• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sindrom Depresif Pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sindrom Depresif Pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA

LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK MEDAN

TESIS

OLEH

ADHAYANI LUBIS

DEPARTEMEN PSIKIATRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN TESIS

Judul Tesis : SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA LEMBAGA

PEMASYARAKATAN ANAK MEDAN

Nama Peserta : Dr. Adhayani Lubis

Peserta PPDS-I / Ilmu Kedokteran Jiwa

FK-USU / RSUP. H. Adam Malik Medan

Menyetujui:

Pembimbing Tesis

Prof. dr. H.M. JOESOEF SIMBOLON, SpKJ (K)

NIP.131 292 589

Mengetahui/ Mengesahkan

Ketua Departemen Psikiatri Ketua Program Studi Psikiatri

FK-USU / RSUP HAM Medan FK-USU/RSUP. HAM Medan

Prof.dr.H.Syamsir BS, SpKJ (K) Prof. dr. Bahagia Loebis, SpKJ (K)

(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas berkat

limpahan rahmat dan kasih sayangNya maka tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas yang ada sebelumnya dan

memenuhi salah satu syarat untuk melengkapi keahlian dalam bidang Ilmu Kedokteran

Jiwa.

Sebagai manusia biasa, saya menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih banyak

kekurangan dan masíh jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kirannya

tulisan ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang

:

Sindrom Depresif Pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang

telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan

Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara Medan.

2. Prof. dr. H. Syamsir BS, Sp. KJ (K), sebagai Ketua Departemen Psikiatri Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan dan sebagai guru penulis yang telah

banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan dan dukungan

yang sangat berharga selama saya menyelesaikan tesis dan mengikuti pendidikan

spesialisasi.

3. Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp. KJ (K), sebagai Ketua Program Studi PPDS I Psikiatri

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan dan sebagai guru penulis

yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan dan

dukungan yang sangat berharga selama saya menyelesaikan tesis dan mengikuti

(4)

4. dr. H. Harun. T. Parinduri, Sp. KJ (K), sebagai guru yang telah banyak memberikan

bimbingan dan pengetahuan yang sangat berharga selama penulis mengikuti

pendidikan spesialisasi.

5. dr. Raharjo Suparto, Sp. KJ, sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan

dan pengetahuan yang sangat berharga selama penulis mengikuti pendidikan

spesialisasi.

6. dr. H. Marhanuddin Umar, Sp. KJ (K) sebagai guru yang telah banyak memberikan

bimbingan dan pengetahuan yang sangat berharga selama penulis mengikuti

pendidikan spesialisasi.

7. Prof. dr. H.M. Joesoef Simbolon, Sp. KJ (K) sebagai guru dan sebagai pembimbing

pembuatan tesis ini yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan yang

sangat berharga selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi, terutama di bidang

Psikiatri Anak.

8. dr. Hj. Elmeida Effendy, SpKJ sebagai Sekretaris Program Studi PPDS I I Psikiatri

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan dan sebagai guru penulis

yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan yang sangat berharga

selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.

9. dr. Donald F. Sitompul, Sp. KJ; dr. Rosminta Girsang, Sp. KJ; dr. Artina R. Ginting,

Sp. KJ; dr. Hj. Sulastri Effendi, Sp. KJ; dr. Hj. Mariati, Sp. KJ; dr. Evawati Siahaan,

Sp. KJ; dr. Paskawani Siregar, Sp. KJ; dr. Citra J. Tarigan Sp. KJ; dr. Dapot P.

Gultom, Sp. KJ; dan dr. Vera R.B. Marpaung, Sp. KJ, dr. Herlina Ginting, Sp. KJ; dr.

Juskitar, Sp. KJ; dr. Mawar Gloria Tarigan, Sp. KJ dan dr. Freddy S. Nainggolan, Sp.

KJ sebagai guru dan senior yang memberikan dorongan dan semangat selama penulis

mengikuti pendidikan spesialisasi.

10. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, Direktur Rumah Sakit

Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara, Direktur Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi

Medan, Direktur Rumah Sakit Tembakau Deli Medan yang telah memberikan izin,

kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk belajar dan bekerja selama mengikuti

pendidikan spesialisasi.

11. Terima kasih kepada Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, Rumah

(5)

Medan, Rumah Sakit Tembakau Deli Medan sebagai tempat penulis untuk belajar dan

bekerja selama mengikuti pendidikan spesialisasi.

12. Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp. S(K) sebagai Ketua Departemen Neurologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan dan dr. Rusli Dhanu, Sp. S (K)

sebagai Ketua Program Studi PPDS-I Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara Medan, Prof. dr. Darulkutni Nasution, Sp. S (K) yang telah

memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjalani stase

di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

13. Prof. dr. Hj. Habibah Hanum Nasution, SpPD, KPSi, sebagai Kepala Sub Divisi

Psikosomatik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,

yang telah membimbing penulis selama belajar di stase Sub Divisi Psikosomatik Ilmu

Penyakit Dalam FK USU.

14. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M. Kes, sebagai konsultan statistik dalam penelitian ini,

yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan

penulis dalam penelitian ini.

15. Teman-teman peserta PPDS-I Psikiatri FK USU : dr. Evalina Peranginangin, dr.

Ghafur Fauzi, dr. Yusak P Simanjuntak, dr. Vita Camelia, dr. Mustafa Mahmud

Amin, dr. Friedrich Lupini, dr. Wilson Rimba, dr. Rudyhard E. Hutagalung, dr. Laila

Silvya Sari, dr. Juwita Saragih, dr. M. Surya Husada, dr. Silvy A. Hasibuan, dr.

Victor E. Pinem, dr. Siti Nurul Hidayati, dr. Lailan Sapinah, dr. Herny T. Tambunan

dan dr. Mila A Harahap yang memberikan masukan kepada penulis melalui diskusi,

serta memberikan dorongan yang membangkitkan semangat dalam menyelesaikan

pendidikan spesialisasi ini.

16. Perawat, pegawai RSUP. H. Adam Malik Medan, RSUP. Dr. Pirngadi Medan, RS.

Tembakau Deli Medan, Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara, yang

telah membantu penulis selama dalam pendidikan spesialisasi.

17. Kedua orang tua penulis yang sangat penulis hormati dan sayangi: Alm Ridwan Lubis

dan Almh Naimah Hasibuan, demikian juga kepada kakak-kakak dan abang-abang

penulis yang telah memberi dorongan, semangat dan doa.

(6)

yang telah memberikan saya suami dan anak-anak yang baik dan penuh pengertian.

Terima kasih atas segala doa, dukungan, dorongan, semangat, kesabaran dan

pengorbanan waktu yang diberikan kepada saya.

Akhirnya penulis hanya mampu berdoa dan bermohon kepada ALLAH SWT

memberikan rahmat dan kasih sayangNya kepada seluruh keluarga, handai tolan yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan baik

moril maupun materil, saya ucapkan banyak terima kasih.

Medan, 16 Juli 2008

(7)

ABSTRAK

Tujuan Penelitian : Tujuan umum dari penelitian ini ádalah untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan dengan menggunakan

Children depression inventory dari KOVACK dan tujuan khususnya adalah untuk

mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tindak pidana,

lamanya hukuman, kelompok umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal, sosial ekonomi

orang tua, status perkawinan orang tua dan jika terdapat sindrom depresif dapat dilakukan

kerja sama dengan Departemen Psikiatri untuk mendapatkan penilaian dan perawatan

lebih lanjut.

Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan studi cross sectional untuk menilai apakah terdapat sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak

Medan dan apakah sindrom depresif pada narapidana tersebut berbeda berdasarkan tindak

pidana, lamanya hukuman, kelompok umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal, sosial

ekonomi orang tua, status perkawinan orang tua. Sampel adalah 274 orang narapidana

Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan. Penelitian dilakukan dari tanggal 1 Mei sampai

dengan 15 Juli 2008. Data-data dikumpulkan dengan cara seluruh sampel penelitian

mengisi kuesioner Children depression inventory dari KOVACK dan analisis statistik

menggunakan uji hipotesis chi-square.

Hasil Penelitian : Pada 274 Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak didapatkan mean dan standard deviation Kovack yang mengalami sindrom depresif adalah 22,1 ( SD

3,2) dan yang tidak mengalami sindrom depresif 9,2

( SD 2,1). Terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak

Medan dengan sosial ekonomi orang tua. Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom

depresif pada narapidana Lapas Anak Medan berdasarkan tindak pidana, lamanya

hukuman, kelompok umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal serta status perkawinan

orang tua.

