• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop Di PT. X Jakarta Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop Di PT. X Jakarta Tahun 2013"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

9

JAKARTA TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Syarat mencapai Gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat (SKM)

ERA PRASASTI NIM : 108101000070

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2013 M /1434 H

Universitas Islam Negeri

(2)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, 28 Agustus 2013

Era Prasasti, NIM : 108101000070

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop Di PT. X Jakarta Tahun 2013

xviii + 111 halaman+ 17 tabel + 3 bagan + 6 lampiran

Abstraksi

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.Kelelahan ini diatur oleh secara sentral oleh otak.Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari tiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh.Berdasarkan hasil studi pendahuluan di PT. X Jakarta, dari 10 orang pekerja workshop di dapatkan 50% pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat dan 40% pekerja mengalami kelelahan kerja sedang dan 10% mengalami kelelahan kerja ringan. Hasil ini berarti seluruh pekerja mengalami kelelahan menurut tingkatan kelelehan.

Penelitian yang digunakan adalah epidemiologi analitik dengan desain cross sectional. Sampel penelitian sebanyak 54 orang dari total populasi sebesar 90 orang pekerja. Uji statistik menggunakan Chi Square untuk melihat adanya hubungan antara kedua variabel yaitu variabel iklim kerja, status gizi, kebiasaan merokok dan kualitas tidur dihubungkan dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013, sedangkan uji kruskal wallis untuk variable umur dan masa kerja dihubungkan dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.

Dari hasil uji statistik, digambarkan Tingkat pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat 28 orang ( 42,6 %), pekerja yang mengalami kelelahan kerja sedang sebanyak 18 orang (33,3%) dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 13 orang (24,1%). Namun hasil uji bivariat membuktikan tidak terdapat hubungan antara iklim kerja dengan kelelahan kerja (p=0,820).Tidak ada hubungan antara faktor individu dengan tingkat kelelahan kerja dengan pvalue 0.221, masa kerja dengan pvalue 0.541, status gizi pekerja dengan pvalue 0.299, kebiasaan merokok dengan pvalue 0.359, dan kualitas tidur dengan pvalue 0.222.

(3)

karena itu hasil penelitian yang ditemukan bahwa semua variabel iklim kerja dan faktor individu tidak berhubungan dengan tingkat kelelahan kerja, namun tetap disarankan untuk melakukan peningkatan dan pemeliharaan yang terkait dengan iklim kerja dan faktor individu, seperti Meningkatkan pengendalian lingkungan kerja, meningkatkan produktivitas ventilasi udara, meningkatkan pengendalian administrative untuk memastikan para pekerja telah terlatih dalam situasi apapun, Pemeliharaan penggunaan Personal Protective Equipment, memperhatikan waktu kerja yang teratur, waktu istirahat yang cukup efisien bagi pekerja dan perusahaan, serta dapat melakukan aktifitas kesegaran jasmani.

(4)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, 28 Agustus 2013

Era Prasasti, NIM : 108101000070

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop Di PT. X Jakarta Tahun 2013

xviii + 111 pages + 17 table + 3 images + 6 attachment

Abstract

Fatigue is a protective mechanism of the body so that the body avoid further damage resulting in the recovery after the break. Fatigue is governed by centrally by the brain. The term fatigue usually show varying conditions of each individual, but it all boils down to the loss of efficiency and decreased work capacity and endurance. Based on the results of preliminary studies on the PT. X Jakarta, from 10 workers in the workshop get 50 % of workers who experience severe fatigue and 40 % of workers are experiencing job burnout and 10 % experienced mild fatigue. This result means that all workers experience fatigue levels by melting.

Epidemiological study is a cross sectional analytic design. Study sample as many as 54 people from a total population of 90 workers . Using a statistical test Chi Square to see the relationship between the two variables work climate variables, nutritional status, smoking habits and sleep quality associated with the level of work on worker fatigue workshop at PT. X Jakarta in 2013, while the Kruskal Wallis test for variables of age and years of service associated with the level of work on worker fatigue workshop at PT. X Jakarta in 2013.

From the results of statistical tests, described Worker experiencing severe fatigue 28 people ( 42.6 % ), workers who experience job burnout are as many as 18 people ( 33.3 % ) and workers who experience mild fatigue were 13 ( 24,1 % ). But bivariate test results prove there is no relationship between work climate with job burnout ( p = 0.820 ). There is no relationship between the individual factors with fatigue level with pvalue 0.221, pvalue tenure with 0541 , the nutritional status of workers with pvalue 0.299, pvalue smoking habit by 0.359, and the quality of sleep with pvalue 0,222.

(5)

maintenance work related to climate and individual factors, such as environmental control Increasing employment, increase productivity ventilation , improve administrative controls to ensure the workers have been trained in any situation , the use of Personal Protective Equipment Maintenance, observe regular working hours, rest periods are quite efficient for workers and companies, and can perform physical fitness activities.

(6)
(7)
(8)
(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Era Prasasti

TTL : Bekasi, 25 Januari 1991

Alamat : Jl. Parang Tritis B no. 147 RT 03/010 Bekasi Kelurahan : Sepanjang Jaya

Kecamatan : Bekasi Kotamadya : Bekasi Kode Pos : 17114

Agama : Islam Gol. Darah : O

No. Telp : (021) 82417259 / 082112170488 Email : eraprasasti@yahoo.com

RIWAYAT PENDIDIKAN Tahun

1996 – 2002 SDN Sepanjang Jaya VIII Bekasi 2002 - 2004 SMP Bani Saleh 1 Bekasi

2004 - 2005 SMPN 252 Jakarta 2005 - 2008 SMAN 53 Jakarta

2008 – 2013 S1 – Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

PENGALAMAN ORGANISASI

(10)

KATA PENGANTAR

Atas berkat Rahmat Allah swt. Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyang

akhirnya saya dapat menyelesaika penyusunan skripsi dengan judul “ Faktor-faktor

yang Berhubungan Dengan Tingkat Kelelahan Kerja pada Pekerja Workshop di PT.X

Jakarta Tahun 2013”. Sholawat dan salam juga selalu tercurah kepada baginda besar

Nabi Muhammad saw. Yang telah menuntun umatnya dari zaman kegelapan ke

zaman terang benderang seperti saat ini.Dalam penyusunan skripsi ini, tak lepas dari

bantuan berbagai pihak. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Febrianti, Msiselaku kepala program studi kesehatan masyarakat yang mana

senantiasa berusaha agar prodi kesmas selalu menjadi yang terbaik.

2. Dr. Yuli Prapanca sata, MARS selaku pembimbing 1 yang selalu menyempatn

waktu di kesibukannya membimbing selama ini.

3. Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM, selaku pembimbing II yang selalu

menyempatkan waktu di kesibukannya membimbing selama ini.

4. Terima Kasih kepada PT. X Jakarta atas kesempatannya dalam memberikan

peluang untuk dilakukannya penelitian ini.

5. Titi ndut, Liadzul, Sherly, terima kasih atas dukungannya.

6. My Best Ever Friend, Sofia, Riska, M.Iqbal, terima kasih atas dukungannya

dan pengertiannya, I love you Guys.

7. Anakku yang masih di dalam perut Bunda dan Suamiku, terima kasih selalu

(11)

8. Keluarga Besar Yura, Mama, Bapak, Mas Yuga dan Keluarga Besar Priyo,

telah memberikan dukungan lahir batin untuk perjuanganku.

Skripsi ini tentu tidak sempurna, saran dan kritik yang membangun terhadap

skripsi ini sangat diharapkan.

Jakarta, Agustus

2013

(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ………... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… vi

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA ……… vii

LEMBAR PERNYATAAN……… viii BAB II TINJAUAN PUSTAKA……… 9

2.1 Tingkat Kelelahan ..……… 9

2.1.1 Definisi Kelelahan Kerja ………. 2.1.2 Mekanisme Kelelahan ………. 2.1.3 Jenis Kelelahan ……… 2.1.4 Gejala Kelelahan dan Tanda Kelelahan ……….. 2.1.5 Cara Pengukuran . ……….. 2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kelelahan Kerja …………. 23

2.2.1 Beban Kerja ……… 2.2.2 Beban Tambahan ………

(13)

2.2.3 Faktor Individu ………..

2.3.2 Pekerjaan dalam Workshop PT. X Jakarta ……… 2.3.3 Jenis Bahaya di Tempat Kerja Bengkel ……….. 2.3.4 Faktor dan Potensi Kelelahan Akibat Kerja di Tempat Kerja

Bengkel ………...

