NISHI SUMATORA NO MAGEK SHAKAI NI OKERU LUKAH GILO ODORI
KERTAS KARYA
Dikerjakan
O L E H
NURLYANNA PADANG NIM. 072203034
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA DALAM BIDANG STUDI BAHASA JEPANG
NISHI SUMATORA NO MAGEK SHAKAI NI OKERU LUKAH GILO ODORI
Dosen Pembimbing Dosen Pembaca
Rani Arfianty, S.S NIP : 19761110 2005 01 2002
Hj. Muhibbah, S.S
Kertas karya ini diajukan kepada panitia ujian
Program pendidikan Non-Gelar Fakultas Sastra USU Medan Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III Dalam Bidang Studi Bahasa Jepang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA DALAM BIDANG STUDI BAHASA JEPANG
MEDAN 2010
Disetujui Oleh :
Program Diploma Sastra dan Budaya Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara Medan
Program Studi D3 Bahasa Jepang Ketua,
Adriana Hasibuan,S.S.,M.Hum NIP 19620727 198703 2 005
PENGESAHAN
Diterima oleh :
Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya
Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III Bidang Studi Bahasa Jepang
Pada : Tanggal : Hari :
Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara
Dekan,
NIP 19650909 199403 1 004 Prof. Syaifuddin, M.A., Ph.D.
Panitia :
No. Nama Tanda Tangan
1. Adriana Hasibuan, S.S., M. Hum ( )
2. Rani Arfianty, S.S ( )
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat dan hidayah-Nya, sehinggapenulis dapat menyelesaikan kertas karya ini, serta Shalawat dan Salam kita panjatkan kepada Nabi MUHAMMAD SAW, sebagai persyaratan untuk memenuhi ujian akhir Diploma III Progam Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Univeritas Sumatera Utara. Keras karya ini berjudul “Tari Lukah Gilo Dalam Masyarakat Magek Sumatera Barat”.
Penulis menyadari bahwa apa yang telah tertulis dalam kertas karya ini masih jauh dari sempurna baik dari segi materi maupun penulisan. Demi kesempurnaan, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk kearah perbaikan.
Dalam kertas karya ini peulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak yang cukup bernilai harganya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Adriana hasibuan, S.S., M.Hum. selaku Ketua Jurusan program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Amin Sihombing selaku dosen wali.
4. Ibu Hj. Rani Arfianty, S.S., selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan juga arahan kepada penulis, sampai kertas karya ini dapat diselesaikan.
5. Ibu Hj. Muhibah S.S., selaku dosen pembaca.
6. Seluruh staf pengajar pada Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, atas didikannya selama masa perkuliahan.
dukungannya dan doa yang telah dipanjatkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini.
8. Buat sahabat terkasih Azwin Efendi Manurung (Aweng), yang senantiasa memberi semangat dan doa kepada penulis.
9. Tidak lupa penulis juga ingin mengucapkan banyak rasa terima kasih buat atasi no sinyuu Yonintsu O2 Aan (Cungkring), Imel (Pohan), Rizal (Leboy), Tomi (Kokom), Vina (Ndut), Wahyu (Bogel), Winda (Bahenol) dan Inonk, Indri serta teman-teman stambuk 07 khususnya Bahasa Jepang dan juga segenap keluarga besar HINODE. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, penulis menghanturkan rasa terima kasih sebesar-besarnya karena tulus telah membantu dan memotisivasi penulis dalam menyelesaikan karya ini. Akhir kata penulis memohon maaf kepada para pembaca atas segala kesalahan ataupun kekurangan dalam
pengerjaan kertas karya ini, karena kesempurnaan hanyalah milik ALLAH SWT.
