LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Pertambahan Tinggi (cm) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Lampiran 3. Data Pertambahan Diameter (cm) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Lampiran 5. Data Jumlah Daun (helai) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Lampiran 7. Data Luas Tajuk (cm2) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Lampiran 8. Sidik Ragam Luas Tajuk (cm2) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. Galat 48 15471039,180 322313,316
Lampiran 9. Data Kadar Air Daun (%) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Lampiran 11. Data Panjang Akar (cm) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Lampiran 13. Data Bobot Kering Akar (gram) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Lampiran 15. Data Bobot Kering Tajuk (gram) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Lampiran 17. Data Luas Daun (cm2) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Lampiran 18. Sidik Ragam Luas Daun (cm2) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.
SK Db JK KT Fhitung Ftabel
K 5 415406,0941 83081,22 12,11133 2,409 S 3 19920,2802 6640,093 0,967973 2,798 Interaksi K*S 15 173045,7683 11536,38 1,68174 1,88
Galat 48 329270,0214 6859,792
Lampiran 19. Dokumentasi Penelitian
Gambar 1.Tim Penelitian Gambar 2. Mulsa Sabut Kelapa
Gambar 5. Pengukuran Tinggi
Tanaman Sukun
Gambar 6. Pengukuran Diameter
Tanaman Sukun
Gambar 7. Penyiraman Tanaman Sukun Gambar 8. Pembersihan Akar
Gambar 9. Pengukuran Panjang Akar Gambar 11. Pengukuran Berat Akar
DAFTAR PUSTAKA
Ainun, M., Nurhayati., dan Dewi Susilawati. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Dan Jenis Mulsa OrganikTerhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kedelai. Jurnal Floratek. VOL 6 No. 2. 2011.
Damanik et al. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. usupress. Medan
Daniel, T. W., J. A. Helms, dan F. S. Baker. 1987. Prinsip-prinsip Silvikultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Dephut. 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Jakarta.
Dwijoseputro, D. 2009. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.
Gardner, F.P., Perace, R.B., dan Mitchell, R.L,. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerjemah: Susilo, H. Jakarta: UI Press.
Jasis dan A. S. Karama. 1999. Kebijakan Departemen Pertanian dalam Mengantisipasi Penyimpangan Iklim. Proc. Diskusi Panel PERHIMPI dengan Jurusan Geomet FMIPA-IPB, Puslittanag dan ICSA. Bogor. p. 1-10.
Jusmin, H.B. 2005. Dasar-Dasar Agronomi, PT Raja Grafindo Persada.
Lakitan, B. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Mashuri, M. 2009. Peluang Bisnis Sabut Kelapa : Cocopot untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang.http://produkkelapa.wordpress.com. [Diakses Desember 2015].
Mulyatri. 2003. Peranan pengolahan tanah dan bahan organik terhadap konservasi tanah dan air. Pros. Sem. Nas. Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi.
Nurdin. 2012. Adaptasi Perubahan Iklim Untuk Keberlanjutan Ketahanan Pangan. Fakultas Pertanian, Universitas negeri Gorontalo. Gorontalo.
Pitojo, S. 1992. Budidaya Sukun. Kanisius. Yogyakarta.
Pitojo, S. 1999. Budidaya Sukun. Kanisius.Yogyakarta.
Ryke, N dan H. N. Budi. 2011. Kajian Perubahan Curah Hujan, Suhu, Dan Tipe Iklim Pada Zone Ekosistem Di Pulau Lombok. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 8 No. 3, Desember 2011: 228-244.
Santoso, B. 2010. Faktor- Faktor Pertumbuhan Dan Penggolongan Tanaman Hias. Fakultas Pertanian, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Setiawan, Tohari, Shiddieq, J .2013. Pengaruh Cekaman Kurang Air terhadap Beberapa Karakter Fisiologis Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth)’, Jurnal Litri, vol. 19, no. 3, hlm. 108-16
Subiyanto, B, Raskita. S dan Effendy, H. Jurnal Ilmu & Teknologi Kayu Tropis Vol. 1. No 1. 2003. Pemanfaatan Serbuk Sabut Kelapa Sebagai Bahan
Penyerap Air Dan Oli Berupa Panel Papan Partikel.
http://jurnalmapeki.biomaterial-lipi.org. [Diakses Oktober 2015]. Sunarjono, H. H. 1999. Prospek Perkebunan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Syaifuddin, Pranowo. D, 2007. Pengaruh Interfal Pemberian Air dan Pemberian Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Balai Penelitian Tanaman Rempah dan AnekaTanaman Industri.
Toni, K. H. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, Vol. 10, No. 1, 2007: 82 – 93. Sistem Pengendali Suhu, Kelembaban Dan Cahaya Dalam Rumah Kaca.
http://jurnal.umy.ac.id/ .
Tridjaja, N. O. 2003. Panduan Teknologi Pengolahan Sukun Sebagai Bahan Pangan Alternatif. Departemen Pertanian. Jakarta. http://docs.google.com
[Tanggal akses Oktober 2015].
Umboh, A.H., 2002. Petunjuk Penggunaan Mulsa. Penebar Swadaya, Jakarta.
Wicks, G.A., D.A crutcfield dan Buraside., 2004. Influence of Weat (Triticum aestivum) Straw Muich and Matalachar on Corn (Zea mays) Growth and Yield Weed Sci.
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama 20 minggu, dimulai bulan Desember
2015 sampai April 2016. Rangkaian kegiatan mulai dari pengambilan bibit sukun
di Lubuk Pakam, persiapan bahan, lalu pengamatan yang dilakukan di rumah
kaca, Fakultas Pertanian (FP), Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit sukun
(Artocarpus communis), mulsa sabut kelapa untuk setiap ulangan, top soil, polybag dan kertas label. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
cangkul, kamera digital, alat tulis, kalkulator, gunting, penggaris, kalifer, software Microsoft Excel dan software Image J.
Metode Penelitian
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) Faktorial untuk 2 faktor yaitu :
1. Faktor K adalah mulsa sabut kelapa terdiri dari 6 jenis perlakuan, yaitu:
K0 : tanpa perlakuan (kontrol)
K1 : ketebalan 2 cm
K2 : ketebalan 4 cm
K3 : ketebalan 6 cm
K4 : ketebalan 8 cm
2. Faktor S adalah interval penyiraman yang digunakan terdiri dari 4 perlakuan
yaitu :
S1 : setiap hari
S2 : 1 kali dalam 3 hari
S3 : 1 kali dalam 5 hari
S4 : 1 kali dalam 7 hari
Semua perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 72 jumlah unit
percobaan.
Model umum rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = μ + αi +βj + αβij + Єijk
keterangan :
Yijk = hasil pengamatan untuk pemberian mulsa sabut kelapa pada ketebalan
ke-i interval penyiraman ke j pada ulangan ke k
μ = rataan umum pertumbuhan bibit sukun
αi = pengaruh pemberian mulsa sabut kelapa pada ketebalan ke-i
βi = pengaruh interval penyiraman pada penyiraman ke-j
αβij = interaksi antara pemberian mulsa sabut kelapa dengan interval
penyiraman
Єijk = pengaruh galat pada pemberian mulsa sabut kelapa pada ketebalan ke-i,
interval penyiraman pada penyiraman ke-j dan ulangan ke-k
Prosedur Penelitian
1. Penyiapan Bibit Sukun
Bibit sukun yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bibit yang berasal
perbanyakan vegetatif stek akar. Bibit yang digunakan merupakan bibit yang
memilki umur seragam seragam,yaitu 3 bulan dan memiliki kesehatan serta
keadaan fisik yang baik.
