SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA
LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK MEDAN
TESIS
OLEH
ADHAYANI LUBIS
DEPARTEMEN PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
LEMBAR PERSETUJUAN TESIS
Judul Tesis : SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA LEMBAGA
PEMASYARAKATAN ANAK MEDAN
Nama Peserta : Dr. Adhayani Lubis
Peserta PPDS-I / Ilmu Kedokteran Jiwa
FK-USU / RSUP. H. Adam Malik Medan
Menyetujui:
Pembimbing Tesis
Prof. dr. H.M. JOESOEF SIMBOLON, SpKJ (K)
NIP.131 292 589
Mengetahui/ Mengesahkan
Ketua Departemen Psikiatri Ketua Program Studi Psikiatri
FK-USU / RSUP HAM Medan FK-USU/RSUP. HAM Medan
Prof.dr.H.Syamsir BS, SpKJ (K) Prof. dr. Bahagia Loebis, SpKJ (K)
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas berkat
limpahan rahmat dan kasih sayangNya maka tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas yang ada sebelumnya dan
memenuhi salah satu syarat untuk melengkapi keahlian dalam bidang Ilmu Kedokteran
Jiwa.
Sebagai manusia biasa, saya menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih banyak
kekurangan dan masíh jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kirannya
tulisan ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang
:
Sindrom Depresif Pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang
telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan
Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara Medan.
2. Prof. dr. H. Syamsir BS, Sp. KJ (K), sebagai Ketua Departemen Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan dan sebagai guru penulis yang telah
banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan dan dukungan
yang sangat berharga selama saya menyelesaikan tesis dan mengikuti pendidikan
spesialisasi.
3. Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp. KJ (K), sebagai Ketua Program Studi PPDS I Psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan dan sebagai guru penulis
yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan dan
dukungan yang sangat berharga selama saya menyelesaikan tesis dan mengikuti
4. dr. H. Harun. T. Parinduri, Sp. KJ (K), sebagai guru yang telah banyak memberikan
bimbingan dan pengetahuan yang sangat berharga selama penulis mengikuti
pendidikan spesialisasi.
5. dr. Raharjo Suparto, Sp. KJ, sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan
dan pengetahuan yang sangat berharga selama penulis mengikuti pendidikan
spesialisasi.
6. dr. H. Marhanuddin Umar, Sp. KJ (K) sebagai guru yang telah banyak memberikan
bimbingan dan pengetahuan yang sangat berharga selama penulis mengikuti
pendidikan spesialisasi.
7. Prof. dr. H.M. Joesoef Simbolon, Sp. KJ (K) sebagai guru dan sebagai pembimbing
pembuatan tesis ini yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan yang
sangat berharga selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi, terutama di bidang
Psikiatri Anak.
8. dr. Hj. Elmeida Effendy, SpKJ sebagai Sekretaris Program Studi PPDS I I Psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan dan sebagai guru penulis
yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan yang sangat berharga
selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.
9. dr. Donald F. Sitompul, Sp. KJ; dr. Rosminta Girsang, Sp. KJ; dr. Artina R. Ginting,
Sp. KJ; dr. Hj. Sulastri Effendi, Sp. KJ; dr. Hj. Mariati, Sp. KJ; dr. Evawati Siahaan,
Sp. KJ; dr. Paskawani Siregar, Sp. KJ; dr. Citra J. Tarigan Sp. KJ; dr. Dapot P.
Gultom, Sp. KJ; dan dr. Vera R.B. Marpaung, Sp. KJ, dr. Herlina Ginting, Sp. KJ; dr.
Juskitar, Sp. KJ; dr. Mawar Gloria Tarigan, Sp. KJ dan dr. Freddy S. Nainggolan, Sp.
KJ sebagai guru dan senior yang memberikan dorongan dan semangat selama penulis
mengikuti pendidikan spesialisasi.
10. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, Direktur Rumah Sakit
Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara, Direktur Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan, Direktur Rumah Sakit Tembakau Deli Medan yang telah memberikan izin,
kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk belajar dan bekerja selama mengikuti
pendidikan spesialisasi.
11. Terima kasih kepada Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, Rumah
Medan, Rumah Sakit Tembakau Deli Medan sebagai tempat penulis untuk belajar dan
bekerja selama mengikuti pendidikan spesialisasi.
12. Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp. S(K) sebagai Ketua Departemen Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan dan dr. Rusli Dhanu, Sp. S (K)
sebagai Ketua Program Studi PPDS-I Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara Medan, Prof. dr. Darulkutni Nasution, Sp. S (K) yang telah
memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjalani stase
di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
13. Prof. dr. Hj. Habibah Hanum Nasution, SpPD, KPSi, sebagai Kepala Sub Divisi
Psikosomatik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
yang telah membimbing penulis selama belajar di stase Sub Divisi Psikosomatik Ilmu
Penyakit Dalam FK USU.
14. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M. Kes, sebagai konsultan statistik dalam penelitian ini,
yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan
penulis dalam penelitian ini.
15. Teman-teman peserta PPDS-I Psikiatri FK USU : dr. Evalina Peranginangin, dr.
Ghafur Fauzi, dr. Yusak P Simanjuntak, dr. Vita Camelia, dr. Mustafa Mahmud
Amin, dr. Friedrich Lupini, dr. Wilson Rimba, dr. Rudyhard E. Hutagalung, dr. Laila
Silvya Sari, dr. Juwita Saragih, dr. M. Surya Husada, dr. Silvy A. Hasibuan, dr.
Victor E. Pinem, dr. Siti Nurul Hidayati, dr. Lailan Sapinah, dr. Herny T. Tambunan
dan dr. Mila A Harahap yang memberikan masukan kepada penulis melalui diskusi,
serta memberikan dorongan yang membangkitkan semangat dalam menyelesaikan
pendidikan spesialisasi ini.
16. Perawat, pegawai RSUP. H. Adam Malik Medan, RSUP. Dr. Pirngadi Medan, RS.
Tembakau Deli Medan, Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara, yang
telah membantu penulis selama dalam pendidikan spesialisasi.
17. Kedua orang tua penulis yang sangat penulis hormati dan sayangi: Alm Ridwan Lubis
dan Almh Naimah Hasibuan, demikian juga kepada kakak-kakak dan abang-abang
penulis yang telah memberi dorongan, semangat dan doa.
yang telah memberikan saya suami dan anak-anak yang baik dan penuh pengertian.
Terima kasih atas segala doa, dukungan, dorongan, semangat, kesabaran dan
pengorbanan waktu yang diberikan kepada saya.
Akhirnya penulis hanya mampu berdoa dan bermohon kepada ALLAH SWT
memberikan rahmat dan kasih sayangNya kepada seluruh keluarga, handai tolan yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan baik
moril maupun materil, saya ucapkan banyak terima kasih.
Medan, 16 Juli 2008
ABSTRAK
Tujuan Penelitian : Tujuan umum dari penelitian ini ádalah untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan dengan menggunakan
Children depression inventory dari KOVACK dan tujuan khususnya adalah untuk
mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tindak pidana,
lamanya hukuman, kelompok umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal, sosial ekonomi
orang tua, status perkawinan orang tua dan jika terdapat sindrom depresif dapat dilakukan
kerja sama dengan Departemen Psikiatri untuk mendapatkan penilaian dan perawatan
lebih lanjut.
Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan studi cross sectional untuk menilai apakah terdapat sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak
Medan dan apakah sindrom depresif pada narapidana tersebut berbeda berdasarkan tindak
pidana, lamanya hukuman, kelompok umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal, sosial
ekonomi orang tua, status perkawinan orang tua. Sampel adalah 274 orang narapidana
Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan. Penelitian dilakukan dari tanggal 1 Mei sampai
dengan 15 Juli 2008. Data-data dikumpulkan dengan cara seluruh sampel penelitian
mengisi kuesioner Children depression inventory dari KOVACK dan analisis statistik
menggunakan uji hipotesis chi-square.
Hasil Penelitian : Pada 274 Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak didapatkan mean dan standard deviation Kovack yang mengalami sindrom depresif adalah 22,1 ( SD
3,2) dan yang tidak mengalami sindrom depresif 9,2
( SD 2,1). Terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak
Medan dengan sosial ekonomi orang tua. Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom
depresif pada narapidana Lapas Anak Medan berdasarkan tindak pidana, lamanya
hukuman, kelompok umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal serta status perkawinan
orang tua.
