• Tidak ada hasil yang ditemukan

Spatial Distribution and Variability of Total Scattering Coefficient in Surface Water of Various Season

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Spatial Distribution and Variability of Total Scattering Coefficient in Surface Water of Various Season"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

DISTRIBUSI SPASIAL DAN VARIABILITAS KOEFISIEN

TOTAL HAMBURAN DI PERMUKAAN PERAIRAN

BERBAGAI MUSIM

Oleh:

MURJAT HI. UNTUNG

NRP: C552100051

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Distribusi Spasial dan Variabilitas Koefisien Total Hamburan di Permukaan Perairan Berbagai Musim adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir thesis ini.

Dengan ini saya limpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

(3)

RINGKASAN

MURJAT Hi. UNTUNG. Distribusi Spasial dan Variabilitas Koefisien Total Hamburan di Permukaan Perairan Berbagai Musim. Dibimbing oleh Vincentius P. Siregar dan Bisman Nababan.

Sifat optik perairan dipengaruhi oleh intensitas dan sudut datang cahaya serta materi yang terkandung di dalam kolom perairan. Sifat optik perairan ini dibagi dalam dua kategori yaitu apparent optical properties (AOP) yaitu sifat optik yang dipengaruhi oleh intensitas dan sudut ruang cahaya datang serta kandungan materi dalam air dan inherent optical properties (IOP) yaitu sifat optik yang hanya dipengaruhi oleh kandungan materi dalam kolom air seperti fitoplankton, padatan tersuspensi, bahan organik, dan materi organik bewarna terlarut (colored dissolved organic matter (CDOM). Hamburan adalah proses penghamburan energi oleh kolom air maupun materi yang terkandung dalam kolom air tersebut. Hamburan disini berupa hamburan balik (backward scattering) maupun hamburan maju (forward scattering). Total hamburan merupakan gabungan dari hamburan balik dan hamburan maju.

Perairan Northeastern Gulf of Mexico (NEGOM) mencakup perairan tipe-1 (perairan laut lepas atau offshore) dan tipe-2 (perairan pesisir) serta dipengaruhi oleh Loop Current, upwelling, angin, dan debit air tawar dari beberapa sungai. Sejauh ini masih sedikit penelitian terkait variabilitas dan distribusi spasial total hamburan di perairan NEGOM, khususnya perairan tropis sehingga penelitian ini sangat penting dilakukan. Disamping itu fasilitas dan peralatan bio-optik yang standar sangat minim atau bahkan tidak ada di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui variabilitas dan distribusi spasial koefisien total hamburan (scattering) pada 9 panjang gelombang (λ) pada berbagai musim di wilayah perairan Northeastern Gulf of Mexico (NEGOM). Hasil penelitian ini diharapkan memperoleh informasi tentang nilai, variabilitas, dan distribusi spasial koefisien total hamburan (scattering) yang nantinya dapat dimanfaatkan dalam pengembangan algoritma bio-optik satelit ocean color.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien total hamburan pada tahun 1999 pada masing-masing panjang gelombang secara umum lebih tinggi pada musim panas (rata-rata 0,26(±0,05)-0.37(±0,07) m-1)dibandingkan dengan musim gugur (rata-rata 0,09(±0,002)-0,23(±0,04) m-1. Khusus di daerah perairan sekitar Mississippi, variabilitas koefisien total hamburan pada tahun 1999 pada musim semi (rata-rata 1,54(±0,94)-2,01(±1,03) m-1) lebih tinggi dibandingkan pada musim panas dan gugur. Pada tahun 2000, nilai koefisien total hamburan secara umum tetap lebih tinggi pada musim panas (rata-rata 0,21(±0,02)-0,32(±0,02) m -1

) dibandingkan musim semi dan gugur (rata 0,03(±0,003)-0,21(±0,01) m-1). Hasil ini menunjukkan bahwa kandungan partikel dan materi tersuspensi pada musim panas secara umum lebih tinggi dibandingkan pada musim semi dan gugur.

(4)

intrusi aliran sungai Mississippi ke arah offshore yang mengandung banyak nutrient yang dapat meningkatkan pertumbuhan fitoplankton di perairan offshore dan materi tersuspensi serta menurunkan salinitas yang secara bersama-sama meningkatkan koefisien total hamburan. Nilai rata-rata koefisien total hamburan pada setiap wilayah pesisir dan offshore di perairan NEGOM setiap musim menunjukkan hasil yang berbeda nyata.

(5)

SUMMARY

MURJAT Hi.UNTUNG. Spatial Distribution and Variability of Total Scattering Coefficient in Surface Water of Various Season. Supervised by Vincentius P. Siregar and Bisman Nababan.

The optical properties of the waters are affected by the intensity and angle of incidence light and material contained in the water column. The optical properties are divided into two categories i.e., apparent optical properties (AOP) influenced by the intensity and angle of incident light and the amount of material in the water, and the inherent optical properties (IOP) affected only by the content of the material in the column water such as phytoplankton, suspended solid materials, organic matter, and colored dissolved organic matter (colored dissolved organic matter (CDOM). Scattering is the process of radiation deflection by the water column and the material contained in the water column. Scattering is divided into two categories i.e., backscattering and forward scattering. Total scattering is a combination of backscattering and forward scattering.

The Northeastern Gulf of Mexico waters (NEGOM) contains type-1 waters (offshore) and type-2 (coastal waters). The NEGOM waters are also influenced by the Loop Current, upwelling, wind, and freshwater discharge of several rivers. Currently, few studies were conducted related variability and spatial distribution of the total scattering in NEGOM waters especially in tropical waters. Standard facilities and bio-optical equipment are also minimal to none in Indonesia. Therefore, this research is very important to be conducted. The purpose of this study was to determine the variability of the spatial and temporal

distribution of the total scattering coefficient (scattering) in 9 wavelength (λ) in different seasons in the NEGOM. The result was expected to obtain information about the value, variability, and the spatial distribution of the total scattering coefficient (scattering) which will be utilized in the development of bio-optical algorithms satellite ocean color.

The results showed that the total scattering coefficient in 1999 (average of 0.26(±0.05)-0.37(± 0.07) m-1), was generally higher in the summer than that in spring and winter (average of 0.09(±0.002)-0.23(±0.04) m-1). Except in the Mississippi region, the total scattering coefficient in spring 1999 (average of 1.54(±0.94)-2.01(±1.03) m-1) was higher than that in summer and winter. In 2000, total scattering coefficient values were also generally higher in summer (average of 0.21(±0.02)-0.32(±0.02) m-1) than that in spring and winter (average of 0.03(±0.003)-0.21(±0.01) m-1. These results showed that particles and suspended matter in summer were generally higher than that in spring and winter.

