RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DUA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP
MULSA ORGANIK DI LAHAN SAWAH
SKRIPSI
OLEH :
IVAN MANONGGOTUA UJUNG / 100301211 AGROEKOTEKNOLOGI -BPP
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DUA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP
MULSA ORGANIK DI LAHAN SAWAH
SKRIPSI
OLEH :
IVAN MANONGGOTUA UJUNG / 100301211 AGROEKOTEKNOLOGI -BPP
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian
Universitas Sumatra Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Skripsi : Respons Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Terhadap Mulsa Organik di Lahan Sawah
Nama : Ivan Manonggotua Ujung
NIM : 100301211
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Ir. Lisa Mawarni, MP Ir. T. Irmansyah, MP
Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRACT
IVAN MANONGGOTUA UJUNG: Response of growth and production of two varieties sorghum (Sorghum bicolor(L.) Moench) with various of organic mulching in paddy soil. Supervised by LISA MAWARNI and T. IRMANSYAH
This research examined the influence of organic mulching and its interaction with two varieties of sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) growth and production. This research was conducted at Jl. Setiabudi Psr V, Sub District Tanjung Sari, Medan with altitude 25 meter above sea level with 2 factor namely varieties (Kawali, Numbu) and various of organic mulch (without mulch, hay mulch, grass mulch). Observed paramaterers were plant height, number of leaves, days of flowering, harvesting time, weight of seed per tassel per sample, weight of seed per tessel per plot, sample production, plot production, weight of 1000 seed. This research showed the treatment of varieties had a significant effect against height of plant at 7,8 and 9 week after plant, weight of seed per sample, production per sample, weight of 1000 seed. Kind of organic mulch had a significant effect against number of leaves at 8 and 9 week after plant, weight of 1000 seed. This research showed the interaction between varieties and kind of mulch had asignificant effect with height of plant at 4-9 week after plant, number of leaves at 8 and 9 week after plant, weight of seed per tassel per sample, plot production, production per sample, weight of 1000 seed and harvesting time.
ABSTRAK
IVAN MANONGGOTUA UJUNG: Respons Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Terhadap Mulsa Organik di Lahan Sawah. Dibimbing oleh LISA MAWARNI dan T. IRMANSYAH.
Tujuan penelitian untuk melihat respons pertumbuhan dan produksi dua varietas sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) terhadap mulsa organik di lahan sawah. Penelitian dilaksanakan di Jl. Setia Budi Pasar 5, kelurahan Tanjung Sari, Medan dengan ketinggian 25 meter di atas permukaan laut mulai dari bulan Juli hingga November 2014, menggunakan rancangan acak kelompok dengan dua faktor yaitu varietas (kawali, numbu) dan mulsa organik (tanpa mulsa, mulsa jerami, mulsa alang- alang). Parameter yang diamati tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga, umur panen, berat biji malai per sampel, berat biji malai per plot, produksi per sampel, produksi per plot, bobot 1000 biji. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 7, 8 dan 9 MST, berat biji malai per sampel, produksi per sampel, bobot 1000 biji. mulsa organik berpengaruh nyata pada jumlah daun umur 8 dan 9 MST, bobot 1000 biji. Hasil penelitian menunjukkan interaksi antara varietas dengan mulsa berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 4-9 MST, jumlah daun umur 8 dan 9 MST, berat biji malai per sampel, produksi per plot, produksi per sampel, bobot 1000 biji, umur panen.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 29 April 1991 di Sidikalang, penulis merupakan
anak pertama dari lima bersaudara, putra dari ayahanda Dermawan Ujung dan
ibunda Suinarli Banjarnahor.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sidikalang dan pada tahun
yang sama terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Program Studi Agroekoteknologi, Minat studi Budidaya
Pertanian dan Perkebunan melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi Koordintor Biro
Olah Raga Bidang Minat dan Bakat Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi
(HIMAGROTEK) (2013-2014), asisten praktikum di Laboratorium Dasar
Agronomi (2014-2015) Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Judul dari skripsi ini adalah “Respons Pertumbuhan dan Produksi Dua
Varietas Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Terhadap Mulsa Organik di
Lahan Sawah”. Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data yang digunakan
untuk menyusun skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar Sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penghargaan sebesar-besarnya penulis berikan kepada Ayahanda
Dermawan Ujung dan Ibunda Suinarli Banjarnahor atas dukungan moral, materi
dan kasihnya kepada penulis.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Ir. Lisa Mawarni, MP., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan kepada
Bapak Ir. T. Irmansyah, MP., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
banyak memberikan masukan dan bimbingan kepada penulis selama proses
penulisan dan penyelesaian skripsi ini.
Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf
pengajar dan pegawai di program Studi Agroekoteknologi, serta teman-teman
stambuk 2010 khususnya AET 2 dan kepada pihak lainnya yang telah
memberikan masukan serta dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
dari semua pihak. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih semoga skripsi
ini bermanfaat untuk kita semua.
Medan, April 2015
DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN Latar belakang ... 1
Tujuan penelitian ... 3
Hipotesis penelitian ... 3
Kegunaan penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman... 4
Syarat tumbuh ... 5
Iklim ... 5
Lahan sawah ... 6
Tanah ... 8
Varietas ... 8
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan waktu pelaksanaan penelitian ... 12
Bahan dan alat ... 12
Metode penelitian ... 12
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan lahan ... 15
Penanaman ... 15
Aplikasi mulsa ... 15
Pemeliharaan tanaman ... 16
a. Penyulaman ... 16
b. Pemupukan ... 16
c. Penyiraman ... 16
d. Penjarangan ... 16
e. Penyiangan ... 16
f. Pengendalian Hama dan Penyakit ... 16
Panen ... 17
Pengeringan ... 17
Pengamatan parameter ... 17
a. Tinggi tanaman (cm) ... 17
b. Jumlah daun per batang (helai) ... 17
c. Umur berbunga (hari) ... 18
d. Umur panen (hari) ... 18
e. Berat biji malai per sampel (g) ... 18
f. Berat biji malai per plot (g) ... 18
g. Produksi per sampel (g) ... 18
h. Produksi per plot (g) ... 18
i. Bobot 1000 biji (g) ... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 20
Tinggi tanaman (cm) ... 20
Jumlah daun per batang (helai) ... 24
Umur panen (hari) ... 26
Berat biji malai per sampel (g) ... 27
Produksi per sampel (g) ... 28
Produksi per plot (g) ... 30
Bobot 1000 biji (g) ... 31
Pembahasan ... 32
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 36
Saran ... 36
DAFTAR PUSTAKA ... 37
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Rataan tinggi tanaman terhadap varietas dan mulsa pada umur 2-9 MST
(cm) ... 21
2. Rataan jumlah daun terhadap varietas dan mulsa pada umur 2-9 MST (helai) ... 25
3. Rataan umur berbunga (hari) terhadap varietas dan mulsa ... 26
4. Rataan umur panen (hari) terhadap varietas dan mulsa ... 27
5. Rataan berat biji malai per sampel (g) terhadap varietas dan mulsa ... 28
6. Rataan produksi per sampel (g) terhadap varietas dan mulsa ... 29
7. Rataan produksi per plot (g) terhadap varietas dan mulsa ... 30
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Bagan penelitian ... 39
2. Bagan penanaman pada plot ... 40
3. Deskripsi tanaman sorgum varietas Numbu ... 41
4. Deskripsi tanaman sorgum varietas Kawali ... 42
5. Jadwal kegiatan penelitian ... 43
6. Data curah hujan untuk wilayah Medan dan sekitarnya Januari – November 2014 ... 44
7. Perhitungan pupuk dasar ... 45
8. Data pengamatan tinggi tanaman 2 MST (cm) ... 46
9. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 2 MST ... 46
10. Data pengamatan tinggi tanaman 3 MST (cm) ... 47
11. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 3 MST ... 47
12. Data pengamatan tinggi tanaman 4 MST (cm) ... 48
13. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 4 MST ... 48
14. Data pengamatan tinggi tanaman 5 MST (cm) ... 49
15. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 5 MST ... 49
16. Data pengamatan tinggi tanaman 6 MST (cm) ... 50
17. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 6 MST ... 50
18. Data pengamatan tinggi tanaman 7 MST (cm) ... 51
19. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 7 MST ... 51
20. Data pengamatan tinggi tanaman 8 MST (cm) ... 52
22. Data pengamatan tinggi tanaman 9 MST (cm) ... 53
23. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 9 MST ... 53
24. Data pengamatan jumlah daun 2 MST (helai) ... 54
25. Daftar sidik ragam jumlah daun 2 MST... 54
26. Data pengamatan jumlah daun 3 MST (helai) ... 55
27. Daftar sidik ragam jumlah daun 3 MST... 55
28. Data pengamatan jumlah daun 4 MST (helai) ... 56
29. Daftar sidik ragam jumlah daun 4 MST... 56
30. Data pengamatan jumlah daun 5 MST (helai) ... 57
31. Daftar sidik ragam jumlah daun 5 MST... 57
32. Data pengamatan jumlah daun 6 MST (helai) ... 58
33. Daftar sidik ragam jumlah daun 6 MST... 58
34. Data pengamatan jumlah daun 7 MST (helai) ... 59
35. Daftar sidik ragam jumlah daun 7 MST... 59
36. Data pengamatan jumlah daun 8 MST (helai) ... 60
37. Daftar sidik ragam jumlah daun 8 MST... 60
38. Data pengamatan jumlah daun 9 MST (helai) ... 61
39. Daftar sidik ragam jumlah daun 9 MST... 61
40. Data pengamatan umur berbunga (hari)... 62
41. Daftar sidik ragam umur berbunga ... 62
42. Data pengamatan umur panen (hari) ... 63
43. Daftar sidik ragam umur panen ... 63
44. Data pengamatan berat biji malai per sampel (g) ... 64
46. Data pengamatan produksi per sampel (g) ... 65
47. Daftar sidik ragam produksi per sampel ... 65
48. Data pengamatan produksi per plot (g) ... 66
49. Daftar sidik ragam produksi per plot (g) ... 66
50. Data pengamatan bobot 1000 biji (g) ... 67
51. Daftar sidik ragam bobot 1000 biji ... 67
ABSTRACT
IVAN MANONGGOTUA UJUNG: Response of growth and production of two varieties sorghum (Sorghum bicolor(L.) Moench) with various of organic mulching in paddy soil. Supervised by LISA MAWARNI and T. IRMANSYAH
This research examined the influence of organic mulching and its interaction with two varieties of sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) growth and production. This research was conducted at Jl. Setiabudi Psr V, Sub District Tanjung Sari, Medan with altitude 25 meter above sea level with 2 factor namely varieties (Kawali, Numbu) and various of organic mulch (without mulch, hay mulch, grass mulch). Observed paramaterers were plant height, number of leaves, days of flowering, harvesting time, weight of seed per tassel per sample, weight of seed per tessel per plot, sample production, plot production, weight of 1000 seed. This research showed the treatment of varieties had a significant effect against height of plant at 7,8 and 9 week after plant, weight of seed per sample, production per sample, weight of 1000 seed. Kind of organic mulch had a significant effect against number of leaves at 8 and 9 week after plant, weight of 1000 seed. This research showed the interaction between varieties and kind of mulch had asignificant effect with height of plant at 4-9 week after plant, number of leaves at 8 and 9 week after plant, weight of seed per tassel per sample, plot production, production per sample, weight of 1000 seed and harvesting time.