2. Penyiapan Media Tanam
Media Tanam adalah polybag berwarna hitam yang diisi dengan top soil sebanyak
12 kg. Top soil yang digunakan diambil dari arboretum Kuala Bekala USU.
3. Penanaman Bibit Sukun
Bibit sukun kemudian ditanam pada polybag yang telah diisi dengan tanah dan
diberi label sesuai dengan perlakuan pada setiap bibit yang telah ditanam.
4. Pemberian Mulsa Sabut Kelapa
Mulsa sabut kelapa yang digunakan diletakkan di permukaan tanah bibit sukun
sesuai dengan perlakuan yang diberikan yaitu ketebalan 2 cm, 4 cm, 6 cm, 8 cm,
dan 10 cm.
Parameter Pengamatan
a. Pertambahan tinggi (cm)
Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal sampai titik tumbuh tertinggi
dengan menggunakan benang dan penggaris. Sebelum dilakukan pengamatan
parameter, dilakukan terlebih dahulu pengambilan data awal pengukuran.
Pengamatan dilakukan dua minggu sekali.
b. Diameter batang (cm)
Diameter tanaman diukur dengan menggunakan jangka sorong yang
diambil pada suatu titik yang telah ditentukan. Sebelum dilakukan pengamatan
Pengukuran diameter dilakukan di pangkal batang yang kemudian diberi
tanda.Pengamatan dilakukan dua minggu sekali.
c. Jumlah Daun (helai)
Data jumlah daun diambil saat pengambilan data terakhir dari setiap bibit
sukun. Jumlah daun dihitung mulai dari daun yang paling bawah hingga daun
yang berada disekitar pucuk tanaman yang sudah terbuka sempurna. Menghitung
daun dilakukan dua minggu sekali.
d. Luas Tajuk (cm2)
Pengukuran luas tajuk diambil saat pengambilan data terakhir dari setiap
bibit sukun. Tajuk diambil fotonya, kemudian hasilnya di-scan untuk mendapatkan pengukuran luas tajuk menggunakan program Image J.
e. Kadar Air Daun (%)
Pengukuran kadar air dilakukan pada akhir penelitian dengan menimbang
satu helai daun pada setiap perlakuan kemudian mengopenkan setiap helai daun
sehingga nanti memperoleh berat akhirnya. Dengan menggunakan rumus :
�� =��������� − �������ℎ��
berat awal � 100%
f. Panjang akar
Pengukuran panjang akar diambil saat pengambilan data terakhir dari
setiap bibit sukun. Pengukuran panjang akar dilakukan dengan pengukuran akar
terpanjang.
g. Bobot kering tajuk dan akar
Pengukuran berat kering akar dilakukan pada akhir penelitian dengan
menimbang akar dan tajuk masing masing pada setiap perlakuan kemudian
h. Luas Daun
Pengukuran luas daun diambil saat pengambilan data terakhir dari setiap
bibit sukun. Daun ketiga dari setiap tanaman sukun diambil fotonya, kemudian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pertambahan Tinggi (cm)
Data hasil pengamatan pertambahan tinggi tanaman sukun dapat dilihat
pada Tabel 1. Berdasarkan data hasil pengamatan pertambahan tinggi tanaman
sukun, pertambahan tinggi tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian mulsa
organik sabut kelapa ketebalan 10 cm (K5) dikombinasikan dengan perlakuan
penyiraman 1×1 hari (S1) yaitu sekitar 87,30 cm. Sedangkan pertambahan tinggi
terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa
atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4)
yaitu sekitar 11,23 cm.
Tabel 1. Data Pertambahan Tinggi (cm) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.
Perlakuan S1 S2 S3 S4 Rata-rata Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata berdasarkan DMRT taraf α 5%
Berdasarkan data hasil pengamatan pertambahan tinggi tanaman sukun dan
uji analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa organik sabut
kelapa dan faktor interval penyiraman serta interaksi ketebalan mulsa organik
dengan penyiraman berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman
Pertambahan Diameter (cm)
Data hasil pengamatan pertambahan diameter tanaman sukun dapat dilihat
pada Tabel 2. Berdasarkan data hasil pengamatan pertambahan diameter tanaman
sukun, pertambahan diameter tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian mulsa
organik sabut kelapa ketebalan 10 cm (K5) dikombinasikan dengan perlakuan
penyiraman 1×3 hari (S2) yaitu sekitar 0,86 cm. Sedangkan pertambahan diameter
terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa
atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4)
yaitu sekitar 0,17 cm.
Tabel 2. Data Pertambahan Diameter (cm) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata berdasarkan DMRT taraf α 5%
Berdasarkan data hasil pengamatan pertambahan diameter tanaman sukun
dan uji analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa organik
sabut kelapa dan faktor interval penyiraman, serta interaksi ketebalan mulsa
organik dengan penyiraman berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter
tanaman sukun sehingga dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT 5%.
Jumlah Daun (helai)
Data hasil pengamatan pertambahan jumlah daun tanaman sukun dapat
daun tanaman sukun, pertambahan jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan
pemberian mulsa organik sabut kelapa ketebalan 10 cm (K5) dikombinasikan
dengan perlakuan penyiraman 1×1 hari (S1) yaitu sekitar 7,67 helai. Sedangkan
pertambahan jumlah daun terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian
mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan
penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 2 helai.
Tabel 3. Data Jumlah Daun (helai) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman.
Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata berdasarkan DMRT taraf α 5%
Berdasarkan data hasil pengamatan pertambahan jumlah daun tanaman
sukun dan uji analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa
organik sabut kelapa dan faktor interval penyiraman, serta interaksi ketebalan
mulsa organik dengan penyiraman berpengaruh nyata terhadap pertambahan
jumlah daun tanaman sukun sehingga dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT
5%.
Luas Tajuk(���)
Data luas tajuk tanaman sukun dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan
data hasil pengamatan luas tajuk tanaman sukun, luas tajuk tertinggi terdapat pada
perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa ketebalan 10 cm (K5)
dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 3097,30
mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan
penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 1073,72 cm2.
Tabel 4. Data Luas Tajuk (cm2)Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata berdasarkan DMRT taraf α 5%
Berdasarkan data hasil pengamatan luas tajuk tanaman sukun dan uji
analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa organik sabut
kelapa berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun tanaman sukun
sehingga dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT 5%. Sedangkan faktor interval
penyiraman, serta interaksi ketebalan mulsa organik dengan penyiraman tidak
berpengaruh nyata sehingga tidak dilakukan uji lanjutan.
Kadar Air Daun (%)
Data hasil pengamatan kadar air daun tanaman sukun dapat dilihat pada
Tabel 5. Berdasarkan data hasil pengamatan kadar air daun tanaman sukun, kadar
air daun tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa
ketebalan 8 cm (K4) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×3 hari (S2)
yaitu sekitar 89,33%. Sedangkan kadar air daun terendah terdapat pada perlakuan
tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan
Tabel 5. Data Kadar Air Daun (%) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata berdasarkan DMRT taraf α 5%
Berdasarkan data hasil pengamatan kadar air daun tanaman sukun dan uji
analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa organik sabut
kelapa dan faktor interval penyiraman, serta interaksi ketebalan mulsa organik
dengan penyiraman berpengaruh nyata terhadap kadar air daun tanaman sukun
sehingga dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT 5%.
