9
JAKARTA TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi Syarat mencapai Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM)
ERA PRASASTI NIM : 108101000070
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2013 M /1434 H
Universitas Islam Negeri
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, 28 Agustus 2013
Era Prasasti, NIM : 108101000070
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop Di PT. X Jakarta Tahun 2013
xviii + 111 halaman+ 17 tabel + 3 bagan + 6 lampiran
Abstraksi
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.Kelelahan ini diatur oleh secara sentral oleh otak.Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari tiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh.Berdasarkan hasil studi pendahuluan di PT. X Jakarta, dari 10 orang pekerja workshop di dapatkan 50% pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat dan 40% pekerja mengalami kelelahan kerja sedang dan 10% mengalami kelelahan kerja ringan. Hasil ini berarti seluruh pekerja mengalami kelelahan menurut tingkatan kelelehan.
Penelitian yang digunakan adalah epidemiologi analitik dengan desain cross sectional. Sampel penelitian sebanyak 54 orang dari total populasi sebesar 90 orang pekerja. Uji statistik menggunakan Chi Square untuk melihat adanya hubungan antara kedua variabel yaitu variabel iklim kerja, status gizi, kebiasaan merokok dan kualitas tidur dihubungkan dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013, sedangkan uji kruskal wallis untuk variable umur dan masa kerja dihubungkan dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.
Dari hasil uji statistik, digambarkan Tingkat pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat 28 orang ( 42,6 %), pekerja yang mengalami kelelahan kerja sedang sebanyak 18 orang (33,3%) dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 13 orang (24,1%). Namun hasil uji bivariat membuktikan tidak terdapat hubungan antara iklim kerja dengan kelelahan kerja (p=0,820).Tidak ada hubungan antara faktor individu dengan tingkat kelelahan kerja dengan pvalue 0.221, masa kerja dengan pvalue 0.541, status gizi pekerja dengan pvalue 0.299, kebiasaan merokok dengan pvalue 0.359, dan kualitas tidur dengan pvalue 0.222.
karena itu hasil penelitian yang ditemukan bahwa semua variabel iklim kerja dan faktor individu tidak berhubungan dengan tingkat kelelahan kerja, namun tetap disarankan untuk melakukan peningkatan dan pemeliharaan yang terkait dengan iklim kerja dan faktor individu, seperti Meningkatkan pengendalian lingkungan kerja, meningkatkan produktivitas ventilasi udara, meningkatkan pengendalian administrative untuk memastikan para pekerja telah terlatih dalam situasi apapun, Pemeliharaan penggunaan Personal Protective Equipment, memperhatikan waktu kerja yang teratur, waktu istirahat yang cukup efisien bagi pekerja dan perusahaan, serta dapat melakukan aktifitas kesegaran jasmani.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, 28 Agustus 2013
Era Prasasti, NIM : 108101000070
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop Di PT. X Jakarta Tahun 2013
xviii + 111 pages + 17 table + 3 images + 6 attachment
Abstract
Fatigue is a protective mechanism of the body so that the body avoid further damage resulting in the recovery after the break. Fatigue is governed by centrally by the brain. The term fatigue usually show varying conditions of each individual, but it all boils down to the loss of efficiency and decreased work capacity and endurance. Based on the results of preliminary studies on the PT. X Jakarta, from 10 workers in the workshop get 50 % of workers who experience severe fatigue and 40 % of workers are experiencing job burnout and 10 % experienced mild fatigue. This result means that all workers experience fatigue levels by melting.
Epidemiological study is a cross sectional analytic design. Study sample as many as 54 people from a total population of 90 workers . Using a statistical test Chi Square to see the relationship between the two variables work climate variables, nutritional status, smoking habits and sleep quality associated with the level of work on worker fatigue workshop at PT. X Jakarta in 2013, while the Kruskal Wallis test for variables of age and years of service associated with the level of work on worker fatigue workshop at PT. X Jakarta in 2013.
From the results of statistical tests, described Worker experiencing severe fatigue 28 people ( 42.6 % ), workers who experience job burnout are as many as 18 people ( 33.3 % ) and workers who experience mild fatigue were 13 ( 24,1 % ). But bivariate test results prove there is no relationship between work climate with job burnout ( p = 0.820 ). There is no relationship between the individual factors with fatigue level with pvalue 0.221, pvalue tenure with 0541 , the nutritional status of workers with pvalue 0.299, pvalue smoking habit by 0.359, and the quality of sleep with pvalue 0,222.
maintenance work related to climate and individual factors, such as environmental control Increasing employment, increase productivity ventilation , improve administrative controls to ensure the workers have been trained in any situation , the use of Personal Protective Equipment Maintenance, observe regular working hours, rest periods are quite efficient for workers and companies, and can perform physical fitness activities.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Era Prasasti
TTL : Bekasi, 25 Januari 1991
Alamat : Jl. Parang Tritis B no. 147 RT 03/010 Bekasi Kelurahan : Sepanjang Jaya
Kecamatan : Bekasi Kotamadya : Bekasi Kode Pos : 17114
Agama : Islam Gol. Darah : O
No. Telp : (021) 82417259 / 082112170488 Email : eraprasasti@yahoo.com
RIWAYAT PENDIDIKAN Tahun
1996 – 2002 SDN Sepanjang Jaya VIII Bekasi 2002 - 2004 SMP Bani Saleh 1 Bekasi
2004 - 2005 SMPN 252 Jakarta 2005 - 2008 SMAN 53 Jakarta
2008 – 2013 S1 – Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
PENGALAMAN ORGANISASI
KATA PENGANTAR
Atas berkat Rahmat Allah swt. Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyang
akhirnya saya dapat menyelesaika penyusunan skripsi dengan judul “ Faktor-faktor
yang Berhubungan Dengan Tingkat Kelelahan Kerja pada Pekerja Workshop di PT.X
Jakarta Tahun 2013”. Sholawat dan salam juga selalu tercurah kepada baginda besar
Nabi Muhammad saw. Yang telah menuntun umatnya dari zaman kegelapan ke
zaman terang benderang seperti saat ini.Dalam penyusunan skripsi ini, tak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Febrianti, Msiselaku kepala program studi kesehatan masyarakat yang mana
senantiasa berusaha agar prodi kesmas selalu menjadi yang terbaik.
2. Dr. Yuli Prapanca sata, MARS selaku pembimbing 1 yang selalu menyempatn
waktu di kesibukannya membimbing selama ini.
3. Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM, selaku pembimbing II yang selalu
menyempatkan waktu di kesibukannya membimbing selama ini.
4. Terima Kasih kepada PT. X Jakarta atas kesempatannya dalam memberikan
peluang untuk dilakukannya penelitian ini.
5. Titi ndut, Liadzul, Sherly, terima kasih atas dukungannya.
6. My Best Ever Friend, Sofia, Riska, M.Iqbal, terima kasih atas dukungannya
dan pengertiannya, I love you Guys.
7. Anakku yang masih di dalam perut Bunda dan Suamiku, terima kasih selalu
8. Keluarga Besar Yura, Mama, Bapak, Mas Yuga dan Keluarga Besar Priyo,
telah memberikan dukungan lahir batin untuk perjuanganku.
Skripsi ini tentu tidak sempurna, saran dan kritik yang membangun terhadap
skripsi ini sangat diharapkan.
