• Tidak ada hasil yang ditemukan

TIPE KEPRIBADIAN PADA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TIPE KEPRIBADIAN PADA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

TIPE KEPRIBADIAN PADA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL DAUN

YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA

DI SMA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Dasef Maulana

1110013000104

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i

ABSTRAK

Dasef Maulana. NIM: 1110013000104. “Tipe Kepribadian pada Tokoh Utama dalam Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin Karya Tere Liye dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti kepribadian tokoh utama dalam menggambarkan kepribadian tokoh utama serta implikasinya dalam pembelajaran sastra di SMA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif analitik. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan objektif. Adapun hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut. Kepribadian tokoh utama, Tania memiliki 13 kepribadian. Terbilang ada 9 sifat melankolis, intovert, berpikir keras, setia, teguh pendirian, sensitif, teliti, perfeksionis, tegar, dan keras kepala. Selain memiliki kepribadian melankolis, Tania juga memiliki 3 kepribadian lainnya, yakni phegmatis, koleris, dan sanguinis. Sifat Tania yang tergolong ke dalam kepribadian phegmatis adalah pengamat, kemudian yang termasuk dalam kepribadian koleris adalah tidak sabar, lalu sisi kesanguinisannya terlihat pada jiwa sosial dan menyakinkan. Semua sifat yang dimiliki Tania memiliki fungsi dalam pengembangan alur. Penelitian ini dapat diimplikasikan terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia kelas XII semester ganjil. Peserta didik bisa belajar bagaimana cara menganalisis. Selama ini, dalam pembahasan penokohan, peserta didik hanya diarahkan untuk mendata sifat seperti apa yang dimiliki oleh seorang tokoh dan apa bukti kutipannya. Dengan membaca penelitian ini, peserta didik bisa mengetahui bagaimana cara menganalisis sifat-sifat tersebut dan juga belajar mengaitkan unsur intrinsik yang satu dengan lainnya.

(6)

ii

ABSTRACT

Dasef Maulana. NIM: 1110013000104 "Character types of lead role in Daun yang jatuh tak pernah membenci angin Novel by Tere Lliye and its implications towards literature learning in high school. Department of Indonesian Learning and Literature, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training. Syarif Hidayatullah State Islamic University.

This research was to examine the character of leading role in describing the character of leading role with its implication towards literature learning in high school. Method used in this research was analytical descriptive qualitative. Approoach used in this research was objective approach. The result of this research was as follow: the character of leading role, Tania had 13 personalities.There were 9 melancholy,introvert, think-out-loud, loyal, tenacious, sensitive, meticulous, perfectionist, patience and stubborn. Besides melancholy, Tania also had 3 other personalitie namely,phegmatic, choleris, and sanguinis. Tania's character which was included in phegamatic personality was observe, then which was included in choleris was impatience, then her angunicity could be seen on her social life and convince.All of characters own by Tania has their function in developing plot. This research can be implemented in Indonesian learning and literature in twelfth class, odd semester. Students could learn how to analyze. Before, in learning character, students were only directed on what a role has and its proven citation. By reading this research, students could know how to analyze that characters and also learn to relate intrinsic element each other.

(7)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabb al-„alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, kesehatan, kasih sayang, dan kekuatan lahir dan batin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad saw beserta keluarga dan para sahabatnya.

Skripsi berjudul “Tipe Kepribadian pada Tokoh Utama dalam Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin Karya Tere Liye dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di SMA” ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis tidak luput dari berbagai hambatan dan rintangan. Tanpa bantuan dan peran serta dari berbagai pihak, skripsi ini rasanya hampir mustahil dapat terwujud. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan;

2. Makyun Subuki, M. Hum, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia;

3. Dosen Pembimbing, Ahmad Bachtiar, M. Hum. yang selama ini tidak pernah lelah membimbing penulis dalam memberikan arahan dan saran dalam pengerjaan skripsi;

4. Para dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah menyampaikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis;

5. Kedua orang tua penulis, Bapak Asnaf dan Ibu Onah yang telah merawat, mendidik, mendoakan, dan mendukung penulis dengan kasih sayang sepanjang masa;

(8)

iv

7. Segenap keluarga besar Uye, keluarga besar komunitas Majelis Kantiniyah, teman-teman mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2010, dan yang tak dapat disebutkan namanya satu-persatu. Penulis mengucapkan terima kasih karena telah mau menjadi teman berdiskusi yang baik bagi penulis selama penulisan skripsi ini;

8. Serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, penulis mengucapkan terima kasih.

Tiada kata yang dapat melukiskan rasa syukur dan terima kasih atas semua yang membuat kelancaran proses penulisan skripsi ini. Kepada seluruh pihak yang telah membantu, semoga Allah swt. membalas kebaikan kalian semua. Akhirnya sebagai manusia yang tidak sempurna, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, maka dengan senang hati penulis akan menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya karya ilmiah ini. Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat.

Jakarta, 11 September 2015 Penulis

(9)

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBINGAN

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ………. i

ABSTRACT ………... ii

KATA PENGANTAR ………... iii

DAFTAR ISI ……….. v

DAFTAR LAMPIRAN ………. viii

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Identifikasi Masalah ………. 4

C. Pembatasan Masalah ……… 4

D. Perumusan Masalah ………. 5

E. Tujuan Penelitian ………. 5

F. Manfaat Penelitian ………... 6

G. Metode dan Prosedur Penelitian ……….. 6

1. Objek dan Waktu Penelitian ……….. 6

2. Data dan Sumber Data ………... 7

3. Teknik Pengumpulan Data ………. 8

4. Prosedur Analisis Data ………... 8

BAB II KAJIAN TEORI ……… 9

A. Psikologi Sastra ……...………... 9

B. Tipe-tipe Kepribadian……….. 11

C. Tipe kepribadian ………... 12

D. Hakikat Novel ……….. 13

1. Tema ………...……15

2. Tokoh dan Perwatakan ……...……...……...……...……...……16

3. Latar ...……...……...……...……...……...……...……...……... 20

(10)

vi

5. Sudut Pandang ……...……...……...……...……...……...…….. 22

6. Gaya Bahasa ……...……...……...……...……...……...……... 22

7. Amanat ……...……...……...……...……...……...……...…….. 23

E. Implikasi Pembelajaran Satra ……...……...……...……...……...…. 23

F. Penelitian yang Relevan ……...……...……...……...……...……... 27

BAB III PEMBAHASAN ……….. 30

A. Analisis Unsur Intrinsik ……….... 30

1. Tema ……… 30

2. Tokoh dan Penokohan ……… 31

a. Tania ………. 32

b. Danar ………. 32

c. Dede ……….. 33

d. Ratna ………. 35

3. Latar ……… 35

a. Tempat ……….. 35

b. Suasana ……….. 39

4. Alur ……….. 42

a. Peristiwa/tahap Awal ………. 43

b. Konflik ……….. 44

c. Klimaks ………. 44

d. Leraian ……….. 45

e. Penyelesaian ………. 45

5. Sudut Pandang ……….... 46

6. Gaya Bahasa ………... 46

a. Hiperbola ……….. 47

b. Simile ……… 47

c. Metafora ……… 48

d. Personifikasi ……….. 48

e. Retoris ………... 48

f. Pleonasme ………. 49

g. Anafora ………. 49

(11)

vii

B. Analisis Kepribadian Tokoh Tania ………...…… 52

C. Implikasi Pembelajaran ………..…….. 65

BAB IV PENUTUP ………... 68

A. Simpulan ………... 68

B. Saran ………... 69

DAFTAR PUSTAKA

(12)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Silabus dan RPP Pembelajaran Novel Materi Kelas XII SMA

Lampiran 2. Uji Referensi

Lampiran 3. Daftar Referensi

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara umum sastra terdiri dari cerpen, puisi, drama dan novel. Sastra yang dimaksud dalam penelitian ini adalah novel. Novel dapat dikaji dari beberapa aspek, seperti: penokohan, isi, cerita, setting, alur, dan makna. Novel dapat menceritakan tentang kehidupan tokoh-tokoh serta tingkah laku mereka dalam kehidupan sehari-hari. Tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel memiliki karakter yang berbeda-beda. Penokohan di dalam novel cukup menarik untuk dikaji lebih lanjut. Penokohan dikaji untuk mengetahui bagaimana perwatakan dari setiap tokoh yang ada di dalam sebuah novel. Tokoh sebagai salah satu unsur intrinsik dalam novel memiliki kedudukan yang sangat penting. Karena tokoh menggambarkan kondisi psikologis dan kepribadian seseorang, serta menjadi kunci penggerak sebuah cerita.

