OLEH :
DEWI ROHMAWATI
H14103080
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Negara-negara ASEAN+3 (dibimbing oleh Noer Azam Achsani).
Penetapan suku bunga merupakan urat nadi bagi setiap bank di berbagai
negara karena kesalahan dalam penetapan suku bunga maka akan berdampak
negatif bagi bank di negara tersebut. Bila suatu bank terlalu tinggi menetapkan
tingkat suku bunga simpanan masyarakat, maka bank tersebut akan membayar
biaya dana yang terlalu tinggi dari yang seharusnya. Apabila terlalu rendahnya
tingkat suku bunga simpanan masyarakat yang ditetapkan bank, maka bank
tersebut akan kesulitan untuk menghimpun dana masyarakat.
Oleh sebab itu, mengetahui hubungan suku bunga antar negara sangat
penting untuk membentuk model keuangan dan ekonomi internasional. Hubungan
suku bunga mencerminkan derajat mobilitas modal dimana sangat penting bagi
para investor untuk menentukan keputusannya dalam berinvestasi portofolio.
Hubungan suku bunga internasional ini dilandasi oleh kondisi paritas suku bunga
yang menghubungkan dua negara dengan integrasi pada pasar valas.
Penelitian ini bertujuan menganalisis keterkaitan suku bunga di antara
negara-negara ASEAN+3. Semua data yang digunakan berupa data bulanan mulai
dari Januari 1994 hingga Desember 2006. Variabel-variabel yang dianalisis dalam
penelitian ini adalah data suku bunga pasar dari lima negara ASEAN (Singapura,
Malaysia, Indonesia, Filipina, dan Thailand), Jepang, Korea Selatan, dan
Hongkong. Metode yang digunakan adalah metode
Vector Auto Regression
(VAR) yang dikombinasikan dengan
Vector Error Correction Model
(VECM)
dengan menggunakan program Eviews 4.1.
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan empat alat analisis
(matriks korelasi, kausalitas Granger,
Impulse Response Function
, dan
Decomposition of Forecasting Error Variance
) dapat ditarik kesimpulan bahwa
terdapat keterkaitan suku bunga di antara negara-negara ASEAN kecuali
Indonesia, sedangkan antara ASEAN dengan Korsel serta ASEAN dengan
Hongkong belum terdapat keterkaitan yang sempurna. Keterkaitan juga tidak
terjadi di antara ASEAN dengan Jepang karena Jepang merupakan negara yang
terlalu kuat bagi ASEAN, sehingga ASEAN sebagai negara kecil belum mampu
mempengaruhi pergerakan suku bunga Jepang.
Oleh
DEWI ROHMAWATI
H14103080
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa
: Dewi Rohmawati
Nomor Registrasi Pokok
: H14103080
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Penelitian
:
Analisis Keterkaitan Dinamis Suku Bunga di
antara Negara-negara ASEAN+3
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Ir. Noer Azam Achsani, MS, Ph.D
NIP. 132 014 445
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM
PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, 24 Agustus 2007
Dewi
Rohmawati
Jakarata. Penulis anak ke dua dari empat bersaudara, dari pasangan Sunaryo dan
Roisih. Jenjang pendidikan penulis lalui tanpa hambatan, penulis menamatkan
sekolah dasar pada SDN 04 Joglo, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 219
Jakarta Barat dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis diterima
di SMUN 29 Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2003.
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul
skripsi ini adalah “Analisis Keterkaitan Dinamis Suku Bunga di antara
ASEAN+3”. ASEAN+3 merupakan topik yang sedang hangat dibicarakan di
kalangan ekonom saat ini. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan topik ini. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen
Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini, yaitu :
1.
Bapak Noer Azam Achsani, Ph.D yang telah memberikan bimbingan
dalam proses pembuatan skripsi ini.
2.
Bapak Syamsul Hidayat Pasaribu, M.Si selaku dosen penguji.
3.
Bapak Jaenal Effendi, MA selaku Komisi Pendidikan.
4.
Orang tua, kakak, dan adik-adik yang telah memberikan dorongan moril
maupun materiil.
5.
Afif Ferdianto yang selalu mendukung dan membantu setiap proses
pembuatan skripsi ini.
6.
Hani, Imas, Bety, dan Ina yang bersedia meluangkan waktunya untuk
memberikan saran dan kritik.
7.
Heni dan Ari yang telah sama-sama berjuang untuk menyelesaikan tugas
akhir.
8.
Dian Timor yang telah bersedia meminjamkan laptopnya untuk keperluan
sidang.
9.
Semua staf Departemen Ilmu Ekonomi yang telah bersedia direpotkan.
10.
Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, khususnya angkatan
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...viii
DAFTAR GAMBAR... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
I.
PENDAHULUAN... 1
1.1
Latar Belakang... 1
1.2
Perumusan Masalah... 4
1.3
Tujuan dan manfaat Penelitian... ..5
II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 6
2.1
Investasi... 6
2.2
Teori Tingkat Bunga Fisher...8
2.3
Teori Paritas Suku Bunga ...9
2.4
Covered Interest Parity
(CIP)... 12
2.5
Penelitian Terdahulu... 12
2.6
Kerangka Pemikiran... 14
III.
METODE PENELITIAN... 15
3.1
Jenis dan Sumber Data... 15
3.2
Metode Pengolahan dan Analisis Data... 16
3.2.1
Matriks Korelasi... 16
3.2.2
Kausalitas Bivariat Granger... 16
3.2.3
Vector Autoregression
(VAR)... 17
3.2.3.1
Model Penelitian VAR... 19
3.2.3.2
Uji Stasioneritas... 20
3.2.3.3
Penentuan
Lag
Optimal... 21
3.2.3.4
Uji Kestabilan... 21
3.2.3.5
Uji Kointegrasi... 22
3.2.3.6
Vector Error Correction Model
(VECM)... 22
3.2.3.8
Decomposition of Forecasting Error Variance
... 23
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN... 24
4.1
Matriks Korelasi... 24
4.2
Uji Kausalitas Bivariat Granger... 25
4.3
Vector Autoregression
(VAR)... 26
4.3.1
Uji Kestasioneran Data... 26
4.3.2
Penetapan Lag Optimal... 28
4.3.3
Uji Kestabilan... 30
4.3.4
Uji Kointegrasi... 30
4.3.5
Simulasi
Impulse Response Function
(IRF)... 31
4.3.6
Simulasi Dekomposisi Penduga Ragam Galat... 42
V.
KESIMPULAN DAN SARAN... 53
DAFTAR PUSTAKA... 54
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
3.1
Variabel-variabel Suku Bunga... 15
4.1
Hasil Uji Matriks Korelasi... 24
4.2
Hasil Perhitungan Z-hitung... 25
4.3
Uji Kausalitas Granger... 25
4.4
Uji Stasioneritas pada Tingkat Level... 26
4.5
Uji Stasioneritas pada Tingkat
First Differences
... 27
4.6
Uji Lag Optimal... 28
4.7
Uji
Johansen’s Trace Statistic
... 31
4.8
DFEV terhadap Suku Bunga Filipina... 43
4.9
DFEV terhadap Suku Bunga Hongkong... 44
4.10
DFEV terhadap Suku Bunga Indonesia... 45
4.11
DFEV terhadap Suku Bunga Jepang... 46
4.12
DFEV terhadap Suku Bunga Korea... 48
4.13
DFEV terhadap Suku Bunga Malaysia... 49
4.14
DFEV terhadap Suku Bunga Singapura... 50
OLEH :
DEWI ROHMAWATI
H14103080
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Negara-negara ASEAN+3 (dibimbing oleh Noer Azam Achsani).
Penetapan suku bunga merupakan urat nadi bagi setiap bank di berbagai
negara karena kesalahan dalam penetapan suku bunga maka akan berdampak
negatif bagi bank di negara tersebut. Bila suatu bank terlalu tinggi menetapkan
tingkat suku bunga simpanan masyarakat, maka bank tersebut akan membayar
biaya dana yang terlalu tinggi dari yang seharusnya. Apabila terlalu rendahnya
tingkat suku bunga simpanan masyarakat yang ditetapkan bank, maka bank
tersebut akan kesulitan untuk menghimpun dana masyarakat.
Oleh sebab itu, mengetahui hubungan suku bunga antar negara sangat
penting untuk membentuk model keuangan dan ekonomi internasional. Hubungan
suku bunga mencerminkan derajat mobilitas modal dimana sangat penting bagi
para investor untuk menentukan keputusannya dalam berinvestasi portofolio.
