• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Kh.Muhammad Djunaidi dalam menangani korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi'in Sawangan Depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Kh.Muhammad Djunaidi dalam menangani korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi'in Sawangan Depok"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

NARKOBA DI PONDOK PESANTREN

HIDAYATUL MUBTADI’IEN SAWANGAN DEPOK

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh :

Nama

: Rahmat Hafizulloh

NIM

: 106052001970

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I (S1) di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 26 Mei 2010

Penulis

(5)

ii Rahmat Hafizulloh

Peranan KH.Muhammad Djunaidi Dalam Menangani Korban

Penyalahgunaan Narkoba Di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien

Sawangan Depok

Dzikir merupakan suatu metode yang digunakan oleh KH. Muhammad Djunaidi dalam menangani korban penyalahgunaan Narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien. Banyak lembaga-lembaga yang menyelenggarakan dzikir bersama atau membantu orang-orang yang berdzikir dan adapun yang menyelenggarakan dzikir sendiri. Akan tetapi, metode dzikir yang digunakan oleh KH. Muhammad Djunaidi berbeda dengan dzikir-dzikir pada umumnya.

Penelitian ini diperlukan untuk mengetahui bagaimana Peranan KH. Muhammad Djunaidi Dalam Menangani Korban Penyalahgunaan Narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok. Jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan subjek yang diteliti adalah Pimpinan Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien, pembimbing dan para santri. Dengan proses wawancara dan observasi, fokus penelitiannya adalah pada peranan KH.Muhammad Djunaidi dalam menangani korban penyalahgunaan Narkoba.

(6)

berbagai macam nikmat-Nya terutama nikmat sehat wal afiat dan umur panjang

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan nabi besar

Muhammad SAW, suri tauladan bagi umatnya yang membawa ajaran Islam

sebagai rahmatan lil alamin.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat

kekurangan dan jauh dari kesempurnaan baik dari segi materi, pembahasan,

maupun tata bahasa. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan penulis

yang masih perlu mengisi diri dengan ilmu pengetahuan. namun penulisan skripsi

ini diselesaikan adalah berkat bantuan dan dukungan dari semua pihak, untuk itu

selayaknya penulis sampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya terutama

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA. selaku Rektor Universitas Islam

Negeri, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi Universitas Islam Negeri, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dra. Rini Prihatini, M.Si sebagai Ketua Jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Drs. Sugiharto MA sebagai Sekretaris Jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(7)

6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi umumnya dan

khusunya dosen dan staf pengajar pada Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

serta seluruh Civitas Akademika yang telah memberikan ilmu pengetahuan,

bimbingan, wacana, wawasan, intelektualitas yang telah ditularkan kepada

penulis selama berada dan mengikuti perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

7. Bapak KH. Muhammad Djunaidi, sebagai Pimpinan Pondok Pesantren

Hidayatul Mubtadi’ien yang telah memberikan izin, menerima dan informasi

kepada peneliti untuk mengadakan penelitian di Pondok Pesantren ini. Dan

Bapak Muhammad Suhadi selaku pembimbing yang senantiasa menemani

penulis dalam melakukan penelitian, serta segenap para santri yang telah

menerima keberadaan penulis di Pondok Pesantren ini.

8. Setinggi-tingginya penghargaan dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga

kepada ayahanda H. Saeni Sachronih.S.Pd yang selalu memberikan dorongan

motifasi kepada peneliti untuk maju dan melangkah sampai tujuan yang ingin

dicapai, kepada mamah Hj. Hasanah, S.Pd.I yang selalu mendoakan peneliti,

kepada abang Hadi Fatahuddin S.Kom dan Kakak Laela Hamdiyah, ST, yang

terlebih dahulu menjadi sarjana dan menjadikan motivasi untuk peneliti agar

bisa cepat menyusul menjadi sarjana, adik Khairul Fadhil Rifa’i yang juga

mendoakan peneliti. Terima kasih atas semua kasih sayang dan kesabaran dan

perhatiannya telah memberikan dorongan moril dan meteril, serta doa yang

(8)

yang berlinpah. Amin ya robbal’alamin.

9. Seluruh pembimbing dan para santri Pondok Pesantren Hidayatul

Mubtadi’ien Pasir Putih Sawangan Depok yang sudah membantu menjadi

subjek penulis, terimakasih atas kerja samanya

10.Sahabat-sahabat, kawan satu perjuangan selama kuliah satu angkatan 2006,

Abdul Somad, Dani, Qusairi, Khairunnisa, Zaura, Riskon Agung, Yuswandi,

dan Seluruh LASKAR BPI 2006, Setyo, Hajami, Imran, Wiwin,

Ulfatun’nikmah, Maria Ulfa, Nur Aini, Syarifah, Zahra, Nawal, Diah, Fita,

Osin, Husnul, Feby, Sukma, Febrika, Harlia, Iklima, Pras, dan Puguh terima

kasih atas kebersamaannya selama ini, semoga ini bukan akhir perjumpaan

kita, tapi adalah awal dari ikatan persaudaraan kita. bergegaslah kawan,

sambut masa depan, tetap berpegang tangan dan saling berpelukan.

Demikianlah skripsi ini penulis buat dan penulis persembahkan, semoga

skripsi ini dapat membawa manfaat bagi kita semua yang membacanya terutama

dalam memajukan Bidang Bimbingan Penyuluhan Islam.

Jakarta, 9 Juni 2011 Penulis

Rahmat Hafizulloh

(9)
(10)

viii BAB III

C. Narkoba………

1. Pengertian Narkoba………..

2. Jenis-Jenis Narkoba………..

D. Faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan narkoba……….

1. Faktor Individu……….

PROFIL KH. MUHAMMAD DJUNAIDI DAN PONDOK

(11)

viii

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA……….

A. Identifikasi Informan……….

B. Langkah-langkah yang dilakukan KH. Muhammad Djunaidi

Dalam menangani korban Penyalahgunaan Narkoba……….

C. Analisis Peranan KH. Muhammad Djunaidi dalam Menyadarkan

Korban Penyalahgunaan Narkoba. ……….

D. Faktor Pendukung dan Penghambat Penanganan Korban

Penyalahgunaan Narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul

(12)

1

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan fase dimana seseorang memiliki rasa penasaran dan

keingin tahuan yang tinggi, selalu ingin mencoba dan diakui eksistensinya di

masyarakat. Sehingga mereka seringkali melakukan eksperimen dengan apa yang

mereka rasakan itu penting bagi dirinya walaupun hal tersebut terkadang

bertentangan dengan norma umum yang berlaku.

Perubahan dan perkembangan itu sering menimbulkan kegoncangan dalam

dirinya, dalam pergaulan sehari-hari ia tidak diterima dalam dunia anak-anak. Di saat

demikian diperlukan bimbingan dan arahan yang bijaksana dari pada orang tua dan

guru, agar para remaja tidak canggung tidak merasa ketakutan dan cemas untuk

menjalani pengalaman baru dalam kehidupannya yang penuh dengan hal-hal yang

masih asing baginya. Terutama kehidupan yang sifatnya merusak. Sebab remaja

merupakan harapan masyarakat, agama dan Negara di masa depan sebagai generasi

penerus perjuangan.1

Ajaran Islam mengandung banyak petunjuk (bimbingan) dalam segala bidang

kehidupan, maka untuk menjaga agar manusia jangan sampai mengalami penderitaan

yang lebih jauh, bimbingan Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul

1

(13)

dapat digunakan oleh setiap orang, yang memahaminya dan dapat pula dimanfaatkan

oleh para ahli dibidangnya.2

Jika diperhatikan dengan seksama, manusia dalam kehidupan sehari-hari akan

terlihat dengan bermacam prilaku. Maksudnya adalah ketika mempunyai masalah ada

yang kelihatan tegar, acuh dan dibawa santai, ada pula yang gelisah, sering mengeluh,

bersedih hati, tidak semangat dan terasa berat memikul tanggung jawab dalam

kehidupannya.3

Sebagai makhluk sosial sering kali didengar banyak orang yang mengatakan

bahwa ia sedang menghadapi masalah. Adapun arti dari kata masalah ialah “sesuatu yang harus diselesaikan (dipecahkan)”.4 Dalam setiap tahap perkembangan manusia akan menemui permasalahan. Mulai dari peristiwa kelahiran, pernikahan maupun

pristiwa kematian, dampak psikologis kesemuanya berada dalam lingkungan

kehidupan keluarga dan masyarakat. Remaja dan keluarga tidak dapat dipisahkan,

karena keluarga adalah ruang lingkup terdekat bagi perkembangan remaja.

