bayangan
pengiring positif yakni bayangan pengiring yang sama dengan warna
objeknya, serta bayangan pengiring negatif adalah bayanagn pengiring yang
tidak sama dengan warna objeknya.
3. Bayangan eiditik, yaitu bayangan yang sangat jelas dan hidup sehingga
menyerupai pengamatan. Respon, yakni bayangan yang menjadi kesan yang
dihasilkan dari pengamatan. Respon diperoleh dari penginderaan dan
pengamatan.
Proses terjadinya respon tersebut adalah pertama-tama indera mengamati
objek tertentu, setelah itu muncul bayangan pengiring yang berlangsung sangat
singkat sesaat sesudah perangsang berlalu. Setelah bayangan perangsang muncul
kemudian bayangan editis, bayangan ini sifatnya lebih tahan lama, lebih jelas dari
bayangan perangsang.Setelah itu muncul tanggapan dan kemudian pengertian
WIB).
2.1.3 Indikator Respon
Respon yang muncul ke dalam kesadaran, dapat memperoleh dukungan atau
rintangan dari respon lain. Dukungan terhadap responakan menimbulkan rasa
senang, sebaliknya respon yang mendapat rintangan akanmenimbulkan rasa tidak
senang.Penjelasan tersebutmenunjukkan bahwa indikator respon terdiri dari respon
menyenangi, dan mengharapkan suatu objek.Respon yang negatif yaitu
kecendrungan tindakannya menjauhi, menghindaridan memberi objek tertentu
(http://repository.usu.ac.id/diakses pada tanggal 02 Februari 2015 pukul 19.50 WIB). Respon dalam penelitian ini akan diukur dari tiga aspek, yaitu persepsi, sikap
dan partisipasi.Persepsidalam arti sempit ialah penglihatan, bagimanacara seseorang
melihat sesuatu sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian
yaitubagimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Menurut Pareek
(dalam Sobur, 2003, h. 446), persepsi dapat didefinisikan sebagai proses menerima,
menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan memberikan reaksi
kepada rangsangan pancaindra atau data.
Menurut Louis Thursone, respon merupakan jumlah kecenderungan dan
perasaan, kecurigaan, dan prasangka, pemahaman yang mendetail, rasa takut,
ancaman, dan keyakinan tentang suatu hal yang khusus. Pengungkapan sikap dapat
diketahui melalui :
1. Pengaruh atau penolakan
2. Penilaian
3. Suka atau tidak suka
4. Kepositifan atau kenegatifan suatu objek psikologi
Mengenai sikap, Thursone mengatakan sikap adalah derajar efek positif atau
negatif yang dikaitkan dengan objek psikologis.Objek psikologis yang dimaksud
adalah lambang-lambang, kalimat, semboyan, intuisi, pekerjaan, atau profesi, dan ide
yang dapat dibedakan dalam perasaan positif atau negatif. Sikap adalah tendensi
untuk bereaksi dalam suka atau tidak suka terhadap suatu objek sikap yang
peristiwa sebagai objek sasaran sikap. Sikap merupakan respon evaluative yang
dapat berbentuk positif atau negatif (Azwar, 2007, h. 25).
Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting
dalam mengukur suatu respon. Partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam
proses yang ada dalam masyarakat, pemilihan dan pengambilan tentang alternative
solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah dan
keterlibatan masyarakat dalam mengevaluasi perubahan yang terjadi (Adi, 2000, h.
27). Dapat dikatakan partisipasi tersebut sama dengan peran serta. Peran serta
merupakan proses komunikasi dua arah yang dilakukan terus menerus guna
meningkatkan pengertian masyarakat atas suatu proses dimana masalah-masalah dan
kebutuhan lingkungan sedang dianalisa oleh badan yang bertanggung jawab.
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa indikator
dari respon itu adalah senang (positif) dan tidak senang (negatif). Respon bermula
dari adanya suatu tindakan pengamatan yang menghasilkan suatu kesan sehingga
menjadi kesadaran yang dapat dikembangkan pada masa sekarang ataupun menjadi
antisipasi pada masa yang akan datang (http://repository.usu.ac.id/ diakses pada tanggal 02 Februari 2015 pukul 20.24 WIB).
