NARKOBA DI PONDOK PESANTREN
HIDAYATUL MUBTADI’IEN SAWANGAN DEPOK
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh :
Nama
: Rahmat Hafizulloh
NIM
: 106052001970
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I (S1) di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 26 Mei 2010
Penulis
ii Rahmat Hafizulloh
Peranan KH.Muhammad Djunaidi Dalam Menangani Korban
Penyalahgunaan Narkoba Di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien
Sawangan Depok
Dzikir merupakan suatu metode yang digunakan oleh KH. Muhammad Djunaidi dalam menangani korban penyalahgunaan Narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien. Banyak lembaga-lembaga yang menyelenggarakan dzikir bersama atau membantu orang-orang yang berdzikir dan adapun yang menyelenggarakan dzikir sendiri. Akan tetapi, metode dzikir yang digunakan oleh KH. Muhammad Djunaidi berbeda dengan dzikir-dzikir pada umumnya.
Penelitian ini diperlukan untuk mengetahui bagaimana Peranan KH. Muhammad Djunaidi Dalam Menangani Korban Penyalahgunaan Narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok. Jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan subjek yang diteliti adalah Pimpinan Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien, pembimbing dan para santri. Dengan proses wawancara dan observasi, fokus penelitiannya adalah pada peranan KH.Muhammad Djunaidi dalam menangani korban penyalahgunaan Narkoba.
berbagai macam nikmat-Nya terutama nikmat sehat wal afiat dan umur panjang
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan nabi besar
Muhammad SAW, suri tauladan bagi umatnya yang membawa ajaran Islam
sebagai rahmatan lil alamin.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan baik dari segi materi, pembahasan,
maupun tata bahasa. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan penulis
yang masih perlu mengisi diri dengan ilmu pengetahuan. namun penulisan skripsi
ini diselesaikan adalah berkat bantuan dan dukungan dari semua pihak, untuk itu
selayaknya penulis sampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya terutama
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA. selaku Rektor Universitas Islam
Negeri, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dra. Rini Prihatini, M.Si sebagai Ketua Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Drs. Sugiharto MA sebagai Sekretaris Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi umumnya dan
khusunya dosen dan staf pengajar pada Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam
serta seluruh Civitas Akademika yang telah memberikan ilmu pengetahuan,
bimbingan, wacana, wawasan, intelektualitas yang telah ditularkan kepada
penulis selama berada dan mengikuti perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
7. Bapak KH. Muhammad Djunaidi, sebagai Pimpinan Pondok Pesantren
Hidayatul Mubtadi’ien yang telah memberikan izin, menerima dan informasi
kepada peneliti untuk mengadakan penelitian di Pondok Pesantren ini. Dan
Bapak Muhammad Suhadi selaku pembimbing yang senantiasa menemani
penulis dalam melakukan penelitian, serta segenap para santri yang telah
menerima keberadaan penulis di Pondok Pesantren ini.
8. Setinggi-tingginya penghargaan dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga
kepada ayahanda H. Saeni Sachronih.S.Pd yang selalu memberikan dorongan
motifasi kepada peneliti untuk maju dan melangkah sampai tujuan yang ingin
dicapai, kepada mamah Hj. Hasanah, S.Pd.I yang selalu mendoakan peneliti,
kepada abang Hadi Fatahuddin S.Kom dan Kakak Laela Hamdiyah, ST, yang
terlebih dahulu menjadi sarjana dan menjadikan motivasi untuk peneliti agar
bisa cepat menyusul menjadi sarjana, adik Khairul Fadhil Rifa’i yang juga
mendoakan peneliti. Terima kasih atas semua kasih sayang dan kesabaran dan
perhatiannya telah memberikan dorongan moril dan meteril, serta doa yang
yang berlinpah. Amin ya robbal’alamin.
9. Seluruh pembimbing dan para santri Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi’ien Pasir Putih Sawangan Depok yang sudah membantu menjadi
subjek penulis, terimakasih atas kerja samanya
10.Sahabat-sahabat, kawan satu perjuangan selama kuliah satu angkatan 2006,
Abdul Somad, Dani, Qusairi, Khairunnisa, Zaura, Riskon Agung, Yuswandi,
dan Seluruh LASKAR BPI 2006, Setyo, Hajami, Imran, Wiwin,
Ulfatun’nikmah, Maria Ulfa, Nur Aini, Syarifah, Zahra, Nawal, Diah, Fita,
Osin, Husnul, Feby, Sukma, Febrika, Harlia, Iklima, Pras, dan Puguh terima
kasih atas kebersamaannya selama ini, semoga ini bukan akhir perjumpaan
kita, tapi adalah awal dari ikatan persaudaraan kita. bergegaslah kawan,
sambut masa depan, tetap berpegang tangan dan saling berpelukan.
Demikianlah skripsi ini penulis buat dan penulis persembahkan, semoga
skripsi ini dapat membawa manfaat bagi kita semua yang membacanya terutama
dalam memajukan Bidang Bimbingan Penyuluhan Islam.
Jakarta, 9 Juni 2011 Penulis
Rahmat Hafizulloh
viii BAB III
C. Narkoba………
1. Pengertian Narkoba………..
2. Jenis-Jenis Narkoba………..
D. Faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan narkoba……….
1. Faktor Individu……….
PROFIL KH. MUHAMMAD DJUNAIDI DAN PONDOK
viii
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA……….
A. Identifikasi Informan……….
B. Langkah-langkah yang dilakukan KH. Muhammad Djunaidi
Dalam menangani korban Penyalahgunaan Narkoba……….
C. Analisis Peranan KH. Muhammad Djunaidi dalam Menyadarkan
Korban Penyalahgunaan Narkoba. ……….
D. Faktor Pendukung dan Penghambat Penanganan Korban
Penyalahgunaan Narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul
1
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan fase dimana seseorang memiliki rasa penasaran dan
keingin tahuan yang tinggi, selalu ingin mencoba dan diakui eksistensinya di
masyarakat. Sehingga mereka seringkali melakukan eksperimen dengan apa yang
mereka rasakan itu penting bagi dirinya walaupun hal tersebut terkadang
bertentangan dengan norma umum yang berlaku.
Perubahan dan perkembangan itu sering menimbulkan kegoncangan dalam
dirinya, dalam pergaulan sehari-hari ia tidak diterima dalam dunia anak-anak. Di saat
demikian diperlukan bimbingan dan arahan yang bijaksana dari pada orang tua dan
guru, agar para remaja tidak canggung tidak merasa ketakutan dan cemas untuk
menjalani pengalaman baru dalam kehidupannya yang penuh dengan hal-hal yang
masih asing baginya. Terutama kehidupan yang sifatnya merusak. Sebab remaja
merupakan harapan masyarakat, agama dan Negara di masa depan sebagai generasi
penerus perjuangan.1
Ajaran Islam mengandung banyak petunjuk (bimbingan) dalam segala bidang
kehidupan, maka untuk menjaga agar manusia jangan sampai mengalami penderitaan
yang lebih jauh, bimbingan Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul
1
dapat digunakan oleh setiap orang, yang memahaminya dan dapat pula dimanfaatkan
oleh para ahli dibidangnya.2
Jika diperhatikan dengan seksama, manusia dalam kehidupan sehari-hari akan
terlihat dengan bermacam prilaku. Maksudnya adalah ketika mempunyai masalah ada
yang kelihatan tegar, acuh dan dibawa santai, ada pula yang gelisah, sering mengeluh,
bersedih hati, tidak semangat dan terasa berat memikul tanggung jawab dalam
kehidupannya.3
Sebagai makhluk sosial sering kali didengar banyak orang yang mengatakan
bahwa ia sedang menghadapi masalah. Adapun arti dari kata masalah ialah “sesuatu yang harus diselesaikan (dipecahkan)”.4 Dalam setiap tahap perkembangan manusia akan menemui permasalahan. Mulai dari peristiwa kelahiran, pernikahan maupun
pristiwa kematian, dampak psikologis kesemuanya berada dalam lingkungan
kehidupan keluarga dan masyarakat. Remaja dan keluarga tidak dapat dipisahkan,
karena keluarga adalah ruang lingkup terdekat bagi perkembangan remaja.
