• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Berbagai Ketebalan Mulsa Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sukun (Artocarpus communis) di Rumah Kaca

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Berbagai Ketebalan Mulsa Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sukun (Artocarpus communis) di Rumah Kaca"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Pertambahan Tinggi (cm) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

(2)

Lampiran 3. Data Pertambahan Diameter (cm) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

(3)

Lampiran 5. Data Jumlah Daun (helai) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

(4)

Lampiran 7. Data Luas Tajuk (cm2) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Lampiran 8. Sidik Ragam Luas Tajuk (cm2) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. Galat 48 15471039,180 322313,316

(5)

Lampiran 9. Data Kadar Air Daun (%) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

(6)

Lampiran 11. Data Panjang Akar (cm) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

(7)

Lampiran 13. Data Bobot Kering Akar (gram) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

(8)

Lampiran 15. Data Bobot Kering Tajuk (gram) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

(9)

Lampiran 17. Data Luas Daun (cm2) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Lampiran 18. Sidik Ragam Luas Daun (cm2) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.

SK Db JK KT Fhitung Ftabel

K 5 415406,0941 83081,22 12,11133 2,409 S 3 19920,2802 6640,093 0,967973 2,798 Interaksi K*S 15 173045,7683 11536,38 1,68174 1,88

Galat 48 329270,0214 6859,792

(10)

Lampiran 19. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1.Tim Penelitian Gambar 2. Mulsa Sabut Kelapa

(11)

Gambar 5. Pengukuran Tinggi

Tanaman Sukun

Gambar 6. Pengukuran Diameter

Tanaman Sukun

Gambar 7. Penyiraman Tanaman Sukun Gambar 8. Pembersihan Akar

(12)

Gambar 9. Pengukuran Panjang Akar Gambar 11. Pengukuran Berat Akar

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Ainun, M., Nurhayati., dan Dewi Susilawati. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Dan Jenis Mulsa OrganikTerhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kedelai. Jurnal Floratek. VOL 6 No. 2. 2011.

Damanik et al. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. usupress. Medan

Daniel, T. W., J. A. Helms, dan F. S. Baker. 1987. Prinsip-prinsip Silvikultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Dephut. 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Jakarta.

Dwijoseputro, D. 2009. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.

Gardner, F.P., Perace, R.B., dan Mitchell, R.L,. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerjemah: Susilo, H. Jakarta: UI Press.

Jasis dan A. S. Karama. 1999. Kebijakan Departemen Pertanian dalam Mengantisipasi Penyimpangan Iklim. Proc. Diskusi Panel PERHIMPI dengan Jurusan Geomet FMIPA-IPB, Puslittanag dan ICSA. Bogor. p. 1-10.

Jusmin, H.B. 2005. Dasar-Dasar Agronomi, PT Raja Grafindo Persada.

Lakitan, B. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Mashuri, M. 2009. Peluang Bisnis Sabut Kelapa : Cocopot untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang.http://produkkelapa.wordpress.com. [Diakses Desember 2015].

Mulyatri. 2003. Peranan pengolahan tanah dan bahan organik terhadap konservasi tanah dan air. Pros. Sem. Nas. Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi.

Nurdin. 2012. Adaptasi Perubahan Iklim Untuk Keberlanjutan Ketahanan Pangan. Fakultas Pertanian, Universitas negeri Gorontalo. Gorontalo.

Pitojo, S. 1992. Budidaya Sukun. Kanisius. Yogyakarta.

Pitojo, S. 1999. Budidaya Sukun. Kanisius.Yogyakarta.

(14)

Ryke, N dan H. N. Budi. 2011. Kajian Perubahan Curah Hujan, Suhu, Dan Tipe Iklim Pada Zone Ekosistem Di Pulau Lombok. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 8 No. 3, Desember 2011: 228-244.

Santoso, B. 2010. Faktor- Faktor Pertumbuhan Dan Penggolongan Tanaman Hias. Fakultas Pertanian, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Setiawan, Tohari, Shiddieq, J .2013. Pengaruh Cekaman Kurang Air terhadap Beberapa Karakter Fisiologis Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth)’, Jurnal Litri, vol. 19, no. 3, hlm. 108-16

Subiyanto, B, Raskita. S dan Effendy, H. Jurnal Ilmu & Teknologi Kayu Tropis Vol. 1. No 1. 2003. Pemanfaatan Serbuk Sabut Kelapa Sebagai Bahan

Penyerap Air Dan Oli Berupa Panel Papan Partikel.

http://jurnalmapeki.biomaterial-lipi.org. [Diakses Oktober 2015]. Sunarjono, H. H. 1999. Prospek Perkebunan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Syaifuddin, Pranowo. D, 2007. Pengaruh Interfal Pemberian Air dan Pemberian Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Balai Penelitian Tanaman Rempah dan AnekaTanaman Industri.

Toni, K. H. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, Vol. 10, No. 1, 2007: 82 – 93. Sistem Pengendali Suhu, Kelembaban Dan Cahaya Dalam Rumah Kaca.

http://jurnal.umy.ac.id/ .

Tridjaja, N. O. 2003. Panduan Teknologi Pengolahan Sukun Sebagai Bahan Pangan Alternatif. Departemen Pertanian. Jakarta. http://docs.google.com

[Tanggal akses Oktober 2015].

Umboh, A.H., 2002. Petunjuk Penggunaan Mulsa. Penebar Swadaya, Jakarta.

Wicks, G.A., D.A crutcfield dan Buraside., 2004. Influence of Weat (Triticum aestivum) Straw Muich and Matalachar on Corn (Zea mays) Growth and Yield Weed Sci.

(15)

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama 20 minggu, dimulai bulan Desember

2015 sampai April 2016. Rangkaian kegiatan mulai dari pengambilan bibit sukun

di Lubuk Pakam, persiapan bahan, lalu pengamatan yang dilakukan di rumah

kaca, Fakultas Pertanian (FP), Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit sukun

(Artocarpus communis), mulsa sabut kelapa untuk setiap ulangan, top soil, polybag dan kertas label. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain

cangkul, kamera digital, alat tulis, kalkulator, gunting, penggaris, kalifer, software Microsoft Excel dan software Image J.

Metode Penelitian

Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) Faktorial untuk 2 faktor yaitu :

1. Faktor K adalah mulsa sabut kelapa terdiri dari 6 jenis perlakuan, yaitu:

K0 : tanpa perlakuan (kontrol)

K1 : ketebalan 2 cm

K2 : ketebalan 4 cm

K3 : ketebalan 6 cm

K4 : ketebalan 8 cm

(16)

2. Faktor S adalah interval penyiraman yang digunakan terdiri dari 4 perlakuan

yaitu :

S1 : setiap hari

S2 : 1 kali dalam 3 hari

S3 : 1 kali dalam 5 hari

S4 : 1 kali dalam 7 hari

Semua perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 72 jumlah unit

percobaan.

Model umum rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = μ + αi +βj + αβij + Єijk

keterangan :

Yijk = hasil pengamatan untuk pemberian mulsa sabut kelapa pada ketebalan

ke-i interval penyiraman ke j pada ulangan ke k

μ = rataan umum pertumbuhan bibit sukun

αi = pengaruh pemberian mulsa sabut kelapa pada ketebalan ke-i

βi = pengaruh interval penyiraman pada penyiraman ke-j

αβij = interaksi antara pemberian mulsa sabut kelapa dengan interval

penyiraman

Єijk = pengaruh galat pada pemberian mulsa sabut kelapa pada ketebalan ke-i,

interval penyiraman pada penyiraman ke-j dan ulangan ke-k

Prosedur Penelitian

1. Penyiapan Bibit Sukun

Bibit sukun yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bibit yang berasal

(17)

perbanyakan vegetatif stek akar. Bibit yang digunakan merupakan bibit yang

memilki umur seragam seragam,yaitu 3 bulan dan memiliki kesehatan serta

keadaan fisik yang baik.

