KAJIAN AGRONOMI PENGEMBANGAN
BUDIDAYA PADI TANAM BENIH LANGSUNG
(TABELA) DAN KEDELAI
SYAMSUDIN KOLOI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa disertasi yang berjudul:
Kajian Agronomi Pengembangan Budidaya Padi Tanam Benih Langsung (Tabela) dan Kedelai
adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum pernah
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini.
Bogor, 12 Juli 2005
SYAMSUDIN KOLOI, 2005. A Study of the Agronomy Development of Direct Seeded Rice and Soybean (Supervised by: H. AMRIS MAKMUR as Principal Advisor, H. M.A. CHOZIN, SOEKISMAN TJITROSEMITO, FRED RUMAWAS, HARRIS A. BURHAN and H. MUHAJIR UTOMO as Co-Advisor).
A series of 5 experiments were carried in Syngenta Research Station, Cikampek, West Java, Indonesia from August 1998 to February 2001 to study the agronomy development of direct seeded rice and soybean.
The first experiment was aimed at selecting rice varieties suitable for planting under direct seeded methods. Sixty four rice lines and varieties were grown under a condition of 2-4 cm flood throughout the season. Ten morphological characters were measured, recorded and utilized as criteria to select suitable varieties or lines. There were 10 varieties, and 16 lines suitable for direct seeded methods exhibiting characters as high yield, medium to heavy panicles, medium to high height, low tiller, wide and long flag leaf, medium to long period of panicle formation, high density of grains at flooded condition, resistance to lodging and grain shattering.
The second experiment was aimed at finding the optimum seeding rate (40, 60, and 80 kg rice/ha) on 4 selected rice varieties (Muncul, IR 64, S.3294-d-Jkn-Si-17-1-1 and S.3383-1d-Pn-41-3-1) under 3 different land preparations (conventional tillage-CT, minimum tillage-MT and no tillage-NT) The optimum rate was found to be 60 kg rice/ha. Muncul was not suitable for further work as it showed a low harvesting index under NT. The rice line S.3383-1d-Pn-41-31-1 (now named as Ciherang), althought is prono to lodging, when planted under direct seeded, still achieved a yield of c.a. 6 tons/ha. It was shown that lodging was much affected by root volume, diameter of lower culm node, and number of tillers It seems that when the potential yield is high the sensitivity to lodge can be manipulated to minimize its effect.
The third experiment was aimed at finding a suitable planting technique (transplanting, broadcast direct seeded, direct seeded in square pattern (25 cm squared sown), and direct seeded broadcasted in 1 m wide of field, on 3 different varieties and 3 different soil preparations (CT, MT, and NT) to minimize lodging in the effort to obtain a high yield. Direct seeded in a square of 25 cm facilitated a strong stem, with heavy rooting systems, low tiller density, less empty grain, less lodging and gave a consistent yield of 6 tons/ha on the average, whether carried out under CT or MT or NT even with different varieties tested higher than those produced by other technique.
The fourth experiment was aimed at finding an optimum rate of N fertilizer ( 0, 100, 200, 300 kg urea/ha) on various soil preparation techniques (9 combinations of CT, MT, and NT). The optimum urea fertilizer varied (180.2 – 265.4 kg urea/ha) with the soil preparation, NT tended to require a higher urea fertilizer than CT. It seems that there was an immobilization of N in plots under NT. The Optimum rate N fertilizer higher on NT (191.9 kg/ha) to reaching yield 6.040 ton/ha.
The fifth experiment was aimed at utilizing the area for growing soybean (PTR-6) stimulated by N fertilizer. Without N fertilizer the growth and yield of soybean under continues CT was lower (c.a.2.1 tons/ha) than those fertilized. The optimum urea fertilizer varied (41.2 – 78.8 kg urea/ha) with the previous soil preparation. The Optimum rate N fertilizer was lower on NT (47.1 kg/ha) to reaching yield 2.844 ton/ha.
---
SYAMSUDIN KOLOI, 2005. Kajian Agronomi Pengembangan Budidaya Padi Tanam Benih Langsung (Tabela) dan Kedelai (dibimbing oleh: H. AMRIS MAKMUR sebagai ketua, H. M. A. CHOZIN, SOEKISMAN TJITROSEMITO, FRED RUMAWAS, HARRIS A. BURHAN dan H. MUHAJIR UTOMO sebagai anggota).
Penelitian dilakukan 5 tahap percobaan, dilaksanakan di R & D Station PT. Syngenta, Cikampek dari bulan Agustus 1998 hingga Maret 2001, untuk mengkaji aspek agronomi pengembangan budidaya padi Tabela dan kedelai.
Percobaan I bertujuan melakukan seleksi varietas dan galur padi yang cocok dikembangkan dalam budidaya Tabela. Enam puluh empat varietas dan galur ditanam pada kondisi lahan tergenang 2 – 4 cm. Sepuluh karakter morfologi telah diukur dan dipakai sebagai kriteria untuk memilih varietas dan galur padi Tabela. Hasil seleksi mendapatkan 10 varietas dan 16 galur padi sesuai untuk Tabela dengan karakter: hasil gabah tinggi, anakan sedang, tinggi sedang, daun bendera lebar dan panjang, waktu membentuk malai sedang, kerapatan tinggi pada kondisi tergenang, tahan rebah dan gabah tidak rontok.
Percobaan II bertujuan mendapatkan jumlah benih optimum (40, 60 dan 80 kg/ha) dari 4 varietas/galur terpilih (Muncul, IR 64, S.3294-d-Jkn-Si-17-1-1 dan S.3383-1d-pn-41-3-1) dengan 3 persiapan lahan (Olah Tanah Sempurna-OTS, Olah Tanah Minimum-OTM dan Tanpa Olah Tanah-TOT). Jumlah benih optimum padi Tabela sebar adalah 60 kg/ha. Varietas Muncul menghasilkan indeks panen rendah dan tidak cocok pada lahan TOT. Galur S.3383-1d-Pn-41-31-1 (sekarang Ciherang) adalah mudah rebah apabila disebar langsung dan masih dapat mecapai hasil 6 ton/ha. Volume akar, diameter dan panjang ruas batang serta jumlah anakan mempengaruhi kerebahan. Apabila potensi hasil gabah tinggi sensitif untuk rebah makan untuk mengurangi kerebahan dilakukan manipulasi cara tanam.
Percobaan III bertujuan mendapatkan cara tanaman (Tapin, Tebala sebar, Tabela kuadrat 25 x 25 cm, dan Tabela sebat 1 m) dengan 3 varietas/galur pada 3 persiapan lahan. Cara tanam Tabela kuadrat menggunakan benih 25 kg/ha dan jarak tanaman teratur (25 x 25 cm) untuk mengurangi kerebahan sehingga diperoleh hasil gabah yang tinggi. Hasil percobaan menunjukkan, Tabela kuadrat memfasilitasi batang padi menjadi kokoh dan perakaran kuat, anakan banyak, tahan rebah, gabah hampa rendah dan menghasilkan gabah yang tinggi rata-rata 6 ton/ha dan cocok dikembangkan pada persiapan lahan OTS, OTM dan TOT.
Percobaan IV bertujuan mendapatkan dosis pupuk urea optimum (0, 100, 200 dan 300 kg/ha) padi Tabela kuadrat dengan 9 cara persiapan lahan (9 kombinasi dari OTS, OTM dan TOT). Hasil percobaan menunjukkan, dosis urea optimum bervariasi antara 180-265.4 kg/ha pada 9 cara persiapan lahan. Dosis optimum pada lahan TOT cenderung lebih tinggi dibanding OTS karena terjadi imobilisasi N pada lahan TOT. Dosis optimum untuk padi Tabela kuadrat pada lahan TOT adalah 191.9 untuk mencapai hasil gabah 6.044 ton/ha.
Percobaan V bertujuan mendapatkan dosis pupuk urea optimum (0, 50 dan 100 kg/ha) untuk menstimulasi pertumbuhan kedelai setelah padi sawah yang dipupuk urea dengan 9 cara persiapan lahan (9 kombinasi dari OTS, OTM dan TOT). Hasil percobaan menunjukkan, tanaman kedelai yang tidak dipupuk urea menghasilkan biji kedelai rendah (2.1 ton/ha) dibanding dengan yang dipupuk urea. Dosis optimum pupuk urea bervariasi antara 41.2 – 76.8 kg/ha dengan berbagai persiapan lahan, dan optimum pada lahan TOT lebih rendah (47.1 kg/ha) untuk mencapai hasil biji kedelai 2,844 ton/ha.
---
KAJIAN AGRONOMI PENGEMBANGAN BUDIDAYA
PADI TANAM BENIH LANGSUNG
(TABEL) DAN KEDELAI
SYAMSUDIN KOLOI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Agronomi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Tanam Benih Langsung (Tabela) dan Kedelai
Nama Mahasiswa : Syamsudin Koloi NIM : 965021
Program Studi : Agronomi
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Amris Makmur, M.Sc. Ketua
Prof. Dr. Ir. H. M. A. Chozin, M.Agr. Dr. Soekisman Tjitrosemito, M.Sc. Anggota Anggota
Dr. Ir. Fred Rumawas, M.Sc. Dr. Harris A. Burhan, MSc. Agr. Anggota Anggota
Prof. Dr. Ir. H. Muhajir Utomo, M.Sc. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, MSc.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa penelitian dan penulisan disertasi merupakan karya atas bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang setulusnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. H. Amris Makmur, M.Sc, sebagai ketua komisi pembimbing atas bimbingan dan nasihat serta rekomendasi yang telah diberikan untuk bisa masuk di IPB tahun 1996, demikian juga kepada Ibu Fauziah Amris Makmur yang senantiasa memberikan motivasi dan nasihat sebagai bekal menata hidup yang lebih baik dimasa datang.
2. Prof. Dr. Ir. H. M.A. Chozin, M.Agr, sebagai anggota komisi pembimbing, ditengah kesibukan menjalankan tugas sebagai Wakil Rektor I IPB, masih dapat memberikan bimbingan untuk perbaikan disertasi dan memberikan motivasi agar segera dapat menyelaikan pendidikan.
