PENGEMBANGAN WISATA ALAM DI KABUPATEN
SUMEDANG PROVINSI JAWA BARAT
EDI ABDULLAH
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PENGEMBANGAN WISATA ALAM DI KABUPATEN
SUMEDANG PROVINSI JAWA BARAT
EDI ABDULLAH
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
EDI ABDULLAH. E34061441. Pengembangan Wisata Alam di Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh E.K.S. HARINI MUNTASIB dan EVA RACHMAWATI.
Kabupaten Sumedang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Kota Bandung. Sumedang mempunyai berbagai sumberdaya alam yang masih alami seperti hutan, air terjun, sumber air dan fenomena alam lainnya. Keadaan tersebut merupakan keuntungan yang strategis untuk menarik pengunjung datang ke obyek wisata alam.
Penelitian dilaksanakan pada obyek-obyek wisata alam di Kabupaten Sumedang pada bulan Mei-Juni 2010. Alat yang digunakan antara lain kamera, GPS dan alat tulis, sedangkan bahan yang digunakan adalah peta Kabupaten Sumedang, pedoman ADO-ODTWA Dirjen PHKA 2003 yang telah dimodifikasi, panduan wawancara dan kuisioner. Pengembangan wisata alam di Kabupaten Sumedang dilakukan dengan cara melihat potensi obyek wisata alam yang diambil dari hasil penilaian, usulan pengunjung terhadap obyek wisata alam, rencana pengelola untuk pengembangan obyek wisata dan analisa lapang yang melihat kondisi dan unsur yang terdapat di obyek wisata alam.
Hasil dari penelitian ini mendapatkan 21 obyek wisata alam yang terdiri dari air terjun, areal perkemahan, tempat istirahat, sumber air dan fenomena alam. Hasil penilaian ADO-ODTWA mendapatkan bobot setiap obyek wisata, yaitu Curug Cinulang (1635), Parakan Kondang (1595), Curug Ciputrawangi (1545), Geundeng (1515), Situsari (1490), Cipanas Sekarwangi (1400), Cipanas Cileungsing (1385), Baru Beureum (1250), Gunung Kunci (1205), Cibingbin (1140), Cipadayungan (1135), Cipanteuneun (1130), Tirta Sandi (1125), Curug Cipongkor (1125), Curug Cigorobog (1115), Cadas Pangeran (1070), Cikandung (1070), Margawindu (1070), Cijarami Indah (1070), Cigendel (1040) dan Gunung Palasari (995). Penilaian tersebut menghasilkan 1 obyek sangat potensial untuk dikembangkan yaitu Curug Cinulang, 14 obyek potensial dan 6 obyek kurang potensial untuk dikembangkan.
Obyek wisata alam sangat potensial direkomendasikan untuk diutamakan dalam pengembangan. Rencana pengembangan wisata alam yang dapat dilakukan di Kabupaten Sumedang antara lain: (1) penyusunan produk wisata, (2) peningkatan kerjasama dengan berbagai pihak untuk pengembangan dan promosi, (3) perbaikan aksesibilitas menuju kawasan dan di dalam kawasan dan (4) peningkatan fasilitas penunjang (sarana dan prasarana).
SUMMARY
EDI ABDULLAH. E34061441. Nature-Based Tourism in Sumedang District West Java Province, West Java Province. Under supervision of E.K.S. HARINI MUNTASIB and EVA RACHMAWATI.
Sumedang is one of regencies in West Java Province which located in the east of Bandung City. Sumedang has many natural resources such as waterfalls, forest, water sources, and other natural phenomenon. This circumstance is strategically potential to attract tourist to the natural tourism object.
This research was conducted at several tourism objects in Sumedang during May-June 2010. The tools used in the research were consisted of camera, GPS, and stationaries. Materials used were consisted of map of Sumedang, a modified standard assesment of Natural Tourism Objects (ADO-ODTWA) issued by the Directorate General of Forest Protection and Natural Conservation (2003), guidelines of interview, and questionaire. Data on nature-based tourism objects were collected from observation, interview and the modified ADO-ODTWA. The recommendation on nature-based tourism development in Sumedang was resulted from analyses on the potential of nature-based tourism objects, visitors’ opinion and suggestions, and tourism management planning.
There were 21 natural based tourism objects, consist of waterfall, camping ground, rest area, water source, and natural phenomenon. The result of ADO-ODTWA assessment showed that the score of each objects were Curug Cinulang (1635), Parakan Kondang (1595), Curug Ciputrawangi (1545), Geundeng (1515), Situsari (1490), Cipanas Sekarwangi (1400), Cipanas Cileungsing (1385), Baru Beureum (1250), Gunung Kunci (1205), Cibingbin (1140), Cipadayungan (1135), Cipanteuneun (1130), Tirta Sandi (1125), Curug Cipongkor (1125), Curug Cigorobog (1115), Cadas Pangeran (1070), Cikandung (1070), Margawindu (1070), Cijarami Indah (1070), Cigendel (1040) and Gunung Palasari (995).
The result of analysis showed that there were one object wits high tourism potentials, 14 objects wits medium potentials, and 6 object with low potentials. Curug Cinulang wis the object with high tourism potentials and there fore it was recommended the hinghest priority object to be developed. Natural based tourism development in Sumedang can be done by (1) developing tourism products, (2) increasing the cooperation among all stakeholders in the development and promotion of the objects, (3) improving the accesibility to the area and inside the area, and (4) enhancing the supporting facilities (facilities and infrastructures).
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan
Wisata Alam di Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat adalah benar-benar
hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah
digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2011
Judul Skripsi : Pengembangan Wisata Alam di Kabupaten Sumedang
Provinsi Jawa Barat
Nama : Edi Abdullah
NRP : E34061441
Menyetujui: Dosen pembimbing,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. E. K. S. Harini Muntasib Eva Rachmawati, S.Hut, MSi NIP. 19550410 198203 2 002 NIP. 19770321 200501 2 003
Mengetahui: Ketua
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor,
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni NIP. 19580915 198403 1 003
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT dan Nabi Besar
Muhammad SAW atas karunia dan rahmat yang telah diberikan, sehingga penulis
dapat melakukan penelitian dan menyelasaikan penulisan skripsi. Skripsi ini
merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh penulis mulai bulan Mei
sampai Juni 2010 dengan judul Pengembangan Wisata Alam di Kabupaten
Sumedang Provinsi Jawa Barat.
Kabupaten Sumedang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa
Barat yang terletak di sebelah timur Kota Bandung. Jalan yang melintasi
Sumedang merupakan jalur alternatif menuju kota di Jawa Tengah. Selain itu
sumberdaya alam yang dimiliki oleh Sumedang diantaranya hutan, air terjun,
sumber air dan fenomena alam lainnya dengan kondisi yang masih alami.
Keadaan tersebut merupakan keuntungan yang strategis untuk menarik
pengunjung datang ke obyek wisata alam. Kondisi tersebut mendorong penulis
melakukan penelitian tentang pengembangan wisata alam yang ada di Kabupaten
Sumedang. Hasil dari penelitian diharapkan menjadi masukan dan mendapat
perhatian dari Pemerintah Kabupaten Sumedang, Dinas Pariwisata, Dinas
Kehutanan, KPH Sumedang dan semua pihak yang bersangkutan.
Semoga skripsi ini bisa mendatangkan manfaat untuk berbagai pihak yang
bersangkutan. Kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk kesempurnaan penelitian
ini.
Bogor, Februari 2011
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji bagi Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
atas anugrah dan rahmatnya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyampaikan banyak terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Keluarga besar penulis: Djunaedi, S.Pd (Ayah), Engkar (Ibu) dan Mera
Nurhayanti (Adik).
2. Dosen pembimbing: Prof. Dr. E.K.S Harini Muntasib (Pembimbing I) dan Eva
Rachmawati, S.Hut, MSi (Pembimbing II).
3. Dosen penguji: Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS (DMNH), Ir. Bintang CH.
Simangunsong, MS, Phd (DHHT) dan Ir. Iwan Hilwan, MS (DSVK).
4. Pimpinan dan staf Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA), Dinas
Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (DISBUDPARPORA), Dinas
Kehutanan dan Perkebunan (DISHUTBUN) Kabupaten Sumedang dan Perum
Perhutani (KPH Sumedang).
5. Keluarga besar Fahutan 43 IPB, KSHE 43 “Cendrawasih”, HIMAKOVA, KPE “TAPAK”, WAPEMALA Sumedang, Yayasan Karya Salemba Empat (KSE) dan Paguyuban Mahasiswa Penerima Beasiswa KSE IPB.
