• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Respon Warga Binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Respon Warga Binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Keberadaan masyarakat yang tidak bisa hidup secara layak dan cenderung

memprihatinkan sebenarnya masih dapat kita temui di berbagai daerah di Indonesia

khususnya di Provinsi Sumatera Utara.Ketika sebagian masyarakat Indonesia mulai

menjadi manusia modern dengan berbagai peralatan teknologi yang canggih dan

berbagai kemudahan akses lainnya dalam kehidupan, ada pula sebagian masyarakat

yang masih hidup terkucilkan karena kondisi geografis mereka yang sulit dijangkau

sehingga berimbas pada aspek kehidupan lainnya.Oleh Dinas Kesejahteraan dan

Sosial Provinsi Sumatera Utara mereka itu disebut sebagai Komunitas Adat

Terpencil (KAT).

Ketika globalisasi yang dirasakan oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia

telah banyak mengubah pandangan, kebiasaan, nilai dan norma dalam kehidupan

sehari-hari, ternyata hal tersebut masih belum dirasakan oleh masyarakat yang kita

kenal sebagai Komunitas Adat Terpencil. Karena keterpencilan yang mereka alami,

mereka tidak mengenal apa itu kata globalisasi dan perubahan-perubahan dalam tata

cara kehidupan sehari-hari. Masyarakat yang tinggal di lokasi yang terpencil hidup

dengan mempertahankan adat-istiadat budaya yang mereka pegang teguh dari nenek

moyang mereka.

Komunitas Adat Terpencil juga merupakan salah satu Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial di Indonesia. Menurut Permensos RI Nomor 8 Tahun 2012

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disebut PMKS adalah

(2)

hambatan, kesulitan, atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya,

sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani, maupun

sosial secara memadai dan wajar (Departemen Sosial RI, 2003).

Masyarakat lokasi terpencil ini biasanya berada di tempat yang secara

geografis sulit untuk diakses, misalnya pantai, perbukitan, rawa, dan hutan.Mereka

hidup dengan ekonomi subsistem, yakni mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari

dari hasil ladang sendiri.Apa yang ditanam, itu jugalah yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sangat jarang masyarakat terpencil

melakukan transaksi ekonomi dengan masyarakat diluar daerah mereka karena

keterpencilan yang mereka alami.

Sebagian dari masyarakat yang tinggal di lokasi terpencil sudah mengenal

uang sebagai alat tukar yang lazim kita gunakan sehari-hari.Dalam menjalankan roda

perekonomian pun masyarakat terpencil masih melakukannya secara terbatas. Untuk

menjual hasil ladangnya mereka harus menunggu truk yang akan datang seminggu

sekali. Truk itu kemudian akan membawa hasil ladang dari masyarakat terpencil

untuk kemudian diperjualbelikan di kecamatan atau di ibukota kabupaten. Hampir

tidak ada warga yang menjalankan usaha sendiri atau membuka warung.Mereka

hanya mengharapkan truk yang datang sekali seminggu itu untuk melakukan

transaksi atau membeli alat kebutuhan sehari-hari.

Rendahnya akses pendidikan dan kesehatan juga membuat masyarakat

semakin jauh tertinggal dari perkembangan zaman saat ini.Banyak dari mereka yang

hanya tamatan SD – SMP karena jauhnya jarak lokasi mereka dengan sekolah

terdekat serta mahalnya biaya pendidikan saat ini.Bagi masyarakat yang sakit,

mereka hanya mengandalkan bantuan dari dukun/tabib setempat untuk

(3)

harus berjalan kaki beberapa kilometer untuk mencapai puskesmas atau klinik

setempat.Hal tersebut merupakan tanggung jawab bagi pemerintah pusat dan daerah

untuk memberikan program pemberdayaan agar masyarakat di lokasi KAT tersebut

tidak lagi dikatakan sebagai suatu komunitas adat yang terpencil. Oleh karena itu

Kementrian Sosial Republik Indonesia melalui Direktorat Pemberdayaan Komunitas

Adat Terpencil semakin giat membuat program pemberdayaan di berbagai daerah di

Indonesia. Di Sumatera Utara, program pemberdayaan ini dijalankan oleh Dinas

Kesejahteraan dan Provinsi Sumatera Utara.