Kesimpulan : Terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dengan sosial ekonomi orang tua.

(8)
(9)

V.9. DEFINISI OPERASIONAL...20

V.10. MANAJEMEN DAN ANALISA DATA...21

BAB VI KERANGKA OPERASIONAL...22

BAB VII HASIL PENELITIAN...23

VII.1. KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN...23

VII.2. SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN...25

VII.3. MEAN DAN STANDARD DEVIATION (SD) KOVACK PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN...25

VII.4. SEBARAN TINDAK PIDANA DENGAN SINDROM DEPRESIF...26

VII.5. SEBARAN LAMANYA HUKUMAN DENGAN SINDROM DEPRESIF...27

VII.6. SEBARAN UMUR DENGAN SINDROM DEPRESIF...28

VII.7. SEBARAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN SINDROM DEPRESIF...29

VII.8. SEBARAN TEMPAT TINGGAL DENGAN SINDROM DEPRESIF...30

VII.9. SEBARAN SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DENGAN SINDROM DEFRESIF...31

VII.10. SEBARAN STATUS PERKAWINAN ORANG TUA DENGAN SINDROM DEPRESIF...32

BAB VIII PEMBAHASAN...33

VIII.1 KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN...33

VIII.2. SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN...34

VIII.3. MEAN DAN STANDARD DEVIATION KOVACK PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN...35

VIII.4. SEBARAN TINDAK PIDANA DENGAN SINDROM DEPRESIF...35

VIII.5. SEBARAN LAMANYA HUKUMAN DENGAN SINDROM DEPRESIF...36

VIII.6. SEBARAN UMUR DENGAN SINDROM DEPRESIF...37

VIII.7. SEBARAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN SINDROM DEPRESIF...37

VIII.8. SEBARAN TEMPAT TINGGAL DENGAN SINDROM DEPRESIF...38

VIII.9 SEBARAN SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DENGAN SINDROM DEPRESIF...39

(10)

IX.1. KESIMPULAN...41

IX.2. SARAN...42

DAFTAR PUSTAKA………...43

(11)

DAFTAR SINGKATAN

ACTH : Adrenocorticotropic hormone

CRH : Corticotropin-releasing hormone

CDI : Children depression inventory

DST : Dexamethasone Suppression Test

DSM-IV-TR: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Revised

Fourd Edition

Lapas : Lembaga Pemasyarakatan

PPDGJI III : Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia

PT : Perguruan Tinggi

SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SMU : Sekolah Menengah Umum

(12)

DAFTAR TABEL

TABEL 1. KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN...22

TABEL 2. SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN.24

TABEL 3. MEAN DAN STANDARD DEVIATION (SD) KOVACK PADA

NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN...24

TABEL 4. SEBARAN TINDAK PIDANA DENGAN SINDROM DEPRESIF...25

TABEL 5. SEBARAN LAMANYA HUKUMAN DENGAN SINDROM DEPRESIF..26

TABEL 6. SEBARAN UMUR DENGAN SINDROM DEPRESIF...27

TABEL 7. SEBARAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN SINDROM DEPRESIF.28

TABEL 8. SEBARAN TEMPAT TINGGAL DENGAN SINDROM DEPRESIF...29

TABEL 9. SEBARAN SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DENGAN SINDROM

DEFRESIF...30

TABEL 10. SEBARAN STATUS PERKAWINAN ORANG TUA DENGAN

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 CHILDREN DEPRESSION INVENTORY......44

LAMPIRAN 2. LEMBARAN PENJELASAN UNTUK SAMPEL...48

LAMPIRAN 3. INFORMED CONSENT...49

LAMPIRAN 4. DATA SAMPEL...50

(14)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Anak merupakan salah satu lapisan masyarakat yang merupakan suatu bagian dari

generasi muda sebagai penerus cita-cita bangsa dan sumber daya manusia yang memiliki

peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, serta memerlukan pembinaan dan

perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dari segala kemungkinan yang akan

membahayakan mereka.1

Gangguan depresif pada anak dan remaja sering terjadi namun sering kali tidak

terdeteksi.2 Dahulu adanya gangguan depresif pada anak diragukan oleh karena anggapan

bahwa superego anak yang immatur tidak memungkinkan berkembangnya gangguan

depresif. Namun hasil dari pertemuan Union of European Pedopsychiatrists

menyimpulkan bahwa gangguan depresif pada anak memiliki proporsi yang bermakna

dari gangguan mental pada anak dan remaja.3

Menurut Ryan pada tahun 2004, gangguan mood sangat umum dijumpai pada

anak yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak. Gangguan mood tersebut

ditemukan 1 dari 12 anak dan 8% mengalami gangguan depresif. Secara kontras banyak

studi menemukan prevalensi angka yang lebih tinggi antara 17-78%. Pada suatu studi

Cook Counly, Illinois melaporkan prevalensi episode depresi mayor untuk laki-laki 13%

dan untuk perempuan 21,6%, gangguan distimik untuk laki-laki 15,8% dan untuk

perempuan 12,2%.4

Otto dan kawan-kawan mengumpulkan 11 penelitian mengenai gangguan mood

pada anak laki-laki yang berada di Lembaga Pemasyarakatan dan ditemukan variasi yang

signifikan pada angka prevalensi. Contohnya self report, penelusuran data pada rekam

medik dengan cara retrospektif dan dengan menggunakan wawancara klinis. Dari

penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa yang menggunakan rekam medis melaporkan

adanya gangguan mood 22% dan yang menggunakan wawancara klinis melaporkan

32-78%.4

Domalanta dan kawan-kawan melakukan penelitian mengenai depresi pada 1.024

anak yang berada di Lembaga Pemasyarakatan, usia 11-18 tahun dengan menggunakan

kuisioner yang diisi sendiri termasuk Beck depression Inventory, dan menemukan 25%

(15)

meneliti 71 remaja (40 laki-laki dan 31 wanita), menemukan gangguan mood sebanyak

15%.4

Studi prevalensi di Canada oleh Ulzen dan Hamilton tahun 1998 mengenai

prevalensi gangguan mental pada pusat penahanan anak dan remaja menunjukkan hasil

30,4% memenuhi kriteria gangguan depresi. Teplin dan kawan-kawan di Amerika pada

tahun 2000 melaporkan 13% anak laki-laki dan 21,6% anak perempuan yang berada di

Lembaga Pemasyarakatan memenuhi kriteria episode depresi. 5

Tindakan terhadap anak yang melakukan tindak pidana atau anak yang melakukan

perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan

perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku pada

masyarakat yang bersangkutan dapat berupa penangkapan, penahanan dan pengurungan.6

Bentuk suatu hukuman terhadap anak dapat berupa hukuman kurungan badan.

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) lebih di kenal dengan istilah penjara. Istilah tersebut

sudah sangat menimbulkan perasaan takut dan perasaan tidak menyenangkan, karena

anggapan buruk yang selalu ada di dalamnya, seperti pemukulan, penyiksaan, pelecehan

seksual, kesehatan yang buruk dan fasilitas yang sangat minim. Penjara tidak hanya

sebuah hal yang menakutkan untuk tinggal di dalamnya tetapi juga sebuah stigma yang

akan tetap melekat pada seseorang apabila dirinya telah keluar dari penjara sebagaimana

sering dilakukan masyarakat.7

Semua tekanan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan menjadi penyebab utama

sakitnya narapidana Lembaga Pemasyarakatan tersebut. Penyebab sakitnya anak-anak

tersebut dapat disebabkan oleh dua hal yaitu fisik dan psikis. Secara fisik, anak-anak

sering mengeluh sakit kepala, sesak nafas sehingga makan menjadi tidak enak dan dapat

mendatangkan stres. Secara psikis anak-anak jadi sering melamun, marah-marah tidak

menentu dan tidak mengetahui apa masalahnya. Hal ini bisa menjadi gangguan depresi

dan apabila tidak tertahankan dapat menyerang orang lain ataupun menyebabkan bunuh

diri.5

Di dalam Lebaga Pemasyarakatan Anak, ketika anak ditahan dan masuk ke dalam

Lembaga Pemasyarakatan tersebut maka hidup anak akan terkekang, kemerdekaan akan

(16)

dihuni oleh 850 anak. Seorang anak yang seharusnya berada dekat dengan orang tua,

setiap hari harus hidup mandiri, berjuang untuk kehidupan sehari-hari misalnya

mengambil jatah makan dan minum, berjuang untuk dapat mandi karena air kurang,

berjuang untuk memperoleh posisi tidur karena padat, bahkan saat seorang anak sakit

harus mengurus dirinya sendiri karena anak hanya mendapatkan pengobatan dari tenaga

medis yang terdiri dari 1 orang dokter dan 2 orang perawat yang bekerja dibagi atas tiga

shift (1 orang perawat pada pagi hari, 1 orang dokter pada sore hari, 1 orang perawat pada

malam hari). Setiap harinya anak berada dalam kamar tahanan (sel) dan diperbolehkan

keluar kamar selama 7 jam per 24 jam (08.00-13.00 wib dan 16.00-18.00). Anak juga

harus bersabar menunggu kunjungan orang tua yang biasanya berkunjung 1 sampai 2 kali

sebulan, bahkan tidak jarang anak-anak tersebut dikunjungi sekali 2 bulan.