ABSTRAK
IVAN MANONGGOTUA UJUNG: Respons Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Terhadap Mulsa Organik di Lahan Sawah. Dibimbing oleh LISA MAWARNI dan T. IRMANSYAH.
Tujuan penelitian untuk melihat respons pertumbuhan dan produksi dua varietas sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) terhadap mulsa organik di lahan sawah. Penelitian dilaksanakan di Jl. Setia Budi Pasar 5, kelurahan Tanjung Sari, Medan dengan ketinggian 25 meter di atas permukaan laut mulai dari bulan Juli hingga November 2014, menggunakan rancangan acak kelompok dengan dua faktor yaitu varietas (kawali, numbu) dan mulsa organik (tanpa mulsa, mulsa jerami, mulsa alang- alang). Parameter yang diamati tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga, umur panen, berat biji malai per sampel, berat biji malai per plot, produksi per sampel, produksi per plot, bobot 1000 biji. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 7, 8 dan 9 MST, berat biji malai per sampel, produksi per sampel, bobot 1000 biji. mulsa organik berpengaruh nyata pada jumlah daun umur 8 dan 9 MST, bobot 1000 biji. Hasil penelitian menunjukkan interaksi antara varietas dengan mulsa berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 4-9 MST, jumlah daun umur 8 dan 9 MST, berat biji malai per sampel, produksi per plot, produksi per sampel, bobot 1000 biji, umur panen.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Lahan sawah mempunyai potensi dan peranan yang strategis baik dalam
penyediaan dan program ketahanan pangan, penampungan tenaga kerja,
maupun sumber pendapatan petani. Namun demikian, potensi tersebut belum
sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal, yaitu hanya ditanami padi satu atau dua
kali setahun. Walaupun demikian, upaya untuk meningkatkan pendapatan petani,
salah satunya yakni memanfaatkan sumber daya sawah secara optimal, yaitu
melalui perbaikan teknologi pola tanam, seperti pergiliran tanaman. Peningkatan
efisiensi usaha tani khususnya tanaman pangan menjadi tujuan pokok dalam
rangka mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya semakin
bertambah (BPTP, 2011).
Sorgum merupakan tanaman serelia yang dapat memberikan banyak
manfaat diantaranya dari biji yang dapat menghasilkan tepung sebagai pengganti
gandum, dari batang dapat menghasilkan nira yang dapat dimanfaatkan sebagai
gula dan hijauan pakan ternak. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman
serelia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena
mempunyai daerah adaptasi yang luas. Sorgum cukup toleran terhadap tanah yang
kurang subur atau tanah kritis, sehingga lahan-lahan yang kurang produktif atau
lahan tidur bisa diatanami. Tanaman sorgum cukup toleran terhadap kekeringan
dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marginal serta relatif tahan
terhadap gangguan hama dan penyakit. Sorgum tidak memerlukan teknologi dan
sorgum sebaiknya ditanam pada musim kemarau karena sepanjang hidupnya
memerlukan sinar matahari penuh (Prihandana dan Hendroko, 2008).
Tanaman sorgum (Sorghum bicolor L.)(Moench) termasuk family
Graminae (Poaceae). Tanaman ini telah lama dibudidayakan namun masih dalam
areal yang terbatas. Di Indonesia sorgum dikenal sebagai palawija dengan sebutan
cantel, jagung cantel, dan gandrung. Sorgum merupakan bahan pangan yang juga
mengandung karbohidrat seperti beras, terigu dan jagung. Sorgum adalah salah
satu bahan pangan yang potensial untuk substitusi terigu dan beras karena masih
satu famili dengan gandum dan padi, hanya berbeda subfamili, sehingga
karakteristik tepungnya relatif lebih baik dibanding tepung umbi-umbian.
Oleh karena itu sorgum merupakan pengganti karbohidrat alternatif
(Ruchjaniningsih, 2008).
Untuk meningkatkan produksi pertanian yang tinggi dapat dilakukan
dengan perbaikan atau manipulasi lingkungan tumbuh. Pemberian mulsa dapat
secara langsung berpengaruh terhadap ligkungan tumbuh tanaman, seperti
mencegah erosi, meningkatkan kadar air tanah, suhu, udara dalam tanah dan
refleksi radiasi matahari. Berdasarkan efeknya terhadap suhu tanah, maka
penggunaan mulsa dapat disesuaikan dengan kebutuhan tanaman akan suhu tanah.
Fluktuasi suhu sangat ditentukan oleh jenis mulsa (Umboh, 2000).
Pemberian mulsa jerami, akan memberikan suatu lingkungan pertumbuhan
yang baik bagi tanaman karena dapat mengurangi evaporasi, mencegah
penyinaran langsung sinar matahari yang berlebihan terhadap tanah serta
kelembaban tanah dapat lebih terjaga, sehingga tanaman dapat menyerap air dan
merupakan unsur mineral yang menjadi tersedia bila telah terurai menjadi bahan
anorganik (Sumarna dan Subhan, 1994).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat respons pertumbuhan dan produksi
dua varietas sorgum (Sorghum bicolor (L.)Moench) terhadap mulsa organik di
lahan sawah.
Hipotesis Penelitian
1. Ada perbedaan nyata antar varietas terhadap petumbuhan dan produksi
sorgum (Sorghum bicolor (L.)Moench) di lahan sawah.
2. Ada perbedaan nyata antar mulsa terhadap pertumbuhan dan produksi
sorgum (Sorghum bicolor (L.)Moench) di lahan sawah.
3. Ada interaksi antara varietas sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench)
dengan jenis mulsa di lahan sawah.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Dalam sistem taksonomi tumbuhan, sorgum diklasifikasikan sebagai
berikut, Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta, Subdivisio : Angiospermae,
Class : Monocotyledoneae, Ordo : Poales, Family : Poaceae, Genus : Sorghum ,
Species : Sorghum bicolor (L.) Moench ( USDA, 2008).
Bagian tanaman di atas tanah tumbuh lambat sebelum perakarannya
berkembang dengan baik. Sistem perakarannya terdiri atas akar-akar seminal
(akar-akar primer) pada dasar buku pertama pangkal batang, akar-akar koronal
akar pada pangkal batang yang tumbuh ke arah atas) dan akar udara
(akar-akar yang tumbuh di permukaan tanah). Tanaman sorgum membentuk per(akar-akaran
sekunder 2 kali lipat dari jagung (Deptan, 2008).
Tanaman sorgum mempunyai batang berbentuk silinder, beruas-ruas
(internodes) dan berbuku-buku (nodes). Setiap ruas memiliki alur yang
berselang-seling. Diameter dan tinggi batang bervariasi. Ukuran diameter pangkal batang
berkisar 0,5-5,0 cm dan tingginya berkisar 0,5-4,0 m tergantung varietasnya.
