• Tidak ada hasil yang ditemukan

Colonization and proliferation of white Nile tilapia testicular cells transplanted into black Nile tilapia triploid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Colonization and proliferation of white Nile tilapia testicular cells transplanted into black Nile tilapia triploid"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

KOLONISASI DAN PROLIFERASI SEL TESTIKULAR IKAN

NILA PUTIH YANG DITRANSPLANTASIKAN KE

IKAN NILA HITAM TRIPLOID

ANNA OCTAVERA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan in saya menyatakan bahwa tesis “Kolonisasi dan proliferasi sel testikular ikan nila putih yang ditransplantasikan ke ikan nila hitam triploid” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukkan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2012

(3)

ABSTRACT

ANNA OCTAVERA. Colonization and proliferation of white Nile tilapia testicular cells transplanted into black Nile tilapia triploid. Supervised by ALIMUDDIN and ODANG CARMAN.

The technology of fish testicular cells transplantation had been established to create a surrogate broodstock. This technology can also be utilized to generate YY-progenies that are useful to produce all-male fish. In this study, as a first step towards all-male tilapia production, white Nile tilapia testicular cells was transplanted into peritoneal cavity of triploid black tilapia larvae. A specific primer was designed to identify colonization and proliferation of transplanted cells in recipient fish using PCR method. Analysis of gonadosomatic index (GSI) was also performed to determine the transplanted cells proliferation in recipient gonad. The result of PCR analysis showed a specific DNA amplification product in the gonad of transplanted fish. The specific DNA donor was detected on the recipient gonad 90 dpt (days post transplantation) and it was not detected on 30 and 60 dpt. The GSI analysis showed that GSI recipient was increased and relatively similar with diploid non-transplanted Nile tilapia and it was higher than triploid non-transplanted Nile tilapia. These results showed that the donor cell could be colonized and proliferated in triploid black tilapia gonad. Thus, it is likely to obtain a broodstock that is able to produce donor-derived gamete in the near future.

(4)

RINGKASAN

ANNA OCTAVERA. Kolonisasi dan proliferasi sel testikular ikan nila putih yang ditransplantasikan ke ikan nila hitam triploid. Dibimbing oleh ALIMUDDIN and ODANG CARMAN

Teknologi transplantasi sel testikular sudah berkembang dalam pembuatan induk semang untuk rekayasa produksi benih ikan. Teknologi ini juga bisa diaplikasikan untuk membuat ikan YY yang berguna untuk memproduksi monoseks jantan. Dalam rangka pembuatan ikan nila putih YY langkah pertama yang dilakukan adalah mentransplantasikan sel testikular ikan nila putih ke ikan larva ikan nila hitam triploid, dan selanjutnya mengidentifikasi keberhasilan transplantasi. Marka diperlukan untuk mengidentifikasi kolonisasi, dan proliferasi sel donor. Marka yang dapat digunakan adalah pewarna sel PKH-26, dan marka molekuler spesifik ikan donor.

Marka molekuler diidentifikasi dengan menggunakan metode PCR dengan target DNA mitokondria (mtDNA). Sekuen mtDNA dari ikan nila hitam dan nila putih disejajarkan menggunakan program GENETYX versi 7.0 untuk mendesain primer spesifik untuk ikan nila putih yang selanjutnya dilakukan optimasi, dan uji sensitivitas PCR. Pada proses transplantasi, sel testikular ikan nila putih umur 4 bulan diambil, dan ditransplantasikan ke larva ikan nila triploid dengan metode mikroinjeksi. Ikan triploid diproduksi menggunakan kejutan panas. Deteksi kolonisasi dilakukan pada umur 1 bulan dengan melihat pendaran sel yang diwarnai PKH-26 di dalam gonad ikan nila hitam. Selanjutnya, proliferasi sel dideteksi menggunakan marka molekuler, dan perhitungan GSI pada umur 60, 90, dan 120 hari.

(5)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjaun suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(6)

KOLONISASI DAN PROLIFERASI SEL TESTIKULAR IKAN

NILA PUTIH YANG DITRANSPLANTASIKAN KE

IKAN NILA HITAM TRIPLOID

ANNA OCTAVERA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tesis : Kolonisasi dan proliferasi sel testikular ikan nila putih yang ditransplantasikan ke ikan nila hitam triploid

Nama : Anna Octavera

NRP : C151100161

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Alimuddin, S.Pi, M.Sc Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc

Ketua Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Akuakultur

Prof. Dr. Enang Harris, M.S Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

karunia-Nya sehingga karya ilmiah TESIS ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih

dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2011 sampai Februari 2012

adalah reproduksi dan genetika ikan, dengan judul “Kolonisasi dan proliferasi sel

testikular ikan nila putih yang ditransplantasikan ke ikan nila hitam triploid”.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini tidak semata

didapatkan sendiri, melainkan dengan bantuan orang-orang sekitar. Untuk itu

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Alimuddin, S.Pi, M.Sc selaku Pembimbing I yang telah membimbing

dan mengarahkan penulis selama melakukan penelitian sampai dengan

penyusunan karya ilmiah ini dan atas dukungan materil dan spiritual

selama perkuliahan dan penelitian.

2. Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc selaku Pembimbing II yang telah

membimbing dan mengarahkan penulis selama melakukan penelitian

sampai dengan penyusunan karya ilmiah ini.

3. Dr.Ir. M. Agus Suprayudi, M.Sc selaku penguji luar komisi atas saran dan

pengarahannya dalam memperbaiki penulisan tesis.

4. Ibunda Aniar serta kakak-kakakku Anita dan Antoni serta adikku Andri

yang telah memberi kasih sayang, doa restu, dukungan moril dan materil.

5. Mbak Lina dan Kang Dedi yang telah banyak membantu selama

penelitian.

6. Teman-teman S1, S2, dan S3 di Laboratorium Reproduksi dan Genetika

Organisme Akuatik, teman-teman Ilmu Akuakultur 2010 serta semua

pihak yang telah memberikan dukungan baik secara langsung maupun

tidak langsung.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyelesaian karya

ilmiah ini. Dengan harapan, karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan

para pembaca pada umumnya.

Bogor, Mei 2012

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sawahlunto, Sumatera Barat pada tanggal 24 Oktober

1984 dari Ayah Jamalis dan Ibu Aniar. Penulis merupakan anak ketiga dari empat

bersaudara.

Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SDN 02 Payakumbuh,

Sumatera Barat pada tahun 1991-1997 dilanjutkan di SLTPN 1 Payakumbuh pada

tahun 1997-2000, kemudian SMUN 2 Payakumbuh pada tahun 200 dan lulus

tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di IPB melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama dan memilih

program studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya

Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pada tahun 2008 penulis

menyelesaikan studi sarjana di IPB dan pada tahun 2010 melanjutkan di Sekolah

Pascasarjana, Program Studi Ilmu Akuakultur, Institut Pertanian Bogor.

Untuk menyelesaikan studi di sekolah pascasarjana, penulis melakukan

penelitian dengan judul tesis “Kolonisasi dan proliferasi sel testikular ikan nila

putih ke ikan nila hitam triploid”, di bawah bimbingan Dr. Alimuddin, S.Pi,

(10)

DAFTAR ISI

3.2 Desain Marka Molekuler Ikan Nila Putih ... .10

3.2.1 Identifikasi DNA Spesifik Ikan Nila Putih ... .10

3.2.2 Desain Primer Spesifik. ... 10

3.2.3 Optimasi PCR ... 10

3.2.4 Uji Sensitivitas PCR ... 11

3.3 Persiapan Ikan Nila Hitam Resipien untuk Transplantasi... 11

(11)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

4.1 Hasil ... 14

4.1.1 Identifikasi Marka Molekuler Ikan Nila Putih ... 14

4.1.2 Transplantasi Sel Testikular... 17

4.2 Pembahasan... 21

V. KESIMPULAN... 26

DAFTAR PUSTAKA... 27

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Beberapa jenis ikan nila (Oreochromis niloticus)... 4 2 Visualisasi pendaran GFP pada sel spermatogonia yang ditransplantasi

berhasil terinkorporasi, terproliferasi, dan berdiferensiasi menjadi

oosit..