MEDAN, JULI 2010
Penulis
DAFTAR ISI
BAB II Gambaran Umum Masyarakat Magek
2.1 Wilayah Masyarakat Magek………32.2 Kepercayaan Masyarakat magek………...……….4
2.3 Mata Pencaharian Masyarakat Magek………..…………5
2.4 Budaya Dan Seni Pada Masyarakat Magek…………..………..………..6
Bab III Tari Lukah Gilo Dalam Masyarakat Magek
3.1 Makna Dan Fungsi Tari Lukah Gilo………..73.2 Cara-cara Tari Lukah Gilo……….………9
3.3 Jumlah Penari Daam Tari Lukah Gilo………..………..10
Bab IV Kesimpulan Dan Saran
4.1 Kesimpulan……….………11BAB I PENDAHULUAN
1.1 Alasan Pemilihan Judul
Kesenian sebagai unsur kebudayaan terdiri dari berbagai cabang seni, salah satu di antaranya
adalah tari. Tari mempunyai wujud yang berkaitan dengan perasaan yang bersifat menggembirakan,
mengharukan atau mungkin mengecewakan. Tari dalam budaya atau masyarakat tertentu merupakan
perwujudan dari ekspresi kehidupan masyarakat. Menurut Rafael Raga Maran (1937) seni adalah suatu
hakiki yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manunusia. Seni merupakan salah satu elemen aktif
kreatif dinamis yang mempunyai pengaruh langsung atas pembentukan kepribadian suatu masyarakat.
Terkait dengan itu, salah satu bentuk kesenian Minangkabau yang merupakan ekspresi
masyarakat Minangkabau adalah tari Lukah Gilo yang masih dipelihara di wilayah pusat kebudayaan
tepatnya di Nagari Padang Magek, Luhak Tanah Datar (dusun Guguak Gadang, desa Padang Magek
Utara, kecamatan Rambatan, Tanah Datar, Sumatera Barat). Tari Lukah Gilo adalah salah satu tari
kelompok yang bersifat magis. Secara historis, kesenian tari Lukah Gilo erat kaitannya dengan
kepercayaan animisme dan dinamisme. Pengaruh itu tampak dari penggunaan mantera-mantera serta
kepercayaan terhadap arwah nenek moyang. Dalam melaksanakan pertunjukan tarian tersebut,
dilengkapi dengan beberapa syarat antara lain menghidangkan sesaji, karena tari ini memiliki unsur
supranatural yang berhubungan dengan magis berupa makanan dan minuman, makanan selingan,
ramuan jeruk, kembang, darah ayam dupa dan sebagainya.
Oleh karena itu, dalam penulisan kertas karya ini penulis mencoba membahas Tari Lukah Gilo
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan kertas karya ini adalah:
1. Untuk mengetahui secara mendalam mengenai tarian Lukah Gilo.
2. Untuk menambah pengetahuan dibidang kebudayaan khususnya kesenian.
3. Untuk melengkapi salah satu persyaratan lulus program studi D3 Bahasa Jepang Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara.
1.3 Batasan Masalah
Masalah yang dibahas dalam kertas karya ini hanya meliputi makna dan fungsi tari Lukah Gilo,
cara-cara atau gerakan tari Lukah Gilo, serta jumlah penari dalam tarian Lukah Gilo.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan yaitu dengan membaca referensi yang
BAB II
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MAGEK
2.1 Wilayah Masyarakat MAGEK
Sumatera Barat secara kultural dikenal dengan sebutan Minangkabau. Seni dan budaya pada tiap daerah di Sumatera Barat mempunyai keunikan dan ciri khas tersendiri. Keunikan dan ciri khas tiap
daerah memperkaya khazanah kebudayaan seni dan budaya Minangkabau serta merupakan potensi yang
luar biasa dalam perkembangan kebudayaan seni dan budaya Minangkabau secara keseluruhan.
Sumatera Barat termasuk kawasan yang di Indonesia, dikelilingi oleh tiga gunung, yakni gunung
Merapi, gunung Sago, dan gunung Singgalang. Kawasan ini disebut dengan darek (barat) yaitu dataran
tinggi di bagian pedalaman, merupakan tempat asal orang Minangkabau. Minangkabau merupakan
salah satu daerah budaya di Indonesia yang didiami oleh masyarakat yang dikenal dengan suku bangsa
(etnis) Minangkabau, terkenal dengan ciri sosial masyarakat, yaitu taat kepada agama islam, berpegang
kuat kepada sistem kekeluargaan garis ibu (matrilineal), dan bercenderung untuk merantau.