(6)

offshore waters in the NEGOM each season were also showed significantly different results.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tujuan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

DISTRIBUSI SPASIAL DAN VARIABILITAS KOEFISIEN

TOTAL HAMBURAN DI PERMUKAAN PERAIRAN

BERBAGAI MUSIM

MURJAT HI. UNTUNG

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Kelautan

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)
(11)

Judul Tesis : Distribusi Spasial dan Variabilitas Koefisien Total Hamburan di Permukaan Perairan Berbagai Musim

Nama : Murjat Hi Untung NRP : C55210051

Mayor : Teknologi Kelautan

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Vincentius P. Siregar, DEA Dr Ir Bisman Nababan, MSc Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Kelautan

Dr Ir Jonson Lumban Gaol, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul tesis ini adalah: Distribusi Spasial dan Variabilitas Koefisien Total Hamburan di Permukaan Perairan Berbagai Musim.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA. dan Dr. Ir. Bisman Nababan, M.Sc. selaku pembimbing Ketua dan Anggota, Bapak Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan, saran dan kritikan dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada :

1. Kedua orang tua (Bapak H. Untung Somadayo dan Ibu Hj. Binuri), kekasihku Fadlia Hamim S.Pd dan adik-adik tercinta Asri, Awali, Aden dan Riska Fadila atas segala doa serta dukungan kepada penulis.

2. Ketua Program Studi Teknologi Kelautan Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si dan sekertaris Ibu Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si serta seluruh staf pengajar pada Program Studi Teknologi Kelautan

3. Disamping itu, penghargan penelis sampaikan kepada Mahsiswa Pascasarjana Program Doktor (S3) Teknologi Kelautan (TEK) dan Teknologi Perikanan Tangkap (TPT) angkatan 2010 Bapak Nurhalis Wahidin, Bapak Romy Joniery, Bapak Sahdan, Bapak Domey Luwits Mariharapon, Bapak Amirul Karman, Bapak Imran Taeran, Bapak Ismawan Talo

(13)

DAFTAR ISI

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 2

II. METODE PENELITIAN

2.1Waktu dan Lokasi 3

2.2Alat Pengukuran dan pemrosesan data 4

2.2.1Perangkat Survei Lapangan 4

2.2.2Perangkat Pemrosesan data 4

2.3Kalibrasi Alat dan Pengukuran Sampel Air 5

2.3.1Prosedur Kalibrasi Alat 6

2.3.2Prosedur Pengukuran Sampel Air 6

2.4Pengolahan Data 6

2.4.1Filter Data Air Murni (Milli-Q) 7

2.4.2Koreksi Data Pengukuran 7

2.4.3Koreksi Waktu 8

2.4.4Total Hamburan (Scattering) 8

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1Variabilitas Koefisien Total Hamburan 10

3.2Dsitribusi Spasial Koefisien Hamburan 11

3.2.1Musim Semi 11

3.2.2Musim Panas 13

3.2.3Musim Gugur 14

3.3Variabilitas Antar Musim 15

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1Kesimpulan 18

4.2Saran 18

DAFTAR PUSTAKA

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jadwal pelaksanaan pengambilan data lapangan 4 2. Nilai rata-rata (simpangan deviasi) total koefisien hamburan

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian 3

2. Alat Ac-9 In-situ Spectrometer. Komponen Ac-9 (kiri)

dan penampilan pemasangan alat Ac-9 di dalam kapal (kanan). 5 3. Distribusi koefisien total hamburan (scattering) pada gelombang

biru, hijau, dan merah saat musim semi 1999 di wilayah

perairan NEGOM 12

4. Distribusi koefisien total hamburan (scattering) pada gelombang biru, hijau, dan merah saat musim semi 2000 di wilayah

perairan NEGOM 13

5. Distribusi koefisien total hamburan (scattering) pada gelombang biru, hijau, dan merah saat musim panas 1999 di wilayah

perairan NEGOM 14

6. Distribusi koefisien total hamburan (scattering) pada gelombang biru, hijau, dan merah saat musim panas 2000 di wilayah

perairan NEGOM 14

7. Distribusi koefisien total hamburan (scattering) pada gelombang biru, hijau, dan merah saat musim gugur 1999 di wilayah

perairan NEGOM 15

8. Variabilitas koefisien total hamburan pada berbagai musim

di perairan NEGOM 16

9. Variabilitas koefisien total hamburan antar musim setiap

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil uji kruskal-wallis koefisien total hamburan diberbagai musim 22 2. Hasil Diagram Box dan whisker koefisien total hamburan

per panjang gelombang di wilayah perairan Mississippi 25 3. Hasil Diagram Box dan whisker koefisien total hamburan

per panjang gelombang di wilayah perairan Mobile 30 4. Hasil Diagram Box dan whisker koefisien total hamburan

per panjang gelombang di wilayah perairan Escambia 35 5. Hasil Diagram Box dan whisker koefisien total hamburan

per panjang gelombang di wilayah perairan Choctawhatche 40 6. Hasil Diagram Box dan whisker koefisien total hamburan

per panjang gelombang di wilayah perairan Apalachicola 45 7. Hasil Diagram Box dan whisker koefisien total hamburan

per panjang gelombang di wilayah perairan Suwannee 50 8. Hasil Diagram Box dan whisker koefisien total hamburan

per panjang gelombang di wilayah perairan Teluk Tampa 55 9. Hasil Diagram Box dan whisker koefisien total hamburan

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sifat optik perairan dipengaruhi oleh intensitas dan sudut datang cahaya serta materi yang terkandung di dalam kolom perairan. Intensitas cahaya setelah mengenai perairan akan mengalami proses absorpsi dan hamburan yang mengakibatkan jumlah intensitas cahaya mengalami penurunan secara exponensial dengan kedalaman kolom perairan tersebut. Sifat optik perairan ini dibagi dalam dua kategori yaitu apparent optical properties (AOP) yaitu sifat optik yang dipengaruhi oleh intensitas dan sudut ruang cahaya datang serta kandungan materi dalam air dan inherent optical properties (IOP) yaitu sifat optik yang hanya dipengaruhi oleh kandungan materi dalam kolom air seperti fitoplankton, padatan tersuspensi, bahan organik, dan materi organik bewarna terlarut (colored dissolved organic matter (CDOM). Unsur-unsur dalam IOP berupa absorpsi, hamburan, transmittance, dan atenuasi (Mobley, 1994; Kirk, 1994).