Panjang Akar (cm)
Data hasil pengamatan panjang akar tanaman sukun dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan data hasil pengamatan panjang akar tanaman sukun dan uji
analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa organik sabut
kelapa tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar tanaman sukun sehingga
tidak dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT 5%.
Berdasarkan data hasil pengamatan panjang akar tanaman sukun, panjang
akar tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa ketebalan 8 cm (K4) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4)
yaitu sekitar 85,00 cm. Sedangkan panjang akar terendah terdapat pada perlakuan
tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan
dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 56,33 cm.
Bobot Kering Akar (gram)
Data hasil pengamatan bobot kering akar dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan data hasil pengamatan bobot kering akar tanaman sukun, bobot kering
akar tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa ketebalan 6 cm (K3) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×3 hari (S2)
yaitu sekitar 30,33 gram. Sedangkan bobot kering akar terendah terdapat pada
perlakuan tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0)
dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×3 hari (S2) yaitu sekitar 6,33
gram. Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata berdasarkan DMRT taraf α 5%
kelapa dan faktor interval penyiraman, serta interaksi ketebalan mulsa organik
dengan penyiraman berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar tanaman sukun
sehingga dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT 5%.
Bobot Kering Tajuk (gram)
Data hasil pengamatan bobot kering tajuk tanaman sukun dapat dilihat
pada Tabel 8. Berdasarkan data hasil pengamatan bobot kering tajuk tanaman
sukun dan uji analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa
organik sabut kelapa dan faktor interval penyiraman, serta interaksi ketebalan
mulsa organik dengan penyiraman berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk
tanaman sukun sehingga dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT 5%.
Tabel 8. Data Bobot Kering Tajuk (gram) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Penyiraman. Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata secara signifikan berdasarkan DMRT taraf α 5%
Berdasarkan data hasil pengamatan bobot kering tajuk tanaman sukun,
bobot kering tajuk tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian mulsa organik
sabut kelapa ketebalan 4 cm (K2) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman
1×1 hari (S1) yaitu sekitar 41,33 gram. Sedangkan bobot kering tajuk terendah
terdapat pada perlakuan tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa atau kontrol
(K0) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar
Luas Daun(���)
Data luas daun tanaman sukun dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan
data hasil pengamatan luas daun tanaman sukun, luas daun tertinggi terdapat pada
perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa ketebalan 8 cm (K4)
dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 516,22
cm2. Sedangkan luas daun terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian
mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan
penyiraman 1×7 hari (S4) yaitu sekitar 173,40 cm2 .
Tabel 9. Data Luas Daun (cm2) Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Penyiraman. Keterangan : Perlakuan yang diikuti notasi yang sama menandakan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata berdasarkan DMRT taraf α 5%
Berdasarkan data hasil pengamatan luas daun tanaman sukun dan uji
analisis tabel anova dapat dilihat bahwa faktor ketebalan mulsa organik sabut
kelapa berpengaruh nyata terhadap luas daun tanaman sukun sehingga dilakukan
uji lanjutan dengan uji DMRT 5%.
Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi menggambarkan kuat/tidaknya hubungan linear antar
parameter pengamatan. Data koefisien korelasi antar parameter pengamatan
Tabel 10. Data Koefisien Korelasi Pertumbuhan Tanaman Sukun dengan Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Penyiraman.
KORELASI Tinggi Diameter Jumlah Daun
Berdasarkan data koefisien korelasi pada Tabel 10 diperoleh semua
hubungan parameter pengamatan bernilai positif yang menunjukkan bahwa
hubungan antar perameter pengamatan bersifat searah. Secara teori, dua variabel
dapat sama sekali tidak berhubungan (r=0), berhubungan secara sempurna (r=1),
atau antara kedua angka tersebut. Arah korelasi juga dapat positif (berhubungan
searah) atau negatif (berhubungan berlainan arah). Berdasarkan Tabel 10 dapat
dilihat bahwa hubungan luas daun dan luas tajuk memiliki hubungan yang paling
kuat yaitu 0,952 dan yang paling lemah pada hubungan antara bobot kering akar
dengan panjang akar yaitu 0,001.
Pembahasan
Berdasarkan sidik ragam terlihat bahwa perlakuan pemberian mulsa
organik sabut kelapa berpengaruh nyata terhadap parameter pengamatan
pertambahan tinggi, pertambahan diameter, jumlah daun, luas daun, luas tajuk,
kadar air daun, bobot kering tajuk, dan bobot kering akar. Hal ini menunjukkan
yang baik dan mampu memodifikasi faktor lingkungan, kelembaban, dan kadar air
yang lebih tinggi akan mendorong penyerapan unsur hara oleh tanaman sukun. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Umboh (2002), bahwa penggunaan mulsa
mengakibatkan penurunan suhu tanah siang hari yang mampu menekan
evapotranspirasi, menurunkan suhu udara dan tanah sehingga menekan kehilangan air
dari permukaan tanah. Selain itu, tanah-tanah yang tidak diberi mulsa ada
kecenderungan menurunnya bahan organik tanah sebaliknya pada tanah yang diberi
mulsa kandungan bahan organik cukup stabil dan cenderung meningkat.
Pertumbuhan tanaman yang diperoleh merupakan kemampuan dan
ketahanan tanaman dalam memanfaatkan faktor- faktor tumbuh di sekelilingnya
baik yang berada di bawah permukaan tanah maupun yang berada di atas
permukaan tanah yang berupa cahaya, air, dan oksigen. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Wicks, dkk (2004) dalam Budi dan Hajoeningtias (2009),bahwa hasil tanaman yang meningkat merupakan refleksi kemampuan kompetisinya yang
tinggi, sehingga tanaman mengalami pertumbuhan yang lebih baik dengan
memanfaatkan faktor tumbuh yang ada secara maksimal sehingga distribusi
fotosintat ke bagian biji juga meningkat.
Berdasarkan Uji DMRT taraf α 5%, perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa terbaik ditemukan pada ketebalan 6 cm (K3). Hal ini dapat dilihat
pada parameter pengamatan pertambahan tinggi, pertambahan diameter, dan
jumlah daun yang masing- masing terdapat pada perlakuan pemberian mulsa
organik sabut kelapa ketebalan 6 cm dikombinasikan dengan perlakuan
penyiraman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ainun (2011), bahwa ketebalan
akan kurang efektif dalam mengendalikan gulma. Mulsa organik lebih disukai
terutama pada system pertanian yang organik. Pemberian mulsa organik seperti
jerami akan memberikan suatu lingkungan pertumbuhan yang baik bagi tanaman
karena dapat mengurangi evaporasi, mencegah penyinaran langsung sinar
matahari yang berlebihan terhadap tanah serta kelembaban tanah dapat terjaga,
sehingga tanaman dapat menyerap air dan unsur hara dengan baik.
Perlakuan tanpa pemberian mulsa organik sabut kelapa atau kontrol (K0)
menghasilkan pertumbuhan terendah. Hal ini dapat dilihat dari data semua
parameter pengamatan dan hasil sidik ragam yang menunjukkan parameter
pengamatan terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian mulsa organik
sabut kelapa atau kontrol (K0) dikombinasikan dengan perlakuan penyiraman. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Syaifuddin dan Pranowo (2007) yang menyatakan
bahwa, perlakuan tanpa mulsa menyebabkan perubahan kandungan air tanah
cukup besar, sehingga terjadi defisit air yang menghambat pertumbuhan tinggi
tanaman. Cekaman air akan menyebabkan suhu daun meningkat, stomata
menutup, dan fotosintesis menurun, sebagai akibatnya respirasi meningkat yang
dapat mengurangi hasil asimilasi netto.