Keluarga merupakan kumpulan dari individu-individu yang satu sama lain
terkait oleh sistem kekeluargaan. Pilar utama keluarga adalah suami istri atau ayah
dan ibu dimana dari sana berkembang sebuah keluarga besar, karena keluarga
merupakan unit terkecil di masyarakat. Ciri hidup keluarga adalah adanya ikatan
2
Zakiah Derajat, Psikoterapi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002), Cet. Ke- 1, h. 25. 3
Zakiah Derajat. Kesehatan Mental, (Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 2001), Cet. Ke-23, h. 3
4
emosional yang alami. Hal ini tercermin dalam dinamika hubungan solidaritas,
dimana dalam keadaan normal terhadap rasa saling ketergantungan, saling
membutuhkan serta saling membela.
Oleh karena itu, dalam suatu masyarakat ada sifat-sifat kekeluargaan
meskipun cakupannya lebih luas dibanding sifat-sifat kekeluargaan dalam sebuah
keluarga. Bahkan sesungguhnya di dalam ikatan kebangsaan juga ada nilai-nilai
kekeluargaan, yang oleh karena itu dalam membangun bangsa bisa diambil pelajaran
dari nuansa-nuansa hidup di dalam keluarga.
Bagi setiap keluarga yang sedang berada dalam situasi yang penuh konflik,
kemampuan mengendalikan diri dari anggota keluarga dipertaruhkan pada saat itu.
Sebuah keluarga diuji sampai seberapa jauh ikatan batin yang dimiliki oleh
masing-masing anggota keluarga dalam menghadapi problem didalam kehidupan
berkeluarga. Disini keluarga dituntut supaya mempunyai mental spiritual yang kuat
agar tidak goyah dalam menghadapi cobaan dalam situasi dan kondisi seperti apapun.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 155 :
Ayat di atas memeberikan kesimpulan bahwa dalam membangun keluarga
haruslah didasari dengan pondasi yang kuat yaitu agama. Dimana agama di dalam
sejarah kehidupan manusia merupakan kebutuhan untuk membimbing kehidupan.
Agama menurut pengertian yang terbatas di lingkungan pemeluk agama samawi
terutama islam, adalah merupakan perwujudan dari petunjuk Allah yang tertuang
dalam bentuk-bentuk kaidah perlindungan yang ditunjukkan kepada umat manusia
agar mereka mampu berusaha di jalan yang benar dalam rangka memperoleh
kebahagiaan dunia akhirat.5
Mengenal Tuhan adalah membenarkan dengan qalbu, menyatakan dengan
lisan dan melaksanakan dengan perbuatan. Iman akan kuat apabila selalu berzikir dan
iman akan melemah sesuai dengan tingkat kelupaan dan kelalaian hati untuk berzikir.
Ketika manusia berbuat maksiat, maka imannya berkurang dan bahkan keluar dari
qalbunya. Apabila iman sudah keluar maka tertutuplah pintu kebenaran cahaya
hidayah dan manusia akan terjerumus pada kekafiran, kemusyrikan, kefasikan dan
kedurhakaan.6
Hal ini yang di alami oleh para korban penyalah gunaan narkoba di Pondok
Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien, mereka terganggu jiwanya dan mentalnya disebabkan akal sehat dan keimanan mereka telah rusak oleh racun-racun minuman
keras, narkotika dan obat-obatan terlarang.
5
Sahilun A Nasir, Problem kehidupan dan pemecahan, suatu pendekatan Psikoreligius, (Jakarta: Kalam Mulia, 2003),Cet. Ke-1. H. 25.
6
Agama menawarkan jalan keluar yang terbaik dalam upaya mengatasi atau
menghindari permasalahan dalam keluarga, yaitu melalui dengan pendekatan diri
kepada Allah SWT (psikoreligius) berupa dzikir dan do’a. Dzikir adalah ibadah yang
biasa dilaksanakan setiap detik dan setiap saat agar manusia selalu ingat dan selalu
bersyukur kepada Allah SWT.7
Dzikir bisa dilakukan dengan cara sendirian maupun secara bersama-sama
atau berjama’ah, banyak lembaga-lembaga yang menyelenggarakan dzikir
bersama-sama untuk membantu orang-orang yang ingin berdzikir. Salah satunya adalah
Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien yang beralamat di Jl Raya Pasir Putih Sawangan Depok.
Keberadaan Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien bertujuan untuk
membantu proses penyembuhan gangguan kejiwaan terutama yang diakibatkan oleh
penyalah gunaan narkotika. Dalam hal ini Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien
menggunakan metode: Dzikir, shalawat wajib, ratib hadad, ratib Al-Athas, shalat
sunnah, mandi taubat dan membaca asmaul husnah.
Kegiatan yang dilakukan setiap harinya dimaksudkan untuk beribadah dengan
konsepsi taqqarub (mendekatkan diri pada Allah) melalui dzikir dan memberikan
pengalaman bathin atau mengisi jiwa dengan kalimat tauhid, agar dengan demikian
hati selalu berisi dengan menyebut asma Allah dan mendapatkan ketenangan jiwa.
Ketenangan inilah yang dapat mengalihkan korban narkoba yang dibimbning oleh
7
KH. Muhammad Djunaidi dari kenikmatan narkoba beralih kepada kenikmatan
illahiyat. Metode dzikir itu merujuk pada firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ar
-Ra’du ayat 28:
Artinya: “Ingatlah hanya dengan dzikir dan mengingat Allah hati menjadi tenang”. Mereka yang dirawat dan dibimbing oleh KH. Muhammad Djunaidi di
Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien ini diperlakukan sebagai orang yang terkena penyakit hati yang sedang dalam berada dalam keresahan dan kesedihan.
Karena hatinya tidak lagi mengingat kepada Allah sebagai pencipta dan yang
memiliki segalanya. Yang diakibatkan oleh racun-racun narkoba yang
menghancurkan jiwa mereka. Untuk membantu memulihkannya diperlukan suatu
bimbingan kearah yang baik melalui dzikir.
Peranan KH. Muhammad Djunaidi dalam membantu proses penyembuhan
santri. Menggunakan metode dzikir yang dilakukan mempunyai fungsi kataris yaitu
pelepasan emosi yang terpendam dalam hati mereka. Proses kataris ini sangat penting
bagi seseorang yang sedang menghadapi masalah emosional.
Biasanya proses kataris ini terjadi ketika korban narkoba mendapatkan
pelajaran dzikir (talqin) atau ketika melakukan dzikir itu sendiri. Pada waktu
penerima talqin, sering kali korban merasa terbuka hatinya seakan memperoleh jalan
8Al-Qur’an dan Terjemah
keluar. Kemudian mereka mencurahkan dan langsung mengungkapkan isi hatinya
dengan ekspresi tangis dan memohon ampun kepada Allah. Dan Mursyid akan
membiarkan mereka terus menangis karena tangisan dianggap sebagai salah satu cara
atau bentuk pengobatan yang setelah itu korban merasa lega dan kemungkinan besar
akan sembuh dalam waktu yang relative cukup singkat.
Pendeskripsian fenomena di atas sangat menarik untuk diteliti lebih jauh yang
mendalam, secara sistematis dimaksudkan untuk mengetahui proses penyembuhan
korban penyalahgunaan narkoba yang dibimbing langsung oleh KH. Muhammad
Djunaidi melalui metode dzikir dan penelitian ini, peneliti mencoba menuangkannya
dalam sebuah judul penelitian “Peranan KH. Muhammad Djunaidi Dalam
menangani Korban Penyalahgunaan Narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi’ien Sawangan Depok”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas maka peneliti
membatasi masalah sebagai berikut:
Penelitian ini merupakan penelitian pokok KH. Muhammad Djunaidi
dalam menangani korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren
Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok. Pembimbing yang membantu KH.