Keluarga merupakan kumpulan dari individu-individu yang satu sama lain

terkait oleh sistem kekeluargaan. Pilar utama keluarga adalah suami istri atau ayah

dan ibu dimana dari sana berkembang sebuah keluarga besar, karena keluarga

merupakan unit terkecil di masyarakat. Ciri hidup keluarga adalah adanya ikatan

2

Zakiah Derajat, Psikoterapi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002), Cet. Ke- 1, h. 25. 3

Zakiah Derajat. Kesehatan Mental, (Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 2001), Cet. Ke-23, h. 3

4

(14)

emosional yang alami. Hal ini tercermin dalam dinamika hubungan solidaritas,

dimana dalam keadaan normal terhadap rasa saling ketergantungan, saling

membutuhkan serta saling membela.

Oleh karena itu, dalam suatu masyarakat ada sifat-sifat kekeluargaan

meskipun cakupannya lebih luas dibanding sifat-sifat kekeluargaan dalam sebuah

keluarga. Bahkan sesungguhnya di dalam ikatan kebangsaan juga ada nilai-nilai

kekeluargaan, yang oleh karena itu dalam membangun bangsa bisa diambil pelajaran

dari nuansa-nuansa hidup di dalam keluarga.

Bagi setiap keluarga yang sedang berada dalam situasi yang penuh konflik,

kemampuan mengendalikan diri dari anggota keluarga dipertaruhkan pada saat itu.

Sebuah keluarga diuji sampai seberapa jauh ikatan batin yang dimiliki oleh

masing-masing anggota keluarga dalam menghadapi problem didalam kehidupan

berkeluarga. Disini keluarga dituntut supaya mempunyai mental spiritual yang kuat

agar tidak goyah dalam menghadapi cobaan dalam situasi dan kondisi seperti apapun.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 155 :

(15)

Ayat di atas memeberikan kesimpulan bahwa dalam membangun keluarga

haruslah didasari dengan pondasi yang kuat yaitu agama. Dimana agama di dalam

sejarah kehidupan manusia merupakan kebutuhan untuk membimbing kehidupan.

Agama menurut pengertian yang terbatas di lingkungan pemeluk agama samawi

terutama islam, adalah merupakan perwujudan dari petunjuk Allah yang tertuang

dalam bentuk-bentuk kaidah perlindungan yang ditunjukkan kepada umat manusia

agar mereka mampu berusaha di jalan yang benar dalam rangka memperoleh

kebahagiaan dunia akhirat.5

Mengenal Tuhan adalah membenarkan dengan qalbu, menyatakan dengan

lisan dan melaksanakan dengan perbuatan. Iman akan kuat apabila selalu berzikir dan

iman akan melemah sesuai dengan tingkat kelupaan dan kelalaian hati untuk berzikir.

Ketika manusia berbuat maksiat, maka imannya berkurang dan bahkan keluar dari

qalbunya. Apabila iman sudah keluar maka tertutuplah pintu kebenaran cahaya

hidayah dan manusia akan terjerumus pada kekafiran, kemusyrikan, kefasikan dan

kedurhakaan.6

Hal ini yang di alami oleh para korban penyalah gunaan narkoba di Pondok

Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien, mereka terganggu jiwanya dan mentalnya disebabkan akal sehat dan keimanan mereka telah rusak oleh racun-racun minuman

keras, narkotika dan obat-obatan terlarang.

5

Sahilun A Nasir, Problem kehidupan dan pemecahan, suatu pendekatan Psikoreligius, (Jakarta: Kalam Mulia, 2003),Cet. Ke-1. H. 25.

6

(16)

Agama menawarkan jalan keluar yang terbaik dalam upaya mengatasi atau

menghindari permasalahan dalam keluarga, yaitu melalui dengan pendekatan diri

kepada Allah SWT (psikoreligius) berupa dzikir dan do’a. Dzikir adalah ibadah yang

biasa dilaksanakan setiap detik dan setiap saat agar manusia selalu ingat dan selalu

bersyukur kepada Allah SWT.7

Dzikir bisa dilakukan dengan cara sendirian maupun secara bersama-sama

atau berjama’ah, banyak lembaga-lembaga yang menyelenggarakan dzikir

bersama-sama untuk membantu orang-orang yang ingin berdzikir. Salah satunya adalah

Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien yang beralamat di Jl Raya Pasir Putih Sawangan Depok.

Keberadaan Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien bertujuan untuk

membantu proses penyembuhan gangguan kejiwaan terutama yang diakibatkan oleh

penyalah gunaan narkotika. Dalam hal ini Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien

menggunakan metode: Dzikir, shalawat wajib, ratib hadad, ratib Al-Athas, shalat

sunnah, mandi taubat dan membaca asmaul husnah.

Kegiatan yang dilakukan setiap harinya dimaksudkan untuk beribadah dengan

konsepsi taqqarub (mendekatkan diri pada Allah) melalui dzikir dan memberikan

pengalaman bathin atau mengisi jiwa dengan kalimat tauhid, agar dengan demikian

hati selalu berisi dengan menyebut asma Allah dan mendapatkan ketenangan jiwa.

Ketenangan inilah yang dapat mengalihkan korban narkoba yang dibimbning oleh

7

(17)

KH. Muhammad Djunaidi dari kenikmatan narkoba beralih kepada kenikmatan

illahiyat. Metode dzikir itu merujuk pada firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ar

-Ra’du ayat 28:

Artinya: “Ingatlah hanya dengan dzikir dan mengingat Allah hati menjadi tenang”. Mereka yang dirawat dan dibimbing oleh KH. Muhammad Djunaidi di

Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien ini diperlakukan sebagai orang yang terkena penyakit hati yang sedang dalam berada dalam keresahan dan kesedihan.

Karena hatinya tidak lagi mengingat kepada Allah sebagai pencipta dan yang

memiliki segalanya. Yang diakibatkan oleh racun-racun narkoba yang

menghancurkan jiwa mereka. Untuk membantu memulihkannya diperlukan suatu

bimbingan kearah yang baik melalui dzikir.

Peranan KH. Muhammad Djunaidi dalam membantu proses penyembuhan

santri. Menggunakan metode dzikir yang dilakukan mempunyai fungsi kataris yaitu

pelepasan emosi yang terpendam dalam hati mereka. Proses kataris ini sangat penting

bagi seseorang yang sedang menghadapi masalah emosional.

Biasanya proses kataris ini terjadi ketika korban narkoba mendapatkan

pelajaran dzikir (talqin) atau ketika melakukan dzikir itu sendiri. Pada waktu

penerima talqin, sering kali korban merasa terbuka hatinya seakan memperoleh jalan

8Al-Qur’an dan Terjemah

(18)

keluar. Kemudian mereka mencurahkan dan langsung mengungkapkan isi hatinya

dengan ekspresi tangis dan memohon ampun kepada Allah. Dan Mursyid akan

membiarkan mereka terus menangis karena tangisan dianggap sebagai salah satu cara

atau bentuk pengobatan yang setelah itu korban merasa lega dan kemungkinan besar

akan sembuh dalam waktu yang relative cukup singkat.

Pendeskripsian fenomena di atas sangat menarik untuk diteliti lebih jauh yang

mendalam, secara sistematis dimaksudkan untuk mengetahui proses penyembuhan

korban penyalahgunaan narkoba yang dibimbing langsung oleh KH. Muhammad

Djunaidi melalui metode dzikir dan penelitian ini, peneliti mencoba menuangkannya

dalam sebuah judul penelitian “Peranan KH. Muhammad Djunaidi Dalam

menangani Korban Penyalahgunaan Narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul

Mubtadi’ien Sawangan Depok”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas maka peneliti

membatasi masalah sebagai berikut:

Penelitian ini merupakan penelitian pokok KH. Muhammad Djunaidi

dalam menangani korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren

Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok. Pembimbing yang membantu KH.

Muhammad Djunaidi dalam menangani santri penyalahgunaan narkoba. Serta

(19)

santri yang melakukan rehabilitas korban penyalahgunaan narkoba di Pondok

Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien.

