• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Usaha Tani Padi Organik (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Usaha Tani Padi Organik (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP

USAHATANI PADI ORGANIK

(Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

SKRIPSI

OLEH :

TASNIM AHSANU AMALA 090304109

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP

USAHATANI PADI ORGANIK

(Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

SKRIPSI

OLEH:

TASNIM AHSANU AMALA 090304109

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D) (Ir. Luhut Sihombing, MP) NIP. 196703031998022001 NIP. 196510081992031001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

TASNIM AHSANU AMALA (090304109/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Sistem Pertanian Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai). Penelitian ini dibimbing oleh Ir. Diana Chalil, M. Si, Ph. D dan Ir.Luhut Sihombing, MP.

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) Menganalisis Tingkat Adopsi Petani Terhadap Sistem Pertanian Padi Organik di daerah penelitian. (2) Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Sistem Pertanian Padi Organik di daerah penelitian. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah ini merupakan daerah terluas yang melaukan usahatani padi organik di Sumatera Utara. Metode penentual sampel yang digunakan adalah Metode Cluster Propotional Sampling ,Krijcie and Morgan,. Pengujian hipotesis data menggunakan SPSS dengan melihat nilai signifikansi dan nilai korelasi koefisien serta menggunakan uji t.

Dari hasil penelitian diperoleh : (1) Tingkat Adopsi Petani Terdapat Sistem Pertanian Padi Organik dikatakan tinggi (2) Faktor Keuntungan Relatif, Kesesuaian, Kerumitan, Kemungkinan Dicoba, Kemungkinan Diamati, Lama Berusahatani, Tingkat Kosmopolitan, Tingkat Partisipasi, Saluran Antarpribadi berhubungan nyata dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Sistem Pertanian Padi Organik.

(4)

RIWAYAT HIDUP

TASNIM AHSANU AMALA lahir di Medan pada tanggal 28 Desember 1991, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, seorang putri dari Ayahanda Jabal Nur. S.Psi, dan Ibunda Erna Syahrial.

Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut : 1. Tahun 1997 masuk Sekolah Dasar di SD Negeri 060884 dan tamat pada tahun

2003.

2. Tahun 2003 masuk sekolah menengah pertama di SMP Swasta Kartika I-1 Medan dan tamat pada tahun 2006.

3. Tahun 2006 masuk sekolah menengah atas di SMA Swasta Panca Budi Medan dan tamat pada tahun 2009.

4. Tahun 2009 penulis diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN.

Kegiatan yang pernah diikuti penulis adalah sebagai berikut:

1. Wakil Sekretaris Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (IMASEP FP USU) periode 2012-2013.

2. Anggota Departemen Pemberdayaan Perempuan di HMI Komisariat FP USU periode 2012-2013.

3. Sekretaris FSMM SEP periode 2012-2013

4. Sekretaris Koperasi Akademika Pertanian periode 2012-2013. 5. Sekretaris HUT IMASEP FP USU Ke-31

6. Sekretaris Tranning Leadership IMASEP FP USU

7. Bulan Juli-Agustus 2013 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Desa Bandar Negeri, Kecamatan Bintang Bayu, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas

rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP SISTEM PERTANIAN PADI

ORGANIK (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)”.

Skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi sebagian dari

syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana pertanian di Program Studi Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Penyelesaian skripsi ini tidak lepaas dari bimbingan dan dukungan dari

berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

sebanyak-banyaknya kepada:

1. Ayahanda tercinta Jabal Nur. S.Psi dan Ibunda tercinta Erna Syahrial serta

kepada adik-adik tersayang Ihsan Nur Azizi dan Izzy Nur Hafizhi, serta

kakak dan adik sepupu tersayang Adriani Indah Putri dan Akmaliah Ulfah

yang telah memberikan doa, semangat dan begitu banyak perhatian, cinta,

kasih sayang serta dukungan baik moril maupun materil sehingga penulis

dapat menyelesaikan studi di waktu yang tepat.

2. Ibu Ir. Diana Chalil M.Si., Ph.D selaku ketua komisi pembimbing, yang telah

(6)

serta saran dan selalu sabar mengajarkan banyak hal sampai penulis mengerti

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Ir. Luhut Sihombing, MP., selaku anggota komisi pembimbing, yang telah

memberikan penulis bimbingan dan arahan serta mengajarkan pentingnya

menghargai hal-hal kecil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik.

4. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku

ketua dan sekretaris program studi Agribisnis FP USU.

5. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis

serta kepada seluruh Staf pengajar dan Pegawai yang ada di Departemen

Agribisnis, Fakultas Pertanian, USU.

6. Seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat

kepada saya selama penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak Sarman dan Bapak Sutarkari selaku ketua Kelompok Tani Subur dan

sekretaris Kelompok Tani Mawar yang telah bersedia meluangkan waktunya

memberikan pengalaman dan pengetahuan sehingga penulis dapat

memperoleh data guna menyempurnakan proses pengerjaan skripsi ini.

8. Bapak Kamaruddin selaku bendahara Kelompok Subur ynag telah meberikan

banyak meluangkan waktunya untuk meberikan informasi dan juga yang

sudah dengan senang hati menerima penulis untuk memberikan penginapan

guna melakukan penelitian di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan,

Kabupaten Serdang Bedagai.

9. Bapak dan Ibu Staf BITRA Indonesia yang sudah memberikan informasi

(7)

10. Bapak dan Ibu Staf Pemerintahan Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan

Kabupaten Serdang Bedagai sebagai tempat penulis melakukan penelitian

skripsi.

11. Kakak Fika Zahara, SP yang selalu ada disaat penulis merasa gundah dalam

mengerjakan skripsi ini dan Kakak Izzatul Dwina Mahsaiba, SP yang selalu

selalu mengingatkan penulis untuk tidak menyerah mengerjakan skripsi ini

sampai selesai dan KakakArini Pebristya Duha, SP yang mejadi kakak

seperjuangan dan selalu menemani disaat bimbingan dengan dosen

pembimbing serta Abang Ikram Anggita Nst, SP yang membantu penulis

disaat yang tepat dalam pengerjaan skripsi ini.

12. Teman-teman seperjuangan penulis di Program Studi Agribisnis Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara angkatan 2009 khususnya Ummul

Khoir, SP., dan Sri Aryani Safitri, SP., yang menjadi teman seperjuangan

yang melakukan penelitian secara bersama-sama di Desa Lubuk Bayas dan

terkhusus untuk Fika Harini Sinaga, SP., Sri Rizky Amalya SP.,

Riezki Rakhmadina, SP., M. Iqbal Azhar Hsb, SP., M. Rian Ramadhan

BatuBara, SP., Dede Prasetya, SP., Ahmad Fauzi, SP., Friska Panjaitan, SP.,

Yudi Kurniawan, SP., dan teman-teman yang lainnya yang tidak bisa

disebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan dan semangat yang telah

kalian berikan selama ini.

13. Terima kasih kepada Sahabat tersayang Widi Astuti. S.Psi yang selalu

meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluh kesah penulis dalam

(8)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca

untuk perbaikan skripsi ini di kemudian hari. Akhir kata penulis mengucapkan

terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2013

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Kegunaan Penelitian... 6

II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1 Sejarah Perkembangan Pertanian Organik di Indonesia .... 7

2.1.2 Padi Organik ... 8

2.1.3 Penelitian Terdahulu ... 14

2.2 Landasan Teori ... 15

2.2.1 Pengertian Adopsi ... 15

2.2.2 Kaitan Adopsi dengan Sikap, Perilaku, Penilaian Terhadap Suatu Inovasi ... 16

2.2.3 Tahapan Adopsi ... 17

2.2.4 Faktor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat Adopsi suatu Inovasi ... 17

2.3 Kerangka Pemikiran ... 22

2.4 Hipotesis ... 26

III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 27

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 28

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 29

3.4 Metode Analisis Data ... 30

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional ... 37

3.5.1 Defenisi ... 37

(10)

IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 41

4.1.1 Letak dan Keadaan Geografis ... 41

4.1.2 Tata Guna Lahan ... 42

4.1.3 Keadaan Penduduk ... 43

4.1.4 Sarana dan Prasarana... 45

V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tingkat Adopsi Petani Terhadap Sistem Pertanian Padi Organik ... 48

5.1.1 Penggunaan Pupuk Dasar ... 50

5.1.2 Penggunaan Benih ... 52

5.1.3 Penggunaan Pupuk Susulan ... 54

5.1.4 Pestisida dan Herbisida ... 56

5.2 Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Sistem Pertanian Padi Organik ... 59