Tinggi batang sorgum manis yang dikembangkan di China dapat mencapai 5m
sehingga sangat ideal dikembangkan untuk pakan ternak dan penghasil gula
(FAO,2002).
Pada daun sorgum terdapat lapisan lilin yang ada pada lapisan
epidermisnya. Adanya lapisan lilin tersebut menyebabkan tanaman sorgum
mampu bertahan pada daerah dengan kelembaban sangat rendah, lapisan lilin
tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu hidup dalam cekaman kekeringan
Bunga sorgum tersusun dalam bentuk malai dengan banyak bunga pada
setiap malai sekitar 1500-4000 bunga. Bunga sorgum akan mekar teratur dari 7
cabang malai paling atas ke bawah. Malai sorgum memiliki tangkai yang tegak
atau melengkung, berukuran panjang atau pendek dan berbentuk kompak sampai
terbuka (Dicko et al. 2006).
Warna dari biji sorgum bervariasi tergantung kultivar dan jenisnya ada
yang bewarna putih hingga bewarna kekuningan dari merah hingga bewarna
coklat gelap. Warna pigmen dari biji berasal dari pericarp atau testa bukan dari
endosperm. Endosperm pada sorgum bewarna putih sama seperti yang terdapat
pada jagung putih. Ukuran biji bervariasi tergantung varietas dan jenis dengan
ukuran biji kira-kira 12.000-60.000 biji / pound (Metcalfe dan Elkins, 1980).
Syarat Tumbuh Iklim
Suhu optimum untuk pertumbuhan sorgum berkisar antara 23° C - 30° C
dengan kelembaban relatif 20 - 40 %. Pada daerah-daerah dengan ketinggian 800
m dan permukaan laut dimana suhunya kurang dari 20° C, pertumbuhan tanaman
akan terhambat. Selama pertumbuhan tanaman, curah hujan yang diperlukan
adalah berkisar antara 375 - 425 mm ( Laimeheriwa, 1990).
Tanaman sorgum dapat berproduksi walaupun dibudidayakan dilahan
kurang subur, air yang terbatas dan masukan (input) yang rendah, bahkan dilahan
yang berpasir pun sorgum dapat dibudidayakan. Namun apabila ditanam pada
daerah yang berketinggian diatas 500 m dpl tanaman sorgum akan terhambat
Lahan sawah
Tanah sawah merupakan tanah yang dikelola sedemikian rupa untuk
budidaya tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama
atau sebagian dari massa pertumbuhan padi. Ciri khas tanah sawah dengan tanah
tergenang lainnya adalah adanya lapisan oksidasi di bawah permukaan air akibat
difusi O2 setebal 0.8-1.0 cm, selanjutnya lapisan reduksi setebal 25-30 cm dan
diikuti oleh lapisan tapak bajak yang kedap air. Selain itu, selama pertumbuhan
tanaman padi akan terjadi sekresi O2 oleh akar tanaman padi yang menimbulkan
kenampakan khas pada tanah sawah (Musa, et al., 2006).
Berdasarkan sumber air yang digunakan dan keadaan genangannya, sawah
dapat dibedakan menjadi 4 jenis yaitu:
1. Sawah irigasi, yaitu sawah yang sumber airnya berasal dari tempat lain
melalui saluran-saluran yang sengaja dibuat untuk itu. Dibedakan atas
sawah irigasi teknis, setengah teknis dan sawah irigasi sederhana.
2. Sawah tadah hujan, yaitu sawah yang sumber airnya tergantung atau
berasal dari curah hujan tanpa adanya bangunan-bangunan irigasi
permanen. Umumnya terdapat pada wilayah yang posisinya lebih tinggi
dari sawah irigasi atau sawah lainnya sehingga tidak memungkinkan
terjangkau oleh pengairan. Waktu tanam sangat tergantung kepada
datangnya musim hujan.
3. Sawah pasang surut, yaitu sawah yang irigasinya tergantung pada gerakan
pasang dan surut serta letaknya di wilayah datar tidak jauh dari laut.
pasang dan surut air dimanfaatkan untuk mengairi melalui saluran irigasi
dan drainase.
4. Sawah lebak, yaitu sawah yang diusahakan di daerah rawa memanfaatkan
naik turunnya permukaan air rawa secara alami, sehingga dalam sistem
sawah lebak tidak dijumpai sistem saluran air. (Sofyan et al, 2007).
Tanah sawah memiliki ciri-ciri tertentu, antara lain: adanya lapisan oksida
dan lapisan reduksi, berkurangnya oksigen tanah, pH tanah cenderung netral
(6,7-7,2), Ferri direduksi menjadi ferro, ketersediaan P lebih tinggi akibat
penggenangan, keracunan sulfida terjadi bila penggenangan cukup lama
(Musa et al., 2006).
Profil tanah sawah mempunyai lapisan oksidasi dan reduksi. Pada lapisan
oksidasi ion NH4+ tidak stabil karena ion ini mudah dioksidasi menjadi NO3+.
Oleh karena ion nitrat ini sangat mobil maka ia mudah tercuci ke lapisan reduksi.
Di lapisan reduksi inilah nitrat mengalami denitrifikasi sehingga berubah menjadi
gas N2. Ion NH4+ stabil pada lapisan reduksi dan dapat dimanfaatkan oleh akar
tanaman padi. Itulah sebabnya pemupukan N berbentuk amonium selalu
dibenamkan pada lapisan reduksi (Hasibuan, 2008).
Permasalahan tanah sawah di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua
masalah pokok yaitu adanya penyusutan luasan lahan sawah akibat terjadinya
konversi lahan sawah menjadi lahan non pertanian, seperti daerah industri,
pemukiman, lapangan golf, dan lain sebagainya terutama terjadi di pulau Jawa dan
Bali. Masalah lainnya yang menjadi kendala adalah adanya pelandaian
Tanah
Sorgum dapat bertoleransi pada kisaran kondisi tanah yang luas.Tanaman
ini dapat tumbuh baik pada tanah-tanah berat yang sering kali tergenang. Sorgum
juga dapat tumbuh pada tanah-tanah berpasir. la dapat tumbuh pada pH tanah
berkisar 5,0 - 5,5 dan lebih bertoleransi terhadap salin (garam) tanah dari pada
jagung. Tanaman sorgum dapat berproduksi pada tanah yang terlalu kritis bagi
tanaman lainnya ( Laimeheriwa, 1990).
Salah satu yang mendukung pada pengolahan lahan sorgum adalah tanah
liat berlempung yang kaya akan humus. Sorgum tidak akan tumbuh dengan baik
pada tanah yang tergenang atau pada tanah rawa. Walaupun sorgum lebih mampu
bertahan pada kondisi air yang tergenang dibandingkan dengan tanaman jagung,
namun drainase yang baik lebih cocok untuk pertumbuhannya (Thakur, 1980).
Varietas
Varietas adalah sekumpulan individu tanaman yang dapat dibedakan oleh
setiap sifat ( morfology, fisiology, sitology, kimia dan lain-lain) yang nyata untuk
usaha pertanian dan bila produksi kembali akan menunjukkan sifat-sifat yang
dapat dibedakan dari yang lain. Varietas berdasarkan teknik pembentukannya
dibedakan atas varietas hibrida, varietas sintetik, dan varietas komposit
(Mangoendidjojo, 2003).
Tingkat hasil suatu tanaman ditentukan oleh interaksi faktor genetis
varietas unggul dengan lingkungan tumbuhnya seperti kesuburan tanah,
ketersediaan air, dan pengelolaan tanaman. Tingkat hasil varietas unggul yang
tercantum dalam deskripsi umumnya berupa angka rata-rata dari hasil yang
unggul dapat saja lebih tinggi atau lebih rendah pada lokasi tertentu dengan
penggunaan masukan dan pengelolaan tertentu pula. Biasanya untuk mendapatkan
hasil yang lebih tinggi dari penggunaan varietas unggul diperlukan pengelolaan
yang lebih intensif dan perhatian serius serta kondisi lahan yang optimal. Agar
memperoleh hasil yang optimal di atas rata-rata dalam deskripsi maka perolehan
varietas unggul harus sesuai 6 tepat (tepat varietas, jumlah,mutu, waktu, lokasi,
dan tepat harga) (Gani, 2000).
Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu
lingkungan untuk mendapatkan genotif unggul pada lingkungan tersebut. Pada
umumnya suatu daerah memiliki suatu kondisi lingkungan yang berbeda terhadap
genotif. Respon genotif terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam
penampilan fenotip dari tanaman yang bersangkutan (Darliah,et al., 2001).