5

3. Transplantasi sel germinal ikan rainbow trout pada larva ikan salmon

masu... 5

4. Potensi aplikasi teknologi transplantasi sel testikular... 6

5. Produksi ikan monoseks dengan metode transplantasi sel testikular... 7

6. Perkembangan sel germinal donor (rainbow trout) pada ikan resipien (salmon masu) dan hasil keturunan F1 ikan rainbow trout dari induk salmon masu... 7

7. Heatshock telur di dalam waterbath dan inkubasi penetasan telur dalam

akuarium... 12

8. Sel testikular ikan nila setelah pewarnaan dengan PKH-26... 13

9. Satu set alat mikroinjeksi dan penyuntikan larva ikan nila di rongga

peritoneal... 14

10. Elektroforegram mt-DNA ikan nila hitam dan ikan nila

putih... 15

11. Posisi primerforwarddanreversedari hasil penyejajaran mt-DNA ikan nila hitam dan ikan nila putih... 15

12. Elektroforegram mt-DNA ikan nila hitam (H1-H5) dan ikan nila putih

produk PCR menggunakan kombinasi primer MtTi-F2 dan MtTi-R1... 17

13. Elektroforegram dalam pengujian sensitivitas PCR... 17

14. Larva ikan nila hitam triploid. a) Larva tanpa fluorensensi; b) Larva

sebelum transplantasi; c) Larva sesaat setelah transplantasi... 18

15. Preparat kromosom ikan nila diploid dan triploid... 18

16. Fluoresensi PKH-26 di dalam gonad ikan nila hitam triploid transplan

umur 1 bulan... 19

17. Elektroforegram gonad ikan nila hitam 3n transplan umur 1 bulan... 19

(13)

hitam triploid transplan umur 90 hari... 20

19. Nilai gonadosomatic index (GSI) ikan nila triploid dan diploid transplan serta ikan nila triploid dan diploid tanpa transplantasi pada

umur 60, 90, dan 120 hari... 20

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil sekuensing DNA ikan nila hitam dari arahforward... 33

2. Hasil sekuensing DNA ikan nila hitam dari arahreverse... 34

3. Hasil sekuensing DNA ikan nila putih dari arahforward... 35

4. Hasil sekuensing DNA ikan nila putih dari arahreverse... 36

5. Hasil alignment sekuen DNA ikan nila putih dan ikan nila hitam dari arahforward... 37

6. Hasil alignment sekuen DNA ikan nila putih dan ikan nila hitam dari arahreverse... 38

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transplantasi sel germinal atau germ cell transplantation (GCT) merupakan manipulasi sel germinal yang awalnya dipelopori oleh Brinster dkk.

pada tahun 1994 (Majhi et al., 2009). Teknologi ini dilakukan dengan cara mentransplantasikan sel germinal yang berupa primordial germ cells (PGC) (Takeuchi et al., 2003) atau sel spermatogonia yang belum terdiferensiasi (Okutsu

et al., 2006a) ke dalam rongga perut larva ikan resipien, selanjutnya sel donor berdiferensiasi menjadi telur atau sperma ikan donor di dalam tubuh ikan resipien.

Pemijahan ikan resipien yang membawa sperma dan telur yang berkembang dari

sel donor, menghasilkan ikan target (Okutsuet al., 2006a). Keberhasilan teknologi ini telah ditunjukkan Takeuchi et al. (2003), dengan memproduksi ikan rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) menggunakan induk semang ikan salmon masu (Oncorhynchus masou). Optimasi keberhasilan transplantasi dijelaskan oleh Okutsu et al. (2007) yaitu dengan menggunakan resipien triploid, dan dihasilkan 100% larva dari donor. Di Indonesia, teknologi ini sudah dicoba oleh Alimuddin

et al. (2010) dengan mentransplantasikan sel testikular ikan gurami ke larva ikan nila.

Teknologi transplantasi sel germinal dapat berguna untuk konservasi

genetik ikan-ikan yang terancam punah dan sebagai induk pengganti (surrogate broodstock) dalam rekayasa produksi benih (Okutsu et al., 2006b). Selanjutnya Yoshizaki et al. (2010) menambahkan bahwa gonad resipien hasil transplantasi bersifat plastis. Sel spermatogonia dengan set kromosom XY yang disuntikkan ke

ikan resipien dapat berkembang menjadi gamet jantan dan betina. Dengan

demikian teknologi ini juga bisa dijadikan salah satu metode seks reversal alami

tanpa penambahan hormon dan perlakuan suhu. Oleh karena itu dari fenomena ini

akan diproduksi ikan nila betina fungsional sebagai langkah awal untuk

pembuatan nilasupermale(set kromosom YY).

Ikan nila merupakan salah satu komoditas utama budidaya Indonesia.

Berdasarkan hasil penelitian, ikan nila jantan lebih cepat tumbuh dibandingkan

dengan nila betina (Anderson & Smithermann, 1978). Beberapa teknologi sudah

(16)

adalah ikan nila GESIT (genetically supermale Indonesian tilapia) yang menghasilkan sekitar 98% jantan (BPPT, 2009). Namun demikian dalam

pembuatan ikan nila GESIT masih menggunakan hormon sintetik yang berpotensi

adanya residu hormon (Gross-Sorokinet al., 2005).

Ikan nila memiliki beberapa jenis, di antaranya adalah ikan nila hitam,

ikan nila putih, dan ikan nila merah. Ikan nila merah merupakan jenis yang paling

banyak digemari oleh masyarakat Indonesia dan konsumen luar negeri seperti

Amerika Serikat, Jepang, Taiwan, Arab Saudi, Kuwait, Singapura, dan beberapa

negara di Eropa, karena ukuran dan berat tubuhnya mirip ikan kakap terutama

yang berukuran 500 g/ekor (Josupeit, 2005). Ikan nila merah merupakan hasil

persilangan antara ikan nila hitam, dan ikan nila putih (Sumantadinata, 2010).

Ikan nila GESIT merupakan ikan nila hitam. Pada penelitian ini akan digunakan

ikan nila putih untuk produksi betina fungsional dalam pembuatan ikan nila

supermale. Tujuan akhir penelitian ini adalah membuat induk ikan nila putih YY dengan metode transplantasi yang diharapkan akan menghasilkan ikan nila merah

100% kelamin jantan.

Kolonisasi sel donor dalam gonad resipien merupakan bukti langkah awal

keberhasilan transplantasi (Okutsuet al. 2006a). Deteksi sel donor di dalam gonad resipien dapat dilakukan dengan cara: menggunakan marka gen GFP (green fluorescent protein), pewarna sel PKH-26, dan marka molekuler. Sel mengekspresikan gen GFP umumnya diperoleh dari ikan transgenik yang

mengekspresikan gen GFP (Farlora et al., 2009). Hingga saat ini ikan nila transgenik GFP belum ada di Indonesia, sehingga tidak memungkinkan

penggunaan marka GFP. Selain itu, aktivitas PKH-26 menurun setelah ikan

berumur 1 bulan, karena tertutup oleh pigmen tubuh. Dengan demikian, pada

penelitian ini akan dikembangkan marka molekuler untuk mendeteksi kolonisasi,

proliferasi, dan diferensiasi sel testikular ikan nila putih sebagai donor.

1.2 Rumusan Masalah

Ikan nila jantan memiliki pertumbuhan sekitar 40% lebih cepat

dibandingkan dengan yang betina (Anderson and Smitherman, 1978). Saat ini

sudah dikembangkan ikan nila GESIT, yaitu ikan nila jantan super yang dapat

(17)

pembuatan ikan nila GESIT menggunakan hormon sintetik yang berpotensi

adanya residu yang merusak lingkungan (Gross-Sorokin et al., 2005). Teknologi transplantasi sel testikular ikan dapat dijadikan alternatif pembuatan ikan nila

monoseks karena Yoshizaki et al. (2010) menerangkan bahwa gonad ikan hasil transplantasi bersifat plastis, yaitu sel donor bisa berkembang menjadi sperma dan

telur, sedangkan kromosom kelaminnya tetap XY.

Ikan nila merah merupakan salah satu jenis dari ikan nila yang paling

banyak digemari. Untuk membuat ikan nila merah dilakukan persilangan antara

ikan nila hitam, dan putih (Sumantadinata, 2010). Ikan nila GESIT merupakan

jenis dari nila hitam, sedangkan pada penelitian ini akan digunakan ikan nila putih

untuk membuat betina fungsional. Persilangan ikan betina fungsional dengan ikan

jantan normal akan menghasilkan supermale. Pada akhirnya benih monoseks jantan dapat dihasilkan dengan mengawinkan supermale dengan ikan betina normal.