Suatu karya sastra khususnya novel yang mengangkat tema sifat tokoh biasanya menceritakan suatu kepribadian yang terdapat pada tokoh. Kajian kepribadian merupakan suatu proses yang harus dipahami dengan mempelajari peristiwa yang mempengaruhi perilaku seseorang melalui kontribusi peristiwa tersebut terhadap kepribadian si individu. Menurut pandangan sosial, kajian kepribadian dalam kaitanya dengan konteks sosial dan perkembangan kehidupan harus dipahami melalui kontribusi model dan peran kebudayaan itu sendiri. Dengan demikian, kepribadian adalah suatu integrasi dari semua aspek kepribadian yang unik dari seseorang menjadi organisasi yang unik, yang menentukan dan dimodifikasi oleh upaya seseorang beradaptasi dengan lingkungan yang selalu berubah.1

Kepribadian merupakan susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap individu manusia. Kepribadian juga merupakan suatu organisasi yang hanya dimiliki oleh manusia, yang menjadi penentu pemikiran dan tingkah lakunya. Pusat kepribadian seseorang adalah intensi-intensi yang sadar dan sengaja, berupa

1

(14)

2

harapan-harapan, aspirasi-aspirasi, dan impian-impian. Tujuan-tujuan ini mendorong kepribadian yang matang dan memberi petunjuk yang paling baik untuk memahami tingkah laku sekarang. Salah satu cara melihat keterkaitan lain mengenai kepribadian seseorang, kita bisa melihat empat tipe kepribadian yang diajukan oleh Galenus, yaitu: sanguinis, melankolis, koleris, dan plegmatis.

Pengajaran merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, pengendalian diri, kekuatan spiritual keagamaan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sehingga dalam melaksanakan prinsip penyelenggaraan pengajaran harus sesuai dengan tujuan pengajaran nasional yaitu; mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Salah satu pengajaran yang membantu pembentukan intelektual dan emosional adalah pengajaran bahasa dan sastra. Pengajaran bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pengajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pembelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis. Adapun pengajaran sastra merupakan pembelajaran yang memaknai hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang berdasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna.

(15)

3

dihasilkan seseorang siswa yang baik dalam budi pekerti dan tutur bahasanya. Namun, pada penelitian ini pengajaran sastra lebih ditekankan.

Pengajaran sastra tidak hanya berbicara tentang diri sendiri (psikologis), tetapi juga berkaitan dengan Tuhan (religiusitas), alam semesta (romantik), dan juga masyarakat (sosiologis). Sastra mampu mengungkap banyak hal dari berbagai segi.Sastra memiliki peran sangat fundamental dalam pengajaran karakter.Hal ini disebabkan karya sastra pada dasarnya membicarakan berbagai nilai hidup dan kehidupan yang berkaitan langsung dengan pembentukan karakter manusia.Sastra dalam pengajaran berperan mengembangkan bahasa, mengembangkan kognitif, afektif, psikomotorik, mengembangkan kepribadian dan mengembangkan pribadi sosial.

Salah satu novel yang mengangkat masalah kepribadian adalah sebuah novel karya Tere Liye yang berjudul Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010). Novel ini diangkat dari kisah keluarga kurang mampu yang ditinggal mati oleh ayahnya, di mana ada seorang laki-laki yang menolong kehidupannya.

Tere Liye merupakan nama pena dari seorang novelis yang diambil dari bahasa India dengan arti : untukmu, untuk-Mu, dan nama aslinya adalah Darwis. Tere-Liye Lahir pada tanggal 21 Mei 1979. Tere liye mempunyai seorang istri yang bernama Riski Amelia, dan dikaruniai anak yang bernama Abdullah Psai. Lahir dan besar di pedalaman sumatera, berasal dari keluarga petani, anak keenam dari tujuh bersaudara. Darwis berasal dari Sumatra Selatan, Indonesia. Riwayat pendidikannya nya: SDN 2 Kikim Timur Sumasel, SMPN 2 Kikim Timur Sumsel, SMUN 9 Bandar Lampung, dan Fakultas Ekonomi UI.

(16)

4

Allah (Republika, 2007), The Gogons Series: James & Incridible Incidents (Gramedia Pustaka Umum, 2006), Bidadari-Bidadari Surga (Republika, 2008), Sang Penandai (Serambi, 2007), Rembulan Tenggelam Di Wajahmu (Grafindo, 2006; Republika 2009), Mimpi-Mimpi Si Patah Hati (AddPrint, 2005), Cintaku Antara Jakarta & Kuala Lumpur (AddPrint, 2006), Senja Bersama Rosie (Grafindo, 2008).

Berdasarkan alasan-alasan di atas, penelitian ini akan berfokus pada novel karya Tere Liye yaitu, Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), sebagai rekaman kepribadian seseorang yang terjadi di kehidupan bermasyarakat. Kepribadian dalam novel ini kuat sekali dan menarik untuk dikaji. Novel yang bergenre romance ini menampilkan sebuah kepribadian tokoh utama yang sangat menonjol.

Novel Tere Liye dianggap sangat ringan ketimbang novel dengan diksi-diksi yang rumit. Namun tetap sarat akan misteri dan kedalaman dalam merespon gejala-gejala kepribadian yang terjadi dalam diri seseorang. Oleh karena itu, penulis tertarik meniliti kepribadian tokoh utama yang ada dalam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin dengan menggunakan tinjauan psikologi sastra serta implikasinya dalam pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah.

B. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah yang ada, maka identifikasi masalah dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Kurangnya kesempatan dalam mempelajari novel, kalaupun ada terlalu menitik beratkan pada pembahasan novel sebagai ilmu sastra.

2. Kurangnya pembahasan tentang kepribadian yang terkandung dalam sebuah novel, khususnya pada novel Tere Liye.

C. Pembatasan Fokus Masalah

(17)

5

terdapat banyak temuan masalah, maka dari itu, penulis membatasi dan memfokuskan penelitian pada:

1. Kepribadian tokoh utama pada novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye menurut teori kepribadian Galenus. 2. Implikasi pembahasan kepribadian tokoh utama dan fungsi kepribadian

tokoh utama dalam pengembangan alur pada novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye pada pembelajaran Sastra di SMA.

D. Perumusan Masalah Penelitian

Rumusan masalah tersebut dapat dituliskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kepribadian tokoh utama dalam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye menurut teori kepribadian Galenus dan apa fungsi kepribadian tokoh utama dalam pengembangan alur?

2. Bagaimana implikasi pembahasan kepribadian tokoh utama dalam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye pada pembelajaran sastra di Sekolah?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai sistem kepribadian dalam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye yang mencakup:

1. Untuk mengetahui kepribadian tokoh utama novelDaun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye menurut teori kepribadian Galenus.

(18)

6

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun secara praktis, manfaat tersebut di antaranya:

1. Kegunaan Teoretis

Kegunaan teoretis penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk menambah pemahaman mengenai karya sastra khususnya novel

b. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai salah satu rujukan dalam pelajaran Bahasa Indonesia, dan dapat membantu penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan kajian psikoanalisis

c. Sebagai salah satu sumbangan pemikiran untuk menambah khazanah pengetahuan tentang perkembangan sastra Indonesia.

2. Kegunaan Praktis

Kegunaan Praktis penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk melihat kepribadian bukan hanya dari sisi yang tampak saja tapi juga melihat kepribadian yang tersembunyi jauh di dalam diri sang tokoh

b. Agar memiliki pandangan tersendiri untuk menyikapi kepribadian tokoh utama dalam novel ini

c. Dapat meningkatkan minat baca siswa untuk lebih tertarik lagi terhadap karya sastra.

d. Membantu para pengajar bahasa dan sastra Indonesia untuk dapat memotivasi siswanya agar lebih menghargai dan mencintai karya sastra.