6. Seluruh pihak dan rekan-rekan yang telah membantu dari awal hingga
selesainya tugas akhir penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Manfaat ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata dan Wisata Alam ... 3
2.2 Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) ... 4
2.3 Pengembangan Wisata ... 6
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu ... 11
3.2 Alat dan Bahan ... 11
3.3 Data dan Informasi ... 11
3.4 Tahapan Pengambilan Data dan Informasi ... 12
3.4.1 Pemilihan Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam ... 12
3.4.2 Pengunjung ... 13
3.5 Pengolahan Data... 14
BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Geografis ... 18
4.2 Topografi, Iklim dan Curah Hujan ... 19
4.3 Sejarah ... 19
4.4 Sosial Ekonomi ... 20
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Obyek Wisata Alam ... 21
5.1.1 Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) ... 21
5.1.2 Penilaian Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam ... 44
5.1.2.1 Daya Tarik Wisata Alam ... 44
5.1.2.2 Aksesibilitas ... 46
5.1.2.3 Fasilitas Penunjang... 49
5.1.2.4 Pemasaran ... 50
5.1.2.5 Hasil Penilaian ODTWA di Kabupaten Sumedang ... 51
5.3 Pengelola Obyek Wisata Alam ... 54
5.3.1 Pihak Pengelola ... 54
5.3.2 Rencana Pengelola ... 56
5.3.3 Kegiatan Pemasaran ... 56
5.4 Pengembangan Wisata Alam ... 57
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 81
6.2 Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 83
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Data dan informasi penelitian ... 11
2. Daya tarik obyek wisata ... 14
3. Aksesibilitas ... 15
4. Fasilitas penunjang ... 15
5. Pemasaran ... 15
6. Klasifikasi pengembangan setiap unsur ... 16
7. Skala penilaian ... 17
8. Skala prioritas rekomendasi ... 17
9. Hasil penilaian daya tarik obyek wisata alam di Kabupaten Sumedang ... 46
10. Hasil penilaian aksesibilitas ODTWA di Kabupaten Sumedang ... 47
11. Hasil penilaian fasilitas penunjang ODTWA di Kabupaten Sumedang ... 50
12. Hasil penilaian pemasaran ODTWA di Kabupaten Sumedang ... 51
13. Hasil penilaian kriteria ODTWA di Kabupaten Sumedang ... 51
14. Pengelola obyek wisata alam di Kabupaten Sumedang ... 54
15. Klasifikasi pengembangan wisata alam di Kabupaten Sumedang ... 58
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Kabupaten Sumedang... 18
2. ODTWA di Kabupaten Sumedang... 22
3. (a) Curug Cipongkor, (b) Pemandangan dari bukit Cipongkor... 23
4. (a) Air Terjun Ciputrawangi, (b) Areal perkemahan ... 24
5. (a) Air Terjun Cigorobog, (b) Pemandangan Cigorobog ... 25
6. (a) Air Terjun Kembar Cinulang, (b) Pemandangan alam ... 26
7. (a) Curug Cipadayungan,(b) Areal perkemahan Cipadayungan ... 27
8. (a) Areal camping Baru Beureum, (b) Puncak Gunung Manglayang ... 28
9. (a) Areal camping Parakan Kondang, (b) Sungai Cimanuk ... 29
10.(a) Pancuran air panas berbelerang, (b) Kolam air panas berbelerang ... 30
11.(a) Kolam air panas berbelerang, (b) Kolam permainan ... 31
12.(a) Mata air Cikandung, (b) Pemandangan dari bukit Cikandung ... 32
13.Situsari... 33
14.(a) Kolam renang Cipanteuneun, (b) Areal perkemahan ... 34
15.(a) Jalan Cadas Pangeran, (b) Pemandangan jalan raya ... 35
16.(a) Peristirahatan Geundeng, (b) Sungai Cimanuk ... 36
17.(a) Rumah makan Cigendel, (b) Kawasan peristirahatan Cigendel ... 37
18.(a) Benteng peninggalan Belanda, (b) Arboretum Gunung Palasari... 38
19.(a) Benteng peninggalan Belanda, (b) Arena bermain ... 39
20.(a) Kolam ternak ikan, (b) Shelter Tirta Sandi ... 40
21.(a) Shelter Cibingbin. (b) Kolam renang dan permainan air ... 41
22.(a) Pemandangan ke perkebunan teh, (b) Pintu masuk Cijarami Indah .. 42
23.(a) Pemandangan Gunung Masigit Kareumbi, (b) Shelter ... 43
24.Aksesibilitas ODTWA di Kabupaten Sumedang ... 48
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Panduan wawancara ... 86 2. Kuisioner untuk pengunjung obyek wisata alam di Kabupaten
Sumedang ... 89 3. Hasil penilaian Obyek dan Daya Darik Wisata Alam (ODTWA) di
Kabupaten Sumedang... 92 4. Data pengunjung obyek wisata alam di Kabupaten Sumedang ... 100
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kabupaten Sumedang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa
Barat yang terletak di sebelah timur Kota Bandung. Kabupaten Sumedang
mempunyai luas ±152.219,20 ha dengan kondisi topografi pegunungan yang
berbukit-bukit (Wiriaatmadja 2002). Kondisi tersebut mempunyai berbagai
sumberdaya alam yang masih alami seperti hutan, air terjun, sumber air dan
fenomena alam yang tersebar di seluruh daerah di Kabupaten Sumedang.
Kabupaten Sumedang bisa ditempuh menggunakan kendaraan (motor/mobil)
dengan waktu 1-2 jam, karena berjarak ±45 km dari ibu kota provinsi (Kota
Bandung). Selain itu jalan yang melintasi Kabupaten Sumedang merupakan jalur
alternatif untuk menuju kota-kota di Jawa Tengah. Keadaan tersebut merupakan
keuntungan yang strategis untuk menarik pengunjung datang ke obyek wisata
alam di Sumedang.
Data dari Dinas Pariwisata Kabupaten Sumedang menyebutkan bahwa
obyek dan daya tarik wisata alam di Kabupaten Sumedang berjumlah banyak,
tetapi obyek wisata alam yang sering dikunjungi dan telah dikenal oleh
masyarakat antara lain Cipanas Cileungsing, Curug Cinulang dan kawasan wisata
Citengah. Selain itu di Kabupaten Sumedang masih mempunyai obyek wisata
alam yang belum dikembangkan seperti Gunung Kunci, Cipanteuneun, Curug
Cigorobog dan Curug Ciputrawangi. Ada beberapa obyek wisata alam yang
pengelolaan dan pengembangannya masih kurang seperti Baru Beureum, Situsari
dan Cipadayungan, bahkan ada obyek wisata alam tidak dimanfaatkan dan tidak
dikelola seperti Curug Cipongkor. Obyek wisata alam di Kabupaten Sumedang
dikelola oleh banyak pihak, diantaranya Dinas Pariwisata, Dinas Kehutanan,
Perum Perhutani (KPH Sumedang) dan swasta. Berdasarkan kondisi tersebut
maka dilakukan inventarisasi potensi obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA)
terhadap obyek-obyek wisata yang terdapat di Kabupaten Sumedang. Hasil
inventarisasi tersebut kemudian dijadikan masukan dalam penyusunan
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun pengembangan obyek
wisata alam di Kabupaten Sumedang, dengan langkah sebagai berikut:
1. Menginventarisasi potensi obyek dan daya tarik wisata alam di
Kabupaten Sumedang.
2. Menilai potensi obyek dan daya tarik wisata alam di Kabupaten
Sumedang.
3. Menyusun pengembangan obyek wisata alam di Kabupaten Sumedang.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai masukan dan rekomendasi kepada pihak pengelola untuk
bahan pertimbangan dalam pengembangan wisata alam di Kabupaten
Sumedang.
2. Sebagai media informasi bagi pembaca mengenai wisata alam yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Wisata dan Wisata Alam
Undang-Undang No 10 Tahun 2009 pasal 1 menjelaskan bahwa wisata
adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi
atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu
sementara. Sedangkan Beeton (1998) menyatakan bahwa wisata mempunyai
beberapa unsur yaitu berdasarkan pada lingkungan dan bertujuan untuk
pendidikan. Definisi lain menyebutkan bahwa wisata merupakan keseluruhan
bentuk aktifitas manusia baik berupa individual, bisnis, organisasi dan aktifitas
lain yang sangat luas terkombinasi dengan beberapa bentuk penelusuran
pengalaman wisata (Cooper et al. 1999). Suyitno (2001) menambahkan bahwa wisata merupakan salah satu kegiatan yang mempunyai karakteristrik tertentu,
yaitu:
1. Bersifat sementara, bahwa dalam jangka waktu pendek pelaku wisata akan
kembali ke tempat asalnya.
2. Melihat beberapa komponen wisata, misalnya sarana transportasi,
akomodasi, restoran, obyek wisata, toko cendramata dan lainnya.