Muhammad Djunaidi dalam menangani santri penyalahgunaan narkoba. Serta
santri yang melakukan rehabilitas korban penyalahgunaan narkoba di Pondok
Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien.
Dalam hal ini penulis juga membatasi waktu penelitian dari mulai
terhitung tanggal 02 Februari 2011 sampai dengan tanggal 08 Juni 2011.
Karena waktu yang amat singkat ini maka penulis tidak melakukan
wawancara terhadap orang tua santri, dikarenakan tempat tinggalnya jauh dari
Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok.
2. Perumusan Masalah
a. Langkah-langkah yang dilakukan KH. Muhammad Djunaidi dalam
menangani korban penyalahgunaan narkoba.
b. Faktor pendukung dan penghambat penanganan korban penyalahgunaan
narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok.
c. Analisis peranan KH. Muhammad Djunaidi dalam menyadarkan korban
penyalahgunaan narkoba.
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana harapan KH. Muhammad Djunaidi dalam
memberikan bimbingan terhadap korban penyalahgunaan narkoba..
2. Untuk mengetahui bagaimana harapan pembimbing dalam penanganan
korban penyalahgunaan narkoba.
3. Untuk mengetahui bagaimana harapan santri agar sembuh dari
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran serta menambah pengetahuan bagi segenap aktivitas akademika
khususnya jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam rangka memberikan stimulus atau
rangsangan bagi peneliti-peneliti berikutnya dalam upaya mengkaji dan
menyempurnakan peranan KH. Muhammad Djunaidi dalam menangani
korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien.
2. Secara Praktis
Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan praktisi
Dakwah, serta dapat memberikan manfaat untuk syiar Islam dalam bimbingan
melalui dzikir.yang dilakukan oleh KH. Muhammad Djunaidi dalam
menangani korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi’ien.
Adapun Dzikir dan korban penyalahgunaan narkoba atau NAPZA
E. Tinjauan Pustaka
Setelah penulis melakukan tinjauan pustaka di perpustakaan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Menurut pengamatan Penulis dari hasil observasi yang dilakukan, sampai
Muhammad Djunaidi Dalam Menangani Korban Penyalahgunaan Narkoba di
Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok”.
Hanya saja, sebelumnya ada beberapa skripsi yang membahas mengenai
penyalahgunaan narkoba yang telah dilakukan oleh mahasiswa terdahulu, untuk
mengetahui materi penelitiannya, di bawah ini diuraikan sebagai berikut :
1. Judul skripsi “Pelayanan Konseling pada Rehabilitasi Pasien NAPZA di Rumah
Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur Jakarta Timur”, Penulis Amelia,
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, tahun 1430 H / 2009 M.
2. Judul skripsi “Pengaruh Pelaksanaan Dzikir Syifa Terhadap Kesehatan Mental Korban Pecandu Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) di Yayasan
Nurus Syifa Kelapa Dua Jakarta Barat” Penulis Tini Aulawiyah Komba, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam,
tahun 1429 H / 2008 M.
3. Judul skripsi “Pelaksanaan Metode Meditasi dan Dzikir Sebagai Terapi Rehabilitasi Korban NAPZA di Pondokl Pesantren Al-Magfirah Bogor” Penulis Muklis, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, tahun 1425 H / 2004 M.
Yang membedakan skripsi ini dengan skripsi yang telah disebutkan di atas
adalah bahwa, penelitian yang dilakukan sebelumnya adalah :
Pertama, ingin mencari tahu bagaimana pelayanan konseling yang diterapkan
di RSKO Cibubur Jakarta Timur. Kedua, adakah pengaruhnya dalam pelaksanaan
dzikir syifa terhadap kesehatan mental serta para korban NAPZA di Yayasan Nurus
Syifa. Ketiga, ingin mengetahui metode meditasi dan dzikir yang dilaksanakan
Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, pada penelitian ini penulis
ingin mencari tahu “Peranan KH. Muhammad Djunaidi Dalam Menangani Korban Penyalahgunaan Narkoba”. Oleh karena itu, penulis sangat tertarik untuk menelitinya dan apa yang penulis lakukan pada dasarnya tidak ada tulisan yang dijadikan
pembanding terhadap skripsi ini, sehingga skripsi yang ada ini murni hasil karya
penulis.
F. Metodelogi Penelitian
1. Metode Penelitian
Dalam menentukan metode penelitian ini, peneliti menggunakan metode
kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis, yaitu kegiatan penelitian yang
dilakukan mengambarkan apa adanya suatu pristiwa. Sebagaimana yang telah
didefinisikan oleh Moleong, bahwa penelitian deskriptif adalah data yang
dikumpulkan berupa kata-kata,mgambar, dan bukan angka-angka. Dengan
demikian, isi laporan peneliti akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi
gambaran penyajian laporan tersebut.9
2. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah Kyai dan pembimbing yang menangani
santri korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul
9
Mubtadi’ien Sawangan Depok dan 6 orang santri korban penyalahgunaan
narkoba.
b. Objek Penelitian
Objek Penelitian ini adalah Pelaksanaan rehabilitas korban
penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok.
3. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini bertempat di Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi’ien Desa Pasir Putih Kecamatan Sawangan Kota Depok.
b. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini terhitung mulai tanggal 02 Februari 2011
sampai tanggal 08 Juni 2011.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan maka peneliti
menggunakan teknik dan alat pengumpul data sebagai berikut :
a. Observasi
Penulis menggunakan observasi sebagai teknik pengumpulan data.
korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi’ien Sawangan Depok. Dalam hal ini penulis akan mengobservasi
Kyai, pembimbing dan santri korban penyalahgunaan narkoba di Pondok
Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok.
b. Wawancara
Peneliti melakukan wawancara dengan 1 orang kyai, 2 orang
pembimbing dan 6 orang santri korban penyalahgunaan narkoba di
Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok.
c. Dokumentasi
Data diperoleh dari dokumen-dokumen yang berupa catatan formal,
literatur, majalah, koran dan arsip lain yang berhubungan dengan
administrasi dan data-data Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien
Sawangan Depok sebagai pendukung dari hasil wawancara.
5. Teknik Analisis Data
Dari data yang dikumpulkan, kemudian akan dianalisis dan di
interprestasikan. Data yang diperoleh dikumpulkan, dikelompokkan dan
dibutuhkan analisis. Sedangkan teknik penulisan skripsi ini, penulis
berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Skripsi, Tesis, dan
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini pembahasan dibagi menjadi lima
bab, adapun sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN Meliputi: Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi
Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI Meliputi: Peranan, Pengertian Peranan, Jenis-jenis
Peranan, Remaja, Pengertian Remaja, Narkoba, Pengertian Narkoba,
Jenis-jenis Narkoba, Faktor Yang Mempengaruhi Penyalahgunaan
narkoba, Upaya Pencegahan.
BAB III PROFIL KH. MUHAMMAD DJUNAIDIDAN PONDOK PESANTREN
Meliputi: Biografi KH. Muhammad Djunaidi, Riwayat Pendidikan,
Pengalaman, Karya Tulis, Kiprah KH. Muhammad Djunaidi, Pondok
Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien, Sejarah Berdiri, Sejarah Berdiri, Visi Misi, Program, Sarana.
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA Meliputi: Identifikasi Informan, Harapan
KH. Muhammad Djunaidi, Harapan Pembimbing, Harapan Santri.
15 A. Peranan
1. Pengertian peranan
Kata peranan berasal dari kata “peran” yang berarti bagian atau turut
aktif dalam suatu kegiatan. Sedangkan peranan adalah tindakan oleh seseorang
atau sesuatu yang terutama dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa.1
Menurut Grass Massam dan A. W. Mc. Eachen yang dikutip oleh David
Berry mendefinisikan “peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang
dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu”.2
Masih menurut David Berry, harapan-harapan merupakan hubungan
dari norma-norma sosial. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa “peranan itu
ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat, artinya seseorang
diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di dalam
pekerjaanya”.