3. Dr. Soekisman Tjitrosemito, M.Sc, sebagai anggota komisi pembimbing, atas bimbingan dan nasihat dalam perbaikan disertasi. Sebagai Ketua Umum HIGI (Himpunan Ilmu Gulma Indonesi) dan anggota presidium FK-OTK (Forum Kemunikasi Olah Tanah Konservasi), telah memberikan kesempatan dan kepercayaan membantu organisasi untuk menambah pengetahuan dan wawasan. Demikian juga atas motivasi bapak dan ibu Soekisman (Dr. Ir. Sri Sudarmiyati) di SEAMEO BIOTROP, yang selalu menyampaikan pesan “tidak ada pilihan lain, kecuali harus selesai pendidikan Doktor”.
4. Dr. Ir. Fred Rumawas, M.Sc, sebagai anggota komisi pembimbing atas bimbingan dan nasihat serta rekomendasi yang telah diberikan untuk bisa masuk di IPB tahun 1996, dan motivasinya agar cepat selesai pendidikan serta kontribusinya dalam pengembangan wawasan usaha tani.
5. Dr. Harris A. Burhan, MSc.Agr, sebagai anggota komisi pembimbing, atas kesempatan yang diberikan seluas-luasnya sehingga penelitian dapat dilakukan beberapa tahap di R & D Station, Cikampek PT. CIBA GIEGY (Sekarang PT. Sygenta Indonesia) dan juga bibimbingannya dalam penyelesaian pendidikan serta sumbangan pengalaman dalam organisasi HIGI dan FK-OTK.
6. Prof. Dr. Ir. H. Muhajir Utomo, M.Sc sebagai anggota komisi pembimbing, masih dapat membimbing ditengah kesibukan sebagai Rektor Universitas Lampung (Unila), demikian pula atas pengetahuan dan pengalaman yang diberikan dalam kapasitas sebagai ketua presidium FK-OTK (Forum Komunikasi Olah Tanah Konservasi).
viii
8. Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana beserta civitas akademika Institut Pertanian Bogor, yang telah memberikan kesempatan dan pelayanan selama mengikuti pendidikan program Doktor.
9. Rektor dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako (UNTAD) yang memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan bantuan dana untuk penyelesaian studi.
10. Drs. Iskandar Zulkarnaen,MS Kepala R & D Station PT. Sygenta Indonesia, Cikampek dan Staf atas bantuan sarana dan prasarana selama melaksanakan penelitian.
11. Prof. Dr. Ir. H. Jody Moenandir dan Ir. H. Is Hidayat Utomo, MS sebagai pembina HIGI dan anggota presidium FK-OTK, atas nasihat dan dorongan serta kontribusinya selama pendidikan dan organisasi.
12. Dr. Ir. H. A. Muhammad Syakir, MS sebagai ketua umum Forum Pascasarjana KTI (Kawasan Timur Indonesia) dan Ketua Dewan Pakar Forum Mahasiswa Pascasarjana Indonesia serta rekan-rekan yang tergabung dalam forum tersebut, khususnya kepada Ir. Abd. Haris Bahrun, M.Si, atas segala bantuannya dalam penyelesaian disertasi.
13. Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Hasyim Bintoro Djoefrie, sebagai Guru Besar Agronomi pada Jurusan Budidaya Pertanian IPB dan Ketua AMPOSI (Assosiasi Masyarakat Kompos Indonesia), atas kontribusi ilmu pengetahuan dan nasihat dalam program Doktor dan organisasi.
14. Ketua dan rekan-rekan anggota HMPN (Himpunan Masyarakat Pestisida Nasional) dan Crop Life serta staf Komisi Pestisida Deptan RI atas kerjasama dan partisipasinya sehingga sangat membantu penyelesaian program Doktor.
15. Rekan-rekan yang tergabung dalam organisasi HIMPAST-Bogor (Himpunan mahasiswa Pascasarjana, Sulawesi Tengah-Bogor, atas bantuan dan motivasinya selama mengikuti program Doktor.
16. Secara khusus ucapan terima kasih disampaikan kepada ayah Koloi Tinga (almarhum) dan ibu tercinta Aminah Sohoda serta istri tercinta Nurcutyanthi dan kedua anak tersayang (Vican Sefiany Koloi dan Vindi Augustiany Koloi), kedua mertua Thung Siusin dan Lien R. (almarhum), kakak dan adik serta semua keluarga atas segala pengorbanan, pengertian, doa dan motivasi serta telah memberikan yang terbaik.
Semoga karya ilmiah ini memberikan banyak manfaat.
Bogor, 12 Juli 2005
Syamsudin Koloi
Penulis dilahirkan di Desa Buol, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah pada
tanggal 12 Juli 1960, adalah anak ke tujuh dari sembilan bersaudara dari ayah
Koloi Tingga dan ibu Aminah Sohoda. Penulis menikah dengan Nurcutyanthi
pada tahun 1986 dan telah dikarunia dua orang anak: Vican Sefiany Koloi (19
thn, sekarang kuliah di Fakultas Kedokteran Unibraw, Malang) dan Vindi
Augustiany Koloi (14 thn, sekolah di SMA Lab. Universitas Negeri Malang).
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 1 Buol di Buol
pada tahun 1973, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Buol di Leok pada tahun
1976 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Buol di Leok pada tahun 1979/80.
Tahun 1986 lulus Sarjana Pertanian (S-1), jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas
Ilmu-Ilmu Pertanian Universitas Tadulako (Untad) di Palu.
Sejak tahun 1988 diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil dan hingga saat
ini bekerja sebagai tenaga pengajar tetap pada Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian Untad, Palu.
Pada tahun 1989/90 mengikuti program Magister Sains (S-2) pada
program studi Agronomi, Fakultas Pascasarjana, IPB dan lulus pada tahun 1993.
Pada tahun ajaran 1996/97 mendapat kesempatan melanjutkan program Doktor
(S-3) pada program studi Agronomi, Sekolah Pascasarjana, IPB dengan
Halaman
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR... xv
PENDAHULUAN... 1
Latar Belakang ... 1
Kerangka Pemikiran... 3
Tujuan... 5
Manfaat... 5
Hipotesis ... 6
TINJAUAN PUSTAKA... 7
Budidaya Padi Sawah Tapin ... 7
Bidaya Padi Tapin ……… ... 7
Budidaya Padi Tabela………... 7
Kerebahan Padi Tabela……… ... 8
Prototipe Padi Tabela ………. ... 10
Persiapan Lahan Padi Sawah... 11
Persiapan Lahan OTS………. ... 11
Persiapan Lahan TOT ... 14
Kompetisi Gulma pada Budidaya Padi Tabela ... 15
Budidaya Kedelai setelah Padi Sawah... 15
BudidayaKedelai TOT ... 16
Nisbah C/N ... 18
SELEKSI KARAKTER MORFOLOGI PADI TABELA PADA KONDISI TERGENANG... 21
Pendahuluan... 21
Bahan dan Metode ... 22
Hasil dan Pembahasan... 25
Kesimpulan... 31
PENGARUH PERSIAPAN LAHAN, JUMLAH BENIH DAN VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI TABELA... 32
Pendahuluan ... 32
Bahan dan Metode ... 33
Hasil dan Pembahasan... 38
xi
PENGARUH PERSIAPAN LAHAN, VARIETAS DAN CARA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
PADI TAPIN DAN TABELA... 46
Pendahuluan... 46
Bahan dan Metode... 47
Hasil dan Pembahasan ... 51
Kesimpulan ... 55
PENGARUH PERSIAPAN LAHAN DAN PEMUPUKAN UREA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI TABELA KUADRAT... 56
Pendahuluan... 56
Bahan dan Metode... 57
Hasil dan Pembahasan ... 60
Kesimpulan ... 66
PENGARUH PERSIAPAN LAHAN DAN PEMUPUKAN UREA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI SETELAH PADI SAWAH ... 67
Pendahuluan... 67
Bahan dan Metode... 68
Hasil dan Pembahasan ... 71
Kesimpulan ... 79
PEMBAHASAN UMUM... 80
Pengembangan Budiadaya Padi Tabela ... 80
Pengembangan Budidaya Kedelai Setelah Padi Sawah ... 83
KESIMPULAN DAN SARAN... 85
Kesimpulan ... 85
Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA... 87
Nomor Teks Halaman
1. Hasil dan Komponen Hasil yang Dipengaruhi oleh Jumlah Benih Padi
Tabela ... 9
2. Pengaruh Jumlah Benih terhadap Hasil Padi Tabela ... 9
3. Hasil Padi pada berbagai Cara Tabela ... 10
4. Produksi GKG pada Budidaya Padi OTS dan TOT dibeberapa
tempat dan Musim Tanam ... 14
5. Kehilangan Hasil Padi Tabela yang Disebabkan oleh Kompetisi
dari Gulma yang Berbeda ... 16
6. Waktu Penggenangan Air dan Pemeliharaan Padi ... 24
7. Hasil Pengamatan Komponen Pertumbuhan dan Produksi dari 64 Varietas dan Galur Padi Sawah yang Diseleksi untuk Tabela pada
Macak-macak dan Tergenang ... 26
8. Hasil Analisis Komponen Utama dari 64 Jenis Padi Tabela dengan
Tinggi Genangan 2-4 cm ... 28
9. Pengelompokan Varietas dan Galur Berdasarkan Skor Komponen
Utama dari 64 Varietas dan Galur Padi Tabela... 31
