• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh penerapan model cooperative learning dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pelajaran sejarah kebudayaan Islam (SKI) di MTS Pembangunan UIN Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh penerapan model cooperative learning dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pelajaran sejarah kebudayaan Islam (SKI) di MTS Pembangunan UIN Jakarta"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SEJARAH

KEBUDAYAAN ISLAM (SKI) DI MTS PEMBANGUNAN UIN

JAKARTA”

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh: Nervi Pradewi NIM: 106011000035

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)

Nama : Nervi Pradewi NIM : 106011000035

Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)

Judul Skripsi : “Pengaruh Penerapan Model Cooperative Learning dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Pembangunan UIN Jakarta”

Dosen Pembimbing:

Nama : Bahrissalim, M.Ag NIP : 19680307 199803 1 002

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan asli karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 16 Desember 2010

(5)

i

dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Pembangunan UIN Jakarta

Fakultas/Jurusan : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan / Pendidikan Agama Islam

Sejarah Kebudayaan Islam di MTs merupakan salah satu mata pelajaran yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan kebudayaan/peradaban Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam sejarah Islam di masa lampau. Mata pelajaran inilah yang masih membutuhkan perhatian bagi seorang guru untuk tetap bisa menjadikan siswanya aktif di kelas, karena kebanyakan menurut para siswa pelajaran ini cenderung monoton atau membosankan. Bagaimana mengaktifkan siswa di kelas pada saat pelajaran SKI berlangsung, hal itu menjadi tugas seorang guru untuk memecahkannya. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Oleh karena itu, pengajar perlu menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa bekerja sama secara gotong royong dalam pengerjaan tugas mereka.

Cooperative learning yang merupakan salah satu model pembelajaran yang sengaja diciptakan dengan tujuan pokok yaitu interaksi siswa dalam proses pengajaran, sepertinya cocok bila diterapkan dalam pembelajaran sejarah kebudayaan Islam dalam meningkatkan aktivitas siswa di kelas dalam proses pembelajaran.

Penelitian ini dilakukan di MTs Pembangunan UIN Jakarta dengan menggunakan sistem random sampling khususnya kelas VIII dengan menggunakan koefisien korelasi product moment. Setelah penelitian dilakukan, penulis memperoleh hasil penelitian prosentase tingginya penerapan model

(6)

ii

Alhamdulillah… Segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat, karunia serta ridho-Nya skripsi dengan judul “Pengaruh Penerapan Model Cooperative Learning dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Pembangunan UIN Jakarta” ini dapat penulis selesaikan dengan maksimal. Shalawat serta salam tak lupa pula penulis hanturkan kepada junjungan nabi besar kita Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan hingga zaman terang benderang seperti sekarang ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan S1, jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan walaupun waktu, tenaga, dan pikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan yang penulis miliki demi terselesaikannya skripsi ini agar bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari partisipasi beberapa pihak yang telah membantu. Adapun pihak-pihak yang berjasa itu diantaranya:

1. Kedua orang tuaku tercinta yang telah merawat, membesarkan, mendidik, membimbing serta mencurahkan seluruh kasih dan sayangnya dengan penuh keikhlasan yang tidak bosan-bosannya mendo’akan puterinya ini. Terimakasih atas dukungan moril dan materil selama ini.

2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bahrissalim, M.Ag. sebagai Ketua Jurusan dan dosen pembimbing skripsi yang telah membagi ilmunya dengan sabar dan teliti dalam mengoreksi dan membimbing penulis dalam menyusun skripsi.

(7)

iii

sehingga penelitian ini dapat dilakukan dengan lancer pada sekolah tersebut. 6. Abdul Mutaqin, S.Ag sebagai guru bidang studi sejarah kebudayaan Islam,

yang banyak membantu serta member arahan kepada penulis dalam penelitian di MTs Pembangunan UIN Jakarta.

7. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) terutama untuk Jurusan Pendidikan Agama Islam khususnya yang telah memberikan kontribusi pemikiran melalui pengajaran dan diskusi yang berkaitan dengan skripsi ini.

9. Untuk adik-adikku tercinta Endah, Merlin, dan Faiq, yang telah memberikan warna-warni kehidupan dan semangat serta inspirasi yang sangat berharga bagi penulis.

10.Sobat Ucruters K’ Lulu, dan Erika juga teman kostanku Uyunk, Pepet, Didiy, serta Tim Rockers yang lainnya, yang turut membantu saat penulis menemukan kesulitan dalam penyusunan skripsi ini.

11.Teman-teman Paduan Suara Tarbiyah (PST), yang telah memberikan aku waktu luang untuk vakum sementara demi suksesnya skripsi ini.

12.Sahabatku kelas A Nadia, Neneng, Indah, Pipit, Sanah, Neng serta “Shohibul Alif” yang tak dapat disebutkan satu persatu, juga teman-teman kelas peminatan Sejarah (History Community), yang telah memberikan sumbangsih pemikiran dan pengalaman yang indah untuk penulis.

13.Teman-teman jurusan PAI lainnya terutama nduL, Goni, Aji, Acong, serta Evi, dan Mpeb yang turut membantu penulis sampai rampungnya kepengurusan masalah skripsi ini.

(8)

iv

Akhirnya semoga toresan karya yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi diri saya sendiri khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Ciputat, 16 Desember 2010

Penulis

(9)

v LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Maslaah ... 9

D. Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian ... 10

BAB II : LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Landasan Teori ... 11

1.Cooperative Learning ... 11

a. Pengertian Cooperative Learning ... 11

b. Tujuan Cooperative Learning ... 15

c. Karakteristik Cooperative Learning ... 18

d. Unsur-unsur Cooperative Learning ... 19

e. Teknik-teknik Cooperative Learning ... 22

f. Pengelolaan Kelas Cooperative Learning ... 25

2.Sejarah Kebudayaan Islam ... 29

a. Pengertian Sejarah Kebudayaan Islam ... 29

b. Tujuan Belajar Sejarah Kebudayaan Islam di MTs ... 31

(10)

vi

3.Aktivitas Belajar ... 36

a. Pengertian Aktivitas ... 36

b. Tujuan Pembelajaran yang Berorientasikan pada Aktivitas Siswa ... 37

c. Macam-macam Aktivitas ... 37

d. Nilai Aktivitas dalam Pengajaran ... 39

B. Kerangka Berpikir ... 40

C. Pengajuan Hipotesis Penelitian ... 41

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel Penelitian ... 42

B. Metode Penelitian ... 42

C. Populasi dan Sampel ... 44

D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 45

E. Teknik Pengumpulan Data ... 45

F. Instrumen Penelitian ... 47

G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 51

BAB IV : HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 57

B. Uji Coba Instrumen Penelitian ... 59

C. Deskripsi Data ... 60

D. Analisa ... 82

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 89

(11)

vii

Tabel 2.1 Perbedaan Cooperative Learning dengan Pembelajaran Konvensional .. 14

Tabel 2.2 SK-KD Kelas VII semester I ... 32

Tabel 2.3 SK-KD Kelas VII semester II ... 33

Tabel 2.4 SK-KD Kelas VIII semester I ... 34

Tabel 2.5 SK-KD Kelas VIII semester II ... 34

Tabel 2.6 SK-KD Kelas IX semester I ... 35

Tabel 2.7 SK-KD Kelas IX semester II ... 35

Tabel 3.1 Data Populasi dan Sampel ... 45

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Angket Penelitian ... 48

Tabel 3.3 Skor Alternatif Jawaban ... 52

Tabel 3.4 Skala Penerapan Model Cooperative Learning dan Skala Aktivitas Belajar Siswa SKI ... 53

