• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemikiran Tokugawa Yoshinobu Dalam Pemerintahan Militer Pada Akhir Zaman Edo Dilihat Dari Novel The Last Shogun Karya Ryotaro Shiba Ryotaro Shiba No Sakuhin No (The Last Shogun) To Iu Shosetsu Mita Edo Jidai No Matsu Ni Bushi No Seiji Ni Tokugawa Yoshinob

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemikiran Tokugawa Yoshinobu Dalam Pemerintahan Militer Pada Akhir Zaman Edo Dilihat Dari Novel The Last Shogun Karya Ryotaro Shiba Ryotaro Shiba No Sakuhin No (The Last Shogun) To Iu Shosetsu Mita Edo Jidai No Matsu Ni Bushi No Seiji Ni Tokugawa Yoshinob"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PEMIKIRAN TOKUGAWA YOSHINOBU DALAM PEMERINTAHAN MILITER PADA AKHIR ZAMAN EDO DILIHAT DARI NOVEL THE

LAST SHOGUN KARYA RYOTARO SHIBA

RYOTARO SHIBA NO SAKUHIN NO (THE LAST SHOGUN) TO IU SHOSETSU MITA EDO JIDAI NO MATSU NI BUSHI NO SEIJI NI

TOKUGAWA YOSHINOBU NO KANGAETA SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam

bidang Ilmu Sastra Jepang Oleh :

MAHERA FRIDA Br.GINTING 060708029

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan kasihNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Hanya ucapan syukur dan terimakasih yang bisa penulis panjatkan kepadaNya atas segala pengetahuan dan kebijaksanaan yang diberikanNya.

Penulisan ini adalah salah satu syarat ujian sarjana dalam bidang Ilmu Sastra Jepang. Adapun judul skripsi ini adalah PEMIKIRAN TOKUGAWA YOSHINOBU DALAM PEMERINTAHAN MILITER PADA AKHIR ZAMAN EDO DILIHAT DARI NOVEL THE LAST SHOGUN KARYA RYOTARO SHIBA.

Dalam penulisan skripsi ini penulis mendapatkan bimbingan dan rorongan dari segala pihak. Pada kesempatan ini penulis akan menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya atas segala dukungan yang diberikan sehingga dapat memperlancar segala sesuatunya,

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum selaku ketua Ketua Jurusan Departemen Sastra Jepang yang selalu mendukung kelancaran penyelesaian skripsi ini,

(3)

4. Bapak Muhammad Pujiono, S.S, M.Hum selaku pembimbing II yang mendorong dan memotivasi untuk tetap semangat serta memperlancar segala sesuatunya dalam pengerjaan skripsi ini,

5. Bapak dan Mama Q tercinta C.Ginting dan T.br Tarigan yang terus mendukung baik secara moril dan meteril serta memberikan segala sesuatu yang terbaik buat Q,

6. Adik-adikku tersayang Sylvia dan Hana yang terus mendukung.

7. Kekasihku Kostan Arianto Sirait yang tetap setia mendengar keluhan-keluhan Q serta membantu selama dalam pengerjaan skripsi ini,

8. Om Malau dan Tante (Pdt.E.P Malau serta istri) yang terus mendukung dan menasehatiku untuk tetap kuat dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini

9. Semua dosen Sastra Jepang yang telah membimbing selama empat tahun terkahir dan tetap sabar dengan segala kenakalan-kenakalan Q.

10. Sahabatku sekaligus Eda’ Q Dewi dan Chabet yang terus memotivasi agar tetap semangat,.

11. Teman-teman Q stambuk ’06 Andar, Irwan, Teddy, Hary, Dian, Randi, Victor, Hadi, Rizal, Frey, Nining, Farah, Nova, Nana, Siska, Cici, Vana, Suci, Tati, Mpok, Wilma, Asti, Friska dan teman-teman Q yang tidak dapat disebutkan nama seluruhnya, terimakasih buat persahabatan selama empat tahun terakhir.