Penelitian terhadap sindrom depresif pada narapidana belum pernah dilakukan di

Lapas Anak lainnya, disamping itu pemidanaan sangat berpengaruh terhadap

perkembangan jiwa anak. Dari uraian diatas peneliti tertarik melakukan penelitian ini

dengan harapan memperoleh data apakah terdapat sindrom depresif pada narapidana

Lapas Anak Medan dan apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan

tindak pidana, lamanya hukuman, kelompok umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal,

sosial ekonomi orang tua, status perkawinan orang tua serta data yang diperoleh dapat

digunakan untuk mengambil kebijakan-kebijakan dan program yang dianggap perlu bagi

Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia dan khususnya untuk Lapas Anak Medan.

I.2. Rumusan Masalah :

1. Apakah terdapat sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan?

2. Apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tindak pidana?

3. Apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan lamanya

hukuman?

4. Apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan kelompok umur ?

5. Apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tingkat

pendidikan ?

6. Apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tempat

(17)

7. Apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan sosial ekonomi

orang tua ?

8. Apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan status perkawinan

orang tua?

I.3. Hipotesis

1. Terdapat sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan

2. Terdapat perbedaan sindrom depresif pada narapidana berdasarkan tindak pidana

3. Terdapat perbedaan sindrom depresif pada narapidana berdasarkan lamanya

hukuman

4. Terdapat perbedaan sindrom depresif pada narapidana berdasarkan kelompok

umur

5. Terdapat perbedaan sindrom depresif pada narapidana berdasarkan tingkat

pendidikan.

6. Terdapat perbedaan sindrom depresif pada narapidana berdasarkan tempat

tinggal.

7. Terdapat perbedaan sindrom depresif pada narapidana berdasarkan sosial

ekonomi orang tua.

8. Terdapat perbedaan sindrom depresif pada narapidana berdasarkan status

(18)

BAB II

TUJUAN PENELITIAN II.1. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan umum

Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana Lembaga Pemasyarakatan

Anak Medan

Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tindak

pidana.

2. Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan

lamanya hukuman.

3. Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan

kelompok umur.

4. Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tingkat

pendidikan

5. Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tempat

tinggal.

6. Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan sosial

ekonomi orang tua

7. Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan status

perkawinan orang tua.

8. Jika terdapat sindrom depresif maka dapat dilakukan kerja sama dengan

Departemen Psikiatri untuk mendapatkan penilaian dan penatalaksanaan lebih

(19)

II.2. MANFAAT PENELITIAN

1. Dari hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi mengenai

proporsi sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak dan dapat sebagai bahan

pertimbangan bagi jajaran Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia untuk

mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu dalam menyusun program lebih

lanjut khususnya pada Lapas Anak Medan.

2. Pada anak yang didapati mengalami sindrom depresif maka dapat diambil

tindakan penanganan selanjutnya.

3. Dengan deteksi dini adanya sindrom depresif pada Lapas Anak Medan dapat

(20)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA III.1. DEPRESI

Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala

utama afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan dan kekurangan energi yang

menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunya aktifitas. Disamping itu

gejala lainnya yaitu konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri

berkurang, pikiran bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan

pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu

dan nafsu makan berkurang.9

Depresi merupakan penyakit mental dengan karakteristik perasaan sedih atau rasa

putus asa yang dalam dan berlangsung dalam waktu lama.10 Depresi merupakan

gangguan mood yang sering terjadi pada anak dan remaja yang memberi pengaruh negatif

terhadap pertumbuhan dan perkembangan, prestasi sekolah, hubungan dengan teman

sebaya dan keluarga, dapat membawa pada suicide.11

Beberapa teori tentang etiologi depresi pada anak dan remaja adalah:

Faktor Genetik. Suatu bidang pengetahuan yang semakin berkembang mengimplikasikan faktor-faktor genetik pada gangguan mood. Kita mengetahui bahwa

gangguan mood cenderung menurun dalam keluarga.12

Berdasarkan penelitian dikatakan, anak yang mempunyai orangtua menderita

gangguan depresif akan mengalami peningkatan gangguan afektif dibandingkan

gangguan psikiatrik lain.2 Peningkatan insiden gangguan mood umumnya dijumpai pada

anak-anak yang mempunyai orangtua dengan gangguan mood. Mempunyai satu orangtua

menderita gangguan depresif kemungkinan menggandakan risiko. Mempunyai dua

orangtua menderita gangguan depresif kemungkinan meningkatkan risiko 4x untuk anak

mengalami gangguan mood sebelum usia 18 dibandingkan anak dengan kedua orangtua

tidak mengalami gangguan depresif.13

Para peneliti percaya bahwa keturunan memainkan peranan penting dalam

gangguan depresif mayor. Namun genetik bukanlah satu-satunya determinan dari

gangguan depresif mayor, juga bukan determinan yang paling penting. Faktor lingkungan

seperti pemaparan terhadap peristiwa hidup yang penuh tekanan tampaknya memainkan

(21)

gangguan yang kompleks yang disebabkan oleh suatu kombinasi dari faktor-faktor

genetik dan lingkungan.12

Faktor Hubungan Orang Tua-Anak. Dalam model ini, depresi telah terkonseptualisasi sebagai hasil dari interaksi orang tua-anak yang kurang baik. Orang tua yang menderita

depresi mengalami keterlibatan ketika anak bergantung pada orang tua dalam

kehidupannya. Hubungan orangtua-anak yang kurang baik juga terlihat pada proteksi dari

ibu yang terlalu ketat pada awal masa kanak-kanak.2

Faktor Biologis. Penelitian tentang episode depresif mayor pada anak prapubertas dan gangguan mood pada remaja telah mengemukakan abnormalitas biologis. Anak

prapubertas dengan episode depresif saat tidur mensekresi growth hormone yang secara

signifikan lebih banyak daripada anak normal dan anak dengan non gangguan depresif.14

Anak-anak dengan gangguan depresif mayor yang disertai dengan riwayat

penyiksaan memperlihatkan peningkatan respons Adrenocorticotropic hormone (ACTH)

dan kortisol terhadap stresor akut. Apabila stresor tersebut berlangsung kronik terjadi

pelepasan Corticotropin-releasing hormone (CRH) dari hipotalamus secara terus

menerus (hipersekresi). Hipersekresi ini menyebabkan penurunan regulasi reseptor CRH

hipofisis. Akibatnya, hipofisis tidak berespons lagi.14

Hipersekresi kortisol sebagaimana nonsupresi dexamethasone dilaporkan pada

anak prapubertas dan remaja. Weller & Weller melaporkan pemakaian Dexamethasone

Suppression Test (DST) pada anak dan remaja. Secara keseluruhan, 54% dari anak dan

remaja depresi yang diteliti memiliki DST abnormal, abnormalitas tersebut tampak lebih

kuat pada anak prapubertas dibandingkan remaja.2

Berbagai bukti pada penelitian dewasa menunjukkan bahwa gangguan regulasi

sistim serotonin dapat berperan dalam terjadinya depresi.15

Faktor Sosial. Gangguan depresif dapat diakibatkan oleh kultur sosial yang menekan setiap orang dalam peranan tertentu. Ketidakmampuan peranan sosial kita untuk

menyesuaikan diri dengan stresor sosial mengarah pada berkembangnya gangguan

(22)