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS 50 3.1 Kerangka Konsep ………...

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ……… 56

4.1 Desain Penelitian ……….. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 4.3 Populasi dan Sampel ……….

5.1 Gambaran Umum PT. X Jakarta ……… 5.2 Visi, Misi ……… 5.3 Gambaran Umum Workshop ………. 5.3.1 Gambaran Umum Ketenagakerjaan di Workshop PT. X ………

5.3.2 Struktur Organisasi ………

5.4 Gambaran umum Proses Engineering, Mechanical dan Electrical ………

(14)

5.5 Analisis Univariat ………

5.5.1 Gambaran Kelelahan pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta …… 5.5.2 Gambaran Iklim Kerja pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta … 5.5.3 Gambaran Umur dan Masa Kerja Pada Pekerja Workshop di PT. X

Jakarta ………

5.5.4 Gambaran Status Gizi, Kebiasaan Merokok dan Kualitas Tidur

Pekerja Workshop di PT. X Jakarta ………

5.6 Analisis Bivariat ………

5.6.1 Hubungan Antara Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada

Pekerja Workshop di PT. X Jakarta ………

5.6.2 Hubungan antara Umur dan Masa Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta ……… 5.6.3 Hubungan Antara Status Gizi dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja

Workshopdi PT. X ………

5.6.4 Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Kelelahan Kerja Pada

Pekerja Workshop di PT. X ………

5.6.5 Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Tingkat Kelelahan Kerja

Pada Pekerja Workshop di PT. X ………

77 6.3 Gambaran dan Hubungan Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja …. 6.4 Gambaran dan Hubungan Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja …. 6.5 Gambaran dan Hubungan Masa Kerja dengan TingkatKelelahan Kerja …. 6.6 Gambaran dan Hubungan Status Gizi dengan TingkatKelelahan Kerja ….. 6.7 Gambaran dan Hubungan Kebiasaan Merokok dengan TingkatKelelahan

Kerja... 6.8 Gambaran dan Hubungan Kualitas Tidur dengan TingkatKelelahan Kerja.

(15)

7.2 Saran ……….. 7.2.1 Bagi Perusahaan ……….. 7.2.2 Bagi Peneliti ………

104 104 105 DAFTAR PUSTAKA ... 106

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Estimasi Pengukuran Panas Metabolik ... 24

Tabel 2.2 NAB Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) ... 26

Tabel 2.4 NAB Kebisingan ... 32

Tabel 2.5 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Indeks Masa Tubuh ... 38

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan sampel ………... 60

Tabel 5.1 Jumlah Tenaga Kerja PT. X Jakarta ………... Distribusi Frekuensi Kelelahan Kerja pada Pekerja ……….. Distribusi Frekuensi Beban Kerja pada Pekerja Workshop ………….. Distribusi Frekuensi Iklim Kerja Pada Pekerja di Workshop ………… Distribusi Frekuensi Umur dan Masa Kerja Pekerja Workshop ……… Distribusi Frekuensi Status Gizi, Kebiasaan Merokok dan Kualitas Tidur Pekerja Workshop ……… Tabel 5.7 Tabulasi Silang antara Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Pada Pekerja Workshop ………... 84

Tabel 5.8

Tabel 5.9

Tabel 5.10

Tabel 5.11

Tabulasi Silang antara Umur dan Masa Kerja dengan Tingkat

Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop ………..

Tabulasi Silang antara Status Gizi Pekerja dengan Tingkat Kelelahan

Kerja Pada Pekerja Workshop ………

Tabulasi Silang antara Kebiasaan Merokok Pekerja dengan Tingkat

Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop ………..

Tabulasi Silang antara Kualitas Tidur Pekerja dengan Kelelahan Pada

85

86

(17)
(18)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori ……….. 47

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ………. 49

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh

terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.

Kelelahan ini diatur oleh secara sentral oleh otak. Istilah kelelahan biasanya

menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari tiap individu, tetapi semuanya

bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta

ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004). Kelelahan akibat kerja juga sering kali

diartikan sebagai proses menurunnya efisiensi, performance kerja dan

berkurangnya kekuatan ketahanan fisik untuk terus melanjutkan kegiatan yang

harus dilakukan (Suma’mur, 1996)

Faktor penyebab kelelahan di industri sangat bervariasi. Kelelahan dapat

disebabkan karena faktor intensitas dan lama kerja fisik dan mental, lingkungan,

circadian rhythm, problem fisik, kenyerian dan kondisi kesehatan, dan nutrisi. Kelelahan dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu, kelelahan otot (muscular fatigue) dan kelelahan umum (general fatique). Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot, sedangkan kelelahan umum ditandai

dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotoni

(pekerjaan yang sifatnya monoton), intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan

(20)

gizi.Pengaruh-pengaruh tersebut terakumulasi di dalam tubuh manusia dan menimbulkan

perasaan lelah yang dapat menyebabkan seseorang berhenti bekerja (beraktivitas)

(Tarwaka, 2004).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh kementrian tenaga kerja

Jepang terhadap 12.000 perusahaan yang melibatkan sekitar 16.000 pekerja di

negara tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil bahwa

ditemukan bahwa 65% pekerja mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja

rutin, 28% mengeluhkan kelelahan mental dan sekitar 7% pekerja mengeluh

stress dan merasa tersisihkan (Hidayat (2003) dalam Eraliesa (2009)). Dari

laporan survei di negara maju diketahui bahwa 10-50% penduduk

mengalami kelelahan akibat kerja. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan

adanya prevalensi kelelahan sekitar 20% pasien yang membutuhkan perawatan

(Santosa (1982) dalam Tri Yuni (2006)).

Depkes (1991) menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari,

kelelahan mempunyai beragam penyebab yang berbeda, yaitu beban kerja, beban

tambahan dan faktor individu. Menurut Granjean (1997) dalam Tarwaka dkk

(2004) bahwa berbagai pendekatatan terhadap pengerahan tenaga atau beban

kerja pada tenaga kerja secara fisiologis dalam pekerjaannya antara lain

pengukuran nadi kerja (heart rate), konsumsi oksigen, aliran darah, dan frekuensi pernafasan. Beban tambahan merupakan beban diluar beban kerja yang

harus ditanggung oleh pekerja. Beban tambahan tersebut berasal dari lingkungan

kerja yang memiliki potensi bahaya seperti lingkungan kerja. Faktor individu

(21)

Purnawati (2005) menyebutkan berat ringannya beban kerja baik fisik

maupun mental dapat mempengaruhi tingkat kelelahan. Beban kerja fisik yang

terlalu berat dapat berakibat cadangan enegi tubuh sangat berkurang serta

penumpukan asam laktat yang berlebihan sehingga tingkat kelelahan menjadi

berat. Beban kerja yang terlalu ringan dan monoton dalam waktu lama dapat

menimbulkan kebosanan dan berakibat stimulasi elektris sistim inhibisi menjadi

lebih kuat, sehingga menurunkan kemampuan bereaksi dan menimbulkan

kecenderungan untuk tidur. Semuanya ini dapat mengakibatkan kelelahan dalam

tingkat yang berat meskipun beban kerja fisik maupun mental yang harus

dijalankan tidak berat. Sehingga kelelahan dapat berakibat menurunnya

perhatian, perlambatan dan hambatan persepsi, lambat dan sukar berfikir,

penurunan kemauan atau dorongan untuk bekerja, penurunan kewaspadaan,

konsentrasi dan ketelitian, menurunnya efisiensi dan kegiatan-kegiatan fisik dan

mental yang pada akhirnya menyebabkan kecelakan kerja dan terjadi penurunan

poduktivitas kerja (Budiono, 2003)

PT. X Jakarta merupakan salah satu workshop yang bergerak dalam

bidang TOTAL SERVICE atau segala perbaikan dalam bidang electrical dan

engineering. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 31 Januari 2013 di PT. X Jakarta, dari 10 orang pekerja worksop di dapatkan

50% pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat dan 40% pekerja mengalami

kelelahan kerja sedang dan 10% mengalami kelelahan kerja ringan. Didapatkan

nilai intensitas secara langsung, intensitas lingkungan fisik perusahaan bahwa

(22)

29,7oC (titik 2); 28,5oC (titik 3); 27,8 oC (titik 4); 28 oC (titik 5); 28,7 oC (titik 6);

dan 27,4 oC (titik 7) (terlampir). Nilai NAB tekanan panas disesuaikan dengan

tingkat beban kerja pekerja sesuai ketentuan Permenaker No.13/MEN/X/2011

tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola

(ISBB).

