Laporan Pengantar Tugas Akhir
MENGENAL SEJARAH PRABU SILIWANGI MELALUI CD INTERAKTIF
DK 38315/Tugas Akhir Semester II 2014-2015
Oleh:
Rizal Perizqo Pangersana 51911227
Program Studi Desain Komunikasi Visual
FAKULTAS DESAIN
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul
“Mengenal Sejarah Prabu Siliwangi Melalui CD Interaktif”. Tugas Akhir ini disusun sebagai persyaratan kelulusan pada Program Studi Desain Komunikasi
Visual Fakultas Desain Universitas Komputer Indonesia Bandung.
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis banyak mendapat saran, dorongan,
bimbingan serta keterangan-keterangan dari berbagai pihak yang merupakan
pengalaman yang tidak dapat diukur secara materi, namun dapat membukakan
mata penulis bahwa sesungguhnya pengalaman dan pengetahuan tersebut adalah
guru yang terbaik bagi penulis. Oleh karena itu dengan segala hormat dan
kerendahan hati perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada
Ambarsih Ekawardhani, M.Sn selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir. Kedua
orang tua, adik dan seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan dan
doanya serta seluruh teman–teman jurusan Desain Komunikasi Visual yang telah
membantu dan memberikan motivasi serta kepada semua orang yang tidak bisa
saya sebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menyadari masih terdapat banyak
kekurangan, dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan dan wawasan serta
pengalaman yang penulis miliki. Untuk itu penulis mohon maaf atas segala
kekurangan tersebut dan tidak menutup diri terhadap segala saran dan kritik serta
masukan yang dapat membuat penulis jadi lebih baik lagi.
Akhir kata semoga dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, institusi pendidikan dan
masyarakat luas. Amin.
Wassalamu „alaikum Wr. Wb
Bandung, Agustus 2015
Abstrak
MENGENAL SEJARAH PRABU SILIWANGI MELALUI CD INTERAKTIF
Oleh:
Rizal Perizqo Pangersana 51911227
Program Studi Desain Komunikasi Visual
Sri Baduga Maharaja atau yang lebih dikenal dengan nama Prabu Siliwangi
merupakan salah seorang raja dari Kerajaan Pajajaran yang memerintah sekitar
tahun 1482-1521. Cerita tentang Prabu Siliwangi dapat ditemukan dalam berbagai
sumber sejarah seperti prasasti dan pantun Sundo Kuno.
Masyarakat Sunda mempercayai Prabu Siliwangi sebagai raja terbesar yang
pernah memerintah Kerajaan Pajajaran. Karya-karya pemerintahan yang ditulis
dalam berbagai Prasati mengindikasikan bahwa kebesaran Prabu Siliwangi selalu
menjadi panutan bagi raja-raja setelahnya baik dalam bidang pertahanan dan
keamanan maupun dalam bidang kesejahteraan bagi rakyat Pajajaran. Namun
kebanyakan masyarakat saat ini hanya mengetahui Prabu Siliwangi sebagai raja
Kerajaan Pajajaran saja, karya-karya pemerintahan yang pernah dibuat oleh Prabu
Siliwangi tidak diketahui lebih jauh oleh masyarakat. Padahal jika dicermati lebih
mendalam terdapat informasi-informasi yang belum diketahui oleh masyarakat
modern saat ini.
Karya-karya pemerintahan Prabu Siliwangi ini dapat diinformasikan kepada
masyarakat. Diharapkan setelah kisah ini diinformasikan, masyarakat luas bisa
mendapat wawasan serta inspirasi yang berguna di kehidupan sehari-hari.
Abstract
KNOWING THE HISTORY OF PRABU SILIWANGI
THROUGH INTERACTIVE CD
By:
Rizal Perizqo Pangersana
51911227
Visual Communication Design Studies Program
Sri Baduga Maharaja or better known by the name of Prabu Siliwangi is one of
the kings from Pajajaran Kingdom who ruled between 1482-1521. The story of
Prabu Siliwangi can be found in a variety of historical sources such as
inscriptions and ancient Sundo rhyme.
Sundanese people believe Prabu Siliwangi as the greatest king that ever ruled the
Pajajaran Kingdom. Government works written in various inscription indicates
that the greatness of Prabu Siliwangi always been a role model for kings
afterwards both in field of defense and security as well as in the field of welfare
for the people of Pajajaran. But most people today only know Prabu Siliwangi as
a king of Pajajaran Kingdom course, the works of government ever created by
Prabu Siliwangi further unknown by the public. In fact, if we look more deeply
there are many informations that can be understood by today’s modern society.
The works of Prabu Siliwangi administration can be informed. Expected after
this story is informed, broad community can get useful insights and inspirations in
everyday life.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah ... 1
I.2 Identifikasi Masalah ... 3
I.3 Rumusan Masalah ... 4
I.4 Batasan Masalah ... 4
I.5 Tujuan Perancangan ... 4
BAB II PRABU SILIWANGI DAN PAKUAN PAJAJARAN II.1 Prabu Siliwangi ... 5
II.1.1 Pencapaian Pemerintahan Prabu Siliwangi ... 5
II.1.2 Karya Pemerintahan Prabu Siliwangi ... 6
II.2 Pakuan Pajajaran ... 6
II.2.1 Asal dan Arti Nama Pakuan Pajajaran ... 8
II.2.2 Penelitian Lokasi Bekas Pakuan Pajajaran ... 11
II.2.2.1 Naskah kuno ... 11
II.2.2.2 Berita-berita VOC ... 12
II.2.2.2.1 Laporan Scipio... 12
II.2.2.2.2 Laporan Adolf Winkler ... 13
II.2.2.2.3 Laporan Abraham van Riebeeck ... 15
II.2.3 Hasil Penelitian ... 16
II.2.4.1 Keraton Sri Bima Untarayana Madura Suradipati... 19
II.2.4.2 Telaga Sang Hiyang Rena Mahawijaya ... 20
II.2.4.3 Bukit Bagidul ... 21
II.2.4.4 Lubuk Sipatahunan ... 21
II.2.4.5 Prasasti Batutulis ... 22
II.3 Analisa ... 24
II.4 Khalayak Sasaran ... 26
II.5 Kesimpulan dan Solusi Perancangan ... 27
BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL III.1 Strategi Perancangan ... 28
III.1.1 Tujuan Komunikasi ... 28
III.1.2 Pendekatan Komunikasi ... 29
III.1.2.1 Pendekatan Visual ... 29
III.1.2.2 Pendekatan Verbal ... 30
III.1.3 Materi Pesan ... 30
III.1.4 Strategi Kreatif ... 31
III.1.4.1 Multimedia Interaktif ... 32
III.1.4.2 Multimedia Interaktif Hybrid ... 32
III.1.4.3 CD Interaktif ... 32
III.1.5 Strategi Media ... 33
III.1.6 Strategi Distribusi... 35
III.2 Konsep Visual ... 36
III.2.1 Format Design ... 36
III.2.2 Tata Letak... 36
III.2.3 Huruf ... 37
III.2.4 Ilustrasi ... 38
III.2..4.1 Studi Karakter ... 39
III.2.4.2 Studi Halaman ... 40
BAB IV TEKNIS PRODUKSI DAN APLIKASI MEDIA
IV.1 Teknis Produksi ... 43
IV.2 Aplikasi Media Utama ... 43
IV.3 Aplikasi Media Pendukung ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 60
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Di pulau Jawa, khususnya Jawa Barat, terdapat kerajaan yang bernama Kerajaan
Sunda Galuh yang pernah berdiri antara tahun 932 dan 1579 M. Lokasinya berada
di wilayah Bogor, Jawa Barat sekarang. Nama Kerajaan Sunda Galuh lebih
dikenal dengan nama Kerajaan Pajajaran. Pajajaran adalah nama ibu kota dari
kerajaan Sunda Galuh yaitu Pakuan Pajajaran. (Danasasmita, 2014)
Sri Baduga Maharaja atau yang lebih dikenal dengan nama Prabu Siliwangi
merupakan salah seorang raja dari Kerajaan Pajajaran yang memerintah sekitar
tahun 1482-1521. Sosoknya dipercayai sebagai raja Pajajaran terbesar yang
pernah memerintah Kerajaan Pajajaran. Hal ini tercatat pada Prasasti Batutulis
yang memberitakan bahwa Sri Baduga dinobatkan dua kali, yaitu yang pertama
ketika Prabu Siliwangi menerima tahta Kerajaan Galuh dari ayahnya (Prabu Dewa
Niskala) yang kemudian bergelar Prabu Guru Dewapranata. Yang kedua ketika ia
menerima tahta Kerajaan Sunda dari mertuanya, Susuktunggal. Dengan peristiwa
ini, Prabu Siliwangi menjadi penguasa Sunda-Galuh dan dinobatkan dengan gelar
Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran. (Danasasmita, 2014)
Di bawah pemerintahan Prabu Siliwangi, Kerajaan Pajajaran mencapai puncak
kejayaanya. Perannya sebagai seorang raja diakui dan kehebatannya diceritakan
melalui generasi ke generasi. Seperti yang diceritakan dalam dalam Naskah Kitab
Waruga dari Sumedang dan Pacakaki Masalah Karuhun Kabeh dari Ciamis yang
ditulis di abad ke-18 disebutkan bahwa Prabu Siliwangi berhasil membawa
Pajajaran ke masa kemakmuran.