G. Metode dan Prosedur Penelitian

1. Objek dan Waktu Penelitian

Metode adalah suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah sistematis.2 Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dan metode analisis isi. Secara

2

(19)

7

kualitatif, analisis isi dapat melibatkan suatu jenis analisis, di mana isi komunikasi (percakapan, teks tertulis, wawancara, fotografi, dan sebagainya) dikategorikan dan diklasifikasikan.3 Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dan teori yang digunakan yaitu: teori sastra, struktural dan pendekatan psikoanalisis untuk membantu menganalisis fenomena yang ditemukan di dalam data.

Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong, metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.4 Dalam hal ini penelitian kualitaitif menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya.

2. Data dan Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010, Cetakan pertama). Selain itu sumber data yang lain yang digunakan dalam penelitian ini berupa data mengenai dinamika kepribadian dalam bentuk kalimat, klausa, frase yang berhubungan dengan tokoh dalam bentuk tertulis. Ada dua jenis data; data primer dan data sekunder. Data primer adalah data utama yang langsung diproses tanpa melalui perantara. Sedangkan data sekunder adalah data yang berfungsi untuk memperkaya, mempertajam analisis yang diambil dari jurnal, karya tulis orang lain, majalah, buku-buku kritik sastra dan lainnya mengenai novel ini.5

Sumber data primer dalam penelitian ini berupa novel yang berjudul Daun yang Jatuh Tak Pernah Membeci Angin karya Tere Liye, sedangkan sumber data sekunder berupa buku teori psikologi sastra dan buku-buku kritik sastra yang mendukung penelitian data primer, serta review yang berhubungan dengan data primer.

3

Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2007), h. 284

4

Ibid., h. 4 5

(20)

8

3. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam kegiatan penelitian ini yaitu dengan teknik data yang dikumpulkan dengan cara:

a. Membaca dan memahami isi cerita novel secara mendalam.

b. Melakukan proses identifikasi masing-masing struktur novel. yaitu tokoh, perwatakan, alur, latar.

c. Melakukan klasifikasi dengan menggolongkan kutipan-kutipan dalam novel yang mengandung kepribadian tokoh.

d. Mengadakan studi kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder sebagai data pelengkap mengenai dinamika kepribadian dalam tokoh.

4. Prosedur Analisis Data

a) Analisis struktural dilakukan untuk mengetahui tokoh, alur, dan latar dalam novel.

(21)

9

BAB II

KAJIAN TEORI

Penelitian ini menggunakan beberapa teori yang sesuai dengan tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan adalah pendapat para ahli yang menunjang penelitian. Teori-teori tersebut berupa: hakikat novel, psikologi sastra, hakikat kepribadian, tokoh dan penokohan, tipe kepribadian menurut Galenus, implikasi pembelajaran sastra, dan hasil penelitian yang relevan.

A. Psikologi Sastra

Psikologi sastra merupakan pengkajian karya sastra yang berlandaskan oleh teori psikologi. Sejalan dengan pendapat Endraswara bahwa Psikologi sastra (Psikoanalisis) adalah sebuah interdisiplin antara psikologi dan sastra.1 Dengan mempelajari psikologi sastra sebenarnya kita telah mempelajari manusia dari sisi dalam.Terkadang penilaian pengamat terhadap sisi „dalam‟ ini memang sangan subjektif, itulah titik beratnya sebuah karya sastra.

Pada dasarnya psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang berkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam sastra. Aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama psikologi sastra sebab semata-mata dalam diri manusia itulah aspek kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan.2 Psikologi sastra adalah sebuah interdisiplin antara psikologi dan sastra.

Pengertian psikologi sastra berdasarkan pendapat Welek terbagi menjadi empat kemungkinan, yaitu: studi psikologi pengarang sebagai tipe/pribadi, studi proses kreatif, studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra, mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca).3 Ditambahkan oleh Nyoman Kuntha Ratna, pendekatan

1

Suwandi Endraswara, Metode Penelitian Sastra (Yogyakarta: FBS Universitas Negeri Yogyakarta, 2003), h. 3

2

Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 344

3

(22)

10

psikologis pada dasarnya berhubungan dengan tiga gejala utama, yaitu: pengarang, karya sastra dan pembaca dengan pertimbangan bahwa pendekatan psikologis lebih banyak berhubungan dengan pengarang dan karya sastra.4 Nyoman menambahkan, penelitian yang ditujukan kepada pengarang maka model penelitiannya lebih dekat dengan penelitian ekspresif, sedangkan jika penelitian ditujukan pada karya, maka model penelitiannya disebut penelitian objektif.

Sedangkan Atar Semi berpendapat bahwa pendekatan psikologi adalah pendekatan bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia.5 Selain itu karya sastra sering dikaitkan dengan gejala kejiwaan, seperti: obsesi, kontemplasi, kompensasi, sublimasi bahkan sebagai neurosis. Oleh karena itu, karya sastra sering disebut sebagai penyakit kejiwaan.6

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh beberapa pakar tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa psikologi sastra adalah pengkajian karya sastra yang berlandaskan oleh teori psikologi, hal ini didasari oleh keyakinan yang dalam bahwa karya sastra adalah gambaran dari penyakit kejiwaan yang dialami oleh manusia yang digambarkan melalui karya sastra.

Pengarang sastra berusaha mendalami ilmu psikologi serta menuangkan ide mengenai gambaran konflik kehidupan manusia yang kompleks ke dalam karya sastra.Sehingga menimbulkan pertanyaan pada penelaah sastra yang akhirnya memahami karya sastra dengan bantuan ilmu psikologi.

Mempelajari psikologi sastra sebenarnya sama halnya dengan mempelajari manusia dari sisi dalam. Daya tarik psikologi sastra ialah pada masalah manusia yang melukiskan potret jiwa. Tidak hanya jiwa sendiri yang muncul dalam sastra, tetapi juga mewakili jiwa orang lain. Setiap pengarang

4

Nyoman Kuntha, op.cit, h. 61 5

M. Atar Semi, Metode Penelitian Sastra (Bandung: Angkasa, 2012), h. 96 6

(23)

11

kerap menambahkan pengalaman sendiri dalam karyanya dan pengalaman pengarang itu sering pula dialami oleh orang lain.7

B. Tipe-tipe Kepribadian

Bagi para psikologi, istilah kepribadian adalah pengutamaan alam bawah sadar (unconsious) yang berada di luar sadar, yang membuat struktur berpikir diwarnai oleh emosi.Mereka beranggapan, perilaku seseorang sekedar wajah permukaan karakteristiknya, sehingga untuk memahami secara mendalam kepribadian seseorang, harus diamati gelagat simbolis dan pikiran yang paling dalam dari seorang tersebut. Mereka juga mempercayai bahwa pengalaman masa kecil individu bersama orang tua telah membentuk kepribadian kita.8

Menurut Agus Sujanto, menyatakan bahwa kepribadian adalah suatu totalitas psikofisis yang kompleks dari individu, sehingga nampak dalam tingkah lakunya yang unik.9 Definisi kepribadian dari George Kelly yang dikutip oleh Yusuf yang memandang bahwa kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya.10 Sementara Santrock merumuskan kepribadian sebagai „sesuatu‟ yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu yang bersangkutan. Menurut Santrock, kepribadian adalah pemikiran, emosi, dan prilaku tertentu yang menjadi ciri dari seseorang dalam menghadapi hidupnya.11 Sedangkan menurut Carl Gustav Jung, kepribadian adalah kesatuan atau potensi membentuk kesatuan yang harus selalu dipertahankan kesatuan dan keharmonisan antar semua elemen kepribadian.12

George Kelly dalam mengartikan kepribadian lebih terfokus kepada pengaruh peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup seseorang sehingga

7

Albertine Minderop, Psikologi Sastra (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010), h. 59

8

Ibid,. h. 9 9

Agus Sujanto, dkk. Psikologi Kepribadian (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), h. 12 10

Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), h. 167

11

Jhon W Santrock, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Kencana,:2010), h. 177 12

(24)

12

membentuk kepribadian tertentu. Sedangkan pandangan Alport, Santrock dan Jung dan Kelly memiliki pandangan terhadap kepribadian yang hamper sama, yaitu mereka sama-sama memandang kepribadian adalah sesuatu yang telah dimiliki sejak lahir dan merupakan ciri yang melekat pada seseorang.

