• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BERBAGAI KETEBALAN MULSA SABUT KELAPA DAN INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SUKUN (Artocarpus communis) DI RUMAH KACA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH BERBAGAI KETEBALAN MULSA SABUT KELAPA DAN INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SUKUN (Artocarpus communis) DI RUMAH KACA"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BERBAGAI KETEBALAN MULSA SABUT KELAPA DAN INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SUKUN (Artocarpus communis)

DI RUMAH KACA

SKRIPSI

Oleh:

RAPOLO LUMBAN GAOL 121201093/BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016

(2)

ABSTRAK

RAPOLO LUMBAN GAOL : Pengaruh Berbagai Ketebalan Mulsa Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sukun (Artocarpus communis) di Rumah Kaca. Di bawah bimbingan AFIFUDDIN DALIMUNTHE dan BUDI UTOMO.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai ketebalan mulsa sabut kelapa dan interval penyiraman terhadap pertumbuhan bibit sukun di rumah kaca. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara selama 20 minggu, dimulai bulan Desember 2015 sampai April 2016. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial untuk 2 faktor yaitu faktor ketebalan mulsa sabut kelapa dengan 6 taraf yaitu 0 cm, 2 cm, 4 cm, 6 cm, 8 cm, 10 cm dan faktor interval penyiraman yang terdiri dari 4 taraf yaitu 1 kali dalam sehari, 1 kali dalam 3 hari, 1 kali dalam 5 hari, dan 1 kali dalam 7 hari. Parameter yang diamati adalah pertambahan tinggi (cm), diameter batang (cm), jumlah daun (helai), luas tajuk (cm2), kadar air daun (%), panjang akar, bobot kering tajuk dan akar, dan luas daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian berbagai ketebalan mulsa sabut kelapa dan interval penyiraman berpengaruh nyata pada parameter pengamatan pertambahan tinggi, pertambahan diameter, pertambahan jumlah daun, luas daun, luas tajuk, kadar air daun, bobot kering tajuk, dan bobot kering daun dan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter panjang akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kontrol memberikan pertumbuhan terendah.

Kata Kunci : Tanaman Sukun, Mulsa Sabut Kelapa, Interval Penyiraman

(3)

ABSTRACT

RAPOLO LUMBAN GAOL: Effect of Different Mulch thickness and Interval Watering Coconut Fiber Plant Growth Against Breadfruit (Artocarpus communis) in Greenhouse. Under the guidance of Afifuddin Dalimunthe and BUDI UTOMO.

This study aimed to determine the effect of various thicknesses coco mulch and watering intervals on the growth of breadfruit seedlings in the greenhouse. The research was conducted at Greenhouse Faculty of Agriculture, University of North Sumatra for 20 weeks, starting in December 2015 to April 2016. The study was conducted using a completely randomized design (CRD) factorial to two factors: the coco mulch thickness factor with six levels ie 0 cm, 2 cm, 4 cm, 6 cm, 8 cm, 10 cm and factors interval watering consisting of four levels ie 1 times a day, 1 time in 3 days, 1 time in 5 days, and 1 times in 7 days.

Parameters measured were as height (cm), stem diameter (cm), number of leaves (leaf), wide canopy (cm2), leaf water content (%), root length, shoot dry weight and root and leaf area. The results showed that the administration of various thicknesses of mulch coco and interval watering real effect on the parameters of observation as height, the increase in diameter, increase the number of leaves, leaf area, wide canopy, the water content of leaves, dry weight of the canopy, and the dry weight of leaf and had no significant effect the root length parameter. The results showed that the treatment controls provide the lowest growth.

Keywords: breadfruit plants, mulch Coconut Fiber, Interval Watering

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepadaTuhan Yang Maha Esa, yang telahmemberikan segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hasil penelitian yang berjudul “Pengaruh Berbagai Ketebalan Mulsa Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sukun (Artocarpus communis) di Rumah Kaca”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing Afifuddin Dalimunthe S.P., M.P dan Dr. Budi Utomo S.P., M.P yang telah memberikan bimbingan sehingga hasil penelitian ini dapat selesai. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Pustaka USU yang telah menyediakan referensi dalam penulisan hasil penelitian ini dansemua pihak yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis serta seluruh teman-teman penulis yang telah mendukung proses penulisan hasil penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk hasil penellitian yang lebih baik.

Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kehutanan. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Sukun (Artocarpus communis) ... 4

Mulsa Sabut Kelapa ... 5

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman ... 8

Peranan Air dalam Pertumbuhan Tanaman... 9

Rumah Kaca ... 12

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Metode Penelitian ... 13

Prosedur Penelitian ... 14

Parameter Pengamatan ... 15

HASILDAN PEMBAHASAN Hasil ... 18

Pertambahan Tinggi (cm) ... 18

Pertambahan Diameter (cm) ... 19

Jumlah Daun (helai) ... 19

Luas Tajuk (cm2) ... 20

Kadar Air Daun (%) ... 21

Panjang Akar (cm) ... 22

Bobot Kering Akar (gram) ... 23

Bobot Kering Tajuk (gram) ... 24

Luas Daun ... 25

Koefisien Korelasi ... 25

Pembahasan ... 26

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 32

Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33 LAMPIRAN

(6)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Data Pertambahan Tinggi Tanaman Sukun dengan Perlakuan

Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman ... ... 18 2. Data Pertambahan Diameter Tanaman Sukun dengan Perlakuan

Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 19 3. Data Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Sukun dengan Perlakuan

MulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... .... ... 20 4. Data Pengamatan Luas Tajuk Tanaman Sukun dengan Perlakuan

Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... 21 5. Data Pengamatan Kadar Air Daun Tanaman Sukun dengan

Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. .... 22 6. Data Pengamatan Panjang Akar Tanaman Sukun dengan Perlakuan

Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman ... 22 7. Data Pengamatan Bobot Kering Akar Tanaman Sukun dengan

Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... 23 8. Data Pengamatan Bobot Kering Tajuk Tanaman Sukun dengan

Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... 24 9. Data Pengamatan Luas Daun Tanaman Sukun dengan Perlakuan

Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... 25 10. Data Koefisien Korelasi Tanaman Sukun dengan Perlakuan

Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... 26

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. DataPertambahan Tinggi Tanaman Sukundengan Perlakuan

MulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman ... ... 35 2. Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Tanaman Sukundengan

PerlakuanMulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman ... 35 3. Data Pertambahan Diameter Tanaman Sukun dengan Perlakuan

Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 36 4. Sidik Ragam Pertambahan Diameter Tanaman Sukun dengan Mulsa

Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 36 5. Data Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Sukun dengan Perlakuan

MulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... .... ... 37 6. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Sukun dengan Perlakuan

MulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... ... ... 37 7. Data Pengamatan Luas Tajuk Tanaman Sukun dengan Perlakuan

MulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... ... 38 8. Sidik Ragam Luas Tajuk Tanaman Sukun dengan Perlakuan

MulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... ... 38 9. Data Pengamatan Kadar Air Daun Tanaman Sukun dengan

PerlakuanMulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 39 10. Sidik Ragam KadarAir Daun Tanaman Sukun dengan

PerlakuanMulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 39 11. Data Pengamatan Panjang Akar Tanaman Sukun dengan Perlakuan

Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman ... ... 40 12. Sidik Ragam Panjang Akar Tanaman Sukun dengan Perlakuan

Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman ... ... 40 13. Data Pengamatan Bobot Kering Akar Tanaman Sukun dengan

PerlakuanMulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 41 14. Sidik Ragam Bobot Kering AkarTanaman Sukun dengan

PerlakuanMulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 41 15. Data Pengamatan Bobot Kering Tajuk Tanaman Sukun dengan

PerlakuanMulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 42

(8)

16. Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk Tanaman Sukun dengan

PerlakuanMulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 42 17. Data PengamatanLuas Daun Tanaman Sukun dengan Perlakuan

Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... ... 43 18. Sidik Ragam Luas Daun Tanaman Sukun denganPerlakuan

Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 43 19. Dokumentasi Penelitian... 44

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahan iklim (climate changes) merupakan salah satu fenomena alam dimana terjadi perubahan nilai unsur-unsur iklim baik secara alamiah maupun yang dipercepat akibat aktifitas manusia di muka bumi ini. Sejak revolusi industri dimulai hingga sekarang telah menyebabkan terjadinya peningkatan suhu udara global. Selain meningkatkan itu, perubahan iklim juga menyebabkan anomali iklim seperti penurunan atau peningkatan suhu udara secara ekstrem, curah hujan dan musim bergeser dari pola biasanya dan tidak menentu serta permukaan air laut meningkat (Nurdin, 2012).