Kesimpulan : Terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dengan sosial ekonomi orang tua.
V.9. DEFINISI OPERASIONAL...20
V.10. MANAJEMEN DAN ANALISA DATA...21
BAB VI KERANGKA OPERASIONAL...22
BAB VII HASIL PENELITIAN...23
VII.1. KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN...23
VII.2. SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN...25
VII.3. MEAN DAN STANDARD DEVIATION (SD) KOVACK PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN...25
VII.4. SEBARAN TINDAK PIDANA DENGAN SINDROM DEPRESIF...26
VII.5. SEBARAN LAMANYA HUKUMAN DENGAN SINDROM DEPRESIF...27
VII.6. SEBARAN UMUR DENGAN SINDROM DEPRESIF...28
VII.7. SEBARAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN SINDROM DEPRESIF...29
VII.8. SEBARAN TEMPAT TINGGAL DENGAN SINDROM DEPRESIF...30
VII.9. SEBARAN SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DENGAN SINDROM DEFRESIF...31
VII.10. SEBARAN STATUS PERKAWINAN ORANG TUA DENGAN SINDROM DEPRESIF...32
BAB VIII PEMBAHASAN...33
VIII.1 KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN...33
VIII.2. SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN...34
VIII.3. MEAN DAN STANDARD DEVIATION KOVACK PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN...35
VIII.4. SEBARAN TINDAK PIDANA DENGAN SINDROM DEPRESIF...35
VIII.5. SEBARAN LAMANYA HUKUMAN DENGAN SINDROM DEPRESIF...36
VIII.6. SEBARAN UMUR DENGAN SINDROM DEPRESIF...37
VIII.7. SEBARAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN SINDROM DEPRESIF...37
VIII.8. SEBARAN TEMPAT TINGGAL DENGAN SINDROM DEPRESIF...38
VIII.9 SEBARAN SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DENGAN SINDROM DEPRESIF...39
IX.1. KESIMPULAN...41
IX.2. SARAN...42
DAFTAR PUSTAKA………...43
DAFTAR SINGKATAN
ACTH : Adrenocorticotropic hormone
CRH : Corticotropin-releasing hormone
CDI : Children depression inventory
DST : Dexamethasone Suppression Test
DSM-IV-TR: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Revised
Fourd Edition
Lapas : Lembaga Pemasyarakatan
PPDGJI III : Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia
PT : Perguruan Tinggi
SD : Sekolah Dasar
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SMU : Sekolah Menengah Umum
DAFTAR TABEL
TABEL 1. KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN...22
TABEL 2. SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN.24
TABEL 3. MEAN DAN STANDARD DEVIATION (SD) KOVACK PADA
NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN...24
TABEL 4. SEBARAN TINDAK PIDANA DENGAN SINDROM DEPRESIF...25
TABEL 5. SEBARAN LAMANYA HUKUMAN DENGAN SINDROM DEPRESIF..26
TABEL 6. SEBARAN UMUR DENGAN SINDROM DEPRESIF...27
TABEL 7. SEBARAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN SINDROM DEPRESIF.28
TABEL 8. SEBARAN TEMPAT TINGGAL DENGAN SINDROM DEPRESIF...29
TABEL 9. SEBARAN SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DENGAN SINDROM
DEFRESIF...30
TABEL 10. SEBARAN STATUS PERKAWINAN ORANG TUA DENGAN
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 CHILDREN DEPRESSION INVENTORY......44
LAMPIRAN 2. LEMBARAN PENJELASAN UNTUK SAMPEL...48
LAMPIRAN 3. INFORMED CONSENT...49
LAMPIRAN 4. DATA SAMPEL...50
BAB I PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Anak merupakan salah satu lapisan masyarakat yang merupakan suatu bagian dari
generasi muda sebagai penerus cita-cita bangsa dan sumber daya manusia yang memiliki
peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, serta memerlukan pembinaan dan
perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dari segala kemungkinan yang akan
membahayakan mereka.1
Gangguan depresif pada anak dan remaja sering terjadi namun sering kali tidak
terdeteksi.2 Dahulu adanya gangguan depresif pada anak diragukan oleh karena anggapan
bahwa superego anak yang immatur tidak memungkinkan berkembangnya gangguan
depresif. Namun hasil dari pertemuan Union of European Pedopsychiatrists
menyimpulkan bahwa gangguan depresif pada anak memiliki proporsi yang bermakna
dari gangguan mental pada anak dan remaja.3
Menurut Ryan pada tahun 2004, gangguan mood sangat umum dijumpai pada
anak yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak. Gangguan mood tersebut
ditemukan 1 dari 12 anak dan 8% mengalami gangguan depresif. Secara kontras banyak
studi menemukan prevalensi angka yang lebih tinggi antara 17-78%. Pada suatu studi
Cook Counly, Illinois melaporkan prevalensi episode depresi mayor untuk laki-laki 13%
dan untuk perempuan 21,6%, gangguan distimik untuk laki-laki 15,8% dan untuk
perempuan 12,2%.4
Otto dan kawan-kawan mengumpulkan 11 penelitian mengenai gangguan mood
pada anak laki-laki yang berada di Lembaga Pemasyarakatan dan ditemukan variasi yang
signifikan pada angka prevalensi. Contohnya self report, penelusuran data pada rekam
medik dengan cara retrospektif dan dengan menggunakan wawancara klinis. Dari
penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa yang menggunakan rekam medis melaporkan
adanya gangguan mood 22% dan yang menggunakan wawancara klinis melaporkan
32-78%.4
Domalanta dan kawan-kawan melakukan penelitian mengenai depresi pada 1.024
anak yang berada di Lembaga Pemasyarakatan, usia 11-18 tahun dengan menggunakan
kuisioner yang diisi sendiri termasuk Beck depression Inventory, dan menemukan 25%
meneliti 71 remaja (40 laki-laki dan 31 wanita), menemukan gangguan mood sebanyak
15%.4
Studi prevalensi di Canada oleh Ulzen dan Hamilton tahun 1998 mengenai
prevalensi gangguan mental pada pusat penahanan anak dan remaja menunjukkan hasil
30,4% memenuhi kriteria gangguan depresi. Teplin dan kawan-kawan di Amerika pada
tahun 2000 melaporkan 13% anak laki-laki dan 21,6% anak perempuan yang berada di
Lembaga Pemasyarakatan memenuhi kriteria episode depresi. 5
Tindakan terhadap anak yang melakukan tindak pidana atau anak yang melakukan
perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan
perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku pada
masyarakat yang bersangkutan dapat berupa penangkapan, penahanan dan pengurungan.6
Bentuk suatu hukuman terhadap anak dapat berupa hukuman kurungan badan.