Hubungan suku bunga internasional ini dilandasi oleh kondisi paritas suku bunga
yang menghubungkan dua negara dengan integrasi pada pasar valas.
Penelitian ini bertujuan menganalisis keterkaitan suku bunga di antara
negara-negara ASEAN+3. Semua data yang digunakan berupa data bulanan mulai
dari Januari 1994 hingga Desember 2006. Variabel-variabel yang dianalisis dalam
penelitian ini adalah data suku bunga pasar dari lima negara ASEAN (Singapura,
Malaysia, Indonesia, Filipina, dan Thailand), Jepang, Korea Selatan, dan
Hongkong. Metode yang digunakan adalah metode
Vector Auto Regression
(VAR) yang dikombinasikan dengan
Vector Error Correction Model
(VECM)
dengan menggunakan program Eviews 4.1.
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan empat alat analisis
(matriks korelasi, kausalitas Granger,
Impulse Response Function
, dan
Decomposition of Forecasting Error Variance
) dapat ditarik kesimpulan bahwa
terdapat keterkaitan suku bunga di antara negara-negara ASEAN kecuali
Indonesia, sedangkan antara ASEAN dengan Korsel serta ASEAN dengan
Hongkong belum terdapat keterkaitan yang sempurna. Keterkaitan juga tidak
terjadi di antara ASEAN dengan Jepang karena Jepang merupakan negara yang
terlalu kuat bagi ASEAN, sehingga ASEAN sebagai negara kecil belum mampu
mempengaruhi pergerakan suku bunga Jepang.
Oleh
DEWI ROHMAWATI
H14103080
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa
: Dewi Rohmawati
Nomor Registrasi Pokok
: H14103080
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Penelitian
:
Analisis Keterkaitan Dinamis Suku Bunga di
antara Negara-negara ASEAN+3
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Ir. Noer Azam Achsani, MS, Ph.D
NIP. 132 014 445
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM
PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, 24 Agustus 2007
Dewi
Rohmawati
Jakarata. Penulis anak ke dua dari empat bersaudara, dari pasangan Sunaryo dan
Roisih. Jenjang pendidikan penulis lalui tanpa hambatan, penulis menamatkan
sekolah dasar pada SDN 04 Joglo, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 219
Jakarta Barat dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis diterima
di SMUN 29 Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2003.
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul
skripsi ini adalah “Analisis Keterkaitan Dinamis Suku Bunga di antara
ASEAN+3”. ASEAN+3 merupakan topik yang sedang hangat dibicarakan di
kalangan ekonom saat ini. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan topik ini. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen
Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini, yaitu :
1.
Bapak Noer Azam Achsani, Ph.D yang telah memberikan bimbingan
dalam proses pembuatan skripsi ini.
2.
Bapak Syamsul Hidayat Pasaribu, M.Si selaku dosen penguji.
3.
Bapak Jaenal Effendi, MA selaku Komisi Pendidikan.
4.
Orang tua, kakak, dan adik-adik yang telah memberikan dorongan moril
maupun materiil.
5.
Afif Ferdianto yang selalu mendukung dan membantu setiap proses
pembuatan skripsi ini.
6.
Hani, Imas, Bety, dan Ina yang bersedia meluangkan waktunya untuk
memberikan saran dan kritik.
7.
Heni dan Ari yang telah sama-sama berjuang untuk menyelesaikan tugas
akhir.
8.
Dian Timor yang telah bersedia meminjamkan laptopnya untuk keperluan
sidang.
9.
Semua staf Departemen Ilmu Ekonomi yang telah bersedia direpotkan.
10.
Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, khususnya angkatan
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...viii
DAFTAR GAMBAR... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
I.
PENDAHULUAN... 1
1.1
Latar Belakang... 1
1.2
Perumusan Masalah... 4
1.3
Tujuan dan manfaat Penelitian... ..5
II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 6
2.1
Investasi... 6
2.2
Teori Tingkat Bunga Fisher...8
2.3
Teori Paritas Suku Bunga ...9
2.4
Covered Interest Parity
(CIP)... 12
2.5
Penelitian Terdahulu... 12
2.6
Kerangka Pemikiran... 14
III.
METODE PENELITIAN... 15
3.1
Jenis dan Sumber Data... 15
3.2
Metode Pengolahan dan Analisis Data... 16
3.2.1
Matriks Korelasi... 16
3.2.2
Kausalitas Bivariat Granger... 16
3.2.3
Vector Autoregression
(VAR)... 17
3.2.3.1
Model Penelitian VAR... 19
3.2.3.2
Uji Stasioneritas... 20
3.2.3.3
Penentuan
Lag
Optimal... 21
3.2.3.4
Uji Kestabilan... 21
3.2.3.5
Uji Kointegrasi... 22
3.2.3.6
Vector Error Correction Model
(VECM)... 22
3.2.3.8
Decomposition of Forecasting Error Variance
... 23
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN... 24
4.1
Matriks Korelasi... 24
4.2
Uji Kausalitas Bivariat Granger... 25
4.3
Vector Autoregression
(VAR)... 26
4.3.1
Uji Kestasioneran Data... 26
4.3.2
Penetapan Lag Optimal... 28
4.3.3
Uji Kestabilan... 30
4.3.4
Uji Kointegrasi... 30
4.3.5
Simulasi
Impulse Response Function
(IRF)... 31
4.3.6
Simulasi Dekomposisi Penduga Ragam Galat... 42
V.
KESIMPULAN DAN SARAN... 53
DAFTAR PUSTAKA... 54
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
3.1
Variabel-variabel Suku Bunga... 15
4.1
Hasil Uji Matriks Korelasi... 24
4.2
Hasil Perhitungan Z-hitung... 25
4.3
Uji Kausalitas Granger... 25
4.4
Uji Stasioneritas pada Tingkat Level... 26
4.5
Uji Stasioneritas pada Tingkat
First Differences
... 27
4.6
Uji Lag Optimal... 28
4.7
Uji
Johansen’s Trace Statistic
... 31
4.8
DFEV terhadap Suku Bunga Filipina... 43
4.9
DFEV terhadap Suku Bunga Hongkong... 44
4.10
DFEV terhadap Suku Bunga Indonesia... 45
4.11
DFEV terhadap Suku Bunga Jepang... 46
4.12
DFEV terhadap Suku Bunga Korea... 48
4.13
DFEV terhadap Suku Bunga Malaysia... 49
4.14
DFEV terhadap Suku Bunga Singapura... 50
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
4.1
Respon suku bunga Filipina Terhadap
Guncangan Suku Bunga Negara lain... 32
4.2
Respon suku bunga Hongkong Terhadap
Guncangan Suku Bunga Negara lain... 33
4.3
Respon suku bunga Indonesia Terhadap
Guncangan Suku Bunga Negara lain... 34
4.4
Respon suku bunga Jepang Terhadap
Guncangan Suku Bunga Negara lain... 35
4.5
Respon suku bunga Korea Terhadap
Guncangan Suku Bunga Negara lain... 37
4.6
Respon suku bunga Malaysia Terhadap
Guncangan Suku Bunga Negara lain... 38
4.7
Respon suku bunga Singapura Terhadap
Guncangan Suku Bunga Negara lain... 39
4.8
Respon suku bunga Thailand Terhadap
Guncangan Suku Bunga Negara lain... 41
4.9
DFEV Suku Bunga Filipina... 43
4.10
DFEV Suku Bunga Hongkong... 45
4.11
DFEV Suku Bunga Indonesia... 46
4.12
DFEV Suku Bunga Jepang... 47
4.13
DFEV Suku Bunga Korea... 49
4.14
DFEV Suku Bunga Malaysia... 50
4.15
DFEV Suku Bunga Singapura... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Saat ini ASEAN (Association South East Asian Nations) maupun
ASEAN+3 (ASEAN, Jepang, Korea Selatan, dan Cina) sedang giat untuk
menumbuhkan integrasi finansialnya. Hal ini ditunjukkan pada pertemuan puncak
menteri-menteri keuangan ASEAN di Singapura yang telah memasukkan agenda
integrasi ekonomi ASEAN, terutama di bidang finansial untuk mempercepat
masuknya kembali arus investasi ke kawasan ASEAN. Upaya kerja sama tersebut
dilakukan dengan mengadakan Roadshow, terutama ke Eropa dan Amerika
Serikat untuk mempromosikan peluang investasi di Asia Tenggara. Bank-bank
sentral di tingkat regional juga telah bersepakat untuk mengembangkan pasar
obligasi regional (Asian Bond Initiative) yang dipelopori oleh pembentukan Asian
Bond Fund sebesar 1 miliar Dollar AS pada Juni 2003. Kerja sama yang mirip
terjadi dalam lingkup ASEAN+3 dengan ditandatanganinya kesepakatan Chiang
Mai (Chiang Mai Initiative) pada Mei 2000. Dalam kesepakatan tersebut,
negara-negara anggota membentuk jaringan fasilitas swap devisa yang sewaktu-waktu
dapat digunakan negara anggota jika mengalami kesulitan likuiditas.
integrasi finansial merupakan langkah penting berikutnya dalam integrasi
ASEAN+3 yang terus mengalami peningkatan dalam perekonomian global.