Menurut Soerjono Soekanto, dapat dikatakan sebagai prilaku individu
yang penting bagi struktur sosial masyarakat.3
1
A. Arifin, Kamus Ilmiah Indonesia Populer, (Bandung : Rajawali Press, 2004), Cet. Ke-3, h. 99.
2
N. Grass W. S, Masson and A. W. Mc. Eachen, Exploration Role Analysis, di kutip oleh Davit Berry, Pokok-pokok Pikiran dalam sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. Ke-3, h. 99.
3
Di dalam buku Psikologi Sosial, Abu Ahmadi menerangkan bahwa,
“peranan adalah suatu pengharapan manusia terhadap caranya individu harus
bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi
sosialnya”.4 Ini mengartikan bahwa setiap orang menginginkan seseorang
menyesuaikan sikap dan tingkah laku sesuai dengan statusnya serta
menjalankan hak dan kewajibannya .
Teori peran (Role Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan
berbagai teori, orientasi maupun disiplin ilmu.5
Di dalam teorinya, Biddle dan Thomas membagi peristilahan dalam
teori peran dalam empat bagian, yaitu menjalankan hak dan kewajibannya.
a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial
b. Prilaku yang jmuncul dalam interaksi tersebut
c. Kedudukan orang-orang dalam prilaku
d. Kaitan antara orang dan prilaku
Masih menurut Biddle dan Thomas, ada lima istilah tentang prilaku dalam
kaitannya dengan peran, yaitu:
4
Abu ahmadi, Psikologi Sosial (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 114. 5
a. Expectation (harapan)
Harapan tentang peran adalah harapan-harapan yang lain (pada
umumnya) tentang perilaku yang pantas, yang seyogianya ditunjukkan
oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu.
b. Norm (Norma)
Orang sering mengacaukan istilah “harapan” dengan “norma”. Namun,
menurut Secord dan Backman (1964) “norma” hanya salah satu bentuk
“harapan”.
c. Performance (Wujud Perilaku)
Peran diwujudkan dalam perilaku oleh aktor. Berbeda dari norma,
wujud prilaku ini nyata, bukan sekedar harapan.
d. Evaluation (Penilaian)
Orang memberikan kesan positif atau negative terhadap suatu prilaku.
Kesan negative atau positif inilah yang dinamakan penilaian peran.
e. Sanction (Sanksi)
Sanksi adalah usaha orang untuk mempertahankan suatu nilai positif
atau agar perwujudan peran diubah sedemikian rupa sehingga hal yang
2. Jenis-jenis peranan
Adapun jeni-jenis peranan sebagai berikut:
a. Role Position ialah kedudukan sosial yang sekaligus menjadikan statkus
atau kedudukan dan berhubungan dengan tiggi rendahnya posisi orang
tersebut dalam struktur sosial tertentu.
b. Rolle Behavior adalah cara seseorang memainkan perannya.
c. Role Perception ialah bagaimana seseorang memandang peranan
sosialnya, serta bagaimana dia harus bertindak dan berbuat atas dasar
pandangannya.
d. Rolle Expectation ialah peranan seseorang terhadap peranan yang
dimainkannya bagi sebagian besar warga masyarakat.6
B. REMAJA
Pengertian Remaja
Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi
yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992).
Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk
golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang
6
dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1990) bahwa masa remaja
menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum
memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.
Borring E.G. ( dalam Hurlock, 1990 ) mengatakan bahwa masa remaja
merupakan suatu periode atau masa tumbuhnya seseorang dalam masa transisi dari
anak-anak kemasa dewasa, yang meliputi semua perkembangan yang dialami
sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Sedangkan Monks, dkk ( dalam
Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja suatu masa disaat individu
berkembang dari pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual, mengalami
perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak menjadi dewasa, serta
terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan
yang mandiri.
Neidahart (dalam Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja
merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak-anak kemasa
dewasa, dan pada masa ini remaja dituntut untuk mandiri. Pendapat ini hampir
sama dengan yang dikemukakan oleh Ottorank (dalam Hurlock, 1990 ) bahwa
masa remaja merupakan masa perubahan yang drastis dari keadaan tergantung
menjadi keadaan mandiri, bahkan Daradjat (dalam Hurlock, 1990 ) mengatakan
masa remaja adalah masa dimana munculnya berbagai kebutuhan dan emosi serta
tumbuhnya kekuatan dan kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya fikir yang
Erikson (dalam Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja adalah
masa kritis identitas atau masalah identitas – ego remaja. Identitas diri yang dicari
remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam
masyarakat, serta usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan baru para
remaja harus memperjuangkan kembali dan seseorang akan siap menempatkan
idola dan ideal seseorang sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir.
Berdasarkan beberapa pengertian remaja yang telah dikemukakan para
ahli, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah individu yang sedang
berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan
ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan
sosial.7
C. NARKOBA
1. Pengertian Narkoba
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya.
Selain
"narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia adalah napza yang merupakan singkatan dari
'Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif'. Pengertian lebih jelasnya adalah
sebagai berikut :
7
a. NARKOTIKA adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
b. PSIKOTROPIKA adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.
c. BAHAN ADIKTIF LAINNYA adalah bahan lain bukan narkotika atau
psikotropika yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan.
d. MINUMAN BERALKOHOL adalah minuman yang mengandung etanol
yang diproses dari bahan hasil pertanian ataupun secara sintetis yang
mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi destilasi atau fermentasi
tanpa destilasi, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat
dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman yang mengandung
etanol.8
Semua istilah ini, baik "narkoba" atau napza, mengacu pada
sekelompok zat yang umumnya mempunyai resiko kecanduan bagi
penggunanya. Menurut pakar kesehatan narkoba sebenarnya adalah
8
psikotropika yang biasa dipakai untuk
membius pasien saat hendak dioparasi atau obat-obatan untuk penyakit
tertentu.
Namun kini presepsi itu disalah gunakan akibat pemakaian yang telah diluar
batas dosis.9
Bahan zat baik secara alamiah maupun sintetis yaitu narkotika,
psikotropika dan zat adiktif jika masuk kedalam tubuh manusia tidak melalui
aturan kesehatan atau dokter berpengaruh terhadap otak pada susunan pusat
dan bila disalahgunakan bertentangan dengan ketentuan hukum.10
2. Jenis-jenis Narkoba
Jenis Narkotika yang sering disalahgunakan adalah morfin, heroin
(putauw), petidin, termasuk ganja atau kanabis, mariyuana, hashis dan kokain.
Sedangkan jenis Psikotropika yang sering disalahgunakan adalah
amfetamin, ekstasi, shabu, obat penenang seperti mogadon, rohypnol,
dumolid, lexotan, pil koplo, BK, termasuk LSD, Mushroom.
Zat adiktif lainnya disini adalah bahan/zat bukan Narkotika &
Psikotropika seperti alkohol/etanol atau metanol, tembakau, gas yang dihirup
(inhalansia) maupun zat pelarut (solven).
9
http://www.scribd.com/doc/13163940/Pengertian Narkoba. Tanggal 25 Maret 2011 10
Sering kali pemakaian rokok dan alkohol terutama pada kelompok
remaja (usia 14-20 tahun) harus diwaspadai orangtua karena umumnya
pemakaian kedua zat tersebut cenderung menjadi pintu masuk
penyalahgunaan Narkoba lain yang lebih berbahaya (Putauw).11
a. OPIAT atau Opium (candu)
Merupakan golongan Narkotika alami yang sering digunakan
dengan cara dihisap (inhalasi).
b. MORFIN
Merupakan zat aktif (narkotika) yang diperoleh dari candu
melalui pengolahan secara kimia. Umumnya candu mengandung 10%
morfin. Cara pemakaiannya disuntik di bawah kulit, ke dalam otot atau
pembuluh darah (intravena).
c. HEROIN atau Putaw
Merupakan golongan narkotika semisintetis yang dihasilkan
atas pengolahan morfin secara kimiawi melalui 4 tahapan sehingga
diperoleh heroin paling murni berkadar 80% hingga 99%. Heroin
murni berbentuk bubuk putih sedangkan heroin tidak murni berwarna
putih keabuan (street heroin). Zat ini sangat mudah menembus otak
11
sehingga bereaksi lebih kuat dari pada morfin itu sendiri. Umumnya
digunakan dengan cara disuntik atau dihisap.