Jakarta, Agustus
2013
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ………... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… vi
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA ……… vii
LEMBAR PERNYATAAN……… viii BAB II TINJAUAN PUSTAKA……… 9
2.1 Tingkat Kelelahan ..……… 9
2.1.1 Definisi Kelelahan Kerja ………. 2.1.2 Mekanisme Kelelahan ………. 2.1.3 Jenis Kelelahan ……… 2.1.4 Gejala Kelelahan dan Tanda Kelelahan ……….. 2.1.5 Cara Pengukuran . ……….. 2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kelelahan Kerja …………. 23
2.2.1 Beban Kerja ……… 2.2.2 Beban Tambahan ………
2.2.3 Faktor Individu ………..
2.3.2 Pekerjaan dalam Workshop PT. X Jakarta ……… 2.3.3 Jenis Bahaya di Tempat Kerja Bengkel ……….. 2.3.4 Faktor dan Potensi Kelelahan Akibat Kerja di Tempat Kerja
Bengkel ………...
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS 50 3.1 Kerangka Konsep ………...
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ……… 56
4.1 Desain Penelitian ……….. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 4.3 Populasi dan Sampel ……….
5.1 Gambaran Umum PT. X Jakarta ……… 5.2 Visi, Misi ……… 5.3 Gambaran Umum Workshop ………. 5.3.1 Gambaran Umum Ketenagakerjaan di Workshop PT. X ………
5.3.2 Struktur Organisasi ………
5.4 Gambaran umum Proses Engineering, Mechanical dan Electrical ………
5.5 Analisis Univariat ………
5.5.1 Gambaran Kelelahan pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta …… 5.5.2 Gambaran Iklim Kerja pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta … 5.5.3 Gambaran Umur dan Masa Kerja Pada Pekerja Workshop di PT. X
Jakarta ………
5.5.4 Gambaran Status Gizi, Kebiasaan Merokok dan Kualitas Tidur
Pekerja Workshop di PT. X Jakarta ………
5.6 Analisis Bivariat ………
5.6.1 Hubungan Antara Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada
Pekerja Workshop di PT. X Jakarta ………
5.6.2 Hubungan antara Umur dan Masa Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta ……… 5.6.3 Hubungan Antara Status Gizi dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja
Workshopdi PT. X ………
5.6.4 Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Kelelahan Kerja Pada
Pekerja Workshop di PT. X ………
5.6.5 Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Tingkat Kelelahan Kerja
Pada Pekerja Workshop di PT. X ………
77 6.3 Gambaran dan Hubungan Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja …. 6.4 Gambaran dan Hubungan Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja …. 6.5 Gambaran dan Hubungan Masa Kerja dengan TingkatKelelahan Kerja …. 6.6 Gambaran dan Hubungan Status Gizi dengan TingkatKelelahan Kerja ….. 6.7 Gambaran dan Hubungan Kebiasaan Merokok dengan TingkatKelelahan
Kerja... 6.8 Gambaran dan Hubungan Kualitas Tidur dengan TingkatKelelahan Kerja.
7.2 Saran ……….. 7.2.1 Bagi Perusahaan ……….. 7.2.2 Bagi Peneliti ………
104 104 105 DAFTAR PUSTAKA ... 106
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Estimasi Pengukuran Panas Metabolik ... 24
Tabel 2.2 NAB Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) ... 26
Tabel 2.4 NAB Kebisingan ... 32
Tabel 2.5 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Indeks Masa Tubuh ... 38
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan sampel ………... 60
Tabel 5.1 Jumlah Tenaga Kerja PT. X Jakarta ………... Distribusi Frekuensi Kelelahan Kerja pada Pekerja ……….. Distribusi Frekuensi Beban Kerja pada Pekerja Workshop ………….. Distribusi Frekuensi Iklim Kerja Pada Pekerja di Workshop ………… Distribusi Frekuensi Umur dan Masa Kerja Pekerja Workshop ……… Distribusi Frekuensi Status Gizi, Kebiasaan Merokok dan Kualitas Tidur Pekerja Workshop ……… Tabel 5.7 Tabulasi Silang antara Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Pada Pekerja Workshop ………... 84
Tabel 5.8
Tabel 5.9
Tabel 5.10
Tabel 5.11
Tabulasi Silang antara Umur dan Masa Kerja dengan Tingkat
Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop ………..
Tabulasi Silang antara Status Gizi Pekerja dengan Tingkat Kelelahan
Kerja Pada Pekerja Workshop ………
Tabulasi Silang antara Kebiasaan Merokok Pekerja dengan Tingkat
Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop ………..
Tabulasi Silang antara Kualitas Tidur Pekerja dengan Kelelahan Pada
85
86
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori ……….. 47
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ………. 49
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh
terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.
Kelelahan ini diatur oleh secara sentral oleh otak. Istilah kelelahan biasanya
menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari tiap individu, tetapi semuanya
bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta
ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004). Kelelahan akibat kerja juga sering kali
diartikan sebagai proses menurunnya efisiensi, performance kerja dan
berkurangnya kekuatan ketahanan fisik untuk terus melanjutkan kegiatan yang
harus dilakukan (Suma’mur, 1996)
Faktor penyebab kelelahan di industri sangat bervariasi. Kelelahan dapat
disebabkan karena faktor intensitas dan lama kerja fisik dan mental, lingkungan,
circadian rhythm, problem fisik, kenyerian dan kondisi kesehatan, dan nutrisi. Kelelahan dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu, kelelahan otot (muscular fatigue) dan kelelahan umum (general fatique). Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot, sedangkan kelelahan umum ditandai
dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotoni
(pekerjaan yang sifatnya monoton), intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan
gizi.Pengaruh-pengaruh tersebut terakumulasi di dalam tubuh manusia dan menimbulkan
perasaan lelah yang dapat menyebabkan seseorang berhenti bekerja (beraktivitas)
(Tarwaka, 2004).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh kementrian tenaga kerja
Jepang terhadap 12.000 perusahaan yang melibatkan sekitar 16.000 pekerja di
negara tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil bahwa
ditemukan bahwa 65% pekerja mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja
rutin, 28% mengeluhkan kelelahan mental dan sekitar 7% pekerja mengeluh
stress dan merasa tersisihkan (Hidayat (2003) dalam Eraliesa (2009)). Dari
laporan survei di negara maju diketahui bahwa 10-50% penduduk
mengalami kelelahan akibat kerja. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan
adanya prevalensi kelelahan sekitar 20% pasien yang membutuhkan perawatan
(Santosa (1982) dalam Tri Yuni (2006)).
Depkes (1991) menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari,
kelelahan mempunyai beragam penyebab yang berbeda, yaitu beban kerja, beban
tambahan dan faktor individu. Menurut Granjean (1997) dalam Tarwaka dkk
(2004) bahwa berbagai pendekatatan terhadap pengerahan tenaga atau beban
kerja pada tenaga kerja secara fisiologis dalam pekerjaannya antara lain
pengukuran nadi kerja (heart rate), konsumsi oksigen, aliran darah, dan frekuensi pernafasan. Beban tambahan merupakan beban diluar beban kerja yang
harus ditanggung oleh pekerja. Beban tambahan tersebut berasal dari lingkungan
kerja yang memiliki potensi bahaya seperti lingkungan kerja. Faktor individu
Purnawati (2005) menyebutkan berat ringannya beban kerja baik fisik
maupun mental dapat mempengaruhi tingkat kelelahan. Beban kerja fisik yang
terlalu berat dapat berakibat cadangan enegi tubuh sangat berkurang serta
penumpukan asam laktat yang berlebihan sehingga tingkat kelelahan menjadi
berat. Beban kerja yang terlalu ringan dan monoton dalam waktu lama dapat
menimbulkan kebosanan dan berakibat stimulasi elektris sistim inhibisi menjadi
lebih kuat, sehingga menurunkan kemampuan bereaksi dan menimbulkan
kecenderungan untuk tidur. Semuanya ini dapat mengakibatkan kelelahan dalam
tingkat yang berat meskipun beban kerja fisik maupun mental yang harus
dijalankan tidak berat. Sehingga kelelahan dapat berakibat menurunnya
perhatian, perlambatan dan hambatan persepsi, lambat dan sukar berfikir,
penurunan kemauan atau dorongan untuk bekerja, penurunan kewaspadaan,
konsentrasi dan ketelitian, menurunnya efisiensi dan kegiatan-kegiatan fisik dan
mental yang pada akhirnya menyebabkan kecelakan kerja dan terjadi penurunan
poduktivitas kerja (Budiono, 2003)
PT. X Jakarta merupakan salah satu workshop yang bergerak dalam
bidang TOTAL SERVICE atau segala perbaikan dalam bidang electrical dan
engineering. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 31 Januari 2013 di PT. X Jakarta, dari 10 orang pekerja worksop di dapatkan
50% pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat dan 40% pekerja mengalami
kelelahan kerja sedang dan 10% mengalami kelelahan kerja ringan. Didapatkan
nilai intensitas secara langsung, intensitas lingkungan fisik perusahaan bahwa
29,7oC (titik 2); 28,5oC (titik 3); 27,8 oC (titik 4); 28 oC (titik 5); 28,7 oC (titik 6);
dan 27,4 oC (titik 7) (terlampir). Nilai NAB tekanan panas disesuaikan dengan
tingkat beban kerja pekerja sesuai ketentuan Permenaker No.13/MEN/X/2011
tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola
(ISBB).
