I. Data Pribadi
Nama : Juswandy Ivanco Manurung
Tempat/Tanggal Lahir : Bukit Lima, 27 Juni 1995
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Abdul Hakim No. 48, Medan
Selayang 20131
Telepon : 08126303334
II. Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1999 – 2001 : TK Nazaret P. Siantar 2. Tahun 2001 – 2007 : SD Negeri 122374 P. Siantar 3. Tahun 2007 – 2010 : SMP Negeri 1 P. Siantar 4. Tahun 2010 – 2013 : SMA Sultan Agung P. Siantar 5. Tahun 2013 – sekarang : Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
III. Riwayat Organisasi
1. Anggota Panitia Seksi Basket Porseni FK USU 2014 2. Anggota Panitia Seksi Basket Porseni FK USU 2015 3. Anggota Panitia Seksi Pubdok Paskah FK USU 2014 4. Anggota Panitia Seksi Pubdok Natal FK USU 2015
5. Koordinator Panitia Seksi Pubdok Pengabdian Masyarakat Mahasiswa Kristen FK USU 2016
43
PENJELASAN MENGENAI PENELITIAN
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
Selamat pagi/sore Abang/Saudara sekalian nama saya Juswandy yang akan
melakukan penelitian dengan judul: Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan
Ketahanan Ototpada Pemain Bola Basket di Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara indeks
massa tubuh dengan Ketahanan otot pada pemain bola basket di Universitas
Sumatera Utara.
Dengan diketahuinya Hubungan antara indeks massa tubuh dengan
ketahanan otot, maka peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi
masukan dan informasi bagi pemain dan klub yang diteliti agar dapat
meningkatkan prestasi atlet kedepannya.
Jika Abang/Saudara bersedia mengikuti penelitian ini dan penelitian
lainnya yang terkait maka akan dilakukan pemeriksaan dengan cara melakukan
wawancara dan melakukan beberapa test terkait dengan ketahanan otot nantinya.
Saya sangat mengharapkan keikutsertaan Abang/Saudara dalam penelitian ini,
karena selain bermanfaat untuk diri sendiri, juga bermanfaat untuk orang lain.
Selama penelitian ini, Abang/Saudara tidak dibebankan biaya apapun.
Semua data/keterangan juga bersifat rahasia dan tidak diketahui orang lain.
Apabila keberatan, Abang/Saudara dapat menolak untuk mengikuti penelitian ini.
Jika sudah mengerti dan bersedia mengikuti penelitian ini maka
Abang/Saudara dapat mengisi lembar persetujuan (Informed Consent).
Tes Ketahanan otot yang akan dilakukan di atas pada lazimnya tidak akan
menimbulkan hal yang berbahaya bagi Abang/Saudara sekalian, namun bila
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh perlakuan penelitian
Nama : Juswandy Ivanco Manurung
Alamat kantor : Jl. Dr. T. Mansur No.5, Medan 20155
Telp : (061) 8211045
Alamat rumah : Jl. Abdul Hakim No.48, Medan Selayang
Telp : 08126303334
Demikian penjelasan ini saya sampaikan, kiranya hasil dari penelitian ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 2016
Peneliti,
45
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Umur :
Alamat :
No.Telp./ HP :
Setelah mempelajari dan mendapatkan penjelasan yang sejelas-jelasnya
mengenai penelitian yang berjudul Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan
Ketahanan Otot pada Pemain Bola Basket di Universitas Sumatera Utara, dan
setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya risiko yang mungkin terjadi,
dengan ini saya menyatakan bahwa saya bersedia dengan sukarela menjadi subjek
penelitian tersebut dan patuh akan ketentuan-ketentuan yang dibuat peneliti. Jika
sewaktu-waktu ingin berhenti, saya berhak untuk tidak melanjutkan mengikuti
penelitian ini tanpa ada sanksi apapun.
Yang menyatakan, Peneliti
HASIL OUTPUT SPSS
A. Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur
Statistics
B. Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Berat Badan, Tinggi Badan, Indeks Massa Tubuh, Jumlah Push-up, dan
Jumlah Curl-up
Frequency Percent Valid Percent
47
Bbkel
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
imt1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
49
C. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Ketahanan Otot
Correlations
imt1 Pushupkel
Spearman's rho imt1 Correlation Coefficient 1.000 .520**
Sig. (2-tailed) . .000
N 60 60
Pushupkel Correlation Coefficient .520** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 60 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
imt1 Curlupkel
Spearman's rho imt1 Correlation Coefficient 1.000 .346**
Sig. (2-tailed) . .007
N 60 60
Curlupkel Correlation Coefficient .346** 1.000
Sig. (2-tailed) .007 .
N 60 60
51
53
KK 20 61 170 21.10 21 52
LL 20 55 170 19.03 20 25
MM 20 63 167 22.56 70 20
NN 23 70 171 23.79 12 27
OO 24 73 170 25.25 15 37
PP 21 61 164 22.67 20 30
QQ 21 69 182 20.06 30 34
RR 23 65 167 23.30 30 39
SS 20 60 166 21.77 35 32
TT 22 65 172 21.97 27 29
UU 22 57 172 19.26 35 28
VV 21 69 169 24.15 30 33
WW 23 64 174 21.13 53 26
XX 22 64 179 19.97 17 31
YY 23 65 180 20.06 19 36
ZZ 20 52 163 19.57 23 27
AAA 20 65 174 21.46 30 37
BBB 20 69 174 22.79 34 41
CCC 21 56 174 18.39 14 29
DDD 20 58 175 18.93 36 30
EEE 20 69 166 25.03 7 32
FFF 21 50 167 17.92 25 29
GGG 22 65 179 20.28 13 39
DAFTAR PUSTAKA
1. Hapsari A, Dwikusworo E.P, dan Hidayah T. Status Keterampilan
Bermain Bola Basket pada Club NBC (Ngaliyan Basketball Center) Kota
Semarang. Journal of Sport Sciences and Fitness 2013; 2(1): 6-10
2. Pojskic H, Sevarovic V, Muratovic M, Uzicanin E. The Relationship
Between Physical Fitness and Shooting Accuracy of Professional
Basketball Players. University of Tuzla, Bosnia and Herzegovina. Motriz, Rio Claro 2014; vol.20 no.4 p:408-417, Oct/Dec 2014.
3. Pramono F.E. Tingkat Kesegaran Jasmani Anak Yang Ikut Dalam Sekolah Sepakbola Handayani di Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta.
Yogyakarta: Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta;
2012: 1-40.
4. Sumintarsih. Kebugaran Jasmani Untuk Lanjut Usia. Majalah Ilmiah 2010; 16(1): 1-19.
5. Parmo. Hubungan Tingkat Kebugaran Jasmani dengan Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri 1 Ujan Mas Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu; 2014: 1-24.
6. Utari A. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Tingkat Kesegaran Jasmani pada Anak Usia 12-14 Tahun. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2007: 60-79.
7. Hopson J.L, Donatelle R.J, dan Littrell T.R. Get Fit, Stay Well! 1st ed. USA: Benjamin Cummings; 2008
8. Arisandi D. Analisis Penggunaan Kalori Atlet Bola Basket Universitas
Pendidikan Indonesia; 2014 : 1-7.
9. Lubis H.M, Sulastri D, dan Afriwardi. Hubungan Indeks Massa Tubuh
dengan Ketahanan Kardiorespirasi, Kekuatan dan Ketahanan Otot dan
Fleksibelitas pada Mahasiswa Laki-Laki Jurusan Pendidikan Dokter
40
10.Setiawan D.A, dan Setiowati A. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Terhadap Kekuatan Otot pada Lansia di Panti Wredha Rindang Asih III
Kecamatan Boja. Journal of Sport Sciences and Fitness 2014; 3: 30-35 11.Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC;
2012.
12.Sarifin G. Kontraksi Otot Dan Kelelahan. Jurnal ILARA 2010; 1(2): 58-60. 13.Martini F.H. Fundamentals of Anatomy & Physiology. 9th ed. USA:
Benjamin Cummings; 2012.
14.Barrett K.E, Barman S.M, Boitano S, Brooks, H.L. Ganong’s Review of
Medical Physiology. 24th ed. New York: McGraw-Hill; 2012.