3. Umumnya dilakukan dengan mengunjungi obyek dan atraksi wisata,
daerah atau bahkan negara secara kesinambungan.
4. Memiliki tujuan tertentu yang intinya untuk mendapatkan kesenangan.
5. Tidak untuk mencari nafkah di tempat tujuan, bahkan keberadaanya dapat
memberikan kontribusi pendapatan bagi masyarakat atau daerah yang
dikunjungi, karena uang yang dibelanjakan dibawa dari tempat asal.
Dirjen PHKA (2001) menjelaskan bahwa wisata alam merupakan kegiatan
perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela
serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam.
Sedangkan menurut Kodhyat (1996) wisata alam yang lebih banyak diminati
adalah wisata alam yang lebih lunak dengan resiko yang lebih ringan, namun
merupakan perjalanan ke kawasan belum terjamah (virgin), belum terganggu atau terkontaminasi dengan tujuan khusus, tidak sekedar rekreasi tetapi untuk
mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan alam, flora dan fauna
langka (wildlife) beserta segala manifestasi kultural yang ada di kawasan tersebut. Wisata alam mempunyai beberapa komponen yang terdapat di dalamnya,
komponen tersebut menurut Cooper et al. (1999) terdiri dari:
1. Atraksi wisata baik berupa alam dan batuan (hasil karya manusia) atau
peristiwa (kegiatan) yang merupakan alasan utama kunjungan.
2. Fasilitas dan pelayanan yang dibutuhkan oleh wisatawan di daerah tujuan
wisata.
3. Akomodasi, makanan dan minuman tidak hanya tersedia dalam bentuk
fisik, namun juga harus dapat menciptakan perasaan hangat dan
memberikan kenangan pada lingkungan dan makanan setempat.
4. Aksesibilitas (jalan dan transportasi) merupakan salah satu faktor
kesuksesan daerah tujuan wisata.
5. Faktor pendukung lainnya seperti kegiatan pemasaran, pengembangan dan
koordinasi.
2.2 Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA)
Undang-Undang No 10 Tahun 2009 pasal 1 menjelaskan bahwa daya tarik
wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang
berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang
menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Sedangkan menurut Suwantoro
(1997) obyek wisata alam adalah sumberdaya alam yang berpotensi dan berdaya
tarik bagi wisatawan serta yang ditunjukan untuk pembinaan cinta alam, baik
dalam kegiatan alam maupun setelah pembudidayaan. Unsur yang menentukan
pengunjung untuk datang ke obyek wisata harus dirancang dan dikelola secara
profesional, unsur daya tarik suatu obyek wisata meliputi:
1. Adanya sumberdaya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman
dan bersih.
2. Adanya aksesibilitas yang tinggi untuk mengunjunginya.
4. Adanya sarana dan prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan.
5. Obyek wisata alam mempunyai daya tarik tinggi karena keindahan alam
pegunungan, sungai, pantai, pasir dan hutan.
6. Obyek wisata budaya mempunyai daya tarik tinggi karena memiliki nilai
khusus dalam bentuk atraksi kesenian, upacara-upacara adat, nilai luhur
yang terkandung dalam suatu obyek buah karya manusia pada masa
lampau.
Kodhyat (1996) menjelaskan bahwa daya tarik wisata adalah segala
sesuatu yang mendorong orang untuk berkunjung dan singgah di daerah tujuan
wisata yang bersangkutan. Sementara Sudarto (1999) memaparkan unsur paling
penting yang menjadi daya tarik dari sebuah daerah tujuan wisata adalah kondisi
alamnya, kondisi flora dan fauna yang unik, langka dan endemik, kondisi
fenomena alam, kondisi adat dan budaya. Sedangkan menurut Soekadijo (2000)
wisatawan hanya akan berkunjung ke tempat tertentu kalau di tempat itu terdapat
kondisi yang sesuai dengan motif wisatawan.
Potensi obyek dan daya tarik wisata alam yang dijelaskan dalam pedoman
Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA)
Dirjen PHKA Tahun 2003, yaitu:
1. Flora dan fauna, yaitu potensi flora dan fauna secara umum dan
diutamakan informasi mengenai flora dan fauna khas yang ada serta
penyebarannya, yang memiliki daya tarik wisata alam.
2. Gejala alam, yaitu obyek-obyek yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan
wisata alam, antara lain: sumber air panas, air terjun, goa, puncak gunung,
kawah, danau, sungai dan lain-lain.
3. Keindahan alam yaitu obyek-obyek yang memiliki keindahan alam baik
darat, laut dan danau. Keindahan alam dapat dilihat dari pandangan lepas,
variasi pandangan, keserasian warna dan pandangan lingkungan obyek.
4. Keunikan sumberdaya alam, yaitu obyek-obyek yang memiliki ciri khas
sumber alam dalam suatu lokasi yang tidak dimiliki oleh lokasi lain.
5. Panorama, yaitu obyek-obyek yang memiliki pemandangan alam dalam
6. Peninggalan sejarah, yaitu obyek-obyek yang memiliki nilai sejarah,
dikeramatkan dan lain-lain.
7. Atraksi budaya spesifik, yaitu adat istiadat, kesenian, yang memiliki
keunikan dan daya tarik tersendiri.
2.3 Pengembangan Wisata
Undang-Undang No 10 Tahun 2009 menyatakan pembangunan
kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas manfaat, kekeluargaan, adil dan
merata, keseimbangan, kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan,
demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang diwujudkan melalui pelaksanaan
rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman,
keunikan, kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata. Sedangkan Dirjen PHKA (2001) menjelaskan bahwa pengembangan pariwisata
alam adalah kegiatan memanfaatkan ruang melalui serangkaian program kegiatan
pembangunan untuk pariwisata alam yang meliputi pengelolaan pemanfaatan
lahan dan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya sesuai dengan azas
pemanfaatan lahan dan mengakomodasi semua kepentingan secara terpadu,
berdaya guna, berhasil guna, serasi, seimbang dan berkelanjutan.
Usaha untuk meningkatkan kegiatan wisata alam bisa dilakukan dengan
cara pengembangan obyek dan daya tarik wisata yang ada di masing-masing
tempat wisata. Dalam perencanaan pengembangan yang lebih luas dan
berkelanjutan, Fennel (2002) memaparkan bahwa ada beberapa aspek yang harus
diperhatikan seperti perencanaan yang matang sehingga tujuan dari
pengembangan wisata bisa tercapai dan pengorganisasian yang jelas dimana
semua pihak bisa bekerja di bagian pengunjung secara profesional. Konsep yang
bisa diterapkan dalam pengembangan pariwisata alam yaitu: keadilan bagi akses
pemanfaatan, pemanfaatan secara lestari dan berkelanjutan, pemberdayaan
masyarakat dan peningkatan mutu kehidupan masyarakat (Dirjen PHKA 2001).
Sedangkan menurut Fennel (2002) pengembangan wisata bisa dilakukan dengan
membuat rencana dan menyusun pengembangan yang mempunyai prinsip untuk
mencapai tujuan pengembangan tersebut. Dirjen PHKA (2001) menjelaskan
seperti: konservasi, edukasi, partisipasi masyarakat, ekonomi dan rekreasi. Selain
itu Muntasib et al. (2004) memaparkan tujuh prinsip pengembangan ekowisata harus memperhatikan, yaitu:
1. Berhubungan/kontak langsung dengan alam (touch the nature). 2. Pengalaman yang bermanfaat baik secara pribadi dan sosial.
3. Ekowisata bukan wisata massal.
4. Program-program ekowisata harus membuat tantangan fisik dan mental
bagi wisatawan.