Absorpsi merupakan proses penyerapan energi oleh kolom air dan materi yang terkandung di dalamnya sedangkan hamburan adalah proses penghamburan energi oleh kolom air maupun materi yang terkandung dalam kolom air tersebut. Hamburan disini dapat berupa hamburan balik (backward scattering) maupun hamburan maju (forward scattering). Total hamburan merupakan gabungan dari hamburan balik dan hamburan maju. Peristiwa hilangnya energi (cahaya) melalaui proses absorpsi dan hamburan disebut proses atenuasi. Secara umum, attenuasi (c) adalah hasil penjumlahan absorpsi (a) dengan hamburan (b) (Boss et al., 2001; Miller et al., 2003, Kirk, 1994; Mobley, 1994).

Spektrum cahaya merah lebih cepat diserap oleh kolom perairan dibandingkan dengan spektrum cahaya biru dan hijau karena gelombang ini mempunyai frekuensi yang lebih kecil jika dibandingkan dengan spektrum biru dan hijau yang mempunyai frekuensi yang jauh lebih besar (Mobley, 1994). Materi terkandung dalam kolom perairan seperti fitoplankton, bahan organik, dan colored dissoleved organic matter (CDOM) juga mempunyai sifat absorpsi dan hamburan yang akan mempengaruhi hilangnya energi cahaya (atenuasi) dalam kolom perairan (Kirk, 1994; Carder et al. 1999; McKee dan Cunningham, 2006; Capone et al., 2002; Pegau et al., 2003; Morel et al., 2007; Tonizo et al., 2009). Dengan demikian, variasi spektral absorpsi dan hamburan di perairan akan dipengaruhi secara langsung oleh perbedaan kosentrasi serta komposisi dari bahan atau material dalam kolom air (Pegau et al., 2003; Morel et al., 2007; Tonizo et al., 2009; Oubelkheir et al., 2005).

(18)

itu, variabilitas hamburan pada air laut juga dipengaruhi oleh variabilitas ukuran, bentuk, dan struktur dari partikel yang ada dalam kolom air laut tesebut (Jonasz dan Fournier 2007). Perairan laut lepas (offshore) yang biasa disebut sebagai tipe-1, variabilitas sifat optik umumnya hanya dipengaruhi oleh variabilitas fitoplakton. Ketika kandungan klorofil cukup rendah maka sebagian besar hamburan dalam kolom air tersebut berasal dari hamburan molekul air (Morel dan Loisel 1998).

1.2 Rumusan Masalah

Perairan Northeastern Gulf of Mexico (NEGOM) merupakan lingkungan perairan yang dipengaruhi oleh enam sungai besar yang memiliki kontribusi yang sangat tinggi untuk mensuplai bahan atau material yang berasal dari daratan. Enam sungai itu adalah sungai Mississippi, Mobile, Escambia, Choctawhatche, Apalachicola, dan Suwannee. Selain itu faktor oseanografi dan musim juga berperan sangat penting dalam variabilitas bio-optik perairan ini (Nababan 2005). Fenomena El Nino Southern Oscillation (ENSO), musim, dan variabilitas arus Loop memberi perananan penting dalam variabilitas bio-optik dalam perairan NEGOM (Nababan et al. 2011; Nababan 2005; Bunge et al. 2002). Perairan NEGOM ini juga mencakup perairan tipe-1 (perairan laut lepas (offshore) dan tipe-2 (perairan pesisir) sehingga perairan ini sangat dinamis untuk mengetahui variabilitas dan distribusi spasial total hamburan. Sejauh ini juga masih sedikit penelitian terkait variabilitas dan distribusi spasial total hamburan di perairan NEGOM, khususnya perairan tropis sehingga penelitian ini sangat penting dilakukan. Disamping itu fasilitas dan peralatan bio-optik yang standar sangat minim atau bahkan tidak ada di Indonesia. Untuk itu adanya ketersediaan data ini sangat membantu untuk dapat melakukan penelitian dibidang bio-optik kelautan dimana hasilnya nanti dapat digunakan sebagai informasi awal dalam pengembangan algoritma penginderaan jauh kelautan khususnya peninderaan jauh kelautan warna laut (ocean color).

Informasi terkait variabilitas dan distribusi spasial total hamburan akan sangat bermanfaat dalam penyediaan informasi bio-optik yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan algoritma bio-optik untuk satelit ocean color.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi variabilitas dan distribusi spasial koefisian total hamburan (scattering) pada 9 panjang

gelombang (λ) pada berbagai musim di wilayah perairan Northeastern Gulf of Mexico (NEGOM).

(19)

II. METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan Lokasi

Pengambilan data koefisien absorpsi dan koefisien atenuasi di lapangan dilakukan oleh Bisman Nababan (sebagai koordinator lapangan) dari Institute of Marine Remote Sensing, University of South Florida di perairan Northeastern Gulf of Mexico (NEGOM) dan penggunaan data dalam thesis ini telah melalui persetujuan beliau. Pengambilan data dilakukan selama tiga musim (semi, panas, gugur) pada tahun 1999-2000. Lokasi survei dengan koordinat 27.3° - 30.7° N dan 82.6° - 89.6° W (Gambar 1) dengan posisi yang membentang dari Delta Sungai Mississippi hingga Teluk Tampa. Terdapat enam sungai besar yang bermuara ke perairan di lokasi studi (cruise). Hasil identifikasi enam sungai yaitu sungai Mississippi, Mobile, Escambia, Choctawhatche, Apalachicola, dan Suwannee. Untuk survei pengukuran data yang dilakukan, dibatasi pada perairan pantai dengan kedalaman (isobaths) 10 m dan perairan laut lepas (offshore) dengan kedalaman 1000 m. Metode survei lapangan yang dilakukan untuk mewakili seluruh wilayah perairan NEGOM saat pengambilan data. Pengambilan data lapangan dilakukan secara sinambung (continuos) selama penelitian dan menggunakan kapal Gyre Texas A&M University dengan waktu pengukuran data selama 2 minggu untuk setiap musim. Waktu pelaksanaan pengambilan data lapangan selengkapnya disajikan pada Tabel 1.

(20)

Tabel 1. Jadwal pelaksanaan pengambilan data lapangan.