Ada dua macam perbedaan antara individu organisme : (1) perbedaan yang
ditentukan oleh keadaan luar yaitu yang dapat ditelusuri dari lingkungan dan (II)
perbedaan yang dibawa sejak lahir, yaitu dapat ditelusuri dari kebakaan. Suatu
fenotip (penampilan dan cara berfungsinya). Individu merupakan hasil interaksi
antara genotif (warisan alami) dan lingkungannya. Walaupun sifat khas suatu
fenotip tertentu tidak dapat selamanya ditentukan oleh perbedaan fenotip atau
lingkungan ada kemungkinan perbedaan fenotip antara individu yang terpisahkan
itu disebabkan oleh perbedaan lingkungan atau perbedaan keduanya
(Lovelles, 2009).
Balai penelitian tanaman serelia Indonesia pada tahun 2001 telah melepas
dua varietas sorgum unggul baru yaitu kawali dan numbu yang berasal dari India.
dengan rata-rata hasil 0,3 ton/ha dan berumur 90 hari.Varietas kawali dan Numbu
memiliki tangkai yang kompak dan besar, tahan terhadap rebah, penyakit karat
serta penyakit bercak daun. Kedua varietas ini ditanam dibeberapa daerah antara
lain di Demak dan Gunung Kidul (Jawa Tengah ) serta daerah Bantul, Yogyakarta
( Yanuwar, 2002).
Mulsa
Pemulsaan merupakan suatu usaha melindungi tanah dengan suatu bahan
penutup tanah. Dari pengertian ini mulsa diartikan sebgai penutup tanah yang
dapat melindungi tanah dari iklim yang berbeda-beda (Umboh, 2000).
Bahan jerami yang kadang- kadang diabaikan pada masa panen padi
sesungguhnya dapat digunakan dalam pemulsaan yang bermaksud mencegah
terjadinya erosi. Jerami agak lambat pelapukannya sehingga untuk tanaman cukup
banyak dan dapat berfungsi untuk menahan erosi (Paiman, 1993).
Fungsi lain dari mulsa adalah menjaga tanah tetap gembur, suhu dan
kelembaban tanah relatif tetap stabil. Selain itu dengan adanya mulsa, pemberian
pupuk, pengendalian gulma ataupun hama penyakit dapat berkurang baik dalam
biaya ataupun waktu yang dibutuhkan. Penggunaan mulsa dipermukaan tanah
juga berguna untuk mencegah erosi tanah, menjaga struktur tanah, suhu dan
kelembaban tanah sehingga tercipta kondisi yang baik dan mendukung bagi
peningkatan kualitas dan kuantitas produksi. Dengan adanya mulsa maka
pembuatan jarak tanam, merawat tanaman, memberi pupuk menjadi lebih
gampang dan tanah bedengan tidak erosi (Asnawi dan Dwiwarni, 2002).
Pemberian mulsa dapat meningkatkan hasil tanaman budidaya. Pemberian
jumlah polong isi, dan berat kering biji per petak tanaman kacang kedelai
(Fahrurrozi etal., 2005). Pada tanaman kentang pemberian mulsa dapat
meningkatkan laju pertumbuhan relatif dan produksi umbi. Hal ini dikarenakan
pemberian mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma sehingga tanaman tidak
berkompetisi untuk memanfaatkan sinar matahari dan menyerap unsur hara
(Umboh, 2000).
Pemberian mulsa juga dapat menyuburkan tanah. Mulsa dapat menjaga
kestabilan agregat dan kimia tanah, menjaga ketersediaan air tanah dan menjaga
suhu tanah, meningkatkan ketersediaan unsur K dalam tanah, dan mencegah
pencucian nitrogen (Fahrurrozi et al., 2005; Umboh, 2000 dan Sudadi et. al.,
2007) (Maulana, 2011).
Mulsa jerami juga memiliki kemampuan untuk menyerap air lebih banyak,
serta mampu menyimpan air lebih lama. Air sangat berperan dalam pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Selain sebagai penyusun utama tanaman, air
diperlukan untuk melarutkan unsur hara agar mudah diserap akar. Dalam tubuh
tanaman, air digunakan sebagai media transport unsur hara, serta hasil fotosintat
(Sungheening et al., 2012).
Mulsa berfungsi untuk melindungi permukaan tanah, mencegah erosi,
menjaga kelembaban tanah, memperbaiki struktur tanah dan menekan
pertumbuhan gulma sehingga meningkatkan produksi tanaman
(Rujiter dan Agus, 2004).
Mulsa akan mempengaruhi cahaya yang akan sampai ke permukaan tanah
dan menyebabkan kecambah-kecambah gulma serta beberapa jenis gulma dewasa
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu pelaksanaan penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah masyarakat, Jl. Setia Budi Pasar
5, Kelurahan Tanjung Sari, Kota Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter di
atas permukaan laut (dpl) pada bulan Juli sampai dengan November 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih tanaman sorgum
varietas Kawali, dan varietas Numbu, jerami padi, alang- alang, pupuk Urea,
SP-36, KCl (sebagai pupuk dasar), fungisida, dan air.
Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah cangkul, tugal, gembor,
handsprayer, meteran, pacak sampel, pacak perlakuan, alat tulis, label, karung,
tali, ember, pisau, plastik, gelas ukur, timbangan, dan kalkulator.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial
dengan dua faktor perlakuan yaitu :
Faktor I: Varietas (V) terdiri dari 2 jenis, yaitu :
V1 = Kawali
V2 = Numbu
Faktor II : Mulsa (M) yang terdiri dari 3 jenis, yaitu :
M0 = Tanpa mulsa
M1 = Mulsa jerami
Sehingga diperoleh perlakuan sebanyak 6 kombinasi, yaitu :
V1M0 V1M1 V1M2
V2M0 V2M1 V2M2
Jumlah ulangan (Blok) : 4 ulangan
Jumlah plot : 6 plot
Jumlah plot seluruhnya : 24 plot
Ukuran plot : 150 cm x 300 cm
Jarak tanam : 70 cm x 20 cm
Jarak antar plot : 50 cm
Jarak antar ulangan : 100 cm
Jumlah tanaman / plot : 30 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya : 720 tanaman
Jumlah sampel/plot : 5 tanaman
Jumlah sampel seluruhnya : 120 tanaman
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan
model linear aditif sebagai berikut :
Yijk = μ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk
i = 1,2,3,4 j = 1,2 k = 1,2,3
Dimana:
Yijk : Hasil pengamatan pada blok i akibat pemberian mulsa pada jenis
ke-i dan faktor varke-ietas ke-j dan pada ulangan ke-k μ : Nilai tengah
ρi : Efek dari blok ke-i
βk : Efek perlakuan varietas ke-k
(αβ)jk : Interaksi antara jenis mulsa perlakuan ke-j dengan
varietas ke-k
εijk : Efek galat pada blok ke-i akibat jenis mulsa ke-j dan pengaruh
varietas ke-k.
Apabila sidik ragam nyata, maka dilanjutkan analisis lanjutan dengan
menggunakan Uji Beda Rata – Rata Berjarak Ganda Duncan dengan taraf 5%
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan lahan
Diukur areal pertanaman yang akan digunakan, plot dibentuk dengan
ukuran 150 cm x 300 cm dengan jarak antar plot 50 cm dan antar blok 100 cm
yang memanjang dari arah utara - Selatan. Kemudian tanah diolah sedalam
± 25 - 30 cm. Pengolahan tanah dilakukan sekitar satu minggu sebelum tanam.
Penanaman
Penanaman dilakukan dengan menugal sedalam 3 cm sebanyak 2 benih
per lubang tanam yang sebelumnya telah direndam air selama 10 menit, guna
mempercepat perkecambahan. Jarak tanam yang digunakan 70 x 20 cm.
Pemupukan
Berdasarkan rekomendasi pemupukan dari Deptan (2013), Pupuk yang
diberikan yaitu 90 Kg N/ha, 45 Kg P2O5 /ha dan 30 Kg K2O/ha. Dosis
pemupukan dikonversikan dalam 200 Kg Urea/ha, 125 Kg SP- 36/ha dan 50 Kg
KCl/ha. Pemupukan N dilakukan dua kali, dimana 1/3 bagian diberikan pada saat
awal penanaman sorgum yang dilakukan bersamaan dengan pemberian pupuk P
dan K seluruhnya, dan sisanya 2/3 bagian pupuk N diberikan pada saat umur 4
MST. Pemupukan dilakukan dengan cara menabur pada lubang yang dibuat
sedalam 5 cm dengan jarak 10 cm dari lubang tanam lalu ditutup dengan tanah.
Aplikasi Mulsa
Aplikasi mulsa jerami dan mulsa alang-alang dilakukan dengan
meletakkan masing-masing mulsa sesuai dengan perlakuan pada plot dengan
ketebalan 5 cm hingga menutupi seluruh permukaan tanah dengan rata. Mulsa
langsung dihamparkan merata pada plot sekitar ± 10 cm dari lubang tanam.
Aplikasi dilakukan setelah bibit di tanam (1MST).
Pemeliharaan Tanaman Penyulaman
Penyulaman dilakukan saat tanaman berumur satu minggu setelah tanam.
Penyulaman dilakukan dengan menanam benih sorgum pada lubang tanam yang
tanamannya tidak tumbuh atau pertumbuhannya tidak baik.
Penyiraman
Penyiraman dilakukan dua kali setiap hari yaitu pada pagi dan sore hari.