Beberapa dampak perubahan iklim yang dirasakan antara lain adalah pergantian musim yang tidak teratur dan bencana ekologis seperti banjir dan kekeringan yang datang silih berganti menimbulkan dampak kerugian yang nyata.

Dari segi sumberdaya lahan, adanya kekeringan yang berlebihan menyebabkan tanaman pertanian menjadi kering dan berdampak pada ancaman ketahanan pangan bagi masyarakat. Musim kemarau yang semakin panjang dan musim hujan yang lebih pendek menyebabkan berkurangnya beberapa sumber air yang berasal dari mata air di kawasan hutan (Ryke dan Budi, 2011).

Air merupakan faktor penting dalam menunjang pertumbuhan suatu tanaman. Selain dalam proses transpirasi dan fotosintesis, air juga berperan dalam penyerapan unsur hara yang diperlukan tanaman. Kebutuhan air oleh suatu tanaman umumnya selalu berbeda-beda, oleh karena itu banyak sedikitnya air yang diberikan dalam penyiraman sangat mempengaruhi kondisi dari pertumbuhan tanaman itu sendiri. Kekurangan air akan mengganggu aktifitas

(10)

fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan.

Defisiensi air yang terus-menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati (Daniel et al., 1987).

Berbagai upaya tindak lanjut penanganan dampak penyimpangan iklim yang dapat dilakukan antara lain, mempelajari sifat iklim dan memanfaatkan hasilnya untuk menyesuaikan pola tanam, memilih tanaman yang sesuai dengan pola hujan, melakukan pertanian konservasi, seperti terasering, menanam tanaman penutup tanah, mendorong budidaya ramah lingkungan (pestisida nabati, mulsa organik, pupuk organik), melakukan pergiliran tanaman dan penghijauan DAS (Jasis dan Karama, 1999).

Penggunaan mulsa bertujuan untuk mencegah kehilangan air dari tanah sehingga kehilangan air dapat dikurangi dengan memelihara temperatur dan kelembaban tanah. Aplikasi mulsa merupakan salah satu upaya menekan pertumbuhan gulma, memodifikasi keseimbangan air, suhu dan kelembaban tanah serta menciptakan kondisi yang sesuai bagi tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik (Mulyatri, 2003).

Tanaman sukun dapat ditanam di segala jenis tanah dan tanaman sukun juga memiliki toleransi tinggi terhadap keadaan tanah, sehingga memiliki daerah penyebaran yang luas. Sebaran tanaman sukun di Indonesia cukup luas baik di Pulau Jawa yaitu Jawa Barat, Jawa tengah dan Jawa Timur maupun di luar Pulau Jawa seperti Aceh, Sumatera Utara, Pulau Nias, Lampung, Bali, NTB, NTT, dan Papua/Irian. Sukun relatif kuat terhadap keadaan iklim. Iklim mikro yang sangat ideal bagi pertumbuhan sukun adalah di tempat terbuka dan banyak menerima panas sinar matahari (Pitojo, 1999).

(11)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai ketebalan mulsa sabut kelapa dan intensitas penyiraman terhadap pertumbuhan bibit sukun di rumah kaca.

Hipotesis Penelitian

1. Pemberian berbagai ketebalan mulsa sabut kelapa berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sukun (Artocarpus communis).

2. Interval penyiraman yang berbeda berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sukun (Artocarpus communis).

3. Interaksi antara pemberian mulsa sabut kelapa dan interval penyiraman berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sukun (Artocarpus communis).

Manfaat Penelitian

Sebagai informasi untuk penggunaan berbagai ketebalan mulsa sabut kelapa dan intensitas penyiraman yang berbeda sebagai media untuk membantu tanaman memperoleh air yang cukup di rumah kaca dengan suhu yang lebih tinggi dari kondisi sekitar serta meningkatkan pertumbuhan tanaman.

(12)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Sukun (Artocarpus communis)

Tanaman sukun merupakan salah satu jenis yang sangat dikenal di Indonesia dan banyak negara lainnya. Jenis ini memiliki banyak namalokal tergantung daerah persebarannya. Tanaman sukun termasuk famili Moraceae, genus Artocarpus, dan spesies Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg. Para ahli ada yang memberi nama Artocarpus incisa Linndan, Artocarpus communis Forst.

Beberapa sebutan lokal antara lain, di Siam dikenal dengan nama sake, di Malaysia dikenal sebagai Bandarase, serta dalam bahasa Inggris disebut dengan Breadfruit (Pitojo, 1992).

Tanaman sukun merupakan tanaman hutan yang tingginya mencapai 20 m.

Kulit kayunya berserat kasar, dan semua bagian tanaman bergetah encer. Daunnya lebar, bercagap menjari dan berbulu kasar. Bunganya keluar dari ketiak daun pada ujung cabang dan ranting, tetapi masih dalam satu pohon (berumah satu). Bunga jantan berbentuk tongkat panjang yang biasa disebut ontel. Bunga betina berbentuk bulat bertangkai pendek yang biasa disebut babal seperti pada nangka.

Bunga betina ini merupakan bunga majemuk sinkarpik. Kulit buah bertonjolan rata sehingga tidak jelas yang merupakan bekas putik dari bunga sinkarpik tersebut (Sunarjono, 1999).

Tanaman sukun dapat tumbuh dan dibudidayakan pada berbagai jenis tanah mulai dari tepi pantai sampai pada lahan dengan ketinggian ±600 m dari permukaan laut. Sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit maupun curah hujan yang tinggi antara 80-100 inchi per tahun dengan kelembaban 60- 80%, namun lebih sesuai pada daerah-daerah yang cukup banyak mendapat

(13)

penyinaran matahari. Tanaman sukun tumbuh baik di tempat yang lembab, panas, dengan temperatur antara 15-38°C. Tanaman sukun ditanam di tanah yang subur, dalam dan drainase yang baik, tetapi beberapa varietas tanpa biji dapat tumbuh baik di tanah berpasir (Tridjaja, 2003).

Tanaman sukun memiliki banyak kegunaan, antara lain buah sukun yang merupakan hasil utama dimanfaatkan sebagai bahan makanan, diolah menjadi berbagai macam makanan, misalnya getuk sukun, klepon sukun, stik sukun, keripik sukun dan sebagainya. Batang pohon (kayu) sukun dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan maupun dibuat papan kayu yang kemudian dikilapkan (Dephut, 1998).

