• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Metode Akuisisi Data Kandungan Unsur Hara Makro Secara Spasial Dengan Sensor Ec Dan Gps

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Metode Akuisisi Data Kandungan Unsur Hara Makro Secara Spasial Dengan Sensor Ec Dan Gps"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN METODE AKUISISI DATA KANDUNGAN

UNSUR HARA MAKRO SECARA SPASIAL DENGAN

SENSOR EC DAN GPS

DODIK ARIYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Metode Akuisisi Data Kandungan Unsur Hara Makro Secara Spasial dengan Sensor EC dan GPS adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015 Dodik Ariyanto NIM F151110021

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB

(4)
(5)

RINGKASAN

DODIK ARIYANTO. Pengembangan Metode Akuisisi Data Kandungan Unsur Hara Makro Secara Spasial dengan Sensor EC dan GPS. Dibimbing oleh Y ARIS PURWANTO dan RADITE PRAEKO AGUS SETIAWAN.

Dalam rangka penerapan pertanian presisi dukungan teknologi akuisisi data kesuburan tanah sangat diperlukan. Dengan adanya data sebaran kesuburan tanah yang akurat maka perlakuan spesifik lokasi dapat diterapkan dengan baik. Dari situlah nantinya diharapkan dapat dipetik hasil penerapan pertanian presisi, yaitu: 1) peningkatan produksi sebagai akibat pemberian perlakuan yang tepat, 2) pengurangan biaya sebagai akibat adanya pengurangan biaya pemakaian sarana produksi yang berlebihan, dan 3) pengurangan dampak lingkungan sebagai akibat minimalnya cemaran akibat pupuk yang berlebihan.

Data spasial sifat-sifat tanah yang akurat dan murah sangat diperlukan untuk meningkatkan hasil panen dan merencanakan strategi pertanian presisi. Saat ini permasalahannya terletak pada data yang tidak selalu diperbarui, karena pengujian tanah secara konvensional membutuhkan biaya yang mahal dan waktu yang relatif lama. Hal ini disebabkan lokasi laboratorium pengujian tanah yang letaknya jauh dari lokasi pertanian, sehingga peta yang memberikan informasi kandungan unsur hara tanah biasanya diperbaharui dalam interval waktu tertentu. Selain itu data yang tersedia masih bersifat global dan tidak spesifik lokasi. Nilai konduktivitas listrik tanah (EC) dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur kondisi tanah dalam aplikasi pertanian presisi karena sifatnya yang cepat dan efisien. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode akuisisi data kandungan unsur hara makro secara spasial agar dapat memberikan rekomendasi dosis pemupukan.

Penelitian ini dilakukan pada 0.1 ha lahan yang dibagi dalam 40 grid dengan ukuran 5 x 5 m dan ditanami kacang tanah. Selama 2 kali periode budidaya dilakukan 3 kali pengukuran EC, yaitu: sebelum pengolahan tanah, setelah pengolahan tanah dan setelah panen. Peta hasil dari nilai EC dijadikan sebagai acuan pemupukan. Hasil panen tiap grid ditimbang untuk mencari hubungannya dengan nilai EC.

Nilai EC menurun pada peningkatan C-organik dengan koefisien determinan (R2) 0.5177, begitu juga pada peningkatan N-Total dengan R2 0.5678. Nilai EC berkorelasi positif terhadap NO3 dengan R2 0.2432. Kadar air berkorelasi negatif terhadap nilai EC dengan R2 0.9991. Nilai EC menurun setelah budidaya kacang tanah sebesar 4.27 mS/m pada periode 1, dan menurun sebesar 0.03 mS/m pada periode 2. Pemberian dosis pupuk yang spesifik lokasi pada periode 2 menyebabkan kecilnya penurunan nilai EC. Terdapat hubungan antara data EC dan hasil panen dengan R2 0.7005. Pemberian dosis pupuk yang tepat lokasi sesuai peta EC dapat menaikkan hasil panen kacang tanah. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan hasil panen sebanyak 1.91 ton/ha pada periode 1, sedangkan dengan menerapkan pemberian pupuk sesuai dengan dosis yang dibutuhkan berdasarkan peta hasil ploting data EC diperoleh hasil panen kacang tanah 2.45 ton/ha. Dengan menerapkan pemberian dosis pupuk secara spasial berdasarkan peta EC diperoleh peningkatan hasil panen kacang tanah 28.27%.

(6)

SUMMARY

DODIK ARIYANTO. Development of Data Acquisition Method Macro Nutrient Content Spatial with EC Sensor and GPS. Supervised by Y ARIS PURWANTO and RADITE PRAEKO AGUS SETIAWAN.

In application of precision farming technology availability of soil fertility data acquisition is needed. With accurate data represented spatial variability related do soil fertility, site-specific treatment can be applied properly. It is expected through application precision agriculture, that: 1) an increase in production as a result of provision appropriate treatment, 2) reduction in costs as a result of cost reduction excessive use of the means production, and 3) a reduction in the minimum environmental impact as a result of contamination due to excessive fertilizer.

Spatial data of soil properties which were quickly collected accurate and inexpensive necessary to improve yields and planned precision farming strategies. Currently the problem lies in the data that are not always updated, because the conventional soil testing costly and relatively Time consuming. This is due to the location of the soil testing laboratory located far from the location of the farm. So that the map information soil nutrient content is usually renewed in interval of time. In addition, available data are still not represented for specific locations. Electrical conductivity (EC) of soil can be used as a method for measuring the condition of soil fertility in precision farming applications because of its fast and efficient. This research aims to develop a method of macro nutrient content spatially data acquisition in order to provide a dose of fertilizer recommendation.

The study was conducted on 0.1 ha of land which is divided into 40 grid with a size 5 x 5 m and planted peanuts. During two periods of cultivation was done 3 times the measurement EC, that: before tillage, after tillage and after harvest. Map of the EC used as reference values for fertilizer amount. Yields each grid weighed to seek its relationship with the value of EC.

EC values decreased on increasing C-organic with determinant coefficient (R2) of 0.5177, as well as increase in N-Total with R2 of 0.5678. EC values positively correlated to NO3 with R2 of 0.2432. The water content was negatively correlated

to value of EC with R2 of 0.9991. EC values decreased after peanuts cultivation of 4.27 mS/m in 1st period, and decreases of 0.03 mS/m in 2nd period. Amount of

fertilizer which has specified according grid uring The 2nd periode caouse little variation of EC. There is a relationship between the data EC and yields with R2of 0.7005. Giving the right dose of fertilizer corresponding map locations EC increased crop yields peanuts. This was indicated by the acquisition of crop yields by 1.91 ton/ha in the 1st period, where as by applying fertilizer according to the required dose based on the results of plotting the data map obtained EC peanut yields 2.45 ton/ha. By applying fertilizer dosing spatially based map EC obtained an increased yield of peanut 28.27%.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

PENGEMBANGAN METODE AKUISISI DATA KANDUNGAN

UNSUR HARA MAKRO SECARA SPASIAL DENGAN

SENSOR EC DAN GPS

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah pertanian presisi, dengan judul Pengembangan Metode Akuisisi Data Kandungan Unsur Hara Makro secara Spasial dengan Sensor EC dan GPS.

Pada kesempatan ini, dengan rasa hormat penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Radite Praeko Agus Setiawan, MAgr selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberi ilmu, arahan dan saran kepada penulis, dan Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc selaku ketua program studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan IPB, serta Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr selaku penguji luar komisi pada ujian tesis.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Indonesia Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE B2c IPB) yang telah memberikan beasiswa dan biaya penelitian kepada penulis selama menjalani pendidikan S2 di IPB, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf laboratorium Siswadhi Soeparjo dan laboratorium ilmu tanah IPB serta departemen Teknik Mesin dan Biosistem yang telah membantu selama penelitian. Selain itu, penulis juga pengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan seperjuangan di TMP 2011 dan rekan-rekan penerima beasiswa I-MHERE B2c IPB.

Secara khusus, penulis menyampaikan ungkapan terima kasih kepada ayahanda Wardai, ibunda Suryati, kakakku Herly dan adik-adikku (Okky Darmawan, Devy Agustiani, Sukma Tegar Jati, Zulfikar Ali Akbar, dan Windi) di rumah, serta keluarga besar Beastudi Etos Bogor atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Pertanian Presisi 3

Definisi Tanah 4

Unsur Hara Tanaman 5

Electrical Conductivity 5

Unsur Hara Makro Dalam Tanah 6

Hubungan EC dengan Unsur Hara, Kadar Air dan Kepadatan Tanah 6

3 METODE 8

Alat dan Bahan 8

Prosedur Analisis Data 8

Budidaya Kacang Tanah 9

Pengukuran EC 13

Pengambilan Sampel Tanah 14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Hasil Uji Laboratorium Sampel Tanah 14

Hasil Pengukuran EC dengan Instrumen Veris 3100 15

Program Mapping dengan Visual Basic 17

Uji Ploting Program Mapping Visual Basic dengan Surfer 19

Uji Arah Pengambilan Data EC 19

Hubungan Hasil Panen dengan Nilai EC 20

5 SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

UCAPAN TERIMA KASIH 21

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 25

(14)

