• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Dan Struktur Nafkah Rumahtangga Petani Sekitar Hutan Desa Seputih Kecamatan Mayang Kabupaten Jember

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Dan Struktur Nafkah Rumahtangga Petani Sekitar Hutan Desa Seputih Kecamatan Mayang Kabupaten Jember"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI DAN STRUKTUR NAFKAH RUMAHTANGGA

PETANI SEKITAR HUTAN DESA SEPUTIH KECAMATAN

MAYANG KABUPATEN JEMBER

FATWA MUHAMMAD AZIZ

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi dan Struktur Nafkah Rumahtangga Petani Sekitar Hutan Desa Seputih Kecamatan Mayang Kabupaten Jember adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

FATWA MUHAMMAD AZIZ Strategi dan Struktur Nafkah Rumahtangga Petani Sekitar Hutan Desa Seputih Kecamatan Mayang Kabupaten Jember. Di bawah bimbingan SATYAWAN SUNITO

Sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di desa penelitian telah berlangsung selama sebelas tahun hingga kini. Semua pihak yang memiliki kepentingan terhadap sumberdaya hutan diikutsertakan ke dalam pelaksanaan sistem tersebut, termasuk masyarakat desa sekitar hutan. Peran dan keterlibatan mereka dalam pengelolaan tersebut menjadi salah satu sumber pendapatan bagi rumahtangganya. Desa Seputih berada dalam wilayah Kesatuan Pemangku Hutan (KPH Jember) yang tergabung dalam Perum Perhutani unit II Jawa Timur. Sebagian besar wilayah Desa Seputih masuk ke dalam areal milik Perhutani. Kawasan hutan yang sepenuhnya dikelola Perum Perhutani ini diperuntukkan sebagai hutan produksi tanaman jati. Luas keseluruhan desa berjumlah 725 ha. Terdiri dari areal sawah 34 ha, tegalan 304 ha, pekarangan 160 ha, dan kawasan hutan 220 ha dan sisanya kawasan pemukiman penduduk. Kawasan hutan masuk ke wilayah pangkuan BKPH Seputih, KPH Jember. Penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif.

(6)

ABSTRACT

FATWA MUHAMMAD AZIZ,

Structure and Livelihood Strategy Households Around Forest in Desa Seputih, Kecamatan Mayang. Supervised by SATYAWAN SUNITO

Implementation of “Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat” by Perhutani office in KPH Jember, has been running about 11 years. All the stakeholders in forest resources are to be included in the system, including rural communities around the forest. Their presence gives a separate role for the management of forest resources. The role and involvement in the management become one source of income of the household. The majority of households have occupation as peasants. Agricultural activities depend on the ownership and control of land, non-land both PHBM and PHBM area. Insufficient of income inderived from farming, making households seek alternatives to agriculture to maintain and improve the quality of life. This study aims to analyze a form of community involvement in PHBM systems, income strategies adopted by household, the level of household income from agriculture and non-agriculture. This study used two approaches, they are quantitative and qualitative. Involved 35 samples and it was taken by using the simple technique of random sampling. The study showed that form of community involvement in the program of PHBM systems are involved planning of food crops, planting of food crops in forest land plots and forest protection. Livelihood strategies adopted by households that extensification of agricultural land into land PHBM, diversification patterns of living, and migration. Most of the households that owned land are classified as non-PHBM narrow land and choose to work with the narrow PHBM land. Extensive non-PHBM land ownership gives a relatively high level of income while the domination PHBM gives a relatively moderate level of income for farm households. The level of income from non-agricultural sector contributed the greatest for households of farmers in the past year.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

STRUKTUR DAN STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA

PETANI SEKITAR HUTAN DESA SEPUTIH KECAMATAN

MAYANG KABUPATEN JEMBER

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur tiada henti penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan sejuta kemudahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis dengan kerendahan hati ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Satyawan Sunito, selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi, saran serta kritik yang membangun hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibunda Ayu Nurulia dan ayahanda Abdul Azis orang tua tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayang, motivasi, semangat dan dukungan secara moral, material maupun spiritual serta Farah Nurul Azizah dan Fahma Filbarkah Aziz kaka dan adik sekaligus rekan seperjuangan meraih cita dan mimpi.

3. Dinas Kehutanan Kabupaten Jember yang telah memberikan izin dan arahan kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian di lokasi.

4. Perum Perhutani KPH Jember, Bapak Eko Arif selaku Kepala Sub Seksi PHBM dan Bapak Mahmud selaku Mandor PHBM BKPH Seputih serta rekan-rekan petugas Perum Perhutani lainnya atas sambutan dan penerimaan yang begitu hangat selama peneliti berada di lokasi penelitian. 5. Bapak Asril dan Ibu Sri yang telah memberikan penginapan selama

penelitian berlangsung serta pengurus LMDH Makmur Jaya Bapak Sutamsu dan rekan-rekan pengurus lain atas bantuan dan arahannya selama di lokasi.

6. Seluruh warga Desa Seputih, Kecamatan Mayang yang telah memberikan kehangatan dan rasa kekeluargaan serta informasi berharga bagi peneliti.

7. Lidya Agustina Budiarti atas doa, cita, dan harapan yang senantiasa diberikan terasa begitu indahnya kepada penulis serta semangat dan motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

8. Orang- orang hebat di tempat kerja dan rekan bertualang: Sonny, Egy,Rio, Nazar, Anjas, Mas Jaw, Eko, Harun yang selalu memotivasi untuk menyelesaikan ini semua.

9. Seluruh keluarga besar SKPM 47 yang selalu memberikan semangat dan doa serta dukungan yang tiada berakhir.

10.Seluruh pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini

Bogor, Juli 2015

(12)

DAFTAR ISI

PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAN DAN AKSES

MASYARAKAT 2

5

Sejarah Pengelolaan Hutan 2

(13)

Bersama Masyarakat 2 8 Manfaat dan Masalah Dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama

Masyarakat 3

2

STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA 3

5

Strategi Ekstensifikasi Pertanian 3

6 Strategi Diversifikasi Nafkah (Pola Nafkah Ganda) 3

9

Strategi Migrasi 4

7

Ikhtisar 4

8

STRUKTUR NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 4

9

Pendapatan On-farm 4

9

Pendapatan Non-farm 5

4

Total Pendapatan 5

5

PENUTUP 6

1

Kesimpulan 6

1

Saran 6

2

DAFTAR PUSTAKA 6

3

LAMPIRAN 6

7

RIWAYAT HIDUP 7

(14)

DAFTAR TABEL

1 Persentase jenis mata pencaharian penduduk desa

seputih 21

2 Persentase tingkat pendidikan penduduk desa seputih 22 3 Jumlah dan persentase responden menurut kelompok

usia di Desa Seputih, Kecamatan Mayang Kabupaten

Jember tahun 2014 23

4 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan di Desa Seputih Kecamatan Mayang

Kabupaten Jember tahun 2014 23

5 Jumlah dan persentase respnden menurut jumlah tanggungan dalam rumahtangga di Desa Seputih, Kecamatan Mayang , Kabupaten Jember tahun 2014

(15)

Kecamatan Mayang Kabupaten Jember 27 7 Penjelasan tahapan program PHBM di kawasan

BKPH Seputih 29

8 Manfaat dan masalah dalam pengelolaan hutan

bersama masyarakat 33

9 Jumlah dan presentase kepemilikan lahan pertanian di

Desa Seputih Kecamatan Mayang Kabupaten Jember 36 10 Hubungan antara kepemilikan lahan pertanian

terhadap luasan lahan andil dalam PHBM di Desa

Seputih 38

11 Ragam pekerjaan non pertanian berdasarkan tingkat

kepemilikan lahan pribadi 40

12 Jumlah dan presentase responden menurut

kepemilikan hewan ternak di desa seputih tahun 2013 42 13 Karakteristik responden yang memiliki non-

pertanian berdasarkan tingkat pendidikan di Desa

Seputih tahun 2013 42

14 Jumlah responden yang memiliki strateginafkah non- pertanian menurut rata- rata luas lahan garapan

phbm di Desa Seputih tahun 2013 44

15 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendapatan lahan andil phbm di Desa Seputih

Kecamatan Mayang Kabupaten Jember tahun 2013 50 16 Sebaran tingkat penguasaan lahan phbm terhadap

tingkat pendapatan PHBM Desa Seputih Kecamatan

Mayang tahun 2013 51

17 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pedapatan lahan milik pribadi di Desa Seputih

