• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Bakalan Induk Domba Lokal Yang Diberi Ransum Dengan Level Energi Yang Berbeda.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Bakalan Induk Domba Lokal Yang Diberi Ransum Dengan Level Energi Yang Berbeda."

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Komoditi peternakan perlu dikembangkan untuk mendukung tercapainya swasembada daging 2014. Saat ini program Program Swasembada Daging Sapi 2014 (PSDS 2014) hanya mampu memenuhi 70-75 % kebutuhan daging nasional dan masih bergantung dengan impor daging. Pemanfaatan komoditi peternakan lokal perlu ditingkatkan dalam upaya memenuhi kebutuhan daging nasional dan mengurangi ketergantungan impor daging.

Salah satu alternatif dalam pemenuhan kebutuhan daging nasional adalah pemanfaatan ternak domba. Data Direktorat Jenderal Peternakan terakhir menyebutkan bahwa populasi domba di Indonesia hingga tahun 2009 yaitu 10.932.000 ekor, dimana populasinya sebesar 55,92% berada di provinsi Jawa Barat (Statistik Peternakan, 2010). Populasi domba perlu ditingkatkan karena konsumsi daging domba sampai saat ini hanya mencapai 4% dari konsumsi daging nasional (Statistik Peternakan, 2010).

Domba lokal merupakan komoditi peternakan rakyat yang sangat potensial untuk dikembangkan karena mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap iklim tropis, pakan kualitas rendah, sebagai penghasil daging yang potensial, dan memiliki fertilitas yang tinggi (FAO, 2002). Peternak lokal masih memelihara ternaknya secara tradisional dan tidak melihat faktor produksi seperti pemilihan bakalan, pemberian pakan, manajemen pemeliharaan, dan kesehatan ternak (Heriyadi, 2002).

(2)

rendah. Penambahan konsentrat pada ransum dengan kualitas dan kuantitas yang baik maka produktivitas ternak dapat ditingkatkan.

Konsentrat yang kaya energi sangat dibutuhkan bakalan induk domba pada masa pertumbuhan dalam membentuk saluran reproduksi dan mempercepat dewasa kelamin. Kurangnya asupan energi pada ternak muda akan menghambat pertumbuhan pada ternak dan pencapaian dewasa kelamin (Sudarman et al., 2008). Bakalan induk domba yang kekurangan asupan energi dan protein mempengaruhi performanya yang mengakibatkan rendahnya produktivitas reproduksi. Robinson (1990) menyatakan bahwa bakalan induk domba dengan performa yang rendah dapat mempengaruhi fase lutheal dan siklus estrus.

Total Digestible Nutrient (TDN) digunakan untuk mengukur kadar energi yang dikonsumsi ternak. Untuk meningkatkan TDN ransum perlu ditambahkan konsentrat dengan karbohidrat non-struktural, protein dan lemak yang lebih tinggi kandungannya dibandingkan rumput. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kebutuhan energi induk domba adalah 44-61% TDN (Poli, 1998) dan protein 10-12,5% (Kearl, 1982) dalam ransum sehingga performanya menjadi lebih rendah.

Pemberian ransum dengan protein dan level energi yang sesuai dengan kebutuhan ternak diharapkan mampu meningkatkan produktivitas bakalan induk domba. Performa tubuh yang baik mampu mempercepat produktivitas ternak untuk reproduksi. Performa bakalan induk domba lokal dapat diketahui dari konsumsi pakan, efisiensi pakan dan pertambahan bobot badan yang dipelihara secara intensif.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan performa bakalan induk domba hasil persilangan domba ekor tipis UP3 Jonggol, Fakultas Peternakan IPB dengan domba pejantan Garut yang diberi ransum dengan level energi yang berbeda.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang manajemen pemberian pakan yang tepat dalam industri peternakan sehingga akan meningkatkan efisiensi penggunaan ransum dari aspek ekonomi dan performa produksi domba lokal.

(3)

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Domba Lokal

Domba lokal mempunyai peranan yang sangat strategis di masyarakat karena

mempunyai fungsi ekonomis (Sumantri et al., 2007). Kemampuan ternak lokal untuk beradapatasi dengan lingkungan dan tekanan iklim di Indonesia membuatnya sangat

penting untuk dikembangkan.Selain itu ternak lokal juga mampu bertahan dengan

ketersediaan pakan yang berkualitas rendah, penyakit dan gangguan caplak,

produktif, mendukung keragaman pangan, pertanian dan budaya dengan biaya

rendah (FAO, 2002).

Sumantri et al. (2007) juga menyatakan bahwa pada umumnya domba lokal banyak ditemukan di Jawa Barat seperti Domba Garut dan Domba Priyangan.

Domba Priangan mempunyai bobot hidup dan ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan

domba lainnya. Namun, perhatian pada domba priangan cukup tinggi karena sifat

peridi (fecundity) yang dimilikinya dibandingkan dengan kemampuannya dalam menghasilkan wol dan karkas (Turner dan Young, 1969). Sifat peridi yang dimiliki

domba lokal membuatnya mampu melahirkan anak dengan

litter size

sebesar 1,77 ekor/induk (Inounu, 1996) dan jumlah anak domba yang disapih sebesar 1,68

(Kilgour dan Kilgour, 1987).

Performa domba yang baik sangat dipengaruhi faktor genetik, lingkungan,

maupun interaksi keduanya (Lasley, 1978). Di Indonesia, domba lokal memiliki keistimewaan umur pubertas dicapai lebih awal (Sutama, 1992), tidak mengenal adanya musim kawin sehingga dapat beranak sepanjang tahun (Fletcher et al., 1985). Siklus birahi dapat terjadi sepanjang tahun sehingga berpotensi untuk memperpendek jarak kelahiran, dapat beradaptasi dengan baik dan tahan penyakit parasit, dapat beranak banyak (peridi) dan dapat bunting kembali setelah sebulan melahirkan (Dwiyanto dan Inounu, 2001).

(4)

pada masa lepas sapih sangat menentukan performa induk. Pemberian pakan yang tidak seimbang mempengaruhi percepatan dewasa kelamin bakalan induk periode lepas sapih. Soegiri (1981) menyatakan bahwa pemberian pakan yang optimal untuk bakalan induk domba lokal adalah pada masa lepas sapih (umur 5-6 bulan).

Ransum

Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan dapat dicerna sebagian atau seluruhnya tanpa mengganggu kesehatan ternak yang memakannya (Tillman et al., 1998). Menurut Devendra dan Mcleroy (1982), pakan ternak berguna untuk memelihara tubuh, baik untuk kebutuhan pokok hidup, reproduksi dan produksi terutama pada ternak bunting dan laktasi. Sudarman et al. (2008) menyatakan bahwa kekurangan energi pada ternak muda akan menghambat pertumbuhan dan pencapaian dewasa kelamin. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa peternak masih memberikan pakan untuk ternak tanpa memperhatikan persyaratan kualitas, kuantitas dan manajemen pemberian pakan yang mengakibatkan pertumbuhan ataupun produktivitas ternak tidak tercapai sebagaimana mestinya (Siregar, 1994). Kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan sangat tergantung pada musim, terutama pada musim kemarau yang menurunkan kualitas dan kuantitas hiajuan pakan yang diberikan. Untuk mengatasinya diperlukan suplementasi pakan dengan pemberian konsentrat yang mempengaruhi konsumsi energi dan protein yang diberikan (Ensminger,1993).

Ransum adalah campuran berbagai bahan pakan yang diberikan kepada ternak yang terdiri dari hijauan dan selain hijauan makanan ternak. Hijauan pakan adalah bahan makanan jenis rumput-rumputan yang berupa rumput lapang, limbah hasil pertanian, rumput jenis unggul yang telah dikembangkan dan beberapa jenis leguminosa (kacang-kacangan). Konsentrat merupakan makanan penguat yang terdiri dari bahan baku yang kaya karbohidrat dan protein, seperti jagung kuning, bekatul, dedak, gandum dan bungkil-bungkilan. Konsentrat untuk ternak umumnya disebut makanan penguat atau bahan baku makanan yang memiliki kandungan serat kasar (SK) kurang dari 18% dan mudah dicerna (Gunawan, 2005).

(5)

Ransum yang sesuai dengan kebutuhan ternak tergantung sumber bahan pakan yang digunakan dan nutrien yang terkandung di dalamnya. Pemberian ransum hijauan sebagai sumber serat dan konsentrat sebagai sumber energi dan protein merupakan kombinasi pakan yang ideal untuk peternakan di Indonesia (Sukria, 2009). Komposisi ransum yang ideal untuk hewan ruminansia kecil adalah campuran hijauan dan konsentrat dengan kandungan nutrien yang sesuai kebutuhan ternak. Untuk bakalan induk kebutuhan pakannya yaitu sebesar 3,5% bahan kering (BK) dari bobot badannya (ARC, 1985). Beberapa bahan pakan yang ada dalam komposisi ransum penelitian yang digunakan antara lain:

Rumput Lapang

Rumput merupakan bahan pakan yang kandungan serat kasarnya relatif tinggi dan dibutuhkan ternak domba dalam jumlah yang besar. Konsumsi rumput dapat ditingkatkan dengan pemberian pakan secara “adlibitum”. Rumput merupakan pakan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi tidak saja sebagai pengisi perut, tetapi juga sumber gizi, yaitu protein, sumber tenaga, vitamin dan mineral. Rumput lapang merupakan salah satu jenis rumput yang umum digunakan peternak dan disenangi domba. Rumput lapang memiliki daya produksi dan kualitas nutrien yang rendah. Pemberian rumput lapang sebagai sumber hijauan bagi ternak domba kurang optimal untuk meningkatkan produksi dan hanya mampu memenuhi kebutuhan pokok. Rumput lapang banyak terdapat di sekitar sawah, pegunungan , tepi jalan, dan semak-semak. Rumput lapang mudah diperiksa, murah, dan mudah pengelolaannya. Pemberian rumput lapang segar sebagai pakan cukup baik dalam produksi maupun reproduksi selama pemeliharaan (Wiradarya, 1989).