Tahapan awal aplikasi teknologi transplantasi adalah mengidentifikasi sel

donor di dalam gonad resipien. Untuk itu diperlukan suatu metode deteksi yang

mudah diaplikasikan, seperti penggunaan marka molekuler. Oleh karena itu, pada

penelitian ini dikembangkan marka molekuler yang dapat membedakan sel gonad

ikan nila putih, dan ikan nila hitam, serta menganalisis keberhasilan transplantasi

sel testikular ikan nila putih ke ikan nila hitam.

1.3 Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mendesain marka molekuler, dan

menganalisis keberhasilan transplantasi sel testikular ikan nila putih dengan

melihat kolonisasi, dan proliferasi sel donor. Hasil dari penelitian ini diharapkan

dapat dijadikan sebagai pedoman dalam transplantasi sel testikular ikan nila putih

dalam rangka pembuatan ikan nila putih YY. Ikan nila putih YY berguna untuk

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan nila

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan air tawar yang berasal dari benua Afrika, dan telah masuk untuk dibudidayakan ke negara-negara

sub-tropis, dan tropis sejak tahun 1960-an (Phillay & Kutty, 2005). Ikan nila

memiliki beberapa jenis, seperti ikan nila hitam, ikan nila putih, dan ikan nila

merah (Sumantadinata, 2010). Ikan nila merah merupakan jenis yang paling

banyak digemari oleh masyarakat Indonesia dan konsumen luar negeri seperti

Amerika Serikat, Jepang, Taiwan, Arab Saudi, Kuwait, Singapura, dan beberapa

negara di Eropa karena ukuran dan berat tubuhnya mirip ikan kakap terutama

yang berukuran 500 g/ekor (Josupeit, 2005). Ikan nila merah merupakan hasil

persilangan antara ikan nila hitam, dan ikan nila putih (Sumantadinata, 2010).

Secara dimorfisme seksual ikan nila jantan memiliki keunggulan dari ikan

nila betina. Pertumbuhan ikan nila jantan lebih cepat sekitar 40% dibandingkan

dengan ikan nila betina (Anderson & Smithermann, 1978). Oleh karena beberapa

rekayasa telah dilakukan untuk memproduksi ikan nila monoseks jantan.

Gambar 1. Beberapa jenis ikan nila (Oreochromis niloticus). a) Ikan nila hitam; b) Ikan nila putih; c) Ikan nila merah

2.2 Transplantasi Sel Testikular

Transplantasi sel germinal atau germ cell transplantation (GTC) merupakan manipulasi sel germinal yang awalnya dipelopori oleh Brinster dkk.

pada tahun 1994 (Majhi et al., 2009). Teknologi ini dilakukan dengan cara mentransplantasikan sel germinal yang berupa primordial germ cells (PGC) (Takeuchi et al., 2003) atau sel spermatogonia yang belum terdiferensiasi (Okutsu

et al., 2006b) ke dalam rongga perut larva ikan resipien, selanjutnya sel donor berdiferensiasi menjadi telur atau sperma ikan donor di dalam tubuh ikan resipien

(Gambar 2). Pemijahan ikan resipien yang membawa sperma dan telur yang

(19)

Keberhasilan teknologi ini telah ditunjukkan Takeuchi et al. (2003), dengan memproduksi ikan rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) menggunakan induk semang ikan salmon masu (Oncorhynchus masou). Di Indonesia, teknologi ini sudah dicoba oleh Alimuddin et al. (2010) dengan mentransplantasikan sel testikular ikan gurami ke larva ikan nila.

Gambar 2. Visualisasi pendaran GFP pada sel spermatogonia yang ditransplantasi

berhasil terinkorporasi (A), terproliferasi (B), dan berdiferensiasi

menjadi oosit (C) (Yoshizakiet al., 2011).

Transplantasi sel germinal menggunakan teknik mikroinjeksi dengan

jarum mikro berupa gelas kapiler. Metode ini juga telah digunakan oleh Okutsu

(2006a) untuk menginjeksikan sel germinal yang mengandungstem cellsdari ikan

rainbow troutdonor ke larva ikan salmon masu resipien (Gambar 3).

(20)

Okutsu et al. (2006b) menerangkan manfaat dari teknologi transplantasi sel testikular ini yaitu sebagai salah satu metode untuk memproduksi ikan

transgenik, konservasi genetik ikan-ikan yang terancam punah, dan sebagai induk

pengganti (surrogate broodstock) dalam rekayasa produksi benih (Gambar 4).

Gambar 4. Potensi aplikasi teknologi transplantasi sel testikular, a) untuk

membuat produk transgenik; b) konservasi informasi genetik; dan c)

rekayasa produksi benih dengan induk semang (surrogate broodstock).

Selanjutnya, Yoshizakiet al. (2010) menambahkan bahwa gonad resipien hasil transplantasi bersifat plastis. Sel spermatogonia dengan set kromosom XY

yang disuntikkan ke ikan resipien akan berkembang menjadi gamet jantan dan

betina sehingga bisa dijadikan sebagai salah satu metode dalam diferensiasi

(21)

.

Gambar 5. Produksi ikan monoseks dengan metode transplantasi sel testikular

(Yoshizakiet al., 2010).

Pengembangan teknologi transplantasi sel germinal selanjutnya adalah

penggunaan ikan resipien triploid dalam produksi ikan target. Ikan triploid

memiliki 3 set kromosom (3n) sehingga tidak memungkinkan terjadi

perkembangan pada sel gonadnya. Artinya, ikan triploid adalah steril, dan tidak

dapat menghasilkan keturunan (Hussain et al. 1996). Kelebihan penggunaan ikan steril (triploid) sebagai resipien adalah ikan ini tidak mampu mengembangkan sel

gonadnya sendiri, sehingga kemungkinan perkembangan sel gonad ikan donor

dalam tubuh ikan resipien akan semakin tinggi. Okutsu et al.(2007) telah berhasil memproduksi benih ikanrainbow troutdari induk ‘semang’ salmon masu triploid (Gambar 6).

(22)

Sel testikular ikan rainbow trout dapat berkembang secara normal di dalam gonad ikan salmon triploid, sedangkan spermatogonia ikan salmon triploid

normal (steril) tidak berkembang (Gambar 6a). Terjadi perkembangan koloni oosit

ikan rainbow troutpada ovary ikan salmon triploid setelah 17 bulan (Gambar 6b bawah), sedangkan pada ikan triploid normal tidak terjadi perkembangan ovari

(Gambar 6b atas). Ekspresi GFP pada sel spermatogonia ikanrainbow troutdalam embrio salmon triploid merupakan bukti bahwa sel tersebut adalah sel donor

(Gambar 6c). Selanjutnya melalui pembuahan telur oleh sperma, maka diperoleh

juvenile ikanrainbow troutdari induk ‘semang’ ikan salmon (Gambar6d).

2.3 Marka Molekuler

Marka molekuler atau lebih dikenal dengan marker DNA sudah banyak

digunakan untuk melihat keragaman dari beberapa spesies ikan (Tnanh et al., 2010). Pada transplantasi sel, marka molekuler digunakan untuk mengidentifikasi

keberadaan sel donor di dalam sel resipien dengan menggunakan primer spesifik.

Menurut Okutsu et al.(2008) bahwa sel germinal donor ikanrainbow troutdapat diidentifikasi menggunakan primer spesifik berdasarkan sekuen gen vasa yang

diamplifikasi dengan metode PCR, sehingga hanya DNA dari sel germinal ikan

rainbow trout saja yang dideteksi oleh primer tersebut. Dalam pengembangan marka molekuler ikan nila putih, dan ikan nila hitam dapat menggunakan metode

SNP (single nucleotide polymorphism). SNP merupakan salah satu metode untuk skrining genom yang digunakan sebagai penanda yang terkait dengan lokus

penanda karakter (quantitative trait loci; QTLs) (Gibson & Muse, 2004). Dari metode ini akan didapatkan perbedaan sekuen DNA yang selanjutnya dapat

digunakan sebagai primer spesifik untuk mengidentifikasi DNA ikan nila putih

dan ikan nila hitam.