Kecamatan Mayang Kabupaten Jember tahun 2013 52 18 Sebaran tingkat kepemilikan lahan milik pribadi

terhadap tingkat pendapatan lahan milik pribadi 53 19 Total pendapatan rata-rata rumahtangga dari sektor

non-pertanian di Desa Seputih Kecamatan Mayang

Kabupaten Jember tahun 2013 54

20 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pedapatan non-pertanian di desa seputih kecamatan

mayang kabupaten jember tahun 2013 54

21 Sebaran tingkat kepemilikan lahan pribadi terhadap

tingkat pendapatan non pertanian 55

(16)

nafkah rata-rata rumahtangga petani pada setiap

lapisan pendapatan Tahun 2013 56

23 Persentase kontribusi sumbangan sumber pendapatan dari PHBM, non- PHBM, dan non-pertanian terhadap struktur nafkah rumahtangga petani pada setiap

lapisan pendapatan Tahun 2013 57

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 15

2 Struktur nafkah rumahtangga petani pada setiap lapisan

pendapatan Tahun 2013 55

3 Persentase sumbangan sumber pendapatan terhadap struktur nafkah rumahtangga petani pada setiap lapisan

pendapatan Tahun 2012 58

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Kecamatan Mayang dan Desa Seputih 67

2 Dokumentasi 68

3 Kerangka Sampling 69

4 Metode Pengumpulan Data 70

5 Grand tabel kepemilikan lahan pertanian,lahan

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumberdaya merupakan hak bagi seluruh masyarakat Indonesia dengan pengawasan dari pemerintah sebagai badan hukum legitim. Kenyataannya tidak sama dengan apa yang terdapat di Undang-Undang, banyak praktik-praktik yang memperlihatkan kekuasaan sumberdaya alam yang terkesan memonopoli dan adanya pengelolaan yang terkesan menguasai dari berbagai pihak, dari hal tersebut maka sering terjadi masalah antara pihak-pihak yang ingin memanfaatkan sumberdaya alam tersebut dan terjadi konflik dengan masyarakat dan pemerintah sebagai subjeknya.

Undang-undang No.41 Tahun 1999 mengatakan bahwa salah satu penyelenggraan hutan bertujuan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan mengoptimalkan aneka fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi yang seimbang dan lestari. Pengelolaan hutan sebagai sumberdaya alam memiliki status public property yang bermanfaat bagi kemakmuran kemakmuaran rakyat, sehingga perlu adanya kerjasama dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan secara lestari. Berdasarkan kepemilikannya, hutan dibedakan menjadi hutan negara dan hutan milik. Hutan negara adalah kawasan hutan yang tumbuh di atas lahan yang tidak dibebani oleh hak milik, sedangkan hutan milik atau hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas lahan milik rakyat, baik petani secara perseorangan maupun bersama-sama atau badan hukum.

Peraturan Pemerintah RI No. 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan Pasal 5 ayat (2), sebagai berikut : 1) Kawasan Hutan Konservasi yang terdiri dari kawasan suaka alam (cagar alam dan Suaka Margasatwa), Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam), dan Taman Buru, 2) Hutan Lindung dan, 3) Hutan Produksi.

Data dari Departemen Kehutanan (2012) mengatakan bahwa luas kawasan hutan Indonesia tahun 2012 mencapai 120.61 juta ha, kawasan tersebut diklasifikasikan sesuai dengan fungsinya menjadi kawasan konservasi (21.17 juta ha), kawasan hutan lindung (32.06 juta ha), kawasan hutan produksi terbatas (22.82 juta ha), kawasan hutan produksi (33.68 juta ha), dan kawasan hutan produksi yang dapat dikonservasi (20.88 juta ha). Tingkat kerusakan hutan di Indonesia tahun 2012 mencapai 0.45 persen (542 745 ribu ha) dari jumlah total luas hutan Indonesia.

(18)

Menurut Hardjanto (2003) kementerian kehutanan menetapkan program-untuk mengatasi meluasnya lahan kritis seperti Gerakan Nasional Hutan dan Lahan (Gerhan), Social Forestry (Pengembangan hutan hutan kemasyarakatan, hutan desa), dan Pengembangan Aneka Usaha (Rotan, Madu, Sutera Alam). Selain itu, menurut Purnomo (2006) satu pola rehabilitasi lahan kritis secara vegetasi dan partisipatif adalah membangun hutan dengan pola PHBM, karena melalui pola tersebut akan meningkatkan produktivitas lahan serta menunjang tanah dan air.

Keberhasilan pola PHBM diperlukan keterlibatan aktor yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Tadjudin (2000) merumuskan dalam pengelolaan hutan terdapat aktor-berkepentingan yaitu pemerintah, swasta dan, masyarakat. Pemerintah hutan sebagai karunia Tuhan yang pemanfaatannya untuk masyarakat. Swasta mengartikan hutan sebagai bisnis yang dan menghasilkan uang yang besar. Masyarakat mengartikan sebagai tempat menggantungkan hidup, sistem perekonomian, dan tempat yang menghubungkan masyarakat dengan alam, sehingga terciptanya antara lingkungan hutan dan lingkungan manusia. Pengelolaan hutan melalui pola PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) merupakan salah satu usaha untuk merehabilitasi di lokasi lahan kritis dan kawasan tidak produktif. Pelaksanaan PHBM dilakukan oleh pihak Perhutani dengan melibatkan partispasi aktif masyarakat desa di sekitar kawasan hutan, agar masyarakat tidak merambah hutan dengan ilegal serta mencegah kerusakan ekosistem hutan (Purnomo 2006). Pola PHBM yang diterapkan kepada masyarakat yaitu dengan melakukan tanam tumpang sari atau banjar harian, penetapan pola tanam, optimalisasi ruang, maupun pengembangan usaha produktif. Jangka pendek dengan adanya pola PHBM bagi masyarakat desa sekitar kawasan hutan adalah mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah signifikan. Tujuan pengelolaan hutan melalui pola PHBM untuk pemeliharaan hutan dan mendapatkan tegakan yang berkualitas dan bernilai ekonomi tinggi pada akhir daur. Kegiatan pemeliharaan hutan meliputi penyiangan, wiwil (pembersihan tunas air), pruning (pemangkasan cabang), penjarangan, pencegahan terhadap hama dan penyakit, pencegahan gangguan penggembalan dan perlindungan hutan lainnya (Purnomo 2006).

Pemanfaatan hutan dengan PHBM sebagai sumber pendapatan masyarakat dapat dikombinasikan dari aktivitas ekonomi dibidang pertaian dan non pertanian. Aktivitas strategi nafkah yang dimiliki masyarakat dalam bidang pertanian hutan, penduduk membangun sistem agroforestry dengan tanaman bertajuk tinggi, dengan kopi, coklat, buah, dsb.

(19)

karena distribusi lahan yang tidak merata dan juga kondisi lahan yang tidak subur dalam pembagian lahan yang didapatkan oleh masyarakat.

Desa Seputih terletak di Kecamatan Mayang. Jarak tempuh dari desa ke kota kecamatan kurang lebih 7 km. Desa Seputih memiliki 5 (lima) dusun/ dukuh yaitu; Dusun Krajan, Dusun Tetelan, Dusun Sumber Jeding, dan Dusun Karang Pakoh, baik yang berada di dalam hutan maupun yang berada di sekitar hutan. Masing-masing dusun letaknya saling berjauhan. Dusun Tetelan merupakan salah satu dusun yang memiliki penduduk yang cukup padat. Sementara pusat aktifitas utama dari keseluruhan desa berada di dusun Krajan. Kantor desa, bidan (pelayanan kesehatan), sekolah, Kantor perwakilan perhutani, toko, bengkel berada disana. Perjalanan menuju desa bisa di lakukan dengan menggunakan kendaraan roda dua ataupun roda empat. Kondisi jalan untuk bisa mencapai Desa Seputih tergolong rusak berat. Jalan masih berupa tanah berbatu, dan sedikit sekali yang telah diaspal. Apabila turun hujan, jalan menjadi licin dan berbahaya untuk dilewati. Akses masyarakat untuk menjangkau wilayah luar desa pun menjadi semakin sulit. Hal ini juga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi desa, serta menghambat kegiatan pendidikan dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Perumusan Masalah

(20)

keseluruhan sistem nafkah rumahtangga.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini membahas tiga rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana strategi nafkah rumah tangga petani di Desa Seputih Kecamatan Mayang Kabupaten Jember?

2. Seberapa besar sumbangan sumber nafkah rumah tangga petani dari lahan pertanian, hutan dan non- pertanian dalam strategi nafkah rumah tangga petani?

3. Bagaimana hubungan tingkat penguasaan lahan hutan melalui program PHBM dan pertanian terhadap struktur nafkah rumahtangga petani?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji strategi nafkah petani desa hutan yang memanfaatkan hutan Perum Perhutani melalui program PHBM. Adapun rincian tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi strategi nafkah rumah tangga petani di Desa Seputih Kecamatan Mayang Kabupaten Jember.