DAFTAR TABEL

1 Penggolongan unsur hara tanaman 5

2 Deskripsi data statistik hasil uji sampel tanah 14 3 Rata-rata parameter hasil uji sampel tanah tiap kelas EC 15

4 Contoh bentuk data hasil instrumen Veris 3100 16

DAFTAR GAMBAR

Sketsa profil tanah secara umum 4

Denah lokasi penelitian 8

Diagram alir penelitian 9

Pesiapan lahan dengan bajak piring 10

Pengapuran 10

Hasil pembentukan bedengan 11

Pembuatan lubang tanam dengan tugal 11

Penyulaman 12

(a) Panen, (b) memisahkan polong dari tanaman, (c) menimbang polong kacang tanah tiap grid, (d) menimbang tanaman tanpa polong 12 Cara kerja pengukuran EC tanah pada instrumen Veris 3100 13

Data logger 13

Instrumen Veris 3100 & GPS ditarik dengan traktor 16

Grafik EC rata-rata tiap pengukuran 17

Tampilan antarmuka program peta keragaman EC 17

Peta hasil pengukuran nilai EC 18

Hasil Mapping data EC kedalaman 0 – 30 cm setelah panen 19 Uji Mapping dengan arah pengukuran yang berlawanan 20 Grafik hubungan data EC dengan hasil panen tiap grid 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Spesifikasi instrumen Veris 3100 26

2 Bobot polong kacang tanah hasil panen 27

3 Hasil analisis uji sampel tanah di laboratorium ilmu tanah 28 4 Grafik hubungan antara nilai EC dengan parameter hasil uji sampel tanah 29

5 Source code program mapping EC 30

6 Hasil Mapping EC periode 1 36

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Belakangan ini tampak adanya kecenderungan perhatian peneliti, dan bahkan para praktisi pertanian yang semakin meningkat terhadap pengembangan dan penerapan pertanian presisi (precision agriculture). Hal ini disebabkan oleh dua hal utama, yaitu: 1) semakin mahalnya sarana produksi pupuk dan pestisida dan 2) adanya perhatian yang semakin meningkat terhadap perlindungan lingkungan hidup.

Dalam rangka penerapan pertanian presisi dukungan teknologi akuisisi data kesuburan tanah sangat diperlukan. Dengan adanya data sebaran kesuburan tanah yang akurat maka perlakuan spesifik lokasi dapat diterapkan dengan baik. Dari situlah nantinya diharapkan dapat dipetik hasil penerapan pertanian presisi, yaitu: 1) peningkatan produksi sebagai akibat pemberian perlakuan yang tepat, 2) pengurangan biaya sebagai akibat adanya pengurangan biaya pemakaian sarana produksi yang berlebihan, dan 3) pengurangan dampak lingkungan sebagai akibat minimalnya cemaran akibat pupuk yang berlebihan (Astika, 2011).

Variabilitas spasial unsur hara pada tanah dan sifat fisik tanah tidak dapat dihindari. Analisis tanah di laboratorium biasanya memerlukan waktu yang lama. Pada umumnya budidaya tanaman lebih dari sekali dalam setahun, hal ini menyebabkan keterlambatan dalam tindakan perbaikan untuk musim tanam yang akan datang. Kandungan unsur hara dalam tanah yang selalu berubah-ubah sangat dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan pertanian presisi.

Pemupukan merupakan salah satu usaha penting untuk meningkatkan produksi pangan, sehingga identifikasi unsur hara tanah sangat penting dilakukan untuk mengetahui dosis pupuk yang akan diberikan pada suatu tanaman. Oleh karena itu pembuatan peta unsur hara tanah spesifik lokasi yang dapat diperbaharui secara cepat sangat dibutuhkan karena kandungan unsur hara dalam tanah yang selalu fluktuatif terutama unsur nitrogen. Peta unsur hara tanah pada budidaya kacang tanah perlu diperbaharui secara cepat mengingat umur tanam hanya 100 hari dan pemupukan dilakukan pada minggu kedua setelah tanam. Namun bila peta dibuat berdasarkan unsur hara tanah dengan metode uji sampel tanah di laboratorium tanah membutuhkan waktu kurang lebih satu bulan, sehingga akan terjadi keterlambatan dalam pemupukan. Sehingga dibutuhkan metode pengukuran yang dapat menghasilkan peta secara cepat bahkan bila dimungkinkan secara langsung (real time).

(16)

2

rekomendasi pemupukan. Perencanaan yang matang, terencana, dan berkesinambungan dari kegiatan uji tanah akan menghasilkan basis data yang akurat sebagai dasar dalam menentukan takaran pupuk untuk suatu komoditas yang spesifik dalam rangka pertanian presisi. Penggunaan pupuk sebagai input pertanian dalam rangka usaha meningkatkan produksi pertanian semakin lama semakin tinggi, karena tidak tersedianya pedoman untuk melakukan pemupukan secara tepat dosis dan spesifik lokasi. Pedoman pemupukan yang sudah ada bersifat general untuk suatu komoditas dan lokasi tertentu, padahal kebutuhan pupuk pada setiap lokasi berbeda. Kondisi ini membutuhkan alat uji tanah yang dapat mengukur kadar unsur hara tanah secara cepat, sehingga rekomendasi pemupukan dapat diberikan secara cepat berdasarkan peta unsur hara tanah.

Kecepatan dan ketepatan pengambilan informasi sangat penting dalam aplikasi sistem pertanian. Salah satu metode yang berkembang dalam sistem pertanian presisi untuk mendapatkan informasi kondisi lahan adalah melalui pengukuran nilai daya hantar listrik tanah. Nilai daya hantar listrik tanah juga sering dikenal sebagai nilai konduktivitas listrik tanah (EC). Daya hantar listrik tanah adalah kemampuan tanah untuk menghantarkan arus listrik. Daya hantar listrik tanah ada karena eksistensi kandungan garam bebas yang terdapat pada kadar air tanah dan kandungan ion dapat ditukar yang terdapat pada permukaan partikel padat tanah (Rhoades et al. 1999)

Pengukuran EC memiliki hubungan yang erat dengan sifat dan kondisi tanah. Sifat dan kondisi tanah yang dimaksud meliputi kadar air, kandungan clay, tekstur tanah, kapasitas tukar kation, kandungan bahan organik, salinitas, dan kondisi sub- soil tanah. Selain itu pengukuran EC tanah juga mudah dilakukan, memiliki biaya operasional rendah, dan lebih cepat dibandingkan dengan metode pengukuran tanah lainnya sehingga pengukuran EC tanah menjadi suatu metode yang unggul (Chaudari et al. 2014). Karena keunggulannya itu penggunaan dan pengembangan teknologi pengukuran EC tanah telah berkembang pesat seperti yang dilakukan oleh Lesch et al. (1995) yang melakukan pengukuran EC untuk memprediksi salinitas lahan menggunakan teknik induksi elektromagnetik. Tuan et al. (2004) telah mengembangkan metode pengukuran EC tanah untuk mendeteksi karakterisitik hidrolik pergerakan air bawah permukaan pada lahan basah. Aimrun et al. (2009) juga telah menggunakan pengukuran EC tanah untuk membuat pemetaan kondisi tanah pada suatu lahan pertanian menggunakan peralatan sensor EC yang ditempatkan sebagai implemen.

Corwind dan Lesch (2003) menyatakan bahwa sifat kehandalan dari pemetaan spasial nilai EC tanah telah diketahui dan dipahami secara luas, namun interpetasi hasilnya masih sering salah dipahami dan diartikan. Tantangan terbesar dalam mengaplikasikan pengukuran EC untuk memprediksi kondisi suatu lahan bukan pada teknik pemetaan nilai EC, melainkan pada pemahaman yang mendalam terhadap tingkat variabilitas spasial dan temporal dari nilai EC itu sendiri dan pemahaman yang mendalam terhadap interaksi yang kompleks antara berbagai parameter sifat tanah dengan nilai EC.

(17)

3 menjelaskan keterkaitan nilai EC terhadap semua parameter sifat tanah yang penting.

Perumusan Masalah

Pemberian pupuk yang berimbang dengan dosis yang tepat pada tanaman untuk mendapatkan hasil yang optimal, dapat dilakukan jika mempunyai peta status hara tanah spesifik lokasi, terutama untuk unsur hara makro. Penentuan komposisi unsur hara tanah melalui pengujian tanah dapat dilakukan secara cepat dengan biaya yang relatif murah. Selain itu informasi kandungan unsur hara tanah dapat diperbaharui secara cepat, karena kehilangan unsur hara tanah dapat terjadi setiap saat yang disebabkan penguapan, erosi, aliran permukaan dan pergiliran tanaman.

Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengembangkan metode akuisisi data kandungan unsur hara makro secara spasial agar dapat memberikan rekomendasi dosis pemupukan. Dalam penelitian ini dilakukan pendugaan kandungan unsur tanah dengan pendekatan nilai konduktivitas listrik tanah / Electrical Conductivity (EC) tanah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan peta yang sederhana, informatif, dan akurat dari variabilitas tanah di lahan dengan menggunakan pengukuran EC tanah.

Sedangkan tujuan spesifik dari penelitian ini adalah:

1. Melakukan pengukuran nilai EC tanah dengan sensor EC dan GPS.

2. Membuat program dengan output berupa peta unsur hara tanah untuk melakukan pemupukan berimbang spesifik lokasi sehingga pemupukan dapat dilakukan dengan dosis yang tepat.