5. Interaksi dengan masyarakat dan belajar budaya setempat.
6. Adaptif (menyesuaikan) terhadap kondisi akomodasi pedesaan.
7. Pengalaman lebih utama daripada kenyamanan.
Pengembangan wisata alam harus mempunyai strategi, perencanaan dan
tahapan yang jelas. Strategi pengembangan wisata menurut Godfrey dan Jackie
(2000) yaitu:
1. Identifikasi obyek wisata.
2. Menetapkan tujuan pengembangan.
3. Menyusun rencana.
Wearing dan John (2009) menyatakan ada beberapa perencanaan yang bisa
dilakukan dalam pengembangan wisata, seperti:
1. Perlindungan terhadap lingkungan.
2. Pengembangan produk wisata.
3. Pemasaran dan promosi.
4. Sarana dan prasarana pembangunan.
5. Peran pihak swasta/pengelola.
Page dan Rose (2002) menjelaskan bahwa dalam pengembangan wisata
terdapat beberapa etika, yang meliputi: memperhatikan lingkungan alam sekitar
obyek wisata, memanfaatkan sumberdaya untuk kepentingan bersama secara
bijaksana dengan cara menyamakan tujuan dari semua pihak yang terlibat,
perencanaan pengembangan dengan melihat peran dari masyarakat sekitar obyek,
daya dukung lingkungan dan kelestarian alam. Sedangkan untuk pengembangan
obyek wisata Suwantoro (1997) menjelaskan bahwa ada beberapa kebijakan yang
1. Promosi mengenai obyek.
2. Aksebilitas menuju kawasan.
3. Kawasan wisata.
4. Produk wisata.
5. Sumberdaya manusia.
6. Kampanye nasional sadar wisata.
Prinsip, etika dan perencanaan telah dipenuhi maka pengembangan wisata
bisa dilakukan dengan melalui berbagai tahapan. Dirjen PHKA (2001)
memaparkan beberapa tahapan pengembangan pariwisata alam yang bisa
dilakukan di suatu lokasi, yaitu:
1. Perencanaan, meliputi identifikasi, inventarisasi dan analisis data,
identifikasi konflik sumberdaya, analisis data, penetapan posisi
perkembangan, pengelolaan pengunjung, pemasaran dan promosi,
sumberdaya manusia, pengelolaan dampak, pembangunan sarana dan
prasarana, pengusahaan pariwisata alam dan kelembagaan.
2. Pelaksanaan, meliputi koordinasi, sosialisasi dan kerjasama.
3. Monitoring dan evaluasi.
Pengembangan wisata mempunyai beberapa proses. Menurut Fennel
(2002) pengembangan wisata alam mempunyai proses perencanaan yang khusus,
proses tersebut meliputi:
1. Persiapan, perencanaan ini melibatkan banyak pihak seperti pemerintah
pusat, pemerintah setempat dan masyarakat sekitar obyek wisata untuk
merumuskan perencanaan pengembangan.
2. Penentuan sasaran, perencanaan ini merupakan tujuan utama dari
pengembangan yang dilakukan dengan tidak mengurangi nilai sosial,
lingkungan dan budaya setempat.
3. Survey, merupakan perencanaan yang mengumpulkan semua data
mengenai kawasan baik dari sumberdaya alam atau dari daya dukung
lingkungan. Data yang dikumpulkan meliputi permintaan dan penawaran
wisata baik dari masyarakat sekitar ataupun dari luar yang mendukung
4. Analisa dan sintesis, merupakan tahapan untuk melihat dan
mempertimbangkan suatu rencana yang sebelumnya telah diteliti dan
disatukan guna dirumuskan untuk mencapai tujuan.
5. Kebijakan dan perumusan rencana dilakukan untuk menetapkan berbagai
pilihan dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang telah ditetapkan
dalam pengembangan wisata.
6. Rekomendasi pertimbangan merupakan penyampaian data dan fakta
mengenai proses pengembangan, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
mencari perencanaan alternatif ketika rencana awal tidak bisa dilakukan.
7. Pelaksanaan dan monitoring dilakukan untuk melakukan apa yang telah
direncanakan dan disusun pada tahap sebelumnya, dengan melihat dan
mengontrol pelaksanaan tersebut sehingga tepat di jalurnya dan tercapai
tujuan yang diharapkan.
8. Tinjauan ulang secara berkala merupakan proses untuk melihat rencana
pengembangan tersebut yang dilakukan secara berkala, tujuan dari tinjaun
ulang adalah untuk mengukur tercapainnya tujuan dari pengembangan.
Dirjen PHKA (2003) menjelaskan bahwa pengembangan obyek wisata
alam dilakukan berdasarkan skala prioritas dan rekomendasi. Pengembangan
dikatagorikan dalam beberapa katagori, yaitu sebagai berikut:
1. Sangat potensial, yaitu daerah yang memiliki ODTWA layak untuk
dikembangkan berdasarkan hasil penilaian ADO-ODTWA melalui urutan
prioritas.
2. Potensial, yaitu daerah yang memiliki potensi, namun memiliki hambatan
dan kendala untuk dikembangkan dengan persyaratan-persyaratan tertentu
yang memerlukan pembinaan lebih lanjut berdasarkan hasil penilaian
ADO-ODTWA.
3. Kurang potensial, yaitu daerah yang tidak dapat dikembangkan atas dasar
hasil penilaian ADO-ODTWA.
Raharjo (2005) memaparkan bahwa suatu kawasan dianggap potensial
untuk dikembangkan bisa diukur dari beberapa faktor, yaitu:
1. Adanya keberagaman titik potensi ekoturisme. Misalkan: ekosistem hutan
2. Dukungan dari masyarakat dan pemerintah setempat.
3. Sarana dan prasarana. Misalkan: home stay, tempat ibadah, puskesmas, sarana komunikasi dan fasilitas untuk mengakses informasi.
4. Aksesibilitas terhadap lokasi pengembangan obyek wisata.
5. Hubungan lokasi, pengembangan obyek wisata dengan lokasi wisata
lainnya.
Dirjen PHKA (2002) menjelaskan bahwa program pengembangan wisata
alam secara berkelanjutan bisa dilakukan dengan melihat beberapa faktor
diantaranya:
1. Pengembangan lokasi obyek (Potensi ODTWA), yaitu: rencana kegiatan
pengembangan obyek sesuai analisis, dengan urutan prioritas baik yang
menyangkut lokasi obyek maupun jenis-jenis kegiatan yang dikaitkan
dengan rencana pengelola kawasan tersebut.
2. Fasilitas penunjang, yaitu: kegiatan pengembangan sarana dan prasarana di
dalam dan di luar obyek dengan prioritas pengembangan lokasi obyek.
3. Keadaan Pengunjung, yaitu: jumlah pengunjung, perilaku pengunjung
yang terdiri dari wisatawan luar negeri dan wisatawan dalam negeri.
4. Pengelolaan dan pelayanan, yaitu: Pengelolaan obyek dan pelayanan
pengunjung merupakan hal yang perlu terus ditingkatkan dalam
pemanfaatan suatu ODTWA, karena berpengaruh secara langsung dengan
kepuasan pengunjung dan pelestarian obyek itu sendiri. Selain itu dalam
implementasinya perlu ditunjang oleh tenaga yang professional di bidang
pariwisata alam, bahasa dan mampu melakukan pelayanan terhadap
pengunjung.
5. Kegiatan wisata alam, yaitu: rencana dan realisasi pengembangan kegiatan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di obyek-obyek wisata alam yang terdapat di
Kabupaten Sumedang, selama dua bulan yaitu mulai bulan Mei-Juni 2010.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah kamera, GPS (Global Positioning System) dan alat tulis. Sedangkan bahan yang dipakai berupa peta Kabupaten Sumedang,
pedoman analisis daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam
(ADO-ODTWA) Dirjen PHKA tahun 2003 yang telah dimodifikasi, panduan wawancara
dan kuisioner.
3.3 Data dan Informasi
Data dan informasi yang diperlukan untuk melakukan penelitian adalah
sebagai berikut (Tabel 1):
Tabel 1 Data dan informasi penelitian
Data dan Informasi Metode Sumber
1. Kondisi umum, meliputi: letak, pengelolaan, status wilayah, kondisi fisik, kondisi biologi
2. Potensi ODTWA, meliputi: daya tarik obyek wisata, aksesibilitas, fasilitas penunjang dan pemasaran
Studi pustaka, daerah dan biro perjalanan 3. Pengunjung, meliputi: karakteristik,
aktifitas, tujuan, waktu kunjungan dan penilaian pengunjung terhadap obyek wisata alam di Sumedang
Kuisioner dan wawancara
Pengunjung dan pengelola
4. Pengelolaan, meliputi: status obyek wisata, pengelolaan, pelayanan, perencanaan, pengembangan, kebijakan, permasalahan dan hal lain yang berkaitan dengan obyek wisata
Studi pustaka dan wawancara
3.4 Tahapan Pengambilan Data dan Informasi 3.4.1 Pemilihan Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam 1) Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mengetahui data dan informasi mengenai
lokasi penelitian. Telaah pustaka dilakukan untuk pengumpulan data awal,
kemudian dikaji sehingga relevan dengan penelitian yang dilakukan. Sumber data
dan informasi tersebut dikumpulkan dari penelitian terdahulu, brosur, buku,
dokumen, majalah dan sumber lainnya. Pengambilan data dan informasi diperoleh
dari kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Kehutanan dan Perkebunan,
perpustakaan daerah Kabupaten Sumedang, perpustakaan IPB, dan tempat lain
yang menunjang sumber penelitian.