2. Mengidentifikasi seberapa besar sumbangan sumber nafkah rumahtangga petani dari lahan pertanian, hutan dan non- pertanian di dalam strategi nafkah rumah tangga petani.

3. Menganalisis hubungan tingkat penguasaan lahan hutan melalui program PHBM dan pertanian terhadap struktur nafkah rumah tangga petani.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna untuk:

1. Civitas akademisi Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai literatur ataupun informasi tambahan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan strategi nafkah masyarakat desa sekitar hutan, khususnya bagi akademisi yang tertarik dengan topik pengembangan masyarakat.

2. Bagi pemerintah daerah penelitian ini dapat dijadikan sebagai saran dalam mengelola hasil panen dari hutan rakyat sekitar hutan.

(21)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Pengertian Strategi Nafkah

Nafkah, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai cara hidup, definisi ini biasanya disejajarkan dengan konsep livelihood (mata pencaharian). Sebenarnya konsep livelihood mencakup pemahaman yang lebih luas bukan hanya sekedar bagaimana memperoleh pemasukan. Secara sederhana livelihood didefinisikan sebagai cara dimana orang memenuhi kebutuhan mereka atau peningkatan hidup (Chamber et al dalam Dharmawan, 2001).

Konsep nafkah (livelihood ) hidup seringkali digunakan dalam tulisantulisan tentang kemiskinan dan pembangunan pedesaan. Arti di dalam kamus adalah cara hidup (means of living ). Chamber dan Conway (1991) menunjukan definisi pola nafkah sebagai akses yang dimiliki oleh individu atau keluarga. Akses menunjukan aturan dan norma sosial yang menentukan perbedaan kemampuan manusia untuk memiliki, mengendalikan dalam artian menggunakan sumberdaya seperti lahan dan kepemilikan umum untuk kepentingan sendiri. Unsur-unsur dalam strategi nafkah menurut Chambers dan Conway (1991) adalah kapabilitas, aset dan aktivitas. Aset dapat berupa klaim atau akses. Kapabilitas menunjukan kemampuan individu untuk mewujudkan potensi dirinya sebagai manusia dalam artian menjadi dan menjalankan. Kapabilitas menunjukan set alternatif menjadi dan melakukan yang bisa dilakukan dengan karakteristik konomi, sosial dan personal manusia. Aktifitas merujuk pada kegiatan yang menghasilkan pendapatan. Strategi nafkah tergantung dari seberapa besar aset yang dimiliki, kapabilitas individu dan aktivitas yang nyata dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Livelihood berasal dari berbagai sumberdaya dan aktivitas yang bervariasi sepanjang waktu. Fleksibilitas livelihood menentukan tipe-tipe strategi rumah tangga yang diadopsi rumah tangga pedesaan maupun perkotaan dan bagaimana merespon perubahan. Terkait dengan livelihood, Herbon dalam Dharmawan (2001) mendeskripsikan tiga tingkatan untuk mengatasi ketidaktentuan ekonomi yaitu:

(22)

2. Tahap mengatasi kondisi krisis, meliputi semua tindakan seperti memanfaatkan tabungan, eksploitasi berlebih terhadap sumberdaya yang dimiliki (sumberdaya alam atau sumberdaya sosial), mengurangi konsumsi individu, reaksi massa (contohnya pemberontakan bersama).

3. Tahap pemulihan dari krisis, terdiri dari semua tindakan untuk memperbaiki kehancuran dan mendapat kembali akses untuk memperoleh sumberdaya.

Menurut Crow dalam Dharmawan (2001), terdapat aspek-aspek penting yang harus diperhatikan dalam penerapan strategi nafkah, yaitu:

1. Harus ada pilihan yang dapat dipilih oleh seseorang sebagai tindakan alternatif.

2. Kemampuan melatih “kekuatan”. Mengikuti suatu pilihan berarti memberikan perhatian pada pilihan tersebut. Dengan demikian, memberikan perhatian pada suatu pilihan akan mengurangi perhatian pada pilihan yang lain. Dalam konteks komunitas, seseorang yang memiliki lebih banyak kontrol (aset) akan lebih mempunyai kekuatan untuk dapat memaksakan kehendaknya. Oleh karena itu strategi nafkah dapat dipandang sebagai suatu kompetisi untuk mendapatkan aset-aset yang ingin dikuasai.

3. Dengan merencanakan strategi yang mantap, ketidakpastian (posisi) yang dihadapi seseorang dapat diminimalisir.

4. Strategi dibangun sebagai respon terhadap tekanan yang hebat yang menerpa seseorang.

5. Harus ada sumberdaya dan pengetahuan sehingga seseorang bisa membentuk dan mengikuti berbagai strategi yang berbeda.

6. Strategi biasanya merupakan keluaran dan konflik yang terjadi dalam rumah tangga.

Selanjutnya, Dharmawan (2001) menyebutkan bahwa secara umum strategi nafkah dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk, yaitu strategi nafkah normatif dan strategi nafkah yang ilegal. Strategi nafkah normatif berbasiskan pada kegiatan sosial ekonomi yang tergolong ke dalam kegiatan positif seperti kegiatan produksi, sistem pertukaran, migrasi, maupun strategi sosial dengan membangun jaringan sosial. Strategi ini disebut „peaceful ways‟ atau sah dalam melaksanakan strategi nafkah. Sedangkan strategi nafkah ilegal di dalamnya termasuk tindakan sosial ekonomi yang melanggar hukum dan ilegal. Seperti penipuan, perampokan, pelacuran, dan sebagainya. Kategori ini disebut sebagai „non peaceful‟, karena cara yang ditempuh biasanya menggunakan cara kekerasan atau kriminal.

(23)

pertemanan, keamanan sosial berbasis patron-klien, keamanan sosial berbasis kelembagaan lokal, dan keamanan sosial berbasis pertetanggaan (Iqbal 2004).

Strategi nafkah muncul karena adanya persoalan kemiskinan yang

kemudian menjelma ke dalam beberapa “derivate” seperti diversifikasi sumber nafkah, pekerjaan nafkah wanita, dan pembagian kerja dalam rumah tangga, ataupun lapangan kerja/usaha dan kesempatan kerja di pedesaan. Alasan individu dan rumah tangga melakukan diversifikasi sebagai strategi nafkah adalah karena keterpaksaan (necessity) dan pilihan (choice). Istilah lain yang sering digunakan adalah antara bertahan hidup (survival) dan pilihan (choice) atau antara bertahan hidup (survival) dan akumulasi (accumulation) (Ellis 2000). Chambers (1992) membagi strategi nafkah rumah tangga ke dalam tiga tahap, yaitu: desperation, vulnerability, dan independence. Masing-masing tahap tersebut memiliki prioritas pemenuhan kebutuhan yang berbeda pula. Tahap pertama yaitu Desperation, tujuannya adalah bertahan hidup (survival), cara yang ditempuh adalah dengan menjadi buruh lepas, memanfaatkan common property, migrasi musiman, dan meminjam dari patron. Tahap kedua yaitu vulnerability, jaminan keamanan adalah tujuan utamanya, diperoleh dengan mengembangkan aset, menggadaikan aset, dan berhutang. Tahap ketiga yaitu Independence, kehormatan diri, misalnya: berusaha membebaskan diri dari status klien dalam hubungan patron-klien, melunasi hutang, menabung, dan membeli atau mengembangkan aset yang mereka miliki.

Scoones (1998) mengatakan bahwa dalam penerapan strategi nafkah, rumahtangga petani memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimiliki dalam upaya untuk dapat mempertahankan hidup. Strategi nafkah (livelihood strategy) diklasifikasikan berdasarkan tiga kategori, yaitu: (1) rekayasa sumber nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan pertanian secara efektif dan efisien baik melalui penambahan input eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun dengan memperluas lahan garapan (ekstensifikasi); (2) pola nafkah ganda (diversifikasi), yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk meningkatkan pendapatan atau dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga (ayah, ibu dan anak) untuk ikut bekerja, selain pertanian dan memperoleh pendapatan; (3) rekayasa spasial (migrasi), merupakan usaha yang dilakukan dengan melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan tambahan.