Mulsa Sabut Kelapa

Salah satu teknik budidaya yang dapat mengurangi terjadinya evaporasi adalah penggunaan mulsa. Mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma, mereduksi penguapan, dan kecepatan alir permukaan, sehingga kelembaban tanah dan persediaan air dapat terjaga. Penggunaan mulsa ditujukan unutk mencegah terjadinya pemadatan tanah, terutama pada lapisan tanah bagian atas, mengurangi fluktuasi suhu tanah, dan mencegah terjadinya kontak langsung antara buah dengan tanah yang dapat menyebabkan buah-buahan menjadi busuk (Jusmin, 2005).

Mulsa adalah suatu bahan yang digunakan sebagai penutup tanah yang bertujuan untuk menghalangi pertumbuhan gulma, menjaga suhu tanah agar tetap stabil, mencegah jatuhnya percikan air langsung mengenai permukaan dari tanah (Wiharjo, 1997).

(14)

Penggunaan mulsa mengakibatkan penurunan suhu tanah siang hari yang mampu menekan evapotranspirasi, menurunkan suhu udara dan tanah sehingga menekan kehilangan air dari permukaan tanah. Selain itu, tanah-tanah yang tidak diberi mulsa ada kecenderungan menurunnya bahan organik tanah sebaliknya pada tanah yang diberi mulsa kandungan bahan organik cukup stabil dan cenderung meningkat (Umboh, 2002).

Mulsa yang telah umum digunakan dalam budidaya pertanian, dapat berupa mulsa organik maupun mulsa sintetik. Mulsa organik berupa jerami, sekam, alang-alang dan sebagainya, sedangkan mulsa sintetik yang digunakan berupa mulsa plastik. Ketebalan mulsa organik yang dianjurkan adalah antara 5- 10 cm. Mulsa yang terlalu tipis akan kurang efektif dalam mengendalikan gulma.

Mulsa organik lebih disukai terutama pada system pertanian yang organik.

Pemberian mulsa organik seperti jerami akan memberikan suatu lingkungan pertumbuhan yang baik bagi tanaman karena dapat mengurangi evaporasi, mencegah penyinaran langsung sinar matahari yang berlebihan terhadap tanah serta kelembaban tanah dapat terjaga, sehingga tanaman dapat menyerap air dan unsur hara dengan baik (Ainun et a ., 2011).

Pemberian mulsa organik pada tanah akan pengaruh yang baik bagi perbaikan sifat fisik tanah, meningkatkan penyerapan air tanah, mengurangi kisaran suhu dan dapat mengurangi kisaran suhu tanah dan dapat mengendalikan pertumbuhan gulma, mempertinggi kadar humus tanah dan memperbaiki aerasi dan drainase tanah sehingga akar dapat berkembang dengan baik dan pertumbuhan tanaman akan lebih subur (Rukmana, 2005).

Perlakuan tanpa mulsa menyebabkan perubahan kandungan air tanah cukup besar, sehingga terjadi defisit air yang menghambat pertumbuhan tinggi

(15)

tanaman. Cekaman air akan menyebabkan suhu daun meningkat, stomata menutup, dan fotosintesis menurun, sebagai akibatnya respirasi meningkat yang dapat mengurangi hasil asimilasi netto (Syaifuddin dan Pranowo, 2007).

Pengolahan sabut kelapa menghasilkan serat sabut dan serbuk kelapa.

Pemanfaatan keduanya sangat banyak, seperti seratnya dapat dimanfaatkan untuk aneka kerajinan rumah tangga seperti sapu, keset, dan untuk bahan jok mobil, untuk reklamasi seperti cocomesh, untuk membantu kesuburan tanah seperti cocopot dan lain-lain. Penggunaan dan permintaan sabut kelapa mengalami

peningkatan pasar yang digunakan sebagai media tanam. Cocopot adalah tempat untuk tanaman yang dibuat dari serabut kelapa sama halnya dengan pot-pot tanaman lainnya tetapi kalau pot tanaman lainnya ada yang terbuat dari plastik, semen, tanah liat dan sebagainya (Mashuri, 2009).

Sabut kelapa segar mengandung tanin 3,12%. Senyawa tanin dapat mengikat enzim yang dihasilkan oleh mikroba sehingga mikroba menjadi tidak aktif. Serbuk sabut kelapa ini juga telah dikembangkan untuk pembuatan briket serbuk sabut kelapa yang digunakan sebagai bahan penyimpan air pada lahan pertanian. Karakteristik sifat daya serap airnya sangat berbeda dengan sifat daya serap air papan partikel yang terbuat dari kayu, yaitu sifat daya serap airnya antara 3,5 sampai 5,5 kali dari beratnya, sedangkan untuk sifat daya serap air nilainya berkisar antara 2,5 sampai 4 kali dari beratnya. Berdasarkan sifat penyerapan air dan oli yang tinggi ini memungkinkan pemanfaatan produk papan partikel yang terbuat dari serbuk sabut kelapa ini dapat digunakan sebagai bahan penyerap air atau oli. Disamping itu dapat digunakan sebagai pengganti papan busa (stiroform)

(16)

sebagai bahan pembungkus anti pecah yang ramah lingkungan karena bahan ini kemungkinan besar dapat terdekomposisi secara alami (Subiyanto et al., 2003).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang kompleks antara faktor internal (dalam) dan eksternal (luar). Faktor internal meliputi intrasel (sifat genetic/hereditas) dan intersel (hormonal dan enzim). Faktor eksternal meliputi air tanah dan mineral, kelembaban udara, suhu udara, cahaya dan sebagainya.

Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman:

1. Sifat Menurun atau Hereditas. Ukuran dan bentuk tumbuhan banyak dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor genetik dapat digunakan sebagai dasar seleksi bibit unggul.

2. Hormon Pada Tumbuhan. Hormon merupakan hasil sekresi dalam tubuh yang dapat memacu pertumbuhan, tetapi adapula yang dapat menghambat pertumbuhan. Hormon-hormon pada tumuhan yaitu auksin, giberilin, gas etilen, sitokinin, asam abisat dan kalin.

Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman:

1. Cahaya Matahari. Cahaya jelas pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman.

Cahaya merupakan sumber energy fotosintesis. Daun dan batang tumbuhan yang tumbuh ditempat gelap akan kelihatan kuning pucat. Tumbuhan yang kekurangan cahaya menyebabkan batang tumbuh lebih panjang, lembek dan kurus, serta daun timbul tidak normal. Panjang penyinaran mempunyai pengaruh khusus bagi pertumbuhan dan reproduksi tumbuhan.

2. Temperatur. Temperatur mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi tumbuhan. Perubahan temperatur dari dingin atau panas mempengaruhi

(17)

kemampuan fotosintesis, translokasi, respirasi dan transpirasi. Jika temperatur terlalu dingin atau terlalu tinggi pertumbuhan akan menjadi lambat atau terhenti sama sekali pada beberapa tumbuhan apabila lingkungan, air, temperatur, dan cahaya tidak memungkinkan untuk tumbuh.

3. Kelembaban atau Kadar Air. Tanah dan udara yang kurang lembah umumnya berepengaruh baik terhadap pertumbuhan karena meningkatkan penyerapan air dan menurunkan penguapan atau transpirasi.

4. Air dan Unsur Hara. Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi tumbuhan. Fungsi air antara lain sebagai media reaksi enzimatis, berperan dalam fotosintesis, menjaga turgiditas sel dan kelembapan. Kandungan air dalam tanah mempengaruhi kelarutan unsur hara dan menjaga suhu tanah.

Hasil tanaman yang meningkat merupakan refleksi kemampuan kompetisinya yang tinggi, sehingga tanaman mengalami pertumbuhan yang lebih baik dengan memanfaatkan faktor tumbuh yang ada secara maksimal sehingga distribusi fotosintat ke bagian biji juga meningkat. (Wicks et al., 2004 dalam Budi dan Hajoeningtias, 2009).