15.Tortora G.J, Derrickson B. Principles of Anatomi & Physiology. 13th ed. United States of America: John Wiley & Sons; 2009.
16.Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M.K, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2009.
17.World Health Organization. BMI Classification. Geneva: Worlh Health Organization; 2011.
Available from: http://apps.who.int/bmi/index.jsp?introPage=intro_3.html.
[Diakses 9 Mei 2015]
18.World Health Organization. BMI Classification. Geneva: Worlh Health Organization; 2004.
Available from: http://apps.who.int/bmi/index.jsp?introPage=intro_3.html.
[Diakses 9 Mei 2015]
19.Penggalih M.H.S.T. dan Huriyati E. Gaya Hidup, Status Gizi dan Stamina
Atlet pada Sebuah Klub Sepakbola. Berita Kedokteran Masyarakat 2007; 23(4): 192-199.
20.Pralhadrao U, Satyanarayana P, Shisode-Lad S, Chaitanya C, Kumari N.R.
A Study on the Correlation Between the Body Mass Index (BMI), the
Body Fat Percentage, the Handgrip Strength and the Handgrip Endurance;
21.Setiowati A. Hubungan Indeks Massa Tubuh, Persen Lemak Tubuh,
Asupan Zat Gizi dengan Kekuatan Otot. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia 2014; 4(1): 33-38.
BAB 3
KERANGKA KONSEP, KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Teori
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dibahas, maka kerangka konsep
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 3.1 Kerangka Teori Penelitian
3.2 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel dependen
Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian
Berat Badan
Tinggi Badan
Indeks Massa Tubuh
Pemain bola basket
Intensitas Latihan
Ketahanan Otot
Kesegaran Jasmani
Komponen Kesehatan
Aktifitas fisik
Nutrisi
Jenis Kelamin
3.3 Hipotesis
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain penelitian
cross sectional study (studi potong lintang), dimana penelitian akan menggambarkan hubungan antara IMT dengan ketahanan otot pada pemain basket
di Universitas Sumatera Utara.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di beberapa klub bola basket fakultas di
Universitas Sumatera Utara. Lokasi yang dipilih adalah tempat berlatih pemain
bola basket masing-masing Fakultas.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Tabel 4.1 Waktu Penelitian
Kegiatan Maret - Juni Juli - September Oktober - Desember
Penyusunan Proposal
Pengumpulan Data
Pengolahan,
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah 4 klub bola basket fakultas di Universitas
Sumatera Utara diantaranya Fakultas Kedokteran, Fakultas Hukum, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, dan Fakultas MIPA yang terdiri dari 60 orang pemain.
4.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah subjek yang diambil dari populasi di
beberapa klub bola basket fakultas di Uneversitas Sumatera Utara. Selain itu,
sampel yang akan diambil harus memenuhi kriteria inklusi serta tidak termasuk
dalam kriteria eksklusi selama penelitian berlangsung.
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam pemilihan sampel
penelitian ini adalah:
1. Kriteria Inklusi
a. Sehat secara fisik, mental, maupun sosial
b. Menjalani latihan rutin bersama klubnya
c. Bermain minimal 2 tahun sebagai pemain bola basket
d. Laki – laki berusia antara 20-29 tahun
e. Tidak merokok maupun meminum alkohol pada saat pengambilan data
f. Bersedia menjadi subjek penelitian dengan menandatangani lembar
persetujuan setelah penjelasan (informed consent). 2. Kriteria Eksklusi
a. Mengalami sakit atau cedera yang berat yang membutuhkan perawatan
di rumah sakit saat pengambilan data
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling
yaitu melibatkan seluruh pemain dari 4 klub bola basket fakultas yaitu Fakultas
Kedokteran, Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan Fakultas MIPA
24
4.4 Metode Pengumpulan Data 4.4.1 Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung dari
sumber data. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap
subjek penelitian yang melakukan push-up dan curl-up.
4.4.2 Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data mengenai jumlah pemain
bola basket di tiap-tiap klub bola basket fakultas.
4.4.3 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk penelitian ini adalah timbangan digital,
microtoise, informed consent, stopwatch, alas empuk atau matras, kertas pengamatan dan alat tulis.
4.5 Defenisi Operasional 4.5.1 Indeks Massa Tubuh
1. Indeks Massa Tubuh adalah perhitungan Berat Badan (BB) dalam
kilogram dibagi dengan Tinggi Badan (TB) kuadrat dalam meter
timbangan digital yang sudah di standarisasi, sementara Tinggi
Badan diukur dengan menggunakan microtoise yang sudah distandarisasi.
4. Hasil Ukur : Berat Badan dalam kilogram dan Tinggi Badan
dalam meter. Kemudian interpretasi dalam tabel IMT menurut
Kriteria Asia Pasifik.
IMT: BB kurang (<18,5), BB normal (18,5-22,9), BB berlebih
5. Skala Ukur : Ordinal
4.5.2 Ketahanan Otot
1. Ketahanan otot adalah kemampuan otot untuk berkontraksi
berulang-ulang sampai dengan beban submaksimal.
2. Cara Ukur : Hitung jumlah Push-up dan Curl-up.
3. Hasil Ukur : Push-up dan Curl-up dalam kali.
Push up: Luar biasa (>36 kali), sangat baik (31-36 kali), baik (24-30 kali), cukup (21-23 kali), kurang (16-20 kali), dan sangat
kurang (<16 kali).
Curl up: Luar biasa (>25 kali), sangat baik (22-25 kali), baik (16-20 kali), cukup (13-15 kali), kurang (10-12 kali), dan sangat
kurang (<10 kali).
4. Skala Ukur : Ordinal
4.6 Metode Pengolahan dan Analisa Data 4.6.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1)
editing, dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data; (2) coding,
data yang telah terkumpul dikoreksi, kemudian diberi kode oleh peneliti secara
manual sebelum diolah dengan komputer; (3) entry, data tersebut dimasukkan kedalam program komputer; (4) cleaning data, pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan kedalam komputer guna menghindari terjadinya kesalahan
dalam pemasukan data; (5) saving, penyimpanan data untuk siap dianalisis; dan (6) analisis data.
4.6.2 Analisis Data
Data kemudian diolah dengan menggunakan program komputer SPSS
(Statistical Product and Service Solution) dan disajikan dalam bentuk tabel dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan antara indeks massa
26
Analisa ini dilakukan untuk melihat dua variabel dengan uji korelasi Spearman
dengan nilai korelasi atau r (rho) yang berkisar diantara -1 sampai dengan +1. Jika angka korelasi semakin mendekati 1, maka hubungan korelasi antara kedua
variabel akan semakin kuat, sedangkan jika angka korelasi semakin mendekati 0,
maka hubungan korelasi antara kedua variabel semakin lemah. Tanda plus
menyatakan bahwa hubungan diantara kedua variabel bersifat searah, sedangkan
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua lokasi. Pertama, pengambilan data
dilakukan di lapangan bola basket Fakultas Kedokteran USU tempat latihan klub
bola basket Fakultas Kedokteran USU, Fakultas MIPA USU dan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis USU yang berlokasi di Jalan Universitas Komplek USU,
Kecamatan Padang Bulan, Kota Medan. Kedua, pengambilan data dilakukan di
lapangan bola basket Cikal USU tempat latihan klub bola basket Fakultas Hukum
USU yang berlokasi di Jalan dr. Mansyur Komplek USU, Kecamatan Padang
Bulan, Kota Medan. Jumlah subjek penelitian yang terlibat dalam penelitian ini
adalah 60 orang.
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden
Responden yang ikut serta dalam penelitian ini adalah para pemain bola
basket dari empat fakultas yang ada di Universitas Sumatera Utara yaitu Fakultas
Kedokteran USU, Fakultas MIPA USU, Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU, dan
Fakultas Hukum USU. Responden yang terdiri dari 60 orang seluruhnya telah
menyetujui untuk berpartisipasi dalam penelitian dan telah memenuhi kriteria
28
5.1.2.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Berdasarkan umur, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut:
Tabel 5.1 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur
Umur Frekuensi (orang) Persentase (%)
20 25 41,7%
21 12 20,0%
22 16 26,7%
23 4 6,7%
24 3 5,0%
Total 60 100%
Berdasarkan tabel diatas, subjek penelitian dengan umur 20 tahun
memiliki frekuensi dan persentase terbesar yaitu 25 orang dengan 41,7%.