Sumber-sumber Strategi Nafkah

Berdasarkan pengertian strategi nafkah di atas, sumber nafkah merupakan aset, sumberdaya atau modal yang dimiliki rumahtangga yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan nafkah rumahtangga. Sumberdaya mengacu pada semua hal yang dapat dimanfaatkan atau tidak oleh rumahtangga. Aset mengacu semua hal yang dapat dimafaatkan oleh rumahtangga, sedangkan modal mengacu pada semua hal yang dimiliki atau dapat diakses oleh rumahtangga. Merujuk pada Dharmawan (2001) sumber nafkah rumahtangga biasanya berupa sumber nafkah yang beragam (multiple source of livelihood ). Ini karena rumahtangga tidak tergantung pada satu kegiatan tertentu dalam jangka waktu yang lama dan tidak ada satu sumber nafkah yang dapat memenuhi tujuan rumahtangga. Rumahtangga dapat menjadi petani pemilik dan menggarap lahan sendiri, penggarap dengan menggarap lahan orang lain, penggembala, pencari kayu bakar, pencari rumput bahkan pedagang.

(24)

1. Rumahtangga yang atau mengusahakan tanah pertanian luas, yang menguasai surplus produk pertanian di atas kebutuhan hidup mereka. Surplus ini sering kali dimanfaatkan untuk membiayai pekerjaan di luar non-pertanian, dengan imbalan penghasilan yang tinggi pula. Pada golongan pertama, strategi nafkah yang mereka terapkan adalah strategi akumulasi dimana hasil pertaniannya mampu diinvestasikan kembali baik pada pertanian maupun non-pertanian.

2. Rumahtangga usaha tani sedang (usaha tani hanya mampu memenuhi kebutuhan subsisten). Mereka biasanya bekerja pada non-pertanian dalam upaya melindungi diri dari gagal panen atau memberikan sumber pendapatan yang berkelanjutan mengingat usaha pertanian bersifat musiman. Strategi mereka ini dapat disebut sebagai strategi konsolidasi. 3. Rumahtangga usaha tani gurem atau tidak bertanah. Mereka bekerja dari

usaha tani ataupun buruh tani, dimana penghasilannya tidak mampu mencukupi kebutuhan dasar. Rumahtangga ini akan mengalokasikan sebagian dari tenaga kerja mereka-tanpa modal, dengan imbalan yang rendah ke dalam kegiatan luar pertanian. Rumahtangga golongan ketiga ini menerapkan strategi bertahan hidup (survival strategy).

Dharmawan (2007) mengatakan bahwa sumber-sumber nafkah yang diperoleh oleh rumahtangga petani adalah segala aktivitas ekonomi pertanian dan ekonomi non-pertanian, setiap individu atau rumahtangga dapat memanfaatkan

peluang nafkah dengan “memainkan” kombinasi “modal-keras” (tanah, financial dan fisik) dan “modal-lembut” berupa intelektualitas dan keterampilan sumberdaya manusia yang tersedia untuk menghasilkan sejumlah strategi-penghidupan (livelihoods strategies). Pilihan strategi nafkah sangat ditentukan oleh kesediaan akan sumberdaya dan kemampuan mengakses sumber-sumber nafkah tersebut. Dharmawan (2001) menjelaskan, sumber nafkah rumah tangga sangat beragam (multiple source of livelihood), karena rumah tangga tidak tergantung hanya pada satu pekerjaan dan satu sumber nafkah tidak dapat memenuhi semua kebutuhan rumah tangga. Chambers dan Conway dalam Ellis (2000) mengatakan bahwa terdapat lima kategori modal utama sebagai basis nafkah yaitu sebagai berikut:

1. Modal alam mengacu pada sumberdaya alam (tanah, air, pohon) yang menghasilkan produk yang digunakan oleh populasi manusia untuk kelangsungan hidup mereka;

2. Modal fisik mengacu pada aset dibawa untuk mengeksistensikan proses produksi ekonomi;

3. Modal manusia mengacu pada tingkat pendidikan dan status kesehatan individu dan populasi;

4. Modal finansial mengacu pada stok uang tunai yang dapat diakses untuk membeli baik barang produksi maupun konsumsi, dan akses pada kredit; dan 5. Modal sosial yang mengacu pada jaringan sosial dan asosiasi dimana orang

berpartisipasi, dan mereka dapat memperoleh dukungan yang memberikan kontribusi untuk mata pencaharian merek.

Upaya untuk mempertahankan keberlangsungan hidup, rumah tangga petani tidak hanya menerapkan salah satu strategi nafkah tetapi dengan mengkombinasi dari berbagai bentuk strategi nafkah yang dilakukan rumahtangga petani yaitu sebagai berikut:

(25)

2. Strategi alokasi sumberdaya manusia (tenaga kerja), strategi ini dilakukan dengan memanfaatkan seluruh tenaga kerja yang dimilikinya untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan masing-masing;

3. Strategi intensifikasi pertanian, strategi ini dilakukan dengan memanfaatkan lahan pertanian secara maksimal;

4. Strategi spasial, strategi yang dilakukan dengan berbasiskan rekayasa sumberdaya yang dilakukan dalam rangka peningkatan pendapatan keluarga guna mempertahankan kelangsungan hidup rumahtangga;

5. Strategi pola nafkah ganda, strategi ini dilakukan dengan cara menganekaragamkan nafkah; dan

6. Strategi berbasiskan modal sosial, strategi ini dilakukan dengan memanfaatkan kelembagaan kesejahteraan asli dan pola hubungan produksi.

Menurut Ellis (2000) pendapatan dibagi menjadi tiga kategori. Pertama, pendapatan pertanian (on-farm), yakni pendapatan yang diperoleh dari pertanian yang diperhitungkan sendiri seperti lahan milik sendiri atau lahan yang diperoleh melalui pembelian tunai atau bagi hasil. Kedua, pendapatan off-farm, yakni pendapatan yang berupa upah tenaga kerja pertanian termasuk upah dalam bentuk pemberian barang seperti padi dan bentuk upah kerja yang lain. Ketiga, pendapatan non pertanian (non-farm), yakni pendapatan yang berasal dari luar kegiatan pertanian yang dibagi menjadi enam kategori yaitu: (1) upah tenaga kerja pedesaan bukan dari pertanian; (2) usaha sendiri di luar kegiatan pertanian atau pendapatan bisnis; (3) pendapatan dari hak milik (misalnya: sewa); (4) kiriman dari buruh yang pergi ke kota; (5) transfer dari urban yang lain seperti pendapatan pensiunan; dan (6) kiriman dari buruh yang pergi ke luar negeri.

Karakteristik Rumahtangga Petani

Pengertian Rumhtangga Petani (RTP) dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Farm Household mempunyai pengertian dan karakteristik yaitu satu unit kelembagaan yang setiap saat mengambil keputusan produksi pertanian, konsumsi, curahan kerja, dan reproduksi (Nakajima 1986). RTP dapat dipandang sebagai satu kesatuan unit ekonomi, mempunyai tujuan yang ingin dipenuhi dari sejumlah sumberdaya yang dimiliki, kemudian sebagai unit ekonomi RTP akan memaksimumkan tujuannya dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Pola perilaku RTP dalam aktivitas pertanian maupun penentuan jenis-jenis komoditas yang diusahakan dapat bersifat subsisten, semi komersial, dan atau sampai berorientasi ke pasar (Ellis 1988).

Nakajima (1986) mengatakan bahwa pertanian sebagai suatu industri memiliki karakteristik yang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok yaitu:

1. Karakteristik teknologi dan produksi pertanian;

2. Karakteristik rumahtangga petani sebagai satu kesatuan unit ekonomi (produksi pertanian sebagian besar di bawah kontrol rumahtangga petani); dan

3. Karakteristik dari komoditas pertanian

(26)

mempunyai karakteristik semikomersial, sebagian hasil produksi dijual ke pasar dan sebagian dikonsumsi rumahtangga sendiri, membayar atau membeli sebagian input seperti pupuk, obat-obatan dan sewa tenaga kerja, tetapi juga dapat menjual atau mempergunakan input pertanian milik keluarga sendiri (Sadoulet and Janvry 1995).

Wolf (1985) dalam Lestari (2005) mendefinisikan petani sebagai pencocok tanam pedesaan yang surplus produksinya dipindahkan ke kelompok penguasa melalui mekanisme sistematis seperti upeti, pajak, atau pasar bebas. Menurut Shanin seperti dikutip oleh Subali (2005), terdapat empat karakteristik utama petani. Pertama, petani adalah pelaku ekonomi yang berpusat pada usaha milik keluarga. Kedua, selaku petani mereka menggantungkan hidup mereka pada lahan. Bagi petani lahan pertanian adalah segalanya yakni sebagai sumber yang diandalkan untuk menghasilkan bahan pangan keluarga, harta benda yang bernilai tinggi, dan ukuran terpenting bagi status sosial. Ketiga, petani memiliki budaya yang spesifik yang menekankan pemeliharaan tradisi dan konformitas serta solidaritas sosial mereka kental. Keempat, cenderung sebagai pihak selalu kalah (tertindas) namun tidak mudah ditaklukkan oleh kekuatan ekonomi, budaya dan politik eksternal yang mendominasi mereka.