Oleh karena itu perlu diteliti apa saja faktor-faktor yang berhubungan
dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop PT. X Jakarta, sehingga diharapkan dengan diadakannya penelitian ini dapat menambah informasi bagi
perusahaan dan pekerja mengenai kelelahan akibat kerja.
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian yang melibatkan sekitar 16.000 pekerja di negara Jepang tersebut
yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil bahwa ditemukan bahwa
65% pekerja mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja rutin, 28% mengeluhkan
kelelahan mental dan sekitar 7% pekerja mengeluh stress dan merasa tersisihkan
(Hidayat (2003) dalam Eraliesa (2009)). Dari laporan survei di negara maju
diketahui bahwa 10-50% penduduk mengalami kelelahan akibat kerja.
Sehingga diperlukan perawatan khusus sebanyak 20% pasien.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 31 Januari
2013 di PT. X Jakarta, dari 10 orang pekerja worksop di dapatkan 50% pekerja
yang mengalami kelelahan kerja berat dan 40% pekerja mengalami kelelahan
kerja sedang dan 10% mengalami kelelahan kerja ringan dengan alat ukur
kerja tingkat sedang berdasarkan perhitungan denyut nadi dalam menetukan
beban kerja pada pekerja. Didapatkan nilai intensitas tekanan panas secara
langsung, intensitas lingkungan fisik perusahaan bahwa dari 7 titik pengukuran
iklim kerja, masing-masing adalah 28,9oC (Titik 1); 29,7oC (titik 2); 28,5oC (titik
3); 27,8 oC (titik 4); 27,9 oC (titik 5); 28,7 oC (titik 6); dan 27,4 oC (titik 7)
(terlampir). Nilai NAB tekanan panas disesuaikan dengan tingkat beban kerja
pekerja sesuai ketentuan Permenaker No.13/MEN/X/2011 tentang Nilai
Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB).
Depkes (1991), Ramdan (2007), Silaban (1998), Granjean (1988),
Suma’mur (1996, 2009), Budiono (2003), Park, dkk (2001), menyebutkan bahwa
faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja adalah beban kerja,
beban tambahan (kebisingan, penerangan, iklim kerja), faktor individu (jenis
kelamin, umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan merokok, kondisi kesehatan),
dan faktor pekerjaan ( lama kerja dan pekerjaan yang monoton).
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran tingkat kelelahan kerja terhadap pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013?
2. Bagaimana gambaran iklim kerja terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013?
3. Bagaimana gambaran faktor individu (umur, masa kerja, status gizi kebiasaan
merokok, dan kualitas tidur) terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja
4. Apakah ada hubungan antara iklim kerja terhadap tingkat kelelahan kerja pada
pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013?
5. Apakah ada hubungan antara faktor individu (umur, masa kerja, status gizi,
kebiasaan merokok, dan kualitas tidur) dengan tingkat kelelahan kerja pada
pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013?
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kelelahan
pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran tingkat kelelahan kerja terhadap pekerja workshop PT. X Jakarta tahun 2013.
2. Bagaimana gambaran iklim kerja terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.
3. Mengetahui gambaran faktor individu (umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan
merokok dan kualitas tidur) terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.
4. Mengetahui hubungan iklim kerja terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.
5. Mengetahui hubungan faktor individu (umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan
merokok dan kualitas tidur) terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Dapat mengetahui gambaran tingkat kelelahan yang dialami tenaga kerja
selektor, serta sebagai bahan pertimbangan untuk mengevaluasi adanya
keluhan tenaga kerja dan mencari alternatif pemecahan.
2. Dapat mengetahui gambaran lingkungan fisik (kebisingan dan iklim kerja)
perusahaan terhadap kelelahan kerja pada pekerja workshop.
3. Sebagai sumbangan pemikiran dan pengembangan serta penerapan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
1.5.2 Bagi Peneliti
1. Melatih pola berpikir sistematis dalam menghadapi masalah-masalah, khususnya
dalam bidang K3.
2. Sebagai aplikasi nyata dari keilmuan yang diperoleh selama perkuliahan.
3. Memacu peneliti untuk mengembangkan penelitian ke arah yang lebih baik,
sehingga dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kesejahteraan pekerja.
1.5.3 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
1. Sebagai referensi keilmuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja,
khususnya pengaruh kebisingan terhadap kelelahan bekerja.
2. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi untuk
penelitian selanjutnya.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
dengan kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Maret 2013. Metode
penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional (potong lintang). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 31 Januari
2013 di PT. X Jakarta, dari 10 orang pekerja workshop di dapatkan 50%
pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat dan 40% pekerja mengalami
kelelahan kerja sedang dan 10% mengalami kelelahan kerja ringan dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1Kelelahan
2.1.1 Definisi Kelelahan kerja
Fatigueberasal dari kata “fatigare” yang berarti hilang lenyap ( waste-time).Secara umum dapat diartikan sebagai perubaan dari keadaan yang lebih kuat ke keadaan yang lebih lemah. Kelelahan merupakan kondisi
yang ditandai dengan perasaan lelah dan menurunkan kesiagaan serta
berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Banyak definisi kelelahan yang
berkembang disebabkan oleh konsep kelelahan yang bersifat majemuk.
Berbagai definisi kelelahan banyak diwarnai menurut sudut pandang
masing-masing kebutuhan (Granjean, 1988).
1. Kata kelelahan menunjukkan keadaan yang berbeda–beda, tetapi
semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan
ketahanan tubuh (Suma’mur, 2009).
2. Kelelahan didefinisikan sebagai keadaan gangguan yang dapat
mencakup unsur-unsur fisik dan / atau mental, dapat dikaitkan
dengan kewaspadaan yang lebih rendah dan kinerja yang
berkurang (Fatigue Management, 2010).
3. Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk
melakukan suatu kegiatan, walaupun itu bukan satu-satunya gejala.
Secara umum gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada
4. Kelelahan kerja merupakan suatu kondisi yang menyebabkan
penurunan kinerja yang dapat mengakibatkan kesalahan kerja,
ketidakhadiran, keluar kerja, kecelakaan kerja dan berpengaruh
terhadap perilaku kerja. (Schultz, 1982).