No. cruise Tanggal mulai Tanggal selesai CruiseID Musim

1 15 Mei 1999 28 Mei 1999 Sp-99 Semi

2 15 Agustus 1999 28 Agustus 1999 Su-99 Panas 3 13 November 1999 23 November 1999 Fa-99 Gugur 4 15 April 2000 26 April 2000 Sp-00 Semi 5 28 Juli 2000 8 Agustus 2000 Su-00 Panas

2.2Alat Pengukuran dan Pemrosesan Data

2.2.1 Perangkat Survei Lapangan

Alat atau perangkat survei lapangan untuk pengkuran data serta fungsinya adalah sebagai berikut:

1. GPS (Global Positioning System) yang berfungsi sebagai navigasi dan pengambilan posisi saat pengukuran data lapangan.

2. Instrumen Ac-9 In-Situ Spectrophotometer digunakan untuk pengukuran data koefisien absorsi dan koefisien atenuasi secara in situ pada sembilan kanal (band) yaitu pada panjang gelombang 412, 440, 488, 510, 532, 555,

650, 676, dan 715 nm (Miller dan D’sa, 2002).

3. Conductivity and Temperature Sea-Bird sensors digunakan untuk mengukur nilai suhu dan salinitas perairan serta merekam secara otomatis titik koordinat. Pengukuran data ini menggunakan sistem operasi yang secara serentak dengan instrumen ac-9. Namun data yang digunakan dalam penelitian ini hanya data koordinat yang kemudian disamakan dengan data ac-9.

4. Alat debubbler merupakan suatu alat penampung air laut sementara yang juga berfungsi untuk menghilangkan gas yang terjebak dalam air saat pemompaan air laut dari kedalaman 3 meter sebelum dialirkan ke instrument ac-9. Air laut yang dialirkan ke intrumen ac-9 harus bebas dari gas atau udara yang terjebak supaya tidak mempengaruhi hasil pengukuran akibat dari keberadaan gas tersebut dalam air laut.

2.2.2 Perangkat Pemrosesan Data

Pemrosesan data ini dengan menggunakan beberapa perangkat lunak seperti WETview, Ms. Excell, Matlab, Surfer 9, ArcGIS, Mintab 16 dan Software Statistica. Fungsi dari perangkat lunak (tools) di atas dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Perangkat lunak WETview adalah perangkat lunak yang digunakan dalam melakukan pemrosesan akuisisi data saat pengukuran dan penyimpanan data dari hasil pengukuran instrumen ac-9 dalam format atau tipe file (dat). 2. Perangkat lunak Ms. Excell digunakan untuk mengolah dan mengatur

susunan data, sehingga memudahkan untuk pengolahan atau menganalisis data hasil pengukuran.

(21)

4. Perangkat lunak Surfer 9 digunakan untuk visualisasi hasil akhir pengolahan data secara spasial yakni memetakan hasil akhir koefisien total hamburan.

5. ArcGIS digunakan untuk mendigitasi beberapa wilayah atau zona perairan yang terukur seperti muara sungai dan wilayah lepas pantai (offshore) 6. Mintab 16 dan Software Statistica digunakan untuk uji statistik pada data

yang terukur.

2.3 Kalibrasi Alat dan Pengukuran Sampel Air

Sebelum melakukan pengambilan data di lapangan, kalibrasi di laboratorium dilakukan terhadap instrumen ac-9 dengan mengalirkan Milli-Q terhadap sensor ac-9 (Gambar 2). Prosedur pengukuran absorpsi (a) dan atenuasi (c) dilakukan sesuai dengan prosedur kerja alat. Data hasil pengukuran ini digunakan sebagai data kalibrasi terhadap data hasil pengukuran di lapangan dengan mengurangkan nilai hasil pengukuran Milli-Q terhadap hasil pengukuran di lapangan sehingga diperoleh data yang lebih valid dan akurat (Pegau et al, 2003). Kalibrasi yang sama juga dilakukan paling tidak satu kali dalam sehari di lapangan.

(22)

2.3.1 Prosedur Kalibrasi Alat

Prosedur kalibrasi dilakukan sebagai berikut:

1. Tabung absorpsi a(λ) dan atenuasi c(λ) dibersihkan dengan cara menyemprot dengan Milli-Q dan alkohol kemudian tabung dibiarkan untuk kering.

2. Bersihkan lensa filter cahaya (bagian bawah ac-9) dan lensa detector (bagian atas ac-9) dengan cara membasahi kertas tissue dengan isopropil alkohol atau etanol dan mengusapkan dengan kertas sepanjang permukaan lensa detektor. Pastikan jari tangan tidak menyentuh lensa detektor ini. 3. Pasang kembali tabung absorpsi dan atenuasi ke instrumen ac-9 dan

sambungkan instrument ac-9 dengan Komputer. Set up program ac-9 pada komputer dan pastikan komputer dan ac-9 sudah siap untuk melakukan pengukuran kalibrasi.

4. Alirkan Milli-Q ke instrumen ac-9 dan lakukan pencatatan nilai absorpsi dan atenuasi setiap 5 detik kemudian simpan data hasil pengukuran setelah berlangsung selama 10-15 menit.

2.3.2 Prosedur Pengukuran Sampel Air Laut

Langkah-langkah yang digunakan dalam pengukuran sampel air laut di lapangan adalah sebagai berikut:

1. Air dari kedalaman 3 m dari depan kapal dipompa masuk melalui lambung kapal dan dialirkan kedalam tabung debubbler. Air laut dalam debubbler disimpan selama sekitar 1 menit kemudian dialirkan dengan menggunakan pipa atau selang yang lebih kecil ke sensor absorpsi dan atenuasi instrumen ac-9. Laju air laut yang masuk kedalam tabung instrumen ac-9 adalah sebesar 1 liter/menit.

2. Instrumen ac-9 tersambung dengan lap top yang sudah diatur settingannya sehingga dapat melakukan perekaman data setiap 5 detik secara terus-menerus (continue).

3. Data hasil pengukuran disimpan setiap 6 atau 8 jam untuk menghindari ukuran file yang tidak terlalu besar.

4. Pembersihan instrumen ac-9 dilakukan paling tidak sekali dalam sehari untuk menghilangkan kemungkinan bakteri atau jamur yang lengket dalam tabung instrumen ac-9. Kalibrasi dengan Milli-Q juga dilakukan paling tidak satu kali dalam sehari.

Prosedur kalibrasi hingga sampai pada pengukuran sampel air laut untuk mendapatkan data koefisien absorposi (a) dan koefisien atenuasi (c).

2.4 Pengolahan Data

(23)

2.4.1 Filter Data Air Murni (Milli-Q)

Proses filtering data air murni (Milli-Q) dilakukan secara manual dengan menggunakan MsExcel, sebelum melakukan filtering nilai koefisien absorpsi dan koefisien atenuasi hasil pengukuran Milli-Q dirata-ratakan dan mencari standar deviasi dari data tersebut, kemudian mencari nilai batas atas (ba) dan nilai batas bawah (bb). Nilai batas atas (ba) diperoleh dari hasil rata-rata ditambah nilai standar deviasi dan nilai batas bawah (bb) diperoleh dari rata-rata dikurangi nilai standar deviasi.