5.2.1 Keuntungan Relatif ... 64

5.2.2 Kesesuaian... 65

5.2.3 Kerumitan ... 67

5.2.4 Kemungkinan Dicoba ... 68

5.2.5 Kemungkinan Diamati ... 69

5.2.6 Umur ... 71

5.2.7 Pendidikan ... 72

5.2.8 Pengalaman Bertani ... 73

5.2.9 Luas Lahan ... 74

5.2.10 Jumlah Tanggungan ... 75

5.2.11 Tingkat Kosmopolitan ... 75

5.2.12 Tingkat Partisipasi ... 76

5.2.13 Saluran Media Massa ... 77

5.2.14 Saluran Antarpribadi ... 78

VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 80

6.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1 Perkembangan Usahatani Padi Secara Organik Binaan BITRA

di Sumatera Utara ... 4

2 Luas Lahan dan Produksi Padi Organik Binaan BITRA di Provinsi Sumatera Utara ... 27

3 Jumlah Populasi dan Sampel Petani Berdasarkan Cara Usahatani di Desa Lubuk Bayas, 2013 ... 29

4 Indikator dalam Usahatani Padi Organik di Desa Lubuk Bayas,2013 ... 33

5 Nilai Hubungan Korelasi menurut Guilford ... 37

6 Distribusi Penggunaan Lahan Tahun 2013 ... 42

7 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin di Desa Lubuk Bayas, 2013 ... 43

8 Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur di Desa Lubuk Bayas, 2013 ... 44

9 Jumlah Penduduk menurut mata Pencaharian di Desa Lubuk Bayas, 2013 ... 45

10 Sarana dan Prasarana... 46

11 Tingkat Adopsi Petani Terhadap Sistem Pertanian padi Organik berdasarkan Hasil Analisis Scoring ... 48

12 Jumlah Petani Berdasarkan Tingkat Adopsi dan Cara Usahatani ... 49

13 Komposisi Petani Sampel Berdasarkan Penggunaan Pupuk Dasar Pada Setiap Tahapan Adopsi ... 50

14 Komposisi Petani Sampel Berdasarkan Penggunaan Benih Pada Setiap Tahapan Adopsi ... 52

15 Komposisi Petani Sampel Berdasarkan Penggunaan Pupuk Susulan Pada Setiap Tahapan Adopsi ... 54

(12)

17 Nilai Korelasi dan Signifikansi Setiap Variabel ... 60 18 Nilai t-hitung dan t-tabel ... 61 19 Besaran Nilai Koefisien Korelasi ... 63 20 Hubungan antara Keuntungan Relatif dengan tingkat adopsi petani

terhadap sistem pertanian padi organik ... 64 21 Hubungan antara Kesesuaian dengan tingkat adopsi petani

terhadap sistem pertanian padi organik ... 66 22 Hubungan antara Kerumitan dengan tingkat adopsi petani

terhadap sistem pertanian padi organik ... 67 23 Hubungan antara Kemungkinan Dicoba dengan tingkat adopsi petani

terhadap sistem pertanian padi organik ... 68 24 Hubungan antara kemungkinan Diamati dengan tingkat adopsi petani

terhadap sistem pertanian padi organik ... 70 25 Hubungan antara Umur dengan tingkat adopsi petani

terhadap sistem pertanian padi organik ... 71 26 Hubungan antara Pendidikan dengan tingkat adopsi petani

terhadap sistem pertanian padi organik ... 72 27 Hubungan antara Pengalaman Bertani dengan tingkat adopsi petani

terhadap sistem pertanian padi organik ... 73 28 Hubungan antara Luas Lahan dengan tingkat adopsi petani

terhadap sistem pertanian padi organik ... 74 29 Hubungan antara Jumlah Tanggungan dengan tingkat adopsi petani

terhadap sistem pertanian padi organik ... 75 30 Hubungan antara Tingkat Kosmopolitan dengan tingkat adopsi petani

terhadap sistem pertanian padi organik ... 76 31 Hubungan antara Tingkat Partisipasi dengan tingkat adopsi petani

terhadap sistem pertanian padi organik ... 77 32 Hubungan antara Saluran Media Massa dengan tingkat adopsi petani

terhadap sistem pertanian padi organik ... 78 33 Hubungan antara Saluran Antarpribadi dengan tingkat adopsi petani

(13)

DAFTAR GAMBAR

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Tingkat Adopsi Petani Terhadap Sistem Pertanian Padi Organik ... 73

2. Keuntungan Relatif (X1) ... 78

3. Kesesuaian (X2) ... 79

4. Kerumitan (X3) ... 81

5. Kemungkinan Dicoba (X4) ... 82

6. Kemungkinan Diamati (X5) ... 83

7. Umur (X6), Pendidikan (X7), Pengalama Bertani (X8), Luas Lahan (X9), Jumlah Tanggungan (X10) ... 84

8. Tingkat Kosmopolitan (X11) dan Tingkat Partisipasi (X12) ... 85

9. Saluran Media Massa (X13) ... 86

10. Saluran Antarpribadi (X14) ... 87

11. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Sistem Pertanian Padi Organik ... 88

12. Hasil Output SPSS Rank Spearman ... 89

13. Nilai t-hitung dan t-tabel setiap faktor yang berhubungan dengan Tingkat Adopsi Petani terhadap Sistem Pertanian Padi Organik ... 92

(15)

ABSTRAK

TASNIM AHSANU AMALA (090304109/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Sistem Pertanian Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai). Penelitian ini dibimbing oleh Ir. Diana Chalil, M. Si, Ph. D dan Ir.Luhut Sihombing, MP.

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) Menganalisis Tingkat Adopsi Petani Terhadap Sistem Pertanian Padi Organik di daerah penelitian. (2) Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Sistem Pertanian Padi Organik di daerah penelitian. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah ini merupakan daerah terluas yang melaukan usahatani padi organik di Sumatera Utara. Metode penentual sampel yang digunakan adalah Metode Cluster Propotional Sampling ,Krijcie and Morgan,. Pengujian hipotesis data menggunakan SPSS dengan melihat nilai signifikansi dan nilai korelasi koefisien serta menggunakan uji t.

Dari hasil penelitian diperoleh : (1) Tingkat Adopsi Petani Terdapat Sistem Pertanian Padi Organik dikatakan tinggi (2) Faktor Keuntungan Relatif, Kesesuaian, Kerumitan, Kemungkinan Dicoba, Kemungkinan Diamati, Lama Berusahatani, Tingkat Kosmopolitan, Tingkat Partisipasi, Saluran Antarpribadi berhubungan nyata dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Sistem Pertanian Padi Organik.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Revolusi hijau didesain dengan tujuan utama meningkatkan produktivitas tanaman

pangan. Asumsi yang dipakai adalah dengan meningkatnya produktivitas tanaman

maka ketersediaan pangan meningkat dan ketahanan serta keamanan pangan umat

manusia semakin terjamin. Selanjutnya dengan meningkatnya ketahanan dan

keamanan pangan maka kehidupan umat manusia akan semakin sejahtera

(Eliyas,2008).

Keberadaan sistem pertanian konvensional dengan teknologi intesifikasinya telah

membuat terjadinya peningkatan pada aspek produksi dan ekonomi di sektor

pertanian Indonesia, tetapi pada satu sisi setelah sistem tersebut berjalan selama 3

(tiga) dekade, keberhasilan tersebut ternyata diiringi dengan terjadinya degradasi

terhadap lingkungan pertanian, ketergantungan petani terhadap tiga komponen

revolusi hijau (pupuk kimia, pestisida, dan benih unggul) dan lunturnya

kearifan-kearifan lokal pada diri petani. Sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan

mempengaruhi terjadinya penurunan tingkat pendapatan dan kualitas hidup pada

petani, dimana munculnya permasalahan tersebut merupakan salah satu dari

permasalahan dalam pembangunan sektor pertanian di Indonesia yang harus

(17)

Pertanian organik yang berasal dari lahan konvensional (lahan yang intensif

penggunaan asupan kimia sintetis) perlu masa peralihan. Peralihan dari pertanian

yang dikelola secara konvensional ke pertanian organik seharusnya tidak hanya

memperbaiki ekosistem lahan, namun juga menjamin kelangsungan hidup (secara

ekonomi) lahan tersebut. Karena itu, penyesuaian, kesempatan dan resiko yang

dituntut untuk peralihan itu saling berkaitan dan harus diperhatikan. Peralihan ke

pertanian organik memerlukan pola pikir yang baru pula. Seluruh anggota

keluarga yang terlibat dalam pengelolaan lahan harus siap dalam melakukan

perubahan-perubahan dalam banyak aspek (Ingriani, 2010).

Petani sudah banyak beralih kembali kepada pembudidayaan padi organik. Ada

beberapa alasan sehingga mereka mengembangkannya, diantaranya rasanya yang

lebih enak, harganya yang lebih mahal dan dari segi kesehatan lebih sehat karena

bebas dari bahan kimia. Namun demikian, karena padi organik merupakan

inovasi, maka tentu tidak serta merta diterima atau diadopsi oleh masyarakat,

karena adopsi memiliki proses yang panjang mulai dari tahap kesadaran,minat,

penilaian, mencoba, kemudian akhirnya menerimanya dan mengaplikasikannya

dalam jangka panjang (Ingriani, 2010).