Berdasarkan beberapa penjelasan dan teori yang telah dipaparkan, dapatlah disintesiskan bahwa kepribadian merupakan suatu emosi, perilaku dan perasaan seseorang yang terkait menjadi satu kesatuan yang harmonis, yang menjadi ciri khas dari seseorang dan bisa terlihat dari luar. Kepribadian meliputi segala corak perilaku dan sifat yang khas dan dapat diperkirakan pada diri seseorang, yang digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap rangsangan, sehingga corak tingkah lakunya itu merupakan satu kesatuan fungsional yang khas bagi individu itu.

C. Tipe Kepribadian

Teori kepribadian sebenarnya telah ditemukan pada tahun 460-370 SM oleh Hipocrates, tetapi teori kepribadian dipopulerkan oleh Galenus. Hipocrates sering disebut sebagai Bapak dari ilmu pengobatan. Hipocrates membedakan adanya empat tempramen, yaitu: Sanguin, Melankolik, Kolerik, dan Flegmatik.13

Sekarang teori ini lebih dikenal dengan teori Galenus. Galenus mengajukan empat tipe kepribadian yaitu: sanguinis, melankolis, kolenis, dan plegmatis.

1. Kepribadian sanguinis: tipe kepribadian yang sikap dasarnya adalah ekstrovert, suka berbicara dan optimis.

Kekuatan: ceria, sosial, meyakinkan, spontan, optimis Kelemahan: suka pamer, pelupa, tidak disiplin

2. Kepribadian melankolis: tipe kepribadian yang sikap dasarnya adalah tertutup, pemikir dan pesimis

Kekuatan: setia, teliti, sensitif, tetap pendirian, meyakinkan,

Kelemahan: susah memaafkan, menjauhi perhatian, suka memendam, 3. Kepribadian koleris: tipe kepribadian yang sikap dasarnya ekstrovert,

pelaku dan optimis.

Kekuatan: petualang, penyayang, yakin, positif

Kelemahan: blak-blakan, suka memerintah, tidak sabar

13

(25)

13

4. Tipe kepribadian phlegmatis: tipe kepribadian yang sikap dasarnya introvert pengamat dan pesimis

Kekuatan: mudah beradaptasi, tenang, sabar, pemalu Kelemahan: hampa, ketakutan, kurang antusias.14

Inti dari tipe kepribadian Galenus adalah mampu menunjukan kekuatan serta kekurangan yang ada dalam setiap tipe kepribadian.

D. Hakikat Novel

Novel adalah salah satu bentuk dari sebuah karya sastra. Novel sebagai karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Nurgiyantoro menjelaskan bahwa novel adalah suatu cerita fiksi yang tidak selesai dibaca sekali duduk dan terdiri dari tema, alur, plot, dan penokohan. Novel merupakan bagian dari karya sastra yang berbentuk fiksi atau cerita rekaan, namun ada pula yang merupakan kisah nyata.15 Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut.

Novel berasal dari bahasa latin “novelius” yang diturunkan dari kata “novies” yang berarti “baru”. Dikatakan baru sebab novel muncul belakangan dibanding dengan bentuk puisi dan drama.16 Adapun menurut Jakob novel adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran luas.17

Rene Wellek dan Austin menyebutkan bahwa novel merupakan gambaran liku-liku kehidupan dan prilaku nyata dari zaman pada saat novel itu ditulis.18 Novel merupakan jenis narasi yang menceritakan tentang liku-liku kehidupan manusia. Dari segi bentuk, novel diwujudkan dalam karangan prosa bebas yang sangat memungkinkan adanya unsur kepuitisan bahasa.Novel adalah sebuah karya tulis prosa yang ditulis secara naratif

14

Florence Littauer, Personality Plus (Jakarta: Binarupa Aksara, 1996), h. 22-27 15

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gajah Mada Pres, 2000), h. 18. 16

Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra (Bandung: Angkasa, 1984), h. 164. 17

Jakob Sumarjo dan Saini K.M, Apresiasi Kesusastraan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1986), h. 29.

18

(26)

14

biassanya dalam bentuk cerita. Penulisan novel disebuat novelis. Novel mengandung kata-kata minimal 35.000 kata sampai tak terbatas jumlahnya.19

Di sisi lain, novel merupakan suatu interprestasi kehidupan dan prilaku yang nyata. Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidiealkan, dunia imajinatif, yang dibnagun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya, tentu saja, juga bersifat imajinatif.20

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa novel adalah salah satu karya sastra yang merupakan cerita fiksi (rekaan) panjang, novel dibangun oleh unsur intrinsik dan ekstrinsik yang terdapat pelaku didalamnya.

Menurut Nurgiyanto ada dua jenis novel yaitu novel serius dan novel popular.21 Novel serius merupakan novel yang menampilkan permasalahan kehidupan secara intens, berusaha meresapi hakiki kehidupan sehingga terkadang sulit untuk dipahami, pembaca kadang harus membacanya berulang-ulang untuk dapat mengerti makna cerita dalam sebuah novel serius. Novel serius jika ingin memahaminya dengan baik diperlukan konsentrasi tinggi. Pengalaman dan permasalahan hidup yang ditampilkan dalam novel sarius diungkapkan sampai pada inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Hakikat hidup yang tertuang dalam novel serius biasanya akan tetap bertahan sepanjang masa. Misalnya karya-karya Shakespeare, novel Romeo dan Juliet dan Hamlet. Contoh karya sastra Indonesia adalah Belenggu karya Armijn Pane (Jakarta: PT Pustaka Rakyat, 1957), Atheis karya Achdiat K. Miharja (Jakart: Balai Pustaka, 1949), Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992), dan lain-lain.

Adapun novel populer adalah novel yang memiliki masanya dan penggemarnya, khususnya kalangan remaja. Memang menampilkan masalah aktual dan sezaman, tapi hanya permukaannya saja. Ceritanya tidak menampilkan kehidupan secara intens dan meresap. Jika masanya telah

19

Henry Guntur Tarigan, op.cit, h.165. 20

Burhan Nurgiyantoro, op.cit, h.4. 21

(27)

15

habis, maka seiring berjalannya waktu, novel popular pun akan mengalami penyurutan.

Salah satu unsur karya sastra (novel) yang membangun dari dalam novel yaitu unsur intrinsik. Secara sederhana yang dimaksud dengan unsur intrinsik adalah hal-hal yang keberadaanya wajib ada di dalam sebuah novel. Unsur intrinsik ini mencakup beberapa hal. Semua hal tersebut kemudian akan membentuk kesatuan cerita yang utuh. Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya, tentu saja, dan bersifat imajinatif.22

1. Tema

Gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra disebut tema.Tema merupakan suatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita atau sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam cerita. Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita. Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra.23

Tema-tema yang terdapat dalam sebuah cerita biasanya tersurat (langsung dapat terlihat jelas dalam cerita) dan tersirat (tidak langsung, yaitu pembaca harus menyimpulkan sendiri). Tema dalam sebuah cerita merupakan hal yang fundamental. Keberadaanya tentu wajib. Adalah hal yang mustahil jika tak ada tema khusus dalam cerita termasuk dalam bentuk novel. Dengan adanya tema cerita yang jelas, maka penulis akan terhindar dari unsur-unsur yang tak perlu. Hal ini yang menjadikan tema cerita sering disebut kompas cerita, sebab ia akan menentukan ke mana arah cerita tersebut. Ada beragam tema yang bisa dipilih jika hendak menulis novel, misalnya saja tema percintaan, keluarga, pendidikan dan lain-lain.

