• Tidak ada hasil yang ditemukan

Praktek Pemberian Makan Dan Status Gizi Anak Usia 0-11 Bulan Di Kabupaten Nias Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Praktek Pemberian Makan Dan Status Gizi Anak Usia 0-11 Bulan Di Kabupaten Nias Selatan"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTEK PEMBERIAN MAKAN

DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0 – 11 BULAN

DI KABUPATEN NIAS SELATAN

SKRIPSI

OLEH:

MEYSALINA SARAGIH NIM 061000208

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PRAKTEK PEMBERIAN MAKAN

DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0 – 11 BULAN

DI KABUPATEN NIAS SELATAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

MEYSALINA SARAGIH NIM 061000208

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul:

PRAKTEK PEMBERIAN MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0 – 11 BULAN

DI KABUPATEN NIAS SELATAN

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

MEYSALINA SARAGIH NIM 061000208

Telah Diuji dan Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji Skripsi Pada tanggal 20 Nopember 2008 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji, Penguji I,

Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si Ros Idah Berutu, SKM, M.Kes NIP. 132049788 NIP. 140154133

Penguji II, Penguji III,

Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes Ernawati Nasution, SKM, M.Kes NIP. 131862380 NIP. 132126844

Medan, 20 Nopember 2008 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara, Dekan,

(4)

ABSTRACT

Nias South District which natural disaster in the year 2005 ago in the form of earthquake at 8,6 Richter Scale still including district with ugly nutrition status children including baby proportion / less which still was high. In the year 2005, there was about 11,72% suffer malnut rition baby and even in the year 2007 counted 32% baby of including malnutrition category. This situation was the study background was executed as a mean to know practice giving of food to baby that was how practice giving of breastfeeding and food supplement.

This study in May until October 2008, this the including study of survey having the character of descriptive with design study of sectional cross. The chosen study location was services-region of the Primary Health Centre (PHC) of Lolomatua, PHC of Amandraya and PHC of Teluk Dalam. Population Study was entire family owning baby with amount of sample entirely counted 364 person. Study instrument was using question worksheet, Weight-Baby Instrument, Long-Grader Instrument. Data was processing through editing process, coding, and tabulating. Data analysis done seen number from each every result-studied, was later then was description.

The result showed that only 11,5% baby given by collostrum, 61,5% duration suckle baby ≥ 15 minute, 50,8% frequency suckle without scheduled, and 99,2% baby suckled directly. Practice giving of food supplement indicate that 97,8% given by food supplement type was mush, and fruit, only 8,2% exclusive breastfed coverage, 28,2% calorie content and 9,4% protein content in food supplement available the demand, 51,3% food supplement given in the form of which was refined, 97,4% cooked beforehand, and 26,7% munched by before given and also 97% food supplement giver was the mother own. Nutrition status pursuant to Weight/Age show 52,5% including nutrition category less, 36,5% good nutrition, 6,3% nutrition malnut rition, pursuant to Long-Grader/Age 41,2% normal and the rest was including short category and also pursuant to Weight/Long-Grader, 48,6% including thin category, 41,5% including normal category, 5,5% including thin category once.

Pursuant to result of study, suggest that to be conducted by a number of convergent activities at behavioural-change of baby feeding and the importance of food supplement especially to baby from impecunious family.

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : MEYSALINA SARAGIH

Tempat dan tanggal lahir : Tanjung Morawa, 1 Mei 1971

Agama : Kristen

Status Perkawinan : Kawin

Jumlah Anggota Keluarga : 2 (dua) orang anak Alamat Rumah : Klinik Novel

Jln. Raya Medan – Lubuk Pakam Km 21,5 Tanjung Morawa

Alamat Kantor : BPK RSU Dr. Pirngadi Medan Jln. Prof. H.M Yamin - Medan

Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri Tanjung Morawa, tamat tahun 1984 2. SMPN I Tanjung Morawa, tamat tahun 1987 3. SMAN I Lubuk Pakam, tamat tahun 1990 4. Akademi Gizi Sutan Oloan Medan, tamat tahun 1994

5. Mahasiswi FKM-USU Medan, 2006 - sekarang Riwayat Pekerjaan : 1. 1995 – 1996 : Staf Puskesmas Arut Selatan

Kalimantan Tengah 2. 1996 – 2000 : Staf RSUD Buntok

Kalimantan Tengah

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat kasih karuniaNya yang telah menyertai penulis merampungkan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “PRAKTEK PEMBERIAN MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0 – 11 BULAN DI KABUPATEN NIAS SELATAN” ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ibu Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Ros Idah Berutu, SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang di tengah kesibukannya telah memberikan arahan, bimbingan, saran, dan motivasi yang sangat berharga sehingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

2. Ir. Jumirah, M.Kes, selaku Kepala Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Drs. Edi Syahrial, MS, selaku Dosen Pembimbing Akademik

4. Ibu Dr. Ir. Zulhaidah Lubis, M.Kes dan Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes selaku Dosen Penguji

5. Bapak Rahmat Alyakin Dachi, SKM, MM, M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan sekaligus suami penulis yang telah mengizinkan dan memfasilitasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Nias Selatan.

6. Kepala Puskesmas Lolomatua, Kepala Puskesmas Amandraya, dan Kepala Puskesmas Teluk Dalam beserta seluruh staf yang telah membantu dan bahkan mendampingi penulis selama pengumpulan data penelitian ini dilakukan.

(7)

Secara khusus penulis ucapkan terima kasih kepada orangtua penulis St. Sahman Saragih, suami dan anak-anak kami tercinta Reinhardt C.C. Dachi (Rio) dan Dhearny A.G. Dachi (Dea) atas pengertian, pemahaman, dan dukungannya sejak penulis mengikuti perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara hingga saat ini.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu kritik dan saran konstruktif sangat diharapkan.

Semoga bermanfaat.

Medan, Desember 2008

(8)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Daftar Riwayat Hidup Penulis ... iii

Kata Pengantar ... iv

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Susu Ibu (ASI) ... 9

2.1.1. Produksi ASI dan Faktor yang Mempengaruhinya ... 9

2.1.2. Manfaat ASI ... 12

2.2. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) ... 17

2.2.1. Konsep MP-ASI ... 17

2.2.2. Pola Pemberian MP-ASI ... 18

2.2.3. Praktek Pemberian Makan Bayi ... 20

2.3. Pertumbuhan Bayi ... 22

(9)

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40

4.1.1. Geografi dan Demografi ... 40

4.1.2 Karakteristik Penduduk ... 42

4.1.3. Keadaan Kesehatan ... 43

4.2. Hasil Penelitian ... 45

4.2.1. Karakteristik Responden ... 45

4.2.2. Karakteristik Bayi ... 53

4.2.3. Pemberian ASI ... 56

4.2.4. Pemberian MP-ASI ... 62

4.2.5. Status Gizi ... 67

4.3. Pembahasan ... 69

4.3.1. Pemberian ASI ... 69

4.3.2. Pemberian MP-ASI ... 71

4.3.3. Status Gizi ... 74

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 76

5.2. Saran ... 77

Daftar Pustaka ... ix

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. : Jadwal Pemberian ASI dan MP-ASI ... 18

Tabel 2.2. : Jumlah Kebutuhan Zat Gizi pada Bayi ... 20

Tabel 3.1. : Jumlah Bayi dan Proporsi BGM di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2007 ... 32

Tabel 3.2. : Jumlah Sampel Penelitian menurut Wilayah Kerja Puskesmas . 34 Tabel 4.1. : Distribusi Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 41

Tabel 4.2. : Distribusi Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 42

Tabel 4.3. : Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 43

Tabel 4.4. : Sarana Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 44

Tabel 4.5. : Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 44

Tabel 4.6. : Distribusi Responden menurut Kelompok Umur ... 46

Tabel 4.7. : Distribusi Responden menurut Suku / Etnik ... 46

Tabel 4.8. : Distribusi Responden menurut Agama yang Dianut ... 47

Tabel 4.9. : Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan Terakhir .... 48

Tabel 4.10. : Distribusi Responden menurut Jenis Pekerjaan ... 48

Tabel 4.11. : Distribusi Responden menurut Jumlah Anak ... 49

Tabel 4.12. : Distribusi Responden menurut Jumlah Biaya Makan Perbulan . 50 Tabel 4.13. : Distribusi Responden menurut Jumlah Pengeluaran Perbulan ... 51

Tabel 4.14. : Distribusi Responden menurut Jumlah Penghasilan Perbulan .... 51

Tabel 4.15. : Distribusi Responden menurut Penolong Persalinan Terakhir ... 52

Tabel 4.16. : Distribusi Responden menurut Frekwensi Melahirkan ... 53

Tabel 4.17. : Distribusi Bayi Responden menurut Kelompok Umur ... 53

Tabel 4.18. : Distribusi Bayi Responden menurut Jenis Kelamin ... 54

Tabel 4.19. : Distribusi Bayi Responden menurut Ketersediaan KMS ... 55

Tabel 4.20. : Saat Pertama Sekali Ibu Menyusui Bayi di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 56

