LAMPIRAN
Lampiran 1. Pertambahan Tinggi dan Analisis Ragam Bibit Sukun (Artocarpus communis)
Data Pertambahan Tinggi Bibit Sukun (Artocarpus communis) Pengukuran ke-1
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
I II III IV V
Data Pertambahan Tinggi Bibit Sukun (Artocarpus communis) Pengukuran ke-2
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
I II III IV V
Data Pertambahan Tinggi Bibit Sukun (Artocarpus communis) Pengukuran ke-3
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
I II III IV V
Data Pertambahan Tinggi Bibit Sukun (Artocarpus communis) Pengukuran ke-4
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
Data Pertambahan Tinggi Bibit Sukun (Artocarpus communis) Pengukuran ke-5
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
I II III IV V
Data Pertambahan Tinggi Bibit Sukun (Artocarpus communis) Pengukuran ke-6
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
I II III IV V
Lampiran 2. Pertambahan Diameter dan Analisis Ragam Bibit Sukun (Artocarpus communis)
Data Pertambahan Diameter Bibit Sukun (Artocarpus communis) Pengukuran ke-1
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
I II III IV V
Data Pertambahan Diameter Bibit Sukun (Artocarpus communis) Pengukuran ke-2
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
I II III IV V
Data Pertambahan Diameter Bibit Sukun (Artocarpus communis) Pengukuran ke-3
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
I II III IV V
Data Pertambahan Diameter Bibit Sukun (Artocarpus communis) Pengukuran ke-4
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
Data Pertambahan Diameter Bibit Sukun (Artocarpus communis) Pengukuran ke-5
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
I II III IV V
Data Pertambahan Diameter Bibit Sukun (Artocarpus communis) Pengukuran ke-6
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
I II III IV V
Lampiran 3. Pengukuran Jumlah Daun dan Analisis Ragam Bibit Sukun (Artocarpus communis)
Data Pengukuran Jumlah Daun Bibit Sukun (Artocarpus communis)
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
I II III IV V
Lampiran 4. Pengukuran Luas Daun dan Analisis Ragam Bibit Sukun (Artocarpus communis)
Data Pengukuran Luas Daun Bibit Sukun (Artocarpus communis)
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
I II III IV V
Analisis Ragam Pengukuran Luas Daun Bibit Sukun (Artocarpus communis) Sumber
Keragaman Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung F table Perlakuan 4 180952,761 45238,19028 3,150767 3,01*
Lampiran 5. Pengukuran Luas Tajuk dan Analisis Ragam Bibit Sukun (Artocarpus communis)
Data Pengukuran Luas Tajuk Bibit Sukun (Artocarpus communis)
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
I II III IV V
Analisis Ragam Pengukuran Luas Tajuk Bibit Sukun (Artocarpus communis) Sumber
Keragaman Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung F table Perlakuan 4 1854255,832 463563,9579 3,103475 3,01*
Blok
Lampiran 6. Desain Pengacakan Blok
Blok 1 K2U1 K1 U1 K4 U1 K5 U1 K3 U1
Blok 2 K3 U2 K2 U2 K5 U2 K1 U2 K4 U2
Blok 3 K1 U3 K2 U3 K3 U3 K4 U3 K5 U3
Blok 4 K4 U4 K5 U4 K2 U4 K3 U4 K1 U4
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian
Pembuatan Anyaman Mulsa Daun Pandan Perlakuan K1 (tanpa mulsa)
Perlakuan K5 Perlakuan K4
Pengukuran Luas Daun Pengukuran Luas Tajuk
DAFTAR PUSTAKA
Amnte, W.M. 2012, Pesona Danau Toba, Sumatera Utara. http://www.all-aboutindonesia.co.cc/2012/03/pesona-danau-toba-sumatera-utara.html/ diakses pada tanggal [17 November 2015].
Arista, A., Fahrizal, dan Dirhamsyah, M. 2014. Studi Pemanfaatan Pandan Duri (Pandanus tectorius) Di Hutan Tembawang Oleh Masyarakat Desa Riam Mengelai Kecamatan Boyan Tanjung Kabupaten Kapuas Hulu. Fakultas Kehutanan. Universitas Tanjung Pura. Pontianak. Jurnal Penelitian Kehutanan. (10):533-539.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2012. Statistik Daerah Kecamatan Silahisabungan 2015. Diakses dari http://www.dairikab.bps.go.id [17 November 2015].
Departemen Kehutanan. 2003. Teknik Persemaian dan Informasi Benih Sukun. Jakarta.
Fitter, A. H., dan R.K.M. Hay. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.
Gardner, F.P., Perace, R.B., dan Mitchell, R.L,. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerjemah: Susilo, H. Jakarta: UI Press.
Goldsworthy, P.R. dan N.M.Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Diterjemahkan oleh Tohari. Gadjah Mada University Press.
Hamdani, J. S. 2009. Pengaruh Jenis Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tiga Kultivar Kentang (Solanum tuberosum L.) yang Ditanam di Dataran Medium. Fakultas Pertanian, Universitasn Padjajaran. Bandung. Jurnal Agronomi. 37 (1) : 14 – 20.
Hayati, E., Ahmad. H,A., Rahman, T,C,. 2008. Respon Pertumbuhan Jagung Manis (Zea mays, Sacharata SHOUT) Terhadap Penggunaan Mulsa dan Pupuk Organik.Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Agrista. 14(1):120-138.
Hendalastuti, H.R. dan A. Rojidin. 2006. Karakteristik Budidaya dan Pengolahan Buah Sukun : Studi Kasus di Solok dan Kampar. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan halaman 220-232. Lokasi Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Kuok. Riau.
Islami, T dan Utomo W.H. 1995. Hubungan Tanah, Air, dan Tanaman. IKIP Semarang Press. Semarang.
Jasminami. 2008. Pengaruh Jumlah Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Selada (Lactuca sativa) di Polybag. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Jambi. Jurnal Agronomi. 12(1): 30-32..
Jumin, H.B. 2005. Dasar-Dasar Agronomi. PT Raja Grafindo Persada.
Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2011. Profil 15 Danau Prioritas Nasional. Jakarta .
Kumalasari, N. R., L. Abdullah, S, Jayadi. 2005. Pengaruh Pemberian Mulsa Chromolaena (L.) Kings and Robins pada Kandungan Mineral P dan N Tanah Latosol dan Produktivitas Hijauan Jagung (Zea mays L.) Jurnal Agronomi. 23:29-36.
Lakitan, B. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) 2010. Diakses Dari http://www..Lipi.go.id. [17 November 2015].
Mulyatri. 2003. Peranan Pengelolaan Tanah dan Bahan Organik terhadap Konservasi Tanah dan Air. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi. Hal. 90-95.
Nurkhasanah, N. 2013. Studi Pemberian Air dan Tingkat Naungan Terhadap Pertumbuhan Bibit Tanaman Cabe Jamu (Piper retrofractum Vahl). Jurnal
Produksi Tanaman Vol. 1:325-332.
Pitojo, S. 1999. Budidaya Sukun. Kanisius.Yogyakarta.
Purwantoyo, E. 2007. Budidaya dan Pasca Panen Sukun. Aneka Ilmu. Semarang.
Rukmana, R. 2005. Sistem Mulsa. Yayasan Kanisius. Jakarta.
Siregar, A. S. 2010. Inventarisasi Tanaman Sukun (Artocarpus communis) Pada Berbagai Ketinggian Di Sumatera Utara. Skripsi Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Subhan dan Sumanna. 1994. Pengaruh Dosis Fosfat dan Mulsa Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kubis (Brassica olearaceae var. Cavitata L, Cv, Gloria Ocena. Buletin Penelitian Hortikultura. 27 (4):80-90.