5. Kelelahan kerja dianggap seagai memuncaknya kondisi
psikokhemis dari tubuh yang diakibatkan produksi racun-racun
khemis yang berlebihan sehingga orang harus beristirahat (Kartono, 1994)
Beberapa definisi kelelahan, dapat disimpulkan bahwa kelelahan atau
fatigue menunjukkan keadaan yang berbeda-beda, tetapi semua keadaan berakibat pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Dapat
dikatakan pula sebagai melemahnya tenaga dalam aspek fisik, psikologi
maupun mental. Kelelahan baik secara fisiologis maupun psikologis pada
dasarnya merupakan suatu mekanisme perlindungan terhadap tubuh
terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah
istirahat.
2.1.2 Mekanisme Kelelahan
Konsep kelelahan merupakan reaksi fungsional dari pusat kesadaran
yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi oleh dua sistem penghambat (inhibisi dan sistem penggerak/aktivasi) Sampai saat ini masih berlaku dua
teori tentang kelelahan otot, yaitu teori kimia dan teori syaraf pusat.
1. Teori kimia
Secara teori kimia bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat
berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sistem metabolisme
sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot, sedangkan perubahan arus
listrik pada otot dan syaraf adalah penyebab sekunder.
Produktivitas mulai menurun setelah empat jam bekerja terus
menerus (apapun jenis pekerjaannya) yang disebabkan oleh
menurunnya kadar gula di dalam darah. Itulah sebabnya istirahat
sangat diperlukan minimal setengah jam setelah empat jam bekerja
terus menerus agar pekerja memperoleh kesempatan untuk makan dan
menambah energi yang diperlukan tubuh untuk bekerja (Suma’mur,
1996)
2. Teori syaraf pusat
Bahwa perubahan kimia hanya penunjang proses, yang
mengakibatkan dihantarkannya rangsangan syaraf oleh syaraf
sensosrik ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan
aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan
gerakan sehingga frekuensi potensial gerakan pada sel syaraf menjadi
berkurang. Berkurangnya frekuensi ini akan menurunkan kekuatan dan
kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi
lambat.
Kondisi dinamis dari pekerjaan akan meningkatkan sirkulasi
asam laktat. Karena suasana kerja dengan otot statis aliran darah akan
menurun, maka asam laktat akan terakumulasi dan mengakibatkan
kelelahan otot lokal. Disamping itu juga dikarenakan beban otot yang
tidak merata pada jaringantertentu yang pada akhirnya akan
mempengaruhi kinerja (performance) seseorang (Harington, 2005). Kelelahan diatur oleh sentral dari otak. Pada susunan syaraf
pusat, terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling
mengimbangi tetapi kadang-kadang salah satu daripadanya lebih
dominan sesuai dengan kebutuhan. Sistem aktivasi bersifat simpatis,
sedang inhibisi adalah parasimpatis. Agar tenaga kerja berada dalam
keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut berada pada
kondisi yang memberikaan stabilitas pada tubuh (Suma’mur 2009).
2.1.3 Jenis Kelelahan
Kelelahan kerja berakibat pada pengurangan kapasitas kerja dan
ketahanan tubuh. Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot
dan kelelahan umum (Suma’mur, 2009).
(1) Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)
Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan
melalui fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara
fisiologi, dan gejala yang ditunjukan tidak hanya berupa
berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada makin rendahnya
sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti: melemahnya
kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan
meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja,
sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Gejala
Kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar
atau external signs (Budiono, 2003).
Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot
yaitu teori kimia dan teori saraf pusat terjadinya kelelahan. Pada
teori kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan
adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya
sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot.
Sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan saraf adalah
penyebab sekunder. Sedangkan pada teori saraf pusat menjelaskan
bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses.
Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya
rangsangan saraf melalui saraf sensoris ke otak yang disadari
sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat
pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi
potensial kegiatan pada sel saraf menjadi berkurang. Berkurangnya
frekuensi tersebut akan menurunkan kekuatan dan kecepatan
kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat.
menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang (Tarwaka,
2004).
(2) Kelelahan Umum
Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang
luar biasa. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat
karena munculnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah
untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa
berat dan merasa “ngantuk” (Budiono, 2003).Kelelahan umum
biasanya ditandai berkurangnya kemauan untuk bekerja yang
disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja
fisik, keadaan di rumah, sebab- sebab mental, status kesehatan dan
keadaan gizi (Tarwaka, 2004).
Beberapa jenis kelelahan umum menurut Budiono (2003) adalah:
1) Kelelahan penglihatan, muncul dari terlalu letihnya
mata.
2) Kelelahan seluruh tubuh, sebagai akibat terlampau
besarnya beban fisik bagi seluruh organ tubuh.
3) Kelelahan mental, penyebabnya dipicu oleh pekerjaan yang
bersifat mental dan intelektual.
4) Kelelahan syaraf, disebabkan oleh terlalu tertekannya salah
satu bagian dari sistem psikomotorik.
5) Kelelahan kronis, sebagai akibat terjadinya akumulasi efek
6) Kelelahan siklus hidup sebagai bagian dari irama
hidup siang dan malam serta petukaran periode tidur.
Berdasarkan penyebab kelelahannya, kelelahan dapat dikategorikan
sebagai berikut :
1) Kelelahan fisiologis merupakan kelelahan yang disebabkan
karena adanya faktor lingkungaan fisik, seperti penerangan,
kebisingan, panas dan suhu.
2) Kelelahan psikologis terjadi apabila adanya pengaruh hal-hal diluar
diri yang berwujud pada tingkah laku atau perbuatan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti suasana kerja, interaksi
dengan sesama pekerja maupun dengan atasan (Depnaker, 2004).
Observasi yang pernah dilakukan, bahwa perasaan letih seperti
haus, lapar dan perasaan lainnya yang sejenis merupakan alat
pelindung alami sebagai ndikator bahwa keadaan fisik dan psikis
seseorang menurun (Budiono, 2009).
2.1.4 Gejala Kelelahan dan Tanda Kelelahan
Dalam ILO Workshelf (1983) menyebutkan bahwa kelelahan
dipengarui banyak sisi. Proses biologis kelelahan secara umum tidak dapat
diukur dengan cara langsung, sehingga definisi terutama berorientasi pada
gejala-gejala kelelahan. Gejala kelelahan dapat dibagi, misalnya, ke dalam
1. Gejala Psikologi: kelelahan dianggap sebagai penurunan fungsi organ
atau organisme secara keseluruhan. Itu menghasilkan reaksi fisiologis,
misalnya, peningkatan frekuensi denyut jantung atau aktivitas otot
listrik.
2. Gejala Perilaku: kelelahan diartikan terutama sebagai penurunan
parameter kinerja. Contoh meningkatnya kesalahan ketika
memecahkan tugas-tugas tertentu, atau variabilitas meningkatkan
kinerja.
3. Gejala Psiko-fisik: kelelahan ditafsirkan sebagai peningkatan perasaan
tenaga dan penurunan sensasi, tergantung pada intensitas, durasi dan
komposisi faktor stres.
Dalam proses kelelahan ketiga gejala tersebut dalam prosesnya,
mereka dapat muncul di berbagai titik dalam waktu tertentu. Reaksi
fisiologis dalam sistem organik, terutama mereka yang terlibat dalam
pekerjaan, mungkin muncul pertama. Kemudian perasaan tenaga mungkin
akan terpengaruh. Perubahan kinerja diwujudkan umumnya dalam
keteraturan penurunan kerja atau dalam kuantitas meningkatnya
kesalahan, meskipun rata-rata kinerja mungkin belum terpengaruh.
Sebaliknya, dengan motivasi yang tepat orang yang bekerja bahkan
mencoba untuk mempertahankan kinerja melalui kehendak-kekuasaan.
Langkah berikutnya mungkin penurunan yang jelas dari kinerja berakhir
kerusakan pada organisme termasuk perubahan struktur kepribadian dan
dalam kelelahan.