2) Wawancara
Kegiatan wawancara dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Wawancara langsung dilakukan kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas
Kehutanan dan Perkebunan, Perum Perhutani (KPH Sumedang), pengelola obyek
wisata alam (karang taruna desa dan swasta) dan biro perjalanan wisata dengan
menggunakan panduan wawancara (Lampiran 1). Data dan informasi yang
diambil yaitu potensi ODTWA di Sumedang, perencanaan, pengembangan,
pengelolaan, permasalahan dan kebijakan terhadap obyek wisata di Kabupaten
Sumedang. Sedangkan wawancara tidak langsung dilakukan kepada pengunjung
melalui kuisioner (Lampiran 2). Data dan informasi yang diambil yaitu
karakteristik, aktifitas, tujuan, waktu kunjungan dan penilaian pengunjung
terhadap obyek wisata alam di Sumedang.
3) Observasi Lapang
Observasi lapang dilakukan untuk melihat dan mengetahui potensi obyek
dan daya tarik wisata alam secara langsung serta untuk verifikasi data dan
informasi dengan keadaan obyek di lapangan. Data dan informasi yang diambil
adalah sebagai berikut:
a. Daya tarik, meliputi keunikan sumberdaya alam, banyaknya sumber daya
alam yang menonjol, jenis kegiatan dan kebersihan obyek wisata.
b. Aksesibilitas, meliputi kondisi jalan, jarak dan waktu tempuh dari pusat
c. Fasilitas penunjang, meliputi sarana (warung, pasar, bank, toko
cendramata, tempat peribadatan dan MCK) dan prasarana (kantor pos,
puskesmas, wartel/warnet, areal parkir, jalan/jembatan, jaringan
radio/TV/koran), dalam radius 5 km dari obyek wisata alam.
d. Pemasaran, meliputi tarif, variasi produk wisata, sarana penyampaian
informasi dan promosi.
e. Kondisi dan keadaan obyek wisata.
3.4.2 Pengunjung
Pengambilan data dan informasi mengenai pengunjung dilakukan dengan
sampling. Cara sampling yang digunakan yaitu rumus Slovin (Sevilla 1993 dalam Prasetyo dan Jannah 2005) yang disesuaikan dengan keadaan di lapangan, kondisi
obyek wisata dan jumlah pengunjung. Rumus Slovin digunakan untuk menentukan jumlah sampling pengunjung wisata alam yang ada di Kabupaten
Sumedang, yaitu:
Keterangan: n = Jumlah sampel
N = Jumlah pengunjung wisata alam di Kabupaten Sumedang e = Batas kesalahan 10%
Pengambilan sampling pengunjung di setiap lokasi obyek wisata alam
dilakukan dengan dua cara. Pertama persamaan proposional (Sevilla 1993 dalam Prasetyo dan Jannah 2005), yaitu untuk obyek wisata alam yang jumlah pengunjung ≥4.000 orang/tahun (Disparbudpora Kabupaten Sumedang 2010). Persamaan tersebut yaitu:
Keterangan : n1 = Sampel di obyek wisata alam 1 N1 = Pengunjung di obyek wisata alam 1
N = Total pengunjung wisata alam di Kabupaten Sumedang n = Jumlah sampel
Cara kedua yaitu metode accidental, metode ini dilakukan untuk obyek wisata alam dengan jumlah pengunjung ≤4.000 orang/tahun (Disparbudpora
cara mendapatkan data dan informasi mengenai pengunjung yang datang ke obyek
wisata. Metode tersebut menjelaskan bahwa pengunjung yang diperoleh di obyek
wisata alam dilakukan secara kebetulan, dikarenakan jumlah pengunjung tiap hari
berbeda dan tidak bisa ditentukan dengan pasti.
3.5 Pengolahan Data
Data mengenai potensi obyek dan daya tarik wisata alam diolah dengan
menggunakan pedoman ADO-ODTWA Dirjen PHKA tahun 2003 yang telah
dimodifikasi. Kriteria yang tidak dimodifikasi/diambil pada penelitian ini yang
terdapat di pedoman ADO-ODTWA yaitu potensi pasar, kondisi sekitar kawasan,
pengelolaan dan pelayanan, iklim, akomodasi, ketersediaan air bersih, hubungan
dengan obyek wisata di sekitarnya, keamanan, daya dukung kawasan, pengaturan
pengunjung dan pangsa pasar.
Pengambilan kriteria penilaian disesuaikan dengan tujuan penelitian,
kondisi di lapangan, kemampuan, kepentingan dan prioritas data yang didapatkan
untuk penelitian, sehingga kriteria yang diambil untuk melakukan penelitian ini
yaitu daya tarik obyek wisata (Tabel 2), aksesibilitas (Tabel 3), fasilitas penunjang
(Tabel 4) dan pemasaran (Tabel 5).
Tabel 2 Daya tarik obyek wisata
Bobot: 6
No Unsur/sub unsur Nilai
1 Keunikan sumber daya alam: 1) Sumber air panas 2) Goa
2 Banyaknya sumber daya alam yang menonjol: 1) Batuan
Tabel 2 Lanjutan
No Unsur/sub unsur Nilai
4 Kebersihan lokasi tidak ada pengaruh dari: 1) Industri
2) Jalan ramai motor/mobil 3) Pemukiman penduduk
Sumber: Pedoman ADO-ODTWA (2003)
Tabel 3 Aksesibilitas
Bobot: 5 1 Kondisi dan jarak jalan dari
pemerintahan Kabupaten, Sumedang Baik Cukup Sedang Buruk
1-14 km 80 60 40 20
Sumber: Pedoman ADO-ODTWA (2003)
Tabel 4 Fasilitas penunjang
Bobot: 3
No Unsur/sub unsur
Macam
6) Jaringan radio/TV/Koran
30 25 20 15 10
Sumber: Pedoman ADO-ODTWA (2003)
Tabel 5 Pemasaran
Bobot: 4
No Unsur/Sub unsur Nilai
1 Pemasaran
1) Tarif/Harga terjangkau
2) Produk wisata (ODTWA) bervariasi 3) Sarana penyampaian informasi 4) Promosi
Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
30 25 15 5
Penilaian obyek dan daya tarik wisata dilakukan untuk mendapatkan bobot
dari setiap obyek wisata, bobot setiap obyek didapatkan dari penilain setiap unsur.
Bobot setiap obyek wisata digunakan untuk menentukan skor setiap obyek wisata
dari 4 kriteria penilaian, yaitu daya tarik wisata, aksesibilitas, fasilitas penunjang
dan pemasaran. Skor diperoleh dengan cara jumlah nilai setiap unsur dikalikan
dengan bobot dari setiap kriteria penilaian tersebut. Secara rumus Romani (2006)
memaparkan yaitu:
S = N x B
Keterangan: S = Skor/nilai
N = Jumlah nilai unsur-unsur pada kriteria B = Bobot nilai
Pengembangan obyek wisata alam dilakukan dengan mengklasifikasikan
obyek wisata berdasarkan skor dari obyek tersebut. Oktadiyani (2006)
menjelaskan bahwa untuk menentukan selang setiap obyek wisata bisa dilakukan
dengan cara skor tertinggi dikurangi dengan skor terendah dan membaginya
dengan selang yang digunakan, secara rumus bisa dinyatakan yaitu:
Keterangan: Selang = Nilai selang dalam penetapan klasifikasi pengembangan Smaks = Nilai skor tertinggi
Smin = Nilai skor terendah
K = Banyaknya klasifikasi pengembangan
Selang setiap obyek wisata diketahui, maka dilakukan klasifikasi
pengembangan setiap unsur dengan melihat nilai dari pedoman ADO-ODTWA.