3. Menentukan hubungan antara hasil panen dengan nilai EC. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memberikan rekomendasi pemupukan berimbang yang tepat dosis untuk memperoleh hasil yang optimal pada spesifik lokasi dengan cara yang cepat dan murah. Selain itu peta unsur hara tanah dapat dimanfaatkan untuk merencanakan biaya produksi yang harus disiapkan sebelum masa tanam dimulai, khususnya biaya pemupukan.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Pertanian Presisi

(18)

4

pengolahan tanah dan penjadwalan irigasi. Manajemen pertanian presisi sesuai untuk pertanian skala besar melalui pengembangan teknologi baru. Kini teknologi dalam pertanian presisi telah dikembangkan sehingga informasi di lapangan (seperti hasil dan tingkat aplikasi) dapat dikontrol dan diamati setiap tiga feed di lapangan dengan biaya yang dijangkau bagi petani. Penerapan pestisida di daerah serangan hama, dengan mengurangi jumlah penggunaan pestisida yang berpotensi memberikan dampak buruk bagi lingkungan. Pupuk dan kapur dapat diterapkan hanya bila diperlukan. Populasi tanaman dapat dipilih untuk mengoptimalkan nutrisi tanah, dan pemilihan jenis-jenis tanaman untuk memanfaatkan kondisi lahan yang tersedia.

Tanaman juga dapat dipetakan untuk mengetahui daerah yang menghasilkan produksi yang tinggi atau rendah yang selanjutnya dapat digunakan untuk mengambil keputusan dengan manajemen yang baik. Menurut Arnholt et al. (2001) bahwa pertanian presisi merupakan sistem pertanian yang didesain untuk memberikan data dan informasi bagi petani sehingga dapat membantu dalam membuat suatu keputusan-keputusan pengolahan tanah berdasarkan lokasi. Dengan informasi ini, pertanian dapat menjadi lebih efisien, memungkinkan penggunaan biaya yang lebih kecil dan lebih menguntungkan serta mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan.

Definisi Tanah

Tanah adalah bahan mineral yang tidak padat (unconsolidated) terletak di permukaan bumi, yang telah dan akan tetap mengalami perlakuan dan dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik dan lingkungan yang meliputi bahan induk, iklim (termasuk kelembaban dan suhu), organisme (makro dan mikro) dan topografi pada satu periode tertentu (Hanifiah, 2005).

Profil irisan tanah merupakan irisan vertikal tanah dari lapisan paling atas hingga ke bebatuan induk tanah (regolit), yang biasanya terdiri dari horizon-horizon O-A-E-B-C-R. Empat lapisan teratas yang masih dipengaruhi cuaca disebut solum tanah, horizon O-A disebut lapisan tanah atas dan horizon E-B disebut lapisan tanah bawah, seperti terlihat pada Gambar 1.

Sketsa profil tanah secara umum

(19)

5 ketebalan di bawah 30 cm, bahkan bagi tanaman berakar dangkal seperti padi, palawija dan sayuran yang paling berperan adalah kedalaman di bawah 20 cm. Oleh karena itu, istilah kesuburan tanah biasanya mengacu kepada ketersediaan hara pada lapisan setebal ini, yang biasanya disebut sebagai lapisan olah. Namun, bagi tanaman perkebunan dan kehutanan (pepohonan) untuk jangka panjang lapisan tanah bawah juga akan menjadi sumber hara dan air.

Unsur Hara Tanaman

Unsur hara yang diperlukan tanaman yaitu: Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Sulfur (S), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Seng (Zn), Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Molibden (Mo), Boron (B), Klor (Cl), Natrium (Na), Kobal (Co), dan Silikon (Si) (Rosmarkam et al., 2002)

Berdasarkan jumlah yang diperlukan tanaman, unsur hara dibagi menjadi dua golongan, yakni unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro diperlukan tanaman dan terdapat dalam jumlah lebih besar dibandingkan unsur hara mikro. Ada pula unsur hara yang tidak mempunyai fungsi pada tanaman, tetapi kadarnya cukup tinggi dalam tanaman dan tanaman yang hidup pada satu tanah tertentu selalu mengandung unsur hara tersebut, misalnya unsur Aluminium (Al), Nikel (Ni), Selenium (Se), dan Flour (F). Penggolongan unsur hara tanaman menurut Davidescu (1982) dalam Rosmarkam et al. (2002) disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1.Penggolongan unsur hara tanaman

Golongan UtamaEsensialKedua Menaikkan Non Esensial

produksi Tidak menaikkan produksi Makro

Mikro N, P, KFe, Mn, Zn, B, Cu

Ca, Mg, S

Mo, Co, Cl NaAl, I Si, VAr, Ba, Be, Bi, Br, Cr, F, Li, Pb, Rb, Pt, Sr, Se Sumber: Davidescu (1982) dalam Rosmarkam (2002)

Electrical Conductivity

Salah satu perangkat sensor untuk mengukur nilai Electrical Conductivity (EC) tanah dengan cepat dan tepat lokasi adalah ECmeter Veris 3100. Hubungan antara EC dan variasi dalam produksi tanaman yang disebabkan oleh perbedaan tanah telah disampaikan oleh beberapa peneliti. Pengukuran spasial EC secara cepat dapat dicapai dengan menggunakan metode non-kontak sensor induksi elektromagnetik (McNeil 1992) atau dengan metode kontak langsung, seperti menggunakan disk yang berputar untuk mengukur hambatan listrik secara langsung (Lund et al. 1999).

(20)

6

tanah. Dalam penelitian yang lain, sampel tanah yang diambil dari delapan zona EC dan dianalisis tekstur dan bahan organik. Mereka menemukan korelasi yang sangat tinggi antara EC dan kandungan liat (r: 0.99) dan antara EC dan bahan organik (r: 0.99). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengukuran EC antar lain: kadar pemupukan, kadar air, dan tingkat kepadatan tanah.

Unsur Hara Makro Dalam Tanah

Unsur hara makro penting yang dibutuhkan tanaman diantaranya adalah N (nitrogen), P (Phospor), dan K (kalium). Nitrogen adalah unsur paling esensial yang dibutuhkan oleh tanaman setelah unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Secara garis besar nitrogen dalam tanah dapat dibagi dua, yaitu N organik dan N anorganik. Bentuk N organik meliputi asam amino atau protein, asam amino bebas, gula amino, dan bentuk kompleks lainnya. Sedangkan bentuk N anorganik meliputi NH4+, NO2-, NO3-, N2O, NO, dan N2-. Senyawa N organik keberadaannya lebih banyak daripada N anorganik. N organik harus dirubah dalam bentuk N anorganik agar dapat diserap tanaman (Hardjowigeno 1987). Nitrogen dalam bentuk senyawa organik mengalami proses mineralisasi, imobilisasi, ammonifikasi, dan hidrolisis agar menjadi bentuk senyawa anorganik (Walworth 2013). Salah satu metode yang umum untuk mengetahui tingkat kadar nitrogen tanah adalah menggunakan metode Total Kjedalh Nitrogen (TKN). TKN dapat mengukur banyaknya nitrogen dalam bentuk N Organik dan Nitrogen dalam bentuk amonia (Mc Mullan 1971).

Phosphor diserap tanah dalam bentuk ion orthophospat (bentuk dasar ion H2PO4- hingga tingkat lebih rendah pada HPO4-2) dan besarnya serapan phospor tergantung pada keadaan perakaran tanaman karena konsentrasi phospor di daerah perakaran bisa 100 hingga 1000 kali lebih besar dibandingkan pada konsentrasi P pada larutan air dalam tanah (Johnson 2000). Phospor dalam tanah tersedia dalam bentuk P organik dan P anorganik. P dalam bentuk organik mengalami mineralisasi terlebih dahulu agar dapat berubah dalam bentuk yang dapat diserap tanaman. Proses mineralisasi ataupun imobilisasi mineral phospor juga sangat dipengaruhi oleh kondisi PH tanah. Mineralisasi phospor lebih cepat terjadi pada kadar PH tinggi. Beberapa metode pengujian untuk mengukur P Tersedia tanah antara lain metode bray, truog, cowell, atau olsen (Al Jabri 2007).

Kalium dalam tanah berasal dari mineral seperti k-feldspar (KAlSi3O8), muskovit (H2KAl3(SiO4)3), biotit, hidrous mika, dan vermikulit. Mineral-mineral tersebut merupakan bentuk K yang relatif tidak tersedia. Bentuk mineral tersebut dapat berubah menjadi bentuk K terfiksasi sehingga dapat melepas ion K+ yang dapat diserap oleh tanaman. Pengkuran K dalam tanah dapat dilakukan dengan mengukur K tersedia dan K dapat ditukar (Al Jabri 2007).

Hubungan EC dengan Unsur Hara, Kadar Air dan Kepadatan Tanah

(21)

7 tanah, pengukuran EC langsung di lahan lebih disarankan pada kisaran kadar air 10% hingga 20% atau pada kisaran kadar air tersedia tanah karena hasil pengukuran nilai ECnya lebih konsisten terhadap pengaruh kepadatan tanah. Nilai EC dapat mengukur kandungan hara N, P, dan K secara agregat namun tidak dapat mengukur kandungan kadar hara tersebut secara spesifik (Suud HM 2015).