Mulsa organik sabut kelapa yang merupakan bahan organik yang bisa saja
terdekomposisi menyebabkan tanah mendapatkan unsur hara dari proses
pelapukan yang mendukung pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan helai daun
dipengaruhi oleh unsur hara dan pemberian air yang cukup untuk proses
fotosintesis yang dimulai dari akar diteruskan ke daun. Pemakaian mulsa organik
anyaman daun sawit mampu memperbaiki struktur tanah menjadi lebih gembur
membusuk. Pembusukan dari mulsa ini bisa menambah unsur hara pada tanah
dan berpengaruh pada kesuburan tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Rukmana (2005), bahwa pemberian mulsa organik pada tanah akan pengaruh
yang baik bagi perbaikan sifat fisik tanah, meningkatkan penyerapan air tanah,
mengurangi kisaran suhu dan dapat mengurangi kisaran suhu tanah dan dapat
mengendalikan pertumbuhan gulma, mempertinggi kadar humus tanah dan
memperbaiki aerasi dan drainase tanah sehingga akar dapat berkembang dengan
baik dan pertumbuhan tanaman akan lebih subur.
Berdasarkan Uji DMRT taraf α 5%, faktor penyiraman terbaik terdapat pada
penyiraman 1x3 hari (S2), hal ini dapat dilihat dari parameter pengamatan
pertambahan tinggi, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk yang masing-
masing terdapat pada perlakuan penyiraman 1x3 hari. Perlakuan penyiraman 1x7 hari (S4) menghasilkan pertumbuhan terendah pada semua parameter pengamatan. Hal ini membuktikan bahwa air adalah komponen penting dalam pertumbuhan tanaman, karena sifatnya sebagai pelarut dan membawa ion-ion tanah kedalam akar.
Ketersediaan air yang cukup pada media tanam akan menjamin kelangsungan
pertumbuhan, perkembangan, dan hasil tanaman. Salah satu faktor penentu
ketersediaan air tanah adalah penyiraman, baik jumlah maupun frekuensi
penyiraman. Sesuai dengan penelitian Setiawan (2013) bahwa penyiraman dengan
interval 9 hari sekali menurunkan kadar lengas tanah sekitar 51,2% dibandingkan
penyiraman setiap hari dan penyebabkan tanaman mengalami cekaman
kekeringan. Pada penyiraman 1x7 hari berdampak buruk pada pertumbuhan
tanaman, tetapi dari data yang disajikan bibit sukun tidak ada yang mengalami
untuk penyiraman 1x7 hari. Hal ini membuktikan bahwa bibit sukun masih toleran
terhadap kekeringan selama 7 hari dan layu dalam keadaan kapasitas lapang atau
layu sepanjang hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tridjaja (2003) yang menyatakan bahwa sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit maupun curah hujan yang tinggi antara namun lebih sesuai pada daerah-daerah yang cukup banyak mendapat penyinaran matahari. Tanaman sukun tumbuh baik di tempat yang lembab, panas, dengan temperatur antara 15-38°C. Tanaman sukun ditanam di tanah yang subur, dalam dan drainase yang baik, tetapi beberapa varietas tanpa biji dapat tumbuh baik di tanah berpasir. Namun setelah disiram kembali tanaman sukun akan segar sesuai dengan air yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dwijoseputro (2009)
bahwa kalau sepanjang hari penguapan terus menerus lebih hebat daripada
peresapan air oleh akar, maka tanaman tersebut ada di dalam keadaan layu
sepanjang hari. Jika pada malam hari pemasukan air lebih banyak dari
pengeluaran, maka pulihlah turgor dan tanaman tampak segar lagi.
Respon tanaman yang mengalami kekurangan air dapat merupakan
perubahan di tingkat seluler dan molekuler yang ditunjukkan dengan laju
penurunan pertumbuhan, berkurangnya luas daun dan peningkatan rasio akar :
tajuk. Tingkat kerugian tanaman akibat kekurangan air dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain intensitas kekeringan yang dialami, lamanya kekeringan dan
tahap pertumbuhan saat tanaman mengalami kekeringan. Dua macam respon
tanaman yang dapat memperbaiki status jika mengalami kekeringan adalah
mengubah distribusi asimilat baru dan mengatur derajat pembukaan stomata.
Pengubahan distribusi asimilat baru akan mendukung pertumbuhan akar daripada
tajuk, sehingga dapat meningkatkan kapasitas akar menyerap air serta
pembukaan stomata akan menghambat hilangnya air melalui transpirasi
(Mansfield dan Atkinson, 1990).
Suhu rumah kaca yang tinggi, menyebabkan laju potensial air melalui
proses difusi akar menjadi lebih meningkat dan dapat menyebabkan kerusakan
struktur maupun kehancuran enzim. Dari pengamatan yang dilakukan
pertumbuhan bibit sukun ini cukup baik dikarenakan jumlah air yang dapat
diserap oleh mulsa dapat memenuhi kebutuhan bagi pertumbuhan bibit sukun.
Penggunaan mulsa sebagai penahan air bisa menjadi faktor pendukung untuk
mengurangi kerusakan fisik yang disebabkan oleh keadaan yang ekstrim. Hal ini
sesuai pernyataan Hamdani (2009) bahwa salah satu pendekatan untuk mengatasi
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perlakuan pemberian mulsa organik sabut kelapa terhadap tanaman sukun
memberikan pengaruh nyata terhadap parameter- parameter yang diamati
antara lain: pertambahan tinggi, pertambahan diameter, pertambahan
jumlah daun, luas daun, luas tajuk, kadar air daun, bobot kering tajuk, dan
bobot kering daun dan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter
panjang akar.
2. Perlakuan penyiraman terhadap tanaman sukun memberikan pengaruh
nyata terhadap parameter yang diamati antara lain: pertambahan tinggi,
pertambahan diameter, pertambahan jumlah daun, kadar air daun, bobot
kering akar, dan bobot kering tajuk dan tidak berpengaruh nyata terhadap
parameter panjang akar, luas tajuk, dan luas daun.
3. Perlakuan interaksi antara mulsa organik sabut kelapa dan interval
penyiraman memberikan pengaruh nyata terhadap parameter pengamatan
pertambahan tinggi, pertambahan diameter, kadar air daun, bobot kering
tajuk, dan bobot kering akar dan tidak berpengaruh nyata terhadap
parameter luas daun, luas tajuk, panjang akar, dan jumlah daun bibit sukun
(Artocarpus communis).
Saran
Perlu adanya penelitian lanjutan terhadap mulsa organik sabut kelapa
dengan ketebalan mulsa yang lebih tinggi dan frekuensi penyiraman
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Sukun (Artocarpus communis)
Tanaman sukun merupakan salah satu jenis yang sangat dikenal di
Indonesia dan banyak negara lainnya. Jenis ini memiliki banyak namalokal
tergantung daerah persebarannya. Tanaman sukun termasuk famili Moraceae,
genus Artocarpus, dan spesies Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg. Para ahli ada yang memberi nama Artocarpus incisa Linndan, Artocarpus communis Forst. Beberapa sebutan lokal antara lain, di Siam dikenal dengan nama sake, di
Malaysia dikenal sebagai Bandarase, serta dalam bahasa Inggris disebut dengan
Breadfruit (Pitojo, 1992).