Oleh karena itu perlu diteliti apa saja faktor-faktor yang berhubungan

dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop PT. X Jakarta, sehingga diharapkan dengan diadakannya penelitian ini dapat menambah informasi bagi

perusahaan dan pekerja mengenai kelelahan akibat kerja.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian yang melibatkan sekitar 16.000 pekerja di negara Jepang tersebut

yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil bahwa ditemukan bahwa

65% pekerja mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja rutin, 28% mengeluhkan

kelelahan mental dan sekitar 7% pekerja mengeluh stress dan merasa tersisihkan

(Hidayat (2003) dalam Eraliesa (2009)). Dari laporan survei di negara maju

diketahui bahwa 10-50% penduduk mengalami kelelahan akibat kerja.

Sehingga diperlukan perawatan khusus sebanyak 20% pasien.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 31 Januari

2013 di PT. X Jakarta, dari 10 orang pekerja worksop di dapatkan 50% pekerja

yang mengalami kelelahan kerja berat dan 40% pekerja mengalami kelelahan

kerja sedang dan 10% mengalami kelelahan kerja ringan dengan alat ukur

(23)

kerja tingkat sedang berdasarkan perhitungan denyut nadi dalam menetukan

beban kerja pada pekerja. Didapatkan nilai intensitas tekanan panas secara

langsung, intensitas lingkungan fisik perusahaan bahwa dari 7 titik pengukuran

iklim kerja, masing-masing adalah 28,9oC (Titik 1); 29,7oC (titik 2); 28,5oC (titik

3); 27,8 oC (titik 4); 27,9 oC (titik 5); 28,7 oC (titik 6); dan 27,4 oC (titik 7)

(terlampir). Nilai NAB tekanan panas disesuaikan dengan tingkat beban kerja

pekerja sesuai ketentuan Permenaker No.13/MEN/X/2011 tentang Nilai

Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB).

Depkes (1991), Ramdan (2007), Silaban (1998), Granjean (1988),

Suma’mur (1996, 2009), Budiono (2003), Park, dkk (2001), menyebutkan bahwa

faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja adalah beban kerja,

beban tambahan (kebisingan, penerangan, iklim kerja), faktor individu (jenis

kelamin, umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan merokok, kondisi kesehatan),

dan faktor pekerjaan ( lama kerja dan pekerjaan yang monoton).

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran tingkat kelelahan kerja terhadap pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013?

2. Bagaimana gambaran iklim kerja terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja

workshop di PT. X Jakarta tahun 2013?

3. Bagaimana gambaran faktor individu (umur, masa kerja, status gizi kebiasaan

merokok, dan kualitas tidur) terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja

(24)

4. Apakah ada hubungan antara iklim kerja terhadap tingkat kelelahan kerja pada

pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013?

5. Apakah ada hubungan antara faktor individu (umur, masa kerja, status gizi,

kebiasaan merokok, dan kualitas tidur) dengan tingkat kelelahan kerja pada

pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kelelahan

pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran tingkat kelelahan kerja terhadap pekerja workshop PT. X Jakarta tahun 2013.

2. Bagaimana gambaran iklim kerja terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja

workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.

3. Mengetahui gambaran faktor individu (umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan

merokok dan kualitas tidur) terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja

workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.

4. Mengetahui hubungan iklim kerja terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja

workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.

5. Mengetahui hubungan faktor individu (umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan

merokok dan kualitas tidur) terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja

workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.

1.5 Manfaat Penelitian

(25)

1. Dapat mengetahui gambaran tingkat kelelahan yang dialami tenaga kerja

selektor, serta sebagai bahan pertimbangan untuk mengevaluasi adanya

keluhan tenaga kerja dan mencari alternatif pemecahan.

2. Dapat mengetahui gambaran lingkungan fisik (kebisingan dan iklim kerja)

perusahaan terhadap kelelahan kerja pada pekerja workshop.

3. Sebagai sumbangan pemikiran dan pengembangan serta penerapan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

1.5.2 Bagi Peneliti

1. Melatih pola berpikir sistematis dalam menghadapi masalah-masalah, khususnya

dalam bidang K3.

2. Sebagai aplikasi nyata dari keilmuan yang diperoleh selama perkuliahan.

3. Memacu peneliti untuk mengembangkan penelitian ke arah yang lebih baik,

sehingga dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kesejahteraan pekerja.

1.5.3 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

1. Sebagai referensi keilmuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja,

khususnya pengaruh kebisingan terhadap kelelahan bekerja.

2. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi untuk

penelitian selanjutnya.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

(26)

dengan kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Maret 2013. Metode

penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional (potong lintang). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 31 Januari

2013 di PT. X Jakarta, dari 10 orang pekerja workshop di dapatkan 50%

pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat dan 40% pekerja mengalami

kelelahan kerja sedang dan 10% mengalami kelelahan kerja ringan dengan

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Kelelahan

2.1.1 Definisi Kelelahan kerja

Fatigueberasal dari kata “fatigare” yang berarti hilang lenyap ( waste-time).Secara umum dapat diartikan sebagai perubaan dari keadaan yang lebih kuat ke keadaan yang lebih lemah. Kelelahan merupakan kondisi

yang ditandai dengan perasaan lelah dan menurunkan kesiagaan serta

berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Banyak definisi kelelahan yang

berkembang disebabkan oleh konsep kelelahan yang bersifat majemuk.

Berbagai definisi kelelahan banyak diwarnai menurut sudut pandang

masing-masing kebutuhan (Granjean, 1988).

1. Kata kelelahan menunjukkan keadaan yang berbeda–beda, tetapi

semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan

ketahanan tubuh (Suma’mur, 2009).

2. Kelelahan didefinisikan sebagai keadaan gangguan yang dapat

mencakup unsur-unsur fisik dan / atau mental, dapat dikaitkan

dengan kewaspadaan yang lebih rendah dan kinerja yang

berkurang (Fatigue Management, 2010).

3. Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk

melakukan suatu kegiatan, walaupun itu bukan satu-satunya gejala.

Secara umum gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada

(28)

4. Kelelahan kerja merupakan suatu kondisi yang menyebabkan

penurunan kinerja yang dapat mengakibatkan kesalahan kerja,

ketidakhadiran, keluar kerja, kecelakaan kerja dan berpengaruh

terhadap perilaku kerja. (Schultz, 1982).

5. Kelelahan kerja dianggap seagai memuncaknya kondisi

psikokhemis dari tubuh yang diakibatkan produksi racun-racun

khemis yang berlebihan sehingga orang harus beristirahat (Kartono, 1994)

Beberapa definisi kelelahan, dapat disimpulkan bahwa kelelahan atau

fatigue menunjukkan keadaan yang berbeda-beda, tetapi semua keadaan berakibat pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Dapat

dikatakan pula sebagai melemahnya tenaga dalam aspek fisik, psikologi

maupun mental. Kelelahan baik secara fisiologis maupun psikologis pada

dasarnya merupakan suatu mekanisme perlindungan terhadap tubuh

terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah

istirahat.