Pelaksanaan penyiraman dikurangi tergantung keadaan cuaca. Bila areal hujan,
tidak perlu dilakukan penyiraman.
Penjarangan
Penjarangan dilakukan dua minggu setelah tanam (2MST), dengan cara
memotong tanaman menggunakan pisau atau gunting dan meninggalkan tanaman
yang sehat.
Penyiangan
Penyiangan hanya dilakukan pada areal parit plot, dan tidak dilakukan
penyiangan pada areal pertanaman karena salah satu tujuan dari pemulsaan adalah
menekan pertumbuhan gulma.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan
fungisida dengan bahan aktif Mankozeb 80% dengan dosis 0.5 cc/liter air pada
Panen
Pemanenan dilakukan sesuai dengan umur panen masing-masing varietas
atau saat tanaman telah matang secara visual, yaitu pada saat biji-biji telah bernas
dan keras, daun berwarna kuning dan mengering. Pada varietas Kawali panen
dilakukan pada umur 112 hari dan pada varietas Numbu panen dilakukan pada
umur 107 hari setelah tanam. Panen dilakukan dengan menggunakan gunting,
dipotong sekitar 10-15 cm dibawah tangkai malai.
Pengeringan
Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran selama lebih kurang 60
jam hingga kadar air mencapai 12-14%. Setelah dikeringkan, biji dirontokkan dari
malainya.
Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang hingga ujung daun
tertinggi dengan menggunakan meteran. Pengukuran pertama dilakukan dua
minggu setelah tanam dengan interval 1 minggu sekali hingga masuk fase
generatif atau populasi tanaman sorgum telah berbunga sebanyak 75%.
Jumlah Daun per batang (helai)
Jumlah daun yang dihitung yaitu daun yang telah terbuka sempurna dan
masih berwarna hijau. Penghitungan pertama dilakukan dua minggu setelah tanam
dengan interval 1 minggu sekali sampai populasi tanaman sorgum telah berbunga
Umur Berbunga (hari)
Umur berbunga ditentukan pada saat bunga setiap tanaman sampel
muncul. Dicatat umur berbunga setiap hari dimulai sejak bunga pertama keluar
sampai dengan tanaman sorgum telah berbunga sebanyak 75%.
Umur Panen (hari)
Umur panen dihitung setelah tanaman memenuhi kriteria siap panen.
Kriteria malai sorgum yang siap panen adalah bijinya keras dan jika digigit terasa
tepungnya atau bersuara gemerisik bilamana digerakkan.
Berat Biji Malai per Sampel (g)
Berat biji malai per sampel diambil dengan cara menimbang biji beserta
malai tiap sampel perlakuan. Berat biji malai per sampel ditimbang setelah
tanaman dipanen.
Berat Biji Malai per Plot (g)
Berat biji malai per plot diambil dengan cara menimbang biji beserta malai
tiap plot perlakuan. Berat biji malai per plot ditimbang setelah tanaman dipanen.
Produksi per Sampel (g)
Produksi per sampel diambil dengan cara menimbang biji per sampel
setelah biji dipisahkan atau dirontokkan dari malai dan dibersihkan dari
kotoran - kotoran. Produksi per sampel ditimbang setelah tanaman dipanen.
Produksi per plot (g)
Produksi per plot diambil dengan menimbang biji per plot setelah biji
dipisahkan atau dirontokkan dari malai dan dibersihkan dari kotoran- kotoran.
Produksi per plot ditimbang setelah tanaman dipanen dengan menggunakan
Bobot 1000 biji (g)
Ditimbang sebanyak 1000 biji yang telah dijemur selama beberapa hari
sampai kadar air mencapai 12-14%. Penimbangan dilakukan setelah panen dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Berdasarkan daftar sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan varietas
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 7, 8 dan 9 MST, Berat biji
malai per sampel, produksi per sampel, bobot 1000 biji.
Daftar sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan mulsa berpengaruh
nyata terhadap jumlah daun pada umur 8 dan 9 MST, bobot 1000 biji dan tidak
berpengaruh nyata terhadap parameter lainnya.
Interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada
umur 4-9 MST, jumlah daun 8 dan 9 MST, umur panen, berat biji malai per
sampel, produksi per plot, produksi per sampel, bobot 1000 biji.
Tinggi Tanaman (cm)
Data hasil pengamatan tinggi tanaman beserta daftar sidik ragamnya dapat
dilihat pada lampiran 8-23. Berdasarkan daftar sidik ragam diketahui bahwa
perlakuan varietas berpengaruh nyata pada tinggi tanaman 7, 8 dan 9 MST,
Sedangkan pemberian mulsa tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman.
Interaksi varietas dan mulsa berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada
umur 4-9 MST
Rataan tinggi tanaman (cm) terhadap varietas dan mulsa dan pada umur
2-9 MST dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada pengamatan 7, 8 dan 9 MST, tinggi
tanaman tertinggi pada varietas terdapat pada varietas Numbu (V2) yang berbeda
Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) terhadap varietas dan mulsa pada umur 2-9 MST.
Umur
(MST) Mulsa
Varietas
Rataan
V1=Kawali V2= Numbu
M0 = Tanpa Mulsa 29,77 33,28 31,52
2 MST M1 = Mulsa Jerami 31,87 31,60 31,73
M2 = Mulsa Alang-alang 30,14 32,90 31,52
Rataan 30,59 32,59 31,59
M0 = Tanpa Mulsa 43,67 49,38 46,53
3 MST M1 = Mulsa Jerami 45,21 49,46 47,34
M2 = Mulsa Alang-alang 43,13 51,07 47,10
Rataan 44,00 49,97
M0 = Tanpa Mulsa 66,00b 78,00ab 72,00
4 MST M1 = Mulsa Jerami 72,41ab 75,76ab 74,09
M2 = Mulsa Alang-alang 65,66b 80,72a 73,19
Rataan 68,02 78,16 73,09
M0 = Tanpa Mulsa 94,60b 108,54ab 101,57
5 MST M1 = Mulsa Jerami 98,44b 109,06ab 103,75
M2 = Mulsa Alang-alang 93,23b 116,36a 104,79
Rataan 95,42 111,32
M0 = Tanpa Mulsa 110,75d 138,75ab 124,75
6 MST M1 = Mulsa Jerami 115,57d 138,65abc 127,11
M2 = Mulsa Alang-alang 104,93d 143,04a 123,99
Rataan 110,42 140,15
M0 = Tanpa Mulsa 168,01d 218,23abc 193,12
7 MST M1 = Mulsa Jerami 172,68d 225,37ab 199,02
M2 = Mulsa Alang-alang 163,77d 238,61a 201,19
Rataan 168,15b 227,40a
M0 = Tanpa Mulsa 191,55d 267,85abc 229,70
8 MST M1 = Mulsa Jerami 194,73d 271,74ab 233,23
M2 = Mulsa Alang-alang 184,84d 284,05a 234,45
Rataan 190,37b 274,54a
M0 = Tanpa Mulsa 201,24d 282,09abc 241,66
9 MST M1 = Mulsa Jerami 209,78d 297,49ab 253,64
M2 = Mulsa Alang-alang 198,04d 299,25a 248,64
Rataan 203,02b 292,94a
Pada pengamatan 4 MST, interaksi antara varietas dan mulsa berpengaruh
nyata terhadap tinggi tanaman, dimana tanaman tertinggi terdapat pada kombinasi
perlakuan V2M2 (80,72 cm) yang berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan
V1M0 ( 66,00 cm) dan V1M2 (65,66 cm), namun, berbeda tidak nyata dengan
kombinasi perlakuan V1M1 (72,41 cm), V2M0 (78,00 cm) dan V2M1 (75,76 cm).
Pada pengamatan 5 MST, interaksi antara varietas dan mulsa berpengaruh
nyata terhadap tinggi tanaman, dimana tanaman tertinggi terdapat pada kombinasi
perlakuan V2M2 (116,36 cm) yang berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan
V1M0 (94,60 cm), V1M1 (98,44 cm), dan V1M2 (93,23 cm), namun berbeda
tidak nyata dengan kombinasi perlakuan V2M0 (108,54 cm), dan V2M1
(109,06 cm).
Pada pengamatan 6 MST, interaksi antara varietas dan mulsa berpengaruh
nyata terhadap tinggi tanaman, dimana tanaman tertinggi terdapat pada kombinasi
perlakuan V2M2 (143,04 cm) yang berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan
V1M0 (110,75 cm), V1M1 (115,57 cm), dan V1M2 (104,93 cm), namun berbeda
tidak nyata dengan kombinasi perlakuan V2M0 (138,75 cm), dan V2M1
(138,65 cm).