Rata-rata umur dari subjek penelitian ini adalah 21,13 tahun (SD 1,186).
Berdasarkan berat badan, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai
berikut:
Tabel 5.2 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Berat Badan Berat Badan Frekuensi (orang) Persentase (%)
50-70 40 66,7%
71-90 14 23,3%
91-110 5 8,3%
111-120 1 1,7%
Total 60 100%
Pada tabel di atas didapatkan bahwa mayoritas subjek penelitian (66,7%)
memiliki berat badan dalam rentang 50-70 kg. Setelah diolah dengan program
SPSS didapatkan rata-rata berat badan pemain bola basket ini 70,58 kg (SD
Berdasarkan tinggi badan, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai
berikut:
Tabel 5.3 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Tinggi Badan Tinggi Badan Frekuensi (orang) Persentase (%)
160-170 24 40,0%
171-180 32 53,3%
181-190 4 6,7%
Total 60 100%
Pada tabel diatas didapatkan bahwa mayoritas subjek penelitian memiliki
tinggi badan dalam rentang 171-180 cm dengan persentase 53,3%. Didapatkan
rata-rata tinggi badan pemain bola basket ini adalah 172,27 cm (SD 5,656).
Setiap subjek penelitian yang berpartisipasi diukur berat badan dan tinggi
badannya kemudian dihitung indeks massa tubuhnya. Berdasarkan indeks massa
tubuh, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut:
Tabel 5.4 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan IMT
IMT Frekuensi (orang) Persentase (%)
BB Kurang 4 6,7%
BB Normal 29 48,3%
BB Beresiko 8 13,3%
Obesitas 1 13 21,7%
Obesitas 2 6 10,0%
Total 60 100%
Pada tabel diatas didapatkan bahwa subjek penelitian yang memiliki IMT
normal ada 29 orang (48,3%), subjek dengan IMT kurang ada 4 orang (6,7%),
subjek dengan berat badan beresiko 8 orang (13,3%), subjek dengan obesitas 1
30
dari subjek penelitian memiliki IMT yang normal. Setelah diolah dengan program
SPSS didapatkan rata-rata IMT pemain bola basket ini adalah 23,6495 (SD 4,58).
Setiap subjek penelitian akan dinilai ketahanan ototnya berdasarkan
jumlah push-up dan curl-up yang dapat dilakukannya. Berdasarkan ketahanan otot, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut:
Tabel 5.5 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Ketahanan Otot (Jumlah Push-up)
Ketahanan Otot (Push-up)
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
Luar Biasa 9 15,0%
Sangat Baik 5 8,3%
Baik 13 21,7%
Cukup 4 6,7%
Kurang 12 20,0%
Sangat Kurang 17 28,3%
Jumlah 60 100%
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa ketahanan otot yang dihitung dari
jumlah push-up yang dapat dilakukan, kelompok kategori sangat kurang memiliki persentase paling besar yaitu sebanyak 17 orang (28,3%), kemudian diikuti oleh
kategori luar biasa yaitu sebanyak 9 orang (15%), dan ketahanan otot yang paling
Tabel 5.6 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Ketahanan Otot ( Jumlah Curl-up)
Ketahanan Otot (Curl-up)
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
Luar Biasa 49 81,7%
Sangat Baik 1 1,7%
Baik 5 8,3%
Cukup 1 1,7%
Kurang 3 5,0%
Sangat Kurang 1 1,7%
Total 60 100%
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa ketahanan otot yang dihitung dari
jumlah curl-up yang dapat dilakukan, kelompok kategori luar biasa memiliki persentase yang paling besar yaitu sebanyak 49 orang (81,7%), kemudian diikuti
oleh kategori baik dan kurang yaitu masing-masing sebanyak 5 orang (8,3%) dan
3 orang (5%), dan ketahanan otot yang paling sedikit persentasenya merupakan
kategori sangat baik, cukup dan sangat kurang yaitu masing-masing sebanyak 1
orang (1,7%).
5.1.3 Hasil Analisa Data
Peneliti melakukan analisa statistik untuk mengetahui hubungan indeks
massa tubuh dengan ketahanan otot pada pemain bola basket di Universitas
Sumatera Utara. Untuk mengetahui hubungan kedua variabel tersebut, dilakukan
uji korelasi Spearman. Adapun hasil uji korelasi Spearman pada kedua variabel
32
Tabel 5.7 Hubungan IMT dengan Ketahanan Otot (Push Up) Berdasarkan Uji Korelasi Spearman
Penelitian ini menggunakan hipotesis dua arah dengan tingkat kepercayaan
95%, yang berarti jika didapati nilai Sig. < 0,05 maka hipotesis nol penelitian
ditolak. Setelah dianalisis, dalam penelitian ini didapati nilai Sig. = 0,000 pada
kelompok ketahanan otot (push-up) dan karena 0,000 < 0,05 maka hipotesis nol penelitian ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa antara indeks
massa tubuh, terdapat hubungan yang signifikan dengan ketahanan otot.
Kekuatan hubungan antara kedua variabel dilihat dari nilai korelasi
Spearman. Hubungan IMT dengan ketahanan otot (Push Up) yaitu r = 0,520. Tanda positif menyatakan arah hubungan yang searah, yaitu semakin ideal IMT
seseorang, maka semakin baik ketahanan ototnya. Sementara itu, angka 0,520
menyatakan besarnya kekuatan hubungan antara IMT dengan ketahanan otot
Tabel 5.8 Hubungan IMT dengan Ketahanan Otot (Curl Up) Berdasarkan
Penelitian ini menggunakan hipotesis dua arah dengan tingkat kepercayaan
95%, yang berarti jika didapati nilai Sig. < 0,05 maka hipotesis nol penelitian
ditolak. Setelah dianalisis, dalam penelitian ini didapati nilai Sig. = 0,007 pada
kelompok ketahanan otot (curl-up) dan karena 0,007 < 0,05 maka hipotesis nol penelitian ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa antara indeks
massa tubuh, terdapat hubungan yang signifikan dengan ketahanan otot.
Kekuatan hubungan antara kedua variabel dilihat dari nilai korelasi
Spearman. Hubungan IMT dengan ketahanan otot (Curl Up) yaitu r = 0,346. Tanda positif menyatakan arah hubungan yang searah, yaitu semakin ideal IMT
seseorang, maka semakin baik ketahanan ototnya. Sementara itu, angka 0,346
menyatakan besarnya kekuatan hubungan antara IMT dengan ketahanan otot
(Curl Up) pada pemain bola basket, yaitu adanya kekuatan korelasi yang rendah.