Tabel 4.21. : Umur Pertama Sekali Bayi Diberi MP-ASI di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 58

Tabel 4.22. : Cakupan ASI Eksklusif di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 59

Tabel 4.23. : Lamanya Menyusui Bayi di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 59

Tabel 4.24. : Jadwal Pemberian ASI di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 60

(11)

Tabel 4.26. : Jadwal Pemberian MP-ASI di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 62 Tabel 4.27. : Frekwensi Pemberian MP-ASI di Kabupaten Nias Selatan

Tahun 2008 ... 63 Tabel 4.28. : Jenis MP-ASI yang Diberikan Kepada Bayi di Kabupaten Nias

Selatan Tahun 2008 ... 63 Tabel 4.29. : Bentuk MP-ASI yang Diberikan Kepada Bayi di Kabupaten

Nias Selatan Tahun 2008 ... 64 Tabel 4.30. : Pengolahan MP-ASI yang Diberikan kepada Bayi di

Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 64 Tabel 4.31. : Pengunyahan MP-ASI Sebelum Diberikan Kepada Bayi di

Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 65 Tabel 4.32. : Pemberi MP-ASI kepada Bayi di Kabupaten Nias Selatan

Tahun 2008 ... 65 Tabel 4.33. : Kecukupan Kandungan Kalori dalam MP-ASI yang Diberikan

kepada Bayi di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 66 Tabel 4.34. : Kecukupan Kandungan Protein dalam MP-ASI yang Diberikan

kepada Bayi di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 67 Tabel 4.35. : Distribusi Bayi Berdasarkan Berat Badan menurut Umur di

Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 67 Tabel 4.36. : Distribusi Bayi Berdasarkan Panjang Badan menurut Umur di

Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 68 Tabel 4.37. : Distribusi Bayi Berdasarkan Berat Badan menurut Panjang di

(12)

ABSTRACT

Nias South District which natural disaster in the year 2005 ago in the form of earthquake at 8,6 Richter Scale still including district with ugly nutrition status children including baby proportion / less which still was high. In the year 2005, there was about 11,72% suffer malnut rition baby and even in the year 2007 counted 32% baby of including malnutrition category. This situation was the study background was executed as a mean to know practice giving of food to baby that was how practice giving of breastfeeding and food supplement.

This study in May until October 2008, this the including study of survey having the character of descriptive with design study of sectional cross. The chosen study location was services-region of the Primary Health Centre (PHC) of Lolomatua, PHC of Amandraya and PHC of Teluk Dalam. Population Study was entire family owning baby with amount of sample entirely counted 364 person. Study instrument was using question worksheet, Weight-Baby Instrument, Long-Grader Instrument. Data was processing through editing process, coding, and tabulating. Data analysis done seen number from each every result-studied, was later then was description.

The result showed that only 11,5% baby given by collostrum, 61,5% duration suckle baby ≥ 15 minute, 50,8% frequency suckle without scheduled, and 99,2% baby suckled directly. Practice giving of food supplement indicate that 97,8% given by food supplement type was mush, and fruit, only 8,2% exclusive breastfed coverage, 28,2% calorie content and 9,4% protein content in food supplement available the demand, 51,3% food supplement given in the form of which was refined, 97,4% cooked beforehand, and 26,7% munched by before given and also 97% food supplement giver was the mother own. Nutrition status pursuant to Weight/Age show 52,5% including nutrition category less, 36,5% good nutrition, 6,3% nutrition malnut rition, pursuant to Long-Grader/Age 41,2% normal and the rest was including short category and also pursuant to Weight/Long-Grader, 48,6% including thin category, 41,5% including normal category, 5,5% including thin category once.

Pursuant to result of study, suggest that to be conducted by a number of convergent activities at behavioural-change of baby feeding and the importance of food supplement especially to baby from impecunious family.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Asupan zat gizi yang kurang dan infeksi merupakan penyebab langsung gizi kurang pada bayi dan anak (UNICEF, 1999). Di lain pihak World Bank (2006) mengemukakan bahwa gizi kurang pada usia di bawah 2 (dua) tahun akan berdampak terhadap penurunan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kecerdasan, dan produktivitas; dimana dampak ini sebagian besar tidak dapat diperbaiki (irreversible), bahkan menurut WHO (2002) 54% penyebab kematian bayi dan balita dipengaruhi oleh faktor gizi.

Berbagai penelitian di beberapa negara berkembang diketahui bahwa penyebab utama terjadinya gizi kurang dan hambatan pertumbuhan pada anak-anak usia 3-15 bulan berkaitan dengan rendahnya pemberian ASI (Air Susu Ibu) dan buruknya praktek pemberian makanan pendamping ASI (Shrimpton, 2001).

(14)

Setelah bayi berumur 6 bulan, mutu dan jumlah ASI berkurang sehingga bayi perlu mendapat makanan. Kecukupan konsumsi makanan dalam jumlah dan mutu yang memadai sangat diperlukan oleh bayi. Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI), selain cukup jumlah dan mutunya, perlu diperhatikan pula kebersihannya karena dapat menyebabkan anak menderita infeksi. MP-ASI yang kurang mencukupi kebutuhan dapat menyebabkan anak menderita gizi kurang.

Di Indonesia, ibu yang tidak memberi ASI sebanyak 3%-4%. Selain itu, hasil penelitian terhadap 900 ibu sekitar Jabotabek menunjukkan bahwa hanya 5% ibu yang menyusui secara eksklusif walaupun 98% ibu-ibu tersebut menyusui. Selain itu ditemukan sekitar 37,9% dari ibu-ibu tersebut tak pernah mendapatkan informasi khusus tentang ASI, sedangkan 70,4% ibu tidak pernah mendengarkan informasi tentang ASI Eksklusif. (Utami, 2000).

(15)

bulan, dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih (Depkes, 2007).

Rencana Aksi Nasional (RAN) Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk Tahun 2005 – 2009 (Depkes, 2004) telah menyusun sejumlah kegiatan yang segera dilaksanakan. Seluruh perbaikan gizi yang dilakukan diharapkan dapat menurunkan masalah gizi kurang dari 27,3 % tahun 2003 menjadi 20 % pada tahun 2009, dan masalah gizi buruk dari 8,0 % tahun 2003 menjadi 5 % pada tahun 2009.

Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan bahwa anak yang disusui sampai berumur satu tahun sekitar 50,6%. Ibu yang memberikan hanya ASI saja pada bayi 0-3 bulan yaitu 47% diperkotaan dan 55% di pedesaan (Depkes 2002).

Selain itu hasil penelitian FKM-USU Medan yang dituangkan dalam Buku Pedoman Rencana Aksi nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2006-2011 (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2006) menunjukkan bahwa di Provinsi Sumatera Utara, prevalensi gizi buruk 8,82% dan gizi kurang 15,6%. Salah satu kabupaten dengan status gizi buruk dan gizi kurang tertinggi di Provinsi Sumatera Utara adalah Kabupaten Nias Selatan.

(16)

tingkat pendidikan, perilaku masyarakat yang masih cenderung kurang kondusif di bidang kesehatan, serta keterbatasan sarana, prasarana dan sumber daya kesehatan.

Pada tahun 2005 yang lalu kabupaten ini dilanda bencana alam berupa gempa bumi pada 8,6 Skala Richter, menyebabkan derajat kesehatan masyarakat Nias Selatan yang masih jauh tertinggal dibandingkan dengan daerah / kabupaten lainnya di Propinsi Sumatera Utara bahkan di Indonesia semakin terpuruk dan bahkan dari aspek gizi dikhawatirkan sangat potensial terjadinya lost generation.

Pada tahun 2003 AKB sebesar 50 per 1000 kelahiran hidup mengalami peningkatan pada tahun 2005 menjadi 56,15 per 1000 kelahiran hidup. Selain itu, AKI dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2003 meningkat menjadi 425 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005. Di lain pihak, angka harapan hidup waktu lahir mengalami peningkatan dari rata-rata 63 tahun pada tahun 2003 menjadi 66,9 tahun pada tahun 2006 (Dinkes Kabupaten Nias Selatan, 2007).

Dari aspek status gizi, prevalensi bayi baru lahir dengan berat badan rendah tahun 2003 sebesar 9,78% mengalami penurunan menjadi 8,46% pada tahun 2005 dari total jumlah bayi yang lahir. Walaupun mengalami penurunan namun sesungguhnya angka tersebut masih relatif tinggi dibandingkan daerah-daerah lainnya di Propinsi Sumatera Utara. Prevalensi Kurang Energi Protein pada anak bayi juga mengalami penurunan dari 19% pada tahun 2003 menjadi 11,72% pada tahun 2005.

(17)

menunjukkan bahwa ada sekitar 32% bayi di kabupaten ini yang termasuk kategori gizi kurang dan gizi buruk dengan daerah terbanyak berada di wilayah kerja Puskesmas Lolomatua (44%) dan terendah di wilayah kerja Puskesmas Teluk Dalam (26%). Keadaan ini diduga erat kaitannya dengan rendahnya cakupan pemberian ASI Eksklusif yang hanya berkisar antara 8,08% - 15,02% dengan rata-rata 11,40% dan buruknya pemberian MP-ASI.