Seladji et al. (2010) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat ionisasi dan tingkat kelarutan pupuk, maka pengaruh kepadatan tanah terhadap nilai EC juga semakin besar. Pengaruh kepadatan tanah terhadap nilai EC mulai berkurang pada saat kondisi tanah sudah terlalu jenuh oleh air. Hal ini ditunjukkan dengan turunnya selisih nilai EC rata-rata pada saat kadar air lebih tinggi dari 33,6%. Pada saat kondisi tanah mulai jenuh air dan pori-pori makro tanah sudah terisi penuh oleh air sehingga nilai EC pada saat itu lebih dipengaruhi oleh ion-ion yang terkandung dalam kadar air tanah dibanding faktor kepadatan tanah.

Salinitas tanah menunjukkan kuantitas kandungan garam mudah larut dalam tanah. Dalam larutan yang mengandung garam, arus listrik mengalir melalui kation dan anion dengan tingkat konduktivitas yang berbeda. Konduktivitas listrik yang mengalir melalui kation divalen nilainya lebih besar daripada melalui kation monovalen. Jenis garam ionik lebih banyak mempengaruhi nilai EC daripada jenis garam non ionik (Rhoades et al. 1999).

Eigenberg et al. (2002) mengungkapkan bahwa pengukuran EC dapat mendeteksi perubahan kadar N-tersedia. Pengukuran EC pada penelitian tersebut dilakukan pada lahan yang telah dipetak-petak menjadi beberapa bagian dan diberi beberapa variasi aplikasi perlakuan. Untuk variasi perlakuan dengan aplikasi penanaman tanaman legume, pemberian kompos, dan pemberian kotoran hewan didapatkan nilai koefisen korelasi (r) antara kadar N-tersedia dan nilai EC bervariasi antara 0.48 hingga 0.86 dan nilai koefisen korelasi (r) antara kadar P dan EC bervariasi antara -0.11 hingga 0.72. Sedangkan pada aplikasi pemupukan dengan pupuk anorganik, tingkat korelasi (r) kadar N-tersedia dan nilai EC memiliki nilai lebih rendah, yaitu bervariasi antara -0.23 hingga 0.6.

Lund et al. (2001) telah mengidentifikasi hubungan korelasi nilai EC dengan kadar N dengan memperhatikan variabilitas spasial pada lahan. Hasilnya menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara tekstur tanah dengan pergerakan dan aktivitas unsur N dalam tanah. Jika tekstur tanah tersebut semakin liat maka aktivitas dan pergerakan unsur N semakin aktif dan berlaku sebaliknya. Karakteristik tekstur tanah sendiri sangat berkaitan erat dengan pengukuran nilai EC. Semakin tinggi kandungan liat tanah maka semakin tinggi pula nilai EC tanah tersebut.

(22)

8

3

METODE

Penelitian ini dilakukan selama 9 bulan, yang dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama berupa penelitian pendahuluan mulai bulan September 2012 hingga Januari 2013 (periode 1), serta penelitian tahap kedua Februari – Juni 2013 (periode 2). Sedangkan beberapa tempat yang digunakan dalam penelitian antara lain:

1. Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB untuk perancangan sistem pengukuran.

2. Laboratorium Sistem dan Manajemen Mekanisasi Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB untuk melakukan analisis data dan pembuatan software komputer.

3. Laboratorium Elektronika dan Ergonomika Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB untuk merancang perangkat mekatronika.

4. Lahan yang digunakan untuk penelitian ini merupakan lahan kering yang berlokasi di Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo Departemen Teknik Mesin dan Biosistem FATETA – IPB. Denah lokasi uji coba dapat dilihat pada Gambar 2.

Denah lokasi penelitian

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian pendahuluan antara lain: benih kacang tanah varietas gajah, benih kedelai, pupuk urea, pupuk kandang, kapur, dan pupuk phonska (15:15:15). Sedangkan alat yang digunakan diantaranya: instrumen Veris 3100 (spesifikasi lengkap pada Lampiran 1) dengan lebar alat 2.5 m, dekoder GPS, traktor, bajak rotari, cangkul, kored, tali rafia, patok, dan timbangan. Tahap analisis data dan pembuatan software komputer memerlukan seperangkat komputer dengan OS Windows 7 ultimate 32 bit dan software komputer Visual Basic 6.0 dan Excel 2007.

Prosedur Analisis Data

Pengembangan metode akuisisi data kandungan unsur hara makro secara spasial dengan sensor EC dan GPS pada penelitian ini diterapkan pada budidaya kacang tanah varietas gajah. Secara umum, penelitian yang dilaksanakan meliputi perancangan sistem, pengembangan perangkat lunak, pengujian lapangan dan analisis hasil, dan pembuatan peta. Perancangan sistem digambarkan pada diagram

Gerbang utama IPB

(23)

9 alir sebelah kanan, pengembangan perangkat lunak ditandai pada bagian pembuatan program, sedangkan pengujian lapang dan analisis hasil diterapkan pada budidaya kacang tanah pada diagram alir penelitian sebelah kiri. Tahapan dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk diagram alir seperti pada Gambar 3.

Diagram alir penelitian

Perbedaan perlakuan antara periode 1 dan 2 terletak pada tahap pemupukan (pemberian dosis pupuk). Pada periode 1 pemupukan diberikan dengan dosis yang seragam tiap grid, sedangkan pada periode 2 dilakukan pemberian dosis pupuk yang dibedakan tiap gridnya berdasarkan peta EC.

Budidaya Kacang Tanah

Penentuan jumlah benih

Benih yang digunakan dalam budidaya ini adalah kacang tanah varietas gajah. Tiap lubang tanam diisi satu atau dua benih, dengan jarak antar barisan 0.4 m dan jarak dalam barisan 0.2 m pada lahan seluas 0.1 ha. Bobot benih yang dibutuhkan dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

� = × ×× × (1)

Dimana :

B = Bobot benih (kg), a = Jumlah benih / lubang, b = Benih per 1000 biji (g)

c = Luas lahan yang akan ditanam (ha), p = Jarak antar barisan (m), dan

q = Jarak dalam barisan (m).

Pembuatan program Mulai

Persiapan lahan

Pengolahan lahan

Pengukuran posisi dan nilai EC tanah dengan sensor GPS dan instrumen Veris 3100

Pengambilan sampel tanah Pemberian Perlakuan

Penanaman

Rekomendasi Pemupukan dan perawatan

Panen Selesai

Analisis kandungan unsur tanah

(24)

10

Pada penelitian ini dilakukan penimbangan 1000 butir benih kacang tanah, diperoleh massa sebesar 459 g. Dari data-data yang diketahui tersebut, dengan menggunakan persamaan (1) diperoleh bobot yang dibutuhkan 5.7375 kg benih kacang tanah varietas gajah atau 11.3 kg dengan rendemen 50%. Benih tambahan dibutuhkan saat melakukan penyulaman pada tanaman kacang tanah yang tidak tumbuh /mati.

Pengelolaan media tanam 1. Persiapan lahan

Pengukuran luas lahan sangat berguna untuk mengetahui berapa jumlah benih yang dibutuhkan. Kondisi lahan yang terpilih disesuaikan dengan persyaratan tanaman kacang tanah. Pada saat pembukaan lahan dilakukan pembersihan lahan dari segala macam gulma (tumbuhan pengganggu) dan akar-akar pertanaman sebelumnya. Tujuannya untuk memudahkan perakaran tanaman kacang tanah berkembang dan menghilangkan tumbuhan inang bagi hama dan penyakit yang mungkin ada. Pengolahan lahan dengan bajak rotari dilakukan untuk menurunkan tingkat kepadatan tanah. Pembajakan dilakukan dalam tahap persiapan lahan dengan traktor yang dipasang implemen bajak piring seperti pada Gambar 4.

Pesiapan lahan dengan bajak piring 2. Pengapuran

Pemberian perlakuan berupa penambahan kapur diperlukan karena budidaya kacang tanah membutuhkan unsur kalsium pada fase generatif. Untuk menaikkan pH tanah, terutama pada lahan yang bersifat sangat masam, perlu dilakukan pengapuran. Proses pemberian kapur dilakukan dengan cara ditaburkan pada lahan secara merata sebelum tanam seperti pada Gambar 5.

(25)

11 Dosis yang digunakan untuk pengapuran pada saat persiapan lahan adalah 1

– 2.5 ton/ha dicampurkan dan diaduk hingga merata 1 bulan sebelum tanam. Kapur yang digunakan pada penelitian ini yaitu dolomit dan kalsit sebanyak 10 kg. 3. Pembentukan bedengan

Untuk memudahkan pengaturan dalam penanaman dilakukan pembedengan sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan, yaitu untuk lereng agak curam jarak tanam cukup 50 cm dan untuk lahan yang tidak begitu miring bisa antara 30 – 40 cm (BADP, 1999). Berdasarkan acuan tersebut, bedengan ditentukan dengan jarak antar barisan 40 cm dan jarak dalam barisan (ketebalan bedengan) 20 cm pada lahan penelitian seluas 0.1 ha. Hasil dari pembentukan bedengan pada lahan penelitian dapat dilihat seperti pada Gambar 6.