2.4 Pewarna Sel PKH-26

Pewarna sel PKH-26 merupakan bahan kimia yang dapat menandai sel

sehingga sel dapat berpendar dalam jangka waktu tertentu. PKH-26 dapat

digunakan untuk berbagai jenis sel. Selain itu, bahan kimia ini juga memiliki sifat

(23)

PKH-26 sering digunakan untuk menandai sel seperti penandaan bakteri yang

dilakukan oleh Kollner et al. (2002) yang melabeli bakteri Aeromonas salmonicida dalam penelitiannya untuk mengetahui antibodi monoklonal pada ikan rainbow trout (Oncorhynchus mykiss). Selain itu, pada penelitian Fischer et al. (1998) PKH-26 digunakan untuk menandai eritrosit pada ikan koki Carassius auratus.

Terdapat tiga jenis kit PKH yang dapat digunakan untuk pelabelan sel

antara lain PKH-2, PKH-67, dan PKH-26. PKH-2, dan PKH-67 merupakan

pelabel sel berpendar hijau dengan eksitasi (490 nm) dan emisi (504 nm),

sementara PKH-26 adalah berpendar merah dengan eksitasi (551 nm) dan emisi

(24)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2011 – Februari 2012, bertempat

di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Bogor.

3.2 Desain Marka Molekuler Ikan Nila Putih

3.2.1 Identifikasi DNA Spesifik Ikan Nila Putih.

DNA genom diekstraksi dari jaringan ikan nila hitam, dan ikan nila putih

menggunakan DNA purification KIT, QIAGEN (Maryland, USA). DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan PCR (polymerase chain reaction) dengan primer mtDNA-F: 5’- TMCTVACWTGAATTGGAGG– 3’ dan

mtDNA-R: 5’-GCGGAGACTTGCATGTGTAA-3’. Reaksi PCR dalam 10 µl

mengandung 1 µL bufer LA; 1 µL dNTPs mix; 1 µL MgCl2; 1 µL (1 pmol)

masing-masing primer; 0,05 µL LA Taq polymerase (Takara Bio, Shiga, Japan); dan 1 µL DNA. PCR dilakukan pada predenaturasi 94°C selama 3 menit, 35

siklus pada denaturasi 94°C selama 30 detik,annealing62°C selama 30 detik dan ekstensi 72°C selama 90 detik, serta ekstensi akhir 72°C selama 3 menit.

Selanjutnya hasil amplifikasi PCR disekuensing untuk mendapatkan sekuen

mt-DNA ikan nila hitam, dan nila putih.

3.2.2 Desain Primer Spesifik

Sekuen mtDNA dari ikan nila hitam, dan ikan nila putih di-alignment

(disejajarkan) menggunakan program GENETYX versi 7.0. Selanjutnya dari hasil

penyejajaran dipilih 2 pasang primerforwarddanreverseuntuk ikan nila putih.

3.2.3 Optimasi PCR.

Set primer digunakan dalam PCR untuk mendapatkan pasangan primer

yang dapat membedakan antara ikan nila hitam, dan ikan nila putih. Optimasi

PCR dilakukan dengan mengubah suhu annealing, dan lama waktu ekstensi, sehingga diperoleh program yang menghasilkan produk PCR spesifik ikan nila

(25)

3.2.4 Uji Sensitivitas PCR.

Uji sensitivitas PCR dilakukan untuk memperoleh konsentrasi DNA

terendah yang dapat menghasilkan produk PCR yang dapat terdeteksi dengan

elektroforesis. DNA ikan nila hitam dengan konsentrasi 200 ng/µL dicampur

dengan DNA ikan nila putih dengan konsentrasi 200 ng/µl. Selanjutnya DNA ikan

nila putih diencerkan bertingkat, yaitu 100, 10, 1, dan 0,1 ng/µL dan dicampur

dengan 200 ng/µ L DNA ikan nila hitam. DNA campuran ini digunakan dalam

PCR, dan hasilnya diseparasi dengan elektroforesis gel agarosa 1,5%.

3.3 Persiapan Ikan Nila Hitam Resipien untuk Transplantasi

Ikan resipien yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan nila hitam

triploid (steril) berumur 3 hari setelah menetas. Larva ikan nila yang digunakan

masih memiliki kuning telur. Tahap persiapan ikan resipien meliputi pemijahan

induk ikan nila secara buatan, proses triploidisasi, dan inkubasi telur hingga

menetas menjadi larva dan siap digunakan untuk transplantasi.

3.3.1 Pemijahan Buatan Ikan Nila

Pemijahan buatan ikan nila dilakukan dengan mencampur sel telur, dan sel

sperma dalam wadah berupa mangkok plastik. Langkah pertama yang dilakukan

ialah memasukkan induk nila betina, dan jantan yang sudah matang kelamin

dalam satu akuarium. Setelah 1-2 jam, kedua ikan akan melakukan pemijahan

(spawning) dan pada saat inilah kedua induk tersebut diambil, dan gamet dikeluarkan dengan cara stripping. Sperma yang keluar disedot dengan syringe1 mL, sedangkan telur dikeluarkan pada mangkuk, dan diberi larutan fisiologis

sebagai pengencer. Telur, dan sperma dimasukkan ke dalam sebuah wadah yang

bebas dari air, kemudian dicampur merata menggunakan bulu ayam. Setelah itu,

air ditambahkan secukupnya untuk mengaktifkan sperma sehingga fertilisasi telur

(26)

Inkubasi telur dilakukan pada saringan bulat yang diletakkan pada

akuarium berisi air yang mengandung MB (biru metilena) dengan suhu berkisar

28-30oC. Akuarium diberi aerasi kuat agar telur tetap teraduk, dan pasokan

oksigen tetap tersedia. Inkubasi embrio dilakukan selama 3-4 hari hingga menetas,

dan siap untuk ditransplantasi dengan sel donor dari ikan nila putih (Gambar 7b).

Gambar 7.Heatshocktelur di dalamwaterbath(a), dan inkubasi untuk penetasan telur dalam akuarium (b).

3.4 Persiapan Sel Testikular Ikan Donor

Ikan donor yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan nila putih

yang berumur sekitar 4 bulan. Prosedur persiapan sel testikular ikan donor

meliputi disosiasi testis, dan pewarnaan sel testikular.

3.4.1 Disosiasi Sel Testikular Ikan Donor

Ikan donor ditimbang, dan dibedah untuk diambil testisnya. Bobot testis

diukur untuk digunakan dalam penghitungan jumlah sel testikular yang

terkandung. Sebelum dilakukan proses disosiasi, bagian permukaan luar testis

dibersihkan menggunakan larutan bufer fosfat salin (PBS). Tahap pertama yang

dilakukan adalah testis dipotong kecil – kecil dengan panjang sekitar 0,5 cm di

cawan petri. Kemudian potongan testis dicacah sampai sedemikian kecil selama 3

– 5 menit. Setelah itu, 2 mL larutan tripsin 0,5% (dalam PBS) dimasukkan ke

dalam cawan petri yang berisi potongan testis. Testis tersebut dicacah kembali

sambil disedot-sedot menggunakan pipet untuk pengadukan. Selanjutnya, larutan

hasil cacahan testis diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung

mikro (microtube). Larutan cacahan testis yang terdapat dalam tabung mikro disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 12.000 rpm. Supernatan yang

(27)

spermatogenik tidak rusak dan menghentikan proses disosiasi. Setelah itu, cairan

diambil kembali menggunakan mikropipet sebanyak 1 μ L, diteteskan ke dalam

gelas objek cekung dan dilakukan penghitungan jumlah sel. Sel dihitung

menggunakan haemositometer untuk penentuan dosis transplantasi.

3.4.1 Pewarnaan Sel Testikular Ikan Donor

Metode pewarnaan sel pada penelitian ini menggunakan PKH-26

(SIGMA). PKH-26 adalah penanda yang mewarnai membran sel sehingga sel

tersebut akan berpendar warna merah ketika diamati di bawah mikroskop

fluoresens filter merah (Gambar 8b). Setelah sel testikular didisosiasi, sel

dimasukkan ke dalam tabung mikro 1,5 mL. Diluentdimasukkan ke dalam tabung mikro yang berisi sel sebanyak 3 kali volume sel (1 sel : 3 diluent). Pewarna PKH-26 dimasukkan sebanyak 3 μ L. Setelah pencampuran tersebut, sel di dalam

tabung mikro didiamkan selama kurang lebih 10 menit. Kemudian sel

disentrifugasi sebanyak dua kali dan supernatannya dibuang. Sel di dalam tabung

mikro tersebut diisi kembali dengan larutan PBS sebanyak volume awal.