Peranan Air Dalam Pertumbuhan Tanaman

Air sangat berfungsi bagi pertumbuhan tanaman, khususnya air tanah yang digunakan oleh tumbuhan sebagai bahan melalui proses fotosintesis. Air diserap tanaman melalui akar bersama dengan unsur hara yang larut di dalamnya, kemudian diangkut melalui pembuluh Xylem (Lakitan, 1993).

Kebutuhan air suatu tanaman dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evotranspirasi (ET-tanaman) tanaman yang sehat, tumbuh pada sebidang lahan yang luas dengan kondisi tanah

(18)

yang tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu. Air tanah sangat berperan dalam hal mekanisme pergerakan hara ke akar tanaman.

Perkembangan akar tanaman sangat dirangsang oleh kondisi tanah yang lembab, sehingga kesempatan dari akar untuk lebih dekat dengan unsur hara yang berasal dari pupuk akan lebih besar. Demikian juga dengan aliran massa untuk keperluan transpirasi diperlukan air tanah dan pada waktu bersamaan juga akan mengangkut

unsur-unsur hara ke akar dari daerah yang jauh dari jangkauan akar (Damanik et al., 2010).

Air seringkali membatasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya. Respon tumbuhan terhadap kekurangan air dapat dilihat pada aktifitas metabolosmenya, morfologinya, tingkat pertumbuhannya, atau produktivitasnya.

Pertumbuhan sel merupakan fungsi tanaman yang paling sensitif terhadap kekurangan air. Kekurangan air akan mempengaruhi turgor sel sehingga akan mengurangi pengembangan sel, sintesis protein, dan serta sistesis dinding sel (Gardner et al., 1991).

Dwijoseputro (2009) menyatakan bahwa kalau sepanjang hari penguapan terus menerus lebih hebat daripada peresapan air oleh akar, maka tanaman tersebut ada di dalam keadaan layu sepanjang hari. Jika pada malam hari pemasukan air lebih banyak dari pengeluaran, maka pulihlah turgor dan tanaman tampak segar lagi.

Penyiraman dengan interval 9 hari sekali menurunkan kadar lengas tanah sekitar 51,2% dibandingkan penyiraman setiap hari dan penyebabkan tanaman mengalami cekaman kekeringan. Pada penyiraman 1x7 hari berdampak buruk

(19)

pada pertumbuhan tanaman, tetapi dari data yang disajikan bibit sukun tidak ada yang mengalami kematian, hanya penghambat pertumbuhan yang ditunjukkan dengan keadaan layu untuk penyiraman 1x7 hari (Setiawan, 2013).

Menurut Santoso (2010) ada beberapa parameter yang dapat dilihat apabila tanaman membutuhkan air yaitu :

1.Tinggi tanaman

Tanaman yang mengalami kekurangan kebutuhan air pertumbuhan tingginya terhambat sehingga tanaman menjadi kerdil. Namun tanaman yang mengalami kebutuhan air yang tercukupi maka pertumbuhan tinggi akan meningkat.

2. Jumlah daun

Tanaman yang memiliki jumlah daun banyak dapat diperoleh pada tanaman yang kebutuhan airnya tercukupi sedangkan tanaman yang kebutuhan airnya tidak terpenuhi maka jumlah daun sedikit.

3. Diameter

Tanaman dengan diameter terlebar dimiliki oleh tanaman dengan kebutuhan air yang tercukupi sedangkan diameter terkecil akan dimiliki oleh tanaman dengan kebutuhan air tidak tercukupi.

4. Panjang akar

Panjang akar yang tinggi meningkatkan kebutuhan air pada tanaman yang kebutuhan airnya tercukupi sedangkan tanaman yang kebutuhan airnya kurang makan akarnya memiliki panjang yang rendah.

5. Berat kering tajuk dan akar

Berat kering pada tajuk dan akar suatu tanaman akan besar pertumbuhan tanaman diimbangi dengan kebutuhan air yang cukup.

(20)

Respon tanaman yang mengalami kekurangan air dapat merupakan perubahan di tingkat seluler dan molekuler yang ditunjukkan dengan laju penurunan pertumbuhan, berkurangnya luas daun dan peningkatan rasio akar : tajuk. Tingkat kerugian tanaman akibat kekurangan air dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain intensitas kekeringan yang dialami, lamanya kekeringan dan tahap pertumbuhan saat tanaman mengalami kekeringan. Dua macam respon tanaman yang dapat memperbaiki status jika mengalami kekeringan adalah Pengubahan distribusi asimilat baru akan mendukung pertumbuhan akar daripada tajuk, sehingga dapat meningkatkan kapasitas akar menyerap air serta menghambat pertumbuhan tajuk untuk mengurangi transpirasi. Pengaturan derajat pembukaan stomata akan menghambat hilangnya air melalui transpirasi (Mansfield dan Atkinson, 1990).

Rumah Kaca

Rumah kaca merupakan sebuah bangunan tempat budidaya tanaman dengan pengaturan beberapa variabel di dalamnya agar sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembang tanaman yang sedang dibudidayakan saat itu. Variabel-variabel pokok yang perlu diatur dalam rumah kaca yaitu temperatur, kelembaban udara, dan intensitas cahaya. Penanganan lain yang diberikan kepada obyek tanam dalam rumah kaca antara lain penyiraman, pemupukan, dan pemberantasan hama dan penyakit. Rumah kaca merupakan sebuah bangunan tempat budidaya tanaman dengan pengaturan beberapa variabel di dalamnya agar sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembang tanaman yang sedang dibudidayakan saat itu. Variabel-variabel pokok yang perlu diatur dalam rumah kaca yaitu temperatur, kelembaban udara, dan intensitas cahaya (Toni, 2007).

(21)

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama 20 minggu, dimulai bulan Desember 2015 sampai April 2016. Rangkaian kegiatan mulai dari pengambilan bibit sukun di Lubuk Pakam, persiapan bahan, lalu pengamatan yang dilakukan di rumah kaca, Fakultas Pertanian (FP), Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit sukun (Artocarpus communis), mulsa sabut kelapa untuk setiap ulangan, top soil, polybag dan kertas label. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain cangkul, kamera digital, alat tulis, kalkulator, gunting, penggaris, kalifer, software Microsoft Excel dan software Image J.

Metode Penelitian

Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial untuk 2 faktor yaitu :

1. Faktor K adalah mulsa sabut kelapa terdiri dari 6 jenis perlakuan, yaitu:

K0 : tanpa perlakuan (kontrol) K1 : ketebalan 2 cm

K2 : ketebalan 4 cm K3 : ketebalan 6 cm K4 : ketebalan 8 cm K5 : ketebalan 10 cm

(22)

2. Faktor S adalah interval penyiraman yang digunakan terdiri dari 4 perlakuan yaitu :

S1 : setiap hari

S2 : 1 kali dalam 3 hari S3 : 1 kali dalam 5 hari S4 : 1 kali dalam 7 hari

Semua perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 72 jumlah unit percobaan.

Model umum rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut : Yijk = μ + αi +βj + αβij + Єijk

keterangan :

Yijk = hasil pengamatan untuk pemberian mulsa sabut kelapa pada ketebalan ke-i interval penyiraman ke j pada ulangan ke k

μ = rataan umum pertumbuhan bibit sukun

αi = pengaruh pemberian mulsa sabut kelapa pada ketebalan ke-i βi = pengaruh interval penyiraman pada penyiraman ke-j

αβij = interaksi antara pemberian mulsa sabut kelapa dengan interval penyiraman

Єijk = pengaruh galat pada pemberian mulsa sabut kelapa pada ketebalan ke-i, interval penyiraman pada penyiraman ke-j dan ulangan ke-k

Prosedur Penelitian 1. Penyiapan Bibit Sukun

Bibit sukun yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bibit yang berasal dari daerah Lupuk Pakam. Bibit sukun yang digunakan merupakan hasil

(23)

perbanyakan vegetatif stek akar. Bibit yang digunakan merupakan bibit yang memilki umur seragam seragam,yaitu 3 bulan dan memiliki kesehatan serta keadaan fisik yang baik.