Hasil pembentukan bedengan Teknik penanaman

Pola tanaman dibuat berbentuk larikan dalam bedengan dengan jarak tanam 40 x 20 cm. Pembuatan lubang tanam dilakukan dengan tugal sedalam 3 cm dengan jarak yang telah ditentukan (Gambar 7). Cara penanamannya, dipilih benih kacang yang telah memenuhi syarat benih bermutu tinggi. Kemudian dimasukkan benih satu atau dua butir ke dalam lubang tanam yang telah dibuat dengan tugal, selanjutnya ditutup kembali dengan lapisan tanah tipis. Waktu tanam dilakukan pada sore hari agar biji yang ditanam tidak langsung terkena sengatan matahari. Waktu tanam dilakukan pada awal bulan April (tanggal 3-5) yang merupakan awal musim hujan, hal ini sesuai dengan anjuran waktu tanam yang paling baik menurut Badan Agribisnis Departemen Pertanian.

(26)

12

Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman terdiri dari penyulaman, penyiangan, pembumbunan dan pemupukan. Penyulaman dilakukan pada tanaman yang tidak tumbuh / mati. Penyulaman dilakukan pada 7 hari setelah tanam, saat tanaman mulai tampak. Kegiatan penyulaman dapat dilihat pada Gambar 8.

Penyulaman

Penyiangan dan pembumbunan dilakukan 2 kali saat tanaman berumur 1 dan 6 minggu. Penyiangan dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak bunga dan polong kacang tanah. Pembumbunan dilakukan bersamaan saat penyiangan, tujuannya untuk menutup bagian berakaran.

Pemupukan dilakukan pada 30 hari setelah tanam, yaitu dengan pemberian pupuk majemuk (phonska (15:15:15) sesuai dengan dosis yang dianjurkan, 250 kg/ha. Pemberian dosis pupuk pada budidaya periode 1 dilakukan sama rata tiap grid, sedangkan pada periode 2 pemberian dosis pupuk dibedakan berdasarkan peta EC. Grid yang memiliki nilai EC lebih tinggi diberi pupuk dengan jumlah yang lebih sedikit dibanding dosis pada grid lainnya. Peta yang dijadikan acuan merupakan peta hasil mapping nilai EC setelah pengolahan tanah.

Panen

Panen dilakukan setelah 100 hari setelah tanam dengan cara mencabut tanaman dari tanah kemudian dikumpulkan tiap grid. Polong dipisahkan dari tanaman kacang tanah kemudian ditimbang, kegiatan panen dapat dilihat pada Gambar 9.

(a) Panen, (b) memisahkan polong dari tanaman, (c) menimbang polong kacang tanah tiap grid, (d) menimbang tanaman tanpa polong

(a) (b)

(27)

13 Massa polong kacang tanah hasil panen tiap grid dapat dilihat pada Lampiran 2. Diperoleh rata-rata hasil panen pada periode pertama 1.91 ton/ha dan pada periode 2 sebanyak 2.45 ton/ha.

Pengukuran EC

Pengambilan data EC dilakukan 3 kali dalam 1 siklus budidaya, yaitu : sebelum pengolahan tanah, setelah pengolahan tanah, dan setelah panen. Pengukuran dan pembagian lahan 0.1 ha menjadi 40 grid dengan ukuran tiap grid 5 x 5 m dilakukan pada saat persiapan lahan.

Instrumen Veris 3100 dikalibrasi sesuai dengan instruksi pada buku panduannya, sebelum pengambilan data EC. instrumen Veris 3100 menggunakan tiga pasang Disk-elektroda untuk menentukan EC tanah. Tiap disk akan menembus permukaan tanah hingga kedalaman sekitar 6 cm. Satu pasang dari fungsi elektroda untuk memancarkan arus listrik ke dalam tanah, sementara dua pasang lainnya mendeteksi penurunan arus yang dipancarkan karena transmisi melalui tanah (resistensi) seperti pada Gambar 10.

Cara kerja pengukuran EC tanah pada instrumen Veris 3100 Kedalaman pengukuran didasarkan pada jarak dari disk-elektroda. Pasangan pusat (tengah) akan mengintegrasikan resistensi antara kedalaman 0 – 30 cm, sedangkan pasangan luar terintegrasi antara 0 – 90 cm. Output dari data Logger instrumen Veris 3100 mencerminkan konversi konduktivitas resistensi (1/resistansi = konduktivitas).

(28)

14

Data logger merupakan bagian dari instrumen Veris 3100 yang berfungsi untuk merekam data pengukuran EC (Gambar 11). Data logger menghasilkan data lintang, bujur, ketinggian dalam satuan meter dari permukaan air laut (m dpl), data EC dangkal dan EC dalam dalam satuan miliSiemens per meter (mS/m) dengan 1 detik interval dalam format teks ASCII. Data EC kemudian dipindahkan ke software surfer untuk menguji peta hasil program yang dibangun dengan Software Visual Basic. Selain itu, dilakukan pengujian arah pengambilan data untuk memastikan pengambilan data dengan instrumen Veris 3100 dari arah manapun akan menghasilkan peta yang sama.

Pengambilan Sampel Tanah

Pengambilan sampel tanah menggunakan ring soil sample dengan kedalaman 10-20 cm dari permukaan tanah. Masing-masing grid diambil 1 sampel tanah untuk dianalisis C-organik, N-Total, C/N ratio, KTK, dan NO3 serta kadar air di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumber Daya Lahan IPB. Analisis statistik dasar seperti rata-rata, nilai minimum, nilai maksimum, standar deviasi dan median digunakan untuk memahami fitur dasar dari sampel tanah.

Panen dilaksanakan pada 100 hari setelah tanam dengan mengumpulkan hasil panen tiap grid untuk ditimbang. Hasil panen dan nilai EC setelah panen dicari hubungannya dengan meregresikan data tiap grid.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Uji Laboratorium Sampel Tanah

Penelitian ini menggunakan lahan yang memiliki tekstur tanah lempung (loam) berdasarkan sistem klasifikasi USDA dengan kandungan 24% pasir, 49% debu dan 27% liat. Pengujian tekstur tanah ini menggunakan metode hydrometer sesuai standar JIS A1204-1980. Hasil uji sampel tanah di laboratorium Ilmu Tanah dapat dilihat pada Lampiran 3. Data hasil uji sampel tanah dari 40 grid secara statistik dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Deskripsi data statistik hasil uji sampel tanah Keterangan C-organik

(29)

15 Tabel 3.Rata-rata parameter hasil uji sampel tanah tiap kelas EC

Kelas EC

Hasil regresi tiap parameter yang diuji dari sampel tanah dengan nilai rata-rata EC dapat dilihat pada grafik di Lampiran 4. Berdasarkan hasil analisis tersebut terlihat C-Organik menurun seiring peningkatan nilai EC dengan koefisien determinan (R2) 0.5177. Begitu juga penurunan terjadi pada uji sampel N-Total yang mengikuti peningkatan nilai EC dengan R2 0.5678. Sedangkan pada uji sampel tanah NO3 berkorelasi positif terhadap peningkatan nilai EC dengan R2 0.2432, sehingga apabila terjadi peningkatan nilai EC juga berpengaruh pada peningkatan nilai NO3. Parameter hasil uji sampel tanah lainnya (C/N ratio dan KTK) pada penelitian ini menunjukkan tidak berhubungan langsung dengan nilai EC karena nilai R2 yang sangat rendah, yaitu 0.0018 untuk Rasio C/N dan 0.0001 pada KTK. Kadar air pada selang 29.38 – 45.47% memiliki hubungan korelasi negatif terhadap rata-rata nilai EC, hal ini ditunjukkan dengan tingginya nilai koefisien determinan yaitu 0.9991.

Besarnya hubungan antara nilai EC dengan kadar air pada penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh cuaca dan musim tanam terhadap konduktivitas listrik pada tanah. Pada musim hujan, nilai EC akan cenderung besar. Sebaliknya, lahan kering pada musim panas akan cenderung kecil nilai EC tanahnya. Pola hubungan nilai EC dan kadar air dalam penelitian ini serupa seperti pola yang didapatkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Rogero et al. (2013). Pada penelitiannya dikemukakan bahwa nilai resistivitas tanah turun secara eksponensial sampai mencapai nilai optimum ketika semua pori tanah terisi air lalu nilainya akan naik kembali saat tanah sudah melebihi kondisi jenuh oleh air. Pada penelitian tersebut, nilai resistivitas tanah optimum berada pada kadar air 48.9%.

Hasil Pengukuran EC dengan Instrumen Veris 3100

(30)

16

Instrumen Veris 3100 & GPS ditarik dengan traktor

Hasil pengukuran EC tanah dengan instrumen Veris 3100 berupa file yang tersimpan di SDcard pada data logger (format: .dat). Dalam satu kali pengambilan data EC selama 20 menit diperoleh data sekitar 1200 data. Banyaknya jumlah data dipengaruhi oleh kecepatan traktor yang menarik instrumen Veris 3100. Dari hasil pengukuran diketahui lahan yang digunakan dalam penelitian ini terletak di ketinggian sekitar 200 m dpl. Contoh bentuk data yang dihasilkan dari data logger instrumen Veris 3100 dapat lihat pada Tabel 4.