Dalam hal ini penulis juga membatasi waktu penelitian dari mulai

terhitung tanggal 02 Februari 2011 sampai dengan tanggal 08 Juni 2011.

Karena waktu yang amat singkat ini maka penulis tidak melakukan

wawancara terhadap orang tua santri, dikarenakan tempat tinggalnya jauh dari

Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok.

2. Perumusan Masalah

a. Langkah-langkah yang dilakukan KH. Muhammad Djunaidi dalam

menangani korban penyalahgunaan narkoba.

b. Faktor pendukung dan penghambat penanganan korban penyalahgunaan

narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok.

c. Analisis peranan KH. Muhammad Djunaidi dalam menyadarkan korban

penyalahgunaan narkoba.

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana harapan KH. Muhammad Djunaidi dalam

memberikan bimbingan terhadap korban penyalahgunaan narkoba..

2. Untuk mengetahui bagaimana harapan pembimbing dalam penanganan

korban penyalahgunaan narkoba.

3. Untuk mengetahui bagaimana harapan santri agar sembuh dari

(20)

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran serta menambah pengetahuan bagi segenap aktivitas akademika

khususnya jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam rangka memberikan stimulus atau

rangsangan bagi peneliti-peneliti berikutnya dalam upaya mengkaji dan

menyempurnakan peranan KH. Muhammad Djunaidi dalam menangani

korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien.

2. Secara Praktis

Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan praktisi

Dakwah, serta dapat memberikan manfaat untuk syiar Islam dalam bimbingan

melalui dzikir.yang dilakukan oleh KH. Muhammad Djunaidi dalam

menangani korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul

Mubtadi’ien.

Adapun Dzikir dan korban penyalahgunaan narkoba atau NAPZA

E. Tinjauan Pustaka

Setelah penulis melakukan tinjauan pustaka di perpustakaan Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Menurut pengamatan Penulis dari hasil observasi yang dilakukan, sampai

(21)

Muhammad Djunaidi Dalam Menangani Korban Penyalahgunaan Narkoba di

Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok”.

Hanya saja, sebelumnya ada beberapa skripsi yang membahas mengenai

penyalahgunaan narkoba yang telah dilakukan oleh mahasiswa terdahulu, untuk

mengetahui materi penelitiannya, di bawah ini diuraikan sebagai berikut :

1. Judul skripsi “Pelayanan Konseling pada Rehabilitasi Pasien NAPZA di Rumah

Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur Jakarta Timur”, Penulis Amelia,

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam, tahun 1430 H / 2009 M.

2. Judul skripsi “Pengaruh Pelaksanaan Dzikir Syifa Terhadap Kesehatan Mental Korban Pecandu Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) di Yayasan

Nurus Syifa Kelapa Dua Jakarta Barat” Penulis Tini Aulawiyah Komba, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam,

tahun 1429 H / 2008 M.

3. Judul skripsi “Pelaksanaan Metode Meditasi dan Dzikir Sebagai Terapi Rehabilitasi Korban NAPZA di Pondokl Pesantren Al-Magfirah Bogor” Penulis Muklis, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam, tahun 1425 H / 2004 M.

Yang membedakan skripsi ini dengan skripsi yang telah disebutkan di atas

adalah bahwa, penelitian yang dilakukan sebelumnya adalah :

Pertama, ingin mencari tahu bagaimana pelayanan konseling yang diterapkan

di RSKO Cibubur Jakarta Timur. Kedua, adakah pengaruhnya dalam pelaksanaan

dzikir syifa terhadap kesehatan mental serta para korban NAPZA di Yayasan Nurus

Syifa. Ketiga, ingin mengetahui metode meditasi dan dzikir yang dilaksanakan

(22)

Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, pada penelitian ini penulis

ingin mencari tahu “Peranan KH. Muhammad Djunaidi Dalam Menangani Korban Penyalahgunaan Narkoba”. Oleh karena itu, penulis sangat tertarik untuk menelitinya dan apa yang penulis lakukan pada dasarnya tidak ada tulisan yang dijadikan

pembanding terhadap skripsi ini, sehingga skripsi yang ada ini murni hasil karya

penulis.

F. Metodelogi Penelitian

1. Metode Penelitian

Dalam menentukan metode penelitian ini, peneliti menggunakan metode

kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis, yaitu kegiatan penelitian yang

dilakukan mengambarkan apa adanya suatu pristiwa. Sebagaimana yang telah

didefinisikan oleh Moleong, bahwa penelitian deskriptif adalah data yang

dikumpulkan berupa kata-kata,mgambar, dan bukan angka-angka. Dengan

demikian, isi laporan peneliti akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi

gambaran penyajian laporan tersebut.9

2. Subjek dan Objek Penelitian

a. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah Kyai dan pembimbing yang menangani

santri korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul

9

(23)

Mubtadi’ien Sawangan Depok dan 6 orang santri korban penyalahgunaan

narkoba.

b. Objek Penelitian

Objek Penelitian ini adalah Pelaksanaan rehabilitas korban

penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok.

3. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini bertempat di Pondok Pesantren Hidayatul

Mubtadi’ien Desa Pasir Putih Kecamatan Sawangan Kota Depok.

b. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini terhitung mulai tanggal 02 Februari 2011

sampai tanggal 08 Juni 2011.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan maka peneliti

menggunakan teknik dan alat pengumpul data sebagai berikut :

a. Observasi

Penulis menggunakan observasi sebagai teknik pengumpulan data.

(24)

korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul

Mubtadi’ien Sawangan Depok. Dalam hal ini penulis akan mengobservasi

Kyai, pembimbing dan santri korban penyalahgunaan narkoba di Pondok

Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok.

b. Wawancara

Peneliti melakukan wawancara dengan 1 orang kyai, 2 orang

pembimbing dan 6 orang santri korban penyalahgunaan narkoba di

Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok.

c. Dokumentasi

Data diperoleh dari dokumen-dokumen yang berupa catatan formal,

literatur, majalah, koran dan arsip lain yang berhubungan dengan

administrasi dan data-data Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien

Sawangan Depok sebagai pendukung dari hasil wawancara.

5. Teknik Analisis Data

Dari data yang dikumpulkan, kemudian akan dianalisis dan di

interprestasikan. Data yang diperoleh dikumpulkan, dikelompokkan dan

dibutuhkan analisis. Sedangkan teknik penulisan skripsi ini, penulis

berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Skripsi, Tesis, dan

(25)

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini pembahasan dibagi menjadi lima

bab, adapun sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN Meliputi: Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan

Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi

Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI Meliputi: Peranan, Pengertian Peranan, Jenis-jenis

Peranan, Remaja, Pengertian Remaja, Narkoba, Pengertian Narkoba,

Jenis-jenis Narkoba, Faktor Yang Mempengaruhi Penyalahgunaan

narkoba, Upaya Pencegahan.

BAB III PROFIL KH. MUHAMMAD DJUNAIDIDAN PONDOK PESANTREN

Meliputi: Biografi KH. Muhammad Djunaidi, Riwayat Pendidikan,

Pengalaman, Karya Tulis, Kiprah KH. Muhammad Djunaidi, Pondok

Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien, Sejarah Berdiri, Sejarah Berdiri, Visi Misi, Program, Sarana.

BAB IV TEMUAN DAN ANALISA Meliputi: Identifikasi Informan, Harapan

KH. Muhammad Djunaidi, Harapan Pembimbing, Harapan Santri.

(26)

15 A. Peranan

1. Pengertian peranan

Kata peranan berasal dari kata “peran” yang berarti bagian atau turut

aktif dalam suatu kegiatan. Sedangkan peranan adalah tindakan oleh seseorang

atau sesuatu yang terutama dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa.1

Menurut Grass Massam dan A. W. Mc. Eachen yang dikutip oleh David

Berry mendefinisikan “peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang

dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu”.2

Masih menurut David Berry, harapan-harapan merupakan hubungan

dari norma-norma sosial. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa “peranan itu

ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat, artinya seseorang

diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di dalam

pekerjaanya”.

Menurut Soerjono Soekanto, dapat dikatakan sebagai prilaku individu

yang penting bagi struktur sosial masyarakat.3

1

A. Arifin, Kamus Ilmiah Indonesia Populer, (Bandung : Rajawali Press, 2004), Cet. Ke-3, h. 99.

2

N. Grass W. S, Masson and A. W. Mc. Eachen, Exploration Role Analysis, di kutip oleh Davit Berry, Pokok-pokok Pikiran dalam sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. Ke-3, h. 99.