2. Penyiapan Media Tanam

Media Tanam adalah polybag berwarna hitam yang diisi dengan top soil sebanyak

12 kg. Top soil yang digunakan diambil dari arboretum Kuala Bekala USU.

3. Penanaman Bibit Sukun

Bibit sukun kemudian ditanam pada polybag yang telah diisi dengan tanah dan

diberi label sesuai dengan perlakuan pada setiap bibit yang telah ditanam.

4. Pemberian Mulsa Sabut Kelapa

Mulsa sabut kelapa yang digunakan diletakkan di permukaan tanah bibit sukun

sesuai dengan perlakuan yang diberikan yaitu ketebalan 2 cm, 4 cm, 6 cm, 8 cm,

dan 10 cm.

Parameter Pengamatan

a. Pertambahan tinggi (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal sampai titik tumbuh tertinggi

dengan menggunakan benang dan penggaris. Sebelum dilakukan pengamatan

parameter, dilakukan terlebih dahulu pengambilan data awal pengukuran.

Pengamatan dilakukan dua minggu sekali.

b. Diameter batang (cm)

Diameter tanaman diukur dengan menggunakan jangka sorong yang

diambil pada suatu titik yang telah ditentukan. Sebelum dilakukan pengamatan

(18)

Pengukuran diameter dilakukan di pangkal batang yang kemudian diberi

tanda.Pengamatan dilakukan dua minggu sekali.

c. Jumlah Daun (helai)

Data jumlah daun diambil saat pengambilan data terakhir dari setiap bibit

sukun. Jumlah daun dihitung mulai dari daun yang paling bawah hingga daun

yang berada disekitar pucuk tanaman yang sudah terbuka sempurna. Menghitung

daun dilakukan dua minggu sekali.

d. Luas Tajuk (cm2)

Pengukuran luas tajuk diambil saat pengambilan data terakhir dari setiap

bibit sukun. Tajuk diambil fotonya, kemudian hasilnya di-scan untuk mendapatkan pengukuran luas tajuk menggunakan program Image J.

e. Kadar Air Daun (%)

Pengukuran kadar air dilakukan pada akhir penelitian dengan menimbang

satu helai daun pada setiap perlakuan kemudian mengopenkan setiap helai daun

sehingga nanti memperoleh berat akhirnya. Dengan menggunakan rumus :

�� =��������� − �������ℎ��

berat awal � 100%

f. Panjang akar

Pengukuran panjang akar diambil saat pengambilan data terakhir dari

setiap bibit sukun. Pengukuran panjang akar dilakukan dengan pengukuran akar

terpanjang.

g. Bobot kering tajuk dan akar

Pengukuran berat kering akar dilakukan pada akhir penelitian dengan

menimbang akar dan tajuk masing masing pada setiap perlakuan kemudian

(19)

h. Luas Daun

Pengukuran luas daun diambil saat pengambilan data terakhir dari setiap

bibit sukun. Daun ketiga dari setiap tanaman sukun diambil fotonya, kemudian

(20)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pertambahan Tinggi (cm)

Data hasil pengamatan pertambahan tinggi tanaman sukun dapat dilihat

pada Tabel 1. Berdasarkan data hasil pengamatan pertambahan tinggi tanaman

sukun, pertambahan tinggi tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian mulsa

organik sabut kelapa ketebalan 10 cm (K5) dikombinasikan dengan perlakuan

penyiraman 1×1 hari (S1) yaitu sekitar 87,30 cm. Sedangkan pertambahan tinggi

terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa

atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4)

yaitu sekitar 11,23 cm.

Tabel 1. Data Pertambahan Tinggi (cm) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.

Perlakuan S1 S2 S3 S4 Rata-rata Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata berdasarkan DMRT taraf α 5%

Berdasarkan data hasil pengamatan pertambahan tinggi tanaman sukun dan

uji analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa organik sabut

kelapa dan faktor interval penyiraman serta interaksi ketebalan mulsa organik

dengan penyiraman berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman

(21)

Pertambahan Diameter (cm)

Data hasil pengamatan pertambahan diameter tanaman sukun dapat dilihat

pada Tabel 2. Berdasarkan data hasil pengamatan pertambahan diameter tanaman

sukun, pertambahan diameter tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian mulsa

organik sabut kelapa ketebalan 10 cm (K5) dikombinasikan dengan perlakuan

penyiraman 1×3 hari (S2) yaitu sekitar 0,86 cm. Sedangkan pertambahan diameter

terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa

atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4)

yaitu sekitar 0,17 cm.

Tabel 2. Data Pertambahan Diameter (cm) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata berdasarkan DMRT taraf α 5%

Berdasarkan data hasil pengamatan pertambahan diameter tanaman sukun

dan uji analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa organik

sabut kelapa dan faktor interval penyiraman, serta interaksi ketebalan mulsa

organik dengan penyiraman berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter

tanaman sukun sehingga dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT 5%.

Jumlah Daun (helai)

Data hasil pengamatan pertambahan jumlah daun tanaman sukun dapat

(22)

daun tanaman sukun, pertambahan jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan

pemberian mulsa organik sabut kelapa ketebalan 10 cm (K5) dikombinasikan

dengan perlakuan penyiraman 1×1 hari (S1) yaitu sekitar 7,67 helai. Sedangkan

pertambahan jumlah daun terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian

mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan

penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 2 helai.

Tabel 3. Data Jumlah Daun (helai) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.

Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata berdasarkan DMRT taraf α 5%

Berdasarkan data hasil pengamatan pertambahan jumlah daun tanaman

sukun dan uji analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa

organik sabut kelapa dan faktor interval penyiraman, serta interaksi ketebalan

mulsa organik dengan penyiraman berpengaruh nyata terhadap pertambahan

jumlah daun tanaman sukun sehingga dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT

5%.

Luas Tajuk(���)

Data luas tajuk tanaman sukun dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan

data hasil pengamatan luas tajuk tanaman sukun, luas tajuk tertinggi terdapat pada

perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa ketebalan 10 cm (K5)

dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 3097,30

(23)

mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan

penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 1073,72 cm2.

Tabel 4. Data Luas Tajuk (cm2)Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata berdasarkan DMRT taraf α 5%

Berdasarkan data hasil pengamatan luas tajuk tanaman sukun dan uji

analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa organik sabut

kelapa berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun tanaman sukun

sehingga dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT 5%. Sedangkan faktor interval

penyiraman, serta interaksi ketebalan mulsa organik dengan penyiraman tidak

berpengaruh nyata sehingga tidak dilakukan uji lanjutan.

Kadar Air Daun (%)

Data hasil pengamatan kadar air daun tanaman sukun dapat dilihat pada

Tabel 5. Berdasarkan data hasil pengamatan kadar air daun tanaman sukun, kadar

air daun tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa

ketebalan 8 cm (K4) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×3 hari (S2)

yaitu sekitar 89,33%. Sedangkan kadar air daun terendah terdapat pada perlakuan

tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan

(24)

Tabel 5. Data Kadar Air Daun (%) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata berdasarkan DMRT taraf α 5%

Berdasarkan data hasil pengamatan kadar air daun tanaman sukun dan uji

analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa organik sabut

kelapa dan faktor interval penyiraman, serta interaksi ketebalan mulsa organik

dengan penyiraman berpengaruh nyata terhadap kadar air daun tanaman sukun

sehingga dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT 5%.