10. Nilai t Terboboti yang Berkaitan dengan Rataan Kombinasi, Standar Galat dari Rataan yang Berbeda yang Melibatkan Lebih dari Satu
Galat Kuadrat Tengah ... 35
11. Cara Persiapan Lahan dalam Sistem Budidaya Padi Sawah ... 36
12. Waktu Penggenangan Air dan Pemeliharaan Padi Tabela... 37
13. Pengaruh Persiapan Lahan, Jumlah Benih dan Varietas terhadap
Pertumbuhan Padi Tabela Sebar... 39
14. Pengaruh Persiapan Lahan, Jumlah Benih dan Varietas terhadap
Produksi Padi Tabela Sebar ... 42
15. Respon Indeks Hasil GKG dan Indeks Panen terhadap Pengaruh
Interaksi antara Persiapan Lahan dan Varietas Padi ... 44
16. Waktu Penggenangan Air dan Pemeliharaan Padi ... 50
17. Pengaruh Persiapan Lahan, Varietas dan Cara Tanam terhadap
xiii
18. Pengaruh Persiapan Lahan, Varietas dan Cara Tanam terhadap
Produksi Padi Tapin dan Tabela ... 53
19. Respon jumlah dan bobot kering malai pda Tabela (m2) terhdap
pengaruh interaksi antara cara tanam dan persiapan lahan... 54
20. Respon Hasil GKG (ton/ha) terhadap Pengaruh Interaksi antara Cara
Tanam dengan Persiapan Lahan dan Varietas Padi Tabela ... 55
21. Pengaruh Persiapan Lahan dan Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan
Padi Tabela Kuadrat ... 61
22. Pengaruh Persiapan Lahan dan Pupuk Urea terhadap Produksi Padi
Tabela Kuadrat ... 62
23. Respon Hasil GKG (ton/ha) Padi Tabela Kuadrat terhadap Pengaruh
Interaksi antara Persiapan Lahan dan Pemupukan Urea... 63
24. Pendugaan Dosis Urea Optimum pada Persiapan Lahan untuk Padi
Tabela Kuadrat ... 64
25. Respon Tinggi Tanaman Kedelai PTR-6 terhadap Pengaruh Interaksi
antara Pupuk Urea dan Persiapan Lahan ... 72
26. Respon Jumlah Bintil Akar Kedelai PTR-6 terhadap Pengaruh Interaksi
antara Pupuk Urea dan Persiapan Lahan ... 73
27. Respon Jumlah Cabang dan Indeks Cabang Produktif Kedelai PTR-6
terhadap Pengaruh Interaksi antara Pupuk Urea dan Persiapan Lahan.. 74
28. Respon Jumlah Polong dan Indeks Polong Isi Kedelai PTR-6 terhadap
Pengaruh Interaksi antara Pupuk Urea dan Persiapan Lahan ... 75
29. Respon Hasil Biji dan Indeks Panen Kedelai PTR-6 terhadap Pengaruh
Interaksi antara Pupuk Urea dan Persiapan Lahan... 76
30. Pendugaan Dosis Urea Optimum pada Persiapan Lahan untuk
untuk Kedelai PTR-6... 77
Nomor Lampiran Halaman
1. Hasil pengamatan pertumbuhan dan produksi 64 varietas dan galur
padi Tabela yang diseleksi pada tinggi penggenangan 2-4 cm ... 92
2 Varietas dan galur padi terpilih untuk dibudidayakan secara Tabela
pada kondisi tergenang ... 94
3. Hasil pengamatan tinggi tanaman padi Tabela sebar (cm) ... 95
4 Hasil pengamatan jumlah anakan total padi sawah Tabela sebar... 96
5 Hasil pengamatan jumlah anakan per rumpun padi sawah Tabela
xiv
6. Hasil pengamatan persentase jumlah anakan 1 (tunggal) tiap rumpun
(m2) padi sawah Tabela sebar ... 98
7. Hasil pengamatan persentase jumlah anakan 2 tiap rumpun (m2) padi sawah Tabela sebar... 99
8. Hasil pengamatan persentase jumlah anakan 3 tiap rumpun (m2) padi sawah Tabela sebar... 100
9. Hasil pengamatan persentase jumlah anakan 4 tiap rumpun (m2) padi sawah Tabela sebar ... 101
10. Hasil pengamatan diameter ruas pangkal batang padi sawah Tabela sebar (mm) ... 102
11. Hasil pengamatan panjang ruas batang padi sawah Tabela sebar (mm) ... 103
12. Hasil pengamatan volume akar padi sawah Tabela sebar (mm) ... 104
13. Hasil pengamatan kerebahan padi sawah Tabela sebar (%) ... 105
14. Hasil pengamatan krebhan padi sawah paa Tabela sebar (%) ... 106
15. Hasil pengamatan BK malai padi sawah Tabela sebar (g/m2) ... 107
16. Hasil pengamatan BK gabah hampa padi sawah Tabela sebar (kg/ha) .. 108
17. Hasil pengamatan GKG padi sawah Tabela sebar (ton/ha) ... 109
18. Hasil pengamatan indeks panen padi sawah Tabela sebar (%) ... 110
19. Hasil analisis regresi komponen pertumbuhan terhadap kerebahan padi Tabela sebar ... 111
20. Hasil pengamatan bobot kering akar padi Tapin dan Tabela (g/m2) ... 112
21. Hasil pengamatan bobot batang padi Tapin dan Tabela (g/m2) ... 113
22. Hasil pengamatan bobot daun padi Tapin dan Tabela (g/m2)... 114
23. Hasil pengamatan tinggi tanaman padi Tapin dan Tabela (cm)... 115
24. Hasil pengamatan jumlah anakan padi Tapin dan Tabela (rumpun) ... 116
25. Hasil pengamatan jumlah anakan padi Tapin dan Tabela (m2) ... 117
26. Hasil pengamatan volume akar padi sawah Tapin dan Tabela (mm) ... 118
27. Hasil pengamatan kerebahan padi sawah Tapin dan Tabela (data transformasi Vx+1) ... 119
28. Hasil pengamatan jumlah malai padi sawah Tapin dan Tabela (m2) ... 120
29. Hasil pengamatan bobot malai padi sawah Tapin dan Tabela (kg/m2) ... 121
30. Hasil pengamatan gabah hampa padi sawah Tapin dan Tabela (kg/ha) ... 122
31. Hasil pengamatan GKG padi sawah Tapin danTabela (ton/ha) ... 123
xv
33. Hasil pengamatan tinggi tanaman padi sawah Tabela kuadrat (cm) ... 125
34. Hasil pengamatan jumlah anakan total padi sawah Tabela kuadrat (rumpun)... 126
35. Hasil pengamatan jumlah anakan produktif padi sawah Tabela kuadrat (rumpun) ... 127
36. Hasil pengamatan indeks anakan produktif padi sawah Tabela kuadrat (%) ... 128
37. Hasil pengamatan volume akar padi sawah Tabela kuadrat (mm) ... 129
38. Hasil pengamatan panjang akar padi sawah Tabela kuadrat (g/m2)... 130
39. Hasil pengamatan bobot kering akar padi sawah Tabela kuadrat (g/m2) ... 131
40. Hasil pengamatan bobot kering daun padi sawah Tabela kuadrat (g/m2) ... 132
41. Hasil pengamatan bobot kering jerami padi sawah Tabela kuadrat (ton/ha) ... 133
42. Hasil pengamatan GKG padi sawah Tabela kuadrat (ton/ha) ... 134
43. Hasil pengamatan indeks panen padi sawah Tabela kuadrat (%) ... 135
44. Hasil analisis regresi pengaruh dosis pupuk urea pada setiap persiapan lahan padi sawah Tabela kuadrat (%) ... 136
45. Hasil pengamatan tinggi tanaman kedelai PTR-6 (cm) ... 137
46. Hasil pengamatan jumlah bintil akar kedelai PTR-6 ... 138
47. Hasil pengamatan jumlah cabang produktif kedelai PTR-6 ... 139
48. Hasil pengamatan indeks cabang produktif kedelai PTR-6 ... 140
49. Hasil pengamatan jumlah polong isi kedelai PTR-6 ... 141
50. Hasil pengamatan indeks polong isi kedelai PTR-6 ... 142
51. Hasil pengamatan biji kedelai PTR-6 ... 143
52. Hasil pengamatan indeks panen kedelai PTR-6 ... 144
Halaman
1. Dagram skor komponen dari 64 varietas dan galur padi yang
diseleksi untuk padi tabela pada penggenangan 2-4 cm... 29
2. Dendogram dari 64 varietas dan galur padi yang diseleksi untuk
Tabela pada penggenangan 2-4 cm ... 30
3. Pengaruh persiapan lahan, varietas dan jumlah benih terhadap
anakan total dan persentase anakan padi Tabela Sebar ... 40
4. Hubungan antara jumlah benih dengan Volume Akar,dan Kerebahan
padi Tabela Sebar... 41
5. Hubungan antara Dosis Pupuk Urea dan Hasil GKG padi Tabela
Kuadrat ... 65
PENDAHULUAN Latar Belakang
Pangan adalah kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa yang
kalau kekurangan dapat menimbulkan kerawanan sosial, ekonomi dan politik
yang memicu terjadinya instabilitas nasional. Dalam rancangan program
pembangunan pertanian Departemen Pertanian RI tahun 2005-2009,
peningkatan produksi pangan nasional masih difokuskan pada tiga jenis komoditi
utama yaitu padi, jagung dan kedelai.
Kesenjangan pangan saat ini makin melebar karena kebutuhan pangan
terus meningkat tidak diiringi laju peningkatan produksi karena konversi lahan
pertanian produktif menjadi non-pertanian semakin meluas terutama di pulau
Jawa yang tidak diikuti dengan ekstensifisikasi, degradasi kesuburan tanah terus
meningkat dan ketersediaan air makin terbatas. Selain itu kemarau
berkepanjangan dan banjir yang melanda persawahan di beberapa daerah setiap
tahun dan pemberlakuan UU otonomi daerah diperkirakan berpotensi sebagai
penyebab kesenjangan penyediaan pangan di Indonesia.