2.1.5 Cara Pengukuran
Sampai saat ini belum ada metode pengukuran kelelahan yang baku
karena kelelahan merupakan suatu perasaan subyektif yang sulit diukur
dan diperlukan pendekatan secara multidisiplin (Grandjean, 1993) dalam
Tarwaka (2004).
Untuk mengetahui dan menilai kelelahan dapat dilakukan
pengukuran/pengujian mengenai:
1. Waktu Reaksi adalah reaksi sederhana atas rangsangan tunggal atau
reaksi kompleks yang memerlukan koordinasi. Kelelahan dapat
diklasifikasikan berdasarkan rentang atau range waktu reaksi
sebagai berikut (Tim Hiperkes, 2003):
1)Normal : waktu reaksi 150,0 – 240,0
milidetik
2)Kelelahan Kerja Ringan (KKR) :waktu reaksi>240,0 - <410,0
milidetik
3)Kelelahan Kerja Sedang (KKS) :waktu reaksi >410,0– <580,0
milidetik
4)Kelelahan Kerja Berat (KKB) : waktu reaksi ≥ 580,0 mili
Menurut Sanders & Mc Cormick (1987) yang dikutip oleh
Tarwaka,dkk (2004), waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu
respon yang spesifik saat satu stimuli terjadi. Sedangkan menurut laporan
Setyawati L (1996) yang dikutip oleh Tarwaka, dkk (2004), dalam uji
waktu reaksi ternyata stimuli terhadap cahaya lebih cepat diterima oleh
reseptor daripada stimuli suara.
2. Konsentrasi (pemeriksaan Bourdon Wiersma)
Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan
yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan
menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma test, merupakan salah
satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian
dan konsentrasi. Hasil tes akan menunjukkan bahwa semakin lelah
seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konsentrasi akan
semakin rendah atau sebaliknya. Namun demikian Bourdon Wiersma
tes lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau
pekerjaan yang lebih bersifat mental. Uraian tersebut diatas dapat
ditarik kesimpulan, bahwa kelelahan biasanya terjadi pada akhir jam
kerja yang disebabkan oleh karena beberapa faktor, seperti monotoni,
kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai dengan
antropometri pemakainya, stasiun kerja yang tidak ergonomik, sikap
paksa dan pengaturan waktu kerja-istirahat yang tidak tepat. Sumber
3. Uji fusi kelipan (flicker fusion test)
Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk
melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin
panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji
kelipan, disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan
keadaan kewaspadaan tenaga kerja (Tarwaka, 2004).
4. Elektro-ensefalogram (EEG)
Elekto-ensefalogram (EEG) adalah rekaman aktivitas listrik otak,
yang digunakan untuk mendiagnosis kondisi neurologis (Kamus
Kesehatan, 2012). Electroencephalogram (EEG) adalah suatu test
untuk mendeteksi kelainan aktivitas elektrik otak (Campellone, 2006).
Electroencephalografi adalah prosedur pencatatan aktifitas listrik otak
dengan alat pencatatan yang peka sedangkan grafik yang
dihasilkannya disebut Electroencephalogram. Jadi Aktivitas otak
berupa gelombang listrik, yang dapat direkam melalui kulit kepala
disebut Elektro-Ensefalografi (EEG). Amplitudo dan frekuensi EEG
bervariasi, tergantung pada tempat perekaman dan aktivitas otak saat
perekaman.Saat subyek santai, mata tertutup, gambaran EEG nya
menunjukkan aktivitas sedang dengan gelombang sinkron 8-14
sinkron dan teratur akan hilang, kalau subyek membuka matanya yang
tertutup. Gelombang yang terjadi adalah gelombang beta (> 14 siklus/detik).Gelombang beta direkam dengan baik di regio frontal,
merupakan tanda bahwa orang terjaga, waspada dan terjadi aktivitas
mental. Meski gelombang EEG berasal dari kortek, modulasinya
dipengaruhi oleh formasio retikularis di subkortek.
5. Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjektive feelings of fatigue)
Subjective Self Rating Tes dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut
50
(1) 10 Pertanyaan tentang pelemahan kegiatan: 1. Perasaan berat di kepala
(2) 10 Pertanyaan tentang pelemahan motivasi: 1. Susah berfikir
2. Lelah untuk bicara 3. Gugup
4. Tidak berkonsentrasi
5. Sulit untuk memusatkan perhatian 6. Mudah lupa
7. Kepercayaan diri berkurang 8. Merasa cemas
9. Sulit mengontrol sikap
10. Tidak tekun dalam pekerjaan
9. Tremor pada anggota badan 10. Merasa kurang sehat
Subjective Self Rating Test (SSRT) dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif.
Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari : 10
pertanyaan tentang pelemahan kegiatan (pertanyaan no 1 s/d 10); 10
pertanyaan tentang pelemahan motivasi (11 s/d 20); dan 10 pertanyaan
tentang gambaran kelelahan fisik (21 s/d 30). Pengukuran kelelahan
dengan menggunakan kuesioner kelelahan subjektif dapat digunakan
untuk menilai tingkat keparahan kelelahan individu dalam kelompok
kerja yang cukup banyak atau kelompok sampel yang yang dapat
mempresentasikan populasi secara keseluruhan (Tarwaka, 2008)
Jika skor kelelahan subjektif < 40 dan reaction timer test
menunjukkan normal dan ringan, maka dikategorikan Tidak Lelah. Jika skor kelelahan ≥ 40 dan reaction timer test menunjukkan
kelelahan kerja sedang atau berat maka dikategorikan Lelah (Purnawati, 2005).
Meskipun ada banyak macam cara ukur untuk mengevaluasi kelelahan
tetapi dalam penelitian ini dilakukan Reaction Timer Test yang merupakan tes objektif dari kelelahan umum. Reaction timer sebagai pengukuran kelelehan dengan mengetahui respon stimuli responden secara spesifik. Reaction timer
2.1.6 Dampak Kelelahan
Kelelahan kerja merupakan komponen fisik dan psikis. Kerja fisik
yang melibatkan kecepatan tangan dan fungsi mata serta memerlukan
konsentrasi terus menerus dapat menyebabkan kelelahan fisiologis dan
disertai penurunan keinginan untuk bekerja yang disebabkan faktor psikis
sehingga menyebabkan timbulnya perasaan lelah (Suma’mur, 2009).
Kelelahan juga dapat berakibat menurunnya perhatian, perlambatan dan
hambatan persepsi, lambat dan sukar berfikir, penurunan kemauan atau
dorongan untuk bekerja, penurunan kewaspadaan, konsentrasi dan
ketelitian, menurunnya efisiensi dan kegiatan-kegiatan fisik dan mental
yang pada akhirnya menyebabkan kecelakan kerja dan terjadi penurunan
poduktivitas kerja (Budiono, 2003).
2.2Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja
Depkes (1991) menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, kelelahan
mempunyai beragam penyebab yang berbeda, yaitu beban kerja, beban tambahan
dan faktor individu. Berikut penjelasannya :
1. Beban Kerja
Menurut Depkes (1991) bahwa volume pekerjaan yang dibebankan
kepada tenaga kerja baik fisik maupun mental dan tanggung jawab.
Beban kerja yang melebihi kemampuan akan mengakibatkan kelelahan
pekerjaannya, seperti mengangkat, berlari dan lain-lain. Setiap pekerjaan
merupakan beban bagipelakunya. Beban tersebut dapat berupafisik, mental
atau sosial. Derajat beratnya beban kerja tidak hanya tergantung pada
jumlah kalori yang dikonsumsi, akan tetapi juga bergantung pada jumlah
otot yang terlibat pada pembebanan otot statis.