Gambar 8. Sel testikular ikan nila setelah pewarnaan dengan PKH-26; a) Tanpa

fluoresensi; b) Dengan fluoresensi.

3.5 Teknik Transplantasi, dan Perlakuan Penelitian

Transplantasi sel dilakukan dengan menggunakan alat mikroinjektor

(mikroskop Stemi DV4, Zeiss) (Gambar 9a). Ikan resipien ditransplantasi dengan

dosis 5000 sel donor/0,5µL PBS/ekor ikan (Lacerdaet al., 2008). Sel diinjeksikan pada rongga peritoneal larva menggunakan jarum mikroinjeksi yang digerakkan

secara manual dengan mikromanipulator. Transplantasi dilakukan pada larva

berumur 3 hari setelah menetas (Gambar 9b).

a

(28)

Gambar 9. Satu set alat mikroinjeksi (a), dan penyuntikan larva ikan nila di

rongga peritoneal (b).

3.6 Deteksi Kolonisasi Sel Donor

Deteksi kolonisasi sel donor dilakukan pada umur 30, 60, 90, dan 120 hari

pascatransplantasi. Pada umur 30 hari sel donor dideteksi dengan menggunakan

mikroskop fluoresens untuk melihat pendaran dari PKH-26. Selanjutnya deteksi

sel donor dilakukan dengan menggunakan marka molekuler hasil penelitian

sebelumnya. Gonad ikan transplan dibedah, dan DNA diekstraksi menggunakan

kit seperti dijelaskan sebelumnya. DNA hasil ekstraksi diamplifikasi PCR dengan

menggunakan primer spesifik ikan nila putih. Hasil PCR dielektroforesis dengan

menggunakan gel agarosa 1,5%.

3.7 Analisis Proliferasi Sel Donor

Proliferasi sel donor dianalisis dengan menggunakan PCR, dan

penghitungan GSI (gonadosomatic index). Bobot tubuh dan gonad ikan hasil transplantasi (triploid, dan diploid), ikan triploid, dan diploid tanpa transplantasi

diukur pada umur 60, 90, dan 120 hari. Selanjutnya DNA gonad diekstraksi, dan

digunakan dalam amplifikasi PCR dengan menggunakan primer spesifik ikan nila

putih. Hasil amplifikasi PCR dielektroforesis dengan menggunakan gel agarosa

1,5%.

3.8 Analisis Data

Keberhasilan transplantasi ditentukan dari persentase kolonisasi sel ikan

donor di dalam gonad resipien, sedangkan proliferasi sel dilihat dari peningkatan

nilai GSI, dan hasil PCR setiap bulannya. Semua data disajikan dalam bentuk

(29)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Marka Molekuler Ikan Nila Putih

Kandidat marka molekuler untuk ikan nila putih didesain dari sekuen

mtDNA ikan nila putih, dan ikan nila hitam. mtDNA dari ikan nila putih, dan

ikan nila hitam diamplifikasi dengan PCR (Gambar 10), dan selanjutnya

disekuensing untuk mendapatkan sekuen mtDNA (Lampiran 1;2;3;4).

Gambar 10. Elektroforegram mtDNA ikan nila hitam (H1-H5), dan ikan nila putih

(P1-P5) produk PCR menggunakan primer universal ikan nila. M=

marka DNA. Angka di sebelah kiri gambar adalah ukuran fragmen

marka DNA. Tanda panah di sebelah kanan gambar menunjukkan

produk PCR target.

(30)

Kandidat marka molekuler ditentukan dari homologi sekuen, dan

perbedaan nukleotida di ujung 3’. Dari hasil penyejajaran (Lampiran 5; 6)

diperoleh homologi sekuen yang cukup tinggi (sekitar 90%), sehingga kandidat

marka ditentukan dari perbedaan nukleotida di ujung 3’, khususnya guanin (G),

dan sitosin (C). Hasil penyejajaran menunjukkan beberapa daerah yang berbeda di

ujung 3’ (Gambar 11). Dua pasang primer untuk ikan nila putih didesain, yaitu

MtTi-F1: 5’-TCCTATATAAATACATACAAC-3’, dan MtTi-R1: 5’-ACA

CACATTAAGTAATATAAC-3’; MtTi-F2:

5’-ACCCACCATCCTATCTTCCG-3’, dan MtTi-R2: 5’-CTCGTGCATTGATA GTACTAG-3’. Set primer tersebut

digunakan dalam amplifikasi PCR untuk mencari pasangan primer yang dapat

membedakan ikan nila hitam, dan ikan nila putih. Empat kombinasi pasangan

primer dilakukan untuk mendapatkan primer yang spesifik untuk ikan nila putih.

(31)

Gambar 12. Elektroforegram mtDNA ikan nila hitam (H1-H5), dan ikan nila putih

(P1-P5), produk PCR menggunakan kombinasi primer MtTi-F2, dan

MtTi-R1. M= marker DNA. Angka di sebelah kiri gambar adalah

ukuran fragmen marka DNA. Tanda panah di sebelah kanan gambar

menunjukkan produk PCR spesifik ikan nila putih.

Pengujian sensitivitas PCR dilakukan untuk mengetahui kemampuan

primer spesifik yang dijadikan sebagai marka molekuler dalam mendeteksi

konsentrasi terendah DNA ikan nila putih di dalam DNA ikan nila hitam. Dari

hasil pengujian diperoleh rasio terendah yang dapat dideteksi dengan marka

molekuler, yaitu 10 : 200 ng/µL (Gambar 13) yang berarti konsentrasi DNA ikan

nila putih terendah yang dapat dideteksi oleh marka molekuler adalah 10 ng/µL di

dalam 200 ng/µL DNA ikan nila hitam.

Gambar 13. Elektroforegram dalam pengujian sensitivitas PCR. 200-0.1 = rasio

konsentrasi DNA ikan nila putih : ikan nila hitam. M = marker DNA.

Produk PCRdiseparasi sebanyak 3 μ L.Angka di sebelah kiri gambar

adalah ukuran fragmen marka DNA. Tanda panah di sebelah kanan

gambar menunjukkan produk PCR spesifik DNA ikan nila putih.

4.1.2 Transplantasi sel testikular

Pendaran PKH-26 di dalam larva (Gambar 14) terdeteksi sesaat setelah

penyuntikan. Hal ini menunjukkan keberhasilan penyuntikan. Selanjutnya larva

(32)

dianalisis, semuanya menunjukkan adanya 3 kromosom berukuran besar dengan

jumlah kromosom 66 (Gambar 15). Hal ini berarti ikan tersebut semuanya

triploid.

Gambar 14. Larva ikan nila hitam triploid. a) Larva tanpa fluoresensi; b) Larva

sebelum transplantasi; c) Larva sesaat setelah transplantasi.

Gambar 15. Preparat kromosom ikan nila diploid, dan triploid Tanda panah

menunjukkan kromosom berukuran besar yang menjadi penanda

tingkat ploidi pada ikan nila.

Kolonisasi sel ikan nila putih di dalam gonad ikan nila hitam triploid pada

umur 30 hari dapat terdeteksi menggunakan mikroskop fluoresens (Gambar 16).

Pendaran PKH-26 di dalam gonad (Gambar 16) menunjukkan sel testikular ikan

nila putih berhasil terkolonisasi di dalam gonad ikan nila hitam triploid dengan

persentase kolonisasi 80%. Akan tetapi, dari hasil PCR tidak terlihat adanya

produk amplifikasi DNA ikan nila putih di dalam gonad ikan nila hitam triploid

(Gambar 17). Selanjutnya, hasil amplifikasi DNA dari gonad ikan umur 60 hari,

masih menunjukkan hasil yang sama dengan umur 30 hari, yaitu tidak adanya

(33)

Gambar 16. Fluoresensi PKH-26 di dalam gonad ikan nila hitam triploid transplan

umur 1 bulan. (kiri: foto gonad dengan menggunakan filter

fluoresens; kanan: foto gonad tanpa menggunakan filter fluoresens).