Terdapat bukti yang mengemukakan bahwa status perkawinan orangtua,, jumlah

saudara, status sosioekonomi keluarga, pemisahan orangtua, perceraian, pernikahan,

struktur keluarga berperan banyak dalam menyebabkan gangguan depresif pada anak.14

Faktor Psikologi

Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan terjadinya gangguan depresif:

Teori psikoanalitik (Psikodinamika). Teori psikodinamika klasik mengenai gangguan depresif dari Freud dan para pengikutnya misalnya Abraham meyakini bahwa

gangguan depresif mewakili kemarahan yang diarahkan kedalam diri sendiri dan bukan

kepada orang-orang yang dikasihi. Rasa marah dapat diarahkan kepada self setelah

mengalami kehilangan yang sebenarnya atau ancaman kehilangan dari orang-orang yang

dianggap penting.12

Model stres dalam hidup (Life stress model). Model ini mengasumsikan stresor

atau perubahan dalam lingkungan memerlukan penyesuaian diri, yang dapat

menyebabkan gangguan depresif. Sebagian teori menerangkan bahwa gangguan depresif

pada anak disebabkan adanya reaksi dari kekacauan dalam keluarga. Poznanski dan Zrull

pada tahun 1970 melaporkan bahwa terjadinya gangguan depresif pada anak disebabkan

oleh insidensi yang tinggi dari agresi orang tua, hukuman dari kedisiplinan, perselisihan

dalam perkawinan dan penolakan dalam keluarga.2

Orang juga lebih cenderung untuk mengalami gangguan depresif bila mereka

menanggung sendiri tanggung jawab dari peristiwa yang tidak diinginkan, seperti

masalah sekolah, kesulitan keuangan, kehamilan yang tidak diinginkan, masalah

interpersonal dan masalah dengan hukum.12

Model penguatan perilaku (Behavioral reinforcement model). Perilaku dan

mood depresif disebabkan karena tidak cukup mendapatkan hal yang positif, yang

mengakibatkan tangisan, iritabilitas dan terjadinya respons yang laten pada anak dan

remaja.2

Peter Lewinsohn pada tahun 1974 mengatakan bahwa gangguan depresif

dihasilkan dari ketidakseimbangan antara output prilaku dan input reinforcement yang

berasal dari lingkungan. Kurangnya reinforcement untuk usaha seseorang dapat

(23)

Reinforcement sosial dapat hilang saat orang yang dekat dengan kita, yang

menjadi pemberi reinforcement, meninggal atau meninggalkan kita. Orang yang

menderita kehilangan sosial lebih cenderung untuk menderita gangguan depresif bila

mereka kurang memiliki keterampilan sosial dalam membentuk hubungan baru.12

Model ketidakberdayaan yang dipelajari (Learned helplessness model). Model ketidakberdayaan yang dipelajari mengajukan pandangan bahwa orang dapat menderita

gangguan depresif karena ia belajar untuk memandang dirinya sendiri sebagai tidak

berdaya dalam mengontrol reinforcement dari lingkungan atau untuk mengubah

kehidupan yang lebih baik. Martin Seligman adalah orang yang pertama kali menyusun

konsep ketidakberdayaan yang dipelajari. Ia mengatakan bahwa orang belajar untuk

memandang dirinya sebagai tidak berdaya karena pengalaman-pengalamannya. Sejumlah

gangguan depresif pada manusia mungkin berasal dari pemaparan-pemaparan terhadap

situasi-situasi yang tampaknya tidak terkontrol. Sedikit kegagalan akan menimbulkan

perasaan tidak berdaya dan dugaan akan kegagalan dimasa mendatang.12

Model distorsi kognitif (Cognitive distortion model). Pandangan negatif terhadap

diri sendiri, dunia dan masa depan menjadi penyebab terjadinya gangguan depresif.2

Sejumlah teori telah berkembang untuk menjelaskan hubungan antara gangguan mood,

terutama gangguan depresif, dengan kognitif. Distorsi kognitif dan sifat negatif umumnya

dijumpai pada anak , remaja dan dewasa yang menderita gangguan depresif.15

Seorang teoritikus kognitif yang paling berpengaruh, psikiater Aaron Beck,

menghubungkan pengembangan gangguan depresif dengan adopsi dari cara berpikir yang

terdistorsi secara negatif di awal kehidupan. Segi tiga kognitif dari gangguan depresif

mencakup keyakinan-keyakinan negatif mengenai diri sendiri, lingkungan dan masa

depan. Teori kognitif meyakini bahwa orang yang mengadopsi cara berpikir yang negatif

ini memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita gangguan depresif bila dihadapkan

pada pengalaman hidup yang menekan atau mengecewakan, seperti mendapat nilai buruk

atau kehilangan pekerjaan. Distorsi kognitif ini membentuk tahapan-tahapan untuk

gangguan depresif disaat menghadapi kehilangan personal atau peristiwa hidup yang

negatif.12

(24)

evaluasi diri dan pengendalian diri. Tindakan mereka sering hanya memfokuskan dalam

jangka waktu yang pendek dari pada jangka waktu yang panjang.2

Gambaran klinis sindrom depresi pada anak menyerupai dewasa, kecuali bahwa

anak lebih cenderung mengalami cemas perpisahan, fobia, keluhan somatik dan masalah

tingkah laku. Anak bukannya melaporkan rasa sedih, tetapi anak malahan dapat menjadi

irritable.16

Menurut DSM-IV-TR, kriteria diagnosis untuk episode depresif mayor adalah

sedikitnya lima gejala harus dijumpai selama periode 2 minggu dan harus ada perubahan

dari fungsi sebelumnya.14 Di antara gejala yang harus ada adalah depressed atau irritable

mood atau kehilangan minat atau kegembiraan. Gejala lain adalah kegagalan kenaikan

berat badan, insomnia atau hipersomnia, agitasi atau retardasi psikomotor, kelelahan atau

hilang tenaga, perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang tidak sesuai, berkurangnya

kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi dan pemikiran tentang kematian.2,14

Gejala-gejala tersebut harus menyebabkan gangguan sosial atau akademik. Untuk

memenuhi kriteria episode depresif mayor, gejala tidak boleh akibat langsung dari zat

(mis: alkohol) atau kondisi medis umum. Diagnosa episode depresif mayor tidak

ditegakkan dalam 2 bulan kehilangan orang yang dicintai.14

Berdasarkan PPDGJI III, tiga variasi dari episode depresif yang tercantum

dibawah ini: ringan, sedang, berat. Individu biasanya menderita suasana perasaan (mood)

yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan dan berkurangnya energi yang menuju

meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktifitas. Biasanya ada rasa lelah

yang nyata sesudah kerja sedikit saja. Gejala yang lazim adalah:

1. Konsentrasi dan perhatian yang kurang

2. Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang

3. Gagasan tentang keadaan bersalah dan tidak berguna

4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik

5. Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri

6. Tidur terganggu

7. Nafsu makan berkurang.17

Depresi pada usia remaja seperti gejala depresi pada umumnya terutama

menunjukkan perasaan kebosanan yang berat dan kurang mempunyai orientasi ke masa

(25)

perempuan lebih sering depresi daripada remaja laki-laki. Perasaan depresi pada anak dan

remaja lebih sering ditunjukkan dengan perasaan mudah

tersinggung atau mudah marah.16

Gejala gangguan depresif pada usia remaja mirip dengan orang dewasa berupa: 16 1. Anhedonia

Tidak dapat merasakan kesenangan atau kepuasan dalam kehidupan sehari-harinya 2. Gangguan kognitif mengenai:

a. Dirinya: menyalahkan dirinya, menyesali dirinya, merasa bersalah, merasa tak berharga

b. Dunia sekitarnya: merasa tak tertolong, putus asa pada situasi kehidupan c. Masa depan: merasa tak ada harapan, murung terhadap masa depan 3. Perubahan tingkah laku

Perubahan tingkah laku berupa agitasi yang berat sampai menarik diri dan stupor

4. Perubahan fisiologis

Perubahan fisiologis berupa nafsu makan yang kurang, berat badan menurun dan gangguan pola tidur.