3

(27)

Di dalam buku Psikologi Sosial, Abu Ahmadi menerangkan bahwa,

“peranan adalah suatu pengharapan manusia terhadap caranya individu harus

bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi

sosialnya”.4 Ini mengartikan bahwa setiap orang menginginkan seseorang

menyesuaikan sikap dan tingkah laku sesuai dengan statusnya serta

menjalankan hak dan kewajibannya .

Teori peran (Role Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan

berbagai teori, orientasi maupun disiplin ilmu.5

Di dalam teorinya, Biddle dan Thomas membagi peristilahan dalam

teori peran dalam empat bagian, yaitu menjalankan hak dan kewajibannya.

a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial

b. Prilaku yang jmuncul dalam interaksi tersebut

c. Kedudukan orang-orang dalam prilaku

d. Kaitan antara orang dan prilaku

Masih menurut Biddle dan Thomas, ada lima istilah tentang prilaku dalam

kaitannya dengan peran, yaitu:

4

Abu ahmadi, Psikologi Sosial (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 114. 5

(28)

a. Expectation (harapan)

Harapan tentang peran adalah harapan-harapan yang lain (pada

umumnya) tentang perilaku yang pantas, yang seyogianya ditunjukkan

oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu.

b. Norm (Norma)

Orang sering mengacaukan istilah “harapan” dengan “norma”. Namun,

menurut Secord dan Backman (1964) “norma” hanya salah satu bentuk

“harapan”.

c. Performance (Wujud Perilaku)

Peran diwujudkan dalam perilaku oleh aktor. Berbeda dari norma,

wujud prilaku ini nyata, bukan sekedar harapan.

d. Evaluation (Penilaian)

Orang memberikan kesan positif atau negative terhadap suatu prilaku.

Kesan negative atau positif inilah yang dinamakan penilaian peran.

e. Sanction (Sanksi)

Sanksi adalah usaha orang untuk mempertahankan suatu nilai positif

atau agar perwujudan peran diubah sedemikian rupa sehingga hal yang

(29)

2. Jenis-jenis peranan

Adapun jeni-jenis peranan sebagai berikut:

a. Role Position ialah kedudukan sosial yang sekaligus menjadikan statkus

atau kedudukan dan berhubungan dengan tiggi rendahnya posisi orang

tersebut dalam struktur sosial tertentu.

b. Rolle Behavior adalah cara seseorang memainkan perannya.

c. Role Perception ialah bagaimana seseorang memandang peranan

sosialnya, serta bagaimana dia harus bertindak dan berbuat atas dasar

pandangannya.

d. Rolle Expectation ialah peranan seseorang terhadap peranan yang

dimainkannya bagi sebagian besar warga masyarakat.6

B. REMAJA

Pengertian Remaja

Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau

tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi

yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992).

Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk

golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang

6

(30)

dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1990) bahwa masa remaja

menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum

memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.

Borring E.G. ( dalam Hurlock, 1990 ) mengatakan bahwa masa remaja

merupakan suatu periode atau masa tumbuhnya seseorang dalam masa transisi dari

anak-anak kemasa dewasa, yang meliputi semua perkembangan yang dialami

sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Sedangkan Monks, dkk ( dalam

Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja suatu masa disaat individu

berkembang dari pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual, mengalami

perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak menjadi dewasa, serta

terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan

yang mandiri.

Neidahart (dalam Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja

merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak-anak kemasa

dewasa, dan pada masa ini remaja dituntut untuk mandiri. Pendapat ini hampir

sama dengan yang dikemukakan oleh Ottorank (dalam Hurlock, 1990 ) bahwa

masa remaja merupakan masa perubahan yang drastis dari keadaan tergantung

menjadi keadaan mandiri, bahkan Daradjat (dalam Hurlock, 1990 ) mengatakan

masa remaja adalah masa dimana munculnya berbagai kebutuhan dan emosi serta

tumbuhnya kekuatan dan kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya fikir yang

(31)

Erikson (dalam Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja adalah

masa kritis identitas atau masalah identitas – ego remaja. Identitas diri yang dicari

remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam

masyarakat, serta usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan baru para

remaja harus memperjuangkan kembali dan seseorang akan siap menempatkan

idola dan ideal seseorang sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir.

Berdasarkan beberapa pengertian remaja yang telah dikemukakan para

ahli, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah individu yang sedang

berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan

ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan

sosial.7

C. NARKOBA

1. Pengertian Narkoba

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya.

Selain

"narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen

Kesehatan Republik Indonesia adalah napza yang merupakan singkatan dari

'Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif'. Pengertian lebih jelasnya adalah

sebagai berikut :

7

(32)

a. NARKOTIKA adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

b. PSIKOTROPIKA adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan

narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada

susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas

mental dan perilaku.

c. BAHAN ADIKTIF LAINNYA adalah bahan lain bukan narkotika atau

psikotropika yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan.

d. MINUMAN BERALKOHOL adalah minuman yang mengandung etanol

yang diproses dari bahan hasil pertanian ataupun secara sintetis yang

mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi destilasi atau fermentasi

tanpa destilasi, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat

dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman yang mengandung

etanol.8

Semua istilah ini, baik "narkoba" atau napza, mengacu pada

sekelompok zat yang umumnya mempunyai resiko kecanduan bagi

penggunanya. Menurut pakar kesehatan narkoba sebenarnya adalah

8

(33)

psikotropika yang biasa dipakai untuk

membius pasien saat hendak dioparasi atau obat-obatan untuk penyakit

tertentu.

Namun kini presepsi itu disalah gunakan akibat pemakaian yang telah diluar

batas dosis.9

Bahan zat baik secara alamiah maupun sintetis yaitu narkotika,

psikotropika dan zat adiktif jika masuk kedalam tubuh manusia tidak melalui

aturan kesehatan atau dokter berpengaruh terhadap otak pada susunan pusat

dan bila disalahgunakan bertentangan dengan ketentuan hukum.10

2. Jenis-jenis Narkoba

Jenis Narkotika yang sering disalahgunakan adalah morfin, heroin

(putauw), petidin, termasuk ganja atau kanabis, mariyuana, hashis dan kokain.

Sedangkan jenis Psikotropika yang sering disalahgunakan adalah

amfetamin, ekstasi, shabu, obat penenang seperti mogadon, rohypnol,

dumolid, lexotan, pil koplo, BK, termasuk LSD, Mushroom.

Zat adiktif lainnya disini adalah bahan/zat bukan Narkotika &

Psikotropika seperti alkohol/etanol atau metanol, tembakau, gas yang dihirup

(inhalansia) maupun zat pelarut (solven).

9

http://www.scribd.com/doc/13163940/Pengertian Narkoba. Tanggal 25 Maret 2011 10

(34)

Sering kali pemakaian rokok dan alkohol terutama pada kelompok

remaja (usia 14-20 tahun) harus diwaspadai orangtua karena umumnya

pemakaian kedua zat tersebut cenderung menjadi pintu masuk

penyalahgunaan Narkoba lain yang lebih berbahaya (Putauw).11

a. OPIAT atau Opium (candu)

Merupakan golongan Narkotika alami yang sering digunakan

dengan cara dihisap (inhalasi).

b. MORFIN

Merupakan zat aktif (narkotika) yang diperoleh dari candu

melalui pengolahan secara kimia. Umumnya candu mengandung 10%

morfin. Cara pemakaiannya disuntik di bawah kulit, ke dalam otot atau

pembuluh darah (intravena).

c. HEROIN atau Putaw

Merupakan golongan narkotika semisintetis yang dihasilkan

atas pengolahan morfin secara kimiawi melalui 4 tahapan sehingga

diperoleh heroin paling murni berkadar 80% hingga 99%. Heroin

murni berbentuk bubuk putih sedangkan heroin tidak murni berwarna

putih keabuan (street heroin). Zat ini sangat mudah menembus otak

11

(35)

sehingga bereaksi lebih kuat dari pada morfin itu sendiri. Umumnya

digunakan dengan cara disuntik atau dihisap.