Tanaman sukun merupakan tanaman hutan yang tingginya mencapai 20 m.
Kulit kayunya berserat kasar, dan semua bagian tanaman bergetah encer. Daunnya
lebar, bercagap menjari dan berbulu kasar. Bunganya keluar dari ketiak daun pada
ujung cabang dan ranting, tetapi masih dalam satu pohon (berumah satu). Bunga
jantan berbentuk tongkat panjang yang biasa disebut ontel. Bunga betina berbentuk bulat bertangkai pendek yang biasa disebut babal seperti pada nangka. Bunga betina ini merupakan bunga majemuk sinkarpik. Kulit buah bertonjolan
rata sehingga tidak jelas yang merupakan bekas putik dari bunga sinkarpik
tersebut (Sunarjono, 1999).
Tanaman sukun dapat tumbuh dan dibudidayakan pada berbagai jenis
tanah mulai dari tepi pantai sampai pada lahan dengan ketinggian ±600 m dari
permukaan laut. Sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit maupun
curah hujan yang tinggi antara 80-100 inchi per tahun dengan kelembaban
penyinaran matahari. Tanaman sukun tumbuh baik di tempat yang lembab, panas,
dengan temperatur antara 15-38°C. Tanaman sukun ditanam di tanah yang subur,
dalam dan drainase yang baik, tetapi beberapa varietas tanpa biji dapat tumbuh
baik di tanah berpasir (Tridjaja, 2003).
Tanaman sukun memiliki banyak kegunaan, antara lain buah sukun yang
merupakan hasil utama dimanfaatkan sebagai bahan makanan, diolah menjadi
berbagai macam makanan, misalnya getuk sukun, klepon sukun, stik sukun,
keripik sukun dan sebagainya. Batang pohon (kayu) sukun dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bangunan maupun dibuat papan kayu yang kemudian dikilapkan
(Dephut, 1998).
Mulsa Sabut Kelapa
Salah satu teknik budidaya yang dapat mengurangi terjadinya evaporasi
adalah penggunaan mulsa. Mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma, mereduksi
penguapan, dan kecepatan alir permukaan, sehingga kelembaban tanah dan
persediaan air dapat terjaga. Penggunaan mulsa ditujukan unutk mencegah
terjadinya pemadatan tanah, terutama pada lapisan tanah bagian atas, mengurangi
fluktuasi suhu tanah, dan mencegah terjadinya kontak langsung antara buah
dengan tanah yang dapat menyebabkan buah-buahan menjadi busuk
(Jusmin, 2005).
Mulsa adalah suatu bahan yang digunakan sebagai penutup tanah yang
bertujuan untuk menghalangi pertumbuhan gulma, menjaga suhu tanah agar tetap
stabil, mencegah jatuhnya percikan air langsung mengenai permukaan dari tanah
Penggunaan mulsa mengakibatkan penurunan suhu tanah siang hari yang
mampu menekan evapotranspirasi, menurunkan suhu udara dan tanah sehingga
menekan kehilangan air dari permukaan tanah. Selain itu, tanah-tanah yang tidak
diberi mulsa ada kecenderungan menurunnya bahan organik tanah sebaliknya pada
tanah yang diberi mulsa kandungan bahan organik cukup stabil dan cenderung
meningkat (Umboh, 2002).
Mulsa yang telah umum digunakan dalam budidaya pertanian, dapat
berupa mulsa organik maupun mulsa sintetik. Mulsa organik berupa jerami,
sekam, alang-alang dan sebagainya, sedangkan mulsa sintetik yang digunakan
berupa mulsa plastik. Ketebalan mulsa organik yang dianjurkan adalah antara
5-10 cm. Mulsa yang terlalu tipis akan kurang efektif dalam mengendalikan gulma.
Mulsa organik lebih disukai terutama pada system pertanian yang organik.
Pemberian mulsa organik seperti jerami akan memberikan suatu lingkungan
pertumbuhan yang baik bagi tanaman karena dapat mengurangi evaporasi,
mencegah penyinaran langsung sinar matahari yang berlebihan terhadap tanah
serta kelembaban tanah dapat terjaga, sehingga tanaman dapat menyerap air dan
unsur hara dengan baik (Ainun et a ., 2011).
Pemberian mulsa organik pada tanah akan pengaruh yang baik bagi
perbaikan sifat fisik tanah, meningkatkan penyerapan air tanah, mengurangi
kisaran suhu dan dapat mengurangi kisaran suhu tanah dan dapat mengendalikan
pertumbuhan gulma, mempertinggi kadar humus tanah dan memperbaiki aerasi
dan drainase tanah sehingga akar dapat berkembang dengan baik dan
pertumbuhan tanaman akan lebih subur (Rukmana, 2005).
Perlakuan tanpa mulsa menyebabkan perubahan kandungan air tanah
tanaman. Cekaman air akan menyebabkan suhu daun meningkat, stomata
menutup, dan fotosintesis menurun, sebagai akibatnya respirasi meningkat yang
dapat mengurangi hasil asimilasi netto (Syaifuddin dan Pranowo, 2007).
Pengolahan sabut kelapa menghasilkan serat sabut dan serbuk kelapa.
Pemanfaatan keduanya sangat banyak, seperti seratnya dapat dimanfaatkan untuk
aneka kerajinan rumah tangga seperti sapu, keset, dan untuk bahan jok mobil,
untuk reklamasi seperti cocomesh, untuk membantu kesuburan tanah seperti
cocopot dan lain-lain. Penggunaan dan permintaan sabut kelapa mengalami peningkatan pasar yang digunakan sebagai media tanam. Cocopot adalah tempat untuk tanaman yang dibuat dari serabut kelapa sama halnya dengan pot-pot
tanaman lainnya tetapi kalau pot tanaman lainnya ada yang terbuat dari plastik,
semen, tanah liat dan sebagainya(Mashuri, 2009).
Sabut kelapa segar mengandung tanin 3,12%. Senyawa tanin dapat
mengikat enzim yang dihasilkan oleh mikroba sehingga mikroba menjadi tidak
aktif. Serbuk sabut kelapa ini juga telah dikembangkan untuk pembuatan briket
serbuk sabut kelapa yang digunakan sebagai bahan penyimpan air pada lahan
pertanian. Karakteristik sifat daya serap airnya sangat berbeda dengan sifat daya
serap air papan partikel yang terbuat dari kayu, yaitu sifat daya serap airnya antara
3,5 sampai 5,5 kali dari beratnya, sedangkan untuk sifat daya serap air nilainya
berkisar antara 2,5 sampai 4 kali dari beratnya. Berdasarkan sifat penyerapan air
dan oli yang tinggi ini memungkinkan pemanfaatan produk papan partikel yang
terbuat dari serbuk sabut kelapa ini dapat digunakan sebagai bahan penyerap air
sebagai bahan pembungkus anti pecah yang ramah lingkungan karena bahan ini
kemungkinan besar dapat terdekomposisi secara alami (Subiyanto et al., 2003).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang kompleks antara
faktor internal (dalam) dan eksternal (luar). Faktor internal meliputi intrasel (sifat
genetic/hereditas) dan intersel (hormonal dan enzim). Faktor eksternal meliputi air
tanah dan mineral, kelembaban udara, suhu udara, cahaya dan sebagainya.
Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman:
1. Sifat Menurun atau Hereditas. Ukuran dan bentuk tumbuhan banyak
dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor genetik dapat digunakan sebagai dasar
seleksi bibit unggul.
2. Hormon Pada Tumbuhan. Hormon merupakan hasil sekresi dalam tubuh yang
dapat memacu pertumbuhan, tetapi adapula yang dapat menghambat
pertumbuhan. Hormon-hormon pada tumuhan yaitu auksin, giberilin, gas
etilen, sitokinin, asam abisat dan kalin.
Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman:
1. Cahaya Matahari. Cahaya jelas pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman.
Cahaya merupakan sumber energy fotosintesis. Daun dan batang tumbuhan
yang tumbuh ditempat gelap akan kelihatan kuning pucat. Tumbuhan yang
kekurangan cahaya menyebabkan batang tumbuh lebih panjang, lembek dan
kurus, serta daun timbul tidak normal. Panjang penyinaran mempunyai
pengaruh khusus bagi pertumbuhan dan reproduksi tumbuhan.
2. Temperatur. Temperatur mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi
kemampuan fotosintesis, translokasi, respirasi dan transpirasi. Jika temperatur
terlalu dingin atau terlalu tinggi pertumbuhan akan menjadi lambat atau
terhenti sama sekali pada beberapa tumbuhan apabila lingkungan, air,
temperatur, dan cahaya tidak memungkinkan untuk tumbuh.
3. Kelembaban atau Kadar Air. Tanah dan udara yang kurang lembah umumnya
berepengaruh baik terhadap pertumbuhan karena meningkatkan penyerapan air
dan menurunkan penguapan atau transpirasi.
4. Air dan Unsur Hara. Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi
tumbuhan. Fungsi air antara lain sebagai media reaksi enzimatis, berperan
dalam fotosintesis, menjaga turgiditas sel dan kelembapan. Kandungan air
dalam tanah mempengaruhi kelarutan unsur hara dan menjaga suhu tanah.
Hasil tanaman yang meningkat merupakan refleksi kemampuan kompetisinya
yang tinggi, sehingga tanaman mengalami pertumbuhan yang lebih baik dengan
memanfaatkan faktor tumbuh yang ada secara maksimal sehingga distribusi
fotosintat ke bagian biji juga meningkat. (Wicks et al., 2004 dalam Budi dan Hajoeningtias, 2009).
Peranan Air Dalam Pertumbuhan Tanaman
Air sangat berfungsi bagi pertumbuhan tanaman, khususnya air tanah yang
digunakan oleh tumbuhan sebagai bahan melalui proses fotosintesis. Air diserap
tanaman melalui akar bersama dengan unsur hara yang larut di dalamnya,
kemudian diangkut melalui pembuluh Xylem (Lakitan, 1993).
Kebutuhan air suatu tanaman dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang
diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evotranspirasi (ET-tanaman)
yang tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan
mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu. Air
tanah sangat berperan dalam hal mekanisme pergerakan hara ke akar tanaman.
Perkembangan akar tanaman sangat dirangsang oleh kondisi tanah yang lembab,
sehingga kesempatan dari akar untuk lebih dekat dengan unsur hara yang berasal
dari pupuk akan lebih besar. Demikian juga dengan aliran massa untuk keperluan
transpirasi diperlukan air tanah dan pada waktu bersamaan juga akan mengangkut
unsur-unsur hara ke akar dari daerah yang jauh dari jangkauan akar
(Damanik et al., 2010).
Air seringkali membatasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
budidaya. Respon tumbuhan terhadap kekurangan air dapat dilihat pada aktifitas
metabolosmenya, morfologinya, tingkat pertumbuhannya, atau produktivitasnya.
Pertumbuhan sel merupakan fungsi tanaman yang paling sensitif terhadap
kekurangan air. Kekurangan air akan mempengaruhi turgor sel sehingga akan
mengurangi pengembangan sel, sintesis protein, dan serta sistesis dinding sel
(Gardner et al., 1991).
Dwijoseputro (2009) menyatakan bahwa kalau sepanjang hari penguapan
terus menerus lebih hebat daripada peresapan air oleh akar, maka tanaman
tersebut ada di dalam keadaan layu sepanjang hari. Jika pada malam hari
pemasukan air lebih banyak dari pengeluaran, maka pulihlah turgor dan tanaman
tampak segar lagi.
Penyiraman dengan interval 9 hari sekali menurunkan kadar lengas tanah
sekitar 51,2% dibandingkan penyiraman setiap hari dan penyebabkan tanaman
pada pertumbuhan tanaman, tetapi dari data yang disajikan bibit sukun tidak ada
yang mengalami kematian, hanya penghambat pertumbuhan yang ditunjukkan
dengan keadaan layu untuk penyiraman 1x7 hari (Setiawan, 2013).
Menurut Santoso (2010) ada beberapa parameter yang dapat dilihat apabila
tanaman membutuhkan air yaitu :
1.Tinggi tanaman
Tanaman yang mengalami kekurangan kebutuhan air pertumbuhan tingginya
terhambat sehingga tanaman menjadi kerdil. Namun tanaman yang mengalami
kebutuhan air yang tercukupi maka pertumbuhan tinggi akan meningkat.
2. Jumlah daun
Tanaman yang memiliki jumlah daun banyak dapat diperoleh pada tanaman yang
kebutuhan airnya tercukupi sedangkan tanaman yang kebutuhan airnya tidak
terpenuhi maka jumlah daun sedikit.
3. Diameter
Tanaman dengan diameter terlebar dimiliki oleh tanaman dengan kebutuhan air
yang tercukupi sedangkan diameter terkecil akan dimiliki oleh tanaman dengan
kebutuhan air tidak tercukupi.
4. Panjang akar
Panjang akar yang tinggi meningkatkan kebutuhan air pada tanaman yang
kebutuhan airnya tercukupi sedangkan tanaman yang kebutuhan airnya kurang
makan akarnya memiliki panjang yang rendah.
5. Berat kering tajuk dan akar
Berat kering pada tajuk dan akar suatu tanaman akan besar pertumbuhan tanaman
Respon tanaman yang mengalami kekurangan air dapat merupakan
perubahan di tingkat seluler dan molekuler yang ditunjukkan dengan laju
penurunan pertumbuhan, berkurangnya luas daun dan peningkatan rasio akar :
tajuk. Tingkat kerugian tanaman akibat kekurangan air dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain intensitas kekeringan yang dialami, lamanya kekeringan dan
tahap pertumbuhan saat tanaman mengalami kekeringan. Dua macam respon
tanaman yang dapat memperbaiki status jika mengalami kekeringan adalah
Pengubahan distribusi asimilat baru akan mendukung pertumbuhan akar daripada
tajuk, sehingga dapat meningkatkan kapasitas akar menyerap air serta
menghambat pertumbuhan tajuk untuk mengurangi transpirasi. Pengaturan derajat
pembukaan stomata akan menghambat hilangnya air melalui transpirasi
(Mansfield dan Atkinson, 1990).