Filtering yang dilakukan dengan menggunakan fungsi logika IF, prinsip ini dilakukan agar dapat menghilangkan nilai yang dianggap ekstrim/menjauhi nilai pada sebaran normal atau nilai sebenarnya dari data air murni (Milli-Q). Formula yang digunakan untuk memfilterdata ini sebagai berikut:

[ ] [ ]

Nilai dari hasil filter yang diperoleh untuk masing-masing panjang gelombang dengan menggunakan fungsi logika di atas menjadi referensi sebagai faktor koreksi data pengukuran sampel air laut.

2.4.2 Koreksi Data Pengukuran

Koreksi data yang dimaksud di sini adalah koreksi data pengukuran sampel dengan mengunakan data Milli-Q dari hasil filter. Proses koreksi data dilakukan untuk mengurangi data yang dianggap ekstrim dari hasil pengukuran. Koreksi data sebagaimana biasanya yaitu nilai absorpsi (a) dan atenuasi (c) dari hasil pengukuran pada masing-masing panjang gelombang dikurangi dengan data Milli-Q hasil fiter. Persamaan yang digunakan untuk koreksi data pengkuran sebagai berikut:

(2a)

(2b)

dimana:

am dan cm adalah koefisien absopsi dan koefisien atenuasi hasil koreksi

at dan ct adalah koefisien total absorpsi dan koefisien total atenuasi sampel

awr dan cwr adalah koefisien absorpsi dan koefisien atenuasi dari air murni

(24)

adalah nol. Metode koreksi hamburan dapat dilakukan dengan menggunakan gelombang near infrared (715 nm)

2.4.3 Koreksi Waktu

Data pengukuran Ac-9 adalah dengan menggunakan format waktu local time, kemudian dikonversi ke Greenwich Mean Time (GMT). Dari hasil konversi waktu Ac-9 disamakan dengan waktu dari hasil perekaman alat conductivity and temperature Sea-Bird sensors. Waktu perekaman Sea-Bird sensors dengan rentang (range) waktu 2 menit sedangkan pengukuran data dengan menggunakan alat Ac-9 dengan rentang (range) waktu 5 detik. Pada kedua data waktu yang berbeda disamakan dengan mengikuti waktu pengukuran dari Sea-Bird sensors. Hal ini dilakukan karena data pengukuran mengunakan Sea-Bird sensors secara otomatis merekam data koordinat atau posisi pada saat (cruise). Hasil pengurangan dirata ratakan per 24 data untuk memperoleh data setiap titik pengukuran.

2.4.4 Total Hamburan (Scattering)

Data koefisien absorpsi dan koefisien atenuasi yang diperoleh, kemudian dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai hamburan setiap panjang

gelombang (λ) karena fungsi dari koefisien atenuasi dan koefisien absorpsi yang

terukur akan mendapatkan nilai koefisien total hamburan. Metode perhitungan untuk menghitung nilai koefisien total hamburan (b) dilakukan sebagai berikut(Mobley 1994):

dimana:

b = koefisien hamburan (scattering) c = koefisien atenuasi

a = koefisien absorpsi

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui nilai hamburan cahaya dari air laut setiap panjang gelombang (λ) atau band dari hasil pengukuran absorpsi dan atenuasi yang menggunakan alat Ac-9.

Data tersebut kemudian divisualisasi menggunakan surfer 9 dengan metode interpolasi kriging. Metode tersebut digunakan untuk menginterpolasi seluruh data hamburan dari hasil analisis sehingga memudahkan dalam

mengiterpertasi distribusi koefisien hamburan setiap panjang gelombang (λ).

Selain dari itu data total hamburan juga dilakukan analisis uji statistik Kruskal-Wallis untuk mengetahui nilai perbedaan hamburan antar musim pada setiap

(25)

dan (H1) dimana paling tidak ada satu pasang (antar musim) rata-rata koefisien total hamburan tidak sama (Walpole 1992). Tingkat signifikansi (taraf nyata) yang digunakan adalah 5% - 1% (α = 0,05 dan 0.01). Persamaan uji Kruskal-Wallis yang digunakan sebagai berikut:

dimana

H adalah nilai uji Kruskal-Wallis n adalah jumlah sampel

c adalah jumlah kelas

R adalah jumlah rangking pada sampel ke-i

(26)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Variabilitas Koefisien Total Hamburan

Hasil pengukuran data dalam penelitan ini berupa data koefisien atenuasi (attenuation) dan koefisien absorpsi (absorption) yang diukur menggunakan alat Ac-9 In-Situ Spectrophotometer. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran kemudian dikoreksi dalam beberapa tahapan dan dihitung menggunakan

persamaan b(λ) = c(λ) – a(λ) (Mobley 1994; Kirik, 1994; Hu et al. 2002). Persamaan tersebut digunakan untuk menghitung nilai koefisien total hamburan pada setiap panjang gelombang di masing-masing musim. Panjang gelombang dalam alat atau instrumen terdiri dari gelombang biru, hijau dan merah. Gelombang biru terdiri dari panjang gelombang 412, 440, 488 nm, gelombang hijau 510, 532, 555 nm, gelombang merah 650, 676, 715 nm.

Hasil analisis rata-rata dilakukan untuk melihat kisaran nilai koefisien total hamburan dan membandingkan nilai koefisien total hamburan pada masing-masing musim di perairan NEGOM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien total hamburan pada masing-masing panjang gelombang secara umum lebih tinggi pada musim panas dibandingkan dengan musim semi dan gugur pada tahun yang sama dengan kisaran nilai rata-rata 0.26 (±0,05) - 0.37(±0,07) m-1 (tahun 1999; Tabel 2). Hasil juga menunjukkan bahwa nilai koefisien total hamburan maksimum terjadi pada gelombang biru (λ=412 nm) (Tabel 2). Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum kandungan partikel baik fitoplankton maupun materi tersuspensi lainnya lebih tinggi pada musim panas dibandingkan dengan musim semi dan gugur. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Nababan et al. (2011) dan Nababan (2005) bahwa sebaran konsentrasi fitoplankton pada musim panas lebih tinggi dan menyebar sampai laut lepas dibandingkan dengan musim semi dan gugur. Pada tahun 2000, nilai koefisien total hamburan secara umum tetap lebih tinggi pada musim panas dibandingkan musim semi dengan kisaran nilai rata-rata 0,21(±0,02) – 0,32(±0,02) m-1 (Tabel 2).