Jagung

(6)

(Sutardi, 1980). Jagung kaya akan energi namun rendah akan protein kasar, serat kasar dan kandungan mineralnya.

Bungkil Kelapa

Bungkil kelapa adalah bahan pakan sumber protein yang biasa digunakan untuk ternak ruminansia. Bungkil kelapa merupakan limbah industri pertanian dalam pengolahan minyak kelapa yang dapat dimanfaatkan ternak. Kualitas bungkil kelapa bervariasi tergantung pada cara pengolahan dan kualitas bahan baku. Berdasarkan komposisi kimianya, bungkil kelapa termasuk sumber protein untuk ternak, kandungan protein dari bungkil kelapa mencapai 21,3% (NRC, 2006). Tillman et al. (1998) menyatakan bungkil kelapa memiliki komposisi kimia yang bervariasi, akan tetapi kandungan zat makanan yang utama adalah protein kasar, yaitu sebanyak 21,6% sehingga bungkil kelapa termasuk sumber protein untuk ternak. Kandungan serat kasar dari bungkil kelapa cukup tinggi, yaitu sekitar 15% namun memiliki kecernaan yang rendah. Aregheore (2005) menyatakan bahwa peningkatan pemberian bungkil kelapa meskipun menurunkan konsumsi bahan kering ransum, bungkil kelapa dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dengan konversi pakan yang rendah.

Onggok

Onggok merupakan ampas dari pengolahan tepung tapioka yang mudah didapat, murah, tersedia cukup, dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Onggok merupakan limbah pengolahan pertanian yang digunakan sebagai bahan pakan ternak dihasilkan sebesar 11,4% dari tepung tapioka. Onggok merupakan bahan pakan sumber energi dengan kadar protein kasar rendah, tetapi kaya akan karbohidrat tercerna (BETN) dan efisien dalam biaya penggunaan ransum. Onggok mengandung 1,6% protein kasar,0,4% lemak kasar, 10,4% serat kasar, 0,8% kalsium, 0,6% fosfor dan 2670 kkal/ kg ME (Gunawan, 1995). Ali (2006) melaporkan bahwa semakin tinggi penggunaan onggok maka konsumsi dan kecernaan bahan kering akan semakin rendah.

Molases

(7)

kadar karbohidrat tinggi (48-60% sebagai gula), kadar mineral cukup dan rasanya disukai ternak. Molases mengandung vitamin B komples dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak seperti cobalt, boron, yodium, tembaga, magnesium dan seng sedangkan kelemahannya adalah kadar kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak (Rangkuti et al., 1995).

CPO

Crude Palm Oil (CPO) atau minyak mentah kelapa sawit biasanya digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan minyak goreng, namun dapat digunakan untuk ternak sebagai bahan pakan sumber energi. Kandungan energi CPO yaitu 7800 kkal/ kg ME (Tangendjaja dan Wina, 2011). Penggunaan CPO dalam ransum dapat menurunkan konsumsi bahan kering ternak dan penggunaan sebesar 4% dalam ransum dapat meningkatkan produksi susu harian (Otaru, 2010).

Urea

Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasi oleh bakteri rumen pada ternak ruminansia. Urea dalam proses fermentasi akan diuraikan kembali oleh enzim urease menjadi amonia dan karbondioksida dan selanjutnya amonia akan digunakan untuk menbentuk asam amino. Urea sebagai pakan ternak berfungsi sebagai sumber NPN (Non Protein Nitrogen) dan mengandung lebih kurang 45% unsur Nitrogen sehingga pemakaian urea mampu memperbaiki kualitas rumput yang diberikan kepada domba (Parakkasi, 1999). Urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi protein kasar dan daya cerna rumen sesuai dengan ketersediaan karbohidrat yang mudah dicerna, harus dicampur dengan baik dengan bahan pakan lain, dan disarankan diikuti dengan penambahan mineral lainnya. Urea akan melengkapi sebagian dari kebutuhan protein bagi ternak ruminansia, karena dapat membantu kerja mikroorganisme dalam rumen. Namun penggunaan urea yang terlalu tinggi konsentrasinya dalam rumen dapat menimbulkan keracunan (Anggorodi, 1984).

Garam

(8)

dikonsumsi. Garam juga berfungsi untuk mempertahankan tekanan osmotik darah dan membantu keseimbangan asam dan basa. Namun pemberian garam pada ternak perlu dibatasi karena dapat mengakibatkan retensi air jika dikonsumsi terlalu banyak sehingga menimbulkan udema (Winarno, 1997).

Premix

Premix adalah bahan tambahan berupa kumpulan mineral, asam amino, vitamin dan mikronutrien lainnya yang dicampurkan ke dalam ransum untuk meningkatkan kualitas nutrisi ransum. Premix merupakan nutrien esensial, yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, namun berperan penting agar proses biologis dapat berlangsung dengan baik. Premix bermanfaat dalam mengoptimalkan produktivitas, meningkatkan daya tahan tubuh, menekan stres, dan membantu meningkatkan pertambahan bobot badan. Premix juga berperan dalam pembentukan darah, pembentukan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim yang berperan dalam proses metabolisme di dalam sel (Setiadi dan Inouno, 1991).

DCP

Dicalcium Phospate (DCP) dapat digunakan sebagai sumber fosfor untuk pakan ternak. Fosfor dapat berperan dalam mengukur tekanan osmotik, berperan dalam membentuk jaringan tubuh dan tulang serta semua reaksi metabolis. Penggunaan DCP dapat membantu meningkatkan pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan. Selain itu, DCP juga dapat meningkatkan ketersediaan fosfor dalam ransum dan berfungsi untuk pertumbuhan (Parakkasi, 1999).

CaCO3

CaCO3 merupakan senyawa anorganik yang sering digunakan dalam aplikasi polimer seperti pembuatan plastik, pembuatan kertas, isolasi kabel, pipa fleksibel dan polimer lainnya yang terdapat dalam jumlah besar di alam dan mudah dalam pengolahannya. CaCO3 merupakan mineral yang baik untuk tubuh ternak karena dapat mencegah kehilangan kalsium tubuh (Parakkasi, 1999).

Konsumsi

(9)

produktivitas dan performanya (Aregheore, 2000). Tingkat konsumsi pakan yang diketahui dapat menetukan kadar konsumsi zat makanan ransum. Tomaszewska et al. (1993) menyatakan bahwa jumlah konsumsi pakan merupakan faktor untuk menentukan jumlah zat-zat makanan yang didapat ternak.

Konsumsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Pond et al., 1995). Faktor internal berasal dari dalam ternak seperti jenis kelamin, bobot badan, nafsu makan, kesehatan dan kondisi ternak. Faktor eksternal berasal dari pakan dan lingkungan sekitar dimana ternak tersebut hidup. Konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh palatabilitas. Palatabilitas ternak dalam mengonsumsi pakan tergantung pada bau, tekstur, dan temperatur pakan yang diberikan. Kualitas makanan dan kebutuhan energi ternak juga mempengaruhi konsumsi ransum, semakin baik kualitas makanannya maka semakin tinggi konsumsi ransum ternak (Parakkasi, 1999).

Konsumsi ternak dapat diketahui dalam bentuk bahan kering (BK). Selain mengandung nutrien-nutrien yang dibutuhkan ternak dan proses pencernaan, bahan kering yang dikonsumsi ternak juga berfungsi sebagai pengisi lambung dan perangsang dinding-dinding pencernaan untuk menggiatkan pembentukan enzim (Chuzaemi, 2002). Bahan kering yang dikonsumsi ternak dipengaruhi oleh rasio pakan hijauan dan konsentrat untuk domba. Sitepu (2011) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa konsumsi bahan kering rumput untuk induk domba yaitu sekitar 208-217 g/e/hr dan konsentrat sekitar 311-325 g/e/hr. Hal tersebut menunjukkan tingkat konsumsi bahan kering ditentukan oleh besarnya kandungan bahan kering dalam ransum. Ismoyo (2011) juga melaporkan bahwa konsumsi bahan kering induk domba pada saat bunting dan laktasi dengan kandungan BK konsentrat 68% dan TDN 75% (443-603 g/e/hr) lebih tinggi dibandingkan domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan BK sebesar 61% dan TDN 65% (365-466 g/e/hr).

(10)

menjadi rendah dan terganggunya siklus reproduksi induk. Selain itu, pakan yang terbatas akan memberikan pengaruh negatif terhadap penampilan reproduksi domba. Pemberian pakan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitas selama siklus hidup domba perlu mendapat perhatian.

Kebutuhan Nutrisi Bakalan Induk Domba

Kebutuhan nutrisi bakalan induk domba harus terpenuhi sesuai dengan tujuan produksi, yaitu untuk meningkatkan produktivitas reproduksi (Merkel dan Subandriyo, 1997). Produktivitas ternak dipengaruhi konsumsi dan proporsi pemberian pakan yang meliputi jumlah dan kualitas pakan serta kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan domba karena jenis antar domba dan umur fisiologis yang berbeda. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi ternak adalah jenis kelamin, tingkat produksi, keadaan lingkungan dan aktivitas fisik ternak (Haryanto, 1992).

Kebutuhan nutrisi dikelompokkan menjadi beberapa komponen utama yaitu energi, protein, mineral, dan vitamin. Komponen-komponen tersebut diperoleh dari zat makanan yang masuk kedalam tubuh ternak. Energi dan protein adalah komponen penting dalam ransum yang digunakan untuk hidup pokok, pertumbuhan, gerak otot dan sintesa jaringan baru (Anggorodi, 1990). Selain untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi, ternak juga membutuhkan energi untuk kebutuhan reproduksi. Siregar (2003) menjelaskan bahwa kebutuhan pokok adalah kebutuhan zat-zat makanan hanya memenuhi proses hidup untuk menjaga fungsi tubuh tanpa adanya suatu kegiatan, sedangkan kebutuhan produksi adalah kebutuhan zat nutrisi untuk pertumbuhan, kebuntingan, produksi susu dan kerja. 