2.2 Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat sebenarnya mengacu kepada kata empowerment,
yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri
oleh masyarakat.Jadi, pendekatan pemberdayaan titik beratnya adalah penekanan
pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang
mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang
tetapi justru sebagai subyek pelaku pembangunan yang ikut menentukan masa depan
dan kehidupan masyarakat secara umum (Setiana, 2005, h. 6).
Pada dasarnya, memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak
mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan
kata lain, memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat
(Kartasasmita, dalam Setiana, 2005, h. 6).
Dalam kerangka pemberdayaan masyarakat yang terpenting adalah dimulai
dengan bagaimana cara menciptakan kondisi, suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang. Dalam mencapai tujuan
pemberdayaan, berbagai upaya dapat dilakukan melalui berbagai macam strategi, di
antara strategi tersebut adalah modernisasi yang mengarah pada perubahan struktur
sosial, ekonomi dan budaya yang bersumber pada peran serta masyarakat setempat
(Setiana, 2005, h. 6). Strategi-strategi ini dapat secara luas diklasifikasi di bawah
judul-judul kebijakan dan perencanaan, aksi sosial dan politik, dan pendidikan dan penyadar-tahunan.
Pemberdayaan melalui kebijakan dan perencanaan dicapai dengan
mengembangkan atau mengubah struktur-struktur dan lembaga-lembaga untuk
mewujudkan akses yang lebih adil kepada sumber daya atau berbagai layanan dan
kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.Pemberdayaan melalui
aksi sosial dan politik menekankan pentingnya perjuangan dan perubahan politik
dalam meningkatkan kekuasaan yang efektif. Pemberdayaan melalui pendidikan dan
penyadar-tahunan menekankan pentingnya suatu proses edukatif (dalam pengertian luas) dalam melengkapi masyarakat untuk meningkatkan keberdayaan mereka. Ini
memahami masyarakat dan struktur operasi, memberikan masyarakat kosakata dan
keterampilan untuk bekerja menuju perubahan yang efektif dan seterusnya (Ife &
Tesoriero, 2008, h. 147-148).
Dalam konsep pemberdayaan masyarakat, perlu diketahui potensi atau
kekuatan yang dapat membantu proses perubahan agar dapat lebih cepat dan terarah,
sebab tanpa adanya potensi atau kekuatan yang berasal dari masyarakat itu sendiri
maka seseorang, kelompok, organisasi atau masyarakat akan sulit bergerak untuk
melakukan perubahan. Kekuatan pendorong ini di dalam masyarakat harus ada atau
bahkan diciptakan lebih dulu pada awal proses perubahan dan harus dapat
dipertahankan selama proses perubahan itu berlangsung. Jenis-jenis kekuatan di
masyarakat adalah beragam dan dapat dikelompokkan ke dalam:
1. Kekuatan pendorong (motivational forces);
Kekuatan pendorong dalam masyarakat adalah orang-orang yang punya
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Tidak puas dengan situasi kondisi yang ada.
b. Mempunyai perasaan adanya sesuatu yang belum dimiliki secara
kejiwaan/psychologist.
Orang-orang ini akan mudah terdorong untuk mencari hal-hal baru. Bagi
seorang motivator atau penyuluh lapangan, seandainya sasaran penyuluhan
sudah merasa puas dengan kondisi situasi yang ada, maka tugas si penyuluh
adalah menciptakan kekuatan pendorong dengan jalan seperti berikut.
a. Menimbulkan rasa tidak puas terhadap sesuatu hal yang dianggap perlu
dimiliki mereka. Hal demikian perlu sekali dilakukan demi
maksud-maksud pembangunan yang diarahkan pada perubahan situasi yang lebih
b. Menimbulkan rasa bersaing untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan
yang akan berdampak pada kehidupan mereka.
c. Menunjukkan kekurangan-kekurangan dan menyadarkan bahwa
kekurangan tersebut perlu untuk diatasi, tidak dibiarkan.
