• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh dukungan sosial dan forgiveness terhadap kekerasan seksual pada remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh dukungan sosial dan forgiveness terhadap kekerasan seksual pada remaja"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DAN

FORGIVENESS TERHADAP KEKERASAN SEKSUAL

PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)

Disusun oleh:

NUR FAIZAH

1110070000093

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)

Motto

Bermimpilah,

makaTuhanakanmemelukmimpi-mimpi

mu

-Andrea Hirata-

Persembahan

abah, ibu, and all of my beloved person.

and the victims of child sexual abuse,

Please, stay strong.

(5)
(6)

d. Pengaruh dukungan sosial dan forgivenes sterhadap kekerasan seksual pada remaja.

e. 65 Halaman + lampiran

f. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial dan

forgiveness terhadap kekerasan seksual pada remaja. Sampel penelitian ini adalah korban kekerasan seksual dipanti-panti sosial di bawah naungan Kementerian Sosial di Jakarta sebanyak 92 orang. Terdapat 3 alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Betrayal Trauma Inventory

(BTI), Interpersonal Support Evaluation List (ISEL), dan Transgression-Related Interpersonal Motivation (TRIM-14). Tekhnik sampling yang digunakan yaitu non-probability sampling. Analisis data yang digunakan yaitu multiple regression analysis pada taraf signifikansi 0.005. Berdasarkan pengujian hipotesis didapatkan nilai R2 sebesar 17,7 % . Artinya pengaruh independent variable terhadap dependent variable

adalah sebesar 17,7% sedangkan 82.3% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain. Berdasarkan nilai sig. didapatkan nilai sig. 0.002 yang berarti ada pengaruh yang signifikan dari dukungan sosial (appraisal support, tangible assistance, emotional support, informational support) dan

forgiveness (avoidance motivation, revenge motivation, benevolence motivation) terhadap kekerasan seksual pada remaja.

Kata Kunci: Dukungan sosial, forgiveness, kekerasan seksual anak.

(7)

ABSTRACT forgiveness to effect of sexual violence in adolescent. Samples were victim of sexual violence in social institution under the auspices of the Ministry of Social Affairs in Jakarta, as many as 92 people. There are 3 measuring instrument used in this study, namely Betrayal Trauma Inventory (BTI), Interpersonal Support Evaluation List (ISEL) and Transgression-Related Interpersonal Motivation (TRIM-14). The sampling technique used non-probability sampling. Analysis of the data used multiple regression analysis at 0.05 significance level. Based on the hypothesis testing obtained R2 value of 17.2%. This means that the effect of the independent variable on the dependent variable is equal to 17.2% while 82.8% are influenced by other variables. Based on the sig. obtained sig. 0.002 which means that there is a significant impact of social support (appraisal support, tangible assistance, emotional support, informational support) and forgiveness (avoidance motivation, revenge motivation, and benevolence motivation).

Keyword: Social support, forgiveness, sexual abuse.

(8)

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh DukunganSosial dan

Forgiveness terhadap Kekerasan Seksual pada Remaja.”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Rasulullah SAW.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari

bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Abdul Mujib. M.Ag., M. Si. Dekan Fakultas Psikologi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Wakil Dekan Bidang Akademik Dr. Abdul

Rahman Shaleh, M.Si., Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Dra. Diana Muti’ah, M.Si.,Wakil dekan Bidang Administrasi Umum Ikhwan Luthfi, M.Si yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini.

2. Layyinah, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing I . Penulis sangat

berterimakasih dan merasa sangat beruntung telah dibimbing oleh beliau.

3. Miftahuddin, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terimakasih

atas bimbingannya selama menjalani perkuliahan.

4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah banyak memberikan pelajaran berharga kepada penulis.

5. Seluruh karyawan FakultasPsikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah banyak membantu penulis.

6. Para Pekerja Sosial dipanti-panti sosial yang penulis kunjungi, terutama

Kak Alif, Kak Dendy, Mba Nova, Pak Ujang, Kak Neni, Kak Udin, Kak

Isqi dan Kak Mayang yang telah banyak memberikan informasi mengenai

anak-anak.

7. Abahku Suyono dan buku Siti Muallimah yang senantiasa mendoakan

penulis dan tak pernah lupa untuk mengingatkan penulis dalam hal-hal

(9)

Sepupuku, Nurdin Lubis, Mufidatul Awwaliyah, M. Zahfi Abdillah, M.

Ziyad Hubbilah. Mama dan Pakdhe. Serta dua keponakanku Aqila

Farhatun Najla dan Aisya Tsania AlMahira. Serta keluarga besarku yang

tak pernah putus memberikan dorongan, bimbingan cinta, dan kasih saying

kepada penulis.

8. Sahabat-sahabat penulis yang telah menemani penulis selama masa

perkuliahan dan semoga sampai kakek-nenek kelak, Fidia Hanan Zahara,

Aulya Milatushifa, dan Devi Irma Wardhani.

9. Sahabat-sahabat D’Kosan Brader Kak Ibnu Salim, Kak Galih Ihsan, Kak

Rizam Nuruzzaman, Kak Yusuf Sayudi, Kak Mitsny Choiry, M. Reiza,

dan Rifka Triasari.

10.Sahabat-sahabat Kosan Anggrek. Nisa Sri Rizki, Aliefya Ainul F, Kak

Yuri.

11.Sahabat-sahabat DEMA-U dan SEMA-U. Kak Didin Shirojuddin, Kak

Awal, Kak Fuad Basyir, Kak Linda, Kak Ahmad Yusuf, Ahmad Naufal,

M. Ulum, Eko Agus Nurhadi, Erwin P.

12.Geng Baper 96, Ajeng, Cipa, Rahma, Pute, Vina, Bedil, Ila, Sky, Qory,

Uqon, Hilmi, Dwi, Intan, Dian, Nashwa, Shofi, Winda, Eno, Mae, Mitha,

Lily, dan Deny. Terimakasih untuk selalu sabar dan memberikan support

dalam melewati masa baper ini.

13.Sahabat-sahabat UIN FASHION FAIR 2014. Samia Puspa Juwita, Mira

Muhana, Rahmania Fauzia, Koko, Quthby, Bunga, Mei, Meike, Alhadar,

Afni, Safira.

14.Kawan-kawan Psikologi UIN C 2010, tetimakasih atas kebersamaannya

selama ini, serta untuk tawa yang ada dan diskusi yang bermanfaat. Dan

dukungan yang selalu diberikan.

15.Kawan-kawan Psikologi UIN 2010. Terimakasih untuk kebersamannya

selama 4 tahun ini. Juga untuk diskusi singkat namun bermakna setiap

berpapasan.

16.Kanda, Yunda dan Dinda di Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat

(10)

Semoga Allah memberikan pahala yang tak henti-hentinya sebagai balasan atas

segala kebaikan dan bantuan yang diberikan. Harapan penulis, semoga skripsi ini

memberi manfaat, khususnya bagi penulis sendiri, para pembaca dan seluruh

pihak terkait.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

(11)

DAFTAR ISI

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 8

1.2.1 Perumusan masalah ... 8 2.1 Efek Kekerasan SeksualAnak…...…...………13

2.1.1 Definisi kekerasan seksual anak….………..13

2.1.2 Betrayal trauma sebagai salah satu efek kekerasan seksual.14 2.1.3 Pengukuran Betrayal Trauma………...15

2.1.4 Faktor yang mempengaruhi efek kekerasan seksual……….16

2.2 Dukungan Sosial………..17

2.2.1 Definisi dukungan sosial ... 17

2.2.2 Dimensi dan sumber dukungan sosial ... 18

2.2.3 Pengukuran dukungan sosial ... 19

2.3 Forgiveness ... 20

2.3.1 Definisi forgiveness ... 20

2.3.2 Dimensi dan proses forgiveness ... 21

2.3.3 Pengukuran forgiveness ... 24

2.4 Kerangka Berpikir ... 24

(12)