Faktor kandungan energi dan protein yang ada di dalam pakan menentukan kualitas dan kuantitas ransum yang diberikan serta mempengaruhi penampilan dan produksi ternak. Oleh karena itu, untuk meningkatkan performa dibutuhkan konsumsi energi yang lebih tinggi dari hidup pokok. Menurut NRC (2006), kebutuhan nutrisi untuk domba pada periode pertumbuhan sekitar 55% TDN dan 9,5% PK dengan kebutuhan bahan kering untuk domba fase pertumbuhan untuk bobot badan 10-20 kg sekitar 2,5% dari bobot badan.

(11)

melakukan penelitian tentang tingkah laku makan pada domba Awassi dan kambing Shami (Damascus), domba Awassi memiliki konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan kambing Shami hal ini karena pada umur yang sama domba Awassi memiliki bobot hidup yang lebih besar dibandingkan kambing Shami.

Energi

Energi sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup ternak diantaranya untuk kerja secara mekanis dari aktivitas muskular yang esensial, kerja secara kimiawi seperti pergerakan zat terlarut melawan gradien konsentrasi, sintesis dari konstituen tubuh seperti enzim dan hormon. Energi diperlukan untuk mempertahankan fungsi-fungsi tubuh (respirasi, aliran darah dan fungsi-fungsi sistem syaraf), untuk pertumbuhan dan pembentukan produk (susu, telur, wool, daging). Ternak membutuhkan energi untuk kebutuhan hidup (hidup pokok), upaya dalam kerja mekanik untuk gerak otot dan sintesa jaringan-jaringan baru/degeneratif sel pada masa pertumbuhannya (Tillman et al., 1998).

Energi ternak digunakan untuk kebutuhan hidup pokok, produksi dan

reproduksi. Kebutuhan hidup pokok adalah kebutuhan zat-zat nutrisi untuk memenuhi proses hidup saja seperti menjaga fungsi tubuh tanpa adanya suatu kegiatan dan produksi (Siregar, 1994). Kebutuhan energi ternak yang harus dikonsumsi setiap hari untuk hidup pokok bukan untuk mendapat ataupun kehilangan energi tubuh, tetapi digunakan untuk memelihara dan mempertahankan keutuhan tubuhnya. Kebutuhan untuk produksi dan reproduksi adalah energi di atas kebutuhan hidup pokok yang dimanfaatkan untuk proses-proses produksi dan reproduksi (NRC, 2007).

Domba memperoleh energi dari konsumsi ransum dan proporsinya tergantung

kondisi fisiologis ternak. Berdasarkan NRC (2006), kebutuhan energi pada ternak

(12)

disebabkan oleh kekurangan asupan energi atau karena mengkonsumsi ransum berkualitas rendah.

Untuk meningkatkan kadar energi ransum dapat ditambahkan bahan pakan sumber energi dan bahan pakan penguat lainnya di dalam ransum. Bahan-bahan pakan tersebut seperti jagung, onggok, dedak padi, dan molases yang memiliki kandungan protein kasar dan serat kasar masing-masing kurang dari 20% dan 18% (Sutardi, 1981). Bahan penguat yang bisa ditambahkan ke dalam ransum adalah CPO (Crude Palm Oil) yang dalam pemberiannya disarankan terbatas karena dalam penggunaannya yang terlalu banyak dapat meningkatkan biaya ransum. Otaru et al. (2010) menyebutkan bahwa penambahan CPO sebanyak 4% dalam ransum dapat meningkatkan produksi susu dan menurunkan tingkat konsumsi bahan kering.

Kebutuhan energi untuk ruminansia ditentukan berdasarkan kandungan TDN, yaitu jumlah nilai zat makanan yang dicerna oleh ternak. TDN merupakan satuan energi yang diperoleh dari nilai bahan kering ransum dan jumlah zat-zat makanan (protein, serat kasar, lemak, dan BETN) yang dapat dicerna (Siregar, 1994). Satuan energi dalam bentuk TDN lebih mudah ditentukan untuk menghitung kebutuhan ternak ruminansia karena merupakan nilai energi yang berasal total nutrien zat-zat makanan dalam ransum untuk ternak (Sutardi, 1981).

Nilai TDN ransum untuk domba dan komposisinya dalam bahan pakan dapat diperhitungkan dalam formulasi penyusunan ransum sesuai kebutuhan yang merujuk kepada literatur, seperti ARC (1985), NRC (2006), Sutardi (1981) atau Wardeh (1981). Namun kesesuaian TDN ransum yang dikonsumsi terhadap kandungan nutrien dalam ransum yang dihitung bergantung pada kualitas nutrien bahan pakannya. Untuk menghitung kandungan TDN dalam tiap bahan pakan yang telah dianalisis secara proksimat dapat dihitung menurut Wardeh (1981) berdasarkan rumus :

% TDN Rumput = 1,6899 + (1,3844x%PK) – (0,8279x%LK) + (0,3673 x %SK) + (0,7526 x %BETN)

(13)

%TDN adalah persentase kandungan TDN dalam bahan kering (BK) masing-masing bahan pakan yang digunakan. Berdasarkan rumus diatas, nilai TDN dapat diketahui dari akumulasi nutrien-nutrien dalam ransum, yaitu protein kasar (PK), lemak kasar (LK), serat kasar (SK) dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Parakkasi (1999) menyatakan bahwa nilai perhitungan TDN ransum yang dianalisis proksimat dapat digunakan sebagai tolak ukur energi ransum yang bisa dicerna ruminansiadan potensinya dalam pertumbuhan jaringan urat daging.

Kebutuhan TDN bakalan induk domba sesuai dengan bobot badannya dan pertambahan bobot badan yang diinginkan. Menurut Kearl (1981) konsumsi TDN untuk bakalan induk domba pada masa pertumbuhan adalah sekitar 62-68%. Semakin tinggi kandungan TDN ransum yang dikonsumsi akan meningkatkan performanya. Hasil penelitian Swastike et al. (2006) menunjukkan bahwa perbedaan kandungan TDN ransum sebesar 5% menunjukkan pengaruh nyata sehingga mempengaruhi pertambahan bobot badan pada bakalan induk domba lokal, yaitu antara bakalan induk domba yang mengonsumsi ransum dengan kandungan TDN 69% dan TDN 74% (P< 0,05).

Protein

Protein adalah senyawa kimia yang tersusun atas asam-asam amino dan diperlukan untuk memperbaiki sel dalam proses sintesis serta berfungsi sebagai zat pembangun. Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien tidak seperti lemak dan karbohidrat, tetapi dapat berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul daripada sebagai sumber energi. Kebutuhan protein untuk ternak dipengaruhi antara lain oleh masa pertumbuhan, umur, fisiologis, ukuran dewasa, kebuntingan, laktasi, kondisi tubuh, dan rasio energi protein (Ensminger, 1993). Ternak yang mengonsumsi ransum yang mengandung protein dan energi melebihi kebutuhan hidup pokok akan menggunakan kelebihan zat makanan tersebut untuk pertumbuhan dan produksi (Tillman et al., 1998).

(14)

amino, nitrat, glikosida, glikolipid, vitamin B, asam nukleat dan senyawa bernitrogen lainnya sebagai pembentuk protein dalam tubuh ternak. Protein yang merupakan sumber nitrogen bukan protein dan mudah larut dalam air adalah urea. Urea mengandung 42-45% nitrogen atau setara dengan protein kasar antara 262 – 281% (Siregar, 1994). Urea memiliki fungsi fisiologis bagi mikroorganisme untuk mensintesis protein, koenzim dan asam nukleat. Maksimal pemberian urea dalam ransum hanya 1% atau 5% dari konsentrat yang disertai dengan penambahan mineral mix (Parakkasi, 1999).

Kebutuhan protein dan energiuntuk ternak mempunyai hubungan yang erat dengan kebutuhan pertumbuhan, sehingga kandungan protein dalam pakan perlu ditentukan. Protein digunakan sebagai bahan bakar jika kebutuhan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Herman 2003). Oleh karena itu jumlah protein ransum harus sesuai dangan kebutuhan. Jumlah protein yang dibutuhkan bakalan induk domba lepas sapih sekitar 24-26% PK dalam BK ransum (Kearl, 1982).

Mineral Ca dan P

Ternak membutuhkan mineral makro dan mikro untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mineral Ca dan P adalah mineral makro utama yang sangat dibutuhkan ternak ruminansia. Mineral Ca dan P sangat penting untuk domba selama masa pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi. Ca dan P merupakan bagian terbesar penyusun tubuh untuk struktur tulang dalam tubuh ternak, yaitu masing- masing sebesar 99% dan 80% (Kebreab dan Vitti, 2010).

Untuk mecukupi kebutuhan mineral ternak bisa didapat dari bahan pakan serealia seperti bungkil-bungkilan dan biji-bijian, namun bisa ditingkatkan juga dengan penambahan suplemen mineral. Penambahan mineral dalam bentuk suplemen diperlukan karena kandungan mineral Ca dan P dalam ransum umumnya belum mencukupi kebutuhan. Bahan pakan berbentuk serealia dan biji-bijian mengandung sedikit Ca namun mengandung banyak P, jadi membutuhkan zat lain untuk meningkatkan Ca (Andriguetto, 1993). Kume (1991) menjelaskan bahwa untuk menanggulangi kurangnya kebutuhan mineral dalam pakan dibutuhkan peningkatan kandungan mineral pakan sebesar 10-20%.

(15)

et al. (1985) menyebutkan bahwa pentingnya mineral Ca berfungsi sebagai kofaktor enzim, sebagai regulasi kontraksi otot, kofaktor pembentukan membran, dan pembentuk tulang. Kebutuhan mineral Ca untuk ternak dapat dipenuhi dengan penambahan suplemen Kalsium Karbonat (CaCO3) dan limestone dalam ransum (NRC, 2005).