Tabel 4.Contoh bentuk data hasil instrumen Veris 3100 Bujur

(derajat)

Lintang (derajat)

EC dangkal (mS/m)

EC dalam (mS/m)

Ketinggian (m dpl)

106.7268950 -6.5634317 7.1 4.4 199.9

106.7269034 -6.5634300 8.0 5.3 199.7

106.7269067 -6.5634317 9.2 5.4 199.9

106.7269116 -6.5634317 9.8 5.6 199.9

106.7269150 -6.5634334 10.0 5.8 200.1

Beberapa pengukuran EC yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai EC dangkal (0 – 30 cm) lebih tinggi dibandingkan dengan nilai EC dalam (0 – 90 cm). Hal ini membuktikan bahwa lapisan top soil memiliki tingkat kesuburan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan di bawahnya (sub-soil). Lapisan top soil lebih subur karena memiliki unsur hara yang lebih banyak dibanding lapisan sub-soil.

Nilai EC yang dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali (sebelum pengolahan dan setelah panen) menunjukkan data yang sama walaupun ada beberapa petak yang tidak sama. Nilai rata-rata setiap pengukuran EC selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 13. Nilai EC menurun setelah budidaya kacang dengan rata-rata 4.27 mS/m (periode 1) dan 0.03 mS/m (periode 2). Penurunan rata-rata-rata-rata nilai EC pada periode 2 lebih rendah dikarenakan adanya perlakukan pemberian dosis pupuk yang spesifik lokasi berdasarkan nilai EC sebelum tanam.

ECa Probe GPS antenna

(31)

17

Grafik EC rata-rata tiap pengukuran

Program Mapping dengan Visual Basic

Data EC hasil pengukuran dengan instrumen Veris 3100 diolah dengan program yang telah dibangun dengan Visual Basic 6.0. Source code Visual Basic dari program mapping EC dapat dilihat pada Lampiran 5. Program yang dibangun terdiri dari 4 bagian, yaitu : (1) menu input, (2) peta, (3) keterangan dan (4) nilai rata-rata EC tiap grid. Bagian menu input terdapat fitur untuk mengambil data nilai EC hasil pengukuran, menentukan ukuran grid yang terdiri dari 5 pilihan, menentukan jumlah kelas keragaman, display jumlah grid, generate peta EC dan menentukan kedalaman (top-soil atau sub-soil). Bagian peta menampilkan peta hasil olahan dari nilai EC, dilengkapi dengan judul dan posisi letak lintang dan bujurnya. Tampilan antarmuka program Visual Basic yang dibangun dapat dilihat pada Gambar 14.

Tampilan antarmuka program peta keragaman EC

13,24

14,64

10,36

11,73 11,70

12,94

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00

sebelum pengolahan

tanah

setelah pengolahan

tanah

setelah panen setelah pengolahan

tanah

setelah panen 3 minggu setelah panen

E

C

a

(m

S/m

)

Waktu pengukuran EC

(32)

18

Warna peta disesuaikan dengan jenis kelas keragaman berdasarkan rata-rata nilai EC pada grid, sedangkan grid yang berwarna putih menunjukkan tidak adanya data EC pada grid tersebut. Bagian keterangan menunjukkan kelas keragaman dengan selang interval tertentu. Ketentuan warna peta berdasarkan nilai EC dengan 5 jenis keragaman yaitu : warna hitam untuk nilai rata-rata EC 0 – 5 mS/m, warna biru untuk selang 5 – 10 mS/m, warna hijau untuk selang 10 – 15 mS/m, warna kuning untuk selang 15 – 20 mS/m dan warna merah untuk selang 20 – 40 mS/m. Bagian nilai rata-rata EC berfungsi untuk menambilkan nilai rata-rata tiap grid dengan tingkat ketelitian dua digit di belakang koma.

Peta EC yang dihasilkan dari data EC sebelum pengolahan tanah dengan bajak rotari disajikan pada Gambar 15 dan peta lainnya hasil pengukuran EC pada periode 1 dapat dilihat pada Lampiran 6, sedangkan periode 2 dapat dilihat pada Lampiran 7. Data EC yang diplot ke dalam program dibagi menjadi 5 kelas nilai EC. Berdasarkan nilai EC yang ditunjukkan pada Lampiran 6 dan 7, terdapat peningkatan nilai EC dari kondisi lahan sebelum dan sesudah pengolahan tanah. Hal ini membuktikan bahwa pengolahan tanah dengan bajak rotari dapat meningkatkan nilai EC yang merupakan indikator kesuburan tanah. Sebaliknya, setelah dilakukan budidaya (mulai dari penanaman hingga panen) terjadi penurunan nilai EC yang ditunjukkan oleh peta EC antara sebelum tanam (setelah pengolahan tanah) dengan setelah panen. Penurunan nilai EC setelah budidaya menunjukkan berkurangnya unsur hara tanah yang terserap oleh tanaman kacang tanah dan akibat terjadinya pemadatan tanah yang terjadi selama budidaya.

Keterangan EC dangkal (0 – 30 cm) EC dalam (0 – 90 cm) Sebelum

pengolahan tanah

ulangan ke-1

ulangan ke-2

ulangan ke-3

(33)

19 Uji Ploting Program Mapping Visual Basic dengan Surfer

Uji ploting dilakukan dengan cara membandingkan peta hasil ploting data EC di program yang dibangun dan ploting data menggunakan software surfer 8.0. Hasil dari uji ini menunjukkan peta hasil ploting yang sama antara program mapping yang dirancang dengan peta hasil ploting dengan software surfer. Program yang dirancang diatur sehingga menghasilkan peta dengan ukuran grid 1 x 1 m agar peta yang dihasilkan lebih rinci. Hasil uji mapping data EC kedalaman 0 – 30 cm setelah panen dengan 3 kali ulangan ditunjukkan seperti pada Gambar 16.

Program Mapping (grid 1 x 1 m) Program Surfer 8.0

U

Uji Arah Pengambilan Data EC

Uji arah dilakukan untuk memastikan pengambilan data EC dengan instrumen Veris 3100 dari arah manapun akan menghasilkan peta EC yang sama pula. Untuk itu dilakukan pengambilan data dengan arah yang berlawanan, yaitu pengambilan data dengan memutar ke kiri (berlawanan arah jarum jam) dan sebaliknya memutar ke kanan (searah jarum jam). Hasilnya diploting dengan program yang dibangun, diperoleh peta EC yang hampir sama (Gambar 17). Data EC yang rendah maupun tinggi pada lahan penelitian terletak di area yang sama baik data pada lapisan top soil maupun sub-soil. Dari hasil uji arah ini dapat dipastikan bahwa pengambilan data nilai EC dengan instrumen Veris 3100 dapat diambil dari arah manapun karena akan menghasilkan peta yang sama, dengan syarat diambil pada waktu yang sama.

106.72685 106.72695 106.72705 106.72715 106.72725 -6.5634

-6.56335 -6.5633 -6.56325

106.72685 106.72695 106.72705 106.72715 106.72725 -6.5634

-6.56335 -6.5633 -6.56325

106.72685 106.72695 106.72705 106.72715 106.72725 -6.5634

(34)

20

Memutar ke kiri (berlawanan arah jarum jam)

Memutar ke kanan (searah jarum jam)

0

30 c

m

0

90 c

m

Uji Mapping dengan arah pengukuran yang berlawanan Hubungan Hasil Panen dengan Nilai EC

Data yield (hasil panen) tiap grid dibandingkan dengan nilai EC. Peta dari sifat fisik tanah dan peta hasil panen menunjukkan korelasi yang jelas karena tanah berfungsi sebagai media pertumbuhan utama untuk tanaman. Dalam penelitian ini data EC hasil pengukuran setelah panen dicari korelasinya dengan hasil panen kacang tanah. Hasil regresi linear antara hasil panen dengan nilai EC menunjukkan hubungan yang signifikan dengan nilai R2: 0.7005. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kichen dan Sudduth (1996) yang menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara nilai EC dengan hasil panen yang diperoleh pada tanaman kedelai. Grafik hubungan EC dengan hasil panen dapat dilihat pada Gambar 18.

Grafik hubungan data EC dengan hasil panen tiap grid

Panen pada budidaya kacang tanah pada penelitian ini menghasilkan polong yang lebih baik dari standar hasil panen berdasarkan data yang diperoleh dari

y = 0,7039x - 1,4998 R² = 0,7005

4 5 6 7 8 9 10

9,00 10,00 11,00 12,00 13,00 14,00 15,00

H

asi

l

Pan

en

(k

g

)

(35)

21 Departemen Pertanian. Kacang tanah varietas gajah memiliki standar hasil panen 1.8 hingga 2 ton/ha. Pemberian dosis pupuk yang tepat lokasi sesuai peta EC dapat menaikkan hasil panen kacang tanah. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan hasil panen sebanyak 1.91 ton/ha pada periode 1 yang menerapkan perlakuan pemberian pupuk secara merata, sedangkan dengan menerapkan pertanian presisi berupa pemberian pupuk sesuai dengan dosis yang dibutuhkan berdasarkan peta hasil ploting data EC diperoleh hasil panen kacang tanah 2.45 ton/ha. Pada penelitian ini terjadi peningkatan 28.27% hasil panen dengan menerapkan pemberian dosis pupuk secara spasial.