Timbul rasa kesibukan yang sangat cepat/rushing sensastion (±

30-60 detik) diikuti rasa menyenangkan seperti mimpi yang penuh

kedamaian dan kepuasan atau ketenangan hati (euforia). Ingin selalu

menyendiri untuk menikmatinya.

d. GANJA atau kanabis

Berasal dari tanaman kanabis sativa dan kanabis indica. Pada

tanaman ini terkandung 3 zat utama yaitu tetrahidrokanabinol,

kanabinol dan kanabidiol. Cara penggunaannya dihisap dengan cara

dipadatkan menyerupai rokok atau dengan menggunakan pipa rokok.

e. LSD atau lysergic acid atau acid, trips, tabs

Termasuk sebagai golongan halusinogen (membuat khayalan)

yang biasa diperoleh dalam bentuk kertas berukuran kotak kecil

sebesar ¼ perangko dalam banyak warna dan gambar. Ada juga yang

berbentuk pil atau kapsul. Cara menggunakannya dengan meletakkan

LSD pada permukaan lidah dan bereaksi setelah 30-60 menit

(36)

f. KOKAIN

Mempunyai 2 bentuk yakni bentuk asam (kokain hidroklorida)

dan bentuk basa (free base). Kokain asam berupa kristal putih, rasa

sedikit pahit dan lebih mudah larut dibanding bentuk basa bebas yang

tidak berbau dan rasanya pahit. Nama jalanan kadang disebut koka,

coke, happy dust, snow, charlie, srepet, salju, putih. Disalahgunakan

dengan cara menghirup yaitu membagi setumpuk kokain menjadi

beberapa bagian berbaris lurus di atas permukaan kaca dan benda

yang mempunyai permukaan datar. Kemudian dihirup dengan

menggunakan penyedot atau gulungan kertas. Cara lain adalah

dibakar bersama tembakau yang sering disebut cocopuff. Menghirup

kokain berisiko luka pada sekitar lubang hidung bagian dalam.

g. AMFETAMIN

Nama generik/turunan amfetamin adalah D-pseudo epinefrin

yang pertama kali disintesis pada tahun 1887 dan dipasarkan tahun

1932 sebagai pengurang sumbatan hidung (dekongestan). Berupa

bubuk warna putih dan keabu-abuan. Ada 2 jenis amfetamin yaitu

MDMA (metil dioksi metamfetamin) dikenal dengan nama ectacy.

Nama lain fantacy pils, inex. Metamfetamin bekerja lebih lama

dibanding MDMA (dapat mencapai 12 jam) dan efek halusinasinya

(37)

bentuk pil diminum. Dalam bentuk kristal dibakar dengan

menggunakan kertas alumunium foil dan asapnya dihisap melalui

hidung, atau dibakar dengan memakai botol kaca yang dirancang

khusus (bong). Dalam bentuk kristal yang dilarutkan dapat juga

melalui suntikan ke dalam pembuluh darah (intravena).

h. SEDATIF-HIPNOTIK (Benzodiazepin/BDZ)

Sedatif (obat penenang) dan hipnotikum (obat tidur). Nama

jalanan BDZ antara lain BK, Lexo, MG, Rohip, Dum. Cara

pemakaian BDZ dapat diminum, disuntik intravena, dan melalui

dubur. Ada yang minum BDZ mencapai lebih dari 30 tablet sekaligus.

Dosis mematikan/letal tidak diketahui dengan pasti. Bila BDZ

dicampur dengan zat lain seperti alkohol, putauw bisa berakibat fatal

karena menekan sistem pusat pernafasan. Umumnya dokter memberi

obat ini untuk mengatasi kecemasan atau panik serta pengaruh tidur

sebagai efek utamanya, misalnya aprazolam/Xanax/Alviz.

i. ALKOHOL

Merupakan suatu zat yang paling sering disalahgunakan

manusia. Alkohol diperoleh atas peragian/fermentasi madu, gula, sari

buah atau umbi-umbian. Dari peragian tersebut dapat diperoleh

(38)

dapat dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi bahkan mencapai

100%. Kadar alkohol dalam darah maksimum dicapai 30-90 menit.

Setelah diserap, alkohol/etanol disebarluaskan ke suluruh jaringan dan

cairan tubuh. Dengan peningkatan kadar alkohol dalam darah orang

akan menjadi euforia, namun dengan penurunannya orang tersebut

menjadi depresi.

Dikenal 3 golongan minuman berakohol yaitu golongan A;

kadar etanol 1%-5% (bir), golongan B; kadar etanol 5%-20%

(minuman anggur/wine) dan golongan C; kadar etanol 20%-45%

(Whiskey, Vodca, TKW, Manson House, Johny Walker, Kamput).

j. INHALANSIA atau SOLVEN

Adalah uap bahan yang mudah menguap yang dihirup.

Contohnya aerosol, aica aibon, isi korek api gas, cairan untuk dry

cleaning, tinner, uap bensin.Umumnya digunakan oleh anak di bawah

umur atau golongan kurang mampu/anak jalanan. Penggunaan

menahun toluen yang terdapat pada lem dapat menimbulkan

kerusakan fungsi kecerdasan otak.

D. Faktor yang Mempengaruhi Penyalahgunaan Narkoba

Menurut Prof. DR. Dadang Hawari, penyebab penyalahgunaan narkoba ini

(39)

lainnya. Tapi yang paling utama terjadinya penyalahgunaan narkoba tentu karena

banyak tersedia di mana-mana baik di pemukiman, di rumah, sekolah, kampus, di

jalanan, diwarung-warung kecil dan lain sebagainya. Adapun faktor yang dapat

mempengaruhi seseorang dalam penyalahgunaan narkoba sebagai berikut.12

1. Faktor Individu

Dari faktor individu ini sangat dominan terjadi dari aspek kepribadian,

yaitu yang menyangkut pada tingkah laku anti sosial seperti, kepribadian ingin

melanggar, sifat memberontak, melawan apa saja yang berbau otoritas, menolak

nilai-nilai yang teradisional, mudah kecewa dan sifat tidak sabar.

Faktor individu (diri sendiri) merupakan faktor dimana seseorang

mampu mengontrol apa yang dapat dilakukannya.

Kecemasan dan depresi ini, banyak terjadi pada orang yang tidak dapat

menyelesaikan kesulitan hidupnya sehingga timbul depresi dan akan berakibat

pada penyalahgunaan narkoba. Pengetahuaan yang kurang tentang napza akan

mengakibatkan orang berfikir negatif terhadap penggunaanya, sehingga akan

mengakibatkan orang berfikir negatif terhadap penggunaannya, sehingga akan

mengakibatkan penyalahgunaan narkoba.

12

(40)

Keterampilan berkomunikasi dengan teman sebaya sangat berpengaruh

pada penyalahgunaan narkoba. Pada orang atau anak yang kurang trampil

berkomunikasi juga akan menyebabkan tidak dapat menolak atau menghindar

jika ada orang yang menawarkan untuk mencoba sesuatu (narkoba), sehingga

akan mengakibatkan pada penyalahgunaan narkoba.

2. Faktor Sosial

Adapun faktor sosial budaya antara lain berasal dari kondisi keluarga.

Hubungan keluarga yang kurang harmonis sehingga akan menyebabkan kurang

nyamannya kondisi dalam rumah. Ada pula dari pengaruh teman kelompok,

sebaya yaitu keinginan untuk mencoba biasanya datang dari pengaruh teman, di

samping rasa takut sesorang atau anak untuk tidak diterima dalam

kelompoknya akan menyebabkan orang atau anak mencari kompensasi ke

penyalahgunaan narkoba.

Faktor sosial juga dapat dipengaruhi dari kondisi di sekolah, seperti

kurang ketatnya peraturan sekolah tentang tata tertib penyalahgunaan narkoba

dan kurang adanya seminar mengenai dampak negative dari penggunaan

narkoba. Adapun sistem kontrol yang kurang ketat akan menyebabkan orang

atau anak mencari kompensasi ke penyalahgunaan narkoba.

3. Faktor Lain

Ada tahap penyalahgunaannya narkoba yaitu akan diawali dari tahap

(41)

dan dampak dari penyalahgunaan narkoba ini bukan hanya pad kondisi fisik

dan kondisi psikologik saja tetap juga berdampak besar pada kondisi

sosial-ekonomi.