Fosfor (P) juga sangat penting untuk pertumbuhan dan untuk metabolisme tubuh ternak ruminansia. Ternouth (1990) menjelaskan bahwa P merupakan komponen dari asam amino, protein, lipid dan asam nukleat. Domba betina sangat membutuhkan mineral P untuk perkembangan fetus dan produktivitas kelamin. Bencini (2004) menyebutkan bahwa kebutuhan absorbsi mineral domba betina meningkat hingga 20-40% terutama pada masa awal laktasi. Pemenuhan kebutuhan fosfor harus sesuai dengan kebutuhan domba. Selain dari biji-bijian dan serealia, mineral P juga bisa ditambahkan dalam ransum dalam bentuk suplemen seperti DCP dan tepung tulang (Kebreab dan Vitti, 2010).

Mineral Fosfor dan Kalsium harus sesuai imbangannya dalam ransum yang diberikan. Menurut Orskov (2001), kebutuhan Ca dan P untuk domba harus seimbang, yaitu dengan perbandingan 2:1. NRC (2005) menetapkan bahwa kebutuhan Ca dan P untuk domba dengan bobot 20-30 kg masing-masing sekitar 4,0-5,1 gram/ekor/hr dan 2,7-3,2 gram/ekor/hr. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan mineral Ca dan P yang seimbang, diperlukan penambahan suplemen mineral seperti DCP, CaCO3 dan suplemen lainnya karena komposisinya dalam ransum belum tentu memenuhi kebutuhan mineral Ca dan P.

Pertambahan Bobot Badan Harian

(16)

air, lemak, protein dan abu (Fahmy et al., 1992). Pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ransum yang diberikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam laju pertambahan bobot badan adalah genetik dan lingkungan. Faktor genetik berhubungan dengan kecepatan dan sifat tumbuh yang diwariskan oleh tetuanya dan jenis ternak. Faktor lingkungan diantaranya adalah manajemen pemeliharaan dan pakan (Church, 1991).

Kecepatan pertumbuhan tergantung dari spesies, jenis kelamin, umur dan keseimbangan zat-zat nutrisi dalam pakan, kualitas pakan yang semakin baik juga diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi. Pada umur 2,5 bulan, domba muda mengalami pertambahan bobot badan yang relatif rendah sehingga mempengaruhi performa. Umur 2,5 bulan sampai dengan masa pubertas (6-8 bulan) pertumbuhan domba muda akan berjalan maksimum saat mencapai pubertas, lalu perlambatan pertumbuhan kembali terjadi (Tillman, et al., 1984). Pola seperti ini menghasilkan kurva pertumbuhan berbentuk sigmoid (S).

Bobot badan (kg) 25

20

0 12 24 40 Umur ( minggu )

Gambar 1.Kurva Sigmoid Pertumbuhan Domba. Sumber :Forrest

et al.

(1975).

(17)

et al. (2006) pertambahan bobot badan domba lokal betina dara yang diberikan pakan berkualitas baik mencapai 80 g/ekor/hr.

Efisiensi Ransum

Efisiensi ransum adalah perbandingan jumlah satuan bobot badan yang dihasilkan oleh ternak terhadap ransum yang dikonsumsi (gain/feed). Nesheim dan Card (1972) menyatakan bahwa nilai efisiensi ransum menunjukkan banyaknya pertambahan bobot badan yang dihasilkan dari satu kilogram ransum. Pertambahan bobot badan dan jumlah konsumsi BK ransum merupakan indikator dalam efisiensi penggunaan ransum ternak. Semakin tinggi kenaikan bobot badan terhadap konsumsi BK, maka efisiensi penggunaan ransum makin baik (Siregar,1994).

Pertumbuhan yang baik belum tentu menjamin keuntungan maksimal, tetapi pertumbuhan yang baik disertai biaya ransum yang minimum akan mendapatkan keuntungan maksimal. Efisiensi penggunaan ransum ruminansia dipengaruhi oleh kualitas ransum, pertambahan bobot badan dan nilai kecernaannya. Pemberikan ransum yang berkualitas baik mengakibatkan ternak tumbuh lebih cepat dan nilai efisiensi ransum juga akan meningkat (Martawidjaya et al., 1999). Menurut NRC (2006) efisiensi penggunaan ransum untuk bakalan induk domba adalah sekitar 0,20-0,25. Penelitian Ismoyo (2011) melaporkan bahwa induk domba lokal pada masa awal kebuntingan yang menggunakan ransum dengan kandungan TDN 65-75% efisiensi penggunaan ransumnya sekitar 0,054-0,089.

Income Over Feed Cost (IOFC)

(18)

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang yang berlokasi di kandang B dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama 89 hari dari tanggal 12 November 2010–09 Februari 2011.

Materi Ternak Percobaan

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 ekor domba lokal betina dara lepas sapih dengan umur sekitar 2-3 bulan yang mempunyai rata-rata bobot badan 9,79+1,97 kg. Domba tersebut merupakan peranakan silang antara domba pejantan Garut dan domba Ekor Tipis dari Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J), Fakultas Peternakan IPB, Jawa Barat.

Gambar 2.Ternak domba yang digunakan.

Pakan dan Perlakuan

(19)

ransum P3. Ransum dan air minum diberikan secara adlibitum. Adapun komposisi ransum dan kandungan zat makanannya terdapat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Komposisi Ransum Perlakuan.

Keterangan : P1 = Ransum TDN 65%, PK 14%. P2 = Ransum TDN 70%, PK 14%. P3 = Ransum TDN 75%, PK 14%.(Berdasarkan Perhitungan Formulasi Ransum)

Perlakuan dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan kadar level energi (TDN) yang terkandung di dalam ransum. Ketiga jenis ransum tersebut diberikan kepada 3 kelompok domba yang berbeda dengan masing-masing 4 ulangan yang dicobakan pada 12 ekor domba betina. Tiga ransum tersebut yaitu:

P1 = TDN 65% dan PK 14% P2 = TDN 70%dan PK 14% P3 = TDN 75%dan PK 14%

Bahan Perlakuan

P1 P2 P3

---%---

Rumput 40 40 30

Konsentrat 60 60 70

Jagung 11,0 7,4 32,0

Onggok 14,1 15,0 12,0

Bungkil Kelapa 31,1 31,0 21,0

CaCO3 2,9 1,0 0,2

DCP 0,0 0,2 0,3

Garam 0,3 0,2 0,1

Premix 0,2 0,2 0,1

Urea 0,4 1,0 1,1

CPO 0,0 2,0 2,2

Molases 0,0 2,0 1,0

(20)

Tabel 2. Kandungan Zat Makanan Ransum Perlakuan (%BK).

Zat Makanan Rumput Ransum P1 Ransum P2 Ransum P3 ---%---

Bahan Kering 19,01 89,37 88,62 88,37

Protein Kasar 11,84 16,43 22,06 18,25

Lemak Kasar 5,37 10,45 13,81 8,22

Serat Kasar 23,20 6,95 7,64 6,28

BETN 53,87 54,74 43,0 59,69

TDN * 56,2 74,0 79,46 81,48

Ca 0,32 1,95 1,21 0,8

P 0,05 0,16 0,07 0,15

Keterangan: Hasil Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, dan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB (2011). P1 = Ransum TDN 65%, PK 14%. P2 = Ransum TDN 70%, PK 14%. P3 = Ransum TDN 75%, PK 14%. BK = Bahan Kering, LK = Lemak Kasar, PK = Protein Kasar, SK = Serat Kasar. *Perhitungan Menurut Wardeh (1981)

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang panggung, yang didalamnya terdapat kandang individu berjumlah 24 buah. Penelitian ini menggunakan 12 buah kandang individu dengan luasan kandang berukuran 125x55 cm dan terbuat dari besi. Tempat pakan dan minum yang digunakan terbuat dari bahan plastik sebanyak 12 buah yang ditempatkan pada setiap kandang. Untuk penerangan digunakan lampu neon dengan jumlah sesuai kebutuhan. Penimbangan pakan dan sisa pakan digunakan timbangan elektrik merk Weston kapasitas 5 kg kepekaan 1 g, dan penimbangan untuk domba digunakan timbangan gantung merk Victoria kapasitas 50 kg dengan kepekaan 0,1 kg.

Metode Prosedur Pemeliharaan

(21)

ransum perlakuan didapat dari ransum yang tersisa di tempat pakan dan yang tercecer di kandang. Tahap pemeliharaan meliputi pemberian ransum sesuai masing-masing perlakuan pada pukul 08.00 WIB dan 15.00 WIB untuk pemberian pakan

konsentrat, pukul 09.00 WIB dan 16.00 WIB untuk rumput lapang.

Gambar 3. Kandang Yang Digunakan Selama Penelitian.

Gambar 4. Pemberian Ransum Hijauan dan Konsentrat Selama Perlakuan. Analisis Proksimat Ransum Perlakuan dan Perhitungan TDN

(22)

Untuk kandungan TDN dalam ransum, nilainya diketahui dengan perhitungan matematis menurut petunjuk Wardeh (1981) berdasarkan hasil analisis proksimat bahan pakan. Kandungan TDN dalam ransum dihitung menggunakan rumus :

% TDN Rumput = 1,6899 + (1,3844 x %PK) – (0,8279 x %LK) + (0,3673 x %SK) + (0,7526 x %BETN)

% TDN Bahan Pakan = 2,6407 + ( 0,6964 x %PK) + (1,2159 x %LK) – ( 0,1043 Konsentrat x %SK) + (0,9194 x %BETN)

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Yij = μ + τi + εij

Keterangan :

Yij = Respon ransum ke-i dan ulangan ke-j

μ = Rataan umum

τi = Efek pemberian ransum ke-i (1, 2, 3)

εij = Galat ransum ke-i dan ulangan ke-j (1, 2, 3, 4) perlakuan Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini, yaitu: 1. Konsumsi BK Ransum (g/ekor/hari)

Konsumsi BK ransum dihitung dari selisih pemberian rumput dan konsentrat dikurangi sisa pakan yang tidak dimakan. Jumlah konsumsi BK dihitung berdasarkan:

Konsumsi BK (g) = Konsumsi ransum segar (g) x Kadar BK dalam ransum (%) Konsumsi bahan kering ransum dihitung sejak dimulainya pemeliharan sampai dengan akhir penelitian, yaitu hari ke 89.