22

Burhan Nurgiyantoro, op.cit, h. 4 23

(28)

16

2. Tokoh dan Penokohan

Suatu karya sasta (novel) di bangun oleh usnur intrinsik dan extrinsik, dalam unsur intrinsik suatu karya sastra di bangun dalam karya itu sendiri yang menjadikan cerita tersebut menjadi utuh. Tokoh dan penokohanlah unsur yang paling sering di sorat atau sering muncul dalam suatu karya karena tokoh dan penokohan ini sangat sentral dan unsur terpenting dalam menyajikan suatu cerita. Tokoh merupakan pelaku cerita yang memerankan orang-orang yang ada dalam cerita. Istilah „tokoh‟ menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawab terhadap pertanyaan: „siapa tokoh utama novel itu?‟ atau „ada berapa jumlah pelaku novel itu?‟, atau „Siapakah tokoh protagonis dan antagonis dalam novel itu?‟ dan sebaginya. Adapun Robert staton menyatakan bahwa tokoh adalah orang yang berperan penting dalan setiap cerita.24

Novel merupakan salah satu karya sastra yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa secara tersusun, namun jalan ceritanya dapat menjadi suatu pengalaman hidup yang nyata dan seolah kita dapat merasakan kejadian-kejadian dalam cerita tersebut. Hal ini berarti novel bergumul dengan para tokoh yang terdapat dalam karya tersebut. Walgito mengungkapkan bahwa setiap manusia merupakan individu yang berbeda dengan individu lainnya.25 Manusia mempunyai watak, temperamen, pengalaman, pandangan, dan perasaan sendiri yang berbeda dengan lainnya. Dalam novel para tokoh rekaan ini menampilkan berbagai watak dan perilaku yang terkait dengan kejiwaan dan pengalaman psikologis atau konflik-konflik sebagaimana dialami oleh manusia dalam kehidupan nyata.

Salah satu unsur pembangun novel adalah tokoh. Tokoh merupakan unsur yang penting dalam karya naratif, karena tokoh adalah pembuat konflik atau “Siapa yang melakukan dan dikenai sesuatu dalam cerita tersebut”. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan

24

Robert Stanton, op.cit, h. 17 25

(29)

17

sekaligus, misalanya sebagai tokoh utama-protagonis-berkembang-tipikal. Menurut Nurgiyantoro tokoh-tokoh dalam novel yaitu tokoh utama dan tambahan, tokoh protagonist dan antagonis, tokoh sederhana dan bulat, tokoh statis dan berkembang, tokoh tipikal dan netral.26

Menurut Sayuti terdapat dua macam jenis tokoh dalam setiap karya fiksi menurut keterlibatannya terhadap karya fiksi itu sendiri, yaitu tokoh utama (sentral) dan tokoh penunjang (periferal).27 Cara menentukan yang mana tokoh utama dan yang mana tokoh penunjang adalah dengan membandingkan setiap tokoh di dalam cerita. Adapun kriteria tokoh utama adalah: bertindak sebagai pusat pembicaraan dan sering diceritakan, sebagai pihak yang paling dekat kaitannya dengan tema cerita, dan lebih sering melakukan interaksi dengan tokoh lain dalam cerita.

Penokohan atau disebut perwatakan merupakan proses yang digunakan pengarang untuk menciptakan tokoh-tokoh pelaku cerita serta sifat atau gambaran yang berkenaan dengannya. Watak, perwatakan dan karakter merujuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh.28 Tokoh cerita (character) menurut Abrams adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapandan apa yang dilakukan dalam tindakan.29

Dalam menggambarkan karakter atau watak seorang tokoh, penulis bisa menuliskannya langsung atau “menitipnya” dalam dialog sang tokoh tersebut. Penjelasan langsung bisa berupa gambaran fisiknya, lingkungan kehidupannya, cara ia berkomunikasi, cara berjalan, pola pikir dan masih banyak lagi lainnya. Sementara itu, jika penulis memilih gambaran melalui dialog, maka ia harus menentukan gaya yang ia pilih: dialog atau monolog. Menurut Stanton dalam Semi yang dimaksud dengan penokohan

26

Burhan Nurgiyantoro, op, cit h. 176-194 27

Suminto A Sayuti, Cerita Rekaan. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), h. 6 28

Burhan Nurgiantoro, op.cit, h. 165 29

(30)

18

dalam suatu fiksi biasanya dipandang dari dua segi. Pertama: mengacu kepada orang atau tokoh yang bermain dalam cerita; yang kedua adalah mengacu kepada perbauran dari minat, keinginan, emosi, dan moral yang membentuk individu yang bermain dalam suatu cerita.30

Jadi, dapat disimpulkan bahwa penokohan merupakan pelukisan gambaran yang jelas dalam mengembangkan karakter tokoh-tokoh yang berfungsi untuk memainkan cerita dan menyampaikan ide, motif, plot dan tema yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang ditafsirkan oleh pembaca memiliki kualitas moral.

Tokoh merupakan pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, memiliki watak dan perilaku tertentu. Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita.31 Aminuddin menambahkan palaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita disebut dengan tokoh.32

Tokoh merupakan unsur yang vital dalam karya sastra karena ia merupakan pelaku yang berperan untuk mentransmisikan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Sudjiman mendifinisikan tokoh sebagai individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita.33Tokoh dikatakan sebagai individu rekaan karena tokoh tidak betul-betul ada dalam kehidupan nyata. Akan tetapi tokoh pasti memiliki beberapa kemiripan dengan individu tertentu dalam kehidupan nyata karena dengan cara ini tokoh bisa menjadi relevan dengan pembaca. Relevansi tokoh dengan pembaca inilah yang membuat tokoh tersebut dapat diterima.

Tokoh dapat dilihat berdasarkan perkembangannya dalam cerita, yaitu perubahan-perubahan watak yang terjadi pada tokoh dalam perjalanan cerita.Berdasarkan perkembangan tersebut tokoh kompleks

30

M. Atar Semi, op. cit, h. 39 31

Melani Budianta, op.cit, h. 86 32

Aminuddin, Pengantar apresiasi Karya Sastra (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), h. 79

33

(31)

19

yang dalam perkembangan lakuan memperlihatkan berbagai segi wataknya yang tidak sekedar hitam-putih.Kelemahan dan kekuatannya tidak ditampilkan sekaligus melainkan berangsur-angsur.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan tokoh adalah individu rekaan pengarang yang bersifat fiktif yang mengemban peristiwa dalam cerita. Sehubungan dengan hal itu, dalam menulis cerita tokoh merupakan unsur yang penting karena tanpa adanya tokoh tidak akan terjalin sebuah cerita.

Tokoh dalam karya rekaan selalu mempunyai sikap, sifat, tingkah laku, atau watak-watak tertentu.Pemberian watak pada tokoh suatu karya disebut perwatakan.Sudjiman mendefinisikan penokohan sebagai penyajian watak dan penciptaan citra tokoh.34 Adapun yang dimaksud dengan penokohan dalam suatu fiksi biasanya dipandang dari dua segi, pertama mengacu kepada orang atau tokoh yang bermain dalam cerita, yang kedua adalah mengacu kepada perbaruan dari minat, keinginan, dan moral yang membentuk individu yang bermain dalam suatu cerita.35

Secara sederhana metode penokohan dibedakan menjadi dua, yaitu metode langsung atau metode analitis dan metode tak langsung atau metode dramatik.36 Metode langsung atau metode analitis memaparkan sifat tokoh dan menyajikan secara langsung. Metode ini memperkecil kemungkinan pembaca salah menafsirkan watak tokoh, akan tetapi metode ini kurang memancing imajinasi pembaca karena semua wataknya telah dipaparkan secara jelas.

Pada metode tidak langsung atau metode dramatik, para pembaca dituntut untuk dapat menafsirkan watak tokoh-tokohnya melalui lakuan, cakapan, pikiran, dan penampilkan fisik tokoh serta gambaran lingkungan atau tempat tokoh berada.

34

Ibid., h.58. 35

M. Atar Semi, Anatomi Sastra (Padang: Angkasa raya, 1998), h.39 36

(32)

20

Menurut Waluyo, perwatakan tokoh biasanya terdiri dari tiga dimensi yaitu dimensi fisik, dimensi sosial dan dimensi psikis.37 Untuk membentuk tokoh yang hidup, ketiga dimensi ini tidak dapat dipisahkan atau tampil sendiri-sendiri. Dimensi fisik biasanya berupa usia, tingkat kedewasaan, jenis kelamin, postur tubuh, deskripsi wajah dan ciri-ciri khas fisik lain yang spesifik. Dimensi sosial merupakan deskripsi tentang status sosial, jabatan, agama atau ideologi, aktivitas sosial dan suku atau bangsa. Dimensi psikis meliputi mentalitas, ukuran moral, kecerdasan, temperamen, keinginan, perasaan, kecerdasan dan kecakapan khusus.