2. Kekuatan bertahan (resistance forces);
Kekuatan ini punya tujuan untuk mempertahankan sesuatu yang telah ada di
masyarakat, mereka pada umumnya menentang inovasi yang masuk atau
hanya terbatas pada inovasi tertentu yang dianggap dapat menimbulkan
perubahan langsung terhadap mereka.Ciri-ciri orang yang tergolong dalam
kelompok ini adalah sebagai berikut.
a. Apatis dan tidak mudah percaya terhadap pihak luar yang dianggap sering
mengecewakan.
b. Punya rasa takut yang tinggi dan lebih suka mempertahankan apa yang
telah mereka punyai daripada menggantinya dengan sesuatu yang belum
mereka pahami atau ketahui.
3. Kekuatan pengganggu (interference forces);
Kekuatan ini dapat kita temukan pada setiap masyarakat. Timbulnya
kekuatan ini karena adanya kekuatan masyarakat yang saling bersaing untuk
dapat dukungan masyarakat dalam proses pembangunan, baik dalam alokasi
biaya, persaingan harga atau tujuan politis tertentu. Kekuatan ini pada
umumya meginginkan ketidakkompakan atau perpecahan, karena mereka
menyadari, jika demikian akan lebih mudah memperalat mereka untuk tujuan
pribadi atau golongan. Kekuatan pengganggu dalam masyarakat sangat
mengurangi keberhasilan suatu proyek kemasyarakatan (Setiana, 2005, h.
7-9).
2.3 Kebijakan Publik dan Kebijakan Sosial 2.3.1 Kebijakan Publik
Secara umum, kebijakan publik lebih luas daripada kebijakan
sosial.Kebijakan transportasi, jalan raya, air bersih, pertahanan dan keamanan
merupakan beberapa contoh kebijakan publik.Literatur mengenai kebijakan publik
telah banyak menyajikan berbagai definisi kebijakan publik, baik dalam arti luas
maupun sempit. Dye yang dikutip Young dan Quinn (2002:5) memberikan definisi
kebijakan publik secara luas, yakni sebagai "whatever governments choose to do or not to do." Sementara itu, Anderson yan'g juga dikutip oleh Young dan Quinn, menyampaikan definisi kebijakan publik yang relatif lebih spesifik, yaitu sebagai "a purposive course of action followed by an actor or set of actors in. dealing with a problem or matter of concern." Untuk memahami berbagai definisi kebijakan publik, ada baiknya jika kita membahas·beberapa konsep kunci yang termuat dalam
kebijakan publik :
a) Tindakan pemerintah yang berwenang. Kebijakan publik adalah tindakan
yang dibuat dan diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memiliki
kewenangan hukum, politis dan finansial untuk melakukannya.
b) Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata.· Kebijakan
publik berupaya merespon masalah atau kebutuhan kongkrit yang
berkembang di masyarakat.
c) Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijakan publik
pilihan tindakan atau strategi yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu
demi kepentingan orang banyak.
d) Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kebijakan
publik pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk memecahkan
masalah sosial. Namun, kebijakan publik bisa juga dirumuskan berdasarkan
keyakinan bahwa masalah sosial akan dapat dipecahkan oleh kerangka
kebijakan yang sudah ada dan karenanya tidak memerlukan tindakan tertentu
(Suharto, 2010, h. 44).
2.3.2 Kebijakan Sosial
Kebijakan sosial merupakan kebijakan publik dalam bidang kesejahteraan
sosial.Makna kebijakan pada kata kebijakan sosial adalah kebijakan publik,
sedangkan makna sosial menunjuk pada bidang atau sektor yang menjadi
garapannya, dalam hal ini adalah sektor atau bidang kesejahteraan sosial (Suharto,
2008).
Sebagai sebuah kebijakan publik, kebijakan sosial memiliki fungsi preventif
(pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan pengempangan
(developmental).Kebijakan sosial adalah ketetapan yang didesain secara kolektif
untuk mencegah terjadinya masalah sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah
sosial (fungsi kuratif) dan mempromosikan kesejahteraan (fungsi pengembangan)
sebagai wujud kewajiban negara (state obligation) dalam memenuhi hak-hak sosial
warganya (Suharto, 2005).
Kebijakan sosial diartikan sebagai kebijakan yang menyangkut aspek sosial
dalam pengertian spesifik, yakni yang menyangkut bidang kesejahteraan
sosial sebagaimana dikemukakan oleh Conyers (1992). Menurut Conyers,
perencanaan sosial adalah perencanaan perundang-undangan tentang pelayanan
kesejahteraan sosial yang pertama kali muncul di Eropa Barat dan Amerika Utara.