5.2 Pembahasan
5.2.1 Indeks Massa Tubuh
Mayoritas subjek penelitian dengan rentang umur dari 20-24 tahun
memiliki nilai IMT normal dengan jumlah sebanyak 29 orang (48,3%). Rata-rata
IMT untuk 60 pemain bola basket ini sebesar 23,6495 kg/m2. Hal ini sejalan
34
terhadap 72 responden dimana didapatkan rata-rata IMT responden yaitu 22,08
dengan jumlah responden yang normal 41 orang (56,9%).9 Penelitian yang
dilakukan oleh Setiowati (2014) didapatkan rata-rata IMT responden yaitu 21,60
dengan jumlah responden yang normal 10 orang (90,9%).21
Pada penelitian ini juga didapatkan sebanyak 4 orang (6,7%) dari rentang
umur 20-29 tahun memiliki IMT yang kurang. Beberapa penelitian menyatakan
bahwa peningkatan asupan energy berperan untuk stimulasi peningkatan berat
badan dan massa otot.21 Seorang atlet membutuhkan asupan energi yang lebih
besar dari orang biasa oleh karena aktivitas yang lebih tinggi meningkatkan
pengeluaran energi untuk metabolisme, panas dan sintesis hormon.21
Namun dari distribusi frekuensi data ini masih ditemukan atlet yang
IMTnya diatas 23 yaitu sebanyak 27 orang (45%). Hal ini mungkin disebabkan
oleh atlet masih belum memperhatikan dengan baik kualitas makanan yang harus
dipilih, penambahan jenis makanan tertentu pada saat latihan dan pertandingan,
kurangnya pengetahuan untuk memilih makanan yang cocok, dan adanya
kesalahan konsep tentang peranan zat gizi spesifik untuk menunjang stamina
olahraga.19
5.2.2 Ketahanan Otot
Pada penelitian ini didapatkan hasil persentase atlet sebaran umur 20-29
yang mendapat nilai ketahanan otot kategori Luar biasa, Sangat baik, baik dan
cukup dari hasil jumlah push-up dilakukan sebanyak 51,7% lebih banyak dibanding dengan nilai ketahanan otot kategori kurang dan sangat kurang
sebanyak 48,3%. Hasil yang sama didapatkan jika dihitung dari jumlah curl-up
yang dilakukan sebanyak 93,3% dengan ketahanan otot luar biasa, sangat baik,
baik dan cukup lebih banyak dibanding dengan nilai ketahanan otot kurang dan
sangat kurang sebanyak 6,7%. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian
yang dilakukan oleh Utoro (2011) terhadap 25 responden di Semarang yang
mengukur tingkat kesegaran jasmani didapati sebanyak 14 subjek (56%) memiliki
kategori kesegaran jasmani baik sekali dan 9 subjek (36%) memiliki kategori
Kemampuan dan ketahanan otot dapat ditingkatkan dengan latihan
ketahanan. Latihan ketahanan juga mengacu pada latihan beban dan latihan
kekuatan yang dapat diselesaikan dengan mengukur berat badan atau alat
ketahanan seperti pita latihan atau bola latihan. Latihan ketahanan menekan sistem
muskuloskeletal tubuh dan mampu membesarkan serat-serat otot serta
memperbaiki kontrol saraf terhadap fungsi otot yang pada akhirnya akan
membesarkan dan meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.7
5.2.3 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Ketahanan Otot
Pada penelitian ini, hasil uji Spearman didapati nilai Sig. (2-tailed) = 0,000 dan r = 0,520. Nilai sig = 0,000 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan ketahanan otot (push-up) pada pemain bola basket, walaupun kekuatan hubungan antara keduanya hanya korelasi
sedang. Sedangkan, hasil uji Spearman didapati nilai Sig. (2-tailed) = 0,007 dan r
= 0.346. Nilai sig = 0,007 menunjukkan adanya hubungan indeks massa tubuh
dengan ketahanan otot (curl-up) pada pemain bola basket, walaupun kekuatan hubungan antara keduanya hanya korelasi rendah. Hasil yang sama diperoleh dari
penelitian yang dilakukan oleh Pralhadrao et al. (2013) terhadap 180 subjek yang terdiri dari 90 laki-laki dan 90 perempuan menunjukkan bahwa ada korelasi
negatif antara IMT, persentase lemak tubuh dengan ketahanan handgrip, tetapi tidak signifikan pada populasi yang overweight. Pada populasi overweigh, kekuatan absolut handgrip mungkin tidak terganggu, tetapi ketahanan handgrip
akan mulai berkurang dengan meningkatnya persentase lemak tubuh bukan
peningkatan massa tubuh.20
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Penggalih & Huriyati (2007),
hasil uji regresi linier dari beberapa variabel terhadap stamina atlet, yaitu variabel
umur, IMT, dan massa lemak tubuh, secara independen tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap stamina atlet (P>0,05). Namun demikian,
status gizi yang mencakup indikator IMT dan massa lemak tubuh secara
bersama-sama memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap stamina atlet
36
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap stamina atlet (p<0,05). Demikian
halnya kebiasaan hidup dan aktifitas fisik memberikan pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap stamina atlet (p<0,05). Dalam hal ini dapat disimpulkan
bahwa tidak hanya satu faktor yaitu IMT yang mempengaruhi ketahanan otot,
tetapi ada faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi ketahanan otot diantaranya
nutrisi, aktivitas fisik maupun kebiasaan hidup pemain itu sendiri.19
Penelitian ini memiliki keterbatasan pada subjek penelitian dan metode
penelitian. Pada subjek penelitian terbatas pada jumlah subjek yang diteliti,
sedangkan faktor komposisi tubuh atlet yang lebih baik diukur adalah persentase
lemak tubuhnya dibandingkan IMT. Namun pengukuran persentase lemak tubuh
6.1 Kesimpulan
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan
ketahanan otot yang diukur dari jumlah push-up dengan nilai Sig. (2-tailed) = 0,000 dan r = 0,520, kekuatan hubungan antara keduanya yaitu korelasi sedang. Dengan demikian semakin ideal IMT seseorang maka semakin
baik ketahanan ototnya pada gerakan push-up.
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan
ketahanan otot yang diukur dari jumlah curl-up dengan nilai Sig. (2-tailed) = 0,007 dan r = 0, 346, kekuatan hubungan antara keduanya yaitu korelasi rendah. Dengan demikian semakin ideal IMT seseorang maka semakin
baik ketahanan ototnya pada gerakan curl-up.
3. Mayoritas subjek penelitian memiliki berat badan dalam rentang 50-70 kg
dengan frekuensi sebanyak 40 orang (66,7%).
4. Mayoritas subjek penelitian memiliki tinggi badan dalam rentang 171-180
cm dengan frekuensi sebanyak 32 orang (53,3%).
5. Mayoritas subjek penelitian memiliki nilai IMT normal sebanyak 29 orang
(48,3%).
6. Mayoritas subjek penelitian memiliki ketahanan otot kategori sangat
kurang berdasarkan jumlah push-up, dengan frekuensi sebanyak 17 orang (28,3%), sementara itu ketahanan otot kategori cukup memiliki frekuensi
paling sedikit yaitu 4 orang (6,7%).
7. Mayoritas subjek penelitian memiliki ketahanan otot kategori luar biasa
berdasarkan jumlah curl-up, dengan frekuensi sebanyak 49 orang (81,7%), sementara itu ketahanan otot kategori sangat baik, cukup dan sangat
kurang, memiliki frekuensi paling sedikit yaitu masing-masing sebanyak 1
38
6.2 Saran
Bagi atlet yang memiliki IMT dalam kategori overweight dan obesitas dianjurkan untuk melakukan pemantauan terhadap berat badan
dengan menjaga asupan kalori dan melakukan latihan fisik rutin. Bagi atlet
dengan nilai ketahanan otot dalam kategori kurang agar terus
meningkatkan intensitas latihan dan menjaga kondisi tubuhnya dalam
keadaan prima. Bagi atlet dengan nilai ketahanan otot dalam kategori baik
agar terus menjaga performa diri malalui latihan fisik rutin dan
mempertahankan kondisi tubuhnya.
Bagi pelatih disarankan untuk mencatat data berat dan nilai
ketahanan otot pada setiap bulan agar selalu dievaluasi dan diatur program
latihannya.
Jika peneliti lain akan melakukan penelitian yang sama maka
penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam melakukan penelitian
selanjutnya dengan memperluas dan memperhitungkan variabel-variabel
lainnya serta mengukur persentase lemak tubuh karena merupakan faktor
2.1 Kesegaran Jasmani 2.1.1 Definisi
Kesegaran jasmani adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau
pekerjaan sehari-hari dan adaptasi terhadap pembebanan fisik tanpa menimbulkan
kelelahan berlebih dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk menikmati
waktu senggang maupun pekerjaan yang mendadak serta bebas dari penyakit.6
Menurut Parmo (2014), kesegaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk
menjalankan pekerjaan sehari-hari dengan ringan dan mudah, tanpa merasakan
kelelahan yang berarti dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk melakukan
kegiatan yang lain.5
2.1.2 Komponen Kesegaran Jasmani
Menurut Sumintarsi, komponen-komponen kesegaran jasmani terbagi
dalam tiga kelompok, yaitu :
1. Kebugaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan.
a) Daya tahan kardiovaskuler
Komponen ini menggambarkan kemampuan dan kesanggupan
melakukan kerja dalam keadaan aerobik, artinya kemampuan dan
kesanggupan sistem peredaran darah pernapasan, mengambil dan
mengadakan penyediaan oksigen yang dibutuhkan.
b) Kekuatan otot
Kekuatan otot banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari,
terutama untuk tungkai yang harus menahan berat badan.
c) Daya tahan otot
Daya tahan otot adalah kemampuan dan kesanggupan otot untuk kerja
berulang-ulang tanpa mengalami kelelahan.
d) Fleksibilitas
5
e) Komposisi tubuh
Komposisi tubuh berhubungan dengan pendistribusian otot dan lemak
di seluruh tubuh dan pengukuran komposisi tubuh ini memegang
peranan penting, baik untuk kesehatan tubuh maupun untuk
berolahraga. Kelebihan lemak tubuh dapat menyebabkan kegemukan
atau obesitas dan meningkatkan resiko untuk menderita berbagai
macam penyakit.