Sebagai bagian dari Warga Negara Indonesia, masyarakat yang terpencil juga

harus diikutsertakan dalam setiap proses pembangunan bangsa. Namun sebelum

adanya jangkauan pemerintah terhadap daerah tempat tinggal mereka, masyarakat

terpencil ini tidak pernah mengikuti atau mengambil bagian dalam pembangunan

negaranya.Sampai saat ini bahkan banyak diantara mereka yang tidak memiliki kartu

identitas.Biaya kepengurusan yang mahal menjadi salah satu penyebabnya selain

keterpencilan yang mereka alami.Ada juga yang memang menganggap kartu

identitas itu tidak terlalu penting bagi mereka.

Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) merupakan salah

satu kebijakan dari Kementerian Sosial yang diarahkan pada upaya pemberian

kewenangan dan kepercayaan kepada masyarakat dengan kategori terpencil.Melalui

program ini diharapkan masyarakat dapat menemukan masalah dan kebutuhan

beserta upaya pemecahannya berdasarkan kekuatan dan kemampuannya sendiri,

sehingga tercipta peningkatan mutu hidup, terlindungi hak dasarnya serta

terpeliharanya budaya lokal. Kita mengetahui bahwa masyarakat yang tergolong

(4)

yangsudah maju peradabannya, itulah sebabnya pemberdayaan yang dilakukan

haruslah sesuai dengan kearifan lokal yang ada dalam masyarakat.

Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) tidak dapat disamakan

dengan pemberdayaan masyarakat miskin pada umumnya karena permasalahan

sosial yang dihadapi sifatnya sangat kompleks meliputi berbagai segi kehidupan dan

penghidupan.Strategi dan pola intervensi dalam pemberdayaan KAT harus dibedakan

dengan pemberdayaan yang dilakukan kepada masyarakat miskin pada

umumnya.Pemerintah selaku penyelenggara negara harus menjadi aktor utama

sebagai wujud pelaksanaan amanah UUD 1945 untuk mensejahterakan seluruh

rakyat Indonesia (Angkop, 2010).

Sebagai lanjutan dari berlangsungnya kegiatan Pemberdayaan Komunitas Adat

Terpencil di Indonesia, Presiden Joko Widodo pada tanggal 23 Desember 2014 lalu telah

menandatangani Peraturan Presiden Nomor 186 Tahun 2014 tentang Pemberdayaan

Sosial Terhadap Komunitas Adat Terpencil. Pada pasal 1 ayat 1 di dalam Perpres itu

menyatakan bahwa Pemberdayaan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk

menjadikan warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai daya,

sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Menurut Perpres ini,

pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) bertujuan untuk mewujudkan: a.

Perlindungan hak sebagai warga negara; b. Pemenuhan kebutuhan dasar; c. Integritas

KAT dengan sistem sosial yang lebih luas; dan d. Kemandirian sebagai warga

negara.Peraturan Presiden Nomor 186 Tahun 2014 ini menegaskan, Pemberdayaan

Sosial terhadap KAT dilaksanakan dalam bidang: a. Permukiman; b. Administrasi

kependudukan; c. Kehidupan beragama; d. Kesehatan; e. Pendidikan; f. Ketahanan

pangan; g. Penyediaan akses kesempatan kerja; h. Penyediaan akses lahan; i.

(5)

Sementara bentuk kegiatan Pemberdayaan Sosial terhadap KAT dilaksanakan

dalam bentuk: a. Diagnosis dan pemberian motivasi; b. Pelatihan ketrampilan; c.

Pendampingan; d. Pemberian stimulan modal, peralatan usaha, dan tempat usaha; e.

Peningkatan akses pemasaran hasil usaha; f. Supervisi, dan advokasi sosial; g.

Penguatan keserasian sosial; h. Penataan lingkungan sosial; dan/atau i. Bimbingan

lanjut.Perpres ini juga memerintahkan Menteri Sosial, Gubernur, atau

Bupati/Walikota untuk membentuk forum koordinasi Pemberdayaan Sosial terhadap

KAT, yang merupakan lembaga bersifat nonstruktural dan tidak hierarkis.Forum

koordinasi Pemberdayaan Sosial terhadap KAT itu bertugas memberikan saran,

masukan, dan gagasan dalam menggalang sinergi dan kemitraan berbagai pihak

dalam Pemberdayaan Sosial tehadap KAT. Sumber pendanaan dalam Pemberdayaan

Sosial terhadap KAT, menurut Perpres ini, meliputi: a. Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara; b.Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah: dan c. Sumber dana

lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan (Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, 2015).