Tabel 3.5 Interpretasi Terhadap Besarnya “r” Product Moment ... 55

Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Variabel X dan Variabel Y ... 59

Tabel 4.3 Berkaitan dengan Belajar Secara Kelompok ... 62

Tabel 4.4 Berkaitan dengan Kekompakan Kerja Kelompok ... 62

Tabel 4.5 Berkaitan dengan Prinsip Saling Membantu ... 63

Tabel 4.6 Berkaitan dengan Tanggung Jawab Individu ... 64

Tabel 4.7 Berkaitan dengan Hasil yang Maksimal ... 64

Tabel 4.8 Berkaitan dengan Interaksi Kelompok ... 66

Tabel 4.9 Berkaitan dengan Pembagian Kelompok Oleh Guru ... 67

Tabel 4.10 Berkaitan dengan Semangat Belajar Cooperative Learning ... 69

Tabel 4.11 Tingkat Skala Penerapan Cooperative Learning Berdasarkan Indikator 70 Tabel 4.12 Berkaitan dengan Membaca ... 72

Tabel 4.13 Berkaitan dengan Memperhatikan ... 73

Tabel 4.14 Berkaitan dengan Bertanya ... 74

Tabel 4.15 Berkaitan dengan Menjawab ... 75

(12)

viii

Tabel 4.20 Berkaitan dengan Mencatat ... 78

Tabel 4.21 Berkaitan dengan Mengerjakan Tugas ... 79

Tabel 4.22 Berkaitan dengan Menaruh Minat ... 79

Tabel 4.23 Berkaitan dengan Tidak Merasa Bosan ... 80

Tabel 4.24 Tingkat Skala Aktivitas Belajar Siswa Berdasarkan Indikator ... 81

Tabel 4.25 Data Kelompok ... 84

(13)

ix

Gambar 2.1 Model Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perolehan Pembelajaran dalam Cooperative Learning ... 17 Gambar 2.2 Penataan Bangku pada Ruang Kelas Cooperative Learning

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Rumusan yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Point 1

tentang istilah “Pendidikan” menjelaskan sebagai berikut:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa, dan negara.”1

Selain itu juga sesuai dengan prinsip dari penyelenggaraan pendidikan dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab III Pasal 4 Point 1 menegaskan bahwa:

“Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta

tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai

keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”2

Pernyataan di atas mengatakan, maksud demokratis disini adalah bahwa setiap anak, tidak ada kecualinya, mendapatkan kesempatan yang

1

Afnil Guza (ed.), undang Sisdiknas (UU RI No 20 Tahun 2003) dan Undang-undang Guru dan Dosen (UU RI No 14 Tahun 2005) (Jakarta: Asa Mandiri, 2009), h. 2.

2

(15)

sama untuk menikmati pendidikan sekolah. Disamping itu, dalam pendidikan demokrasi ditunjukkan dengan pemusatan perhatian serta usaha pada si anak didik dalam keadaan sewajarnya (intelegensi, kesehatan, keadaan sosial, dan sebagainya). Di kalangan taman siswa dianut sikap tutwuri handayani, suatu sikap demokrasi yang mengakui hak si anak untuk tumbuh berkembang menurut kodratnya.3 Pembelajaran dalam hal ini bertugas mengarahkan proses pendidikan agar sasaran dari perubahan itu dapat tercapai sebagaimana yang diinginkan.

...

Artinya: “Dikabarkan Abdan, dari Abdullah, kepada Yunus Anijuhri berkata :telah dikabarkan kepada Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah r.a. Nabi bersabda: tidak ada anak yang dilahirkan, kecuali dalam keadaan fitrah (kesucian) maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya sebagai seorang Yahudi,

Nasrani, atau Majusi…” (HR. Bukhari).4

Dalam pandangan Islam, pendidikan bertujuan untuk mengarahkan dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan fitrah anak didik melalui ajaran Islam menuju ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. Maka dari pernyataan di atas, pendidikan yang telah ditanamkan sejak kecil merupakan dasar yang menentukan untuk pendidikan selanjutnya. Oleh sebab itu pendidikan ditanamkan dalam pribadi anak sejak ia lahir bahkan sejak dalam kandungan dan kemudian dilanjutkan dengan pembinaan pendidikan ini di sekolah.

3

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), ed.5, h. 243-244

4

(16)

Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal, secara sistematis merencanakan bermacam-macam lingkungan, salah satunya yakni lingkungan pendidikan yang menyediakan berbagai kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan belajar. Dengan berbagai kesempatan belajar itu, pertumbuhan dan perkembangan peserta didik diarahkan dan didorong ke tujuan yang dicita-citakan. Lingkungan tersebut disusun dan ditata dalam suatu kurikulum, yang pada gilirannya dilaksanakan dalam bentuk proses pembelajaran.

Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik (guru) dan peserta didik (siswa) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Pendidik (guru) merupakan suatu komponen pendidikan yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Karena tugasnya mengajar, maka seorang guru harus mempunyai wewenang mengajar berdasarkan kualifikasi sebagai tenaga pengajar. Sebagai tenaga pengajar, setiap guru harus memiliki kemampuan pedagogik dan profesional dalam bidang proses belajar mengajar atau pembelajaran. Dengan kemampuannya itu guru dapat melaksanakan perannya sebagai fasilitator, pembimbing, penyedia lingkungan, komunikator, model pembelajaran, evaluator, inovator, agen moral dan politik, agen kognitif, dan manajer di kelasnya.5

Disamping harus memiliki kemampuan pedagogik dan profesional, setiap guru selaku tenaga pendidik harus memiliki kemampuan kepribadian, dan kemampuan sosial seperti yang sudah ditetapkan dalam Undang-undang RI tentang guru dan dosen.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 mengenai Guru dan Dosen pada Bab IV Pasal 20 point (a) tentang Kewajiban Guru dinyatakan bahwa :

“Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban

merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang

bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.”6

5

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung: PT Bumi Aksara, 2009), h. 9. 6

(17)

Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan pada Bab IV tentang Standar Proses Pasal 19 point 1 juga dikatakan bahwa :

“Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara

interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.”7

Dari kedua landasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya seorang pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mencapai tujuan pendidikan. Selain itu dalam hal ini juga ditekankan bahwa seorang pendidik harus kreatif dan terampil dalam melaksanakan proses pendidikan yang dapat membuat siswa interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, serta memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif.