Rumah Kaca
Rumah kaca merupakan sebuah bangunan tempat budidaya tanaman
dengan pengaturan beberapa variabel di dalamnya agar sesuai dengan kebutuhan
tumbuh kembang tanaman yang sedang dibudidayakan saat itu. Variabel-variabel
pokok yang perlu diatur dalam rumah kaca yaitu temperatur, kelembaban udara,
dan intensitas cahaya. Penanganan lain yang diberikan kepada obyek tanam dalam
rumah kaca antara lain penyiraman, pemupukan, dan pemberantasan hama dan
penyakit. Rumah kaca merupakan sebuah bangunan tempat budidaya tanaman
dengan pengaturan beberapa variabel di dalamnya agar sesuai dengan kebutuhan
tumbuh kembang tanaman yang sedang dibudidayakan saat itu. Variabel-variabel
pokok yang perlu diatur dalam rumah kaca yaitu temperatur, kelembaban udara,
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perubahan iklim (climate changes) merupakan salah satu fenomena alam
dimana terjadi perubahan nilai unsur-unsur iklim baik secara alamiah maupun
yang dipercepat akibat aktifitas manusia di muka bumi ini. Sejak revolusi industri
dimulai hingga sekarang telah menyebabkan terjadinya peningkatan suhu udara
global. Selain meningkatkan itu, perubahan iklim juga menyebabkan anomali
iklim seperti penurunan atau peningkatan suhu udara secara ekstrem, curah hujan
dan musim bergeser dari pola biasanya dan tidak menentu serta permukaan air
laut meningkat (Nurdin, 2012).
Beberapa dampak perubahan iklim yang dirasakan antara lain adalah
pergantian musim yang tidak teratur dan bencana ekologis seperti banjir dan
kekeringan yang datang silih berganti menimbulkan dampak kerugian yang nyata.
Dari segi sumberdaya lahan, adanya kekeringan yang berlebihan menyebabkan
tanaman pertanian menjadi kering dan berdampak pada ancaman ketahanan
pangan bagi masyarakat. Musim kemarau yang semakin panjang dan musim hujan
yang lebih pendek menyebabkan berkurangnya beberapa sumber air yang berasal
dari mata air di kawasan hutan (Ryke dan Budi, 2011).
Air merupakan faktor penting dalam menunjang pertumbuhan suatu
tanaman. Selain dalam proses transpirasi dan fotosintesis, air juga berperan dalam
penyerapan unsur hara yang diperlukan tanaman. Kebutuhan air oleh suatu
tanaman umumnya selalu berbeda-beda, oleh karena itu banyak sedikitnya air
yang diberikan dalam penyiraman sangat mempengaruhi kondisi dari
fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan.
Defisiensi air yang terus-menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel
(tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati (Daniel et al., 1987). Berbagai upaya tindak lanjut penanganan dampak penyimpangan iklim yang
dapat dilakukan antara lain, mempelajari sifat iklim dan memanfaatkan hasilnya
untuk menyesuaikan pola tanam, memilih tanaman yang sesuai dengan pola
hujan, melakukan pertanian konservasi, seperti terasering, menanam tanaman
penutup tanah, mendorong budidaya ramah lingkungan (pestisida nabati, mulsa
organik, pupuk organik), melakukan pergiliran tanaman dan penghijauan DAS
(Jasis dan Karama, 1999).
Penggunaan mulsa bertujuan untuk mencegah kehilangan air dari tanah
sehingga kehilangan air dapat dikurangi dengan memelihara temperatur dan
kelembaban tanah. Aplikasi mulsa merupakan salah satu upaya menekan
pertumbuhan gulma, memodifikasi keseimbangan air, suhu dan kelembaban tanah
serta menciptakan kondisi yang sesuai bagi tanaman, sehingga tanaman dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik (Mulyatri, 2003).
Tanaman sukun dapat ditanam di segala jenis tanah dan tanaman sukun juga
memiliki toleransi tinggi terhadap keadaan tanah, sehingga memiliki daerah
penyebaran yang luas. Sebaran tanaman sukun di Indonesia cukup luas baik di
Pulau Jawa yaitu Jawa Barat, Jawa tengah dan Jawa Timur maupun di luar Pulau
Jawa seperti Aceh, Sumatera Utara, Pulau Nias, Lampung, Bali, NTB, NTT, dan
Papua/Irian. Sukun relatif kuat terhadap keadaan iklim. Iklim mikro yang sangat
ideal bagi pertumbuhan sukun adalah di tempat terbuka dan banyak menerima
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai
ketebalan mulsa sabut kelapa dan intensitas penyiraman terhadap pertumbuhan
bibit sukun di rumah kaca.
Hipotesis Penelitian
1. Pemberian berbagai ketebalan mulsa sabut kelapa berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman sukun (Artocarpus communis).
2. Interval penyiraman yang berbeda berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
sukun (Artocarpus communis).
3. Interaksi antara pemberian mulsa sabut kelapa dan interval penyiraman
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sukun (Artocarpus communis).
Manfaat Penelitian
Sebagai informasi untuk penggunaan berbagai ketebalan mulsa sabut
kelapa dan intensitas penyiraman yang berbeda sebagai media untuk membantu
tanaman memperoleh air yang cukup di rumah kaca dengan suhu yang lebih tinggi
ABSTRAK
RAPOLO LUMBAN GAOL : Pengaruh Berbagai Ketebalan Mulsa Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sukun (Artocarpus communis) di Rumah Kaca. Di bawah bimbingan AFIFUDDIN DALIMUNTHE dan BUDI UTOMO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai ketebalan mulsa sabut kelapa dan interval penyiraman terhadap pertumbuhan bibit sukun di rumah kaca. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara selama 20 minggu, dimulai bulan Desember 2015 sampai April 2016. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial untuk 2 faktor yaitu faktor ketebalan mulsa sabut kelapa dengan 6 taraf yaitu 0 cm, 2 cm, 4 cm, 6 cm, 8 cm, 10 cm dan faktor interval penyiraman yang terdiri dari 4 taraf yaitu 1 kali dalam sehari, 1 kali dalam 3 hari, 1 kali dalam 5 hari, dan 1 kali dalam 7 hari. Parameter yang diamati adalah pertambahan tinggi (cm), diameter batang (cm), jumlah daun (helai), luas tajuk (cm2), kadar air daun (%), panjang akar, bobot kering tajuk dan akar, dan luas daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian berbagai ketebalan mulsa sabut kelapa dan interval penyiraman berpengaruh nyata pada parameter pengamatan pertambahan tinggi, pertambahan diameter, pertambahan jumlah daun, luas daun, luas tajuk, kadar air daun, bobot kering tajuk, dan bobot kering daun dan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter panjang akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kontrol memberikan pertumbuhan terendah.
ABSTRACT
RAPOLO LUMBAN GAOL: Effect of Different Mulch thickness and Interval Watering Coconut Fiber Plant Growth Against Breadfruit (Artocarpus communis) in Greenhouse. Under the guidance of Afifuddin Dalimunthe and BUDI UTOMO.