2.1.2 Mekanisme Kelelahan

Konsep kelelahan merupakan reaksi fungsional dari pusat kesadaran

yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi oleh dua sistem penghambat (inhibisi dan sistem penggerak/aktivasi) Sampai saat ini masih berlaku dua

teori tentang kelelahan otot, yaitu teori kimia dan teori syaraf pusat.

(29)

1. Teori kimia

Secara teori kimia bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat

berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sistem metabolisme

sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot, sedangkan perubahan arus

listrik pada otot dan syaraf adalah penyebab sekunder.

Produktivitas mulai menurun setelah empat jam bekerja terus

menerus (apapun jenis pekerjaannya) yang disebabkan oleh

menurunnya kadar gula di dalam darah. Itulah sebabnya istirahat

sangat diperlukan minimal setengah jam setelah empat jam bekerja

terus menerus agar pekerja memperoleh kesempatan untuk makan dan

menambah energi yang diperlukan tubuh untuk bekerja (Suma’mur,

1996)

2. Teori syaraf pusat

Bahwa perubahan kimia hanya penunjang proses, yang

mengakibatkan dihantarkannya rangsangan syaraf oleh syaraf

sensosrik ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan

aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan

gerakan sehingga frekuensi potensial gerakan pada sel syaraf menjadi

berkurang. Berkurangnya frekuensi ini akan menurunkan kekuatan dan

kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi

lambat.

Kondisi dinamis dari pekerjaan akan meningkatkan sirkulasi

(30)

asam laktat. Karena suasana kerja dengan otot statis aliran darah akan

menurun, maka asam laktat akan terakumulasi dan mengakibatkan

kelelahan otot lokal. Disamping itu juga dikarenakan beban otot yang

tidak merata pada jaringantertentu yang pada akhirnya akan

mempengaruhi kinerja (performance) seseorang (Harington, 2005). Kelelahan diatur oleh sentral dari otak. Pada susunan syaraf

pusat, terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling

mengimbangi tetapi kadang-kadang salah satu daripadanya lebih

dominan sesuai dengan kebutuhan. Sistem aktivasi bersifat simpatis,

sedang inhibisi adalah parasimpatis. Agar tenaga kerja berada dalam

keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut berada pada

kondisi yang memberikaan stabilitas pada tubuh (Suma’mur 2009).

2.1.3 Jenis Kelelahan

Kelelahan kerja berakibat pada pengurangan kapasitas kerja dan

ketahanan tubuh. Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot

dan kelelahan umum (Suma’mur, 2009).

(1) Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)

Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan

melalui fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara

fisiologi, dan gejala yang ditunjukan tidak hanya berupa

berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada makin rendahnya

(31)

sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti: melemahnya

kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan

meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja,

sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Gejala

Kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar

atau external signs (Budiono, 2003).

Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot

yaitu teori kimia dan teori saraf pusat terjadinya kelelahan. Pada

teori kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan

adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya

sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot.

Sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan saraf adalah

penyebab sekunder. Sedangkan pada teori saraf pusat menjelaskan

bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses.

Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya

rangsangan saraf melalui saraf sensoris ke otak yang disadari

sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat

pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi

potensial kegiatan pada sel saraf menjadi berkurang. Berkurangnya

frekuensi tersebut akan menurunkan kekuatan dan kecepatan

kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat.

(32)

menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang (Tarwaka,

2004).

(2) Kelelahan Umum

Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang

luar biasa. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat

karena munculnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah

untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa

berat dan merasa “ngantuk” (Budiono, 2003).Kelelahan umum

biasanya ditandai berkurangnya kemauan untuk bekerja yang

disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja

fisik, keadaan di rumah, sebab- sebab mental, status kesehatan dan

keadaan gizi (Tarwaka, 2004).

Beberapa jenis kelelahan umum menurut Budiono (2003) adalah:

1) Kelelahan penglihatan, muncul dari terlalu letihnya

mata.

2) Kelelahan seluruh tubuh, sebagai akibat terlampau

besarnya beban fisik bagi seluruh organ tubuh.

3) Kelelahan mental, penyebabnya dipicu oleh pekerjaan yang

bersifat mental dan intelektual.

4) Kelelahan syaraf, disebabkan oleh terlalu tertekannya salah

satu bagian dari sistem psikomotorik.

5) Kelelahan kronis, sebagai akibat terjadinya akumulasi efek

(33)

6) Kelelahan siklus hidup sebagai bagian dari irama

hidup siang dan malam serta petukaran periode tidur.

Berdasarkan penyebab kelelahannya, kelelahan dapat dikategorikan

sebagai berikut :

1) Kelelahan fisiologis merupakan kelelahan yang disebabkan

karena adanya faktor lingkungaan fisik, seperti penerangan,

kebisingan, panas dan suhu.

2) Kelelahan psikologis terjadi apabila adanya pengaruh hal-hal diluar

diri yang berwujud pada tingkah laku atau perbuatan dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti suasana kerja, interaksi

dengan sesama pekerja maupun dengan atasan (Depnaker, 2004).

Observasi yang pernah dilakukan, bahwa perasaan letih seperti

haus, lapar dan perasaan lainnya yang sejenis merupakan alat

pelindung alami sebagai ndikator bahwa keadaan fisik dan psikis

seseorang menurun (Budiono, 2009).

2.1.4 Gejala Kelelahan dan Tanda Kelelahan

Dalam ILO Workshelf (1983) menyebutkan bahwa kelelahan

dipengarui banyak sisi. Proses biologis kelelahan secara umum tidak dapat

diukur dengan cara langsung, sehingga definisi terutama berorientasi pada

gejala-gejala kelelahan. Gejala kelelahan dapat dibagi, misalnya, ke dalam

(34)

1. Gejala Psikologi: kelelahan dianggap sebagai penurunan fungsi organ

atau organisme secara keseluruhan. Itu menghasilkan reaksi fisiologis,

misalnya, peningkatan frekuensi denyut jantung atau aktivitas otot

listrik.

2. Gejala Perilaku: kelelahan diartikan terutama sebagai penurunan

parameter kinerja. Contoh meningkatnya kesalahan ketika

memecahkan tugas-tugas tertentu, atau variabilitas meningkatkan

kinerja.

3. Gejala Psiko-fisik: kelelahan ditafsirkan sebagai peningkatan perasaan

tenaga dan penurunan sensasi, tergantung pada intensitas, durasi dan

komposisi faktor stres.

Dalam proses kelelahan ketiga gejala tersebut dalam prosesnya,

mereka dapat muncul di berbagai titik dalam waktu tertentu. Reaksi

fisiologis dalam sistem organik, terutama mereka yang terlibat dalam

pekerjaan, mungkin muncul pertama. Kemudian perasaan tenaga mungkin

akan terpengaruh. Perubahan kinerja diwujudkan umumnya dalam

keteraturan penurunan kerja atau dalam kuantitas meningkatnya

kesalahan, meskipun rata-rata kinerja mungkin belum terpengaruh.

Sebaliknya, dengan motivasi yang tepat orang yang bekerja bahkan

mencoba untuk mempertahankan kinerja melalui kehendak-kekuasaan.

Langkah berikutnya mungkin penurunan yang jelas dari kinerja berakhir

(35)

kerusakan pada organisme termasuk perubahan struktur kepribadian dan

dalam kelelahan.

2.1.5 Cara Pengukuran

Sampai saat ini belum ada metode pengukuran kelelahan yang baku

karena kelelahan merupakan suatu perasaan subyektif yang sulit diukur

dan diperlukan pendekatan secara multidisiplin (Grandjean, 1993) dalam

Tarwaka (2004).