Rumah tangga petani menurut Sensus Pertanian 1993 adalah rumahtangga yang sekurang-kurangnya satu anggota rumahtangganya melakukan kegiatan bertani atau berkebun, menanam tanaman kayu-kayuan, beternak ikan di kolam, karamba maupun tambak, menjadi nelayan, melakukan perburuan atau penangkapan satwa liar, mengusahakan ternak/unggas, atau berusaha dalam jasa pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual guna memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko sendiri.

Menurut BPS (2000) secara umum rumahtangga diartikan sebagai seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik atau sensus dan umumnya tinggal bersama serta makan dari satu dapur. Yang dimaksud dengan satu dapur adalah bahwa pembiayaan keperluan juga pengurusan kebutuhan sehari-hari dikelola bersama-sama. Adapun White (1978) mengemukakan bahwa rumahtangga pedesaan Jawa merangkap fungsi-fungsi sebagai unit produksi, unit konsumsi, unit reproduksi, dan unit interaksi sosial ekonomi dan politik, dimana keberlangsungan beragam fungsi tersebut dilandasi prinsip safety first. Prinsip ini mendahulukan selamat yang berimplikasi kepada kondisi dimana keputusan rumahtangga bertujuan utama lebih kepada untuk menghindari kemungkinan gagal daripada mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Prinsip ini juga berimbas kepada kebiasaan dalam perilaku rumahtangga miskin di pedesaan dalam penerimaan mereka terhadap teknik-teknik pertanian, pranata-pranata sosial dan cara merespon terhadap proyek-proyek pembangunan.

(27)

Pengertian Hutan

Berdasarkan teks perundang-undangan tentang kehutanan di Indonesia dikenal terminologi hutan dan kawasan hutan. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan). Sedangkan yang dimaksud dengan kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (Peraturan Menteri Kehutanan No. P49/Menhut-II/2008).

Merujuk pada Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan maka terdapat beberapa jenis hutan berdasarkan status dan fungsinya yaitu:

1. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah, dapat berupa hutan adat yang merupakan hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.

2. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.

3. Hutan produksi, kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

4. Hutan lindung, kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

5. Hutan konservasi, kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

6. Kawasan hutan suaka alam, hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.

7. Kawasan hutan pelestarian alam, hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

8. Taman buru, kawasan hutan yang di tetapkan sebagai tempat wisata berburu.

Pengelolaan Hutan melalui Program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat)

(28)

hutan dengan model kemitraan. PHBM dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan hutan dengan mempertimbangkan skala prioritas berdasarkan perencanaan partisipatif. PHBM yang dilaksanakan di dalam kawasan hutan tidak bertujuan untuk mengubah status kawasan hutan, fungsi hutan, dan status tanah negara (Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 268/KPTS/DIR/2007).

Menurut Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001, tujuan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah:

1. Meningkatkan tanggung jawab perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan.

2. Meningkatkan peran perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan.

3. Menyelaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah dan kondisi dinamika sosial masyarakat desa hutan.

4. Meningkatkan mutu sumberdaya hutan sesuai dengan karakteristik wilayah.

5. Meningkatkan pendapatan perusahaan, masyarakat serta pihak yang berkepentingan secara simultan.

Penafsiran model „pengelolaan berbasis masyarakat‟ sangat ditentukan oleh

derajat atau tingkat peran serta masyarakat, hak dan pengambilan keputusan olehnya. PHBM mempunyai cakupan luas mulai dari perencanaan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan hutan, pengambilan hasil, pemasaran sampai dengan konservasi dan rehabilitasi dan sebagainya. PHBM disebut murni jika seluruh perencanaan, penanaman, pemeliharaan, pengambilan keputusan sampai pada peraturan pemeliharaan (lokal atau tradisional) dan bagi hasil dibuat sendiri oleh masyarakat tanpa ada campur tangan pihak luar (Rosita dan Muslich 2005).

Menurut Ngadino (2004) dalam Rosita dan Muslich (2005), keterlibatan, peran serta atau kebersamaan masyarakat dalam mengelola hutan bisa dinyatakan dalam berbagai bentuk yakni: (1) memberi bantuan; (2) mobilisasi atau menggerakan masyarakat; (3) instruksi; (4) membayar masyarakat sebagai tenaga kerja; (5) bagi hasil; dan (6) eksploitasi masyarakat atau benar-benar sebagai mitra yang sejajar dalam setiap pengambilan keputusan, perencanaan dan implementasinya tetapi model ini sulit ditemui dalam kerjasama pihak-pihak lain yang melibatkan peran serta masyarakat.

(29)

masyarakatprinsip saling berbagi, kesetaraan dan keterbukaanPrinsip berbagi yang dimaksud adalah pembagian peran, tanggung jawab produksi bahkan hingga pembagian hasil.

Pengelolaan produk bentuk kegiatan dalam PHBM yang tidak hanya berorientasi produk namun juga mengembangkan berbagai jenis produk selain kayu. Melalui PHBM seluruh sumberdaya dan potensi hutan termasuk jasa lingkungan dikerjasamakan. Pengelolaan peran yaitu dalam kegiatan PHBM masyarakat peran sebagai pelaku utama disamping perum perhutani. Masyarakat peran yang sangat besar mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hingga proses pemanenan hasil. Hal ini untuk kualitas kerjasama dalam melaksanakan pengelolaan hutan. Pembagian hasil yaitu mekanisme pembagian keuntungan dari proses PHBM. Besarnya nilai pembagian hasil dalam pelaksanaan kegiatan dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomer 001Tahun 2002. Dalam surat keputusan ini, masyarakat akan memperoleh pembagian dari tanaman pokok sebesar 25 persen, sementara Perum Perhutani memperoleh sebesar 75 persen.

Prinsip kesetaraan yang dimaksud adalah implementasi sistem PHBM meliputi proses sosial dan proses fisik yang meliputi tahapan kegiatan yaitu: (1) sosialisasi sistem PHBM kepada pihak internal dan eksternal; (2) pemetaan wilayah hutan menjadi wilayah-wilayah Hutan Pangkuan Desa (HPD) serta inventarisasi potensi desa dan potensi hutan; (3) pembentukan kelembagaan desa (Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)); (4) penyusunan rencana dan strategi pengelolaan hutan antara LMDH dan Perum Perhutani; (5) penandatanganan Perjanjian kerja sama (PKS) PHBM antara LMDH dengan Perum Perhutani; dan monitoring dan evaluasi Pelaksanaan PHBM. Prinsip keterbukaan yang dimaksud adalah berjalannya sistem partisipatif pada masyarakat dalam memberikan sumbangsih aturan main terhadap konsep PHBM.

Konsep Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan sebuah penyempurnaan dari program kehutanan sosial sebelumnya dan Pembangunan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) (Simon 2004). Konsep ini dibangun sebagai suatu sistem pengelolaan hutan dengan tujuan melestarikan fungsi hutan dan menyejahterakan masyarakat desa sekitar hutan. Telah banyak penelitian yang mengkaji bagaimana PHBM selama ini berjalan di pulau Jawa dan dampaknya bagi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Program PHBM memfokuskan pada peran dan keterlibatan masyarakat secara partisipatif agar diperoleh manfaat yang optimal. Hasil penelitian Gutomo Bayu Aji (2009) menunjukkan bahwa pelaksanaan PHBM di pulau Jawa secara umum tidak melibatkan masyarakat secara partisipatif dalam penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan, monitoring dan evaluasi. Sedangkan dalam perencanaan dan penetapan bagi hasil kayu hutan masih dilakukan secara top down bahkan cenderung instruksional.

(30)

sistem PHBM dengan konteks kekinian dan melihat kontribusi pendapatan dari lahan PHBM bagi total pendapatan rumahtangga.

Berdasarkan penelitian Hidayah (2012) konsep PHBM memberikan pola-kerjasama kepada masyarakat, seperti pola pesanggem banjar harian dan tumpang sari. Pesanggem atau petani yang menggarap lahan hutan Perhutani mempunyai dua pilihan dalam memanfaatkan lahan PHBM. Pilihan tersebut adalah pola banjar harian dan tumpang sari. Banjar harian adalah pesanggem bekerja di lahan Perhutani untuk melakukan pembersihan atau pembabatan sebelum dilakukan penanaman jati. Pola tumpang sari adalah pesanggem yang mengolah lahan untuk ditanami tanaman sela. Letak perbedaannya adalah pesanggem pada pola banjar harian diberikan upah untuk melakukan pembersihan pembabatan lahan. Sementara pesanggem pada pola tumpang sari tidak diberikan. Pesanggem mendapatkan upah sesuai jenis pekerjaan dan lama waktu.