Panjang Akar (cm)

Data hasil pengamatan panjang akar tanaman sukun dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan data hasil pengamatan panjang akar tanaman sukun dan uji

analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa organik sabut

kelapa tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar tanaman sukun sehingga

tidak dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT 5%.

(25)

Berdasarkan data hasil pengamatan panjang akar tanaman sukun, panjang

akar tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa ketebalan 8 cm (K4) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4)

yaitu sekitar 85,00 cm. Sedangkan panjang akar terendah terdapat pada perlakuan

tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan

dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 56,33 cm.

Bobot Kering Akar (gram)

Data hasil pengamatan bobot kering akar dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan data hasil pengamatan bobot kering akar tanaman sukun, bobot kering

akar tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa ketebalan 6 cm (K3) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×3 hari (S2)

yaitu sekitar 30,33 gram. Sedangkan bobot kering akar terendah terdapat pada

perlakuan tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0)

dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×3 hari (S2) yaitu sekitar 6,33

gram. Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata berdasarkan DMRT taraf α 5%

(26)

kelapa dan faktor interval penyiraman, serta interaksi ketebalan mulsa organik

dengan penyiraman berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar tanaman sukun

sehingga dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT 5%.

Bobot Kering Tajuk (gram)

Data hasil pengamatan bobot kering tajuk tanaman sukun dapat dilihat

pada Tabel 8. Berdasarkan data hasil pengamatan bobot kering tajuk tanaman

sukun dan uji analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa

organik sabut kelapa dan faktor interval penyiraman, serta interaksi ketebalan

mulsa organik dengan penyiraman berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk

tanaman sukun sehingga dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT 5%.

Tabel 8. Data Bobot Kering Tajuk (gram) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Penyiraman. Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata secara signifikan berdasarkan DMRT taraf α 5%

Berdasarkan data hasil pengamatan bobot kering tajuk tanaman sukun,

bobot kering tajuk tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian mulsa organik

sabut kelapa ketebalan 4 cm (K2) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman

1×1 hari (S1) yaitu sekitar 41,33 gram. Sedangkan bobot kering tajuk terendah

terdapat pada perlakuan tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa atau kontrol

(K0) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar

(27)

Luas Daun(���)

Data luas daun tanaman sukun dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan

data hasil pengamatan luas daun tanaman sukun, luas daun tertinggi terdapat pada

perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa ketebalan 8 cm (K4)

dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 516,22

cm2. Sedangkan luas daun terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian

mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan

penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 173,40 cm2 .

Tabel 9. Data Luas Daun (cm2) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Penyiraman. Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata berdasarkan DMRT taraf α 5%

Berdasarkan data hasil pengamatan luas daun tanaman sukun dan uji

analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa organik sabut

kelapa berpengaruh nyata terhadap luas daun tanaman sukun sehingga dilakukan

uji lanjutan dengan uji DMRT 5%.

Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi menggambarkan kuat/tidaknya hubungan linear antar

parameter pengamatan. Data koefisien korelasi antar parameter pengamatan

(28)

Tabel 10. Data Koefisien Korelasi Pertumbuhan Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Penyiraman.

KORELASI Tinggi Diameter Jumlah Daun

Berdasarkan data koefisien korelasi pada Tabel 10 diperoleh semua

hubungan parameter pengamatan bernilai positif yang menunjukkan bahwa

hubungan antar perameter pengamatan bersifat searah. Secara teori, dua variabel

dapat sama sekali tidak berhubungan (r=0), berhubungan secara sempurna (r=1),

atau antara kedua angka tersebut. Arah korelasi juga dapat positif (berhubungan

searah) atau negatif (berhubungan berlainan arah). Berdasarkan Tabel 10 dapat

dilihat bahwa hubungan luas daun dan luas tajuk memiliki hubungan yang paling

kuat yaitu 0,952 dan yang paling lemah pada hubungan antara bobot kering akar

dengan panjang akar yaitu 0,001.

Pembahasan

Berdasarkan sidik ragam terlihat bahwa perlakuan pemberian mulsa

organik sabut kelapa berpengaruh nyata terhadap parameter pengamatan

pertambahan tinggi, pertambahan diameter, jumlah daun, luas daun, luas tajuk,

kadar air daun, bobot kering tajuk, dan bobot kering akar. Hal ini menunjukkan

(29)

yang baik dan mampu memodifikasi faktor lingkungan, kelembaban, dan kadar air

yang lebih tinggi akan mendorong penyerapan unsur hara oleh tanaman sukun. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Umboh (2002), bahwa penggunaan mulsa

mengakibatkan penurunan suhu tanah siang hari yang mampu menekan

evapotranspirasi, menurunkan suhu udara dan tanah sehingga menekan kehilangan air

dari permukaan tanah. Selain itu, tanah-tanah yang tidak diberi mulsa ada

kecenderungan menurunnya bahan organik tanah sebaliknya pada tanah yang diberi

mulsa kandungan bahan organik cukup stabil dan cenderung meningkat.

Pertumbuhan tanaman yang diperoleh merupakan kemampuan dan

ketahanan tanaman dalam memanfaatkan faktor- faktor tumbuh di sekelilingnya

baik yang berada di bawah permukaan tanah maupun yang berada di atas

permukaan tanah yang berupa cahaya, air, dan oksigen. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Wicks, dkk (2004) dalam Budi dan Hajoeningtias (2009),bahwa hasil tanaman yang meningkat merupakan refleksi kemampuan kompetisinya yang

tinggi, sehingga tanaman mengalami pertumbuhan yang lebih baik dengan

memanfaatkan faktor tumbuh yang ada secara maksimal sehingga distribusi

fotosintat ke bagian biji juga meningkat.

Berdasarkan Uji DMRT taraf α 5%, perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa terbaik ditemukan pada ketebalan 6 cm (K3). Hal ini dapat dilihat

pada parameter pengamatan pertambahan tinggi, pertambahan diameter, dan

jumlah daun yang masing- masing terdapat pada perlakuan pemberian mulsa

organik sabut kelapa ketebalan 6 cm dikombinasikan dengan perlakuan

penyiraman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ainun (2011), bahwa ketebalan

(30)

akan kurang efektif dalam mengendalikan gulma. Mulsa organik lebih disukai

terutama pada system pertanian yang organik. Pemberian mulsa organik seperti

jerami akan memberikan suatu lingkungan pertumbuhan yang baik bagi tanaman

karena dapat mengurangi evaporasi, mencegah penyinaran langsung sinar

matahari yang berlebihan terhadap tanah serta kelembaban tanah dapat terjaga,

sehingga tanaman dapat menyerap air dan unsur hara dengan baik.

Perlakuan tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0)

menghasilkan pertumbuhan terendah. Hal ini dapat dilihat dari data semua

parameter pengamatan dan hasil sidik ragam yang menunjukkan parameter

pengamatan terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian mulsa organik

sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Syaifuddin dan Pranowo (2007) yang menyatakan

bahwa, perlakuan tanpa mulsa menyebabkan perubahan kandungan air tanah

cukup besar, sehingga terjadi defisit air yang menghambat pertumbuhan tinggi

tanaman. Cekaman air akan menyebabkan suhu daun meningkat, stomata

menutup, dan fotosintesis menurun, sebagai akibatnya respirasi meningkat yang

dapat mengurangi hasil asimilasi netto.