Hal ini sejalan dengan hasil Widya Karya Pangan dan Gizi (2000), bahwa masalah status gizi bayi dan anak balita dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi rendah. Rendahnya konsumsi zat gizi akan menyebabkan bayi dan anak balita menderita gizi kurang. Apabila hal ini dibiarkan terus berlanjut akan berdampak pada rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Kabupaten Nias Selatan di masa yang akan datang.

Dari aspek sosial budaya masyarakat Nias, makanan pendamping ASI yang diberikan kepada bayi berasal dari daerah Nias sendiri atau produk lokal. Di pulau Nias secara umum hampir tidak ditemukan makanan pendamping ASI olahan pabrik yang diberikan kepada bayi. Selain itu masih ditemukan pemberian makanan bayi dilakukan dengan cara si pemberi makan terlebih dahulu mengunyah makanan tersebut sampai lumat baru kemudian diberikan kepada bayi. Secara kesehatan, kebiasaan ini dapat menjadi media penularan penyakit dari si pemberi makan kepada bayi yang diberi makan.

(18)

Dalam hal ini, praktek pemberian makanan pada bayi adalah praktek pemberian ASI dan MP-ASI. Walaupun demikian penelitian mengenai praktek pemberian makan bayi di Kabupaten Nias Selatan selama ini belum pernah dilakukan. Hal inilah yang melatar belakangi penelitian ini dilakukan.

1.2.Rumusan Masalah

Masih tingginya prevalensi bayi yang berat badannya di bawah garis merah yaitu 32% pada tahun 2007 sehingga ingin diketahui bagaimana praktek pemberian makan pada bayi dan status gizi bayi di Kabupaten Nias Selatan.

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui praktek pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi serta status gizi bayi di Kabupaten Nias Selatan

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui pola pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi dalam keluarga yang meliputi waktu pemberian, frekwensi, dan cara pemberian di Kabupaten Nias Selatan

2. Mengetahui pola pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi dalam keluarga yang meliputi jenis MP-ASI, waktu pemberian, frekwensi, jumlah, cara pemberian dan siapa yang memberi di Kabupaten Nias Selatan

(19)

1.4.Manfaat Penelitian

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air Susu Ibu (ASI)

2.1.1. Produksi ASI dan Faktor yang Mempengaruhinya

Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara wanita melalui proses laktasi yang komposisinya tidaklah sama selama periode menyusui dan pada akhir menyusui.

Menurut Suharyono (1990), keberhasilan laktasi dipengaruhi oleh kondisi sebelum dan saat kehamilan. Kondisi sebelum kehamilan ditentukan oleh perkembangan payudara saat lahir dan saat pubertas. Pada saat kehamilan khususnya pada trimester II payudara mengalami pembesaran karena pertumbuhan dan diferensiasi dari lobuloalveolar dan sel epitel payudara. Pada saat pembesaran payudara ini hormon prolaktin dan laktogen placenta aktif bekerja yang berperan dalam produksi ASI (Suharyono, 1990).

Sekresi ASI diatur oleh hormon prolaktin dan oksitosin. Prolaktin menghasilkan ASI dalam alveolar. Proses bekerjanya prolaktin dipengaruhi oleh lama dan frekuensi pengisapan (suckling). Hormon oksitosin disekresi oleh kelenjar pituitary sebagai respons adanya suckling yang akan menstimulasi sel-sel mioepitel untuk mengeluarkan (ejecting) ASI yang diikuti dengan mengalirnya ASI dari simpanan alveoli ke lacteal sinuses sehingga dapat dihisap bayi melalui puting susu.

(21)

melahirkan dengan volume 150 – 300 ml/hari. ASI transisi adalah ASI yang dihasilkan pada 8 – 20 hari setelah melahirkan dimana kadar lemak dan laktosa lebih tinggi dan kadar protein, mineral lebih rendah. ASI matang adalah ASI yang dihasilkan 21 hari setelah melahirkan dengan volume bervariasi yaitu 300 – 850 ml/hari tergantung pada besarnya stimulasi saat laktasi. Volume ASI pada tahun pertama adalah 400 – 700 ml/24 jam, tahun kedua 200 – 400 ml/24 jam, dan sesudahnya 200 ml/24 jam. Oleh sebab direkomendasikan agar setiap menyusui bayi minimal 15 menit agar kebutuhan bayi dapat tercukupi.

Produksi ASI dapat meningkat atau menurun tergantung stimulasi pada kelenjar payudara terutama pada minggu pertama laktasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI antara lain :

1. Frekuensi Menyusui

Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa frekuensi menyusui berhubungan dengan produksi ASI (ACC/SCN, 1991). Berdasarkan hal ini direkomendasikan menyusui paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal setelah melahirkan. 2. Berat Lahir

Menurut Prentice (1984), bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang berat lahir normal (> 2500 gr).

3. Umur Kehamilan saat Melahirkan

(22)

4. Umur dan Paritas

Umur dan paritas tidak berhubungan atau kecil hubungannya dengan produksi ASI yang diukur sebagai asupan bayi terhadap ASI (ACC/SCN, 1991).

5. Stres dan Penyakit Akut

Ibu yang cemas dan stres dapat mengganggu laktasi sehingga mempengaruhi produksi ASI karena menghambat pengeluaran ASI.

6. Konsumsi Rokok

Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu hormon prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan menstimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat pelepasan oksitosin. 7. Konsumsi Alkohol

Menurut Matheson (1989), kontraksi rahim saat menyusui merupakan indikator produksi oksitosin. Pada dosis etanol 0,5-0,8 gr/kg berat badan ibu mengakibatkan kontraksi rahim hanya 62% dari normal, dan dosis 0,9-1,1 gr/kg mengakibatkan kontraksi rahim 32% dari normal.

8. Pil Kontrasepsi

Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin berkaitan dengan penurunan volume dan durasi ASI (ACC/SCN, 1991)

2.1.2. Manfaat ASI

(23)

mempunyai komposisi gizi yang paling lengkap dan ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi yang dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan pertama. Pemberian ASI saja yang dikenal dengan ASI eksklusif sampai 6 bulan didasarkan pada tercukupinya kebutuhan bayi dan lebih baiknya pertumbuhan bayi yang mendapat ASI eksklusif serta menurunnya morbiditas bayi. Sayangnya hanya 39% dari semua bayi di dunia yang mendapat ASI eksklusif (WHO, 2002).

Berbagai hasil penelitian menemukan perbedaan kecepatan pertumbuhan antara bayi yang disusui dan bayi yang diberi formula. Hasil penelitian Birkbeck (1992) menunjukkan bahwa anak yang mendapat ASI memilki kecepatan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang mendapat susu formula. Selain itu, hasil penelitian WHO (2002) menunjukkan bahwa pertumbuhan, infeksi, dan perbedaan efisiensi penggunaan zat gizi mempengaruhi kecepatan penggunaan zat gizi oleh bayi, yang ditentukan oleh status gizi bayi. Penelitian di beberapa negara berkembang menunjukkan bahwa penyebab terbesar defisiensi gizi dan retardasi pertumbuhan pada anak berumur 3 – 15 bulan adalah rendahnya pemberian ASI dan buruknya pemberian MP-ASI (Shrimpton, dkk 2001).

Beberapa keunggulan ASI (PERSAGI, 1992), antara lain:

a. Mengandung semua zat gizi dalam susunan dan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 3 – 6 bulan pertama.

b. Tidak memberatkan fungsi saluran pencernaan dan ginjal.

c. Mengandung berbagai zat antibodi, sehingga mampu mencegah terjadinya infeksi.

(24)

e. Tidak menyebabkan alergi

f. Ekonomis dan praktis dalam arti tersedia setiap waktu pada suhu yang ideal dan dalam keadaan segar serta bebas dari kuman

g. Berfungsi menjarangkan kehamilan

h. Membina hubungan yang hangat dan penuh kasih sayang antara ibu dan anak. Para ahli menemukan bahwa manfaat ASI akan meningkat apabila bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. Peningkatan ini sesuai dengan lamanya pemberian ASI eksklusif serta lamanya pemberian ASI bersama-sama dengan MP-ASI setelah berusia 6 bulan.

Menurut Utami (2000), manfaat pemberian ASI bagi bayi adalah: a. ASI sebagai nutrisi

b. ASI meningkatkan daya tahan tubuh c. ASI meningkatkan kecerdasan

d. Menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang

Selain itu, keuntungan menyusui bagi si ibu menurut Utami (2000) adalah: a. Mengurangi perdarahan setelah melahirkan

b. Mengurangi terjadinya anemia c. Menjarangkan kelahiran d. Mengecilkan rahim e. Lebih cepat langsing

f. Mengurangi kemungkinan menderita kanker g. Lebih ekonomis / murah

(25)

i. Portabel dan praktis

j. Memberi kepuasan bagi ibu

Berbagai kenyataan di atas, mendorong WHO/UNICEF membuat deklarasi yang dikenal dengan Deklarasi Innocenti (Innocenti Declaration) yang dilahirkan di Italia tahun 1990 dan bertujuan untuk melindungi, mempromosikan, dan memberi dukungan pada pemberian ASI (Utami, 2000).

Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian pesat. Ironinya, pengetahuan lama yang mendasar seperti pemberian ASI oleh si ibu kepada bayinya justru kadang terlupakan. Di beberapa kota besar, sudah bukan hal yang asing lagi terlihat bayi yang masih berumur di bawah 6 bulan sudah diberikan susu botol dan di pedesaan bayi pada umur yang sama sudah diberikan pisang. Salah satu penyebabnya adalah semakin banyaknya ibu-ibu yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Pada prinsipnya menyusui akan menjamin bayi tetap sehat dan memulai kehidupannya dengan cara yang paling sehat. Menyusui sebanarnya tidak saja memberikan kesempatan pada bayi untuk tumbuh menjadi manusia yang sehat secara fisik, tetapi juga lebih cerdas, mempunyai emosional yang stabil, perkembangan spiritual yang positif, serta perkembangan sosial yang baik (Utami, 2000).

(26)

1) Memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 15 menit setelah bayi lahir

2) Memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan

3) Memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan

4) Meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih.

Selain itu, untuk bayi berusia 0-6 bulan, Depkes (2002) memberikan rekomendasi sebagai berikut:

1) Susui bayi segera 30 menit setelah lahir. Kontak fisik dan hisapan bayi akan merangsang produksi ASI. Pada periode ini ASI saja sudah dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi, karena ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. Menyusui sangat baik untuk bayi dan ibu. Dengan menyusui akan terjalin hubungan kasih sayang antara ibu dan anak.

2) Berikan Kolostrum

3) Berikan ASI dari kedua payudara, kiri dan kanan secara bergantian, tiap kali sampai payudara terasa kosong. Payudara yang dihisap sampai kosong merangsang produksi ASI yang cukup.

(27)

2.2. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

2.2.1. Konsep MP-ASI

Menurut Depkes (2006), MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI.

Selain itu, WHO (2003) menegaskan bahwa MP-ASI harus diberikan setelah anak berusia 6 bulan karena pada masa tersebut produksi ASI semakin menurun sehingga supply zat gizi dan ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi anak yang semakin meningkat.

MP-ASI untuk bayi sebaiknya memenuhi persyaratan tertentu (Pudjiadi, 1990). Persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Memenuhi kecukupan gizi

2. Susunan hidangan memenuhi pola menu seimbang, juga memperhatikan selera terhadap makanan.

3. Bentuk dan porsi disesuaikan dengan daya terima, toleransi, dan faali anak. 4. Memperhatikan sanitasi / higienitas.

Di lain pihak PERSAGI (1992) menjelaskan beberapa tujuan pemberian MP-ASI sebagai berikut:

1. Melengkapi zat gizi yang terkandung dalam ASI

2. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam makanan dengan berbagai rasa dan tekstur

3. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan

(28)

2.2.2. Pola Pemberian MP-ASI

Menurut Agus (2001), pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap dan bervariasi, mulai dari bentuk bubur, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek, dan akhirnya makanan padat. Berikut ini merupakan jadwal pemberian makanan pada bayi.

Tabel 2.1. : Jadwal Pemberian ASI dan MP-ASI

Umur Macam

Nasi tim (chicken rice) Jus Buah

Sesuka bayi

2 kali 40 – 50 g bubuk 1 kali 40 – 50 g bubuk 1 – 2 kali 50 – 100 ml Sumber: Ilmu Gizi Klinis pada Anak (Pudjiadi, 2005)

Berdasarkan tabel di atas, jelaslah bahwa pemberian makanan selain ASI idealnya dimulai setelah bayi berusia 6 (enam) bulan. Hal ini berarti bahwa. Praktek pemberian ASI saja selama 6 (enam) bulan berturut-turut inilah yang disebut dengan istilah ASI Eksklusif.

(29)

(ASI) adalah 400 Kalori dan 10 gram protein, maka kebutuhan yang diperoleh dari MP-ASI adalah 250 Kalori dan 16 gram protein (Depkes, 2006)

Menurut Widyakarya Pangan dan Gizi (2004) bahwa jumlah zat gizi yang dibutuhkan bayi berusia 7 – 12 bulan adalah sebesar 650 Kalori energi dan 16 gr protein. Demikian juga zat-zat gizi lainnya yang dibutuhkan seperti vitamin, niasin, dan lain-lain dapat dilihat pada tabel 2.2. berikut.

Tabel 2.2. : Jumlah Kebutuhan Zat Gizi Pada Bayi

Zat Gizi Kelompok Umur (bulan) Nama Satuan 0 – 6 7 – 12

Energi Kkal 560 650

Protein G 10 16

Vitamin RE 375 400

Tiamin Mg 0,3 0,4

Riboflavin Mg 0,3 0,4

Niasin Mg 2,0 4,0

Vitamin B 12 Mg 0,1 0,1

Asam Folat µg 65 80

Vitamn C Mg 40 50

Kalsium Mg 200 400

Fosfor Mg 100 225

Besi Mg 3 5

Seng Mg 25 555

Iodium µg 50 70

Sumber: Widyakarya Pangan dan Gizi (2004)

2.2.3. Praktek Pemberian Makan Bayi

(30)

fungsi organ-organ yang dibentuk. Selain itu beliau mengatakan bahwa status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Faktor lainnya adalah kenaikan berat badan selama hamil dan makanan ibu yang sedang hamil (eating for two) juga merupakan faktor yang berpengaruh. Hal ini mengandung pengertian bahwa praktek pemberian makanan dalam kandungan dapat dilihat dari pola makan ibu selama hamil.

Setelah lahir, selain pemberian Air Susu Ibu (ASI) pemberian makanan yang lain terhadap bayi tentu akan mempengaruhi status gizi bayi tersebut. Pudjiadi (2005) mengatakan bahwa makanan ideal bagi bayi adalah makanan yang harus mengandung cukup bahan bakar (energi) dan semua zat gizi esensial (komponen makanan yang tidak dapat disintetis oleh tubuh sendiri akan tetapi diperlukan bagi kesehatan dan pertumbuhan) harus dalam jumlah yang cukup pula sesuai keperluan sehari-harinya.

Pemberian makanan yang kurang dari kebutuhan untuk jangka waktu yang lama akan menghambat pertumbuhan, bahkan akan mengurangi cadangan energi dalam tubuh sehingga terjadi keadaan gizi kurang maupun buruk (marasmus). Kekurangan gizi esensial pada akhirnya menimbulkan gejala defisiensi zat gizi.

Pemberian makanan pada bayi sebagian besar dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi keluarga. Bahkan menurut Pudjiadi (2005), pemberian makanan yang dibesarkan oleh ibu yang keadaan status sosial-ekonominya serba kekurangan sudah terganggu dari permulaan yang disebabkan oleh:

(31)

2. Makanan tambahan biasanya sudah diberikan sangat dini yang justru menyebabkan banyak infeksi pada bayinya

3. Secara tradisi ada beberapa kebiasan praktek pemberian makanan bayi yang justru menimbulkan gangguan pada status gizi bayi, antara lain:

a. Makanan yang dikunyah dulu oleh sang ibu sebelum diberikan kepada bayi. b. Makanan yang diberikan dalam bentuk campuran bubur beras, pisang, dan

lain sebagainya

c. Cara memasak, menyimpan, dan memberikan makanan yang tidak menghiraukan kebersihan yang akan menyebabkan gastroenteritis pada bayi dengan akibat gangguan pertumbuhannya.

2.3. Pertumbuhan Bayi

(32)
(33)

bertambah 25 cm. Pada tahun kedua, tinggi hanya bertambah 12-13 cm. Setelah itu kecepatan pertumbuhan menurun menjadi 5- 6 cm setiap tahun.

Ada beberapa pendapat yang mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak. Soetjiningsih (1995) mengemukakan ada 2 faktor utama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan (faktor prenatal dan postnatal). Faktor prenatal (sebelum lahir) terdiri dari gizi ibu pada waktu hamil, mekanis, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, stres, imunitas, dan anoksia embrio. Faktor postnatal (setelah lahir) terdiri dari :

1. Lingkungan biologis yaitu ras, jenis kelamin, umur, gizi, kesehatan, fungsi metabolisme, dan hormon.

2. Lingkungan fisik yaitu cuaca, sanitasi, keadaan rumah, radiasi.

3. Psikososial yaitu stimulasi, motivasi, stres, kualitas interaksi anak dan orangtua. 4. Faktor keluarga dan adat istiadat yaitu pendapatan keluarga, pendidikan, jumlah

saudara, norma, agama, urbanisasi.