Produktivitas padi di Indonesia masih rendah, hanya mencapai 4,4 ton/ha
dan 1.19 ton/ha untuk kedelai, sementara produktivitas padi di Australia
mencapai 9.5 ton/ha, Jepang 6.65 ton/ha dan Cina 6.35 ton/ha (Purba dan Las
2002). Penduduk Indonesia saat ini mencapai 216 juta dan pertumbuhan
rata-rata per tahun 1,5 %, untuk mencapai swasembada pada tahun 2010 diperlukan
peningkatan produksi sebesar 1,8 – 2,1 % pertahun (Suprihatno et al. 2001). Dalam upaya mengatasi kekurangan pangan, pemerintah membuat
kebijakan instant dengan melakukan impor. Kebijakan tersebut ternyata menimbulkan kontroversi karena menyebabkan harga gabah petani turun dan
berdampak terhadap menurunnya motivasi petani untuk tetap bekerja disektor
pertanian. Dalam situasi yang tidak menguntungkan tersebut dan lebih
diperburuk oleh naiknya harga sarana produksi pertanian sehingga berdampak
luas terhadap pembangunan pertanian di Indonesia. Peningkatan produksi padi
dan kedelai selama ini dilakukan dengan tiga cara yakin: (1) meningkatkan
produktivitas lahan (2) perluasan areal penanaman dan (3) diversifikasi pangan.
tinggi, sementara dana terbatas, maka pendekatan yang dilakukan adalah
meningkatkan IP (Indeks Pertanaman).
Disinyalir oleh banyak kalangan, lahan sawah sudah sulit ditingkatkan
produktivitasnya karena sudah pada tingkat jenuh (levelling off) dan karena itu harus mengembangkan teknik budidaya yang mengarah pada upaya perbaikan
mutu lahan sawah, teknik budidaya yang lebih baik dan efisiensi dalam
memanfaatkan waktu, penggunaan tenaga kerja dan biaya produksi.
Budidaya padi Tapin (Tanam pindah) adalah suatu teknik budidaya padi
melalui pembibitan atau persemaian dan dipindahkan (transplanting) ke lapang setelah bibit atau semai tersebut dianggap mampu beradaptasi dengan kondisi
tempat tumbuh. Budidaya padi Tapin diketahui banyak kelemahannya sehingga
perlu dikembangkan alternatif teknis budidaya padi Tabela (Tanam Benih
Langsung). Tabela adalah suatu teknik menanam padi dengan cara benih
ditanam langsung di lapang tanpa melalui persemaian. Tabela dapat
memberikan kontribusi nyata dalam peningkatan produksi padi sawah terutama
melalui efisiensi pemanfaatan lahan dengan peningkatan indeks pertanaman
dalam setahun (De Datta dan Nantasomsaran 1991; Fagi dan Zaini 1996).
Selama ini budidaya padi Tabela dikembangkan pada lahan OTS (Olah
Tanah Sempurna) karena benih dapat disebar secara merata dan tumbuh lebih
cepat daripada gulma (De Datta dan Nantasomsaran 1991; Pathinayake et al. 1991). Persiapan lahan OTS adalah teknik menyiapkan lahan dengan cara
membajak tanah sawah dua kali dan kemudian diratakan, tetapi cara tersebut
memperlambat waktu tanam, membutuhkan air banyak saat membajak dan
pelumpuran serta terbentuk lapisan kedap air pada kedalaman bajak. Oleh
karena itu perlu dikembangkan teknik persiapan lahan TOT (Tanpa Olah Tanah)
yaitu suatu teknik menanam padi tanpa melakukan pembajakan atau pelumpuran
tanah. Menurut Utomo (1996), TOT dapat mengkonservasi tanah dan air
sehingga dapat dimanfaatkan untuk jangka panjang, karena terjadi akumulasi
bahan organik dari singgang/jerami padi dan sisa tumbuhan (gulma) yang dapat
berfungsi memperbaiki sifat fisik dan meningkatkan kesuburan tanah (Utomo
1994 dan Tjitrosemito 2005). Dengan melihat sisi positif persiapan lahan TOT
dan budidaya padi Tabela ini dapat merupakan alternatif budidaya yang perlu
dikembangkan dengan mengkaji secara seksama berbagai aspek agronomi
Dalam pengembangan budidaya padi Tabela, banyak varietas dan galur
tidak semuanya cocok ditanam secara Tabela karena karakter morfologi tidak
mendukung, seperti vigor benih rendah sehingga tidak tumbuh pada kondisi
lahan sawah tergenang, kerebahan tinggi, hasil dan mutu gabah rendah serta
gangguan tikus/burung pada saat benih disebar dalam kondisi lahan
macak-macak serta penyiangan gulma sulit dilakukan secara manual. Sehubungan
dengan hal tersebut perlu dilakukan seleksi varietas dan galur yang dapat
menyesuaikan terhadap lingkungan sub optimal (Makmur 1980).
Di jalur Pantura Jawa Barat, produktivitas lahan sawah irigasi teknis masih
rendah. Setelah dua kali musim tanam padi, lahan sawah tersebut tidak digarap
(bera), sehingga IP tidak pernah mencapai 300 % dalam setahun. Menanam
kedelai setelah padi sawah OTS sudah menjadi kebiasaan petani sejak lama,
khusunya di jalur Pantura Jawa Tengah (Tjitrosemito 2005), namun karena air
tanah dan suplai air irigasi yang sangat terbatas sehingga hanya sebagian kecil
petani yang memanfaatkan sawahnya dan lebih banyak dibiarkan bera
(Somaatmadja 1985; Hidayat et al. 1991).
Sehubungan dengan berbagai hal berkaitan dengan upaya peningkatan
produktivitas tanaman dan lahan sawah, maka dilakukan serangkaian penelitian
untuk mengkaji aspek agronomi pengembangan budidaya padi Tabela dan
kedelai setelah padi sawah sehingga selain ada upaya konservasi tanah dan air,
juga memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan petani dan
keluarganya serta swasembada dalam program ketahanan pangan.
Kerangka Pemikiran
Seleksi varietas dan galur padi yang cocok untuk budidaya Tabela sangat
perlu dilakukan karena tidak semua varietas dan galur padi yang dibudidayakan
secara Tapin dapat dikembangkan secara Tabela. Budidaya padi Tabela
mensyaratkan adanya karakter morfologi yang mendukung hasil tinggi, seperti
tidak mudah rebah dan vigor benih yang tinggi sehingga dapat tumbuh baik pada
kondisi tergenang. Jika benih padi disebar dalam keadaan tanah macak-macak,
timbul masalah gangguan hama tikus/burung serta kompetisi gulma yang sulit
dihindarkan. Penggenangan sawah setelah benih disebar adalah suatu cara
mengatasi gulma dan gangguan hama. Tetapi dalam implementasi dilapangan
ternyata banyak diantara varietas dan galur yang telah ada, memiliki vigor benih
Kerebahan dan penurunan mutu serta kehilangan hasil gabah adalah
kasus umum yang seringkali terjadi. Kerebahan padi Tapin tidak sebesar yang
dialami Tabela yang bisa terjadi lebih awal pada saat keluar malai (kerebahan
dini) dan terutama menjelang panen. Bila suatu varietas atau galur padi mudah
rebah dan bulirnya mudah rontok, akibatnya padi gagal dipanen. Keberhasilan
budidaya padi Tabela ditentukan oleh banyak faktor yang berperan, selain aspek
agronomi seperti varietas atau galur, populasi atau kerapatan tanaman, cara
tanam Tabela dan pemupukan yang tepat, juga tenaga kerja dan biaya produksi
menjadi pertimbangan.
Kerapatan tanaman padi yang terlampau tinggi menyebabkan kompetisi
diantara individu tanaman padi sehingga tanaman membentuk anakan sangat
sedikit dan batang padi (dalam satu rumpun) tidak tumbuh kokoh, akibatnya
tanaman padi menjadi sangat mudah rebah. Sebaliknya apabila populasi
tanaman rendah, maka banyak ruang kosong tidak terisi (gap) akibatnya individu
tanaman padi tumbuh kokoh dan tahan rebah, tetapi jumlah populasi tanaman
padi tersebut tidak dapat mengkompensasi hasil gabah yang tinggi.
Mineral tanah tidak menghasilkan nitrogen, sehingga suplai dari luar sangat
diperlukan. Nitrogen merupakan kebutuhan dasar tanaman padi maupun kedelai
untuk menghasilkan pertumbuhan secara optimal dan hasil yang tinggi. Jika N
berlebihan maka akibatnya pertumbuhan vegetatif berlebihan dibanding generatif
dan tanaman padi cenderung mudah rebah. Sebaliknya jika nitrogen tidak sesuai
dengan kebutuhan tanaman maka bisa jadi pertumbuhan tidak optimal dan hasil
padi menjadi rendah. Pada tanaman kedelai, N dibutuhkan dalam jumlah sedikit
sebagai starter. Jika nitrogen kurang maka pertumbuhan vegetatif kurang baik,
tetapi sebaliknya apabila nitrogen diberikan dalam jumlah berlebihan, maka
pembentukan bintil akar terhambat dan akibatnya fiksasi N dari udara oleh
bakteri Rhizobium menjadi rendah.
Persiapan lahan OTS bertujuan melumpurkan tanah, mempercepat
dekomposisi bahan organik dan mengendalikan gulma, tetapi membajak tanah
hanya dapat dilakukan bila ada air irigasi dan tersedia alat pembajak seperti
traktor dan kerbau. Oleh karena air irigasi terbatas, akibatnya waktu tanam lebih
panjang dan musim tanam tidak serempak. Membajak tanah sawah secara
terus-menerus akan menciptakan lapisan kedap air pada kedalaman bajak. Jika suplai
retak-retak dan akibatnya terbentuk bongkahan-bongkahan besar yang padat dan
keras terutama tanah dengan kandungan liat tinggi.
Membajak dan melumpurkan sawah dibutuhkan banyak air irigasi sehingga
suplai air tidak tersedia cukup untuk mencakup areal sawah yang lebih luas.
Selain itu dibutuhkan biaya besar untuk sewa traktor. Sementara persiapan lahan
TOT dapat memugar lahan sawah karena terjadi akumulasi bahan organik,
mengurangi penggunaan air irigasi, mengurangi biaya produksi dan
mempercepat waktu tanam sehingga produktivitas tanaman dan lahan serta
pendapatan petani meningkat.
Menanam kedelai setelah padi sawah bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas lahan sawah dan meningkatkan produksi kedelai. Tetapi apabila
sebelumnya lahan sawah diolah secara sempurna atau intensif secara
terus-menerus, maka konsekuensinya adalah tanaman kedelai dihadapkan pada
situasi lahan kurang baik yakni, tanah kering dan keras serta retak-retak,
kandungan bahan organik rendah dan air tanah tidak cukup tersedia untuk
menunjang pertumbuhan kedelai. Akibatnya tanaman kedelai tumbuh tidak
seragam juga tidak merata karena banyak celah tanah (gap) yang terbentuk,
tanaman tumbuh merana dan bahkan mati sebelum dipanen.