Integrasi finansial secara regional dan global akan turut mengintensifkan pasar
keuangan dan meningkatkan kelenturan negara-negara ASEAN+3 dalam
menghadapi shock dari luar. Integrasi ini juga akan memfasilitasi perbaikan dalam
penggunaan sumber dana tabungan dan investasi yang amat besar di kawasan Asia
Timur. Dengan demikian, akan memungkinkan kawasan Asia Timur untuk turut
serta dalam perekonomian global dengan cara yang lebih seimbang.
di dalam negara tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa penyamaan dalam sistem
keuangan seperti pada ERM (Exchange Rate Mechanism) yang bertujuan untuk
menciptakan koordinasi kebijakan hanya mungkin dilakukan jika kekuasaan
moneter telah melepaskan kebijakan suku bunga dalam jangka panjang pada
kekuatan pasar internasional dalam periode yang lama.
Menurut Kirchgassner dan Wolters dalam Devine (1997), peran
pemerintah dalam mengurangi hambatan aliran modal internasional sangat
penting bagi keterkaitan pasar modal internasional dan keuangan internasional.
Peningkatan keterkaitan suku bunga pada pasar tersebut membawa dampak
kebijakan yang penting bagi kebebasan kebijakan moneter oleh bank-bank sentral
di masing-masing negara. Jika suatu negara cukup besar atapun terisolasi dari
negara lainnya, maka negara tersebut tidak peka terhadap perubahan suku bunga
di negara lainnya. Oleh sebab itu, keterkaitan suku bunga harus didorong dengan
kebijakan moneter yang bebas.
untuk melakukan konsumsi atau menabung ataupun berinvestasi pada pasar
keuangan. Suku bunga juga mempengaruhi perilaku investor untuk berinvestasi di
sektor riil atau menyimpan uangnya di bank. Keputusan seseorang untuk
membelanjakan uangnya atau berinvestasi didasarkan pada besarnya suku bunga
nominal. Keterkaitan suku bunga antar negara merupakan masalah yang penting
karena suku bunga terletak pada jantung mekanisme transmisi dari kebijakan
moneter dan memainkan peranan yang penting dalam mempengaruhi kegiatan riil
melalui perilaku saving dan investasi.
1.2.
Perumusan Masalah
Penetapan suku bunga merupakan urat nadi bagi setiap bank di berbagai
negara karena kesalahan dalam penetapan suku bunga maka akan berdampak
negatif bagi bank di negara tersebut. Bila suatu bank terlalu tinggi menetapkan
tingkat suku bunga simpanan masyarakat, maka bank tersebut akan membayar
biaya dana yang terlalu tinggi dari yang seharusnya dan sebaliknya, bila terlalu
rendahnya tingkat suku bunga simpanan masyarakat yang ditetapkan bank, maka
bank tersebut akan kesulitan untuk menghimpun dana masyarakat.
aset-aset finansial dua negara akan disubstitusi di antara mereka dan arbitrase
akan membawa suku bunga satu negara sama dengan suku bunga negara lainnya
di tambah premium forward pada kedua negara tersebut. Oleh karena itu, dua
suku bunga dapat bergerak secara bersamaan sepanjang waktu ketika premium
forwardnya tetap (Zhou, 2003).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa suku bunga
berperan penting dalam kehidupan perekonomian suatu negara setiap harinya. Hal
ini mendorong peneliti untuk merumuskan permasalahan yang perlu diteliti, yaitu
bagaimana keterkaitan suku bunga yang terjadi di antara negara-negara
ASEAN+3?
1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Pengertian dan Karakteristik Investasi
Menurut Sukirno dalam Rakhma (2005), investasi dapat diartikan sebagai
suatu kegiatan menanam modal, baik dalam bentuk uang maupun benda pada
suatu objek dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan, dengan demikian,
banyaknya keuntungan yang akan diperoleh besar perannya dalam menentukan
tingkat investasi yang akan dilakukan oleh pengusaha. Secara garis besar ada tiga
sumber utama modal asing dalam suatu negara yang menganut system
perekonomian terbuka yaitu pinjaman luar negeri (debt), penanaman modal asing
langsung (Foreign Direct Investment), dan Penanaman Modal Asing Tidak
Langsung (Foreign Indirect Investment) atau disebut juga investasi portofolio
(Portfolio Investment). Investasi portofolio ini merupakan bentuk penanaman
modal yang sebagian besar terdiri dari penguasaan atas saham yang dapat
dipindahkan (yang dikeluarkan atau dijamin oleh negara pengimpor modal),
terhadap saham atau surat utang oleh pemerintah dan warga negara di beberapa
negara lain. Penguasaan saham tersebut tidak sama dengan hak untuk
mengendalikan perusahaan. Para pemegang saham hanya memiliki hak dividen.
pengaruh inflasi. Tandelin dalam Sally (2005), membedakan return dalam
investasi menjadi dua, yaitu:
1.
Return yang diharapkan (expected return)
Return yang diharapkan merupakan tingkat return yang diantisipasi
investor di masa datang.
2.
Return yang terjadi atau return aktual merupakan tingkat return yang
diperoleh investor di masa lalu.
Berdasarkan motivasi terjadinya investasi portofolio, ada beberapa faktor
yang mendorong perolehan return yang lebih tinggi (Salvatore, 1990):
1.
Pertumbuhan yang lebih tinggi di luar negeri
2.
Perlakuan pajak yang lebih menguntungkan
3.
Tersedianya infrastruktur yang lebih memadai dan diversifikasi resiko
Berdasarkan teori pilihan portofolio (Theory of Portfolio Choice), ada
beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang untuk membeli suatu aset
(Mishkin, 2001):
1.
Kesejahteraan (Wealth), jika kekayaan seseorang semakin meningkat,
maka orang akan memiliki sumber dana yang lebih banyak untuk membeli
aset-aset.
2.
Harapan hasil (Expected Return), yaitu harapan hasil yang didapatkan
dengan memegang aset tersebut.
4.
Likuiditas (Liquidity), yaitu seberapa cepat dan mudah suatu aset dirubah
dalam bentuk uang tunai (cash).
Untuk mengetahui keadaan aliran modal internasional di suatu negara,
dapat dilihat pada catatan neraca pembayaran (balances of payment) negara yang
bersangkutan, khususnya dalam transaksi neraca modal. Bila transaksi neraca
modal mengalami surplus, berarti terjadi aliran modal bersih yang masuk (net
capital inflow) ke negara tersebut. Dalam hal ini berarti terjadi penjualan aset
finansial ke luar negeri yang lebih besar dari pada pembelian aset finansial dari
luar negeri. Aliran modal masuk ini cenderung meningkatkan aliran cadangan
internasional, sehingga dapat memperbaiki kinerja pembayaran yang dibarengi
dengan terapresiasinya nilai tukar. Jika transaksi modal yang terjadi adalah defisit,
maka akan menyebabkan hal sebaliknya.
Selama periode meningkatnya aliran modal masuk (capital inflow) telah
mengakibatkan apresiasi nilai tukar riil. Hal ini merupakan dampak yang
terkandung di dalam aliran modal masuk yang terlampau deras, terutama jika
aliran modal masuk didominasi oleh investasi asing berupa investasi portofolio
atau investasi berjangka pendek. Secara teoritis, suatu perekonomian terbuka
dengan arus lalu lintas modal yang bebas, nilai tukar mata mata uangnya
cenderung mengalami apresiasi karena adanya capital inflow yang didukung oleh
perbedaan suku bunga (interest differential) yang positif.