Karya-karya pemerintahan yang ditulis dalam berbagai Prasati mengindikasikan
bahwa kebesaran Prabu Siliwangi selalu menjadi panutan bagi raja-raja setelahnya
baik dalam bidang pertahanan dan keamanan maupun dalam bidang kesejahteraan
antara lain adalah: Mendirikan Pakuan Pajajaran sebagai ibukota Baru, membuat
Keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, membangun jalan ke
pegunungan, membangun telaga Sang Hiyang Talaga Rena Mahawijaya,
menetapkan lokasi daerah keramat atau daerah keagamaan (kabuyutan, mandala)
beserta aturan-aturan untuk melindunginya, membuat parit Pertahanan sepanjang
3 km di tebing Cisade, bekas tanah galian dibentuk benteng memanjang dibagian
dalam, memperkeras jalan dengan batu-batuan tertentu dari gerbang pakuan
sampai keraton.
Karya besar Prabu Siliwangi diabadikan dalam prasasti, baik yang dibuat atas
perintahnya langsung, atau dibuat kemudian setelah Prabu Siliwangi meninggal
dunia. Kebijakan Prabu Siliwangi untuk tidak memungut pajak kepada rakyatnya
menjadi salah satu acuan mengapa Prabu Siliwangi begitu diagung-agungkan oleh
rakyat Pajajaran.
Dalam kebudayaan Sunda, sosok Prabu Siliwangi memiliki dua pandangan, yaitu
pada satu pihak, Prabu Siliwangi merupakan raja Pajajaran termashur dan
sekaligus terakhir, dipandang bahkan dipercayai sebagai tokoh legendaris dan
tokoh mitologis sebagaimana dituturkan dalam tradisi. Pada pihak lain, Prabu
Siliwangi dipandang sebagai tokoh sejarah, tokoh yang pernah hidup di dunia dan
menduduki tahta Kerajaan Sunda, sebagaimana dikemukakan akhir-akhir ini
dalam karya ilmiah. Perbedaan dua pandangan mengenai sosok Prabu Siliwangi
antara kelompok pertama dengan kelompok kedua tersebut tidak menyebabkan
timbulnya konflik, melainkan sebaliknya, sebagai orang Sunda mereka sama-sama
menganggap Prabu Siliwangi sebagai tokoh ideal orang Sunda dan menjadi
pahlawan kebudayaan Sunda. (Ekadjati, 2009).
Prabu Siliwangi memang sangat dikenal oleh masyarakat Sunda atau Jawa Barat,
ditambah dengan karya-karya pemerintahannya yang tercatat dalam beberapa
prasasti menunjukan bahwa Prabu Siliwangi merupakan sosok seorang raja yang
benar-benar memperhatikan kemakmuran rakyatnya sekaligus dihormati dan
Namun seiring dengan berkembang pesatnya globalisasi, kebudayaan dari luar
menjadi sangat mudah masuk dan mempengaruhi masyarakat Indonesia terutama
generasi muda. Media elektronik seperti televisi dan internet sangat membawa
pengaruh terhadap generasi muda, mereka cenderung melemahkan kebudayaan
sendiri dan beralih ke budaya luar. Ditambah lagi cerita-cerita lokal bangsa
Indonesia semakin menipis dikarenakan oleh banyaknya cerita-cerita luar yang
dikemas sangat kreatif, khususnya di kalangan anak-anak dan remaja.
Mengikuti era modern saat ini, media penyampaian informasi berkembang pesat
mulai dari media cetak sampai elektronik. Berbagai inovasi bermunculan dengan
tujuan supaya penyampaian informasi lebih mudah di mengerti oleh masyarakat.
Teknologi yang berkembang pesat dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan
materi mengenai karya-karya pemerintahan Prabu Siliwangi.
Berdasarkan hal di atas, maka akan dibangun media informasi mengenai
karya-karya pemerintahan Prabu Siliwangi yang diangkat dari sumber-sumber sejarah
seperti batu prasasti, naskah kuno, catatan asing maupun tulisan para ahli. Pada
perancangan ini diharapkan dapat memberikan ketertarikan serta pengetahuan
kepada penggunanya terhadap kebudayaan Indonesia terutama kisah Prabu
Siliwangi bagi masyarakat Sunda.
I.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasi
permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
Prabu Siliwangi memang sangat dikenal oleh masyarakat Sunda atau Jawa
Barat tetapi sebagian besar masyarakat hanya mengenalnya sebagai raja
Pajajaran (Sri Baduga Maharaja) yang merupakan raja terbesar bagi
masyarakat Sunda, peranan Prabu Siliwangi untuk Kerajaan Pajajaran sudah
tidak menjadi konsumsi umum bagi masyarakat khususnya masyarakat Sunda.
Karya-karya pemerintahan Prabu Siliwangi merupakan karya yang besar,
namun hal ini belum terdokumentasikan dengan baik. Karya-karya Prabu
Kerajaan Pajajaran hanya didokumentasikan dalam beberapa buku, sedangkan
cerita yang lebih bersifat mitos lebih dipublikasikan.
Popularitas Prabu Siliwangi di masyarakat Sunda membuatnya dikenal
sebagai tokoh legendaris dan mitologis dalam beberapa tradisi.
I.3 Rumusan Masalah
Ada pun rumusan masalah yang akan dibahas adalah tentang bagaimana peran
Prabu Siliwangi dalam memerintah sebagai seorang raja di kerajaan Pajajaran.
Serta membahas tentang karya apa saja yang telah dibuat pemerintahan Prabu
Siliwangi selama memerintah sebagai raja di Kerajaan Pajajaran.
I.4 Batasan Masalah
Mengetahui bahwa kisah Prabu Siliwangi memiliki berbagai versi serta cakupan
yang sangat luas, maka dilakukan pembatasan pada ruang lingkup cerita. Masalah
akan difokuskan pada satu karya pemerintahan Prabu Siliwangi saat menjadi Raja
Pajajaran, yaitu: Pakuan Pajajaran sebagai ibukota Kerajaan Sunda.
I.5 Tujuan Perancangan
Sesuai dengan identifikasi, batasan masalah serta rumusan masalah, maka tujuan
dari penelitian ini yaitu untuk menginformasikan kepada masyarakat agar lebih
mengenal sejarah Prabu Siliwangi beserta karya pemerintahannya sebagai fakta
BAB II
PRABU SILIWANGI DAN PAKUAN PAJAJARAN
II.1 Prabu Siliwangi
Zaman Pajajaran diawali oleh pemerintahan Sri Baduga Maharaja yang
memerintah selama 39 tahun (1482-1521). Dalam Prasasti Batutulis diberitakan
bahwa Jayadewata dinobatkan dua kali. Menurut Pustaka Nagara Kretabumi
parwa 1 sarga 2 (seperti dikutip dari Danasasmita (2014), Menemukan Kerajaan
Sunda: 61), Ratu Jayadewata menjadi penguasa Sunda-Galuh setelah perselisihan
antara Susuktunggal dengan Dewa Niskala didamaikan dengan cara kedua raja
mengundurkan diri dari takhta kerajaan.
Kemudian diberitakan bahwa Ratu Jayadewata pertama-tama menerima takhta
Kerajaan Galuh dari ayahnya sebagai penguasa Galuh, Jayadewata bergelar Prabu
Guru Dewataprana. Setelah itu Jayadewata menerima takhta dari Kerajaan Sunda
dari mertuanya. Dengan peristiwa itu menjadilah Jayadewata penguasa
Sunda-Galuh dan dinobatkan dengan gelar Sri Baduga Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri
Sang Ratu Dewata.
II.1.1 Pencapaian Pemerintahan Prabu Siliwangi
Tindakan pertama yang diambil oleh Sri Baduga setelah resmi dinobatkan jadi
raja adalah menunaikan amanat dari kakeknya (Wastu Kancana) yang
disampaikan melalui ayahnya (Ningrat Kancana) ketika ia masih menjadi
mangkubumi di Kawali. Isi pesan ini bisa ditemukan pada salah satu prasasti
peninggalan Sri Baduga di Kebantenan. Isinya sebagai berikut:
Ong awignamastu. Nihan sakakala Rahyang Niskala Wastu Kanycana pun. Turun
ka Rahyang Ningrat Kanycana, maka nguni ka susuhunan ayeuna di Pakuan
Pajajaran. Mulah mo mihape dayeuhan di Jayagiri deung dayeuhan di Sunda
Sembawa. Aya ma nu ngabyuan inya. Ulah dek ngaheuryanan inya ku na dasa,
mulah dek mentaan inya beya pun. Kena inya nu purah buhaya, mibuhaya keunna
ka caritaan pun. Nu pageuh ngawakanna dewasasanna pun.
(Semoga selamat. Ini tanda peringatan bagi Rahyang Niskala Wastu Kancana.
Turun kepada Rahyang Ningrat Kancana, maka selanjutnya kepada Susuhunan
sekarang di Pakuan Pajajaran. Harus menitipkan ibukota di Jayagiri dan ibukota di
Sunda Sembawa. Semoga ada yang mengurusnya. Jangan memberatkannya
dengan "dasa", "calagra", "kapas timbang", dan "pare dongdang". Maka
diperintahkan kepada para petugas muara agar jangan memungut bea. Karena
merekalah yang selalu berbakti dan membaktikan diri kepada ajaran-ajaran.