Adapun Sumardjo dan Saini mengemukakan lima cara yang dapat menuntun pembaca sampai pada karakter tokoh, yaitu: melalui apa yang diperbuat tokoh, tindakan-tindakan tokoh, ucapan-ucapan tokoh, penggambaran fisik, pikiran-pikiran tokoh, dan melalui penerangan langsung, yaitu watak tokoh dijabarkan secara langsung.38 Metode-metode untuk analisis watak yang telah disebutkan diatas menjadi salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui kualitas tokoh dalam sebuah karya.

Jadi, menurut beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa penokohan merupakan cara pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam cerita sehingga dapat diketahui karakter atau sifat para tokoh itu. Penokohan dapat digambarkan melalui dialog antar tokoh, tanggapan tokoh lain terhadap tokoh utama, atau pikiran-pikiran tokoh. Melalui penokohan, dapat diketahui bahwa karakter tokoh adalah seorang yang baik, jahat, atau bertanggung jawab.

3. Latar

Latar atau setting merupakan suatu peristiwa dalam cerita yang bersifat fisikal, biasanya berupa waktu, tempat, dan ruang. Termasuk di dalam unsur latar adalah waktu, hari, tahun, periode, sejarah, dan lain-lain.

37

Herman J. Waluyo, Pengkajian Cerita Fiksi (Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press, 1994), h. 171-172

38

(33)

21

Latar cerita mencangkup keterangan-keterangan mengenai keadaan sosial dan tempat di mana peristiwa itu terjadi.

Menurut Ida Rochani dalam bahasa Indonesia kata Setting (dari bahasa Inggris) sering diterjemahkan sebagai latar. Setting atau latar maksudnya tempat dam masa terjadinya cerita.39 Sedangkan menurut Budianta latar yakni segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.40

Latar juga merupakan salah satu hal yang tak boleh luput dari penulisan novel. Dengan latar cerita yang baik, pembaca akan mudah dibuat jatuh hati pada novel. Latar merupakan tempat dimana sebuah potongan cerita berlangsung. Ia bisa dijelaskan secara langsung atau melalui dialog para tokohnya.

4. Alur atau Plot

Dalam pengertian yang paling umum, plot di artikan sebagai keseluruhan rangkaian pristiwa yang terdapat dalam cerita. Luxemburg mendifinisikan bahwa alur atau plot adalah kontruksi yang di bangun pembaca mengenai sebuah deretan yang secara logis dan kronologis oleh para pelaku.41 Sedangkan Stanton mendefinisikan secara umum, alur atau plot merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita.42

Alur bisa dikatakan penceritaan rentetan peristiwa yang penekanannya ditumpukan kepada sebab-akibat. Alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi yang lebih penting ialah menjelaskan mengapa hal itu terjadi, dengan sambung-sinambungnya peristiwa ini terjadilah sebuah cerita. Sebuah cerita bermula dan berakhir. Antara awal dan akhir ini lah terlaksana alur itu. Tentu sudah jelas, alur memiliki bagian-bagian yang sederhana yang dapat dikenal sebagai permulaan, pertikaian, dan akhir.

Alur bisa dengan jalan progresif (alur maju) yaitu dari awal, tengah, dan akhir terjadinya peristiwa. Tahap progresif bersifat linier. Jalan

39

Ida Rochani Adi, Fiksi Populer (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 49. 40

Melani Budianta, Membaca Sastra (Jagakarsa: Indonesia Tera, 2008), h. 86. 41

Jan Van Luxemburg, dkk, Tentang sastra Akhadiati Ikran (penerjemah) (intermasa: ILDEP, 1986), h. 149.

42

(34)

22

regresif (alur mundur) yaiu bertolak dari akhir cerita, menuju tahap tengah atau puncak dan berakhir pada tahap awal. Tahap regresif bersifat non linier. Ada juga tehnik pengaluran dari progresif ke regresif. Selain yang tersebut diatas ada juga tehnik alur yang lain yaitu tehnik tarik balik (back tracking) yang dalam tahap tertentu peristiwa ditarik ke belakang.

5. Sudut Pandang

Pengertian sudut atau poin of view menyarankan pada cara sebuah cerita dikisahkan, ia merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagi sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan latar dan berbagai pristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.43

Sudut pandang merupakan hubungan antara tempat atau posisi pencerita dan bagaimana visinya terhadap cerita yang dikisahkan.44 Sudut pandang merupakan cara pandang pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkan. Sudut pandang merupakan hasil karya seorang pengarang sehingga terdapat pertalian yang erat antara pengarang dengan karyanya.

6. Gaya Bahasa

Istilah style (gaya bahasa) berasal dari bahasa Latin, stiles, yang mempunyai arti suatu alat untuk menulis di atas kertas (yang telah dilapisi) lilin. Orang yang dapat memainkan alat ini dengan tepat dan tajam, akan menghasilkan sesuatu yang jernih (clear), impresi tajam yang dianggap patut dipuji (Shipley, 1960: 397; bdk. E.H. Gombrich via Sills, ed. 1968: 354).45 Gaya bahasa merupakan susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan perasaan tertentu dalam hati pembaca.

Bahasa dalam karya sastra mempunyai fungsi ganda. Ia tidak hanya sebagai alat penyampaian maksud pengarang, melainkan juga sebagai penyampai perasaan. Pegarang dalam menyampaikan tujuannya dapat menggunakan cara-cara lain yang tidak kita jumpai dalam kehidupan

43

Abram, Teori Pengantar Fiksi (Yogyakarta: Hanindita Graha Wida, 1981), h. 142 44

Sugiarti, Pengantar dan Pengkajian Prosa Fiksi (Malang: UMM Pres, 2007), h. 105 45

(35)

23

sehari-hari. Cara-cara tersebut misalnya dengan menggunakan perbandingan-perbandingan, menghidupkan benda-benda mati, melukiskan suatu keadaan dan menggunakan gaya bahasa yang berlebihan. Gaya bahasa berfungsi sebagai alat utama pengarang untuk melukiskan, menggambarkan, dan menghidupkan cerita secara estetika. Misalnya personifikasi, gaya bahasa ini mendeskripsikan benda-benda mati dengan cara memberikan sifat-sifat seperti manusia. Simile (perumpamaan), gaya bahasa ini mendeskripsikan sesuatu dengan pengibaratan. Hiperbola, gaya bahasa ini mendeskripsikan sesuatu dengan cara berlebihan dengan maksud memberikan efek berlebihan.

7. Amanat

Amanat adalah suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang.Amanat dipakai pengarang untuk menyampaikan tanggung jawab problem yang dihadapi pengarang lewat karyanya.

Istilah amanat berarti pesan.Amanat cerita merupakan pesan pengarang kepada pembaca.Pesan yang hendak disampaikan mungkin tersurat, tetapi mungkin juga tidak jelas, samar-samar atau tersirat.

E. Implikasi Pembelajaran Sastra

Sastra pada hakikatnya tidak hanya menghibur namun juga mendidik. Lewat karya sastra pembacanya selain mendapatkan hiburan juga mendapatkan pembelajaran dari sebuah karya sastra. Oleh karena itu, sastra mempunyai impilikasi dalam pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran di sekolah.

Rahmanto berpendapat seseorang yang telah banyak mendalami berbagai karya sastra biasanya mempunyai perasaan yang lebih peka untuk menunjuk hal mana yang bernilai dan mana yang tak bernilai sebab di banding pelajaran-pelajaran lainnya ia mengatakan bahwa “sastra mempunyai kemungkinan lebih banyak untuk mengantar kita mengenal seluruh rangkaian kemungkinan hidup manusia.”46 Rahmanto beranggapan bahwa pengajaran sastra hendaknya dapat memberikan bantuan dalam usaha mengembangkan

46

(36)

24

berbagai kualitas kepribadian anak didik sehingga ia akan mampu menghadapi masalah-masalah hidup dengan pemahaman, wawasan, toleransi dan rasa simpati yang lebih mendalam.