Dari faktor lain yang mempengaruhi penyalahgunaan narkoba yaitu

berasal dari promosi iklan yang berlebihan atau kurang jelas tentang khasiat

suatu obat, akan menyebabkan orang atau anak mencari kompensasi ke

penyalahgunaan narkoba.

E. Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba

Upaya yang paling baik dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba

tentunya yaitu melalui upaya pencegahan yang dilakukan kepada manusia sebagai

calon pengguna dan pengadaan narkoba serta pemasarannya. Menurut Lydia

Harlina Martono pencegahan yang dapat dilakukan antara lain melalui

langkah-langkah di bawah ini :13

1. Pencegahan primer (Primary Prevention)

Pencegahan ini dilakukan orang yang belum mengenal narkoba serta

komponen masyarakat yang berpotensi dapat mencegah penyalahgunaan

narkoba. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan ini

antaralain: Penyuluhan tentang bahaya narkoba, penerangan melalui berbagai

13

(42)

media tentang bahaya narkoba, pendidikan tentang pengetahuan narkoba dan

bahayanya.

2. Pencegahan Skunder (secondary Prevention)

Pencegahan ini dilakukan “kepada orang-orang yang sedang

coba-coba menyalahgunakan narkoba serta komponen masyarakat yang berpotensi

dapat membantu agar berhenti dari penyalahgunaan narkoba”14

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan ini adalah deteksidini anak

yang menyalahgunakan narkoba, konseling bimbingan sosial melalui

kunjungan rumah penrangan dab pendidikan pengembangan individu (life

skills) antara lain tentang keterampilan berkomunikasi, keterampilan menolak

tekanan orang lain dan keterampilan mengambil keputusan dengan baik.

3. Pencegahan Tertier (Tertiary Prevention)

Pencegahan ini dilakukan “kepada orang yang sedang menggunakan

narkoba danyang pernah atau mantan pengguna narkoba, serta komponen

masyarakat yang berpotensidapat membantu agar berhenti dari penyalahgunaan

narkoba dan membantu mantan pemakai narkoba untuk dapat menghindari”915.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan ini antara lain

konseling dan bimbingan sosial kepada pengguna dan keluarga serta kelompok

(43)

Sehubungan dengan interaksi faktor narkoba, individu, dan lingkungan

sebagai penyebab penyalahgunaan narkoba seperti yang telah diuraikan, ada

empat model penanggulangan yang terdapat di dunia dan upaya

pencegahannya16. Setiap model mempunyai strategi atau cara pendekatan sesuai

disiplin ilmu dari setiap model.

a. Model Moral Legal

Model ini menganut model tradisional atau konvensional yaitu “para

penegak hukum, tokoh agama, dan kaum moralis”. Disini narkoba dianggap

sebagai penyebab masalah. Obat atau zat digolongkan pada berbahaya dan

tidak berbahaya. Obat berbahaya adalah obat yang membahayakan

kehidupan manusia, berbahaya atau tidak aman, dan penggunaanya

bertentangan secara sosial dan legal. Oleh karena itu, pengedar atau penjual

dan penggunanya secara moral (sosial) dan legal adalah pelaku kejahatan

yang harus dihukum dan dijauhan dari lingkungan sosialnya.

Ahli farmakologi memandang penggunaan narkoba dari sudut ilmiah

objektif, bebas dari pengaruh nilai dan subjektivitas, Artinya pengaruh

pengguna narkoba terhadap tubuh ditentukan oleh faktor-faktor seperti dosis,

cara pakai, frekwensi pemakaian, dan kondisi tubuh pemakai, terlepas dari

hal-hal yang bersifat subjektif dan dari nilai baik buruknya. Di lain pihak,

masyarakat lebih cenderung melihat penyalahgunaan narkoba dari perasaan

16

(44)

sujektif dan nilai-nilai moral legal. Oleh karena itu, upaya yang sering

diwarnai oleh hal-hal yang bersifat emosional dan subjektif.

Tujuan utama penanggulangan adalah bagaimana menjauhkan

narkoba dari penggunaannya oleh masyarakat narkoba adalah unsure aktif,

sedangkan masyarakat adalah korban yang harus dilindungi dengan

pengaturan moral, sosial, dan legal. Pencegahan dilakukan dengan

pengawasan ketat peredaran narkoba, meningkatkan harga jual, ancaman

hukuman berat dan peringatan keras tentang bahayanya. Diharapkan kepada

masyarakat agar waspada terhadap bahayanya.

Model ini dahulu menjadi bobot terbesar cara penanggulangan

dibanyak Negara. Saat ini pun berlaku pada negara yang penegakan

hukumnya menjadi tolak ukur, seperti Singapura dan Malaysia. Indonesia

mengikuti upaya yang dilakukan Negara yang menerapkan model moeral

legal tersebut, akan tetapi penegakan hukumnya masih sangat lemah.

b. Model Medik dan Kesehatan Masyarakat

Ahli kedokteran dan kesehatan mengganggap penyalahgunaan

narkoba merupakan penyakit menular yang berbahaya sehingga

penanggulangannya pun harus mengikuti cara pemberantasan penyakit

menular, seperti malaria. Model narkoba individu lingkungan tidak ubahnya

model kesehatan masyarakat dalam memberantas penyakit menular seperti

(45)

Sama halnya dengan model pertama, model ini masih menganggap

narkoba sebagai penyebab masalah. Namun, narkoba disini diartikan sebagai

penyebab ketergantungan, bukan suatu hal yang berbahaya, seperti yang

diartikan pada model yang pertama. Oleh karena itu, yang dimaksud narkoba

adalah semua obat, bahan atau zat yang dapat menyebabkan pengaruh

ketergantungan atau adiktif (zat adiktif), disebut NAPZA, termasuk alkohol,

nikotin, dan kafein.

Penanggulangannya tidak jauh berbeda dengan model pertama.

Hanya disini narkoba tidak dilihat sebagai unsure yang berbahaya dan

melanggar hukum, tetapi sebagai penyebab suatu penyakit. Individu pun

digolongkan sebagai rawan atau tidak rawan.

Indonesia pun menganut model ini, misalnya, penyalahguna ditolong

hanya secara medik; pengawasan terhadap penggunaan dan peredaran

narkoba, dan informasi mengenai narkoba sebagai penyebab ketergantungan.

Upaya pencegahan di tunjukan pada sekelompok masyarakat dari bahaya

“ditularkan” oleh pecandu, indentifikasi dan pertolongan pada kelompok

yang beresiko tinggi, serta penerangan. Informasi bahaya narkoba dilakukan

seperti halnya kampanye anti narkoba.

c. Model Psikososial

Model psikososial menempatkan individu sebagai unsure yang aktif

(46)

pada faktor prilaku individu. Disebut model psikososial, karena perilaku

seseorang bergantung pada dinamika dengan lingkungannya, baik dari segi

perkembangan dan pendidikannya maupun dalam berinteraksi dengan

lingkungannya (dinamika kelompok).

Model psikososial tidak melihat penyalahgunaan narkoba sebagai

masalah narkoba, akan tetapi masalah manusia, sehingga dapat

dikatagorikan sebagai salah satu pilaku adiktif yang lebih luas, seperti adiksi

terhadap seks, uang, kekuasaan, belanja, pekerjaan dan lain-lain. Yang

merupakan gaya hidup hedonitis (senang mencari kenikmatan) pada

masyarakat modern. Perilaku ini disebut perilaku adiktif sebagai prilaku

kompulsif. Jadi, sumber masalah adalah diri sendiri, bukan pada narkoba atau

penggunaannya.

Pencegahan pada model ini ditunjukkan pada perbaikan kondisi

pendidikan atau lingkungan psikososialnya, seperti keluarga, sekolah dan

masyarakat. Pemberian informasi tentang narkoba dengan cara

menakut-nakuti sangat tidak dianjurkan.

d. Model Sosial - Budaya

Model ini menekankan pentingnya lingkungan dan konteks

sosial-budaya. Contoh, merokok adalah prilaku norma yang dapat diterima oleh

sebagian besar orang dewasa. Pemakaian ganja, pada beberapa daerah atau

(47)

sebagai prilaku yang menyimpang atau “tidak normal”. Artinya,

menyimpang dari norma sosial-budaya yang berlaku, yang variabelnya

ditentukan oleh kultur atau subkultur yang sangat komleks.

Pandangan sosial-budaya melihat prilaku menyimpang tersebut

sebagai produk yang kurang menguntungkan dari system sosial tertentu.