Merekalah yang teguh mengamalkan peraturan dewa). (Danasasmita, 2014: 67)
II.1.2 Karya Pemerintahan Prabu Siliwangi
Pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja berhasil membawa Kerajaan
Pajajaran mencapai puncak kejayaannya karena memiliki banyak hasil karya.
Hasil karya Sri Baduga Maharaja menurut Amir Sutaarga antara lain adalah:
1. Mendirikan Pakuan Pajajaran sebagai ibukota Baru.
2. Membuat Keraton Sri Bima Untarayana Madura Suradipati.
3. Membangun jalan ke pegunungan.
4. Membangun telaga Sang Hiyang Talaga Rena Mahawijaya.
5. Menetapkan lokasi daerah keramat atau daerah keagamaan (kabuyutan,
mandala) beserta aturan-aturan untuk melindunginya.
6. Membuat parit Pertahanan sepanjang 3 km di tebing Cisadane, bekas tanah
galian dibentuk benteng memanjang dibagian dalam.
7. Memperkeras jalan dengan batu-batuan tertentu. dari gerbang pakuan sampai
keraton.
II.2 Pakuan Pajajaran
Pakuan Pajajaran atau Pakuan (Pakwan) atau Pajajaran adalah ibu kota Kerajaan
Sunda Galuh yang pernah berdiri pada tahun 1030-1579 M di wilayah barat pulau
Jawa. Lokasinya berada di wilayah Bogor, Jawa Barat sekarang. Pada masa lalu,
kotanya sehingga Kerajaan Sunda Galuh sering disebut sebagai Kerajaan
Pajajaraan. (Saleh Danasasmita, 2014). Lokasi Pajajaran pada abad ke-15 dan
abad ke-16 dapat dilihat pada peta Portugis yang menunjukkan lokasinya di
wilayah Bogor, Jawa Barat.
Tidak seperti ibukota kerajaan lain, lokasi bekas keraton tempat raja-raja Sunda
bertakhta tidak mudah dilacak bekas-bekasnya. Satu-satunya yang tersisa dan
menjadi bukti keberadaan Kerajaan Pajajaran hanyalah prasasti Batutulis yang
letaknya tidak jauh dari Istana Batutulis. Batu prasasti itu merupakan
persembahan pada upacara srada oleh Prabu Surawisesa (1521-1535), setelah 12
tahun ayahnya, Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi), wafat. Selebihnya, situs
Kota Pakuan hanya bisa direka-reka.
Secara fisik, Kota Pakuan sudah lama hilang. Bahkan ketika orang-orang VOC
(Vereenigde Oost-Indische Compagnie) melakukan ekspedisi pada akhir abad
ke-17 sampai awal abad ke-18, mereka gagal menemukan Pakuan. Ekspedisi VOC
berlangsung beberapa kali, dilakukan oleh Scipio (1687), Adolf Winkler (1690),
Ram dan Coups (1701), serta Abraham van Riebeeck yang tiga kali melakukan
ekspedisi pada tahun 1703, 1704 dan 1709.
Namun pada tahun 1512 dan 1522 dilaporkan bahwa orang-orang Portugis sempat
berkunjung ke Pakuan Pajajaran, sehingga mereka diduga merupakan orang asing
pertama yang menjadi saksi. Disana mereka masih sempat menyaksikan
kebesaran dan keindahan Keraton Pakuan Pajajaran yang dijuluki Sri Bima Punta
Narayana Madura Suradipati. Dalam laporannya disebutkan, ibukota Pajajaran
bisa dicapai setelah dua hari perjalanan menyususri sungai. Bangunan keratonnya
berjajar dan menjulang tinggi, terbuat dari kayu yang ditopang dengan tiang-tiang
sebesar drum, tampak indah berhiaskan relief-relief. (Danasasmita, 2014)
Kerajaan Pajajaran merupakan kerajaan pertama di Nusantara yang menjalin
kerjasama dengan bangsa lain. Utusannya dua kali berturut-turut mengunjungi
1522, kedua pihak mengikat perjanjian di bidang pertahanan dan ekonomi meski
hal itu tidak terwujud dengan baik. Bandar Kelapa yang menjadi pelabuhan
utamanya berhasil direbut pasukan Cirebon dan Demak pada tahun 1527. Pasukan
Portugis yang datang terlambat berhasil dihancurkan.
II.2.1 Asal dan Arti Nama Pakuan Pajajaran
Asal-usul dan arti Pakuan terdapat dalam berbagai sumber. Di bawah ini adalah
hasil penulusuran dari sumber-sumber tersebut berdasarkan urutan waktu:
Carita (Cerita): Waruga Guru (1750-an). Dalam naskah berhasa Sunda kuno ini diterangkan bahwa nama Pakuan Pajajaran didasarkan bahwa di lokasi
tersebut banyak terdapat pohon Pakujajar.
K.F. Holle (1869) Dalam tulisan berjudul "De Batoe Toelis te Buitenzorg"
(Batutulis di Bogor), Holle menyebutkan bahwa di dekat Kota Bogor terdapat
kampung bernama Cipaku (beserta sungai yang memeiliki nama yang sama).
Di sana banyak ditemukan pohon Paku. Jadi menurut Holle, nama Pakuan ada
kaitannya dengan kehadiran Cipaku dan Pohon Paku. Pakuan Pajajaran berarti
pohon paku yang berjajar.
G.P. Rouffaer (1919) dalam Encyclopedie van Niederlandsch Indie edisi Stibbe tahun 1919. Pakuan mengandung pengertian "Paku", akan tetapi harus
diartikan "paku jagat" yang melambangkan pribadi raja seperti pada gelar
Paku Buwono dan Paku Alam. "Pakuan" menurut Fouffaer setara dengan
"Maharaja". Kata "Pajajaran" diartikan sebagai "berdiri sejajar" atau
"imbangan". Yang dimaksudkan Rouffaer adalah berdiri sejajar atau seimbang
dengan Majapahit. Sekalipun Rouffaer tidak merangkumkan arti Pakuan
Pajajaran, namun dari uraiannya dapat disimpulkan bahwa Pakuan Pajajaran
menurut pendapatnya berarti "Maharaja yang berdiri sejajar atau seimbang
dengan (Maharaja) Majapahit". Ia sependapat dengan Hoesein Djajaningrat
(1913) bahwa Pakuan Pajajaran didirikan tahun 1433.
R. Ng. Poerbatjaraka (1921). Dalam tulisan "De Batoe-Toelis bij Buitenzorg"
(Batutulis dekat Bogor) ia menjelaskan bahwa kata "Pakuan" mestinya berasal
dari bahasa Jawa kuno "pakwwan" yang kemudian dieja "pakwan" (satu "w",
diucapkan "pakuan". Kata "pakwan" berarti kemah atau istana. Jadi, Pakuan
Pajajaran, menurut Poerbatjaraka, berarti istana yang berjajar.
H. ten Dam (1957). Sebagai Insinyur Pertanian, Ten Dam meneliti kehidupan
sosial-ekonomi petani Jawa Barat dengan pendekatan awal segi perkembangan
sejarah. Dalam tulisan Verkenningen Rondom Padjadjaran (Pengenalan
sekitar Pajajaran), pengertian "Pakuan" ada hubungannya dengan "lingga"
(tonggak) batu yang terpancang di sebelah prasasti Batutulis sebagai tanda
kekuasaan. H. ten Dam mengingatkan bahwa dalam Carita Parahyangan
disebut-sebut tokoh Sang Haluwesi dan Sang Susuktunggal yang dianggapnya
masih mempunyai pengertian "paku”. Ia berpendapat bahwa "pakuan"
bukanlah nama, melainkan kata benda umum yang berarti ibukota ("hoffstad")
yang harus dibedakan dari keraton. Kata “pajajaran" ditinjaunya berdasarkan
keadaan topografi. Ia merujuk laporan Kapten Winkler (1690) yang
memberitakan bahwa ia melintasi istana Pakuan di Pajajaran yang terletak
antara Sungai Besar dengan Sungai Tanggerang (disebut juga Ciliwung dan
Cisadane). Ten Dam menarik kesimpulan bahwa nama Pajajaran muncul
karena untuk beberapa kilometer Ciliwung dan Cisadane mengalir sejajar.
Jadi, Pakuan Pajajaran dalam pengertian Ten Dam adalah Pakuan di Pajajaran
atau Dayeuh Pajajaran.
Demikianlah tafsiran nama Pakuan Pajajaran menurut lima sumber. Nama resmi
yang pernah digunakan dalam sumber sejarah ada tiga, yaitu:
Pakuan Pajajaran (lengkap)
Pakuan (tanpa Pajajaran)
Pajajaran (tanpa Pakuan)
Ketiga sebutan itu dapat ditemukan dalam Prasasti Batutulis (nomor 1 dan 2),
sedangkan nomor 3 bisa dijumpai pada Prasasti Kabantenan di Bekasi.
Dalam naskah Carita Parahiyangan ada kalimat berbunyi "Sang Susuktunggal,
inyana nu nyieunna palangka Sriman Sriwacana Sri Baduga Maharajadiraja
Ratu Haji di Pakwan Pajajaran nu mikadatwan Sri Bima Punta Narayana
Susuktunggal, dialah yang membuat tahta Sriman Sriwacana (untuk) Sri Baduga
Maharaja Ratu Penguasa di Pakuan Pajajaran yang bersemayam di keraton Sri
Bima Punta Narayana Madura Suradipati, yaitu pakuan Sanghiyang Sri Ratu
Dewata).