Untuk menjalankan program pemberdayaan ini tentunya perlu dukungan

Pemerintah Pusat terkait Program Pemberdayaan KAT dengan menyediakan

anggaran APBN melalui dekonsentrasi tahun 2009, sesuai Undang-Undang Nomor:

17 tahun 2006 Tentang Keuangan Negara. Penyediaan dana APBN melalui

dekonsentrasi dimaksudkan sebagai manifestasi perhatian Pemerintah Pusat atas

kinerja yang ditampilkan oleh Pemerintah Daerah untuk Pemberdayaan KAT.

Besarnya alokasi anggaran ini dilandasi oleh skala prioritas atas dasar sasaran yang

ingin dicapai, jumlah populasi, alokasi pembiayaan, dukungan Daerah untuk

mensukseskan program serta satuan-satuan koordinasi/Pokja yang dikembangkan

(6)

Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Kementerian Sosial RI

pada tahun 2014 mencatat persebaran warga Komunitas Adat Terpencil di Indonesia

sebanyak 213.087 KK (Kepala Keluarga).Warga KAT yang sudah diberdayakan

sampai tahun 2014 mencapai 94.272 KK (44%) dan warga KAT yang belum

diberdayakan sebanyak 114.004 KK.Untuk program pemberdayaan selanjutnya,

Kemensos RI memiliki target 4.861 KK (4%) di seluruh lokasi KAT. Lokasi

Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil tersebar di 22 provinsi, 73

kabupaten, 80 kecamatan, 83 desa, 105 lokasi di seluruh Indonesia (Cecep Sulaeman,

2014).

Data diatas menunjukkan sudah banyak masyarakat yang dinyatakan sebagai

kawasan purnabina (exit KAT).Ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah selama ini

sudah cukup berhasil untuk membuat masyarakat KAT tidak lagi dikatakan sebagai

masyarakat yang terpencil. 114.004 KK lainnya yang belum diberdayakan menjadi

pekerjaan rumah bagi pemerintah selama kurun waktu 5 tahun ke depan untuk

mengeluarkan masyarakat KAT dari keterpencilan.

Selain itu, terdapat beberapa daerah di Indonesia yang dinyatakan sebagai exit

KAT. Daerah-daerah tersebut dinyatakan sebagai exit KAT setelah menjalani

program pemberdayaan yang diadakan oleh Kemensos RI melalui Dinas

Kesejahteraan dan Sosial di daerah masing-masing. Dengan semakin banyaknya

lokasi-lokasi yang dinyatakan sebagai exit KAT maka akan semakin baik bagi

pembangunan daerah tersebut sehingga akses yang dahulu tertutup dan sulit

dijangkau tidak lagi dirasakan. Provinsi-provinsi yang dinyatakan sebagai provinsi

(7)

Tabel 1.1 Provinsi Telah Selesai Pemberdayaan KAT

Lampung, DKI Jakarta, Daerah

Istimewa Yogyakarta

Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara juga telah

menyiapkan Rencana Strategis Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil untuk

tahun 2015-2019 di Provinsi Sumatera Utara. Terdapat 14 kabupaten yang akan

menjadi target pemberdayaan KAT selama 5 tahun ke depan. Kabupaten yang

dimaksud adalah Kabupaten Nias, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli

Selatan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba

Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Paluta,

Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Pakpak

Bharat, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Padang Lawas Utara, dengan jumlah

persebaran sebanyak 4.111 KK atau 17.420 jiwa (Dinas Kesejahteraan dan Sosial

Provinsi Sumatera Utara, 2014).

Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Kementrian Sosial telah

(8)

SumateraUtara tahun 2015. Adapun lokasi yang akan menjadi target pemberdayaan

selanjutnya, yaitu Dusun III Pansur Natolu, Desa Dolok Pantis, Kecamatan Sorkam,

Kabupaten Tapanuli Tengah ; Huta Godang & Lumban Sihobuk, Desa Liat Tondung,

Kecamatan Nassau, Kabupaten Toba Samosir ; Huta Tinggi Saribu, Desa Bahapal

Raya Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun (Direktorat Pemberdayaan KAT,

2014).