Sehingga meskipun pengertian perencanaan sosial diintegrasikan secara meluas, di
masyarakat Barat berkembang anggapan bahwa perencanaan sosial senantiasa
berkaitan erat dengan perencanaan kesejahteraan sosial (Suharto, 2010, h. 9-10).
Beberapa ahli seperti Marshall, Rein, Huttman, Magill, Spicker, dan Hill juga
mengartikan kebijakan sosial dalam kaitannya dengan kebijakan kesejahteraan sosial.
a) Kebijakan sosial merupakan bagian dari kebijakan publik (public policy). Kebijakan publik meliputi semua kebijakan yang berasal dari pemerintah,
seperti kebijakan ekonomi, transportasi, komunikasi,
pertahanankeamanan (militer), serta fasilitas-fasilitas umum lainnya (air
bersih, listrik). Kebijakan sosial merupakan satu tipe kebijakan publik
yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial (Magill, 1986).
b) Kebijakan sosial adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan
dengantindakan yang memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan
warga negara melalui penyediaan pelayanan sosial atau bantuan keuangan
(Marshall,1965).
c) Kebijakan sosial adalah perencanaan untuk mengatasibiaya-biayasosial,
peningkatan pemerataan, dan pendistribusian pelayanan danbantuan
sosial(Rein, 1970).
d) Kebijakan sosial adalah strategi-strategi, tindakan-tindakan, atau
rencana-rencana untukmengatasi masalah sosial dan memenuhi kebutuhan sosial
e) Kebijakan sosialadalah kebijakan yang berkaitandengan kesejahteraan
(we!fare), baik dalam artiluas, yang menyangkut kualitas hidup manusia,
maupundalam arti sempit, yang menunjukpada beberapa jenis pemberian
pelayanan kolektif tertentu guna melindungi kesejahteraan rakyat
(Spieker, 1995).
f) Kebijakan sosial adalah studi mengenai peranan negara dalam kaitannya
dengan kesejahteraan warganya (Hill, 1996).
2.4 Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil 2.4.1 Pengertian Program
Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu
kegiatan.Program adalah produk yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perencanaan,
program dapat juga diartikan sebagai pelayanan tertulis mengenai :
a. Situasi wilayah
b. Masalah yang dihadapi
c. Tujuan yang ingin dicapai
d. Cara mencapai tujuan, yaitu perencanaan kerja yang berisi
pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang dilakukan, siapa saja yang melakukan, kapan
dilakukan, bagaimana cara melakukan dan dimana hal tersebut dilakukan.
Perencanaan program merupakan upaya perumusan, pengembangan, dan
pelaksanaan program-program. Disebutkan pula bahwa perencanaan program
merupakan proses yang berkelanjutkan melalui semua warga masyarakat,
penyuluhan, dan para ilmuwan untuk memusatkan pengetahuan dan
keputusan-keputusan dalam mencapai pembangunan yang lebih terarah dan mantap (Martinez,
2.4.2 Komunitas Adat Terpencil
Sesuai dengan Keppres RI No.111/1999 tentang Pembinaan Sosial
Komunitas Adat Terpencil, yang dimaksud dengan KAT adalah kelompok sosial
budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta serta kurang atau belum terlibat dalam
jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi maupun politik.
Komunitas adat terpencil mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Berbentuk komunitas kecil, tertutup, dan homogen
KAT umumnya hidup dalam kelompok kecil dengan tingkat komunikasi yang
terbatas dengan pihak luar. Disamping itu kelompok KAT hidup dalam satu
kesatuan suku yang sama dan bersifat tertutup.
b. Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan
Pranata sosial yang ada dan perkembangan dalam KAT pada umumnya
bertumpu pada hubungan kekerabatan dimana kegiatan mereka sehari-hari
masih didasarkan pada hubungan kekerabatan dimana kegiatan mereka
sehari-hari masih didasarkan pada hubungan darah dan ikatan tali
perkawinan. Pranata sosial yang ada tersebut meliputi antara lain pranata
ekonomi, pranata kesehatan, pranata hukum, pranata agama, pranata
kepercayaan, pranata politik, pranata pendidikan, pranata ilmu pengetahuan,
pranata ruang waktu, pranata hubungan sosial, pranata kekerabatan, pranata
sistem organisasi sosial.
c. Pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau
Secara geografis KAT umumnya berada didaerah pedalaman, hutan,
pegunungan, perbukitan, laut, rawa, daerah pantai yang sulit dijangkau.