Tujuan Penelitian
1. Mencari varietas dan galur padi yang sesuai untuk dikembangkan dengan
teknik budidaya padi Tabela.
2. Mengetahui varietas/galur padi Tabela sebar dengan jumlah benih optimum
yang sesuai dengan persiapan lahan dengan hasil gabah yang tinggi.
3. Mendapatkan cara tanam padi Tabela dan varietas/galur padi yang tahan
rebah, waktu panen lebih cepat, mudah pemeliharaannya dan sesuai dengan
berbagai persiapan lahan.
4. Mendapatkan dosis pupuk urea optimal yang tidak menyebabkan kerebahan
dan hasil gabah yang tinggi pada berbagai persiapan lahan untuk
pengembangan budidaya padi Tabela kuadrat.
5. Mendapatkan dosis pupuk urea optimal pada persiapan lahan TOT untuk
pengembangan kedelai setelah padi Tabela kuadrat.
1. Meningkatkan produktivitas tanaman dan lahan sawah, mengurangi
kebutuhan sarana produksi dan menghemat air irigasi.
2. Mendukung swasembada pangan khususnya beras dan kedelai untuk program
ketahanan pangan nasional.
3. Memajukan olah tanah konservasi untuk menunjang pertanian berkelanjutan di
Indonesia.
Hipotesis
1. Didapatkan varietas dan galur padi sesuai untuk budidaya padi Tabela dengan
karakter morfologi tumbuh baik pada kondisi lahan tergenang, tahan rebah
dan hasil gabah yang tinggi.
2. Varietas/galur padi Tabela sebar dengan kerapatan optimal sesuai untuk
persiapan lahan OTM dan OTS.
3. Cara tanam padi Tabela kuadrat dapat mengurangi kerebahan varietas/galur
padi yang mudah rebah, umur panen cepat, hasil gabah tinggi dan sesuai
dengan persiapan lahan TOT.
4. Dosis pupuk urea yang optimal relatif sama pada persiapan lahan OTS dan
TOT untuk pengembangan budidaya padi Tabela kuadrat.
5. Dosis pupuk urea optimal lebih rendah pada persiapan lahan TOT untuk
TINJAUAN PUSTAKA
Budidaya Padi Sawah Tapin dan Tabela
Budidaya Padi Tapin
Sebagian besar persawahan di Indonesia ditanami padi dengan cara Tapin
dan lahan diolah secara OTS (budidaya padi OTS), sedangkan tanpa olah tanah
(budidaya padi TOT) masih sangat jarang dilakukan oleh petani. Menanam padi
dengan cara Tapin, dimana benih disemaikan terlebih dahulu dan setelah bibit
berumur 21 hari atau lebih kemudian dipindahkan ke lapang.
Pada sistem budidaya Tapin, paling sedikit ada tiga akibat yang timbul
yaitu: (1) sistem perakarannya menjadi rusak, (2) tanaman induk mati, (3)
tanaman mengalami stagnasi (De Datta 1981). Bila bibit telah berumur lebih dari
21 hari maka daunnya dipotong dan lebih cepat mengeluarkan malai
dibandingkan anakannya, sehingga tumbuhnya tidak seragam. Selanjutnya
tanaman induk beserta malainya mengering dan mati. Untuk memacu
pembentukan dan pertumbuhan anakan baru, maka tanaman padi perlu dipupuk
dengan urea dengan dosis yang tepat.
Melihat berbagai masalah dalam pengembangan budidaya Tapin maka
banyak petani di Asia mulai beralih pada budidaya Tabela. Di Asia, budidaya
Tapin mulai ditinggal dan mengembangkan budidaya Tabela (Azmi dan Hussain
1996; De Datta dan Nantasomsaran 1991; Lim et al. 1991; Burhan 1996), karena adanya suplai air irigasi, varietas padi modern berumur pendek dan biaya buruh
meningkat serta tersedia herbisida yang selektif.
Budidaya Padi Tabela
Budidaya padi Tabela adalah suatu teknik menanam padi tanpa melalui
persemaian dan pemindahan bibit (transplanting). Budidaya padi Tabela dapat mengatasi kelemahan-kelemahan pada budidaya padi Tapin sehingga
pertumbuhan dan hasil padi Tabela cenderung lebih tinggi dibanding Tapin.
Budidaya padi Tabela yang dikembangkan saat ini adalah Tabela sebar dan
Tabela larikan. Kelemahan utama padi Tabela sebar dan Tabela larikan adalah
karena kerebahan sangat tinggi akibatnya kehilangan hasil panen cukup besar
Di Indonesia, sebenarnya budidaya padi Tabela telah lama dilakukan oleh
petani tetapi karena berbagai alasan dan kendala maka sistem tersebut tidak
berkembang dengan baik. Budidaya Tabela baru mulai diterapkan didalam
program Sistem Usahatani Padi berbasis Agribisnis (SUTPA) tahun 1998, dan
telah dicoba di 14 Propinsi di Indonesia. Berdasarkan hasil pengkajian SUTPA
menunjukkan bahwa hasil ubinan panen perdana varietas Memberamo dengan
cara Tabela lebih tinggi dibanding Tapin. Namun demikian varietas Memberamo
ternyata mudah rebah dan persentase gabah hampa lebih tinggi dibanding cara
Tapin (Fagi dan Zaini 1996). Selain varietas Memberamo juga dikembangkan
varietas IR-64 dan Cisadane, namun produksinya lebih rendah 15-20 % dari
varietas Memberamo.
Berdasarkan kenyataan dalam pelaksanaan program SUTPA (Fagi dan
Zaini 1996) yang ada di lapang, ternyata belum dapat memberikan hasil sesuai
diharapkan, dan oleh karena itu dalam sistem produksi padi Tabela dapat
dilakukan beberapa cara yang mungkin produksi padi dapat ditingkatkan, yakni
antara lain: (1) perbaikan dalam pemupukan terutama N dan K, (2) jumlah benih
yang akan disebar, (3) mencari varietas tahan rebah atau patah batang, (4)
jumlah anakan kurang tetapi jumlah bulir tiap malai tinggi, dan (5) melakukan
pengaturan air yang memadai, (6) mencari dan memperbaiki metode penanaman
dan (7) menerapkan pengelolaan gulma yang lebih efisien.
Kerebahan Padi Tabela
Salah satu kendala utama dalam pengembangan budidaya padi Tabela
adalah kerebahan karena berakibat rendahnya hasil padi (Fagi dan Zaini 1996;
De Datta dan Natasomsaran 1991). Kerebahan padi setelah heading sangat menurunkan hasil gabah. Dikemukakan oleh Lim et al. (1991) tingkat kerebahan padi Tabela sebar pada tanah yang digenangi lebih besar daripada Tabela (direct seeding) pada tanah kering atau Tabela (drill seeding) pada tanah digenangi. Hasil penelitian Cia tahun 1990 (De Datta dan Nantasomsaran 1991)
menunjukkan bahwa Tapin lebih fleksibel dan memiliki ketahanan rebah daripada
Tabela. Menurut Lim et al. (1991) diduga bahwa ketebalan culm padi dan perakaran yang bertanggung jawab terhadap ketahanan rebah padi Tabela.
Dari laporan divisi penelitian Syngenta tahun 1982 (Tabel 2), dilaporkan
bahwa jumlah benih yang disebar terlampau banyak, tidak diikuti dengan
menunjukkan, dengan jumlah benih yang disebar lebih banyak, tidak selalu dapat
memberikan hasil padi yang lebih tinggi (Lim et al. 1991). Sehubungan dengan hal tersebut, dengan jumlah benih 40 - 80 kg/ha sudah cukup untuk Tabela,
meskipun dengan jumlah benih tersebut mungkin gulma dapat ditekan, tetapi
hasil gabah tidak maksimal (Burhan 1996). Dalam kaitan dengan pengembangan
budidaya padi Tabela dalam program SUTPA, disarankan agar menggunakan
jumlah benih sebanyak 60 kg/ha (Fagi dan Zaini 1996).
Tabel 1. Hasil dan komponen hasil yang dipengaruhi oleh jumlah benih padi Tabela Jumlah benih (kg/ha ) Jumlah benih Hidup/m2 Jumlah malai/m2 Jumlah bulir/malai Bulir matang (%) Bobot 1000 (g) Hasil padi (ton/ha) 16 18 21 27 35 40 43
30 d 40 d 60 d 80 c 100 bc 120 ab 140 a
333 ab 363 ab 365 a 419 ab 427 ab 470 b 476 ab
78 ab 79 ab 80 a 79 ab 69 ab 69 b 74 ab
91 a 89 ab 90 a 86 b 81 c 81 c 78 d
20.8 20.6 22.0 20.5 21.5 20.6 20.8
4.5 c 5.2 ab
5.4 a 5.6 a 4.9 bc 4.6 c 4.6 c
Sumber: Lim et al. (1991)
Tabel 2. Pengaruh jumlah benih terhadap hasil padi Tabela
Jumlah benih (kg/ha) Hasil padi (kg/ha) Perbedaan disiang bergulma
20 40 60 80 100 120 3394 4749 4807 4813 4793 4786 1809 2184 2889 2994 3294 3327 1585 2565 1918 1819 1495 1459
Sumber: Burhan (1996)
Keberhasilan budidaya Tabela selain ditentukan oleh vigor benih, cara
penyiapan lahan dan pengelolaan gulma serta kontrol air, juga cara tanam dan
jumlah benih ikut berperan. Perbedaan cara tanam ternyata menghasilkan gabah
yang berbeda pula. Hasil penelitian (Tabel 3) yang dilaporkan Biswas et al. (1991) menunjukkan, cara tanam Tabela sangat menentukan hasil padi yang
dapat dicapai meskipun dalam kondisi lahan yang relatif sama karena cara
kerebahan padi yang terjadi. IRRI melaporkan tahun 1985 bahwa kerugian hasil
padi karena kerebahan dapat mencapai hingga 1 ton/ha pada beberapa varietas
modern (De Datta dan Natasomsaran 1991).