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) lebih di kenal dengan istilah penjara. Istilah tersebut
sudah sangat menimbulkan perasaan takut dan perasaan tidak menyenangkan, karena
anggapan buruk yang selalu ada di dalamnya, seperti pemukulan, penyiksaan, pelecehan
seksual, kesehatan yang buruk dan fasilitas yang sangat minim. Penjara tidak hanya
sebuah hal yang menakutkan untuk tinggal di dalamnya tetapi juga sebuah stigma yang
akan tetap melekat pada seseorang apabila dirinya telah keluar dari penjara sebagaimana
sering dilakukan masyarakat.7
Semua tekanan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan menjadi penyebab utama
sakitnya narapidana Lembaga Pemasyarakatan tersebut. Penyebab sakitnya anak-anak
tersebut dapat disebabkan oleh dua hal yaitu fisik dan psikis. Secara fisik, anak-anak
sering mengeluh sakit kepala, sesak nafas sehingga makan menjadi tidak enak dan dapat
mendatangkan stres. Secara psikis anak-anak jadi sering melamun, marah-marah tidak
menentu dan tidak mengetahui apa masalahnya. Hal ini bisa menjadi gangguan depresi
dan apabila tidak tertahankan dapat menyerang orang lain ataupun menyebabkan bunuh
diri.5
Di dalam Lebaga Pemasyarakatan Anak, ketika anak ditahan dan masuk ke dalam
Lembaga Pemasyarakatan tersebut maka hidup anak akan terkekang, kemerdekaan akan
dihuni oleh 850 anak. Seorang anak yang seharusnya berada dekat dengan orang tua,
setiap hari harus hidup mandiri, berjuang untuk kehidupan sehari-hari misalnya
mengambil jatah makan dan minum, berjuang untuk dapat mandi karena air kurang,
berjuang untuk memperoleh posisi tidur karena padat, bahkan saat seorang anak sakit
harus mengurus dirinya sendiri karena anak hanya mendapatkan pengobatan dari tenaga
medis yang terdiri dari 1 orang dokter dan 2 orang perawat yang bekerja dibagi atas tiga
shift (1 orang perawat pada pagi hari, 1 orang dokter pada sore hari, 1 orang perawat pada
malam hari). Setiap harinya anak berada dalam kamar tahanan (sel) dan diperbolehkan
keluar kamar selama 7 jam per 24 jam (08.00-13.00 wib dan 16.00-18.00). Anak juga
harus bersabar menunggu kunjungan orang tua yang biasanya berkunjung 1 sampai 2 kali
sebulan, bahkan tidak jarang anak-anak tersebut dikunjungi sekali 2 bulan.
Penelitian terhadap sindrom depresif pada narapidana belum pernah dilakukan di
Lapas Anak lainnya, disamping itu pemidanaan sangat berpengaruh terhadap
perkembangan jiwa anak. Dari uraian diatas peneliti tertarik melakukan penelitian ini
dengan harapan memperoleh data apakah terdapat sindrom depresif pada narapidana
Lapas Anak Medan dan apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan
tindak pidana, lamanya hukuman, kelompok umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal,
sosial ekonomi orang tua, status perkawinan orang tua serta data yang diperoleh dapat
digunakan untuk mengambil kebijakan-kebijakan dan program yang dianggap perlu bagi
Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia dan khususnya untuk Lapas Anak Medan.
I.2. Rumusan Masalah :
1. Apakah terdapat sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan?
2. Apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tindak pidana?
3. Apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan lamanya
hukuman?
4. Apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan kelompok umur ?
5. Apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tingkat
pendidikan ?
6. Apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tempat
7. Apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan sosial ekonomi
orang tua ?
8. Apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan status perkawinan
orang tua?
I.3. Hipotesis
1. Terdapat sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan
2. Terdapat perbedaan sindrom depresif pada narapidana berdasarkan tindak pidana
3. Terdapat perbedaan sindrom depresif pada narapidana berdasarkan lamanya
hukuman
4. Terdapat perbedaan sindrom depresif pada narapidana berdasarkan kelompok
umur
5. Terdapat perbedaan sindrom depresif pada narapidana berdasarkan tingkat
pendidikan.
6. Terdapat perbedaan sindrom depresif pada narapidana berdasarkan tempat
tinggal.
7. Terdapat perbedaan sindrom depresif pada narapidana berdasarkan sosial
ekonomi orang tua.
8. Terdapat perbedaan sindrom depresif pada narapidana berdasarkan status
BAB II
TUJUAN PENELITIAN II.1. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum
Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana Lembaga Pemasyarakatan
Anak Medan
Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tindak
pidana.
2. Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan
lamanya hukuman.
3. Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan
kelompok umur.
4. Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tingkat
pendidikan
5. Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tempat
tinggal.
6. Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan sosial
ekonomi orang tua
7. Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan status
perkawinan orang tua.
8. Jika terdapat sindrom depresif maka dapat dilakukan kerja sama dengan
Departemen Psikiatri untuk mendapatkan penilaian dan penatalaksanaan lebih
II.2. MANFAAT PENELITIAN
1. Dari hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi mengenai
proporsi sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak dan dapat sebagai bahan
pertimbangan bagi jajaran Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia untuk
mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu dalam menyusun program lebih
lanjut khususnya pada Lapas Anak Medan.
2. Pada anak yang didapati mengalami sindrom depresif maka dapat diambil
tindakan penanganan selanjutnya.
3. Dengan deteksi dini adanya sindrom depresif pada Lapas Anak Medan dapat
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA III.1. DEPRESI
Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala
utama afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan dan kekurangan energi yang
menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunya aktifitas. Disamping itu
gejala lainnya yaitu konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri
berkurang, pikiran bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan
pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu
dan nafsu makan berkurang.9
Depresi merupakan penyakit mental dengan karakteristik perasaan sedih atau rasa
putus asa yang dalam dan berlangsung dalam waktu lama.10 Depresi merupakan
gangguan mood yang sering terjadi pada anak dan remaja yang memberi pengaruh negatif
terhadap pertumbuhan dan perkembangan, prestasi sekolah, hubungan dengan teman
sebaya dan keluarga, dapat membawa pada suicide.11
Beberapa teori tentang etiologi depresi pada anak dan remaja adalah:
Faktor Genetik. Suatu bidang pengetahuan yang semakin berkembang mengimplikasikan faktor-faktor genetik pada gangguan mood. Kita mengetahui bahwa
gangguan mood cenderung menurun dalam keluarga.12
Berdasarkan penelitian dikatakan, anak yang mempunyai orangtua menderita
gangguan depresif akan mengalami peningkatan gangguan afektif dibandingkan
gangguan psikiatrik lain.2 Peningkatan insiden gangguan mood umumnya dijumpai pada
anak-anak yang mempunyai orangtua dengan gangguan mood. Mempunyai satu orangtua
menderita gangguan depresif kemungkinan menggandakan risiko. Mempunyai dua
orangtua menderita gangguan depresif kemungkinan meningkatkan risiko 4x untuk anak
mengalami gangguan mood sebelum usia 18 dibandingkan anak dengan kedua orangtua
tidak mengalami gangguan depresif.13
Para peneliti percaya bahwa keturunan memainkan peranan penting dalam
gangguan depresif mayor. Namun genetik bukanlah satu-satunya determinan dari
gangguan depresif mayor, juga bukan determinan yang paling penting. Faktor lingkungan
seperti pemaparan terhadap peristiwa hidup yang penuh tekanan tampaknya memainkan
gangguan yang kompleks yang disebabkan oleh suatu kombinasi dari faktor-faktor
genetik dan lingkungan.12
Faktor Hubungan Orang Tua-Anak. Dalam model ini, depresi telah terkonseptualisasi sebagai hasil dari interaksi orang tua-anak yang kurang baik. Orang tua yang menderita
depresi mengalami keterlibatan ketika anak bergantung pada orang tua dalam
kehidupannya. Hubungan orangtua-anak yang kurang baik juga terlihat pada proteksi dari
ibu yang terlalu ketat pada awal masa kanak-kanak.2
Faktor Biologis. Penelitian tentang episode depresif mayor pada anak prapubertas dan gangguan mood pada remaja telah mengemukakan abnormalitas biologis. Anak
prapubertas dengan episode depresif saat tidur mensekresi growth hormone yang secara
signifikan lebih banyak daripada anak normal dan anak dengan non gangguan depresif.14