Untuk mengetahui dan menilai kelelahan dapat dilakukan

pengukuran/pengujian mengenai:

1. Waktu Reaksi adalah reaksi sederhana atas rangsangan tunggal atau

reaksi kompleks yang memerlukan koordinasi. Kelelahan dapat

diklasifikasikan berdasarkan rentang atau range waktu reaksi

sebagai berikut (Tim Hiperkes, 2003):

1)Normal : waktu reaksi 150,0 – 240,0

milidetik

2)Kelelahan Kerja Ringan (KKR) :waktu reaksi>240,0 - <410,0

milidetik

3)Kelelahan Kerja Sedang (KKS) :waktu reaksi >410,0– <580,0

milidetik

4)Kelelahan Kerja Berat (KKB) : waktu reaksi ≥ 580,0 mili

(36)

Menurut Sanders & Mc Cormick (1987) yang dikutip oleh

Tarwaka,dkk (2004), waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu

respon yang spesifik saat satu stimuli terjadi. Sedangkan menurut laporan

Setyawati L (1996) yang dikutip oleh Tarwaka, dkk (2004), dalam uji

waktu reaksi ternyata stimuli terhadap cahaya lebih cepat diterima oleh

reseptor daripada stimuli suara.

2. Konsentrasi (pemeriksaan Bourdon Wiersma)

Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan

yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan

menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma test, merupakan salah

satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian

dan konsentrasi. Hasil tes akan menunjukkan bahwa semakin lelah

seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konsentrasi akan

semakin rendah atau sebaliknya. Namun demikian Bourdon Wiersma

tes lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau

pekerjaan yang lebih bersifat mental. Uraian tersebut diatas dapat

ditarik kesimpulan, bahwa kelelahan biasanya terjadi pada akhir jam

kerja yang disebabkan oleh karena beberapa faktor, seperti monotoni,

kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai dengan

antropometri pemakainya, stasiun kerja yang tidak ergonomik, sikap

paksa dan pengaturan waktu kerja-istirahat yang tidak tepat. Sumber

(37)

3. Uji fusi kelipan (flicker fusion test)

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk

melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin

panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji

kelipan, disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan

keadaan kewaspadaan tenaga kerja (Tarwaka, 2004).

4. Elektro-ensefalogram (EEG)

Elekto-ensefalogram (EEG) adalah rekaman aktivitas listrik otak,

yang digunakan untuk mendiagnosis kondisi neurologis (Kamus

Kesehatan, 2012). Electroencephalogram (EEG) adalah suatu test

untuk mendeteksi kelainan aktivitas elektrik otak (Campellone, 2006).

Electroencephalografi adalah prosedur pencatatan aktifitas listrik otak

dengan alat pencatatan yang peka sedangkan grafik yang

dihasilkannya disebut Electroencephalogram. Jadi Aktivitas otak

berupa gelombang listrik, yang dapat direkam melalui kulit kepala

disebut Elektro-Ensefalografi (EEG). Amplitudo dan frekuensi EEG

bervariasi, tergantung pada tempat perekaman dan aktivitas otak saat

perekaman.Saat subyek santai, mata tertutup, gambaran EEG nya

menunjukkan aktivitas sedang dengan gelombang sinkron 8-14

(38)

sinkron dan teratur akan hilang, kalau subyek membuka matanya yang

tertutup. Gelombang yang terjadi adalah gelombang beta (> 14 siklus/detik).Gelombang beta direkam dengan baik di regio frontal,

merupakan tanda bahwa orang terjaga, waspada dan terjadi aktivitas

mental. Meski gelombang EEG berasal dari kortek, modulasinya

dipengaruhi oleh formasio retikularis di subkortek.

5. Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjektive feelings of fatigue)

Subjective Self Rating Tes dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut

(39)

50

(1) 10 Pertanyaan tentang pelemahan kegiatan: 1. Perasaan berat di kepala

(2) 10 Pertanyaan tentang pelemahan motivasi: 1. Susah berfikir

2. Lelah untuk bicara 3. Gugup

4. Tidak berkonsentrasi

5. Sulit untuk memusatkan perhatian 6. Mudah lupa

7. Kepercayaan diri berkurang 8. Merasa cemas

9. Sulit mengontrol sikap

10. Tidak tekun dalam pekerjaan

(40)

9. Tremor pada anggota badan 10. Merasa kurang sehat

Subjective Self Rating Test (SSRT) dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif.

Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari : 10

pertanyaan tentang pelemahan kegiatan (pertanyaan no 1 s/d 10); 10

pertanyaan tentang pelemahan motivasi (11 s/d 20); dan 10 pertanyaan

tentang gambaran kelelahan fisik (21 s/d 30). Pengukuran kelelahan

dengan menggunakan kuesioner kelelahan subjektif dapat digunakan

untuk menilai tingkat keparahan kelelahan individu dalam kelompok

kerja yang cukup banyak atau kelompok sampel yang yang dapat

mempresentasikan populasi secara keseluruhan (Tarwaka, 2008)

Jika skor kelelahan subjektif < 40 dan reaction timer test

menunjukkan normal dan ringan, maka dikategorikan Tidak Lelah. Jika skor kelelahan ≥ 40 dan reaction timer test menunjukkan

kelelahan kerja sedang atau berat maka dikategorikan Lelah (Purnawati, 2005).

Meskipun ada banyak macam cara ukur untuk mengevaluasi kelelahan

tetapi dalam penelitian ini dilakukan Reaction Timer Test yang merupakan tes objektif dari kelelahan umum. Reaction timer sebagai pengukuran kelelehan dengan mengetahui respon stimuli responden secara spesifik. Reaction timer

(41)

2.1.6 Dampak Kelelahan

Kelelahan kerja merupakan komponen fisik dan psikis. Kerja fisik

yang melibatkan kecepatan tangan dan fungsi mata serta memerlukan

konsentrasi terus menerus dapat menyebabkan kelelahan fisiologis dan

disertai penurunan keinginan untuk bekerja yang disebabkan faktor psikis

sehingga menyebabkan timbulnya perasaan lelah (Suma’mur, 2009).

Kelelahan juga dapat berakibat menurunnya perhatian, perlambatan dan

hambatan persepsi, lambat dan sukar berfikir, penurunan kemauan atau

dorongan untuk bekerja, penurunan kewaspadaan, konsentrasi dan

ketelitian, menurunnya efisiensi dan kegiatan-kegiatan fisik dan mental

yang pada akhirnya menyebabkan kecelakan kerja dan terjadi penurunan

poduktivitas kerja (Budiono, 2003).

2.2Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja

Depkes (1991) menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, kelelahan

mempunyai beragam penyebab yang berbeda, yaitu beban kerja, beban tambahan

dan faktor individu. Berikut penjelasannya :

1. Beban Kerja

Menurut Depkes (1991) bahwa volume pekerjaan yang dibebankan

kepada tenaga kerja baik fisik maupun mental dan tanggung jawab.

Beban kerja yang melebihi kemampuan akan mengakibatkan kelelahan

(42)

pekerjaannya, seperti mengangkat, berlari dan lain-lain. Setiap pekerjaan

merupakan beban bagipelakunya. Beban tersebut dapat berupafisik, mental

atau sosial. Derajat beratnya beban kerja tidak hanya tergantung pada

jumlah kalori yang dikonsumsi, akan tetapi juga bergantung pada jumlah

otot yang terlibat pada pembebanan otot statis.

Evaluasi jumlah panas metabolik tubuh dapat diperoleh dengan

menggunakan estimasi pengukuran panas metabolik menurut NIOSH 1986

yang dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Estimasi Pengukuran Panas Metabolik A Body position and

D Sample calculation Average Kcal/min Assembling work with heavy handtools

(43)

Two arms work *For standart worker of 70 kg body weight (154lbs) and 1.8m2 body surface (19.4 ft2)

** Example of measuring metabolic heat production of worker when performing initial screening

Sumber : NIOSH Occupational Exposure to Hot Environments, 1986

Selain estimasi pengukuran panas metabolik menurut NIOSH 1986,

panas metabolisme dapat diukur melalui perhitungan beban kerja berdasarkan

tingkat kebutuhan kalori menurut pengeluaran energi. Penilaian beban kerja

dilakukan dengan pengukuran berat badan tenaga kerja, pengamatan aktifitas

tenaga kerja dan kebutuhan kalori berdasarkan pengeluaran energi sesuai tabel

perhitungan beban kerja. Pengamatan aktifitas kerja dilakukan dengancara

pengamatan pada kategori jenis pekerjaan dan posisi badan pekerja setiap

jam, kemudian posisi dan lama gerakan tersebut dicatat dan dihitung.