2.2.
Teori Tingkat Bunga Fisher
masyarakat sebagai tingkat bunga riil (real interest rate). Jika i menyatakan
tingkat bunga nominal, r tingkat bunga riil, dan
π
laju inflasi, maka hubungan di
antara ketiga variabel ini dapat ditulis sebagai berikut (Mankiw, 2003):
π
+
=
r
i
(2.1)
Pada persamaan di atas terlihat bahwa tingkat bunga nominal merupakan
penjumlahan di antara tingkat bunga riil dan laju inflasi yang menunjukkan bahwa
tingkat bunga dapat berubah karena dua alasan, yaitu tingkat bunga riil yang
berubah atau inflasi yang berubah. Sehingga terdapat hubungan positif antara
tingkat bunga nominal dengan inflasi dimana kenaikan satu persen dalam laju
inflasi akan menyebabkan kenaikan satu persen dalam tingkat bunga nominal.
Persamaan tersebut juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara
tingkat bunga riil dengan inflasi. Jika terjadi inflasi, maka akan menurunkan
tingkat bunga riil. Artinya ketika terjadi peningkatan inflasi, maka suku bunga
deposito riil akan menurun dan sebaliknya terjadi ketika terjadi penurunan inflasi,
maka tingkat bunga deposito riil akan meningkat.
2.3.
Teori Paritas Suku Bunga
Sedangkan teori paritas suku bunga menurut Mishkin (2001), menjelaskan
bahwa bila perbedaan suku bunga tabungan domestik dan suku bunga luar negeri
sama dengan tingkat swap, yaitu perbedaan antara kurs di masa mendatang
(forward exchange rate) dan nilai tukar spot, maka kondisi demikian
menunjukkan di mana masyarakat tidak akan memperoleh keuntungan apapun
bila menginvestasikan dananya di luar negeri. Secara matematis, teori tersebut
adalah:
e
e
f
i
i
−
*=
−
(2.2)
Dimana i adalah suku bunga tabungan (dalam mata uang domestik), i
*adalah suku bunga tabungan luar negeri (dalam mata uang asing), f adalah nilai
tukar di masa mendatang, dan e adalah nilai tukar spot. Berdasarkan persamaan di
atas, maka rate of return rupiah atas simpanan dollar kurang lebih sama dengan
suku bunga dollar Amerika Serikat. Jika tingkat bunga domestik di atas tingkat
bunga luar negeri, maka terdapat positive appreciation dalam mata uang luar
negeri, yang harus diimbangi denga penurunan tingkat bunga luar negeri.
dengan tingkat forward
F yang diperoleh pada waktu t untuk perdagangan pada
waktu t+1.
)
1
(
+
i
versus
t t t t t
S
S
F
i
×
−
+
* ,+1)
1
(
Jika tingkat pengembalian kotor di sebelah kiri lebih besar dari yang
kanan, maka para investor akan menyimpan dananya di dalam negeri. Jika
sebaliknya, maka para investor akan menyimpan dananya di luar negeri. Dengan
pergerakan jumlah modal yang tidak terbatas dalam mencari tingkat pengembalian
tertinggi (asumsi : tidak ada resiko dalam bentuk nominal), maka tingkat
pengembalian akan sama.
t t t t t
S
S
F
i
i
=
+
×
−
+
* ,+1)
1
(
)
1
(
(2.3)
Setelah dirubah,
t t t t tS
S
F
i
i
i
−
=
+
−
,+1 * *)
1
(
)
(
(2.4)
Kondisi ini disebut Covered Interest Parity (CIP) yang menggambarkan
fakta bahwa para investor akan terlindungi untuk menghadapi ketidakpastian
nominal dalam pasar forward. Jika tingkat forward sama dengan tingkat spot
masa depan, maka F
t,t+1= S
e t,t+1. Kemudian persamaan (2.4) menjadi :
t t e t t t
S
S
S
i
i
i
=
−
+
−
,+1 * *)
1
(
)
(
(2.5)
memerlukan kompensasi terhadap ketidakpastian yang berhubungan dengan mata
uang perdagangan di masa depan.
2.4.
Covered Interest Parity
(CIP)
Menurut Zhou (2003), persamaan CIP dapat ditulis sebagai berikut:
t t t f t
d
r
f
S
r
,=
,+
−
(2.6)
Dimana
r
d,t=
ln(
1
+
R
d,t)
yang menunjukkan logaritma dari yield aset
domestik; )
r
f,t=
ln(
1
+
R
f,tadalah logaritma dari yield aset asing yang sama. R
d,tdan
R
f,tadalah suku bunga domestik dan suku bunga asing;
s
t=
ln
S
tadalah
logaritma dari nilai tukar spot (mata uang domestik per mata uang asing); dan
t
t
F
f
=
ln
adalah logaritma dari nilai tukar forward. Premium forward f
t- s
t yangsecara umum dapat didekomposisi dalam risiko premium (RP) dan diharapkan
dapat merubah nilai tukar mata uang dari kedua negara (E(
Δ
s)). Persamaannya
adalah sebagai berikut:
)
(
,,
r
RP
E
s
r
dt=
ft+
+
Δ
(2.7)
Dimana )
RP
=
f
t−
E
(
S
t+1adalah logaritma dari nilai tukar spot yang diharapkan;
dan
E
(
Δ
S
)
=
E
(
S
t+1)
−
s
t. Karena perubahan nilai tukar tidak berubah untuk
semua negara industri, maka perubahan yang diharapkan dari nilai tukar
umumnya dianggap tidak berubah.
2.5.
Penelitian Terdahulu
Trivisvavet (2001) dalam penelitiannya yaitu ”Do East Asian Countries
Constitute An Optimum Currency Area?” menggunakan model Bayoumi dan
Eichengreen (1994). Data yang digunakan mulai dari tahun 1970 hingga 1999
dengan data tahunan. Penelitian ini menggunakan analisis ekonometrika Vector
Autoregression (VAR). Variabel yang digunakan adalah Consumer Price Index
(CPI) untuk mengukur tingkat inflasi dan GDP riil untuk mengukur tingkat
pendapatan nasional. Negara-negara yang digunakan adalah Hongkong,
Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa negara-negara Asia Timur dapat membentuk
monetary union tanpa kehilangan kebebasan dari kebijakan moneter dan fiskal di
setiap negara. Tanpa Indonesia, Asia Timur dapat membentuk monetary union
dan menggunakan mata uang regionalnya.
Indonesia. Konvergensi riil juga terjadi di antara ASEAN dan Korea Selatan
kecuali Indonesia.
2.6.
Kerangka Pemikiran
Integrasi finansial merupakan salah satu karakteristik dari Optimum
Currency Area (OCA) yang ingin dibentuk oleh ASEAN+3 sebagai Komunitas
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data
[image:38.612.132.437.443.684.2]Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berupa gabungan dari data runtun waktu (time series). Data-data yang digunakan
diperoleh dari suatu badan statistik dunia, yaitu Bloomberg dan IMF
(International Monetary Fund). Semua data yang digunakan berupa data bulanan
mulai dari Januari 1994 hingga Desember 2006. Variabel-variabel yang dianalisis
dalam penelitian ini adalah variabel suku bunga pasar uang (money market rate)
dari lima negara ASEAN (Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand) dan
tiga negara lain di Asia Timur, yaitu Jepang, Korea Selatan, dan Hongkong.
Berikut adalah definisi dari simbol-simbol variabel yang digunakan.
Tabel 3.1. Variabel-variabel Suku Bunga
Simbol Variabel
Definisi
RFIL
Suku bunga Filipina
RHONG
Suku bunga Hongkong
RIND
Suku bunga Indonesia
RJEP
Suku bunga Jepang
RKOR
Suku bunga Korea Selatan
RMAL
Suku bunga Malaysia
3.2.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
3.2.1.
Matriks Korelasi
Uji matriks korelasi dilakukan untuk melihat keeratan hubungan yang
terjadi antara variabel dependen dengan variabel-variabel independennya. Untuk
menentukan korelasi tersebut signifikan atau tidak, maka dilakukan dengan
membandingkan nilai Z-hitung dengan nilai Z-tabel pada taraf nyata yang telah
ditentukan. Hipotesis nol adalah tidak ada hubungan, sedangkan hipotesis
alternatifnya adalah terdapat hubungan. Jika
2 0
2 α
α
Z
Z
Z
≤
≤
−
, maka H0 diterima
yang berarti variabel tersebut tidak signifikan atau tidak terdapat hubungan. Nilai
Z-hitung dapat dirumuskan sebagai berikut (Hasan, 2004):
)
1
(
−
=
r
n
Z
(3.1)
dimana:
Z = nilai sebaran Z,
r = koefisien korelasi,
n = jumlah observasi.