Kesulitan ini diperkuat oleh terbatasnya sarana dan prasarana transportasi,
upaya pemerintah dan pihak luar dalam memberikan pelayanan pembangunan
secara efektif dan terpadu.
d. Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsisten
Aktivitas kegiatan ekonomi warga KAT sehari-hari hanya sebatas memenuhi
kebutuhan hidpnya sendiri (kebutuhan sehari-hari)
e. Peralatan teknologinya sederhana
Dalam upaya memanfaatkan dan mengolah SDA untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari baik dalam kegiatan pertanian, berburu, maupun
kegiatann lainnya, KAT masih menggunakan peralatan yang sederhana yang
diwariskan secara turun-temurun.
f. Ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumber daya alam setempat
relatif tinggi
Kehidupan KAT sangat menggantungkan kehidupan kesehariannya baik itu
fisik, mental dan spiritual pada lingkungan alam seperti umumnya aktivitas
keseharian warga berorientasi pada kondisi alam seperti umumnya aktivitas
keseharian warga berorientasi pada kondisi alam atau berbagai kejadian dan
gejala alam.
g. Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi dan politik
Sebagaimana konsekuensi logis dari keterpencilan, akses berbagai pelayanan
sosial ekonomi dan politik yang tersedia dilokasi atau di sekitar lokasi tidak
ada atau sangat terbatas sehingga menyebabkan sulitnya warga KAT untuk
memperolehnya dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya.
Adapun yang menjadi kategori KAT berdasarkan mobilitas adalah:
a. Kategori I (Kelana) memiliki kebiasaan berburu dan meramu dari berbagai
b. Kategori II (Menetap Sementara) memiliki kebiasaan peladang berpindah,
tergantung pada potensi sumber daya alam setempat yang menjadi
orbitasinya.
c. Kategori III (Menetap) memiliki kebiasaan bertani atau berkebun
(Kementrian Sosial RI, 2014).
Komunitas Adat Terpencil (KAT) biasanya menempati lokasi yang secara
geografis sulit dijangkau. Ditinjau dari segi habitat/lokasinya, warga KAT
biasanya tinggal di daerah sebagai berikut:
a. Di dataran tinggi dan / atau daerah pengunungan
b. Di dataran rendah dan / atau daerah rawa
c. Di dataran pedalaman dan / atau daerah perbatasan
d. Di atas perahu dan / atau daerah pinggir pantai
e. Di atas pohon / pemukiman liar
Adapun yang menjadi permasalahan internal KAT, antara lain:
1. Permukiman yang terpencil dan berpencar sehingga akses terhadap berbagai
fasilitas menjadi sangat terbatas.
2. Ekonomi subsistem, KAT rentan termarginalkan oleh kecepatan perubahan yang
ada dilingkungannya yang bukan KAT.
3. Teknologi sangat sederhana yang umumnya warisan leluhur tidak didukung
sarana dan upaya perubahan sesuai kondisi yang terjadi.
4. Ketergantungan pada SDA yang sangat tinggi, yang rentan terhadap perubahan
jumlah dan pendayagunaan sumber-sumber tersebut oleh unsur dari luar
lingkungan.
1. Kesenjangan dan benturan sistem nilai sosial budaya setempat dengan sistem
budaya yang ada di luar lingkungan KAT.
2. Peran masyarakat dalam proses pemberdayaan KAT relatif terbatas.
3. Pemberdayaan KAT secara umum belum menjadi skala prioritas daerah.
4. Masalah-masalah kecenderungan aktual seperti disintegrasi sosial, perusakan
lingkungan, kesamaan gender, keterlantaran (anak dan lansia), dan kemiskinan
(Kementerian Sosial RI, 2014).