Sastra berperan dalam mengembangkan proses keterampilan berbahasa. Pada umumnya ada empat unsur dalam keterampilan berbahasa, yaitu: (1) menyimak, (2) berbicara, (3) membaca, dan (4) menulis, mengikut sertakan pengajaran sastra dalam kurikulum berarti akan membantu siswa berlatih keterampilan membaca, dan mungkin ditambah keterampilan menyimak, bicara dan menulis. B. Rahmanto menjelaskan sebagai berikut

“Belajar sastra pada dasarnya adalah belajar bahasa dalam praktek. Belajar sastra harus selalu berpangkal pada realisasi bahwa setiap karya pada pokoknya merupakan kumpulan kata yang bagi siswa harus diteliti, ditelusuri, dianalisis dan diintegrasikan.”47

Pada pembelajaran sastra, siswa juga diarahkan untuk melatih keterampilan menyimak dengan mendengarkan suatu karya yang dibacakan guru, teman atau lewat rekaman. Siswa dapat melatih keterampilan berbicara dengan ikut berperan dalam suatu drama atau saat membacakan puisi di depan teman-temannya. Siswa juga dapat meningkatkan keterampilan membaca dengan membacakan puisi atau prosa.Siswa pun mendapat keterampilan menulis ketika diajak untuk menuliskan pengalamannya atau diajak menciptakan puisi.

Sastra memberi wawasan kebudayaan. sastra tidak seperti ilmu pengetahuan lain. Sastra tidak memberikan pengetahuan dalam bentuk jadi seperti ilmu pengetahuan pada umunya. Jika ilmu pengetahuan lainnya didasarkan atas perbedaan logika, perbedaan sudut pandang dalam memecakan problematika atas hal keilmuan tersebut, maka dalam sastra karya lahir dalam perbedaan cara pandang sastrawan dalam memecahkan problematika kehidupan manusia, tetapi perbedaan tersebut didasarkan atas perbedaan aspek-aspek estetis.

47

(37)

25

Sastra adalah pantulan kembali keadaan masyarakat, secara tidak langsung sastra memuat ilmu pengetahuan, sejarah dan segala yang menyangkut dengan aspek manusia pada zamannya. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa secara historis karya sastra lahir bersama dengan lahirnya semangat kebangsaan. Greibstein, seorang sosio-kultural pernah membuat kesimpulan atas pendapat-pendapat mengenai istilah sosio-kultural, salah satu kesimpulannya sebagai berikut:

“Karya sastra tidak dapat dipahami secara selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan dari lingkungan atau kebudayaan atau peradaban yang telah menghasilkan.Ia harus dipelajari dalam konteks seluas-luasnya, dan tidak hanya dirinya sendiri. Setiap karya sastra adalah hasil dari pengaruh timbal-balik yang rumit dari faktor-faktor sosial dan kultural, dan karya sastra itu sendiri merupakan objek kultural yang rumit.”48

Dari kesimpulan Greibstein, kita dapat bayangkan bahwa karya sastra memuat bagaimana semangat zaman yang menggambarkan perkembangan sosial masyarakat atau kebudayaan yang berlaku pada saat itu. Oleh karena itu dengan pembelajaran sastra, siswa akan mampu peka melihat kedaan zamannya, masaah-masalah yang muncul dalam karya sastra sejalan dengan masalah yang ada dalam dunia nyata. dengan kata lain lewat pembelajaran sastra siswa dapat lebih peka akan keadaan sosial sekelilingnya.

Banyak peserta didik yang menganggap pembelajaran sastra membosankan. Hal ini dikarenakan metode pengajaran sastra hanya berkisar pada bagaimana peserta didik harus menemukan beberapa hal yang diperlukan (seperti menentukan unsur instrinsik), mendatanya, lalu membuktikan kutipannya. Tentunya, metode seperti ini tidaklah cukup untuk mengeksplor nilai-nilai penting yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Dengan begitu, pelajaran sastra tidaklah menjadi matapelajaran yang menantang dan menyenangkan.

48

(38)

26

Sebenarnya, dalam pengajaran sastra peserta didik dituntut untuk berpikir logis yang banyak ditentukan oleh hal-hal seperti ketepatan pengertian, ketepatan interpretasi kebahasaan, klasifikasi dan pengelompokkan data, penentuan berbagai pilihan, serta formulasi rangakian yang tepat.49 Dengan memperhatikan hal tersebut, mereka akan belajar bagaimana menganalisis suatu permasalahan dan mampu mendapatkan solusinya.

Kecakapan menemukan solusi atas sebuah masalah adalah sebuah keterampilan yang akan sangat membantu kehidupan setelah mereka menamatkan jenjang pendidikannya. Keterampilan tersebut dapat dimiliki bila peserta didik terbiasa menganalisis suatu permasalahan. Namun, analisis yang dilakukan tidak hanya cukup pada penjelasana masalah apa yang terjadi, tetapi juga apa penyebab dan juga solusi yang tepat.

Tentunya, keterampilan tersebut akan dapat dikembangkan peserta didik bila pengajar matapelajaran Sastra Indonesia mengubah metode pengajaran. Tidak lagi hanya mencari, mendata, dan membuktikan kutipannya, tetapi juga menganalisinya setelah menemukan bukti kutipannya. Dengan cara ini, pembelajaran sastra akan memiliki nilai tambah dan peserta didik akan mampu menemukan banyak hal baru yang tidak bisa mereka dapatkan pada pelajaran lain.

Selain memerlukan metode yang pas, pengajaran sastra juga sangat perlu memperhatikan perkembangan psikologis peserta didik. Perkembangan psikologi peserta didik akan sangat mempengaruhi tingkat keterpahaman mereka terhadap teks sastra. Tidak hanya itu, perkembangan psikologi juga akan sangat mempengaruhi daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan masalah.50

Karya sastra yang dipilih untuk menjadi media pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan perkembangan tersebut. Hal ini akan memudahkan peserta didik memahami apa yang ada dalam karya sastra

49

B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), h. 20. 50

(39)

27

tersebut. Dengan begitu, mereka akan mudah mengambil manfaat yang berharga dari matapelajaran Sastra.

Sastra menunjang pembentukan watak. Perilaku seseorang pada dasarnya mengacu pada faktor-faktor kepribadiannya yang paling dalam.Tak ada satu pun jenis pendidikan yang mampu menentukan watak manusia secara pasti. Bagaimanapun pendidikan hanya dapat berusaha membina dan membentuk, akan tetapi pendidikan tidak menjamin secara mutlak bagaimana watak manusia yang dididiknya.

Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa karya sastra dapat memberi pembelajaran bagi siswa. Pembelajaran itu sendiri tidak hanya mengenai wawasan saja, akan tetapi, juga memberikan pembentukan karkter siswa, pendidikan moral serta etika. Pembelajaran dalam sastra sendiri tidaklah bersifat jadi.Pembelajaran yang didapat siswa didapat ketika mereka membaca dan juga memahami isi dari sebuah karya sastra.

F. Penelitian yang Relevan

Berikut beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian tentang kepribadian tokoh utama dalam novel daun yang jatuh tak pernah membenci angin dan implikasinya pada pembelajaran sastra di SMA.

Pertama, penelitian yang dihasilkan dalam bentuk skripsi. Penelitian ini dilakukan oleh Imam Tanjung, mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul:

Nilai Pendidikan dalam Novel “Hafalan Shalat Delisa” Karya Tere Liye

(40)

28

memaafkan, menepati janji, menyantuni anak yatim dan menjalin persahabatan. (2) faktor-faktor pendidikan yang terdapat dalam novel “Hafalan Shalat Delisa” (perspektif pendidikan Islam), yang meliputi tujuan, pendidik, peserta didik, materi, metode dan evaluasi pendidikan Islam.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Nopi Setiawati, mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul: Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Novel Pukat, Serial Anak-anak Mamak Karya Tere Liye. Hasil penelitian ini menunjukan: nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam novel Pukat, Serial Anak-anak Mamak adalah pendidikan aqidah, meliputi: Iman kepada Allah, hari akhir, dan qadha‟ qadar. Pendidikan ibadah meliputi: salat, wudu, azan dan iqomah, dan berdoa. Dan pendidikan ahlak, meliputi: ahlak terhadap Allah (takut kepada Allah dan ikhlas beramal), ahlak terhadap diri sendiri (jujur dan amanah, menutup aurat, sabar, optimis dan berpikir positif, disiplin dan bertanggung jawab, bersukur dan qona‟ah, pemaaf, dan menepati janji), ahlak terhadap orang tua (birrul walidain dan kasih sayang orang tua terhadap anak), dan ahlak terhadap sesama (menolong dan membahagiakan orang lain dan larangan menggunjing).