Triwiyatno, E.A. 2003. Bibit Sukun Cilacap. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Desa
Paropo, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi.Penelitian dilakukan selama
3 bulan, dimulai bulan November 2015 sampai Januari 2016.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit sukun
(A. communis Forst) umur 3 bulan dan mulsa daun pandan berukuran
40 cm x 40 cm. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain cangkul,
kamera digital, alat tulis, kalkulator, gunting, penggaris, benang, kalifer, Microsoft
Excel dan Software image J .
Metode Penelitian
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) non faktorial :
1. Faktor pertama (Faktor K) adalah tutupan tanah terdiri dari 5 jenis
persentase luasan terbuka (mulsa pandan), yaitu :
K1 : Tutupan tanah dengan luasa terbuka 100% (kontrol)
K2 : Tutupan tanah dengan luasan terbuka 75%
K3 : Tutupan tanah dengan luasan terbuka 50%
K4 : Tutupan tanah dengan luasan terbuka 25%
K5 : Tutupan tanah dengan luasan terbuka 0%
Semua perlakuan diulang sebanyak 5 kali sehingga jumlah sukun yang
Pertimbangan penggunaan RAK (blok) dalam penelitian ini yaitu
berdasarkan:
a. Ketinggian masing – masing blok yang berbeda sehingga tidak dapat
diprediksi di blok bagian mana unsur hara dan air tersuplai lebih banyak
maupun lebih sedikit.
b. Kesuburan tanah yang dapat diasumsikan berbeda pada blok karena berada
di lapangan.
c. Kondisi bebatuan yang berbeda pada setiap blok.
Model umum rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = µ + τi + βj + Ɛij
Keterangan :
Yij = Nilai hasil pengamatan tanaman sukun pada ulangan ke-i dan perlakuan
mulsa daun pandan ke-j
µ = Rataan umum pertumbuhan sukun
τi = Pengaruh perlakuan mulsa daun pandan ke-i
βj = Pengaruh ulangan tanaman sukun ke-j
Ɛij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan mulsa daun pandan ke-i dan
ulangan tanaman sukun ke-j
Pada pengolahan data dilakukan dengan uji F pada sistem Microsoft Excel.
Jika ANOVA berpengaruh nyata terhadap uji F, maka dilanjutkan dengan uji
lanjutan berdasarkan uji jarak DMRT (Duncan Multiple Range Test) taraf 5 %.
Prosedur Penelitian 1. Penyediaan Bibit
berasal dari daerah Tanjung Morawa. Bibit sukun berumur 3 bulan dalam keadaan
fisik dan kesehatan yang baik sebanyak 25 bibit, yang akan ditanam di DTA
Danau Toba, Desa Paropo, Kecamatan Silahi sabungan Kabupaten Dairi.
2. Penanaman
Dilakukan penanaman bibit sukun di DTA Danau Toba, Desa Paropo
dengan lubang tanam ukuran 20 cm x 20 cm x 20 cm dan jarak tanam adalah
5 m x 5 m ditanam dengan melepas plastik polybag agar akar dapat menembus
tanah. Bibit sukun yang telah ditanam diberi label sesuai dengan perlakuannya.
3. Pemberian Tutupan Tanah
Disiapkan anyaman daun pandan yang sudah disesuaikan kerapatannya
yaitu 0 %, 25 %, 50 %, 75 % dan 100 %. Mulsa anyaman daun pandan yang
sudah diberi perlakuan diletakkan dipermukaan tanah pada batang utama bibit
sukun.
Parameter Pengamatan
a. Pertambahan Tinggi tanaman (cm)
Pengambilan data pertambahan tinggi tanaman dilakukan dua minggu
sekali. Pengukuran dilakukan sejak hari pertama penelitian. Tinggi
tanaman diukur mulai dari pangkal sampai titik tumbuh tertinggi dengan
menggunakan benang dan penggaris.
b. Pertambahan Diameter batang (cm)
Pengambilan data pertambahan diameter tanaman dilakukan dua minggu
sekali. Pengukuran dilakukan sejak hari pertama penelitian. Diameter
yang telah ditentukan yaitu pangkal batang yang kemudian diberi tanda
agar memudahkan pengukuran.
c. Jumlah Daun
Pengukuran Jumlah jumlah daun diambil datanya dari setiap bibit sukun
pada saat pengambilan data terakhir. Pengamatan daun dihitung mulai dari
daun yang paling bawah hingga daun yang berada disekitar pucuk
tanaman yang sudah terbuka sempurna.
d. Luas daun (cm2)
Pengukuran luas daun diambil saat pengambilan data terakhir dari setiap
bibit sukun dan daun yang diukur pada daun ke-2 pada setiap bibit sukun.
Daun diambil fotonya secara vertikal kemudian hasilnya di-scan untuk
mendapatkan pengukuran luas dengan menggunakan program Image J.
Proyeksi pengukuran luas daun tanpa melihat sudut kemiringan.
e. Luas Tajuk (cm2)
Pengukuran luas tajuk diambil saat pengambilan data terakhir dari setiap
bibit sukun. Tajuk diambil fotonya secara vertikal dari atas, kemudian
hasilnya di-scan untuk mendapatkan pengukuran luas tajuk menggunakan
program Image J. Proyeksi pengukuran luas daun tanpa melihat sudut
kemiringan
f. Persen hidup bibit (%)
Pengukuran persen hidup bibit dilakukan pada saat akhir pengukuran.
Persen hidup bibit sukun dihitung dengan membandingkan jumlah bibit
yang hidup dengan jumlah bibit sukun yang ditanam. Pengukuran persen
Pi = ni N
x100%
Keterangan:
Pi = Persen tumbuh bibit
ni = Jumlah bibit yang hidup
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pertambahan Tinggi Tanaman
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 3 bulan di lapangan
untuk parameter pertambahan tinggi, maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Pertambahan Tinggi Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Anyaman Daun Pandan
Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 1 pada parameter
pertambahan tinggi, terdapat perbedaan nilai pertambahan tinggi dari setiap
perlakuan. Rata-rata pertambahan tinggi mulai dari yang terbesar terdapat pada
perlakuan K4 (luasan terbuka 25%) yaitu sekitar 8,02 cm, K3 (luasan terbuka 50%)
sekitar 7,3 cm, K5 (luasan terbuka 0%) sekitar 6,36 cm, K2 (luasan terbuka 75%)
sekitar 4,24 cm dan rata-rata pertambahan tinggi terendah terdapat pada perlakuan
K1 (kontrol/tanpa tutupan tanah) yaitu sebesar 3,02 cm. Pemberian mulsa daun
pandan memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit sukun.
Hasil uji DMRT 5% menunjukkan bahwa perlakuan K4 tidak berbeda nyata
dengan perlakuan K3, namun berbeda nyata dengan perlakuan K1, K2, dan K5.
Pertambahan Diameter Tanaman
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 3 bulan di lapangan
Tabel 2. Pertambahan Diameter Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Anyaman Daun Pandan
Perlakuan Diameter (cm) K1 (Luasan terbuka 100%) 0,096 a
K2 (Luasan terbuka 75%) 0,132 ab
K3 (Luasan terbuka 50%) 0,208 c
K4 (Luasan terbuka 25%) 0,216 c
K5 (Luasan terbuka 0%) 0,176 bc
Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 2 pada parameter
pertambahan diameter, terdapat perbedaan nilai pertambahan diameter dari setiap
perlakuan. Rata-rata pertambahan diameter mulai dari yang terbesar terdapat pada
perlakuan K4 (luasan terbuka 25%) yaitu sekitar 0,216 cm, K3 (luasan terbuka
50%) sekitar 0,208 cm, K5 (luasan terbuka 0%) sekitar 0,176 cm, K2 (luasan
terbuka 75%) sekitar 0,132 cm dan rata-rata pertambahan diameter terendah
terdapat pada perlakuan K1 (kontrol/tanpa tutupan tanah) yaitu sebesar 0,096 cm.