Proses pembelajaran saat ini sudah tidak memakai paradigma lama lagi seperti teori yang dibangun oleh John Locke dengan tabula rasa. Locke mengatakan bahwa pikiran seorang anak ibarat kertas kosong yang putih bersih dan siap menunggu coretan-coretan dari sang guru. Paradigma lama itu sudah berubah, siswa dibentuk dan dikembangkan sesuai dengan potensi yang ada dalam dirinya, dengan sistem proses pembelajaran yang membuat siswa aktif, kreatif, dan kritis.

Pembelajaran yang saat ini dikembangkan dan banyak dikenalkan ke seluruh pelosok tanah air adalah Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan atau disingkat dengan PAKEM. Disebut demikian karena pembelajaran ini dirancang agar dapat mengaktifkan serta mengembangkan kreativitas siswa sehingga pembelajaran menjadi efektif namun tetap menyenangkan.

Menurut Prof. Dr. S. Nasution di dalam belajar perlu ada aktivitas, sebab pada prinsipnya sesuai dengan semboyan yang dipopulerkan oleh Dewey belajar itu dengan berbuat (Learning By Doing). Tidak ada belajar

7

(18)

jika tidak ada aktivitas, itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar.8

Aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Menurut Frobel dalam buku Sardiman, A.M. mengatakan bahwa anak itu harus bekerja sendiri. Untuk memberikan motivasi, maka dipopulerkan semboyan berpikir dan berbuat. Dimana dinamika kehidupan manusia, berpikir dan berbuat adalah salah satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Begitupun dalam belajar tentu tidak akan mungkin untuk meninggalkan dua kegiatan tersebut yakni berpikir dan berbuat.9

Mengenai keaktifan itu sendiri Robert M. Gagne memberikan batasan lewat lima macam kemampuan hasil belajar, yaitu10:

1. Keterampilan intelektual (yang merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingkungan skolastik)

2. Teknik kognitif, mengatur “cara belajar” dan berpikir seseorang dalam arti seluas-luasnya, termasuk memecahkan suatu masalah

3. Informasi verbal, pengetahuan dalam informasi dan fakta 4. Keterampilan motorik yang diperoleh di sekolah

5. Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki seseorang

Dalam Islam, aktivitas belajar merupakan suatu yang penting dalam pendidikan. Mengingat betapa pentingnya aktivitas belajar ini, sehingga wahyu yang pertama diturunkan oleh Allah Swt, kepada rasulnya adalah berkenaan dengan masalah aktivitas belajar, nabi pun melakukan aktivitas belajar dengan bantuan bimbingan malaikat Jibril yang berupa surat al-„Alaq ayat 1-5 yang berbunyi :

8

S. Nasution , Didaktik Asas-asas Mengajar, (Bandung: Jemmars, 1986), ed. ke-5, h. 88-89. 9

Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2007), h. 96.

10

(19)

















“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia

Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(QS. Al-„Alaq : 1-5).

Definisi pendidikan agama Islam disebutkan dalam Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah: "Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman”. Rumusan tujuan PAI ini mengandung pengertian bahwa proses pendidikan Agama Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah dimulai dari tahapan kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, untuk selanjutnya menuju ketahapan afeksi, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama kedalam diri siswa, dalam arti menghayati dan meyakininya. Tahapan afeksi ini terkait erat dengan kognisi, dalam arti penghayatan dan keyakinan siswa menjadi kokoh jika dilandasi oleh pengetahuan dan pemahamanya terhadap ajaran dan nilai Agama Islam (tahapan psikomotorik) yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian, akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.11

11Suhatman, “Pentingnya Pendidikan Agama Islam”, dari

(20)

Seperti yang telah diketahui bersama, ruang lingkup pelajaran

Pendidikan Agama Islam terbagi menjadi 4 (empat), yaitu: Fiqih, Qur‟an

Hadits, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Akidah Akhlak.

Sehubungan dengan hal ini peneliti melakukan pembatasan penelitian hanya pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, yaitu mengenai masalah kurang aktifnya siswa dalam mengikuti pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) yang kebanyakan menurut para siswa cenderung monoton atau membosankan. Selain faktor buku-buku pelajaran SKI yang cenderung kurang menarik untuk dibaca, karena didominasi dalam bentuk teks-teks saja, selain itu juga salah satunya dapat terjadi karena metode pembelajaran yang dipakai cenderung menggunakan metode ceramah saja.

Mungkin pada awalnya seorang guru menggunakan metode ceramah pada kegiatan pengajarannya, yang diharapkan agar siswa mengerti dan paham akan materi yang berupa fakta dan informasi dapat tersampaikan dengan baik. Padahal telah diketahui bahwasanya kelemahan daripada metode tersebut lebih membuat siswa pasif. Hal ini bertolak belakang dengan tujuan dari pendidikan itu sendiri.

Dari latar belakang tersebut, perlu adanya kreatifitas seorang guru yang dapat menerapkan metode pengajaran dalam proses pembelajaran aktif, sehingga hasil dari proses pembelajaran tersebut dapat berjalan secara sempurna dan tidak terjadi kontradiksi dengan tujuan pendidikan yang ingin mencapai keaktifan siswa. Dari hasil penelitian Aspiyah, yang meneliti tentang Pengaruh Metode Ceramah Terhadap Motivasi Belajar studi kasus pada sebuah sekolah, diketahui terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan metode ceramah dengan motivasi siswa, sehingga tidak menimbulkan keaktifan pada diri siswa saat pembelajaran dilakukan.

(21)

peristiwa tanpa arti sama sekali. Tapi bagi generasi penerus bisa dijadikan cerminan diri, sumber pengalaman, dan pelajaran yang tidak ternilai harganya untuk bekal meneruskan perjuangan dimasa mendatang. Untuk itu diperlukan adanya model pembelajaran yang dapat membantu siswa menjadi aktif dalam pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI).

Anita Lie, dalam bukunya menjelaskan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur disebut sebagai sistem “pembelajaran

gotong royong” atau cooperative learning. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator.12

Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model cooperative learning ini merupakan salah satu cara dimana siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok belajar yang menuntut siswa untuk lebih aktif dikelas, sehingga pembelajaran menjadi optimal. Dengan demikian model ini efektif digunakan dalam kelas. Dari sini saya akan meneliti sejauh mana model pembelajaran ini mempengaruhi keaktifan siswa pada mata pelajaran SKI. Peneliti akan memberi judul: “Pengaruh Penerapan Model Cooperative Learning dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di MTs Pembangunan UIN Jakarta”

B.

Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:

1. Masih banyaknya guru Sejarah Kebudayaan Islam yang belum berhasil dalam merencanakan program pengajaran secara baik

2. Terbatasnya buku-buku pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang menarik minat untuk dipelajari, karena isinya terlalu dominan teks

12

(22)

3. Adanya persepsi bagi sebagian besar siswa, bahwa pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kurang menarik dan membosankan

4. Terbatasnya penguasaan model pembelajaran yang efektif dari guru mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang dapat membuat siswa menjadi pasif

5. Selama ini penerapan metode pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam menjadikan siswa pasif, mungkin penerapan model cooperative learning dalam mata pelajaran tersebut dapat menjadi alternatif dalam upaya peningkatan aktivitas belajar siswa.

C.

Pembatasan Masalah

Setelah penulis mengemukakan identifikasi masalah di atas, dapatlah terlihat luasnya permasalahan yang di dapat. Untuk itu supaya memperjelas dan memberikan arah yang tepat dalam pembahasan skripsi, maka penulis berusaha memberikan batasan sesuai dengan judul, yaitu sebagai berikut:

1. Selama ini penerapan metode pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam menjadikan siswa pasif, mungkin penerapan model cooperative learning dalam mata pelajaran tersebut dapat menjadi alternatif dalam upaya peningkatan aktivitas belajar siswa.

D.

Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang sudah dijabarkan di atas maka permasalahan dapat dirumuskan yaitu:

1. Bagaimanakah pelaksanaan penerapan model Cooperative Learning pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di MTs Pembangunan UIN Jakarta?

(23)

3. Sejauh mana pengaruh antara model Cooperative Learning dan aktivitas belajar siswa dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Pembangunan UIN Jakarta?

E.

Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian

Tujuan dari hasil penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan penerapan model cooperative learning dapat mengaktifkan siswa. Sedangkan manfaat hasil penelitian ini adalah:

1. Bagi pemerintah, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan-kebijakan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, khususnya pada pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) agar lebih optimal.

2. Bagi sekolah, sebagai pengembangan pengetahuan dalam penerapan model Cooperative Learning dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) guna meningkatkan aktivitas belajar siswa.

3. Bagi peneliti, sebagai pengalaman dan wawasan baru dalam membahas masalah yang berkaitan dengan pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) melalui model Cooperative Learning di MTs Pembangunan UIN

(24)

11

BAB II

LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A.

Landasan Teori

1. Cooperative Learning

a. Pengertian Cooperative Learning

Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektifitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik.1 Adapun pihak yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran yaitu pendidik dan peserta didik yang keduanya berinteraksi secara edukatif antara satu dengan yang lainnya.

Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan pada faham konstruktivis, dimana dalam hal pembelajaran ini diharapkan dapat membangun interaksi siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar.2

Cooperative learning merupakan sebuah model pembelajaran yang sengaja diciptakan untuk mencapai pembelajaran yang maksimal di dalam ruang kelas. Model ini diteliti sekitar pada tahun 1970-an.

1

Isjoni, Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2010), cet. ke-3, h. 11

2

(25)

Pada waktu itu, empat kelompok peneliti independen mulai mengembangkan dan meneliti teknik-teknik cooperative learning di dalam kelas. Saat ini, sudah banyak peneliti di seluruh dunia yang mempelajari aplikasi praktis dari prinsip-prinsip cooperative learning, dan akibatnya sudah banyak pula teknik-teknik cooperative learning

baru yang ditemukan.3

Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.

Slavin mengatakan, “In cooperative learning methods, student

work together in four memberi teams to master material initially

presented by the teacher”. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa

cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.

Sedangkan Johnson mengemukakan, “cooperative learning is the

instructional use to small groups that allows students to work together

to maximize their own and each other as learning”. Berdasarkan uraian tersebut, cooperative learning adalah mengelompokkan siswa ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.4

Anita Lie menyebut cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem pengajaran yang memberiikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan

3

Robert E. Slavin, Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2008), cet ke-3, h. 9

4

(26)

sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator.5

Secara sederhana menurut Abdurrahman dan Bintoro,

pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata. Dalam cooperative learning guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan, adanya interaksi tatap muka, menunjukkan akuntabilitas individual dan keterampilan menjalin hubungan antar pribadi.6

Berdasarkan dari uraian beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa cooperative learning adalah sebuah sistem pembelajaran di mana siswa bekerja dalam kelompok kecil atau tim untuk berbagi pekerjaan dan saling membantu secara kolaboratif menyelesaian tugas yang diberikan oleh guru. Dalam pembelajaran ini guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan mengutamakan siswa sebagai pusatnya, siswa dapat berperan ganda yaitu sebagai siswa dan sebagai guru dalam proses pembelajaran.

Semua teknik cooperative learning menyumbangkan ide bahwa siswa yang bekerja sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap teman satu timnya mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya.7 Struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana satu-satunya cara anggota kelompok dapat meraih tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka dapat sukses. Oleh karena itu, untuk meraih tujuan personal mereka, anggota kelompok harus membantu teman satu timnya untuk melakukan apa pun guna membuat kelompok

5

Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas, (Jakarta: PT.Grasindo, 2010), cet ke-7, h. 12

6Retno Widyaningrum, “Strategi Pengajaran yang Berasosiakan dengan Pembelajaran

Kontekstual” dalam Cendekia Jurnal Kependidikan dan Kemasyarakatan, Ponorogo, Vol. 3 No. 2 Juli Desember 2005, h. 6

7

(27)

mereka berhasil, dan mungkin yang lebih penting, mendorong anggota satu kelompoknya untuk melakukan usaha maksimal.8

Ada perbandingan yang terlihat jelas antara cooperative learning

dengan pembelajaran konvensional, diantaranya dapat diketahui melalui tabel berikut:

Tabel 2.1

Perbedaan Cooperative Learning dengan Pembelajaran Konvensional9

Cooperative Learning Belajar Konvensional

Adanya saling ketergantungan positif, saling

membantu, dan saling memberiikan motivasi

sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan adanya siswa

yang mendominasi kelompok atau

menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang

mengukur penguasaan materi pelajaran tiap

anggota kelompok, dan kelompok diberi

umpan balik tentang hasil belajar para

anggotanya sehingga dapat saling

mengetahui siapa yang memerlukan bantuan

dan siapa yang dapat memberiikan bantuan.

Akuntabilitas individual yang sering

diabaikan sehingga tugas-tugas sering

diborong oleh salah seorang anggota

kelompok lainnya hanya

“mendompleng” keberhasilan “pemborong”

Kelompok belajar heterogen, baik dalam

kemampuan akademik, jenis kelamin, ras,

etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling

mengetahui siapa yang memerlukan bantuan

dan siapa yang dapat memberiikan bantuan.