Sanghiyang Sri Ratu Dewata adalah gelar lain untuk Sri Baduga. Jadi yang
disebut pakuan itu adalah kadaton yang bernama Sri Bima Punta Narayana
Madura Suradipati. Pakuan adalah tempat tinggal untuk raja, biasa disebut
keraton, kedaton atau istana. Jadi tafsiran Poerbatjaraka lah yang sejalan dengan
arti yang dimaksud dalam Carita Parahiyangan, yaitu istana yang berjajar.
Tafsiran tersebut lebih mendekati lagi bila dilihat nama istana yang cukup panjang
tetapi terdiri atas nama-nama yang berdiri sendiri. Diperkirakan ada 5 bangunan
keraton yang masing-masing bernama: Bima, Punta, Narayana, Madura dan
Suradipati. Inilah mungkin yang biasa disebut dalam peristilahan klasik "panca
persada" (lima keraton). Suradipati adalah nama keraton induk. Hal ini dapat
dibandingkan dengan nama-nama keraton lain, yaitu Surawisesa di Kawali,
Surasowan di Banten dan Surakarta di Jayakarta pada masa lalu. (Danasasmita,
2014)
Karena nama yang panjang itulah mungkin orang lebih senang meringkasnya,
Pakuan Pajajaran atau Pakuan atau Pajajaran. Nama keraton dapat meluas menjadi
nama ibukota dan akhirnya menjadi nama negara. Nama keraton Surakarta
Hadiningrat dan Ngayogyakarta Hadiningrat, contohnya meluas menjadi nama
ibukota dan nama daerah. Ngayogyakarta Hadiningrat dalam bahasa sehari-hari
cukup disebut Yogya.
Dalam laporan Tome Pires (1513) disebutkan bahwa bahwa ibukota kerajaan
Sunda itu bernama "Dayo" (dayeuh) dan terletak di daerah pegunungan, dua hari
perjalanan dari pelabuhan Kalapa di muara Ciliwung. Nama "Dayo" didengarnya
dari penduduk atau pembesar Pelabuhan Kalapa. Jadi, orang Pelabuhan Kalapa
menggunakan kata "dayeuh" (bukan "pakuan") bila bermaksud menyebut ibukota.
kesusastraan digunakan "pakuan" untuk menyebut ibukota kerajaan. (Kantor
Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Bogor)
II.2.2 Penelitian Lokasi Bekas Pakuan Pajajaran
Gambar II.1 Salinan gambar Lokasi dan Tempat Ibu Kota Pakuan Pajajaran sumber: Mencari Gerbang Pakuan, 2014:49
Kota Pakuan Pajajaran dijadikan pusat Kerajaan Sunda oleh Maharaja Tarusbawa
(669-723). Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa Sri Baduga
Maharaja (Prabu Siliwangi) berkuasa (1482-1521). Di bawah ini adalah hasil
penulusuran dari beberapa sumber-sumber mengenai lokasi Pakuan Pajajaran:
II.2.2.1 Naskah kuno
Dalam kropak (tulisan pada lontar atau daun nipah) yang diberi nomor 406 di
Museum Pusat terdapat petunjuk yang mengarah kepada lokasi Pakuan. Kropak
406 sebagian telah diterbitkan khusus dengan nama Carita Parahiyangan. Dalam
bagian yang belum diterbitkan (biasa disebut fragmen K 406) terdapat keterangan
mengenai kisah pendirian keraton Sri Bima, Punta, Narayana Madura Suradipati:
Tarusbawa deung Bujangga Sedamanah. Disiar ka hulu Ci Pakancilan. Katimu
Bagawat Sunda Mayajati. Ku Bujangga Sedamanah dibaan ka hareupeun Maharaja Tarusbawa.”
Artinya: Di sanalah bekas keraton yang oleh Bujangga Sedamanah diberi nama
Sri Kadatuan Bima Punta Narayana Madura Suradipati. Setelah selesai dibangun
lalu diberkati oleh Maharaja Tarusbawa dan Bujangga Sedamanah. Dicari ke hulu
Cipakancilan. Ditemukanlah Bagawat Sunda Majayati. Oleh Bujangga
Sedamanah dibawa ke hadapan Maharaja Tarusbawa.
Dari sumber kuno itu dapat diketahui bahwa letak keraton tidak akan terlalu jauh
dari hulu Cipakancilan. Hulu sungai ini terletak di dekat lokasi kampung
Lawanggintung yang sekarang, sebab ke bagian hulu sungai ini disebut Ciawi.
Dari naskah itu pula kita mengetahui bahwa sejak zaman Pajajaran sungai itu
sudah bernama Cipakancilan. Hanyalah juru pantun kemudian menerjemahkannya
menjadi Cipeucang. Dalam bahasa Sunda Kuna dan Jawa Kuna kata “kancil”
memang berarti "peucang".
II.2.2.2 Berita-berita VOC
Laporan tertulis pertama mengenai lokasi Pakuan diperoleh dari catatan perjalan
ekspedisi pasukan VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie/Perserikatan
Kumpeni Hindia Timur). Setelah mencapai persetujuan dengan Cirebon (1681),
VOC menandatangani persetujuan dengan Banten (1684). Dalam persetujuan itu
ditetapkan Cisadane menjadi batas kedua belah pihak.
II.2.2.2.1 Laporan Scipio (1687)
Dua catatan penting dari ekspedisi Scipio adalah:
Catatan perjalanan antara Parung Angsana (Tanah Baru) menuju Cipaku dengan melalui Tajur, kira-kira lokasi Pabrik "Unitex" sekarang. Berikut
adalah salah satu bagian catatannya: "Jalan dan lahan antara Parung Angsana
dengan Cipaku adalah lahan yang bersih dan di sana banyak sekali pohon
Lukisan jalan setelah Scipio melintasi Ciliwung. Ia mencatat "Melewati dua
buah jalan dengan pohon buah-buahan yang berderet lurus dan tiga buah
runtuhan parit". Dari anggota pasukannya, Scipio memperoleh penerangan
bahwa semua itu peninggalan dari Raja Pajajaran.
Dari perjalanannya disimpulkan bahwa jejak Pajajaran yang masih bisa
memberikan kesan wajah kerajaan hanyalah Situs Batutulis. Penemuan Scipio
segera dilaporkan oleh Gubernur Jenderal Joanes Camphuijs kepada atasannya di
Belanda. Dalam laporan yang ditulis tanggal 23 Desember 1687, Scipio
memberitakan bahwa menurut kepercayaan penduduk istana tersebut terutama
sekali tempat duduk yang ditinggikan untuk raja Pajajaran sekarang masih
berkabut dan dijaga serta dirawat oleh sejumlah besar harimau. Laporan penduduk
Parung Angsana ada hubungannya dengan seorang anggota ekspedisi yang
diterkam harimau di dekat aliran Cisadane pada malam tanggal 28 Agustus 1687.
Diperkirakan Situs Batutulis pernah menjadi sarang harimau dan ini telah
menumbuhkan mitos adanya hubungan antara Pajajaran yang sirna dengan
keberadaan harimau.
II.2.2.2.2 Laporan Adolf Winkler (1690)
Laporan Scipio menggugah para pimpinan Kompeni Belanda. Tiga tahun
kemudian dibentuk kembali team ekspedisi dipimpin oleh Kapten Adolf Winkler.
Pasukan Winkler terdiri dari 16 orang kulit putih dan 26 orang Makasar serta
seorang ahli ukur. Perjalanan ringkas ekspedisi Winkler adalah sebagai berikut:
Dari Tajuragung Winkler menuju ke daerah Batutulis menempuh jalan menuju ke gerbang kota (lokasi dekat pabrik paku Tulus Rejo sekarang). Di situlah
letak Kampung Lawanggintung pertama sebelum pindah ke Sekip dan
kemudian lokasi sekarang (bernama tetap Lawanggintung). Jadi gerbang
Pakuan pada sisi ini ada pada penggal jalan di Bantarpeuteuy (depan kompleks
perumahan LIPI). Dulu di sana ada pohon gintung.
Di Batutulis Winkler menemukan lantai atau jalan berbatu yang sangat rapi.
diukur, lantai itu membentang ke arah paseban tua. Di sana ditemukan tujuh
pohon beringin.
Di dekat jalan tersebut Winkler menemukan sebuah batu besar yang dibentuk
secara indah. Jalan berbatu itu terletak sebelum Winkler tiba di situs Bautulis,
dan karena dari batu bertulis perjalanan dilanjutkan ke tempat arca
Purwagalih, maka lokasi jalan itu harus terletak di bagian utara tempat batu
bertulis (prasasti). Antara jalan berbatu dengan batu besar yang indah
dihubungkan oleh Gang Amil. Lahan di bagian utara Gang Amil ini
bersambung dengan Balekambang (rumah terapung). Balekambang ini adalah
untuk bercengkrama raja.
Dengan indikasi tersebut, lokasi keraton Pajajaran mesti terletak pada lahan yang
dibatasi Jalan Batutulis (sisi barat), Gang Amil (sisi selatan), bekas parit yang
sekarang dijadikan perumahan (sisi timur) dan "benteng batu" yang ditemukan
Scipio sebelum sampai di tempat prasasti (sisi utara). Balekambang terletak di
sebelah utara (luar) benteng itu. Pohon beringinnya mestinya berada dekat
gerbang Pakuan di lokasi jembatan Bondongan sekarang.