Salah satu lokasi yang menjadi target Pemberdayaan KAT di Provinsi

Sumatera Utara oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial adalah di Dusun Partukkoan

Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir.Lokasi ini

merupakan lokasi yang telah menjalani kegiatan Pemberdayaan KAT (exit KAT).

Dusun Partokkoan mendapatkan binaan karena lokasinya yang memang terpencil

dengan akses yang sulit untuk dijangkau, karena hanya bisa dilalui dengan berjalan

kaki atau menggunakan sepeda motor melewati jalanan yang licin dan berbatu.

Dusun Partokkoan termasuk ke dalam kategori III dalam KAT, yakni penduduknya

yang sudah tinggal menetap. Pemberdayaan yang dilakukan di desa ini sesuai dengan

kategorinya adalah selama satu (1) tahun dengan pemberian bahan bangunan rumah,

jaminan hidup, bibit dan peralatan kerja.

Masyarakat yang sudah diberdayakan ini tentunya ke depan perlu untuk di

evaluasi bagaimana kemajuan yang sudah dicapai agar ke depan mereka bukan

malah kembali lagi menjadi masyarakat terpencil, melainkan sudah menjadi

masyarakat maju. Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara juga

wajib memantau dan mengetahui bagaiman respon masyarakat atas pemberdayaan

yang sudah dilakukan. Hal ini diperlukan sebagai acuan bagi pemerintah untuk

menjalankan Pemberdayaan KAT di lokasi lainnya.Aktivitas pengawasan

(9)

jasa yang dihasilkan oleh instansi pemerintah memenuhi ketentuan kualitas yang

dipersyaratkan, yaitu memenuhi harapan masyarakat yang meliputi kualitas

kebijakan, kualitas pelaksanaan kebijakan, kualitas koordinasi dan kualitas outputs

dan outcomes (Sari, 2010).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merasa tertarik untuk

mengetahui bagaimana respon dari warga yang telah mendapatkan bantuan program

pemberdayaan dari pemerintah, yang dituangkan dalam penelitian yang berjudul :

“Respon Warga Binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara”.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan

sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

Bagaimana respon warga binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan

Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir terhadap Program Pemberdayaan Komunitas

Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara.

1.3Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon warga binaan Dusun

Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir

terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas

(10)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Pengembangan konsep dan teori-teori yang berkenaan dengan Pemberdayaan

Komunitas Adat Terpencil di Provinsi Sumatera Utara.

2. Menjadi masukan dan bahan referensi bagi instansi terkait, dalam hal ini

Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara dalam melakukan

(11)

1.4Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, tujuan, dan manfaat

penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah

dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep, dan

definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, teknik

pengumpulan data, serta teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan sejarah singkat gambaran umum lokasi penelitian

dan data-data lain yang mendukung karya ilmiah.

BAB V : ANALISIS DATA

Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian

beserta dengan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

Gambar

Tabel 1.1 Provinsi Telah Selesai Pemberdayaan KAT

Referensi

Dokumen terkait

PENGALAMEN SURBAKTI Penanggulangan Kemiskinan Melalui Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (Studi Kasus di Desa Simerpara, Kecamatan Salak, Kabupaten Pak-Pak

Pemberdayaan komunitas adat terpencil melalui program pendidikan terdiri dari beberapa kegiatan yakni pembangunan fasilitas sarana dan prasarana, penyuluhan kepada ketua

Tanggung jawab sosial perusahaan dalam penelitian ini adalah komitmen dari pelaku usaha untuk memberikan perhatian terhadap pemberdayaan komunitas adat terpencil dan

Adapun dibahas pada penelitian ini adalah ada tidaknya perusahaan yang memberikan dana CSR (Corporate Social Responsibility) dalam pemberdayaan komunitas adat terpencil di

Adapun dibahas pada penelitian ini adalah ada tidaknya perusahaan yang memberikan dana CSR (Corporate Social Responsibility) dalam pemberdayaan komunitas adat terpencil di

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui respon warga binaan terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui respon warga binaan terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan

Pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil KAT Suku Bonai Dalam pelaksanaan program pemberda- yaan komunitas adat terpencil KAT suku bonai telah dilakukan oleh dinas