2. Konsumsi Zat Makanan dalam Ransum (g/ekor/hari)

(23)

Keterangan:

KZM = Konsumsi zat makanan (PK/LK/SK/TDN/Ca/P) (g) %ZM = Kandungan zat makanan dalam BK ransum (%) KBK = Konsumsi BK ransum (g)

3. Performa bakalan induk domba

Performa bakalan induk domba mencakup bobot badan, perubahan bobot badan, dan efisiensi ransum yang dikonsumsi dan income over feed cost (IOFC). Bobot badan awal dan akhir domba didapat dari penimbangan selama pemeliharaan. Pertambahan bobot badan diperoleh dari bobot badan akhir pemeliharaan dikurangi bobot badan awal domba. Pertambahan bobot badandihitung berdasarkan:

PBB = BTi – BTo Keterangan:

PBB = Pertambahan Bobot Badan (kg) BTi = Bobot Badan Akhir (kg) BTo = Bobot Badan Awal (kg)

Untuk efisiensi penggunaan ransum diperoleh dari perbandingan jumlah pertambahan bobot badan masing-masing perlakuan dengan ransum yang dikonsumsi. Nilai efisiensi penggunaan ransum dihitung berdasarkan:

ER= PBB KBK Keterangan:

ER = Efisiensi penggunaan ransum PBB = Pertambahan bobot badan (g) KBK = Konsumsi bahan kering (g)

Nilai IOFC diperoleh dari selisih biaya pakan dengan harga jual domba. Nilai IOFC penggunaan ransum dihitung berdasarkan:

IOFC= BP – HJ Keterangan:

IOFC = Income Over Feed Cost (Rp./kg) BP = Biaya pakan (Rp./kg)

(24)

Analisis Data

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat dan ransum disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3.Konsumsi Bahan Kering Ransum Bakalan Induk Domba.

Peubah Perlakuan

P1 P2 P3 Konsumsi

Total (g/e/hr) 398,24 + 92,75 406,61 + 85,87 416,06 + 84,61 Rumput (g/e/hr) 133,17 + 33,26 137,37 + 23,14 102,39 + 20,64 Konsentrat (g/e/hr) 265,06 + 60,12 269,25 + 62,96 313,67 + 64,23 Konsumsi BK Ransum

BB (%) 3,05 2,95 2,92

Rasio Hijauan: Konsentrat 33,34 : 66,66 34,01 : 65,99 24,62 : 75,38 Keterangan : P1 = Ransum TDN 65%, PK 14%. P2 = Ransum TDN 70%, PK 14%.P3 = Ransum

TDN 75%, PK 14%.

Perlakuan tidak nyata mempengaruhi konsumsi bahan kering bakalan induk domba. Jumlah konsumsi BK domba antar perlakuan relatif tidak berbeda. Berdasarkan hal tersebut, ransum dengan level energi yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap konsumsi bahan kering bakalan induk domba. Parakkasi (1999) menjelaskan bahwa konsumsi BK dipengaruhi oleh berat atau besar badan, bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi ternak, jenis makanan, kadar energi bahan makanan, dan stress.

(26)

230.30 232.05

bulan dengan bobot badan yang sama sekitar 390-570 g/e/hr atau sekitar 2,86-4,14% bobot badan. Konsumsi BK perlakuan yang sesuai dengan pernyataan Kearl (1982) disebabkan karena tingkat performa dan umur domba lokal yang digunakan sama.

Banyaknya BK ransum yang dikonsumsi ternak juga ditentukan oleh imbangan hijauan dan konsentrat. Hasil perhitungan diatas menunjukkan bahwa imbangan hijauan:konsentrat tidak sesuai dengan yang diharapkan (40:60, 40:60 dan 30:70) terhadap perlakuan. Hal tersebut disebabkan hijauan dan konsentrat yang diberikan secara terpisah sehingga mempengaruhi jumlah hijauan dan konsentrat yang dikonsumsi (Tabel 3). Konsumsi konsentrat yang lebih banyak dibandingkan rumput menunjukkan bahwa domba lebih menyukai konsentrat. Konsumsi rumput yang rendah disebabkan tingginya kandungan serat kasar dalam hijauan (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan pendapat Mathius (1996) yang menyatakan bahwa kandungan serat kasar dalam ransum mempengaruhi jumlah konsumsi.

Pola Konsumsi Bahan Kering Ransum Bakalan Induk Domba Lokal

Pola Konsumsi Bahan Kering Ransum Bakalan Induk Domba Lokal terdapat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Konsumsi BK Bakalan Induk Domba Lokal Yang Diberi Ransum dengan TDN 65% ( ), TDN 70% ( ) dan TDN 75% ( ).

(27)

pemeliharaan (Gambar 5). Hal tersebut menunjukan bahwa konsumsi BK ransum bakalan induk domba selama fase pertumbuhan mengalami peningkatan sesuai dengan pertambahan bobot badannya.

Konsumsi Zat Makanan

Konsumsi zat makanan adalah jumlah zat makanan di dalam pakan yang dapat dikonsumsi oleh ternak pada periode tertentu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan. Konsumsi zat gizi di dalam pakan yang sangat diperlukan untuk hidup ternak meliputi protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan air. Konsumsi zat makanan domba berbeda dengan yang diharapkan. Secara lengkap konsumsi zat makanan bakalan induk domba yang mendapatkan ransum penelitian tercantum pada Tabel 4.

Tabel 4.Konsumsi Zat Makanan Domba Selama 89 Hari. Zat

TDN 75%, PK 14%. BK=Bahan Kering, PK=Protein Kasar, LK=Lemak Kasar, SK=Serat Kasar, BETN=Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen, TDN=Total Digestible Nutrien, Ca=kalsium, P=Fosfor. Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0.01).

Konsumsi Protein Kasar

(28)

konsumsi BK yang juga tidak berbeda nyata. Konsumsi protein kasar yang tidak berbeda antar perlakuan sejalan dengan jumlah protein kasar dalam BK ransum. Sudarman et al. (2008) menyatakan bahwa konsumsi BK yang tinggi juga meningkatkan konsumsi protein dalam pakan.

Konsumsi protein kasar bakalan induk domba dalam penelitian ini berkisar antara 59,3-63,64 g/e/hr atau sekitar 9,94-10,90% dari konsumsi BK. Kearl (1982) menjelaskan bahwa standar konsumsi protein kasar untuk bakalan induk domba lokal untuk bobot 10-15 kg dengan pertambahan bobot badan 100 g/hr adalah sekitar 70-95 g/e/hr atau sebesar 10-14% dari konsumsi BK ransum. Dawson et al. (1999) melaporkan bahwa konsumsi PK bakalan induk domba pada kondisi 6 minggu sebelum bunting adalah sekitar 126-177 g/e/hr atau sebesar 12,38% dari konsumsi BK. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi protein kasar bakalan induk domba belum memenuhi standar kebutuhan. Konsumsi protein kasar yang rendah dipengaruhi oleh kandungan protein kasar dalam ransum, sedangkan bakalan induk dalam masa pertumbuhan membutuhkan level protein yang tinggi. Robinson et al. (2006) menjelaskan bahwa kebutuhan protein domba indukan untuk hidup pokok dan produksi tergantung tipe ransum, kualitas protein, tingkat energi dan kondisi fisiologisnya.

Konsumsi Lemak Kasar

Konsumsi lemak kasar perlakuan berkisar antara 31,26-44,56 g/e/hr atau sekitar 6,37-9,92% dari konsumsi BK. Konsumsi LK perlakuan belum memenuhi standar kebutuhan bakalan induk domba. ARC (1985) menjelaskan bahwa konsumsi lemak kasar bakalan induk domba dalam masa pertumbuhan bobot 10-20 kg adalah sekitar 12-14% dari konsumsi BK atau sekitar 49-57 g/e/hr. Umumnya domba bakalan diberikan makanan yang mengandung 20% lemak dalam BK ransum sebagai pengganti susu untuk meningkatkan konsumsi energi ternak dan mempercepat pertambahan bobot badan (Parakkasi, 1999). Konsumsi LK yang rendah dari standar kebutuhan dikarenakan karena rendahnya kandungan lemak dalam ransum, kondisi fisiologis domba dan jenis domba yang digunakan berbeda.

(29)

perlakuan yang tidak terlalu tinggi masih mencukupi kebutuhan bakalan induk domba. Konsumsi lemak kasar antar perlakuan tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Hal tersebut dikarenakan konsumsi bahan kering juga tidak berbeda nyata. Parakkasi (1999) menjelaskan bahwa lemak yang dikonsumsi ternak tergantung oleh kandungan lemak kasar dalam ransum dan komposisi bahan pakannya.

Konsumsi Serat Kasar

Kebutuhan serat kasar domba menurut Parakkasi (1999) berkisar antara 12-14% dalam BK ransum. Sementara itu, konsumsi serat kasar perlakuan berkisar antara 43,45-52,45 g/e/hr atau sekitar 8,79-11,81% dari BK ransum. Jumlah serat kasar yang dikonsumsi domba perlakuan lebih rendah dari kebutuhan yang dinyatakan oleh Parakkasi (1999), namun masih memenuhi standar kebutuhan bakalan induk domba. Hal tersebut dikarenakan domba perlakuan masih dalam masa pertumbuhan.

Konsumsi serat kasar antar perlakuan tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Hal tersebut dikarenakan konsumsi BK ransum yang tidak berbeda dan imbangan hijauan:konsentrat yang dikonsumsi tidak seperti yang diharapkan (Tabel 3). Konsumsi hijauan yang rendah dibandingkan konsentrat mempengaruhi jumlah serat kasar yang dikonsumsi domba. Blexter et al. (1961) menyatakan bahwa konsumsi serat kasar mempengaruhi tingkat konsumsi, jika semakin banyak makanan yang tidak mudah dicerna (seperti hijauan) mengakibatkan rumen semakin sulit untuk mencerna zat-zat makanan dalam ransum. Domba yang masih dalam masa pertumbuhan masih membutuhkan bahan kering dengan daya cerna yang relatif rendah seperti konsentrat karena rumennya masih belum terbentuk dengan sempurna (Church, 1991).