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pengembangan metode akuisisi data kandungan unsur hara makro secara spasial dengan sensor EC dan GPS dapat diterapkan dalam upaya pertanian presisi. Nilai EC menurun pada peningkatan C-organik dengan koefisien determinan (R2) 0.5177, begitu juga pada peningkatan N-Total dengan R2 0.5678. Nilai EC berkorelasi positif terhadap NO3 dengan R2 0.2432. Kadar air berkorelasi negatif terhadap nilai EC dengan R2 0.9991. Nilai EC hasil pengukuran dengan sensor EC (instrumen Veris 3100) menurun setelah budidaya kacang tanah sebesar 4.27 mS/m pada periode 1, dan menurun sebesar 0.03 mS/m pada periode 2. Pemberian dosis pupuk yang spesifik lokasi pada periode 2 menyebabkan kecilnya penurunan nilai EC, juga meningkatkan hasil panen. Program mapping dengan kuadran berupa peta EC tanah sebagai acuan pemupukan berimbang spesifik lokasi berhasil dibangun. Terdapat hubungan antara yield (hasil panen) dan nilai EC dengan koefisien determinan (R2) 0.7005. Dengan menerapkan pemberian dosis pupuk secara spasial berdasarkan peta EC diperoleh peningkatan hasil panen kacang tanah 28.27%.

Saran

Metode penelitian ini dapat dikembangkan lagi sebagai acuan penerapan pertanian presisi selanjutnya. Pengembangan penelitian dapat dilakukan dengan mengubah komoditas atau varietas pada waktu tanam selanjutnya, serta lokasi yang memiliki jenis tanah maupun kemiringan lahan yang berbeda. Program mapping yang dibangun dengan software visual basi 6.0 pada penelitian ini dapat digunakan dan dikembangkan sebagai acuan dalam pemetaan nilai EC pada penelitian selanjutnya. Nilai koefisien determinan hubungan antara hasil panen dan nilai EC dapat ditingkatkan dengan menerapkan dosis pupuk yang lebih tepat dan spesifik lokasi.

UCAPAN TERIMA KASIH

(36)

22

DAFTAR PUSTAKA

Aimrun W, Amin MSM, Rusnam M, Ahmad D, Hanafi MM, Anuar AR. 2009. Bulk soil electrical conductivity as an estimator of nutrients in the maize cultivated land. European Journal of Scientific Research. 31(1): 37-51.

Al Jabri M. 2007. Perkembangan uji tanah dan strategi program uji tanah masa depan di Indonesia. Jurnal litbang pertanian. 26(2).

Arnholt M, Batte M, Prochaska S. 2001. Adoption and use of precision farming technologies: a survey of Central Ohio precision farmers. AECE-RP-0011-01. Agricultural, Environmental, and Development Economics, Ohio State University, Columbus, USA.

Astika IW, Solahudin M, Radite PAS, Syuaib MF, Ardiyansah M. 2011. Smart sensor data acquisition, data management, and decision support system. Bogor: Laporan Hibah Penelitian Project I-MHERE IPB Tahun ke-1.

BADP (Badan Agribisnis Departemen Pertanian). 1999. Investasi agribisnis komoditas unggulan tanaman pangan dan hortikultura. Kanisius. Yogyakarta. Chaudari RP, Ahire DV, Chkravarty M, Maity S. 2014. Electrical conductivity as a tool for determining the physical properties of Indian soils. International Journal of Scientific and Research Publications. 4(4):1-4.

Corwind DL dan Lesch SM. 2003. Application of soil electrical conductivity to precision agriculture: theory, principles, and guidlines. Agronomy Jurnal of USDA. 95(3):455-471.

Davidescu D, Davidescu V. 1982. Evaluation of Fertility. P. 17-46. In: valuation of Fertility by Plant and Soil Analysis. Kent-England: Abacus Press.

Eigenberg RA, Doran JW, Nienaber JA, Ferguson RB, Woodbury BL. 2002. Electrical conductivity monitoring of soil condition and available N with animal manure and a cover crop. Agriculture Ecosystems and Environment. 88: 183–193.

Farahani HJ, Buchleiter GW, Brodahl MK. 2005. Characteristic of apparent soil electrical conductivity variability in irrigated sandy and non saline field in Colorado. American Society of Agricultural Engineers. 48(1): 155-168. Hanafiah KA. 2005. Dasar-dasar ilmu tanah. Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo

Persada.

Hardjowigeno S. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Medyatama Sarana Perkasa. Johnson AE. 2000. Soil and plant phospate. Paris (PF): International Fertilizer

Industry Association.

(37)

23 Lund ED, Christy CD, Drummond PE. 1999. Practical applications of soil electrical

conductivity mapping. In: Precision Agriculture ’99, Proc. of the 2nd European Conf. on Precision Agriculture, Ed. J.V. Stafford. p. 771-779. http://www.veristech.com/research.htm

Lund ED, Wolcot MC, Hanson GP. 2001. Applying nitrogen site-specifically using soil electrical conductivity maps and precision agriculture technology. TheScientificWorld. 1(S2): 767–776. doi: 10.1100/tsw.2001.95.

Mc Mullan EE. 1971. Methods of analysis soils-biochemistry laboratory service. Victoria (US): Department of Fisheries and Forestry.

McNeil JD. 1992. Rapid, accurate mapping of soil salinity by electro magnetic ground conductivity meters. p. 201–229. In: Advances in Measurements of Soil physical Properties: Bringing Theory into Practice. SSSA Spec. Publ. 30. SSSA, Madison, WI.

Moore SH and Wolcott MC. 2001. Mapping and interpreting electrical conductivity in production fields. Louisiana Agriculture. Vol. 44(3), Summer. pp. 25-27. Officer SJ, Kravchenko A, Bollero GA, Sudduth KA, Kitchen NR, Wiebold WJ,

Palm HL, Bullock DG. 2004. Relationships between soil bulk electrical conductivity and the principal component analysis of topography and soil fertility values.Plant and Soil journal. 258: 269–280.

Rains GC, Thomas DL. 2009. Precision farming: an introduction. Bulletin the cooperative extension service the university of georgia college of agricultural and environmental sciences 1186 (http://www.caes.uga.edu/ pplications/publications/files/pdf/B%201186_2.PDF) [17 Mei 2012].

Rhoades JD, Chanduvi F, Lesch S. 1999. Soil salinity assesment: method and interpretation of electrical conductivity measurement. Roma (IT): FAO United Nations.

Rogero OM, Basa CAC, Emerito R, Otadoy, Violanda R. 2013. Investigation of the effect of water content on the bulk soil electrical conductivity (EC) of loam using wenner array method. APJSME. 1(1):12-14.

Rosmarkam A, Yuwono NW. 2002. Ilmu kesuburan tanah. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Subiksa IGM, Ladiyani RW, Setyorini D. 2007. Perangkat uji tanah sawah. Bogor: Balai Penelitian Tanah.

Suud HM. 2015. Pengembangan model pendugaan kadar hara melalui pengukuran daya hantar listrik tanah. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Tarr AB, Moore KJ, Dixon PM, Burras CL, Wiedenhoft MH. 2003. Use of soil electroconductivity in a multistage soil-sampling scheme. Plant Management Work. doi: 10.1094/CM-2003-1029-01-RS.

(38)

24

(39)

25

(40)

26

Lampiran 1. Spesifikasi instrumen Veris 3100 Spesifikasi umum

 Dimensi : Lebar: 92.5 inch (235 cm); Panjang: 96 inch (244 cm); Tinggi: 35 inch (89 cm)

 Berat (Tanpa perangkat elektronik) :1200 lbs (544 kg)

 Kebutuhan Tenaga Minimum Untuk Menarik : 30 hp (Kebutuhan tenaga aktual tergantung dari kecepatan aplikasi mapping EC, kondisi lahan, dan jenis tanah)

 Diameter Coulter-Electrode Blade : 17 inch (43 cm); Ketebalan 4mm dengan ujung meruncing;

 Bahan : besi cor dengan dilapisi lapisan pelindung pada poros (melindungi dari batu)

 Kelengkapan jalan: lampu behenti, lampu belok, dan lampu clearence dihubungkan menggunakan steker 4 pin datar

 Ukuran ban: P205 R75

 Penghubung ke Tenaga Penggerak : ball coupler ukuran 2 inch dan kawat pengaman (beban tarik :7000 lbs atau 3173 kg); kecepatan Maksimum di jalan raya: 55 mph (93km/jam)

 Kecepatan maksimum operasi di lahan : 15 mph (25 km/jam) Instrumen EC Surveyor

 Dimensi : 55 x 230 x 190 mm

 Power : 10-15 volts DC; menggunakan colokan steker mobil (cigarette lighter power cord)

 Backlit transflective display

 Input: GPS dan sinyal EC (sinyal PH optional menggunakan PH sensor)

 Spesifikasi GPS : NMEA 0183 protocol; masukan data tipe GGA, VTG atau RMC dengan kecepatan pengiriman data string 1 Hz; Koneksi menggunakan serial DB9 konektor (female sockets)

 Output: port serial pada computer, peralatan Data-Logger

 Indikator peringatan: lampu LED Instrumen Data-Logger

 Processor : 80 pin PIC microprocessor

 Kecepatan penyimpanan : 1 Hz

 Media penyimpanan : SD memory storage card

 Layar : Backlit transflective display

 Power: 10-15 volts DC; menggunakan colokan steker mobil (cigarette lighter power cord)

 Indikator peringatan: lampu LED dan alarm suara

Kelengkapan lain: software SoilViewer On-the-go mapping

 Kompatibel pada Windows XP dan diatasnya

 Menampilkan data EC secara real-time untuk verifikasi cakupan dan review visual kualitas peta di computer

(41)