Hal tersebut menunjukan bahwa penggunaan mulsa organik memberi pengaruh
yang lebih baik bagi tanaman sukun dibandingkan tanpa pemberian tutupan tanah.
Pemberian mulsa daun pandan memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan
diameter bibit sukun. Hasil uji DMRT 5% menunjukkan bahwa perlakuan K4
tidak berbeda nyata dengan perlakuan K3, namun berbeda nyata secara signifikan
dengan perlakuan K1, K2, dan K5.
Jumlah Daun
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 3 bulan di lapangan
Tabel 3. Pertambahan Jumlah Daun Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Anyaman Daun Pandan
Perlakuan Jumlah Daun (Helai)
K1 (Luasan terbuka 100%) 3,6 a
K2 (Luasan terbuka 75%) 5,8 b
K3 (Luasan terbuka 50%) 5,6 b
K4 (Luasan terbuka 25%) 6,2 b
K5 (Luasan terbuka 0%) 5,2 b
Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%
Hasil jumlah daun bibit sukun disajikan pada Tabel 3. Hasil yang
diperoleh dapat dilihat bahwa rata-rata pertambahan jumlah daun mulai dari yang
terbanyak terdapat pada perlakuan K4 (luasan terbuka 25%) yaitu sekitar 6,2 helai,
K2 (luasan terbuka 75%) sekitar 5,8 helai, K3 (luasan terbuka 50%) sekitar 5,6
helai, K5 (luasan terbuka 0%) sekitar 5,2 helai dan rata-rata jumlah daun terendah
terdapat pada perlakuan K1 (kontrol/tanpa tutupan tanah) yaitu sebesar 3,6 helai.
Pemberian mulsa daun pandan memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan
jumlah daun pada bibit sukun. Hasil uji DMRT 5% menunjukkan bahwa
perlakuan K2, K3, K4, dan K5 tidak berbeda nyata namun berbeda nyata secara
signifikan dengan perlakuan K1.
Luas Daun
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 3 bulan di lapangan
untuk parameter jumlah daun, maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Luas Daun Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Anyaman Daun Pandan Perlakuan Luas Daun (cm2)
Hasil luas daun bibit sukun disajikan pada Tabel 4. Hasil yang diperoleh
dapat dilihat bahwa rata-rata luas daun mulai dari terbesar terdapat pada perlakuan
K4 (luasan terbuka 25%) yaitu sekitar 296,806 cm2, K2 (luasan terbuka 75%)
sekitar 288,694 cm2, K3 (luasan terbuka 50%) sekitar 231,570 cm2, K5 (luasan
terbuka 0%) sekitar 182,012 cm2 dan rata-rata luas daun terkecil terdapat pada
perlakuan K1 (kontrol/tanpa tutupan tanah) yaitu seluas 64,228 cm2. Pemberian
mulsa daun pandan memberikan pengaruh nyata terhadap luas daun bibit sukun.
Hasil uji DMRT 5% menunjukkan bahwa perlakuan K4, K3 dan K2 tidak berbeda
nyata, namun berbeda nyata dengan perlakuan K1 dan K5.
Luas Tajuk
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 3 bulan di lapangan untuk parameter luas tajuk, maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Luas Tajuk Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Anyaman Daun Pandan Perlakuan Luas Tajuk (cm2)
Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%
Hasil luas tajuk bibit sukun disajikan pada Tabel 5. Hasil yang diperoleh
dapat dilihat bahwa luas tajuk rata-rata terbesar terdapat pada perlakuan K4
(luasan terbuka 25%) yaitu sekitar 1021,905 cm2, K2 (luasan terbuka 75%) sekitar
955,448 cm2, K3 (kerapatan 50%) sekitar 912,128 cm2, K5 (luasan terbuka 0%)
sekitar 734,420 cm2 dan rata-rata luas tajuk terkecil terdapat pada perlakuan K1
(kontrol/tanpa tutupan tanah) yaitu seluas 267,804 cm2. Pemberian mulsa daun
DMRT 5% menunjukkan bahwa perlakuan K4, K3 dan K2 memberikan pengaruh
tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan perlakuan K1 dan K5.
Persen Hidup
Persen hidup bibit sukun adalah persentase jumlah bibit sukun yang
ditanam dengan jumlah bibit sukun setelah pengamatan. Persen hidup bibit sukun
dapat dilihat pada tabel 6 berikut:
Tabel 6. Persen Hidup Bibit Sukun
Perlakuan Ulangan
Persen hidup dari bibit sukun dari hasil penelitian ini adalah 100 %.
Pembahasan
Pengaplikasian mulsa organik daun pandan pada bibit sukun merupakan
salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman bibit sukun agar
berjalan dengan baik, membantu tanaman sukun lebih mudah dalam menyerap air,
menjaga suhu dan kelembaban tanah serta menciptakan kondisi tanah yang sesuai
bagi bibit sukun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jumin (2005) bahwa salah satu
teknik budidaya yang dapat mengurangi terjadinya evaporasi adalah penggunaan
mulsa. Mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma, mereduksi penguapan, dan
kecepatan alir permukaan, sehingga kelembaban tanah dan persediaan air dapat
terjaga.
Hasil pengamatan dan pengukuran yang telah dilakukan serta hasil analisis
terhadap semua parameter pengamatan yaitu, pertambahan tinggi, pertambahan
diameter, jumlah daun, luas daun dan luas tajuk. Pemberian mulsa daun pandan
adalah faktor eksternal yang diberikan kepada tanaman untuk membantu
pertumbuhan tanaman. Mulsa daun pandan mampu menahan dan menyimpan air
dalam waktu yang cukup lama, sehingga mampu menjaga kelembaban tanah,
memiliki aerasi dan drainase yang baik serta meningkatkan penyerapan air tanah.
Kemampuan mulsa daun pandan mampu menjadi penyedia air di dalam tanah
yang diperlukan oleh tanaman. Mulsa daun pandan yang mengandung air dan
lembab dapat memicu pertumbuhan akar tanaman di dalam tanah. Jumlah akar
yang ada dengan kondisi tak jenuh air menyebabkan penyerapan hara menjadi
optimal sehingga proses fisiologis akan berlangsung lebih baik dan dapat
mengimbangi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sukun.
Mulsa daun pandan membantu proses fotosintesis tanaman sukun
dikarenakan bahan baku untuk melakukan fotosintesis sangat memenuhi terutama
dengan ketersediaan air sehingga hasil fotosintesis berupa karbohidrat dapat
tersuplai dengan baik ke seluruh bagian tubuh tumbuhan seperti pada batang yang
terlihat pada pertambahan tinggi dan diameter batang serta daun yang terlihat pada
pertambahan jumlah daun, luas daun dan luas tajuk yang masing-masing
berpengaruh nyata. Hal ini dijelaskan oleh Jasminani (2008) adanya air yang
cukup akan menyebabkan lebih banyak tersedia unsur hara dalam larutan air
tanah, akibatnya proses penyerapan unsur hara dan fotosintesis berjalan dengan
lancar sehingga pertumbuhan tanaman menjadi meningkat. Hal ini diperkuat
dengan pernyataan Gardner, et al. (1991) bahwa masalah penting pertama untuk
asimilasi yang tersedia lebih dari cukup bagi kebutuhan untuk pertumbuhan secara
normal, merupakan akibat adanya faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan
tanpa menghambat fotosintesis. Faktor-faktor yang lebih membatasi pertumbuhan
dibandingkan membatasi fotosintesis, seperti kekurangan air, berakibat adanya
proses diferensiasi.