Konsumsi TDN Ransum

(30)

145.5 155.2

untuk menghitung kebutuhan ternak ruminansia karena merupakan nilai energi yang berasal total nutrien zat-zat makanan dalam ransum untuk ternak (Sutardi, 1981).

Konsumsi TDN tidak berbeda nyata. TDN yang dikonsumsi bakalan induk sebesar 270,99-313,12 g/e/hr atau sebesar 68,07-75,26% dari bobot badan. TDN yang dikonsumsi perlakuan telah memenuhi standar kebutuhan bakalan induk. Kebutuhan konsumsi TDN bakalan induk domba dengan pertambahan bobot badan 100g/e/hr yaitu sekitar 230-390 g/e/hr atau sebesar 62-68% dari BK (Kearl 1982). Hal tersebut didukung oleh Swastike et al. (2006) yang mendapatkan konsumsi TDN bakalan induk umur 4-7 bulan sekitar 297,87-481,16 g/e/hr atau sebesar 69-74%. Konsumsi TDN sesuai dengan pernyataan Kearl (1982) disebabkan karena kandungan TDN dalam ransum perlakuan yang relatif tidak jauh berbeda. Konsumsi TDN yang tidak berpengaruh nyata disebabkan karena konsumsi BK tidak berpengaruh nyata serta imbangan hijauan:konsentrat yang dikonsumsi tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Pola Konsumsi TDN Ransum Bakalan Induk Domba

Pola Konsumsi TDN (Total Digestable Nutrient) bakalan induk domba dapat dilihat pada Gambar 6.

(31)

badannya. Pada minggu awal konsumsi BK sebesar 145,5-168,2 g/e/hr dan mencapai 431,5-511,1 g/e/hrhingga akhir pemeliharaan (Gambar 6).

Bakalan induk membutuhkan energi yang cukup untuk hidup pokok dan produksi, terutama pembentukan saluran reproduksi dan mempercepat dewasa kelamin. Cabiddu et al. (2006) menjelaskan bahwa pemberian pakan dengan kandungan energi dan protein yang sesuai dengan kebutuhan dapat meningkatkan produktivitas induk domba Sarda. Konsumsi TDN bakalan induk yang tidak berbeda nyata pada Tabel 4 menunjukkan perlakuan dengan konsumsi TDN 65% lebih efektif untuk tujuan produksi. Hal ini juga dipengaruhi oleh umur dan bobot awal domba yang relatif tidak berbeda sehingga mempengaruhi konsumsi kandungan zat makanan dalam BK ransum. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa jumlah konsumsi energi pada ternak dipengaruhi oleh bobot badan, umur, lingkungan, sifat fisik, dan komposisi kimia bahan pakan.

Konsumsi Mineral Ca dan P

Mineral Ca dan P merupakan mineral yang sangat dibutuhkan ternak selama masa pertumbuhan. Ternak membutuhkan mineral tersebut untuk pembentukan tulang dan metabolisme. Kandungan Ca dalam tubuh berperan untuk aktivitas enzim, kontraksi otot, dan pembekuan darah, sedangkan P berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan vitamin. Oleh karena itu, diperlukan asupan Ca dan P yang cukup dari konsumsi pakan untuk memaksimalkan pertumbuhan. Mineral Ca dan P merupakan bagian terbesar penyusun tubuh untuk struktur tulang dalam tubuh ternak yaitu masing- masing sebesar 99% dan 80% (Kebreab dan Vitti, 2010).

Konsumsi mineral Kalsium (Ca) antar perlakuan berbeda nyata (P<0,01). Konsumsi Ca pada perlakuan P1 (4,02 g/e/hr) lebih tinggi daripada perlakuan P2 (2,24 g/e/hr) dan P3 (1,63 g/e/hr), yaitu masing-masing sebesar 1,78 g/e/hr dan 0,61 g/e/hr. Konsumsi Ca yang berbeda nyata disebabkan komposisi mineral Ca dalam ransum antar perlakuan dan komposisi sumber mineralnya yang berbeda. NRC (2005) menambahkan bahwa mineral Ca untuk ternak paling banyak tersedia dalam sumber pakan anorganik atau suplemen.

(32)

yang lebih tinggi dari standar kebutuhan. Namun konsumsi mineral Ca yang rendah ditunjukkan oleh perlakuan P3. Kearl (1982) menyatakan bahwa kebutuhan mineral Ca untuk bakalan induk bobot 10-20 kg sekitar 2,1-3,1 g/e/hr. Hal ini disebabkan penambahan suplemen mineral Ca dalam ransum pada P1 dan P2 lebih tinggi dari P3, khususnya CaCO3 (Tabel 2). NRC (2005) menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kandungan mineral Ca dalam ransum bisa dipenuhi dengan penambahan sumber pakan anorganik seperti CaCO3.

Konsumsi mineral Fosfor (P) antar perlakuan tidak berpengaruh nyata. Konsumsi mineral P yang tidak berbeda nyata dipengaruhi konsumsi BK ransum. Banyaknya mineral P dalam ransum yang relatif sama menyebabkan konsumsi mineral P antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan. Mineral P yang dikonsumsi pada perlakuan dipengaruhi komposisi sumber bahan pakan perlakuan penyusun ransum.NRC (2005) menjelaskan bahwa mineral P organik terdapat pada sumber bahan pakan dari pertanian dan biji-bijian.

Konsumsi mineral P bakalan induk domba berkisar antara 0,74-1,06 g/e/hr. Mineral P yang dikonsumsi tidak memenuhi standar kebutuhan bakalan induk untuk bobot 10-20 kg, yaitu sekitar 1,5-2,2 g/e/hr (Kearl, 1982). Rendahnya mineral P yang dikonsumsi dipengaruhi kandungan mineral P dalam BK ransum. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Kebreab dan Vitti (2010) bahwa kandungan mineral Ca dan P bahan pakan dan penambahan suplemen dalam formulasi ransum komplit mempengaruhi mineral P yang dikonsumsi oleh ternak ruminansia. NRC (2005) menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kandungan mineral P dalam ransum bisa dipenuhi dengan penambahan sumber pakan anorganik seperti DCP.

(33)

(P1=5,4:1; P2=2,7:1; dan P3=1,54:1). Hal ini disebabkan kandungan mineral Ca dan P dalam BK ransum perlakuan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Pola Perbandingan imbangan konsumsi mineral Ca dan P bakalan induk domba Pola perbandingan imbangan konsumsi mineral Ca dan P bakalan induk domba dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Konsumsi Ca ( ) dan P ( ) Bakalan Induk Domba Lokal selama Pemeliharaan.

Rataan perbandingan konsumsi Ca dan P masing-masing perlakuan selama pemeliharaan berbeda dengan yang diharapkan (Gambar 7). Perbandingan konsumsi Ca dan P masing-masing adalah P1=4,02:0,74; P2=2,24:0,83; dan P3 =1,63:1,06. Perlakuan P1 menunjukkan perbandingan mineral Ca dan P tertinggi dan tidak seimbang dibandingkan perlakuan P2 dan P3.

(34)

Performa Bakalan Induk, Efisiensi ransum dan IOFC

Pengukuran bobot badan berguna untuk menentukan tingkat performa, efisiensi ransum dan nilai ekonomis (Parakkasi, 1999). Performa bakalan induk domba, efisiensi ransum dan nilai IOFC bakalan induk domba yang mendapatkan ransum penelitian tercantum pada Tabel 5.

Tabel 5.Performa, Efisiensi Ransum dan IOFC Bakalan Induk Selama Pemeliharaan.

Keterangan : P1 = Ransum TDN 65%, PK 14%.P2 = Ransum TDN 70%, PK 14%.P3 = Ransum TDN 75%, PK 14%.

Performa Bakalan Induk Domba

Kecepatan pertumbuhan tergantung dari spesies, jenis kelamin, umur dan keseimbangan zat-zat nutrisi dalam pakan, kualitas pakan yang semakin baik juga diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi. Pada umur 2,5 bulan, domba muda mengalami pertambahan bobot badan yang relatif rendah sehingga mempengaruhi performa. Umur 2,5 bulan sampai dengan masa pubertas (6-8 bulan) pertumbuhan domba muda akan berjalan maksimum saat mencapai pubertas, lalu perlambatan pertumbuhan kembali terjadi (Tillman et al., 1984).

Pertambahan bobot badan (PBB) yang dicapai antar perlakuan adalah sebesar 74,8-98,11 g/e/hr. PBB yang dicapai masih belum maksimal (P1= 65% TDN, P2= 70% TDN, P3= 75% TDN). Menurut Kearl (1982), standar pertambahan bobot badan bakalan induk domba sebesar 100 g/hr untuk bobot 15-20 kg mengkonsumsi TDN sekitar 66-68% dari BK ransum. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa performa domba perlakuan masih belum maksimal. Namun nilai PBB yang dicapai lebih tinggi dibandingkan dengan yang dicapai oleh Elita (2006) yang mendapatkan pertambahan bobot badan sebesar 59,03 g/e/hr untuk bakalan induk lokal bobot 13 kg dan penelitian Sitepu (2011) yang mendapatkan pertambahan

Peubah Perlakuan

P1 P2 P3 Bobot Awal (kg/ e) 9,38 + 2,29 9,75 + 1,55 9,88 + 1,75

(35)

bobot badan induk domba sebesar 34,69-55,10 g/e/hr. Hal tersebut disebabkan tingkat umur dan bobot pemeliharaan domba yang berbeda. Church (1991) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, jenis/bangsa ternak, tingkat konsumsi dan kualitas ransum.

Level energi pakan tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan bakalan induk domba antar perlakuan. Keadaan ini menunjukkan tingkat energi P1 (65% TDN), P2 (70% TDN), dan P3 (75% TDN) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap penampilan produksi bakalan induk. Kurang maksimalnya PBB dalam penelitian disebabkan konsumsi ransum yang kurang mendekati standar kebutuhan dan berbedanya bangsa domba yang digunakan. Tomaszewska et al. (1993) menyatakan bahwa laju PBB dipengaruhi oleh umur, lingkungan, dan genetik, di mana berat tubuh awal fase pertumbuhan berhubungan dengan berat dewasa.