Gambar 17. Elektroforegram gonad ikan nila hitam 3n transplan umur 1 bulan.

M= Marker. 1-9 = DNA gonad ikan nila triploid transplant. P= DNA

ikan nila putih. H= DNA ikan nila hitam. Angka di sebelah kiri

gambar adalah ukuran fragmen marka DNA. Tanda panah di sebelah

kanan gambar menunjukkan produk PCR spesifik DNA ikan nila

putih.

Pada identifikasi gonad ikan umur 90 hari terlihat adanya hasil amplifikasi

DNA ikan nila putih (Gambar 18). Selanjutnya, nilai GSI ikan nila triploid

transplan lebih tinggi daripada ikan nila triploid tanpa transplantasi (Gambar 19). Kontrol

3n transplan

(34)

Gambar 18. Elektroforegram produk PCR menggunakan DNA dari gonad ikan

nila hitam triploid transplan umur 90 hari (1=5). P= DNA ikan nila

putih. H= DNA ikan nila hitam. M= marker DNA. Angka di

sebelah kiri gambar adalah ukuran fragmen marka DNA. Tanda

panah di sebelah kanan gambar menunjukkan produk PCR spesifik

DNA ikan nila putih.

Gambar 19. Nilai gonadosomatic index (GSI) ikan nila triploid (3nT), dan diploid (2nT) transplan, serta ikan nila triploid (3nK), dan diploid

(2nK) tanpa transplantasi pada umur 60, 90, dan 120 hari.

Pada penampakan gonad ikan umur 90, dan 120 hari (Gambar 20) terlihat

perbedaan ukuran yang nyata antara gonad ikan nila triploid hasil transplantasi

dengan gonad ikan nila triploid tanpa transplantasi. Ukuran gonad ikan nila

(35)

Gambar 20. Ukuran ikan dan gonad pada umur 60, dan 120 hari. 3nT= gonad ikan

nila triploid transplant. 3nK= gonad ikan nila tanpa transplantasi.

2nT= gonad ikan nila diploid transplant. 2nK= gonad ikan nila

diploid tanpa transplantasi.

4.2 Pembahasan

Transplantasi sel testikular ikan nila putih ke larva ikan nila hitam triploid

berhasil dilakukan. Sel testikular ikan nila putih sebagai donor berhasil

terkolonisasi, dan terproliferasi di dalam gonad ikan nila hitam sebagai resipien.

Okutsu et al. (2006a) menyebutkan bahwa keberhasilan transplantasi sel dapat dilihat dari kolonisasi, proliferasi, dan diferensiasi sel donor di dalam gonad

resipien. Pada penelitian ini, analisis keberhasilan transplantasi hanya sampai

pada tahap proliferasi sel donor. Transplantasi ikan nila putih ke ikan nila hitam

ini termasuk transplantasi intra-spesies (spesies sama). Berdasarkan penelitian

Okutsu et al (2006a) yang mentransplantasikan sel testikular ikan rainbow trout

ke ikan salmon masu, salmon masu berhasil memproduksi sperma dan sel telur

ikan rainbow trout. Transplantasi yang dilakukan Okutsu et al. (2006a) ini termasuk ke dalam transplantasi inter-spesies (spesies beda). Oleh karena itu,

transplantasi ikan nila putih ke ikan nila hitam adalah berhasil, dan sel testikular

ikan nila putih sangat besar potensinya untuk terdiferensiasi di dalam gonad ikan

nila hitam.

Pada penelitian ini kolonisasi, dan proliferasi dideteksi dengan

(36)

PKH-26 merupakan pewarna sel yang dapat berpendar sehingga dapat dijadikan sebagai

marka dalam proses transplantasi. Akan tetapi, aktivitas dari PKH-26 menurun

setelah 33 hari (Yazawa et al., 2010) sehingga penggunaan marka molekuler dikatakan lebih aplikatif. Pada penelitian ini, marka molekuler ikan nila putih

berhasil didesain, dan digunakan sebagai marka dalam deteksi keberhasilan

transplantasi. Penggunaan marka molekuler ini sudah dikembangkan oleh

Okutsu et al. (2008). Sel germinal donor ikan rainbow trout dapat diidentifikasi menggunakan primer spesifik berdasarkan sekuen gen vasa yang diamplifikasi dengan metode PCR, sehingga hanya DNA dari sel germinal ikan rainbow trout

saja yang dideteksi oleh primer tersebut. Selain itu, Achmad et al. (2009) juga berhasil menemukan marka molekuler untuk mendeteksi keberadaan sel germinal

ikan gurami di dalam gonad ikan nila.

Dalam pembuatan marka molekuler ikan nila putih digunakan metode

SNPs (single nucleotide polymorphisms). Salah satu fungsi dari SNPs adalah dapat dijadikan sebagai marka molekuler untuk mengidentifikasi karakter tertentu

dari organisme (Brutlag, 2010). Mitokondria dapat dijadikan sebagai salah satu

target gen yang bisa dijadikan alternatif marka dengan metode SNPs ini. PCR

menjadi salah satu faktor penting dalam perkembangan metode ini (Saiki et al., 1985) karena data sekuen dari organisme diperlukan untuk membuat sekuen

primer spesifik untuk lokus gen tertentu (Kwok & Chen, 2003). Pada penelitian

ini produk PCR dari mitokondria ikan nila putih dan hitam (Gambar 10)

disekuensing untuk mendapatkan sekuen nukleotida yang berbeda. Dari hasil

penyejajaran sekuens ikan nila putih dan hitam (Gambar 11) dengan program

GENETYX versi 7.0 diperoleh beberapa daerah yang berbeda untuk dijadikan

primer spesifik.

Penentuan pembuatan primer spesifik dilihat dari perbedaan basa

nukleotida di ujung 3. Sekuen nukleotida di ujung 3’ sangat penting saat

annealingdan ekstensi primer dengan DNA polimerase pada awal PCR (Onodera, 2007). Basa nukleotida G dan C merupakan basa yang memiliki tiga ikatan

hidrogen, sehingga lebih stabil dibandingkan dengan basa adenin (A) dan timin

(37)

pembeda DNA ikan nila putih dan ikan nila hitam. Dari 2 set kandidat primer

dilakukan optimasi PCR dengan mengubah suhu annealing dan waktu ekstensi (pemanjangan). Annealingmerupakan tahapan penempelan primer dalam tahapan PCR. Kesesuaian suhu annealing menjadi kunci dalam spesifitas penempelan primer terhadap cetakan/template (Rasmussen, 1992). Suhu annealing diperoleh dari persentase jumlah nukleotida G dan C dalam primer. Semakin banyak G dan

C dalam primer, primer tersebut akan berikatan lebih kuat dengan komplemennya.

Oleh karena itu, suhuannealingyang digunakan menjadi lebih tinggi bila jumlah GC lebih banyak (Dale & Schantz, 2002). Suhu annealing yang didapatkan setelah melihat persentase G dan C adalah 47°C, 54°C dan 69°C. Kisaran suhu

annealing ini masih termasuk dalam kisaran suhu annealing yang direkomendasikan oleh Walker and Rapley (2002). yaitu 40-60°C.

Ekstensi merupakan tahapan pemanjangan sekuen nukleotida. Lama waktu

ekstensi ditentukan dari panjang target DNA hasil amplifikasi. Secara umum,

untuk setiap 1 kilo basa (kb) panjang produk PCR dibutuhkan lama waktu

ekstensi 1 menit (Erlich, 1989). Dari rancangan primer dapat diprediksi panjang

target DNA yaitu sekitar 400 – 600 bp. Dari suhu annealing dan lama waktu ekstensi dirancang program PCR sesuai dengan kombinasi primer

masing-masingnya (Tabel 1). Dari hasil PCR, kombinasi primer MtTi-F2 dan MtTi-R1

dapat dijadikan marka molekuler pembeda DNA ikan nila putih dan ikan nila

hitam (Gambar 12) sedangkan hasil PCR dari kombinasi pasangan primer yang

lain tidak menunjukkan spesifitas produk ikan nila hitam dan ikan nila putih

(Lampiran 7).