Beberapa kuesioner yang dapat digunakan untuk skrining depresi pada anak

adalah Pediatric Symptom Checklist3,18, Center for Epidemiological Studies Depression

Scale for Children16,19, Children’s Depression Inventory dari Kovax20,21,22, Children’s

Depression Scale, dan Depression Self-Rating Scale.20

III.2. TINDAK PIDANA

Pengertian hukuman adalah suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan

oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum

pidana.23

Dalam hukum yang ada di Indonesia tidak ada diatur secara tegas mengenai

pengertian anak. Hal ini dapat dilihat dalam uraian sebagai berikut:

a) Pengertian anak menurut Hukum Pidana

Dalam hukum pidana khususnya Pasal 45 berbunyi: bahwa jika seseorang yang

belum dewasa dituntut karena perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya

belum enam belas, hakim boleh memerintahkannya supaya sitersalah

(26)

b) Pengertian anak menurut Hukum Perdata

Menurut hukum perdata Pasal 330, menyebutkan bahwa mereka yang mencapai

umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin dan apabila perkawinan

itu dibubarkan sebelum umur mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan yang

belum dewasa dan mereka yang belum dewasa tidak berada di bawah kekuasaan

orang tua atau dibawah perwalian. 25

c) Pengertian anak menurut Kesepakatan antara Departemen Sosial dengan

Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia.

Anak pelaku tindak pidana adalah anak yang melakukan tindak pidana yang telah

mencapai umur 12 tahun tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum pernah

menikah. Apabila anak itu di dalam Lapas masih dalam menempuh pendidikan

atau menurut Undang-undang Kesejahteraan memungkinkan bisa sampai umur 21

tahun.26

d) Pengertian anak menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan anak

Dalam ketentuan umum pasal 1 yang dimaksud dengan anak adalah seseorang

yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan.1

Terhadap kejahatan yang dilakukan oleh anak nakal, Undang-Undang No 3 Tahun

1997 tentang Pengadilan anak telah mengaturnya sedemikian rupa sehingga kejahatan

yang dilakukan anak hanya dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam

Undang-Undang. Pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal adalah pidana

penjara.25

Jika seseorang dinyatakan bersalah oleh pengadilan, maka ia dikirim ke Lembaga

Pemasyarakatan. Hal ini berarti, bahwa peradilan telah memutuskan:

Kebebasan akan dibatasi untuk jangka waktu tertentu.27

Dalam buku Hukum Pidana, Lembaga Pemasyarakatan dapat dikatakan

mempunyai 4 (empat) fungsi, yaitu:

(27)

2. Menghukum (Punitive)

3. Memperbaiki (Reformative)

4.Rehabilitasi (Rehabilitation).28

III.3. PENGARUH PEMIDANAAN TERHADAP ANAK

Pemidanaan sangat berpengaruh terhadap jiwa dan masa depan anak sebagai generasi penerus bangsa Indonesia. Ketika anak masuk dalam Lembaga Pemasyarakatan

maka anak menyadari dirinya dalam keadaan terkekang, jauh dari orang tua, keluarga dan

orang orang yang dikenalnya serta memasuki dunia baru yang tertutup. 27

Setelah anak dinyatakan bersalah dan harus dipenjarakan maka anak tersebut akan

mempunyai problem mental seperti perasaan bersalah terus menerus, perasaan selalu

diatur dan anak-anak akan merasa rendah diri, merasa dianggap penjahat. Hal ini akan

berakibat buruk terhadap perkembangan jiwa anak. 29

Penyebab utama depresi pada remaja adalah kehilangan objek yang dicintai. Oleh

karena perkembangan dan keterbatasan yang ada pada remaja, maka bentuk kehilangan

objek yang dicintai berbeda dengan orang dewasa. Pada remaja penyebab depresi yang

paling sering adalah yang berasal dari lingkungan, misalnya:

1. Perpisahan yang terjadi secara beruntun

2. Kehilangan yang terjadi tiba-tiba

3. Penolakan

4. Berkurangnya perhatian lingkungan. 30

Pemidanaan dan hukuman merupakan contoh dari model stres dalam hidup (Life

stress model). Orang lebih cenderung untuk mengalami gangguan depresif bila mereka

menanggung tanggung jawab dari peristiwa yang tidak diinginkan, seperti masalah

dengan hukum.12

Seseorang yang menjalani tidak pidana tanpa mengalami gangguan depresif dalam

menjani hukumannya biasanya mempunyai perilaku anti sosial. Perilaku antisosial

dimulai dengan masalah tingkah laku yang serius dan persisten pada masa remaja awal.

Masalah tingkah laku merupakan prediksi gangguan kepribadian antisosial.32 Gambaran

(28)

dan penuh kebohongan.32,33 Perilaku antisosial tidak menunjukkan adanya cemas atau

gangguan depresif.14

III.4. LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK MEDAN

Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II-A Tanjung Gusta Medan sebagai mana

Lapas anak lainnya yang ada di Indonesia seperti ditentukan dalam pasal 1 butir 3

Undang-Undang nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan adalah sebagai tempat

untuk melaksanakan pembinaan narapidana.

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggungjawab langsung kepada Kanwil Departemen Hukum dan HAM.

Kapasitas Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan hanya untuk menampung 350

orang tetapi pada saat ini penghuni Lapas sebanyak 850 orang dengan umur anak 12

sampai 21 tahun dengan jenis kelamin laki-laki. Kamar di Lapas Anak terdiri dari 4

(empat) blok yaitu:

A. Bagian tata usaha : melakukan urusan kepegawaian dan keuangan, surat menyurat

dan perlengkapan rumah tangga.

B. Seksi bimbingan dan kegiatan kerja:

1. Kegiatan rohani : ceramah keagamaan setiap hari

2. Bimbingan kerja : latihan menjahit, perabot rumah

3. Pendidikan : sekolah diluar maupun di dalam Lapas, latihan komputer

4. Olah raga : sepak bola, volli, tenis meja, senam kesegaran jasmani

5. Kesenian : latihan band, latihan kaligrafi

6. Kegiatan sosial : pramuka, kunjungan keluarga

7. Kesehatan : poliklinik kesehatan buka pagi dan sore hari

C. Seksi administrasi dan tata tertib: mengatur jadwal tugas, penggunaan perlengkapan

dan menerima laporan harian dan menegakkan tata tertib.

(29)

BAB IV

KERANGKA KONSEP

NARAPIDANA LAPAS ANAK

KEADAAN KELUARGA

Sosial ekonomi orang tua Status perkawinan orang tua

HUKUMAN

Tindak Pidana Lamanya Hukuman

DEMOGRAFI

Umur

Tingkat Pendidikan Tempat Tinggal

(30)

BAB V

METODE PENELITIAN

V.1. RANCANGAN PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan rancangan studi

cross sectional karena penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara variabel

bebas (faktor resiko) dengan variabel tergantung (efek), dengan melakukan

pengukuran sesaat.

V.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan yang

dilaksanakan pada tanggal 1 Mei sampai dengan 15 Juli 2008

V.3. POPULASI PENELITIAN Populasi target:

Narapidana Lembaga Pemasyarakatan yang berusia 12-21 tahun

Populasi terjangkau:

Narapidana Lembaga Pemasyarakatan yang berusia 12-21 tahun yang

berada pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan.

V.4. SAMPEL DAN CARA PEMILIHAN SAMPEL Sampel penelitian:

Sampel penelitian adalah 274 orang narapidana anak yang memenuhi kriteria

inklusi.

Cara pemilihan sampel:

Pemilihan sampel dilakukan dengan cara Simple Random Sampling yaitu peneliti

menghitung terlebih dahulu jumlah populasi yang akan dipilih sampelnya.

(31)

V.5. ESTIMASI BESAR SAMPEL

Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan menurut rumus

n = Z 2 P (1-p) N

d2 (N-1) + Z P(1-P)

Z = tingkat kepercayaan 95% ( 1,96)

P= perkiraan proporsi sindrom depresi pada narapidana lapas anak 0,5

Q= (1-P) 1-0,5 = 0,5

d= tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki 0,05

n= 265 orang (sampel minimum)

Jumlah sampel adalah 265 orang ( sampel minimum)

V.6. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah anak yang berusia 12 sampai 21 tahun, dapat membaca,

koperatif dan dapat diwawancarai

Kriteria eksklusi

1. Anak yang mempunyai komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lain misalnya

gangguan psikotik, ansietas, sehubungan dengan zat.

2. Anak yang menderita penyakit medis umum yang berat.

V.7. CARA KERJA :

1. Pemilihan narapidana dilakukan dengan cara simple random sampling dan

memenuhi kriteria inklusi serta terlebih dahulu mengisi inform consent dan

kuesioner demografi.