Evaluasi jumlah panas metabolik tubuh dapat diperoleh dengan
menggunakan estimasi pengukuran panas metabolik menurut NIOSH 1986
yang dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Estimasi Pengukuran Panas Metabolik A Body position and
D Sample calculation Average Kcal/min Assembling work with heavy handtools
Two arms work *For standart worker of 70 kg body weight (154lbs) and 1.8m2 body surface (19.4 ft2)
** Example of measuring metabolic heat production of worker when performing initial screening
Sumber : NIOSH Occupational Exposure to Hot Environments, 1986
Selain estimasi pengukuran panas metabolik menurut NIOSH 1986,
panas metabolisme dapat diukur melalui perhitungan beban kerja berdasarkan
tingkat kebutuhan kalori menurut pengeluaran energi. Penilaian beban kerja
dilakukan dengan pengukuran berat badan tenaga kerja, pengamatan aktifitas
tenaga kerja dan kebutuhan kalori berdasarkan pengeluaran energi sesuai tabel
perhitungan beban kerja. Pengamatan aktifitas kerja dilakukan dengancara
pengamatan pada kategori jenis pekerjaan dan posisi badan pekerja setiap
jam, kemudian posisi dan lama gerakan tersebut dicatat dan dihitung.
Hasil penelitian Hariyono, dkk (2009) bahwa sebesar 23,64% beban
kerja berat yang mengalami kelelahan dan 56,34% beban kerja ringan yang
mengalami kelelahan. Berat ringannya beban kerja baik fisik maupun mental
dapat mempengaruhi tingkat kelelahan. Beban kerja fisik yang terlalu berat
dapat berakibat cadangan energi tubuh sangat berkurang serta penumpukan
asam laktat yang berlebihan sehingga tingkat kelelahan menjadi berat. Beban
kerja yang terlalu ringan dan monoton dalam waktu lama dapat menimbulkan
kebosanan dan berakibat stimulasi elektris sistim inhibisi menjadi lebih kuat,
sehingga menurunkan kemampuan bereaksi dan menimbulkan kecenderungan
berat meskipun beban kerja fisik maupun mental yang harus dijalankan tidak
berat (Purnawati, 2005)
Evaluasi Tingkat Beban Kerja
Evaluasi tingkat beban kerja diperoleh dengan mengkategorikan hasil
estimasi pengukuran panas metabolisme menurut Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No. 13/MEN/X/2011 Thn. 2011
Tabel 2.2 NAB Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)
Pengaturan waktu kerja setiap jam
ISBB (oC)
Beban Kerja
Ringan Sedang Berat
75% - 100% 31.0 28.0 -
50% - 75% 31.0 29.0 27.5
25% - 50% 32.0 30.0 29.0
0% - 25% 32.2 31.1 30.5
Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13/MEN/X/2011 Thn. 2011
Catatan :
Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200
Kilokalori/jam.
Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200
Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai
dengan kurang dari 500 Kilo kalori/jam.
Menghitung beban kerja berdasarkan kebutuhan kalori pekerja, dengan
menggunakan rumus :
Keterangan:
BK1,BK2,…,BKn = Beban Kerja sesuai aktifitas 1,2,…,n
T1,t2,t3 = Waktu Kerja sesuai aktifitas kerja 1,2,…,n
Kkal = Kalori yang dikeluarkan per kilogram berat
badan
Kkal Laki-laki = 1 kkal/min berat badan per jam
Kkal perampuan = 0.9 kkal/kg berat badan per jam
2. Beban Tambahan
Beban tambahan merupakan beban diluar beban kerja yang harus
ditanggung oleh pekerja. Beban tambahan tersebut berasal dari lingkungan
kerja yang memiliki potensi bahaya seperti lingkungan kerja. Menurut
yang tidak nyaman, kebisingan, maupun penerangan yang tidak sesuai standar
dapat merupakan beban tambahan bagi tubuh pekerja. Menurut Ramdan
(2007) bahwa perasaan kelelahan yang terjadi dipengaruhi oleh kebisingan
tinggi dan suhu tinggi. Lingkungan yang dapat mempengaruhi kelelahan
adalah :
a) Iklim Kerja
Iklim kerja merupakan suatu lingkungan kerja yang mempunyai
iklim atau cuaca tertentu, yang dapat berupa iklim kerja panas dan
iklim kerja dingin. Iklim kerja sangat erat kaitannya dengan suhu
udara, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi
(Budiono, 2003). Kombinasi keempat faktor tersebut yang
dipadankan dengan produksi panas oleh tubuh sendiri yang disebut
tekanan panas (heat stress). Faktor-faktor yang menyebabkan
pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan sekitarnya adalah
konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi. Udara adalah penghantar
panas yang kurang begitu baik, tetapi melalui kontak dengan tubuh
dapat terjadi pertukaran panas antara udara dengan tubuh.
Berdasarkan hasil penelitian Mustagfirin (2011) bahwa menunjukkan
ada hubungan yang bermakna antara iklim kerja dengan kelelahan
(p=0,022) dengan nilai pengukuran iklim kerja (ISBB) didapatkan
Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivias kerja
pekerja akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada
temperatur sekitar 24oC sampai 27oC. (Suma’mur, 2009)
Alat untuk mengukur iklim kerja menggunakan alat WBGT.
Evaluasi Tingkat Beban Kerja dan suhu iklim kerja diperoleh dengan
mengkategorikan hasil estimasi pengukuran panas metabolisme
menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
13/MEN/X/2011 Thn. 2011
Tabel 2.3 NAB Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)
Pengaturan waktu kerja setiap jam
ISBB (oC)
Beban Kerja
Ringan Sedang Berat
75% - 100% 31.0 28.0 -
50% - 75% 31.0 29.0 27.5
25% - 50% 32.0 30.0 29.0
0% - 25% 32.2 31.1 30.5
Catatan :
Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200
Kilokalori/jam.
Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200
Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai
dengan kurang dari 500 Kilo kalori/jam.
Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13/MEN/X/2011 Thn. 2011
b) Kebisingan
Kebisingan merupakan suara atau bunyi yang tidak dikehendaki
karena pada tingkat atau intensitas tertentu dapat menimbulkan
gangguan, terutama merusak alat pendengaran. Kebisingan akan
mempengaruhi faal tubuh seperti gangguan pada saraf otonom yang
ditandai dengan bertambahnya metabolisme, bertambahnya tegangan
otot sehingga mempercepat kelelahan (Suma’mur, 2009).
Di lingkungan kerja, kebisingan merupakanmasalah kesehatan
kerja yang selalu timbul. Paparan bising dalam waktu dan kadar yang
melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) dan tanpa proteksi yang
memadai dapat menyebabkan gangguan kesehatan/penyakit akibat
kerja.Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan adalah intensitas
kebisingan dimana pekerja masih sanggup menerima tanpa
menunjukkan gejala sakit akibat bising atau seseorang tidak
menunjukkan kelainan pada pemaparan tersebut dalam waktu 8 jam
per hari atau 40 jam perminggu. Sesuai dengan Kep. Menaker
No.13/MEN/X/2011 menyatakan NAB : Kebisingan untuk 8 jam per
hari adalah 85 dB. Alat untuk mengukur intensitas Kebisingan adalah
Tabel 2.4 Nilai Ambang Batas Kebisingan Waktu Pemaparan per Hari Intensitas dalam dBA
8
Sumber :Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13/MEN/X/2011 Thn. 2011
c) Penerangan
Penerangan di tempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang
menerangi benda-benda di tempat kerja.Permasalahan penerangan
meliputi kemampuan pekerja untuk melihat sesuatu, sifat-sifat dari
indera penglihat, usaha-usaha yang dilakukan untuk melihat objek
lebih baik dan pengaruh penerangan terhadap lingkungan.