Hasil penelitian Hariyono, dkk (2009) bahwa sebesar 23,64% beban

kerja berat yang mengalami kelelahan dan 56,34% beban kerja ringan yang

mengalami kelelahan. Berat ringannya beban kerja baik fisik maupun mental

dapat mempengaruhi tingkat kelelahan. Beban kerja fisik yang terlalu berat

dapat berakibat cadangan energi tubuh sangat berkurang serta penumpukan

asam laktat yang berlebihan sehingga tingkat kelelahan menjadi berat. Beban

kerja yang terlalu ringan dan monoton dalam waktu lama dapat menimbulkan

kebosanan dan berakibat stimulasi elektris sistim inhibisi menjadi lebih kuat,

sehingga menurunkan kemampuan bereaksi dan menimbulkan kecenderungan

(44)

berat meskipun beban kerja fisik maupun mental yang harus dijalankan tidak

berat (Purnawati, 2005)

Evaluasi Tingkat Beban Kerja

Evaluasi tingkat beban kerja diperoleh dengan mengkategorikan hasil

estimasi pengukuran panas metabolisme menurut Peraturan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi No. 13/MEN/X/2011 Thn. 2011

Tabel 2.2 NAB Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)

Pengaturan waktu kerja setiap jam

ISBB (oC)

Beban Kerja

Ringan Sedang Berat

75% - 100% 31.0 28.0 -

50% - 75% 31.0 29.0 27.5

25% - 50% 32.0 30.0 29.0

0% - 25% 32.2 31.1 30.5

Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13/MEN/X/2011 Thn. 2011

Catatan :

 Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200

Kilokalori/jam.

 Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200

(45)

 Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai

dengan kurang dari 500 Kilo kalori/jam.

Menghitung beban kerja berdasarkan kebutuhan kalori pekerja, dengan

menggunakan rumus :

Keterangan:

BK1,BK2,…,BKn = Beban Kerja sesuai aktifitas 1,2,…,n

T1,t2,t3 = Waktu Kerja sesuai aktifitas kerja 1,2,…,n

Kkal = Kalori yang dikeluarkan per kilogram berat

badan

Kkal Laki-laki = 1 kkal/min berat badan per jam

Kkal perampuan = 0.9 kkal/kg berat badan per jam

2. Beban Tambahan

Beban tambahan merupakan beban diluar beban kerja yang harus

ditanggung oleh pekerja. Beban tambahan tersebut berasal dari lingkungan

kerja yang memiliki potensi bahaya seperti lingkungan kerja. Menurut

(46)

yang tidak nyaman, kebisingan, maupun penerangan yang tidak sesuai standar

dapat merupakan beban tambahan bagi tubuh pekerja. Menurut Ramdan

(2007) bahwa perasaan kelelahan yang terjadi dipengaruhi oleh kebisingan

tinggi dan suhu tinggi. Lingkungan yang dapat mempengaruhi kelelahan

adalah :

a) Iklim Kerja

Iklim kerja merupakan suatu lingkungan kerja yang mempunyai

iklim atau cuaca tertentu, yang dapat berupa iklim kerja panas dan

iklim kerja dingin. Iklim kerja sangat erat kaitannya dengan suhu

udara, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi

(Budiono, 2003). Kombinasi keempat faktor tersebut yang

dipadankan dengan produksi panas oleh tubuh sendiri yang disebut

tekanan panas (heat stress). Faktor-faktor yang menyebabkan

pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan sekitarnya adalah

konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi. Udara adalah penghantar

panas yang kurang begitu baik, tetapi melalui kontak dengan tubuh

dapat terjadi pertukaran panas antara udara dengan tubuh.

Berdasarkan hasil penelitian Mustagfirin (2011) bahwa menunjukkan

ada hubungan yang bermakna antara iklim kerja dengan kelelahan

(p=0,022) dengan nilai pengukuran iklim kerja (ISBB) didapatkan

(47)

Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivias kerja

pekerja akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada

temperatur sekitar 24oC sampai 27oC. (Suma’mur, 2009)

Alat untuk mengukur iklim kerja menggunakan alat WBGT.

Evaluasi Tingkat Beban Kerja dan suhu iklim kerja diperoleh dengan

mengkategorikan hasil estimasi pengukuran panas metabolisme

menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

13/MEN/X/2011 Thn. 2011

Tabel 2.3 NAB Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)

Pengaturan waktu kerja setiap jam

ISBB (oC)

Beban Kerja

Ringan Sedang Berat

75% - 100% 31.0 28.0 -

50% - 75% 31.0 29.0 27.5

25% - 50% 32.0 30.0 29.0

0% - 25% 32.2 31.1 30.5

Catatan :

 Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200

Kilokalori/jam.

 Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200

(48)

 Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai

dengan kurang dari 500 Kilo kalori/jam.

Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13/MEN/X/2011 Thn. 2011

b) Kebisingan

Kebisingan merupakan suara atau bunyi yang tidak dikehendaki

karena pada tingkat atau intensitas tertentu dapat menimbulkan

gangguan, terutama merusak alat pendengaran. Kebisingan akan

mempengaruhi faal tubuh seperti gangguan pada saraf otonom yang

ditandai dengan bertambahnya metabolisme, bertambahnya tegangan

otot sehingga mempercepat kelelahan (Suma’mur, 2009).

Di lingkungan kerja, kebisingan merupakanmasalah kesehatan

kerja yang selalu timbul. Paparan bising dalam waktu dan kadar yang

melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) dan tanpa proteksi yang

memadai dapat menyebabkan gangguan kesehatan/penyakit akibat

kerja.Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan adalah intensitas

kebisingan dimana pekerja masih sanggup menerima tanpa

menunjukkan gejala sakit akibat bising atau seseorang tidak

menunjukkan kelainan pada pemaparan tersebut dalam waktu 8 jam

per hari atau 40 jam perminggu. Sesuai dengan Kep. Menaker

No.13/MEN/X/2011 menyatakan NAB : Kebisingan untuk 8 jam per

hari adalah 85 dB. Alat untuk mengukur intensitas Kebisingan adalah

(49)

Tabel 2.4 Nilai Ambang Batas Kebisingan Waktu Pemaparan per Hari Intensitas dalam dBA

8

Sumber :Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13/MEN/X/2011 Thn. 2011

c) Penerangan

Penerangan di tempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang

menerangi benda-benda di tempat kerja.Permasalahan penerangan

meliputi kemampuan pekerja untuk melihat sesuatu, sifat-sifat dari

indera penglihat, usaha-usaha yang dilakukan untuk melihat objek

lebih baik dan pengaruh penerangan terhadap lingkungan.

Penerangan dapat dikatakan “buruk” apabila memiliki intesitas

penerangan yang rendah untuk jenis pekerjaan yang sesuai, distribusi

yang tidak merata, mengakibatkan kesilauan, dan kurangnya

(50)

Secara ringkas intensitas penerangan adalah:

1) Penerangan untuk halaman dan jalan-jalan di lingkungan

perusahaan harus paling sedikit 20 lux;

2) Penerangan untuk pekerjaan yang hanya membedakan barang

kasar dan besar paling sedikit 50 lux;

3) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan mebdakan

barang-barang kecil sepintas paling sedikit 100 lux;

4) Penerangan untuk pekerjaan yang mebdakan barang kecil

agak teliti paling sedikit 200 lux;

5) Penerangan untuk oekerjaan yang mebedakan dengan teliti

barang-barang kecil dan halus paling sedikit 300 lux

6) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan

barang halus dan kontras yang sedang dalam waktu lama

paling sedikit 500 – 1000 lux;

7) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan

bearang yang sangat halus dengan kontras dalam waktu yang

lama paling sedikit 2000 lux.