Penerimaan air oleh tanaman berbanding lurus dengan luas daun yakni
semakin sedikit air yang diterima oleh tanaman maka luas dan pertumbuhan daun
akan semakin kecil. Pengaruh kekurangan air selama tingkat vegetatif ialah
berkembangnya daun-daun yang lebih kecil. Hal ini sesuai juga dengan
pernyataan Goldsworthy dan Fisher (1992) bahwa indeks luas daun yang
merupakan ukuran perkembangan tajuk, sangat peka terhadap cekaman air, yang
mengakibatkan penurunan dalam pembentukan dan perluasan daun, peningkatan
penuaan dan perontokan daun atau keduanya. Perluasan daun lebih peka terhadap
cekaman air daripada penutupan stomata, selanjutnya dikatakan bahwa
peningkatan penuaan daun akibat cekaman air cenderung terjadi pada daun-daun
yang lebih bawah, yang paling kurang aktif dalam fotosintesis dan dalam
penyediaan asimilat, sehingga kecil pengaruhnya terhadap hasil.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa keberhasilan pertumbuhan
tanaman sukun menggunakan mulsa anyaman daun pandan tergolong berhasil
dikarenakan jumlah bibit tanaman sukun yang mengalami kematian adalah 0 bibit
artinya persen hidup tanaman sukun dalam penelitian ini adalah sebesar 100 %.
Persen hidup tanaman sukun yang mencapai 100% tidak terlepas juga dari
kemampuan tanaman sukun yang dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah,
kekeringan dan tahan naungan serta penyebarannya yang mampu tumbuh di
dataran Sumatera. Penelitian Siregar (2010) juga menyatakan bahwa tanaman
sukun dapat tumbuh dengan baik sampai pada ketinggian 1100 mdpl tanpa ada
perbedaan dari segi produktivitas dan kualitas pohon yang dihasilkan sedangkan
ketinggian daripada DTA Danau toba ± 906 mdpl. Hal ini sesuai dengan
penelitian Hendalastuti dan Rojidin (2006) bahwa dapat tumbuh dengan baik
dengan ketinggian lebih dari 350-1400 mdpl dengan produktivitas yang cukup
tinggi dengan suhu 12o C – 33o C dengan topografi beragam, dataran berbukit dan
bergelombang dengan kelerengan lebih dari 16 %. Hal ini diperkuat juga dengan
pendapat Pitojo (1999) yang menyatakan sukun relatif kuat terhadap keadaan
iklim. Iklim mikro yang sangat ideal bagi pertumbuhan sukun adalah di tempat
terbuka dan banyak menerima panas sinar matahari.
Penggunaan mulsa pada bibit sukun menunjukkan bahwa pertumbuhan
tanaman bibit sukun dengan tutupan tanah (mulsa) berjalan lebih baik
dibandingkan dengan bibit sukun tanpa mulsa. Hal ini terlihat di setiap parameter
yang diukur baik pertambahan tinggi, pertambahan diameter, pertambahan jumlah
daun, luas daun dan luas tajuk, tanaman sukun yang diberi mulsa daun pandan di
setiap perlakuannya selalu lebih baik pertumbuhannya dibandingkan tanaman
sukun yang tidak diberi mulsa daun pandan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Rukmana (2005) bahwa pemberian mulsa organik pada tanah akan pengaruh yang
baik bagi perbaikan sifat fisik tanah, meningkatkan penyerapan air tanah,
mengurangi kisaran suhu tanah, dapat mengendalikan pertumbuhan gulma,
sehingga akar dapat berkembang dengan baik dan pertumbuhan tanaman akan
lebih subur.
Fungsi mulsa daun pandan dalam menahan air, menjaga kehilangan air
dari tanah, memelihara temperatur dan kelembaban tanah serta mengurangi
terjadinya evaporasi menunjukkan keberhasilan terhadap tanaman sukun. Proses
fisiologis pada tanaman sukun yang tidak diberi mulsa tidak berjalan baik bila
dibandingkan dengan tanaman sukun yang diberi mulsa karena ketersediaan air di
dalam tanah rendah sehingga tanaman menyerap air dalam jumlah yang sedikit
dan proses fotosintesis menjadi terhambat . Hal ini sesuai dengan pernyataan
Syaifuddin dan Pranowo (2007) yang menyatakan bahwa, perlakuan tanpa mulsa
menyebabkan perubahan kandungan air tanah cukup besar, sehingga terjadi defisit
air yang menghambat pertumbuhan tinggi tanaman. Cekaman air akan
menyebabkan suhu daun meningkat, stomata menutup, dan fotosintesis menurun,
sebagai akibatnya respirasi meningkat yang dapat mengurangi hasil asimilasi
netto.
Keseluruhan parameter yang diukur baik pertambahan tinggi,
pertambahan diameter, pertambahan jumlah daun, luas daun dan luas tajuk
tanaman sukun dengan perlakuan K1 (tanpa mulsa) nilainya lebih kecil bila
dibandingkan dengan tanaman yang diberi mulsa dengan berbagai kerapatan,
menandakan bahwa tanaman sukun mengalami kekurangan air akibat dari tidak
adanya mulsa sehingga meningkatkan evaporasi pada tanah dan pertumbuhan
tanaman mengalami abnormal. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Islami dan Utomo (1995) bahwa kekurangan air pada tanaman terjadi karena
kombinasi kedua faktor tersebut. Tanaman dapat mengalami cekaman
(kekurangan air) walaupun di dalam tanah air cukup tersedia di lapangan.
Defisiensi air yang terus menerus menyebabkan perubahan irreversible (tidak
dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati.
Tanaman sukun dengan perlakuan tanpa mulsa terganggu pertumbuhannya
karena pada tanah yang tidak diberikan mulsa pertumbuhan gulma lebih cepat
sehingga terjadi kompetisi dalam menyerap unsur hara dan air di dalam tanah
serta kondisi suhu tanah lebih cepat meningkat diikuti proses penguapan air di
dalam tanah yang juga terjadi lebih cepat, untuk itu diperlukan mulsa sebagai
bahan penutup tanah untuk menekan pertumbuhan gulma dan menjaga
kelembaban tanah. Sesuai dengan pernyataan Hamdani (2009) bahwa mulsa
merupakan material penutup tanah tanaman budidaya yang dimaksudkan untuk
menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan penyakit
sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan optimal yang didukung juga
oleh pernyataan Subhan dan Sumanna (1994) bahwa pemberian mulsa organik
akan memberikan suatu lingkungan pertumbuhan yang baik bagi tanaman karena
dapat mengurangi evaporasi, pencegah penyinaran langsung matahari yang
berlebihan terhadap tanah serta kelembaban tanah dapat terjaga, sehingga tanaman
dapat menyerap air dan unsur hara dengan baik.
Hasil sidik ragam menunjukan bahwa mulsa daun pandan dengan
berbagai kerapatan memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter yang
diamati seperti pertambahan tinggi tanaman, pertambahan diameter batang,
pertambahan jumlah daun, luas daun dan luas tajuk. Berdasarkan hasil uji DMRT
pertumbuhan bibit sukun adalah pada perlakuan K4 dengan kerapatan mulsa 75%
dan K3 dengan kerapatan 50%.