Penerangan dapat dikatakan “buruk” apabila memiliki intesitas
penerangan yang rendah untuk jenis pekerjaan yang sesuai, distribusi
yang tidak merata, mengakibatkan kesilauan, dan kurangnya
Secara ringkas intensitas penerangan adalah:
1) Penerangan untuk halaman dan jalan-jalan di lingkungan
perusahaan harus paling sedikit 20 lux;
2) Penerangan untuk pekerjaan yang hanya membedakan barang
kasar dan besar paling sedikit 50 lux;
3) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan mebdakan
barang-barang kecil sepintas paling sedikit 100 lux;
4) Penerangan untuk pekerjaan yang mebdakan barang kecil
agak teliti paling sedikit 200 lux;
5) Penerangan untuk oekerjaan yang mebedakan dengan teliti
barang-barang kecil dan halus paling sedikit 300 lux
6) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan
barang halus dan kontras yang sedang dalam waktu lama
paling sedikit 500 – 1000 lux;
7) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan
bearang yang sangat halus dengan kontras dalam waktu yang
lama paling sedikit 2000 lux.
Lingkungan kerja fisik tersebut dapat dipertegas bahwa dengan
pengendalian faktor-faktor yang bebahaya di lingkungan kerja
diharapkan akan tercipta lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman
dan produktif bagi tenaga kerja.
Berdasarkan laporan dari studi lapangan yang dilakukan oleh
Oktober-November 2009, pengukuran intensitas cahaya dalam
ruangan adalah 72 lux, suhu 38oC dan kelembaban adalah 58%. Hal
ini dipahami bahwa faktor fisik yang berhubungan dengan
lingkungan kerja mempengaruhi kelelahan pekerja, dalam kondisi
yang tidak memadai faktor fisik meningkatkan risiko terkena
kelelahan. Oleh karena itu, pencahayaan merupakan salah satu faktor
fisik yang dapat mempengaruhi kelelahan kerja pada pekerja.
3. Faktor Individu a) Jenis Kelamin
Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua
jenis kelamin pekerja yang ditentukan secara biologis yang melekat pada
jenis kelamin tertentu (Suryanto, 2012). Secara umur wanita hanya
mempunyai kekuatan fisik 2/3 dari kemampuan fisik atau kekuatan otot
laki-laki.Laki-laki lebih tahan terhadap kelelahan dibandingkan pada
pekerja wanita.Tetapi dalam beberapa hal pekerja wanita lebih teliti dan
fleksibel dalam melakukan pekerjaannya, prevalensi kelelahan wanita
lebih tinggi dari pada pria di masyarakat maupun di klinik (Buchwald,
1995 dalam artikel Silaban, 1998).
b) Umur
Umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau
organ tubuh setelah mencapai puncak kematangan umur dewasa fungsi
organ tubuh mengalami penurunan. Penurunan kemampuan melakukan
aktifitas dan kemampuan kerja menjadi menurun. Penurunan tersebut
karena penyusutan jaringan tubuh secara bertahap, yang meliputi jaringan
otot, sistem saraf, dan organ-organ vital lainnya. Penurunan fungsi
fisiologis neurologis terjadi sesudah berumur 30 sampai 40 tahun dengan
irama penurunan yang berbeda untuk setiap orang (Depkes, 2003). Dalam
penelitian Hardi (2006) menyatakan dari 49 responden, yang berumur <
40 tahun (muda) terdapat sebanyak 15 (30,6%) responden yang merasakan
tidak ada keluhan kelelahan kerja dan sebanyak 3 (6,1%) responden yang
merasakan ada keluhan kelelahan kerja. Sedangkan yang berumur 40
tahun (tua) terdapat sebanyak 15 (30,6 %) responden yang merasakan
tidak ada keluhan kelelahan kerja dan sebanyak 16 (32,7 %) responden
yang merasakan ada keluhan kelelahan kerja. Dari hasil uji Chi-Square
dengan tingkat kemaknaan P (0,016) yang berarti bermakna. Seseorang
yang berumur muda mampu melakukan pekerjaan berat dan sebaliknya
jika seseorang bertambah umurnya maka kemampuan melakukan
pekerjaan berat akan menurun. Semakin bertambahnya umur, tingkat
kelelahan akan semakin cepat terjadi dan dalam melakukan pekerjaannya
kurang gesit sehingga mempengaruhi kinerjanya.
Masa kerja merupakan akumulasi waktu dimana pekerja telah
memegang pekerjaan tersebut. Semakin banyak informasi yang kita
simpan maka semakin banyak keterampilan yang kita pelajari dan akan
semakin banyak hal yang kita kerjakan. Menurut Purnawati (2005), bahwa
masa kerja berperan dalam menentukan beban kerja dan tentu dapat
mempengaruhi berat, ringannya tingkat kelelahan. Beban kerja yang
melebihi kapasitas pekerja yang dialami berkepanjangan selama
kehidupan kerja akan berakibat penumpukan kelelahan sehingga berakibat
tingginya tingkat kelelahan. Pada penelitian Ardhani (2011) menyatakan
dari 47 orang tenaga kerja yang mengalami macam tingkat kelelahan
mempunyai hubungan antara faktor individu dengan masa kerja (p =
0,048). Pada penelitian Eraliesa (2009) bahwa responden yang paling
banyak merasakan lelah terdapat pada kelompok >10 tahun yaitu
sebanyak 14 orang (53,8%) dengan hubungan bermakna diperoleh p =
0,002.
Proses adaptasi memberikan efek positif yaitu dapat menurunkan
ketegangan dan peningkatan aktivitas atau performasi kerja, sedangkan
efek negatifnya batas ketahanan tubuh yang berlebihan pada proses kerja.
Kelelahan ini membawa kepada pengurangan fungsi psikologi dan
fisiologi yang dapat dihilangkan dengan upaya pemulihan. Pada masa
kerja dengan periode dekade, kelelahan berasal dari kelebihan usaha
selama beberapa dekade dan dapat dipulihkan dengan pensiun, sedangkan
kelebihan usaha selama beberapa tahun yang dapat dipulihkan dengan
liburan (Granjean (1988) dalam Tarwaka (2004)).
d) Kebiasaan Merokok
Semakin lama dan tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi
tingkat kelelahan otot yang dirasakan. Hal ini sebenarnya terkait otot
dengan kondisi kesegaran tubuh seseorang. Kebiasaan merokok akan
dapat menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan untuk
mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya tingkat kesegaran
juga menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang
menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan
oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi
tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul kelelahan (Tarwaka, 2004).
Seseorang dapat dikatakan perokok ringan apabila merokok kurang dari
10 batang perhari, dikatakan perokok sedang apabila merokok 10-20
batang perhari dan dikatakan perokok berat apabila merokok lebih dari 20
e) Status Gizi
Kecukupan gizi pekerja selama bekerja merupakan salah satu
bentuk penerapan syarat keselamatan, dan kesehatan kerja sebagai bagian
dari upaya meningkatkan derajat kesehatan pekerja. Gizi merupakan salah
satu aspek kesehatan kerja yang memiliki peran penting dalam
peningkatan produktivitas kerja. Hal ini perlu menjadi perhatian semua
pihak, terutama pengelola tempat kerja mengingat para pekerja umumnya
menghabiskan waktu sekitar 8 jam setiap harinya di tempat kerja.Hasil
penelitian Ardhani (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
faktor individu yaitu status gizi (p = 0,014) dengan distribusi responden
dari 47 orang tenaga kerja sebagian besar mengalami tingkat kelelahan
sedang sebanyak 27 orang (57,4%) dan 20 orang (42,6%) mengalami
tingkat kelelahan ringan. Rendahnya produktivitas kerja dianggap akibat
kurangnya motivasi kerja, tanpa menyadari faktor lainnya seperti gizi
pekerja. Perbaikan dan peningkatan gizi mempunyai makna yang sangat
penting dalam upaya mencegah morbiditas, menurunkan angka absensi
serta meningkatkan produktivitas kerja. Berat ringannya beban kerja
seseorang ditentukan oleh lamanya waktu melakukan pekerjaan dan jenis
pekerjaan itu sendiri. Semakin berat beban kerja, sebaiknya semakin
pendek waktu kerjanya agar terhindar dari kelelahan dan gangguan
fisiologis yang berarti atau sebaliknya.