Kelompok belajar biasanya homogen

Pimpinan kelompok dipilih secara

demokratis atau bergilir untuk memberiikan

pengalaman memimpin bagi para anggota

kelompok

Pemimpin kelompok yang sering

ditentukan oleh guru atau kelompok

dibiarkan untuk memilih pemimpinnya

dengan cara masing-masing

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam

kerja gotong royong seperti kepemimpinan,

kemampuan berkomunikasi, mempercayai

Keterampilan sosial sering tidak secara

langsung diajarkan

8

Slavin, Cooperative Learning: Teori,…, h. 34 9

(28)

orang lain, da mengelola konflik secara

langsung diajarkan

Pada saat belajar kooperatif sedang

berlangsung guru terus melakukan

pemantauan melalui observasi dan

melakukan intervensi jika terjadi masalah

dalam kerja sama antar anggota kelompok

Pemantauan melalui observasi dan

intervensi sering tidak dilakukan oleh

guru pada saat belajar kelompok

sedang berlangsung

Guru memperhatikan secara proses kelompok

yang sedang terjadi dalam

kelompok-kelompok belajar

Guru sering tidak memperhatikan

proses kelompok yang terjadi dalam

kelompok-kelompok belajar

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian

tugas tetapi juga hubungan interpersonal

(hubungan antar pribadi yang saling

menghargai)

Penekanan sering hanya pada

penyelesaian tugas.

b. Tujuan Cooperative Learning

Menurut Slavin (1994) dalam Suradi dan Djadir (3;2004), tujuan

cooperative learning adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Model cooperative learning dikembangkan untuk mencapai empat tujuan pembelajaran penting yang dirangkum sebagai berikut:

1) Hasil Belajar Akademik

(29)

learning dapat memberiikan keuntungan baik pada pembelajar kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerjasama menyelesaikan tugas - tugas akademik.

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain dari model cooperative learning adalah penerimaan terhadap orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, maupun kemampuan. Allport (Ibrahim, 2000) mengemukakan bahwa kontak fisik di antara orang-orang yang berbeda ras atau kelompok etnis tidak cukup untuk mengurangi kecurigaan dan perbedaan ide.

Cooperative learning memungkinkan pembelajar yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu dengan yang lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu dengan yang lain.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Keterampilan sosial amat penting untuk dimiliki oleh masyarakat. Banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan di dalam masyarakat yang secara budaya beragam. Atas dasar itu, Ibrahim (2000) mengemukakan bahwa tujuan penting yang lain dari

cooperative learning adalah untuk mengajarkan kepada pembelajar keterampilan kerjasama dan kolaborasi.

4) Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan

(30)

belajar. Keberhasilan Juga menghendaki syarat dari menjauhkan kesalahan tradisional yaitu secara ketat mengelola tingkah laku pembelajar dalam kerja kelompok.10

[image:30.595.110.545.179.736.2]

Selain unggul dalam membantu pembelajar dalam menyelesaikan konsep-konsep sulit, model ini sangat berguna untuk membantu pembelajar menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan kemampuan membantu teman. Dalam buku Slavin digambarkan sebuah diagram faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan cooperative learning, di mana dalam gambar tersebut dijelaskan tujuan kelompok yang didasarkan pada pembelajaran anggota kelompok akan sampai pada hasil pembelajaran maksimal.

Gambar 2.1

Model Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perolehan Pembelajaran dalam

Cooperative Learning

10Samsul, “Jurnal Model Pembelajaran Cooperative Learning”, dari

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:O0IwBDgeSlwJ:www.unjabisnis.com/20

10/04/jurnal-model-pembelajaran-kooperatif-learning.html+tujuan+pembelajaran+kooperatif&cd=10&hl= id&ct=clnk&gl=id, 08 April 2010 Tujuan kelompok

yang didasarkan pada pembelajaran anggota kelompok

Motivasi untuk mendorong teman satu kelompok untuk belajar

Penjelasan terperinci

(penjelasan oleh

teman)

Menjadikan teman

sebagai model

Perluasan kognitif

Praktik oleh teman

Pembenaran dan

koreksi oleh teman

(31)

c. Karakteristik Cooperative Learning

Cooperative learning berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi ada juga unsur hubungan sosial dalam proses pengerjaan tugas.

Adapun karakteristik dari cooperative learning, dijelaskan di bawah ini:

1) Pembelajaran secara tim Johnson menyatakan:

“cooperative learning is the instructional use of small groups so that student's work together to achieve shared goals. In cooperative learning groups, students are given two responsibilities: to learn the assigned material and to make sure that all other group memberis do likewise.”11

Cooperative learning adalah penggunaan pembelajaran kelompok kecil sehingga siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam kelompok cooperative learning, siswa diberi dua tanggung jawab: untuk mempelajari materi yang ditugaskan dan untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok lainnya melakukan hal yang sama.

Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, harus mampu membuat setiap siswa belajar. Seluruh anggota tim (anggota kelompok) harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itulah, kriteria keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh keberhasilan tim itu sendiri.

11Fathi Ashtiani, “

A Comparison of the Cooperative Learning Model and Traditional

Learning Model on Academic Achievement”, dari:

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:P3

(32)

2) Didasarkan pada manajemen kooperatif

Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Demikan juga pada cooperative learning. Fungsi perencanaan menunjukkan bahwa cooperative learning memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan secara efektif. Fungsi pelaksanaan menunjukkan bahwa cooperative learning harus dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, melalui langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan termasuk ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati bersama. Fungsi organisasi menunjukkan bahwa dalam

cooperative learning adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota kelompok, oleh sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung jawab setiap anggota kelompok. Fungsi kontrol menunjukkan bahwa dalam

cooperative learning perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes maupun nontes.

3) Kemauan untuk bekerja sama

Keberhasilan cooperative learning ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses cooperative learning. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu. 4) Keterampilan bekerja sama

Kemauan untuk bekerjasama itu kemudian dipraktikan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain.12

12

(33)

d. Unsur-unsur Cooperative Learning

Roger dan Daviv Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok dapat dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model cooperative learning yang harus diterapkan, yakni:

1) Saling Ketergantungan Positif

Dalam buku Louis Cohen et.al dijelaskan bahwa:

“cooperative learning requires the structuring of positive

interdependence, such that the successful outcome is only achievable throught such interdependence and requires face-to-face interaction with individual and group

accountability.”13

Pembelajaran kooperatif memerlukan adanya saling ketergantungan positif, sehingga menghasilkan kesuksesan yang hanya dapat dicapai dengan pikiran saling ketergantungan tersebut dan membutuhkan interaksi tatap muka dengan akuntabilitas individu dan kelompok.