Mulsa organik sabut kelapa yang merupakan bahan organik yang bisa saja

terdekomposisi menyebabkan tanah mendapatkan unsur hara dari proses

pelapukan yang mendukung pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan helai daun

dipengaruhi oleh unsur hara dan pemberian air yang cukup untuk proses

fotosintesis yang dimulai dari akar diteruskan ke daun. Pemakaian mulsa organik

anyaman daun sawit mampu memperbaiki struktur tanah menjadi lebih gembur

(31)

membusuk. Pembusukan dari mulsa ini bisa menambah unsur hara pada tanah

dan berpengaruh pada kesuburan tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Rukmana (2005), bahwa pemberian mulsa organik pada tanah akan pengaruh

yang baik bagi perbaikan sifat fisik tanah, meningkatkan penyerapan air tanah,

mengurangi kisaran suhu dan dapat mengurangi kisaran suhu tanah dan dapat

mengendalikan pertumbuhan gulma, mempertinggi kadar humus tanah dan

memperbaiki aerasi dan drainase tanah sehingga akar dapat berkembang dengan

baik dan pertumbuhan tanaman akan lebih subur.

Berdasarkan Uji DMRT taraf α 5%, faktor penyiraman terbaik terdapat pada

penyiraman 1x3 hari (S2), hal ini dapat dilihat dari parameter pengamatan

pertambahan tinggi, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk yang masing-

masing terdapat pada perlakuan penyiraman 1x3 hari. Perlakuan penyiraman 1x7 hari (S4) menghasilkan pertumbuhan terendah pada semua parameter pengamatan. Hal ini membuktikan bahwa air adalah komponen penting dalam pertumbuhan tanaman, karena sifatnya sebagai pelarut dan membawa ion-ion tanah kedalam akar.

Ketersediaan air yang cukup pada media tanam akan menjamin kelangsungan

pertumbuhan, perkembangan, dan hasil tanaman. Salah satu faktor penentu

ketersediaan air tanah adalah penyiraman, baik jumlah maupun frekuensi

penyiraman. Sesuai dengan penelitian Setiawan (2013) bahwa penyiraman dengan

interval 9 hari sekali menurunkan kadar lengas tanah sekitar 51,2% dibandingkan

penyiraman setiap hari dan penyebabkan tanaman mengalami cekaman

kekeringan. Pada penyiraman 1x7 hari berdampak buruk pada pertumbuhan

tanaman, tetapi dari data yang disajikan bibit sukun tidak ada yang mengalami

(32)

untuk penyiraman 1x7 hari. Hal ini membuktikan bahwa bibit sukun masih toleran

terhadap kekeringan selama 7 hari dan layu dalam keadaan kapasitas lapang atau

layu sepanjang hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tridjaja (2003) yang menyatakan bahwa sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit maupun curah hujan yang tinggi antara namun lebih sesuai pada daerah-daerah yang cukup banyak mendapat penyinaran matahari. Tanaman sukun tumbuh baik di tempat yang lembab, panas, dengan temperatur antara 15-38°C. Tanaman sukun ditanam di tanah yang subur, dalam dan drainase yang baik, tetapi beberapa varietas tanpa biji dapat tumbuh baik di tanah berpasir. Namun setelah disiram kembali tanaman sukun akan segar sesuai dengan air yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dwijoseputro (2009)

bahwa kalau sepanjang hari penguapan terus menerus lebih hebat daripada

peresapan air oleh akar, maka tanaman tersebut ada di dalam keadaan layu

sepanjang hari. Jika pada malam hari pemasukan air lebih banyak dari

pengeluaran, maka pulihlah turgor dan tanaman tampak segar lagi.

Respon tanaman yang mengalami kekurangan air dapat merupakan

perubahan di tingkat seluler dan molekuler yang ditunjukkan dengan laju

penurunan pertumbuhan, berkurangnya luas daun dan peningkatan rasio akar :

tajuk. Tingkat kerugian tanaman akibat kekurangan air dipengaruhi oleh beberapa

faktor, antara lain intensitas kekeringan yang dialami, lamanya kekeringan dan

tahap pertumbuhan saat tanaman mengalami kekeringan. Dua macam respon

tanaman yang dapat memperbaiki status jika mengalami kekeringan adalah

mengubah distribusi asimilat baru dan mengatur derajat pembukaan stomata.

Pengubahan distribusi asimilat baru akan mendukung pertumbuhan akar daripada

tajuk, sehingga dapat meningkatkan kapasitas akar menyerap air serta

(33)

pembukaan stomata akan menghambat hilangnya air melalui transpirasi

(Mansfield dan Atkinson, 1990).

Suhu rumah kaca yang tinggi, menyebabkan laju potensial air melalui

proses difusi akar menjadi lebih meningkat dan dapat menyebabkan kerusakan

struktur maupun kehancuran enzim. Dari pengamatan yang dilakukan

pertumbuhan bibit sukun ini cukup baik dikarenakan jumlah air yang dapat

diserap oleh mulsa dapat memenuhi kebutuhan bagi pertumbuhan bibit sukun.

Penggunaan mulsa sebagai penahan air bisa menjadi faktor pendukung untuk

mengurangi kerusakan fisik yang disebabkan oleh keadaan yang ekstrim. Hal ini

sesuai pernyataan Hamdani (2009) bahwa salah satu pendekatan untuk mengatasi

(34)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa terhadap tanaman sukun

memberikan pengaruh nyata terhadap parameter- parameter yang diamati

antara lain: pertambahan tinggi, pertambahan diameter, pertambahan

jumlah daun, luas daun, luas tajuk, kadar air daun, bobot kering tajuk, dan

bobot kering daun dan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter

panjang akar.

2. Perlakuan penyiraman terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh

nyata terhadap parameter yang diamati antara lain: pertambahan tinggi,

pertambahan diameter, pertambahan jumlah daun, kadar air daun, bobot

kering akar, dan bobot kering tajuk dan tidak berpengaruh nyata terhadap

parameter panjang akar, luas tajuk, dan luas daun.

3. Perlakuan interaksi antara mulsa organik sabut kelapa dan interval

penyiraman memberikan pengaruh nyata terhadap parameter pengamatan

pertambahan tinggi, pertambahan diameter, kadar air daun, bobot kering

tajuk, dan bobot kering akar dan tidak berpengaruh nyata terhadap

parameter luas daun, luas tajuk, panjang akar, dan jumlah daun bibit sukun

(Artocarpus communis).

Saran

Perlu adanya penelitian lanjutan terhadap mulsa organik sabut kelapa

dengan ketebalan mulsa yang lebih tinggi dan frekuensi penyiraman

(35)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Sukun (Artocarpus communis)

Tanaman sukun merupakan salah satu jenis yang sangat dikenal di

Indonesia dan banyak negara lainnya. Jenis ini memiliki banyak namalokal

tergantung daerah persebarannya. Tanaman sukun termasuk famili Moraceae,

genus Artocarpus, dan spesies Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg. Para ahli ada yang memberi nama Artocarpus incisa Linndan, Artocarpus communis Forst. Beberapa sebutan lokal antara lain, di Siam dikenal dengan nama sake, di

Malaysia dikenal sebagai Bandarase, serta dalam bahasa Inggris disebut dengan

Breadfruit (Pitojo, 1992).

Tanaman sukun merupakan tanaman hutan yang tingginya mencapai 20 m.

Kulit kayunya berserat kasar, dan semua bagian tanaman bergetah encer. Daunnya

lebar, bercagap menjari dan berbulu kasar. Bunganya keluar dari ketiak daun pada

ujung cabang dan ranting, tetapi masih dalam satu pohon (berumah satu). Bunga

jantan berbentuk tongkat panjang yang biasa disebut ontel. Bunga betina berbentuk bulat bertangkai pendek yang biasa disebut babal seperti pada nangka. Bunga betina ini merupakan bunga majemuk sinkarpik. Kulit buah bertonjolan

rata sehingga tidak jelas yang merupakan bekas putik dari bunga sinkarpik

tersebut (Sunarjono, 1999).