Tabel 7. Korelasi Antar Parameter Tanaman Parameter Tinggi
Keterangan: 0.00-0.199 : Sangat rendah ; 0.20-0.399 : Rendah ; 0.40-0.599 : Cukup Kuat 0.60-0.799 : Kuat ; 0.80-1.000 : sangat kuat
Korelasi menunjukkan hubungan antar dua variabel parameter. Analisis
korelasi yang dilakukan, didapat hasil bahwa pemberian mulsa anyaman daun
pandan pada bibit sukun menunjukkan hubungan antar parameter tanaman yang
ada. Tabel 7 menunjukkan bahwa korelasi antara luas daun dengan luas tajuk
memiliki hubungan yang sangat kuat dengan nilai tertinggi yaitu dengan nilai R
0,96046. Korelasi antara pertambahan tinggi dengan pertambahan diameter,
jumlah daun dengan luas daun dan jumlah daun dengan luas tajuk memiliki
hubungan yang sangat kuat juga. Korelasi antara pertambahan tinggi dengan
jumlah daun menunjukkan hubungan yang kuat. Korelasi antara pertambahan
diameter dengan jumlah daun, pertambahan tinggi dengan luas tajuk dan
pertambahan tinggi dengan luas daun menunjukkan hubungan yang cukup kuat.
Nilai R terendah yaitu 0,35371 yaitu korelasi antara pertambahan diameter dengan
luas daun. Sifat positif ini menunjukkan bahwa semua parameter yang diamati
saling memberikan hubungan karena pada dasarnya semua parameter yang
diamati adalah proses pertumbuhan tanaman yang setiap bagian tanaman saling
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian mulsa daun pandan terhadap tanaman sukun memberikan
pengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati : pertambahan tinggi,
pertambahan diameter, pertambahan jumlah daun, luas daun dan luas tajuk.
Tanaman sukun yang diberi perlakuan mulsa daun pandan dengan berbagai
kerapatan pertumbuhannya lebih baik daripada tanaman sukun tanpa mulsa
(kontrol).
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemberian mulsa daun
pandan terhadap tanaman sukun, agar dapat diperoleh hasil yang lebih baik bagi
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Sukun (A. communis)
Tanaman sukun merupakan tanaman yang memiliki kemampuan bertahan
hidup dari kondisi cekaman lingkungan yang tinggi. Klasifikasi Sukun Artocarpus
communis menurut Triwiyatno (2003) adalah kingdom: Plantae
(tumbuh-tumbuhan); divisi: Spermatophyta (tumbuhan berbiji); subdivisi: Angiospermae
(berbiji tertutup); kelas: Dicotyledonae (biji berkeping dua); ordo: Urticales;
famili: Moraceae; genus: Artocarpus; spesies: Artocarpus communis.
Syarat Tumbuh Tanaman Sukun (A. communis)
Tanaman sukun baik dikembangkan di dataran rendah hingga ketinggian
1200 mdpl yang bertipe iklim basah. Curah hujan antara 2.000-3.000 mm per
tahun. Tanaman sukun relatif toleran terhadap pH rendah, relatif tahan kekeringan
dan tahan naungan. Tanaman sukun masih mampu tumbuh dan berbuah pada
tempat yang mengandung batu karang dan kadar garam agak tinggi serta sering
tergenang air. Tanaman sukun dapat tumbuh pada semua jenis tanah seperti tanah
podsolik merah kuning, tanah berkapur dan tanah berpasir (regosol), namun akan
lebih baik apabila ditanam pada tanah alluvial yang gembur, bersolum dalam,
banyak mengandung humus, tersedia air tanah yang cukup dangkal (Pitojo, 1992).
Sukun toleran terhadap curah hujan yang sedikit maupun curah hujan yang
tinggi antara 80 - 100 inchi per tahun dengan kelembaban 60 % - 80 %, namun
lebih sesuai pada daerah-daerah yang cukup banyak mendapat penyinaran
matahari. Tanaman sukun tumbuh baik di tempat yang lembab panas, dengan
Tanaman sukun memiliki toleransi yang cukup longgar terhadap rentang
iklim. Sukun dapat tumbuh dengan baik di daerah beriklim basah maupun iklim
kering. Tanaman sukun lebih suka tumbuh di tempat terbuka, dan mendapat sinar
matahari penuh. Sukun juga memiliki toleransi terhadap ragam tanah. Sukun
mengkehendaki tanah yang memiliki air tanah dangkal dengan kadar garam yang
rendah. Tanah dengan kadar humus yang tinggi akan lebih menjamin tingkat
pertumbuhan dan produksi buahnya (Purwantoyo, 2007).
Sukun dapat tumbuh baik pada daerah tropis basah, cocok pada iklim
yang panas (suhu 20o C - 40o C) dan lembab (curah hujan 2000 - 3000 mm). Batas
letak lintangnya kira-kira antara 170o LU dan LS. Pohon sukun lebih cocok di
dataran rendah sekitar ekuator (dibawah mdpl). Iklim makro yang sangat ideal
untuk pertumbuhan sukun adalah tempat terbuka dan banyak menerima sinar
matahari. Di daerah yang ternaung atau daerah yang sering berkabut kurang cocok
untuk pertumbuhan sukun. Indikator kesesuaian iklim tanaman sukun adalah
apabila tanaman kluwih dapat tumbuh makan sukun juga dapat tumbuh
(Dephut, 2003).
Penyebaran Tanaman Sukun
Sebaran tanaman sukun di Kepulauan Indonesia meliputi Sumatera (Aceh,
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Nias, Lampung), Pulau Jawa (Kepulauan
Seribu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Madura, P. Bawean,
Kepulauan Kangean), Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi
(Minahasa, Gorontalo, Bone, Makasar, Malino), Maluku (Seram, Buru Kai,
Ambon, Halmahera Dan Ternate), dan Papua (Sorong, Manokwari, pulau-pulau
Klasifikasi Pandan Duri (Pandanus tectorius)
Klasifikasi Tanaman Pandan Duri adalah kingdom: Plantae; sub divisi:
Angiospermae; kelas: Monokotiledon; ordo: Pandanales; famili: Pandanaceae;
genus: Pandanus; spesies: P. tectorius. Pandan duri (Pandanus tectorius) adalah
salah satu keanekaragaman tumbuhan hutan yang dapat digunakan sebagai bahan
baku untuk industri kerajinan, antara lain anyaman. Produk anyaman yang
dihasilkan dari bahan tumbuhan diperlukan pengetahuan dan keterampilan dalam
mengenal tumbuhan yang memiliki serat yang panjang dan kuat. Salah satu ragam
tumbuhan yang memenuhi kedua persyaratan tersebut ialah pandan duri yang
merupakan bagian dari suku pandan-pandanan (Pandanaceae), terutama dari
marga Pandanus (Arista et al., 2014).
Peranan Mulsa Terhadap Tanaman
Definisi mulsa (mulch) menurut Umboh (1997) adalah suatu bahan atau
material yang secara sengaja diletakkan pada permukaan tanah pertanian.
Selanjutnya dikemukakan klasifikasi mulsa sbb:
1. Mulsa organik yaitu bahan sisa pertanian seperti jerami, batang jagung, batang
kacang, daun pisang, daun pandan, pelepah batang pisang, daun tebu,
alang-alang, serbuk gergaji. Mulsa daun kering termasuk mulsa organik.
2. Mulsa non organik berupa batu kerikil, batu koral, batu kasar, batu bata dan
batu gravel.
3. Mulsa kimia sintetis yaitu mulsa plastik transparan, mulsa plastik hitam, mulsa
plastik perak dan mulsa plastik perak hitam (mpph).
Secara umum fungsi mulsa diatas adalah untuk memperbaiki sifat fisik tanah,
baik dan pertumbuhan tanaman akan lebih subur.
Penggunaan mulsa bertujuan untuk mencegah kehilangan air dari tanah
sehingga kehilangan air dapat dikurangi dengan memelihara temperatur dan
kelembaban tanah. Aplikasi mulsa merupakan salah satu upaya menekan
pertumbuhan gulma, memodifikasi keseimbangan air, suhu dan kelembaban tanah
serta menciptakan kondisi yang sesuai bagi tanaman, sehingga tanaman dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik (Mulyatri, 2003).