Dengan penemuan daerah-daerah di atas oleh ketiga tersebut, maka Minangkabau disebut dengan
Minangkabau baluhak nan tigo (yang berluhak tiga). Daerah ini merupakan daerah asli dari pusat
daerah Minangkabau yang disebut Alam Minangkabau. Sesuai dengan sistem administasi pemerintahan
Republik Indonesia atau menurut pembagian wilayah hukum, wilayah Minangkabau merupakan bagian
Letak Nagari Padang Magek relatif jauh dari pantai, berada dalam garis 00 55' LU sampai 02 35'
LU dan pada garis 99 10' BT sampai 100 55 BT. Nagari Padang Magek dengan luas wilayah lebih
kurang 5148 ha berbatasan dengan beberapa nagari: di sebelah utara berbatasan dengan Nagari Tabek,
di sebelah selatan dengan Nagari Balimbiang, disebelah timur dengan Nagari Rambatan, dan di sebelah
barat dengan Nagari Galo Gadang Tigo Koto. Letaknya lebih kurang 2 km dari ibu kota Kecamatan
Rambatan lebih kurang 9 kilometer dari arah utara Batu Sangkar atau lebih kurang 4 kilometer dari arah
barat Limo Kaum.
2.2 Kepercayaan Masyarakat MAGEK
Setiap suku bangsa atau kelompok masyakat memiliki kepercayaan. Kepercayaan tersebut
berupa kepercayaan atau kerohanian yang timbul secara spontan bersama atau di dalam (suku) bangsa
Minangkabau yang lazim disebut dengan kepercayaan nenek moyang. Agama yang dibawa atau
dipengaruhi oleh kerohanian bangsa lain atau meniru dari bangsa lain, yaitu agama Islam. Masyarakat
Minangkabau terkenal dengan agamanya, masyarakat yang dapat dikatakan sebagai orang Minangkabau
adalah masyarakat yang beragama Islam.
Meskipun masyarakat Minangkabau hingga sekarang dikenal sebagai penganut agama Islam
yang taat, namun masih juga terdapat orang yang percaya kepada hantu-hantu dan kekuatan-kekuatan
gaib. Pengaruh animisme dan dinamisme dalam kehidupan masyarakat masih tampak jelas. Nagari
Padang Magek yang merupakan bagian dari Minangkabau. Perkembangan berbagai bentuk kepercayaan
di daerah ini ditandai dengan masih adanya unsur-unsur kepercayaan animisme, misalnya mempercayai
adanya roh-roh halus, tempat-tempat keramat (batu magek yang dapat berpindah sendiri, batu sarai
tidak boleh dilewati antara pukul 11.00-12.00 siang, kalau melewatinya akan mendengar derapan kaki
kemenyan pada peristiwa tertentu, pergi kedukun untuk meminta petunjuk dan meminta kesembuhan
bermacam-macam penyakit, sebagaimana aktifitas perdukunan tersebut masih terus dilakukan hingga
sekarang terutama di Nagari Padang Magek, yang ditangani langsung oleh Tarmizi (bekas kulipah
kesembilan) dan putranya, Erda Walis (kulipah sekarang). Aktifitas ini merupakan peninggalan
kebudayaan (agama) Budha yang dianggap bersejarah bagi masyarakat Nagari Padang Magek
khususnya dan Minangkabau pada umumnya.
2.3 Mata Pencaharian Masyarakat MAGEK
Nagari Padang Magek yang berada di daerah kabupaten Tanah Datar berhawa sejuk, hampir
diseluruh kabupaten Tanah Datar hujan turun dengan teratur setiap tahun, hal ini berdampak positif bagi
usaha pertanian didaerah ini. Masyarakat Padang Magek sebagian besar hidup sebagai petani (90%),di
samping itu ada juga sebagian pengerajin kerajinan rumah tangga (0,85%), pedangang (0,85%),pegawai
negeri/karyawan (3,78%), tukang (2,14%), pensiunan ABRI (0,56%), dan buruh (1,41%). Usaha
pertanian di Nagari Padang Magek terdiri dari persawahan dan ladang. Hasil pertanian cukup
memberikan kontribusi terhadap daerah lain. Mata pencaharian penduduk pada umumnya adalah
bertani. Kondisi geografis daerah Padang Magek banyak dialiri sungai-sungai kecil. seperti sungai
Sawah Dalam, sungai Lubuak Tangguak, sungai Lubuak Dantuang, dan sungai Lubuak Burai.
Dikarenakan seperti itu, masyarakat Padang Magek sering menangkap ikan atau belut, dengan lukah
(bubu) sebagai tambahan mata pencarian.