(4)

Penulis sadar bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna. Namun penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan mahasiswa. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Juni 2011

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………i

DAFTAR ISI………...ii

BAB I PENDAHULUAN…………...………1

1.1Latar Belakang Masalah……….1

1.2Perumusan Masalah……….5

1.3Ruang Lingkup Pembahasan………..7

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori……….7

1.4.1 Tinjauan Pustaka………7

1.4.2 Kerangka Teori………...9

1.5 Tujuan dan Manfaat……….10

1.5.1 Tujuan Penelitian………..10

1.5.2 Manfaat Penelitian………10

1.6 Metode Penelitian………...10

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN TOKUGAWA PADA MASA EDO DAN NOVEL THE LAST SHOGUN………….12

2.1 Kehidupan Masyarakat Jepang Pada Masa Tokugawa di Zaman Edo Sebelum Tokugawa Yoshinobu dan Kebijakannya………12

2.2 Timbulnya Sakoku……….16

2.3 Kehidupan Masyarakat Jepang pada Masa Kepemimpinan Tokugawa Yoshinobu dan Kebijakannya………...20

(6)

2.5 Biografi Pengarang………24

BAB III PEMIKIRAN TOKUGAWA YOSHINOBU DALAM

PEMERINTAHAN MILITER PADA AKHIR ZAMAN EDO……26 3.1 Sinopsis Cerita………26 3.2 Pemikiran Tokugawa Yoshinobu Dalam

Pemerintahan Militer pada Akhir Zaman Edo………29

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan……….40 4.2 Saran………41

(7)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Zaman Edo (1603-1867) adalah zaman dimana Jepang diperintah oleh keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan Tokugawa pada waktu itu berpusat di kota Edo (Tokyo). Lembaga keshogunan ini disebut juga bakufu (Situmorang, 1995:41).

Selama pemerintahan dipegang oleh Tokugawa, keadaan dalam negeri Jepang damai dan stabil. Akibatnya mereka mulai memikirkan untuk menyempurnakan warisan kebudayaan sendiri yang kaya. Selama masa ini mereka secara budaya lebih homogen dan dapat mengembangkan identitas nasional yang sangat kuat. Perdamaian dan stabilitas ini pun merupakan lompatan permulaan yang besar dalam bidang perekonomian Jepang masa itu. Keadaan ini memaksa rakyat Jepang untuk mencari pasaran di kota-kota daerah lainnya supaya mereka dapat menjual hasil produksinya secara bebas. Kondisi yang demikian juga menyebabkan timbulnya kota-kota besar sebagai pusat perdagangan. Kemudian karena pasaran yang ada dalam negeri tidak memadai, maka Jepang mulai mengadakan hubungan dagang dengan negara-negara luar. Hubungan dagang ini berkembang dengan pesat dan menjadi maju.

(8)

kekhawatiran pada diri pemimpin-pemimpin Jepang pada waktu itu, terutama Tokugawa Ieyasu.

Melihat keadaan seperti ini, Tokugawa Ieyasu mengeluarkan peraturan yang melarang agama Kristen masuk ke Jepang. Larangan tersebut menimbulkan pertentangan dan ketidakpuasan di kalangan orang-orang Jepang penganut agama Kristen, sehingga terjadi pemberontakan dengan nama Shimabara no Ran.

Pemberontakan tersebut membuat Ieyasu makin memperketat peraturan sehingga orang-orang Jepang tidak diperbolehkan untuk pergi ke luar negeri dan sebaliknya orang-orang Jepang yang ada di luar negeri dilarang untuk pulang ke Jepang. Sejak saat itu Jepang menutup seluruh negerinya terhadap pengaruh-pengaruh dari luar ini dikenal dengan sebutan Negara tertutup (sakoku).

Situmorang (1995:60) menjelaskan bahwa Iemitsu mengeluarkan peraturan untuk menutup diri dari dunia asing secara total pada tahun 1637, yaitu melarang kapal dari luar ke Jepang danmelarang orang Jepang pergi ke luar dengan alasan untuk mencegah masuknya ideologi asing.

(9)

pedagang Spanyol dan Portugis, tidak membawa misi agama tersebut. Penutupan dari dunia asing yang di lakukan oleh keluaga Tokuygawa ini, disebabkan karena ideologi dan agama yang dibawa oleh orang-orang asing tersebut tidak sesuai dengan system feodalisme pada masa Edo.