Pada pengamatan 7 MST, interaksi antara varietas dengan mulsa
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, dimana tanaman tertinggi terdapat
pada kombinasi perlakuan V2M2 (238,61 cm) yang berbeda nyata dengan
kombinasi perlakuan V1M0 (168,01 cm), V1M1 (172,68 cm), dan V1M2
(163,77 cm), namun berbeda tidak nyata dengan kombinasi perlakuan V2M0
Pada pengamatan 8 MST, interaksi antara varietas dengan mulsa
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, dimana tanaman tertinggi terdapat
pada kombinasi perlakuan V2M2 (284,05 cm) yang berbeda nyata dengan
kombinasi perlakuan V1M0 (191,55 cm), V1M1 (194,73 cm), dan V1M2
(163,77 cm), namun berbeda tidak nyata dengan kombinasi perlakuan V2M0
(218,23 cm) dan V2M1 (225,37 cm).
Pada pengamatan 9 MST, interaksi antara varietas dengan mulsa
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, dimana tanaman tertinggi terdapat
pada kombinasi perlakuan V2M2 (299,25 cm) yang berbeda nyata dengan
kombinasi perlakuan V1M0 (201,24 cm), V1M1 (209,78 cm), dan V1M2
(198,04 cm), namun berbeda tidak nyata dengan kombinasi perlakuan V2M0
(282,09 cm) dan V2M1 (297,49 cm).
Jumlah Daun per batang (helai)
Hasil pengamatan jumlah daun per batang beserta daftar sidik ragamnya
dapat dilihat pada lampiran 24-39. Berdasarkan daftar sidik ragam diketahui
bahwa perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah
daun, sedangkan pemberian mulsa berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah
daun umur 8 dan 9 MST. Interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap
pengamatan parameter jumlah daun umur 8 dan 9 MST.
Rataan jumlah daun terhadap varietas dan pemberian mulsa pada umur
2-9 MST dapat dilihat pada Tabel 2.
Pada pengamatan 8MST, perlakuan mulsa berpengaruh nyata terhadap
jumlah daun dengan data tertinggi terdapat pada perlakuan M2 (12,85 helai) yang
Pada pengamatan 9 MST, perlakuan mulsa berpengaruh nyata terhadap
jumlah daun dengan data tertinggi terdapat pada perlakuan M2 (13,63 helai) yang
berbeda nyata dengan M0 (13,23 helai) dan berbeda tidak nyata dengan M1
(13,30 helai).
Pada pengamatan 8 MST, interaksi antara varietas dan mulsa berpengaruh
nyata terhadap parameter jumlah daun, dimana jumlah daun tertinggi terdapat
pada kombinasi perlakuan V1M0 (13,40 helai) yang berbeda nyata dengan
kombinasi perlakuan V2M0 (11,70 helai), V2M1 (11,90 helai), dan V2M2
(12,75 helai), namun, berbeda tidak nyata dengan kombinasi perlakuan V1M1
(13,30 helai) dan V1M2 (12,95 helai).
Pada pengamatan 9 MST, interaksi antara varietas dan mulsa berpengaruh
nyata terhadap parameter jumlah daun, dimana jumlah daun tertinggi terdapat
pada kombinasi perlakuan V2M2 (13,90 helai) yang berbeda nyata dengan
kombinasi perlakuan V2M0 (13,10 helai), V2M1 (13,35 helai), dan V1M2
(13,50 helai), namun berbeda tidak nyata dengan kombinasi perlakuan V1M0
Tabel 2. Rataan jumlah daun (helai) terhadap varietas dan mulsa pada umur 2-9 MST. Umur
(MST) Mulsa Varietas Rataan
V1 = Kawali V2 = Numbu
M0 = Tanpa Mulsa 5,40 5,15 5,28
2
MST M1 = Mulsa Jerami 5,10 5,25 5,18
M2 = Mulsa Alang-alang 5,25 5,55 5,40
Rataan 5,25 5,32
M0 = Tanpa Mulsa 6,45 6,20 6,33
3
MST M1 = Mulsa Jerami 6,60 6,00 6,30
M2 = Mulsa Alang-alang 6,20 6,70 6,45
Rataan 6,42 6,30
M0 = Tanpa Mulsa 8,35 8,25 8,30
4
MST M1 = Mulsa Jerami 8,10 7,85 7,98
M2 = Mulsa Alang-alang 8,10 8,10 8,10
Rataan 8,18 8,07
M0 = Tanpa Mulsa 9,20 9,10 9,15
5
MST M1 = Mulsa Jerami 9,25 8,80 9,03
M2 = Mulsa Alang-alang 9,10 9,45 9,28
Rataan 9,18 9,12
M0 = Tanpa Mulsa 10,50 9,85 10,18
6
MST M1 = Mulsa Jerami 9,90 10,05 9,98
M2 = Mulsa Alang-alang 10,25 10,10 10,18
Rataan 10,22 10,00
M0 = Tanpa Mulsa 11,95 11,35 11,65
7
MST M1 = Mulsa Jerami 12,05 11,45 11,75
M2 = Mulsa Alang-alang 11,60 12,15 11,88
Rataan 11,87 11,65
M0 = Tanpa Mulsa 13,40a 11,70e 12,55abc
8
MST M1 = Mulsa Jerami 13,30ab 11,90e 12,60ab
M2 = Mulsa Alang-alang 12,95abc 12,75d 12,85a
Rataan 13,22 12,12
M0 = Tanpa Mulsa 13,40ab 13,05ab 13,23bc
9
MST M1 = Mulsa Jerami 13,50b 13,10b 13,30ab
M2 = Mulsa Alang-alang 13,35b 13,90a 13,63a
Rataan 13,32 13,45
Umur berbunga (hari)
Hasil pengamatan umur berbunga beserta daftar sidik ragamnya dapat
dilihat pada lampiran 40-41. Berdasarkan daftar sidik ragam diketahui bahwa
perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap umur berbunga, dan
perlakuan mulsa juga tidak berpengaruh nyata pada umur berbunga serta interaksi
keduanya tidak menunjukkan pengaruh yang nyata.
[image:43.595.115.508.319.420.2]Rataan umur berbunga (hari) terhadap varietas dan mulsadapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan umur berbunga (hari) terhadap varietas dan mulsa
Mulsa Varietas Rataan
V1 = Kawali V2 = Numbu
M0 = Tanpa Mulsa 69,00 68,75 68,88
M1 = Mulsa Jerami 69,25 66,25 67,75
M2 = Mulsa Alang-alang 68,50 68,25 68,38
Rataan 68,92 67,75
Umur Panen (hari)
Hasil pengamatan umur panen (hari) beserta daftar sidik ragamnya dapat
dilihat pada lampiran 42-43. Berdasarkan daftar sidik ragam diketahui bahwa
perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap umur panen. Pemberian
mulsa juga tidak berpengaruh nyata pada umur panen. Namun, interaksi keduanya
menunjukkan pengaruh yang nyata.
Rataan umur panen (hari) terhadap varietas dan pemberian mulsa dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. menunjukkan bahwa interaksi antara varietas dan mulsa
berpengaruh nyata terhadap umur panen, dimana umur panen terlama diperoleh
kombinasi perlakuan V2M0 (107,00 hari), V2M1 (106,50 hari), dan V2M2
(107,00 hari), dan umur panen tercepat terdapat pada kombinasi perlakuan V2M1
(106,50 hari) yang berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan V1M2
(112,00 hari) dan berbeda tidak nyata dengan kombinasi perlakuan V1M1
[image:44.595.114.499.248.345.2](109,00 hari).
Tabel 4. Rataan umur panen (hari) terhadap varietas dan mulsa
Mulsa Varietas Rataan
V1 = Kawali V2= Numbu
M0 = Tanpa Mulsa 112,00ab 107,00c 109,50 M1 = Mulsa Jerami 109,00abc 106,50c 107,75 M2 = Mulsa Alang-alang 112,00a 107,00c 109,50
Rataan 111,00 106,83
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5%
Berat biji malai per sampel (g)
Hasil pengamatan berat biji malai per sampel beserta daftar sidik
ragamnya dapat dilihat pada lampiran 44-45. Berdasarkan daftar sidik ragam
diketahui bahwa perlakuan varietas berpengaruh nyata pada pengamatan
parameter berat biji malai per sampel, sedangkan perlakuan mulsa tidak
berpengaruh nyata terhadap parameter tersebut. Interaksi varietas dan mulsa
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap berat biji malai per sampel
Rataan berat biji malai per sampel (g) terhadap varietas dan mulsa dapat
Tabel 5. Rataan berat biji malai per sampel (g) terhadap varietas dan mulsa.
Mulsa Varietas Rataan
V1 = Kawali V2 = Numbu
M0 = Tanpa Mulsa 99,96d 138,82abc 119,39
M1 = Mulsa Jerami 100,48d 142,78ab 121,63
M2 = Mulsa Alang-alang 113,62d 153,47a 133,54
Rataan 104,68b 145,02a
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf
α = 5%.
Pada pengamatan berat biji malai per sampel (g), berat tertinggi pada
perlakuan varietas terdapat pada perlakuan V2 (145,02 g) yang berbeda nyata
dengan perlakuan V1 (104,68 g).