Timbul rasa kesibukan yang sangat cepat/rushing sensastion (±
30-60 detik) diikuti rasa menyenangkan seperti mimpi yang penuh
kedamaian dan kepuasan atau ketenangan hati (euforia). Ingin selalu
menyendiri untuk menikmatinya.
d. GANJA atau kanabis
Berasal dari tanaman kanabis sativa dan kanabis indica. Pada
tanaman ini terkandung 3 zat utama yaitu tetrahidrokanabinol,
kanabinol dan kanabidiol. Cara penggunaannya dihisap dengan cara
dipadatkan menyerupai rokok atau dengan menggunakan pipa rokok.
e. LSD atau lysergic acid atau acid, trips, tabs
Termasuk sebagai golongan halusinogen (membuat khayalan)
yang biasa diperoleh dalam bentuk kertas berukuran kotak kecil
sebesar ¼ perangko dalam banyak warna dan gambar. Ada juga yang
berbentuk pil atau kapsul. Cara menggunakannya dengan meletakkan
LSD pada permukaan lidah dan bereaksi setelah 30-60 menit
f. KOKAIN
Mempunyai 2 bentuk yakni bentuk asam (kokain hidroklorida)
dan bentuk basa (free base). Kokain asam berupa kristal putih, rasa
sedikit pahit dan lebih mudah larut dibanding bentuk basa bebas yang
tidak berbau dan rasanya pahit. Nama jalanan kadang disebut koka,
coke, happy dust, snow, charlie, srepet, salju, putih. Disalahgunakan
dengan cara menghirup yaitu membagi setumpuk kokain menjadi
beberapa bagian berbaris lurus di atas permukaan kaca dan benda
yang mempunyai permukaan datar. Kemudian dihirup dengan
menggunakan penyedot atau gulungan kertas. Cara lain adalah
dibakar bersama tembakau yang sering disebut cocopuff. Menghirup
kokain berisiko luka pada sekitar lubang hidung bagian dalam.
g. AMFETAMIN
Nama generik/turunan amfetamin adalah D-pseudo epinefrin
yang pertama kali disintesis pada tahun 1887 dan dipasarkan tahun
1932 sebagai pengurang sumbatan hidung (dekongestan). Berupa
bubuk warna putih dan keabu-abuan. Ada 2 jenis amfetamin yaitu
MDMA (metil dioksi metamfetamin) dikenal dengan nama ectacy.
Nama lain fantacy pils, inex. Metamfetamin bekerja lebih lama
dibanding MDMA (dapat mencapai 12 jam) dan efek halusinasinya
bentuk pil diminum. Dalam bentuk kristal dibakar dengan
menggunakan kertas alumunium foil dan asapnya dihisap melalui
hidung, atau dibakar dengan memakai botol kaca yang dirancang
khusus (bong). Dalam bentuk kristal yang dilarutkan dapat juga
melalui suntikan ke dalam pembuluh darah (intravena).
h. SEDATIF-HIPNOTIK (Benzodiazepin/BDZ)
Sedatif (obat penenang) dan hipnotikum (obat tidur). Nama
jalanan BDZ antara lain BK, Lexo, MG, Rohip, Dum. Cara
pemakaian BDZ dapat diminum, disuntik intravena, dan melalui
dubur. Ada yang minum BDZ mencapai lebih dari 30 tablet sekaligus.
Dosis mematikan/letal tidak diketahui dengan pasti. Bila BDZ
dicampur dengan zat lain seperti alkohol, putauw bisa berakibat fatal
karena menekan sistem pusat pernafasan. Umumnya dokter memberi
obat ini untuk mengatasi kecemasan atau panik serta pengaruh tidur
sebagai efek utamanya, misalnya aprazolam/Xanax/Alviz.
i. ALKOHOL
Merupakan suatu zat yang paling sering disalahgunakan
manusia. Alkohol diperoleh atas peragian/fermentasi madu, gula, sari
buah atau umbi-umbian. Dari peragian tersebut dapat diperoleh
dapat dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi bahkan mencapai
100%. Kadar alkohol dalam darah maksimum dicapai 30-90 menit.
Setelah diserap, alkohol/etanol disebarluaskan ke suluruh jaringan dan
cairan tubuh. Dengan peningkatan kadar alkohol dalam darah orang
akan menjadi euforia, namun dengan penurunannya orang tersebut
menjadi depresi.
Dikenal 3 golongan minuman berakohol yaitu golongan A;
kadar etanol 1%-5% (bir), golongan B; kadar etanol 5%-20%
(minuman anggur/wine) dan golongan C; kadar etanol 20%-45%
(Whiskey, Vodca, TKW, Manson House, Johny Walker, Kamput).
j. INHALANSIA atau SOLVEN
Adalah uap bahan yang mudah menguap yang dihirup.
Contohnya aerosol, aica aibon, isi korek api gas, cairan untuk dry
cleaning, tinner, uap bensin.Umumnya digunakan oleh anak di bawah
umur atau golongan kurang mampu/anak jalanan. Penggunaan
menahun toluen yang terdapat pada lem dapat menimbulkan
kerusakan fungsi kecerdasan otak.
D. Faktor yang Mempengaruhi Penyalahgunaan Narkoba
Menurut Prof. DR. Dadang Hawari, penyebab penyalahgunaan narkoba ini
lainnya. Tapi yang paling utama terjadinya penyalahgunaan narkoba tentu karena
banyak tersedia di mana-mana baik di pemukiman, di rumah, sekolah, kampus, di
jalanan, diwarung-warung kecil dan lain sebagainya. Adapun faktor yang dapat
mempengaruhi seseorang dalam penyalahgunaan narkoba sebagai berikut.12
1. Faktor Individu
Dari faktor individu ini sangat dominan terjadi dari aspek kepribadian,
yaitu yang menyangkut pada tingkah laku anti sosial seperti, kepribadian ingin
melanggar, sifat memberontak, melawan apa saja yang berbau otoritas, menolak
nilai-nilai yang teradisional, mudah kecewa dan sifat tidak sabar.
Faktor individu (diri sendiri) merupakan faktor dimana seseorang
mampu mengontrol apa yang dapat dilakukannya.
Kecemasan dan depresi ini, banyak terjadi pada orang yang tidak dapat
menyelesaikan kesulitan hidupnya sehingga timbul depresi dan akan berakibat
pada penyalahgunaan narkoba. Pengetahuaan yang kurang tentang napza akan
mengakibatkan orang berfikir negatif terhadap penggunaanya, sehingga akan
mengakibatkan orang berfikir negatif terhadap penggunaannya, sehingga akan
mengakibatkan penyalahgunaan narkoba.
12
Keterampilan berkomunikasi dengan teman sebaya sangat berpengaruh
pada penyalahgunaan narkoba. Pada orang atau anak yang kurang trampil
berkomunikasi juga akan menyebabkan tidak dapat menolak atau menghindar
jika ada orang yang menawarkan untuk mencoba sesuatu (narkoba), sehingga
akan mengakibatkan pada penyalahgunaan narkoba.
2. Faktor Sosial
Adapun faktor sosial budaya antara lain berasal dari kondisi keluarga.
Hubungan keluarga yang kurang harmonis sehingga akan menyebabkan kurang
nyamannya kondisi dalam rumah. Ada pula dari pengaruh teman kelompok,
sebaya yaitu keinginan untuk mencoba biasanya datang dari pengaruh teman, di
samping rasa takut sesorang atau anak untuk tidak diterima dalam
kelompoknya akan menyebabkan orang atau anak mencari kompensasi ke
penyalahgunaan narkoba.