Tabel 3. Hasil padi pada berbagai cara Tabela
Metode tanam Hasil (ton/ha)
Sebar langsung (tidak ada penyulanan) Sebar langsung (dengan penyulaman) Tanam tugal
Tanam mengikuti alur bajak
2.8 3.5 3.5 3.1 Sumber: Biswas et al. (1991)
Prototipe Padi Tabela
Hal penting yang perlu diketahui dalam budidaya Tabela adalah
hubungan antara source (sumber) dan sink (lubuk). Sumber adalah bagian organ
yang mensuplai asimilat sedangkan lubuk merupakan bagian organ tempat
tujuan translokasi asimilat. Hubungan keduanya dipakai untuk menganalisis
proses produksi hasil tanaman. Apabila suatu tipe tanaman memiliki sumber
terbatas, ditandai dengan kehampaan yang tinggi (lebih dari 20 %). Untuk
memperbaiki sumber terbatas maka dilakukan dengan cara meningkatkan
aktifitas fotosintesis daun dan mencegah mengeringnya daun atau mencegah
penuaan dini dari daun. Lubuk terbatas merupakan kasus umum padi di daerah
tropis.
Tanaman memiliki pertumbuhan vegetatif berlebihan sehingga suplai
asimilat terbatas bagi gabah. Persentase gabah isi bisa mencapai 85 % dan
terdapat hubungan yang erat antara hasil gabah dan jumlah gabah tiap satuan
luas. Murata dan Matsushima (1978 dalam Ismunadji dan Roechman 1988) menjelaskan bahwa varietas-varietas yang mempunyai hubungan erat antara
Indeks Luas Daun (ILD) saat berbunga dengan hasil termasuk varietas dengan
lubuk terbatas. Besarnya nisbah antara potensi hasil dan ILD (lubuk/sumber)
pada waktu berbunga cenderung dimiliki oleh varietas yang mempunyai ukuran
gabah besar. Jumlah anakan dan tipe tumbuh tanaman dimana perpanjangan
batangnya bersamaan dengan perkembangan malai, menyebabkan terjadinya
kompetisi asimilat bagi kedua organ tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut
dapat digunakan varietas-varietas yang memiliki daun bendera yang berukuran
Menurut Vergara et al. (1991), upaya untuk meningkatkan potensi hasil dari suatu tipe tanaman difokuskan pada peningkatan laju fotosintesis, produksi
biomass dan indeks panen. Beberapa tipe tanaman padi yang dianjurkan untuk
padi Tabela adalah sebagai berikut:
1. Membentuk anakan sedikit, menghasilkan anakan yang vigor dan besar
untuk menghasilkan kerapatan biji yang tinggi,
2. Tipe malai berat, untuk menghasilkan malai dengan cabang-cabang utama
yang banyak,
3. Malai tersusun terutama pada cabang-cabang utama, karena cabang utama
memiliki kerapatan biji yang tinggi dan sedikit yang hampa serta gabah
setengah berisi (half-filled),
4. Pangkal malai (pedicellar) lebih besar, memperbaiki transport asimilat, 5. Culm tebal, untuk memperbesar jaringan pembuluh (vascular bundle),
mengurangi kecenderungan untuk rebah, penyokong yang baik bagi malai,
dan memungkinkan sebagai tempat yang luas untuk akumulasi karbohidrat,
6. Bulir berukuran sedang, karena biji yang besar mempunyai kepadatan yang
rendah dan biasanya biji tidak terisi penuh,
7. Daun-daun tebal dan tegak, untuk memperbaiki distribusi cahaya dan
meningkatkan laju fotosintesis tiap unit luas daun,
8. Pelepah daun bendera hijau gelap, untuk meningkatkan produksi asimilat,
9. Penuaan lambat, untuk meningkatkan produksi asimilat dan periode yang
panjang untuk pengisian biji,
10. Laju fotosintesis tinggi ketika Photosinteticly Active Radiation (PAR) rendah, supaya suplai karbohidrat tidak begitu menjadi pembatas selama musim
basah,
11. Lama pertumbuhan sedang, sehingga karbohidarat terakumulasi sebelum
pembungaan (heading),
12. Tinggi tanaman sedang dengan indeks panen 0.55 dan oleh karena tanaman
kerdil (semidwarf ) cenderung membentuk anakan yang banyak.
Persiapan Lahan Padi Sawah Persiapan Lahan OTS
Di Indonesia lahan sawah luasnya mencapai lebih dari 10 juta ha, ditanami
2 musim tanam dalam setahun dan umumnya diolah secara OTS, dibajak
pengaturan suplai air irigasi dan kesiapan traktor. Berbeda dengan lahan tadah
hujan, sebagian besar dibajak dengan hewan atau dicangkul dan hanya
sebagian kecil menggunakan traktor. Keadaan demikian itu antara lain sebagai
penyebab waktu tanam terlambat dan musim tanam tidak serempak sehingga IP
300 % sulit dicapai dan akibatnya produktivitas lahan sawah menjadi rendah.
Sudah saatnya pemerintah mengubah arah kebijakan persiapan lahan
OTS menjadi TOT sebagai kebijakan nasional dalam rangka peningkatan
produktivitas pangan nasional. Teknologi budidaya padi sawah selama ini
menganjurkan agar petani menyiapkan lahan padi sawah dengan teknik OTS,
yaitu mengolah tanah secara intensif dengan cara membajak tanah dua kali dan
meratakannya sebelum ditanami. Teknik OTS dimaksudkan untuk melumpurkan
tanah, memudahkan penanaman, mengendalikan gulma dan meningkatkan
produksi padi. Tidak disadari oleh petani bahwa teknik tersebut berpotensi
terhadap (1) degradasi mutu lahan, (2) memberikan kontribusi terhadap
peningkatan gas rumah kaca terutama metan (CH4), dan (3) menggunakan air
berlebihan untuk pelumpuran (Fagi dan Zaini 1996).
Pengolahan tanah secara OTS terus-menerus pada tanah sawah
khususnya tanah dengan kandungan liat tinggi, berakibat pada memburuknya
sifat fisik tanah antara lain agregat tanah menjadi tidak mantap dan terbentuknya
lapisan kedap air pada kedalaman bajak (20 - 30 cm). Adanya lapisan kedap air
yang keras menyebabkan peresapan air kedalam tanah terhambat dan
kehilangan air tanah dengan aliran permukaan berlangsung secara cepat
sehingga kapasitas tanah sawah menjadi berkurang untuk menyimpan air lebih
banyak dan bahkan kehilangan air lebih cepat terjadi ((evaporasi), sehingga
tanah sawah tidak dapat menyediakan air cukup untuk mendukung pertumbuhan
tanaman palawija pada musim tanam berikutnya terutama pada musim kemarau.
Tanah dengan kadar liat tinggi dan mempunyai sifat mudah mengembang,
apabila beberapa hari tidak diairi, maka apabila dilakukan OTS tanah menjadi
retak-retak dan membentuk bongkahan yang menganga lebar. Kondisi demikian,
dapat mengakibatkan akar tanaman padi terputus-putus dan kehilangan air tanah
lebih cepat terjadi. Menurut Arsyad (1989), dalam proses pembentukan agregat
dimulai dari penghancuran bongkahan-bongkahan tanah oleh akar tumbuhan
dan akar tumbuhan memasuki bongkahan dan menyebabkan timbulnya
maupun miselia jamur dapat mengikat butir-butir tanah secara mekanis maupun
kimia sehingga agregat tanah menjadi mantap.
Pelumpuran tanah sawah dapat merusak struktur tanah dan mengubah
pori-pori makro menjadi pori-pori-pori-pori mikro sehingga permiabilitas tanah tersebut menjadi
rendah. Penggenangan air setelah pelumpuran dapat menghentikan difusi oksigen
ke dalam tanah, akibatnya aktivitas mikroba aerob terhenti tetapi sebaliknya
mikroba anaerob menjadi aktif. Tidak adanya oksigen pada sistem tanah yang
digenangi tersebut menurut De Datta et al. (1980 dalam Ismunadji dan Roechman 1988), menyebabkan organisme fakultatif dan yang benar-benar anaerobik
menjadi aktif. Selanjutnya dalam kondisi tanah yang demikian itu, maka
dekomposisi bahan organik akan lebih lambat dan tidak komplet dalam sistem
tanah anaerobik daripada sistem aerobik, demikian juga laju mineralisasi bahan
organiknya.
Pembajakan dan pelumpuran tanah sawah juga menyebabkan produktivitas
tanah menurun karena banyak hara yang hanyut oleh air, dan apabila terjadi
kekeringan yang berlangsung dalam jangka waktu lama maka tanah menjadi padat
dan retak-retak. Dilaporkan, tanaman padi yang ditanam dengan tanah dibajak dan
dilumpurkan dan apabila mengalami kekeringan dalam fase pertumbuhan
vegetatif hasil gabah kering turun hingga mencapai 1.8 ton/ha bila dibanding
dengan tanah yang tidak diolah, tetapi sebaliknya apabila terjadi kekeringan dalam
fase premordia justru memberikan hasil padi relatif tinggi (Sanchez 1973 dalam Ardjasa et al. 1995).
Sehubungan dengan pengembangan budidaya TOT, hasil-hasil penelitian
di berbagai daerah di Indonesia menunjukkan bahwa persiapan lahan OTS dan
TOT menghasilkan produksi padi yang relatif sama, dan bahkan hasil padi TOT
terkadang sedikit lebih tinggi dibanding OTS (Tabel 4). Hasil penelitian
diberbagai daerah di Indonesia menunjukkan bahwa budidaya padi OTS dan
TOT memberikan hasil gabah relatif sama (Ardjasa et al. 1996; Bangun 1996). Hasil penelitian Ardjasa et al. (1996), dalam budidaya Tabela dan Tapin pada lahan TOT dan OTS dengan cara pengairan terus-menerus dan intermitten
menunjukkan bahwa hasil padi Tabela cenderung lebih tinggi daripada Tapin
pada lahan TOT daripada OTS. Sehubungan dengan itu, kualitas pengolahan
yang baik akan mengurangi populasi gulma setelah benih padi disebar dan
tingkat kerebahan tananam padi dapat dikurangi terutama menjelang fase
[image:30.612.133.506.185.378.2]pembungaan (heading).