3.3 Variabel Penelitian ... 31

3.3.1 Definisi Operasional Variabel ... 31

3.4 Pengumpulan Data ... 32

3.4.1 Metode pengumpulan Data………...32

3.4.2 Instrumen Penelitian... 32

3.5 Uji Validitas Alat ukur ... 34

3.5.1 Uji Validitas Skala Betrayal Trauma ... 35

3.5.2 Uji Validitas Skala Dukungan Sosial ... 36

3.5.3 Uji Validitas Skala Forgiveness ... 43

3.6 Prosedur Penelitian…..……..………..47

3.7 Tekhnik Analisis data ... 49

Bab 4 Hasil Penelitian……….…………..…51-61 4.1 Gambaran Subjek ... 51

4.2 Hasil Analisa Deskriptif ... 52

4.2.1 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian………..53

4.3 Uji Hipotesis Penelitian... 54

4.3.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian ... 54

4.3.2 Pengujian Proporsi Varian Masing-Masing IV……….59

Bab 5 Kesimpulan, Diskusi, Saran ... 62-68 5.1 Kesimpulan ... 62

5.2 Diskusi……….……….63

5.3 Saran ... 67

5.3.1 Saran Metodologis ... 67

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir………....27

Gambar 3.1 Path Diagram Betrayal Trauma ...………..35

Gambar 3.2 Path Diagram Appraisal Support……….37

Gambar 3.3 Path Diagram Tangible Asisstance………..39

Gambar 3.4 Path Diagram Emotional Support………40

Gambar 3.5 Path Diagram Informational Support……….42

Gambar 3.6 Path Diagram Avoidance Motivation……….…43

Gambar 3.7 Path Diagram Revenge Motivation……….45

(14)

Tabel 3.3 Blue Print Skala Forgiveness………..34

Tabel 3.4 Muatan Faktor Item Betrayal Trauma……….36

Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Appraisal Support………..38

Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Tangible Asisstance………39

Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Emotional Support……….41

Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Informational Support………...42

Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Avoidance Motivation………...44

Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Revenge Motivation………45

Tabel 3.11 Muatan faktor Item Benevolence Motivation……….47

Tabel 4.1 Karakteristik Responden………51

Tabel 4.2 Analisa Deskriptif………..52

Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor………53

Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel………53

Tabel 4.5 Model Summary Analisis Regresi………..55

Tabel 4.6 Anova Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV………55

Tabel 4.7 Koefisien Regresi………..56

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 2 Alat Ukur Penelitian………ii

Lampiran 3 Analisa Konfirmatori Betrayal Trauma.………iii

Analisa Konfirmatori Appraisal Support……….iv

Analisa Konfirmatori Tangible Asisstance………...v

Analisa Konfirmatori Emotional Support………vi

Analisa Konfirmatori Informational Support………vii

Analisa Konfirmatori Avoidance Motivation………viii

Analisa Konfirmatori Revenge Motivation………..…ix

(16)

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

1.1Latar Belakang Masalah

Tindak kekerasan pada anak-anak kini menjadi headline di beberapa media cetak

maupun elektronik. Tindak kekerasan pada anak seperti sebuah fenomena gunung

es, dimana hanya tampak sedikit saja yang muncul dipermukaan tetapi banyak

pula yang tidakdipublikasikan. Mengapa demikian? Karena keluarga merasa

bahwa menjadi korban kekerasan adalah sebuah aib. Hal ini yang menyebabkan

banyaknya korban kekerasan pada anak yang tidak melaporkan kejahatan tersebut

pada pihak yang berwajib. Selain itu, ketakutan si korban terhadap pelaku juga

membuat kasus tindak kekerasan seksual pada anak kian tidak terkuak.

Baru-baru ini kita dikejutkan oleh banyaknya kasus tentang kekerasan seksual

anak. Diantaranya adalah kasus kekerasan seksual yang terjadi di JIS, kasus

kekerasan seksual yang terjadi di Sukabumi oleh Emon yang korbannya sampai

saat ini sekitar 100 orang, serta kasus kekerasan seksual yang terjadi di Tegal dan

kasus kekerasan seksual anak yang terjadi di Surabaya yang dilakukan oleh

seorang guru silat.Sepanjang tahun 2013 hingga awal 2014 ini, Unit Perlindungan

Perempuan dan Anak Bareskrim Mabes Polri melaporkan temuan bahwa

sekurangnya terjadi 1600 kasus kekerasan asusila mulai pencabulan dan kekerasan

fisik pada anak. Berdasarkan laporan Komisi Nasional Perlindungan Anak

(17)

2

kasus kekerasan yang terjadi dengan kecenderungan kasus kekerasan seksual.

(Detik.com, September 2014)

Berkaitan dengan kasus kekerasan seksual pada anak yang sedang marak

terjadi di Indonesia, hal ini diperkuat dengan survei yang dilakukan oleh

Pemerintah RI yakni Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak (KPPPA), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(Bappenas), Badan Pusat Statistik (BPS) dengan dukungan teknis dari UNICEF

dan Center for Disease Control and Prevention (CDC) tentang kekerasan pada

anak ditahun 2014. Jumlah sampel responden diambil secara acak dari 25

provinsi, 108 kabupaten, dan 125 kecamatan dan didapatkan 11.250 responden

berusia 13-24 tahun. Berdasarkan hasil survey ini didapatkan kesimpulan bahwa

remaja berusia 13-17 tahun mengalami kekerasan selama 1 tahun terakhir. 1 dari 3

laki-laki diestimasikan pada populasi sekitar 4,1 juta telah mengalami kekerasan.

Begitupun dengan perempuan, 1 dari 4 perempuan atau diestimasikan pada

populasi sekitar 2,7 juta mengalami kekerasan. Dengan rinciannya sebagai

berikut:

1. 1 dari 12 laki-laki atau diestimasikan 900 ribu dari populasi dan 1 dari

19 perempuan diestimasikan 600 ribu dari populasi mengalami

kekerasan seksual.

Dari sekian banyaknya kasus yang terjadi, lalu siapakah pelakunya?

Ironisnya, pelaku adalah orang terdekat korban, berdasarkan data Komisi

(18)

orang yang dikenal korban. Sedangkan 40% pelaku lainnya adalah keluarganya

sendiri.

Sebuah studi pada tahun 2006-2007 di Idaho dari 430 kasus yang

ditemukan bahwa 82% dari pelaku kejahatan seksual anak-anak dikenal oleh

korban, 46% kenalan, dan 36% oleh kerabat. Pelanggaran pada umumnya lebih

banyak dilakukan laki-laki daripada perempuan, meskipun persentasenya

bervariasi antara satu studi dengan studi lainnya (The Office of the Governor C.L.

Butch Otter; The office of the Attorney General Lawrence Wasden, 2007).

Penelitian serupa yang dilakukan oleh Julia Whealin (2007) mengatakan

bahwa sebagian besar pelaku pelecehan seksual adalah orang yang dikenal oleh

korban mereka; sekitar 30% adalah keluarga dari si anak, paling sering adalah

saudara laki-laki seperti ayah, paman, atau sepupu; sekitar 60% adalah kenalan

lainnya seperti teman dari keluarga, pengasuh, atau tetangga; sekitar 10% pelaku

merupakan orang asing.

Sebenarnya pelecehan seksual terhadap anak sudah menjadi isu publik pada

1970-an dan 1980-an. Sebelum tahun ini pelecehan seksual yang terjadi masih

dirahasiakan dan menurut masyarakat hal ini merupakan hal yang buruk. Dari

tahun 1970 telah diakui bahwa pelecehan seksual terhadap anak diakui sebagai

sesuatu yang sangat merusak. Karena hal ini pula, secara signifikan menjadi

perhatian para ilmuwan untuk diteliti.

Menurut WHO (World Health Organization) kekerasan adalah penggunaan

kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman, atau tindakan terhadap diri sendiri,

(19)

4

mengakibatkan memar, trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan dalam

perkembangan, dan perampasan hak. Sedangkan kekerasan pada anak adalah

setiap tindakan atau serangkaian tindakan wali atau kelalaian oleh orang tua atau

orang lain yang membahayakan atau berpotensi bahaya, atau memberikan

ancaman yang berbahaya kepada anak. Sedangkan kekerasan seksual anak adalah

suatu bentuk penyiksaan anak dimana orang yang lebih tua menggunakan anak

untuk rangsangan seksual.Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau

menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual, menampilkan hal yang

tidak senonoh seperti pornografi, memperlihatkan kelaminnya, melakukan

hubungan seksual, kontak fisik dengan alat kelamin anak, atau mengeksploitasi

anak untuk memproduksi pornografi (Pfohl, 2008).

Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah djelaskan diatas, hal ini jelas

meninggalkan masalah yang sulit sekali diselesaikan oleh korban. Ketika

kekerasan seksual terjadi pada masa anak-anak, hal ini akan menghambat

pertumbuhan sosial korban, dan akan menimbulkan banyak masalah psikososial

(Maltz, 2002, dalam Hall & Hall, 2011). Studi yang dilakukan oleh Molnar, Buka,

dan Kessler (2001) mengatakan bahwa kekerasan seksual anak dihubungkan

denganpermasalahan emosi dan perilaku, Post-Traumatic Stress Disorder

(PTSD), depresi, kecemasan, penyalahgunaan zat, agresi, masalah akademik, dan

pelecehan seksual.

Studi lain yang mengkaji tentang dampak jangka panjang dari kekerasan

seksual pada anak yang dilakukan oleh Melissa Hall dan Joshua Hall (2011)

(20)

PTSD, disosiasi, gangguan kecemasan, antisocial-personality disorder, serta

perilaku lain yang berkaitan dengan identitas seksual.

Studi serupa yang membahas tentang kondisi kejiwaan yang dikaitkan dengan

kekerasan seksual meliputi: depresi mayor, gangguan bipolar, gangguan

somatisasi, penyalahgunaan zat terlarang, bulimia, borderline personality dan

PTSD (Putnam, 2003).

Selain masalah-masalah psikososial, ada 4 trauma yang menyertai pengalaman

kekerasan seksual, yaitu: trauma sexualisation merupakandisfungsi interpersonal

dan sikap seksual yang tidak pantas, betrayal atau amnesia psikogenik,

powerlessness adalah kecemasan yang disertai rasa sakit, dan stigmatization

berupa menyalahkan diri sendiri dan menganggap citra diri buruk (Finkelhor &

Browne, 1985).

Sebuah studi yang dilakukan oleh Luo (1998, dalam Allard, 2007) pada 19

Survivor dari kekerasan seksual anak di Taiwan menemukan, umumnya wanita

yang melaporkan bahwa dia mengalami perasaan dikhianati atau sense of betrayal

dan adanya reaksi psikologis yang menyertai. Reaksi psikologisnya berupa

kesedihan, depresi, self-esteem yang rendah, mudah marah, ada reaksi kebencian

atau permusuhan, ketergantungan yang ekstrem, berkurangnya kemampuan dalam

menilai kepercayaan dari orang lain, dan kurangnya kepercayaan terhadap orang

lain terutama laki-laki. Sedangkan manifestasi perilaku dari perasaan dikhianati

atausense of betrayal trauma berupa berkurangnya kelekatan, isolasi,

(21)

6

Sebut saja Bunga (13 tahun) salah satu korban kekerasan seksual di salah satu

panti sosial mengatakan bahwa ada beberapa memori yang diingatnya soal

kekerasan seksual yang dialami. Namun, ada beberapa memori yang tidak bisa

diingatnya. Selain memori tentang kekerasan seksual yang hilang, Bunga pun juga

sering menganggap bahwa dirinya sudah tidak suci lagi, dan berpikir bahwa

dirinya itu buruk sehingga membuat rasa percaya diri dan self-esteem-nya rendah.

Bunga juga mengungkapkan bahwa dukungan yang diterima dari orang

terdekatnya membuat Bunga sedikit demi sedikit kembali menjadi ceria. Senada

dengan DePrince, et al., (2012) yang mengatakan bahwa banyak faktor yang

mempengaruhi seseorang untuk meminimalisasi terjadinya betrayal trauma yang

merupakan salah satu efek dari kekeraan seksual pada remaja. Diantaranya adalah

motivasi untuk melupakan seperti forgiveness atau memaafkan, misremembering,

mekanisme kognitif atau cognitive appraisal, attention, attachment style dan

dukungan sosial.

Menurut penelitian yang dilansir oleh Protective Service for Children and

Young people Departement of Health and Community Service, keberadaan dan

peranan keluarga sangat penting dalam membantu anak serta remaja memulihkan

diri pasca pengalaman kekerasan seksual mereka (Testa, et. al., 1992)

Penelitian serupa juga menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat

menurunkan kemungkinan terkena sebuah penyakit, mempercepat penyembuhan

baik itu penyakit fisik maupun psikologis, dan mengurangi resiko kematian karena

penyakit serius (House, Landis, Umberson, 1998 dalam Taylor, 2003). Penelitian

(22)

seksual mengurangi derajat stress korban, namun seseorang korban dengan ibu

yang pemarah memiliki rasa rendah diri dan gangguan perilaku yang besar. (Hall,

Tice, Beresford, Wooley & Hall, 1989 dalam Testa&Downs, 1992)

Feiring et al., (dalam Razak, Manaf, & Mokhtar, 2013) menjelaskan bahwa

dukungan sosial yang diterima korban kekerasan seksual dapat membantu korban

dalam menjalani proses pemulihan dan me-manage pengalaman traumatik secara

bersamaan.

Selain dukungan sosial yang diperlukan oleh korban kekerasan seksual,

forgivenessjuga sering digunakan dalam proses terapi sebagai salah satu cara

penyembuhan dan cukup sukses dalam menyembuhkan berbagai macam kondisi

seperti marah dan depresi, rasa bersalah, marital dysfunction dan juga kekerasan

seksual (Enright & Fitzgibbon, 2000 dalam Walton, 2005). Forgiveness juga

memiliki kaitan dengan rendahnya level depresi dan kecemasan. Karena ketika

unforgiveness, hal itu berkorelasi dengan stress dan memiliki dampak yang negatif

pada kesehatan fisik seperti meningkatnya level kortisol (Brooks, 2007).

Senada dengan hal di atas, Freedman (1999, dalam Walton, 2005)

melaporkan bahwa forgiveness merupakan intervensi yang efektif untukdiberikan

kepada korban kekerasan seksual meskipun intervensi ini memiliki keterbatasan

untuk konseling kelompok dan pendekatan psikoedukasi.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka perlu adanya

penelitian mengenai dukungan sosial dan forgiveness terhadap kekerasan seksual,

agar dijadikan acuan untuk para korban dalam meminimalisir dampak yang terjadi

(23)

8

melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh dukungan sosial dan forgiveness

terhadap kekerasan seksual pada remaja.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.1.1 Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi hanya mengenai pengaruh dari variable predictor, yaitu

dukungan sosial dan forgiveness terhadap kekerasan seksual pada remaja. Adapun

pengertian tentang konsep variabel yang digunakan, yaitu:

1. Kekerasan seksual yang dimaksud merupakan trauma-trauma yang

didapatkan korban setelah terjadi peristiwa kekerasan seksual.

2. Dukungan sosial yang dimaksud dalam penelitian ini, di mana

individu merasa bahwa dirinya disayangi, diperhatikan dan dimengerti

oleh orang yang ada disekitarnya.

3. Forgiveness dimana individu mampu memaafkan dan melupakan

kesalahan yang dilakukan oleh pelaku terhadap dirinya.

4. Dalam penelitian ini subjek merupakan korban kekerasan seksual yang

berada pada usia remaja dengan rentang usia 12-18 tahunyang berada

di panti-panti sosial (Santrock, 2007).

1.1.2 Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan pada variabel dukungan sosial

(appraisal support, tangible assistance, informational support,

(24)

motivation, dan benevolence motivation) terhadap kekerasan seksual pada

remaja?

2. Mana saja proporsi varian dari dukungan sosial dan forgiveness yang

memberikan kontribusi terhadap kekerasan seksual pada remaja?