Tabel 5 menunjukkan bahwa interaksi antara varietas dan mulsa
berpengaruh nyata terhadap berat biji malai per sampel, dimana berat biji malai
per sampel tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan V2M2 (153,47 g) yang
berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan V1M0 (99,96 g), V1M1(100,48 g),
dan V1M2 (113,62 g) dan berbeda tidak nyata dengan kombinasi perlakuan
V2M0 (138,82 g) dan V2M1 (142,78 g). Berat biji malai terendah terdapat pada
kombinasi perlakuan V1M0 (99,96 g) yang berbeda nyata dengan kombinasi
perlakuan V2M0 (138,82 g), V2M1 (142,78 g) dan V2M2 (153,47 g), namun
berbeda tidak nyata dengan kombinasi perlakuan V1M1 (100,48 g) dan V1M2
(113,62 g).
Produksi per sampel (g)
Hasil pengamatan produksi per sampel beserta daftar sidik ragamnya dapat
dilihat pada lampiran 46-47. Berdasarkan daftar sidik ragam diketahui bahwa
perlakuan varietas menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pengamatan
terhadap produksi per sampel. Interaksi varietas dan mulsa berpengaruh nyata
terhadap parameter produksi per sampel.
Rataan produksi per sampel (g) terhadap varietas dan mulsa dapat dilihat
[image:46.595.110.511.210.307.2]pada Tabel 6.
Tabel 6.Rataan produksi per sampel (g) terhadap varietas dan mulsa.
Mulsa Varietas Rataan
V1 = Kawali V2 = Numbu
M0 = Tanpa Mulsa 81,18d 111,75abc 96,46 M1 = Mulsa jerami 85,66d 116,21ab 100,93 M2 = Mulsa Alang-alang 82,50d 120,79a 101,64
Rataan 83,11b 116,25a
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang berbeda pada baris dan kolom menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5%.
Produksi per sampel (g) tertinggi pada perlakuan varietas terdapat pada
perlakuan V2 (116,25 g) yang berbeda nyata dengan V1 (83,11 g).
Tabel 6 menunjukkan bahwa interaksi antara varietas dan mulsa
berpengaruh nyata terhadap produksi per sampel. Produksi per sampel tertinggi
terdapat pada kombinasi perlakuan V2M2 (120,79 g) yang berbeda nyata dengan
kombinasi perlakuan V1M0 (81,18 g), V1M1 (85,66 g), dan V1M2 (82,50 g) dan
berbeda tidak nyata dengan kombinasi perlakuan V2M0 (111,75 g) dan V2M1
(116,21 g). Produksi per sampel terendah terdapat pada kombinasi perlakuan
V1M0 (81,18 g) yang berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan
V2M2 (120,79 g), V2M1 (116,21 g), dan V2M0 (120,79 g) dan berbeda tidak
Produksi per plot (g)
Hasil pengamatan produksi per plot beserta daftar sidik ragamnya dapat
dilihat pada lampiran 48-49. Berdasarkan daftar sidik ragam diketahui bahwa
bahwa perlakuan varietas tidak menunjukkan pengaruh nyata pada pengamatan
parameter produksi per plot, begitu juga dengan perlakuan mulsa tidak
berpengaruh nyata terhadap produksi per plot (g). Namun, interaksi varietas dan
mulsa berpengaruh nyata terhadap produksi per plot.
Rataan produksi per plot (g) terhadap varietas dan mulsa dapat dilihat pada
Tabe17.
Tabe17. Rataan produksi per plot (g) terhadap varietas dan mulsa
Mulsa Varietas Rataan
V1= Kawali V2 = Numbu
M0 =Tanpa Mulsa 1177,00d 2429,00a 1803,00
M1 = Mulsa Jerami 1202,50cd 2218,03ab 1710,26 M2 = Mulsa Alang-alang 912,55d 1525,08c 1218,81
Rataan 1097,35 2057,37
[image:47.595.111.512.347.443.2]Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5%.
Tabel 7 menunjukkan bahwa interaksi antara varietas dan mulsa
berpengaruh nyata terhadap produksi per plot. Produksi per plot (g) tertinggi
terdapat pada kombinasi perlakuan V2M0 (2429,00 g) yang berbeda nyata dengan
kombinasi perlakuan V1M0 (1177,00 g), V1M1 (1202,50 g), V1M2 (912,55 g),
dan V2M2 (1525,08 g), namun berbeda tidak nyata dengan kombinasi perlakuan
V2M1 (2218,08 g). Produksi per plot (g) terendah terdapat pada kombinasi
perlakuan V1M2 (912,55 g) yang berbeda nyata dengan V2M0 (2429,00 g),
V2M1 (2218,03 g), dan V2M2 (1525,08 g) dan berbeda tidak nyata dengan
Bobot 1000 biji (g)
Hasil pengamatan bobot 1000 biji beserta daftar sidik ragamnya dapat
dilihat pada lampiran 50-51. Berdasarkan daftar sidik ragam diketahui bahwa
perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 biji. Perlakuan mulsa
juga berpengaruh nyata pada pengamatan parameter bobot 1000 biji. Interaksi
varietas dan mulsa menunjukkan pengaruh yang nyata.
Rataan bobot 1000 biji terhadap varietas dan mulsa dapat dilihat pada
[image:48.595.112.512.331.429.2]Tabel 8.
Tabel 8.Rataan bobot 1000 biji (g) terhadap varietas dan mulsa.
Mulsa Varietas Rataan
V1 = Kawali V2= Numbu
M0 =Tanpa Mulsa 22,13d 37,82abc 29,97abc
M1 = Mulsa Jerami 22,35d 39,64a 30,99a
M2=Mulsa Alang-alang 21,35d 39,45ab 30,40ab
Rataan 21,94b 38,97a
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf
α = 5%.
Bobot 1000 biji (g) tertinggi pada perlakuan varietas terdapat pada
perlakuan V2 (38,97 g) yang berbeda nyata dengan V1 (21,94 g).
Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa pengamatan parameter bobot 1000 biji
(g) tertinggi pada perlakuan mulsa terdapat pada M2 (30,40 g) yang berbeda tidak
nyata dengan perlakuan M1 (30,99 g) dan M0 (29,97 g).
Tabel 8 menunjukkan bahwa interaksi antara varietas dan mulsa
berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 biji. Bobot 1000 biji (g) tertinggi terdapat
pada kombinasi perlakuan V2M1 (39,64 g) yang berbeda nyata dengan kombinasi
tidak nyata dengan kombinasi perlakuan V2M0 (37,82 g) dan V2M2 (39,45 g).
Bobot 1000 biji terendah terdapat pada kombinasi perlakuan V1M0 (22,13 g)
yang berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan V2M0 (37,82 g), V2M1
(39,64 g) dan V2M2 (39,45 g).
Pembahasan
Respons pertumbuhan dan produksi dua varietas sorgum
Dari daftar sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan varietas
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 7, 8 dan 9 MST, berat biji
malai per sampel, produksi per sampel, bobot 1000 biji. Varietas tidak
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 2-6 MST, jumlah daun, umur
berbunga, umur panen, produksi per plot.
Varietas sorgum berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman
7, 8 dan 9 MST. Tanaman tertinggi pada umur 9 MST yaitu pada perlakuan V2
(292,94 cm) dan yang terendah pada perlakuan V1 (203,02 cm). Hal ini diduga
karena varietas sorgum memiliki sifat genotif dan fenotif yang berbeda. Setiap
varietas tanaman sorgum menunjukkan penampilan berbeda dari morfologi
tanaman yang diekspresikan sesuai dengan lingkungan tanaman tumbuh. Hal ini
sesuai dengan literatur Darliah,et al., (2001) yang menyatakan bahwa respon
genotif terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam penampilan fenotip
dari tanaman yang bersangkutan. Selain itu pada deskripsi juga menunjukkan
varietas Numbu (V2) lebih tinggi dari pada varietas Kawali (V1).
Varietas berpengaruh nyata terhadap berat biji malai per sampel, produksi
per sampel, dan bobot 1000 biji. Berat biji malai per sampel terberat pada
sampel terberat pada perlakuan V2 (116,25 g) dan terendah pada perlakuan V1
(83,11 g). Bobot 1000 biji terberat pada perlakuan V2 (38,97 g) dan yang
terendah pada perlakuan V1 (21,94 g). Hal ini diduga karena adanya perbedaan
faktor genetik dari kedua varietas tersebut. Setiap varietas tanaman menunjukkan
karateristik morfologi dan fisiologi yang berbeda.Varietas merupakan hasil
teknologi budidaya tanaman yang memberikan sifat genotif dan fenotif terhadap
lingkungan suatu tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Mangoendidjojo, (2003)
yang menyatakan bahwa varietas merupakan sekumpulan individu tanaman yang
dapat dibedakan oleh setiap sifat (morfologi, fisiologi, sitology, kimia dan lain-
lain) yang nyata untuk usaha pertanian dan bila diproduksi kembali akan
menunjukkan sifat-sifat yang dapat dibedakan dari yang lain. Deskripsi kedua
varietas juga menunjukkan perbedaan berat 1000 biji, yang mana varietas Numbu
(V2) lebih berat dari pada Kawali (V1).