Lingkungan kerja fisik tersebut dapat dipertegas bahwa dengan

pengendalian faktor-faktor yang bebahaya di lingkungan kerja

diharapkan akan tercipta lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman

dan produktif bagi tenaga kerja.

Berdasarkan laporan dari studi lapangan yang dilakukan oleh

(51)

Oktober-November 2009, pengukuran intensitas cahaya dalam

ruangan adalah 72 lux, suhu 38oC dan kelembaban adalah 58%. Hal

ini dipahami bahwa faktor fisik yang berhubungan dengan

lingkungan kerja mempengaruhi kelelahan pekerja, dalam kondisi

yang tidak memadai faktor fisik meningkatkan risiko terkena

kelelahan. Oleh karena itu, pencahayaan merupakan salah satu faktor

fisik yang dapat mempengaruhi kelelahan kerja pada pekerja.

3. Faktor Individu a) Jenis Kelamin

Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua

jenis kelamin pekerja yang ditentukan secara biologis yang melekat pada

jenis kelamin tertentu (Suryanto, 2012). Secara umur wanita hanya

mempunyai kekuatan fisik 2/3 dari kemampuan fisik atau kekuatan otot

laki-laki.Laki-laki lebih tahan terhadap kelelahan dibandingkan pada

pekerja wanita.Tetapi dalam beberapa hal pekerja wanita lebih teliti dan

fleksibel dalam melakukan pekerjaannya, prevalensi kelelahan wanita

lebih tinggi dari pada pria di masyarakat maupun di klinik (Buchwald,

1995 dalam artikel Silaban, 1998).

b) Umur

Umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau

(52)

organ tubuh setelah mencapai puncak kematangan umur dewasa fungsi

organ tubuh mengalami penurunan. Penurunan kemampuan melakukan

aktifitas dan kemampuan kerja menjadi menurun. Penurunan tersebut

karena penyusutan jaringan tubuh secara bertahap, yang meliputi jaringan

otot, sistem saraf, dan organ-organ vital lainnya. Penurunan fungsi

fisiologis neurologis terjadi sesudah berumur 30 sampai 40 tahun dengan

irama penurunan yang berbeda untuk setiap orang (Depkes, 2003). Dalam

penelitian Hardi (2006) menyatakan dari 49 responden, yang berumur <

40 tahun (muda) terdapat sebanyak 15 (30,6%) responden yang merasakan

tidak ada keluhan kelelahan kerja dan sebanyak 3 (6,1%) responden yang

merasakan ada keluhan kelelahan kerja. Sedangkan yang berumur 40

tahun (tua) terdapat sebanyak 15 (30,6 %) responden yang merasakan

tidak ada keluhan kelelahan kerja dan sebanyak 16 (32,7 %) responden

yang merasakan ada keluhan kelelahan kerja. Dari hasil uji Chi-Square

dengan tingkat kemaknaan P (0,016) yang berarti bermakna. Seseorang

yang berumur muda mampu melakukan pekerjaan berat dan sebaliknya

jika seseorang bertambah umurnya maka kemampuan melakukan

pekerjaan berat akan menurun. Semakin bertambahnya umur, tingkat

kelelahan akan semakin cepat terjadi dan dalam melakukan pekerjaannya

kurang gesit sehingga mempengaruhi kinerjanya.

(53)

Masa kerja merupakan akumulasi waktu dimana pekerja telah

memegang pekerjaan tersebut. Semakin banyak informasi yang kita

simpan maka semakin banyak keterampilan yang kita pelajari dan akan

semakin banyak hal yang kita kerjakan. Menurut Purnawati (2005), bahwa

masa kerja berperan dalam menentukan beban kerja dan tentu dapat

mempengaruhi berat, ringannya tingkat kelelahan. Beban kerja yang

melebihi kapasitas pekerja yang dialami berkepanjangan selama

kehidupan kerja akan berakibat penumpukan kelelahan sehingga berakibat

tingginya tingkat kelelahan. Pada penelitian Ardhani (2011) menyatakan

dari 47 orang tenaga kerja yang mengalami macam tingkat kelelahan

mempunyai hubungan antara faktor individu dengan masa kerja (p =

0,048). Pada penelitian Eraliesa (2009) bahwa responden yang paling

banyak merasakan lelah terdapat pada kelompok >10 tahun yaitu

sebanyak 14 orang (53,8%) dengan hubungan bermakna diperoleh p =

0,002.

Proses adaptasi memberikan efek positif yaitu dapat menurunkan

ketegangan dan peningkatan aktivitas atau performasi kerja, sedangkan

efek negatifnya batas ketahanan tubuh yang berlebihan pada proses kerja.

Kelelahan ini membawa kepada pengurangan fungsi psikologi dan

fisiologi yang dapat dihilangkan dengan upaya pemulihan. Pada masa

kerja dengan periode dekade, kelelahan berasal dari kelebihan usaha

selama beberapa dekade dan dapat dipulihkan dengan pensiun, sedangkan

(54)

kelebihan usaha selama beberapa tahun yang dapat dipulihkan dengan

liburan (Granjean (1988) dalam Tarwaka (2004)).

d) Kebiasaan Merokok

Semakin lama dan tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi

tingkat kelelahan otot yang dirasakan. Hal ini sebenarnya terkait otot

dengan kondisi kesegaran tubuh seseorang. Kebiasaan merokok akan

dapat menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan untuk

mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya tingkat kesegaran

juga menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang

menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan

oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi

tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul kelelahan (Tarwaka, 2004).

Seseorang dapat dikatakan perokok ringan apabila merokok kurang dari

10 batang perhari, dikatakan perokok sedang apabila merokok 10-20

batang perhari dan dikatakan perokok berat apabila merokok lebih dari 20

(55)

e) Status Gizi

Kecukupan gizi pekerja selama bekerja merupakan salah satu

bentuk penerapan syarat keselamatan, dan kesehatan kerja sebagai bagian

dari upaya meningkatkan derajat kesehatan pekerja. Gizi merupakan salah

satu aspek kesehatan kerja yang memiliki peran penting dalam

peningkatan produktivitas kerja. Hal ini perlu menjadi perhatian semua

pihak, terutama pengelola tempat kerja mengingat para pekerja umumnya

menghabiskan waktu sekitar 8 jam setiap harinya di tempat kerja.Hasil

penelitian Ardhani (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara

faktor individu yaitu status gizi (p = 0,014) dengan distribusi responden

dari 47 orang tenaga kerja sebagian besar mengalami tingkat kelelahan

sedang sebanyak 27 orang (57,4%) dan 20 orang (42,6%) mengalami

tingkat kelelahan ringan. Rendahnya produktivitas kerja dianggap akibat

kurangnya motivasi kerja, tanpa menyadari faktor lainnya seperti gizi

pekerja. Perbaikan dan peningkatan gizi mempunyai makna yang sangat

penting dalam upaya mencegah morbiditas, menurunkan angka absensi

serta meningkatkan produktivitas kerja. Berat ringannya beban kerja

seseorang ditentukan oleh lamanya waktu melakukan pekerjaan dan jenis

pekerjaan itu sendiri. Semakin berat beban kerja, sebaiknya semakin

pendek waktu kerjanya agar terhindar dari kelelahan dan gangguan

fisiologis yang berarti atau sebaliknya.

Penilaian status gizi pekerja perlu dilakukan, karena dengan

(56)

sesuai serta pemberian intervensi gizi bila diperlukan. Penilaian status

gizi dilakukan melalui beberapa cara antara lain : pemeriksaan biokimia,

pemeriksaan klinis, pemeriksaan biofisik dan antropometri. Antropometri

merupakan metode yang paling sering digunakan dalam penilaian status

gizi.Metode ini menggunakan parameter berat badan (BB) dan tinggi

badan (TB). Melalui kedua parameter tersebut, dapat dilakukan

penghitungan Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

IMT : Indeks Masa Tubuh

BB : Berat Badan (Kg)

TB : Tinggi Badan (m)

Depkes RI (2003) juga mengklasifikasikan status gizi berdasarkan

IMT. Pengklasifikasian status gizi oleh Depkess lebih sederhana

dibandingkan pengklasifikasian oleh WHO, hal ini didasari oleh postur

tubuh orang indonesia yang lebih kecil dibandingkan postur tubuh orang

luar sehingga pengklasifikasian WHO tidak cocok dengan keadaan fisik

orang Indonesia. Selain itu pengklasifikasian status gizi berdasarkan IMT

menurut Depkes, berdasarkan jenis kelamin. Laki-laki memiliki rentangan

IMT yang lebih kecil dari wanita, dikarenakan komposisi lemak dalam

tubuh wanita lebih banyak dari pada laki-laki. Pada seseorangan dengan

(57)

melakukan suatu pekerjaan karena membutuhkan usaha lebih besar untuk

menggerakkan berat badan tambahan sehingga lebih mudah mengalami

kelelahan (Purnawati, 2005).