2. Mengisi instrumen penelitian Children depression inventory dari KOVACK (bila

ada yang tidak jelas dapat ditanyakan pada peneliti).

3. Menentukan sindrom depresif.

(32)

V.8. IDENTIFIKASI VARIABEL

1. Variabel tergantung : Sindrom depsesif pada narapidana lapas anak

2. Variabel bebas : tindak pidana, lamanya hukuman, kelompok umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal, sosial ekonomi orang tua, status

perkawinan orang tua.

V.9. DEFINISI OPERASIONAL

• Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan dan kekurangan energi yang

menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunya aktifitas. Disamping itu

gejala lainnya yaitu konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan

diri berkurang, pikiran bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang

suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri,

tidur terganggu dan nafsu makan berkurang.

Children depression inventory dari KOVACK adalah alat ukur untuk skrining depresif pada anak, cara penilaian adalah setiap jawaban dalam kelompok peryataan pikiran

dan perasaan mempunyai urutan nilai : 0,1,2.

• Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

• Hukuman adalah suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar KUHP

• Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lapas. • Anak pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalankan pidana

di Lapas Anak.

(33)

• Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana, terdiri dari psikotropika/narkotika, pencurian, penggelapan,

pemalsuan, penipuan, pembunuhan, kesusilaan.

• Lamanya hukuman adalah lamanya anak menjalani hukuman didalam penjara yaitu dibawah 6 bulan, 7 bulan-1 tahun, 1-1 ½ tahun, 1½ -2 tahun, 2-2½ tahun, 2½ -3

tahun.

• Umur adalah lamanya hidup sejak lahir yang dinyatakan dalam satuan tahun. Kelompok umur responden pada saat dilakukan penelitian dibagi atas: 12-14 tahun,

15-18 tahun, 19-21 tahun.

• Pendidikan adalah jenjang pengajaran yang telah diikuti responden melalui pendidikan formal. Pendidikan dibagi atas: Tidak sekolah, SD (Sekolah Dasar),

SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMU (Sekolah Menengah Umum), PT

(Perguruan Tinggi)

• Tempat tinggal :kota Medan dan luar kota Medan • Orang tua adalah ayah dan ibu narapidana lapas anak

• Status sosial ekonomi orang tua berdasarkan pendapatan per bulan, pendapatan perbulan dibagi atas: < 1 juta, 1-2 juta, 2-3 juta.

• Status perkawinan orang tua: bercerai (janda/duda), tidak bercerai.

• Penyakit medis umum yaitu penyakit-penyakit kardiovaskular, penyakit-penyakit endokrin dan penyakit berat lainnya misalnya kanker.

V.10. MANAJEMEN DAN ANALISA DATA

Hasil yang didapat disusun dalam tabel distribusi, dilihat proporsi narapidana

yang memiliki sindrom depresif. Untuk mencari hubungan antara sindrom depresif

dengan tindak pidana, lamanya hukuman dan faktor-faktor demografik digunakan uji

hipotesis chi-square. Perbedaan dikatakan bermakna jika p< 0,05 .

Pengolahan dan analisis statistik data dilakukan secara komputerisasi dengan

(34)

BAB VI

KERANGKA OPERASIONAL

CHILDREN

DEPRESSION INVENTORY 13

NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN

SUBYEK PENELITIAN

CHILDREN DEPRESSION

INVENTORY DARI KOVACK

CHILDREN DEPRESSION INVENTORY < 13 KRITERIA

INKLUSI

SINDROM DEPRESIF

KRITERIA EKSKLUSI

(35)

BAB VII

HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini sampel yang ikut serta dalam penelitian menurut kriteria

inklusi sebanyak 274 orang narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak

Medan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2008 sampai bulan Juli 2008.

Penyajian hasil penelitian ini akan ditampilkan dalam bentuk tabel-tabel distribusi

frekuensi.

VII.1 KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN:

Tabel1. Karakteristik sampel penelitian dengan tindak pidana, lamanya hukuman,

umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal, pendapatan orang tua per bulan.

(36)

Sambungan...

Karakteristik Sampel n %

Tingkat Tidak Sekolah 17 6,2

Pendidikan SD 85 31,0 SMP 93 33,9

SMU 72 26,2

PT 7 2,6

Tempat Medan 211 77,0 Tinggal Luar Medan 63 23,0

Pendapatan < 1 Juta 186 67,9

Orang Tua 1 – 2 Juta 78 28,5 2 -- 3 Juta 10 3,6

Perkawinan Bercerai 92 33,6 Orang tua Tidak Bercerai 182 66,4

Total 274 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel yang paling banyak adalah tindak pidana

pencurian yaitu sebanyak 126 orang (46,0%), lamanya hukuman adalah 7 bulan- 1 tahun,

sebanyak 103 orang (37,6%), pada kelompok umur 15 tahun sampai 18 tahun, yaitu

sebanyak 157 orang (57,3%), dengan tingkat pendidikan adalah SMP, sebanyak 93

orang (33,9%), bertempat tinggal di Kota Medan, yaitu sebanyak 211 orang (77,0%),

yang mempunyai orang tua penghasilan dibawah 1 juta per bulan, yaitu sebanyak 186

orang (67,9%) dan mempunyai orang tua yang status perkawinan tidak bercerai, yaitu

sebanyak 182 orang (66,4%).

(37)

Sindrom Depresif n %

Tidak ada Sindrom Depresif 220 80,3

Sindrom Depresif 54 19,7

Total 274 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel yang paling banyak adalah narapidana

Lapas Anak Medan yang tidak menderita sindrom depresif, sebanyak, 220 orang (80,3%)

dan yang mengalami sindrom depresif adalah 54 orang (19,7%).

VII.3. MEAN DAN STANDARD DEVIATION (SD) KOVACK PADA

NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN

Tabel 3. Mean dan Standad deviation Kovack pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan

Anak

KOVACK n MEAN SD

Tidak ada sindrom depresif 220 9,2 2,1

Sindrom Depresif 54 22,1 3,2

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Mean dan Standard Deviation Kovack pada

Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak yang mengalami sindrom depresif adalah

22,1 (SD 3,2) dan yang tidak mengalami sindrom depresif 9,2

(38)

VII.4. SEBARAN TINDAK PIDANA DENGAN SINDROM DEPRESIF Tabel 4. Sebaran Tindak Pidana dengan Sindrom Depresif

Tindak Tidak mengalami Mengalami Pidana Sindrom depresif Sindrom depresif n % Mean SD p n % Mean SD p

Narkotika 68 30,9 9,0 2,1 0,65 18 33,3 22,7 4,0 7,83

Pencurian 97 44,1 9,5 2,0 29 53,7 21,8 3,0

Penggelapan 22 10,0 9,2 2,3 1 1,9 22,0 0

Pemalsuan 4 1,8 10,0 1,4 0 .0 0 0

Penipuan 8 3,6 10,0 1,7 1 1,9 26,0 0

Pembunuhan 9 4,1 9,3 2,3 3 5,6 21,3 0

Kesusilaan 12 5,5 8,1 2,3 2 3,7 21,0 0

Total 220 100 54 100

X2 6,256, p = 0,395

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tindak pidana yang paling banyak mengalami

sindrom depresif adalah tindak pidana pencurian, sebanyak 29 orang (53,7%), diikuti

oleh narkotika, sebanyak 18 orang (33,3%) dan tindak pidana pembunuhan, sebanyak 3

orang (5,6%). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana

Lapas Anak Medan dalam melakukan tindak pidana.

Mean tindak pidana pencurian yang mengalami sindrom depresif 21,8 (SD 3,0) lebih

tinggi di bandingkan yang tidak mengalami gangguan depresif 9,5 (SD 2,0). Mean tindak

pidana narkotika yang mengalami sindrom depresif 22,7 (SD 4,0) lebih tinggi di

(39)

VII.5. SEBARAN LAMANYA HUKUMAN DENGAN SINDROM DEPRESIF Tabel 5. Sebaran Lamanya Hukuman dengan Sindrom Depresif

Lamanya Tidak mengalami Mengalami Pidana Sindrom depresif Sindrom depresif n % Mean SD p n % Mean SD p

< 6 bln 14 6,4 10,2 1,4 0,065 6 11,1 22,6 4,6 0,614

7 bln - 1 thn 81 36,8 9,6 2,2 22 40,7 22,3 3,0

1 - 1½ thn 48 21,8 8,7 2,4 8 14,8 20,8 3,1

1½ - 2 thn 29 13,2 8,7 2,1 9 16,7 22,6 3,2

2 - 2½ thn 28 12,7 9,5 1,8 3 5,6 24,3 5,7

2½ - 3 thn 20 9,1 8,9 1,4 6 11,1 21,0 1,4

Total 220 100 54 100

X2 5,094, p = 0,405

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel yang paling banyak mengalami sindrom

depresif dalam menjalani lamanya hukuman adalah hukuman yang lamanya 7 bulan - 1

tahun, sebanyak 22 orang (40,7%), diikuti oleh hukuman 1,5 tahun-2 tahun, sebanyak 9

orang (16,7%) dan hukuman 1-1,5 tahun, sebanyak 8 orang (14,8%). Tidak terdapat

perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dalam

menjalani lamanya hukuman.