Tanaman sukun dapat tumbuh dan dibudidayakan pada berbagai jenis

tanah mulai dari tepi pantai sampai pada lahan dengan ketinggian ±600 m dari

permukaan laut. Sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit maupun

curah hujan yang tinggi antara 80-100 inchi per tahun dengan kelembaban

(36)

penyinaran matahari. Tanaman sukun tumbuh baik di tempat yang lembab, panas,

dengan temperatur antara 15-38°C. Tanaman sukun ditanam di tanah yang subur,

dalam dan drainase yang baik, tetapi beberapa varietas tanpa biji dapat tumbuh

baik di tanah berpasir (Tridjaja, 2003).

Tanaman sukun memiliki banyak kegunaan, antara lain buah sukun yang

merupakan hasil utama dimanfaatkan sebagai bahan makanan, diolah menjadi

berbagai macam makanan, misalnya getuk sukun, klepon sukun, stik sukun,

keripik sukun dan sebagainya. Batang pohon (kayu) sukun dapat dimanfaatkan

sebagai bahan bangunan maupun dibuat papan kayu yang kemudian dikilapkan

(Dephut, 1998).

Mulsa Sabut Kelapa

Salah satu teknik budidaya yang dapat mengurangi terjadinya evaporasi

adalah penggunaan mulsa. Mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma, mereduksi

penguapan, dan kecepatan alir permukaan, sehingga kelembaban tanah dan

persediaan air dapat terjaga. Penggunaan mulsa ditujukan unutk mencegah

terjadinya pemadatan tanah, terutama pada lapisan tanah bagian atas, mengurangi

fluktuasi suhu tanah, dan mencegah terjadinya kontak langsung antara buah

dengan tanah yang dapat menyebabkan buah-buahan menjadi busuk

(Jusmin, 2005).

Mulsa adalah suatu bahan yang digunakan sebagai penutup tanah yang

bertujuan untuk menghalangi pertumbuhan gulma, menjaga suhu tanah agar tetap

stabil, mencegah jatuhnya percikan air langsung mengenai permukaan dari tanah

(37)

Penggunaan mulsa mengakibatkan penurunan suhu tanah siang hari yang

mampu menekan evapotranspirasi, menurunkan suhu udara dan tanah sehingga

menekan kehilangan air dari permukaan tanah. Selain itu, tanah-tanah yang tidak

diberi mulsa ada kecenderungan menurunnya bahan organik tanah sebaliknya pada

tanah yang diberi mulsa kandungan bahan organik cukup stabil dan cenderung

meningkat (Umboh, 2002).

Mulsa yang telah umum digunakan dalam budidaya pertanian, dapat

berupa mulsa organik maupun mulsa sintetik. Mulsa organik berupa jerami,

sekam, alang-alang dan sebagainya, sedangkan mulsa sintetik yang digunakan

berupa mulsa plastik. Ketebalan mulsa organik yang dianjurkan adalah antara

5-10 cm. Mulsa yang terlalu tipis akan kurang efektif dalam mengendalikan gulma.

Mulsa organik lebih disukai terutama pada system pertanian yang organik.

Pemberian mulsa organik seperti jerami akan memberikan suatu lingkungan

pertumbuhan yang baik bagi tanaman karena dapat mengurangi evaporasi,

mencegah penyinaran langsung sinar matahari yang berlebihan terhadap tanah

serta kelembaban tanah dapat terjaga, sehingga tanaman dapat menyerap air dan

unsur hara dengan baik (Ainun et a ., 2011).

Pemberian mulsa organik pada tanah akan pengaruh yang baik bagi

perbaikan sifat fisik tanah, meningkatkan penyerapan air tanah, mengurangi

kisaran suhu dan dapat mengurangi kisaran suhu tanah dan dapat mengendalikan

pertumbuhan gulma, mempertinggi kadar humus tanah dan memperbaiki aerasi

dan drainase tanah sehingga akar dapat berkembang dengan baik dan

pertumbuhan tanaman akan lebih subur (Rukmana, 2005).

Perlakuan tanpa mulsa menyebabkan perubahan kandungan air tanah

(38)

tanaman. Cekaman air akan menyebabkan suhu daun meningkat, stomata

menutup, dan fotosintesis menurun, sebagai akibatnya respirasi meningkat yang

dapat mengurangi hasil asimilasi netto (Syaifuddin dan Pranowo, 2007).

Pengolahan sabut kelapa menghasilkan serat sabut dan serbuk kelapa.

Pemanfaatan keduanya sangat banyak, seperti seratnya dapat dimanfaatkan untuk

aneka kerajinan rumah tangga seperti sapu, keset, dan untuk bahan jok mobil,

untuk reklamasi seperti cocomesh, untuk membantu kesuburan tanah seperti

cocopot dan lain-lain. Penggunaan dan permintaan sabut kelapa mengalami peningkatan pasar yang digunakan sebagai media tanam. Cocopot adalah tempat untuk tanaman yang dibuat dari serabut kelapa sama halnya dengan pot-pot

tanaman lainnya tetapi kalau pot tanaman lainnya ada yang terbuat dari plastik,

semen, tanah liat dan sebagainya(Mashuri, 2009).

Sabut kelapa segar mengandung tanin 3,12%. Senyawa tanin dapat

mengikat enzim yang dihasilkan oleh mikroba sehingga mikroba menjadi tidak

aktif. Serbuk sabut kelapa ini juga telah dikembangkan untuk pembuatan briket

serbuk sabut kelapa yang digunakan sebagai bahan penyimpan air pada lahan

pertanian. Karakteristik sifat daya serap airnya sangat berbeda dengan sifat daya

serap air papan partikel yang terbuat dari kayu, yaitu sifat daya serap airnya antara

3,5 sampai 5,5 kali dari beratnya, sedangkan untuk sifat daya serap air nilainya

berkisar antara 2,5 sampai 4 kali dari beratnya. Berdasarkan sifat penyerapan air

dan oli yang tinggi ini memungkinkan pemanfaatan produk papan partikel yang

terbuat dari serbuk sabut kelapa ini dapat digunakan sebagai bahan penyerap air

(39)

sebagai bahan pembungkus anti pecah yang ramah lingkungan karena bahan ini

kemungkinan besar dapat terdekomposisi secara alami (Subiyanto et al., 2003).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang kompleks antara

faktor internal (dalam) dan eksternal (luar). Faktor internal meliputi intrasel (sifat

genetic/hereditas) dan intersel (hormonal dan enzim). Faktor eksternal meliputi air

tanah dan mineral, kelembaban udara, suhu udara, cahaya dan sebagainya.

Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman:

1. Sifat Menurun atau Hereditas. Ukuran dan bentuk tumbuhan banyak

dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor genetik dapat digunakan sebagai dasar

seleksi bibit unggul.

2. Hormon Pada Tumbuhan. Hormon merupakan hasil sekresi dalam tubuh yang

dapat memacu pertumbuhan, tetapi adapula yang dapat menghambat

pertumbuhan. Hormon-hormon pada tumuhan yaitu auksin, giberilin, gas

etilen, sitokinin, asam abisat dan kalin.

Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman:

1. Cahaya Matahari. Cahaya jelas pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman.

Cahaya merupakan sumber energy fotosintesis. Daun dan batang tumbuhan

yang tumbuh ditempat gelap akan kelihatan kuning pucat. Tumbuhan yang

kekurangan cahaya menyebabkan batang tumbuh lebih panjang, lembek dan

kurus, serta daun timbul tidak normal. Panjang penyinaran mempunyai

pengaruh khusus bagi pertumbuhan dan reproduksi tumbuhan.