Tabel 4. Produksi GKG pada budidaya padi OTS dan TOT di beberapa tempat dan musim tanam
Hasil GKG (ton/ha) Daerah
OTS TOT Sumber pustaka*)
Lampung 4.46
5.76 4.69 5.25 5.05 5.08 4.91 5.45
Sembodo DRJ. et al. (1996), MK 96 Sembodo DRJ. et al. (1997), MH 97 Ardjasa WS. et al. (1996), MH 95/96 Ardjasa WS. et al. (1997), MK 97 Sumatra Selatan 5.81
5.03 4.39 3.14 5.60 4.60 4.19 3.58
Susanto H (1997) Noor (1996), MH 95/96 Noor (1996), MK 93/94 Noor (1996), MH 92/93 Sumatra Barat 3.85
4.12 3.84
3.90 4.18 4.25
Zainal K. et al. (1996), MH 95/96 Erdiman et al. (1996), MH 95/96 Erdiman et al. (1995), MH 95/96 Jawa Tengah 4.65 4.54 Bangun F (1996)
Kalimantan Selatan 4.26 3.92 Bangun F (1996) Kalimantan Tengah 3.51
3.96
3.84 4.32
Simatupang RS et al. (1997), MH 96/97 Simatupang RS et al. (1997), MK 96/97 *)rangkuman hasil penelitian
Persiapan Lahan TOT
Konsep dasar persiapan lahan secara OTK (Olah Tanah Konservasi)
adalah menyisakan bahan organik 30 % atau lebih (Paul et al. 1986, Utomo dan Chozin 1997). Selanjutnya Utomo (1996) menyatakan bahwa teknik olah tanah
yang termasuk dalam rumpun OTK adalah: (1) OTKB (Olah Tanah Konvensional
Bermulsa, (2) OTM (Olah Tanah Minimum) dan (3) TOT (Tanpa Olah Tanah).
OTK didefinisikan sebagai suatu praktek mereduksi, merubah atau
meniadakan pengolahan tanah untuk memelihara residu pada permukaan tanah
sehingga mampu melindungi tanah dari erosi sepanjang tahun. Menurut
Tjitrosemito (2005) Teknik TOT tidak hanya sekedar tanpa mengolah tanah,
tetapi juga tercakup adanya pengelolaan serasah atau sisa tanaman/gulma.
Selain itu teknik TOT dapat menghemat air irigasi hingga 46 %, tenaga kerja
berkurang hingga 30 % (Utomo 1994) dan hasil padi tidak lebih rendah dari OTS
(Schumacher 1996).
Persiapan lahan padi sawah TOT secara terus-menerus menyebabkan
akumulasi bahan organik yang bersumber dari singgang (jerami) padi dan gulma
untuk dapat dimanfaatkan jangka panjang. Dengan cara TOT, secara langsung
dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan air dapat terjaga dan akibat lebih lanjut
adalah perbaikan sifat kimia dan biologi tanah. Hasil penelitian Isnaeni et al. (1999) menunjukkan bahwa selama 4 musim tanam TOT, nilai kekerasan tanah
dan bobot isi tanah tidak berbeda dengan OTS. Menurut Phillips et al. (1980) sifat fisik tanah yang terpengaruh oleh sistem pengolahan tanah konvensional
adalah kepadatan curah (bulk density), yang mana kepadatan curah yang tinggi mempengaruhi infiltrasi dan aerasi tanah.
Pada kondisi tanah tergenang, bahan organik tanah menjadi lambat
terdekomposisi sehingga banyak terakumulasi. Perombakan bahan organik oleh
mikroba akan melepaskan hara yang terikat dalam senyawa kompleks menjadi
tersedia terutama N, P dan S. KTK bahan organik yang tinggi membuatnya
menjadi hidroskopis sehingga daya pegang air dari tanah akan menjadi
bertambah karena penambahan bahan organik ke dalam tanah. Kandungan
bahan organik yang tinggi pada tanah gambut dalam keadaan basa, tanah
menjadi masam karena penumpukan ion H dari fermentasi bahan organik.
Dekomposisi bahan organik melibatkan aktivitas mikroorganisme yaitu
bakteri, fungi dan aktinomisetes. Kondisi lingkungan tanah yang mempengaruhi
dekomposisi bahan organik dan pembentukan senyawa humat adalah
kelembaban, aerasi, pH tanah, suhu tanah, kadar liat dan aksesabilitas bahan
organik terhadap mikroorganisme.
Kompetisi Gulma pada Budidaya Padi Tabela
Pengelolaan gulma pada pertanaman padi sawah perlu dilakukan untuk
menunjang pertumbuhan padi optimal. Akibat persaingan antara gulma dan
tanaman padi dapat menurunkan hasil padi sekitar 11% (De Datta 1981), 15%
(Bangun 1996), 55% (Nyarko dan De Datta 1991), 48% pada sistem Tapin dan
55% pada sistem Tabela (Ridwan 1996). Keberhasilan dalam Budidaya padi
Tabela sangat ditentukan oleh pengolahan tanah yang baik, penggunaan
herbisida untuk mengendalikan gulma dan pengelolaan tanaman padi itu sendiri.
Ridwan (1996) menyatakan budidaya Tabela memerlukan pengolahan tanah
yang intensif dan penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma. Persiapan
lahan untuk padi Tabela adalah secara esensial tidak berbeda dengan Tapin.
Namun untuk budidaya Tabela diperlukan suatu kondisi yang baik untuk
perkecambahan yang buruk dan akar yang jelek jika air terlalu dalam (Burhan
1996; Fagi dan Zaini 1996).
Gulma merupakan masalah utama dalam budidaya Tabela (Pane et al. 1990; Lim et al. 1991; De Datta dan Nantasomsaran 1991; Supaad dan Cheong 1991; Pathinayake et al. 1991; Burhan 1996). Gulma dapat menimbulkan stres biologi pada tanaman padi Tabela, dan pilihan cara pengelolaan gulma terbatas,
maka kehilangan hasil Tabela lebih tinggi daripada Tapin (Pathinayake et al. 1991). Nampaknya bahwa pengurangan hasil padi cenderung lebih tinggi jika
pada kolompok tersebut terdapat gulma rumput disusul teki (Burhan 1994).
Laporan tahunan divisi penelitian padi tahun 1985 (Tabel 5) mengungkapkan
bahwa kehilangan hasil padi Tapin yang tidak disiang berkisar 10-25 %
sedangkan untuk Tabela lebih besar dari 50 % (Burhan 1996).
Menurut Supaad dan Cheong (1991), pada areal yang baru, penerapan
sistem Tabela secara lengkap tanpa mempelajari lebih dahulu teknologi yang
sesuai, sangat berpengaruh terhadap hasil padi. Selanjutnya dikemukakan
kehilangan hasil padi Tabela yang tidak disiangi lebih tinggi daripada Tapin, yakni
sekitar 1 ton/ha. De Datta dan Nantasomsaran (1991) menjelaskan
mengendalikan gulma dengan herbisida pada Tabela (broadcast seededflooded rice) secara nyata dapat mereduksi biomass gulma dan meningkatkan hasil gabah. Walaupun penggunaannya lebih efektif, keselamatan lingkungan harus
[image:32.612.155.479.509.641.2]dipertimbangkan (Soerjani 1997; Utomo dan Chozin 1997).
Tabel 5. Kehilangan hasil padi Tabela yang disebabkan oleh kompetisi dari kolompok gulma yang berbeda
Kelompok gulma Hasil padi
(kg/ha) (%)
Bebas gulma Daun lebar (BL) Teki-tekian (S)
Rumput-rumputan (G) BL + S
BL + G G + S BL + G + S
3165 2279 2846 1880 2619 668 1287 580
- 28 10 41 17 79 59 82
Sumber: Burhan (1996)
Selama ini lahan padi sawah dipersiapkan secara OTS secara
terus-menerus, sehingga pada keadaan kering (kemarau) tanahnya menjadi
retak-retak dan membentuk bongkahan yang besar terutama pada tanah dengan
kandungan liat tinggi. Dengan kandungan bahan organik yang rendah dan
tingginya evaporasi, menyebabkan tanah tidak dapat menyimpan air cukup untuk
menunjang pertumbuhan kedelai secara optimal (Manwan et al. 1990).
Pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa jika air tersedia cukup,
maka kedelai tumbuh dengan baik tetapi tidak seragam dan tidak merata, dan
pada musim kemarau maka kedelai tumbuh sangat merana dan bahkan mati
sebelum dipanen. Sebaliknya jika lahan sawah diolah secara TOT beberapa
musim tanam, kemudian ditanami kedelai maka pertumbuhan dan hasil kedelai
masih lebih tinggi dibanding tanah sawah yang diolah secara OTS karena
akumulasi bahan organik dalam tanah sawah sehingga sifat fisik menjadi lebih
baik, tanah tidak retak-retak dan ketersediaan air lebih banyak untuk menunjang
pertumbuhan kedelai (Sumarno et al. 1994).
Pengalaman Tjitrosemito (2005) menunjukkan bahwa penanaman kedelai
dengan cara ditugalkan pada tanah sawah seusai padi "marengan" (gadu)
dipanen dan jerami dibabat telah lama dilakukan oleh petani di Jawa Tengah.