Klasifikasi pengembangan setiap unsur digunakan untuk menentukan
pengembangan setiap unsur. Nilai klasifikasi pengembangan menjelaskan
pengembangan setiap unsur, yaitu (Tabel 6):
Tabel 6 Klasifikasi pengembangan setiap unsur Penilaian
ADO-ODTWA
Nilai tertinggi
Nilai terendah
Kurang
potensial Potensial
Sangat potensial
Daya tarik 180 60 60-100 101-140 141-180
Aksesibilitas 400 5 5-137 138-370 371-400
Fasilitas penunjang
90 30 30-50 51-70 71-90
Nilai dari setiap unsur pada penilaian kriteria dijumlahkan untuk
menentukan skala prioritas pengembangan. Nilai tersebut dijumlahkan mulai dari
nilai terendah sampai pada nilai tertinggi. Nilai tersebut menghasilkan klasifikasi
penilaian tertinggi dan terendah (Tabel 7), yaitu:
Tabel 7 Skala penilaian
Penilaian
Klasifikasi Nilai
Tertinggi 2170
Terendah 550
Pengembangan wisata alam di Kabupaten Sumedang dilakukan dengan
cara melihat skala penilaian dan klasifikasi pengembangan. Hasil skala prioritas
rekomendasi mendapatkan tiga kelompok pengembangan, yaitu (Tabel 8):
Tabel 8 Skala prioritas rekomendasi
Klasifikasi
Unsur Nilai
Sangat Potensial 1631-2170
Potensial 1091-1630
Kurang Potensial 550-1090
Hasil klasifikasi pengembangan digunakan untuk menentukan obyek
wisata alam yang akan diutamakan untuk dikembangkan. Obyek wisata alam yang
termasuk dalam klasifikasi pengembangan sangat potensial merupakan obyek
wisata yang direkomendasikan untuk diutamakan dalam penyusunan
pengembangan. Dirjen PHKA (2002) menjelaskan bahwa pengembangan obyek
wisata dilakukan dengan melihat obyek yang sangat potensial untuk
dikembangkan dilihat dari berbagai unsur. Unsur yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu daya tarik wisata, aksesibilitas, fasilitas penunjang dan
BAB IV
KONDISI UMUM
4.1 Geografis
Letak geografis Kabupaten Daerah Tingkat II Sumedang berada di posisi
107˚14’-108˚21’ bujur timur dan 06˚40’-07˚83’ lintang selatan. Kabupaten
Sumedang berupa pegunungan yang menyebar di seluruh kawasan dengan luas
keseluruhan ±152.219,20 ha (Wiriaatmadja 2002).
Sumber: Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Sumedang (2010)
Gambar 1 Kabupaten Sumedang.
Letak Daerah Tingkat II Kabupaten Sumedang secara administrasi
berbatasan langsung dengan:
a. Sebelah timur : Kabupaten Daerah Tingkat II Majalengka
b. Sebelah selatan : Kabupaten Daerah Tingkat II Garut
c. Sebelah barat : Kabupaten Daerah Tingkat II Subang
d. Sebelah barat daya : Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung
4.2 Topografi, Iklim dan Curah Hujan
Bentuk permukaan Kabupaten Sumedang bervariasi dari permukaan yang
datar sampai yang pegunungan. Permukaan tersebut mempunyai ketinggian dari
permukaan laut berkisar antara 70 m dpl sampai dengan lebih dari 1000 m dpl.
Secara keseluruhan topografi di Kabupaten Sumedang 43,73% terletak pada
ketinggian 501-1000 m dpl. Daerah Kabupaten Sumedang yang mempunyai
ketinggian 70 m dpl yaitu berada di bagian timur yang berbatasan secara langsung
dengan Kabupaten Majalengka. Sumedang mempunyai iklim tropis dengan
temperatur normal rata-rata 15oC sampai dengan 26oC dan di dataran rendah rata-rata berkisar 26oC dengan kelembaban 50%, sedangkan di dataran tinggi 15oC dengan kelembaban 70%, curah hujan secara umum rata-rata 2031 mm per tahun
(Wiriaatmadja 2002).
4.3 Sejarah
Sejarah mencatat bahwa Kabupaten Sumedang pada awalnya merupakan
sebuah kerajaan di bawah kekuasaan Raja Galuh. Kerajaan tersebut didirikan oleh
Prabu Geusan Ulun Adji Putih atas perintah Prabu Suryadewata sebelum keraton
Galuh dipindahkan ke Padjadjaran Bogor. Seiring dengan perubahan zaman dari
kepemimpinan, nama Sumedang mengalami beberapa perubahan. Pertama yaitu
kerajaan Tembong Agung (tembong artinya nampak dan agung artinya luhur)
dipimpin oleh Prabu Guru Adji Putih pada abad ke XII. Kemudian pada zaman
Prabu Tadjimalela, diganti menjadi Himbar Buana yang berarti menerangi alam
dan kemudian diganti menjadi Sumedang Larang (Sumedang berasal dari insun
medal/insun medangan yang berarti aku dilahirkan dan larang berarti sesuatu yang
tidak ada tandingannya).
Kabupaten Sumedang mengalami masa kejayaan pada waktu dipimpin
oleh Pangeran Angka Wijaya dan Prabu Geusan Ulun sekitar tahun 1578 dan
dikenal luas hingga ke pelosok Jawa Barat dengan daerah kekuasaan meliputi
wilayah selatan sampai dengan Samudra Hindia, wilayah utara sampai laut jawa,
wilayah barat sampai dengan Sungai Cisadane dan wilayah timur sampai dengan
Sungai Cipamali. Kabupaten Sumedang mempunyai ciri khas sebagai kota kuno
agung, rumah tahanan/penjara dan kantor pemerintahan. Ditengah alun-alun
terdapat bangunan yang bernama Lingga, yaitu tugu peringatan yang dibangun
pada tahun 1922 dibuat oleh Pangeran Siching dari Belanda yang dipersembahkan
untuk Pangeran Suria Atmadja atas jasa-jasa dalam mengembangkan Kabupaten
Sumedang. Lingga diresmikan pada tanggal 22 Juli 1922 oleh Gubernur Jenderal
Mr. D. Folk dan sampai saat ini Lingga dijadikan lambang daerah Kabupaten
Sumedang dan tanggal 22 April diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten
Sumedang.
Peninggalan bersejarah selain dipelihara di museum masih ada juga yang
membekas dan sampai saat ini peninggalan bersejarah tersebut digunakan sabagai
jalur lalu lintas yaitu Cadas Pangeran. Sekitar 8 km ke arah barat Sumedang
terdapat jalan yang menghubungkan Bandung dan Cirebon. Nama ini dianggap
bersejarah dan Cadas Pangeran untuk mengenang jasa dan keberanian Pangeran
Kornel, sebagai raja yang memerintah pada saat itu dan menentang pemerintahan
kolonial Belanda di Indonesia di bawah kepemimpinan Jenderal H. W. Daendles
(Wiriaatmadja 2002).
4.4 Sosial Ekonomi
Perekonomian di Kabupaten Sumedang sesuai dengan kondisi geografis
dan topografinya yang didominasi oleh sektor pertanian, ditunjang oleh sektor
lainnya seperti perdagangan, industri dan jasa lainnya. Usaha untuk meningkatkan
perekonomian masyarakat dilakukan secara bertahap yaitu dengan cara
melakukan upaya untuk mendorong usaha ekonomi pedesaan. Usaha tersebut
diantaranya dengan meningkatkan aksesibilitas menuju ke pedesaan serta
mengembangkan komoditi unggulan melalui program kemitraan dengan pihak
lain. Tahun 2003 Penduduk Kabupaten daerah tingkat II Sumedang berjumlah
1.043.000 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduknya 2.37% pertahun dan
kepadatan 685 jiwa/km2 (Anonim 2010). Apabila dilihat kehidupan masyarakat
Sumedang secara etnis identik dengan kehidupan masyarakat sunda yang
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Obyek Wisata Alam
5.1.1 Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA)
Hasil penelitian mendapatkan 21 ODTWA di Kabupaten Sumedang
(Gambar 2). Obyek tersebut dibagi dalam beberapa katagori berdasarkan keunikan
daya tarik obyek wisata (Dirjen PHKA 2003), yaitu:
1. Air terjun: Curug Cipongkor, Curug Ciputrawangi, Curug Cigorobog,
Curug Cinulang dan Cipadayungan.
2. Areal perkemahan: Baru Beureum dan Parakan Kondang.
3. Sumber air: Cipanas Cileungsing, Cipanas Sekarwangi, Cikandung,
Situsari dan Cipanteuneun.
4. Fenomena alam: Cadas Pangeran, Geundeng, Cigendel, Gunung Palasari,
Gunung Kunci, Tirta Sandi, Cibingbin, Cijarami Indah dan Margawindu.
Obyek dan daya tarik wisata alam yang terdapat di Kabupaten Sumedang
secara rinci sebagai berikut:
1) Curug Cipongkor
Curug Cipongkor merupakan obyek wisata air terjun dengan tinggi ±90 m
yang berada diketinggian 778 m dpl. Sumberdaya alam di sekitar air terjun masih
alami (Gambar 3a). Obyek tersebut berada di Kelurahan Pasangrahan Kecamatan
Sumedang Selatan. Jarak dari pusat pemerintahan Kabupaten Sumedang yaitu ±7
km dan bisa ditempuh dengan menggunakan kendaraan (mobil/motor) 17-30
menit. Jalan Sumedang-Ciherang merupakan rute untuk mencapai obyek wisata.
Obyek wisata tersebut berada di jalan lintas provinsi yaitu jalan
Sumedang-Bandung, sehingga aksesibilitas bisa ditempuh dengan menggunakan angkutan
perkotaan jurusan Sumedang-Cileunyi dan Bus Cirebon-Bandung. Jarak menuju
obyek dari jalan raya sejauh ±200 m dengan kondisi berupa jalan setapak yang
melintasi perkampungan dan persawahan. Selama perjalanan menuju obyek
wisata pengunjung bisa menikmati pemandangan alam secara lepas berupa
(a) (b)
Gambar 3 (a) Curug Cipongkor, (b) Pemandangan dari bukit Cipongkor.