2. Temperatur. Temperatur mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi

(40)

kemampuan fotosintesis, translokasi, respirasi dan transpirasi. Jika temperatur

terlalu dingin atau terlalu tinggi pertumbuhan akan menjadi lambat atau

terhenti sama sekali pada beberapa tumbuhan apabila lingkungan, air,

temperatur, dan cahaya tidak memungkinkan untuk tumbuh.

3. Kelembaban atau Kadar Air. Tanah dan udara yang kurang lembah umumnya

berepengaruh baik terhadap pertumbuhan karena meningkatkan penyerapan air

dan menurunkan penguapan atau transpirasi.

4. Air dan Unsur Hara. Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi

tumbuhan. Fungsi air antara lain sebagai media reaksi enzimatis, berperan

dalam fotosintesis, menjaga turgiditas sel dan kelembapan. Kandungan air

dalam tanah mempengaruhi kelarutan unsur hara dan menjaga suhu tanah.

Hasil tanaman yang meningkat merupakan refleksi kemampuan kompetisinya

yang tinggi, sehingga tanaman mengalami pertumbuhan yang lebih baik dengan

memanfaatkan faktor tumbuh yang ada secara maksimal sehingga distribusi

fotosintat ke bagian biji juga meningkat. (Wicks et al., 2004 dalam Budi dan Hajoeningtias, 2009).

Peranan Air Dalam Pertumbuhan Tanaman

Air sangat berfungsi bagi pertumbuhan tanaman, khususnya air tanah yang

digunakan oleh tumbuhan sebagai bahan melalui proses fotosintesis. Air diserap

tanaman melalui akar bersama dengan unsur hara yang larut di dalamnya,

kemudian diangkut melalui pembuluh Xylem (Lakitan, 1993).

Kebutuhan air suatu tanaman dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang

diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evotranspirasi (ET-tanaman)

(41)

yang tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan

mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu. Air

tanah sangat berperan dalam hal mekanisme pergerakan hara ke akar tanaman.

Perkembangan akar tanaman sangat dirangsang oleh kondisi tanah yang lembab,

sehingga kesempatan dari akar untuk lebih dekat dengan unsur hara yang berasal

dari pupuk akan lebih besar. Demikian juga dengan aliran massa untuk keperluan

transpirasi diperlukan air tanah dan pada waktu bersamaan juga akan mengangkut

unsur-unsur hara ke akar dari daerah yang jauh dari jangkauan akar

(Damanik et al., 2010).

Air seringkali membatasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman

budidaya. Respon tumbuhan terhadap kekurangan air dapat dilihat pada aktifitas

metabolosmenya, morfologinya, tingkat pertumbuhannya, atau produktivitasnya.

Pertumbuhan sel merupakan fungsi tanaman yang paling sensitif terhadap

kekurangan air. Kekurangan air akan mempengaruhi turgor sel sehingga akan

mengurangi pengembangan sel, sintesis protein, dan serta sistesis dinding sel

(Gardner et al., 1991).

Dwijoseputro (2009) menyatakan bahwa kalau sepanjang hari penguapan

terus menerus lebih hebat daripada peresapan air oleh akar, maka tanaman

tersebut ada di dalam keadaan layu sepanjang hari. Jika pada malam hari

pemasukan air lebih banyak dari pengeluaran, maka pulihlah turgor dan tanaman

tampak segar lagi.

Penyiraman dengan interval 9 hari sekali menurunkan kadar lengas tanah

sekitar 51,2% dibandingkan penyiraman setiap hari dan penyebabkan tanaman

(42)

pada pertumbuhan tanaman, tetapi dari data yang disajikan bibit sukun tidak ada

yang mengalami kematian, hanya penghambat pertumbuhan yang ditunjukkan

dengan keadaan layu untuk penyiraman 1x7 hari (Setiawan, 2013).

Menurut Santoso (2010) ada beberapa parameter yang dapat dilihat apabila

tanaman membutuhkan air yaitu :

1.Tinggi tanaman

Tanaman yang mengalami kekurangan kebutuhan air pertumbuhan tingginya

terhambat sehingga tanaman menjadi kerdil. Namun tanaman yang mengalami

kebutuhan air yang tercukupi maka pertumbuhan tinggi akan meningkat.

2. Jumlah daun

Tanaman yang memiliki jumlah daun banyak dapat diperoleh pada tanaman yang

kebutuhan airnya tercukupi sedangkan tanaman yang kebutuhan airnya tidak

terpenuhi maka jumlah daun sedikit.

3. Diameter

Tanaman dengan diameter terlebar dimiliki oleh tanaman dengan kebutuhan air

yang tercukupi sedangkan diameter terkecil akan dimiliki oleh tanaman dengan

kebutuhan air tidak tercukupi.

4. Panjang akar

Panjang akar yang tinggi meningkatkan kebutuhan air pada tanaman yang

kebutuhan airnya tercukupi sedangkan tanaman yang kebutuhan airnya kurang

makan akarnya memiliki panjang yang rendah.

5. Berat kering tajuk dan akar

Berat kering pada tajuk dan akar suatu tanaman akan besar pertumbuhan tanaman

(43)

Respon tanaman yang mengalami kekurangan air dapat merupakan

perubahan di tingkat seluler dan molekuler yang ditunjukkan dengan laju

penurunan pertumbuhan, berkurangnya luas daun dan peningkatan rasio akar :

tajuk. Tingkat kerugian tanaman akibat kekurangan air dipengaruhi oleh beberapa

faktor, antara lain intensitas kekeringan yang dialami, lamanya kekeringan dan

tahap pertumbuhan saat tanaman mengalami kekeringan. Dua macam respon

tanaman yang dapat memperbaiki status jika mengalami kekeringan adalah

Pengubahan distribusi asimilat baru akan mendukung pertumbuhan akar daripada

tajuk, sehingga dapat meningkatkan kapasitas akar menyerap air serta

menghambat pertumbuhan tajuk untuk mengurangi transpirasi. Pengaturan derajat

pembukaan stomata akan menghambat hilangnya air melalui transpirasi

(Mansfield dan Atkinson, 1990).

Rumah Kaca

Rumah kaca merupakan sebuah bangunan tempat budidaya tanaman

dengan pengaturan beberapa variabel di dalamnya agar sesuai dengan kebutuhan

tumbuh kembang tanaman yang sedang dibudidayakan saat itu. Variabel-variabel

pokok yang perlu diatur dalam rumah kaca yaitu temperatur, kelembaban udara,

dan intensitas cahaya. Penanganan lain yang diberikan kepada obyek tanam dalam

rumah kaca antara lain penyiraman, pemupukan, dan pemberantasan hama dan

penyakit. Rumah kaca merupakan sebuah bangunan tempat budidaya tanaman

dengan pengaturan beberapa variabel di dalamnya agar sesuai dengan kebutuhan

tumbuh kembang tanaman yang sedang dibudidayakan saat itu. Variabel-variabel

pokok yang perlu diatur dalam rumah kaca yaitu temperatur, kelembaban udara,

(44)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahan iklim (climate changes) merupakan salah satu fenomena alam

dimana terjadi perubahan nilai unsur-unsur iklim baik secara alamiah maupun

yang dipercepat akibat aktifitas manusia di muka bumi ini. Sejak revolusi industri

dimulai hingga sekarang telah menyebabkan terjadinya peningkatan suhu udara

global. Selain meningkatkan itu, perubahan iklim juga menyebabkan anomali

iklim seperti penurunan atau peningkatan suhu udara secara ekstrem, curah hujan

dan musim bergeser dari pola biasanya dan tidak menentu serta permukaan air

laut meningkat (Nurdin, 2012).