2.4.3 Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
Departemen Sosial melalui Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat
Terpencil menyelenggarakan program pemberdayaan KAT. Pemerdayaan KAT
adalah serangkaian kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang diarahkan pada
upaya pemberian kewenangan dan kepercayaan kepada KAT setempat untuk
menemukan masalah dan kebutuhan beserta upaya pemecahannya berdasarkan
kekuatan dan kemampuan sendiri, melalui upaya perlindungan, penguatan,
pengembangan, konsultasi dan advokasi guna peningkatan taraf kesejahteraan
sosialnya (Kementerian Sosial RI, 2014, h. 6). Program ini telah mampu mengangkat
derajat kehidupan sebagian warga KAT di berbagai daerah.
Di dalam Kepres RI No. 111 Tahun 1999 pembinaan kesejahteraan sosial
komunitas adat terpencil bertujuan untukmemberdayakan komunitas adat terpencil
dalam segala aspek kehidupan danpenghidupan agar mereka dapat hidup secara
wajar baik jasmani, rohani, dan sosial sehingga dapat berperan aktif dalam
pembangunan, yang pelaksanaannya dilakukandengan memperhatikan adat istiadat
Sesuai kebijakan Direktorat Pemberdayaan KAT dan sejalan dengan
penetapan kegiatan pemberdayaan KAT sebagai prioritas nasional, maka Direktorat
Pemberdayaan KAT telah menetapkan kebijakan teknis sebagai berikut:
1. Meningkatkan profesionalisme pemberdayaan sosial, baik yang dilaksanakan
oleh pemerintah maupun masyarakat dan dunia usaha terhadap KAT;
2. Meningkatkan dan memeratakan pemberdayaan sosial yang lebih adil, dalam
arti bahwa setiap KAT berhak untuk memperoleh pelayanan sosial yang
sebaik-baiknya;
3. Memantapkan manajemen pemberdayaan sosial bagi KAT melalui
penyempurnaan terus menerus dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan
pelayanan pemberdayaan sosial yang semakin berkualitas dan akuntabilitas;
4. Meningkatkan dan memantapkan partisipasi sosial masyarakat dalam
pemberdayaan sosial dengan melibatkan semua unsur dan komponen
masyarakat atas dasar swadaya dan kesetiakawanan sosial, sehingga
merupakan bentuk usaha-usaha kesejahteraan sosial yang melembaga dan
berkesinambungan.
Peraturan Pemerintah No. 39/2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan
Sosial dalam Pasal 23 ayat 1: Pemberdayaan KAT disebutkan bahwa pemberdayaan
masyarakat ditujukan kepada Komunitas Adat Terpencil yang terdiri dari
sekumpulan orang dalam jumlah tertentu yang terikat oleh kesatuan geografis,
ekonomi, dan/atau sosial budaya, dan miskin, terpencil, dan/atau rentan sosial
ekonomi. Pasal 23 ayat 2: Pemberdayaan Sosial Masyarakat/ KAT, yang memiliki
kriteria:
1. Keterbatasan akses pelayanan sosial dasar;
3. Marjinal di perdesaan dan perkotaan; dan/atau
4. Tinggal di wilayah perbatasan antar negara, daerah pesisir, pulau-pulau terluar,
dan terpencil.
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial No.
020.A/PS/KPTS/VI/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas
Adat Terpencil dikatakan bahwa Pemberdayaan Komuitas Adat Terpencil (PKAT)
merupakan salah satu bentuk kepedulian dan komitmen pemerintah dalam
mempercepat proses pembangunan pada mereka yang masih belum tersentuh proses
pembangunan nasional yang umumnya berada pada daerah-daerah yang sulit
dijangkau. Departemen Sosial, melalui program KAT mengkhususkan
memberdayakan mereka agar bersama-sama dengan masyarakat Indonesia lainnya
ikut dalam proses pembangunan sebagaimana yang dicita-citakan dalam amanat
UUD 1945.