Penilaian status gizi pekerja perlu dilakukan, karena dengan
sesuai serta pemberian intervensi gizi bila diperlukan. Penilaian status
gizi dilakukan melalui beberapa cara antara lain : pemeriksaan biokimia,
pemeriksaan klinis, pemeriksaan biofisik dan antropometri. Antropometri
merupakan metode yang paling sering digunakan dalam penilaian status
gizi.Metode ini menggunakan parameter berat badan (BB) dan tinggi
badan (TB). Melalui kedua parameter tersebut, dapat dilakukan
penghitungan Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
IMT : Indeks Masa Tubuh
BB : Berat Badan (Kg)
TB : Tinggi Badan (m)
Depkes RI (2003) juga mengklasifikasikan status gizi berdasarkan
IMT. Pengklasifikasian status gizi oleh Depkess lebih sederhana
dibandingkan pengklasifikasian oleh WHO, hal ini didasari oleh postur
tubuh orang indonesia yang lebih kecil dibandingkan postur tubuh orang
luar sehingga pengklasifikasian WHO tidak cocok dengan keadaan fisik
orang Indonesia. Selain itu pengklasifikasian status gizi berdasarkan IMT
menurut Depkes, berdasarkan jenis kelamin. Laki-laki memiliki rentangan
IMT yang lebih kecil dari wanita, dikarenakan komposisi lemak dalam
tubuh wanita lebih banyak dari pada laki-laki. Pada seseorangan dengan
melakukan suatu pekerjaan karena membutuhkan usaha lebih besar untuk
menggerakkan berat badan tambahan sehingga lebih mudah mengalami
kelelahan (Purnawati, 2005).
Tabel 2.5 Klasifikasi Status Gizi berdasarkan IMT
Keadaan Klasifikasi Indeks Masa Tubuh
Laki-laki Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat
Kekurangan berat badan tingkat ringan
<17
Normal 17 - 23
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan (overweight)
Kelebihan berat badan tingkat berat (obesitas)
23,1 - 27
> 27
Sumber : Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis, Depkes RI (2003)
f) Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur,
sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah,
mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar
mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian
terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk
(Hidayat, 2006).
Pada hasil penelitian Nanik (2008), bahwa ada hubungan yang
signifikan antara kualitas tidur dengan terjadinya kelelahan dengan nilai
probabilitas 0,043.Hal ini membuktikan bahwa kualitas tidur
Salah satu penyebab kelelahan adalah ganguan tidur (sleep distruption) yang antara lain dapat dipengaruhi oleh kekurangan waktu tidur dan ganguan pada circadian rhythms akibat jet lag atau shift kerja. Tidur adalah proses alamiah manusia untuk memberikan kesempatan
pada sel saraf (neuron) tubuh kita untuk beristirahat dan memperbaiki
kondisinya. Semua manfaat tidur itu bisa diperoleh kalau tidur kita
berkualitas.Kualitas tidur merupakan sumber kesegaran, tenaga, dan
vitalitas yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan produktifitas keesokan
harinya. Kualitas tidur adalah kebutuhan mutlak yang sama pentingnya
dengan makanan bergizi dan olahraga.Umumnya seseorang
membutuhkan tidur 7-8 jam perhari. Perbedaan tidur baik dan tidak
dibedakan menjadi 7 komponen, yaitu: kualitas tidur, sleep latency, lamanya tidur, efisiensi kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan
obat tidur dan efek lainnya. Responden dipersilahkan menjawab 7
komponen tersebut, pada masing-masing kuesioner mempunyai rentan
nilai dari 0-3 (Sukron, 2011).
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan instrumen yang efektif digunakan untuk mengukur kualitas dan pola tidur di
dewasa yang lebih tua. Ini membedakan "sulit" dari tidur "baik" dengan
mengukur tujuh domain: kualitas tidur subjektif, latensi tidur, durasi
tidur, tidur kebiasaan efisiensi, gangguan tidur, penggunaan obat tidur,
dan disfungsi siang hari selama satu bulan terakhir. Tingkat diri setiap
pada skala 0 sampai 3, dimana 3 mencerminkan ekstrim negatif pada
Skala Likert. Sebesar global "5" atau lebih menunjukkan "sulit" tidur.
Meskipun ada beberapa pertanyaan yang meminta evaluasi responden
tentang teman tidur atau teman sekamar, ini tidak mempengaruhi hasil
ini seperti tercermin dalam instrumen terlampir (Smyth, 2012).
g) Kondisi Kesehatan
Faktor tenaga kerja seperti kondisi kesehatan mempengaruhi tingkat
kelelahan yang terjadi pada pekerja. Tingkat kesehatan terbagi menjadi 2
yaitu tingkat kesehatan fisik dan tingkat kesehatan psikologis atau
mental.Kesehatan mental ataupun psikologis juga mempengarui kelelahan
kerja.Pekerja memiliki pikiran-pikiran dan pertimbangan-pertimbangan.
Salah satu pikiran yang selalu mengganggu adalah kekhawatiran dimana
kehawatiran ini meningkat dan menjadi tegangan pikiran yang
mengakibatkan pekerja yang bersangkutan menjadi sakit. Tekanan hidup
juga tercermin dalam pekerjaannya misalnya perlambatan kerja ataupun
kerusakan alat (Ariani, 2009)
Grandjean (1997) dalam Pangesti (2008) menyatakan bahwa kelelahan
secara fisologis dan psikologis dapat terjadi jika tubuh dalam kondisi tidak
fit / sakit atau seseorang mempunyai keluhan teradap penyakit tertentu.
Semakin besar kondisi kesehatan yang dirasakan kurang sehat oleh
pekerja maka kelelahan akan semakin cepat timbul. Kondisi tubuh yang
diperlukan peningkatan energy basal sekitar 13%, oleh karena itu
kelelahan akan semakin cepat dirasakan.
Kelelahan pada seseorang juga dapat terjadi dari riwayat penyakit
seseorang yang dapat berkontribusi menimbulkan kelelahan, seperti
penyakit jantung, diabetes, anemia, gangguan tidur, Parkinson (NTC,
(2006) dalam Putri (2008)). Dalam literatur Arthur C.Gyton dan John E
hall (1999) menjelaskan bahwa status kesehatan dapat mempengaruhi
kelelahan kerja yang dapat dilihat dari riwayat penyakit yang
diderita. Beberapa riwayat penyakit yang mempengaruhi kelelahan,
yaitu:
a) Jantung, terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen
dengan penyediaan aliran darah meningkat. Pada keadaan kurang
oksigen (O2), karbondioksida (CO2) dan ion H+ dilepaskan.
Untuk memenuhi kekurangan oksigen (O2) tersebut, tubuh
mengadakan proses anaerob, dan proses ini menghasilkaan asam
laktat yang bisa menyebabkaan kelelahan.
b) Gangguan ginjal merupakan sistem pengeluaran sisa metabolisme
terganggu sehingga tertimbun dalam darah. Penimbunan
metabolisme ini menyebabkan kelelahan.
c) Asma merupakan proses transportasi oksigen (O2) dan
karbondioksida (CO2) terganggu sehingga terjadi akumulasi
carbondioksida dalam tubuh. Teganggunya proses tersebut karena