Pola Pertambahan Bobot Badan Bakalan Induk Domba

Pola pertambahan bobot badan bakalan induk domba dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik Pertumbuhan Bakalan Induk Domba Bakalan Induk Domba Lokal Yang Diberi Ransum dengan TDN 65% ( ), TDN 70% ( ) dan TDN 75% ( ).

Grafik diatas (Gambar 8) menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan bakalan induk pada penelitian ini masih relatif baik. Bobot badan relatif meningkat tiap minggunya dari minggu ke-2 yaitu, 11,06-11,62 kg menjadi 16,2-18,5 kg pada

(36)

minggu ke 10. Makin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak akan diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi (Church, 1991).

Efisiensi Ransum

Efisiensi penggunaan ransum antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan nyata. Nilai efisiensi penggunaan ransum terhadap pertambahan bobot badan antar perlakuan relatif tidak jauh berbeda (Tabel 5). Berdasarkan pernyataan Kearl (1982), efisiensi ransum bakalan induk bobot 10-20 g dengan PBB 100 g/hr maksimal sekitar 0,17-0,24. Efisiensi penggunaan ransum telah memenuhi standar, yaitu sekitar 0,20-0,24. Nilai efisiensi dipengaruhi oleh faktor BK dalam ransum dan kemampuan ternak memanfaatkan zat makanan dalam ransum untuk menjadi produk ternak. Parakkasi (1999) menjelaskan bahwa tingginya kapasitas produksi dipengaruhi oleh konsumsi makanan, Efisiensi yang cukup baik menunjukkan bahwa konsumsi BK ransum lebih dimanfaatkan menjadi produk tubuh bakalan induk.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa jumlah serat kasar dalam ransum mempengaruhi konsumsi bahan kering ransum dan imbangan pakan. Efisiensi ransum antar perlakuan termasuk cukup baik. Hal tersebut dipengaruhi tingginya konsumsi konsentrat yang berserat kasar rendah. Orskov (2001) menjelaskan bahwa kandungan zat makanan dalam ransum yang dikonsumsi mempengaruhi kecernaan zat makanan untuk diubah menjadi produk ternak.

Income Over Feed Cost(IOFC)

Analisis ekonomi sangat penting dalam usaha penggemukan domba, karena tujuan akhir dari penggemukan adalah untuk mendapatkan keuntungan. Salah satu perhitungan yang dapat digunakan adalah Income Over Feed Cost (IOFC) yaitu pendapatan dari pemeliharaan setelah dikurangi biaya pakan selama penggemukan.

(37)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Ransum dengan kandungan energi 65%,70%, dan 75 % tidak berpengaruh nyata terhadap penampilan produksi bakalan induk sehingga pemeliharaan bakalan induk umur 2-5 bulan dengan bobot 9-18 kg dapat diberikan ransum dengan kadar TDN 65%.

Saran

(38)

PERFORMA BAKALAN INDUK DOMBA LOKAL

YANG DIBERI RANSUM DENGAN LEVEL

ENERGI YANG BERBEDA

SKRIPSI

YULIANRI RIZKI YANZA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(39)

PERFORMA BAKALAN INDUK DOMBA LOKAL

YANG DIBERI RANSUM DENGAN LEVEL

ENERGI YANG BERBEDA

SKRIPSI

YULIANRI RIZKI YANZA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(40)

RINGKASAN

YULIANRI RIZKI YANZA. D24070104. Performa Bakalan Induk Domba Lokal

yang Diberi Ransum dengan Level Energi yang Berbeda. Skripsi. Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

PembimbingUtama : Prof. Dr. Ir. I Komang GedeWiryawan.

PembimbingAnggota : Ir. Kukuh Budi Satoto, MS.

Komoditi peternakan domba perlu dikembangkan untuk mendukung tercapainya swasembada daging 2014. Saat ini program 2014 Program Swasembada Daging Sapi 2014 (PSDS 2014) hanya mampu memenuhi 70-75% kebutuhan daging nasional sehingga produksi daging perlu ditingkatkan. Data Direktorat Jenderal Peternakan terakhir menyebutkan bahwa populasi domba di Indonesia hingga tahun 2010 yaitu 10.932.000 ekor dengan konsumsi hanya sekitar 4% dari konsumsi daging nasional (Statistik Peternakan, 2010).

Domba lokal merupakan komoditi peternakan rakyat yang sangat potensial untuk dikembangkan karena mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap iklim tropis, pakan kualitas rendah, sebagai penghasil daging yang potensial, dan memiliki fertilitas yang tinggi (FAO, 2002). Pemberian pakan berkualitas rendah mengakibatkan produksi tidak maksimal. Kekurangan energi pada ternak muda akan menghambat pertumbuhan dan pencapaian dewasa kelamin. Diperlukan konsentrat dengan protein dan energi yang sesuai untuk pertumbuhan karena hingga lepas sapih rumennya belum sempurna untuk mencerna serat kasar hijauan pakan (Gardner dan Hogue, 1963). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui performa bakalan induk domba lokal yang diberi ransum dengan level energi yang berbeda.

Penelitian ini menggunakan 12 ekor domba lokal betina dara lepas sapih, yang mempunyai rata-rata bobot badan 9.67 + 0,26 kg dan umur 2 - 3 bulan. Pakan yang digunakan terdiri atas rumput lapang dan konsentrat yaitu jagung, onggok, bungkil kelapa, molases, CPO, CaCO3, premix, urea, garam, dan DCP. Penelitian ini menggunakan 3 macam ransum masing-masing dengan 4 ulangan. Tiga ransum tersebut adalah P1=TDN 65% dan PK 14%, P2=TDN 70% dan PK 14%, P3=TDN 75% dan PK 14% yang terdiri atas rumput lapang dan konsentrat dengan perbandingan 40:60 pada ransum I dan II, dan 30:70 pada ransum P3 serta air

diberikan secara adlibitum. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dan analisis data menggunakan ANOVA, dilanjutkan dengan kontras orthogonal jika terdapat perbedaan nyata. Penelitian dilakukan selama 89 hari.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak nyata (P>0,05) berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering, TDN, protein kasar, pertambahan bobot badan, dan efisiensi pakan, namun terdapat perbedaan nyata(P<0,05) terhadap konsumsi mineral Ca. Konsumsi mineral Ca yang berbeda nyata dipengaruhi oleh komposisi mineral Ca dalam ransum antar perlakuan. Pemberian ransum dengan level energi yang berbeda tidak mempengaruhi penampilan produksi bakalan induk domba lokal, sehingga pemberian ransum dengan kandungan TDN 65% sudah cukup.

(41)

ABSTRACT

Performance of Young Female Local Sheep Feed Rations With Different Energy Levels

Y. R.Yanza, K. G.Wiryawan, K. B. Satoto

Young female sheep require adequate energy to improve their performance and reproduction. However, in reality most farmers are not aware of the condition. This experiment was aimed at investigating the effect of different energy levels on the performance of young female sheep. Twelve post-weaning female sheep with average body weight of 9.67 ± 1.72 kg were used in this experiment and fed three rations with different energy levels for 89 days. The rations as treatments consisted of P1= ration with 65% TDN; P2= ration with 70% TDN; and P3= ration with 75% TDN. The experiment used completely randomized design, and data analysis were done with analysis of variance. Further analysis was conducted using orthogonal contrast. Results of the experiment show that different energy levels did not significantly affect consumption of TDN, crude protein, body weight gain, and feed efficiency, but it significantly (P < 0.05) influenced the Ca consumption. It is concluded that ration with 65% TDN is sufficient to support the performances of young female sheep.

(42)

PERFORMA BAKALAN INDUK DOMBA LOKAL

YANG DIBERI RANSUM DENGAN LEVEL

ENERGI YANG BERBEDA

YULIANRI RIZKI YANZA

D24070104

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(43)

Judul : Performa Bakalan Induk Domba Lokal Yang Diberi Ransum Dengan Level Energi Yang Berbeda.

Nama : Yulianri Rizki Yanza

NIM : D24070104

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Prof. Dr. Ir. I Komang Gede Wiryawan) (Ir. Kukuh Budi Satoto, MS.)

NIP. 19610914 198703 1 00 2 NIP. 19490118 197603 00 1

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr. Ir. Idath Galih Permana, MSc. Agr.) NIP. 19670506 199103 1 00 1

(44)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Pekanbaru 20 Juli 1989.

Penulis merupakan keturunan suku Mandailing pihak

ibu Nurbayani dan kemenakan Melayu Kubung dari

pihak bapak Zakir Has. Penulis merupakan putra

kedua dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal penulis dimulai dari

pendidikan Sekolah Dasar dan lulus di SDN 020 Bukit

Raya Pekanbaru (1995-2001). Penulis melanjutkan

pendidikan di MTSN Pekanbaru (2001-2004). Kemudian Penulis melanjutkan

pendidikan di SMAN PLUS Provinsi Riau (2004-2006) dan lulus di SMAN 1

Pekanbaru (2006-2007). Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor

jurusan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk

Institut Pertanian Bogor (USMI).

Selama menempuh pendidikan di InstitutPertanian Bogor, Penulis pernah

menjalankan 3 PKM (Program KreativitasMahasiswa) bidang penelitian tahun

2010-2011 dan menjadi asisten praktikum di Laboratorium Agrostologi Departemen INTP,

IPB selama 2 tahun (2010-2012) serta mengikuti Program Mahasiswa Wirausaha

(PMW) yang dilaksanakan CDA-IPB tahun 2011. Penulis juga sempat menjadi guru

bantu di SMK Pertanian Agri Insani untuk mata pelajaran Bahasa Inggris dan Fisika

tahun 2011-2012. Selain itu, penulis aktif dalam organisasi mahasiswa daerah Ikatan

Keluarga Pelajar Mahasiswa Riau-Bogor (IKPMR Bogor), Himpunan Mahasiswa

Nutrisi Ternak (2009-2010), dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) (2007-2012).

(45)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tak terkira kepada Allah SWT, atas berkat dan

rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor.