Beberapa dampak perubahan iklim yang dirasakan antara lain adalah

pergantian musim yang tidak teratur dan bencana ekologis seperti banjir dan

kekeringan yang datang silih berganti menimbulkan dampak kerugian yang nyata.

Dari segi sumberdaya lahan, adanya kekeringan yang berlebihan menyebabkan

tanaman pertanian menjadi kering dan berdampak pada ancaman ketahanan

pangan bagi masyarakat. Musim kemarau yang semakin panjang dan musim hujan

yang lebih pendek menyebabkan berkurangnya beberapa sumber air yang berasal

dari mata air di kawasan hutan (Ryke dan Budi, 2011).

Air merupakan faktor penting dalam menunjang pertumbuhan suatu

tanaman. Selain dalam proses transpirasi dan fotosintesis, air juga berperan dalam

penyerapan unsur hara yang diperlukan tanaman. Kebutuhan air oleh suatu

tanaman umumnya selalu berbeda-beda, oleh karena itu banyak sedikitnya air

yang diberikan dalam penyiraman sangat mempengaruhi kondisi dari

(45)

fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan.

Defisiensi air yang terus-menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel

(tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati (Daniel et al., 1987). Berbagai upaya tindak lanjut penanganan dampak penyimpangan iklim yang

dapat dilakukan antara lain, mempelajari sifat iklim dan memanfaatkan hasilnya

untuk menyesuaikan pola tanam, memilih tanaman yang sesuai dengan pola

hujan, melakukan pertanian konservasi, seperti terasering, menanam tanaman

penutup tanah, mendorong budidaya ramah lingkungan (pestisida nabati, mulsa

organik, pupuk organik), melakukan pergiliran tanaman dan penghijauan DAS

(Jasis dan Karama, 1999).

Penggunaan mulsa bertujuan untuk mencegah kehilangan air dari tanah

sehingga kehilangan air dapat dikurangi dengan memelihara temperatur dan

kelembaban tanah. Aplikasi mulsa merupakan salah satu upaya menekan

pertumbuhan gulma, memodifikasi keseimbangan air, suhu dan kelembaban tanah

serta menciptakan kondisi yang sesuai bagi tanaman, sehingga tanaman dapat

tumbuh dan berkembang dengan baik (Mulyatri, 2003).

Tanaman sukun dapat ditanam di segala jenis tanah dan tanaman sukun juga

memiliki toleransi tinggi terhadap keadaan tanah, sehingga memiliki daerah

penyebaran yang luas. Sebaran tanaman sukun di Indonesia cukup luas baik di

Pulau Jawa yaitu Jawa Barat, Jawa tengah dan Jawa Timur maupun di luar Pulau

Jawa seperti Aceh, Sumatera Utara, Pulau Nias, Lampung, Bali, NTB, NTT, dan

Papua/Irian. Sukun relatif kuat terhadap keadaan iklim. Iklim mikro yang sangat

ideal bagi pertumbuhan sukun adalah di tempat terbuka dan banyak menerima

(46)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai

ketebalan mulsa sabut kelapa dan intensitas penyiraman terhadap pertumbuhan

bibit sukun di rumah kaca.

Hipotesis Penelitian

1. Pemberian berbagai ketebalan mulsa sabut kelapa berpengaruh terhadap

pertumbuhan tanaman sukun (Artocarpus communis).

2. Interval penyiraman yang berbeda berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman

sukun (Artocarpus communis).

3. Interaksi antara pemberian mulsa sabut kelapa dan interval penyiraman

berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sukun (Artocarpus communis).

Manfaat Penelitian

Sebagai informasi untuk penggunaan berbagai ketebalan mulsa sabut

kelapa dan intensitas penyiraman yang berbeda sebagai media untuk membantu

tanaman memperoleh air yang cukup di rumah kaca dengan suhu yang lebih tinggi

(47)

ABSTRAK

RAPOLO LUMBAN GAOL : Pengaruh Berbagai Ketebalan Mulsa Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sukun (Artocarpus communis) di Rumah Kaca. Di bawah bimbingan AFIFUDDIN DALIMUNTHE dan BUDI UTOMO.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai ketebalan mulsa sabut kelapa dan interval penyiraman terhadap pertumbuhan bibit sukun di rumah kaca. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara selama 20 minggu, dimulai bulan Desember 2015 sampai April 2016. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial untuk 2 faktor yaitu faktor ketebalan mulsa sabut kelapa dengan 6 taraf yaitu 0 cm, 2 cm, 4 cm, 6 cm, 8 cm, 10 cm dan faktor interval penyiraman yang terdiri dari 4 taraf yaitu 1 kali dalam sehari, 1 kali dalam 3 hari, 1 kali dalam 5 hari, dan 1 kali dalam 7 hari. Parameter yang diamati adalah pertambahan tinggi (cm), diameter batang (cm), jumlah daun (helai), luas tajuk (cm2), kadar air daun (%), panjang akar, bobot kering tajuk dan akar, dan luas daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian berbagai ketebalan mulsa sabut kelapa dan interval penyiraman berpengaruh nyata pada parameter pengamatan pertambahan tinggi, pertambahan diameter, pertambahan jumlah daun, luas daun, luas tajuk, kadar air daun, bobot kering tajuk, dan bobot kering daun dan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter panjang akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kontrol memberikan pertumbuhan terendah.

(48)

ABSTRACT

RAPOLO LUMBAN GAOL: Effect of Different Mulch thickness and Interval Watering Coconut Fiber Plant Growth Against Breadfruit (Artocarpus communis) in Greenhouse. Under the guidance of Afifuddin Dalimunthe and BUDI UTOMO.

This study aimed to determine the effect of various thicknesses coco mulch and watering intervals on the growth of breadfruit seedlings in the greenhouse. The research was conducted at Greenhouse Faculty of Agriculture, University of North Sumatra for 20 weeks, starting in December 2015 to April 2016. The study was conducted using a completely randomized design (CRD) factorial to two factors: the coco mulch thickness factor with six levels ie 0 cm, 2 cm, 4 cm, 6 cm, 8 cm, 10 cm and factors interval watering consisting of four levels ie 1 times a day, 1 time in 3 days, 1 time in 5 days, and 1 times in 7 days. Parameters measured were as height (cm), stem diameter (cm), number of leaves (leaf), wide canopy (cm2), leaf water content (%), root length, shoot dry weight and root and leaf area. The results showed that the administration of various thicknesses of mulch coco and interval watering real effect on the parameters of observation as height, the increase in diameter, increase the number of leaves, leaf area, wide canopy, the water content of leaves, dry weight of the canopy, and the dry weight of leaf and had no significant effect the root length parameter. The results showed that the treatment controls provide the lowest growth.