Tabel 2.5 Klasifikasi Status Gizi berdasarkan IMT

Keadaan Klasifikasi Indeks Masa Tubuh

Laki-laki Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat

Kekurangan berat badan tingkat ringan

<17

Normal 17 - 23

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan (overweight)

Kelebihan berat badan tingkat berat (obesitas)

23,1 - 27

> 27

Sumber : Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis, Depkes RI (2003)

f) Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur,

sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah,

mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar

mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian

terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk

(Hidayat, 2006).

Pada hasil penelitian Nanik (2008), bahwa ada hubungan yang

signifikan antara kualitas tidur dengan terjadinya kelelahan dengan nilai

probabilitas 0,043.Hal ini membuktikan bahwa kualitas tidur

(58)

Salah satu penyebab kelelahan adalah ganguan tidur (sleep distruption) yang antara lain dapat dipengaruhi oleh kekurangan waktu tidur dan ganguan pada circadian rhythms akibat jet lag atau shift kerja. Tidur adalah proses alamiah manusia untuk memberikan kesempatan

pada sel saraf (neuron) tubuh kita untuk beristirahat dan memperbaiki

kondisinya. Semua manfaat tidur itu bisa diperoleh kalau tidur kita

berkualitas.Kualitas tidur merupakan sumber kesegaran, tenaga, dan

vitalitas yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan produktifitas keesokan

harinya. Kualitas tidur adalah kebutuhan mutlak yang sama pentingnya

dengan makanan bergizi dan olahraga.Umumnya seseorang

membutuhkan tidur 7-8 jam perhari. Perbedaan tidur baik dan tidak

dibedakan menjadi 7 komponen, yaitu: kualitas tidur, sleep latency, lamanya tidur, efisiensi kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan

obat tidur dan efek lainnya. Responden dipersilahkan menjawab 7

komponen tersebut, pada masing-masing kuesioner mempunyai rentan

nilai dari 0-3 (Sukron, 2011).

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan instrumen yang efektif digunakan untuk mengukur kualitas dan pola tidur di

dewasa yang lebih tua. Ini membedakan "sulit" dari tidur "baik" dengan

mengukur tujuh domain: kualitas tidur subjektif, latensi tidur, durasi

tidur, tidur kebiasaan efisiensi, gangguan tidur, penggunaan obat tidur,

dan disfungsi siang hari selama satu bulan terakhir. Tingkat diri setiap

(59)

pada skala 0 sampai 3, dimana 3 mencerminkan ekstrim negatif pada

Skala Likert. Sebesar global "5" atau lebih menunjukkan "sulit" tidur.

Meskipun ada beberapa pertanyaan yang meminta evaluasi responden

tentang teman tidur atau teman sekamar, ini tidak mempengaruhi hasil

ini seperti tercermin dalam instrumen terlampir (Smyth, 2012).

g) Kondisi Kesehatan

Faktor tenaga kerja seperti kondisi kesehatan mempengaruhi tingkat

kelelahan yang terjadi pada pekerja. Tingkat kesehatan terbagi menjadi 2

yaitu tingkat kesehatan fisik dan tingkat kesehatan psikologis atau

mental.Kesehatan mental ataupun psikologis juga mempengarui kelelahan

kerja.Pekerja memiliki pikiran-pikiran dan pertimbangan-pertimbangan.

Salah satu pikiran yang selalu mengganggu adalah kekhawatiran dimana

kehawatiran ini meningkat dan menjadi tegangan pikiran yang

mengakibatkan pekerja yang bersangkutan menjadi sakit. Tekanan hidup

juga tercermin dalam pekerjaannya misalnya perlambatan kerja ataupun

kerusakan alat (Ariani, 2009)

Grandjean (1997) dalam Pangesti (2008) menyatakan bahwa kelelahan

secara fisologis dan psikologis dapat terjadi jika tubuh dalam kondisi tidak

fit / sakit atau seseorang mempunyai keluhan teradap penyakit tertentu.

Semakin besar kondisi kesehatan yang dirasakan kurang sehat oleh

pekerja maka kelelahan akan semakin cepat timbul. Kondisi tubuh yang

(60)

diperlukan peningkatan energy basal sekitar 13%, oleh karena itu

kelelahan akan semakin cepat dirasakan.

Kelelahan pada seseorang juga dapat terjadi dari riwayat penyakit

seseorang yang dapat berkontribusi menimbulkan kelelahan, seperti

penyakit jantung, diabetes, anemia, gangguan tidur, Parkinson (NTC,

(2006) dalam Putri (2008)). Dalam literatur Arthur C.Gyton dan John E

hall (1999) menjelaskan bahwa status kesehatan dapat mempengaruhi

kelelahan kerja yang dapat dilihat dari riwayat penyakit yang

diderita. Beberapa riwayat penyakit yang mempengaruhi kelelahan,

yaitu:

a) Jantung, terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen

dengan penyediaan aliran darah meningkat. Pada keadaan kurang

oksigen (O2), karbondioksida (CO2) dan ion H+ dilepaskan.

Untuk memenuhi kekurangan oksigen (O2) tersebut, tubuh

mengadakan proses anaerob, dan proses ini menghasilkaan asam

laktat yang bisa menyebabkaan kelelahan.

b) Gangguan ginjal merupakan sistem pengeluaran sisa metabolisme

terganggu sehingga tertimbun dalam darah. Penimbunan

metabolisme ini menyebabkan kelelahan.

c) Asma merupakan proses transportasi oksigen (O2) dan

karbondioksida (CO2) terganggu sehingga terjadi akumulasi

carbondioksida dalam tubuh. Teganggunya proses tersebut karena

Gambar

grafik yang
Tabel 2.1 Estimasi Pengukuran Panas Metabolik
Tabel 2.2 NAB Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)
Tabel 2.3 NAB Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini, Rabu tanggal Dua Puluh Empat bulan Pebruari tahun Dua ribu enam belas, Kami Pokja Pengadaan Jasa Konsultansi Perencanaan Renovasi Gedung Kantor

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan

Sinar Ultraviolet digunakan untuk menyinari telur Drosophila melanogaster karena memiliki daya tembus yang rendah sehingga tidak semua bagian dalam telur akan terkena radiasinya

penilaian dalam pengambilan nilai atau ujian praktek. Penelitian ini akan melihat korelasi antara penguasaan materi teknik tari I dengan prestasi belajar tari klasik gaya

Berdasarkan pendekatan nilai limpasan permukaan yang diperoleh dari model, besar debit di sub DAS Kuning selama 31 hari di bulan Januari 2009 memiliki rentang antara 0

Selain itu apabila Srintil jatuh hati pada Rasus dan berniat menikah dengan Rasus itu berarti kariernya sebagai ronggeng akan tamat dan sumber penghasilannya juga akan ikut

bahwa atas dasar hal-hal tersebut di atas dan agar kualitas hasil olahan produk pertanian memenuhi preferensi konsumen dengan standar minimal mutu produk olahan yang

Jawa Tengah Jawa Tengah 5278/CPOB/A/XII/18 Tablet dan Tablet Salut Nonbetalaktam 13-Dec-18 13-Dec-23 Produksi Umum Produk Jadi Kimia 4769/CPOB/A/VII/16 Tablet Biasa Antibiotik