Skripsi yang berjudul Performa Bakalan Induk Domba Lokal yang Diberi Ransum

dengan Level Energi yang Berbeda sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana peternakan dari Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang dimulai dari bulan November

2010 hingga Februari 2011 di Laboratorium Lapang dan Ilmu Nutrisi Ternak Daging

dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Insititut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari Skripsi ini masih terdapat kekurangan dan berharap dapat

memberikan informasi mengenai performa bakalan induk domba lokal yang diberi

ransum dengan level energi yang berbeda.

Penulis juga berharap karya ini dapat dimanfaatkan di dunia peternakan

khususnya dalam upaya untuk peningkatan produktivitas domba lokal untuk

memajukan Swasembada Daging Nasional tahun 2014.

(46)

DAFTAR ISI

Kebutuhan Nutrisi Bakalan Induk Domba……….……… 10

(47)

Ternak Percobaan……….…….……….….. 18

Pakan dan Perlakuan……….…….……….….. 18

Kandang dan Peralatan……….…….………... 20

Metode……….…….……….…..……….……. 20

Prosedur Pemeliharaan……….…….………... 20

Analisis Proksimat Ransum dan Perhitungan TDN………. 21

Rancangan Percobaan……….…….………... 22

Peubah yang diamati……….…….………... 22

Analisis Data……….…….………... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Bahan Kering……….…….………... 25

Pola Konsumsi Bahan Kering Ransum……… 26

Konsumsi Zat Makanan……….…….………... 27

Konsumsi PK……… 27

Konsumsi LK………... 28

Konsumsi SK………... 29

Konsumsi TDN………. 29

Pola Konsumsi TDN Ransum……… 30

Konsumsi Mineral Ca dan P……… 31

Pola perbandingan konsumsi Ca dan P………….. 32

Performa, Efisiensi Ransum dan IOFC Bakalan Induk Domba... 33

Performa Bakalan Induk Domba……….. 34

Pola Pertambahan Bobot Badan……… 35

Efisiensi Ransum……….. 36

IOFC……… 36

PENUTUP

Kesimpulan……….…….……….………. 37

Saran……….…….……….………... 37

UCAPAN TERIMA KASIH.…….……….………... 38

DAFTAR PUSTAKA……….…….……….………... 39

(48)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Ransum Perlakuan….…….……….……… 19

2. Kandungan Zat Makanan Perlakuan..……….……….… 20

3. Konsumsi Bahan Kering Ransum Bakalan Induk Domba.…………...… 25

4. Konsumsi Zat Makanan Domba Selama 89 Hari…….………..… 27

(49)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kurva Sigmoid Pertumbuhan Domba..……….……… 16

2. Ternak domba yang digunakan….…….……….………. 18

3. Bangunan kandang serta peralatan..……….……….. . 21

4. Pemeliharaan dan PerlakuanTernak Domba..…………...……… 21

5. Grafik pola konsumsi BK bakalan induk domba lokal yang diberi

Ransum dengan TDN 65%, TDN 70% dan TDN 75%... 26

6. Grafik pola konsumsi TDN bakalan induk domba lokal yang diberi

Ransum dengan TDN 65%, TDN 70% dan TDN 75%.…………...… 30

7. Grafik perbandingan konsumsi Ca dan P bakalan induk domba lokal

yang diberi ransum dengan TDN 65%, TDN 70% dan TDN 75%... 32

8. Grafik pertambahan bobot badan bakalan induk domba..…………... 35

(50)

Sidik Ragam Konsumsi Bahan Kering Konsentrat Selama …

Pemeliharaan..………. 45

.

Sidik Ragam Konsumsi SK Ransum Selama Pemeliharaan.……..

..

Sidik Ragam Konsumsi Ca Ransum Selama Pemeliharaan..……..

.

Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Bakalan Induk .

Sidik Ragam Efisiensi Penggunaan Ransum Untuk Bakalan Induk Domba Selama Pemeliharaan.……..……..……..……..….

a

Pemeliharaan.……..……..……..……..….……..……..……..….. 46 DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1.

Pemeliharaan..……… . 45

2. Sidik Ragam Konsumsi Bahan Kering Rumput Selama

3. Sidik Ragam Konsumsi Bahan Kering Ransum Selama

Pemeliharaan..………. 45

4. Sidik Ragam Konsumsi PK Ransum Selama Pemeliharaan.…… . 45

5. Sidik Ragam Konsumsi LK Ransum Selama Pemeliharaan.…….. 45

6. 45

7. Sidik Ragam Konsumsi TDN Ransum Selama Pemeliharaan.… . 46

8. 46

9. Sidik Ragam Konsumsi P Ransum Selama Pemeliharaan……… . 46

10.

Domba Selama Pemeliharaan..……..……..……..……..……..… 46

11.

46

12. Sidik Ragam IOFC Untuk Bakalan Induk Domba Selam

(51)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Komoditi peternakan perlu dikembangkan untuk mendukung tercapainya swasembada daging 2014. Saat ini program Program Swasembada Daging Sapi 2014 (PSDS 2014) hanya mampu memenuhi 70-75 % kebutuhan daging nasional dan masih bergantung dengan impor daging. Pemanfaatan komoditi peternakan lokal perlu ditingkatkan dalam upaya memenuhi kebutuhan daging nasional dan mengurangi ketergantungan impor daging.

Salah satu alternatif dalam pemenuhan kebutuhan daging nasional adalah pemanfaatan ternak domba. Data Direktorat Jenderal Peternakan terakhir menyebutkan bahwa populasi domba di Indonesia hingga tahun 2009 yaitu 10.932.000 ekor, dimana populasinya sebesar 55,92% berada di provinsi Jawa Barat (Statistik Peternakan, 2010). Populasi domba perlu ditingkatkan karena konsumsi daging domba sampai saat ini hanya mencapai 4% dari konsumsi daging nasional (Statistik Peternakan, 2010).

Domba lokal merupakan komoditi peternakan rakyat yang sangat potensial untuk dikembangkan karena mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap iklim tropis, pakan kualitas rendah, sebagai penghasil daging yang potensial, dan memiliki fertilitas yang tinggi (FAO, 2002). Peternak lokal masih memelihara ternaknya secara tradisional dan tidak melihat faktor produksi seperti pemilihan bakalan, pemberian pakan, manajemen pemeliharaan, dan kesehatan ternak (Heriyadi, 2002).

(52)

rendah. Penambahan konsentrat pada ransum dengan kualitas dan kuantitas yang baik maka produktivitas ternak dapat ditingkatkan.

Konsentrat yang kaya energi sangat dibutuhkan bakalan induk domba pada masa pertumbuhan dalam membentuk saluran reproduksi dan mempercepat dewasa kelamin. Kurangnya asupan energi pada ternak muda akan menghambat pertumbuhan pada ternak dan pencapaian dewasa kelamin (Sudarman et al., 2008). Bakalan induk domba yang kekurangan asupan energi dan protein mempengaruhi performanya yang mengakibatkan rendahnya produktivitas reproduksi. Robinson (1990) menyatakan bahwa bakalan induk domba dengan performa yang rendah dapat mempengaruhi fase lutheal dan siklus estrus.

Total Digestible Nutrient (TDN) digunakan untuk mengukur kadar energi yang dikonsumsi ternak. Untuk meningkatkan TDN ransum perlu ditambahkan konsentrat dengan karbohidrat non-struktural, protein dan lemak yang lebih tinggi kandungannya dibandingkan rumput. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kebutuhan energi induk domba adalah 44-61% TDN (Poli, 1998) dan protein 10-12,5% (Kearl, 1982) dalam ransum sehingga performanya menjadi lebih rendah.

Pemberian ransum dengan protein dan level energi yang sesuai dengan kebutuhan ternak diharapkan mampu meningkatkan produktivitas bakalan induk domba. Performa tubuh yang baik mampu mempercepat produktivitas ternak untuk reproduksi. Performa bakalan induk domba lokal dapat diketahui dari konsumsi pakan, efisiensi pakan dan pertambahan bobot badan yang dipelihara secara intensif.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan performa bakalan induk domba hasil persilangan domba ekor tipis UP3 Jonggol, Fakultas Peternakan IPB dengan domba pejantan Garut yang diberi ransum dengan level energi yang berbeda.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang manajemen pemberian pakan yang tepat dalam industri peternakan sehingga akan meningkatkan efisiensi penggunaan ransum dari aspek ekonomi dan performa produksi domba lokal.

Gambar

Gambar 2.Ternak domba yang digunakan.
Tabel 1. Komposisi Ransum Perlakuan.
Tabel 2. Kandungan Zat Makanan  Ransum Perlakuan (%BK).
Gambar 3. Kandang Yang Digunakan Selama Penelitian.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bukti kesepakatan antara tim pengabdian masyarakat dengan unit mitra untuk melaksanakan kegiatan pelatihan pembuatan buku digital berbasis kvisoft flipbook maker bagi para guru

peserta diklat dapat berupa teori dan atau praktik-..  Memudahkan guru dalam mengelola proses. bela&lt;ar# misaln&amp;a mengubah kondisi bela&lt;ar dari suasana guru

Dengan memanjatkan puji Syukur Kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia dan hidayah-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh

Dengan dilakukannya observasi ini diharapkan mahasiswa lebih bisa mempersiapkan pembelajaran yang akan dilakukan dari segi metode, pengelolaan kelas dan lain

Demikian juga dengan jumlah total populasi jamur yang nyata lebih tinggi pada sistem tumpangsari jeruk dengan tanaman sayuran yaitu 6,97 - 8,35 x 10 6 spk/g tanah, dibandingkan

Dari hasil analisis GC-MS ketiga jenis minyak atsiri dari tiga jenis tumbuhan Rutaceae yang dilaporkan di atas, jelas terlihat bahwa ketiganya memiliki komponen kimiayangjauh

Dalam tugas akhir ini akan direncanakan struktur jembatan menggunakan busur rangka batang baja yang melewati sungai Grindulu, Kabupaten Pacitan dengan bentang total 354

Organisasi harus membuat kompensasi dan sepaket kesejahteran untuk para karyawan semenarik mungkin sehingga dapat menimbulkan hubungan pertukaran sosial yang saling