Salah satu tugas agen penyuluhan pada tahapan adopsi adalah menyediakan

informasi dan memberikan pandangan mengenai masalah yang dihadapi oleh

petani. Agen penyuluhan dapat memberikan bantuan berupa pemberian informasi

memadai yang bersifat teknis mengenai padi organik, sehingga petani sampai

(18)

Upaya menyebarkan pertanian organik melalui kegiatan penyuluhan pertanian

diharapkan dapat diterima oleh petani sampai pada tahap penerapan atau sering

disebut adopsi inovasi. Rogers dan Shoemaker dalam Soekartawi (1988)

mengatakan pada umumnya proses adopsi merupakan proses pengambilan

keputusan yang memerlukan waktu dimana tiap-tiap petani mempunyai

kemampuan yang berbeda-beda dalam mengadopsi inovasi. Perbedaan ini

disebabkan oleh berbagi hal yang melatar belakangi petani itu sendiri, antara lain

faktor individu petani, kondisi lingkungan serta karakteristik dari inovasi yang

akan diadopsi. Pada mulanya sedikit sekali jumlah petani yang bersedia

menerapkan inovasi tersebut baru diikuti oleh petani lainnya.

Pertanian organik merupakan alternatif dalam mengatasi dampak buruk dari

revolusi hijau yang mengakibatkan degradasi lingkungan akibat penggunaan

pupuk dan pestisida secara berlebihan. Pada tahun 2001, Departeman Pertanian

meluncurkan program “Go Organik 2010” yang bertujuan untuk meningkatkan

dari segi aspek mutu, pendapatan petani serta kelestarian sumber daya alam dan

lingkungan dengan memberikan bantuan benih organik . Akan tetapi program ini

tentunya tidak terlepas dari kesadaran para pelaku usahatani dalam menjaga

kelestarikan lingkungan dalam memanfaatkan sumber daya yang ada.

Perkembangan usahatani padi secara organik semakin meningkat di Sumatera

Utara yang dapat dilihat melalui peningkatan jumlah anggota untuk usahatani padi

secara organik dan luas lahan yang dimiliki serta hasil produksi yang diperoleh

setiap tahunnya. Data perkembangan usahatani padi organik binaan BITRA dapat

(19)

Tabel 1. Perkembangan Usahatani Padi Secara Organik Binaan BITRA di Sumatera Utara

Sumber : BITRA Indonesia, 2013.

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat di Desa Lubuk Bayas Kabupaten Serdang

Bedagai dari tahun 2010-2012 menunjukkan peningkatan populasi, luas lahan dan

produksi. Sedangkan di Kabupaten Deli Serdang tepatnya Desa Namu Landor

terjadi penurunan dari tahun 2010-2011 dikarenakan masih terikatnya petani

dengan budaya instan yaitu penggunaan pupuk kimia dan pestisida dalam

menghasilkan produksi yang tinggi pada usahataninya. Dari tahun 2011-2012

terjadi peningkatan walaupun hanya sedikit dikarenakan adanya pelatihan yang

diberikan pihak BITRA mengenai usahtani padi organik sehingga petani tertarik

untuk mencoba usahatani padi secara organik (BITRA, 2013).

Provinsi Sumatera Utara mulai mengembangkan pertanian organik mengacu pada

program “Go Organik 2010”. Sebagian besar petani mulai merubah pola pikir

yang pada awalnya menerapkan usahatani secara konvensional dan mencoba

beralih untuk menerapkan usahatani secara organik khususnya untuk tanaman

padi. Desa Lubuk Bayas merupakan salah satu daerah binaan BITRA Indonesia

dimulai pada tahun 2008. BITRA Indonesia, yang merupakan institusi yang

memberikan pembinaan pertanian padi organik di Sumatera Utara melihat adanya

potensi yang besar pada desa ini karena sudah menerapkan usahatani padi organik

No Kab/Desa Tahun Populasi (orang) Luas Lahan (ha) Produktivitas (ton) 1. Serdang Bedagai/

Lubuk Bayas 2010 2011 2012 15 21 58 3 7 21 18 42 126 2. Deli Serdang/

(20)

secara berkelompok yaitu Kelompok Tani Subur. Selain itu terdapat ketersediaan

untuk bahan baku pupuk kandang berupa ternak sejumlah 80 ekor oleh Kelompok

Tani Mawar.

Tingkat adopsi petani yang berbeda-beda pada setiap daerah. Perbedaan ini

berhubungan dengan berbagai faktor-faktor seperti faktor sosial dan ekonomi

setiap petani (umur, tingkat pendidikan, lamanya berusahatani, frekuensi

mengikuti penyuluhan, tingkat kosmopolitan, jumlah tanggungan keluarga, luas

lahan). Selain itu diperlukan media untuk menyebarkan informasi mengenai

pertanian organik baik secara langsung maupun tidak langsung. Dibutuhkan

pengetahuan tentang pertanian organik guna mendukung proses adopsi terhadap

penerapan inovasi padi organik.

Berdasarkan berbagai hal yang telah dikemukakan sebelumnya, peneliti merasa

perlu untuk meneliti mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat

adopsi petani terhadap sistem pertanian padi organik di Kabupaten Serdang

(21)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini

dapat diidentifikasikan sebagai berikut.

1) Bagaimana tingkat adopsi petani terhadap sistem pertanian padi organik di

daerah penelitian?

2) Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat adopsi petani

terhadap sistem pertanian padi organik di daerah penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Untuk menganalisis tingkat adopsi petani terhadap sistem pertanian padi

organik di daerah penelitian.

2) Untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan tingkat adopsi petani

terhadap sistem pertanian padi organik di daerah penelitian.

1.4 Kegunaan Penelitian

1) Sebagai bahan informasi bagi petani padi secara organik dalam mengambil

keputusan yang efektif dalam penerapan usahataninya, khususnya bagi petani

padi organik di Kabupaten Serdang Bedagai.

2) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan instansi-instansi terkait dalam

melaksanakan program untuk mengembangkan usahatani padi secara organik

yang berkelanjutan.

3) Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Sejarah Perkembangan Pertanian Organik di Indonesia

Perkembangan pertanian organik diawali dengan lahirnya gerakan-gerakan yang

mengajak untuk melakukan usahatani secara organik. Hal tersebut merupakan

salah satu bentuk perlawanan dari dampak yang ditimbulkan pada revolusi hijau.

Pada era orde baru, beberapa petani melakukan upaya mempromosikan pertanian

organik sebagai bentuk perlawanan yang berisiko tinggi karena pada masa ini

pemerintah melarang mempromosikan pertanian organik (Eliyas, 2008).

Gerakan-gerakan pertanian organik seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia

(WALHI)/ PAN Indonesia, Lembaga Swadaya Masayarakat (LSM) Internasional

yang menjadi donor LSM Indonesia dan kalangan rohaniawan menjadi sumber

informasi bagi penggiat pertanian organik untuk mengembangkan pertanian

organik. Pada tahun 1987, Pesticide Action Network Indonesia (PAN Indonesia)

melakukan kampanye tentang bahaya pestisida dan mempromosikan cara bertani

alternatif yang dikenal sebagai pertanian organik (Eliyas, 2008).

Ada beberapa pihak yang mendukung perkembangan produk-produk pertanian di

Indonesia seperti Pemerintahan Jerman membuka pasar dalam negerinya bagi

produk pangan organik yang berasal dari Indonesia. Pada tahun 2012, pihak

(23)

memberikan kesempatan bagi pengusaha Indonesia untuk mengekspor hasil

pertanian organik yang sesuai persyaratan yang berlaku di Jerman. Hal ini

merupakan peluang yang besar untuk mengembangkan pertanian organik di

Indonesia (Organic Indonesia, 2012).

2.1.2 Padi Organik

Padi organik merupakan padi yang dibudidayakan secara organik atau tanpa

pengaplikasian pupuk kimia dan pestisida kimia. Oleh karena tanpa bahan kimia,

padi organik tersebut pun terbebas dari residu pupuk kimia dan pestisida kimia

yang sangat berbahaya bagi manusia (Andoko,2009).