Unicef (1999) membedakan faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak terdiri dari sebab langsung, sebab tak langsung, dan penyebab dasar. Sebab langsung meliputi kecukupan pangan dan keadaan kesehatan, sebab tidak langsung meliputi ketahanan pangan keluarga, pola asuh anak, pemanfaatan pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan, dengan penyebab dasar struktur ekonomi.

(34)

2.4. Status Gizi

2.4.1. Pengertian

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dokonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa, dkk, 2002).

Oleh sebab itu keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari ketersediaan zat gizi dalam seluler tubuh. Menurut Supariasa, dkk (2002), status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.

2.4.2. Pengukuran

Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Menurut Supariasa, dkk (2002), penilaian status gizi secara langsung dapat dikelompokkan dalam 4 cara, yaitu:

(35)

yang terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh.

2. Klinis, pengukuran yang didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi yang dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

3. Biokimia, yaitu pemeriksan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubu seperti hati dan otot.

4. Biofosik, yaitu metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.

Secara operasionalnya, penilaian status gizi yang paling sering dilakukan adalah penilaian status gizi berdasarkan indikator antropometrik dengan alasan kepraktisan, biaya murah, dan tidak memerlukan keahlian tinggi dalam menerapkannya (Supariasa, dkk, 2002).

Salah satu indeks penilaian status gizi yang sering dan praktis dilakukan dalam indikator antropometrik adalah mengukur berat badan menurut umur. Indeks ini menggambarkan status gizi seseorang saat ini.

Kelebihan indeks berat badan menurut umur adalah:

a. Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum b. Baik untuk mengukur status gizi akut dan kronis

(36)

Selain berat badan menurut umur sebagai salah satu indeks antropometrik dalam mengukur status gizi, tinggi badan (bagi bayi sering disebut panjang badan) menurut umur merupakan antrompometrik yang menggambarkan keadaan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan badan relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Oleh sebab itu indeks ini sering dipergunakan untuk mengetahui status gizi pada masa lalu hingga saat ini.

Keuntungan indeks tinggi badan menurut umur adalah: a. Baik untuk menilai status gizi masa lampau

b. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa.

2.4.3. Klasifikasi

Secara konsep, klasifikasi status gizi terutama bagi bayi dan anak balita telah banyak dilakukan. Walaupun demikian klasifikasi tersebut selain berbeda menurut parameter penilaian, dapat saja suatu klasifikasi dimodifikasi maupun dikembangkan dengan klasifikasi sesudahnya.

Menurut Supariasa, dkk (2002), dalam melakukan pengukuran antropometri gizi ukuran yang dapat dipergunakan terdiri dari:

a) Linier: tinggi badan, lingkar dada, lingkar kepala. Menunjukkan keadaan gizi (gizi kurang) akibat kekurangan energi dan protein yang diderita waktu lampau. b) Masa jaringan: berat badan, lingkar kengan atas, tebal lemak di bawah kulit.

(37)

Kekurangan zat gizi sering diidentifikasi sebagai Kurang Energi Protein (KEP). Menurut Supariasa, dkk (2002), Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu.

Untuk menilai status gizi, saat ini dikenal 2 baku antropometrik, yaitu: Baku Harvard dan Baku WHO-NCHS (World Health Organization – National Centre for Health and Statistics). Dalam semiloka Antropometrik di Ciloto tahun 1991 telah disepakati bahwa untuk menyeragamkan penggunaan baku antropometrik di Indonesia digunakan baku rujukan WHO-NCHS. Penilaian status gizi bayi dan anak balita berdasarkan berat badan menurut umur dan panjang badan menurut umur dapat dihitung dengan menggunakan Z-score atau standar deviasi.

Penilaian status gizi berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U) menurut Departemen Kesehatan yang dikutip Simanjuntak (2003), dibagi atas 4 kategori sebagai berikut:

- Status gizi lebih : Z-score > +2 SD - Status gizi baik : Z-score -2 ≤ s/d ≤ +2 - Status gizi kurang : Z-score -3 ≤ s/d < -2 - Status gizi buruk : Z score < -3 SD

Selanjutnya, penilaian status gizi berdasarkan panjang badan menurut umur (PB/U) menurut WHO yang dikutip Supariasa (2002) di bagi dalam 3 kategori sebagai berikut:

(38)

Demikian juga penilaian status gizi berdasarkan berat badan menurut panjang badan (BB/PB) menurut WHO yang dikutip Supariasa (2002) di bagi dalam 3 kategori sebagai berikut:

(39)

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

PEMBERIAN ASI

Waktu Pemberian Frekwensi Cara Pemberian

STATUS GIZI

PEMBERIAN MP-ASI

Jenis Makanan Waktu Pemberian

Frekwensi Jumlah Cara Pemberian

Pemberi

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian survei yang bersifat deskriptif analitik dengan rancangan penelitian cross sectional, yaitu suatu penelitian dengan pengumpulan data yang dilakukan kepada seluruh responden dalam waktu yang bersamaan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah wilayah kerja Puskesmas Lolomatua, Puskesams Teluk Dalam dan Puskesmas Amandraya dan dilaksanakan selama 6 (enam) bulan yang dimulai sejak bulan Mei 2008 s/d Oktober 2008. Pengumpulan data dilakukan selama 2 (dua) bulan yaitu selama bulan Agustus 2008 s/d September 2008.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh keluarga yang memiliki bayi di Kabupaten Nias Selatan pada saat penelitian dilakukan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan stratified random sampling secara proporsional, yaitu penelitian dengan teknik pengambilan sampel secara berstrata yang kemudian dilanjutkan penentuan jumlah sampel secara proporsional dengan pemilihan sampel dilakukan dengan cara acak sederhana. Penentuan sampel dilakukan sebagai berikut:

(41)

2. Selanjutnya di setiap Puskesmas akan dipilih 3 (tiga) desa dengan kriteria desa terdekat dari Puskesmas, desa terjauh dan desa yang berada di antaranya.

Walaupun demikian hasil penelitian dari 9 (sembilan) desa dimana 3 (tiga) wilayah kerja Puskesmas masing-masing 3 (tiga) desa, merupakan representatif dari seluruh wilayah Kabupaten Nias Selatan sehingga seluruh hasil penelitian di masing-masing desa digabung menjadi satu kesatuan sebagai hasil yang mewakili seluruh populasi.

Jumlah bayi di Kabupaten Nias Selatan sebagai populasi penelitian ini adalah sebanyak 4.001 jiwa dengan distribusi menurut wilayah kerja Puskesmas berikut ini.

Tabel 3.1. : Jumlah Bayi dan Proporsi BGM di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2007

No Nama Puskesmas Jumlah Populasi

Jumlah BGM Persentase BGM

1 Teluk Dalam 966 212 21,95

2 Lagundri 111 29 26,13

3 Hilisimaetano 171 44 25,73

4 Amandraya 431 113 26,22

5 Lolowau 455 143 31,43

6 Lolomatua 395 138 34,94

7 Gomo 397 93 23,43

8 Lahusa 638 220 34,48

9 P. Tello 256 68 26,56

10 Hibala 181 43 23,76

Jumlah 4.001 1.103 27,57

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, 2008

(42)

(34,94%), Puskesmas Teluk Dalam sebagai terkecil (21,95%) dan Amandraya sebagai yang berada di antara keduanya atau yang paling mendekati rata-rata (26,22%).

Selanjutnya, dengan menggunakan rumus sampel melalui pendekatan survei (Notoatmodjo, 2002), yaitu:

N 4001

n = = = 363,65 = 364 orang 1 + N (d²) 1 + 4001 (0,05) ²

dimana: N = jumlah populasi

d = presisi, kesalahan pengambilan sampel yang masih bisa ditolerir.

Berdasarkan rumus di atas, maka jumlah sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah sebanyak 364 bayi. Seluruh sampel ini akan diambil dari 3 (tiga) wilayah kerja Puskesmas, yaitu: Puskesmas Lolomatua, Teluk Dalam, dan Amandraya secara proporsional sebagai berikut:

Tabel 3.2. : Jumlah Sampel Penelitian Menurut Wilayah Kerja Puskesmas di Kabupaten Nias Selatan

Nama Puskesmas Nama Desa Jumlah Populasi Jumlah Sampel

Teluk Dalam 966 196

Teluk Dalam 497 497/1792 x 364 = 101

Hilisataro 323 323/1792 x 364 = 66

Saua 146 146/1792 x 364 = 30

Amandraya 431 88

Tuindrao 196 196/1792 x 364 = 40

Hilihoru 123 123/1792 x 364 = 25

Hilimbowo 112 112/1792 x 364 = 23

Lolomatua 395 80

Tuhemberua 167 167/1792 x 364 = 34

Sifaoroasi 124 124/1792 x 364 = 25

Hiliotalua 104 104/1792 x 364 = 21

(43)

Berdasarkan tabel 3.2 di atas, jumlah sampel penelitian di wilayah kerja Puskesmas Teluk Dalam sebesar 196, Amandraya 88, dan Lolomatua 80 sehingga seluruhnya berjumlah 364. Kemudian ditentukan secara acak sederhana / secara lotre untuk masing-masing desa.