Menurut Martin dalam Situmorang (1995:1)mengatakan bahwa feodal adalah masyarakat yang militeristik yang hidup “di atas” tanah yang terpecah belah. Hal ini terjadi karena lahirnya banyak penguasa feodal yang memberikan perlindungan atas faktor produksi, terutama tanah kepada petani. Penguasa militeris dengan perantara prajurit menekan pajak setinggi-tingginya dari petani, sehingga petani tersebut hidupnya tergantung pada penguasa militer tersebut.

Dalam pemerintahan yang berdasarkan feodalisme atau kebudayaan feodal ini, Jepang mempunyai golongan militer yang sangat kuat dalam stratifikasi masyarakat pada saat itu menduduki pada tingkat pertama. Golongan militer ini disebut dengan Bushi.

Sistem stratifikasi sosial masyarakat feodal pada zaman Edo ditentukan berdasarkan penggolongan masyarakat menurut profesinya, yang merupakan pinjaman dari system-sistem pemikiran Cina (Nurhayati, 1987:27). Adanya pembagian golongan ini mengakibatkan hubungan vertikal dalam masyarakat Jepang, terutama dalam hal status, terlihat jelas.

(10)

1997:16). Pada zaman Edo jumlah kaum samurai tidak lebih dari 10 % jumlah penduduk Jepang pada saat itu, tetapi dalam jumlah yang kecil ini kelas samurai mampu memerintah dan menguasai jumlah penduduk yang banyak.

Populasi petani dibanding dengan populasi penduduk Jepang lumayan banyak. Oleh karena itu pada zaman Edo, petani sangat dijaga oleh penguasa. Dengan segala cara kelas petani berhasil diperalat oleh kelas penguasa (samurai). Kelompok petani diharuskan mambayar pajak yang tinggi kepada pemerintah.

Uraian di atas, dapat dikatakan bahwa masuknya orang-orang asing mambuat keluarga Tokugawa melakukan sakoku, karena ideologi dan agama yang dibawa oleh orang-orang asing tidak sesuai dengan sistem feodalisme pada zaman Edo. Hal ini dipertahankan oleh keluarga Tokugawa sampai 200 tahun lebih.

Namun sakoku tidak dapat dipertahankan lebih lama lagi, terlebih setelah kedatangan Komodor Perry ke Jepang dengan kapal hitamnya, yang memaksa Jepang untuk melakukan pembukaan negara. Pada masa itu yang menjadi shogun adalah Tokugawa Yoshinobu yang merupakan shogun terakhir. Eksistensi daripada keshogunanan pada masa Tokugawa Yoshinobu inilah yang akan saya lihat dalam novel terjemahan The Last Shogun.

Novel The Last Shogun (terj) menceritakan tentang kisah hidup seorang shogun terakhir Tokugawa Yoshinobu, kisah tentang sebuah pergolakan zaman, perbenturan pemikiran timur dan barat, budaya dan norma, kehormatan dan kemanusiaan.

(11)

terjadi begitu banyak gejolak di dalam Jepang sendiri. Negara-negara luar mendesak Jepang agar membuka diri, namun dari pihak keluarga besar keshogunan yang mengharapkan agar Jepang tetap menutup diri dari negara luar.

Bukan itu saja Tokugawa Yoshinobu juga harus mengahadapi pertentangan dari dua buah kubu yang berlawanan yaitu dari keluarga besarnya keluarga Mito dan dari keluarga besar keshogunan. Keluarga Mito adalah keluarga yang menjujung tinggi pengembalian kekuasaan kepada kaisar sedangkan dari keluarga keshogunan tidak ingin kekuasaan dikembalikan kepada kaisar. Disinilah akan terlihat bagaimana cara pandang seorang Yoshinobu dalam menghadapi pergolakan yang terjadi di negaranya dan bagaimana cara dia mengatasi hal tersebut.