(27)

Hasil ini dapat memberi informasi bahwa kandungan partikel dan materi tersuspensi pada musim panas 1999 lebih tinggi dibandingkan musim panas 2000 dan hasil ini sesuai dengan hasil yang dilaporkan Nababan et al. (2011) dan Nababan (2005). Relatif tingginya koefisien total hamburan pada musim panas disebabkan oleh adanya pengaruh intrusi air tawar dari sungai Mississippi yang membawa nutrient dan partikel lainnya ke laut lepas arah timur dan tenggara muara sungai Mississippi yang mengakibatkan terjadinya blooming fitoplankton di laut lepas (offshore) (Nababan et al. 2011; Nababan 2005; Walsh et al. 2003). Selain itu salinitas dari muara sungai Mississippi yang sedikit rendah dengan suhu yang tinggi terdistribusi hingga ke laut lepas (offshore), maka mengakibatkan koefisien total hamburan di perairan lebih tinggi (Sulivan et al. 2006). Kondisi yang sama juga ditemukan oleh (Nababan 2005). Intrusi air tawar dari sungai Mississippi ke laut lepas ini terjadi akibat adanya gerakan angin dari arah barat dan barat laut yang membantu pergerakan arus dekat muara sungai Mississippi bergerak menuju timur dan tenggara sebagai mana diinformasikan oleh (Nababan 2005). Gerakan arus di daerah pesisir ini dibantu dengan keberadaan Loop Current yang memiliki gerakan anticyclonic dan berada dekat muara sungai Mississippi yang membawa air tawar dari aliran sungai Mississippi lebih jauh ke arah offshore pada musim panas (Nababan et al. 2011; Nababan 2005; Walsh et al. 2003; Muller-Karger 2000; Nowlin et al. 2000; Walker, 1996). Pada musim semi dan gugur, arah dan kecepatan angin tidak membantu pergerakan aliran sungai Mississippi ke arah timur dan tenggara muara sungai Mississippi serta posisi Loop Current juga lebih jauh di daerah offshore sehingga tidak dapat membantu pergerakan aliran sungai Mississippi lebih jauh ke arah offshore (Nababan et al. 2011; Nababan 2005).

Secara umum, koefisien total hamburan pada musim gugur lebih kecil dibandingkan musim semi dan panas pada tahun 1999 dengan kisaran nilai rata-rata 0,09(±0,002) – 0,23(±0,004) m-1 (Tabel 2). Hasil menunjukkan bahwa kandungan konsentrasi fitoplankton dan materi tersuspensi lainnya lebih rendah pada musim gugur dibandingkan dengan musim lainnya. Rendahnya kandungan konsentrasi fitoplankton pada musim gugur ini mungkin disebabkan oleh relatif rendahnya intensitas radiasi matahari pada musim ini dibandingkan dengan musim lainnya. Konsentrasi klorofil-a yang relatif rendah pada musim gugur di perairan timur laut Teluk Meksiko ini juga telah dilaporkan Nababan et al. (2011) dan Nababan (2005).

3.2 Distribusi Spasial Koefisien Total Hamburan

Secara umum distribusi spasial pada semua gelombang biru, hijau, dan merah memberikan pola yang sama sehingga visualisasi dalam penelitian ini untuk gelombang biru diwakili oleh panjang gelombang 440 nm, hijau pada panjang gelombang 532 nm, dan merah pada panjang gelombang 676 nm.

3.2.1 Musim Semi

(28)

nilai koefisien total hamburan gelombang biru, hijau, dan merah maksimum ditemukan di muara sungai Mobile (Gambar 3 dan 4). Namun secara spasial terlihat bahwa nilai koefisien total hamburan yang relatif tinggi terdistribusi lebih luas pada musim semi 1999 (Sp-99) dibandingkan musim semi 2000 (Sp-00). Hal ini terjadi karena pengambilan data pada musim semi 1999 (Mei 1999) lebih dekat ke musim panas dibandingkan pada musim semi 2000 (April 2000). Arah angin dan sirkulasi air laut di timur laut Teluk Meksiko berubah-ubah selama musim semi dan untuk bulan Mei lebih mendekati kepada arah angin dan sirkulasi laut untuk musim panas (Nababan et al. 2011; Nababan 2005). Disamping itu, intensitas radiasi matahari relatif tinggi pada bulan Mei dibandingkan bulan April yang mempngaruhi proses fotosintesis dan perkembangan fitoplankton. Nababan et al. (2011) dan Nababan (2005) melaporkan bahwa rata-rata konsentrasi fitoplankton pada musim semi 1999 relatif lebih tinggi dibandingkan pada musim semi 2000 hal ini disebabkan oleh karena pada musim semi 1999 (Mei 1999) arah angin lebih condong berasal dari barat dan barat laut yang dapat membawa aliran sungai Misssissippi lebih jauh ke arah timur dan tenggara dari muara sungai Mississippi. Proses ini akan membawa banyak nutrient untuk perkembangan fitoplankton di daerah ini (Nababan et al. 2011; Nababan 2005). Relatif tingginya konsentrasi fitoplankton pada musim semi 1999 dibandingkan musim semi 2000 berkorelasi positif dengan koefisien total hamburan di daerah ini.

Secara umum, distribusi spasial koefisien total hamburan pada saat musim semi 1999 dan 2000 (Sp-99 dan Sp-00) cenderung lebih tinggi di perairan pesisir khususnya dekat muara sungai dibandingkan daerah offshore. Tingginya koefisien total hamburan di daerah pesisir ini akibat dari pengaruh debit air sungai yang bermuara ke pesisir ini banyak membawah bahan atau materi dari daratan dengan kandungan nutrient yang relatif tinggi yang mengakibatkan adanya blooming fitoplankton di daerah pesisir khususnya dekat muara sungai.

(29)

Gambar 4. Distribusi koefisien total hamburan (scattering) pada gelombang biru, hijau, dan merah saat musim semi 2000 di wilayah perairan NEGOM

3.2.2 Musim Panas

Secara umum, koefisien total hamburan pada musim panas terdistrisbusi lebih merata pada seluruh perairan timur laut Teluk Meksiko dibandingkan dengan musim semi dan gugur. Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa sebaran koefisien total hamburan pada musim panas 1999 relatif lebih merata dan lebih tinggi dibandingkan dengan musim panas 2000 (Gambar 5 dan 6). Hal ini mungkin disebabkan oleh karena debit sungai Mississippi pada musim panas 1999 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan musim panas 2000 (Nababan et al. 2011 dan Nababan 2005). Pada musim panas 1999, sebaran total hamburan di daerah pesisir khususnya dekat muara sungai Mobile, Escambia, Chicthawhatchee, Apalachicola, dan Suwannee umumnya lebih tinggi dibandingkan pada musim panas 2000. Hal ini mungkin disebabkan oleh debit sungai yang mengalir ke perairan ini pada musim panas 1999 lebih tinggi dibandingkan dengan musim panas 2000 (Nababan et al., 2011; Nababan 2000). Relatif tingginya debit air sungai pada musim panas 1999 akan menyebabkan konsentrasi materi tersuspensi dan fitoplankton pada perairan pesisir ini yang menyebabkan nilai total koefisien hamburan menjadi relatif tinggi dibandingkan musim panas 2000.