Curug Cipongkor berada di kawasan hutan lindung di bawah pengelolaan
Dinas Kehutanan Kabupaten Sumedang. Obyek wisata tersebut dikelola oleh
Karang Taruna Desa Ciherang. Pengunjung yang sering datang yakni kalangan
remaja dan dewasa, pengunjung datang secara rombongan. Pengunjung banyak
berdatangan pada waktu libur sekolah, Idul Fitri dan Tahun Baru. Kegiatan yang
dilakukan pengunjung yaitu bermain air dan bersantai sambil menikmati
pemandangan dari bukit Cipongkor.
2) Curug Ciputrawangi
Curug Ciputrawangi merupakan obyek wisata air terjun dengan tinggi ±4
m yang berada di ketinggian 691 m dpl (Gambar 4a). Obyek tersebut berada di
Desa Narimbang Kecamatan Conggeang. Jarak dari pusat pemerintahan
Kabupaten Sumedang yaitu ±21 km dan bisa ditempuh dengan menggunakan
kendaraan (mobil/motor) selama 30 menit-1 jam. Jalan Sumedang-Conggeang
merupakan rute untuk menuju obyek wisata. Aksesibilitas menuju obyek bisa
ditempuh menggunakan angkutan perkotaan (angkot) jurusan
Sumedang-Conggeang dari Terminal Ciakar Sumedang. Jarak menuju obyek dari jalan raya
sejauh ±2 km dengan kondisi jalan aspal rusak. Oleh karena itu, pengunjung bisa
menggunakan angkutan umum berupa ojek atau jalan kaki. Setelah berada di
kawasan obyek wisata, pengunjung harus menempuh jarak sejauh ±100 m untuk
(a) (b)
Gambar 4 (a) Air terjun Ciputrawangi, (b) Areal perkemahan.
Curug Ciputrawangi merupakan obyek wisata yang berada di kawasan
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat melalui KPH Sumedang di bawah
pengelolaan BKPH Tampomas, obyek tersebut dikelola oleh Karang Taruna Desa
Narimbang. Fasilitas yang ada di obyek wisata yaitu areal perkemahan (Gambar
4b), loket masuk, pusat informasi, galeri cendramata, warung, MCK, mushola,
shelter, tempat parkir motor dan gazebo. Parkir mobil masih menjadi
permasalahan karena belum adanya akses dan arena parkir mobil di dalam
kawasan. Biaya di dalam kawasan (masuk kawasan Rp 2.000,00/orang, camping Rp 1.000,00/orang/malam), parkir kendaraan (Rp 1.000,00/motor). Obyek wisata
Ciputrawangi sering dikunjungi oleh kalangan remaja, dewasa dan orang tua.
Pengunjung datang secara rombongan di hari libur, hari raya Idul Fitri dan hari
libur besar lainnya. Kegiatan yang dilakukan pengunjung yaitu camping, outbond, bersantai dan bermain/mandi di air terjun. Curug Ciputrawangi sering dijadikan
kegiatan untuk latihan dasar dan kemah bakti oleh sekolah-sekolah yang berada di
sekitar obyek, bahkan dari luar Sumedang seperti Indramayu dan Majalengka.
3) Curug Cigorobog
Curug Cigorobog merupakan obyek wisata air terjun dengan 4 tahapan air
terjun. Air terjun tersebut mempunyai ketinggian masing-masing 7 m, 10 m, 6 m
dan 13 m yang berada diketinggian 856 m dpl (Gambar 5a). Obyek wisata Curug
Cigorobog berada di Desa Citengah Kecamatan Sumedang Selatan. Jarak dari
pusat Pemerintahan Kabupaten Sumedang yaitu ±12 km yang bisa ditempuh
dengan menggunakan kendaraan (mobil/motor) selama 30 menit-1 jam. Jalan
wisata. Aksesibilitas menuju obyek bisa ditempuh dengan menggunakan angkutan
pedesaan (angdes) jurusan Sumedang-Citengah atau menggunakan ojek. Kondisi
jalan dari gerbang masuk menuju air terjun berbatu sejauh ±200 m. Selama
diperjalanan menuju Curug Cigorobog pengunjung bisa melihat pemandangan
berupa hamparan persawahan, lahan pertanian dan hutan primer.
(a) (b)
Gambar 5 (a) Air terjun Cigorobog, (b) Pemandangan Cigorobog.
Curug Cigorobog merupakan obyek wisata yang berada di kawasan hutan
lindung di bawah pengelolaan Dinas Kehutanan Jawa Barat melalui BKSDA Jawa
Barat. Kawasan hutan tersebut diberi nama Taman Buru Gunung Masigit
Kareumbi. Curug Cigorobog dikelola oleh Karang Taruna Desa Citengah.
Fasilitas yang berada di obyek wisata yaitu MCK, shelter, loket masuk dan tempat parkir motor, sedangkan mobil harus parkir di jalan utama. Biaya untuk di dalam
kawasan (masuk kawasan Rp 2.000,00/orang) dan parkir kendaraan (Rp
1.000,00/motor). Curug Cigorobog merupakan obyek wisata yang sering
dikunjungi oleh kalangan remaja, dewasa dan orang tua secara rombongan.
Pengunjung memanfaatkan hari libur untuk berkunjung ke Curug Cigorobog.
Kegiatan yang sering dilakukan di Curug Cigorobog yaitu bersantai sambil
menikmati pemandangan alam dan bermain di air terjun. Pengunjung
4) Curug Cinulang
Curug Cinulang merupakan obyek wisata air terjun kembar. Air terjun
tersebut mempunyai tinggi ±50 m dan berada di ketinggian 1037 m dpl yang
terletak di antara Kabupaten Sumedang dengan Kabupaten Bandung (Gambar 6a).
Obyek wisata Curug Cinulang berada di Desa Sindulang Kecamatan Cimanggung,
jarak dari pusat pemerintahan Kabupaten Sumedang yaitu ±33 km yang bisa
ditempuh dengan kendaraan (mobil/motor) selama 1 jam-1 jam 30 menit. Rute
untuk mencapai Curug Cinulang melalui
Sumedang-Pamulihan-Cicalengka-Sindulang. Aksesibilitas menuju obyek menggunakan kendaraan umum yaitu
angkutan pedesaan (angdes) jurusan Cicalengka-Cinulang atau ojek dari
Cicalengka. Kondisi jalan menuju obyek dari tempat parkir ditembok sepanjang
±100 m dengan lebar 1 m. Selama perjalanan menuju obyek pengunjung bisa
melihat hamparan persawahan, lahan pertanian masyarakat dan lahan palawija
milik masyarakat.
(a) (b)
Gambar 6 (a) Air terjun kembar Cinulang, (b) Pemandangan alam.
Curug Cinulang merupakan obyek wisata di bawah pengelolaan
Pemerintah Kabupaten Sumedang yang dikelola oleh Karang Taruna Desa
Sindulang. Fasilitas yang berada di obyek yaitu MCK, mushola, warung, tempat
sampah, arena permainan anak, shelter, tempat parkir dan loket masuk. Biaya untuk di dalam kawasan (masuk kawasan Rp 2.000,00/orang), parkir kendaraan
(Rp 2.000,00/mobil dan Rp 1.000,00/motor). Curug Cinulang adalah obyek wisata
yang sering dikunjungi oleh kalangan remaja, dewasa dan orang tua secara
rombongan. Pengunjung memanfaatkan hari libur untuk berkunjung ke obyek
di bawah air tejun dan aliran sungai, bersantai di bawah tegakan pinus atau di
shelter sambil menikmati pemandangan dari bukit Cinulang.
5) Cipadayungan
Cipadayungan merupakan obyek wisata air terjun dengan tinggi ±7 m
yang berada di ketinggian 732 m dpl (Gambar 7a). Obyek wisata Cipadayungan
berada di Desa Citimun Kecamatan Cimalaka. Jarak obyek dari pusat
pemerintahan Kabupaten Sumedang yaitu ±15 km yang bisa ditempuh dengan
menggunakan kendaraan (mobil/motor) selama 30 meni-1 jam. Rute untuk sampai
ke obyek Cipadayungan melalui Sumedang-Cimalaka-Citimun-Cipadayungan.
Aksesibilitas menuju areal perkemahan dan air terjun dari jalan utama, kondisinya
aspal rusak dan batuan sejauh ±200 m.
(a) (b)
Gambar 7 (a) Curug Cipadayungan, (b) Areal perkemahan Cipadayungan.