Selanjutnya keluarga yang memiliki anak usia 0 – 11 bulan sebagai sampel terpilih, maka yang menjadi respondennya adalah ibunya atau orang yang mengasuh anak tersebut setiap harinya. Sedangkan pengukuran status gizi dilakukan pada anaknya atau anak yang diasuhnya.

3.4. Instrumen Penelitian

Instrumen yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kuesioner

2. Alat pengukur Berat Badan Bayi 3. Alat Pengukur Panjang Badan bayi 4. Baku Rujukan WHO-NCHS

3.5. Cara Pengumpulan data

3.5.1. Data Primer:

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden yang dilakukan melalui:

(44)

a. Karakterisitik responden berupa umur, suku / etnik, agama, pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, jumlah anggota keluarga, penghasilan keluarga, penolong persalinan, frekwensi melahirkan

b. Karakteristik bayi berupa umur, jenis kelamin, berat lahir, berat badan, panjang badan.

c. Pemberian ASI berupa waktu pemberian, frekwensi, dan cara pemberian. d. Pemberian MP-ASI berupa: jenis makanan, waktu pemberian, frekwensi,

jumlah, cara pemberian, dan pemberi.

Kuesioner diedarkan oleh Peneliti yang dibantu para kader di lokasi penelitian. 2. Pengukuran, yang meliputi: pengukuran berat badan dan panjang badan bayi.

Pengukuran dilakukan oleh Peneliti yang dibantu para kader di lokasi penelitian dengan menggunakan timbangan dacin untuk berat badan dan alat pengukur panjang badan untuk mengetahui panjang badan bayi yang telah disediakan sebelumnya.

Dalam pengumpulan data primer peneliti dibantu oleh kader posyandu yang ada di lokasi penelitian.

3.5.2. Data Sekunder

(45)

3.6. Defenisi Operasional

1. Pemberian ASI adalah tindakan ibu dalam memberikan ASI kepada bayi, yang meliputi: waktu pemberian, frekwensi dan cara pemberian.

a. Waktu Pemberian adalah lamanya pemberian ASI kepada bayi setiap kali menyusui

b. Frekwensi adalah berapa kali bayi diberikan ASI dalam satu hari. c. Cara Pemberian adalah teknik / metode pemberian ASI kepada bayi

2. Pemberian MP-ASI adalah tindakan ibu dan/atau keluarga dalam memberi makan bayi, yang meliputi: jenis MP-ASI, waktu pemberian MP-ASI, frekwensi pemberian ASI, jumlah ASI, cara pemberian ASI dan pemberi MP-ASI.

a. Waktu Pemberian adalah jadwal pemberian makanan anak apakah itu pagi, siang sore/malam.

b. Frekwensi adalah berapa kali pemberian makan pada anak dalam satu hari c. Jenis MP-ASI adalah jenis makanan yang dimakan bayi dalam 1 (satu) hari d. Jumlah adalah kandungan zat gizi berupa energi dan protein dalam makanan

yang diberikan kepada bayi setiap harinya.

e. Cara pemberian adalah teknik/metode pemberian MP-ASI kepada bayi apakah dikunyah oleh si pemberi MP-ASI terlebih dahulu atau tidak.

(46)

3. Status Gizi adalah keadaan gizi bayi yang diketahui dengan cara membandingkan berat badan terhadap umur, panjang badan terhadap umur dan berat badan terhadap panjang badan

3.7. Aspek Pengukuran

1. Pemberian ASI dilihat dari waktu pemberian, frekwensi pemberian dan cara pemberian

a. Waktu pemberian dikategorikan: minimal 15 menit atau kurang dari 15 menit b. Frekwensi pemberian dikategorikan: dibatasi / terjadwal dan tanpa terjadwal/

sesuka bayi

c. Cara pemberian dikategorikan secara langsung disusui dan secara tidak langsung atau melalui sendok, botol, atau media lain

2. Pemberian MP-ASI dilihat dari jenis makanan, waktu pemberian, frekwensi pemberian, dan cara pemberian.

a. Waktu pemberian, dikategorikan pagi hari, siang, sore/malam hari dan selain dari waktu tersebut.

b. Frekwensi pemberian, dikategorikan ≥ 3 kali sehari dan < 3 kali sehari

c. Jenis makanan, dikategorikan bubur, buah sayuran, susu formula atau yang lainnya

d. Jumlah, nilai zat gizi terutama energi dan protein yang dikonsumsi bayi dan dikategorikan cukup apabila energi ≥ 250 kalori dan protein ≥ 6 gram sedangkan dikatakan kurang energi < 250 kalori dan protein < 6 gram.

(47)

f. Pemberi, dikategorikan ibu bayi atau orang lain.

3. Status gizi diukur dengan menggunakan indikator BB/U, PB/U dan BB/PB kemudian dikonversikan dengan standra WHO-NCHS. Penilaian status gizi ditentukan berdasarkan Z-score atau standar deviasi.

Status gizi berdasarkan BB/U dibagi atas 4 kategori, yaitu: - Status gizi lebih : Z-score > +2 SD

- Status gizi baik : Z-score -2 ≤ s/d ≤ +2 - Status gizi kurang : Z-score -3 ≤ s/d < -2 - Status gizi buruk : Z score < -3 SD

Status gizi berdasarkan PB/U dibagi atas 3 kategori, yaitu: - Normal : Z-score ≥ -2 SD

- Pendek : Z-score < -2 SD

Status gizi berdasarkan BB/PB dibagi 4 kategori, yaitu: - Gemuk : Z-score ≥ +2 SD

- Normal : Z-score -2 ≤ s/d ≤ +2 - Kurus : Z-score -3 ≤ s/d < -2 - Kurus Sekali : Z score < -3 SD

3.8. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data dilakukan secara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Editing, yaitu memeriksa kembali kelengkapan dan kesinambungan data yang telah dikumpulkan

2. Coding, memberi angka pada setiap jawaban

(48)
(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Geografi dan Demografi

Kabupaten Nias Selatan terletak di sebelah Barat Pulau Sumatera Utara yang berjarak sekitar ± 92 mil laut dari Kota Sibolga / Kabupaten Tapanuli Tengah, terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pak-pak Barat dan Kabupaten Humbang Hasundutan di Propinsi Sumatera Utara.

Kabupaten Nias Selatan yang beribu kota Teluk Dalam mempunyai luas wilayah 1.825,2 Km², dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara : Kabupaten Nias

- Sebelah Selatan : Kepulauan Mentawai Propinsi Sumatera Barat - Sebelah Timur : Kepulauan Mursala Kabupaten Tapanuli Tengah dan

Kabupaten Mandailing Natal - Sebelah Barat : Samudera Hindia

Kabupaten Nias Selatan terdiri dari 104 pulau-pulau kecil dan besar, 21 pulau di antaranya berpenghuni dan 83 pulau belum berpenghuni. Walaupun demikian, hampir seluruh pulau-pulau tersebut aktifitas pemanfaatan lahannya telah ada.

(50)

dari 32 desa. Selain itu, kecamatan yang berada di luar daratan Pulau Nias adalah: P.P Batu yang terdiri dari 46 desa + 1 kelurahan dan Hibala yang terdiri dari 15 desa. Untuk menambah pemahaman tentang Kabupaten Nias Selatan, pada bagian lampiran dapat dilihat peta Kabupaten Nias Selatan.

Penduduk Kabupaten Nias Selatan berjumlah 307.363 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 64.271 KK dan kepadatan penduduk sebesar 168 Km². Uraian terperinci dapat dilihat tabel 4.1. berikut ini.

Tabel 4.1. : Distribusi Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008

No Kecamatan

Luas Jumlah Jumlah Kepadatan

Wilayah Penduduk Kepala Penduduk (km2) (jiwa) Keluarga /km2

1 Telukdalam 490,00 92.936 19.659 190

2 Amandraya 183,10 33.190 6.638 181

3 Lolowau 295,60 37.085 7.753 125

4 Lolomatua 188,60 30.984 5.518 164

5 Lahusa 334,00 30.986 6.997 93

6 Gomo 158,60 49.143 10.635 310

7 P.Tello 121,05 19.077 4.278 158

8 Hibala 54,25 13.962 2.793 257

JUMLAH 1.825,20 307.363 64.271 168

Sumber: BAPPEDA Kabupaten Nias Selatan, 2008

4.1.2. Karakteristik Penduduk

(51)

Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008

NO Kelompok Umur (tahun)

Jumlah Penduduk (orang) Total (orang) Laki-laki Perempuan

1 < 1 1.537 2.464 4.001 2 1 - 4 17.353 21.584 38.937 3 5 - 9 19.372 19.344 38.716 4 10 - 14 19.972 19.944 39.916 5 15 - 19 10.835 12.727 23.562 6 20 - 24 6.903 7.823 14.726 7 25 - 29 6.875 7.751 14.626 8 30 - 34 6.740 7.556 14.296 9 35 - 39 6.431 7.392 13.823 10 40 - 44 6.231 7.228 13.459 11 45 - 49 9.639 10.126 19.765 12 50 - 54 8.421 9.768 18.189 13 55 - 59 8.543 10.258 18.801 14 60 - 64 7.954 8.967 16.921 15 65 - 69 3.362 5.290 8.652 16 70 - 74 3.221 4.503 7.724 17 75+ 571 678 1.249 JUMLAH 143.960 163.403 307.363 Sumber: BAPPEDA Kabupaten Nias Selatan, 2008

(52)

Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Terakhir di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008

No. Tingkat Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah 1 Tidak/Belum Pernah Sekolah 26.586 15.589 2.175 2 Tidak/Belum Tamat SD 5.469 6.888 2.357 3 Tamatan SD Sederajat 29.079 15.898 4.977 4 Tamatan SLTP Sederajat 9.611 10.233 9.844 5 Tamatan SLTA Sederajat 10.177 7.800 7.977 6 Tamatan Perguruan Tinggi 1.881 1.403 3.284 Jumlah 2.803 7.811 10.614 Sumber: BAPPEDA Kabupaten Nias Selatan, 2008

Berdasarkan tabel 4.3. di atas, diketahui bahwa penduduk Kabupaten Nias Selatan sebagian besar lulusan SLTA sederajat.