Pengujian sensitivitas PCR dilakukan untuk mengetahui kemampuan

primer spesifik yang dijadikan sebagai marka molekuler, dalam mendeteksi

konsentrasi terendah DNA ikan nila putih di dalam DNA ikan nila hitam. Hasil

pengujian sensitivitas PCR ini menunjukkan konsentrasi DNA ikan nila putih

terendah yang masih dapat diamplifikasi oleh PCR yaitu sebesar 10 ng/µL di

dalam 200 ng/µL DNA ikan nila hitam (Gambar 13). Kemampuan deteksi ini

(38)

membedakan DNA ikan gurami di dalam DNA ikan nila. Homologi sekuen DNA

ikan nila putih dan ikan nila hitam relatif tinggi sehingga cukup sulit dalam

menentukan primer spesifik. Jika dibandingkan dengan marka ikan gurami yang

dilaporkan Achmad et al. (2009) bahwa homologi sekuen gen GH (growth hormone) yang dijadikan target marka, relatif rendah sehingga primer yang didesain dapat lebih spesifik. Rasmussen (1992) menambahkan bahwa sensitivitas

PCR dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni sekuen dan konsentrasi primer,

konsentrasi DNA cetakan, dan suhuannealing. Selanjutnya marka molekuler ikan nila putih ini dijadikan sebagai pendeteksi keberhasilan transplantasi sel testikular

ikan nila putih ke ikan nila hitam.

Dari hasil penelitian ini diperoleh persentase keberhasilan kolonisasi

sebesar 80%. Dari 5 ekor gonad resipien yang diperiksa pendaran PKH-26nya

terdapat 4 ekor yang positif berpendar (Gambar 16). Pendaran PKH-26 pada

gonad resipien pada umur 30 hari (Gambar 16) menunjukkan sel testikular ikan

nila putih berhasil terkolonisasi di dalam gonad resipien. Hasil yang sama juga

dilaporkan pada transplantasi intra-spesies rainbow trout yaitu kolonisasi terjadi pada 20 hari setelah transplantasi (Okutsu et al., 2006; Yano et al., 2008). Hasil kolonisasi ini menunjukkan bahwa sel testikular yang ditransplantasikan ke larva

resipien tidak ditolak oleh sistem imun dari resipien dan selanjutnya berhasil

terinkorporasi ke dalam genital ridge. Larva yang baru menetas belum memiliki sistem imun dan sel T (Manning & Nakanishi, 1996) dan dari fenomena ini

transplantasi sel testikular lebih efektif jika dilakukan pada stadia larva karena

tidak terjadi penolakan sel eksogenus dari dalam tubuh larva (Yoshizaki et al., 2011). Selanjutnya sel testikular yang mengandungspermatogonial stem cellyang disuntikkan pada rongga peritoneal larva ini akan bermigrasi ke genital ridge

dengan gerakan kemotaksis oleh pseudopia (Raz, 2004).

Proliferasi sel testikular ikan hasil transplantasi ditunjukkan oleh hasil

elektroforesis produk PCR pada umur 90 hari (Gambar 18). Pada umur 30 hari

pita positif DNA ikan nila putih tidak terlihat (Gambar 17) dan mulai terlihat

pada umur 90 hari. Secara visualisasi pendaran GFP yang ditunjukkan oleh

(39)

memperbanyak diri (proliferasi) dan selanjutnya berdiferensiasi. Oleh karena itu

pada hasil transplantasi pada penelitian ini, marka molekuler belum bisa

mendeteksi sel ikan nila putih karena jumlahnya masih sedikit, selanjutnya pada

umur 90 hari sel testikular ikan nila putih berhasil terproliferasi sehingga dapat

terdeteksi pada PCR. Keberhasilan proliferasi ini juga ditunjukkan pada

peningkatan nilai GSI ikan nila triploid transplan dari umur 60, 90 dan 120 hari

(Gambar 18). Peningkatan nilai GSI ikan nila triploid transplan relatif hampir

sama dengan nilai GSI ikan nila diploid. Sehingga dapat dikatakan gonad ikan

nila triploid transplan dapat berkembang secara normal dengan membawa sel

testikular dari ikan donor.

Dari nilai GSI juga dapat dilihat perbedaan perkembangan gonad ikan nila

triploid transplan dengan non transplan. Hussainet al. (1996) melaporkan bahwa perkembangan gonad ikan nila triploid tidak sama dengan ikan nila diploid.

Sperma yang dihasilkan ikan nila triploid tidak fungsional sehingga tidak bisa

digunakan untuk pembuahan. Oleh karena itu ikan hasil triploidisasi dikatakan

sebagai ikan steril. Dari hasil penelitian ini, nilai GSI ikan nila triploid non

transplan paling rendah dibandingkan dengan ikan nila triploid transplan dan

diploid transplan. Hal ini menunjukkan ikan nila triploid non-transplan tidak

mengalami perkembangan gonad. Selanjutnya, untuk ikan nila triploid transplan

dapat dikatakan perkembangan gonadnya hampir sama dengan ikan diploid. Hasil

ini juga didukung oleh visualisasi ukuran gonad (Gambar 20). Ukuran gonad ikan

nila triploid transplan relatif sama dengan ukuran gonad diploid. Hasil yang

serupa juga dilaporkan oleh Okutsu et al. (2007) bahwa terdapat perbedaan perkembangan gonad antara resipien triploid dengan triploid non-transplan

(Gambar 6).

Selanjutnya dari hasil penelitian ini, maka transplantasi ikan nila untuk

dijadikan sebagai salah satu metode seks reversal dalam rangka pembuatan ikan

nila supermale(YY) menjadi mungkin. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai model dalam perkembangan transplanstasi sel testikular di

Indonesia sesuai dengan tujuan-tujuan dari transplantasi seperti pembuatan ikan

transgenik, konservasi informasi genetik ikan-ikan terancam punah dan rekayasa

(40)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Marka molekuler ikan nila putih berhasil didesain dan dapat digunakan

untuk membedakan sel testikular ikan nila putih di dalam tubuh ikan nila hitam.

Selanjutnya sel testikular ikan nila putih berhasil terkolonisasi dan terproliferasi di

dalam gonad ikan nila hitam triploid.

5.2 Saran

Uji fungsional gamet ikan nila hitam triploid perlu dilakukan untuk

memperoleh induk ikan nila resipien yang dapat menghasilkan sperma dan telur

ikan nila putih. Analisis kadar dan jenis hormon perlu dilakukan untuk mengkaji

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad A, Alimuddin, Carman O, Arfah H, dan Zairin MJr. 2009. Penggunaan

gen GH sebagai marka molekuler DNA gurami, Osphronemus goramy

dalam pengembangan teknologisurrogate broodstock. Jurnal Perikanan 6 (2): 157-160

Alimuddin, Zairin MJr, dan Arfah H. 2010. Teknologi transplantasi sel testicular

dalam rekayasa produksi benih ikan gurami (Osphronemus goramy): optimasi transplantasi menggunakan sel donor dari ikan gurami muda dan

resipien ikan triploid. Laporan akhir penelitian. Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi.

Anderson CE, and Smitherman RO. 1978. Production of normal male and

androgen sex reversed Tilapia aurea and T. nilotica fed a commercial catfish diet in ponds. In “Culture of Exotic Fishes" (W. L. Shelton and J.

H. Grover, eds.). pp 34- 42. Fish Cul. Sect., Am. Fish. Soc., Auburn,

Alabama

BPPT. 2009. Press tour ke pusat pengembangan ikan nila gesit. Kerjasama BPPT,

IPB, dan DKP. www.bppt.go.id. [17 Februari 2012].

Brutlag D. 2010. Simple nucleotide polymorphisms (SNPs). Computational

molecular biology biochem 218 – biomedical informatics 231. Stanford

University.

Dale JW and Schantz MV. 2002. From genes to genomes: concepts and

applications of DNA technology. John Wiley & Sons Ltd, England.

Erlich HA. 1989. PCR technology principles and application for DNA

amplification. M Stockton Press, New York.

Farlora R, Kobayashi S, Franca LR, Batloumi SR, Lacerda SMSN, and Yoshizaki

G. 2009. Expression of GFP in transgenic tilapia under the control of the

medaka β-actin promoter: establishment of a model system for germ cell

(42)

Fischer U, Ototake M, Nakanishi T. 1998. In-vitro cell mediated cytotoxicity against allogeneic erythrocytes in gimbuna crucian carp and goldfish using

a non-radioactiveassay.Dev. Comp.Immunol. 22: 195–206.