Cara bertanam padi organik pada dasarnya tidak berbeda dengan bertanam padi

secara konvensional. Perbedaannya hanyalah pada pemilihan varietas dan

penggunaan pupuk dasar. Pertanian organik biasanya diawali dengan pemilihan

bibit atau benih tanaman non-hibrida. Selain untuk mempertahankan

keanekaragaman hayati, bibit non-hibrida sendiri secara teknis memang

memungkinkan untuk ditanam secara organik. Ini dikarenakan bibit nonhibrida

dapat hidup dan berproduksi optimal pada kondisi yang alami. Sementara bibit

atau benih hibrida biasanya dikondisikan untuk dibudidayakan secara

non-organik, seperti harus menggunakan pupuk kimia atau pemberantasannya hanya

(24)

Adapun teknologi budi daya padi organik sebagai berikut :

1) Pemilihan Varietas

Varietas padi yang cocok ditanam secara organik yaitu varietas alami. Agar

berproduksi optimal, jenis padi ini tidak menuntut penggunaan pupuk kimia.

Varietas alami merupakan varietas yang tidak mengandung bahan-bahan kimia.

2) Persemaian

Langkah awalnya adalah melakukan seleksi benih. Benih bermutu merupakan

syarat untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal. Kebutuhan akan benih

maksimal hanya 30 kg/ha, dengan asumsi jarak tanam 25 cm x 25 cm, sehingga

asumsi daya tumbuh sekitar 90%. Lahan sawah dapat ditambahkan dengan pupuk

pupuk kandang sebanyak 40 kg atau sesuai yang dibutuhkan dengan cara ditebar

merata. Selanjutnya pupuk kandang tersebut diinjak-injak kembali agar menyatu

dengan tanah. Di antara kedua bedengan yang berdekatan dibuat selokan dengan

ukuran lebar 30-40 cm.

Benih yang akan disemaikan terlebih dahulu direndam dalam air untuk

menyeleksi benih yang kurang baik. Benih yang terapung dan melayang harus

dibuang. Perendaman dilakukan agar terjadi proses fisiologis yaitu proses

terjadinya perubahan di dalam benih yang akhimya benih cepat berkecambah.

Benih direndam dalam air selama 24 jam. Kemudian diperam selama 48 jam,

agar di dalam pemeraman tersebut benih berkecambah. Benih yang telah

berkecambah dengan panjang kurang lebih 1 mm telah siap untuk ditebar di

(25)

Pengurangan air pada persemaian dimaksudkan agar benih yang disebar dapat

merata dan mudah melekat di tanah sehingga akar mudah masuk ke dalam tanah,

benih tidak busuk akibat genangan air, memudahkan benih bernafas/mengambil

oksigen langsung dari udara sehingga proses perkecambahan lebih cepat, serta

benih mendapat sinar matahari secara langsung.

3) Pengolahan Lahan

Pengolahan tanah bertujuan mengubah keadaan tanah pertanian dengan alat

tertentu hingga memperoleh susunan tanah (struktur tanah) yang dikehendaki oleh

tanaman. Pengolahan tanah sawah terdiri dari beberapa tahap seperti pembersihan

yang dilakukan di selokan-selokan dan jerami yang ada perlu dibabat untuk

pembuatan kompos, pencangkulan yang dilakukan untuk perbaikan pematang dan

petak sawah yang sukar dibajak serta pembajakan yang berguna memecah tanah

menjadi bongkahan-bongkahan tanah, membalikkan tanah beserta tumbuhan

rumput (jerami) sehingga akhirnya membusuk dan dilakukan penggaruan guna

meratakan dan menghancurkan gumpalan-gumpalan tanah menjadi butiran tanah

yang lunak dan halus (koloid).

4) Penanaman

Umur bibit berpengaruh terhadap produktivitas. Umur bibit terbaik untuk

dipindahkan adalah 18-25 hari; bibit berdaun 5-7 helai; batang bagian bawah

besar dan kuat; pertumbuhan bibit seragam (pada jenis padi yang sama) dan bibit

tidak terserang hama dan penyakit dapat segera dipindahkan ke lahan yang telah

(26)

25 cm x 25 xm dan 30 cm x 30 cm. Pemakaian bibit tiap lubang antara 3-4 batang,

tetapi bibit yang ditanam terlalu dalam/dangkal menyebabkan pertumbuhan

tanaman kurang baik, kedalaman tanaman yang baik 3-4 cm. Penanaman bibit

padi diawali dengan menggaris tanah/menggunakan tali pengukur untuk

menentukan jarak tanam. Setelah pengukuran jarak tanam selesai dilakukan

penanaman padi secara serentak.

5) Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman padi terdiri dari penyulaman dan penyiangan, pengairan

serta pemupukan. Yang harus diperhatikan dalam penyulaman (penggantian bibit

yang rusak), yaitu bibit yang digunakan harus jenis yang sama, bibit yang

digunakan merupakan sisa bibit yang terdahulu, penyulaman tidak boleh

melampaui 10 hari setelah tanam, dan selain tanaman pokok (tanaman

pengganggu) supaya dihilangkan. Penyiangan dilakukan dengan cara pencabutan

gulma. Dalam satu musim tanam, dilakukan tiga kali penyiangan. Penyiangan

pertama dilakukan saat tanaman berumur sekitar 4 minggu, kedua umur 35 hari,

dan ketiga umur 55 hari.

Pengairan di sawah dapat dibedakan atas pengairan secara terus menerus dan

pengairan secara periodik. Pemupukan tujuannya adalah untuk mencukupi

kebutuhan makanan yang berperan sangat penting bagi tanaman baik dalam

proses pertumbuhan/produksi. Pupuk organik yang digunakan sebagai pupuk

(27)

Setelah itu dilakukan pemupukan susulan. Pemupukan susulan tahap pertama

dilakukan saat tanaman berumur 15 hari sebanyak 1 ton/ha pupuk kandang atau

0,5 ton/ha pupuk fermentasi. Pemupukan susulan tahap kedua pada saat tanaman

berumur 25-60 hari yaitu menyemprotkan sebanyak 1 liter pupuk organik cair

dilarutkan dalam 17 liter air yang kandungan unsur N-nya tinggi. Pemupukan

susulan tahap ketiga yaitu setelah tanaman berumur 60 hari dengan

menyemprotkan pupuk organik cair yang mengandung unsur P dan K tinggi.

Dosisnya 2-3 sendok makan pupuk organik yang dicampur dalam 15 liter air.

Pupuk tersebut disemprotkan ke tanaman dengan frekuensi seminggu sekali.

6) Pengendalian Hama dan Penyakit

Pada budi daya padi organik pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan

dengan menggunakan varietas yang tahan dan dapat pula dilakukan secara terpadu

antara teknik budi daya, biologis, fisik (perangkap atau umpan), dan kimia

(pestisida organik). Pemberantasan hama dan penyakit dapat dilakukan dengan

menggunakan cara biologis, yaitu pemberantasan hama yang dilakukan dengan

menggunakan musuh alaminya, namun juga dilakukan dengan memperhatikan

pengaturan air pada pertanaman padi. Cara fisik atau mekanik dengan

mengumpulkan telur-telur hama yang belum menetas kemudian memusnahkannya

(28)

7) Panen

Sekitar sepuluh hari sebelum panen, sawah harus dikeringkan agar masaknya padi

berlangsung serentak. Selain itu, keringnya sawah akan lebih memudahkan

pemanenan. Panen padi dapat dihitung berdasar umur tanaman, kadar air gabah,

atau hari setelah berbunga. Dengan metode ini padi dipanen pada saat malai

berumur 30-35 hari setelah berbunga (HSB). Tanda-tandanya ialah 95% malai

tampak kuning dan kadar air gabah berkisar antara 21-26%. Panen dengan ani-ani

menyebabkan banyak malai tertinggal dilapangan, karena pemanen menjadi lebih

selektif (Suparyono dan Setyono, 1993).

8) Pasca Panen

Setelah dipanen, gabah harus segera dirontokkan dari malainya. Tempat

perontokan dapat langsung dilakukan di lahan atau di halaman rumah setelah

diangkut ke rumah. Perontokan ini dapat dilakukan dengan perontok bermesin

ataupun dengan menggunakan tenaga manusia. Bila menggunakan mesin,

perontokan dilakukan dengan menyentuhkan malai padi ke gerigi alat yang

berputar. Sementara perontokan dengan tenaga manusia dilakukan dengan cara

batang padi dipukul-pukul ke kayu hingga gabah berjatuhan. Untuk

mengantisipasi agar gabah tidak terbuang saat perontokan maka tempat

perontokan harus diberi alas dari anyaman bambu atau menggunakan terpal,

(29)

Agar tahan lama disimpan dan dapat digiling menjadi beras maka gabah harus

dikeringkan. Pengeringan gabah umumnya dilakukan di bawah sinar matahari.

Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air sampai suatu tingkat tertentu.

Pada saat cuaca cerah, penjemuran padi dilakukan selama satu sampai dua hari

dengan pembalikan 4-7 kali. Gabah yang dijemur di tempat yang dilengkapi

dengan alas amparan semen memiliki kualitas lebih baik dibanding dengan yang

dijemur dengan alas penjemuran lembaran plastik dan karung goni (Suparyono

dan Setyono, 1993).