Nagari Padang Magek terdiri dari dataran tinggi yang berbukit-bukit dan dataran rendah. Bagian
perbukitan dijadikan masyarakat sebagai tempat tinggal, sedangkan lereng perbukitan dijadikan lahan
perkebunan yang lazim disebut dengan ladang. Dataran rendah atau lembah yang terdapat diantara
perbukitan juga dijadikan lahan persawahan. Sebagian besar daerah ini memiliki tanah yang subur, baik
kerbau merupakan suatu cara untuk pengolahan lahan dalam menunjang pekerjaan petani. Disamping
itu, kerbau dapat digunakan sebagai penunjang ekonomi karena dapat diperjual-belikan.
2.4 Budaya dan Seni Pada Masyarakat MAGEK
Budaya dan kesenian yang terdapat pada masyarakat Magek sama seperti masyarakat Indonesia
pada umumnya. Terdapat legenda atau dogeng, tari-tarian, rumah dan pakaian adat, bahasa daerah, dan
sebagainya.
Pada masyarakat Magek budaya dan keseniannya sebagian besar mengandung unsur magis. Hal
ini disebabkan masih kuatnya keyakinan masyarakat Magek terhadap kebudayaan masa lampau.
Budaya masyarakat Magek merupakan bahwa “IBU” (Wanita) adalah kepala keluarga.
Masyarakat Magek mempunyai salah satu kesenian yaitu tari. Adapun jenis-jenis tarian tersebut adalah
tari Panen, tari Randai, tari Lukah Gilo, tari Sewah, dan lain sebagainya.
Tarian Lukah Gilo adalah salah satu tarian yang mengandung unsur magis. Kesenian dengan
unsur magis ini sampai sekarang masih sering dipertunjukan dalam berbagai acara, juga sebagai
BAB III
TARIAN LUKAH GILO DALAM MASYARAKAT MAGEK
3.1 Makna dan Fungsi Tari Lukah Gilo
Tari Lukah Gilo adalah : Sebuah kesenian rakyat yang sarat dengan kekuatan supranatural yang
hingga sekarang masih berkembang dalam masyarakat Magek.
Beberapa makna dan fungsi tari Lukah Gilo adalah :
1. Sebagai pengikat solidaritas kelompok masyarakat :
Tari Lukah Gilo sebagai salah satu unsur kebudayaan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan akan
naluri mengenai hiburan atau keindahan. Tari lukah gilo yang di pertunjukan dengan kekuatan
supranatural (tidak lazim) dapat memberikan hiburan segar bagi warga masyarakat yang bekerja
sepanjang hari.
Masyarakat yang melakukan aktivitas sehari – hari perlu mendapatkan selingan agar dapat
melepaskan diri dari rutinitas yang menjenuhkan, salah satunya adalah dengan mengadakan atau
menyaksikan tari Lukah Gilo yang aktraktif.
Kesenian terpisah dengan struktur adat dan dapat digunakan dalam berbagai kesempatan, seperti
dalam upacara pernikahan, pengangkatan penghulu, bahkan dalam festival, dan sebagainya. Dalam pesta
pernikahan dan pengangkatan penghulu tari Lukah Gilo menampakkan fungsi hiburan yang amat
menonjol, dan dalam menghibur inilah terlihat fungsinya sebagai pengikat solidaritas antara pemain
dengan pemain, pelaku pertunjukan dengan masyarakat, dan antara masyarakt itu sendiri.
Seseorang disebut memiliki sesuatu keahlian apabila melakukan aktifitas sesuai dengan
keahliannya. Seorang dukun misalnya, harus dapat menunjukan bahwa dia dapat menyembuhkan orang
sakit, menemukan sesuatu yang hilang, memiliki kesaktian dan sebagainya. Pertunjukan dari tari Lukah
Gilo biasanya dimanfaatkan oleh kulipah untuk melegitimasi status sosialnya sebagai kulipah dengan
membuktikan kepada masyarakat bahwa dia mampu berhubungan dengan dunia para jin.
3. Sebagai sarana ekspresi kreativitas dan pelestarian budaya.
Secara tidak langsung semua pertunjukan yang dilaksanakan sudah merupakan sarana ekspresi
para seniman. Mereka menampilkan kebolehannya, baik dalam keterampilan berkesenian maupun
kelebihannya dalam memanfaatkan kekuatan gaib (jin). Hal ini berarti juga mereka telah melakukan
upaya pelestarian terhadap budaya Minangkabau yang sudah ada jauh sebelum masuknya agama Islam.