Dari Gang Amil, Winkler memasuki tempat batu bertulis. Ia memberitakan
bahwa Istana Pakuan itu dikeliligi oleh dinding dan di dalamnya ada sebuah
batu berisi tulisan sebanyak 8 1/2 baris (Ia menyebut demikian karena baris
ke-9 hanya berisi 6 huruf dan sepasang tanda penutup). Setelah terlantar
selama kira-kira 110 th (sejak Pajajaran hancur oleh pasukan Banten tahun
1579), batu-batu itu masih berdiri, masih tetap pada posisi semula.
Dari tempat prasasti, Winkler menuju ke tempat arca (umum disebut
Purwakalih, 1911 Pleyte masih mencatat nama Purwa Galih). Di sana terdapat
tiga buah patung yang menurut informan Pleyte adalah patung Purwa Galih,
Gelap Nyawang dan Kidang Pananjung. Nama ini terdapat dalam Babad
Pajajaran yang ditulis di Sumedang (1816) pada masa bupati Pangeran Kornel,
kemudian disadur dalam bentuk pupuh 1862. Penyadur naskah babad
mengetahui beberapa ciri bekas pusat kerajaan seperti juga penduduk Parung
Angsana dalam tahun 1687 mengetahui hubungan antara "Kabuyutan"
pohon campaka warna (sekarang tinggal tunggulnya) terletak tidak jauh dari
alun-alun.
II.2.2.2.3 Laporan Abraham van Riebeeck (1703, 1704, 1709)
Abraham adalah putera Jan van Riebeeck pendiri Cape Town di Afrika Selatan.
Penjelajahannya di daerah Bogor dan sekitarnya dilakukan dalam kedudukan
sebagai pegawai tinggi VOC. Dua kali sebagai Inspektur Jenderal dan sekali
sebagai Gubernur Jenderal. Kunjungan ke Pakuan tahun 1703 disertai pula oleh
istrinya yang digotong dengan tandu.
Rute perjalanan tahun 1703: Benteng - Cililitan - Tanjung - Serengseng -
Pondokcina - Depok - Pondokpucung (Citayam) - Bojongmanggis (dekat
Bojonggede) - Kedunghalang - Parungangsana (Tanah Baru). Rute perjalanan
tahun 1704: Benteng - Tanahabang - Karet - Ragunan - Serengseng - Pondokcina
dan seterusnya sama dengan rute 1703.
Rute perjalanan tahun 1709: Benteng - Tanahabang - Karet - Serengseng -
Pondokpucung - Bojongmanggis - Pagerwesi - Kedungbadak - Panaragan.
Berbeda dengan Scipio dan Winkler, van Riebeeck selalu datang dari arah
Empang. Karena itu van Riebeeck dapat mengetahui bahwa Pakuan terletak pada
sebuah dataran tinggi. Hal ini tidak akan tampak oleh mereka yang memasuki
Batutulis dari arah Tajur.
Yang khusus dari laporan Van Riebeeck adalah van Riebeeck selalu menulis
tentang de toegang (jalan masuk) atau de opgang (jalan naik) ke Pakuan. Beberapa
hal yang dapat diungkapkan dari ketiga perjalanan Van Riebeeck adalah:
Alun-alun Empang ternyata bekas alun-alun luar pada zaman Pakuan yang
dipisahkan dari benteng Pakuan dengan sebuah parit yang dalam (sekarang
parit ini membentang dari Kampung Lolongok sampai Cipakancilan).
Tanjakan Bondongan yang sekarang, pada zaman Pakuan merupakan jalan
masuk yang sempit dan mendaki sehingga hanya dapat dilalui seorang
Tanah rendah di kedua tepi tanjakan Bondongan dahulu adalah parit-bawah
yang terjal dan dasarnya bersambung kepada kaki benteng Pakuan. Jembatan
Bondongan yang sekarang dahulunya merupakan pintu gerbang kota.
Di belakang benteng Pakuan pada bagian ini terdapat parit atas yang melingkari pinggir kota Pakuan pada sisi Cisadane.
Pada kunjungan tahun 1704, di seberang jalan sebelah barat tempat patung Purwa
Galih van Riebeeck telah mendirikan pondok peristirahatan bernama Batutulis.
Nama ini kemudian melekat menjadi nama tempat di daerah sekitar prasasti
tersebut.
II.2.3 Hasil Penelitian
Prasasti Batutulis sudah mulai diteliti sejak tahun 1806 dengan pembuatan cetakan
tangan untuk Universitas Leiden, Belanda. Upaya pembacaan pertama dilakukan
oleh Friederich tahun 1853. Sampai tahun 1921 telah ada empat orang ahli yang
meneliti isinya. Akan tetapi, hanya Cornelis Marinus Pleyte yang mencurahkan
pada lokasi Pakuan, yang lain hanya mendalami isi prasasti itu. Hasil penelitian
Pleyte dipublikasikan tahun 1911 (penelitiannya sendiri berlangsung tahun 1903).
Dalam tulisannya, Het Jaartal op en Batoe-Toelis nabij Buitenzorg atau "Angka
tahun pada Batutulis di dekat Bogor", Pleyte menjelaskan:
“Dalam hal legenda-legenda dan berita-berita sejarah yang lebih tepercaya, kampung Batutulis yang sekarang terarah sebagai tempat puri kerajaan Pajajaran;
masalah yang timbul tinggalah menelusuri letaknya yang tepat.”
Sedikit kotradiksi dari Pleyte: meski di awalnya ia menunjuk kampung Batutulis
sebagai lokasi keraton, tetapi kemudian ia meluaskan lingkaran lokasinya meliputi
seluruh wilayah Kelurahan Batutulis yang sekarang. Pleyte mengidentikkan puri
dengan kota kerajaan dan kadatuan Sri Bima Narayana Madura Suradipati dengan
Babad Pajajaran melukiskan bahwa Pakuan terbagi atas "Dalem Kitha" (Jero kuta)
dan "Jawi Kitha" (Luar kuta). Pengertian yang tepat adalah "kota dalam" dan
"kota luar". Pleyte masih menemukan benteng tanah di daerah Jero Kuta yang
membentang ke arah Sukasari pada pertemuan Jalan Siliwangi dengan Jalan
Batutulis. Peneliti lain seperti Ten Dam menduga letak keraton di dekat kampung
Lawang Gintung (bekas) Asrama Zeni Angkatan Darat.
Suhamir dan Salmun bahkan menunjuk pada lokasi Istana Bogor yang sekarang.
Namun pendapat Suhamir dan Salmun kurang ditunjang data kepurbakalaan dan
sumber sejarah. Dugaannya hanya didasarkan pada anggapan bahwa Leuwi
Sipatahunan yang termashur dalam lakon-lakon lama itu terletak pada alur
Ciliwung di dalam Kebun Raya Bogor.
Menurut kisah klasik, leuwi (lubuk) itu biasa dipakai bermandi-mandi para puteri
penghuni istana. Lalu ditarik logika bahwa letak istana tentu tak jauh dari Leuwi
Sipatahunan itu. Pantun Bogor mengarah pada lokasi bekas Asrama Resimen
Cakrabirawa (Kesatrian) dekat perbatasan kota. Daerah itu dikatakan bekas
Tamansari kerajaan bernama Mila Kencana.
Namun hal ini juga kurang ditunjang sumber sejarah yang lebih tua. Selain itu,
lokasinya terlalu berdekatan dengan kota yang kondisi topografinya merupakan
titik paling lemah untuk pertahanan Kota Pakuan. Kota Pakuan dikelilingi oleh
benteng alam berupa tebing-tebing sungai yang terjal di ketiga sisinya. Hanya
bagian tenggara batas kota tersebut berlahan datar. Pada bagian ini pula
ditemukan sisa benteng kota yang paling besar.
Penduduk Lawanggintung yang diwawancara Pleyte menyebut sisa benteng ini
Kuta Maneuh. Sebenarnya hampir semua peneliti berpedoman pada laporan
Kapten Winkler (kunjungan ke Batutulis 14 Juni 1690). Kunci laporan Winkler
tidak pada sebuah hoff (istana) yang digunakan untuk situs prasasti, melainkan
pada kata paseban dengan tujuh batang beringin pada lokasi Gang Amil. Sebelum
banyak ditemukan batu-batu bekas "balay" yang lama. Panelitian lanjutan
membuktian bahwa benteng Kota Pakuan meliputi daerah Lawangsaketeng yang
pernah dipertanyakan Pleyte.
Menurut Coolsma, Lawang Saketeng berarti pintu gerbang lipat yang dijaga
dalam dan luarnya. Kampung Lawangsaketeng tidak terletak tepat pada bekas
lokasi gerbang. Benteng pada tempat ini terletak pada tepi Kampung Cincaw yang
menurun terjal ke ujung lembah Cipakancilan, kemudian bersambung dengan
tebing Gang Beton di sebelah Bioskop Rangga Gading saat ini. Setelah menyilang
Jalan Suryakencana, membelok ke tenggara sejajar dengan jalan tersebut.
Deretan pertokoan antara Jalan Suryakencana dengan Jalan Roda di bagian ini
sampai ke Gardu Tinggi sebenarnya didirikan pada bekas fondasi benteng.