3.2.2.
Kausalitas Bivariat Granger
3.2.3.
Vector Autoregression
(VAR)
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Vector
Autoregression (VAR) apabila data yang digunakan telah stasioner pada tingkat
level. Namun bila data belum stasioner pada tingkat level, maka analisis yang
dilakukan akan disesuaikan yaitu dengan menggunakan metode Vector Error
Corection Model (VECM). Hal ini perlu dilakukan karena bila kita meregresikan
variabel-variabel yang tidak stasioner maka akan menimbulkan fenomena
spurious regression (regresi palsu). Penggunaan metode ini diharapkan dapat
merepresentasikan bagaimana varibel suku bunga di suatu negara dapat
mempengaruhi variabel yang sama di negara lain dan sebaliknya.
Pada penelitian ini penulis akan menganalisis data tersebut dengan
menggunakan program ekonometrika Eviews 4. 1. Untuk sampai pada hasil
proses pengolahan dengan program Eviews ada beberapa langkah yang harus
dilalui, yaitu :
1.
Uji kestasioneran data yang dilakukan untuk mengetahui apakah variabel
yang akan dianalisa mengandung akar unit dengan menggunakan uji
Augemented Dickey-Fuller (ADF)
2.
Jika hasil dari uji ADF ini mengandung akar unit atau dengan kata lain
data tidak stasioner pada tingkat level, maka harus dilakukan penarikan
diferensial sampai data stasioner, dilakukan pengujian pada tingkat first
difference atau Vector Error Correction Model (VECM)
4.
Uji kestabilan pada lag optimalnya
5.
Uji kointegrasi dilakukan dengan pendekatan Johansen dan menggunakan
ordo VAR (p-1), dengan tujuan untuk mengetahui jumlah rank kointegrasi
yang terjadi
6.
Impulse Response Function (IRF) dan Variance Decomposition (VD)
untuk melihat perilaku dan peran shock masing-masing variabel terhadap
variabel tertentu
Vector Autoregressive (VAR) adalah suatu bentuk model ekonometrika
yang menjadikan suatu peubah sebagai fungsi linear dari konstanta dan lag dari
peubah itu sendiri serta nilai lag dari peubah lain yang terdapat dalam suatu sistem
persamaan tertentu. Metode VAR memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
dengan metode ekonometrika lainnya, yaitu:
1.
Metode VAR dapat menangkap hubungan-hubungan yang mungkin terjadi
di antara varaibel-variabel yang dianalisis karena VAR mengembangkan
model secara bersamaan dalam suatu sistem yang multivariat,
2.
Metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori-teori ekonomi, sehingga
terhindar dari penafsiran yang salah.
Selain beberapa keunggulan yang dimilikinya metode VAR juga memiliki
kelemahan, seperti pada metode VAR tidak mempermasalahkan perbedaan
eksogenitas dan endogenitas variabel. Mengikuti Syabran dalam Hanie (2006),
VAR dengan n buah peubah tak bebas pada waktu ke-t dan dengan ordo p, dapat
dituliskan dalam model persamaan berikut:
Di mana :
Y
t= Vektor peubah tak bebas (Y
1t, Y
2t,..., Y
nt) berukuran n x 1,
A
o= Vektor intersep berukuran n x 1,
A
1= Matriks parameter berukuran n x n, untuk setiap i = 1, 2,…,p,
є
t= Vektor sisaan ( 1t, 2t,....,
nt) berukuran n x1.Pada analisis VAR terdapat asumsi yang harus dipenuhi, yaitu semua
peubah harus bersifart stasioner dan semua sisaan harus bersifat white noise (yaitu
memiliki rataan nol, ragam konstan, dan di antara variabel tak bebas tidak ada
korelasi).
3.2.3.1.Model Penelitian VAR
Pada penelitian ini penulis ingin melihat keterkaitan suku bunga yang
terjadi di antara delapan negara di kawasan Asia, yaitu Indonesia, Filipina,
Malaysia, Singapura, Thailand, Jepang, Korea Selatan, dan Hongkong. Model
yang akan terbentuk adalah seperti berikut ini:
=
+
+bj (D)
Keterangan :
Ft
= Suku Bunga Filipina
H
t= Suku Bunga Hongkong
I
t= Suku Bunga Indonesia
Kt Tt Mt St Jt Ft It Ht
a11(L) a12(L) a13(L) a14(L) a15(L) a16(L) a17(L)
a21(L) a22(L) a23(L) a24(L) a25(L) a26(L) a27(L)
a31(L) a32(L) a33(L) a34(L) a35(L) a36(L) a37(L)
a41(L) a42(L) a43(L) a44(L) a45(L) a46(L) a47(L)
a51(L) a52(L) a53(L) a54(L) a55(L) a57(L) a57(L)
a61(L) a62(L) a63(L) a64(L) a65(L) a66(L) a67(L)
a71(L) a72(L) a73(L) a74(L) a75(L) a76(L) a77(L)
a81(L) a82(L) a83(L) a84(L) a85(L) a86(L) a87(L)
Jt
= Suku Bunga Jepang
Kt
= Suku Bunga Korea Selatan
Mt
= Suku Bunga Malaysia
St
= Suku Bunga Singapura
Tt
= Suku Bunga Thailand
i
= lag ke-i
ε
=
Error
D
= Dummy Krisis
aij, bj = Koefisien regresi pada model VAR
3.2.3.2.Uji Stasioneritas
Salah satu syarat dalam analisis VAR adalah data yang stasioner. Pada
data runtun waktu sering kali terdapat akar unit (tidak stasioner), atau dengan kata
lain nilai rata-rata dan variannya selalu berubah sepanjang waktu. Uji ADF
dilakukan pada persamaan umum VAR, seperti pada persamaan (3.2), yang
kemudian diubah parameternya dengan mengurangi Y
t-1pada kedua sisi
persamaan, sehingga kita dapatkan
Y
t−
Y
t−1=
A
tY
t−1−
Y
t−1+
ε
t. Kemudian
persamaan (3.2) dapat diubah menjadi sebagai berikut:
Δ
Y
t= A
o+ Y
t-1+ A
2Y
t-2+ … + A
pY
t-p+
t(3.3)
Adapun hipotesis yang diuji adalah:
H0 : = 0 (data mengikuti pola yang stokatis atau mengandung akar unit),
H1 : < 0 (data mengikuti pola yang stasioner).
Dickey-Fuller. Apabila nilai statistik lebih besar dari pada tingkat krisis MacKinnon, pada
tingkat kritis yang telah ditentukan, 1 persen, 5 persen, atau 10 persen, maka H0
diterima yang berarti data mengandung akar unit tidak stasioner. Sebaliknya bila
nilai statistik lebih kecil dari pada nilai kritis MacKinnon maka H0 ditolak yang
mengindikasikan bahwa data stasioner.
3.2.3.3.Penentuan
Lag
Optimal
Pada penelitian ini penentuan lag optimal hanya dilakukan berdasarkan
kriteria SC. Untuk menetapkan tingkat lag yang paling optimal, model VAR atau
VECM harus diestimasi dengan berbeda-beda tingkat lagnya, kemudian
dibandingkan nilai SC-nya. Nilai SC terkecil dipakai sebagai patokan pada tingkat
lag paling optimal karena nilai SC minimum menggambarkan residual yang
paling kecil merupakan alternatif dari AIC dimana memberikan penalty terhadap
penambahan variabel. Dimana AIC dan SC dirumuskan sebagai berikut:
AIC = log [
Σ
t2/ N ] + 2 k / N
(3.3)
SC= AIC+(k/N) (log N-1)
(3.4)
Di mana
Σ
t2adalah jumlah residu kuadrat, sedangkan N dan k
masing-masing merupakan jumlah sampel dan jumlah variabel yang beroperasi pada
persamaan tersebut. Besarnya lag optimal ditentukan oleh lag yang memiliki nilai
kriteria SC yang terkecil.