Respons pertumbuhan dan produksi sorgum terhadap mulsa
Berdasarkan daftar sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan mulsa
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada umur 8 dan 9 MST, bobot 1000 biji
dan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun 2-7
MST, umur berbunga, umur panen, berat biji malai per sampel, produksi per
sampel, dan produksi per plot.
Perlakuan mulsa berpengaruh nyata terhadap jumlah daun sorgum 9 MST.
Jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan M2 (13,70 helai) dan yang
terendah terdapat pada perlakuan M1 (13,20 helai). Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Pujisiswanto (2011) yang menyatakan bahwa perlakuan mulsa
Hal ini dimungkinkan karena mulsa alang-alang dapat menekan
pertumbuhan gulma, mulsa alang-alang dapat menekan pertumbuhan gulma
dengan mekanisme mengurangi intensitas cahaya yang diduga dapat mengurangi
perkecambahan biji gulma, hal ini sesuai dengan pernyataan Sukman dan Yakub
(2002) yang menyatakan bahwa mulsa akan mempengaruhi cahaya yang akan
sampai ke permukaan tanah dan menyebabkan kecambah-kecambah gulma serta
beberapa jenis gulma dewasa mati. Selain itu, mulsa alang-alang juga dapat
mengeluarkan senyawa alelopati yang mempengaruhi pertumbuhan gulma.
Menurut Rahayu (2003), tumbuhan yang masih hidup dapat mengeluarkan
senyawa alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah
tanah. Demikian juga tumbuhan yang sudah mati pun dapat melepaskan senyawa
alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah.
Alang-alang (Imperata cyndrica) dan Teki (Cyperus rotundus) yang masih hidup
mengeluarkan senyawa alelopati lewat organ di bawah tanah, jika sudah mati baik
organ yang berada diatas tanah maupun yang di bawah tanah sama-sama dapat
melepaskan senyawaalelopati. Penekanan pertumbuhan gulma dapat mengurangi
kompetisi yang terjadi antara tanaman sorgum dengan gulma, berkurangnya
kompetisi antara tanaman sorgum dengan gulma membuat tanaman sorgum dapat
memanfaatkan sarana tumbuh dengan lebih baik. Hal inilah yang diduga
menyebabkan penggunaan mulsa alang-alang dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman sorgum (jumlah daun). Pemberian mulsa dapat meningkatkan hasil
tanaman budidaya. Hal ini dikarenakan pemberian mulsa dapat menekan
pertumbuhan gulma sehingga tanaman tidak berkompetisi untuk memanfaatkan
Perlakuan mulsa berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 biji. Bobot 1000
biji tertinggi terdapat pada perlakuan M2 (30,40 g) dan yang terendah terdapat
pada perlakuan M0 (29,97 g). Hal ini disebabkan oleh penggunan mulsa dapat
meningkatkan proses penyerapan hara pada tanaman sehingga hara tersebut dapat
digunakan untuk meningkatkan produksi tanaman, dalam hal ini biji.
Meningkatnya proses penyerapan hara ini disebabkan terhambatnya penguapan air
dari dalam tanah. Hal inilah yang menyebabkan tanaman dapat menyerap hara
yang terlarut di dalam air tanah. Hal ini sesuai dengan literatur
Ruijter dan Agus (2004) yang menyatakan bahwa mulsa berfungsi untuk
melindungi permukaan tanah, mencegah erosi, menjaga kelembaban tanah,
memperbaiki struktur tanah dan menekan pertumbuhan gulma sehingga
meningkatkan produksi tanaman.
Interaksi antara dua varietas dan mulsa organik terhadap pertumbuhan dan produksi sorgum
Berdasarkan hasil daftar sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara
varietas dan pemberian jenis mulsa organik berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman pada umur 4-9 MST, jumlah daun 8 dan 9 MST, berat biji malai per
sampel, produksi per plot, produksi per sampel, bobot 1000 biji, umur panen. Hal
ini diduga karena kedua faktor (varietas dan mulsa) saling mendukung untuk
pertumbuhan dan produksi sorgum (faktornya tidak bertindak bebas satu sama
lain) dan tidak ada salah satu faktor yang lebih dominan dari faktor lainnya. Hal
ini sesuai dengan literatur Steel and Torrie (1993), bila pengaruh-pengaruh
sederhana suatu faktor berbeda lebih besar daripada yang dapat ditimbulkan oleh
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Berdasarkan pengamatan parameter tinggi tanaman 7, 8 dan, 9 MST,
beratbiji malai per sampel, produksi per sampel, bobot 1000 biji didapat
bahwa varietas Numbu menunjukkan hasil terbaik pada lahan sawah.
2. Berdasarkan hasil pengamatan parameter jumlah daun pada umur8 dan 9
MST, bobot 1000 biji didapat bahwa mulsa alang-alang menunjukkan
hasil terbaik pada lahan sawah.
3. Berdasarkan pengamatan parameter umur 4-9 MST, jumlah daun 8 dan 9
MST, berat biji malai per sampel, produksi per plot, produksi per sampel,
bobot 1000 biji, dan umur panen, terjadi interaksi antara varietas sorgum
dengan mulsa.
Saran
Disarankan dalam budidaya sorgum pada lahan sawah menggunakan
varietas Numbu dan mulsa alang-alang.Perlu untuk melakukan penelitian sejenis
DAFTAR PUSTAKA
Asnawi, R. dan Dwiwarni, I. 2002. Majalah Pertanian Abdi Tani. Vol. 3 No.4/Edisi XIII.
BPTP, 2011.Optimalisasi Sumberdaya Lahan Sawah Dalam Perspektif Peningkatan Index Pertanian.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara.
Dicko M. H., Gruppen, H, Traore AS, Voragen AGJ, Van Berkel WJH. 2006. Sorghum grain as human food in Africa, relevance of content of starch and amylase activities. African Journal of Biotechnology 5 (5):384-395.
Distan, 2011. Teknologi Budidaya Sorgum
FAO, Agricultural department. 2002. Sweet sorgum in china. World Foot
summit,10-13 June
Gani, J. A. 2000. Kedelai Varietas Unggul. Lembar Informasi Pertanian (Liptan),Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian, Mataram.
http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id., 2008. Teknologi Budidaya Sorgum.
Diakses da
padatanggal 24 Maret 2014
Kusuma, J., F.N. azis, A. Hanif. Erifah I., M. iqbal, A.reza dan Sarno. 2008. Tugas terstruktur Mata Kuliah Pemulihan Tanaman Terapan; sorgum. Departemen Pendidikan Nasional, Universitas Jenderal Soedirman, Fakultas Pertanian, Purwokerto.
Laimeheriwa, J., 1990. Teknologi Budidaya Sorgum. Departemen pertanian, balai Informasi Pertanian, Provinsi Irian Jaya. http:/www. Pustaka.litbang.deptan.go.id [22 maret 2014].
Loveless, A.R., 2009. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Trofik. Terjemahan K. Kartawinata, S. Dinimiharja dan U. Soetisna. Gramedia, Jakarta.
Mangoendidjojo, W., 2003. Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius Yogyakarta.
Maulana, I, D., 2011. Penggunaan Mulsa Alang-Alang Untuk Mengendalikan Gulma Pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Lahan Kering. IPB Press. Bogor.
Musa L., Muklis dan Rauf, A. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Tanah (Foundametal of SoilScience). Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Paiman.1993. Peranan Mulsa Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Budidaya. Makalah Seminar Kleas Program Pasca Sarjana, UGM, Yogyakarta
Prihandana, R dan R. Hendroko, 2008. Energi Hijau. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ruchjaniningsih. 2008. Rejuvenasi dan Karakterisasi Morfologi 225 Aksesi Sorgum. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, Sulawesi Selatan.
.
Sastrosupadi,A., 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius, Yogyakarta.
Sukman Y dan Yakup. 2002. Gulma dan Tehnik Pengendaliannya. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Sumarna dan Subhan.1994. Pengaruh Dosis pupuk pospat dan Mulsa Terhadap Petrumbuhan Vegetatif.
Sunghening, W., Tohari, Dja’far Shiddieq.2012. Pengaruh Mulsa Organikterhadap Pertumbuhan dan Hasil TigaKultivar Kacang Hijau(Vigna radiata L. Wilczek) di LahanPasir Pantai Bugel, Kulon Progo.Jurusan Budidaya Pertanian. FakultasPertanian. Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.
Thakur, C. 1980. Scientific Crop Production.Metropolitan Book Co. Pvt. Ltd. Book Sellers and Publishers. L. Netaji Subashi Marg. New Delhi.
Umboh, A. H. 2000. Petunjuk Penggunaan Mulsa. Penebar swadaya, Jakarta.
Yanuwar, W. 2002.Aktivitas Antioksidan dan Imunomodulator Seralia Non beras.Institute Pertanian Bogor.
Lampiran 1. Bagan Penelitian
U I U II U III U IV
V2M1
V1M0
V2M2
V1M1
V2M0
V1M2 V2M1 V2M2
V1M2 V2M0 V1M1 V1M0
V1M1 V2M2
<