2. Kebugaran jasmani yang berhubungan dengan keterampilan.
a) Keseimbangan
Keseimbangan berhubungan dengan sikap mempertahankan keadaan
keseimbangan ketika sedang diam atau sedang bergerak.
b) Daya ledak
Daya ledak berhubungan dengan laju ketika seseorang melakukan
kegiatan atau daya ledak merupakan hasil dari daya X kecepatan.
c) Kecepatan
Kecepatan berhubungan dengan kemampuan untuk melakukan gerakan
dalam waktu yang singkat.
d) Kelincahan
Kelincahan yang berhubungan dengan kemampuan dengan cara
merubah arah posisi tubuh dengan kecepatan dan ketepatan tinggi.
e) Koordinasi
Koordinasi yang berhubungan dengan kemampuan untuk
menggunakan panca indra seperti penglihatan dan pendengaran,
bersama-sama dengan tubuh tertentu di dalam melakukan kegiatan
motorik dengan harmonis dan ketepatan tinggi.
3. Kebugaran jasmani yang berhubungan dengan Wellness
Wellness diartikan sebagai suatu tingkat dinamis dan terintegrasi dari fungsi-fungsi organ tubuh yang berorientasi terhadap upaya
memaksimalkan potensi yang memiliki ketergantungan pada tanggung
2.1.3 Ketahanan Otot
Ketahanan otot adalah kemampuan otot untuk berkontraksi berulang-ulang
sampai waktu tertentu dan menunjukkan seberapa lama seseorang dapat
mempertahankan penggunaan ototnya. Salah satu cara profesional untuk
mengukur ketahanan otot adalah dengan menentukan berat maksimal yang
mampu diangkat seseorang selama 20 kali secara terus menerus.7
Daya tahan otot mencerminkan kemampuan dalam hal bertahan
melaksanakan suatu aktivitas. Seseorang telah memiliki tenaga untuk melakukan
aktivitas yang berulang-ulang, peningkatan performa akan bergantung pada daya
tahan otot.9
Cara yang efektif untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot
dilakukan dengan cara menggunakan beban, karena dengan latihan beban dapat
menambah massa otot sehingga dapat meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot.
Meningkatnya kekuatan otot dapat mempengaruhi dan meningkatkan beberapa
komponen biomotor yang lain seperti: meningkatnya daya tahan otot yang
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan, agar dapat mengatasi kelelahan
selama aktifitas berlangsung.10
2.1.4 Pengukuran Ketahanan Otot
Tes Ketahanan otot menilai kemampuan otot untuk berkontraksi selama
periode waktu tertentu. Beberapa tes ini harus dilakukan di ruangan dengan alat
berat, sedangkan yang lain hanya membutuhkan berat badan untuk ketahanan dan
dapat dilakukan dimana saja. Tes ketahanan otot secara umum terbagi menjadi 2
yaitu: tes 20 RM (repetition maximum) dan tes gerak badan (calisthemic test).7 Tes 20 RM dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa latihan
angkat beban. Tes ini menentukan jumlah beban maksimal yang dapat diangkat
secara tepat sebanyak 20 kali berturut-turut sebelum otot menjadi lelah untuk
mengangkat lagi. Tes ini juga terutama bermanfaat untuk mencapai ketahanan otot
yang diinginkan dan mengikuti perkembangannya.7
7
support atau hang exercises untuk meningkatkan ketahanan otot. Masing-masing prosedur untuk latihan di atas berbeda-beda.7
Pengukuran dilakukan dengan menghitung jumlah push-up dan curl-up
yang dapat dilakukan dengan cara yang benar.
a. Push-up
Tubuh ditopang dengan posisi push-up dari kedua telapak tangan dan ujung jari kaki. Kedua tangan berada disamping bahu, punggung dan kaki dalam
posisi lurus. Mulai dari posisi bawah dengan siku 90 derajat, dada diatas lantai
dan dagu hampir menyentuh lantai. Angkat badan sampai lengan lurus dan
turunkan tubuh sampai ke posisi awal (dihitung 1 kali). Selesaikan push-up
perlahan dan jaga tetap dalam posisi yang benar. Kemudian hitung jumlah
push-up yang dilakukan dengan benar semaksimal mungkin tanpa berhenti.7
Hasil pengukuran interpretasi untuk laki-laki kelompok umur 20-29 tahun
sebagai berikut:7
1. Luar biasa bila dapat melakukan >36 kali
2. Sangat baik bila dapat melakukan antara 31-36 kali
3. Baik bila dapat melakukan antara 24-30 kali
4. Cukup bila dapat melakukan antara 21-23 kali
5. Kurang bila dapat melakukan 16-20 kali
6. Sangat Kurang bila dapat melakukan <16 kali
b. Curl-up
Dua buah strip tape ditempatkan sejajar antara satu sama lain dengan jarak 10 cm. Tubuh peserta berbaring di atas dengan lengan di samping badan, telapak
tangan menghadap lantai, siku lurus, dan jari-jari tangan diluruskan, dan
tidak dihitung jika tidak menyentuh strip tape yang kedua. Peserta sebaiknya menyelesaikan curl-up sebanyak mungkin tanpa berhenti, dengan maksimum 25. Hitung dan catat jumlah curl-up yang dilakukan peserta.7
Kemudian hasil pengukuran diinterpretasikan untuk laki-laki kelompok
umur 20-29 tahun sebagai berikut:7
1. Luar biasa bila dapat melakukan >25 kali
2. Sangat baik bila dapat melakukan antara 22-25 kali
3. Baik bila dapat melakukan antara 16-21 kali
4. Cukup bila dapat melakukan antara 13-15 kali
5. Kurang bila dapat melakukan antara 10-12 kali
6. Sangat kurang bila dapat melakukan <10 kali
2.2 Fisiologi Otot
Otot membentuk kelompok jaringan terbesar di tubuh, menghasilkan
sekitar separuh dari berat tubuh. Otot rangka saja membentuk 40% berat tubuh
dari pria dan 32% pada wanita, dengan otot polos dan otot jantung membentuk 10%
lainnya dari berat total. Meskipun ketiga jenis otot secara struktural dan
fungsional berbeda, namun mereka dapat diklasifikasikan dalam dua cara
berlainan berdasarkan karakteristik umumnya. Pertama, otot dikategorisasikan
sebagai lurik atau seran-lintang (otot rangka dan otot jantung) atau polos (otot polos), bergantung pada ada tidaknya pita terang gelap bergantian, atau garis-garis,
jika otot dilihat di bawah mikroskop cahaya. Kedua otot dapat dikelompokkan
sebagai volunter (otot rangka) atau involunter (otot jantung dan otot polos), masing-masing bergantung pada apakah otot tersebut disarafi oleh sistem saraf
somatik dan berada di bawah kontrol kesadaran, atau disarafi oleh sistem saraf
otonom dan tidak berada di bawah kontrol kesadaran.11
2.2.1 Struktur Otot Rangka
Satu sel otot rangka, yang dikenal sebagai serat otot, adalah relatif besar,
memanjang, dan berbentuk silindris, dengan ukuran garis tengah berkisar dari 100
9
(75cm), (1 µm = sepersejuta meter). Otot rangka terdiri dari sejumlah serat otot
yang terletak sejajar satu sama lain dan disatukan oleh jaringan ikat. Serat-serat
biasanya terbentang di keseluruhan panjang otot. Salah satu gambaran mencolok
adalah adanya banyak nukleus di sebuah sel otot. Fitur lain adalah banyaknya
mitokondria, organel penghasil energi, seperti diharapkan pada jaringan seaktif
otot rangka dengan kebutuhan energi yang tinggi.11
Struktur kontraktil didalam serabut otot rangka adalah miofibril terdiri dari
dua filamen yaitu filamen tipis dan filamen tebal. Pada gambaran mikroskopis
terlihat garis-garis gelap dan terang yaitu pita I, pita A, zona H, dan garis Z.