Anak-anak dengan gangguan depresif mayor yang disertai dengan riwayat
penyiksaan memperlihatkan peningkatan respons Adrenocorticotropic hormone (ACTH)
dan kortisol terhadap stresor akut. Apabila stresor tersebut berlangsung kronik terjadi
pelepasan Corticotropin-releasing hormone (CRH) dari hipotalamus secara terus
menerus (hipersekresi). Hipersekresi ini menyebabkan penurunan regulasi reseptor CRH
hipofisis. Akibatnya, hipofisis tidak berespons lagi.14
Hipersekresi kortisol sebagaimana nonsupresi dexamethasone dilaporkan pada
anak prapubertas dan remaja. Weller & Weller melaporkan pemakaian Dexamethasone
Suppression Test (DST) pada anak dan remaja. Secara keseluruhan, 54% dari anak dan
remaja depresi yang diteliti memiliki DST abnormal, abnormalitas tersebut tampak lebih
kuat pada anak prapubertas dibandingkan remaja.2
Berbagai bukti pada penelitian dewasa menunjukkan bahwa gangguan regulasi
sistim serotonin dapat berperan dalam terjadinya depresi.15
Faktor Sosial. Gangguan depresif dapat diakibatkan oleh kultur sosial yang menekan setiap orang dalam peranan tertentu. Ketidakmampuan peranan sosial kita untuk
menyesuaikan diri dengan stresor sosial mengarah pada berkembangnya gangguan
Terdapat bukti yang mengemukakan bahwa status perkawinan orangtua,, jumlah
saudara, status sosioekonomi keluarga, pemisahan orangtua, perceraian, pernikahan,
struktur keluarga berperan banyak dalam menyebabkan gangguan depresif pada anak.14
Faktor Psikologi
Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan terjadinya gangguan depresif:
Teori psikoanalitik (Psikodinamika). Teori psikodinamika klasik mengenai gangguan depresif dari Freud dan para pengikutnya misalnya Abraham meyakini bahwa
gangguan depresif mewakili kemarahan yang diarahkan kedalam diri sendiri dan bukan
kepada orang-orang yang dikasihi. Rasa marah dapat diarahkan kepada self setelah
mengalami kehilangan yang sebenarnya atau ancaman kehilangan dari orang-orang yang
dianggap penting.12
Model stres dalam hidup (Life stress model). Model ini mengasumsikan stresor
atau perubahan dalam lingkungan memerlukan penyesuaian diri, yang dapat
menyebabkan gangguan depresif. Sebagian teori menerangkan bahwa gangguan depresif
pada anak disebabkan adanya reaksi dari kekacauan dalam keluarga. Poznanski dan Zrull
pada tahun 1970 melaporkan bahwa terjadinya gangguan depresif pada anak disebabkan
oleh insidensi yang tinggi dari agresi orang tua, hukuman dari kedisiplinan, perselisihan
dalam perkawinan dan penolakan dalam keluarga.2
Orang juga lebih cenderung untuk mengalami gangguan depresif bila mereka
menanggung sendiri tanggung jawab dari peristiwa yang tidak diinginkan, seperti
masalah sekolah, kesulitan keuangan, kehamilan yang tidak diinginkan, masalah
interpersonal dan masalah dengan hukum.12
Model penguatan perilaku (Behavioral reinforcement model). Perilaku dan
mood depresif disebabkan karena tidak cukup mendapatkan hal yang positif, yang
mengakibatkan tangisan, iritabilitas dan terjadinya respons yang laten pada anak dan
remaja.2
Peter Lewinsohn pada tahun 1974 mengatakan bahwa gangguan depresif
dihasilkan dari ketidakseimbangan antara output prilaku dan input reinforcement yang
berasal dari lingkungan. Kurangnya reinforcement untuk usaha seseorang dapat
Reinforcement sosial dapat hilang saat orang yang dekat dengan kita, yang
menjadi pemberi reinforcement, meninggal atau meninggalkan kita. Orang yang
menderita kehilangan sosial lebih cenderung untuk menderita gangguan depresif bila
mereka kurang memiliki keterampilan sosial dalam membentuk hubungan baru.12
Model ketidakberdayaan yang dipelajari (Learned helplessness model). Model ketidakberdayaan yang dipelajari mengajukan pandangan bahwa orang dapat menderita
gangguan depresif karena ia belajar untuk memandang dirinya sendiri sebagai tidak
berdaya dalam mengontrol reinforcement dari lingkungan atau untuk mengubah
kehidupan yang lebih baik. Martin Seligman adalah orang yang pertama kali menyusun
konsep ketidakberdayaan yang dipelajari. Ia mengatakan bahwa orang belajar untuk
memandang dirinya sebagai tidak berdaya karena pengalaman-pengalamannya. Sejumlah
gangguan depresif pada manusia mungkin berasal dari pemaparan-pemaparan terhadap
situasi-situasi yang tampaknya tidak terkontrol. Sedikit kegagalan akan menimbulkan
perasaan tidak berdaya dan dugaan akan kegagalan dimasa mendatang.12
Model distorsi kognitif (Cognitive distortion model). Pandangan negatif terhadap
diri sendiri, dunia dan masa depan menjadi penyebab terjadinya gangguan depresif.2
Sejumlah teori telah berkembang untuk menjelaskan hubungan antara gangguan mood,
terutama gangguan depresif, dengan kognitif. Distorsi kognitif dan sifat negatif umumnya
dijumpai pada anak , remaja dan dewasa yang menderita gangguan depresif.15
Seorang teoritikus kognitif yang paling berpengaruh, psikiater Aaron Beck,
menghubungkan pengembangan gangguan depresif dengan adopsi dari cara berpikir yang
terdistorsi secara negatif di awal kehidupan. Segi tiga kognitif dari gangguan depresif
mencakup keyakinan-keyakinan negatif mengenai diri sendiri, lingkungan dan masa
depan. Teori kognitif meyakini bahwa orang yang mengadopsi cara berpikir yang negatif
ini memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita gangguan depresif bila dihadapkan
pada pengalaman hidup yang menekan atau mengecewakan, seperti mendapat nilai buruk
atau kehilangan pekerjaan. Distorsi kognitif ini membentuk tahapan-tahapan untuk
gangguan depresif disaat menghadapi kehilangan personal atau peristiwa hidup yang
negatif.12
evaluasi diri dan pengendalian diri. Tindakan mereka sering hanya memfokuskan dalam
jangka waktu yang pendek dari pada jangka waktu yang panjang.2
Gambaran klinis sindrom depresi pada anak menyerupai dewasa, kecuali bahwa
anak lebih cenderung mengalami cemas perpisahan, fobia, keluhan somatik dan masalah
tingkah laku. Anak bukannya melaporkan rasa sedih, tetapi anak malahan dapat menjadi
irritable.16
Menurut DSM-IV-TR, kriteria diagnosis untuk episode depresif mayor adalah
sedikitnya lima gejala harus dijumpai selama periode 2 minggu dan harus ada perubahan
dari fungsi sebelumnya.14 Di antara gejala yang harus ada adalah depressed atau irritable
mood atau kehilangan minat atau kegembiraan. Gejala lain adalah kegagalan kenaikan
berat badan, insomnia atau hipersomnia, agitasi atau retardasi psikomotor, kelelahan atau
hilang tenaga, perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang tidak sesuai, berkurangnya
kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi dan pemikiran tentang kematian.2,14
Gejala-gejala tersebut harus menyebabkan gangguan sosial atau akademik. Untuk
memenuhi kriteria episode depresif mayor, gejala tidak boleh akibat langsung dari zat
(mis: alkohol) atau kondisi medis umum. Diagnosa episode depresif mayor tidak
ditegakkan dalam 2 bulan kehilangan orang yang dicintai.14
Berdasarkan PPDGJI III, tiga variasi dari episode depresif yang tercantum
dibawah ini: ringan, sedang, berat. Individu biasanya menderita suasana perasaan (mood)
yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan dan berkurangnya energi yang menuju
meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktifitas. Biasanya ada rasa lelah
yang nyata sesudah kerja sedikit saja. Gejala yang lazim adalah:
1. Konsentrasi dan perhatian yang kurang
2. Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang
3. Gagasan tentang keadaan bersalah dan tidak berguna
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik
5. Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
6. Tidur terganggu
7. Nafsu makan berkurang.17
Depresi pada usia remaja seperti gejala depresi pada umumnya terutama
menunjukkan perasaan kebosanan yang berat dan kurang mempunyai orientasi ke masa
perempuan lebih sering depresi daripada remaja laki-laki. Perasaan depresi pada anak dan
remaja lebih sering ditunjukkan dengan perasaan mudah
tersinggung atau mudah marah.16
Gejala gangguan depresif pada usia remaja mirip dengan orang dewasa berupa: 16 1. Anhedonia
Tidak dapat merasakan kesenangan atau kepuasan dalam kehidupan sehari-harinya 2. Gangguan kognitif mengenai:
a. Dirinya: menyalahkan dirinya, menyesali dirinya, merasa bersalah, merasa tak berharga
b. Dunia sekitarnya: merasa tak tertolong, putus asa pada situasi kehidupan c. Masa depan: merasa tak ada harapan, murung terhadap masa depan 3. Perubahan tingkah laku
Perubahan tingkah laku berupa agitasi yang berat sampai menarik diri dan stupor
4. Perubahan fisiologis
Perubahan fisiologis berupa nafsu makan yang kurang, berat badan menurun dan gangguan pola tidur.