2.1.3 Penelitian Terdahulu

Hasil Penelitian Widiarta (2011) menunjukkan bahwa tingkat kompleksitas

mempengaruhi tingkat adopsi pertanian organik. Tingkat kompleksitas pertanian

organik lebih tinggi dibandingkan dengan pertanian secara konvensional.

Faktor-faktor yang berhubungan adalah masa konversi lahan anorganik ke organik,

penggunaan pupuk organik dan pestisida organik, penggunaan bibit lokal.

Hasil Penelitian Putri (2011) menunjukkan bahwa variabel dari karakateristik

suatu inovasi berhubungan dengan tingkat adopsi pertanian padi organik. Dari

segi keuntungan, pertanian organik lebih menguntungkan dibandingkan dengan

konvensional. Ada kesesuaian penerapan padi organik dengan kebiasaan petani

dalam tahapan usahatani padi. Tingkat kerumitan lebih tinggi dirasakan pada saat

permulaan dalam melakukan usahatani padi secara organik. Dalam hal

kemungkinan untuk dicoba, peneraparan organik dapat diterapkan dengan lahan

(30)

Sedangkan dalam hal kemungkinan untuk diamati, petani sangat dapat merasakan

hasilnya seperti rasanya lebih enak dan peningkatan jumlah dan biaya yang

dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan yang konvensional.

2.2 Landasan Teori

Penelitian ini dilandaskan pada teori mengenai adopsi yang dijabarkan sebagai

berikut.

2.2.1 Pengertian Adopsi

Adopsi dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan sesuatu ide, alat-alat

atau teknologi baru yang disampaikan berupa pesan komunikasi (lewat

penyuluhan). Manifestasinya dari bentuk adopsi ini dapat dilihat atau diamati

berupa tingkah laku, metode maupun peralatan dan teknologi yang dipergunakan

dalam kegiatan komunikasinya (Mardikanto dan Sutarni, 1983).

Menurut Junaidi (2007), adopsi inovasi mengandung pengertian yang kompleks

dan dinamis. Hal ini disebabkan karena proses adopsi inovasi sebenarnya adalah

menyangkut proses pengambilan keputusan, dimana dalam proses ini banyak

faktor yang mempengaruhinya. Adopsi inovasi merupakan proses berdasarkan

dimensi waktu. Dalam penyuluhan pertanian, banyak kenyataan petani biasanya

tidak menerima begitu saja, tetapi untuk sampai tahapan mereka mau menerima

(31)

2.2.2 Kaitan Adopsi dengan Sikap, Perilaku, Penilaian Terhadap Suatu Inovasi

Adopsi dalam proses penyuluhan (pertanian), pada hakekatnya dapat diartikan

sebagai proses perubahan perilaku baik yang berupa: pengetahuan (cognitive),

sikap (affective), maupun ketrampilan (psychomotoric) pada diri seseorang

setelah menerima “inovasi” yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat

sasarannya. Penerimaan disini mengandung arti tidak sekedar “tahu”, tetapi

sampai benar-benar dapat melakanakan atau menerapkannya dengan benar serta

menghayatinya dalam kehidupan dan usahataninya. Penerimaan inovasi tersebut,

biasanya dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh orang lain,

sebagai cerminan dari adanya perubahan: sikap, pengetahuan, dan atau

ketrampilannya (Mardikanto, 1993).

Pengertian inovasi tidak hanya terbatas pada benda atau barang hasil produksi

saja, tetapi mencakup: ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perilaku,

atau gerakan-gerakan menuju kepada proses perubahan di dalam segala bentuk

tata kehidupan masyarakat. Dengan demikian, pengertian inovasi dapat semakin

diperluas menjadi: "Sesuatu ide, produk, informasi teknologi,kelembagaan,

perilaku, nilai-nilai, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui,

diterima, dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar warga

masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong

terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi

selalu terwujudnya perbaikan-perbaikaan mutu hidup setiap individu dan seluruh

(32)

2.2.3 Tahapan Adopsi

Menurut Rogers (2003), Beberapa tahapan adopsi dari proses pengambilan

keputusan inovasi mencakup :

1) Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau

unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan

keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi.

2. Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil

keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik.

3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit

pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada

pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.

4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika seorang individu atau unit

pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.

5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit

pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan

penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya

2.2.4 Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Tingkat Adopsi suatu Inovasi

Inovasi merupakan suatu ide, praktek, atau objek yang dianggap baru oleh

individu atau unit adopsi lainnya. Pengambilan keputusan oleh petani, baik berupa

penolakan maupun penerimaan suatu inovasi tidak terlepas dari berbagai

pertimbangan menguntungkan atau tidak menguntungkan suatu teknologi bagi

pengusahanya (petani). Tingkat adopsi terhadap suatu inovasi berhubungan

(33)

dan saluran komunikasi. Menurut Rogers (2003) faktor-faktor karakteristik suatu

inovasi itu terbagi atas lima, yaitu :

1) Keuntungan relatif (relative advantage), merupakan derajat dimana inovasi

diterima dan dipandang jauh lebih baik daripada teknologi sebelumnya, yang

biasanya dilihat dari segi keuntungan ekonomi dan keuntungan sosial (prestise

dan persetujuan sosial).

2) Kesesuaian (compatibility), merupakan derajat dimana inovasi dipandang

sesuai/konsisten dengan nilai-nilai sosial budaya yang ada, pengalaman masa

lalu, dan kebutuhan-kebutuhan adopter.

3) Kerumitan (complexity), merupakan derajat dimana inovasi dianggap sulit

untuk dimengerti dan digunakan.

4) Kemungkinan untuk dicoba (trialability), merupakan derajat dimana inovasi

dianggap mungkin untuk diuji cobakan secara teknis dalam skala kecil.

5) Kemungkinan untuk diamati/dirasakan hasilnya (observability), merupakan

derajat dimana hasil dari inovasi dapat dilihat atau dirasakan oleh adopter.

Terdapat beberapa karakteristik penerima inovasi (petani) dalam suatu inovasi

seperti umur, pendidikan, pengalaman bertani, pendapatan, luas lahan, tingkat

kosmopolitan, tingkat partisipasi. Beberapa karakteristik tersebut dapat dijelaskan

sebagai berikut ini :

1) Umur

Menurut Hasyim (2006), Umur petani adalah salah satu faktor yang berkaitan

erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usahatani. Umur

(34)

bekerja dimana dengan kondisi umur yang masih produktif maka

kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal.

Semakin muda umur petani, maka akan semakin semangat untuk mengetahui

hal baru. Sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat

melakukan adopsi inovasi (Lubis, 2000).

2) Pendidikan

Tingkat pengetahuan seseorang berhubungan dengan tingkat penilaian dan

keputusan adopsi inovasi. Orang-orang yang mengadopsi inovasi lebih awal

dalam proses difusi, cenderung lebih berpendidikan. Mereka yang

berpendidikan lebih tinggi relatif lebih cepat melaksanakan adopsi.

Pendidikan merupakan sarana belajar dimana selanjutnya akan menanamkan

sikap pengertian yang menguntungkan menuju pembangunan praktek

pertanian yang lebih modern. Mereka yang berpendidikan tinggi adalah yang

relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi, begitu pula sebaliknya mereka

yang berpendidikan rendah, agak sulit melaksanakan adopsi inovasi dengan

cepat (Lubis, 2000).

3) Pengalaman bertani

Faktor pengalaman mempunyai hubungan positif dengan kecepatan adopsi

inovasi. Petani yang berpengalaman lebih cepat mengadopsi teknologi

dibandingkan dengan petani yang belum atau kurang berpengalaman. Petani

(35)

menerapkan anjuran penyuluhan dan penerapan teknologi daripada petani

pemula atau petani baru (Soekartawi, 1994).

Menurut Hasyim (2006), Lamanya berusahatani untuk setiap orang

berbeda-beda. Oleh karena itu lamanya berusahatani dapat dijadikan bahan

pertimbangan agar tidak melakukan kesalahan yang sama sehingga dapat

melakukan hal-hal yang baik untuk waktu berikutnya.

4) Luas Lahan

Luas lahan menentukan petani untuk dapat mengambil keputusan dalam upaya

menerapkan suatu unsur inovasi. Ukuran lahan usahatani berhubungan positif

dengan adopsi. Petani yang mempunyai lahan yang luas akan lebih mudah

menerapkan anjuran penyuluhan demikian pula halnya dengan penerapan

adopsi inovasi daripada yang memiliki lahan sempit. Hal ini dikarenakan

keefisienan dalam penggunaan sarana produksi (Soekartawi, 1994).

5) Jumlah tanggungan

Banyaknya jumlah anggota keluarga sering dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menerima suatu inovasi.

Jumlah tanggungan keluarga tersebut adalah banyaknya beban tanggungan

petani dalam satuan jiwa (Lubis, 2000).