Selanjutnya benteng tersebut mengikuti puncak lembah Ciliwung. Deretan kios
dekat simpangan Jalan Siliwangi - Jalan Batutulis juga didirikan pada bekas
fondasi benteng. Di bagian ini benteng tersebut bertemu dengan benteng Kota
Dalam yang membentang sampai ke Jero Kuta Wetan dan Dereded. Benteng luar
berlanjut sepanjang puncak lereng Ciliwung melewati kompleks perkantoran, lalu
menyilang Jalan Raya Pajajaran, pada perbatasan kota, membelok lurus ke barat
daya menembus Jalan Siliwangi (di sini dahulu terdapat gerbang), terus
memanjang sampai Kampung Lawang Gintung.
Di Kampung Lawanggintung benteng ini bersambung dengan benteng alam yaitu
puncak tebing Cipaku yang curam sampai di lokasi Stasiun Kereta Api Batutulis.
Dari sini, batas Kota Pakuan membentang sepanjang jalur rel kereta api sampai di
tebing Cipakancilan setelah melewati lokasi Jembatan Bondongan. Tebing
Cipakancilan memisahkan ujung benteng dengan benteng pada tebing Kampung
II.2.4 Kelengkapan Kota Pakuan Pajajaran
Sebagaimana mertuanya, Prabu Siliwangi memilih Pakuan sebagai pusat
pemerintahannya. Secara keseluruhan, lokasi keratonnya tidak dilindungi oleh
tembok benteng buatan sebagaimana keraton lain pada umumnya. Meski
demikian, benteng Pakuan tidak kalah tangguh. Kota ini diapit oleh dua sungai
besar, Ciliwung dan Cisadane, yang dibagian tengahnya mengalir sungai
Cipakancilan.
Masayarakat dengan latar belakang kebudayaan sawah menganggap bahwa lahan
yang ideal untuk pusat pemerintahan adalah lahan yang datar, luas, dialiri sungai
dan terlindung pegunungan. Lahan seperti itu diberi istilah topografik. Demikian
misalnya kota Garut,Bandung dan Tasikmalaya dibangun pada lokasi yang
memenuhi syarat tersebut. Sedangkan kota-kota seperti Bogor, Sukabumi dan
Cianjur dibangun berdasarkan konseppengembangan perkebunan.
Pakuan merupakan lokasi dataran tinggi yang satu sisinya terbuka menghadap ke
arah Gunung Pangrango. Tebing Ciliwung, Cisadane dan Cipaku merupakan
pelindung alami.
II.2.4.1 Keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati
Didalam naskah Sunda kuno, seperti Carita Parahyangan disebutkan adanya
bangunan keraton kerajaan Sunda yang disebut Sri Bima Punta Narayana Madura
Suradipati. Menururt tafsiran Poerbatjaraka (seperti dikutip Danasasmita, 2014),
Pakuan Pajajaran adalah bangunan istana yang berjajar. Menurutnya kata Pakuan
sangat mungkin pakuwan atau pakuwon, kata ini masih berasal dari kata pa +
kuwu + an dalam bahasa Jawa sekarang, asal kata dari akuwu atau kuwu yang
berarti pemimpin daerah tertentu (Poerbatjaraka, 1921). Dengan demikian nama
keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati seharusnya berwujud 5
Gambar II.2 Ilustrasi Keraton Sunda
sumber: http://img08.deviantart.net/9339/i/2012/041/2/3/pajajaran_by_dezygn-d4p97uy.jpg [4 Juni 2015]
II.2.4.2 Telaga Sang Hiyang Rena Mahawijaya
Menurut Pantun Bogor, asalnya bernama Rena Wijaya dan kemudian berubah
menjadi Rancamaya. Akan tetapi, menurut naskah kuno, penamaannya malah
dibalik, setelah menjadi telaga kemudian dinamai Rena Maha Wijaya (terungkap
pada prasasti). "Talaga" mengandung arti kolam. Orang Sunda biasanya menyebut
telaga untuk kolam bening di pegunungan atau tempat yang sunyi. Rancamaya
terletak kira-kira 7 km di sebelah tenggara Kota Bogor, telaga ini memiliki mata
air yang jernih.
II.2.4.3 Bukit Bagidul
Bukit Bagidul merupakan tanda peringatan berupa gunung-gunungan di daerah
Rancamaya, tempat upacara dan menyemayamkan abu jenazah raja-raja tertentu.
Bukit Bagidul kemungkinan waktu itu dijadikan bukit punden (bukit pemujaan).
Bukit Bagidul memperoleh namanya dari penduduk karena bukit itu tampak
gersang dengan bentuk seperti wajan terbalik. Bukit-bukit disekitarnya tampak
subur. Bagidul hanya ditumbuhi jenis rumput tertentu yang pendek dan lahan
kering.
Kedekatan talaga dengan bukit punden bukanlah tradisi baru. Menurut Pustaka
Pararatwan I Bhumi Jawadwipa parwa 1 sarga 1, pada masa Purnawarman, raja
beserta para pembesar Tarumanegara selalu melakukan mandi suci di Gangganadi
yang terletak dalam Kerajaan Indrapharasta (Cirebon). Setelah bermandi-suci raja
melakukan ziarah ke punden-punden yang terletak dekat sungai tersebut. Mungkin
di Pajajaran pun demikian. Raja bermandi-suci di telaga Rancamaya kemudian
melakukan ziarah dan ngembang di Bukit Bagadul.
Gambar II.4 Peralihan fungsi situs Bukit Badigul menjadi lapangan golf sumber: www.rancamaya.com [25 Juni 2015]
II.2.4.4 Lubuk Sipatahunan
Kisah-kisah klasik sering menyebut adanya sebuah lubuk yang bernama
Sipatahunan. Menurut pantun Bogor, lubuk tersebut terletak pada aliran Ciliwung.
terdapat tanda-tanda undakan batu yang mungkin merupakan peninggalan masa
Pajajaran. Bagian itulah yang disebut dengan Leuwi Sipatuhanan.
Dalam kaitan ini berita dari pantun Bogor mengisahkan bahwa waktu pasukan
Banten datang menyerbu, tanggul Leuwi Sipatuhaan di Lebak Pilar dibobolkan
sehingga banyak prajurit Banten yang hanyut dan banyak potongan kayu jati
bekas tanggul terdampar di tempat yang kemudian disebut Bantar Jati. Hal ini
mengindikasikan bahwa adanya pandangan juru pantun terhadap kegunaan Leuwi
Sipatuhaan sebagai sarana pertahanan.
Disamping itu, Sipatahunan berfungsi pula untuk keperluan kerajaan atau
penduduk yang lain, diantaranya untuk munday (menangkap ikan). Kegiatan
munday biasa dilakukan oleh anggota kerajaan sembari bercengkrama di Parakan
Baranang Siang. Menurut tradisi, upacara penutupan tahun didahului oleh
kegiatan berburu dan menangkap ikan yang hasilnya dijadikan bahan hidangan
waktu upacara dilaksanakan.
Gambar II.5 Hilir Sipatahunan
sumber: http://patalagan.blogspot.com/2014/09/tapak-tapak-pajajaran.html [30 Juni 2015]
II.2.4.5 Prasasti Batutulis
Karya besar Sri Baduga Maharaja diabadikan dalam prasasti, baik yang dibuat
atas perintahnya langsung, atau dibuat kemudian setelah ia meninggal dunia.
Prasasti yang dibuat atas perintahnya adalah prasasti tembaga yang ditemukan di
Kebantenan, Bekasi, sebanyak 5 lembar. Dari prasasti tersebut dapat diketahui,
kawikuan di Sunda Sembawa, Gunung Samaya, dan Jayagiri. Pengukuhan
batas-batas tanah tersebut, merupakan perlindungan terhadap tempat-tempat suci
keagamaan. Selain itu, daerah-daerah tersebut dibebaskan dari 4 macam pajak:
1. Dasa, adalah pajak tenaga perorangan, yaitu kewajiban bekerja beberapa hari
dalam setahun untuk kerajaan.
2. Calagara, adalah pajak tenaga kolektif yang diambil dari suatu daerah, untuk
kepentingan raja dan negara.
3. Kapas-timbang, upeti kapas sebanyak 10 pikul pertahun
4. Pare-dongdang, menyerahkan padi turiang, yaitu padi yang tumbuh di huma
setelah dipanen dan ditinggalkan penggarapnya (peladang adalah petani yang
berpindah-pindah tempat garapannya).
Karya Sri Baduga Maharaja, tercatat dalam prasasti Batutulis Bogor yang
berangka tahun 1455 Saka. Angka tersebut menunjukan tahun 1533 Masehi. Sri
Baduga Maharaja memerintah selama 39 tahun, dari tahun 1482 sampai 1521.
Berarti prasasti tersebut dibuat setelah 12 tahun Sri Baduga Maharaja wafat, untuk
kepentingan ngahiyangkeun atau ngiyangkeun (upacara penyempurnaan sukma
yang diadakan 12 tahun setelah seorang raja wafat).
Terletak di Kelurahan Batutulis, Kecamatan Bogor Selatan, Kotamadya Bogor.
Prasasti ini dibuat tahun 1533 oleh penerus Kerajaan Pajajaran, Prabu Surawisesa,
sebagai penghormatan pada ayahnya, Sri Baduga Maharaja atau yang dikenal
dengan nama Prabu Siliwangi.