Alasan inilah yang menarik penulis untuk mengangkat tema tentang bagaimana cara berfikir Tokugawa Yoshinobu dalam memimpin Jepang pada akhir zaman Edo dilihat dari yaitu novel The Last Shogun yang ditulis oleh Ryotaro Shiba dengan judul skripsi Pemikiran Tokugawa Yoshinobu dalam Pemerintahan Militer pada Akhir Zaman Edo dilihat dari novel The Last Shogun Karya Ryotaro Shiba.

1.2Perumusan Masalah

(12)

shogun, dan juga serangan dari keluarga Mito yang kuatir apabila Yoshinobu menjadi seorang shogun maka Yoshinobu bisa mengkhianati keluarga Mito yang anti shogun.

Gejolak-gejolak yang seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya kepada shogun–shogun terdahulu sebelum Yoshinobu dan hal inilah yang menjadi pembeda antara pengangkatan shogun-shogun terdahulu sebelum Yoshinobu. Inilah yang menjadi kekhasan dari novel ini, dimana cara pandang dan cara berfikir Yoshinobu dalam menyikapi masalah-masalah yang ada berbeda dengan para pendahulunya.

Hal ini juga yang membuat Tokugawa Yoshinobu menjadi dilema antara membuka negara sebagai tuntutan dari negara luar atau tetap menutup diri sebagai wujud kesetiaan terhadap semboyan sonno joi yang telah mendarah daging dalam keluarga keshogunan bahkan negara. Yoshinobu dalam keadaan terjepit.

Jika para pendahulunya seperti Tokugawa Ieyasu menyikapi masalah yang ada pada zaman pemerintahannya dengan menunjukkan kekuasaan dan dengan pemerintahan feodalnya, tetapi pada masa kepemimpinan Yoshinobu ia lebih banyak melakukan musyawarah dengan para daimyonya. Yoshinobu juga banyak melakukan perundingan dengan bangsa luar dan lebih terbuka dengan teknologi-teknologi dan cara berfikir negara-negara luar.

Pemikirasn dan kebijakan Yoshinobu yang berbeda dengan para pendahulunya dalam memimpin Jepang dan para daimyo inilah yang membuat novel ini sangat menarik untuk diteliti.

(13)

1. Bagaimana situasi pemerintahan militer pada akhir zaman Edo saat kepepimpinan Yoshinobu?

2. Bagaimana pemikiran shogun Tokugawa Yoshinobu dalam memerintah pada akhir pemerintahan militer zaman Edo dilihat dari novel The Last Shogun karya Ryotaro Shiba?

1.3Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penelitian ini penulis membatasi pembahasannya yaitu pada hal yang berkaitan dengan cara berfikikir Tokugawa Yoshinobu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi di Jepang pada zaman Edo dilihat dalam novel The Last Shogun. Untuk dapat mengetahui hal diatas dalam penulisan ini akan dibahas mengenai sejarah kehidupan masyarakat pada masa Edo dan juga proses sakoku yang berlangsung di Jepang pada masa Tokugawa, kehidupan masyarakat pada masa Tokugawa di zaman Edo sebelum Tokugawa Yoshinobu, kehidupan masyarakat Jepang pada masa kepemimpinan Tokugawa Yoshinobu, setting novel The Last shogun dan biografi pengarang . Penulis juga akan mendeskripsikan cara berfikir Tokugawa Yoshinobu dalam memimpin Jepang pada akhir zaman Edo .

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

(14)

karena banyak pengasa feodal yang memberikan perlindungan atas faktor produksi, terutama kepada kepada petani. Penguasa militer dengan perantara prajurit menekan pajak setinggi-tingginya dari petani sehingga petani tersebut hidupnya tergantung pada penguasa militer.

Bushi adalah golongan militer yang dikenal sebagai ahli-ahli pedang Jepang atau disebut juga dengan samurai, Benedict (1982:335) mengatakan bahwa samurai adalah prajurit feodal yang berpedang dua. Sedangkan menurut Nurhayati (1987:10) samurai adalah pasukan pengikut tuan tanah/ penguasa setempat yang disebut daimyo. Menurut Suryohadiprojo (1982:16) Shogun atau dengan kepanjangan Sei-taishogun adalah jabatan militer tertinggi dalam negara.