6) Tingkat Kosmopolitan

Menurut Soekartawi (1988), Tingkat kosmopolitan petani dapat diketahui

dengan mengetahui frekuensi petani keluar dari desanya ke desa lain atau ke

(36)

inovator, koran yang dibaca, siaran TV yang ditonton, dan siaran radio yang

didengar. Tingkat kosmopolitan dapat diukur dengan penggunaan sumber

inovasi baru antara lain media elektronik (televisi, radio, telepon), media cetak

(surat kabar, tabloid, majalah) dan bepergiannya petani keluar daerah tinggal

mereka atau keluar desa dalam rangka memasarkan hasil usahataninya juga

untuk mendapatkan pendidikan dan informasi mengenai inovasi pertaian.

Tingkat Kosmopolitan memiliki hubungan yang positif dengan tingkat adopsi

petani. Semakin tinggi tingkat kosmopolitannya maka semakin tinggi pula

tingkat adopsi petani dalam suatu usahatani.

7) Tingkat Partisipasi

Menurut Soekartawi (1998), Tingkat partisipasi akan membuat

perubahan-perubahan yang lebih besar dalam cara berfikir petani. Perubahan dalam

pemikiran dan tindakan akan lebih sedikit terjadi dan perubahan-perubahan ini

tidak akan bertahan lama jika petani menuruti saran-saran dari penyuluh

pertanian. Petani yang lebih sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang

berhubungan dengan usahatani akan mendapatkan informasi dan pengetahuan

yang lebih banyak sehingga semakin banyak partisipasi petani maka akan

(37)

Menurut Rogers (2003), saluran komunikasi juga berhubungan dengan tingkat

adopsi suatu inovasi, yang dapat dikategorikan menjadi dua yaitu:

1) Saluran media massa (Mass Media Channel), media massa dapat berupa radio,

televisi, surat kabar, dan lain-lain. Kelebihan media massa adalah dapat

menjangkau audiens yang banyak dengan cepat dari satu sumber.

2) Saluran antarpribadi (Interpersonal Channel), saluran antarpribadi melibatkan

upaya pertukaran informasi tatap muka antara dua atau lebih individu.

2.3 Kerangka Pemikiran

Pertanian organik merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan kesuburan

tanah akibat penggunaan pupuk kimia ataupun pestisida kimia yang berlebihan

dan saat ini sebagian besar petani mulai beralih kepada pembudidayaan padi

organik. Ada beberapa alasan sehingga mereka mengembangkannya, diantaranya

rasanya yang lebih enak, harganya yang lebih mahal dan dari segi kesehatan lebih

sehat karena bebas dari bahan kimia. Namun demikian, karena padi organik

merupakan inovasi, maka tentu tidak langsung diterima atau diadopsi oleh

masyarakat, karena adopsi memiliki proses yang panjang mulai dari tahap

pengetahuan, persuasi, keputusan, implementasi, kemudian akhirnya

menerimanya dan menerapkannya pada lahan mereka.

Sebagian besar petani sudah ada yang berpikir ke arah usahatani secara organik

dengan menggunakan pupuk kandang dan pupuk kimia dengan dosis yang lebih

rendah dibandingkan yang konvensional. Kelompok ini mulai sudah berpikir

(38)

penggunaan pupuk kimia tujuannya adalah agar produksinya tidak drastic

menurun. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk peningkatan produksi pada

padi organik. Kelompok ini dikatakan sebagai kelompok yang menerapkan

usahatani padi secara semiorganik.

Tingkat adopsi petani yang berbeda-beda di setiap daerah. Perbedaan ini

berhubungan dengan kondisi dari petani dilihat dari berbagai faktor-faktor seperti

faktor sosial dan ekonomi petani (umur, tingkat pendidikan, lamanya

berusahatani, frekuensi mengikuti penyuluhan, tingkat kosmopolitan, jumlah

tanggungan keluarga, luas lahan). Selain itu diperlukan media untuk menyebarkan

informasi mengenai pertanian organik baik secara langsung maupun tidak

langsung.

Desa Lubuk Bayas merupakan salah satu daerah yang menerapkan sistem

pertanian padi secara organik. Di daerah tersebut terdapat petani yang

menerapkan usahatani padi secara organik. Selain petani yang menerapkan

organik, terdapat juga petani yang menerapkan usahatani padi secara

konvensional dan secara semiorganik. Terdapat perbedaan persepsi dalam ketiga

kelompok yang melakukan usahatani padi ini. Oleh karena itu perlu dikaji,

bagaimana tingkat adopsi petani terhadap usahatani padi secara organik di daerah

tersebut dan juga faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat adopsi

(39)

Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat Adopsi terhadap sistem pertanian

padi organik adalah keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, kemungkinan

untuk dicoba, kemungkinan untuk diamati, umur, pendidikan, pengalaman

bertani, pendapatan, luas lahan, jumlah tanggungan, tingkat kosmopolitan, tingkat

partisipasi, saluran media dan saluran antarpribadi. Faktor-faktor tersebut

memiliki hubungan sehingga menjadi pertimbangan dalam pengambilan

keputusan untuk menerapkan usahatani secara organik. Ilustrasi kerangka

(40)
[image:40.595.74.555.106.692.2]

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Gambar 1. Skema Pemikiran  

                                 

Keterangan :

: Hubungan

 

Tingkat Adopsi Faktor-Faktor yang Berhubungan

Dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Sistem Pertanian Padi

Organik

1) Keuntungan Relatif

2) Kesesuaian

3) Kerumitan

4) Kemungkinan Dicoba

5) Kemungkinan Diamati

6) Umur

7) Pendidikan

8) Pengalaman Bertani

9) Luas Lahan

10)Jumlah Tanggungan

11)Tingkat Kosmopolitan

12)Tingkat Partisipasi

13)Saluran Media Massa

(41)

2.4Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka, landasan teori, dan

kerangka pemikiran, hipotesis dalam penelitian ini adalah keuntungan relatif,

kesesuaian, kerumitan, kemungkinan untuk dicoba, kemungkinan untuk diamati,

umur, pendidikan, pengalaman bertani, pendapatan, luas lahan, jumlah

tanggungan, tingkat kosmopolitan, tingkat partisipasi, saluran media dan saluran

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian dilakukan secara purposive. Daerah penelitian dilakukan di

Kabupaten Serdang Bedagai, Kecamatan Perbaungan, Desa Lubuk Bayas. Desa

ini dipilih karena pertimbangan desa ini merupakan daerah terluas untuk padi

organik di Sumatera Utara. Selain itu di desa, sudah terkoordinasi dan melakukan

kerjasama dengan LSM BITRA yang menjadi lembaga pembinaan untuk

usahatani padi secara organik dan bekerjasama juga dengan Jaringan Pemasaran

Pertanian Selaras Alam (JAPPSA) dalam memasarkan produk hasil usahatani padi

secara organik. Berdasarkan informasi dari LSM BITRA terdapat dua daerah yang

menerapkan padi secara organik yaitu di Serdang Bedagai dan Deli Serdang.

Berdasarkan luas lahan dan produksinya, jauh lebih tinggi di Desa Lubuk Bayas

sehingga daerah ini ditetapkan sebagai daerah penelitian. Luas lahan dan produksi

padi organik menurut binaan BITRA di Provinsi Sumatera Utara pada 2013

[image:42.595.111.497.591.697.2]

disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas Lahan dan Produksi Padi Organik Binaan BITRA di Provinsi Sumatera Utara, 2013

No Desa Kabupaten Luas Lahan (ha)

Produksi (ton)

1. Lubuk Bayas Serdang Bedagai 21 126

2. Namu Landor Deli Serdang 5 30

JUMLAH 26 156

(43)

3.2. Metode Penentuan Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah petani yang menerapkan usahatani padi secara

organik dan semiorganik di Desa Lubuk Bayas. Petani yang menerapkan padi

secara organik di daerah ini sudah memperoleh pembinaan dan diakui oleh

Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2010. Metode yang

digunakan dalam penentuan sampel adalah Metode Cluster Propotional Sampling.

Metode Cluster Propotional Sampling yaitu metode penarikan sampling dengan

menggunakan sampel yang diambil dari masing-masing kelompok secara

proposional (Sugiyono, 2008).

Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Krejcie dan Morgan dalam

Setiawan 2007. Adapun rumus Krejcie dan Morgan adalah sebagai berikut ini :

n = . .