Konformitas, kopetensi, prestasi dan produktivitas berpengaruh ganda

terhadap seseorang karena dapat merugikan atau menguntungkan.

Sasaran penanggulangan pada model ini akan perbaikan kondisi

sosial ekonomi dan lingkungan masyarakat. Industrialisasi, urbanisasi,

kurangnya kesempatan kerja dan sebagainya. Menjadi perhatian utama. Oleh

karena itu, lembaga-lembaga, terutama pendidikan, perlu dimodifikasi

menjadi lebih manusiawi, pelayanan kesehatan dan sosial ditujukan bagi

kepentingan klien atau pasien, pengembangan potensi masyarakat pada

setiap kelompok umur, perluasan kesempatan kerja dan sebagainya.

e. Model Pendekatan Komprehenshif

Setiap model memperlihatkan pandanagn yang berbeda dan

menganjurkan saran yang berbeda pula untuk mencegah dan menanggulangi

penyalahgunaan narkoba. Jika lebih menitikberatkan pada “bagaimana

menghindarkan narkoba dari penggunaannya oleh masyarakat”17.

Undang-undang dan penegakan hukum memegang peran terbesar. Jika masalahnya

17

(48)

lebih ditunjukkan kepada upaya “menghindarkan manusia dari penggunaan

narkoba” maka profesi dibidang perbaikan prilaku memegang peranan

utama. Jika masalahnya adalah bagaimana menciptakan lingkungan agar

narkoba tidak disalah gunakan, masyarakat dan lembaga-lembaga terkait

perlu dilibatkan.

Penulis sadari bahwa masalah penyalahgunaan narkoba sangat

kompleks. ssTidak mungkin masalah itu didekati hanya dari satu sisi saja.

Oleh karena itu, agar upaya penanggulangannya efektif dan efisien, perlu

dilakukan secara bersama-sama. Agar semua pihak mengambil bagian

masing-masing sesuai dengan kompetensi dan bidang tugasnya.

Di berbagai Negara maju, tampak ada kecenderungan pendekatan

pada model psikososial dan sosial-budaya. Dengan pengalaman puluhan

tahun dan biaya sangat besar, mereka melakukan upaya model tradisional,

yaitu model moral legal, tetapi hasinya tidak memuaskan. “Negara-negara

yang telah menghabiskan biaya besar setiap tahunnya untuk pemberantasan

pengedaran gelap narkoba, ternyata hanya berhasil menekan tingkat

peredarannya sebesar 4% saja”18

. Oleh karena itu, sekarang banyak Negara

beralih pada model-model lain dengan mengadakan riset mengenai

programnya serta efmektifitas dan efesiensinya.

18

(49)

Pola pencegahan penyalahgunaan atau ketergantunan NAZA dapat

dilihat dari dua aspek antara lain upaya supply reduction dan demand

reduction, dengan pendekatan security approach dan welfare approach.

Yang dimaksud dengan supply reduction adalah upaya- upaya untuk

mengurangi sebanyak mungkin pengadaan dan peredaran NAZA, dan

kepada mereka yang terlibat dikenakan sanksi hukuman yang maksimal,

bahkan kalau perlu sampai pada hukuman mati. Upaya supply reduction ini

dilakukan kepada aparat penegak hukum dan instansi yang terkait dengan

pendekatan security approach yaitu pendekatan keamanan.

Yang dimaksud dengan demand reduction adalah upaya-upaya untuk

mengurangi sebanyak mungkin permintaan atau kebutuhan terhadap NAZA

oleh para penyalahgunaan. Upaya demand reduction ini dilakukan oleh

kalangan kedokteran dan kesehatan maupun masyarakat serta instansi yang

terkait. Upaya ini dilaksanakan dengan pendekatan welfare approach yaitu

pendekatan kesejahteraan, misalnya memberikan penyuluhan kepada

masyarakat, terapi dan rehabilitas terhadap para penyalahguna atau

ketergantungan NAZA.

Upaya pencegahan dapat dilakukan apabila diketahui pola penyebab

dan penularan “penyakit NAZA”. Pencegahan atau prevensi terbagi dalam

(50)

1. Prevensi primer adalah pencegahan agar orang yang sehat tidak terlibat

penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA.

2. Prevensi skunder adalah terapi (pengobatan) terhadap mereka yang terlibat

penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA (pasien)

3. Prevensi tersier adalah rehabilitas bagi penyalahguna atau ketergantungan NAZA

setelah memperoleh terapi.

Untuk dapat melakukan pencegahan, pemberantasan serta penanggulangan

penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA secara terpadu.

1. Menurut Dadang hawari dalam penelitiannya menyatakan bahwa permasalahan

penyalahgunbaan atau ketergantungan NAZA sudah sedemikian kompleks

sehingga dapat merupakan ancaman dari sudut pandangan mikro (keluarga)

maupun makro (masyarakat, bangsa dan negara) yang pada gilirannya

membahayakan ketahanan nasional. Oleh karena itu rekomendasi berikut ini yang

disampaikan Dadang Hawari perlu dapat perhatian pemerintah dan masyarakat

secara sungguh-sungguh, yaitu :

2. UU Narkotika dan UU Psikotrapika yg sudah ada perlu direfisi, dan dilengkapi

dengan PP-nya. UU dan PP tentang alkohol (minuman keras) belum ada, padahal

RUU alkohol yang ada tidak relevan dan bertentangan dengan WHO.

3. Kasus-kasus internal affair yang terjadi dan melibatkan oknum aparat perlu

(51)

berhubungan dengan national security. Ibaratnya kalau hedak menyapu lantai yang

kotor tentunya memakai sapu yang bersih bukan yang kotor pula.

4. Perlunya dibentuk instisusi khusus dibidang penanggulangan atau pemberantasan

NAZA yang berwibawa dan disegani langsung dibawah Presiden, semacam DEA

(Drugs Enforcement Agency) di Amerika Serikat.

5. Bila ada Indonesian Corruption Watch, maka perlu ada Indonesian Druga and

alcohol watch yang merupakan LSM yang dapat memberikan tekanan kepada

pemerintah.

6. Anggaran oprasional dan kesejahteraan dari aparat kepolisian hendaknya

ditingkatkan dan di sesuaikan. Hal ini dimaksut untuk memperkecil terjadinya

“kolusi”.

7. Meningkatkan kesadaran aparat kejaksaan dan kehakiman untuk memberikan

sanksi maksimal terhadap pidana NAZA, kalau perlu dengan hukuman mati.

8. Memberdayakan potensi masyarakat untuk secara swakarsa, swadaya, swasembada

dan swadana memerangi NAZA dilingkungannya masing-masing untuk

menciptakan lingkungan bebas NAZA. Mulai dari tingkay RT, RW, Kelurahan,

Kecamatan, dan seterusnya. Sistem keamanan lingkungan (siskamling) yang

sekarang ini perlu diperluas cakupannya antara lain mencegah atau menanggulangi

(52)

9. Perlu pendidikan dan penyuluhan sejak dini mulai dari rumah, sekolah, tempat

kerja dan dimasyarakat bahwa NAZA haram hukumnya baik dari segi

agamamaupun Undang Undang.

Ada tiga katagori penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA, yaitu:

a. Sebagai pasien yang perlu mendapat terapi dan rehabilitas dan bukannya hukuman.

b. Sebagai korban yang perlu mendapat terapi dan rehabilitas dan bukannya

hukuman.

c. sebagai pemakai sekaligus pengedar perlu mendapat terapi, rehabilitas dan

dilanjutkan dengan proses hukum.19.

Upaya pencegahan dalam arti prevensi primer dapat diupayakan dirumah,

disekolah, ditempat kerja dan di lingkungan sosial atau masyarakat. Prevensi primer

dalam bentuk penyuluhan bahaya penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA perlu

secara itensif, berkesinambung dan konsisten dilaksanakan kepada mereka yang

masih sehat (belum terlibat penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA).

Dari pengamatan diketahui bahwa mereka yang semula sehat kemudian

terlibat penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA itu disebabkan karena ketidak

tahuannya terhadap bahaya NAZA dan kurangnya sosialisasi dibidang hukum dan

perundang-undangan yang berkaitan dengan bahaya NAZA.