Mean yang lamanya hukuman 7 bulan - 1 tahun yang mengalami sindrom depresif 22,3 (

SD 3,0) lebih tinggi dari pada yang tidak mengalami sindrom depresif 9,6 (SD 2,2). Mean

lamanya hukuman 1,5 tahun - 2 tahun yang mengalami sindrom depresif 22,6 (SD 3,2)

(40)

VII.6. SEBARAN UMUR DENGAN SINDROM DEPRESIF Tabel 6. Sebaran umur dengan Sindrom Depresif

Umur Tidak mengalami Mengalami Sindrom depresif Sindrom depresif n % Mean SD p n % Mean SD p 15 - 18 thn 130 59,1 9,2 2,0 0,556 27 50,0 21,7 2,9 0,371

19 - 21 thn 90 40,9 9,3 2,2 27 50,0 22,5 3,6

Total 220 100 54 100

X2 1,465 p = 0,226

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan sindrom depresif antara

kelompok umur 15 - 18 tahun dengan kelompok umur 19-21 tahun, yaitu sebanyak 27

orang (50,0%). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana

Lapas Anak Medan dalam kelompok umur.

Mean kelompok umur 19-21 tahun yang tidak mengalami sindrom depresif 22,5 (SD 3,6)

(41)

VII.7. SEBARAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN SINDROM DEPRESIF Tabel 7. Sebaran Tingkat Pendidikan dengan Sindrom Depresif

Tingkat Tidak mengalami Mengalami Pendidikan Sindrom depresif Sindrom depresif n % Mean SD p n % Mean SD p Tidak Sekolah 14 6,4 9,8 1,6 0,224 3 5,6 21,6 3,0 0,849

SD 62 28,2 9,2 2,1 23 42,6 21,8 2,8

SMP 75 34,1 9,6 2,0 18 33,3 22,2 3,9

SMU 62 28,2 8,8 2,3 10 18,5 22,9 3,3

PT 7 3,2 9,4 2,2 0 0,0 22,1 3,2

Total 220 100 54 100

X2 6,214, p = 0,184

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel dengan tingkat pendidikan yang paling

banyak mengalami sindrom depresif adalah tingkat pendidikan SD, sebanyak 23 orang

(42,6%), diikuti oleh tingkat pendidikan SMP, sebanyak 18 orang (33,3%) dan tingkat

pendidikan SMU, sebanyak 10 orang (18,5%). Tidak terdapat perbedaan bermakna

sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dengan tingkat pendidikan.

Mean tingkat pendidikan SD yang mengalami sindrom depresif 21,8 (SD 2,8) lebih tinggi

dibandingkan yang tidak mengalami sindrom depresif 9,2 (SD 2,1). Mean tingkat

pendidikan SMP yang mengalami sindrom depresif 22,2 (SD 3,9) lebih tinggi

(42)

VII.8. SEBARAN TEMPAT TINGGAL DENGAN SINDROM DEPRESIF Tabel 8. Sebaran Tempat Tinggal dengan Sindrom Depresif

Tempat Tidak mengalami Mengalami Tinggal Sindrom depresif Sindrom depresif n % Mean SD p n % Mean SD p Medan 166 75,5 9,2 2,0 0,556 45 83,3 22,2 3,3 0,533

Luar Medan 54 24,5 9,3 2,2 9 16,7 22,0 3,3

Total 220 100 54 100

X2 1,520 p = 0,146

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel dengan tempat tingal yang paling banyak

mengalami sindrom depresif adalah yang bertempat tinggal di dalam kota Medan, yaitu

sebanyak 45 orang (83,3%).

Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak

Medan dengan tempat tinggal.

Mean yang bertempat tinggal di Kota Medan yang mengalami sindrom depresif 22,2 (SD

(43)

VII.9. SEBARAN SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DENGAN SINDROM DEFRESIF

Tabel 9. Sebaran Sosial Ekonomi Orang Tua dengan sindrom depresif

Pendapatan Tidak mengalami Mengalami per bulan Sindrom depresif Sindrom depresif n % Mean SD p n % Mean SD p

< 1 Juta 141 64,1 9,2 2,1 0,664 45 83,3 21,8 3,1 0,138

1 – 2 Juta 70 31,8 9,2 2,1 8 14,8 23,5 3,4

2 -- 3 Juta 9 4,1 9,8 2,2 1 1,9 27,0 0

Total 220 100 54 100

X2 7,364 p = 0,025

Dari tabel dapat dilihat bahwa sampel dengan pendapatan orang tua per bulan yang paling

banyak mengalami sindrom depresif adalah yang pendapatan orang tuanya per bulan < 1

juta rupiah, sebanyak 45 orang (83,3%). Terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif

pada narapidana Lapas Anak Medan dengan sosial ekonomi orang tua.

Mean pendapatan orang tuanya per bulan < 1 juta rupiah, yang mengalami sindrom

depresif 21,8 (SD 3,1) lebih tinggi dibandingkan yang tidak mengalami sindrom depresif

(44)

VII.10. SEBARAN STATUS PERKAWINAN ORANG TUA DENGAN SINDROM DEPRESIF

Tabel 10. Sebaran Status Perkawinan Orang Tua dengan Sindrom Depresif

Status Tidak mengalami Mengalami Perkawinan Sindrom depresif Sindrom depresif n % Mean SD p n % Mean SD p

Bercerai 73 33,2 9,1 2,0 0,119 19 35,2 21,8 2,9 0,290

Tidak Bercerai 147 66,8 9,3 2,1 35 64,8 22,3 3,4

Total 220 100 54 100

X2 0,078 p = 0,449

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel status perkawinan orang tua yang paling

banyak mengalami sindrom depresif adalah status perkawinan orang tua yang tidak

bercerai, sebanyak 35 orang (64,8%). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom

depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dengan status perkawinan orang tua.

Mean status perkawinan orang tua yang tidak bercerai, yang mengalami sindrom depresif

21,8 (SD 2,9) lebih tinggi dibandingkan yang tidak mengalami sindrom depresif 9,3 (SD

(45)

BAB VIII PEMBAHASAN

Penelitian Sindrom Depresif pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak

Medan ini merupakan suatu penelitian analitik dengan rancangan studi cross sectional.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana

Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan dan tujuan khusus adalah untuk mengetahui

sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tindak pidana, lamanya hukuman,

kelompok umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal, sosial ekonomi orang tua serta jika

terdapat sindrom depresif maka dapat dilakukan kerja sama dengan Departemen Psikiatri

untuk mendapatkan penilaian dan penatalaksanaan lebih lanjut.

Hipotesis pada penelitian ini yang menyatakan sindrom depresif pada narapidana

Lapas Anak Medan berbeda berdasarkan status sosial ekonomi orang tua terbukti (p =

0,025).

VIII.1 KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN:

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa sampel yang paling banyak melakukan tindak

pidana adalah tindak pidana pencurian yaitu sebanyak 126 orang (46,0%), diikuti oleh

tindak pidana narkotika, sebanyak 86 orang (31,4%) dan tindak pidana penggelapan,

sebanyak 23 orang(8,4%).

Sampel yang paling banyak menjalani hukuman adalah lamanya 7 bulan- 1 tahun,

sebanyak 103 orang (37,6%), diikuti oleh lamanya 1 tahun-1½ tahun, sebanyak 56 orang

(20,4%) dan lamanya 1½ tahun – 2 tahun, sebanyak 38 orang(13,9%).