2. Penyiapan Media Tanam

Media Tanam adalah polybag berwarna hitam yang diisi dengan top soil sebanyak 12 kg. Top soil yang digunakan diambil dari arboretum Kuala Bekala USU.

3. Penanaman Bibit Sukun

Bibit sukun kemudian ditanam pada polybag yang telah diisi dengan tanah dan diberi label sesuai dengan perlakuan pada setiap bibit yang telah ditanam.

4. Pemberian Mulsa Sabut Kelapa

Mulsa sabut kelapa yang digunakan diletakkan di permukaan tanah bibit sukun sesuai dengan perlakuan yang diberikan yaitu ketebalan 2 cm, 4 cm, 6 cm, 8 cm, dan 10 cm.

Parameter Pengamatan a. Pertambahan tinggi (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal sampai titik tumbuh tertinggi dengan menggunakan benang dan penggaris. Sebelum dilakukan pengamatan parameter, dilakukan terlebih dahulu pengambilan data awal pengukuran.

Pengamatan dilakukan dua minggu sekali.

b. Diameter batang (cm)

Diameter tanaman diukur dengan menggunakan jangka sorong yang diambil pada suatu titik yang telah ditentukan. Sebelum dilakukan pengamatan parameter, dilakukan terlebih dahulu pengambilan data awal pengukuran.

(24)

Pengukuran diameter dilakukan di pangkal batang yang kemudian diberi tanda.Pengamatan dilakukan dua minggu sekali.

c. Jumlah Daun (helai)

Data jumlah daun diambil saat pengambilan data terakhir dari setiap bibit sukun. Jumlah daun dihitung mulai dari daun yang paling bawah hingga daun yang berada disekitar pucuk tanaman yang sudah terbuka sempurna. Menghitung daun dilakukan dua minggu sekali.

d. Luas Tajuk (cm2)

Pengukuran luas tajuk diambil saat pengambilan data terakhir dari setiap bibit sukun. Tajuk diambil fotonya, kemudian hasilnya di-scan untuk mendapatkan pengukuran luas tajuk menggunakan program Image J.

e. Kadar Air Daun (%)

Pengukuran kadar air dilakukan pada akhir penelitian dengan menimbang satu helai daun pada setiap perlakuan kemudian mengopenkan setiap helai daun sehingga nanti memperoleh berat akhirnya. Dengan menggunakan rumus :

𝐾𝐾𝐾𝐾 =𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐾𝐾𝐴𝐴𝐵𝐵𝐴𝐴 − 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐾𝐾𝐴𝐴ℎ𝑖𝑖𝐵𝐵

berat awal 𝑥𝑥 100%

f. Panjang akar

Pengukuran panjang akar diambil saat pengambilan data terakhir dari setiap bibit sukun. Pengukuran panjang akar dilakukan dengan pengukuran akar terpanjang.

g. Bobot kering tajuk dan akar

Pengukuran berat kering akar dilakukan pada akhir penelitian dengan menimbang akar dan tajuk masing masing pada setiap perlakuan kemudian mengopenkannya sehingga nanti memperoleh berat akhirnya.

(25)

h. Luas Daun

Pengukuran luas daun diambil saat pengambilan data terakhir dari setiap bibit sukun. Daun ketiga dari setiap tanaman sukun diambil fotonya, kemudian hasilnya di-scan untuk mendapatkan pengukuran luas daun menggunakan program Image J.

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pertambahan Tinggi (cm)

Data hasil pengamatan pertambahan tinggi tanaman sukun dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan data hasil pengamatan pertambahan tinggi tanaman sukun, pertambahan tinggi tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa ketebalan 10 cm (K5) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×1 hari (S1) yaitu sekitar 87,30 cm. Sedangkan pertambahan tinggi terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 11,23 cm.

Tabel 1. Data Pertambahan Tinggi (cm) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.

Perlakuan S1 S2 S3 S4 Rata-rata

K0 26,97 bcde 37,00 efg 18,33 ab 11,23 a 23,38 a K1 38,60 fgh 28,53 cdef 42,10 ghi 22,50 bc 32,93 b K2 60,53 kl 52,50 hijk 34,40 defg 26,00 bcd 43,36 c K3 77,47 mn 68,70 lm 56,03 jk 43,33 ghi 61,38 d K4 81,83 n 78,47 mn 57,03 jk 41,90 ghi 64,81 d K5 87,30 n 77,27 mn 57,07 jk 48,27 hij 67,48 d Rata-rata 62,12 c 57,08 c 44,16 B 32,21 a Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata berdasarkan DMRT taraf α 5%

Berdasarkan data hasil pengamatan pertambahan tinggi tanaman sukun dan uji analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa organik sabut kelapa dan faktor interval penyiraman serta interaksi ketebalan mulsa organik dengan penyiraman berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman sukun sehingga dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT 5%.

(27)

Pertambahan Diameter (cm)

Data hasil pengamatan pertambahan diameter tanaman sukun dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan data hasil pengamatan pertambahan diameter tanaman sukun, pertambahan diameter tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa ketebalan 10 cm (K5) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×3 hari (S2) yaitu sekitar 0,86 cm. Sedangkan pertambahan diameter terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 0,17 cm.

Tabel 2. Data Pertambahan Diameter (cm) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.

Perlakuan S1 S2 S3 S4 Rata-rata

K0 0,67 fghij 0,66 fghij 0,43 bcd 0,17 a 0,48 a K1 0,58 defgh 0,62 defgh 0,39 bc 0,35 ab 0,49 a K2 0,57 cdefg 0,63 fghij 0,49 bcdef 0,48 bcdef 0,54 ab K3 0,71 ghij 0,66 fghij 0,72 ghij 0,43 bcde 0,63 abc K4 0,78 hj 0,83 hij 0,71 ghij 0,78 hj 0,78 c K5 0,76 ghij 0,86 j 0,71 ghij 0,59 defgh 0,73 bc Rata-rata 0,68 b 0,71 b 0,57 ab 0,47 a Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata berdasarkan DMRT taraf α 5%

Berdasarkan data hasil pengamatan pertambahan diameter tanaman sukun dan uji analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa organik sabut kelapa dan faktor interval penyiraman, serta interaksi ketebalan mulsa organik dengan penyiraman berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter tanaman sukun sehingga dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT 5%.

Jumlah Daun (helai)

Data hasil pengamatan pertambahan jumlah daun tanaman sukun dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan data hasil pengamatan pertambahan jumlah

(28)

daun tanaman sukun, pertambahan jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa ketebalan 10 cm (K5) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×1 hari (S1) yaitu sekitar 7,67 helai. Sedangkan pertambahan jumlah daun terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 2 helai.

Tabel 3. Data Jumlah Daun (helai) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.

Perlakuan S1 S2 S3 S4 Rata-rata

K0 6,00 4,33 2,67 2,00 3,75 a

K1 5,67 3,33 4,33 3,00 4,08 ab

K2 6,33 6,33 5,33 3,00 5,25 abc

K3 6,67 6,67 4,67 4,67 5,67 bc

K4 7,33 6,00 6,67 4,67 6,17 c

K5 7,67 5,33 6,33 6,00 6,33 c

Rata-rata 6,61 ab 5,33 ab 5,00 ab 3,89 a

Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata berdasarkan DMRT taraf α 5%

Berdasarkan data hasil pengamatan pertambahan jumlah daun tanaman sukun dan uji analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa organik sabut kelapa dan faktor interval penyiraman, serta interaksi ketebalan mulsa organik dengan penyiraman berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun tanaman sukun sehingga dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT 5%.