Cipadayungan merupakan obyek wisata yang berada di kawasan Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat di bawah KPH Sumedang yang dikelola oleh BKPH
Tampomas. Fasilitas yang berada di obyek yaitu areal camping (Gambar 7b) MCK, mushola dan shelter. Biaya untuk di dalam kawasan (berkemah Rp 1.000,00/orang/malam). Pengujung yang datang biasanya remaja dan dewasa, Pengunjung datang secara rombongan. Kegiatan yang biasa dilakukan oleh
pengunjung yaitu camping/outbond dan bermain di air terjun. Cipadayungan sering digunakan untuk kegiatan latihan dasar dan pramuka oleh sekolah-sekolah
di sekitar Sumedang dan dari luar Sumedang seperti dari Majalengka, Indramayu
6) Baru Beureum
Baru Beureum merupakan obyek wisata berupa areal perkemahan yang
berada di ketinggian 1209 m dpl (Gambar 8a). Obyek wisata Baru Beureum
berada di Desa Sindangsari Kecamatan Situsari. Jarak obyek dari pusat
pemerintahan Kabupaten Sumedang yaitu ±27 km, untuk mencapainya bisa
ditempuh dengan menggunakan kendaraan (motor/mobil) selama 1 jam-1 jam 30
menit. Rute untuk mencapai perkemahan Baru Beureum melalui
Sumedang-Tanjungsari-Situsari-Baru Beureum. Aksesibilitas menuju obyek dengan
menggunakan angkutan perkotaan (angkot) jurusan Situsari dari Terminal
Tanjungsari. Kondisi jalan dari Situsari menuju Baru Beureum melalui jalan desa
dengan kondisi aspal rusak, sehingga pengunjung bisa menggunakan jasa ojek
atau jalan kaki. Selama diperjalanan menuju obyek wisata Baru Beureum,
pengunjung bisa melihat lahan pertanian milik masyarakat dan pembibitan
palawija milik Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang.
(a) (b)
Gambar 8 (a) Areal Camping Baru Beureum, (b) Puncak Gunung Manglayang. Baru Beureum merupakan obyek wisata yang berada di kawasan Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat melalui KPH Sumedang di bawah pengelolaan
BKPH Manglayang Timur. Obyek tersebut dikelola oleh Karang Taruna Desa
Sindangsari. Fasilitas yang ada di obyek wisata yaitu MCK, mushola dan warung.
Biaya di dalam kawasan (camping Rp 1.000,00/orang/malam). Obyek wisata Baru Beureum merupakan obyek wisata yang sering dikunjungi oleh kalangan remaja
dan dewasa secara rombongan. Kegiatan yang sering dilakukan pengunjung yaitu
berkemah, mendaki dua puncak Gunung Manglayang (Gambar 8b), bersantai
sering digunakan oleh sekolah-sekolah di sekitar Baru Beureum untuk kegiatan
berkemah serta Perguruan Tinggi untuk kegiatan orientasi perkenalan kampus dan
pendidikan dasar pecinta alam.
7) Parakan Kondang
Parakan Kondang merupakan obyek wisata bumi perkemahan, yang
berada di pinggir Sungai Cimanuk dan berada diketinggian 120 m dpl (Gambar
9a). Obyek tersebut berada di Desa Kadujaya Kecamatan Jatigede. Jarak dari
pusat pemerintahan Kabupaten Sumedang yaitu ±53 km, yang bisa ditempuh
dengan menggunakan kendaraan (mobil/motor) selama 1 jam-1 jam 30 menit.
Rute untuk mencapai obyek Parakan Kondang melalui
Sumedang-Cimalaka-Paseh-Tomo-Jatigede-Parakan Kondang. Aksesibilitas menggunakan kendaraan
umum yaitu dengan angkutan pedesaan (angdes) jurusan Parakan Kondang dari
Terminal Tolengas. Selama di perjalanan menuju obyek, pengunjung bisa melihat
lahan pertanian masyarakat, hamparan persawahan dan tegakan jati milik Perum
Perhutani.
(a) (b)
Gambar 9 (a) Areal camping Parakan Kondang, (b) Sungai Cimanuk. Parakan Kondang merupakan obyek wisata di areal PLN PLTA Parakan
Kondang, obyek tersebut dikelola oleh koperasi PLTA Parakan Kondang.
Fasilitas yang berada di obyek wisata yaitu MCK, gazebo, areal parkir, mushola dan warung. Biaya di dalam kawasan (berkemah Rp 1.500,00/orang). Obyek
wisata Parakan Kondang sering dikunjungi kalangan remaja dan dewasa secara
rombongan. Kegiatan yang biasa dilakukan adalah berkemah, memancing di
Sungai Cimanuk, arung jeram di aliran Sungai Cimanuk dan belajar mengenai
sekolah-sekolah yang berasal dari Indramayu, Majalengka dan Cirebon untuk
kegiatan berkemah.
8) Cipanas Cileungsing
Cipanas Cileungsing merupakan obyek wisata sumber air panas
berbelerang yang berada diketinggian 353 m dpl. Air panas yang keluar dari
sumbernya dibuat pancuran (Gambar 10a) dan dialirkan ke kolam renang
(Gambar 10b). Obyek tersebut berada di Desa Sekarwangi Kecamatan Buahdua.
Jarak dari pusat pemerintahan ±26 km, untuk mencapainya bisa menggunakan
kendaraan (motor/mobil) selama 30 menit-1 jam. Rute untuk mencapai obyek
Cipanas Cileungsing yaitu melalui
Sumedang-Paseh-Conggeang-Buahdua-Sekarwangi. Aksesibilitas ke obyek menggunakan kendaraan umum yaitu dengan
angkutan perkotaan (angkot) jurusan Conggeang. Selama di perjalanan banyak
ditemui kebun buah salak dengan skala besar milik masyarakat setempat.
(a) (b)
Gambar 10 (a) Pancuran air panas berbelerang, (b) Kolam air panas berbelerang.
Cipanas Cileungsing merupakan obyek wisata di tanah milik masyarakat
yang dikelola oleh swasta. Fasilitas yang berada di obyek wisata yaitu MCK,
mushola, kolam renang, warung, loket masuk, areal parkir, pusat informasi,
penginapan, tempat fitnes, panggung hiburan dan galeri cendramata. Biaya di dalam kawasan (masuk kawasan Rp 5.000,00/dewasa, Rp 2.500,00/anak-anak),
parkir kendaraan (Rp 1.000,00/motor, dan Rp 2.000,00/mobil), menikmati potensi
dan daya tarik (berenang di kolam renang berbelerang Rp 3.000,00/orang, mandi
di pancuran air panas Rp 2.000,00/orang dan menginap di penginapan
Cileungsing Rp 80.000,00-Rp 150.000,00/malam). Obyek wisata Cipanas
rombongan. Kegiatan yang biasa dilakukan pengunjung di obyek wisata yaitu
berenang di kolam air panas berbelerang, menginap, mandi di pancuran air panas
langsung dari sumbernya. Pengunjung yang datang ke Cipanas Cileungsing sering
menggunakan hari libur untuk berkunjung. Pengunjung yang datang berasal dari
Sumedang, Indramayu, Majalengka, Kuningan dan Cirebon. Obyek wisata
Cipanas Cileungsing sering dijadikan tempat untuk hiburan atau pentas seni
kesenian daerah yakni kesenian kuda renggong.
9) Cipanas Sekarwangi
Cipanas Sekarwangi merupakan obyek wisata sumber air panas
berbelerang yang berada di ketinggian 362 m dpl. Air panas yang keluar dari
sumbernya dialirkan ke kolam renang (Gambar 11a) dan kamar-kamar. Obyek
wisata Sekarwangi berada di Desa Sekarwangi Kecamatan Buahdua. Jarak dari
pusat pemerintahan Kabupaten Sumedang yaitu ±23 km, untuk mencapai obyek
bisa menggunakan kendaraan (mobil/motor) selama 30 menit-1 jam. Rute untuk
mencapai obyek yakni melalui
Sumedang-Paseh-Conggeang-Buahdua-Sekarwangi. Aksesibilitas ke obyek menggunakan kendaraan umum yaitu dengan
angkutan perkotaan (angkot) jurusan Conggeang dari Terminal Ciakar Sumedang.
Selama di perjalanan menuju obyek, pengunjung bisa menemui banyak kebun
buah salak milik masyarakat setempat.
(a) (b)
Gambar 11 (a) Kolam air panas berbelerang, (b) Kolam permainan.
Cipanas Sekarwangi merupakan obyek wisata yang berada di kawasan
Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang. Obyek tersebut dikelola oleh Swasta.
Fasilitas yang berada di obyek yaitu MCK, klinik pengobatan, loket masuk,