3. Apakah prediktor terbaik dari dimensi dukungan sosial dan forgiveness

yang dapat memprediksi kekerasan seksual pada remaja?

4. Apa saja variabel-variabel dari dimensi dukungan sosial dan forgiveness

yang berpengaruh secara signifikan terhadap kekerasan seksual pada

remaja?

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh forgiveness dan dukungan sosial

terhadap kekerasan seksual remaja. Studi pada panti-panti sosial di bawah

naungan Kementerian Sosial di Jakarta.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis diharapkan dapat memberikan manfaat

kepada berbagai pihak khususnya pembaca, antara lain:

a. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

pengembangan teori-teori psikologi perkembangan dan klinis, khususnya

yang berhubungan dengan dukungan sosial dan forgiveness terhadap

(25)

10

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa

manfaat, yaitu:

1. Bagi korban, memberikan sumbangan pikiran agar korban bisa

memaafkan dan mendapatkan dukungan sosial dari keluarganya untuk

mengurangi tingkat trauma pada korban.

2. Selain itu, perlunya korban untuk mempelajari forgiveness agar tingkat

stress korban berkurang sehingga korban tidak terus menerus

memikirkan peristiwa yang menimpanya.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, perumusan

masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN TEORI

Kajian teori meliputi efek kekerasan, definisi kekerasan seksual,

betrayal, definisi betrayal; definisi forgiveness, dimensi-dimensi

forgiveness, faktor-faktor yang mempengaruhi forgiveness;

definisi dari dukungan sosial keluarga , dimensi-dimensi

dukungan sosial keluarga, faktor-faktor yang

mempengaruhidukungan sosial keluarga; kerangka berpikir,

(26)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian meliputi pendekatan penelitian, populasi

dan sampel, variabel penelitian dan definisi operasional,

instrument pengumpulan data, skala forgiveness, skala

dukungan sosial, skala betrayal trauma inventory, uji validitas

konstruk, uji validitas skala forgiveness, uji validitas

skaladukungan sosial keluarga, uji validitas skala betrayal

trauma inventory. Tekhnik analisis data, dan prosedur

penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian meliputi analisa deskriptif, deskripsi hasil

penelitian, kategorisasi variabel penelitian, uji hipotesis

penelitian, uji regresi berganda, dan pengujian proporsi varian

masing-masing variabel.

BAB V PENUTUP

(27)

BAB II

KAJIAN TEORI

Bab ini berisi tentang teori-teori yang digunakan pada penelitian yaitu, teori

tentang kekerasan betrayal trauma, dukungan sosial, forgiveness, kerangka

berpikir, dan hipotesis.

2.1Kekerasan Seksual Anak

2.1.1 Definisi kekerasan seksual anak

Kekerasan seksual pada remaja sulit sekali didefinisikan karena memiliki banyak

versi yang berbeda tergantung dari perspektif mana kita melihatnya. Menurut

Encyclopedia of Social Problems, kekerasan seksual anak merujuk pada kontak

seksual yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak-anak dibawah umur.

Sedangkan Maltz (dalam Pfohl, 2008) mendefinisikan bahwa kekerasan seksual

terjadi karena adanya salah satu pihak yang mendominasi dan mengekploitasi

oranglain untuk melakukan aktifitas seksual.

Ratican (dalam Pfohl, 2008) mengatakan bahwa kekerasan seksual anak

adalah beberapa perilaku seksual, baik perilaku yang terlihat atau yang

tersembunyi antara seorang anak dan orang dewasa dimana anak tersebut

melakukannya dengan paksaan. Meskipun tidak semua bentuk dari kekerasan

seksual meliputi disentuh secara langsung, tetapi penting untuk terapis memahami

bahwa kekerasan seksual pada anak memiliki beberapa bentuk yang berbeda.

Diantaranya adalah mengeksploitasi anak dengan memperkenalkannya pada

pornografi sebelum waktunya atau memanipulasi seorang anak untuk melakukan

(28)

2.1.2 Betrayal trauma sebagai salah satu efek kekerasan seksual

Ungkapan betrayal trauma mengacu pada sebuah trauma pengkhianatan dimana

individu atau lembaga tempat individu tersebut bergantung membahayakan atau

membuat suatu kejahatan dalam beberapa cara. (Freyd, Klest, Allard, 2005).

Betrayal trauma melibatkan sebuah lembaga atau individu yang melanggar

kesepakatan sosial, sehingga rasa kepercayaan menghilang. Ini tergantung sifat

hubungan antara pelaku dan korban. Seorang korban yang tidak mampu

memutuskan hubungan dengan pelaku, maka korban dipaksa untuk menerima

tindak pelanggaran tersebut (Freyd, 2001).

Secara umum betrayal trauma theory (Freyd, 2005) adalah sebuah teori

yang dikembangkan untuk menjelaskan mengapa seseorang cenderung memiliki

gangguan memori untuk beberapa pengalaman traumatis, dan korban kekerasan

seksual lebih memiliki kecenderungan untuk memiliki gangguan memori

dibanding trauma yang disebabkan oleh bencana alam.

Senada dengan Freyd, et al., (2010) dalam mendeskripsikan betrayal

trauma adalah dengan memahami kerangka berpikir tentang trauma interpersonal

yang disebabkan oleh kejahatan yang dilakukan oleh orang terdekat, orang yang

bergantung, atau korban sangat dekat dengan pelaku dimana korban memiliki

konflik antara usual need (kesadaran terhadap betrayal, disini merupakan

keinginan untuk menghindari pelaku) dan particular need (keharusan untuk

menjaga sebuah hubungan, khususnya proximity dan closeness). Merujuk dari

(29)

14

adalah dengan avoiding awareness, hal ini dilakukan dengan melupakan atau

menekan hal tersebut sehingga terjadi proses forgetting dan missremembering.

Dari pola diatas yang telah dijelaskan, akan terjadi sebuah fenomena yang

disebut Freyd et al., (2010) knowledege isolation atau missremembering.

Knowledge isolation merujuk pada sebuah cara berbeda dimana sebuah informasi

disembunyikan, dan adanya bias dalam mengingat, bisa jadi hal itu merupakan

kejadian yang sifatnya positif atau negatif. Sedangkan term forgetting merujuk

kepada konsep “unawareness”, yang menggambarkan situasi dimana informasi

tentang kejahatan tersebut tidak dapat diakses dalam recall conscious.

Betrayal trauma theory juga merujuk pada amnesia psikogenik yang

merupakan respon adaptif terhadap kekerasan dimasa anak-anak. Ketika orang tua

atau figur kuat lainnya dalam keluarga melakukan kejahatan, seorang korban

membutuhkan forgetting (proses melupakan dan menekan hal tersebut kedalam

alam bawah sadar) sehingga terjadi proses lupa atau tidak dapat me-recall memori

tentang pengalaman kekerasan yang dialami.

Betrayal trauma mungkin tidak mengancam kematian atau luka fisik,

tetapi bisa merusak well-being seseorang, hubungannya dengan orang lain, konsep

diri, dan keyakinannya terhadap orang lain. Menurut Freyd (dalam Freyd, Klest,

Allard, 2005) mengatakan bahwa trauma meliputi peristiwa membangkitkan rasa

takut yang intens, pengkhianatan sosial, atau kombinasi keduanya. Sebuah trauma

bisa jadi melibatkan sebuah pengkhianatan tapi bisa juga tidak. Hal yang harus

digarisbawahi disini adalah secara kualitatif betrayal trauma dan takut merupakan

(30)

pengkhianatan memiliki hasil yang berbeda dibanding trauma yang hanya didasari

rasa takut.

Berdasarkan definisi-definisi diatas peneliti menggunakan pengertian dari

J.J. Freyd bahwa betrayal trauma adalah sebuah trauma yang terjadi ketika

seseorang atau lembaga tempat kita bergantung membahayakan atau membuat

suatu kejahatan dalam beberapa cara.