Antara dua garis Z disebut Sarcomere. Pada dasarnya garis gelap akibat adanya filamen tebal dan tipis, gambaran terang oleh karena hanya ada filamen tipis.
Filamen tipis tersusun oleh kumpulan molekul actin yang membentuk pilinan
ganda, kumpulan molekul tropomyosin juga membentuk pilinan ganda dan
troponin molekul.12
2.2.1.1 Pita A dan I
Dilihat dengan mikroskop elektron, sebuah miofibril memperlihatkan pita
gelap (pita A) dan pita terang (pita I) bergantian. Pita pada semua miofibril
tersusun sejajar satu sama lain yang secara kolektif menghasilkan gambaran
seran-lintang atau lurik serat otot rangka seperti terlihat di bawah mikroskop
cahaya. Tumpukan filamen tebal dan tipis bergantian yang sedikit tumpang tindih
satu sama lain berperan menghasilkan gambaran pita A dan I.11
Pita A dibentuk oleh tumpukan filamen tebal bersama dengan sebagian
filamen tipis yang tumpang tindih di kedua ujung filamen tebal. Filamen tebal
hanya terletak di dalam pita A dan terbentang di seluruh lebarnya, yaitu kedua
ujung filamen tebal di dalam suatu tumpukan mendefinisikan batas luar suatu pita
A. Daerah yang lebih terang di tengah pita A, tempat yang tidak dicapai oleh
filamen tipis, adalah zona H. Hanya bagian tengah filamen tebal yang ditemukan
di bagian ini. Suatu sistem protein penunjang menahan filamen-filamen tebal
M, yang berjalan vertikal di bagian tengah pita A di dalam bagian tengah zona
H.11
Pita I terdiri dari bagian filamen tipis sisanya yang tidak menjulur ke
dalam pita A. Di bagian tengah setiap pita I terlihat suatu garis vertikal pada garis
Z. Daerah antara dua garis Z disebut sarkomer, yaitu unit fungsional otot rangka.
Unit fungsional setiap organ adalah komponen terkecil yang dapat melakukan
semua fungsi organ tersebut. Karena itu, sarkomer adalah komponen terkecil serat
otot yang dapat berkontraksi. Garis Z adalah lempeng sitoskeleton gepeng yang
menghubungkan filamen tipis dua sarkomer yang berdekatan. Setiap sarkomer
dalam keadaan lemas memiliki lebar sekitar 2,5 µm dan terdiri dari satu pita A
utuh dan separuh dari masing-masing dua pita I yang terletak di kedua sisi. Pita
MI mengandung hanya filamen tipis dari dua sarkomer yang berdekatan tetapi
bukan panjang keseluruhan filamen-filamen ini.11
11
2.2.1.2 Filamen Tebal dan Filamen Tipis
Setiap filamen tebal memiliki ratusan molekul miosin yang dikemas dalam
susunan spesifik. Molekul miosin adalah suatu protein yang terdiri dari dua
subunit identik, masing-masing berbentuk seperti stik golf. Bagian ekor protein
saling menjalin seperti batang-batang stik golf yang dipilin satu sama lain, dengan
dua bagian globural menonjol di satu ujung. Kedua paruh masing-masing filamen
tebal adalah bayangan cermin yang dibentuk oleh molekul-molekul miosin yang
terletak memanjang dalam susunan bertumpuk teratur dengan ekor mengarah ke
bagian tengah filamen dan kepala globular menonjol keluar pada interval teratur.
Kepala-kepala ini membentuk jembatan silang antara filamen tebal dan tipis.
Setiap jembatan silang memiliki dua tempat penting yang krusial bagi proses
kontraksi: (1) suatu tempat untuk mengikat aktin dan (2) suatu tempat miosin
ATPase (pengurai ATP).11
Aktin adalah komponen struktural utama filamen tipis yang berbentuk
bulat. Filamen tipis terdiri dari tiga protein: aktin, tropomiosin, dan troponin. Tulang pungung filamen tipis dibentuk oleh molekul-molekul aktin yang
disatukan menjadi dua untai dan saling berpuntir, seperti dua untai kalung mutiara
yang dipilin satu sama lain. Setiap molekul aktin memiliki suatu tempat
pengikatan khusus untuk melekatnya jembatan silang miosin. Pengikatan molekul
miosin dan aktin di jembatan silang menyebabkan kontraksi serat otot yang
memerlukan energi. Karena itu, miosin dan aktin sering disebut protein kontraktil,
meskipun, baik miosin maupun aktin, sebenarnya tidak berkontraksi (memendek).
Miosin dan aktin tidak khas untuk sel otot tetapi kedua protein ini lebih banyak
dan lebih teratur di sel otot.11
2.2.1.3 Jembatan Silang
Dengan sebuah mikroskop elektron, dapat dilihat adanya jembatan silang
halus yang terbentang dari masing-masing filamen tebal menuju filamen tipis
sekitar di tempat di mana filamen tebal dan tipis bertumpang tindih. Secara tiga
filamen tipis di sekitarnya. Setiap filamen tipis, sebaliknya, dikelilingi oleh tiga
filamen tebal.11
2.2.2 Kontraksi Otot Rangka
Proses kontraksi dimulai di NMJ (neuromuscular junction). Asetilkolin dilepas oleh ujung sinaps yang berikatan dengan reseptor di sarcolema. Perubahan pada potensial antar membran serat otot menghasilkan potensial aksi yang
menyebar melewati permukaan serat otot dan sampai ke tubulus T. Retikulum
sarkoplasma mengeluarkan ion kalsium yang meningkatkan konsentrasi kalsium
sarkoplasma baik di dalam maupun sekitar sarkomer. Ion kalsium berikatan
dengan troponin menyebabkan perubahan orientasi dari kompleks
troponin-tropomiosin yang membuka tempat aktif aktin. Jembatan silang terjadi saat kepala
miosin berikatan dengan tempat aktif pada aktin. Kontraksi dimulai sebagai
perulangan siklus dari ikatan, putaran, maupun terjadi perlekatan jembatan silang
yang dibantu oleh hidrolisis dari ATP. Proses ini mengakibatkan filamen tertarik
dan serat otot memendek.13
2.2.3 Jenis Kontraksi Otot Rangka
Dua jenis utama kontraksi yang bergantung pada apakah panjang otot
berubah selama berkontraksi adalah isotonik dan isometrik. Pada kontraksi
isotonik, tegangan otot tidak berubah sementara panjang otot berubah. Pada
kontraksi isometrik, otot tidak dapat memendek sehingga terbentuk tegangan
dengan panjang otot tetap. Proses-proses internal yang sama terjadi baik pada
kontraksi isotonik maupun isometrik: eksitasi otot mengaktifkan proses kontraktil
pembentuk tegangan, jembatan silang mulai bersiklus, dan pergeseran filamen
memperpendek sarkomer, yang meregangkan komponen seri elastik untuk
menghasilkan gaya di tulang tempat insersi otot.11
Terdapat dua jenis kontraksi isotonik yaitu konsentrik dan eksentrik. Pada
keduanya, panjang otot berubah pada tegangan konstan, namun pada kontraksi
konsentrik, otot memendek sementara pada kontraksi eksentrik otot memanjang,
13
eksentrik, aktifitas kontraktil menahan peregangan. Salah satu contohnya adalah
menurunkan suatu beban ke lantai. Selama tindakan ini, serat-serat otot biseps
memanjang tetapi tetap berkontraksi untuk melawan peregangan. Tegangan ini
menopang berat badan.11
2.2.4 Sumber Energi Dan Metabolisme
Kontraksi otot membutuhkan energi dan otot disebut sebagai mesin yang
engubah energi kimia menjadi kerja mekanik. Sumber energi yang cepat berasal
dari ATP dan dibentuk dari metabolisme karbohidrat dan lemak. ATP dibentuk
kembali dari ADP dengan menambahkan gugus fosfat. Sebagian energi untuk
reaksi endoterm ini berasal dari pemecahan dari glukosa menjadi CO2 dan H2O,
tetapi ada juga dalam otot lain senyawa fosfat berenergi tinggi memberi energi
untuk waktu yang singkat. Senyawa ini adalah phosphorylcreatine, yang dihidrolisis menjadi kreatinin dan gugus fosfat yang menghasilkan banyak energi.