Beberapa kuesioner yang dapat digunakan untuk skrining depresi pada anak
adalah Pediatric Symptom Checklist3,18, Center for Epidemiological Studies Depression
Scale for Children16,19, Children’s Depression Inventory dari Kovax20,21,22, Children’s
Depression Scale, dan Depression Self-Rating Scale.20
III.2. TINDAK PIDANA
Pengertian hukuman adalah suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan
oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum
pidana.23
Dalam hukum yang ada di Indonesia tidak ada diatur secara tegas mengenai
pengertian anak. Hal ini dapat dilihat dalam uraian sebagai berikut:
a) Pengertian anak menurut Hukum Pidana
Dalam hukum pidana khususnya Pasal 45 berbunyi: bahwa jika seseorang yang
belum dewasa dituntut karena perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya
belum enam belas, hakim boleh memerintahkannya supaya sitersalah
b) Pengertian anak menurut Hukum Perdata
Menurut hukum perdata Pasal 330, menyebutkan bahwa mereka yang mencapai
umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin dan apabila perkawinan
itu dibubarkan sebelum umur mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan yang
belum dewasa dan mereka yang belum dewasa tidak berada di bawah kekuasaan
orang tua atau dibawah perwalian. 25
c) Pengertian anak menurut Kesepakatan antara Departemen Sosial dengan
Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia.
Anak pelaku tindak pidana adalah anak yang melakukan tindak pidana yang telah
mencapai umur 12 tahun tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum pernah
menikah. Apabila anak itu di dalam Lapas masih dalam menempuh pendidikan
atau menurut Undang-undang Kesejahteraan memungkinkan bisa sampai umur 21
tahun.26
d) Pengertian anak menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan anak
Dalam ketentuan umum pasal 1 yang dimaksud dengan anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan.1
Terhadap kejahatan yang dilakukan oleh anak nakal, Undang-Undang No 3 Tahun
1997 tentang Pengadilan anak telah mengaturnya sedemikian rupa sehingga kejahatan
yang dilakukan anak hanya dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam
Undang-Undang. Pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal adalah pidana
penjara.25
Jika seseorang dinyatakan bersalah oleh pengadilan, maka ia dikirim ke Lembaga
Pemasyarakatan. Hal ini berarti, bahwa peradilan telah memutuskan:
Kebebasan akan dibatasi untuk jangka waktu tertentu.27
Dalam buku Hukum Pidana, Lembaga Pemasyarakatan dapat dikatakan
mempunyai 4 (empat) fungsi, yaitu:
2. Menghukum (Punitive)
3. Memperbaiki (Reformative)
4.Rehabilitasi (Rehabilitation).28
III.3. PENGARUH PEMIDANAAN TERHADAP ANAK
Pemidanaan sangat berpengaruh terhadap jiwa dan masa depan anak sebagai generasi penerus bangsa Indonesia. Ketika anak masuk dalam Lembaga Pemasyarakatan
maka anak menyadari dirinya dalam keadaan terkekang, jauh dari orang tua, keluarga dan
orang orang yang dikenalnya serta memasuki dunia baru yang tertutup. 27
Setelah anak dinyatakan bersalah dan harus dipenjarakan maka anak tersebut akan
mempunyai problem mental seperti perasaan bersalah terus menerus, perasaan selalu
diatur dan anak-anak akan merasa rendah diri, merasa dianggap penjahat. Hal ini akan
berakibat buruk terhadap perkembangan jiwa anak. 29
Penyebab utama depresi pada remaja adalah kehilangan objek yang dicintai. Oleh
karena perkembangan dan keterbatasan yang ada pada remaja, maka bentuk kehilangan
objek yang dicintai berbeda dengan orang dewasa. Pada remaja penyebab depresi yang
paling sering adalah yang berasal dari lingkungan, misalnya:
1. Perpisahan yang terjadi secara beruntun
2. Kehilangan yang terjadi tiba-tiba
3. Penolakan
4. Berkurangnya perhatian lingkungan. 30
Pemidanaan dan hukuman merupakan contoh dari model stres dalam hidup (Life
stress model). Orang lebih cenderung untuk mengalami gangguan depresif bila mereka
menanggung tanggung jawab dari peristiwa yang tidak diinginkan, seperti masalah
dengan hukum.12
Seseorang yang menjalani tidak pidana tanpa mengalami gangguan depresif dalam
menjani hukumannya biasanya mempunyai perilaku anti sosial. Perilaku antisosial
dimulai dengan masalah tingkah laku yang serius dan persisten pada masa remaja awal.
Masalah tingkah laku merupakan prediksi gangguan kepribadian antisosial.32 Gambaran
dan penuh kebohongan.32,33 Perilaku antisosial tidak menunjukkan adanya cemas atau
gangguan depresif.14
III.4. LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK MEDAN
Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II-A Tanjung Gusta Medan sebagai mana
Lapas anak lainnya yang ada di Indonesia seperti ditentukan dalam pasal 1 butir 3
Undang-Undang nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan adalah sebagai tempat
untuk melaksanakan pembinaan narapidana.
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggungjawab langsung kepada Kanwil Departemen Hukum dan HAM.
Kapasitas Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan hanya untuk menampung 350
orang tetapi pada saat ini penghuni Lapas sebanyak 850 orang dengan umur anak 12
sampai 21 tahun dengan jenis kelamin laki-laki. Kamar di Lapas Anak terdiri dari 4
(empat) blok yaitu:
A. Bagian tata usaha : melakukan urusan kepegawaian dan keuangan, surat menyurat
dan perlengkapan rumah tangga.
B. Seksi bimbingan dan kegiatan kerja:
1. Kegiatan rohani : ceramah keagamaan setiap hari
2. Bimbingan kerja : latihan menjahit, perabot rumah
3. Pendidikan : sekolah diluar maupun di dalam Lapas, latihan komputer
4. Olah raga : sepak bola, volli, tenis meja, senam kesegaran jasmani
5. Kesenian : latihan band, latihan kaligrafi
6. Kegiatan sosial : pramuka, kunjungan keluarga
7. Kesehatan : poliklinik kesehatan buka pagi dan sore hari
C. Seksi administrasi dan tata tertib: mengatur jadwal tugas, penggunaan perlengkapan
dan menerima laporan harian dan menegakkan tata tertib.
BAB IV
KERANGKA KONSEP
NARAPIDANA LAPAS ANAK
KEADAAN KELUARGA
Sosial ekonomi orang tua Status perkawinan orang tua
HUKUMAN
Tindak Pidana Lamanya Hukuman
DEMOGRAFI
Umur
Tingkat Pendidikan Tempat Tinggal
BAB V
METODE PENELITIAN
V.1. RANCANGAN PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan rancangan studi
cross sectional karena penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara variabel
bebas (faktor resiko) dengan variabel tergantung (efek), dengan melakukan
pengukuran sesaat.
V.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan yang
dilaksanakan pada tanggal 1 Mei sampai dengan 15 Juli 2008
V.3. POPULASI PENELITIAN Populasi target:
Narapidana Lembaga Pemasyarakatan yang berusia 12-21 tahun
Populasi terjangkau:
Narapidana Lembaga Pemasyarakatan yang berusia 12-21 tahun yang
berada pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan.
V.4. SAMPEL DAN CARA PEMILIHAN SAMPEL Sampel penelitian:
Sampel penelitian adalah 274 orang narapidana anak yang memenuhi kriteria
inklusi.
Cara pemilihan sampel:
Pemilihan sampel dilakukan dengan cara Simple Random Sampling yaitu peneliti
menghitung terlebih dahulu jumlah populasi yang akan dipilih sampelnya.