19

(53)

Narkoba adalah merupakan bahan-bahan atau zat kimia yang apabila

digunakan dapat mempengaruhi syaraf pusat. Zat kimia tersebut kimia mengubah

atau mempengaruhi pikiran, perasaan dan tingkah laku mereka yang

menggunakannya. Zat tersebut seperti apoida (martin dan heroin), kokain, ganja,

sedotin, atau hipnotika dan alcohol. Zat-zat ini mempunyai efek terutama dalam

fungsi berfikir, dan apabila disalahgunakan dapat mengakibatkan ketergantungan.20

20

(54)

43

HIDAYATUL MUBTADI’IEN SAWANGAN DEPOK

A. KH. Muhammad Djunaidi

1. Biografi KH. Muhammad Djunaidi

Abu Hallah Al-Jundi adalah nama pena KH. Muhammad Djunaidi HMS,

panggilan akrabnya adalah Buya Junet, beliau ialah salah seorang kyai muda

kharismatik yang berada di kecamatan Sawangan kota Depok, beliau adalah salah

seorang pimpinan Pondok Pesantren di wilayah kota Depok. KH. Muhammad

Djunaidi di lahirkan di Jakarta 22 Maret 1974. Merupakan buah tercinta ibu Hj.

Aminah dan dari seorang Ayah H. Muhammad Shaleh Bin Raisin, KH. Muhammad

Djunaidi merupakan anak ke delapan dari enam belas bersaudara, beliau dilahirkan

dari keluarga yang kental tradisi agama dan lingkungan santri. Hal ini terbukti dengan

pendidikan yang ditempuhnya, lebih lama menempuh pendidikan non formal

(pesantren) dari pada pendidikan formal (sekolah). KH. Muhammad Djunaidi kecil

bersama teman sebaya dikampung pada masalah rajin mengaji di surau, menginjak

usia remaja oleh orang tuanya dimukimkan ke berbagai pesantren.1

1

(55)

2. Riwayat Pendidikan

Mengenai riwayat pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh KH.

Muhammad Djunaidi adalah Pendidikan dasar yang di tempuh di Madrasah Salafiyah

Syafiiyah Pangkalan Jati Pondok labuh; Lalu dilanjutkan ke Pondok Pesantren

Lirboyo Kediri. Adapun pendidikan non formal yg pernah di tempuh KH.

Muhammad Djunaidi ialah Di Pondok Pesantren Hidayatuth Thullab di bawah asuhan

Prof. Dr. KH A. Yasin Asmuni; dilanjutkan ke Pondok Pesantren Darul Hadits

Malang di bawah asuhan Muhaddits, Prof. Dr. Alhabiib Abdullah bin Abdul Qodir

bin Ahmad bin Faqih Al-Alawi, lalu dilanjutkan ke Buya Dimyati Banten, Muksid

Thariqah Asy-Syajiliah.2

KH. Muhammad Djunaidi seseorang yang haus akan ilmu pengetahuan.

Kecintaannya terhadap ilmu membuatnya mengembara menemui satu guru keguru

yang lain. Hampir seluruh pelosok Nusantara beliau jelajahi untuk memburu ilmu.

KH. Muhammad Djunaidi Setiap pertemuannya denga seorang guru yang beliau pinta

hanya satu, diangkat menjadi murid dunia akhirat. Sebelum mendapat pengakuan itu,

beliau tidak akan meranjak walau berapa tahun lamanya.

KH. Muhammad Djunaidi juga berguru kepada Habib Umar bin Ahmad bin

Abdullah bin Hasan Al-Aththas dan para habaib lainnya. Kedekatan beliau dengan

para habaib membuatnya dikunjungi oleh Habib Salim Asy-Syatiri dari Yaman.

2 Abu Halla Al-Jundi, mengubah Takdir Dengan do,a. (Jakarta; Jausan, 2010) Cet

(56)

Selain kepada beliau, KH. Muhammad Djunaidi juga pernah berguru (tabarrukan)

kepada Habib Zai bin Smit (di Rubath, Madinah) dan Syekh Muhammad Alawi

Al-Maliki.

3. Pengalaman

Menjelaskan mengenai pengalaman dari KH. Muhammad Djunaidi tidak

diragukan lagi, karena KH. Muhammad Djunaidi membantu korban penyalahgunaan

narkoba melalui metode dzikir. KH. Muhammad Djunaidi berdakwah dengan cara

mendirikan sebuah Pondok Pesantren khusus untuk membantu korban narkoba, santri

yang melaksanakan pendidikan di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien tidak

dipungut biaya. Selain mendirikan Pondok Pesantren untuk korban penyalahgunaan

narkoba yang dibawah bendera Arjuna Managemen, KH. Muhammad Djunaidi juga

sering dipanggil untuk berdakwah dengan menyampaikan ceramah-ceramah hampir

seluruh Indonesia dan khususnya dilingkungan sekitar Pondok Pesantren Hidayatul

Mubtadi’ien Sawangan Depok, tidak hanya memimpin Pondok Pesantren akan tetapi

KH. Muhammad djunaidi memimpin Majlis Dzikir yang bernama Asmaul Husna dan

Jauzan Kubra.

Dalam berorganisasi KH. Muhammad Djunaidi dari usia dini sudah mengikuti

organisasi Nahdlatul Ulama yang didirikan oleh Hadlratus Syeikh KH. Muhammad

Hasyim Asy’ari. Dalam organisasi ini KH. Muhammad Djunaidi menjadi Pengurus

(57)

Wahid. Selain mengukuti organisasi islam, KH. Muhammad Djunaidi juga mengukuti

organisasi pencaksilat yang bernama pagar nusa.

4. Karya Tulis

Adapun karya tulis KH. Muhammad Djuanaidi berupa buku bacaan, yaitu :

a. Renungan Santri Pinggiran, Jakarta Jausan Cetakan Pertama 2009

b. Mengubah Takdir Dengan Doa, Jakarta; Penerbit Jausan cetakan pertama

2010

c. Pesan Dari Langit, Jakarta Jausan Cetakan Pertama 2011

5. Kiprah KH. Muhammad Djunaidi di Masyarakat

Kegiatan KH. Muhammad Djunaidi pada setiap harinya hanyalah membina

sekaligus memberikan bimbingan terhadap korban penyalahgunaan narkoba melalui

metode dzikir. Namun di samping memberikan bimbingan terhadap santri KH.

Muhammad Djunaidi juga menerima para tamu yang datang dari luar daerah maupun

luar negri untuk berobat atau hanya sekedar untuk bersilaturahmi. Selain itu untuk

kegiatan kemasyarakatan KH. Muhammad Djunaidi di antaranya memberikan

ceramah-ceramah di lingkungan sekitar pondok pesantren Hidayatul Mubtadi’ien atas

permintaan atau undangan dari masyarakat atau dari luar kota. KH. Muhammad

Djunaidi juga sebagai wira usaha, banyak bidang usaha yang beliau tekuni dari mulai

Gambar

gambaran penyajian laporan tersebut.9
Gambar 07 wawancara dengan pembimmbing
Gambar  0.1  Gambar  0.2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil output dari sistem informasi akuntansi berupa laporan keuangan yang merupakan gambaran keadaan perusahaan dapat dijadikan alat ukur dalam pengambilan keputusan

Objek yang ditampilkan yaitu berupa hasil-hasil buruan yang sudah mati sehingga pencipta lebih nyaman dan terkonsentrasi dalam melukisnya meskipun disisi lain

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh keputusan investasi, keputusan pendanaan dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan manufaktur yang terdaftar

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi serta tambahan informasi bagi pihak kampus untuk dijadikan dasar atau bahan masukkan dalam

Pada tahun 2007, prevalensi merokok usia 15 tahun ke atas adalah sebesar 34,2% (lebih dari 50 juta orang dewasa), meningkat dari 31,5 % tahun 2001 dan tidak menunjukkan

Risiko pasar dalam investasi Obligasi Negara Ritel Seri ORI018 dapat dihindari apabila pembeli Obligasi Negara Ritel Seri ORI018 tetap memiliki Obligasi Negara

Telah dirancang suatu sistem otomatisasi untuk buka tutup atap rumah serta pengontrol kelembaban udara menggunakan Raspberry Pi 3, motor DC, SHT30, limit switch,

Hubungan sebab akibat distribusi dan produksi beras dalam mendukung ketahanan pangan di Jawa Timur pada Gambar 4.2 dapat dijelaskan bahwa jumlah produksi padi