Salah satu teknik budidaya yang dapat mengurangi terjadinya evaporasi
adalah penggunaan mulsa. Mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma, mereduksi
penguapan, dan kecepatan alir permukaan, sehingga kelembaban tanah
dan persediaan air dapat terjaga. Penggunaan mulsa ditujukan untuk mencegah
terjadinya pemadatan tanah, terutama pada lapisan tanah bagian atas,
mengurangi fluktuasi suhu tanah, dan mencegah terjadinya kontak langsung
antara buah dengan tanah yang dapat menyebabkan buah-buahan menjadi busuk
(Jumin, 2005).
Pemberian mulsa organik pada tanah memberikan pengaruh yang baik
bagi perbaikan sifat fisik tanah, meningkatkan penyerapan air tanah, mengurangi
kisaran suhu tanah, dapat mengendalikan pertumbuhan gulma, mempertinggi
kadar humus tanah dan memperbaiki aerasi dan drainase tanah. Manfaat
pemberian mulsa organik membuat akar dapat berkembang dengan baik dan
pertumbuhan tanaman akan lebih subur (Rukmana 2005).
Pengaruh jenis mulsa terhadap suhu tanah dan kelembaban tanah
menunjukan bahwa perbedaan suhu tanah antara perlakuan tanpa mulsa dan mulsa
suhu tanah yang lebih tinggi. Mulsa jerami menunjukan suhu yang lebih rendah
pada sore hari dibandingkan dengan suhu tanah tanpa mulsa dan mulsa plastik
hitam perak (Hamdani, 2009).
Mulsa organik lebih disukai terutama pada sistem pertanian organik.
Pemberian mulsa organik seperti jerami akan memberikan suatu lingkungan
pertumbuhan yang baik bagi tanaman karena dapat mengurangi evaporasi,
pencegah penyinaran langsung matahari yang berlebihan terhadap tanah serta
kelembaban tanah dapat terjaga, sehingga tanaman dapat menyerap air dan unsur
hara dengan baik (Subhan dan Sumanna, 1994). Dekomposisi dari bahan mulsa
organik akan mensuplai unsur hara bagi tanaman dan kondisi lingkungan serta
mempermudah mineral dari bahan organik untuk digunakan oleh tanaman
(Kumalasari et al., 2015).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang kompleks antara
faktor internal (dalam) dan eksternal (luar). Faktor internal meliputi intrasel
(sifat genetik/hereditas) dan intersel (hormonal dan enzim). Faktor eksternal
meliputi air tanah dan mineral, kelembaban udara, suhu udara, cahaya dan
sebagainya.
Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman:
1. Sifat menurun atau hereditas. Ukuran dan bentuk tumbuhan banyak
dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor genetik dapat digunakan sebagai dasar
seleksi bibit unggul.
2. Hormon pada tumbuhan. Hormon merupakan hasil sekresi dalam tubuh yang
pertumbuhan. Hormon-hormon pada tumuhan yaitu auksin, giberilin, gas
etilen, sitokinin, asam abisat dan kalin.
Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman:
1. Cahaya matahari. Cahaya jelas pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman.
Cahaya merupakan sumber energi fotosintesis. Daun dan batang tumbuhan
yang tumbuh ditempat gelap akan kelihatan kuning pucat. Tumbuhan yang
kekurangan cahaya menyebabkan batang tumbuh lebih panjang, lembek dan
kurus, serta daun timbul tidak normal. Panjang penyinaran mempunyai
pengaruh khusus bagi pertumbuhan dan reproduksi tumbuhan.
2. Temperatur. Temperatur mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi
tumbuhan. Perubahan temperatur dari dingin atau panas mempengaruhi
kemampuan fotosintesis, translokasi, respirasi dan transpirasi. Temperatur
yang terlalu dingin atau terlalu tinggi pertumbuhan akan menjadi lambat atau
terhenti sama sekali pada beberapa tumbuhan apabila lingkungan, air,
temperatur, dan cahaya tidak memungkinkan untuk tumbuh.
3. Kelembaban atau kadar air. Tanah dan udara yang kurang lembah umumnya
berepengaruh baik terhadap pertumbuhan karena meningkatkan penyerapan
air dan menurunkan penguapan atau transpirasi.
4. Air dan unsur hara. Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi
tumbuhan. Fungsi air antara lain sebagai media reaksi enzimatis, berperan
dalam fotosintesis, menjaga turgiditas sel dan kelembapan. Kandungan air
dalam tanah mempengaruhi kelarutan unsur hara dan menjaga suhu tanah.
Peranan Air Pada Pertumbuhan Tanaman
Air seringkali membatasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
budidaya. Respon tumbuhan terhadap kekurangan air dapat dilihat pada aktifitas
metabolismenya, morfologinya, tingkat pertumbuhannya, atau produktivitasnya.
Pertumbuhan sel merupakan fungsi tanaman yang paling sensitif terhadap
kekurangan air. Kekurangan air akan mempengaruhi turgor sel sehingga akan
mengurangi pengembangan sel, sintesis protein, dan serta sistesis dinding sel
(Gardner et al., 1991).
Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media
tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut.
Tanaman dapat mengalami cekaman (kekurangan air) walaupun di dalam tanah
air cukup tersedia di lapangan. Defisiensi air yang terus meneruskan
menyebabkan perubahan irreversible (tidak dapat balik) dan pada gilirannya
tanaman akan mati. Kebutuhan air bagi tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain jenis tanaman dalam hubungannya dengan tipe dan perkembangannya,
kadar air tanah dan kondisi cuaca (Islami dan Utomo, 1995).
Selain intensitas cahaya matahari, ketersediaan air juga penting terhadap
daya tumbuh tanaman untuk menghasilkan luas daun dan berat kering total
tanaman yang optimum (Nurkhasanah, 2013). Air sangat berfungsi bagi
pertumbuhan tanaman, khususnya air tanah yang digunakan oleh tumbuhan
sebagai bahan melalui proses fotosintesis. Air diserap tanaman melalui akar
bersama dengan unsur hara yang larut di dalamnya, kemudian diangkut melalui
pembuluh xylem (Lakitan, 1993).
lebih rendah daripada nilai maksimumnya, disebut menderita stress air. Hal ini
merupakan suatu istilah yang menyesatkan karena stress mempunyai defenisi
yang tepat dalam mekanika dan dapat dengan mudah diukur (Fitter, 1981).
Keadaan Umum Danau Toba
Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia, dengan luas
permukaan ±112.970 ha dengan perairan terdalam berkisar 435 m terletak pada
ketinggian 995 di atas permukaan laut. Danau Toba terletak antara 2o - 3o LU dan
98o - 99o BT. Dasar danau kebanyakan terdiri dari batu-batuan dan pasir. Pada
bagian tertentu terdapat endapan lumpur dan daerah sekitar Danau Toba
dikelilingi oleh perbukitan. Danau Toba juga merupakan danau terbesar di Asia
Tenggara. Danau Toba mempunyai luas permukaan lebih kurang 1.100 km2
dengan total volume air sekitar 1.258 km3 (Amnte, 2012).
Danau Toba terbentuk sebagai akibat terjadinya runtuhan (depresi)
tektonik vulkanis yang dahsyat pada zaman Pleiopleistosen. Kaldera raksasa ini
mempunyai ukuran panjang: 87 km, lebar: 27–31 km dan luas: 1.100 km².
Ketinggian permukaan air Danau Toba yang pernah diamati dan dicatat adalah
sekitar ± 906 meter dpl (diatas permukaan laut). Pulau Samosir yang terdapat
ditengah - tengah danau mempunyai ukuran panjang: 45 km, lebar 19 km dan luas
640 km². Kedalaman air Danau Toba berkisar 400 – 600 meter dan bagian
terdapat di depan teluk Haranggaol ± 460 meter dan disamping Tao Silalahi yang
relatif memiliki area yang luas ± 445 meter (LIPI,2010).