Jenis kegiatan dalam Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil meliputi :
a) Penyuluhan; merupakan suatu upaya berkesinambungan untuk membimbing
KAT khususnya dengan masyarakat luas baik perorangan atau lembaga ke
arah kesadaran terhadap arti penting pemberdayaan sosial KAT.
b) Bimbingan; merupakan suatu proses terencana dan terorganisasi untuk
menumbuh-kembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
diperlukan untuk menindaklanjuti hasil penyuluhan sosial pada KAT,
lingkungan sosial dan masyarakat luas.
c) Pelayanan; merupakan usaha untuk memfasilitasi dan atau bantuan kepada
warga KAT baik secara perorangan, kelompok, maupun secara keseluruhan
d) Perlindungan; merupakan upaya mempertahankan dan melindungi
adat-istiadat dan atau lingkungan sosial budaya berdasarkan perspektif sosial
budaya yang berlaku secara universal, dan terhindarnya dari berbagai bentuk
eksploitasi terhadap warga KAT.
2.4.4 Permasalahan Internal Dalam Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
Adapun yang menjadi permasalahan internal dalam pemberdayaan KAT
adalah:
a. Kesenjangan sistem sosial budaya dengan masyarakat pada umumnya.
b. Ketertinggalan dalam sistem sosial, teknologi dan ideologi.
c. Pemenuh kebutuhan dasar (basic human needs) seperti sandang, pangan,
perumahan, kesehatan, pendidikan, agama, pekerjaan, rasa aman masih jauh
dari memadai.
d. Belum atau sangat sedikit menerima pelayanan pembangunan sehingga
kebijaksanaan pemetaan pembangunan belum dapat menjangkau mereka.
e. Pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya alam serta manusia dalam
kegiatan produksi belum efesien/optimal.
f. Belum sepenuhnya terjadi integrasi sosial ke dalam sistem kemasyarakatan
sekitarnya.
g. Dapat mengurangi citra keberhasilan pembangunan karena masih adanya
2.4.5 Permasalahan Eksternal Dalam Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
Sedangkan, yang menjadi permasalahan eksternal dalam pemberdayaan KAT
adalah:
a. Kurang akuratnya data tentang Komunitas Adat Terpencil dengan berbagai
latar belakang sosial budayanya.
b. Terbatasnya pengetahuan dan pemahaman tentang nilai-nilai sosial budaya
dan aspirasi KAT yang menjadi sasaran program
c. Belum mantapnya keterpaduan pemberdayaan KAT dengan instansi sektoral
melalui Forum Koordinasi atau Kelompok Kerja baik di tingkat pusat
maupun daerah.
d. Jumlah dan kualitas Pendamping Sosial belum seimbang dengan jumlah
populasi dan kebutuhan pendamping di lokasi KAT.
e. Rendahnya pertisipasi dan kualifikasi tenaga lapangan (Pendamping Sosial),
Orsos dan Lembaga Swadaya Masyarakat dirasakan masih belum profesional
dan efektif.
f. Pengembangan program melalui rekayasa sosial budaya KAT yang masih
sangat memerlukan pendekatan khusus.
g. Dana yang dialokasikan untuk pemberdayaan potensi dan sumber
kesejahteraan sosial KAT relatif kecil dan tidak seimbang dengan bobot
permasalahan.
h. Belum efektifnya tindak lanjut pemberdayaan KAT yang telah dialihkan
kepada Pemda setempat sehingga hasil guna yang diharapkan sebelumnya
Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) merupakan proses
perubahan secara bertahap sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang dimiliki
oleh warga KAT iut sendiri, termasuk sistim nilai dan pengetahuan. Maka dengan
demikian, pemberdayaan KAT hendaknya diawali sesuai dengan potensi sumber
yang mereka miliki dan kuasai.Potensi dan sumber yang dimaksud adalah sumber
daya manusia, sumber daya alam, dan lingkungan termasuk hewan, tanaman,
tumbuhan serta kemungkinan budidaya (domestikasi) sebagai sumber mata
pencaharian pokok maupun penunjang.Untuk itu maka segala komponen kegiatan
pemberdayaan yang dilaksanakan maupun direncanakan di lokasi pemberdayaan
KAT hendaknya mengarah kesana.Misalnya kegiatan bimbingan sosial dan motivasi,
bantuan peralatan kerja, bibit tanaman, bantuan usaha ekonomi produktif perlu
disesuaikan dengan keadaan/kondisi potensi sumber local yang dapat didayagunakan
(Kementerian Sosial RI, 2014, h. 94).