Faktor sosial juga dapat dipengaruhi dari kondisi di sekolah, seperti
kurang ketatnya peraturan sekolah tentang tata tertib penyalahgunaan narkoba
dan kurang adanya seminar mengenai dampak negative dari penggunaan
narkoba. Adapun sistem kontrol yang kurang ketat akan menyebabkan orang
atau anak mencari kompensasi ke penyalahgunaan narkoba.
3. Faktor Lain
Ada tahap penyalahgunaannya narkoba yaitu akan diawali dari tahap
dan dampak dari penyalahgunaan narkoba ini bukan hanya pad kondisi fisik
dan kondisi psikologik saja tetap juga berdampak besar pada kondisi
sosial-ekonomi.
Dari faktor lain yang mempengaruhi penyalahgunaan narkoba yaitu
berasal dari promosi iklan yang berlebihan atau kurang jelas tentang khasiat
suatu obat, akan menyebabkan orang atau anak mencari kompensasi ke
penyalahgunaan narkoba.
E. Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba
Upaya yang paling baik dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba
tentunya yaitu melalui upaya pencegahan yang dilakukan kepada manusia sebagai
calon pengguna dan pengadaan narkoba serta pemasarannya. Menurut Lydia
Harlina Martono pencegahan yang dapat dilakukan antara lain melalui
langkah-langkah di bawah ini :13
1. Pencegahan primer (Primary Prevention)
Pencegahan ini dilakukan orang yang belum mengenal narkoba serta
komponen masyarakat yang berpotensi dapat mencegah penyalahgunaan
narkoba. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan ini
antaralain: Penyuluhan tentang bahaya narkoba, penerangan melalui berbagai
13
media tentang bahaya narkoba, pendidikan tentang pengetahuan narkoba dan
bahayanya.
2. Pencegahan Skunder (secondary Prevention)
Pencegahan ini dilakukan “kepada orang-orang yang sedang
coba-coba menyalahgunakan narkoba serta komponen masyarakat yang berpotensi
dapat membantu agar berhenti dari penyalahgunaan narkoba”14
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan ini adalah deteksidini anak
yang menyalahgunakan narkoba, konseling bimbingan sosial melalui
kunjungan rumah penrangan dab pendidikan pengembangan individu (life
skills) antara lain tentang keterampilan berkomunikasi, keterampilan menolak
tekanan orang lain dan keterampilan mengambil keputusan dengan baik.
3. Pencegahan Tertier (Tertiary Prevention)
Pencegahan ini dilakukan “kepada orang yang sedang menggunakan
narkoba danyang pernah atau mantan pengguna narkoba, serta komponen
masyarakat yang berpotensidapat membantu agar berhenti dari penyalahgunaan
narkoba dan membantu mantan pemakai narkoba untuk dapat menghindari”915.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan ini antara lain
konseling dan bimbingan sosial kepada pengguna dan keluarga serta kelompok
Sehubungan dengan interaksi faktor narkoba, individu, dan lingkungan
sebagai penyebab penyalahgunaan narkoba seperti yang telah diuraikan, ada
empat model penanggulangan yang terdapat di dunia dan upaya
pencegahannya16. Setiap model mempunyai strategi atau cara pendekatan sesuai
disiplin ilmu dari setiap model.
a. Model Moral Legal
Model ini menganut model tradisional atau konvensional yaitu “para
penegak hukum, tokoh agama, dan kaum moralis”. Disini narkoba dianggap
sebagai penyebab masalah. Obat atau zat digolongkan pada berbahaya dan
tidak berbahaya. Obat berbahaya adalah obat yang membahayakan
kehidupan manusia, berbahaya atau tidak aman, dan penggunaanya
bertentangan secara sosial dan legal. Oleh karena itu, pengedar atau penjual
dan penggunanya secara moral (sosial) dan legal adalah pelaku kejahatan
yang harus dihukum dan dijauhan dari lingkungan sosialnya.
Ahli farmakologi memandang penggunaan narkoba dari sudut ilmiah
objektif, bebas dari pengaruh nilai dan subjektivitas, Artinya pengaruh
pengguna narkoba terhadap tubuh ditentukan oleh faktor-faktor seperti dosis,
cara pakai, frekwensi pemakaian, dan kondisi tubuh pemakai, terlepas dari
hal-hal yang bersifat subjektif dan dari nilai baik buruknya. Di lain pihak,
masyarakat lebih cenderung melihat penyalahgunaan narkoba dari perasaan
16
sujektif dan nilai-nilai moral legal. Oleh karena itu, upaya yang sering
diwarnai oleh hal-hal yang bersifat emosional dan subjektif.
Tujuan utama penanggulangan adalah bagaimana menjauhkan
narkoba dari penggunaannya oleh masyarakat narkoba adalah unsure aktif,
sedangkan masyarakat adalah korban yang harus dilindungi dengan
pengaturan moral, sosial, dan legal. Pencegahan dilakukan dengan
pengawasan ketat peredaran narkoba, meningkatkan harga jual, ancaman
hukuman berat dan peringatan keras tentang bahayanya. Diharapkan kepada
masyarakat agar waspada terhadap bahayanya.
Model ini dahulu menjadi bobot terbesar cara penanggulangan
dibanyak Negara. Saat ini pun berlaku pada negara yang penegakan
hukumnya menjadi tolak ukur, seperti Singapura dan Malaysia. Indonesia
mengikuti upaya yang dilakukan Negara yang menerapkan model moeral
legal tersebut, akan tetapi penegakan hukumnya masih sangat lemah.
b. Model Medik dan Kesehatan Masyarakat
Ahli kedokteran dan kesehatan mengganggap penyalahgunaan
narkoba merupakan penyakit menular yang berbahaya sehingga
penanggulangannya pun harus mengikuti cara pemberantasan penyakit
menular, seperti malaria. Model narkoba individu lingkungan tidak ubahnya
model kesehatan masyarakat dalam memberantas penyakit menular seperti
Sama halnya dengan model pertama, model ini masih menganggap
narkoba sebagai penyebab masalah. Namun, narkoba disini diartikan sebagai
penyebab ketergantungan, bukan suatu hal yang berbahaya, seperti yang
diartikan pada model yang pertama. Oleh karena itu, yang dimaksud narkoba
adalah semua obat, bahan atau zat yang dapat menyebabkan pengaruh
ketergantungan atau adiktif (zat adiktif), disebut NAPZA, termasuk alkohol,
nikotin, dan kafein.
Penanggulangannya tidak jauh berbeda dengan model pertama.
Hanya disini narkoba tidak dilihat sebagai unsure yang berbahaya dan
melanggar hukum, tetapi sebagai penyebab suatu penyakit. Individu pun
digolongkan sebagai rawan atau tidak rawan.
Indonesia pun menganut model ini, misalnya, penyalahguna ditolong
hanya secara medik; pengawasan terhadap penggunaan dan peredaran
narkoba, dan informasi mengenai narkoba sebagai penyebab ketergantungan.
Upaya pencegahan di tunjukan pada sekelompok masyarakat dari bahaya
“ditularkan” oleh pecandu, indentifikasi dan pertolongan pada kelompok
yang beresiko tinggi, serta penerangan. Informasi bahaya narkoba dilakukan
seperti halnya kampanye anti narkoba.
c. Model Psikososial
Model psikososial menempatkan individu sebagai unsure yang aktif
pada faktor prilaku individu. Disebut model psikososial, karena perilaku
seseorang bergantung pada dinamika dengan lingkungannya, baik dari segi
perkembangan dan pendidikannya maupun dalam berinteraksi dengan
lingkungannya (dinamika kelompok).
Model psikososial tidak melihat penyalahgunaan narkoba sebagai
masalah narkoba, akan tetapi masalah manusia, sehingga dapat
dikatagorikan sebagai salah satu pilaku adiktif yang lebih luas, seperti adiksi
terhadap seks, uang, kekuasaan, belanja, pekerjaan dan lain-lain. Yang
merupakan gaya hidup hedonitis (senang mencari kenikmatan) pada
masyarakat modern. Perilaku ini disebut perilaku adiktif sebagai prilaku
kompulsif. Jadi, sumber masalah adalah diri sendiri, bukan pada narkoba atau
penggunaannya.