Geografis Kecamatan Silahisabungan
Secara geografis Kecamatan Silahisabungan berada di wilayah pinggir
dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Samosir. Sebelah Utara Kecamatan
Silahisabungan berbatasan dengan Kabupaten Karo, sebelah Selatan berbatasan
dengan Kecamatan Parbuluan, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten
Samosir dan Danau Toba, dan sebelah Barat dengan Kecamatan Sumbul dan
Kecamatan Pegagan Hilir. Arealnya sebagian besar terdiri dari pegunungan yang
bergelombang dan hanya sebagian kecil yang datar / rata, sebagian besar adalah
hutan, maka iklim di daerah ini adalah iklim sedang. Jenis tanah di daerah
tangkapan air Danau Toba adalah tanah andisol, yaitu tanah yang terbuat dari
pelapukan abu vulkanik dengan tingkat pelapukan yang rendah sehingga tanah
didominasi oleh bebatuan. Luas wilayah Kecamatan Silahisabungan adalah 75,62
km2. Desa Silalahi II merupakan desa yang memiliki wilayah terluas dengan luas
wilayah 1819 km2 atau sekira 24,05 % dari luas wilayah Kecamatan
Silahisabungan, sedangkan desa dengan luas wilayah terkecil adalah Desa Paropo
I dengan luas wilayah 1.119 km2, atau sekitar 14,8 persen dari luas wilayah
kecamatan Silahisabungan. Desa di Silahisabungan berada di tepi hutan, dengan
luas wilayah sebesar 75,62 km, 3,24 % merupakan lahan pertanian padi sawah,
masyarakat sekitar hutan juga menggunakan sebagian lahan untuk digunakan
PENDAHULUAN
Latar belakang
Luas hutan pada Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba pada tahun
1985 adalah ± 78.558 Ha dan menurun pada tahun 1997 menjadi ± 62.403 Ha.
Penurunan luas hutan tersebut diikuti dengan pertambahan luas semak belukar
dari 103.970 Ha menjadi 114.258 Ha serta bertambahnya luas padang rumput dari
5.870 Ha menjadi 22.528 Ha. Penyebab menurunnya luas hutan pada DTA Danau
Toba adalah kebakaran hutan, penebangan hutan secara liar dan pembukaan hutan
untuk dikonversi manjadi lahan pertanian. DTA Danau Toba telah terjadi indikasi
adanya penebangan hutan secara liar yang menurunkan kapasitas resapan kawasan
hutan terhadap air hujan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2011).
Tanaman sukun dapat ditanam pada segala jenis tanah dan tanaman sukun
juga memiliki toleransi tinggi terhadap keadaan tanah, sehingga memiliki daerah
penyebaran yang luas. Iklim mikro yang sangat ideal bagi pertumbuhan sukun
adalah di tempat terbuka dan banyak menerima sinar matahari. Pohon sukun yang
tinggi dengan perakaran yang tidak begitu dalam tetapi cukup kokoh
sehingga cocok untuk tanaman penghijauan. Tanaman sukun juga membantu
meningkatkan produktivitas lahan kering dan dapat dimanfaatkan sebagai
tanaman penghijauan untuk mencegah erosi (Pitojo, 1999).
Tanaman untuk pertumbuhannya memerlukan unsur hara, air, udara, dan
cahaya. Unsur hara dan air diperlukan untuk bahan pembentuk tubuh tanaman,
udara, dalam hal ini CO2, dan air dengan bantuan cahaya menghasilkan
proses fisiologi tanaman dapat berlangsung dengan baik diperlukan keadaan fisik,
dalam hal ini suhu dan udara, dan kimia yang cocok (Islami dan Utomo, 1995).
Tanaman sukun mampu tumbuh terhadap cekaman air pada stadia lanjut
sedangkan pada tahap awal pertumbuhan, tanaman sukun sangat peka terhadap
cekaman air. Umur enam bulan tanaman sukun masih membutuhkan penyiraman
untuk memperoleh air sehingga diharapkan penggunaan mulsa daun pandan dapat
menunjang keberhasilan tanaman sukun sebagai tanaman penghijauan untuk
memperoleh air sebagai bahan baku proses fotosintesis. Hayati et al., (2008)
menyatakan bahwa mulsa berperan positif terhadap tanaman dan tanah yaitu,
meningkatkan penyerapan air oleh tanah, mengurangi volume dan kecepatan
aliran permukaan, melindungi agregat-agregat tanah dari daya rusak butiran hujan,
memelihara temperatur, kelembaban tanah, memelihara kandungan bahan organik
tanah dan mengendalikan hasil tanaman yang baik mutu maupun jumlahnya.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian mulsa
daun pandan terhadap pertumbuhan bibit sukun di lahan DTA Danau Toba.
Hipotesis Penelitian
Mulsa daun pandan dengan berbagai persentase luasan terbuka
berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit sukun (A. communis Forst).
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan menjadi sarana informasi penggunaan berbagai
persentase luasan terbuka mulsa daun pandan sebagai media penahan air terhadap
ABSTRAK
BUDI SATRIA SIHITE : Respon Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst) Terhadap Penggunaan Daun Pandan Sebagai Mulsa Organik di Daerah Tangkapan Air Danau Toba. Di bawah bimbingan AFIFUDDIN DALIMUNTHE dan BUDI UTOMO.
Penurunan luas hutan di DTA Danau Toba disebabkan oleh adanya penebangan hutan secara liar, kebakaran hutan dan pembukaan hutan untuk dikonversi menjadi lahan pertanian yang mengakibatkan banyak lahan-lahan terbuka sehingga kemampuan lahan untuk meresap air menjadi berkurang dan produktivitas lahan di DTA Danau Toba menurun. Tanaman sukun dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat dimanfaatkan sebagai tanaman penghijauan untuk mencegah erosi di lahan DTA Danau Toba. Media penahan air seperti mulsa, ditambahkan untuk mendukung pertumbuhan tanaman sukun. Mulsa yang digunakan adalah mulsa daun pandan dengan luasan terbuka 100%, 75%, 50%, 25% dan 0%. Penelitian ini bertujuan untuk melihat respon pertumbuhan bibit sukun (A. communiis Forst) terhadap pemberian bahan tambahan pada media tanam yakni daun pandan sebagai mulsa organik pada tanaman sukun.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2015- Januari 2016. Penelitian ini dilakukan di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba. Penelitian menunjukkan interaksi antara perlakuan yang diberikan dengan parameter pengamatan. Pemberian mulsa daun pandan berpengaruh nyata terhadap semua parameter pengamatan ; Pertambahan tinggi, pertambahan diameter, jumlah daun, luas daun dan luas tajuk.
ABSTRACT
BUDI SATRIA SIHITE : The Response of Breadfruit Plants (Artocarpus communis Forst) to the Used of Pandanus Leaves as Organic
Mulch in the Catchment Area of Lake Toba. Under guidance of AFIFUDDIN DALIMUNTHE and BUDI UTOMO.
Forest area in the catchment of Lake Toba has decreased caused of the presence of illegal logging, forest fires, and also conversion of forests into agricultural land which made a lot of opening land so the ability of the land to absorb the water to be reduced and land productivity in the catchment area of Lake Toba decreases. Breadfruit plants can increase the productivity of land and can be used as a plant reforestation to prevent erosion in the catchment area of Lake Toba. Water retaining medium such as mulch can added to support the growth of breadfruit plants. Mulch used in this research were pandanus leaf mulch with 100%, 75%, 50%, 25%, 0% open areal. The purpose of this study was to determine the reponse of breadfruit plants growing (A. communiis Forst) which added growing media namely pandan leaves as organic mulch in the breadfruit plants.