Unsur ini merupakan hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas dengan sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka. Kondisi seperti ini memungkinkan setiap siswa merasa adanya ketergantungan secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya, yang mendorong setiap anggota untuk bekerja sama.

2) Tanggung Jawab Perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model

13

(34)

Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk

melakukan yang terbaik.

3) Tatap Muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing anggota.

Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Sinergi tidak dapat didapatkan begitu saja dalam sekejap, tetapi merupakan proses kelompok yang cukup panjang. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.

4) Komunikasi Antar anggota

Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.

5) Evaluasi Proses Kelompok

(35)

tetapi dapat diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan Cooperative Learning.14

e. Teknik-teknik Cooperative Learning

Dalam pembelajaran ini, terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar di kelas, yaitu:

1) Teknik Mencari Pasangan (Make a Match), yaitu teknik yang dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topic dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini dapat digunakan dalam semua pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.

2) Teknik Bertukar Pasangan, teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. 3) Teknik Berpikir-Berpasangan-Berempat, teknik yang

dikembangkan oleh Frank Lyman (Think-Pair-Share) dan Spencer Kagan (Think-Pair-Square) sebagai struktur kegiatan pembelajaran

Cooperative Learning. Teknik ini memberi siswa kesempatan untuk

bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan lain

dari teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia.

4) Teknik Berkirim Salam dan Soal, teknik ini memberi siswa kesempatan untuk melatih pengetahuan dan keterampilan mereka. Siswa membuat pertanyaan sendiri sehingga akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan menjawab pertanyaan yang dibuat oleh teman-teman sekelasnya. Teknik ini cocok untuk persiapan menjelang ujian. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia.

14

(36)

5) Teknik Kepala Bernomor (Numbered Heads), teknik ini dkembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Teknik ini memberiikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.

6) Teknik Kepala Bernomor Terstruktur, teknik ini sebagai modifikasi Kepala Bernomor yang dipakai oleh Spencer Kagan. Teknik Kepala Bernomor Terstruktur ini memudahkan pembagian tugas. Dengan teknik ini, siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua untuk semua tingkatan usia anak didik.

7) Teknik Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray), teknik ini dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dan dapat digunakan bersama dengan Teknik Kepala Bernomor. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. Sruktur teknik ini memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain.

8) Teknik Keliling Kelompok, dalam kegitan Keliling Kelompok, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberiikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lain. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik.

(37)

kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik.

10) Teknik Keliling Kelas, Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. Namun, jika digunakan untuk anak-anak tingkat dasar, teknik ini perlu disertai dengan manajemen kelas yang baik supaya tidak terjadi kegaduhan. Dalam kegiatan kelas, masing-masing kelompok mendapatkan kesempatan untuk memamerkan hasil kerja mereka dan melihat hasil kerja kelompok lain.

11) Teknik Lingkaran Kecil Lingkaran Besar (Inside-Outside Circle), teknik ini dikembangkan oleh Spencer Kagan untuk memberiika kesempatan kepada siswa agar saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Pendekatan ini dapat digunakan dalam mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan sosial, agama, matematika, dan bahasa. Bahan pelajaran yang cocok digunakan dengan teknik ini adalah bahan yang membutuhkan pertukaran pikiran dan informasi antarsiswa.

12) Teknik Tari Bambu, teknik ini sebagai modifikasi Kecil Lingkaran Besar (Inside-Outside Circle). Salah satu keunggulan teknik ini adalah adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untu berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan sisngkat dan teratur. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

13) Teknik Jigsaw, teknik ini dikembangkan oleh Aronson et al.

(38)

matematika, agama, dan bahasa. Teknik ini cocok untuk semua kelas atau tingkatan.

14) Teknik Bercerita Berpasangan (Paired Storytelling), teknik ini dikembangkan sebagai pendekatan interaktif antara siswa, pengajar, dan bahan pelajaran. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Bahan pelajaran yang paling cocok digunakan dengan teknik ini adalah bahan yang bersifat naratif dan deskriptif. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan dipakainya bahan-bahan yang lainnya.15

f. Pengelolaan Kelas Cooperative Learning

Pengelolaan kelas model cooperative learning ini bertujuan untuk membina pembelajar dalam mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengan pembelajar yang lainnya. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model cooperative learning, yakni:

1) Pengelompokan

Pengelompokan heterogenitas (kemacamragaman) merupakan cirri-ciri yang menonjol dalam model cooperative learning. Kelompok heterogenitas dapat dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang agama sosio-ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran cooperative learning bisaanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang.

Secara umum, kelompok heterogen disukai oleh para guru yang telah menggunakan model cooperative learning karena beberapa alasan. Pertama, kelompok heterogen memberiikan kesempatan untuk saling mengajar (peer tutoring) dan saling

15

(39)

mendukung. Kedua, kelompok ini meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, agama, etnik, dan gender. Terakhir, kelompok heterogen memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi, guru mendapatkan satu asisten untuk setiap tiga orang.

2) Semangat cooperative learning

Agar kelompok dapat bekerja secara efektif dalam proses

cooperative learning, masing-masing anggota kelompok perlu mempunyai semangat cooperative learning (gotong royong). Semangat cooperative learning ini tidak dapat diperoleh dalam sekejap. Semangat ini dapat dirasakan dengan membina niat dan kita siswa dalam bekerja sama dengan siswa-siswa yang lainnya.

Menurut Anita Lie dalam bukunya, niat dan kiat siswa dapat dibina dengan beberapa kegiatan yang dapat membuat relasi masing-masing anggota kelompok lebih erat seperti dibawah ini:

a) Kesamaan kelompok

Kelompok akan merasa bersatu jika mereka dapat menyadari kesamaan yang mereka punyai. Kesamaan ini tidak berarti menyeragamkan semua keinginan, minat, dan kemampuan anggota kelompok. Justru kesamaan ini untuk dapat melihat persamaan yang mereka punyai, masing-masing anggota kelompok harus dapat melihat keunikan rekan-rekannya yang lain terlebih dahulu. Beberapa kegiatan dapat dilakukan guru untuk memberiikan kesempatan kepada para siswa agar lebih mengenal satu sama lain dengan lebih baik dan akrab, misalnya kegiatan wawancara kelompok atau dengan mengadakan game perkenalan.

b) Identitas kelompok

(40)

tambahan jika diperlukan agar lebih semangat dan akrab dalam perkelompokan.

c) Sapaan dan sorak kelompok16

Untuk lebih tercipta semangat dari tiap kelompok, siswa dapat ditugaskan untuk menciptakan sapaan dan sorak khas kelompok. Siswa dapat didorong mengembangkan kreatifitas mereka dengan menciptakan cara menyapa rekan-rekan dalam satu kelompok yang disesuaikan dengan identitas kelompok mereka sebelumnya.