Selanjutnya penanaman kedelai di tanah sawah kering pada musim kemarau ini
mendapatkan pembenaran dari para ahli sebagai salah satu teknik yang
termasuk dalam rumpun OTK. Walaupun demikian harus difahami bahwa OTK
tidak hanya sekedar dipraktekan karena ketidak tersediaan air yang memadai
untuk menanam padi, tetapi lebih dari itu, yaitu dalam kerangka pengembangan
sistem produksi pertanian berkelanjutan. Praktek penanaman kedelai seperti itu
mungkin sekarang disebut sebagai menanam kedelai dengan teknik TOT, karena
tanah itu tidak olah, sudah kering dan sangat keras serta pecah-pecah
permukaannya "telo" (tanah retak-retak permukaannya). Begitu kerasnya tanah
itu beberapa petani menugal tanah dengan linggis. Petani juga menanam biji
kedelai dalam telo dan rupanya embun yang tejadi didalam telo itu cukup bagi biji
kedelai untuk berkecambah.
Menurut Sanchez (1976) sisa tumbuhan dipermukaan tanah terutama
berpengaruh terhadap temperatur, kelembaban dan agregasi tanah. Sisa
tanaman dan gulma serta sekresi dari jasad hewan, dan mikroba adalah sumber
maka pemberian bahan organik akan memperbaiki agregat tanah dan tanah
menjadi gembur. Mikroba tanah mendapatkan energi dari senyawa organik yang
peka seperti gula, tepung atau pati, protein, hemiselulosa, dan selulosa;
sedangkan lignin adalah senyawa yang tahan terhadap perombakan dan
tertumpuk di dalam tanah sebagai humus. TOT dapat meningkatkan akumulasi
bahan organik dan apabila bahan organik dari sisa tumbuhan dikelola dengan
baik maka produktivitas tanah meningkat (Utomo 1996 dan Tjitrosemito 2005).
Nisbah C/N
Dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan organisme perlu
mengembangkan TOT, karena terkandung maksud mengelola serasah atau sisa
tanaman/gulma yang bertujuan menyediakan makanan atau energi bagi
mikroorganisme tanah yang sangat bermanfaat bagi sistem produksi pertanian
(Tjitrosemito 2005).
Daun, akar, batang dan ranting, sekresi dari jasad hewan dan mikroba
adalah sumber bahan organik yang dikandung oleh tanah. Mikroba tanah
mendapatkan energi dari senyawa organik yang peka (mudah terdekomposisi)
seperti gula, tepung, protein, hemiselulosa, dan selulosa; sedangkan lignin
adalah senyawa yang tahan terhadap perombakan dan tertumpuk di dalam tanah
sebagai humus. Senyawa organik bersifat seperti kompleks adsorpsi mineral liat
karena karboksil (-COOH) dan amine (-CNH2). Bahkan KTK koloid organik 2 - 30
kali KTK mineral liat. Perombakan bahan organik oleh mikroba akan melepaskan
hara yang terikat dalam senyawa kompleks menjadi tersedia terutama N, P dan
S. KTK bahan organik membuatnya menjadi hidroskopis, maka daya pegang air
dari tanah akan bertambah karena penambahan bahan organik ke dalam tanah.
Kandungan bahan organik yang tinggi seperti pada tanah gambut dalam
keadaan basa juga menyebabkan tanah menjadi masam karena penumpukan
ion H dari fermentasi bahan organik.
Karboksil dan amine dapat bermuatan positif atau negatif tergantung pada
pH tanah. Dalam keadaan basa karboksil akan bermuatan negatif, dalam keadaan
asam, -COO- akan kembali netral atau amine akan bermuatan positif (-CNH3+),
maka bahan organik dapat memainkan peran dalam menstabilkan pH tanah.
Bahan organik dapat membentuk organik-liat kompleks, maka pemberian bahan
organik akan memperbaiki agregat tanah dan tanah menjadi gembur.
Pelumpuran tanah sawah merusak struktur tanah dan mengubah pori-pori
makro menjadi pori-pori mikro sehingga permiabilitas tanah menjadi rendah.
Penggenangan air setelah pelumpuran menghentikan difusi oksigen ke dalam
tanah, akibatnya aktivitas mikroba aerob terhenti tetapi sebaliknya mikroba
anaerob menjadi aktif. Tidak adanya oksigen pada sistem tanah yang digenangi
menurut De Datta et al. (1980 dalam Ismunadji dan Roechman 1988) maka organisme fakultatif dan yang benar-benar anaerobik menjadi aktif. Selanjutnya
dikemukakan bahwa dekomposisi bahan organik lebih lambat dan tidak komplit
dalam sistem tanah anaerobik daripada sistem aerobik, demikian juga laju
mineralisasi bahan organiknya.
Mikroorganisme merupakan agen pertama penghancur bahan organik dan
memerlukan makanan tertentu (energi). Satu masalah timbul adalah apabila
kandungan nitrogen dari bahan organik yang didekomposisi sedikit, sebab
mikroba-mikroba dapat menjadi perampas nitrogen dan bersaing dengan
tanaman tingkat tinggi untuk mendapatkan nitrogen yang tersedia di dalam
tanah. Kandungan karbon bahan organik relatif konstan, antara 40 – 50 %,
sementara kandungan N bervariasi.
Sifat bahan organik meliputi jumlah dan kualitas bahan organik dan kualitas
bahan organik ditentukan oleh nisbah karbon : nitrogen (C/N), nisbah lignin :
nitrogen (L/N). Makin tinggi nisbah C/N dan L/N bahan organik maka semakin
sulit terdekomposisi, sebaliknya nisbah C/N dan L/N rendah berarti mudah
terdekomposisi. Bahan organik yang sulit terdekomposisi akan semakin lama di
dalam tanah sehingga pengaruhnya terhadap biodegradasi dan adsorbsi
semakin lama. Bahan organik dapat berperan mengurangi pencemaran tanah
oleh pestisida, logam atau senyawa beracun lainnya (Sanchez 1976).
Nitrogen adalah unsur hara yang esensial yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah banyak. Meskipun total nitrogen di dalam tanah tinggi tetapi kerapkali
tidak tersedia bagi tanaman (Thompson dan Troch 1978), karena mengalami
proses pencucian, volatilisasi, denitrifikasi dan imobilisasi (Tisdale dan Nelson
Roechman 1988) bahwa nitrogen hilang dari tanah karena diserap oleh tanaman,
tetapi hal ini tidak dipertimbangkan sebagai sesuatu yang hilang dari mekanisme
sistem tanah. Nitrogen hilang terutama karena denitrifikasi, volatilisasi amonia,
pelindian (pencucian) dan limpasan permukaan. Selain itu immobilisasi dan
fiksasi ammonium menjadikan nitrogen sewaktu-waktu tidak tersedia bagi
tanaman padi, tetapi tidak menyebabkan nitrogen hilang dari sistem tanah.
Sifat fisik tanah tidak dipengaruhi oleh pemupukan nitrogen, tetapi nitrogen
hanya akan memacu dekomposisi bahan organik. Nitrogen tanah yang ada
terutama dari kombinasi organik dalam tanah. Penguraian bahan organik
berperan penting untuk melepaskan ion-ion amonium ke larutan tanah dengan
kecepatan yang lebih lambat pada tanah tergenang daripada tanah tidak
tergenang. Menurut De Datta et al. (1980, dalam Ismunadji dan Roechman 1988) bahwa suplai dan ketersediaan nitrogen pada tanah tergenang adalah lebih
tinggi dibanding dengan tanah tidak tergenang.
Hasil penelitian yang dilakukan selama 8 tahun berturut-turut (Utomo 1996)
menunjukkan bahwa kandungan C organik dan N total tanah pada sistem TOT
lebih tinggi daripada sistem OTS. Selain N, hara lain seperti P, K, Ca, dan Mg
juga meningkat. Umumnya permukaan butir liat diduduki oleh kation Ca++, Mg++, K+, dan Na+ diketahui sebagai unsur pembentuk basa. Selanjutnya dikemukakan bahwa kesuburan tanah OTK berkaitan erat dengan adanya pendaur-ulangan
(recycle) internal hara melalui pemanfaatan mulsa tanaman maupun gulma in situ dan rendahnya erosi tanah serta pencucian hara.
Untuk menjawab berbagai permasalahan yang telah dikemukakan dalam
kerangka pemikiran dan hipotesis yang diajukan, maka dibuat serangkaian
penelitian (lima tahap percobaan) dimana tahap percobaan yang satu dengan tahap
percobaan berikutnya saling terkait sebagaimana tertuang dalam bagian-bagian
SELEKSI KARAKTER MORFOLOGI PADI TABELA PADA KONDISI TERGENANG
PENDAHULUAN
Percobaan I dilakukan untuk mendapatkan varietas dan galur padi yang
dapat dikembangkan dengan cara Tabela. Varietas dan galur padi telah banyak
dihasilkan lembaga penelitian pemerintah maupun swasta dan telah
dikembangkan dengan teknik budidaya padi Tapin. Varietas dan galur padi
tersebut tidak semua sesuai untuk teknik budidaya padi Tabela, karena
mensyaratkan adanya karakter morfologi yang mendukung hasil tinggi, seperti
vigor benih yang tinggi dan dapat tumbuh baik pada kondisi tergenang, tidak
mudah rebah dan penampilan tanaman yang baik. Oleh karena itu perlu
dilakukan seleksi varietas dan galur padi yang dapat menyesuaikan terhadap
lingkungan sub optimal (Makmur 1980), untuk mendapatkan varietas dan galur
padi sawah yang dapat dikembangkan secara Tabela.
Budidaya padi Tabela adalah suatu teknik menanam padi tanpa melalui
persemaian dan pemindahan bibit (transplanting). Tabela dikembangkan untuk mengatasi kelemahan pada budidaya padi Tapin, dimana bibit mengalami
stagnasi, mutu gabah tidak seragam, waktu tanam terlambat dan waktu panen
lebih lama serta biaya tanam lebih tinggi. Budidaya padi Tabela yang
dikembangkan saat ini adalah Tabela sebar dan Tabela larikan. Kelemahan
utama budidaya padi Tabela sebar dan Tabela larikan adalah kerebahan sangat
tinggi yang berakibat pada kehilangan hasil panen cukup besar, mutu gabah
rendah dan bahkan gagal panen apabila bulir padi mudah rontok.
Kondisi lahan sawah yang tergenang air terutama pada musim penghujan
ketika benih disebar, menjadi kendala utama pengembangan budidaya padi
Tabela sebar, karena genangan air yang berlangsung beberapa lama, dimana