V.5. ESTIMASI BESAR SAMPEL
Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan menurut rumus
n = Z 2 P (1-p) N
d2 (N-1) + Z P(1-P)
Z = tingkat kepercayaan 95% ( 1,96)
P= perkiraan proporsi sindrom depresi pada narapidana lapas anak 0,5
Q= (1-P) 1-0,5 = 0,5
d= tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki 0,05
n= 265 orang (sampel minimum)
Jumlah sampel adalah 265 orang ( sampel minimum)
V.6. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah anak yang berusia 12 sampai 21 tahun, dapat membaca,
koperatif dan dapat diwawancarai
Kriteria eksklusi
1. Anak yang mempunyai komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lain misalnya
gangguan psikotik, ansietas, sehubungan dengan zat.
2. Anak yang menderita penyakit medis umum yang berat.
V.7. CARA KERJA :
1. Pemilihan narapidana dilakukan dengan cara simple random sampling dan
memenuhi kriteria inklusi serta terlebih dahulu mengisi inform consent dan
kuesioner demografi.
2. Mengisi instrumen penelitian Children depression inventory dari KOVACK (bila
ada yang tidak jelas dapat ditanyakan pada peneliti).
3. Menentukan sindrom depresif.
V.8. IDENTIFIKASI VARIABEL
1. Variabel tergantung : Sindrom depsesif pada narapidana lapas anak
2. Variabel bebas : tindak pidana, lamanya hukuman, kelompok umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal, sosial ekonomi orang tua, status
perkawinan orang tua.
V.9. DEFINISI OPERASIONAL
• Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan dan kekurangan energi yang
menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunya aktifitas. Disamping itu
gejala lainnya yaitu konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan
diri berkurang, pikiran bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang
suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri,
tidur terganggu dan nafsu makan berkurang.
• Children depression inventory dari KOVACK adalah alat ukur untuk skrining depresif pada anak, cara penilaian adalah setiap jawaban dalam kelompok peryataan pikiran
dan perasaan mempunyai urutan nilai : 0,1,2.
• Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
• Hukuman adalah suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar KUHP
• Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lapas. • Anak pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalankan pidana
di Lapas Anak.
• Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana, terdiri dari psikotropika/narkotika, pencurian, penggelapan,
pemalsuan, penipuan, pembunuhan, kesusilaan.
• Lamanya hukuman adalah lamanya anak menjalani hukuman didalam penjara yaitu dibawah 6 bulan, 7 bulan-1 tahun, 1-1 ½ tahun, 1½ -2 tahun, 2-2½ tahun, 2½ -3
tahun.
• Umur adalah lamanya hidup sejak lahir yang dinyatakan dalam satuan tahun. Kelompok umur responden pada saat dilakukan penelitian dibagi atas: 12-14 tahun,
15-18 tahun, 19-21 tahun.
• Pendidikan adalah jenjang pengajaran yang telah diikuti responden melalui pendidikan formal. Pendidikan dibagi atas: Tidak sekolah, SD (Sekolah Dasar),
SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMU (Sekolah Menengah Umum), PT
(Perguruan Tinggi)
• Tempat tinggal :kota Medan dan luar kota Medan • Orang tua adalah ayah dan ibu narapidana lapas anak
• Status sosial ekonomi orang tua berdasarkan pendapatan per bulan, pendapatan perbulan dibagi atas: < 1 juta, 1-2 juta, 2-3 juta.
• Status perkawinan orang tua: bercerai (janda/duda), tidak bercerai.
• Penyakit medis umum yaitu penyakit-penyakit kardiovaskular, penyakit-penyakit endokrin dan penyakit berat lainnya misalnya kanker.
V.10. MANAJEMEN DAN ANALISA DATA
Hasil yang didapat disusun dalam tabel distribusi, dilihat proporsi narapidana
yang memiliki sindrom depresif. Untuk mencari hubungan antara sindrom depresif
dengan tindak pidana, lamanya hukuman dan faktor-faktor demografik digunakan uji
hipotesis chi-square. Perbedaan dikatakan bermakna jika p< 0,05 .
Pengolahan dan analisis statistik data dilakukan secara komputerisasi dengan
BAB VI
KERANGKA OPERASIONAL
CHILDREN
DEPRESSION INVENTORY ≥ 13
NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN
SUBYEK PENELITIAN
CHILDREN DEPRESSION
INVENTORY DARI KOVACK
CHILDREN DEPRESSION INVENTORY < 13 KRITERIA
INKLUSI
SINDROM DEPRESIF
KRITERIA EKSKLUSI
BAB VII
HASIL PENELITIAN
Pada penelitian ini sampel yang ikut serta dalam penelitian menurut kriteria
inklusi sebanyak 274 orang narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak
Medan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2008 sampai bulan Juli 2008.
Penyajian hasil penelitian ini akan ditampilkan dalam bentuk tabel-tabel distribusi
frekuensi.
VII.1 KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN:
Tabel1. Karakteristik sampel penelitian dengan tindak pidana, lamanya hukuman,
umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal, pendapatan orang tua per bulan.
Sambungan...
Karakteristik Sampel n %
Tingkat Tidak Sekolah 17 6,2
Pendidikan SD 85 31,0 SMP 93 33,9
SMU 72 26,2
PT 7 2,6
Tempat Medan 211 77,0 Tinggal Luar Medan 63 23,0
Pendapatan < 1 Juta 186 67,9
Orang Tua 1 – 2 Juta 78 28,5 2 -- 3 Juta 10 3,6
Perkawinan Bercerai 92 33,6 Orang tua Tidak Bercerai 182 66,4
Total 274 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel yang paling banyak adalah tindak pidana
pencurian yaitu sebanyak 126 orang (46,0%), lamanya hukuman adalah 7 bulan- 1 tahun,
sebanyak 103 orang (37,6%), pada kelompok umur 15 tahun sampai 18 tahun, yaitu
sebanyak 157 orang (57,3%), dengan tingkat pendidikan adalah SMP, sebanyak 93
orang (33,9%), bertempat tinggal di Kota Medan, yaitu sebanyak 211 orang (77,0%),
yang mempunyai orang tua penghasilan dibawah 1 juta per bulan, yaitu sebanyak 186
orang (67,9%) dan mempunyai orang tua yang status perkawinan tidak bercerai, yaitu
sebanyak 182 orang (66,4%).
Sindrom Depresif n %
Tidak ada Sindrom Depresif 220 80,3
Sindrom Depresif 54 19,7
Total 274 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel yang paling banyak adalah narapidana
Lapas Anak Medan yang tidak menderita sindrom depresif, sebanyak, 220 orang (80,3%)
dan yang mengalami sindrom depresif adalah 54 orang (19,7%).
VII.3. MEAN DAN STANDARD DEVIATION (SD) KOVACK PADA
NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN
Tabel 3. Mean dan Standad deviation Kovack pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan
Anak
KOVACK n MEAN SD
Tidak ada sindrom depresif 220 9,2 2,1
Sindrom Depresif 54 22,1 3,2
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Mean dan Standard Deviation Kovack pada
Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak yang mengalami sindrom depresif adalah
22,1 (SD 3,2) dan yang tidak mengalami sindrom depresif 9,2
VII.4. SEBARAN TINDAK PIDANA DENGAN SINDROM DEPRESIF Tabel 4. Sebaran Tindak Pidana dengan Sindrom Depresif
Tindak Tidak mengalami Mengalami Pidana Sindrom depresif Sindrom depresif n % Mean SD p n % Mean SD p
Narkotika 68 30,9 9,0 2,1 0,65 18 33,3 22,7 4,0 7,83
Pencurian 97 44,1 9,5 2,0 29 53,7 21,8 3,0
Penggelapan 22 10,0 9,2 2,3 1 1,9 22,0 0
Pemalsuan 4 1,8 10,0 1,4 0 .0 0 0
Penipuan 8 3,6 10,0 1,7 1 1,9 26,0 0
Pembunuhan 9 4,1 9,3 2,3 3 5,6 21,3 0
Kesusilaan 12 5,5 8,1 2,3 2 3,7 21,0 0
Total 220 100 54 100
X2 6,256, p = 0,395
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tindak pidana yang paling banyak mengalami
sindrom depresif adalah tindak pidana pencurian, sebanyak 29 orang (53,7%), diikuti
oleh narkotika, sebanyak 18 orang (33,3%) dan tindak pidana pembunuhan, sebanyak 3
orang (5,6%). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana
Lapas Anak Medan dalam melakukan tindak pidana.