This research was doing on November 2015 – January 2016 in the catchment area of Lake Toba. This research showed the interaction between treatments and parameter observations. The pandan leaf mulch using showed that significant effect on all parameters : plant height increment, diameter stems increment, number of leaves, leaf area and canopy area.
RESPON TANAMAN SUKUN (Artocarpus communis Forst)
TERHADAP PENGGUNAAN DAUN PANDAN SEBAGAI
MULSA ORGANIK DI DAERAH TANGKAPAN AIR
DANAU TOBA
SKRIPSI
OLEH:
BUDI SATRIA SIHITE 121201080/BUDIDAYA HUTAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RESPON TANAMAN SUKUN (Artocarpus communis Forst)
TERHADAP PENGGUNAAN DAUN PANDAN SEBAGAI
MULSA ORGANIK DI DAERAH TANGKAPAN AIR
DANAU TOBA
SKRIPSI
OLEH:
BUDI SATRIA SIHITE 121201080/BUDIDAYA HUTAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
BUDI SATRIA SIHITE : Respon Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst) Terhadap Penggunaan Daun Pandan Sebagai Mulsa Organik di Daerah Tangkapan Air Danau Toba. Di bawah bimbingan AFIFUDDIN DALIMUNTHE dan BUDI UTOMO.
Penurunan luas hutan di DTA Danau Toba disebabkan oleh adanya penebangan hutan secara liar, kebakaran hutan dan pembukaan hutan untuk dikonversi menjadi lahan pertanian yang mengakibatkan banyak lahan-lahan terbuka sehingga kemampuan lahan untuk meresap air menjadi berkurang dan produktivitas lahan di DTA Danau Toba menurun. Tanaman sukun dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat dimanfaatkan sebagai tanaman penghijauan untuk mencegah erosi di lahan DTA Danau Toba. Media penahan air seperti mulsa, ditambahkan untuk mendukung pertumbuhan tanaman sukun. Mulsa yang digunakan adalah mulsa daun pandan dengan luasan terbuka 100%, 75%, 50%, 25% dan 0%. Penelitian ini bertujuan untuk melihat respon pertumbuhan bibit sukun (A. communiis Forst) terhadap pemberian bahan tambahan pada media tanam yakni daun pandan sebagai mulsa organik pada tanaman sukun.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2015- Januari 2016. Penelitian ini dilakukan di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba. Penelitian menunjukkan interaksi antara perlakuan yang diberikan dengan parameter pengamatan. Pemberian mulsa daun pandan berpengaruh nyata terhadap semua parameter pengamatan ; Pertambahan tinggi, pertambahan diameter, jumlah daun, luas daun dan luas tajuk.
ABSTRACT
BUDI SATRIA SIHITE : The Response of Breadfruit Plants (Artocarpus communis Forst) to the Used of Pandanus Leaves as Organic
Mulch in the Catchment Area of Lake Toba. Under guidance of AFIFUDDIN DALIMUNTHE and BUDI UTOMO.
Forest area in the catchment of Lake Toba has decreased caused of the presence of illegal logging, forest fires, and also conversion of forests into agricultural land which made a lot of opening land so the ability of the land to absorb the water to be reduced and land productivity in the catchment area of Lake Toba decreases. Breadfruit plants can increase the productivity of land and can be used as a plant reforestation to prevent erosion in the catchment area of Lake Toba. Water retaining medium such as mulch can added to support the growth of breadfruit plants. Mulch used in this research were pandanus leaf mulch with 100%, 75%, 50%, 25%, 0% open areal. The purpose of this study was to determine the reponse of breadfruit plants growing (A. communiis Forst) which added growing media namely pandan leaves as organic mulch in the breadfruit plants.
This research was doing on November 2015 – January 2016 in the catchment area of Lake Toba. This research showed the interaction between treatments and parameter observations. The pandan leaf mulch using showed that significant effect on all parameters : plant height increment, diameter stems increment, number of leaves, leaf area and canopy area.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 25 November 1994 dari Ayah
Jamanat Sihite dan Ibu Roslina Sinaga. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga
bersaudara.
Penulis lulus dari SD Kanisius 01 Pati, Jawa Tengah tahun 2006 dan pada
tahun 2009 penulis lulus dari SMP Santa Lusia Doloksanggul, Kabupaten
Humbang Hasundutan. Pada tahun 2012 penulis lulus dari SMA Negeri 1
Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan dan pada tahun yang sama
penulis lulus Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Penulis memilih Program Studi Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di USU, penulis aktif di sejumlah organisasi
kemahasiswaan yaitu sebagai anggota Mahasiswa Sylva (HIMAS), Unit Kegiatan
Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen (UKM KMK USU). Penulis mengikuti
Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2014 di Pulau Sembilan
Kabupaten Langkat. Penulis melaksankan Praktek Kerja Lapang (PKL di Taman
Nasional Kerinci Seblat dari tanggal 01 Februari 2016 - 04 Maret 2016.
Penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Respon Tanaman Sukun
(Artocarpus communis Forst) Terhadap Penggunaan Daun Pandan Sebagai Mulsa
Organik Di Daerah Tangkapan Air Danau Toba” dibawah bimbingan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini berjudul “Respon Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst)
Terhadap Penggunaan Mulsa Daun Pandan Sebagai Mulsa Organik Pada DTA
Danau Toba ”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Afifuddin Dalimunthe, SP., MP. sebagai ketua komisi pembimbing dan
Dr. Budi Utomo SP., MP. sebagai anggota komisi pembimbing yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. Bejo Slamet, S.Hut., M.Si dan Ridwanty S.Hut., MP. sebagai dosen
penguji dalam sidang meja hijau.
3.
Ayah saya Jamanat Sihite dan Ibunda tercinta Roslina Sinaga serta abangsaya (Bagus Herman Sihite) yang senantiasa memberikan doa dan
dukungan kepada penulis selama kuliah.
4. Bapak Hehe Raya Sihaloho selaku Kepala Desa Paropo I yang telah
membantu dan memberikan izin untuk melaksanakan penelitian di desa
tersebut.
5. Novita Oktaviana Silaen yang telah membantu dan memberi motivasi
selama penyelesaian skripsi.
6.
Teman - teman HUT C 2012, tim penelitian, HIMAS USU dan BudidayaPenulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang kehutanan. Akhir kata penulis mengucapkan
DAFTAR ISI
Klasifikasi Tanaman Sukun ... 3Syarat Tumbuh Tanaman Sukun ... 3
Penyebaran Tanaman Sukun ... 4
Klasifikasi Pandan Duri ... 5
Peranan Mulsa Terhadap Tanaman ... 5
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman ... 7
Peranan Air Pada Pertumbuhan Tanaman... ….9
Keadaan Umum Danau Toba ... ..10
Geografis Kecamatan Silahisabungan... 10
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 12
DAFTAR TABEL
No. Halaman 1. Pertambahan Tinggi Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa
Anyaman Daun Pandan ... 17
2. Pertambahan Diameter Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa
Anyaman Daun Pandan ... 18
3. Jumlah Daun Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Anyaman
Daun Pandan ... 19
4. Luas Daun Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Anyaman
Daun Pandan ... 19
5. Luas Tajuk Bibit Sukun dengan Perlakuan Mulsa Anyaman
Daun Pandan ... 20
6. Persen Hidup Bibit Sukun ... 21
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Pertambahan Tinggi dan Analisis Ragam Bibit Sukun ... 32
2. Pertambahan Diameter dan Analisis Ragam Bibit Sukun... 34
3. Pertambahan Jumlah Daun dan Analisis Ragam Bibit Sukun ... 36
4. Pengukuran Luas Daun dan Analisis Ragam Bibit Sukun ... 37
5. Pengukuran Luas Tajuk dan Analisis Ragam Bibit Sukun ... 38
6. Desain Pengacakan Blok ... 38