Pesanggem banjar harian dibutuhkan apabila tidak ada atau minim keinginan masyarakat untuk mengolah lahan hutan. Lahan yang dapat diolah tersedia, namun tidak ada masyarakat yang ingin mengolahnya. Hal tersebut dapat dilihat ketika lahan bekas tebangan setahun sebelumnya tetapi masyarakat tidak yang mengajukan untuk bisa mengolahnya. Menurut pihak Perhutani dengan banjar harian atau tumpang sari dapat menyelaraskan antara kepentingan masyarakat dan kepentingan Perhutani, seperti dalam pola banjar harian, Perhutani mengeluarkan biaya modal produksi dengan model seperti ini. Perhutani memanfaatkan pesanggem atau masyarakat membersihkan lahan yang ditebang atau sebelum penanaman ulang tanaman jati, berbeda dengan pola tumpang sari yang sedikit lebih menghemat biaya karena pesanggem yang akan menanam tanaman akan sekaligus membersihkan lahan yang akan ditanam kayu kembali. Hal ini juga menjadi sebuah simbiosis mutualisme antara Perhutani masyarakat, Perhutani mendapatkan hasil dari pembersihan lahan tersebut dan masyarakat dapat mengambil lahan hutan milik Perhutani.

Kerangka pemikiran

(31)

Keterangan

:Hubungan

Gambar 1. Kerangka pemikiran Hipotesis penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Sumber- sumber nafkah yang terdapat daik dari kawasan hutan, lahan pertanian dan non pertanian memiliki hubungan terhadap strategi nafkah yang digunakan oleh rumahtangga petani dan juga memilik kaitan yang erat bagaimana struktur nafkah dari rumahtangga petani di Desa Seputih Kecamatan Mayang Kabupaten Jember.

Sumber Nafkah Perhutani Kawasan Hutan

 Luasan lahanyang di kelola  Pendapatan dari kawasan hutan  Akses terhadap program dan

lahan PHBM

Sumber Nafkah Non- Pertanian

 Sumberdaya ekonomi dalam dan luar desa bidang non pertanian

 Pendapatan dari Non-Pertanian.

Sumber Nafkah Pertanian Desa

 Luas kepemilikan lahan pertanian  Pendapatan dari lahan

pertanian

Strategi Nafkah Masyarakat:  Ekstensifikasi pertanian  Pola nafkah ganda  Strategi migrasi

Stuktur Nafkah

(32)

2. Luasan lahan yang dikelola dan dikuasai memiliki hubungan terhadap strategi nafkah dan bagaimana struktur nafkah yang terbentuk dala rumahtangga petani.

3. Akses rumahtangga petani terhadap program dan lahan PHBM berhubungan dengan penggunaan strategi nafkah para petani dan juga srtuktur nafkah yang terbentuk dalam rumahtangga petani.

Definisi Operasional

Definisi operasional dimasudkan untuk memberikan batasan yang jelas, sehingga memudahkan dalam melakukan pengukuran. Definisi operasional dan pengukuran peubah dalam rencana penelitian ini sebagai berikut:

a) Tingkat peguasaan lahan hutan rakyat adalah ukuran areal petak hutan dibawah tegakan jati yang digarap diukur dan dikategorikan sebagai berikut:

a. Rendah, luas lahan ≤ 0.25 ha b. Sedang, luas lahan 0.26 – 0.75 ha c. Tinggi, luas lahan > 0.75 ha

b) Tingkat peguasaan lahan pertanian adalah ukuran areal usaha tani berupa sawah/ kebun/ tegalan yang digarap diukur dan dikategorikan sebagai berikut:

a. Rendah, luas lahan ≤ 0.25 ha b. Sedang, luas lahan 0.26 – 0.75 ha c. Tinggi, luas lahan > 0.75 ha

c) Tingkat pendapatan lahan PHBM (hutan) adalah jumlah pemasukan yang diterima oleh responden dalam periode waktu satu tahun yang telah dikurangi dengan biaya-biaya produksi yang diperoleh dari lahan Perum Perhutani yang dapat dimanfaatkan melalui program PHBM. Tingkatan dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu:

a. Pendapatan rendah≤Rp 3 786 000

b. Pendapatan menengah Rp 3 787 000 – Rp 10 000 000 c. Pendapatan tinggi ≥ Rp 10 000 000

d) Tingkat pendapatan lahan pertanian (sawah) adalah jumlah pemasukan yang diterima oleh responden dalam periode waktu satu tahun yang telah dikurangi dengan biaya-biaya produksi yang diperoleh dari luasan lahan kepemilikan yang dimiliki rumahtangga. Tingkatan dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu:

a. Pendapatan rendah ≤ Rp 1 810 000

b. Pendapatan menengah Rp 1 810 000 – Rp 3 570 000 c. Pendapatan tinggi ≥Rp 3570000

e) Tingkat pendapatan Non pertanian adalah jumlah pemasukan yang diterima oleh responden dalam periode waktu satu tahun yang didapatkan dari hasil kerja diluar lahan pertanian dan hutan, bailk diperoleh dari dalam desa maupun luar desa. Tingkatan dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu:

a. Pendapatan rendah ≤ Rp 8 800 000

(33)

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk kedalam penelitian survai. Pengertian penelitian survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Penelitian survai digunakan untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel- variabel melalui pengujian hipotesa yang disebut juga penelitian penjelasan atau explanatory research( singarimbun dan Efendi, 2008).penelitian survai merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif, yakni penggunaan kuesioner sebagai instrument utama kepada sejumlah responden yang menjadi sampel. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial di lokasi penelitian serta memperkuat data yang telah diperoleh melalui pendekatan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakuakan dengan cara pengamatan lapang secara langsung, wawancara mendalam, dan analisis dokumen

Lokasi dan Waktu Penilitian

Penelitian dilaksanakan di daerah sekitar hutan di Desa Seputih Kec. Mayang, Kab. Jember, Jawa Timur. Lokasi tersebut dipilih secara sengaja (purposive) karena desa tersebut berada dikawasan sekitar hutan. Dimana masyarakat juga menggantungkan hidupnya dari hutan milik Perhutani tersebut. Waktu penelitian dilaksanakan selama enam bulan. Kegiatan penelitian ini dimulai dengan penyusunan proposal penelitian, kolokium penyampaian proposal penelitian, perbaikan proposal penelitian, pengambilan data di lapangan baik primer maupun sekunder, dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara mendalam, dan observasi langsung. Pengumpulan data dilakukan selama tiga minggu pada minggu kedua April hingga minggu pertama bulan Mei 2014. Kuesioner tidak diberikan kepada responden. Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan panduan pertanyaan kepada informan yang telah ditentukan oleh peneliti sebelumnya. Observasi langsung dilakukan untukmemperoleh gambaran keadaan desa dan masyarakat secara langsung serta untuk kebutuhan dokumentasi.

Selain data primer, peneliti melakukan pengumpulan data sekunder yaitu data yang sudah diolah oleh pihak lain. Data sekunder ini diperoleh dari berbagai sumber, yaitu Kantor Desa Seputih, Perum Perhutani BKPH Seputih, dan LMDH.

Teknik Penentuan Responden dan Informan

(34)

pengambilan keputusan dan pengalokasian sumberdaya yang berkaitan dengan penerapan bentuk strategi nafkah yang digunakan. Mengingat keterbatasan waktu, tidak semua anggota rumah tangga diwawancara, oleh karena itu sebagian besar informasi di dapat dari kepala rumahtangga. Sample diambil menggunakan metode Simple Random Sampling yaitu mengambil acak sebanyak 35 KK petani yang mengikuti dan terdaftar dalam program PHBM dari 109 KK yang terdaftar dalam PHBM. (Lampiran 3)

Teknik Pengolahan Dan Analisis Data

(35)

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

Gambaran Umum Perum Perhutani KPH Jember

Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) berada di bawah naungan Depertemen Kehutanan dan Perkebunan, didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1972 tentang Pendirian Perusahaan Umum Kehutanan Negara dengan Kawasan Unit I Jawa tengah dan Unit II Jawa Timur. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1978, wilayah kerja tersebut diperluas dengan Unit III Jawa Barat. Selanjutnya pendirian Perum Perhutani disesuaikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1986 yang diatur kembali dengan Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 1999 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara ( Perum Perhutani ). Sejak tanggal 3 Juni 2001, berdasarkan PP nomor 14 tahun 2001 secara resmi status perum Perhutani menjadi PT. Perhutani (Persero) yang dilaksanakan sejak 2 Juli 2001.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 07.P/Hum/2001 bentuk hukum PT. Perhutani (Persero) kembali ke Perum Perhutani berdasarkan PP. No.30 Tahun 2003 tanggal 11 Juni 2003. Perum Perhutani KPH Jember melaksanakan pengelolaan Sumber Daya Hutan dengan prinsip Pengelolaan Hutan Lestari bersama Masyarakat.