Luas Tajuk (𝐜𝐜𝐜𝐜𝟐𝟐)

Data luas tajuk tanaman sukun dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan data hasil pengamatan luas tajuk tanaman sukun, luas tajuk tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa ketebalan 10 cm (K5) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 3097,30 cm2. Sedangkan luas tajuk terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian

(29)

mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 1073,72 cm2.

Tabel 4. Data Luas Tajuk (cm2)Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.

Perlakuan S1 S2 S3 S4 Rata-rata

K0 2162,94 1870,16 1609,56 1073,72 1679,10 a K1 1807,92 1417,61 1465,87 2114,28 1701,42 ab K2 1798,68 1823,51 1817,07 1556,65 1748,98 abc K3 2111,39 1772,83 2479,09 2180,75 2136,01 abc K4 2875,97 2582,98 2017,66 3097,30 2643,48 bc K5 3017,03 2933,42 2827,82 2259,03 2759,33 c Rata-rata 2295,66 2066,75 2036,18 2046,96 Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata berdasarkan DMRT taraf α 5%

Berdasarkan data hasil pengamatan luas tajuk tanaman sukun dan uji analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa organik sabut kelapa berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun tanaman sukun sehingga dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT 5%. Sedangkan faktor interval penyiraman, serta interaksi ketebalan mulsa organik dengan penyiraman tidak berpengaruh nyata sehingga tidak dilakukan uji lanjutan.

Kadar Air Daun (%)

Data hasil pengamatan kadar air daun tanaman sukun dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan data hasil pengamatan kadar air daun tanaman sukun, kadar air daun tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa ketebalan 8 cm (K4) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×3 hari (S2) yaitu sekitar 89,33%. Sedangkan kadar air daun terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 49,33 %.

(30)

Tabel 5. Data Kadar Air Daun (%) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.

Perlakuan S1 S2 S3 S4 Rata-rata

K0 82,67 efgh 60,67 abc 55,00 ab 49,33 a 61,92 a K1 68,67 bcde 82,67 efgh 72,67 cdefgh 82,33 efgh 76,58 ab K2 80,33 defgh 80,67 defgh 60,33 Abc 64,33 abcd 71,42 ab K3 69,00 bcdefg 87,00 gh 88,67 H 81,33 defgh 81,50 b K4 82,67 efgh 89,33 h 71,67 cdefgh 82,67 efgh 81,58 b K5 69,00 bcdefg 73,33 cdefgh 70,67 bcdefg 86,33 Fgh 74,83 ab

Rata-rata 75,39 b 78,94 b 69,83 A 74,39 ab

Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata berdasarkan DMRT taraf α 5%

Berdasarkan data hasil pengamatan kadar air daun tanaman sukun dan uji analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa organik sabut kelapa dan faktor interval penyiraman, serta interaksi ketebalan mulsa organik dengan penyiraman berpengaruh nyata terhadap kadar air daun tanaman sukun sehingga dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT 5%.

Panjang Akar (cm)

Data hasil pengamatan panjang akar tanaman sukun dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan data hasil pengamatan panjang akar tanaman sukun dan uji analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa organik sabut kelapa tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar tanaman sukun sehingga tidak dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT 5%.

Tabel 6. Data Panjang Akar(cm) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.

Perlakuan S1 S2 S3 S4 Rata-rata

K0 63,00 83,33 76,00 56,33 69,67

K1 65,33 73,00 73,67 82,67 73,67

K2 65,00 84,67 56,67 74,67 70,25

K3 82,67 77,67 73,67 68,00 75,50

K4 65,00 64,33 68,67 85,00 70,75

K5 75,00 73,67 71,33 63,67 70,92

Rata-rata 69,33 76,11 70,00 71,72

(31)

Berdasarkan data hasil pengamatan panjang akar tanaman sukun, panjang akar tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa ketebalan 8 cm (K4) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 85,00 cm. Sedangkan panjang akar terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 56,33 cm.

Bobot Kering Akar (gram)

Data hasil pengamatan bobot kering akar dapat dilihat pada Tabel 7.

Berdasarkan data hasil pengamatan bobot kering akar tanaman sukun, bobot kering akar tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa ketebalan 6 cm (K3) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×3 hari (S2) yaitu sekitar 30,33 gram. Sedangkan bobot kering akar terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×3 hari (S2) yaitu sekitar 6,33 gram.

Tabel 7. Data Bobot Kering Akar (gram) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Penyiraman.

Perlakuan S1 S2 S3 S4 Rata-rata

K0 15,00 fghi 6,33 a 10,00 abcd 7,00 Ab 9,58 a K1 14,67 efgh 13,67 defg 10,00 abcd 8,67 Ab 11,75 ab K2 18,67 hij 13,33 cdefg 10,67 bcdef 10,33 bcde 13,25 ab K3 22,00 j 30,33 k 13,67 defg 9,33 Abc 18,83 c K4 15,67 ghi 23,67 jk 10,33 bcde 9,00 Ab 14,67 bc K5 19,33 hij 14,67 efgh 13,33 cdefg 14,33 defgh 15,42 bc Rata-rata 17,56 b 17,00 b 11,33 a 9,78 A Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata berdasarkan DMRT taraf α 5%

Berdasarkan data hasil pengamatan bobot kering akar tanaman sukun dan uji analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa organik sabut

(32)

kelapa dan faktor interval penyiraman, serta interaksi ketebalan mulsa organik dengan penyiraman berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar tanaman sukun sehingga dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT 5%.

Bobot Kering Tajuk (gram)

Data hasil pengamatan bobot kering tajuk tanaman sukun dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan data hasil pengamatan bobot kering tajuk tanaman sukun dan uji analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa organik sabut kelapa dan faktor interval penyiraman, serta interaksi ketebalan mulsa organik dengan penyiraman berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk tanaman sukun sehingga dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT 5%.

Tabel 8. Data Bobot Kering Tajuk (gram) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Penyiraman.

Perlakuan S1 S2 S3 S4 Rata-rata

K0 21,67 cd 14,33 ab 26,67 defg 9,67 a 18,08 a K1 22,33 cd 21,00 cd 20,67 cd 19,33 bc 20,83 ab K2 41,33 L 38,00 jkl 29,00 efgh 24,67 cdef 33,25 d K3 31,67 hij 37,00 ijkl 30,67 efghi 34,67 hijk 33,50 d K4 36,00 ijkl 31,00 fghi 22,00 cd 19,67 bc 27,17 c K5 39,33 Kl 26,33 defg 24,00 cde 14,33 ab 26,00 bc Rata-rata 32,06 C 27,94 bc 25,50 ab 20,39 a Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata secara signifikan berdasarkan DMRT taraf α 5%

Berdasarkan data hasil pengamatan bobot kering tajuk tanaman sukun, bobot kering tajuk tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa ketebalan 4 cm (K2) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×1 hari (S1) yaitu sekitar 41,33 gram. Sedangkan bobot kering tajuk terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 9,76 gram.

(33)

Luas Daun (𝐜𝐜𝐜𝐜𝟐𝟐)

Data luas daun tanaman sukun dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan data hasil pengamatan luas daun tanaman sukun, luas daun tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa ketebalan 8 cm (K4) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 516,22 cm2. Sedangkan luas daun terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 173,40 cm2 .

Tabel 9. Data Luas Daun (cm2) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Penyiraman.