. .

dimana :

n = ukuran sampel

N = ukuran populasi χ2

= nilai Chi kuadrat (2,706)

P = proporsi populasi (0,5)

d = galat pedugaan 10 % (0,1)

n = , . . , ,

. , , . , ,

n = ,

,

(44)

Pada penelitian ini metode yang digunakan dalam penarikan sampling adalah

dengan cara membagi jumlah populasi setiap kelompok kemudian mengalikannya

dengan jumlah sampel berdasarkan perhitungan Kricjcie Morgan. Kelompok yang

digunakan adalah petani yang menerapkan secara keseluruhan tahapan pertanian

padi organik dan petani yang menerapkan sebagian dari tahapan pertanian padi

organik yang sering disebut petani padi semiorganik.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus rumus Krejcie dan Morgan

diperoleh besar sampel sebanyak 40 orang dengan pembagian secara proposional

pada setiap jenis usahatani. Pada usahatani organik, sampel yang digunakan

sebanyak 24 orang dan usahatani semiorganik sebanyak 16 orang. Untuk lebih

[image:44.595.105.535.456.560.2]

jelasnya dapat di lihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Populasi dan Sampel Petani Berdasarkan Cara Usahatani di Desa Lubuk Bayas, 2013

Sumber : Ketua Kelompok Desa Lubuk Bayas, 2013

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari petani melalui wawancara menggunakan

daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, jenis data

yang dikumpulkan seperti data mengenai penggunaan pupuk organik seperti

No Cara Usahatani Populasi

(orang)

Sampel (orang)

1 Organik 58 24

2 Semiorganik 40 16

(45)

pupuk kandang dan pupuk organik cair, penggunaan pestisida nabati, penggunaan

benih/bibit, jumlah produksi dan biaya-biaya yang dikeluarkan, faktor-faktor

sosial ekonomi seperti umur, pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah

tanggungan, tingkat partisipasi petani, tingkat kosmopolitan dan media yang

digunakan petani baik media massa maupaun media antarpribadi untuk meperoleh

informasi mengenai padi organik. Data Sekunder yang berhubungan dengan

penelitian ini diperoleh dari instansi LSM BITRA Indonesia seperti data produksi

padi organik dan luas lahan binaan BITRA di Sumatera Utara, laporan penelitian

yaitu laporan penelitian BITRA mengenai pertanian padi organik, buku mengenai

pertanian padi organik, karya ilmiah yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Data maupun informasi juga diperoleh melalui website seperti

http://www.organicindonesia.org dan beberapa website lainnya. Ini dilakukan

karena beberapa homepage merupakan pihak yang mampu menyediakan data bagi

keperluan penelitian.

 

3.4 Metode Analisis Data

Untuk Tujuan (1) dianalisis dengan menggunakan metode deskriftif untuk

mengetahui tingkat adopsi petani terhadap usahatani padi secara organik dengan

melakukan pengumpulan informasi dari kuisioner dan penyajian hasil dari

pengumpulan informasi tersebut dilakukan dengan cara pemberian skor pada

setiap indikator berdasarkan tahapan yang dilakukan dan kemudian disusun skor

(46)

Skor diberikan sesuai dengan kegiatan pelaksanaan usahatani padi organik di

Desa Lubuk Bayas yang sudah dilaksanakan. Adapun pemberian bobot

berdasarkan tahapan petani dalam mengelola usahataninya adalah sebagai berikut

ini :

a. Tahap pengetahuan merupakan tahap dimana petani mengetahui tentang

usahatani padi organik. Parameter yang digunakan adalah petani mengetahui

dosis yang digunakan untuk penggunaan pupuk dasar, pemilihan jenis

benih/bibit, penggunaan pupuk susulan dan Pupuk Organik Cair sertaa

penggunaan pestisida nabati dan pengaturan air serta penyiangan dalam

pemberantasan hama dan penyakit serta gulma. Pemberian skor sampai pada

tahap ini bernilai 1.

b. Tahap persuasi merupakan tahap dimana petani sudah mengetahui tentang

usahatani padi organik dan membentuk sikap untuk menindaklanjuti

pengetahuan tentang padi organik. Parameter yang digunakan pada tahap ini

adalah petani sudah mengetahui manfaat dari penggunaan pupuk dasar,

penggunaan pupuk susulan dan pupuk organik cair serta penggunaan pestisida

nabati dan pengaturan air serta penyiangan dalam pemberantasan hama dan

penyakit serta gulmayaitu untuk memperbaiki struktur tanah dan membantu

dalam proses penyuburan tanah dan menghindari bahan-bahan kimia sintetis.

Pemberian skor pada sampai pada tahap ini bernilai 2.

c. Tahap keputusan merupakan tahap dimana petani sudah mengetahui,

menindaklanjuti dan memutuskan menerapkan atau tidak usahatani padi

(47)

petani sudah memutuskan menggunakan pupuk dasar organik, jenis bibit

organik, pestisda nabati dan penyiangan serta pengaturan air untuk

mengurangi pertumbuhan gulma atau memutuskan tidak menggunakannya

dan menggunakan bahan-bahan kimia seperti pupuk kimia dan pestisida

kimia. Pemberian skor pada sampai pada tahap ini bernilai 3.

d. Tahap implementasi merupakan tahap dimana petani sudah mengetahui,

menindaklanjuti, memutuskan dan menerapkan usahatani padi organik.

Parameter yang digunakan pada tahap ini adalah petani sudah menerapkan

penggunaan pupuk, pemilihan jenis benih/bibit, penggunaan pupuk susulan

dan pupuk organik cair serta penggunaan pestisida nabati dan pengaturan air

serta penyiangan dalam pemberantasan hama dan penyakit serta gulma.

Pemberian skor pada sampai pada tahap ini bernilai 4.

e. Tahap konfirmasi merupakan tahap dimana petani sudah mengetahui,

menindaklanjuti, memutuskan, menerapkan dan masih menerapkan usahatani

padi organik sampai saat ini. Paramater yang digunakan pada tahap ini adalah

petani masih menerapkan sampai pada saat ini dalam hal penggunaan pupuk

dasar, pemilihan jenis benih/bibit, penggunaan pupuk susulan dan pupuk

organik cair serta penggunaan pestisida nabati dan pengaturan air serta

penyiangan dalam pemberantasan hama dan penyakit serta gulma. Pemberian

(48)

Dilakukan interpretasi tingkat adopsi petani terhadap usahatani padi secara

organik setelah dijumlahkan keseluruhan jumlah skor dari indikator berdasarkan

tahapan yang dilakukan oleh penerima adopsi (petani) kemudian panjang kelas

dapat dihitung dengan range dibagi jumlah kelas. Range merupakan selisih antara

data terbesar dan terkecil (Subagyo,1992).

Menurut Irianto (2004) mengukur range dari dua variable digunakan rumus :

Range = Data terbesar – Data terkecil

Jumlah Kriteria

Jumlah skor tingkat adopsi (Y) antara nilai 1-20 dengan range 10 sehingga dapat

dikategorikan sebagai berikut ini :

Rendah : 1-10

Tinggi : 11-20

Adapun indikator yang digunakan dalam usahatani Padi di Lubuk Bayas dapat

[image:48.595.122.518.557.723.2]

dijelaskan pada Tabel 4.

Tabel 4. Indikator Tingkat Adopsi terhadap Sistem Pertanian Padi Organik di Desa Lubuk Bayas

No Indikator Tahapan Skor

1. Pengolahan lahan dengan pemberian pupuk dasar berupa pupuk kandang sebanyak 2 ton/ha

a. Tahap Pengetahuan b. Tahap Persuasi c. Tahap Keputusan d. Tahap Implementasi e. Tahap Konfirmasi

(49)

2 Benih yang digunakan benih alam / benih hybrid yang sudah disteril

a. Tahap Pengetahuan b. Tahap Persuasi c. Tahap Keputusan d. Tahap Implementasi e. Tahap Konfirmasi

1 2 3 4 5

3 Pemberian Pupuk Susulan berupa pupuk kandang 25 % ( dari pupuk dasar (± 500 kg) dan pemberian pupuk organik cair .

a. Tahap Pengetahuan b. Tahap Persuasi c. Tahap Keputusan d. Tahap Implementasi e. Tahap Konfirmasi

1 2 3 4 5

4 Pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan pestisida nabati dan pengaturan air serta penyiangan

a. Tahap Pengetahuan b. Tahap Persuasi c. Tahap Keputusan d. Tahap Implementasi e. Tahap Konfirmasi

1 2 3 4 5 Sumber : Koordinator ICS Desa Lubuk Bayas, 2013

Untuk Tujuan (2) dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi dengan

melihat hubungan antara tingkat adopsi dengan setiap faktor. Data diambil dari

data kuisioner yang telah dibuat sebelumnya. Hasil yang diperoleh menggunakan

rumus Korelasi Rank Spearman. Korelasi Rank Spearman digunakan untuk

mengukur keeratan hubungan antara dua variabel dimana dua variabel itu tidak

mempunyai distribusi normal dan variansinya tidak sama (terdapat perbedaan

(50)

Untuk menghitung koefisien Korelasi Rank Spearmen (rs) dalam Supriana (2010)

maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a) Merangking nilai pengamatan dari dua variabel yang akan diukur

hubungannya. Bila ada nilai pengamatan yang sama, dihitung rangking

rata-ratanya.

b) Menghitung perbedaan setiap pasangan rangking

c) Menghitung jumlah kuadrat perbedaan setiap pasang rangking

d) Menghitung nilai rs dihitung dengan menggunakan rumus :

Rumus :

)

1

(

6

1

2 1

2

n

n

d

r

n

i i

s

keterangan :

rs = nilai koefisien Korelasi Rank Spearman

di = perbedaan setiap pasangan rangking (perbedaan antara jumlah

rangking satu variabel dengan tingkat adopsi)

n = jumlah pengamatan

Untuk melihat nyata tidaknya hubungan antara variabel digunakan uji t dengan

rumus :

t = r

s

Hipotesis yang diajukan adalah :

H1 : ρs = 0 (tidak ada hubungan antara ranking variabel yang satu dengan ranking

(51)

H1 : ρs ≠ 0 (ada hubungan antara ranking variabel yang satu dengan ranking dari

variabel lainnya).