Prasasti ini dibuat oleh Prabu Surawisesa juga sebagai bentuk penyesalannya
karena tidak mampu mempertahankan keutuhan wilayah Pakuan Pajajaran akibat
kalah perang dengan Kerajaan Cirebon.
Prasasti yang terpahat di batu tersebut tersusun dalam 9 baris kalimat dengan
huruf Sunda Kawi. Kalimat-kalimat tersebut diartikan:
“Semoga selamat, ini tanda peringatan (untuk) Prabu Ratu almarhum. Dinobatkan
Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Dialah
yang membuat parit (pertahanan) Pakuan.”
“Dia putera Rahiyang Dewa Niskala yang dipusarakan di Gunatiga, cucu
Rahiyang Niskala Wastu Kencana yang dipusarakan ke Nusa Larang. Dialah yang
membuat tanda peringatan berupa gunung-gunungan, membuat undakan untuk
hutan Samida, membuat Sahiyang Telaga Rena Mahawijaya dalam Saka 1455.”
Gambar II.6 Prasasti Batutulis, Bogor, Jawa Barat.
sumber: http://bogorphoto.blogspot.com/2014/02/prasasti-bogor [13 April 2015]
Di sebelah prasasti itu terdapat sebuah batu panjang yang sama tingginya dengan
batu prasasti. Batu panjang tersebut mewakili sosok Surawisesa. Di depan batu
prasasti ada dua buah batu. Pada batu bertama terdapat astatala (ukiran jejak
tangan) dan pada batu kedua terdapat padatala (ukiran jejak kaki). Diyakini,
pemasangan batu tulis itu bertepatan dengan upacara “penyempurnaan sukma”
yang dilakukan untuk memperingati 12 tahun wafatnya raja. Posisi batu-batu
tersebut melambangkan rasa hormat Surawisesa terahdap ayahnya.
II.3 Analisa
Pakuan Pajajaran merupakan ibukota dari Kerajaan Sunda, gambar tentang
disebabkan data sejarah dan arkeologinya memang sedikit. Apa yang masih
mungkin untuk dilakukan adalah mencoba untuk merekonstruksinya berdasarkan
data-data yang telah terkumpul oleh beberapa peneliti baik dari dalam maupun
luar negeri yang menyelidiki tentang keberadaan Pakuan Pajajaran.
Memang ada kemungkinan bahwa dalam hal-hal tertentu mungkin terjadi
perubahan, tetapi sejauh dapat dipercaya bahwa struktur kota-kota tradisional
tidak mengalami perubahan yang berarti sampai kedatangan bangsa Barat
sehingga masih dapat diharapkan bahwa struktur intinya masih dapat dikenali.
Menurut laporan Tome Pires (1513) ibukota Pakuan bisa ditempuh setelah dua
hari perjalanan menyusuri sungai. Bangunan keratonnya berjejer dan menjulang
tinggi, terbuat dari kayu yang ditopang dengan tiang-tiang sebesar drum, tampak
indah berhiaskan relief-relief.
Tome Pires mengatakan (seperti dikutip Danasasmita, 2014): “The City where the
king is most of the year is the great city of Dayo. The city has well-built houses of
palm leaf and wood. They say that the king’s house has three hundred and thirty wooden pillars as thick as wine cask, and five fathoms high, and beautiful
timberwork on the top of the pillars, and very well-built house.”
(Kota tempat raja berada hampir sepanjang tahun adalah kota besar yang disebut
Dayeuh. Kota itu mempunyai rumah-rumah yang indah dari daun palem dan kayu.
Mereka mengatakan bahwa rumah raja mempunyai 330 pilar sebesar tong anggur
dan tingginya 5 fatom (9,14 m; 1 fatom = 6 kaki), dan terdapat ukiran kayu yang
indah pada puncak pilar itu, dan sebuah rumah yang sangat indah).
Dari data-data yang telah disebutkan, dapat diketahui bahwa sejarah mengenai
Prabu Siliwangi tidak hanya mengenai kisah-kisah perang atau perjalanannya
sebagai seorang raja dan ksatria, melainkan juga mahakaryanya yang bisa dibilang
sangat besar bahkan untuk manusia modern saat ini. Dari pencapaian ini
positif yang dapat diambil dan ditiru, salah satunya melalui kebijaksanaannya
dalam memerintah Kerajaan Pajajaran. Memiliki informasi tentang pencapaian
Pakuan Pajajaran ini menjadi sangat penting untuk masyarakat, karena dengan
demikian masyarakat bisa mengambil sebuah pelajaran dari cerita pencapaian
seorang Raja Pajajaran yang terkadang dilupakan karena banyaknya cerita luar
yang dianggap lebih menarik.
II.4 Khalayak Sasaran a) Demografis
Usia: 18-21 tahun
Penelitian ini dikhususkan untuk para remaja masa akhir dalam rentang usia 18-21
tahun (Deswita, 2006). Remaja pada masa ini dipilih karena menurut Santrock
(2003: 26) pada umur tersebut merupakan masa perkembangan transisi antara
masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan psikologis, kognitif, dan
sosial emosional. Sehingga cerita dengan muatan pesan moral terhadap sosial ini
cocok disampaikan kepada remaja.
Jenis kelamin: laki-laki dan perempuan
Penelitian ini ditujukan kepada laki-laki dan perempuan karena kisah ini tidak
memiliki kekhususan secara gender melainkan lebih terfokus untuk menghargai
nilai sejarah yang bisa disampaikan kepada audiens.
Pendidikan: SMA-Perguruan tinggi
Khalayak sasaran dengan pendidikan SMA dan Perguruan tinggi ini dipilih karena
pada pendidikan tingkatan ini pelajarnya cenderung pada usia remaja. Tingkat
wawasasan dan intelektual remaja dengan pendidikan tersebut juga biasanya lebih
luas sehingga bisa nantinya akan lebih mudah memahami pesan yang coba
disampaikan kepada audiens.
b) Geografis
Penilitian ini ditujukan untuk audiens yang berasal dari pulau Jawa, khususnya
karena Prabu Siliwangi merupakan Raja dari Kerajaan Sunda, sehingga penilitian
ini cocok ditujukan kepada masyarakat di wilayah tersebut karena sudah tidak
akan asing lagi dengan cerita Prabu Siliwangi.
c) Psikografis
Secara psikografis penilitian ini ditujukan bagi audiens yang senang berpikir kritis
dalam menanggapi suatu fenomena, juga bagi mereka yang gemar dengan sejarah
khususnya sejarah nusantara.
II.5 Kesimpulan dan Solusi Perancangan
Berdasarkan analisa dari penilitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa
Cerita Prabu Siliwangi mengenai pencapaiannya dalam mendirikan Pakuan
Pajajaran memiliki nilai yang masih jarang diketahui oleh masyarakat luas. Agar
masyarakat mengenal Cerita Prabu Siliwangi mengenai pencapaiannya dalam
mendirikan Pakuan Pajajaran, maka solusi yang tepat adalah membuat
perancangan media informasi untuk masyarakat agar lebih mengenal dan
menghargai pencapaian yang pernah diraih Prabu Siliwangi pada masa
BAB III
STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL
III.1 Strategi Perancangan
Strategi didefinisikan sebagai suatu proses penentuan rencana yang berfokus pada
tujuan jangka panjang, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar
tujuan tersebut dapat dicapai.
Permasalahan yang ditemukan mengenai sejarah Prabu Siliwangi yaitu kurangnya
media informasi yang mudah didapat oleh masyarakat, khususnya masyarakat
Jawa Barat, yang menyebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai
sejarah Prabu Siliwangi yang merupakan sejarah besar bagi masyarakat Jawa
Barat. Sehingga dibutuhkan perancangan media interaktif mengenai sejarah Prabu
Siliwangi sebagai sebuah media informasi yang bersifat murni dengan tujuan
untuk menginformasikan segala hal berkenaan dengan sejarah Prabu Siliwangi
sekaligus menanamkan rasa bangga akan sejarah yang dimiliki oleh masyarakat
Sunda.
III.1.1 Tujuan Komunikasi
Keberhasilan sebuah media sebagai alat penyampaian informasi sangat
dipengaruhi oleh komunikasi sebagai unsur penting didalamnya. Prinsip, tipe,
model dan media komunikasi sangat berpengaruh pada penyampaian pesan ke
target sasaran serta dapat diterima maksud dan tujuan perancangannya.
Tujuannya untuk memberikan informasi tentang peran Prabu Siliwangi dalam
memimpin Kerajaan Pajajaran dan memberikan informasi tentang karya
pemerintahan yang dihasilkan oleh Prabu Siliwangi yang dianggap sebagai raja
III.1.2 Pendekatan Komunikasi
Pendekatan komunikasi bersifat informasi murni. Hal ini bertujuan untuk
menginformasikan segala hal berkenaan dengan sejarah Prabu Siliwangi
merupakan fakta sejarah sekaligus memberi pengetahuan baru tentang sejarah
yang dimiliki oleh masyarakat Sunda. Komunikasi yang dilakukan yaitu
memberikan fakta-fakta sejarah yang berasal dari sumber-sumber sejarah seperti
batu prasasti, naskah kuno, catatan asing maupun tulisan para ahli yang dapat
menjabarkan secara historis sejarah Prabu Siliwangi dan karya-karya
pemerintahannya.