Saat istirahat, sebagian ATP di mitokondria mengubah fosfat menjadi kreatin
sehingga cadangan phosphorycreatine meningkat. Selama aktivitas,
phosphorycreatine dihidrolisis antara penghubung kepala miosin dan aktin, yang membentuk ATP dari ADH dan akhirnya kontraksi dapat berlanjut.14
2.2.5 Jenis Serat Otot Rangka
Otot skeletal terbagi menjadi 3 jenis yaitu oksidatif lambat, serat
glikolitik-oksidatif cepat dan serat glikolitik cepat. Serat oksidatif lambat
memiliki banyak mitokondria sehingga umumnya menggunakan respirasi selular
aerobik. Serat oksidatif lambat disesuaikan untuk kegiatan mempertahankan
postur tubuh, olahraga aerobik. Serat glikolitik cepat menghasilkan kontraksi yang
paling kuat sehingga serat ini digunakan untuk pergerakan anaerobik seperti
angkat beban. Serat glikolitik-oksidatif cepat menghasilkan ATP dengan respirasi
selular aerobik dan glikolisis anaerobik. Serat ini disesuaikan untuk kegiatan
berjalan dan lari estafet.15
Olahraga yang berbeda dapat mengubah karakteristik serat otot. Olahraga
cepat. Perubahan serat terlihat dari diameter, jumlah mitokondria, suplai darah
dan kekuatan. Sebaliknya, pada olahraga yang membutuhkan kekuatan yang besar
dalam waktu singkat akan meningkatkan ukuran dan kekuatan serat glikolitik
cepat.15
Tabel 2.1 Karakteristik Serat Otot Rangka
KARATERISTIK
Enzim untuk glikolisis anaerob
2.2.5.1 Faktor Genetik Pada Tipe Serat Otot
Pada manusia, sebagian besar otot mengandung campuran dari ketiga jenis
serat; persentase masing-masing tipe terutama ditentukan oleh jenis aktivitas yang
khusus dilakukan oleh otot yang bersangkutan. Karena itu, di otot-otot yang
khusus untuk melakukan kontraksi intensitas rendah jangka panjang tanpa
mengalami kelelahan, misalnya otot di punggung dan tungkai yang menopang
15
glikolitik cepat banyak ditemukan di otot lengan, yang beradaptasi untuk
melakukan gerak cepat kuat misalnya mengangkat benda berat.11
Persentase berbagai tipe serat ini tidak saja berbeda di antara otot-otot
pada satu orang tetapi juga sangat bervariasi di antara individu. Atlet yang secara
genetis dianugerahi lebih banyak serat otot glikolitik cepat adalah kandidat yang
baik untuk jenis olahraga yang mengandalkan kekuatan dan kecepatan, sementara
yang memiliki proporsi serat oksidatif lambat lebih banyak lebih besar
kemungkinannya berhasil dalam aktivitas yang memerlukan daya tahan misalnya
lari maraton.11
2.2.6 Adaptasi Serat Otot
Serat otot banyak beradaptasi sebagai respon terhadap kebutuhan yang
dibebankan kepadanya. Berbagai jenis olahraga menimbulkan pola lepas muatan
neuron yang berbeda ke otot yang bersangkutan. Di serat otot terjadi perubahan
adaptif jangka panjang, bergantung pada pola aktivitas neuron, yang
memungkinkan serat berespon lebih efisien terhadap kebutuhan yang dibebankan
kepadanya. Karena itu, otot rangka memiliki derajat plastisitas yang tinggi. Dua jenis perubahan yang dapat ditimbulkan pada serat otot: perubahan dalam
kemampuan menghasilkan ATP dan perubahan garis tengah.11
2.2.6.1 Perbaikan Kapasitas Oksidatif
Latihan daya tahan aerobik yang teratur, misalnya jogging jarak jauh atau berenang, memicu perubahan-perubahan metabolik di dalam serat oksidatif, yaitu
serat yang terutama direkrut selama olahraga aerobik. Sebagai contoh, jumlah
mitokondria dan jumlah kapiler yang menyalurkan darah ke serat-serat tersebut
meningkat. Otot-otot yang telah beradaptasi dapat menggunakan O2 secara lebih
efisien dan karenanya lebih tahan melakukan aktivitas berkepanjangan tanpa
2.2.6.2 Hipertrofi Otot
Ukuran sebenarnya otot dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan
resistensi anaerob berintensitas tinggi dan berdurasi singkat, misalnya angkat
beban. Pembesaran otot yang terjadi terutama disebabkan oleh meningkatnya
garis tengah (hipertrofi) serat-serat glikolitik cepat yang diaktifkan selama
kontraksi-kontraksi kuat tersebut. Sebagian besar penebalan serat disebabkan oleh
meningkatnya sintesis filamen aktin dan miosin, yang memungkinkan
peningkatan kesempatan interaksi jembatan silang dan selanjutnya terjadi
peningkatan kekuatan kontraktil otot. Stres mekanis yang ditimbulkan latihan
resistensi pada serat-serat otot memicu protein-protein penyalur sinyal, yang
mengaktifkan gen-gen yang mengarahkan sintesis lebih kontraktil ini banyak
protein. Latihan beban yang intensif dapat meningkatkan ukuran otot dua atau tiga
kali lipat. Otot-otot yang menonjol beradaptasi baik untuk aktivitas yang
memerlukan kekuatan intens untuk waktu singkat, tetapi daya tahan tidak
berubah.11
2.2.6.3 Pengaruh Testosteron
Serat otot pria lebih tebal, dan karenanya, otot-otot mereka lebih besar dan
kuat dari otot wanita, bahkan tanpa latihan beban, karena efek testosteron, suatu
hormon steroid yang terutama dikeluarkan oleh pria. Testosteron mendorong
sintesis dan penyusunan miosin dan aktin. Kenyataan ini mendorong sebagian
atlet, baik pria maupun wanita, menggunakan secara berbahaya bahan ini atau
steroid terkait untuk meningkatkan prrestasi atletik mereka.11
2.3 Indeks Massa Tubuh
2.3.1 Definisi Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh merupakan indikator yang paling sering digunakan
dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obese pada orang dewasa. Untuk penelitian epidemiologi digunakan IMT, yaitu berat badan
dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m2). Indeks massa
17
menimbang di bawah air (r2 = 79%) dengan kemudian melakukan koreksi
terhadap umur dan jenis kelamin.16
2.3.2 Cara Mengukur Indeks Massa Tubuh
Berdasarkan metode pengukuran IMT menurut WHO, untuk menentukan
indeks massa tubuh subjek/sampel maka dilakukan dengan cara: sampel/subjek
diukur terlebih dahulu berat badannya dengan timbangan yang telah distandarisasi,
kemudian diukur tinggi badannya dengan alat yang juga telah distandarisasi dan
dimasukkan ke dalam rumus di bawah ini:
Berat Badan (kg) IMT=
Tinggi Badan (m2)
Kemudian interpretasi hasil IMT yang didapat ke dalam tabel klasifikasi
IMT menurut Asia Pasifik di atas.
Berat badan diukur dengan alat timbangan yang telah distandarisasi .
Penimbangan dilakukan dengan melepas sepatu namun masih menggunakan baju
olahraga. Pembacaan berat badan dalam kilogram dengan kepekaan 0,1 kg.