Kriteria pengambilan keputusan adalah :

1) Jika -tα/2; n-2 ≤ t ≤ tα/2; n-2 atau sig > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak.

Artinya tidak ada hubungan yang nyata antara variabel dengan tingkat adopsi

petani dalam menerapkan padi organik.

2) Jika t > tα/2; n-2 atau t < -tα/2; n-2 atau sig ≤ 0,05. H0 ditolak dan H1 diterima.

Artinya ada hubungan yang nyata antara variabel dengan tingkat adopsi petani

dalam menerapkan padi organik.

Keterangan :

Y = Tingkat Adopsi

Y = 0 : Rendah

Y = 1 : Tinggi

Dimana : Y - xi ; xi = 1,2,3,4,5,6,...,14.

x1 = Keuntungan relatif (skor)

x2 = Kesesuaian (skor)

x3 = Kerumitan (skor)

x4 = Kemungkinan dicoba (skor)

x5 = Kemungkinan diamati (skor)

x6 = Umur (tahun)

x7 = Pendidikan (tahun)

(52)

x9 = Luas Lahan (ha)

x10 = Pengalaman Bertani (tahun)

x11 = Tingkat Kosmopolitan (skor)

x12 = Tingkat Partisipasi (skor)

x13 = Saluran Media Massa (skor)

x14 = Saluran Antarpribadi (skor)

Untuk melihat besarnya nilai dari derajat keeratan dapat menggunakan klasifikasi

koefisien korelasi dua variabel menurut Guilford dalam Supriana (2009), adalah

[image:52.595.113.509.390.486.2]

sebagai berikut :

Tabel 5. Nilai Hubungan Korelasi Menurut Guilford

Nilai Koefisien Korelasi Keterangan

< 0,2 Tidak terdapat hubungan antara kedua variabel Antara 0,2 s/d 0,4 Hubungan kedua variabel lemah

Antara 0,4 s/d 0,7 Hubungan kedua variabel sedang Antara 0,7 s/d 0,9 Hubungan kedua variabel kuat Antara 0,9 s/d 1 Hubungan kedua variabel sangat kuat

1.6 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian

tentang istilah-istilah dalam penelitian, maka dibuat defenisi dan batasan

operasional sebagai berikut:

3.6.1 Definisi

1) Petani padi organik adalah pelaku usahatani padi yang menggunakan pupuk

organik dan pestisida nabati tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida

(53)

2) Petani padi semiorganik adalah adalah pelaku usahatani padi yang telah

menggunakan pupuk organik dan pestisida nabati namun masih juga

menggunakan pupuk atau pestisida kimia.

3) Tingkat Adopsi adalah sejauh mana perilaku petani dalam menerima sesuatu

yang baru atau inovasi yang baru dalam usahataninya berdasarkan tahapan

adopsi petani tersebut.

4) Inovasi adalah penerapan atau penggunaan teknologi baru yang disampaikan

melalui saluran komunikasi.

5) Keuntungan relatif adalah derajat dimana inovasi diterima dan dipandang

jauh lebih baik daripada teknologi sebelumnya, yang dilihat dari segi

keuntungan ekonomi .

6) Kesesuaian adalah derajat dimana inovasi dipandang sesuai dengan nilai-nilai

sosial budaya yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan-kebutuhan

penerima inovasi sepetrti penggunaan jenis bibit, penggunaan pupuk organik

dan pestisida nabati.

7) Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sulit untuk dimengerti dan

digunakan dalam hal meperoleh pupuk kandang dan pestisida nabati.

8) Kemungkinan mencoba adalah derajat dimana inovasi dianggap mungkin

untuk diuji cobakan seperti dalam ketersediaan pupuk kandang dan pestisida

nabati.

9) Kemungkinan diamati adalah derajat dimana hasil dari inovasi dapat dilihat

atau dirasakan oleh penerima inovasi dalam melihat produksi yang meningkat

setelah dua musim tanam dan tampilan warna daun.

(54)

11) Pendidikan adalah tingkat pengetahuan seseorang berhubungan dengan

tingkat penilaian dan keputusan adopsi inovasi.

12) Pengalaman bertani adalah lamanya petani dalam melakukan usahatani padi

sesuai cara usahataninya.

13) Pendapatan adalah jumlah yang diterima petani dalam melakukan usahatani.

14) Luas Lahan adalah jumlah luas lahan yang dikelola oleh petani padi.

15) Jumlah tanggungan adalah banyaknya jumlah anggota keluarga sering

dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk

menerima suatu inovasi.

16) Tingkat kosmopolitan adalah frekuensi petani keluar dari desanya ke desa

lain atau ke kota, frekuensi mengikuti penyuluhan, frekuensi petani bertemu

dengan tokoh inovator, koran yang dibaca, siaran TV yang ditonton, dan

siaran radio yang didengar.

17) Tingkat partisipasi adalah frekuensi mengikuti kegiatan penyuluhan dan

menerima saran-saran yang diberikan penyuluh yang berkaitan dengan

inovasi.

18) Saluran komunikasi adalah saluran yang digunakan dalam menyampaikan

suatu inovasi yang terdiri dari saluran media massa dan saluran antarpribadi.

19) Saluran Media Massa adalah saluran yang digunakan untuk menyampaikan

informasi mengenai inovasi melalui radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain

20) Saluran Antarpribadi adalah saluran yang digunakan untuk menyampaikan

informasi mengenai inovasi melalui tatap muka antara dua atau lebih

(55)

3.6.2 Batasan Operasional

Adapun batasan operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Daerah penelitian adalah Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan,

Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Waktu penelitian adalah tahun 2013.

3. Sampel penelitian ini adalah petani padi yang menjadi penerima inovasi

dalam mengadopsi usahatani padi organik secara keseluruhan atau sebagian

(56)

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Tabel 2. Luas Lahan dan Produksi Padi Organik Binaan BITRA di   Provinsi Sumatera Utara,  2013
Tabel 3. Jumlah Populasi dan Sampel Petani Berdasarkan Cara Usahatani di Desa Lubuk Bayas, 2013
Tabel 4. Indikator Tingkat Adopsi terhadap Sistem Pertanian Padi Organik di Desa Lubuk Bayas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan : Di Indonesia ketersediaan ruangan pelayanan Puskesmas mayoritas adalah ruangan untuk upaya kesehatan perorangan, sedangkan ruangan pelayanan yang layak lebih banyak

Dari eksperimen sederhana pada tes penentuan posisi pada titik kontrol N0005 dan pengukuran detil planimetrik didapat dua hasil yang agak berbeda dimana pada tes

Alasan di buatkan perancangan sistem penjuaan secara online ini adalah untuk mempermudah untuk memasarkan produk, untuk mempermudah dalam melakukan transaksi

Klortalidon adalah merupakan suatu derivat tiazid yang bersifat seperti hidroklorotiazid. Memiliki ,asa kerja yang panjang dank arena itu sering digunakan untuk

rahmat dan karunia Nya sehingga Tesis dengan judul PENGARUH KOMITMEN ORGANISASI, MOTIVASI DAN KOMPENSASI PADA KINERJA MANAJERIAL DENGAN INTERNAL LOCUS OF CONTROL SEBAGAI

Kebutuhan Belanja Operasional pada Satker yang sama dan/ atau Satker lain dapat dipenuhi dengan melakukan pergeseran anggaran dalam 1 (satu) Program yang sama

Kebijakan yang digunakan pada program disesuaikan dengan kebutuhan, dan ini merupakan sebuah contoh sederhana terhadap implementasi keamanan yang dibutuhkan pada suatu jaringan

Dalam bahasa SQL pada umumnya informasi tersimpan dalam tabel-tabel yang secara logic merupakan struktur dua dimensi dari baris(row atau record) dan kolom(column atau field).