Perlakuan S1 S2 S3 S4 Rata-rata

K0 377,16 355,90 251,59 173,40 289,51 ab

K1 356,88 236,27 272,09 313,49 294,68 ab

K2 266,45 303,92 302,84 259,44 283,16 a

K3 351,90 295,47 413,18 363,46 356,00 abc

K4 490,44 463,83 336,28 516,22 451,69 b

K5 469,51 444,46 493,53 454,28 465,44 c

Rata-rata 385,39 349,97 344,92 346,71

Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata berdasarkan DMRT taraf α 5%

Berdasarkan data hasil pengamatan luas daun tanaman sukun dan uji analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa organik sabut kelapa berpengaruh nyata terhadap luas daun tanaman sukun sehingga dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT 5%.

Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi menggambarkan kuat/tidaknya hubungan linear antar parameter pengamatan. Data koefisien korelasi antar parameter pengamatan tanaman sukun dapat dilihat pada Tabel 10.

(34)

Tabel 10. Data Koefisien Korelasi Pertumbuhan Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Penyiraman.

KORELASI Tinggi Diameter Jumlah Daun

Luas Tajuk

Kadar Air Daun

Panjang Akar

Bobot Kering Akar

Bobot Kering Tajuk Diameter 0,762

Jumlah Daun 0,828 0,700

Luas Tajuk 0,656 0,750 0,555 Kadar Air

Daun 0,410 0,478 0,407 0,423

Panjang Akar 0,107 0,227 0,098 0,168 0,132 Bobot Kering

Akar 0,691 0,500 0,636 0,219 0,462 0,001 Bobot Kering

Tajuk 0,648 0,371 0,592 0,284 0,342 0,097 0,611

Luas Daun 0,614 0,754 0,584 0,952 0,447 0,094 0,208 0,154

Berdasarkan data koefisien korelasi pada Tabel 10 diperoleh semua hubungan parameter pengamatan bernilai positif yang menunjukkan bahwa hubungan antar perameter pengamatan bersifat searah. Secara teori, dua variabel dapat sama sekali tidak berhubungan (r=0), berhubungan secara sempurna (r=1), atau antara kedua angka tersebut. Arah korelasi juga dapat positif (berhubungan searah) atau negatif (berhubungan berlainan arah). Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa hubungan luas daun dan luas tajuk memiliki hubungan yang paling kuat yaitu 0,952 dan yang paling lemah pada hubungan antara bobot kering akar dengan panjang akar yaitu 0,001.

Pembahasan

Berdasarkan sidik ragam terlihat bahwa perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa berpengaruh nyata terhadap parameter pengamatan pertambahan tinggi, pertambahan diameter, jumlah daun, luas daun, luas tajuk, kadar air daun, bobot kering tajuk, dan bobot kering akar. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian mulsa organik memberikan suatu lingkungan pertumbuhan

(35)

yang baik dan mampu memodifikasi faktor lingkungan, kelembaban, dan kadar air yang lebih tinggi akan mendorong penyerapan unsur hara oleh tanaman sukun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Umboh (2002), bahwa penggunaan mulsa mengakibatkan penurunan suhu tanah siang hari yang mampu menekan evapotranspirasi, menurunkan suhu udara dan tanah sehingga menekan kehilangan air dari permukaan tanah. Selain itu, tanah-tanah yang tidak diberi mulsa ada kecenderungan menurunnya bahan organik tanah sebaliknya pada tanah yang diberi mulsa kandungan bahan organik cukup stabil dan cenderung meningkat.

Pertumbuhan tanaman yang diperoleh merupakan kemampuan dan ketahanan tanaman dalam memanfaatkan faktor- faktor tumbuh di sekelilingnya baik yang berada di bawah permukaan tanah maupun yang berada di atas permukaan tanah yang berupa cahaya, air, dan oksigen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wicks, dkk (2004) dalam Budi dan Hajoeningtias (2009),bahwa hasil tanaman yang meningkat merupakan refleksi kemampuan kompetisinya yang tinggi, sehingga tanaman mengalami pertumbuhan yang lebih baik dengan memanfaatkan faktor tumbuh yang ada secara maksimal sehingga distribusi fotosintat ke bagian biji juga meningkat.

Berdasarkan Uji DMRT taraf α 5%, perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa terbaik ditemukan pada ketebalan 6 cm (K3). Hal ini dapat dilihat pada parameter pengamatan pertambahan tinggi, pertambahan diameter, dan jumlah daun yang masing- masing terdapat pada perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa ketebalan 6 cm dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ainun (2011), bahwa ketebalan mulsa organik yang dianjurkan adalah antara 5-10 cm. Mulsa yang terlalu tipis

(36)

akan kurang efektif dalam mengendalikan gulma. Mulsa organik lebih disukai terutama pada system pertanian yang organik. Pemberian mulsa organik seperti jerami akan memberikan suatu lingkungan pertumbuhan yang baik bagi tanaman karena dapat mengurangi evaporasi, mencegah penyinaran langsung sinar matahari yang berlebihan terhadap tanah serta kelembaban tanah dapat terjaga, sehingga tanaman dapat menyerap air dan unsur hara dengan baik.

Perlakuan tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0) menghasilkan pertumbuhan terendah. Hal ini dapat dilihat dari data semua parameter pengamatan dan hasil sidik ragam yang menunjukkan parameter pengamatan terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syaifuddin dan Pranowo (2007) yang menyatakan bahwa, perlakuan tanpa mulsa menyebabkan perubahan kandungan air tanah cukup besar, sehingga terjadi defisit air yang menghambat pertumbuhan tinggi tanaman. Cekaman air akan menyebabkan suhu daun meningkat, stomata menutup, dan fotosintesis menurun, sebagai akibatnya respirasi meningkat yang dapat mengurangi hasil asimilasi netto.

Mulsa organik sabut kelapa yang merupakan bahan organik yang bisa saja terdekomposisi menyebabkan tanah mendapatkan unsur hara dari proses pelapukan yang mendukung pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan helai daun dipengaruhi oleh unsur hara dan pemberian air yang cukup untuk proses fotosintesis yang dimulai dari akar diteruskan ke daun. Pemakaian mulsa organik anyaman daun sawit mampu memperbaiki struktur tanah menjadi lebih gembur dan mempertinggi kadar humus tanah, karena mulsa organik bersifat lapuk dan

(37)

membusuk. Pembusukan dari mulsa ini bisa menambah unsur hara pada tanah dan berpengaruh pada kesuburan tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rukmana (2005), bahwa pemberian mulsa organik pada tanah akan pengaruh yang baik bagi perbaikan sifat fisik tanah, meningkatkan penyerapan air tanah, mengurangi kisaran suhu dan dapat mengurangi kisaran suhu tanah dan dapat mengendalikan pertumbuhan gulma, mempertinggi kadar humus tanah dan memperbaiki aerasi dan drainase tanah sehingga akar dapat berkembang dengan baik dan pertumbuhan tanaman akan lebih subur.

Berdasarkan Uji DMRT taraf α 5%, faktor penyiraman terbaik terdapat pada penyiraman 1x3 hari (S2), hal ini dapat dilihat dari parameter pengamatan pertambahan tinggi, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk yang masing- masing terdapat pada perlakuan penyiraman 1x3 hari. Perlakuan penyiraman 1x7 hari (S4) menghasilkan pertumbuhan terendah pada semua parameter pengamatan. Hal ini membuktikan bahwa air adalah komponen penting dalam pertumbuhan tanaman, karena sifatnya sebagai pelarut dan membawa ion-ion tanah kedalam akar.