4.1.3. Keadaan Kesehatan

Berdasarkan data yang diperoleh dari Profil Kesehatan Kabupaten Nias Selatan Tahun 2007 (Dinas Kesehatan Nias Selatan, 2008), pola penyakit di Kabupaten Nias Selatan adalah sebagai berikut: penderita TB Paru sebanyak 3.967 kasus dan 194 di antaranya dinyatakan positif (+), pneumonia 828 kasus, diare 1.609 kasus dan 27,22% di antaranya adalah balita, malaria dengan gejala klinis sebanyak 18.278 kasus dan 2.314 kasus diantaranya adalah positif (+), difteri sebanyak 1.326 kasus, pertusis 494 kasus, tetanus 192 kasus, tetanus neonatorum 12 kasus, dan campak 116 kasus serta hepatitis B sebanyak 38 kasus.

(53)

bulannya sekitar 67%, serta proporsi Balita di Bawah Garis Merah (BGM) pada Kartu Menuju Sehat (KMS) sebesar 45%.

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Karakteristik Responden

Berikut ini disajikan karakteristik responden berdasarkan kelompok umur, suku / etnik, agama yang dianut, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, jumlah anak, jumlah biaya makan, jumlah pengeluaran, jumlah penghasilan, penolong persalinan terakhir dan frekwensi melahirkan.

Tabel 4.4. Distribusi Responden menurut Umur

No Kelompok Umur

(tahun)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1 2 3

< 21 21 – 25

> 25

40 133 116

11,6 36,5 31,9

Jumlah 364 100,0

(54)

memungkinkan seorang wanita melahirkan atau dengan kata lain bahwa usia reproduksi adalah rentang usia seorang wanita memiliki bayi.

Tabel 4.5. Distribusi Responden menurut Suku / Etnik

No Suku / Etnik Jumlah

Tabel 4.5. di atas menunjukkan bahwa 98,6% responden penelitian ini adalah suku Nias dan hanya 1,4% yang bukan suku Nias. Hal ini menunjukkan bahwa dari aspek latar belakang budaya, responden penelitian ini termasuk homogen yaitu suku Nias sehingga pengetahuan responden mengenai praktek pemberian makan bayi hampir tidak dipengaruhi oleh sosio-kultural dari luar suku Nias , terlebih Kabupaten Nias Selatan merupakan bagian dari pulau Nias yang secara geografis terletak di suatu pulau yang kurang kondusif percepatan akselerasi budaya dari luar pulau Nias.

Tabel 4.6. Distribusi Responden Menurut Agama yang Dianut

No Agama Jumlah

(55)

MP-ASI yang layak diberikan kepada bayi hampir sama serta tidak ada pantangan dari aspek agama yang dianut.

Tabel 4.7. Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan Terakhir

No Tingkat Pendidikan Terakhir Jumlah

(orang)

Lulusan SD Sederajat Lulusan SLTP Sederajat Lulusan SLTA Sederajat Lulusan PT

Memperhatikan tabel 4.7. di atas, 40,1% responden merupakan lulusan SD, 39% lulusan SLTP, 12,6% lulusan SLTA, dan 8,2% tidak sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden penelitian ini tidak mendapat bekal teknis pemberian makan kepada bayi melalui pendidikan formal, mengingat bahwa materi pendidikan kesehatan yang ada minimal setara SLTA. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa pengetahuan responden tentang pemberian makan bayi bersumber dari sosio-kultural dan kebiasaan masyarakat setempat atau melalui media pendidikan informal.

Tabel 4.8. Distribusi Responden menurut Jenis Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Jumlah

(56)

Responden penelitian ini 67,3% adalah petani, 29,7% tidak bekerja dan 3% wiraswasta, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.8 di atas. Apabila dikaji lebih mendalam, data ini menunjukkan bahwa peluang si ibu dengan bayinya untuk selalu dekat sangatlah besar. Apalagi tidak ada responden yang bekerja sebagai pegawai (baik pegawai negeri maupun swasta) yang menyulitkan kedekatan sang ibu dengan bayinya. Jenis pekerjaan responden penelitian ini sebagaimana data tabel 4.10 di atas memiliki peluang yang sangat besar bagi si ibu untuk memperhatikan bayinya termasuk dalam hal pemberian makan.

Tabel 4.9. Distribusi Responden menurut Jumlah Anak

No Jumlah Anak

(orang)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1 2 3

2 3 > 3

165 113 86

45,3 31,0 23,6

Jumlah 364 100,0

(57)

Tabel 4.10. Distribusi Responden menurut Jumlah Biaya Makan Perbulan 450.000 – 500.000

> 500.000

Sebagian besar (76,1%) responden mengakui bahwa biaya yang dipergunakan untuk biaya makan setiap bulannya masih di bawah Rp. 450.000,- dan hanya 9,6% di atas Rp. 500.000,- Hal ini menunjukkan bahwa biaya makan dalam keluarga termasuk biaya makan bayi responden masih termasuk kategori rendah. Walaupun ada beberapa hasil pertanian masyarakat setempat yang dapat menjadi sumber makanan bayi, namun dalam praktek sehari-harinya makanan keluarga di kabupaten Nias Selatan diadakan dengan cara membeli karena petani Nias Selatan lebih cenderung berkebun karet, kelapa, atau perkebunan lainnya daripada bersawah. Menurut informasi lisan dari beberapa tokoh masyarakat Nias Selatan, sekitar 70 – 88% kebutuhan beras di Kabupaten Nias Selatan didatangkan dari luar melalui pelabuhan Sibolga atau Padang.

Tabel 4.11. Distribusi Responden menurut Jumlah Pengeluaran Perbulan

No Jumlah Pengeluaran (Rp) 700.000 – 800.000

(58)

Selain itu sebagaimana pada tabel 4.11. di atas, 45,3% responden mengatakan bahwa pengeluaran untuk setiap bulannya berada di bawah Rp. 700.000,-. Hal ini menunjukkan bahwa potensi keluarga untuk biaya hidup keluarga (termasuk biaya makan tentunya) masih sangat rendah yang pada gilirannya akan mempengaruhi status gizi anak dalam setiap keluarga.

Tabel 4.12. Distribusi Responden menurut Jumlah Penghasilan Perbulan

No Jumlah Penghasilan (Rp) 700.000 – 800.000

> 800.000

Demikian juga penghasilan keluarga responden, sekitar 45,3% berada di bawah Rp. 700.000 perbulan sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.12. di atas. Angka penghasilan keluarga ini tidak jauh berbeda dengan angka pengeluaran keluarga, yang artinya bahwa penghasilan keluarga yang rendahlah yang menjadi penyebab rendahnya pengeluaran keluarga termasuk biaya yang tersedia / dialokasikan untuk biaya makan keluarga.

Tabel 4.13. Distribusi Responden menurut Penolong Persalinan Terakhir

No Penolong Persalinan Jumlah

(orang)

Bukan Tenaga Kesehatan

165 199

45,3 54,7

Jumlah 364 100,0

(59)

tenaga kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa masih sekitar 45,3% ibu-ibu yang memiliki bayi di Kabupaten Nias Selatan tidak memperoleh informasi atau pengetahuan mengenai praktek pemberian makan bayi langsung dari petugas kesehatan pada saat melahirkan. Sisanya sebesar 54,7% bisa memperolehnya tetapi bisa juga tidak mengingat bahwa perhatian petugas kesehatan untuk memberikan penyuluhan kesehatan pada saat melayani pasien sudah semakin menurun. Apabila secara kumulatif 45,3% ibu-ibu secara praktis tidak memperoleh informasi pemberian makan bayi secara langsung dari petugas kesehatan pada saat melahirkan ditambah dengan rendahnya motivasi petugas kesehatan memberikan penyuluhan pada saat melayani pasien (termasuk kepada ibu melahirkan), maka persentase ibu-ibu melahirkan yang tidak memperoleh penyuluhan / informasi mengenai pemberian makan bayi semakin besar. Dalam kenyataannya, rendahnya informasi dari petugas kesehatan mengenai pemberian makan bayi akan berdampak pada tindakan ibu-ibu di Kabupaten Nias Selatan dalam praktek pemberian makan bayinya.