Kondisi Geografis

Perum Perhutani KPH Jember, secara astronomis terletak pada 6o 59' 9” - 7o 14’ 33” BT dan 7o 59’ 6”- 8o 33’ 56” LS. Secara administratif terletak di seluruh wilayah pemerintahan Jember. Batas batas wilayah KPH Jember adalah

 Sebelah utara : KPH Bondowoso  Sebelah selatan : Samudera Hindia

 Sebelah timur : KPH Banyuwangi Barat/ Selatan  Sebelah barat : KPH Probolinggo

Pembagian kawasan hutan di wilayah KPH Jember diatur dalam RPKH KPH Jember dalam jangka waktu untuk 10 tahun kedepan. Luas kawasan hutan KPH Jember terdiri dari 4 bagian yakni:

1. Hutan Produksi seluas : 31135.93 Ha ( 40.96 % ) 2. Hutan Lindung seluas : 43948.80 Ha ( 57.82 % )

3. Hutan Suaka Alam / Hutan Wisata (SA/HW): 20.00 ( Ha 0.03 % ) 4. LDTI + TBP : 905.84 Ha ( 1.19 % )

Kekuatan utama dari Sumber Daya Hutan yang ada saat ini terletak pada potensi Hutan Jati dan potensi Hutan Rimba yang terdiri dari Pinus, dan Mahoni. Dengan pembagian dalam potensi hutan sebagai berikut:

1. K.P. Jati : 28295,87 ha Untuk Produksi Jati : 13649.53 ha

2. K.P. Mahoni : 2876,20 ha Untuk Produksi Mahoni : 10631.60 ha 3. K.P. Pinus : 18 324.80 ha Untuk Produksi Pinus 6809.80 ha

(36)

1. Bagian Hutan Lereng Yang Selatan meliputi BKPH Lereng Yang Barat dan Lereng Yang Timur, merupakan Potensi utama Kayu Rimba Mahoni. 2. Bagian Hutan Sempolan meliputi BKPH Sumberjambe dan Sempolan,

merupakan potensi utama Kayu Rimba Pinus.

3. Bagian Hutan Jember Selatan meliputi BKPH Mayang, Ambulu dan Wuluhan merupakan potensi utama penghasil Kayu Jati.

Kondisi Iklim dan Wilayah

Wilayah hutan KPH Jember dan sekitarnya memiliki iklim tropis. Ciri musim ini ditandai dengan adanya musim hujan dan musim kemarau yang bergantian sepanjang tahun. Letaknya berada pada ketinggian 10- 1500 mdpl, dengan tipe iklim B dibagian Barat / Utara (BKPH Lereng Yang Barat dan Lereng Yang Timur), tipe iklim C dibagian Utara dan bagian Tengah (BKPH Sumber Jambe, Sempolan dan Mayang), dan tipe iklim D dibagian Selatan (BKPH Ambulu dan Wuluhan). Pada bagian utara, tanah berjenis tanah vulkanik akibat aktivitas gunung berapi yang ada di sekitarnya sementara untuk bagian selatan bukan hanya tipe vulkanik tapi juga bercampur dengan tipe tanah lainnya. Sementara untuk curah hujan di KPH Jember rata- rata 2013 mm pertahunnya yang membuat tingkat kelembaban udara (RH) berkisar antara 63%- 98%. Temperatur rata- rata berkisar pada 24o - 26 oC.

Profil Desa Seputih

Secara administratif Desa Seputih terletak di Kecamata Mayang, Kabupaten Jember. Batas- batas wilayah desa sebagai berikut

1. Sebelah utara : Desa Tegal Waru,Desa Mayang

2. Sebelah selatan : Desa Harjo Mulyo, Desa Karang Harjo 3. Sebelah timur : Desa Sido Mukti

4. Sebelah barat : Desa Karang Kedawung, Desa Lampeji

Desa Seputih terletak di Kecamatan Mayang. Jarak tempuh dari desa ke kota kecamatan kurang lebih 7 km. Desa Seputih memiliki 5 (lima) dusun/ dukuh yaitu; Dusun Krajan, Dusun Tetelan, Dusun Sumber Jeding, dan Dusun Karang Pakoh, baik yang berada di dalam hutan maupun yang berada di sekitar hutan. Masing-masing dusun letaknya saling berjauhan. Dusun Tetelan merupakan salah satu dusun yang memiliki penduduk yang cukup padat. Sementara pusat aktifitas utama dari keseluruhan desa berada di dusun Krajan. Kantor desa, bidan (pelayanan kesehatan), sekolah, kantor perwakilan perhutani, toko, bengkel berada disana. Perjalanan menuju desa bisa di lakukan dengan menggunakan kendaraan roda dua ataupun roda empat. Kondisi jalan untuk bisa mencapai Desa Seputih tergolong rusak berat. Jalan masih berupa tanah berbatu, dan sedikit sekali yang telah diaspal. Apabila turun hujan, jalan menjadi licin dan berbahaya untuk dilewati. Akses masyarakat untuk menjangkau wilayah luar desa pun menjadi semakin sulit. Hal ini juga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi desa, serta menghambat kegiatan pendidikan dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Kondisi geografis

(37)

kawasan pemukiman penduduk. Kawasan hutan masuk ke wilayah pangkuan BKPH Seputih, KPH Jember.

Kondisi tanahnya labil dan kurang subur, termasuk ke dalam jenis tanah kapur margarit berwana abu-hitam. Tekstur tanahnya pun bergelombang dan berbatu. Dengan kondisi tanah yang demikian, penduduk kesulitan untuk mengembangkan usaha pertanian. Apalagi dengan kondisi cuaca yang cukup panas dan curah hujan yang rendah. Hanya tanaman palawija dan kacang- kacangan saja yang dapat tumbuh di wilayah desa.

Kondisi demografis

Berdasakan data monografi desa, jumlah pendudukk Desa Seputih adalah 8.232 jiwa; 3.377 penduduk laki- laki, dan 4.855 penduduk perempuan, yang tersebar di kelima dusun/dukuh.

Kondisi ekonomi

Kondisi topografi desa yang berupa areal tegalan dan hutan, maka pencaharian penduduk Desa Seputih terbagi menjadi; 6.4persen penduduk bermata pencaharian sebagai petani, 80 persen penduduk sebagai buruh tani, 3.7 persen penduduk sebagai buruh bangunan, 1.7 persen penduduk sebagai PNS/ ABRI/pensiunan, dan 8.2 persen penduduk pekerjaan lain lain. Dengan demikian, profesi utama sebagai tumpuan ekonomi bagi mayoritas masyarakat penduduk Desa Seputih adalah buruh tani.

Tabel 1 Persentase jenis mata pencaharian penduduk Desa Seputih

Jenis mata pencaharian Persentase(%)

Petani 6.4

Buruh tani 80

Buruh bangunan 3.7

PNS/ABRI/Pensiunan 1.7

Lainnya 8.2

Total 100

Sumber: Data Monografi Desa Seputih (2011)

Ketersediaan lahan persawahan yang tidak begitu luas, serta kawasan yang di dominasi tegalan dan hutan yang di miliki oleh pihak Perum Perhutani, menyebab kepemilikan lahan yang tidak merata, membuat penduduk lebih banyak mengalokasikan tenaganya untuk bekerja di sektor jasa, sebagai buruh tani. Profesi sebagai buruh tani dan petani merupakan prioritas utama yang telah turun menurun dari nenek moyang mereka. Meskipun terkendala dengan keadaan cuaca dan tektur tanah.

Kondisi pendidikan

(38)

persen penduduk lulus SMP, 13.5 persen penduduk lulus SMA dan 0.8 persen penduduk lulusan S1( sarjana).

Tabel 2 Persentase tingkat pendidikan di Desa Seputih

Tingkat Pendidikan Persentase (%)

Tidak lulus SD 24.4

SD/ sederajat 51.2

SMP/ sederajat 10.1

SMA/ sederajat 13.5

PT/S1 0.8

Total 100

Sumber: Data Monografi Desa Seputih (2011)

Ada beberapa faktor rendahnya tingkat pendidikan di Desa Seputih. Pertama, karena minimnya sarana infrastruktur di wilayah desa. Kedua, orang tua tidak mampu melanjutkan anaknya sekolah ke jenjang yang lebih tinggi karena keterbatasan biaya. Ketiga, kebiasaan orang tua mengikutsertakan anak-anaknya untuk membantu kegiatan usaha mereka, baik membantu bertani, atau membantu mencari nafkah yang lain. Dan terakhir, orang tua masih beranggapan bahwa pendidikan di sekolah dasar sudah cukup, yang penting anak sudah bisa membaca, menulis dan berhitung. Faktor-faktor inilah yang membuat penduduk desa mengalami kesulitan untuk berusaha di luar sektor pertanian.