2.1.3 Pengukuran kekerasan seksual anak

Ada beberapa skala yang bisa digunakan dalam mengukur efek kekerasan seksual

pada remaja, di antaranya adalah Brief Betrayal Trauma Survey (BBTS), Abuse

Perpetration Inventory (API), Life Stressor Checklist Revised (LSC-R). Dalam

mengukur efek kekerasan seksual pada remaja serta betrayal trauma sebagai salah

satu efek dari kekerasan seksual, maka digunakanlah skala yang diadaptasi dari

skala Betrayal Trauma Inventory yang dikembangkan oleh Jennifer Freyd dan

Anne DePrince pada tahun 1997 (Freyd, et. al., 2001).Skala ini terdiri dari 18

pertanyaan yang mendeskripsikan betrayal trauma sebagai salah satu efek

kekerasan seksual.

Peneliti memilih menggunakan alat ukur ini karena dimensi dalam alat

ukurnya menggunakan teori yang sama yaitu betrayal trauma sebagai salah satu

efek kekerasan seksual. Selain itu alat ukur ini juga lebih bebas gender karena

itemnya bisa digunakan untuk perempuan. Karena ada beberapa alat ukur yang

hanya diperuntukkan untuk responden laki-laki. Berdasarkan penelitian dari

Freyd, DePrince dan Zurbriggen (2001) didapat nilai validitas dari alat ukur ini

(31)

16

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan seksual

Menurut DePrince, et al., (2012) ada banyak faktor yang mempengaruhi seseorang

untuk meminimalisasi terjadinya betrayal trauma yang merupakan salah satu efek

dari kekerasan seksual pada remaja. Diantaranya adalah:

1. Dukungan sosial

Menurut Feiring et al., (2013) dukungan sosial yang diterima korban

kekerasan seksual dapat membantu korban dalam menjalani proses

pemulihan dan me-manage pengalaman traumatik secara bersamaan.

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Horwitz (2005) mengatakan

bahwa remaja yang mengalami trauma paska kejadian yang menyakitkan

disebabkan kurangnya dukungan sosial yang diterimanya. Selain itu,

rendahnya dukungan sosial dari orang terdekatnya dikaitkan dengan

tingginya level stress seseorang.

2. Forgiveness

Forgiveness seringkali dihubungkan dengan kesehatan mental dan fisik.

Forgiveness juga seringkali dikaitkan dengan rendahnya level depresi dan

kecemasan seseorang. Berdasarkan beberapa literatur yang ada,

forgiveness merupakan terapi yang efektif untuk korban kekerasan seksual

(Freedman, 1999 dalam Walton, 2006).

3. Coping strategy

Coping strategy merupakan elemen yang penting untuk mengurangi efek

kekerasan seksual yang dialami oleh seseorang. Menurut penelitian yang

(32)

kekerasan seksual yang memiliki coping strategy yang baik akan

menyesuaikan diri dengan baik. Penelitian senada juga diungkapkan oleh

Walsh et al,. (2007) menemukan bahwa para mahasiswa yang merupakan

korban kekerasan seksual yang mengembangkan positive coping strategy

seperti problem focused coping, seeking support, dan berfokus pada hal

yang positif dan memiliki internal focus control yang rendah memiliki

penyesuaian yang baik saat memiliki pasangan serta memiliki kepercayaan

dalam membangun hubungannya dengan lawan jenis.

2.2Dukungan Sosial

2.2.1 Definisi dukungan sosial

Dalam menghadapi peristiwa traumatik yang penuh tekanan, seseorang

membutuhkan dukungan sosial. Siegel (dalam Taylor, 2003) mengatakan

dukungan sosial dapat didefinisikan sebagai sebuah informasi bahwa seseorang

itu dicintai dan diperhatikan, dihargai dan dianggap penting, juga merupakan

bagian dari jaringan komunikasi di sekitarnya dan merupakan bagian dari sebuah

jaringan hubungan seperti hubungan timbal-balik orang tua, sepasang suami istri,

teman, dan masyarakat.

Sarafino (2011) menyatakan bahwa dukungan sosial merupakan bentuk

penerimaan dari seseorang atau sekelompok orang terhadap individu yang

menimbulkan persepsi dalam diri bahwa ia disayangi, diperhatikan, dihargai, dan

ditolong. Sedangkan menurut Cohen, Underwood dan Gothlieb (2000) istilah

dukungan sosial mengacu pada sumber daya sosial yang tersedia bagi seseorang

(33)

18

professional baik berupa dukungan informasi, empati, dukungan materil dan

pemberian nasehat.

Pendapat senada juga diungkapkan Sarason (2001) yang mengatakan

bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari

orang-orang yang dapat diandalkan, dapat menghargai dan dapat menyayangi korban.

Berdasarkan uraian diatas peneliti menggunakan definisi dari Cohen,

Underwood dan Gothlieb (2000) yaitu dukungan sosial mengacu pada sumber

daya sosial yang tersedia bagi seseorang atau yang benar-benar diberikan kepada

orang tersebut oleh seseorang yang bukan profesional baik berupa dukungan

informasi, empati, dukungan materil dan pemberian nasehat. Serta orang yang

menerima dukungan sosial memahami makna dukungan sosial yang diterimanya,

dan begitupun sebaliknya.

2.2.2 Dimensi dan sumberdukungan sosial

Menurut Cohen (dalam Taylor, 2003), terdapat 4 bentuk dukungan sosial, yaitu:

a. Appraisal Support

Dukungan ini membantu korban untuk memahami lebih baik lagi sebuah

stressor dari trauma yang dialami dan strategi koping apa yang harus

dilakukan untuk berdamai dengan hal itu. Melalui pertukaran appraisal yang

terjadi, korban yang menghadapi peristiwa traumatik dapat menentukan

bagaimana mengelola stressor saat pemicu peristiwa tersebut datang.

b. Tangible Assistance

Dalam hal ini fungsi dukungan sosial adalah adanya bantuan yang bersifat

(34)

yang terlihat dan biasanya bersifat bantuan langsung. Seperti memberikan

semangat, meminjaminya uang, menemaninya saat terapi berlangsung, dan

memberikan energi positif saat korban mengingat kejadian traumatiknya.

c. Informational Support

Informational support adalah suatu dukungan yang diungkapkan dalam bentuk

pemberian nasehat atau saran, penghargaan, bimbingan atau pemberian umpan

balik mengenai apa yang dilakukan individu guna memecahkan masalah yang

terjadi.

d. Emotional Support

Terdiri dari ekspresi seperti perhatian, empati, turut prihatin kepada seseorang.

Dukungan ini akan menyebabkan penerima dukungan merasa nyaman,

tentram kembali, merasa dimiliki dan dicintai ketika dia mengalami stress,

memberi bantuan dalam bentuk semangat dan cinta.

Sarafino (2011) mengemukakan bahwa sumber-sumber dukungan sosial dapat

berasal dari beberapa hal, yaitu:

1. Orang-orang sekitar individu atau significant other seperti: keluarga, teman

dekat, atau rekan. Dalam hubungan ini menempati bagian terbesar dari

kehidupan seorang individu dan menjadi sumber dukungan sosial yang

sangat potensial.

2. Kalangan profesional seperti psikolog atau dokter, yang berguna untuk

menganalisa secara klinis maupun psikis.

(35)

20

2.2.3 Pengukuran dukungan sosial

Ada beberapa instrument yang dapat digunakan untuk mengukur dukungan

sosial seperti, Social Support Questionnaire (SSQ), Student Social Support Scale,

dan Multidimensional Scale of Perceived Social (MSPSS). Dalam penelitian ini

peneliti menggunakan alat ukur Interpersonal Support Evaluation List (ISEL)

berdasarkan teori Cohen, McKay, &Sarason (2000) yang terdiri dari 40 item

dengan menggunakan skala likert dari 1-4.

Peneliti memilih menggunakan alat ukur ini karena dimensi yang diukur

oleh alat ukur ini merupakan dimensi yang cocok dengan teori dukungan sosial

yang digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan penelitian dari Kamau, Olson,

Zipp, and Clark (2011) didapat nilai validitas dari alat ukur ini berkisar dari 0.30

sampai 0.46. Berdasarkan hasil penelitian yang sama, didapatkan nilai realibilitas

alpha’s cronbach dari alat ukur ini adalah berkisar dari 0.88 sampai 0.90.