Kesenian ini merupakan salah satu unsur budaya yang pernah ada dan dilaksanakan oleh para
pendahulu, serta merupakan budaya bangsa yang telah melekat sehingga perlu dilestarikan.
Eksistensi Lukah Gilo masih tetap dilakukan masyarakat Nagari Padang Magek hingga kini (ada
pada tari Lukah Gilo) oleh karena alasan budaya, kini Lukah Gilo tidak lagi diterjemahkan sebagaimana
arti harpiya namun diterima sebagai bagian dari seni pertunjukan yang dapat di nikmati oleh masyarakat
umum. Boleh diakrabi, dan layak ditampilkan pada kesempatan tertentu. Sebagaimana layaknya
kesenian, Lukah Gilo harus dilestarikan dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan masyarakat.
3.2. Cara – Cara Tari Lukah Gilo
Pada tari Lukah Gilo, penarinya adalah laki-laki disebut dengan lukah. Lukah dipakaikan kain
baju, selendang, koset, dan wajahnya didandani layaknya perempuan. Lukah itu kemudian dibisiki
menjadi setiap kali pawang membaca mantra. Yang menjadi tontonan adalah para pemain yang
memegang Lukah itu.
Mereka akan terbawa kian kemari dengan kuatnya seiring makin menggilanya lukah tersebut.
Kegilaan Lukah ini baru akan berhenti apabila pawang berhenti memantarainya atau ada seseorang yang
usil memasang ijok, yaitu bagian dalam dari ekor lukah.
Pertunjukan Lukah Gilo ini biasanya dipertunjukan pada acara helat perkawinan atau acara –
acara khusus yang diadakan masyarakat setempat. Waktu pertunjukannya lebih sering pada malam hari
agar mudah memanggil jin atau makhluk halus lainnya. Suka atau tidak dengan permainan Jelangkung,
pada kenyataanya tarian Lukah Gilo mirip dengan permainan tersebut karena jelangkung merupakan
bagian permainan dari Minangkabau yang juga dikenali luas oleh orang Minang.
3.3 Jumlah Penari Lukah Gilo
Pada tari Lukah Gilo, jumlah penari tidak ditetapkan. Biasanya diperankan oleh dukun (kulipah)
dan Lukah (penari).
Jumlah lukah (penari) tergantung pada acara yang diadakan. Apabila tari Lukah Gilo diadakan untuk
acara adat (upacara) penari yang digunakan sebanyak dua sampai tiga orang.
Apabila tarian Lukah Gilo diadakan untuk pertunjukan seni / hiburan, jumlah penari yang
digunakan bisa dua sampai lima orang. Dalam tarian Lukah Gilo, hal yang paling diutamakan adalah
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 KESIMPULAN
1. Tarian lukah gilo merupakan tarian yang mengandung unsur supranatural atau magis.
2. Makna dan fungsi tarian lukah gilo adalah :
a. Sebagai pengikat solidaritas kelompok masyarakat
b. Sebagai sarana legitimasi status sosial
c. Sebagai sarana ekspresi kereatifitas dan pelestarian budaya.
3. Tarian lukah gilo pada zaman dahulu hanya berpungsi sebagai adat, sekarang dapat
dipertunjukan sebagai hiburan kesenian.
4.2 SARAN
Kepada pembaca diharapkan memahami tari Lukah Gilo dalam masyarakat Magek, dan
mempunyai peranan dalam pelestarian kebudayaan di Magek (tari Lukah Gilo) maupun
kebudayaan di Indonesia.
Harapan ke Pemda agar tarian di Indonesia lebih diperkenalkan kemasyarakat
dibandingkan dari pada tarian yang berasal dari Negara lain.
Kemudian bagi generasi muda atau masyarakat harus ikut turut serta dalam melakukan
DAFTAR PUSTAKA
Amir M.S. 1997, Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang. Jakarta : PT mutiara Sumber widya. Alfian 1985. Persepsi Manusia Tentang Kebudayaan. Jakarta : Gramedia
Dana Jaya James. 1994. Antropologi Psikologi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.