2.4.6 Tujuan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
Tujuan pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) adalah untuk
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan sosial Komunitas Adat Terpencil (KAT)
dalam segala aspek jasmani, rohani, dan sosial. Berdasarkan tujuan tersebut maka
ada empat aspek yang saling terkait satu sama lainnya, meliputi :
1. Aspek fisik : segala hal yang menyangkut kebutuhan fisik/ jasmani seperti
pangan, sandang, papan dan lingkungan.
2. Aspek mental (rohani) : seperti pengetahuan, pendidikan, kesehatan dan
interaksi dengan masyarakat luas.
3. Aspek sosial : meliputi pengenalan tentang perlindungan yang optimal
komunikasi antar warga KAT, terciptanya jaringan kerja, berkembangnya
pranata sosial yang diarahkan unutk pengembangan kelembagaan masyarakat
agar mampu mengaktualisasikan diei dan maengartikulasikan kepentingan
dan kebutuhan KAT tersebut.
4. Aspek ekonomi : meliputi penguatan ekonomi KAT yang disesuaikan dengan
potensi dan kebiasaan yang sudah ada untuk dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan masyarakat secara umum sehingga disamping
memberdayakan warga KAT juga mencegah terjadinya eksploitasi terhadap
warga KAT tersebut.
Pemberdayaan KAT diarahkan pada upaya pengembangan kemandirian untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak dan wajar sehingga mampu menanggapi
berbagai perubahan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2.4.7 Sasaran Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
Adapun yang menjadi sasaran program kegiatan pemberdayaan komunitas
adat terpecil adalah :
1. Komunitas adat terpencil yang belum dan yang sedang diberdayakan
2. Masyarakat di sekitar lokasi permukiman sosial
3. Instansi terkait, lembaga sosial kemasyarakatan, peroranagan (pakar, praktisi
atau pemerhati) dan dunia usaha
Pemberdayaan KAT dilakukan dalam lingkup :
1. Penataan perumahan dan permukiman, meliputi :
a. Penataan pembanguna rumah sederhana
b. Penaatan pembangunan sarana lingkungan sosial yang dilaksanakan
2. Administrasi kependudukan, meliputi :
a. Pendataan penduduk
b. Pembuatan KTP
c. Pengenalan administrasi pemerintahan
3. Kehidupan beragama, meliputi :
a. Pelayanan kerukunan kehidupan beragama
b. Bantuan paket-paket buku agama dan sarana-sarana kepercayaan
masing-masing
4. Pendidikan, meliputi :
a. Pendidikan dasar yang berbasiskan pengetahuan lokal
b. Kejar Paket A dan Kejar Paket B
c. Beasiswa bagi warga KAT yang berkeinginan melanjutkan
pendidikan formal
5. Kesehatan, meliputi :
a. Pelayanan kesehatan dasar
b. Pelayanan kesehatan lingkungan (sanitasi)
6. Peningkatan pendapatan, meliputi :
a. Tanaman pangan
b. Perkebunan
c. Perikanan
d. Peternakan
7. Kesejahteraan sosial, meliputi :
a. Penyuluhan dan Bimbingan Sosial
b. Perlindungan hak-hak KAT, meliputi :
2. Hak akan adat-istiadat
3. Hak akan hukum adat
c. Bantuan/ fasilitas pemberdayaan SDM, usaha dan lingkungan sosial
serta jaminan sosial kemasyarakatan
d. Pelayanan sosial yang meliputi penangan masalah-masalah
kesejahteraan sosial yang rentan dalam warga KAT
e. Pengembangan organisasi lokal, jaringan kerja dan pranata adat,
meliputi :
1. Pemahaman tentang organisasi kelompok
2. Pembuatan akses untuk kontak sosial dengan warga diluar KAT
f. Penguatan ekonomi KAT, meliputi :
1. Pelatihan keterampilan dasar
2. Usaha ekonomis produktif
g. Peningkatan peran perempuan KAT, meliputi :
1. Pelibatan perempuan KAT dalam proses kegiatan pembangunan di
lokasi KAT
2. Penguatan kepada keikutsertaan perempuan KAT dalam
menentukan arah kegiatan yang dilaksanakan di lokasi KAT
h. Generasi muda, meliputi :
1. Pelatihan keterampilan berdasarkan kepada potensi yang ada
2. Pelatihan kader pembangunan KAT
3. Pembentukan organisasi pemuda KAT yang berorientasi kepada