(30)

Gambar 5. Distribusi koefisien total hamburan (scattering) pada gelombang biru, hijau, dan merah saat musim panas 1999 di wilayah perairan NEGOM

Gambar 6. Distribusi koefisien total hamburan (scattering) pada gelombang biru, hijau, dan merah saat musim panas 2000 di wilayah perairan NEGOM

3.2.3 Musim Gugur 1999

(31)

Gambar 7. Distribusi koefisien total hamburan (scattering) pada gelombang biru, hijau, dan merah saat musim gugur 1999 di wilayah perairan NEGOM

3.3Variabilitas antar Musim

(32)

Gambar 8. Variabilitas koefisien total hamburan pada berbagai musim di perairan NEGOM

(33)
(34)

4 KESIMPULAN DAN SARAN

4.1Kesimpulan

Secara umum, koefisien total hamburan (scattering) relatif tinggi ditemui di perairan pesisir khususnya dekat muara sungai setiap musim dan relatif rendah di perairan offshore kecuali pada musim panas koefisien total hamburan yang relatif tinggi juga ditemui pada perairan offshore.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien total hamburan pada tahun 1999 pada masing-masing panjang gelombang secara umum lebih tinggi pada musim panas (rata-rata 0,26(±0,05)-0.37(±0,07) m-1)dibandingkan dengan musim gugur (rata-rata 0,09(±0,002)-0,23(±0,04) m-1. Khusus di daerah perairan sekitar Mississippi, variabilitas koefisien total hamburan pada tahun 1999 pada musim semi (rata-rata 1,54(±0,94)-2,01(±1,03) m-1) lebih tinggi dibandingkan pada musim panas dan gugur. Pada tahun 2000, nilai koefisien total hamburan secara umum tetap lebih tinggi pada musim panas (rata-rata 0,21(±0,02)-0,32(±0,02) m -1

) dibandingkan musim semi dan gugur (rata 0,03(±0,003)-0,21(±0,01) m-1). Berdasarkan perhitungan statistik dengan menggunakan uji beda nyata menunjukan bahwa variabilitas distribusi koefisien total hamburan yang diperoleh setiap wilayah pada masing-masing musim berbeda nyata (berbeda sangat nyata

pada α=0,01).

4.2Saran

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Babin M, Stramski D, Ferrari GM, Claustre H, Bricaud A, Obolensky G, Hoepffner N. 2003. Variations in the light absorption coefficients of phytoplankton, nonalgal particles, and dissolved organic matter in coastal waters around Europe. Journal of Geophysical Research. 108(7): 1- 20 Boss E, Slade W. 2001. Spectral particulate attenuation and particle size

distribution in the bottom boundary layer of a continental shelf. Journal of geophysical research. 106(5): 9509–9516.

Bunge L, Ochoa J, Badan A, Candela J, Sheinbaum J. 2002. Deep flows in the Yucatan Channel and their relation to changes in the Loop Current extension. Journal of Geophysical Research.107.(12): 26-33

Capone A, Digaetano T, Grimaldi A, Habel R, Presti DL, Migneco E, Masullo R, Moro F, Petruccetti M, Petta C et al. 2002. Measurements of light transmission in deep sea with the AC9 Trasmissometer. Nuclear Instruments and Methods in Physics Research.487: 423–434

Carder KL, Chen FR, Lee ZP, Hawes SK, Kamykowski D. 1999. Semi Analytic Moderate-Resolution Imaging Spectrometer Algorithms for Chlorophyll a and Absorption With Bio-Optical Domains Based on Nitrate-Depletion Temperatures. Journal of Geophysical. 104(3): 5403-5421.

Chami M, Shybanov EB, Churilova TY, Khomenko GA, Lee MEG, Martynov OV, Berseneva GA, and Korotaev G K. (2005) Optical properties of the particles in the Crimea coastal waters (Black Sea), Jurnal of Geophysical.110:1-17.

D’Sa. EJ, Miller RL, Castillo CD. 2006. Bio-optical properties and ocean color algorithms for coastal waters influenced by the Mississippi River during a cold front. Optical Society of America. 45:7410-7428

D’Sa EJ, Korobkin M. 2009. Wind influence on chlorophyll variability along the Louisiana-Texas coast from satellite wind and ocean color data. Remote Sensing of the Ocean.

Hu C, Muller-Karger FE. 2002. Absorbance, absorption coefficient, and apparent quantum yield. Limnol Oceanogr, 47:1261-1267.

Jonasz M, Fournier GR. 2007. Light Scattering by Particles in Water. Academic Press is an imprint of Elseiver.

Kirk, JTO. 1994. Light and photosynthesis in aquatic ecosystems. Cambridge, United Kingdom: Cambridge University Press.500p.

Levin I, Darecki M, Sagan S, Radomyslskaya T. 2013. Relationships between inherent optical properties in the Baltic Sea for application to the underwater imaging problem. Papers, Institute of Oceanology, Polish Academy of Sciences. Oceanologia. 55(1):12-26

McKee D, Cunningham A. 2006. Identification and Characterisation Of Two Optical Water Types In The Irish Sea From In Situ Inherent Optical Properties and Seawater Constituents. Estuarine Coastal and Shelf Science. 68: 305-316

(36)

Muller-Karger FE. 2000, The spring 1998 Northeastern Gulf of Mexico (NEGOM) cold water event: remote sensing evidence for upwelling and for eastward advection of Mississippi water (or: how an errant loop current anticyclone took the NEGOM for a spin). Gulf of Mexico Science. 18(1): 55-67.

Mobley CD. 1994. Light and Water: Radiative Transfer in Natural Waters. Sacramento: Academic Press, Inc.579p

Morel A, Gentili B, Claustre H, Babin M, Bricaud A, Ras JP, dan Tieche F. 2007.