Mean tindak pidana pencurian yang mengalami sindrom depresif 21,8 (SD 3,0) lebih
tinggi di bandingkan yang tidak mengalami gangguan depresif 9,5 (SD 2,0). Mean tindak
pidana narkotika yang mengalami sindrom depresif 22,7 (SD 4,0) lebih tinggi di
VII.5. SEBARAN LAMANYA HUKUMAN DENGAN SINDROM DEPRESIF Tabel 5. Sebaran Lamanya Hukuman dengan Sindrom Depresif
Lamanya Tidak mengalami Mengalami Pidana Sindrom depresif Sindrom depresif n % Mean SD p n % Mean SD p
< 6 bln 14 6,4 10,2 1,4 0,065 6 11,1 22,6 4,6 0,614
7 bln - 1 thn 81 36,8 9,6 2,2 22 40,7 22,3 3,0
1 - 1½ thn 48 21,8 8,7 2,4 8 14,8 20,8 3,1
1½ - 2 thn 29 13,2 8,7 2,1 9 16,7 22,6 3,2
2 - 2½ thn 28 12,7 9,5 1,8 3 5,6 24,3 5,7
2½ - 3 thn 20 9,1 8,9 1,4 6 11,1 21,0 1,4
Total 220 100 54 100
X2 5,094, p = 0,405
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel yang paling banyak mengalami sindrom
depresif dalam menjalani lamanya hukuman adalah hukuman yang lamanya 7 bulan - 1
tahun, sebanyak 22 orang (40,7%), diikuti oleh hukuman 1,5 tahun-2 tahun, sebanyak 9
orang (16,7%) dan hukuman 1-1,5 tahun, sebanyak 8 orang (14,8%). Tidak terdapat
perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dalam
menjalani lamanya hukuman.
Mean yang lamanya hukuman 7 bulan - 1 tahun yang mengalami sindrom depresif 22,3 (
SD 3,0) lebih tinggi dari pada yang tidak mengalami sindrom depresif 9,6 (SD 2,2). Mean
lamanya hukuman 1,5 tahun - 2 tahun yang mengalami sindrom depresif 22,6 (SD 3,2)
VII.6. SEBARAN UMUR DENGAN SINDROM DEPRESIF Tabel 6. Sebaran umur dengan Sindrom Depresif
Umur Tidak mengalami Mengalami Sindrom depresif Sindrom depresif n % Mean SD p n % Mean SD p 15 - 18 thn 130 59,1 9,2 2,0 0,556 27 50,0 21,7 2,9 0,371
19 - 21 thn 90 40,9 9,3 2,2 27 50,0 22,5 3,6
Total 220 100 54 100
X2 1,465 p = 0,226
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan sindrom depresif antara
kelompok umur 15 - 18 tahun dengan kelompok umur 19-21 tahun, yaitu sebanyak 27
orang (50,0%). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana
Lapas Anak Medan dalam kelompok umur.
Mean kelompok umur 19-21 tahun yang tidak mengalami sindrom depresif 22,5 (SD 3,6)
VII.7. SEBARAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN SINDROM DEPRESIF Tabel 7. Sebaran Tingkat Pendidikan dengan Sindrom Depresif
Tingkat Tidak mengalami Mengalami Pendidikan Sindrom depresif Sindrom depresif n % Mean SD p n % Mean SD p Tidak Sekolah 14 6,4 9,8 1,6 0,224 3 5,6 21,6 3,0 0,849
SD 62 28,2 9,2 2,1 23 42,6 21,8 2,8
SMP 75 34,1 9,6 2,0 18 33,3 22,2 3,9
SMU 62 28,2 8,8 2,3 10 18,5 22,9 3,3
PT 7 3,2 9,4 2,2 0 0,0 22,1 3,2
Total 220 100 54 100
X2 6,214, p = 0,184
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel dengan tingkat pendidikan yang paling
banyak mengalami sindrom depresif adalah tingkat pendidikan SD, sebanyak 23 orang
(42,6%), diikuti oleh tingkat pendidikan SMP, sebanyak 18 orang (33,3%) dan tingkat
pendidikan SMU, sebanyak 10 orang (18,5%). Tidak terdapat perbedaan bermakna
sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dengan tingkat pendidikan.
Mean tingkat pendidikan SD yang mengalami sindrom depresif 21,8 (SD 2,8) lebih tinggi
dibandingkan yang tidak mengalami sindrom depresif 9,2 (SD 2,1). Mean tingkat
pendidikan SMP yang mengalami sindrom depresif 22,2 (SD 3,9) lebih tinggi
VII.8. SEBARAN TEMPAT TINGGAL DENGAN SINDROM DEPRESIF Tabel 8. Sebaran Tempat Tinggal dengan Sindrom Depresif
Tempat Tidak mengalami Mengalami Tinggal Sindrom depresif Sindrom depresif n % Mean SD p n % Mean SD p Medan 166 75,5 9,2 2,0 0,556 45 83,3 22,2 3,3 0,533
Luar Medan 54 24,5 9,3 2,2 9 16,7 22,0 3,3
Total 220 100 54 100
X2 1,520 p = 0,146
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel dengan tempat tingal yang paling banyak
mengalami sindrom depresif adalah yang bertempat tinggal di dalam kota Medan, yaitu
sebanyak 45 orang (83,3%).
Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak
Medan dengan tempat tinggal.
Mean yang bertempat tinggal di Kota Medan yang mengalami sindrom depresif 22,2 (SD
VII.9. SEBARAN SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DENGAN SINDROM DEFRESIF
Tabel 9. Sebaran Sosial Ekonomi Orang Tua dengan sindrom depresif
Pendapatan Tidak mengalami Mengalami per bulan Sindrom depresif Sindrom depresif n % Mean SD p n % Mean SD p
< 1 Juta 141 64,1 9,2 2,1 0,664 45 83,3 21,8 3,1 0,138
1 – 2 Juta 70 31,8 9,2 2,1 8 14,8 23,5 3,4
2 -- 3 Juta 9 4,1 9,8 2,2 1 1,9 27,0 0
Total 220 100 54 100
X2 7,364 p = 0,025
Dari tabel dapat dilihat bahwa sampel dengan pendapatan orang tua per bulan yang paling
banyak mengalami sindrom depresif adalah yang pendapatan orang tuanya per bulan < 1
juta rupiah, sebanyak 45 orang (83,3%). Terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif
pada narapidana Lapas Anak Medan dengan sosial ekonomi orang tua.
Mean pendapatan orang tuanya per bulan < 1 juta rupiah, yang mengalami sindrom
depresif 21,8 (SD 3,1) lebih tinggi dibandingkan yang tidak mengalami sindrom depresif
VII.10. SEBARAN STATUS PERKAWINAN ORANG TUA DENGAN SINDROM DEPRESIF
Tabel 10. Sebaran Status Perkawinan Orang Tua dengan Sindrom Depresif
Status Tidak mengalami Mengalami Perkawinan Sindrom depresif Sindrom depresif n % Mean SD p n % Mean SD p
Bercerai 73 33,2 9,1 2,0 0,119 19 35,2 21,8 2,9 0,290
Tidak Bercerai 147 66,8 9,3 2,1 35 64,8 22,3 3,4
Total 220 100 54 100
X2 0,078 p = 0,449
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel status perkawinan orang tua yang paling
banyak mengalami sindrom depresif adalah status perkawinan orang tua yang tidak
bercerai, sebanyak 35 orang (64,8%). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom
depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dengan status perkawinan orang tua.
Mean status perkawinan orang tua yang tidak bercerai, yang mengalami sindrom depresif
21,8 (SD 2,9) lebih tinggi dibandingkan yang tidak mengalami sindrom depresif 9,3 (SD
BAB VIII PEMBAHASAN
Penelitian Sindrom Depresif pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak
Medan ini merupakan suatu penelitian analitik dengan rancangan studi cross sectional.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana
Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan dan tujuan khusus adalah untuk mengetahui
sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tindak pidana, lamanya hukuman,
kelompok umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal, sosial ekonomi orang tua serta jika
terdapat sindrom depresif maka dapat dilakukan kerja sama dengan Departemen Psikiatri
untuk mendapatkan penilaian dan penatalaksanaan lebih lanjut.