Sakoku menurut Sudjianto (2002:88) dalam kamus istilah masyarakat dan kebudayaan Jepang adalah politik isolasi yang melarang orang Jepang melakukan perjalanan ke luar negeri dan melarang kapal asing memasuki wilayah Jepang.

Selama rezim tokugawa, Jepang melakukan politik isolasi atau sakoku. Maksud Tokugawa melakukan politik isolasi untuk Jepang, khususnya disebabkan oleh rasa khawatirnya akan pengaruh kaum Kristen. Masa isolasi yang dihubungkan dengan politik yang ketat di dalam negerilah yang telah membawa perdamaian dan stabilitas bagi Jepang selama lebih dari 250 tahun (Suryohadiprojo, 1982:20).

(15)

1.4.2 Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan masalah. Itu sebabnya perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana penelitian akan disoroti (Nawawi, 2001:39-40). Dengan demikian maka dalam penulisan skripsi ini penulis akan menggunakan pendekatan semiotik dan pendekatan historis.

Jan Van Luxemburg (1986:46) menyatakan bahwa semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda, lambang-lambang, sistem lambang dan proses perlambangan. Ilmu tentang semiotik ini menganggap bahwa fenomena sosial maupun masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda.

Berdasarkan teori semiotik diatas, maka penulis dapat menginterpretasikan kondisi dan sikap para tokoh ke dalam tanda. Tanda-tanda yang terdapat dalam sebuah novel akan diinterpretasikan dan kemudian akan dipilih bagian mana merupakan tindakan maupun perbuatan yang mencerminkan bagaimana pemikiran shogun Tokugawa Yoshinobu dalam masa kepemimpinannya.

(16)

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan situsi pemerintahan militer pada akhir zaman Edo saat kepemimpinan Tokugawa Yoshinobu.

2. Untuk mendeskripsikan pemikiran Tokugawa Yoshinobu dalam kepemimpinannya sebagai shogun pada akhir zaman Edo dalam novel The Last Shogun.

1.5.2 Manfaat Penelitian

1. Untuk menambah pengetahuan tentang sejarah Jepang pada masa Edo dalam novel The Last Shogun

2. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang cara berfikir Tokugawa Yoshinobu dalam menyikapi masalah yang terjadi di wilayah Jepang pada akhir zaman Edo.

1.6Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dalam cakupan penelitian kualitatif dan pendekatan historisme. Menurut Koentjaraningrat (1976:30) bahwa penelitian yang bersifat deskriptif yaitu yang memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu.

(17)
(18)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN TOKUGAWA PADA MASA EDO DAN NOVEL THE LAST SHOGUN

Kehidupan Masyarakat Jepang Pada Masa Tokugawa di Zaman Edo Sebelum Tokugawa Yoshinobu dan Kebijakannya

Pembukaan zaman Edo diawali dengan diangkatnya Tokugawa Ieyasu sebagai Sei-Tai shogun oleh kaisar. Tokugawa Ieyasu diangkat setelah ia memenangkan peperangan Sakigahara di Chubu tahun 1600. Di dalam peperangan tersebut, Ieyasu berhasil mengalahkan Ishida Mitsunari yang ingin menggantikan kedudukan Hideyoshi. Ishida Mitsunari adalah pendukung Toyotomi Hideyoshi (Putra Toyotomi Hidoyoshi). Dengan meninggalnya Toyotomi Hideyoshi (1598), timbul pertentangan untuk memperebutkan kedudukan Hidoyoshi. Sesungguhnya yang berhak menggantikan kedudukan Toyotomi Hidoyoshi adalah Toyotomi Hideyori. Tetapi kenyataan tidaklah demikian kekuasaan tersebut diambil alih oleh keluarga Tokugawa.