3.2.3.4.Uji Kestabilan
dari satu, maka persamaan tersebut dikatakan stabil dan bila terdapat nilai
modulus yang lebih besar dari satu, maka persamaan tersebut dikatakan belum
stabil.
3.2.3.5.Uji Kointegrasi
Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara
variabel-variabel yang meskipun secara individual tidak stasioner, tetapi kombinasi linier
antara variabel tersebut dapat menjadi stasioner. Uji kointegrasi Johanssen seperti
yang ditunjukkan oleh persamaan berikut:
t t p
i i t
t
Y
Y
Y
=
β
+
π
+
Γ
Δ
+
ε
Δ
−=
−
∑
11 1
0
(3.5)
Komponen dari vektor Yt dapat dikatakan terkointegrasi bila ada vektor
β
= (
β
1,
β
2,...,
β
n) sehingga kombinasi linier
β
Y
t, bersifat stasioner. Vektor
β
disebut
vektor kointegrasi yang saling bebas, rank kointegrasi ini dapat diketahui melalui
uji Johanssen.
3.2.3.6.
Vector Error Corretion Model
(VECM)
3.2.3.7.
Impulse Response Function
(IRF)
VAR merupakan metode yang akan menentukan sendiri struktur dinamis
dalam suatu model, dan cara untuk mencirikan struktur dinamis tersebut adalah
dengan menganalisis respon dari model terhadap guncangan (shock). IRF adalah
suatu
innovation accounting yang digunakan untuk menganalisis perilaku
guncangan suatu variabel terhadap variabel tertentu. IRF dapat melakukan hal
tersebut dengan menunjukkan bagaimana respon dari setiap variabel endogen
sepanjang waktu terhadap kejutan dari variabel itu sendiri dan variabel endogen
lainnya atau dengan kata lain, untuk melihat efek gejolak (shock) suatu standar
deviasi dari variabel inovasi terhadap nilai sekarang (current time values) dan
nilai yang akan datang (future values) dari variabel-variabel endogen yang
terdapat dalam model yang diamati.
3.2.3.8.
Decomposition of Forecasting Error Variance
(DFEV)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan,
yaitu untuk melihat keterkaitan suku bunga di antara negara-negara ASEAN,
Jepang, Korea Selatan, dan Hongkong untuk mencerminkan kemungkinan
terjadinya integrasi finansial. Negara-negara ASEAN yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand.
4.1.
Matriks Korelasi
Uji matriks korelasi dilakukan untuk melihat keeratan hubungan yang
terjadi antara variabel dependen dengan variabel-variabel independennya. Hasil
pengujian matriks korelasi pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa antar semua
variabel memiliki keeratan hubungan atau dengan kata lain terdapat korelasi
kecuali hubungan antara Jepang dengan Indonesia. Dalam penelitian ini
digunakan uji dua arah dengan tingkat kritis sebesar lima persen, sehingga nilai
Z-tabelnya adalah 1.96. Apabila nilai Z-hitung berada di wilayah penolakan
hipotesis nol, maka terdapat hubungan yang signifikan di antara variabel tersebut.
Tabel 4.1. Hasil Uji Matriks KorelasiRInd RKor RFil RSing RThai RJep RMal RHong
RInd
1 0.50789 0.447193 0.559265 0.542843 0.003087 0.645284 0.514004
RKor
1 0.571442 0.745076 0.874731 0.589815 0.840501 0.479843
RFil
1 0.521765 0.631251 0.458719 0.594924 0.548478
RSing
1 0.721465 0.361371 0.690497 0.590954
RThai
1 0.439156 0.855923 0.499139
RJep
1 0.287892 0.276634
RMal
1 0.55181
RHong
1
Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Z-hitung
RInd RKor RFil RSing RThai RJep RMal RHong
RInd
6.323 5.568 6.963 6.758 0.038 8.034 6.399
RKor
7.114 9.276 10.890 7.343 10.464 5.974
RFil
6.496 7.859 5.711 7.407 6.828
RSing
8.982 4.499 8.597 7.357
RThai
5.468 10.656 6.214
RJep
3.584 3.444
RMal
6.867
RHong
Cetak tebal menunjukkan signifikan
4.2.
Uji Kausalitas Bivariat Granger
[image:48.612.131.508.431.669.2]Uji kausalitas ini dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas yang
terjadi di antara variabel-variabel dalam model. Pada penelitian ini, uji kausalitas
yang digunakan adalah Granger Causality Test yang hasilnya dapat dilihat pada
Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Uji Kausalitas Granger
VariabelBebas
Variabel Terikat
RFil RHong RInd RJep RKor RMal RSing RThai
RFil 5.71 2.28 6.47 6.06 7.28 3.40 12.36
RHong 0.22 2.15 1.31 4.68 3.89 4.61 4.77
Rind 6.01 0.07 0.35 7.42 22.30 14.66 9.66
RJep 1.24 0.68 0.35 6.35 0.05 0.87 0.92
RKor 14.47 0.49 0.83 1.77 0.21 1.53 5.79
RMal 0.98 2.10 10.19 1.13 17.23 3.56 7.59
RSing 15.78 0.61 0.17 1.51 1.72 1.21 11.81
RThai 2.29 0.85 6.39 1.30 21.04 2.48 6.01
Angka-angka pada Tabel 4.2 adalah nilai F-Stat untuk masing-masing
hipoteis kausalitas Granger. Pada uji kausalitas bivariat, hipotesis nol (H0) yang
diuji adalah tidak adanya hubungan kausalitas di antara kedua variabel, sementara
hipotesis alternatifnya (H1) adalah adanya hubungan kausalitas di antara kedua
variabel. Untuk menerima atau menolak H0 digunakan nilai probabilitas yang
dibandingkan dengan nilai kritis yang digunakan. Bila nilai probabilitas lebih
kecil dari nilai kritisnya maka H0 ditolak atau bisa dikatakan terdapat hubungan
kausalitas pada variabel-variabel yang diuji. Pada Tabel 4.2 terlihat bahwa
angka-angka yang dicetak tebal menunjukkan adanya hubungan kausalitas. Dari uji
Granger Kausality yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat hubungan
kausalitas dua arah antara Filipina-Korea, Singapura-Thailand,
Indonesia-Thailand, Indonesia-Malaysia, Filipina-Singapura, dan Thailand-Korea. Pada uji
ini juga terlihat bahwa setiap suku bunga di antara negara ASEAN hampir saling
mempengaruhi, sedangkan suku bunga Korsel dapat mempengaruhi semua negara
ASEAN kecuali Singapura, namun Korsel hanya dipengaruhi Filipina dan
Thailand. Suku bunga Jepang hanya mempengaruhi Filipina, namun Jepang hanya
dipengaruhi oleh Korea, sedangkan suku bunga Hongkong hanya mempengaruhi
Filipina, namun dipengaruhi oleh tiga negara ASEAN dan Korea.
4.3.
Vector Autoregression
(VAR)
4.3.1.
Uji Kestasioneran
stasioner untuk variabel suku bunga pada tingkat level dapat dilihat pada Tabel
4.4.
Tabel 4.4. Uji Stasioneritas pada Tingkat Level
Variabel
Nilai ADF
Nilai Kritis MacKinnon
(5%)
Keterangan
RFIL -2.924
-2.880 Stasioner
RHONG -1.917
-2.880 Tidak
Stasioner
RIND -2.371
-2.880 Tidak
Stasioner
RJEP -4.025
-2.880 Stasioner
RKOR -1.984
-2.880 Tidak
Stasioner
RMAL -1.297
-2.880 Tidak
Stasioner
RSING -2.008
-2.880 Tidak
Stasioner
RTHAI -1.726
-2.880 Tidak
Stasioner
Sumber: Lampiran 2 s/d 9
Stasioneritas ditentukan dengan membandingkan nilai statistik ADF
dengan nilai kritis MacKinnon. Apabila nilai statistik ADF-nya lebih kecil dari
nilai kritis MacKinnon, maka data tersebut stasioner aau terintegrasi pada ordo 0
(I(0)). Bila terdapat data yang tidak stasioner, maka harus dilakukan uji derajat
integrasi. Uji ini dilakukan dengan mendiferensiasikan data pada derajat tertentu
hingga semua data telah menjadi stasioner pada derajat yang sama.