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Mabruroh, mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul: Karakter Ayah dalam Novel Ayahku (Bukan) Pembohong Karya Tere-Liye dan Implikasinya terhadap Pembelajaran

(41)

29

melalui motivasi yang melandasi. Karakter Ayah yang tergambar melalui tingkah laku adalah suka bercerita, penyayang terhadap keluarga, melindungi, dan memilih hidup sederhana. Karakter Ayah yang tergambar melalui ekspresi wajah adalah selalu menahan kesedihan, ceria, optimis dan penuh kayakinan. Karakter Ayah yang tergambar melalui motivasi yang melandasi adalah ambisius, berbohong untuk kebaikan anaknya, tujuan cerita-ceritanya, sikap tegas dan penuh disiplin, menghargai setiap usaha, rasa syukur, dan rasa cinta.

(42)

30

BAB III

PEMBAHASAN

A. Analisis Unsur Intrinsik

1. Tema

Tema dalam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin adalah perasaan yang terpendam para tokohnya karena gejolak permasalahan kehidupan. Seperti novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin tersebut, tokoh wanita dan tokoh pria mempunyai perasaan yang sama terhadap satu sama lain, tetapi tak pernah mampu untuk mengungkapkannya. Mereka pendam rasa yang terus menerus tumbuh seiring dengan berjalannya waktu dan mereka juga harus menghadapi berbagai tekanan batin sebagai risiko dari pilihan mereka tersebut. Meski demikian, mereka tidak pernah membenci rasa yang telah terlanjur tumbuh.

Keduanya tidak pernah mengungkapkan perasaan masing-masing hingga Danar memutuskan untuk menikahi Ratna, wanita yang sejak lama ia pacari. Danar pun sebenarnya mengetahui bahwa wanita yang ia cintai bukanlah Ratna, melainkan Tania. Cinta itu terpendam oleh semua lika-liku permasalahan yang terjadi pada mereka. Perbedaan usia yang terlampau sangat jauh, yakni 14 tahun pun turut memperkeruh keadaan mereka

Tentu saja karena tempat itu spesial bagiku. Di sanalah aku mendapatkan janji kehidupan yang lebih baik darinya. Di sanalah aku menatap masa depan yang lebih indah bersamanya. Dan di sana jugalah harapan-harapan itu muncul tanpa bisa aku mengerti. Perasaan-perasaan itu.1

Seseorang yang kepadanyalah cinta pertamaku tumbuh, seseorang yang selalu kukagumi, memesona. Seseorang yang datang memberikan semua janji masa depan itu. Seseorang yang menumbuhkan harapan-harapan yang tak pernah bisa kumengerti mengapa ia tumbuh subur.2

1

Tere Liye, Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), h. 97.

2

(43)

31

Aku mencintainya. Itulah semua perasaanku. Berdosakah aku mencintai malaikat kami? Salahkah kalau di antara perhatian dan sayangnya selama ini kepada Ibu, adikku, dan aku sendiri, perasaan itu mekar? Aku sama sekali tidak impulsif. Perasaan itu muncul dengan alasan yang kuat.3

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Tania benar-benar mempunyai perasaan lebih dari seorang adik kepada kakaknya, Tania mencintai seseorang malaikat bagi keluarganya. Sama halnya dengan Danar, mencintai seseorang yang diangkatnya dari kehidupan jalanan, seseorang yang usianya terlampau jauh dengannya. Seorang anak kecil berkepang dua dengan baju kotor tanpa alas kaki, yang dia sekolahkan dan didik sampai dia dewasa, sampai dia tumbuh seperti apa yang Danar harapkan.

Dia bertanya lemah pada Dede, „Perasaan apa?‟ Dede menunduk saat mengatakan itu, „Taukah Oom bahwa Kak Tania suka Oom Danar?‟ Oom Danar diam sekali…. Dede berkata lirih kepadanya, „Kak Tania tidak pulang besok karena dia benci pernikahan besok.‟. “Dia tetap diam”. “Dede bertanya lagi padanya, „Apakah Oom Danar menyukai Kak Tania?‟. “Dia tetap diam.” “Dede bertanya untuk terakhir kalinya.‟Apakah Oom Danar mencintai Tante Ratna?‟ Dia juga diam.4

Dalam kutipan itu pun terlihat jelas bahwa Danar mencintai Tania. Mengapa? Karena jika Danar tidak mencintai Tania, Danar akan menjawab pertanyaan terakhir dari Dede, namun Danar hanya diam dan menunjukkan bahwa hati Danar sedang kalut, dia mencintai Tania.

2. Tokoh dan Penokohan

Tokoh utama dalam novel Daun yang Jatuh Takkan Pernah Membenci Angin ini adalah Tania. Tania berperan penting dan menjadi tokoh yang mampu menghipnotis para pembaca. Juga, lewat tokoh Tania ini juga, pengarang memberikan pesan moral dan sosial yang patut dicontoh.

Dalam novel ini terdapat 11 tokoh, yakni Tania, Danar, Dede, Ibu, Ratna, Miranti, Anne, Adi, Jhony Chan, ibu-ibu gendut (Mrs.G), dan penjaga toko buku. Masing-masing tokoh mempunyai watak yang patut

3

Ibid., h. 154. 4

(44)

32

dicontoh dan diimplikasikan ke dalam kehidupan nyata. Semua tokoh dalam novel ini tidak memiliki sifat yang sering dibenci oleh pembaca, seperti culas, jahat, sinis, hingga menyakiti tokoh lain. Pun halnya dengan tokoh Mrs. G. Kesinisan yang dimiliki oleh tokoh ini lebih kepada karena dia adalah seorang penjaga asrama yang harus menjaga ketertiban asrama. Pada intinya, pengarang menyifati semua tokohnya dengan watak-watak yang patut ditiru oleh pembaca.

a. Tania

Tania termasuk ke dalam tokoh bulat karena Tania mempunyai watak dan tingkah laku yang bermacam-macam. Tokoh utama ini sulit ditebak juga perangainya sering mengejutkan. Awalnya, Tania adalah seseorang yang lembut, mempunyai prinsip dan bahagia menjadi dirinya sendiri. Namun segalanya berubah ketika ia tahu keputusan Danar untuk menikah dengan Ratna padahal ia sangat mencintai lelaki itu. Sejak itu, sifatnya berubah total. Tidak ada lagi raut wajah yang menyenangkan itu. Tania terjebak dalam situasi, berpura-pura bahagia dengan apa yang dilakukannya padahal hati kecilnya tak berkehendak. Pembahasan mengenai karakter tokoh utama ini akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian analisis kepribadian tokoh Tania dengan menggunakan teori Galenus.

Seseorang yang malam ini akan menjawab semua potongan teka-teki (entah dia mau menjawabnya atau tidak). Seseorang yang dengannya semua cerita harus usai malam ini. Seseorang yangs ekarang duduk di bawah pohon linden kami.5

b. Danar

Danar merupakan seorang lelaki yang dewasa bukan karena usianya saja, tetapi juga pemikiran dan pengalaman hidupnya. Kedewasaannya yang ditunjukkan lewat sikap bertanggung jawab dan ketegaran yang dimilikinya ini terbentuk karena pengalaman hidupnya di masa lalu tidak berbeda jauh dengan Tania. Sejak kecil ia yang tinggal di panti asuhan karena yatim piatu berusaha memenuhi sendiri keperluan hidupnya.

5

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh model uji kompetensi akuntansi terhadap kompetensi lulusan yang siap kerja, hasilnya positif dan signifikan, artinya model uji kompetensi yang memenuhi

Golongan ini sejak dari kecil telah memiliki keperibadian tertutup kerana menerima tekanan dari masyarakat sehingga menjadi seorang yang pendiam, pemalu dan tidak

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.. Prinsip dan Metode

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak kulit buah jeruk nipis ( Citrus aurantifolia ) sebagai insektisida hayati terhadap nyamuk Aedes aegypti.. dan untuk

Bahwa komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan

Miming Game is effective in teaching speaking at first grade students of Vocational.

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran role playing terhadap hasil belajar ilmu pengetahuan sosial (IPS) kelas V SD Negeri

Perbedaan yang mendasar antara Sociological Jurisprudence dan sosiologi hukum menurut Lili Rasjidi 7 adalah , pertama, Sociological Jurisprudence adalah nama aliran