Hipotesis pada penelitian ini yang menyatakan sindrom depresif pada narapidana
Lapas Anak Medan berbeda berdasarkan status sosial ekonomi orang tua terbukti (p =
0,025).
VIII.1 KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN:
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa sampel yang paling banyak melakukan tindak
pidana adalah tindak pidana pencurian yaitu sebanyak 126 orang (46,0%), diikuti oleh
tindak pidana narkotika, sebanyak 86 orang (31,4%) dan tindak pidana penggelapan,
sebanyak 23 orang(8,4%).
Sampel yang paling banyak menjalani hukuman adalah lamanya 7 bulan- 1 tahun,
sebanyak 103 orang (37,6%), diikuti oleh lamanya 1 tahun-1½ tahun, sebanyak 56 orang
(20,4%) dan lamanya 1½ tahun – 2 tahun, sebanyak 38 orang(13,9%).
Sampel yang paling banyak menjalani hukuman adalah kelompok umur 15 tahun
sampai 18 tahun, yaitu sebanyak 157 orang (57,3%) diikuti oleh kelompok umur 19-21
tahun, sebanyak 117 orang (42,7%).
Sampel yang paling banyak menjalani hukuman dengan tingkat pendidikan
adalah SMP, yaitu sebanyak 93 orang (33,9%) diikuti oleh tingkat pendidikan SD,
sebanyak 85 orang (31,0%) dan SMU, sebanyak 72 orang (26,2%).
Sampel yang menjalani hukuman paling banyak bertempat tinggal di Kota Medan,
Sampel yang menjalani hukuman paling banyak mempunyai orang tua yang
penghasilan dibawah 1 juta per bulan, yaitu sebanyak 186 orang (67,9%), diikuti oleh
penghasilan 1-2 juta per bulan, sebanyak 78 orang (28,5%) dan 2-3 juta per bulan,
sebanyak 10 orang (3,6%).
Sampel yang menjalani hukuman paling banyak mempunyai orang tua yang status
perkawinan tidak bercerai, yaitu sebanyak 182 orang (66,4%), diikuti orang tua yang
status perkawinan bercerai, sebanyak 92 orang (33,6%).
VIII.2. SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN Dari tabel 2 didapati narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak yang mengalami
sindrom depresi, sebanyak 54 orang (19,7%).
Studi prevalensi di Canada oleh Ulzen dan Hamilton tahun 1998 mengenai
prevalensi gangguan mental pada pusat penahanan anak dan remaja menunjukkan hasil
30,4% memenuhi kriteria gangguan depresif. Teplin dan kawan-kawan di Amerika tahun
2000 melaporkan 13% anak laki-laki yang berada di Lembaga Pemasyarakatan
memenuhi kriteria episode depresi.5 Sementara menurut Ryan tahun 2004 pada anak
yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak ditemukan gangguan mood 1 dari
12 anak dan 8% mengalami gangguan depresif. Otto dan kawan-kawan mengumpulkan
11 penelitian mengenai gangguan mood pada anak laki-laki yang berada di Lembaga
Pemasyarakatan dan ditemukan variasi yang signifikan pada angka prevalensi, dari
penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa yang menggunakan rekam medis melaporkan
adanya gangguan mood 22% dan yang menggunakan wawancara klinis melaporkan
32-78%.4
Perbedaan yang didapat dari hasil penelitian ini dengan penelitian lainnya
dikarenakan oleh penggunaan instrumen yang berbeda. Beberapa peneliti sebelumnya
menggunakan kuisioner Beck Depression Inventori dan ada yang menggunakan rekam
medis.4 Penelitian ini menggunakan Children depression inventory dari KOVACK
VIII.3. MEAN DAN STANDARD DEVIATION KOVACK PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa mean dan standard deviation Kovack pada
Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak yang mengalami sindrom depresif adalah
22,1 (SD 3,2) dan yang tidak mengalami sindrom depresif adalah 9,2 (SD 2,1).
Sindrom depresif dapat di jumpai pada anak yang berada dalam Lembaga
Pemasyarakatan Anak, karena hidup anak akan tertekan, kemerdekaan akan dibatasi,
setiap harinya berada dalam sel tahanan, jauh dari orang tua dan anak harus mengurus
kebutuhannya sehari-hari.
VIII.4. SEBARAN TINDAK PIDANA DENGAN SINDROM DEPRESIF
Dari tabel 4 dapat dilihat sampel yang mengalami sindrom depresif yang paling
banyak adalah tindak pidana pencurian, sebanyak 29 orang (53,7%), diikuti oleh tindak
pidana narkotika, sebanyak 18 orang (33,3%) dan tindak pidana pembunuhan, sebanyak 3
orang(5,6%). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana
Lapas Anak Medan dalam melakukan tindak pidana (p = 0,395).
Pada hasil penelitian ini didapatkan bahwa narapidana yang mengalami sindrom
depresif lebih rendah dari pada narapidana yang tidak mengalami sindrom depresif. Hal
ini terjadi oleh karena narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan
mayoritas memiliki tingkah laku antisosial.
Dari literatur dikatakan bahwa gangguan kepribadian antisosial biasanya dimulai
dengan masalah tingkah laku yang serius dan persisten pada masa remaja awal. Masalah
tingkah laku merupakan prediksi gangguan kepribadian antisosial.32 Gambaran utama
gangguan kepribadian antisosial merupakan pola perilaku yang mengabaikan
norma-norma sosial atau pelanggaran hak-hak orang lain, perilaku impulsif disertai dengan tidak
adanya perasaan bersalah atau penyesalan. Sering tidak bertanggung jawab dan penuh
kebohongan.32,33 Perilaku antisosial tidak menunjukkan adanya cemas atau gangguan
depresif.14
Pada penelitian ini terdapat sindrom depresif oleh karena anak harus tinggal
orang yang dicintai, berkurangnya perhatian lingkungan dan menanggung tanggung
jawab dari peristiwa yang tidak diinginkan, seperti masalah dengan hukum.12,30
VIII.5. SEBARAN LAMANYA HUKUMAN DENGAN SINDROM DEPRESIF Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa sampel yang paling banyak mengalami sindrom
depresif dalam menjalani lamanya hukuman adalah hukuman yang lamanya 7 bulan - 1
tahun, sebanyak 22 orang (40,7%), diikuti oleh lamanya hukuman 1,5 tahun-2 tahun,
sebanyak 9 orang (16,7%) dan lamanya hukuman 1 tahun - 1,5 tahun, sebanyak 8 orang
(14,8%). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas
Anak Medan dalam menjalani lamanya hukuman (p = 0,405).
Pada hasil penelitian ini didapatkan bahwa sampel narapidana yang paling banyak
mengalami sindrom depresif dalam menjalani lamanya hukuman adalah hukuman yang
lamanya 7 bulan - 1 tahun. Lama hukuman 7 bulan - 1 tahun lebih banyak mengalami
sindrom depresif dari pada narapidana yang menjalani hukuman lebih lama oleh karena
semakin lama narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan maka
semakin bisa anak-anak tersebut untuk beradaptasi dan bersosialisasi dengan situasi dan
lingkungan Lapas tersebut.
Dari literatur dikatakan bahwa orang yang menderita kehilangan sosial lebih
cenderung untuk mengalami sindrom depresif bila mereka kurang memiliki keterampilan
sosial dalam membentuk hubungan baru.12 Ketidakmampuan peranan sosial seseorang
untuk menyesuaikan diri dengan stresor sosial mengarah pada berkembangnya sindrom
depresif pada seseorang.2
VIII.6. SEBARAN UMUR DENGAN SINDROM DEPRESIF
Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa sampel kelompok umur yang paling banyak
mengalami sindrom depresif adalah sama banyaknya antara kelompok umur 15 - 18
tahun dengan kelompok umur 19-21 tahun, sebanyak 27 orang (50,0%). Tidak terdapat
perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dalam
kelompok umur (p = 0,226).
Pada hasil penelitian ini narapidana yang mengalami sindrom depresif pada
kelompok umur 15-18 tahun dengan kelompok umur 19-21 tahun adalah sama banyak