Pencegahan pada model ini ditunjukkan pada perbaikan kondisi
pendidikan atau lingkungan psikososialnya, seperti keluarga, sekolah dan
masyarakat. Pemberian informasi tentang narkoba dengan cara
menakut-nakuti sangat tidak dianjurkan.
d. Model Sosial - Budaya
Model ini menekankan pentingnya lingkungan dan konteks
sosial-budaya. Contoh, merokok adalah prilaku norma yang dapat diterima oleh
sebagian besar orang dewasa. Pemakaian ganja, pada beberapa daerah atau
sebagai prilaku yang menyimpang atau “tidak normal”. Artinya,
menyimpang dari norma sosial-budaya yang berlaku, yang variabelnya
ditentukan oleh kultur atau subkultur yang sangat komleks.
Pandangan sosial-budaya melihat prilaku menyimpang tersebut
sebagai produk yang kurang menguntungkan dari system sosial tertentu.
Konformitas, kopetensi, prestasi dan produktivitas berpengaruh ganda
terhadap seseorang karena dapat merugikan atau menguntungkan.
Sasaran penanggulangan pada model ini akan perbaikan kondisi
sosial ekonomi dan lingkungan masyarakat. Industrialisasi, urbanisasi,
kurangnya kesempatan kerja dan sebagainya. Menjadi perhatian utama. Oleh
karena itu, lembaga-lembaga, terutama pendidikan, perlu dimodifikasi
menjadi lebih manusiawi, pelayanan kesehatan dan sosial ditujukan bagi
kepentingan klien atau pasien, pengembangan potensi masyarakat pada
setiap kelompok umur, perluasan kesempatan kerja dan sebagainya.
e. Model Pendekatan Komprehenshif
Setiap model memperlihatkan pandanagn yang berbeda dan
menganjurkan saran yang berbeda pula untuk mencegah dan menanggulangi
penyalahgunaan narkoba. Jika lebih menitikberatkan pada “bagaimana
menghindarkan narkoba dari penggunaannya oleh masyarakat”17.
Undang-undang dan penegakan hukum memegang peran terbesar. Jika masalahnya
17
lebih ditunjukkan kepada upaya “menghindarkan manusia dari penggunaan
narkoba” maka profesi dibidang perbaikan prilaku memegang peranan
utama. Jika masalahnya adalah bagaimana menciptakan lingkungan agar
narkoba tidak disalah gunakan, masyarakat dan lembaga-lembaga terkait
perlu dilibatkan.
Penulis sadari bahwa masalah penyalahgunaan narkoba sangat
kompleks. ssTidak mungkin masalah itu didekati hanya dari satu sisi saja.
Oleh karena itu, agar upaya penanggulangannya efektif dan efisien, perlu
dilakukan secara bersama-sama. Agar semua pihak mengambil bagian
masing-masing sesuai dengan kompetensi dan bidang tugasnya.
Di berbagai Negara maju, tampak ada kecenderungan pendekatan
pada model psikososial dan sosial-budaya. Dengan pengalaman puluhan
tahun dan biaya sangat besar, mereka melakukan upaya model tradisional,
yaitu model moral legal, tetapi hasinya tidak memuaskan. “Negara-negara
yang telah menghabiskan biaya besar setiap tahunnya untuk pemberantasan
pengedaran gelap narkoba, ternyata hanya berhasil menekan tingkat
peredarannya sebesar 4% saja”18
. Oleh karena itu, sekarang banyak Negara
beralih pada model-model lain dengan mengadakan riset mengenai
programnya serta efmektifitas dan efesiensinya.
18
Pola pencegahan penyalahgunaan atau ketergantunan NAZA dapat
dilihat dari dua aspek antara lain upaya supply reduction dan demand
reduction, dengan pendekatan security approach dan welfare approach.
Yang dimaksud dengan supply reduction adalah upaya- upaya untuk
mengurangi sebanyak mungkin pengadaan dan peredaran NAZA, dan
kepada mereka yang terlibat dikenakan sanksi hukuman yang maksimal,
bahkan kalau perlu sampai pada hukuman mati. Upaya supply reduction ini
dilakukan kepada aparat penegak hukum dan instansi yang terkait dengan
pendekatan security approach yaitu pendekatan keamanan.
Yang dimaksud dengan demand reduction adalah upaya-upaya untuk
mengurangi sebanyak mungkin permintaan atau kebutuhan terhadap NAZA
oleh para penyalahgunaan. Upaya demand reduction ini dilakukan oleh
kalangan kedokteran dan kesehatan maupun masyarakat serta instansi yang
terkait. Upaya ini dilaksanakan dengan pendekatan welfare approach yaitu
pendekatan kesejahteraan, misalnya memberikan penyuluhan kepada
masyarakat, terapi dan rehabilitas terhadap para penyalahguna atau
ketergantungan NAZA.
Upaya pencegahan dapat dilakukan apabila diketahui pola penyebab
dan penularan “penyakit NAZA”. Pencegahan atau prevensi terbagi dalam
1. Prevensi primer adalah pencegahan agar orang yang sehat tidak terlibat
penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA.
2. Prevensi skunder adalah terapi (pengobatan) terhadap mereka yang terlibat
penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA (pasien)
3. Prevensi tersier adalah rehabilitas bagi penyalahguna atau ketergantungan NAZA
setelah memperoleh terapi.
Untuk dapat melakukan pencegahan, pemberantasan serta penanggulangan
penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA secara terpadu.
1. Menurut Dadang hawari dalam penelitiannya menyatakan bahwa permasalahan
penyalahgunbaan atau ketergantungan NAZA sudah sedemikian kompleks
sehingga dapat merupakan ancaman dari sudut pandangan mikro (keluarga)
maupun makro (masyarakat, bangsa dan negara) yang pada gilirannya
membahayakan ketahanan nasional. Oleh karena itu rekomendasi berikut ini yang
disampaikan Dadang Hawari perlu dapat perhatian pemerintah dan masyarakat
secara sungguh-sungguh, yaitu :
2. UU Narkotika dan UU Psikotrapika yg sudah ada perlu direfisi, dan dilengkapi
dengan PP-nya. UU dan PP tentang alkohol (minuman keras) belum ada, padahal
RUU alkohol yang ada tidak relevan dan bertentangan dengan WHO.
3. Kasus-kasus internal affair yang terjadi dan melibatkan oknum aparat perlu
berhubungan dengan national security. Ibaratnya kalau hedak menyapu lantai yang
kotor tentunya memakai sapu yang bersih bukan yang kotor pula.
4. Perlunya dibentuk instisusi khusus dibidang penanggulangan atau pemberantasan
NAZA yang berwibawa dan disegani langsung dibawah Presiden, semacam DEA
(Drugs Enforcement Agency) di Amerika Serikat.
5. Bila ada Indonesian Corruption Watch, maka perlu ada Indonesian Druga and
alcohol watch yang merupakan LSM yang dapat memberikan tekanan kepada
pemerintah.
6. Anggaran oprasional dan kesejahteraan dari aparat kepolisian hendaknya
ditingkatkan dan di sesuaikan. Hal ini dimaksut untuk memperkecil terjadinya
“kolusi”.
7. Meningkatkan kesadaran aparat kejaksaan dan kehakiman untuk memberikan
sanksi maksimal terhadap pidana NAZA, kalau perlu dengan hukuman mati.
8. Memberdayakan potensi masyarakat untuk secara swakarsa, swadaya, swasembada
dan swadana memerangi NAZA dilingkungannya masing-masing untuk
menciptakan lingkungan bebas NAZA. Mulai dari tingkay RT, RW, Kelurahan,
Kecamatan, dan seterusnya. Sistem keamanan lingkungan (siskamling) yang
sekarang ini perlu diperluas cakupannya antara lain mencegah atau menanggulangi
9. Perlu pendidikan dan penyuluhan sejak dini mulai dari rumah, sekolah, tempat
kerja dan dimasyarakat bahwa NAZA haram hukumnya baik dari segi
agamamaupun Undang Undang.