Sampel yang paling banyak menjalani hukuman adalah kelompok umur 15 tahun

sampai 18 tahun, yaitu sebanyak 157 orang (57,3%) diikuti oleh kelompok umur 19-21

tahun, sebanyak 117 orang (42,7%).

Sampel yang paling banyak menjalani hukuman dengan tingkat pendidikan

adalah SMP, yaitu sebanyak 93 orang (33,9%) diikuti oleh tingkat pendidikan SD,

sebanyak 85 orang (31,0%) dan SMU, sebanyak 72 orang (26,2%).

Sampel yang menjalani hukuman paling banyak bertempat tinggal di Kota Medan,

(46)

Sampel yang menjalani hukuman paling banyak mempunyai orang tua yang

penghasilan dibawah 1 juta per bulan, yaitu sebanyak 186 orang (67,9%), diikuti oleh

penghasilan 1-2 juta per bulan, sebanyak 78 orang (28,5%) dan 2-3 juta per bulan,

sebanyak 10 orang (3,6%).

Sampel yang menjalani hukuman paling banyak mempunyai orang tua yang status

perkawinan tidak bercerai, yaitu sebanyak 182 orang (66,4%), diikuti orang tua yang

status perkawinan bercerai, sebanyak 92 orang (33,6%).

VIII.2. SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN Dari tabel 2 didapati narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak yang mengalami

sindrom depresi, sebanyak 54 orang (19,7%).

Studi prevalensi di Canada oleh Ulzen dan Hamilton tahun 1998 mengenai

prevalensi gangguan mental pada pusat penahanan anak dan remaja menunjukkan hasil

30,4% memenuhi kriteria gangguan depresif. Teplin dan kawan-kawan di Amerika tahun

2000 melaporkan 13% anak laki-laki yang berada di Lembaga Pemasyarakatan

memenuhi kriteria episode depresi.5 Sementara menurut Ryan tahun 2004 pada anak

yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak ditemukan gangguan mood 1 dari

12 anak dan 8% mengalami gangguan depresif. Otto dan kawan-kawan mengumpulkan

11 penelitian mengenai gangguan mood pada anak laki-laki yang berada di Lembaga

Pemasyarakatan dan ditemukan variasi yang signifikan pada angka prevalensi, dari

penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa yang menggunakan rekam medis melaporkan

adanya gangguan mood 22% dan yang menggunakan wawancara klinis melaporkan

32-78%.4

Perbedaan yang didapat dari hasil penelitian ini dengan penelitian lainnya

dikarenakan oleh penggunaan instrumen yang berbeda. Beberapa peneliti sebelumnya

menggunakan kuisioner Beck Depression Inventori dan ada yang menggunakan rekam

medis.4 Penelitian ini menggunakan Children depression inventory dari KOVACK

(47)

VIII.3. MEAN DAN STANDARD DEVIATION KOVACK PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa mean dan standard deviation Kovack pada

Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak yang mengalami sindrom depresif adalah

22,1 (SD 3,2) dan yang tidak mengalami sindrom depresif adalah 9,2 (SD 2,1).

Sindrom depresif dapat di jumpai pada anak yang berada dalam Lembaga

Pemasyarakatan Anak, karena hidup anak akan tertekan, kemerdekaan akan dibatasi,

setiap harinya berada dalam sel tahanan, jauh dari orang tua dan anak harus mengurus

kebutuhannya sehari-hari.

VIII.4. SEBARAN TINDAK PIDANA DENGAN SINDROM DEPRESIF

Dari tabel 4 dapat dilihat sampel yang mengalami sindrom depresif yang paling

banyak adalah tindak pidana pencurian, sebanyak 29 orang (53,7%), diikuti oleh tindak

pidana narkotika, sebanyak 18 orang (33,3%) dan tindak pidana pembunuhan, sebanyak 3

orang(5,6%). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana

Lapas Anak Medan dalam melakukan tindak pidana (p = 0,395).

Pada hasil penelitian ini didapatkan bahwa narapidana yang mengalami sindrom

depresif lebih rendah dari pada narapidana yang tidak mengalami sindrom depresif. Hal

ini terjadi oleh karena narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan

mayoritas memiliki tingkah laku antisosial.

Dari literatur dikatakan bahwa gangguan kepribadian antisosial biasanya dimulai

dengan masalah tingkah laku yang serius dan persisten pada masa remaja awal. Masalah

tingkah laku merupakan prediksi gangguan kepribadian antisosial.32 Gambaran utama

gangguan kepribadian antisosial merupakan pola perilaku yang mengabaikan

norma-norma sosial atau pelanggaran hak-hak orang lain, perilaku impulsif disertai dengan tidak

adanya perasaan bersalah atau penyesalan. Sering tidak bertanggung jawab dan penuh

kebohongan.32,33 Perilaku antisosial tidak menunjukkan adanya cemas atau gangguan

depresif.14

Pada penelitian ini terdapat sindrom depresif oleh karena anak harus tinggal

(48)

orang yang dicintai, berkurangnya perhatian lingkungan dan menanggung tanggung

jawab dari peristiwa yang tidak diinginkan, seperti masalah dengan hukum.12,30

VIII.5. SEBARAN LAMANYA HUKUMAN DENGAN SINDROM DEPRESIF Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa sampel yang paling banyak mengalami sindrom

depresif dalam menjalani lamanya hukuman adalah hukuman yang lamanya 7 bulan - 1

tahun, sebanyak 22 orang (40,7%), diikuti oleh lamanya hukuman 1,5 tahun-2 tahun,

sebanyak 9 orang (16,7%) dan lamanya hukuman 1 tahun - 1,5 tahun, sebanyak 8 orang

(14,8%). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas

Anak Medan dalam menjalani lamanya hukuman (p = 0,405).

Pada hasil penelitian ini didapatkan bahwa sampel narapidana yang paling banyak

mengalami sindrom depresif dalam menjalani lamanya hukuman adalah hukuman yang

lamanya 7 bulan - 1 tahun. Lama hukuman 7 bulan - 1 tahun lebih banyak mengalami

sindrom depresif dari pada narapidana yang menjalani hukuman lebih lama oleh karena

semakin lama narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan maka

semakin bisa anak-anak tersebut untuk beradaptasi dan bersosialisasi dengan situasi dan

lingkungan Lapas tersebut.

Dari literatur dikatakan bahwa orang yang menderita kehilangan sosial lebih

cenderung untuk mengalami sindrom depresif bila mereka kurang memiliki keterampilan

sosial dalam membentuk hubungan baru.12 Ketidakmampuan peranan sosial seseorang

untuk menyesuaikan diri dengan stresor sosial mengarah pada berkembangnya sindrom

depresif pada seseorang.2

VIII.6. SEBARAN UMUR DENGAN SINDROM DEPRESIF

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa sampel kelompok umur yang paling banyak

mengalami sindrom depresif adalah sama banyaknya antara kelompok umur 15 - 18

tahun dengan kelompok umur 19-21 tahun, sebanyak 27 orang (50,0%). Tidak terdapat

perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dalam

kelompok umur (p = 0,226).

Pada hasil penelitian ini narapidana yang mengalami sindrom depresif pada

kelompok umur 15-18 tahun dengan kelompok umur 19-21 tahun adalah sama banyak

Gambar

TABEL 10. SEBARAN STATUS PERKAWINAN ORANG TUA DENGAN
Tabel 2. Sindrom depresif pada narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak
Tabel 3. Mean dan Standad deviation Kovack pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan
Tabel 4. Sebaran Tindak Pidana dengan Sindrom Depresif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ( field research ) yaitu salah satu kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk mengumpulkan data

Indonesia, khususnya dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes), perlu memiliki strategi khusus dalam pelaksanaan Sistem Surveilans kesehatan yang dapat menjadi

[r]

1) Perencanaan, yaitu persiapan yang bertolak dari ide awal, hasil pra survey, dan hasil diagnosis yang terkait dengan pemecahan masalah atau fokus tindakan

[r]

jambu mawar merupakan tanaman obat yang dapat digunakan sebagai antibakteri. Selain itu, keberadaannya di Indonesia sangat jarang atau dianggap

Akibat adanya overlaping antara reaksi kurkumin dan radikal superoksid dengan diformasan pada panjang gelombang 687 nm, maka metode ini tidak bisa digunakan untuk

Kepuasan kerja telah ditemukan memiliki hubungan yang positif dengan prestasi kerja dan Organizational Citizenship Behavior yang pada gilirannya memiliki pengaruh