Gibson G, Muse SV. 2004. A primer of genome science. Sinauer Associates,

Sunderland. 378p.

Griffith AJF, Wessler SR, Lewontin RC, Gelbart WM, Suzuki DT, and Miller JH.

2005. An introduction to genetic analysis. W.H. Freeman and Company.

America.

Gross-Sorokin MY, Roast SD, Brighty GC. 2005. Assessment of feminization of

male fish in english rivers by the environment agency of England and

Wales.Environmental Health Perspectives114: 147-151.

Hussain M.G, Penman MJ and McAndrew BJ. 1996. Effects of triploidy on sexual

maturation and reproduction in Nile tilapia, Oreochromis niloticus L. p.

320-325. In Pullin RSV, Lazard J, Legendre M, Amon Kothias JB and

Pauly D (eds.). The Third International Symposium on Tilapia In

Aquaculture. ICLARM Conf. Proc. 41: 575 p

Josupeit H. 2005. World market of tilapia. Volume 79, Globefish. FAO's Fishery

Industries Division, Rome, Italy.

Karanis P, Thekisoe O, Kiouptsi K, Ongerth J, Igarashi I, and Inoue N. 2007.

Development and preliminary evaluation of a loop-mediated isothermal

amplification procedure for sensitive detection of Cryptosporidium

oocysts in fecal and water samples. Applied and Environmental Microbiology73(17): 5660–5662.

Kollner B, WasserrabB, KotterbaG, and Fischer U. 2002. Evaluation of immune

functions of rainbow trout (Oncorhynchus mykiss)- how can environmental influences be detected?Toxicology Letters, 131: 83–95

Kwok PY and Chen X. 2003. Detection of single nucleotide polymorphisms.

(43)

Lacerda SMSN, Batlouni SR, Assis LH, Resende FM, Campos-Silva SM,

Campos-Silva R, Segatelli TM, and França LR. 2008. Germ cell

transplantation in tilapia (Oreochromis niloticus).Cybium,32(2): 115-118.

Majhi SK, Hattori RS, Yokota M, Watanabe S, and Strussmann CA. 2009. Germ

cell transplantation using sexually competent fish: an approach for rapid

propagation of endangered and valuable germline. Department of Marine

Bioscience, Tokyo University of Marine Science and Technology, Tokyo,

Japan.

Manning MJ, Nakanishi T. 1996. The specific immune system: cellular defenses.

In Iwama G, Nakanishi T (Eds.). The fish immune system. Academic Press, New York, pp. 159–205.

Okutsu T, Suzuki K, Takeuchi Y, Takeuchi T, and Yoshizaki. 2006a.Testicular

germ cells can colonize sexually undifferentiated embryonic gonad and

produce functional eggs in fish. Department of Marine Biosciences, Tokyo

University of Marine Science and Technology, Japan.

Okutsu T, Yano A, Nagasawa K, Shikina S, Kobayashi T, Takeuchi Y, and

Yoshizaki G. 2006b. Manipulation of fish germ cell: visualization,

cryopreservation and transplantation.J. Reprod. Dev., 52: 685.

Okutsu T, Shikina S, Kanno M, Takeuchi Y, and Yoshizaki G. 2007. Production

of trout offspring from triploid salmon parents.Science, 317:1517.

Okutsu T, Takeuchi Y, and Yoshizaki G. 2008. Spermatogonial transplantation in

fish: Production of trout offspring from salmon parents. In: Tsukamoto K,

Kawamura T, Takeuchi T, Beard TD, Kaiser MD. (Eds.). Fisheries for

global Welfare and environment, 5th World Fisheries Congress. Terrapub,

p 209-219

Onodera K. 2007. Selection for 3-end triplets for polymerase chain reaction

primers. In Yuryev A. (ed). 2007. Methods in molecular biology: PCR

(44)

Phillay TVR, and Kutty MN. 2005. Aquaculture principles and practices.

Bleckwall publishing. 624p

Rasmussen R. 1992. Optimizing rapid cycle DNA amplification reactions. The RapidCylist Newsletter1(1): 77-83.

Raz, E., 2004. Guidance of primordial germ cell migration. Curr. Opin. Cell. Biol. 16: 169–173.

Saiki RK, Scharf S, Faloona F, Mullis KB, Horn GT, Erlich HA, and Arnheim N.

1985. Enzymatic amplification of beta-globin genomic sequences and

restriction site analysis for diagnosis of sickle cell anemia. Science 230: 1350-1354.

Sumantadinata K. 2010. Teknologi produksi benih unggul ikan nila merah hibrida

monoseks jantan. 102 Inovasi Indonesia, halaman 62-63.

Takeuchi Y, Yoshizaki G, and Takeuchi T. 2003. Generation of live fry from

intraperitoneally transplanted primordial germ cells in rainbow trout.

Tokyo University of Marine Science and Technology, Japan.

Thanh NM, Barnes AC, Mather PB, Li Y, and Lyons RE. 2010. Single nucleotide

polymorphisms in the actin and crustacean hyperglycemichormone genes

and their correlation with individual growth performance in giant

freshwater prawnMacrobrachium rosenbergii.Aquaculture, 301: 7–15.

Walker JM and Rapley R. 2002. Molecular biology and biotechnology fourth

edition.The Royal Society of Chemistry. 555 p.

Yano A, Suzuki K, Yoshizaki G. 2008. Flow-cytometric isolation of testicular

germ cells from rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) carrying the green fluorescent protein gene driven by trout vasa regulatory regions. Biol. Reprod,78: 151–158.

Yazawa R, Takeuchi Y, Higuchi K, Yatabe T, Kabeya N, Yoshizaki G. 2010.

(45)

of intraperitoneally transplanted xenogenic germ cells.Bio. Reprod. 82(5): 896-904.

Yoshizaki G, Okutsu T, Ichikawa M, Hayashi M, and Takeuchi Y. 2010. Sexual

plasticity of rainbow trout germ cells.Anim. Reprod., 7: 187-196.

Yoshizaki G, Fujinuma K, Iwasaki Y, Okutsu T, Shikina S, Yazawa R, and

Takeuchi Y. 2011. Spermatogonial transplantation in fish: A novel method

(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)

Lampiran 7. Elektroforegram hasil PCR kombinasi primer yang tidak spesifik

a. Primer MtTi-F1 dan Mt-Ti-R1

b. Primer MtTi-F1 dan MtTi-R1

Gambar

Gambar 1. Beberapa jenis ikan nila (Oreochromis niloticus). a) Ikan nila hitam;b) Ikan nila putih; c) Ikan nila merah
Gambar 3. Transplantasi sel germinal ikan rainbow trout pada larva ikan salmon
Gambar 4. Potensi aplikasi teknologi transplantasi sel testikular, a) untuk
Gambar 6. Perkembangan sel germinal donor (rainbow trout) pada ikan resipien
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Guru SMP Negeri se-Kecamatan Stabat dinyatakan siap dalam menyiapkan pembelajaran kurikulum 2013, hal ini dapat dilihat dari

Dengan dasar tersebut dan mempertimbangkan potensinya yang cukup tinggi, maka penulis tertarik untuk melakukan uji toksisitas akut dan subakut ekstrak Umbi bawang

Berdasarkan Tabel 3 terlihat angka infkesi cacing yang positif siswa SDN Pagi Paseban sesudah edukasi lebih rendah dibanding sebelum edukasi dan secara statistik (Mc Nemar test

Salah satu media yang dapat dijdikan solusi adalah game edukasi atau game pembelajaran, pada penelitian ini game ditujukan untuk mahasiswa yang ingin mempelajari bahasa Arab

Pengendalian secara teknis dapat dilakukan pada sumber bising, media yang dilalui bising dan jarak sumber bising terhadap pekerja. Pengendalian bising pada sumbernya

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang

 Dalam hubungan mereka dengan sekolah-sekolah pekerjaan sosial, dan seterusnya. 3) Penting bagi asosiasi profesional untuk mencerminkan prinsip HAM dalam struktur

Modifikasi lebih lanjut pada elemen menu dengan memanfaatkan session yaitu dengan menambahkan satu item menu lagi yang bisa berubah, ketika kita dalam keadaan login maka item