Tinggi badan diukur dengan microtoise yang sudah distandarisasi. Pengukuran dilakukan dengan posisi tegak, muka menghadap lurus kedepan tanpa
memakai alas kaki. Pembacaan tinggi badan dalam meter dengan kepekaan 0,1
cm.17
2.3.3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh adalah indeks yang mudah digunakan antara berat
badan dan tinggi badan yang sering dipakai untuk mengelompokkan underweight, overweight dan obese pada dewasa. Indeks massa tubuh didefinisikan sebagai hasil dari berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam
meter (kg/m2). Sebagai contoh, dewasa yang memiliki berat badan 70 kg dan
IMT = 70 kg / (1,75 m)2 = 70 / 3,06 = 22,9
Nilai IMT tidak bergantung pada umur dan juga jenis kelamin. Akan tetapi,
IMT mungkin tidak cocok untuk tingkat kegemukan yang sama pada populasi
yang berbeda dan sebagian lagi pada perbedaan proporsi tubuh. Risiko kesehatan
behubungan dengan peningkatan IMT masih berlanjut dan interpretasi dari kelas
IMT berisiko berbeda untuk populasi yang berbeda.18
Meta-analisis beberapa kelompok etnik yang berbeda, dengan konsentrasi
lemak tubuh, usia, dan gender yang sama, menunjukkan etnik Amerika kulit hitam
memiliki nilai IMT lebih tinggi dari etnik Polinesia dan etnik Polinesia memiliki
nilai IMT lebih tinggi daripada etnik Kaukasia, sedangkan untuk Indonesia
memiliki nilai IMT berbeda 3,2 kg/m2 dibandingkan etnik Kaukasia.16
Tabel 2.2 Klasifikasi IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik
Klasifikasi IMT
Sumber: Ilmu Penyakit Dalam Ed. V Jilid III.
2.3.4 Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Ketahanan Otot
Beberapa penelitian tentang kesegaran jasmani berkaitan dengan
komposisi tubuh telah dilakukan. Penelitian pada laki-laki dewasa di Jepang
menunjukkan bahwa kesegaran jasmani laki-laki obesitas lebih rendah
19
yakni didapatkan bahwa makin tinggi persen lemak tubuh makin rendah tingkat
kesegaran jasmaninya.6
Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Penggalin & Huriyati (2007),
memperlihatkan hasil uji regresi linier dari beberapa variabel terhadap stamina
atlet yaitu variabel umur, IMT, dan massa lemak tubuh secara independen tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap stamina atlet (P>0,05). Namun
demikian, status gizi yang mencakup indikator IMT dan massa lemak tubuh
secara bersama-sama memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
stamina atlet (P<0,05). Asupan kalori harian, sebelumnya dan sesudah bertanding
memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap stamina atlet (P<0,05).
Demikian halnya kebiasaan hidup dan aktifitas fisik memberikan pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap stamina atlet (P<0,05).19
Didapatkan hubungan negatif antara IMT dengan daya tahan otot perut
yang dinilai dengan tes baring duduk 30 detik. Hal ini berarti semakin tinggi IMT
semakin rendah daya tahan otot perutnya. Pada anak laki-laki didapatkan nilai
korelasi sedang (r = -0,751 ; p = 0,000), tetapi pada anak perempuan korelasinya
lemah (r = -0,469 ; p = 0,005). Penimbunan lemak di daerah perut memungkinkan
subjek yang lebih tinggi lemak tubuhnya memiliki daya tahan otot-otot perut yang
rendah.6
Penelitian yang dilakukan oleh Pralhadrao et al (2013). terhadap 180 subjek yang terdiri dari 90 laki-laki dan 90 perempuan yang berusia 18-21 tahun
menunjukkan bahwa ada korelasi negatif antara IMT, persentase lemak tubuh
1.1 Latar Belakang
Permainan bola basket merupakan cabang olahraga yang makin banyak
digemari oleh masyarakat terutama kalangan pelajar dan mahasiswa. Olahraga ini
mengalami perkembangan yang pesat, terbukti dengan munculnya klub-klub
tangguh dan atlet-atlet bola basket pelajar di tingkat sekolah maupun perguruan
tinggi.1
Permainan bola basket dideskripsikan sebagai olahraga bertempo dimana
kekuatan fisik sangat dibutuhkan. Hal ini dikarenakan seluruh pemain harus
melakukan gerakan intens (sprinting, jumping, dan shuffling) yang berulang, disertai jogging atau berjalan dengan waktu istirahat yang singkat. Untuk dapat bermain dengan baik, pemain basket harus memiliki kesegaran jasmani yang baik
agar tetap prima dan memiliki tenaga yang memadai saat bermain.2
Kesegaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk melakukan
aktivitas fisik dalam waktu yang relatif lama, yang dilakukan secara efisien, tanpa
menimbulkan kelelahan yang berarti.3 Menurut Sumintarsi (2010), kesegaran
jasmani terbagi menjadi tiga yaitu kesegaran jasmani yang berhubungan dengan
keterampilan (kecepatan, daya ledak otot, kelincahan, keseimbangan, dan
koordinasi), kesegaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan (kekuatan
otot, daya tahan otot, kelenturan, daya tahan kardiorepirasi, dan komposisi tubuh),
dan kesegaran jasmani yang berhubungan dengan Wellness.4
Kesegaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk menjalankan
pekerjaan sehari-hari dengan ringan dan mudah, tanpa merasakan kelelahan yang
berarti dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk melakukan kegiatan yang
lain, seseorang mempunyai tingkat kebugaran jasmani yang baik maka walaupun
telah beraktivitas kembali dengan sisa energi yang dimiliki, bahkan untuk
melakukan aktivitas yang belum terencana sebelumnya, yang belum diketahui
2
Salah satu komponen kesegaran jasmani yang penting adalah komposisi
tubuh. Beberapa penelitian tentang kesegaran jasmani berkaitan dengan komposisi
tubuh telah dilakukan. Penelitian pada laki-laki dewasa di Jepang menunjukkan
bahwa kesegaran jasmani laki-laki obesitas lebih rendah dibandingkan subyek
normal atau borderline. Hal ini hampir serupa dengan penelitian di Jakarta yang mengukur tingkat kesegaran jasmani secara umum, yakni didapatkan bahwa
makin tinggi persen lemak tubuh makin rendah tingkat kesegaran jasmaninya.6
Komponen lain yang tidak kalah penting adalah ketahanan otot. Ketahanan
otot adalah kemampuan otot untuk berkontraksi berulang-ulang sampai waktu
tertentu dan menunjukkan seberapa lama seseorang dapat mempertahankan
penggunaan ototnya. Salah satu cara profesional untuk mengukur ketahanan otot
adalah dengan menentukan berat maksimal yang mampu diangkat seseorang
selama 20 kali secara terus menerus.7
Penelitian yang dilakukan oleh Utari terhadap 80 subyek penelitian yang
terdiri dari 46 anak laki-laki dan 34 anak perempuan, didapatkan tingkat
kesegaran jasmani baik 1,2%, sedang 13,8%, kurang 25%, dan kurang sekali 60%.
Tidak seorang pun anak obesitas yang memiliki tingkat kesegaran jasmani baik
atau sedang. Terdapat hubungan dengan nilai korelasi sedang antara IMT dengan
daya tahan otot ( r = -0,75 ; p = 0,000) pada anak laki-laki.6
Permainan bola basket adalah olahraga yang dikategorikan kedalam salah
satu aktivitas tinggi yang membutuhkan daya tahan otot yang tinggi, sehingga
akan banyak menghabiskan energi.8 Oleh karena kesegaran jasmani terutama
ketahanan otot sangat penting bagi seorang pemain bola basket, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara indeks
massa tubuh dengan ketahanan otot pada pemain bola basket di Universitas
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah “Apakah terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan ketahanan
otot pada pemain bola basket di Universitas Sumatera Utara”.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara indeks massa tubuh dengan ketahanan otot
pada pemain bola basket di Universitas Sumatera Utara.
1.3.2 Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui berat badan pemain bola basket di USU.
2. Mengetahui tinggi badan pemain bola basket di USU.
3. Mengetahui IMT pemain bola basket di USU
4. Mengetahui nilai ketahanan otot.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat :
1. Memberikan pengetahuan dan informasi kepada para pemain bola basket
yang diteliti bahwa ketahanan otot ada kaitannya dengan indeks massa
tubuh sehingga mereka dapat lebih memperhatikan dan mengontrol
komposisi tubuhnya sehingga prestasi yang diraih lebih maksimal.
2. Dapat dijadikan sebagai bahan penambahan pengetahuan bahwa ada
hubungan antara ketahanan otot dengan indeks massa tubuh seseorang
terutama pada pemain bola basket.
3. Dapat memberikan kontribusi ilmiah, memberikan pengalaman meneliti,
mengembangkan kemampuan di bidang penelitian, dan menambah
kemampuan menganalisis suatu penelitian.