2.3 Forgiveness

2.3.1 Definisi forgiveness

Forgiveness adalah kesedian menanggalkan kesalahan yang dilakukan oleh

seseorang yang telah menyakiti hati atau melakukan suatu perbuatan salah pada

individu lain (McCullough, 2001).

Forgiveness merupakan sikap seseorang yang telah disakiti untuk tidak

melakukan perbuatan balas dendam terhadap orang yang menyakiti, tidak adanya

keinginan untuk menjauhi pelaku. Sebaliknya muncul keinginan untuk berdamai

(36)

menyakiti telah berbuat hal yang menyakitkan terhadap kita. (McCullough, et. al,

1998).

Selain itu, McCullough (2001) menjelaskan bahwa forgiveness adalah

proses perubahan tiga dorongan dalam diri individu terhadap pelaku. Dikatakan

bahwa forgiveness merupakan peningkatan motivasi prososial ke arah lain, yaitu

rendahnya dorongan untuk menghindari (avoidance motivations) pelaku,

rendahnya dorongan untuk menyakiti atau membalas dendam (revenge

motivations) terhadap pelaku, dan meningkatnya dorongan untuk bertindak positif

atau membina hubungan kembali (benevolence motivations) terhadap pelaku.

Berdasarkan definisi-definisi di atas peneliti menggunakan pengertian dari

McCullough (2001) bahwa forgiveness adalah peningkatan dorongan dari arah

yang negatif untuk berperilaku ke arah yang lebih baik, yang ditandai dengan

rendahnya dorongan seseorang untuk menghindar, untuk membalas dendam, dan

bertambahnya dorongan dari diri untuk membina hubungan kembali.

2.3.2 Dimensi dan proses forgiveness

Dimensi forgiveness yang dikemukakan merupakan penjelasan lebih jauh

mengenai definisi McCullough (2001). Forgiveness merupakan proses perubahan

tiga dorongan dalam diri individu terhadap transgressor. Tiga dorongan tersebut

adalah avoidance motivations, revenge motivations, dan benevolence motivations,

yang selanjutnya juga menjadi dimensi forgiveness. Penjelasan dari ke tiga

(37)

22

1. Avoidance motivations

Ditandai dengan individu yang menghindar atau menarik diri (withdrawal)

dari pelaku.

2. Revenge motivations

Ditandai dengan dorongan individu untuk membalas perbuatan pelaku yang

ditujukan kepadanya. Dalam kondisi ini, individu tersebut marah dan

berkeinginan untuk membalas dendam terhadap pelaku. Ketika individu

dilukai oleh individu lain (pelaku), maka yang terjadi dalam dirinya adalah

peningkatan dorongan untuk menghindar (avoidance) dan membalas dendam

(revenge).

3. Benevolence motivations

Ditandai dengan dorongan untuk berbuat baik terhadap pelaku. Dengan

adanya kehadiran benevolence, berarti juga menghilangkan kehadiran dua

dimensi sebelumnya. Oleh karena itu, individu yang memaafkan, memiliki

benevolence motivations yang tinggi, namun di sisi lain memiliki avoidance

dan revenge motivations yang rendah.

Selain dimensi dari forgiveness yang ada 3. Terdapat 4 tahap forgiveness

yang diungkap oleh Enright dan Fitzgibbon (2000), tahap-tahap tersebut

diantaranya:

1. Uncovering Phase

Sebelum pihak yang terluka atau korban bermaksud untuk memaafkan pelaku,

maka ia harus terlebih dulu mengakui bahwa dirinya telah dilukai. Pada saat

(38)

marahnya dan tidak mengingatnya. Fase ini membantu korban menyadari

bahwa respon-respon ini bersifat self-defeating dan self-hurting. Hal ini hanya

akan membuat korban merasa dilukai kedua kalinya. Karena yang pertama

adalah saat peristiwa yang melukai terjadi dan yang kedua saat ia membiarkan

perasaannya dikuasai perasaan-perasaan negatif.

2. Decision Phase

Di fase ini korban mengerti akan dampak dari luka yang dialaminya dan

respon apa yang diberikan. Korban menyadari bahwa harus ada cara yang

lebih baik untuk membantunya menyembuhkan rasa sakit. Pada tahap ini

korban mempertimbangkan pemaafan sebagai pemilihan respon dan

berkomitmen kepada diri sendiri untuk memaafkan pelaku.

3. Work-Phase

Untuk dapat melaksanakan komitmen yang telah dibuat difase sebelumnya itu,

korban harus mewujudkannya dalam tindakan nyata. Korban dapat ikut serta

dalam reframing atau menyusun kembali pandangannya terhadap pelaku,

dengan berusaha untuk melihat perilaku dalam konteks yang lebih luas dan

tidak hanya berdasarkan perbuatan yang melukai.Hal ini dapat dilakukan

korban dengan berempati kepada pelaku.

4. Deepening Phase

Setelah melakukan tiga fase sebelumnya, korban akan merasakan bahwa

ketika ia memaafkan, ia mengalami kesembuhan. Pada saat korban mulai

memaafkan ia akan menemukan makna baru dalam peristiwa menyakitkan

(39)

24

pemaafan dari orang lain dan bukan ia sendiri saja yang mengalami

penderitaan. Mendekati akhir dari proses memaafkan ini korban akan

menyadari adanya penurunan emosi negatif dan akan terjadi peningkatan

perasaan positif terhadap pelaku.

2.3.3 Pengukuran forgiveness

Dalam mengukur forgiveness, ada beberapa alat ukur yang bisa digunakan seperti

Marital-Offense Forgiveness Scale (MOFS) dan Transgression-Related

Interpersonal Motivation (TRIM-18). Sedangkan dalam penelitian ini

digunakanlah skala Transgression-Related Interpersonal Motivations Scale

(TRIM) untuk mengukur tingkat forgiveness korban. Skala ini dikembangkan oleh

Michael E. Mc Cullough dan digunakan untuk mengetahui seberapa besar seorang

individu mampu memaafkan. Skala TRIM sempat berkembang dua kali, TRIM

-12 yang pertama berkembang sekitar tahun 1998. Skala ini selanjutnya

disempurnakan oleh Michael E. Mc Cullough sekitar tahun 2006 melalui

penelitiannya dan memunculkan skala baru, yaitu skala TRIM-18 yang dipakai

sampai saat ini.

Peneliti memilih menggunakan alat ukur ini karena dimensi yang diukur

oleh alat ukur ini merupakan dimensi yang cocok dengan teori forgiveness yang

digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan penelitian dari McCullough &

Cohen (2006) didapat nilai reliabilitas yang cukup tinggi dari alat ukur ini sebesar

0.85. Dan berdasarkan hasil penelitian yang sama, didapatkan nilai validitas

(40)

2.4Kerangka Berpikir

Kekerasan seksual pada anak kini memasuki status “darurat” (liputan6.com, Juni

2014). Mengapa demikian? Karena satu persatu kasus kekerasan muncul dalam

waktu yang hampir berdekatan. Ironisnya, pelaku adalah orang yang cukup

dikenal korban dengan baik. Hal ini jelas menimbulkan masalah yang sulit sekali

diselesaikan korban. Mulai dari masalah psikososial seperti adiksi,

penyalahgunaan zat, agresi, gangguan kepribadian, PTSD serta beberapa trauma

yang menyertai seperti powerlessness, trauma sexualization, betrayal trauma dan

stigmatization.

MenurutDePrince, et al. (2012) mengatakan bahwa banyak faktor yang

mempengaruhi seseorang untuk meminimalisasi terjadinya betrayal trauma yang

merupakan salah satu efek dari kekerasan seksual pada remaja. Diantaranya

adalah motivasi untuk melupakan seperti forgiveness atau memaafkan,

misremembering, mekanisme kognitif atau cognitive appraisal, attention,

attachment style dan dukungan sosial.