Ada tiga katagori penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA, yaitu:
a. Sebagai pasien yang perlu mendapat terapi dan rehabilitas dan bukannya hukuman.
b. Sebagai korban yang perlu mendapat terapi dan rehabilitas dan bukannya
hukuman.
c. sebagai pemakai sekaligus pengedar perlu mendapat terapi, rehabilitas dan
dilanjutkan dengan proses hukum.19.
Upaya pencegahan dalam arti prevensi primer dapat diupayakan dirumah,
disekolah, ditempat kerja dan di lingkungan sosial atau masyarakat. Prevensi primer
dalam bentuk penyuluhan bahaya penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA perlu
secara itensif, berkesinambung dan konsisten dilaksanakan kepada mereka yang
masih sehat (belum terlibat penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA).
Dari pengamatan diketahui bahwa mereka yang semula sehat kemudian
terlibat penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA itu disebabkan karena ketidak
tahuannya terhadap bahaya NAZA dan kurangnya sosialisasi dibidang hukum dan
perundang-undangan yang berkaitan dengan bahaya NAZA.
19
Narkoba adalah merupakan bahan-bahan atau zat kimia yang apabila
digunakan dapat mempengaruhi syaraf pusat. Zat kimia tersebut kimia mengubah
atau mempengaruhi pikiran, perasaan dan tingkah laku mereka yang
menggunakannya. Zat tersebut seperti apoida (martin dan heroin), kokain, ganja,
sedotin, atau hipnotika dan alcohol. Zat-zat ini mempunyai efek terutama dalam
fungsi berfikir, dan apabila disalahgunakan dapat mengakibatkan ketergantungan.20
20
43
HIDAYATUL MUBTADI’IEN SAWANGAN DEPOK
A. KH. Muhammad Djunaidi
1. Biografi KH. Muhammad Djunaidi
Abu Hallah Al-Jundi adalah nama pena KH. Muhammad Djunaidi HMS,
panggilan akrabnya adalah Buya Junet, beliau ialah salah seorang kyai muda
kharismatik yang berada di kecamatan Sawangan kota Depok, beliau adalah salah
seorang pimpinan Pondok Pesantren di wilayah kota Depok. KH. Muhammad
Djunaidi di lahirkan di Jakarta 22 Maret 1974. Merupakan buah tercinta ibu Hj.
Aminah dan dari seorang Ayah H. Muhammad Shaleh Bin Raisin, KH. Muhammad
Djunaidi merupakan anak ke delapan dari enam belas bersaudara, beliau dilahirkan
dari keluarga yang kental tradisi agama dan lingkungan santri. Hal ini terbukti dengan
pendidikan yang ditempuhnya, lebih lama menempuh pendidikan non formal
(pesantren) dari pada pendidikan formal (sekolah). KH. Muhammad Djunaidi kecil
bersama teman sebaya dikampung pada masalah rajin mengaji di surau, menginjak
usia remaja oleh orang tuanya dimukimkan ke berbagai pesantren.1
1
2. Riwayat Pendidikan
Mengenai riwayat pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh KH.
Muhammad Djunaidi adalah Pendidikan dasar yang di tempuh di Madrasah Salafiyah
Syafiiyah Pangkalan Jati Pondok labuh; Lalu dilanjutkan ke Pondok Pesantren
Lirboyo Kediri. Adapun pendidikan non formal yg pernah di tempuh KH.
Muhammad Djunaidi ialah Di Pondok Pesantren Hidayatuth Thullab di bawah asuhan
Prof. Dr. KH A. Yasin Asmuni; dilanjutkan ke Pondok Pesantren Darul Hadits
Malang di bawah asuhan Muhaddits, Prof. Dr. Alhabiib Abdullah bin Abdul Qodir
bin Ahmad bin Faqih Al-Alawi, lalu dilanjutkan ke Buya Dimyati Banten, Muksid
Thariqah Asy-Syajiliah.2
KH. Muhammad Djunaidi seseorang yang haus akan ilmu pengetahuan.
Kecintaannya terhadap ilmu membuatnya mengembara menemui satu guru keguru
yang lain. Hampir seluruh pelosok Nusantara beliau jelajahi untuk memburu ilmu.
KH. Muhammad Djunaidi Setiap pertemuannya denga seorang guru yang beliau pinta
hanya satu, diangkat menjadi murid dunia akhirat. Sebelum mendapat pengakuan itu,
beliau tidak akan meranjak walau berapa tahun lamanya.
KH. Muhammad Djunaidi juga berguru kepada Habib Umar bin Ahmad bin
Abdullah bin Hasan Al-Aththas dan para habaib lainnya. Kedekatan beliau dengan
para habaib membuatnya dikunjungi oleh Habib Salim Asy-Syatiri dari Yaman.
2 Abu Halla Al-Jundi, mengubah Takdir Dengan do,a. (Jakarta; Jausan, 2010) Cet
Selain kepada beliau, KH. Muhammad Djunaidi juga pernah berguru (tabarrukan)
kepada Habib Zai bin Smit (di Rubath, Madinah) dan Syekh Muhammad Alawi
Al-Maliki.
3. Pengalaman
Menjelaskan mengenai pengalaman dari KH. Muhammad Djunaidi tidak
diragukan lagi, karena KH. Muhammad Djunaidi membantu korban penyalahgunaan
narkoba melalui metode dzikir. KH. Muhammad Djunaidi berdakwah dengan cara
mendirikan sebuah Pondok Pesantren khusus untuk membantu korban narkoba, santri
yang melaksanakan pendidikan di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien tidak
dipungut biaya. Selain mendirikan Pondok Pesantren untuk korban penyalahgunaan
narkoba yang dibawah bendera Arjuna Managemen, KH. Muhammad Djunaidi juga
sering dipanggil untuk berdakwah dengan menyampaikan ceramah-ceramah hampir
seluruh Indonesia dan khususnya dilingkungan sekitar Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi’ien Sawangan Depok, tidak hanya memimpin Pondok Pesantren akan tetapi
KH. Muhammad djunaidi memimpin Majlis Dzikir yang bernama Asmaul Husna dan
Jauzan Kubra.
Dalam berorganisasi KH. Muhammad Djunaidi dari usia dini sudah mengikuti
organisasi Nahdlatul Ulama yang didirikan oleh Hadlratus Syeikh KH. Muhammad
Hasyim Asy’ari. Dalam organisasi ini KH. Muhammad Djunaidi menjadi Pengurus
Wahid. Selain mengukuti organisasi islam, KH. Muhammad Djunaidi juga mengukuti
organisasi pencaksilat yang bernama pagar nusa.
4. Karya Tulis
Adapun karya tulis KH. Muhammad Djuanaidi berupa buku bacaan, yaitu :
a. Renungan Santri Pinggiran, Jakarta Jausan Cetakan Pertama 2009
b. Mengubah Takdir Dengan Doa, Jakarta; Penerbit Jausan cetakan pertama
2010
c. Pesan Dari Langit, Jakarta Jausan Cetakan Pertama 2011
5. Kiprah KH. Muhammad Djunaidi di Masyarakat
Kegiatan KH. Muhammad Djunaidi pada setiap harinya hanyalah membina
sekaligus memberikan bimbingan terhadap korban penyalahgunaan narkoba melalui
metode dzikir. Namun di samping memberikan bimbingan terhadap santri KH.
Muhammad Djunaidi juga menerima para tamu yang datang dari luar daerah maupun
luar negri untuk berobat atau hanya sekedar untuk bersilaturahmi. Selain itu untuk
kegiatan kemasyarakatan KH. Muhammad Djunaidi di antaranya memberikan
ceramah-ceramah di lingkungan sekitar pondok pesantren Hidayatul Mubtadi’ien atas
permintaan atau undangan dari masyarakat atau dari luar kota. KH. Muhammad
Djunaidi juga sebagai wira usaha, banyak bidang usaha yang beliau tekuni dari mulai