3) Penataan ruang kelas17

Dalam model cooperative learning, siswa juga bisa belajar dari sesama teman dan guru hanya berperan sebagai fasilitator, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Maka, dalam penataan ruang kelas juga perlu ditata sedemikian rupa sehingga menunjang pembelajaran cooperative learning. Tentu saja, keputusan guru dalam penataan ruang ini harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah.

Tujuan utama penataan lingkungan fisik kelas adalah mengarahkan kegiatan siswa dan mencegah munculnya tingkah laku siswa yang tidak yang tidak diharapkan melalui penataan tempat duduk, perabot, dan barang-barang lainnya yang ada di dalam kelas, sehingga memungkinkan terjadinya interaksi aktif antara siswa dan guru serta antar siswa, dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu penataan kelas harus memungkinkan guru dapat memantau semua tingkah laku siswa sehingga dapat dicegah munculnya masalah disiplin. Melalui penataan kelas, diharapkan siswa dapat memusatkan perhatiannya dalam proses pembelajaran dan akan

16

Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative…, h. 48-51 17

(41)

bekerja secara efektif.18 Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah:

a) ukuran ruang kelas, b) jumlah siswa,

c) tingkat kedewasaan siswa,

d) toleransi guru dan kelas sebelah terhadap kegaduhan dan lalu lalangnya siswa,

e) toleransi masing-masing siswa terhadap kegaduhan dan lalu lalangnya siswa lain,

f) pengalaman guru dalam melaksanakan model cooperative learning,

g) Pengalaman siswa dalam melaksanakan model cooperative learning.19

Dalam model cooperative learning, penataan ruang kelas perlu memperhatikan prinsip-prinsip tertentu. Bangku perlu ditata sedemikian rupa sehingga semua siswa bisa melihat guru/papan tulis dengan jelas, bisa melihat rekan-rekan kelompoknya dengan baik, dan berada dalam jangkauan kelompoknya dengan merata. Kelompok bisa dekat satu sama lain, tetapi tidak mengganggu kelompok yang lain dan guru bisa menyediakan sedikit ruang kosong di salah satu bagian kelas untuk kegiatan lain.

Pendekatan yang paling efektif terhadap manajemen kelas bagi pembelajaran kooperatif adalah untuk menciptakan sebuah sistem penghargaan positif yang didasarkan pada kelompok. Guru memberiikan perhatian terhadap perilaku kelompok yang diinginkannya di dalam kelas. Dengan segera kelompok lainnya akan menjadikan kelompok yang menerima perhatian positif dari guru tersebut sebagai model.

18

Abdul Majid, Pengelolaan Kelas, dari:

http://santridaruz.blogspot.com/2008/05/pengelolaan-kelas.html, diakses pada tanggal 13 Oktober 2010

19

(42)

Unsur penting lainnya dalam sebuha sistem manajemen pembelajaran kooperatif yang baik adalah harapan yang jelas. Guru perlu mendefinisikan dengan jelas dan sebelum kegiatan dimulai sikap-sikap yang perlu diterapkan untuk memfungsikan kelas dengan baik, dan sikap-sikap seperti apa yang akan dihargai. Sikap yang dihargai maksudnya seperti memberi perhatian penuh jika guru menerangkan, memberi bantuan ekstra kepada teman, kooperatif dengan teman satu tim, perhatian terhadap kebutuhan opini, dll.20

2. Sejarah Kebudayaan Islam

a. Pengertian Sejarah Kebudayaan Islam

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sejarah adalah “Ilmu

pengetahuan atau uraian tentang peristiwa-peristiwa yang benar-benar

terjadi di masa lampau”.21 Kebudayaan adalah “Hasil kegiatan dan

penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian,

dan adat istiadat”.22

Dalam kurikulum Madrasah Tsanawiyah mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam adalah salah satu bagian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diarahkan untuk menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati sejarah kebudayaan Islam, yang kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya (way of life) melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman dan kebisaaan.23

Sejarah Kebudayaan Islam di MTs merupakan salah satu mata pelajaran yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan kebudayaan/peradaban Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam

20

Slavin, Cooperative Learning: Teori,…, h. 258-260 21

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 2007), ed. ke-3, cet. ke- 4, h. 1011

22

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar…, h. 170

23

Latifah, “Efektifitas Pelaksanaan Quantum Learning untuk meningkatkan Hasil Belajar

(43)

sejarah Islam di masa lampau, mulai dari perkembangan masyarakat Islam pada masa Nabi Muhammad SAW dan Khulafaurrasyidin, Bani ummayah, Abbasiyah, Ayyubiyah sampai perkembangan Islam di Indonesia. Secara substansial, mata pelajaran Sejarah Kebudayan Islam memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati sejarah kebudayaan Islam, yang mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak, dan kepribadian peserta didik.24

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Sejarah Kebudayaan Islam merupakan salah satu bagian dari cabang ilmu Pendidikan Agama Islam di madrasah yang di dalamnya membahas tentang peristiwa-peristwa penting, peradaban Islam serta tokoh-tokoh populernya dalam Sejarah Kebudayaan Islam agar tertanamnya nilai-nilai kepahlawanan dan keilmuan dalam diri peserta didik.

Pembelajaran sejarah kebudayaan Islam mempunyai tiga fungsi dasar, sebagai berikut:

4) Fungsi edukatif, yaitu melalui sejarah peserta didik ditanamkan untuk mengakkan nilai, prinsip, sikap hidup yang luhur dan Islami dalam menjalankan hidup sehari-hari.

5) Fungsi keilmuan, yaitu melalui sejarah peserta didik akan memperoleh pengetahuan yang memadai tentang masa lalu Islam dan kebudayaan.

6) Fungsi transformasi, yaitu sejarah merupakan salah satu sumber yang sangat penting dalam rancang transformasi masyarakat.25

b. Tujuan Belajar Sejarah Kebudayaan Islam di MTs

Mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut:26

24

http://www.scribd.com/doc/11712482/08Lampiran-3bBab-Vii-Sk-Kd-Pai-Dan-Bhs-Arab-Tk-MTs. diakses pada tanggal 15 Oktober 2010

25

(44)

1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya mempelajari landasan ajaran, nilai-nilai dan norma-norma Islam yang telah dibangun oleh Rasulullah saw dalam rangka mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.

2) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan.

3) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah.

4) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah Islam sebagai bukti peradaban umat Islam di masa lampau.

5) Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengambil ibrah

dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek dan seni, dan lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.

c. Ruang Lingkup Sejarah Kebudayaan Islam di MTs

Ruang lingkup Sejarah Kebudayan Islam di Madrasah Tsanawiyah meliputi:27

1) Pengertian dan tujuan mempelajari sejarah kebudayaan Islam 2) Memahami sejarah Nabi Muhammad SAW periode Makkah 3) Memahami sejarah Nabi Muhammad SAW periode Madinah 4) Memahami peradaban Islam pada masa Khulafaurrasyidin

5) Perkembangan masyarakat Islam pada masa Dinasti Bani Umaiyah 6) Perkembangan masyarakat Islam pada masa Dinasti Bani

Abbasiyah

26

http://www.scribd.com/doc/11712482/08Lampiran-3bBab-Vii-Sk-Kd-Pai-Dan-Bhs-Arab-Tk-MTs. diakses pada tanggal 15 Oktober 2010

27

(45)

7) Perkembangan masyarakat Islam pada masa Dinasti Al-Ayyubiyah 8) Memahami perkembangan Islam di Indonesia

[image:45.595.111.527.171.717.2]

d. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sejarah Kebudayaan Islam Dalam hal ini peneliti akan menjabarkan seluruh SK-KD Sejarah Kebudayaan Islam secara keseluruhan dari kelas VII, VIII, dan IX, yaitu28:

Tabel 2.2 Kelas VII semester I

STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR

1.Memahami sejarah kebudayaan Islam

1.1 Menjelaskan pengertian kebudayaan Islam

1.2 Menjelaskan tujuan dan manfaat mempelajari sejarah kebudayaan Islam

1.3 Mengidentifikasi bentuk/wujud kebudayaan Islam

2.Memahami sejarah Nabi Muhammad SAW periode Makkah

2.1 Mendeskripsikan misi Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi alam semesta, pembawa kedamaian, kesejahteraan, dan kemajuan masyarakat

2.2 Mengambil ibrah dari misi Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi alam semesta, pembawa kedamaian,

kesejahteraan, dan kemajuan masyarakat untuk masa kini dan yang akan datang

2.3 Meneladani perjuangan Nabi Muhammad dan para sahabat dalam menghadapi masyarakat Makkah

3. Memahami sejarah Nabi Muhammad SAW periode Madinah

3.1 Mendeskripsikan sejarah Nabi Muhammad SAW dalam

membangun masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan

28

(46)

STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR perdagangan

3.2 Mengambil ibrah dari misi Nabi Muhammad SAW dalam

membangun masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan

perdagangan untuk masa kini dan yang akan datang

[image:46.595.113.535.110.703.2]

3.3 Meneladani semangat perjuangan Nabi dan para sahabat di Madinah

Tabel 2.3 Kelas VII semester II

STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR

1. Memahami sejarah

perkembangan Islam pada masa Khulafaurrasyidin

1.1 Menceritakan berbagai prestasi yang dicapai oleh

Khulafaurrasyidin

1.2 Mengambil ibrah dari prestasi-prestasi yang dicapai oleh Khulafaurrasyidin untuk masa kini dan yang akan datang 1.3 Meneladani gaya kepemimpinan Khulafaurrasyidin

2. Memahami perkembangan Islam pada masa Bani Umaiyah

2.1 Menceritakan sejarah berdirinya daulah Amawiyah

2.2 Mendeskripsikanperkembangan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Bani Umaiyah

2.3 Mengidentifikasitokoh ilmuwan muslim dan perannya dalam kemajuan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Bani Umaiyah 2.4 Mengambil ibrah dari

perkembangan

kebudayaan/peradaban Islam pada masa Bani Umaiyah untuk masa kini dan yang akan datang 2.5 Meneladanikesederhanaan dan

(47)
[image:47.595.114.536.120.734.2]

Tabel 2.4 Kelas VIII semester I

STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR

1. Memahami perkembangan Islam pada masa Bani Abbasiyah

1.1 Menceritakan sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah

1.2 Mendeskripsikanperkembangan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah

1.3 Mengidentifikasitokoh ilmuwan muslim dan perannya dalam kemajuan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah 1.4 Mengambil ibrah dari

perkembangan

kebudayaan/peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah untuk masa kini dan yang akan datang

1.5 Meneladani ketekunan dan kegigihan Bani Abbasiyah

Tabel 2.5 Kelas VIII semester II

STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR

2. Memahami perkembangan Islam pada masa Dinasti Al Ayyubiyah

2.1 Menceritakan sejarah berdirinya Dinasti al-Ayyubiyah

2.2 Mendeskripsikanperkembangan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Dinasti al-Ayyubiyah

2.3 Mengidentifikasitokoh ilmuwan muslim dan perannya dalam kemajuan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Dinasti Al Ayyubiyah

2.4 Mengambil ibrah dari perkembangan

kebudayaan/peradaban Islam pada masa Dinasti al-Ayyubiyah untuk masa kini dan yang akan datang 2.5 Meneladanisikapkeperwiraan

(48)
[image:48.595.113.539.100.552.2]

Tabel 2.6 Kelas IX semester I

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Memahami perkembangan Islam di Indonesia

1.1 Menceritakan sejarah masuknya Islam di Nusantara melalui perdagangan, sosial, dan pengajaran

1.2 Menceritakan sejarah beberapa kerajaan Islam di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi

1.3 Mengidentifikasi paratokoh dan perannya dalam perkembangan Islam di Indonesia

1.4 Meneladanisemangat para tokoh yang berperan dalam

perkembangan Islam di Indonesia

Tabel 2.7 Kelas IX semester II

STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR

1. Memahami sejarah tradisi Islam Nusantara

1.1 Menceritakan seni budaya lokal sebagai bagian dari tradisi Islam 1.1 Memberikan apresiasi terhadap

tradisi dan upacara adat kesukuan Nusantara

3. Aktivitas Belajar a. Pengertian Aktivitas

Aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tu

Gambar

Gambar 2.1
Tabel 2.2 Kelas VII semester I
Tabel 2.3 Kelas VII semester II
Tabel 2.4 Kelas VIII semester I
+7

Referensi

Dokumen terkait

2014 menyatakan Pelelangan Gagal dengan mengacu pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun

c) Tingkat pendapatan lahan PHBM (hutan) adalah jumlah pemasukan yang diterima oleh responden dalam periode waktu satu tahun yang telah dikurangi dengan biaya-biaya

belajar IPA di madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Medan. Dalam proses pengawasan peningkatan kualitas praktik belajar IPA, peneliti. menelusuri tentang berbagai fakta yang

Perhitungan % Efisiensi Vit.E Yang Terikat Pada Matriks GIF % Efisiensi Vitamin E yang terperangkap pada matriks:. % Efisiensi Vit.E yang terperangkap pada

Sistem Operasi berikut yang tidak dapat digunakan pada teknologi jaringan adalah ....E.

[r]

Berdasarkan hasil penelitian yang telah kami lakukan di Sekolah SMA Negeri 1 Percut Sei Tuan bahwa sekolah ini sudah menerapkan kurikulum 2013

• Biasanya pemeriksaan pendahuluan dilakukan oleh majelis panel hakim  namun dapat juga oleh majelis hakim pleno untuk perkara yang sangat penting dan harus segera diputus..