27 Lampiran 2. Bobot polong kacang tanah hasil panen

Petak Periode 1 Periode 2

(g) Penyiangan Manual (g) Penyiangan Mekanis (g)

1 6 113 5 694 3 128

2 2 952 7 046 3 282

3 4 205 6 781 5 556

4 3 458 5 304 6 306

5 4 977 6 558 4 132

6 3 351 7 168 2 400

7 4 787 8 706 6 590

8 6 190 7 928 5 512

9 5 794 8 783 2 207

10 3 813 8 008 3 539

11 3 130 5 863 7 124

12 3 525 6 732 5 899

13 5 429 7 373 5 194

14 5 448 8 326 3 368

15 6 207 7 564 6 972

16 4 507 7 573 6 837

17 6 205 6 966 3 795

18 4 967 7 490 3 442

19 4 762 8 561 6 726

20 5 808 7 998 6 701

Total 95 628 146 422 98 710

Rataan 4 781 7 321 4 936

(42)

28

Lampiran 3. Hasil analisis uji sampel tanah di laboratorium ilmu tanah

Kode* C-Organik N-Total NO3 Rasio C/N KTK Kadar Air EC (%) (%) (ppm) (%) (me/100g) (%) (mS/m)

1 1.75 0.16 613.80 10.94 12.34 38.51 10.49

2 1.60 0.15 368.28 10.67 11.86 39.69 9.34

3 2.79 0.25 491.04 11.16 13.53 37.50 9.96

4 1.20 0.13 982.08 9.23 11.54 39.63 10.68

5 1.35 0.14 613.80 9.64 12.74 36.30 13.12

6 1.03 0.10 122.76 10.30 12.74 38.55 12.37

7 0.72 0.08 368.28 9.00 7.46 45.47 13.02

8 1.43 0.15 982.08 9.53 7.56 41.93 11.57

9 1.04 0.11 306.90 9.45 11.59 40.48 12.62

10 0.72 0.07 429.66 10.29 7.19 41.72 13.22

11 0.80 0.08 368.28 10.00 7.79 39.64 14.31

12 1.20 0.13 184.14 9.23 11.99 39.68 13.80

13 0.64 0.06 368.28 10.66 6.99 37.40 12.32

14 0.88 0.09 245.52 9.77 9.99 39.71 12.49

15 0.48 0.05 306.90 9.60 6.19 38.83 14.06

16 0.88 0.09 306.90 9.77 9.69 38.40 15.53

17 1.68 0.17 429.66 9.88 13.19 38.69 9.17

18 1.27 0.13 122.76 9.77 10.39 32.79 10.56

19 1.11 0.12 245.52 9.25 10.19 38.40 12.40

20 1.04 0.10 368.28 10.40 9.99 39.82 11.33

A 1.43 0.15 155.00 9.53 13.97 35.60 11.08

B 1.51 0.15 124.00 10.07 12.77 31.98 12.58

C 1.83 0.16 589.00 11.44 14.76 38.72 13.17

D 1.20 0.13 341.00 9.23 11.97 33.86 14.78

E 1.27 0.12 1550.00 10.58 11.57 34.80 12.49

F 1.35 0.14 4185.00 9.64 13.17 33.95 13.29

G 0.71 0.07 484.00 10.14 11.17 40.73 14.31

H 0.95 0.10 217.00 9.50 11.97 32.33 15.31

I 1.03 0.10 2573.00 10.30 12.37 37.41 13.30

J 1.11 0.12 341.00 9.25 12.37 33.46 13.16

K 1.11 0.11 1953.00 10.09 11.97 37.06 13.95

L 1.20 0.12 153.45 10.00 12.77 35.48 16.19

M 0.95 0.10 214.83 9.50 12.37 30.83 14.50

N 1.03 0.10 155.00 10.30 11.57 39.90 14.38

O 0.95 0.10 279.00 9.50 10.77 31.24 15.88

P 0.95 0.08 245.52 11.88 12.49 35.08 16.46

Q 1.03 0.10 2666.00 10.30 10.77 36.01 13.45 R 1.60 0.15 3055.00 10.67 13.97 32.94 13.43

S 1.60 0.15 186.00 10.67 13.57 29.38 13.96

T 1.67 0.17 2976.00 9.82 13.97 35.60 17.38

Keterangan :

(43)

29 Lampiran 4. Grafik hubungan antara nilai EC dengan parameter hasil uji sampel

tanah

0,00 0,05 0,10 0,15 0,20

E

Grafik hubungan antara EC dan N-Total

Grafik hubungan antara EC dan NO3

Grafik hubungan antara EC dan C/N Ratio

Grafik hubungan antara EC dan C-Organik

Grafik hubungan antara EC dan KTK

35,00 36,00 37,00 38,00 39,00

E

(44)

30

Lampiran 5. Source code program mapping EC

baris Source Code

1

Dim B(10000), L(10000), X(10000), sxb(10000), syb(10000), Y(10000), EC1(10000), EC2(10000), Lat(10000), kk1, kk2

Dim K1(10000), dalam, n, DK, K2(10000), rkk1(100, 100), rkk2(100, 100), kluster, xg, klas1(100, 100), klas2(100, 100)

Dim TBSB, TKCB, TBSL, TKCL Private Sub Combo1_Click() xg = Val(Left$(Combo1.Text, 2)) Command2.Enabled = True

Dim namaf As String Dialog.ShowOpen

'Mencari Maks dan Min

TBSB = B(1): TBSL = -L(1): TKCB = B(1): TKCL = -L(1)

(45)

31

' Faktor konversi 1 derajat ke meter geokonv = 111322

List1.Clear 'Menghapus data rata2

Picture1.Refresh

lebar = Picture1.ScaleHeight 'sumbu y panjang = Picture1.ScaleWidth ' sumbu x

lt = 25 'LEBAR sesungguhnya (dari perhitungan bujur-lintang max min) pT = 60 'PANJANG sesungguhnya (dari perhitungan bujur-lintang max min) jumgridy = Int(lt / xg)

jumgridx = Int(pT / xg)

Text4.Text = (lebar - 20) / jumgridy konvl = Val(Text4.Text)

(46)

32

If Val(Text4.Text) < konv2 Then konv = Val(Text4.Text)

Else

(47)
(48)
(49)

35

Label7.Caption = "Sebaran Nilai EC pada Kedalaman 30 - 90 cm" Picture1.Refresh

Label7.Caption = "Sebaran Nilai EC pada Kedalaman 0 - 30 cm"

Picture1.Refresh

Picture2.BackColor = RGB(0, 0, 0) Picture3.BackColor = RGB(0, 0, 255) Picture4.BackColor = RGB(0, 255, 0) Picture5.BackColor = RGB(255, 255, 0) Picture6.BackColor = RGB(255, 0, 0)

(50)

36

Lampiran 6. Hasil Mapping EC periode 1

Ulangan ke-1 Ulangan ke-2 Ulangan ke-3

1 Oktober 2012 (Sebelum pengolahan tanah)

0 – 30 c

m

30 – 90 c

m

4 Oktober 2012 (Setelah pengolahan tanah)

0 – 30 c

m

30 – 90 c

m

28 Januari 2013 (setelah panen)

0 – 30 c

m

30 – 90 c

m

(51)

37 Lampiran 7. Hasil Mapping EC periode 2

28 Maret 2013 (sebelum tanam)

0 – 30 c

m

30 – 90 c

m

8 Juli 2013 (setelah panen)

0 – 30 c

m

30 – 90 c

m

26 Juni 2013 (3 minggu setelah panen)

0 – 30 c

m

30 – 90 c

m

(52)

38

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Grafik hubungan antara nilai EC dengan parameter hasil uji sampel tanah 29
Gambar 9.
Tabel 3. Rata-rata parameter hasil uji sampel tanah tiap kelas EC
Tabel 4. Contoh bentuk data hasil instrumen Veris 3100
+2

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu penelitian ini dibatasi dengan kajian manajemen kurikulum di Pondok Pesantren Salafiyah Kasyiful ‘Ulum yang menyangkut tujuan pendidikan, materi

Jenis penelitian ini digunakan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh media sosial terhadap perubahan perilaku siswa-siswi SMP Negeri 2 Salatiga..

Pada penelitian ini, faktor faktor yang mempengaruhi kadar LDL serum ditiadakan dengan pengadaan kelompok kontrol yang disamakan aktivitas, dan pola makannya

Strategi Pengembangan Obyek Wisata Bumi Perkemahan Palutungan Berdasarkan Analisis Daya Dukung Lingkungan Wisata Di Taman Nasional Gunung Ciremai Kabupaten Kuningan

Kami, Bisyon Perkasa Trade selaku penjual Pupuk organik bertekhnologi nano DIGROW telah melakukan banyak percontohan selama 1 dekade dibidang pertanian di Indonesia

Media sosial Instagram @watuamben sejauh ini menurut pengelola digunakan sebagai media untuk mengunggah keadaan di Wisata alam Watu Amben dan juga sebagai media

Berdasarkan penelitian diperoleh hasil perhitungan optimasi diantaranya jumlah hijab segi empat rimpel batik yang harus diproduksi sebanyak 320 buah, hijab pashmina

%ada perdarahan ringan dan kehamilan J*0 minggu4 dapat dilakukan  pengeluaran hasil konsepsi yang ter&amp;epit pada seriks dengan &amp;ari atau ;or3eps 3in3in Bila