Senada dengan yang diungkapkan Bunga (nama samaran,13 tahun) salah

satu korban kekerasan seksual mengatakan bahwa dukungan dari orang

terdekatnya membuat dia kembali ceria. Dukungan materiil atau tangible

assistance dari teman serta sahabatnya pun kembali membuat Bunga percaya diri

lagi dan mau kembali ke sekolah. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Fleming,

Baum, Gisriel, & Gatchel (1982) bahwa dukungan sosial efektif untuk

(41)

26

Hal senada juga diungkapkan Melati (nama samaran, 15 tahun) dukungan

yang ibunya berikan dengan selalu mendengarkan keluh kesahnya, menemaninya

dalam konseling membuat Melati yang awalnya tidak percaya diri dan tidak mau

menjalin hubungan dengan orang lain, kini sedikit demi sedikit Melati mau

membuka dirinya dan menjalin hubungan baik. Dari pemaparan yang

diungkapkan Melati, apa yang dilakukan ibunya adalah bentuk emotional support

dari ibunya untuk Melati. Sesuai dengan penelitian Sauzier yang mengatakan

bahwa dukungan sosial khususnya dukungan empati dapat menolong korban

kekerasan seksual anak dari trauma yang dialami (1989, dalam Testa, et. al, 1992).

Dukungan informasi pun merupakan hal yang penting untuk mengurangi

efek kekerasan seksual pada remaja. Mengapa demikian? Karena dengan

dukungan informasi yang diberikan oleh orang terdekatnya, itu sama dengan

mengembangkan kemampuan untuk mempelajari sumber-sumber dukungan sosial

yang tersedia (Taylor, 2003).

Tidak hanya informational support, emotional support, dan tangible

assistance. Appraisal support juga merupakan bagian yang penting untuk

mengurangi efek kekerasan seksual pada remaja. Karena dengan terjadinya

perubahan pemahaman pada korban maka korban dapat menentukan bagaimana

mengurangi tingkat stressnya serta mendapatkan keuntungan dari saran yang

diterimanya (Taylor, 2003).

Selain dukungan sosial, forgiveness juga merupakan salah satu cara yang

sering digunakan dalam proses penyembuhan korban kekerasan seksual. Witvliet

(42)

memaafkan (forgiving) atau tidak memaafkan (unforgiving) pelaku, di mana

kondisi unforgiving membuat emosi menjadi negatif. Pengukuran fisiologis

tentang kondisi unforgiving juga mengungkapkan bahwa kondisi tersebut akan

membuat peningkatan tensi, arousal, debar jantung, dan tekanan darah. Karena

hal itu pula forgiveness dikaitkan erat hubungannya dengan psychological

well-being (Karremans, et. al, 2003 dalam Luzombe& Dean, 2009). Karena kegagalan

dalam memaafkan berarti mengartikan bahwa tingginya level dari psychological

tension. Hal inilah yang membuat kondisi unforgiving membuat korban rentan

akan stress.

Berdasarkan uraian diatas, bahwa meminimalisasi efek kekerasan seksual

pada remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti dukungan sosial dan

forgiveness, seperti skema dibawah ini:

Gambar 2.1

(43)

28

2.5 Hipotesis

Karena penelitian ini diuji dengan analisa statistik, maka hipotesis yang akan diuji

adalah hipotesis nol (nihil), lalu dipaparkan juga hipotesis alternatif yang

digunakan untuk menguji teori yang digunakan.

Hipotesis Nol (Ho): Tidak ada pengaruh yang signifikan dari dukungan

sosial dan forgiveness terhadap kekerasan seksual pada remaja.

Hipotesis Alternatif (Ha):

H01 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari appraisal support terhadap

kekerasan seksual pada remaja.

H02 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari tangible asisstance terhadap

kekerasan seksual pada remaja.

H03 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari informational support

terhadap kekerasan seksual pada remaja.

H04 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari emotional support terhadap

kekerasan seksual pada remaja.

H05 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari avoidance motivation

terhadap kekerasan seksual pada remaja.

H06 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari revenge motivation terhadap

kekerasan seksual pada remaja.

H07 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari benevolence motivation

(44)

Pada bab ini akan dibahas mengenai pendekatan penelitian, jenis penelitian,

populasi dan sampel penelitian, teknik pengambilan sampel, variabel penelitian,

definisi operasional variabel, instrument penelitian, prosedur pengumpulan data,

dan metode analisis data

.

3.1.Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan ini digunakan

karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah korban-korban kekerasan seksual anak di

panti-panti sosial didaerah Jabodetabek, sedangkan karakteristik dari sampel

dalam penelitian ini adalah:

1. Subjek merupakan korban kekerasan seksual anak dan remaja yang

berada di panti-pantisosial daerah Jabodetabek. Dengan rinciannya

sebagai berikut:

- Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya

- Yayasan Nanda Dian

- PSAA Tunas Bangsa

- Rumah Perlindungan Sosial Anak

- Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP Handayani)

- Rumah Singgah Akur Kurnia

(45)

30

- Rumah Singgah Melodi

- Yayasan Pulih

- PSPP Khusnul Khotimah

- Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi

- Rumah Singgah Permata

- KOPAJA (Komunitas Peduli Anak Jalanan)

2. Berusia 12 – 18 tahun, Dalam penelitian ini, atas dasar tugas

perkembangan yang ada, maka terdapat 2 kategori usia, yaitu 12-16

tahun adalah usia remaja awal dan 16-18 adalah usia remaja akhir

(Santrock, 2007).

3. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

Sampel dalam penelitian ini awalnya berjumlah 96 sampel namun 4 sampel tidak

digunakan karena adanya kerusakan berupa kuesioner yang tidak diisi lengkap

dan kesalahan dalam proses pengisian. Jadi jumlah sampel yang digunakan adalah

92 sampel.

3.2.1.Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tehnik non probability

sampling karena sampel dipilih berdasarkan tujuan penelitian. Tehnik yang

digunakan yaitu tehnik snowball sampling dimana satuan pengamatan diambil

berdasarkan informasi dari satuan pengamatan sebelumnya yang telah dipilih.

Selain itu tekhnik ini juga cocok digunakan untuk sample-sample yang sulit sekali

(46)

prostitusi, dan sample-sample yang tersembunyi karena memiliki stigma buruk di

masyarakat.

3.3Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini terdiri dari variabel dukungan sosial dan variabel

forgiveness sebagai independent variabel. Sedangkan variabel betrayal trauma

sebagai salah satu efek dari kekerasan seksual sebagai dependent variabel.

3.3.1 Definisi operasional variabel

Berikut ini penjelasan definisi operasional dari masing-masing variabel:

1. Efek Kekerasan Seksual

Efek kekerasan seksual adalah efek atau dampak yang timbul pada korban

setelah terjadinya peristiwa menyakitkan. Dalam hal ini salah satu efek

yang dilihat adalah betrayal trauma, dimana betrayal trauma merupakan

salah satu bentuk trauma yang menyertai korban kekerasan seksual.

Betrayal trauma ini ditandai dengan terjadinya forgetting (merepresi ke

alam bawah sadar) dan misremembering (kesalahan mengingat). Efek

kekerasan seksual ini diukur dengan menggunakan skala Betrayal Trauma

Inventory (BTI) (Freyd & DePrince, 2001).

2. Dukungan Sosial

Dukungan sosial yang dimaksud disini adalah respon korban kekerasan

seksual terhadap bentuk dukungan sosial yang diterimanya dari orang lain

berupa appraisal support atau dukungan penilaian dan penguatan pada

korban. Tangible assistance atau dukungan materiil berupa meminjamkan

(47)

32

berupa perhatian dari orang terdekat, mendengarkan keluh kesah korban,

dan memahami korban dan informational support atau dukungan

informasi berupa pemberian informasi, pemberian petunjuk, dan nasihat.

Dukungan sosial dalam hal ini diukur dengan menggunakan skala

Interpersonal Support Evaluation List (ISEL) berdasarkan teori Cohen,

McKay & Sarason (2001).