This study aimed to determine the effect of various thicknesses coco mulch and watering intervals on the growth of breadfruit seedlings in the greenhouse. The research was conducted at Greenhouse Faculty of Agriculture, University of North Sumatra for 20 weeks, starting in December 2015 to April 2016. The study was conducted using a completely randomized design (CRD) factorial to two factors: the coco mulch thickness factor with six levels ie 0 cm, 2 cm, 4 cm, 6 cm, 8 cm, 10 cm and factors interval watering consisting of four levels ie 1 times a day, 1 time in 3 days, 1 time in 5 days, and 1 times in 7 days. Parameters measured were as height (cm), stem diameter (cm), number of leaves (leaf), wide canopy (cm2), leaf water content (%), root length, shoot dry weight and root and leaf area. The results showed that the administration of various thicknesses of mulch coco and interval watering real effect on the parameters of observation as height, the increase in diameter, increase the number of leaves, leaf area, wide canopy, the water content of leaves, dry weight of the canopy, and the dry weight of leaf and had no significant effect the root length parameter. The results showed that the treatment controls provide the lowest growth.
i
PENGARUH BERBAGAI KETEBALAN MULSA SABUT
KELAPA DAN INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP
PERTUMBUHAN TANAMAN SUKUN (Artocarpus communis)
DI RUMAH KACA
SKRIPSI
Oleh:
RAPOLO LUMBAN GAOL 121201093/BUDIDAYA HUTAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
RAPOLO LUMBAN GAOL : Pengaruh Berbagai Ketebalan Mulsa Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sukun (Artocarpus communis) di Rumah Kaca. Di bawah bimbingan AFIFUDDIN DALIMUNTHE dan BUDI UTOMO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai ketebalan mulsa sabut kelapa dan interval penyiraman terhadap pertumbuhan bibit sukun di rumah kaca. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara selama 20 minggu, dimulai bulan Desember 2015 sampai April 2016. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial untuk 2 faktor yaitu faktor ketebalan mulsa sabut kelapa dengan 6 taraf yaitu 0 cm, 2 cm, 4 cm, 6 cm, 8 cm, 10 cm dan faktor interval penyiraman yang terdiri dari 4 taraf yaitu 1 kali dalam sehari, 1 kali dalam 3 hari, 1 kali dalam 5 hari, dan 1 kali dalam 7 hari. Parameter yang diamati adalah pertambahan tinggi (cm), diameter batang (cm), jumlah daun (helai), luas tajuk (cm2), kadar air daun (%), panjang akar, bobot kering tajuk dan akar, dan luas daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian berbagai ketebalan mulsa sabut kelapa dan interval penyiraman berpengaruh nyata pada parameter pengamatan pertambahan tinggi, pertambahan diameter, pertambahan jumlah daun, luas daun, luas tajuk, kadar air daun, bobot kering tajuk, dan bobot kering daun dan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter panjang akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kontrol memberikan pertumbuhan terendah.
ABSTRACT
RAPOLO LUMBAN GAOL: Effect of Different Mulch thickness and Interval Watering Coconut Fiber Plant Growth Against Breadfruit (Artocarpus communis) in Greenhouse. Under the guidance of Afifuddin Dalimunthe and BUDI UTOMO.
This study aimed to determine the effect of various thicknesses coco mulch and watering intervals on the growth of breadfruit seedlings in the greenhouse. The research was conducted at Greenhouse Faculty of Agriculture, University of North Sumatra for 20 weeks, starting in December 2015 to April 2016. The study was conducted using a completely randomized design (CRD) factorial to two factors: the coco mulch thickness factor with six levels ie 0 cm, 2 cm, 4 cm, 6 cm, 8 cm, 10 cm and factors interval watering consisting of four levels ie 1 times a day, 1 time in 3 days, 1 time in 5 days, and 1 times in 7 days. Parameters measured were as height (cm), stem diameter (cm), number of leaves (leaf), wide canopy (cm2), leaf water content (%), root length, shoot dry weight and root and leaf area. The results showed that the administration of various thicknesses of mulch coco and interval watering real effect on the parameters of observation as height, the increase in diameter, increase the number of leaves, leaf area, wide canopy, the water content of leaves, dry weight of the canopy, and the dry weight of leaf and had no significant effect the root length parameter. The results showed that the treatment controls provide the lowest growth.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepadaTuhan Yang Maha Esa, yang
telahmemberikan segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan hasil penelitian yang berjudul “Pengaruh Berbagai
Ketebalan Mulsa Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan
Tanaman Sukun (Artocarpus communis) di Rumah Kaca”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen
pembimbing Afifuddin Dalimunthe S.P., M.P dan Dr. Budi Utomo S.P., M.P yang
telah memberikan bimbingan sehingga hasil penelitian ini dapat selesai. Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada Pustaka USU yang telah menyediakan
referensi dalam penulisan hasil penelitian ini dansemua pihak yang telah
memberikan dukungan dan semangat kepada penulis serta seluruh teman-teman
penulis yang telah mendukung proses penulisan hasil penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini belum sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk hasil penellitian yang lebih baik.
Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang kehutanan. Akhir kata penulis mengucapkan
DAFTAR ISI
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman ... 8
Peranan Air dalam Pertumbuhan Tanaman... 9
Rumah Kaca ... 12
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13
Bahan dan Alat ... 13
Metode Penelitian... 13
Prosedur Penelitian... 14
Parameter Pengamatan ... 15
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Data Pertambahan Tinggi Tanaman Sukun dengan Perlakuan
Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman ... ... 18
2. Data Pertambahan Diameter Tanaman Sukun dengan Perlakuan
Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 19
3. Data Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Sukun dengan Perlakuan
MulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... .... ... 20
4. Data Pengamatan Luas Tajuk Tanaman Sukun dengan Perlakuan
Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... 21
5. Data Pengamatan Kadar Air Daun Tanaman Sukun dengan
Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. .... 22
6. Data Pengamatan Panjang Akar Tanaman Sukun dengan Perlakuan
Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman ... 22
7. Data Pengamatan Bobot Kering Akar Tanaman Sukun dengan
Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... 23
8. Data Pengamatan Bobot Kering Tajuk Tanaman Sukun dengan
Perlakuan Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... 24
9. Data Pengamatan Luas Daun Tanaman Sukun dengan Perlakuan
Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... 25
10. Data Koefisien Korelasi Tanaman Sukun dengan Perlakuan
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. DataPertambahan Tinggi Tanaman Sukundengan Perlakuan
MulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman ... ... 35
2. Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Tanaman Sukundengan
PerlakuanMulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman ... 35
3. Data Pertambahan Diameter Tanaman Sukun dengan Perlakuan
Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 36
4. Sidik Ragam Pertambahan Diameter Tanaman Sukun dengan Mulsa
Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 36
5. Data Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Sukun dengan Perlakuan
MulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... .... ... 37
6. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Sukun dengan Perlakuan
MulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... ... ... 37
7. Data Pengamatan Luas Tajuk Tanaman Sukun dengan Perlakuan
MulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... ... 38
8. Sidik Ragam Luas Tajuk Tanaman Sukun dengan Perlakuan
MulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... ... 38
9. Data Pengamatan Kadar Air Daun Tanaman Sukun dengan
PerlakuanMulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 39
10. Sidik Ragam KadarAir Daun Tanaman Sukun dengan
PerlakuanMulsaOrganik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 39
11. Data Pengamatan Panjang Akar Tanaman Sukun dengan Perlakuan
Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman ... ... 40
12. Sidik Ragam Panjang Akar Tanaman Sukun dengan Perlakuan
Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman ... ... 40
13. Data Pengamatan Bobot Kering Akar Tanaman Sukun dengan
PerlakuanMulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 41
14. Sidik Ragam Bobot Kering AkarTanaman Sukun dengan
PerlakuanMulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 41
15. Data Pengamatan Bobot Kering Tajuk Tanaman Sukun dengan
16. Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk Tanaman Sukun dengan
PerlakuanMulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 42
17. Data PengamatanLuas Daun Tanaman Sukun dengan Perlakuan
Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman. ... ... 43
18. Sidik Ragam Luas Daun Tanaman Sukun denganPerlakuan
Mulsa Organik Sabut Kelapa dan Interval Penyiraman... 43