Pendekatan yang digunakan baik verbal maupun visual disesuaikan dengan
khalayak sasaran, seperti gaya visual, tipografi maupun bahasa yang digunakan
disesuaikan dengan khalayak sasaran agar dapat diterima dan dipahami dengan
baik.
Strategi yang dilakukan yaitu dengan menghadirkan informasi dari sumber tertulis
ke dalam sebuah media interaktif agar informasi yang disampaikan lebih
memberikan pengertian yang jelas, kesenangan dan memberikan pengaruh pada
sikap audiens tentang peninggalan sejarah Kerajaan Pajajaran.
III.1.2.1 Pendekatan Visual
Untuk menambah ketertarikan bagi khalayak sasaran yang bertujuan untuk
memahami makna dari isi pesan yang disampaikan sesuai dengan target yang akan
dituju, sebagian besar visualisasinya bergaya flat design dengan memperlihatkan
ilustrasi dan warna-warna yang menarik serta penggunaan media foto sebagai
pembanding antara ilustrasi dengan kondisi sebenarnya.
Flat Design adalah pendekatan desain minimalis yang menekankan kegunaan,
memiliki fitur yang jelas, ruang terbuka, tepi tajam, warna-warna cerah dan dua
dimensi ilustrasi/datar. (Clum, 2014). Alasan penggunaan flat design ini adalah
pun lebih tertarik terhadap design yang minimalis dan modern yang memfokuskan
pada isi dan konten.
Gambar III.1 Contoh penggunaan flat design
Sumber: http://hmva-ui.com/flat-design-dan-tren-desain-grafis-saat-ini/ [25 Juni 2015]
III.1.2.3 Pendekatan Verbal
Agar sesuai dengan pendekatan terhadap khalayak sasaran yaitu usia remaja SMA
sampai kuliah yang kritis serta tingkat wawasasan dan intelektual remaja dengan
pendidikan tersebut juga biasanya lebih luas, maka penggunaan gaya bahasa yang
dipakai bersifat formal dan mudah dimengerti oleh khalayak.
Penggunaan gaya bahasanya sama seperti yang diterapkan dalam buku-buku
pelajaran atau buku-buku informasi umum yang menggunakan bahasa Indonesia
formal. Sehingga dapat mudah diterima maksud dari penyampaian informasi yang
berusaha disampaikan.
Diharapkan apabila komunikasi disampaikan dengan menggunakan bahasa
Indonesia dapat dimengerti oleh berbagai kalangan masyarakat dan tetap menjaga
keutuhan informasi yang coba disampaikan.
III.1.3 Materi Pesan
Materi utama yang akan disampaikan pada perancangan ini mengenai Prabu
Siliwangi dan pencapaiannya dalam mendirikan Pakuan Pajajaran sebagai ibukota
Kerajaan Sunda. Informasi ini tidak diketahui oleh masyarakat luas, karena bentuk
artefaknya telah punah atau beralih fungsi. Hal ini diharapkan memberi kesadaran
kepada masyarakat, khususnya masyarakat Jawa Barat bahwa kebudayaan Sunda
memiliki pencapaian besar di masa lalu, yang karena perkembangan zaman
tergantikan oleh produk terbaru masa sekarang.
Profil serta fakta-fakta tentang Prabu Siliwangi sebagai raja Kerajaan
Pajajaran
Informasi tentang Pakuan Pajajaran
Informasi serta fakta-fakta tentang Keraton Sri Bima Punta Narayana Madura
Suradipati
Informasi serta fakta-fakta tentang Prasasti Batutulis
Informasi serta fakta-fakta tentang Lubuk Sipatahunan
Informasi serta fakta-fakta tentang Bukit Badigul
Informasi serta fakta-fakta tentang Talaga Sanghyang Rena Mahawijaya
III.1.4 Strategi Kreatif
Strategi kreatif yang digunakan adalah pengenalan informasi tentang karya
pemerintahan yang telah dicapai oleh Prabu Siliwangi berbentuk multimedia
interaktif. Dalam multimedia interaktif ini dari segi gaya visual maka akan
ditemukan gaya visual yang minimalis, tipografi yang digunakan adalah tipografi
yang sederhana sehingga mudah di baca dan tidak lelah untuk dibaca dan
penggunaan media foto sebagai pendukung informasi yang diberikan.
Khalayak sasaran akan diberi pengetahuan berupa fakta-fakta menarik. Karena
fakta-fakta yang menarik lebih mudah tersimpan di otak yang kemudian
merangsang audiens untuk mengingat informasi utamanya.
Dalam perancangan ini dimasukan pula unsur musik kecapi suling untuk
memperkuat kesan Sunda. Selain penggunaan ilustrasi menarik, unsur musik juga
berfungsi sebagai pendukung penyampaian informasi agar khalayak tidak merasa
jenuh ketika membaca informasi yang sedang dipaparkan. Selain ilustrasi dan
musik, perancangan ini juga menggunakan media foto sebagai tambahan
informasi di setiap materi yang disampaikan dan sebagai pembanding antara
III.1.4.1 Multimedia Interaktif
Multimedia Interaktif adalahpenggunaan komputer untuk menampilkan informasi
yang merupakan gabungan dari teks, grafik, audio dan video sehingga membuat
pengguna dapat bernavigasi, berinteraksi, berkreasi dan berkomunikasi dengan
komputer. (Hofstetter, 2001). Multimedia Interaktif dipakai sebagai sarana
penyampaian informasi populer yang bersifat instant atau siap saji yang
didalamnya terdapat berbagai gabungan tampilan yang terdiri dari:
Teks
Gambar
Narasi suara
Video
Animasi 2D atau 3D
Sound
atau penggabungan keseluruhan komponen diatas
III.1.4.2 Multimedia Interaktif Hybrid
Multimedia interaktif model hybrid adalah gabungan dari dua atau lebih model
multimedia. Contohnya gabungan multimedia interaktif model socratic, inquiry
dan informational. Multimedia interaktif model socratic adalah model yang berisi
percakapan atau dialog antara pengguna dengan komputer. Multimedia interaktif
model inquiry adalah suatu sistem pangkalan data yang dapat dikonsultasikan oleh
pengguna atau user, dimana pangkalan data tersebut berisi data yang dapat
memperkaya pengetahuan pengguna. Sedangkan multimedia interaktif model
informational adalah model yang menyajikan informasi dalam bentuk daftar atau
tabel. Informasional menuntut interaksi yang sedikit dari pemakai. Salah satu
contohnya adalah CD interaktif. (Hannafin & Peck, 1998)
III.1.4.3 CD Interaktif
CD interaktif adalah program interaktif yang dibuat untuk menyampaikan
interaktif biasanya dibuat dengan program Adobe Flash, Adobe Director, dan
Swishmax. dan CD interaktif mempunya extension .EXE. (Zulfikar, 2011)
Kelebihan dari CD Interaktif adalah:
Penggunanya bisa berinteraksi dengan komputer
Menambah pengetahuan atau materi pelajaran yang disajikan dalam CD
Interaktif
Tampilan audio visual yang menarik
III.1.5 Strategi Media
Dalam merancang media informasi agar diterima dan tepat sasaran maka
pemilihan media menjadi prioritas utama untuk keberhasilan penyampaian pesan
terhadap khalayak sasaran. Adapun media yang digunakan adalah:
Media Utama
Media utama yang digunakan untuk penyampaian informasi tentang sejarah Prabu
Siliwangi adalah CD interaktif yang berisikan informasi tentang karya
pemerintahan yang telah dicapai Prabu Siliwangi selama menjadi raja di Kerajaan
Pajajaran.
Konten
Konten yang terdapat dalam CD interaktif Mengenal Sejarah Prabu Siliwangi
adalah:
o Intro, menjelaskan secara singkat tentang Prabu Siliwangi
o Halaman utama, berupa peta yang menggambarkan lokasi Pakuan Pajajaran
sebagai ibukota Kerajaan Sunda. Disertai dengan icon-icon karya
pemerintahan Prabu Siliwangi lainnya yang merupakan sistem navigasi ke
halaman berikutnya.
o Halaman karya pemerintahan Prabu Siliwangi, seperti Keraton Sri Bima Punta
Narayana Madura Suradipati, Prasasti Batutulis, Lubuk Sipatahunan, Bukit
Badigul, Talaga Sang Hyang Rena Mahawijaya yang didukung dengan
animasi yang menerangkan tentan karya pemerintahan Prabu Siliwangi
Sistem Navigasi
Gambar III.2 Sistem Navigasi
Sumber: Dokumen Pribadi
Media Pendukung
Media pendukung digunakan untuk mendukung media utama agar semakin pesan
dapat diterima dengan baik oleh khalayak sasaran antara lain:
Cover CD
Berfungsi sebagai alat pelindung CD yang dibuat semenarik mungkin untuk
menambah daya tarik dan minat pembeli. Ditambah dengan sebuah manual book
sebagai petunjuk pemakaian CD interaktif untuk konsumen.
Stiker
Stiker dibuat sebagai media pendukung dengan menggunakan gaya ilustrasi yang
disesuaikan dengan tema yang diangkat.
Mini X-banner
Digunakan untuk mempertegas keberadaan multimedia interaktif pada tempat CD
interaktif ini disebarluaskan, dan digunakan sebagai sign penjualan CD interaktif