Optical Properties Of The ‘‘Clearest’’ Natural Waters. Limnology and Oceanography. 52(1):217-299

Morel A, Loisel H. 1998. Apparent optical properties of oceanic water: dependence on the molecular scattering contribution. Optical Society of America. 37(21): 4765-4776

Nababan B. 2005. Bio-Optical variability of surface waters in the northeastern gulf of mexico. [disertasi]. Florida: University of South Florida.159p Nababan B, Muller-Karger FE, Hu C, Biggs DC. 2011. Chlorophyll variability in

the northeastern gulf of mexico. International Journal of Remote Sensing. 32:1-19.

Newall EJR, Fisher TR. 2002. Production Of Chromophoric Dissolved Organic Matter Fluorescence In Marine and Estuarine Enviroments. An Investigation Into The Role of Phytoplankton. Marine Chemistry. 77: 7-21 Nowlin DW, Jochens AE, Howard MK, Dimarco SF, Schroeder WW. 2000.

Hyrographic properties and inferred circulation over the Northeastern Shelves of the Gulf of Mexico during spring to midsummer of 1998. Gulf of Mexico Science. 18 (1): 40-45

Oubelkheir K, Claustre H, Bricaud A, Babin M. 2005. Partitioning Total Spectral Absorption in Phytoplankton and Colored Detrital Material Contributions.

Laboratoire d’Océanographie de Villefranche-sur-Mer.

Pegau WS, Zaneveld JRV, Mueller JL. 2003. Inherent Optical Property Measurement Concepts: Physical Principles and Instruments. Ocean Optics Protocols For Satellite Ocean Color Sensor Validation. 4:1-79 Pegau WS, Gray D, dan Zaneveld JRV. 1997. Absorption and attenuation of

visible and near-infrared light in water. Optical Society of America. 36(24): 6035-6046

Schmidt N, Lipp EK, Rose JB, Luther ME. 2000. ENSO influences on seasonal rainfall and river discharge in Florida. Journal of Climate, 14, pp. 615–628 Son YB, Gardner WD, Richardson MJ, Ishizaka J , Ryu JH, Kim SH dan Lee SH. 2012. Tracing offshore low-salinity plumes in the Northeastern Gulf of Mexico during the summer season by use of multispectral remote-sensing data. JurnalOceanographic. 68(5):743-760

Sosik HM and Morrison JR. 1999. Analysis and Visualization of Inherent Optical Properties of the Gulf of Maine Observed From a Towed Vehicle. Ocean Optics. 4:1-11

(37)

Suresh T, Desa D, Mascaranahas A, Matondkar SGP, Naik P, Nayak SR. 2006. An Empirical Method to Estimate Bulk Particulate Refractive Index For Ocean Satellite Applications. Remote Sensing of the Marine Environment. 6406:1-11

Tonizzo A, Zhou J, Gilerson1 A, Twardowski MS, Gray DJ, Arnone RA, Gross1 BM, Moshary F, Ahmed SA. 2009. Polarized Light in Coastal Waters, Hyperspectral and Multiangular Analysis. Oceanic optics. 17:5666-5683 Twardowski MS, Boss E, Sullivan JM, dan Donaghay PL. 2004. Modeling

spectral absorption by chromophoric dissolved organic matter (CDOM). (89):69–88

Van Der Woerd HJ, Pasterkamp R. 2008. HYDROPT: A fast and flexible method to retrieve chlorophyll-a from multispectral satellite observations of optically complex coastal waters. Remote Sensing of Environment. (112):1795-1807

Walker ND. 1996, Satellite assessment of Mississippi river plume variability: causes and predictability. Remote Sensing Environment. 58(1):21-53 Walpole RE. 1992. Pengantar statistika. Edisi ke 3. Jakarta Gramedia pustaka

utama.

(38)

Lampiran 1. Hasil uji kruskal-wallis koefisien total hamburan diberbagai musim Artinya nilai h lebih besar dari t tabel.

Panjang gelombang (λ) 440 nm Artinya nilai h lebih besar dari t tabel.

(39)

Panjang gelombang (λ) 510 nm Artinya nilai h lebih besar dari t tabel.

Panjang gelombang (λ) 532 nm Artinya nilai h lebih besar dari t tabel.

(40)

Panjang gelombang (λ) 650 nm Artinya nilai h lebih besar dari t tabel.

Panjang gelombang (λ) 676 nm Artinya nilai h lebih besar dari t tabel.

(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Soma pada tanggal 3 juli 1985 dari ayah Sunardi Ibrahim dan ibunda Sumarni U, sebagai anak pertama dari enam bersaudara. Jenjang dunia pendidikan diawali pada Sekolah Dasar (SD) Negri Soma dan tamat pada tahun 1998. Pada tahun yang sama (1998) melanjutkan pendidikan pada SMP Negeri 4 Ternate sampai kelas 2 kemudian penulis pindah ke Kecamatan Makian dan melanjutkan studi pada MTs Sabililhuda Tahane Kecamatan Makian dan tamat pada tahun 2001. Kemudian pada tahun yang sama melanjutkan studi menengah atas pada Madrasyah Aliyah Negri Ternate dan tamat pada tahun 2004.

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 2.
Tabel 2. Nilai rata-rata (simpangan deviasi) koefisien total hamburan masing-
Gambar 3. Distribusi koefisien total hamburan (scattering) pada gelombang biru,
+6

Referensi

Dokumen terkait

Melalui penggunaan modul yang dikemas menjadi lebih menarik dan interaktif, diharapkan mahasiswa dapat menjadi lebih termotivasi dalam mempelajari suatu materi atau topik pada

Kalau kita telah, berpoligami, amat sulit sekali kita akan melahirkan umat manusia yang Kalau kita telah, berpoligami, amat sulit sekali kita akan melahirkan umat

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa SEFT atau Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) adalah suatu teknik terapi yang menggunakan energi tubuh atau

Hasil penelitian terhadap pengalaman 7 orang informan menunjukkan 2 tema untuk pengalaman praktek klinik, yaitu: (1) perasaan senang perawat baru dalam praktek klinik,

Perlindungan represif yang dapat diberikan kepada kreditur selaku pemegang sertipikat hak tanggungan adalah pembayaran uang klaim kepada kreditur oleh pihak asuransi

Pasal ini memberikan definisi keterangan ahli yaitu: ”keterangan yang diberikan oleh seorang ahli yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang

Waktu pemaparan yang lama dan tingkat konsentrasi yang lebih tinggi menyebabkan perubahan negatif yang signifikan terhadap kondisi makrosomonal hati diantaranya

Hasil penelitian menyatakan bahwa orang tua di Taman Kanak-kanak Aisyiyah 29 Padang menggunakan pola Asuh Otoriter, yang dilihat berdasarkan persentase keseluruhan