Tabel 4.5. Uji Stasioneritas Tingkat First Difference
Variabel
Nilai ADF
Nilai Kritis MacKinnon
(5%)
Keterangan
d(RFIL) -13.155
-1.942 Stasioner
d(RHONG) -13.572
-1.942 Stasioner
d(RIND) -15.032
-1.942 Stasioner
d(RJEP) -4.110
-1.942 Stasioner
d(RKOR) -8.895
-1.942 Stasioner
d(RMAL) -20.484
-1.942 Stasioner
d(RSING) -11.580
-1.942 Stasioner
d(RTHAI) -18.842
-1.942 Stasioner
Sumber: Lampiran 10 s/d 17
Pada Tabel 4.5 terlihat bahwa semua variabel suku bunga untuk semua
negara yang digunakan dalam analisis telah stasioner pada derajat yang sama dan
tingkat taraf nyata yang sama, yaitu 5 persen.
4.3.2.
Penetapan Lag Optimal
Langkah kedua sebelum melakukan estimasi VAR adalah melakukan uji
lag optimal guna mendapatkan hasil yang baik. Penetapan lag optimal pada
penelitian ini ditentukan oleh nilai Schwarz Criteria (SC) yang terkecil. Hasil
pengujian lag optimal dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Uji Lag Optimal
Lag (Bulan)
SC
0 23.77147
1 23.05044
2
22.88867*
3 22.97513
4 23.24601
5 24.14432
6 23.99091
7 23.99967
8 22.91032
* angka SC terkecil [image:51.612.132.322.523.676.2]Perhitungan nilai SC untuk masing-masing lag tersebut mengindikasikan
bahwa nilai SC yang terkecil, yaitu 22.88867 terdapat pada lag dua. Oleh sebab
itu, pada analisis VAR akan digunakan lag dua sebagai lag optimumnya. Dengan
demikian, sesuai dengan ordo VAR yang didapat, maka dapat dibentuk persamaan
VAR sebagai berikut:
RFILt
= a1RKORt-1 + a2RKORt-2 + b1RTHAIt-1 + b2RTHAIt-2 + c1RMALt-1
+ c2RMALt-2 + d1RSINGt-1 + d2RSINGt-2
+ e1RJEPt-1
+ e2RJEPt-2
+
f1RFILt-1
+ f2RFILt-2
+ g1RINDt-1
+ g2RINDt-2
+ h1RHONGt-1
+
h2RHONGt-2
RHONG
t= a
1RKOR
t-1+ a
2RKOR
t-2+ b
1RTHAI
t-1+ b
2RTHAI
t-2+ c
1RMAL
t-1+ c
2RMAL
t-2+ d
1RSING
t-1+ d
2RSING
t-2+
e
1RJEP
t-1+ e
2RJEP
t-2+
f1RFILt-1
+ f2RFILt-2
+ g1RINDt-1
+ g2RINDt-2
+ h1RHONGt-1
+
h2RHONGt-2
RINDt
= a1RKORt-1 + a2RKORt-2 + b1RTHAIt-1 + b2RTHAIt-2 + c1RMALt-1
+ c2RMALt-2 + d1RSINGt-1 + d2RSINGt-2
+ e1RJEPt-1
+ e2RJEPt-2
+
f1RFILt-1
+ f2RFILt-2
+ g1RINDt-1
+ g2RINDt-2
+ h1RHONGt-1
+
h2RHONGt-2
RJEPt
= a1RKORt-1 + a2RKORt-2 + b1RTHAIt-1 + b2RTHAIt-2 + c1RMALt-1
+ c2RMALt-2 + d1RSINGt-1 + d2RSINGt-2
+ e1RJEPt-1
+ e2RJEPt-2
+
f1RFILt-1
+ f2RFILt-2
+ g1RINDt-1
+ g2RINDt-2
+ h1RHONGt-1
+
h2RHONGt-2
f1RFILt-1
+ f2RFILt-2
+ g1RINDt-1
+ g2RINDt-2
+ h1RHONGt-1
+
h2RHONGt-2
RMALt
= a1RKORt-1 + a2RKORt-2 + b1RTHAIt-1 + b2RTHAIt-2 + c1RMALt-1
+ c2RMALt-2 + d1RSINGt-1 + d2RSINGt-2
+ e1RJEPt-1
+ e2RJEPt-2
+
f1RFILt-1
+ f2RFILt-2
+ g1RINDt-1
+ g2RINDt-2
+ h1RHONGt-1
+
h2RHONGt-2
RSINGt
= a1RKORt-1 + a2RKORt-2 + b1RTHAIt-1 + b2RTHAIt-2 + c1RMALt-1
+ c2RMALt-2 + d1RSINGt-1 + d2RSINGt-2
+ e1RJEPt-1
+ e2RJEPt-2
+
f1RFILt-1
+ f2RFILt-2
+ g1RINDt-1
+ g2RINDt-2
+ h1RHONGt-1
+
h
2RHONG
t-2RTHAI
t= a
1RKOR
t-1+ a
2RKOR
t-2+ b
1RTHAI
t-1+ b
2RTHAI
t-2+ c
1RMAL
t-1+ c2RMALt-2 + d1RSINGt-1 + d2RSINGt-2
+ e1RJEPt-1
+ e2RJEPt-2
+
f1RFILt-1
+ f2RFILt-2
+ g1RINDt-1
+ g2RINDt-2
+ h1RHONGt-1
+
h2RHONGt-2
4.3.3.
Uji Kestabilan
Uji ini menunjukkan bahwa persamaan VAR telah stabil pada lag
optimalnya, yaitu lag dua karena semua nilai modulusnya kurang dari satu. Hasil
pengujian dapat dilihat pada Lampiran 19.
4.3.4.
Uji Kointegrasi
lag dua, dimana lag dua merupakan lag optimumnya. Hasil uji kointegrasi
menggunakan Test Johanssen’s Trace Statistic dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Uji Johanssen’s Trace Statistic
HypothesizedNo. of CE(s)
Eigenvalue Eigenvalue 5 Percent
Critical Value
1 Percent Critical Value
None ** 0.551 380.974 165.580 177.200
At most 1 ** 0.527 258.326 131.700 143.090
At most 2 ** 0.331 143.673 102.140 111.010
At most 3 * 0.188 82.079 76.070 84.450
At most 4 0.115 50.039 53.120 60.160
At most 5 0.096 31.308 34.910 41.070
At most 6 0.066 15.730 19.960 24.600
At most 7 0.033 5.162 9.240 12.970
** signifikan pada taraf nyata 1% * signifikan pada taraf nyata 5 % Sumber: Lampiran 20
Uji
Johanssen’s Trace Statistic digunakan untuk mengetahui jumlah
persamaan yang terkointegrasi di dalam sistem. Untuk menentukan jumlah
persamaan yang terkointegrasi dilakukan dengan membandingkan estimasi Trace
Statistic terhadap nilai kritisnya (crirical value), dimana penelitian ini
menggunakan tingkat kritis 5%. Apabila nilai Trace Statistic lebih besar dari nilai
kritisnya, maka persamaan tersebut dikatakan terkointegrasi. Dari Tabel 4.6 dapat
diketahui bahwa terdapat empat persamaan yang terkointegrasi pada taraf nyata 5
persen.
4.3.5.
Simulasi
Impulse Response Function
(IRF)
Impulse Response adalah respon sebuah variabel dependen jika mendapat
-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0
5 10 15 20 25 30 35 40 45
RKOR RTHAI RMAL RSING RJEP RIND RHONG
R
es
p
o
n
(
S
tan
d
ar
D
evi
asi
)
[image:55.612.133.507.95.301.2]Periode
Gambar 4.1. Respon Suku Bunga Filipina Terhadap Guncangan Suku Bunga Negara lain Sumber: Lampiran 21
Dari gambar di atas terlihat bahwa guncangan suku bunga sebesar satu
standar deviasi dari Thailand, Indonesia dan Hongkong direspon negatif oleh
fluktuasi suku bunga Filipina. Respon negatif mengindikasikan bahwa apabila
terjadi peningkatan suku bunga di Thailand dan Indonesia, maka akan terjadi
capital outflow dari Filipina ke Thailand dan Indonesia. Akibatnya, mata uang
Filipina terdepresiasi karena permintaan terhadap Baht ataupun Rupiah meningkat
yang mengindikasikan terjadinya penurunan inflasi di Filipina, sehingga suku
bunga Filipina juga mengalami penurunan.