Tabel 4.14. Distribusi Responden menurut Frekwensi Melahirkan

No Frekwensi Melahirkan (kali)

(60)

pada bagian sebelumnya, maka data ini juga menunjukkan bahwa dalam praktek pemberian makan bayi, responden sebelumnya sudah pernah berpengalaman yaitu ketika melahirkan anak yang pertama.

4.2.2. Karakteristik Bayi

Karakteristik bayi yang akan disajikan berikut ini adalah umur, jenis kelamin, dan ketersediaan Kartu Menuju Sehat (KMS).

Tabel 4.15. Distribusi Bayi Responden menurut Kelompok Umur

No Kelompok Umur

(bulan)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1 2

0 – 6 > 6

219 145

60,2 39,8

Jumlah 364 100,0

(61)

Tabel 4.16. Distribusi Bayi Responden menurut Jenis Kelamin

Selain itu, berdasarkan tabel 4.16. di atas 54,9% responden memiliki bayi dengan jenis kelamin perempuan dan sisanya (45,1%) bayinya berjenis kelamin laki-laki. Dalam praktek pemberian makan bayi tidaklah ditemukan perbedaan laki-laki dan perempuan, walaupun secara sosio-kultural masyarakat Nias ada nuansa membedakan anak laki-laki dan perempuan. Kendatipun demikian, perbedaan jenis kelamin ini menjadi salah satu parameter penentuan status gizi bayi di Kabupaten Nias Selatan, mengingat bahwa dalam umur yang sama antara laki-laki dan perempuan memiliki Berat Badan (BB) dan Panjang Badan (PB) yang berbeda.

Tabel 4.17. Distribusi Bayi Responden menurut Ketersediaan Kartu Menuju Sehat (KMS)

No Ketersediaan KMS Jumlah

(orang)

(62)

Posyandu, karena apabila si bayi pernah dibawa ke Posyandu dan walaupun penolong persalinannya bukanlah tenaga kesehatan maka bayi tersebut akan diberikan KMS oleh petugas Posyandu. Apabila pada bagian sebelumnya dikemukakan bahwa sekitar 45,3% persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan dan pada tabel di atas 66,5% bayi memiliki KMS, hal ini mengandung pengertian bahwa ada juga ibu-ibu di Kabupaten Nias Selatan yang walaupun persalinannya tidak ditolong oleh tenaga kesehatan namun membawa bayinya ke Posyandu. Menurut pengakuan salah seorang petugas kesehatan di Puskesmas Lolomatua, keadaan ini sebagai akibat belum terdistribusinya tenaga kesehatan (khususnya bidan) di setiap desa namun kegiatan posyandu tetap ada setiap bulannya.

Dari aspek pemberian makan bayi, ketersediaan KMS di setiap keluarga akan menjadi acuan bagi keluarga tersebut untuk memperhatikan makan bayinya. Sebagai contoh, ketika si bayi berada pada garis merah maka keluarga tersebut akan memberikan perhatian yang lebih serius untuk memperhatikan makanan bayinya dengan memberikan porsi dan jenis makanan yang memadai tentunya. Terlebih setiap bayi yang berada pada garis merah dalam KMS akan menjadi perhatian petugas kesehatan atau paling tidak akan diberikan penyuluhan gizi secara lebih intensif yang pada gilirannya membantu percepatan peningkatan status gizi si bayi.

4.2.3. Pemberian ASI

(63)

Tabel 4.18. Saat Pertama Sekali Ibu Melahirkan Melakukan Penyusuan Bayi di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008

No Saat Pertama Menyusui Jumlah

(orang)

Persentase (%)

1 2 3

Segera Setelah Melahirkan

30 – 60 Menit Setelah Melahirkan > 1 Jam Setelah Melahirkan

42 280 42

11,5 77,0 11,5

Jumlah 364 100,0

(64)

Tabel 4.19. Cakupan Pemberian ASI Saja di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008

No Umur Pemberian ASI Saja Jumlah

(orang)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cakupan ASI Eksklusif di Kabupaten Nias Selatan hanya sebesar 8,2% sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.19. di atas. Selanjutnya cakupan ASI saja 0 – 5 bulan sebesar 2,6%, 0 – 4 bulan sebesar 3,0%, 0 - 3 bulan sebesar 19,4%, 0 - 2 bulan sebesar 38,8%, dan < 1 bulan sebesar 28,0%.

Tabel 4.20. Lamanya Seorang Ibu Menyusui Bayinya di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008

No Lamanya Menyusui

(65)

si bayi menangis akan diberhentikan ketika si bayi tertidur, tidak dapat melakukan aktifitas lain selain menyusui selama minimal 15 menit merupakan suatu masa yang menjemukan, dan alasan-alasan lain yang bermuara pada keterbatasan produksi ASI, bayinya tertidur atau aktifitas si ibu.

Tabel 4.21. Jadwal Pemberian ASI di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008

No Jadwal Pemberian ASI Jumlah

Tabel 4.21. di atas menunjukkan bahwa 50,8% ibu-ibu di Kabupaten Nias Selatan tidak membatasi anaknya menyusui atau dengan kata lain bahwa ibu-ibu di Kabupaten Nias Selatan menyusui bayinya setiap kali diperlukan tanpa harus terjadwal. Di lain pihak, ibu-ibu di Kabupaten Nias Selatan yang membatasi jadwal menyusui bayinya adalah sekitar 49,2%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 50,8% jadwal menyusui bayi yang benar di Kabupaten Nias Selatan. Alasan yang dikemukakan oleh ibu-ibu yang 49,2% lagi hampir sama dengan alasan tidak menyusui minimal 15 menit.

Tabel 4.22. Metode Pemberian ASI di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008

No Metode Pemberian ASI Jumlah

(orang)

Persentase (%)

1 2

Secara Langsung / Disusui Melalui sendok/botol/media lain

361 3

99,2 8

(66)

Selain itu, berdasarkan tabel 4.22. di atas diketahui bahwa 99,2% pemberian ASI yang dilakukan oleh ibu-ibu di Kabupaten Nias Selatan adalah secara langsung atau disusui langsung tanpa melalui penggunaan sendok, botol, atau media lain. Pada hakekatnya, pemberian ASI kepada bayi di Kabupaten Nias Selatan seluruhnya dilakukan dengan cara menyusui secara langsung, namun 3 (tiga) orang yang menggunakan media lain terjadi karena 1 (satu) orang menderita penyakit kulit di sekitar payudaranya sehingga tidak tega apabila penyakit kulit yang dideritanya pindah kepada bayinya, sementara 2 (dua) orang lagi dikarenakan dalam keadaan sakit dan sesuai anjuran orang tua agar selama sakit tidak menyusui secara langsung karena takut penyakit yang sedang dideritanya ketularan kepada bayinya.

4.2.4. Pemberian MP-ASI

Pemberian ASI yang disajikan berikut ini adalah jadwal pemberian MP-ASI, frekwensi pemberian, jenis dan bentuk MP-MP-ASI, pengolahan MP-MP-ASI, kecukupan takaran / volume MP-ASI, pengunyahan, pemberi, serta kecukupan nilai kalori dan protein dalam MP-ASI.

Gambar

Tabel 3.2. :  Jumlah Sampel Penelitian Menurut Wilayah Kerja Puskesmas di
Tabel 4.1. :
Tabel 4.2.
Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Terakhir di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008
+7

Referensi

Dokumen terkait

Laporan akhir ini dibuat untuk memenuihi syarat menyelesaikan program Pendidikan Diploma III pada jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Telekomunikasi

Metode pengumpulan data menggunakan metode survey yaitu dengan penyebaran kuisioner yang telah terstruktur yang diberikan kepada responden yang dirancang untuk

Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian Tee Chwee Ming &amp; Chan Sok Gee 2008 Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Perusahaan dari Perusahaan

Variabel-variabel LDR, IPR, NPL, APB, IRR,PDN, BOPO, FBIR, FACR,dan PR secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ROA (Return On Asset) pada Bank

Perhitungan ini lebih berpijak pada biaya fisik reklame serta manfaat yang diterima oleh penyelenggara reklame, sehingga sejalan dengan semakin meningkatnya

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa FBIR secara parsial mempunyai pengaruh positifyang signifikan terhadap Capital Adequacy Ratio

Pengetahuan tentang berbagai gejala (fisik maupun sosial) yang berlangsung di muka bumi yang direpresentasikan sebagai gejala keruangan (spatial phenomena) suatu obyek tertentu

Di masa pendemi covid-19 metode Belajar akan mempengaruhi hasil belajar, untuk memperoleh proses pembelajaran yang efektif dimasa pendemi, serta menarik perhatian