Ketersediaan air yang cukup pada media tanam akan menjamin kelangsungan pertumbuhan, perkembangan, dan hasil tanaman. Salah satu faktor penentu ketersediaan air tanah adalah penyiraman, baik jumlah maupun frekuensi penyiraman. Sesuai dengan penelitian Setiawan (2013) bahwa penyiraman dengan interval 9 hari sekali menurunkan kadar lengas tanah sekitar 51,2% dibandingkan penyiraman setiap hari dan penyebabkan tanaman mengalami cekaman kekeringan. Pada penyiraman 1x7 hari berdampak buruk pada pertumbuhan tanaman, tetapi dari data yang disajikan bibit sukun tidak ada yang mengalami kematian, hanya penghambat pertumbuhan yang ditunjukkan dengan keadaan layu

(38)

untuk penyiraman 1x7 hari. Hal ini membuktikan bahwa bibit sukun masih toleran terhadap kekeringan selama 7 hari dan layu dalam keadaan kapasitas lapang atau layu sepanjang hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tridjaja (2003) yang menyatakan bahwa sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit maupun curah hujan yang tinggi antara namun lebih sesuai pada daerah-daerah yang cukup banyak mendapat penyinaran matahari. Tanaman sukun tumbuh baik di tempat yang lembab, panas, dengan temperatur antara 15-38°C. Tanaman sukun ditanam di tanah yang subur, dalam dan drainase yang baik, tetapi beberapa varietas tanpa biji dapat tumbuh baik di tanah berpasir. Namun setelah disiram kembali tanaman sukun akan segar sesuai dengan air yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dwijoseputro (2009) bahwa kalau sepanjang hari penguapan terus menerus lebih hebat daripada peresapan air oleh akar, maka tanaman tersebut ada di dalam keadaan layu sepanjang hari. Jika pada malam hari pemasukan air lebih banyak dari pengeluaran, maka pulihlah turgor dan tanaman tampak segar lagi.

Respon tanaman yang mengalami kekurangan air dapat merupakan perubahan di tingkat seluler dan molekuler yang ditunjukkan dengan laju penurunan pertumbuhan, berkurangnya luas daun dan peningkatan rasio akar : tajuk. Tingkat kerugian tanaman akibat kekurangan air dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain intensitas kekeringan yang dialami, lamanya kekeringan dan tahap pertumbuhan saat tanaman mengalami kekeringan. Dua macam respon tanaman yang dapat memperbaiki status jika mengalami kekeringan adalah mengubah distribusi asimilat baru dan mengatur derajat pembukaan stomata.

Pengubahan distribusi asimilat baru akan mendukung pertumbuhan akar daripada tajuk, sehingga dapat meningkatkan kapasitas akar menyerap air serta menghambat pertumbuhan tajuk untuk mengurangi transpirasi. Pengaturan derajat

(39)

pembukaan stomata akan menghambat hilangnya air melalui transpirasi (Mansfield dan Atkinson, 1990).

Suhu rumah kaca yang tinggi, menyebabkan laju potensial air melalui proses difusi akar menjadi lebih meningkat dan dapat menyebabkan kerusakan struktur maupun kehancuran enzim. Dari pengamatan yang dilakukan pertumbuhan bibit sukun ini cukup baik dikarenakan jumlah air yang dapat diserap oleh mulsa dapat memenuhi kebutuhan bagi pertumbuhan bibit sukun.

Penggunaan mulsa sebagai penahan air bisa menjadi faktor pendukung untuk mengurangi kerusakan fisik yang disebabkan oleh keadaan yang ekstrim. Hal ini sesuai pernyataan Hamdani (2009) bahwa salah satu pendekatan untuk mengatasi kehilangan air akibat evaporasi adalah dengan cara pemberian mulsa.

(40)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh nyata terhadap parameter- parameter yang diamati antara lain: pertambahan tinggi, pertambahan diameter, pertambahan jumlah daun, luas daun, luas tajuk, kadar air daun, bobot kering tajuk, dan bobot kering daun dan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter panjang akar.

2. Perlakuan penyiraman terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh nyata terhadap parameter yang diamati antara lain: pertambahan tinggi, pertambahan diameter, pertambahan jumlah daun, kadar air daun, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk dan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter panjang akar, luas tajuk, dan luas daun.

3. Perlakuan interaksi antara mulsa organik sabut kelapa dan interval penyiraman memberikan pengaruh nyata terhadap parameter pengamatan pertambahan tinggi, pertambahan diameter, kadar air daun, bobot kering tajuk, dan bobot kering akar dan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter luas daun, luas tajuk, panjang akar, dan jumlah daun bibit sukun (Artocarpus communis).

Saran

Perlu adanya penelitian lanjutan terhadap mulsa organik sabut kelapa dengan ketebalan mulsa yang lebih tinggi dan frekuensi penyiraman terlama selama di rumah kaca.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Ainun, M., Nurhayati., dan Dewi Susilawati. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Dan Jenis Mulsa OrganikTerhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kedelai. Jurnal Floratek. VOL 6 No. 2. 2011.

Damanik et al. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. usupress. Medan

Daniel, T. W., J. A. Helms, dan F. S. Baker. 1987. Prinsip-prinsip Silvikultur.

Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Dephut. 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Jakarta.

Dwijoseputro, D. 2009. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.

Gardner, F.P., Perace, R.B., dan Mitchell, R.L,. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerjemah: Susilo, H. Jakarta: UI Press.

Jasis dan A. S. Karama. 1999. Kebijakan Departemen Pertanian dalam Mengantisipasi Penyimpangan Iklim. Proc. Diskusi Panel PERHIMPI dengan Jurusan Geomet FMIPA-IPB, Puslittanag dan ICSA. Bogor. p. 1- 10.

Jusmin, H.B. 2005. Dasar-Dasar Agronomi, PT Raja Grafindo Persada.

Lakitan, B. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. RajaGrafindo Persada.

Jakarta.

Mashuri, M. 2009. Peluang Bisnis Sabut Kelapa : Cocopot untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang.http://produkkelapa.wordpress.com. [Diakses Desember 2015].

Mulyatri. 2003. Peranan pengolahan tanah dan bahan organik terhadap konservasi tanah dan air. Pros. Sem. Nas. Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi.

Nurdin. 2012. Adaptasi Perubahan Iklim Untuk Keberlanjutan Ketahanan Pangan.

Fakultas Pertanian, Universitas negeri Gorontalo. Gorontalo.

Pitojo, S. 1992. Budidaya Sukun. Kanisius. Yogyakarta.

Pitojo, S. 1999. Budidaya Sukun. Kanisius.Yogyakarta.

Rukmana, R. 2005. Sistem Mulsa. Yayasan Kanisius. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Perlakuan pemberian mulsa spons terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, antara lain: tinggi, diameter, jumlah daun, dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sabut kelapa memberikan pengaruh yang nyata pada parameter pengamatan tinggi, pengaruh tidak nyata pada parameter pengamatan

Metode yang digunakan yaitu dengan menganalisis pengaruh mulsa organik anyaman daun sawit dan interval penyiraman terhadap pertumbuhan bibit sukun selama 4 bulan.. Parameter

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sabut kelapa memberikan pengaruh yang nyata pada parameter pengamatan tinggi, pengaruh tidak nyata pada parameter pengamatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sabut kelapa memberikan pengaruh yang nyata pada parameter pengamatan tinggi, pengaruh tidak nyata pada parameter pengamatan

Perlakuan pemberian mulsa spons terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, antara lain: tinggi, diameter, jumlah daun, dan

Perlakuan pemberian mulsa spons terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, antara lain: tinggi, diameter, jumlah daun, dan

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman sukun dengan adanya pemberian perlakuan berbagai ketebalan mulsa ampas tebu pada