Sedangkan guncangan dari Korea, Malaysia, Singapura, dan Jepang
direspon positif. Respon positif ini mengindikasikan bahwa apabila terjadi
peningkatan suku bunga di negara lain, maka akan menyebabkan terjadinya
capital outflow dari Filipina karena para investor akan memilih return (tingkat
terdorong meningkat untuk menyerap kelebihan permintaan tersebut dengan
asumsi inflasi tetap dan mobilitas modal yang sempurna.
Respon dari suku bunga Hongkong apabila terjadi guncangan pada suku
bunga tujuh negara lainnya terlihat pada gambar berikut:
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
5 10 15 20 25 30 35 40 45
RKOR RTHAI RMAL RSING RJEP RFIL RIND
R
esp
on
(
S
ta
n
d
ar
D
e
vi
asi
)
[image:56.612.133.506.197.418.2]Periode
Gambar 4.2. Respon Suku Bunga Hongkong Terhadap Guncangan Suku Bunga Negara lain
Sumber: Lampiran 22
merupakan
financial centre di seluruh dunia, sehingga banyak investor yang
berinvestasi di Hongkong.
Guncangan dari negara lainnya direspon positif oleh fluktuasi suku bunga
Hongkong. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila terjadi peningkatan suku
bunga di negara lain, maka akan menyebabkan terjadinya capital outflow dari
Hongkong karena para investor akan memilih return (tingkat pengembalian) dari
aset finansial yang lebih tinggi. Akibatnya, akan terjadi kelebihan permintaan aset
finansial di negara lain dan suku bunga Hongkong akan terdorong meningkat
untuk menyerap kelebihan permintaan tersebut dengan asumsi inflasi tetap dan
mobilitas modal yang sempurna.
Respon dari suku bunga Indonesia apabila terjadi guncangan pada suku
bunga tujuh negara lainnya terlihat pada gambar berikut:
-2 -1 0 1 2 3 4
5 10 15 20 25 30 35 40 45
RKOR RTHAI RMAL RSING RJEP RFIL RHONG
R
e
sp
o
n
(
S
tan
d
ar
D
evi
as
i)
[image:57.612.132.507.412.622.2]Periode
Gambar 4.3. Respon Suku Bunga Indonesia Terhadap Guncangan Suku Bunga Negara Lain
Dari gambar terlihat bahwa semua guncangan suku bunga negara-negara
lain sebesar satu standar deviasi direspon positif oleh fluktuasi suku bunga
Indonesia. Respon positif ini mengindikasikan bahwa apabila terjadi peningkatan
suku bunga di negara lain, maka akan menyebabkan terjadinya capital outflow
dari Indonesia karena para investor akan memilih return (tingkat pengembalian)
dari aset finansial yang lebih tinggi. Akibatnya, akan terjadi kelebihan permintaan
aset finansial di negara lain dan suku bunga Indonesia akan terdorong meningkat
untuk menyerap kelebihan permintaan tersebut dengan asumsi inflasi tetap dan
mobilitas modal yang sempurna.
Respon dari suku bunga Jepang apabila terjadi guncangan pada suku
bunga tujuh negara lainnya terlihat pada gambar berikut:
-.04 .00 .04 .08 .12 .16
5 10 15 20 25 30 35 40 45
RKOR RTHAI RMAL RSING RFIL RIND RHONG
R
esp
o
n
(
S
tan
d
ar
D
evi
asi
)
[image:58.612.134.507.378.593.2]Periode
Gambar 4.4. Respon Suku Bunga Jepang Terhadap Guncangan Suku Bunga Negara Lain Sumber: Lampiran 24
terjadi peningkatan suku bunga di Indonesia, Singapura, dan Korea, maka akan
menyebabkan terjadinya capital outflow dari Jepang karena para investor akan
memilih return (tingkat pengembalian) dari aset finansial yang lebih tinggi.
Akibatnya, akan terjadi kelebihan permintaan aset finansial di tiga negara tersebut
dan suku bunga Jepang akan terdorong meningkat untuk menyerap kelebihan
permintaan tersebut dengan asumsi inflasi tetap dan mobilitas modal yang
sempurna.
Sedangkan guncangan dari Filipina, Malaysia, Thailand, dan Hongkong
direspon negatif oleh pergerakan suku bunga Jepang. Respon negatif
mengindikasikan bahwa apabila terjadi peningkatan suku bunga di Filipina,
Malaysia, dan Thailand, maka akan terjadi sedikit capital outflow dari Jepang.
Hal ini disebabkan karena Jepang memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi
di banding negara-negara tersebut, sehingga resiko untuk berinvestasi finansial di
Jepang lebih rendah. Akibatnya para investor akan tetap berinvestasi di Jepang
yang menyebabkan suku bunga Jepang menurun seiring dengan permintaan aset
finansial yang cukup banyak.
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
5 10 15 20 25 30 35 40 45
RTHAI RMAL RSING RJEP RFIL RIND RHONG
R
esp
o
n
(
S
tan
d
ar
D
evi
asi
)
[image:60.612.133.508.95.287.2]Periode
Gambar 4.5. Respon Suku Bunga Korea Terhadap Guncangan Suku Bunga Negara Lain Sumber: Lampiran 25
Dari gambar di atas terlihat bahwa guncangan suku bunga sebesar satu
standar deviasi dari Hongkong, Jepang, Thailand, Filipina dan Malaysia direspon
positif oleh fluktuasi suku bunga Korea. Respon positif ini mengindikasikan
bahwa apabila terjadi peningkatan suku bunga di Hongkong, Jepang, Thailand,
Filipina dan Malaysia, maka akan menyebabkan terjadinya capital outflow dari
Korea karena para investor akan memilih return (tingkat pengembalian) dari aset
finansial yang lebih tinggi. Akibatnya, akan terjadi kelebihan permintaan aset
finansial di negara-negara tersebut dan suku bunga Korea akan terdorong
meningkat untuk menyerap kelebihan permintaan tersebut dengan asumsi inflasi
tetap dan mobilitas modal yang sempurna.
Sedangkan guncangan dari suku bunga Singapura dan Indonesia direspon
negatif oleh fluktuasi suku bunga Korea. Respon negatif mengindikasikan bahwa
apabila terjadi peningkatan suku bunga di Indonesia, maka akan terjadi sedikit
capital outflow dari Korea. Hal ini disebabkan karena Korea memiliki tingkat
berinvestasi finansial di Korea lebih rendah. Akibatnya para investor akan tetap
berinvestasi di Korea yang menyebabkan suku bunga Korea menurun seiring
dengan permintaan aset finansial yang cukup banyak.
Respon dari suku bunga Malaysia apabila terjadi guncangan pada suku
bunga tujuh negara lainnya terlihat pada gambar berikut:
-.3 -.2 -.1 .0 .1 .2 .3 .4 .5 .6
5 10 15 20 25 30 35 40 45
[image:61.612.133.506.223.437.2]RKOR RTHAI RSING RJEP RFIL RIND RHONG R esp o n ( S ta n d ar D e vi a s i) Periode
Gambar 4.6. Respon Suku Bunga Malaysia Terhadap Guncangan Suku Bunga Negara Lain
Sumber: Lampiran 26
Sedangkan guncangan dari suku bunga dari Korea, Singapura, Thailand,
Filipina dan Jepang direspon positif oleh fluktuasi suku bunga Malaysia. Respon
positif ini mengindikasikan bahwa apabila terjadi peningkatan suku bunga di
negara-negara tersebut, maka akan menyebabkan terjadinya capital outflow dari
Malaysia karena para investor akan memilih return (tingkat pengembalian) dari
aset finansial yang lebih tinggi. Akibatnya, akan terjadi kelebihan permintaan aset
finansial di negara-negara tersebut dan suku bunga Malaysia akan terdorong
meningkat untuk menyerap kelebihan permintaan tersebut dengan asumsi inflasi
tetap dan mobilitas modal yang sempurna.
Respon dari suku bunga Singapura apabila terjadi guncangan pada suku
bunga tujuh negara lainnya terlihat pada gambar berikut:
-.2 -.1 .0 .1 .2 .3 .4 .5
5 10 15 20 25 30 35 40 45
RKOR RTHAI RMAL RJEP RFIL RIND RHONG
R
esp
o
n
(
S
tan
d
ar
D
e
vi
asi
)
[image:62.612.131.508.379.585.2]Periode
Gambar 4.7. Respon Suku Bunga Singapura Terhadap Guncangan Suku Bunga Negara Lain