(49)

i

PENGARUH BERBAGAI KETEBALAN MULSA SABUT

KELAPA DAN INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP

PERTUMBUHAN TANAMAN SUKUN (Artocarpus communis)

DI RUMAH KACA

SKRIPSI

Oleh:

RAPOLO LUMBAN GAOL 121201093/BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(50)

ABSTRAK

RAPOLO LUMBAN GAOL : Pengaruh Berbagai Ketebalan Mulsa Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sukun (Artocarpus communis) di Rumah Kaca. Di bawah bimbingan AFIFUDDIN DALIMUNTHE dan BUDI UTOMO.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai ketebalan mulsa sabut kelapa dan interval penyiraman terhadap pertumbuhan bibit sukun di rumah kaca. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara selama 20 minggu, dimulai bulan Desember 2015 sampai April 2016. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial untuk 2 faktor yaitu faktor ketebalan mulsa sabut kelapa dengan 6 taraf yaitu 0 cm, 2 cm, 4 cm, 6 cm, 8 cm, 10 cm dan faktor interval penyiraman yang terdiri dari 4 taraf yaitu 1 kali dalam sehari, 1 kali dalam 3 hari, 1 kali dalam 5 hari, dan 1 kali dalam 7 hari. Parameter yang diamati adalah pertambahan tinggi (cm), diameter batang (cm), jumlah daun (helai), luas tajuk (cm2), kadar air daun (%), panjang akar, bobot kering tajuk dan akar, dan luas daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian berbagai ketebalan mulsa sabut kelapa dan interval penyiraman berpengaruh nyata pada parameter pengamatan pertambahan tinggi, pertambahan diameter, pertambahan jumlah daun, luas daun, luas tajuk, kadar air daun, bobot kering tajuk, dan bobot kering daun dan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter panjang akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kontrol memberikan pertumbuhan terendah.

(51)

ABSTRACT

RAPOLO LUMBAN GAOL: Effect of Different Mulch thickness and Interval Watering Coconut Fiber Plant Growth Against Breadfruit (Artocarpus communis) in Greenhouse. Under the guidance of Afifuddin Dalimunthe and BUDI UTOMO.

This study aimed to determine the effect of various thicknesses coco mulch and watering intervals on the growth of breadfruit seedlings in the greenhouse. The research was conducted at Greenhouse Faculty of Agriculture, University of North Sumatra for 20 weeks, starting in December 2015 to April 2016. The study was conducted using a completely randomized design (CRD) factorial to two factors: the coco mulch thickness factor with six levels ie 0 cm, 2 cm, 4 cm, 6 cm, 8 cm, 10 cm and factors interval watering consisting of four levels ie 1 times a day, 1 time in 3 days, 1 time in 5 days, and 1 times in 7 days. Parameters measured were as height (cm), stem diameter (cm), number of leaves (leaf), wide canopy (cm2), leaf water content (%), root length, shoot dry weight and root and leaf area. The results showed that the administration of various thicknesses of mulch coco and interval watering real effect on the parameters of observation as height, the increase in diameter, increase the number of leaves, leaf area, wide canopy, the water content of leaves, dry weight of the canopy, and the dry weight of leaf and had no significant effect the root length parameter. The results showed that the treatment controls provide the lowest growth.

(52)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepadaTuhan Yang Maha Esa, yang

telahmemberikan segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan hasil penelitian yang berjudul “Pengaruh Berbagai

Ketebalan Mulsa Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan

Tanaman Sukun (Artocarpus communis) di Rumah Kaca”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen

pembimbing Afifuddin Dalimunthe S.P., M.P dan Dr. Budi Utomo S.P., M.P yang

telah memberikan bimbingan sehingga hasil penelitian ini dapat selesai. Penulis

juga mengucapkan terimakasih kepada Pustaka USU yang telah menyediakan

referensi dalam penulisan hasil penelitian ini dansemua pihak yang telah

memberikan dukungan dan semangat kepada penulis serta seluruh teman-teman

penulis yang telah mendukung proses penulisan hasil penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini belum sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

untuk hasil penellitian yang lebih baik.

Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya di bidang kehutanan. Akhir kata penulis mengucapkan

(53)

DAFTAR ISI

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman ... 8

Peranan Air dalam Pertumbuhan Tanaman... 9

Rumah Kaca ... 12

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Metode Penelitian... 13

Prosedur Penelitian... 14

Parameter Pengamatan ... 15

(54)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Data Pertambahan Tinggi Tanaman Sukun dengan Perlakuan

Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman ... ... 18

2. Data Pertambahan Diameter Tanaman Sukun dengan Perlakuan

Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 19

3. Data Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Sukun dengan Perlakuan

MulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... .... ... 20

4. Data Pengamatan Luas Tajuk Tanaman Sukun dengan Perlakuan

Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... 21

5. Data Pengamatan Kadar Air Daun Tanaman Sukun dengan

Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. .... 22

6. Data Pengamatan Panjang Akar Tanaman Sukun dengan Perlakuan

Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman ... 22

7. Data Pengamatan Bobot Kering Akar Tanaman Sukun dengan

Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... 23

8. Data Pengamatan Bobot Kering Tajuk Tanaman Sukun dengan

Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... 24

9. Data Pengamatan Luas Daun Tanaman Sukun dengan Perlakuan

Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... 25

10. Data Koefisien Korelasi Tanaman Sukun dengan Perlakuan

(55)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. DataPertambahan Tinggi Tanaman Sukundengan Perlakuan

MulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman ... ... 35

2. Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Tanaman Sukundengan

PerlakuanMulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman ... 35

3. Data Pertambahan Diameter Tanaman Sukun dengan Perlakuan

Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 36

4. Sidik Ragam Pertambahan Diameter Tanaman Sukun dengan Mulsa

Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 36

5. Data Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Sukun dengan Perlakuan

MulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... .... ... 37

6. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Sukun dengan Perlakuan

MulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... ... ... 37

7. Data Pengamatan Luas Tajuk Tanaman Sukun dengan Perlakuan

MulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... ... 38

8. Sidik Ragam Luas Tajuk Tanaman Sukun dengan Perlakuan

MulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... ... 38

9. Data Pengamatan Kadar Air Daun Tanaman Sukun dengan

PerlakuanMulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 39

10. Sidik Ragam KadarAir Daun Tanaman Sukun dengan

PerlakuanMulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 39

11. Data Pengamatan Panjang Akar Tanaman Sukun dengan Perlakuan

Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman ... ... 40

12. Sidik Ragam Panjang Akar Tanaman Sukun dengan Perlakuan

Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman ... ... 40

13. Data Pengamatan Bobot Kering Akar Tanaman Sukun dengan

PerlakuanMulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 41

14. Sidik Ragam Bobot Kering AkarTanaman Sukun dengan

PerlakuanMulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 41

15. Data Pengamatan Bobot Kering Tajuk Tanaman Sukun dengan

(56)

16. Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk Tanaman Sukun dengan

PerlakuanMulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 42

17. Data PengamatanLuas Daun Tanaman Sukun dengan Perlakuan

Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... ... 43

18. Sidik Ragam Luas Daun Tanaman Sukun denganPerlakuan

Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 43

Gambar

Gambar 4. Mulsa Sabut Kelapa Pada                    Tanaman Sukun
Gambar 6. Pengukuran Diameter
Gambar 9. Pengukuran Panjang Akar
Tabel 1. Data Pertambahan Tinggi (cm) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perlakuan pemberian mulsa spons terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, antara lain: tinggi, diameter, jumlah daun, dan

Pemberian mulsa daun pandan berpengaruh nyata terhadap semua parameter pengamatan ; Pertambahan tinggi, pertambahan diameter, jumlah daun, luas daun dan luas tajuk. Kata kunci

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sabut kelapa memberikan pengaruh yang nyata pada parameter pengamatan tinggi, pengaruh tidak nyata pada parameter pengamatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mulsa organik anyaman daun sawit dan interval penyiraman berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit sukun kecuali pada parameter diameter

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sabut kelapa memberikan pengaruh yang nyata pada parameter pengamatan tinggi, pengaruh tidak nyata pada parameter pengamatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sabut kelapa memberikan pengaruh yang nyata pada parameter pengamatan tinggi, pengaruh tidak nyata pada parameter pengamatan

Perlakuan pemberian mulsa spons terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, antara lain: tinggi, diameter, jumlah daun, dan

Perlakuan pemberian mulsa spons terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, antara lain: tinggi, diameter, jumlah daun, dan