3. Forgiveness

Forgiveness adalah respon korban kekerasan seksual terhadap peningkatan

dalam motivasi prososial kearah lain, yaitu terhadap dorongan untuk

menghindar (avoidance motivation) terhadap pelaku, dorongan untuk

menyakiti atau membalas dendam (revenge motivation) terhadap pelaku,

dan dorongan untuk bertindak positif atau membina hubungan kembali

(benevolence motivation) terhadap pelaku. Dalam hal ini forgiveness

diukur menggunakan Transgression-Related Interpersonal Motivation

(TRIM-17) berdasarkan teori McCullough (2003).

3.4. Pengumpulan Data

3.4.1. Metode pengumpulan data

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan menggunakan skala sebagai

alat pengumpul data. Skala adalah sejumlah pernyataan tertulis untuk memperoleh

jawaban dari responden. Skala yang digunakan menggunakan model skala likert

dari rentang tertinggi (sangat positif) sampai rentang terendah (sangat negatif)

dengan empat kategori jawaban “Sangat Setuju” (SS), “Setuju” (S), “Tidak

(48)

3.4.2. Instrumen penelitian

Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 3 skala sebagai berikut:

1. Efek Kekerasan Seksual

Dalam mengukur efek kekerasan seksual pada remaja, peneliti

menggunakan skala Betrayal Trauma Inventory (BTI) yang dikembangkan

berdasarkan teori betrayal trauma yang dikembangkan sendiri oleh Jennifer

Freyd dan Anne DePrince (2001) yang berisi 16 pertanyaan tentang efek

kekerasan seksual yang diukur menggunakan skala likert dari 1-4 (Sangat

Tidak Setuju, Tidak Setuju, Setuju, Sangat Setuju).

2. Dukungan Sosial

Untuk mengukur dukungan sosial yang diterima korban, peneliti

menggunakanInterpersonal Support Evaluation List (ISEL) berdasarkan

teori Cohen, McKay, & Sarason (2001) yang terdiri dari 40 item yang berisi

komponen dukungan sosial yaitu appraisal support (dukungan penilaian),

tangible assistance (dukungan materiil), emotional support (dukungan

emosional), dan informational support (dukungan informasi) yang diukur

menggunakan skala likert dari 1-4 (Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju,

(49)

34

3. Forgiveness

Dalam mengukur tingkat forgiveness korban, peneliti menggunakan

skalayang diadaptasi dari Transgression-Related Interpersonal Motivations

Scale (TRIM -12) yang pertama berkembang sekitar tahun 1998

(McCullough, 1998). Skala ini selanjutnya disempurnakan oleh Michael E.

Mc Cullough sekitar tahun 2006. Terdiri dari 18 item yang diukur

menggunakan skala likert dari 1-4 (Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju,

Setuju, Sangat Setuju).

3.5. Uji Validitas Alat Ukur

Untuk menguji validitas alat ukur, peneliti menggunakan analisisis faktor

konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis/CFA) dengan bantuan software Lisrel

(50)

3.5.1. Uji validitas skala efek kekerasan seksual anak

Pada skala betrayal trauma terdapat 16 item yang diujikan kepada 92 subyek

penelitian. Peneliti menguji apakah 16 item yang ada bersifat unidimensional atau

mengukur satu faktor yaitu kekerasan seksual betrayal trauma. Dari hasil analisis

CFA yang dilakukan, item 1, 11, 12, 13, 14, 15 didrop diawal karena memiliki

nilai lambda yang sangat kecil. Dan hasil analisis CFA dengan item yang tersisa

yaitu item 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 16 model satu faktor tidak fit, dengan

chi-square = 104.12, df=35, p-value = 0.00000, RMSEA=0.147. Oleh sebab itu

peneliti melakukan modifikasi sebanyak 10x kali terhadap model dimana

kesalahan pengukuran pada beberapa item diperbolehkan berkorelasi dengan item

lainnya, sehingga diperoleh model fit. Dengan nilai chi-square = 35.40, df=25,

p-value = 0.08124, RMSEA=0.068. Artinya, model dengan satu faktor

(unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor

saja yaitu betrayal trauma. Seperti pada gambar 3.1 berikut :

Gambar 3.1

Hasil Analisis Faktor Efek Kekerasan Seksual

Peneliti selanjutnya melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang

hendak diukur atau tidak, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu

(51)

36

koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai-t

bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5:

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 7 item yang signifikan (t > 1.96) dan 3

item yang tidak signifikan (t < 1,96) yaitu item nomor 2,5, dan 10. Dengan

demikian, item nomor 2,5, dan 10 akan di drop yang berarti item tersebut tidak

akan ikut dianalisis dalam perhitungan faktor skor dan ada 7 item yang bobot

nilainya akan diikutsertakan dalam analisis uji hipotesis .

3.5.2. Uji Validitas Skala Dukungan Sosial

Pada skala dukungan sosial ini terdapat 40 item yang terdapat dalam empat

dimensi yaitu appraisal support, tangible assistance, emotional support dan

informational support, dengan penjelasan uji validitas sebagai berikut:

a. Dimensi Appraisal Support

Peneliti menguji apakah 9 item yang ada bersifat unidimensional atau mengukur

satu faktor yaitu appraisal support. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan,

model satu faktor tidak fit, dengan chi-square = 226.18, df=27, p-value =

0.00000, RMSEA=0.285. Oleh sebab itu peneliti melakukan modifikasi sebanyak

11 kali terhadap model dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item

diperbolehkan berkorelasi dengan item lainnya, sehingga diperoleh model fit.

(52)
(53)
(54)
(55)

40

Hasil Analisis Faktor Emotional Support

Peneliti selanjutnya melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang

hendak diukur atau tidak, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu

di-drop atau tidak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian hipotesis tentang

koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai-t

bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.7:

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 2 item yang signifikan (t > 1.96) dan 8

item yang tidak signifikan (t < 1,96) yaitu item nomor 4, 8, 13, 20, 28, 32, 37 dan

40. Dengan demikian, item nomor 4, 8, 13, 20, 28, 32, 37 dan 40 akan di drop

yang berarti item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan faktor skor

dan ada 2 item yang bobot nilainya akan diikutsertakan dalam analisis uji

hipotesis.

d. Dimensi Informational Support

Peneliti menguji apakah 11 item yang ada bersifat unidimensional atau mengukur

satu faktor yaitu informational support. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan,

model satu faktor tidak fit, dengan chi-square = 178.97, df=44, p-value =

0.00000, RMSEA=0.185. Oleh sebab itu peneliti melakukan modifikasi sebanyak

(56)

diperbolehkan berkorelasi dengan item lainnya, sehingga diperoleh model fit.

Dengan nilai chi-square = 41.60, df=33, p-value = 0.14488, RMSEA=0.0540.

Artinya, model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa

seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu emotional support. Seperti

pada gambar 3.5 berikut:

Gambar 3.5

Hasil Analisis Faktor Informational Support

Peneliti selanjutnya melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang

hendak diukur atau tidak, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu

di-drop atau tidak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian hipotesis tentang

koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai-t

(57)

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Berpikir……………………………………………....27
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir
Gambar 3.1
Gambar 3.5
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan utama dari rancang bangun sepeda penarik gerobak beban kapasitas 200 kg ini adalah untuk membantu proses pengangkatan tool dan sparepart bengkel maintenance and

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan bagian dari pemerintah daerah, karena di dalam negara kesatuan tidak ada legislatif daerah, oleh karena itu DPRD dimasukkan ke

Dengan surat ini saya menyatakan bahwa, saya bersedia/tidak bersedia* untuk menjadi responden dalam penelitian dengan judul “ Hubungan Tugas Keluarga Denga

disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang

Promosi selalu memainkan peran penting dalam mengembangkan brand equity (ekuitas merek). Adanya promosi atau iklan yang disajikan media dapat membuat pemirsa iklan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan prosedur pelaksanaan dilakukan secara bersiklus seperti yang dikemukakan oleh

(Učenje Spenglera o ciklusima koji se ponavljaju realizirat će se, na primjer, u strukturi cirkusa s više arena.) Upravo zato su prikazi cirkuskih siţea u umjetnosti često

Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Perbedaan kecenderungan Perilaku Bullying