Sarana dan prasarana

Secara umum kondisi dan keadaan sarana dan prasarana bagi penduduk Desa Seputih belum memadai. Akses jalan menuju wilayah desa dan jalan- jalan penghubung antar dukuh terbilang kurang baik. Jalan tanah, berbatu, dan licin pada saat turun hujan membuat jalan sulit dilewati. Hal ini menghambat mobilitas penduduk keluar desa. Sarana transportasi yang tersedia untuk menuju desa atau keluar desa hanya angkutan ojek. Oleh karena itu, kepemilikan sepeda motor bagi penduduk desa merupakan alat transportasi utama untuk menunjang aktivitas sehari-hari.

Karakteristik Responden

(39)

Tabel 3 Jumlah dan persentase responden menurut kelompok usia di Desa Seputih, Kecamatan Mayang Kabupaten Jember Tahun 2014

Kelompok usia (th) Jumlah Persentase(%)

18- 30 1 2.9

31- 55 25 71.4

>55 9 25.7

Total 35 100

Sumber: Analisis Data Primer 2014

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden berada pada selang usia 31-55 tahun. Hal ini menunjukan bahwa lebih dari separuh (71,4 persen) responden di Desa Seputih merupakan pada masa usia pertengahan. Masa usia tersebut tergolong masa usia produktif. Dapat diartikan sebagian besar responden dalam penelitian ini merupakan petani yang produktif.

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang kaitannya erat dengan kualitas sumberdaya manusia. Tingkat pendidikan yang diukur dalam penelitian ini adalah pendidikan formal yang pernah diikuti responden. Kategori tingkat pedidikan di Desa Seputih adalah tidak sekolah (tidak lulus SD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi.

Mayoritas penduduk yang memiliki pekerjaan utama sebagai petani adalah mereka yang rata-rata merupakan lulusan SD. Pada Tabel 4 dapat dilihat sebanyak 65.7 persen merupakan lulusan Sekolah Dasar. Hanya sekitar 17.2 persen yang lulus SMA dan tidak ada yang lulus dari perguruan tinggi.

Tabel 4 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan di Desa Seputih tahun 2014

Tingkat pendidikan Jumlah orang Persentase (%)

Tidak Lulus SD 2 5.7

Sebagian besar pendidikan terakhir responden pada tingkat SD. Hal tersebut selain disebabkan faktor ekonomi juga disebabkan oleh faktor akses masyarakat terhadap sarana dan prasarana pendidikan yang ada di desa Seputih sangat terbatas. Saat ini saja hanya terdapat 2 Sekolah Dasar di Desa Seputih. Untuk SMP berada dikecamatan yang letaknya cukup jauh dari desa. Selain itu, susahnya akses transportaasi karena tidak ada kendaraan umum yang melintasi desa ini.

(40)

kondisi usia lanjut atau tidak produktif menjadi beban tanggungan kepala keluarga. Hal tersebut dapat dilihat selengkapnya pada tabel 5.

Tabel 5 Jumlah dan persentase respnden menurut jumlah tanggungan dalam rumahtangga di Desa Seputih Tahun 2014

Jumlah Tanggungan Jumlah Orang Persentase (%)

1-2 11 31.4

3-4 23 65.7

>4 1 2.9

Total 35 100

Sumber: Analisis Data Primer 2014

Berdasarkan tabel 5 terlihat bahwa jumlah tanggungan rumah tangga paling banyak berada pada kategori 3-4 tanggungan sebesar 65.7 persen. Menurut Turasih (2011) banyaknya anggota rumahtangga yang ditanggung menuntun petani untuk dapat meningkatkan produksi hasil pertanian supaya biaya hidu seluruh anggota rumahtangga dan dirinya sendiri dapat terpenuhi. Anggota rumahtangga yang ada seringkali dijadikan tenaga kerja dari luar dengan sistem borongan.

(41)

PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DAN AKSES MASYARAKAT

Sejarah Pengelolaan Hutan

Sebelum tahun 1974 hutan telah lama dikelola dan dimanfaatkan masyarakat Desa Seputih secara turun temurun untuk mempertahankan hidup. Masyarakat bebas memanfaatkan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemudian pada tahun 1974 lahan hutan diambil alih oleh negara dan memberikan hak atas hutan kepada Perum Perhutani. Pada saat itu masyarakat tidak dapat dengan bebas masuk kekawasan hutan dengan mudah karena hutan dijaga oleh aparat keamanan. Selain itu, masyarakat tidak boleh membangun rumah permanen dikawasan tersebut. Mereka hanya boleh membangun rumah dari bilik bambu.

Waktu itu (tahun 1974) ketika bapak masih kecil dihutan ini mulai berubah sejak masuknyaPerhutani. Hutan dijaga ketat sama tentara yang waktu itu. Orang orang juga tidak boleh membangun rumah dari tembok. Mereka hanya diizinkan membangun rumah dari tabing(bilik bambu)”(MSN, 74 tahun)

“Hal yang paling ditakutkan itu banyak tentara tentara yang mengawasi masyarakat semua. Sampai sampai masyarakat tidak ada yang berani untuk masuk kehutan lagi. Padahal duluya hutan itu dikelola dengan warga sendiri buat mencukupi kebutuhan hidup sehari- hari.”(SKT, 60 tahun)

Hal seperti itu terjadi sampai awal tahun 1990-an. Sekitar tahun 1995 masyarakat dapat mengakses hutan walaupun masih sangat diawasi ketat. Saat itu kondsi hubungan antara masyarakat dan Perhutani masih tidak begitu baik. Pada masa ini masyarakat yang terdesak untuk memenuhi kebutuhan hidup sebagian ada yang bemigrasi keluar daerah dan sebagian ada yang merambah kawasan hutan dengan sembunyi sembunyi membalak kayu milik Perhutani secara besar- besaran. Masyarakat yang kedapatan mencuri kayu milik perhutani ditindak secara hukum.

Ketika itu saya juga ikut masuk kehutan untuk mengambil kayubersama warga lain. Namanya juga kebutuhan mendesak untuk hidup mau gimana lagi. Untuk pergi ke kota warga juga jarang punya keterampilan. Lahan buat bertani juga tidak ada karena semua lahan disini milik Perhutani”(DMS, 45 Tahun)

Menyadari perambahan dan pembalakan hutan yang dilakukan secara besar- besaran pada saat itu Dinas Kehutanan Jember dan Perhutani KPH Jembersehingga mereka mencari solusi untuk menghentikan perambahan secara besar besaran terhadap hutan. Solusi yang tercipta yakni dengan melibatkan masyarakat desa secara partisipatif dalam mengelola kawasan hutan untuk mengembalikan kembali fungsi hutan secara optimal dan lestari serta bernilai ekonomi. Solusi yang dibuat merupakan suatu yang bernama Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). solusi tersebut direalisasikan pada tahun 1997.

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran
Tabel 7   Penjelasan Tahapan Program PHBM di Kawasan BKPH Seputih
Tabel 8   Manfaat dan Masalah dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
Tabel 22 Sumbangan sumber pendapatan PHBM, pertanian (Non-PHBM),

Referensi

Dokumen terkait

Irfan Hary Wibowo. Jurusan Pendidikan Akuntansi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

Sarang buatan/penangkaran Hasil pantauan lain dari tim pelaksana pengabdian adalah berkurangnya penyu yang mendarat dan bertelur diduga karena pada saat kegiatan

Hasil penelitian tentang Analisis Kemampuan Berpikir Kritis dalam Pemecahan Masalah Matematika Studi Multi Kasus pada Siswa Kelas V MI Miftahul Ulum Batu dan MI Wahid Hasyim 03

Hasilnya menunjukkan bahwa Loan to Deposit Ratio, Net Interest Margin, dan Return on Assets secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Price to Book Value, namun

Berdasarkan latar belakang tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh citra merek terhadap ekuitas merek dan ekuitas merek terhadap respon

senter juga menghasilkan cahaya senter mendapat energi dari baterai dengan baterai senter akan menyala senter dapat kita gunakan setiap saat. sinar

4.1.2.3 Hasil Perubahan Perilaku Siswa setelah Mengikuti Pembelajaran Keterampilan Membaca untuk Menemukan Gagasan Utama dengan Menggunakan Metode Think, Pair, and

Untuk Kebutuhan Makan dan Minum pengeluaran yang dibutuhkan bersumber dari hasil ladang yang dimiliki oleh bapak Jaya.. Hasil ladang yang dimiliki Bapak Jaya