Pemerintahan Tokugawa berlangsung selama kira-kira 264 tahun lebih. Zaman ini juga disebut sebagai zaman yang damai bagi Jepang karena tidak adanya serangan dari para daimyo lain terhadap bakufu atau tidak adanya keributan disebabkan perang antar daimyo. Totman dalam Situmorang (1990:28) membagi periode pemerintahan Tokugawa berdasarkan kemantapannya atas tiga periode yaitu :

(19)

3. Periode ketiga tahun 1885-867

Periode pertama adalah masa shogun Ieyasu (1603-1605) sampai masa shogun Hidedata (1605-1632). Pada masa kedua shogun ini, diadopsi sistem administrasi Toyotomi Hideyosi untuk menjalankan pemerintahannya, dan mulai memerintah kepada Kangakusha bagian pemikir pemerintahan untuk mengajarkan konfusionis di kalangan bushi. Ajaran ini dianggap cocok untuk diterapkan bagi kalangan masyarakat Jepang terutama kalangan bushi karena ajarannya berpusat kepada pelajaran akan kesadaran perbedaan status tuan dan pengikut, ayah dan anak, suami dan istri, dan hubungan atas bawah lainnya sehingga tuan benar-benar menjadi tuan dan pengikut menjadi pengikut (Okada dalam Situmorang, 1995:44).

Periode kedua adalah masa kemantapan keshogunan Tokugawa yang diperintah oleh sepuluh generasi Tokugawa dari Iemitsu (1633-1651) sampai shogun Ieyoshi (1837-1853).

Periode ketiga adalah masa kehancuran keshogunan Tokugawa hingga menyerahkan kekuasaan kepada kekaisaran (1853-1867) di perintah oleh tiga generasi Tokugawa yaitu shogun Iesada sampai Yoshinobu.

Untuk mencapai tujuannya yaitu mempertahankan kekuasaan selama mungkin, pemerintah Tokugawa memantapkan sarana dalam budaya Tokugawa. Tokugawa Ieyasu menata dan mengategorikan daimyo di seluruh Jepang pada masa itu menjadi tiga jenis yaitu,

(20)

b) Daimyo Fudai, yaitu daimyo yang menjadi pendukung Tokugawa dalam perang Sekigahara. Para daimyo ditempatkan mengantarai para daimyo Shinpan dengan daimyo Tozama.

c) Daimyo Tozama, yaitu para daimyo yang menjadi musuh Tokugawa dalam perang Sekigahara yang membantu keluarga Toyotomi dalam perang tersebut. Daimyo ini ditempatkan jauh dari Edo.

Kebijakan lain yang dibuat oleh Tokugawa adalah rakyat Jepang dibagi-bagi menurut sistem kelas berdasarkan pemdibagi-bagian kelas yang diciptakan Toyotomi Hideyoshi. Kelas

(hhtp:// secure.wikimedia.org/wikipedia/id/wiki/Keshogunan_Tokugawa).

Sistem politik feodal Jepang di zaman Edo disebut Bakuhan Taise. baku dalam "bakuhan" berarti "tenda" yang merupakan singkatan dari bakufu (pemerintah militer atau keshogunan). Dalam sistem Bakuhan taisei, daimyo menguasai daerah-daerah yang disebut pengikutnya. Sebagai imbalannya, pengikut daimyo berjanji untuk setia dan mendukung daimyo secara militer.

(21)

disebar sebagai daimyo di seluruh pelosok Jepang untuk mengawasi daimyo lain agar tetap setia dan tidak bersekongkol melawan shogun

Kekuasaan pemerintah pusat berada di tangan shogun di Edo dan daimyo ditunjuk sebagai kepala pemerintahan di daerah. Daimyo memimpin provinsi sebagai wilayah berdaulat dan berhak menentukan sendiri sistem pemerintahan, sistem perpajakan, dan kebijakan dalam negeri. Sebagai imbalannya, daimyo wajib setia kepada shogun yang memegang kendali hubungan internasional dan keamanan dalam negeri. Shogun juga memiliki banyak provinsi dan berperan sebagai daimyo di provinsi yang dikuasainya. Keturunan keluarga Tokugawa disebar sebagai daimyo di seluruh pelosok Jepang untuk mengawasi daimyo lain agar tetap setia dan tidak bersekongkol melawan shogun.

Keshogunan Tokogawa berhak menyita atau memindahtangankan wilayah di antara para daimyo. Sistemewajibkan daimyo bertugas secara bergiliran mendampingi shogun menjalankan fungsi pemerintahan di Edo. Daimyo harus memiliki rumah kediaman sebagai tempat tinggal kedua sewaktu bertugas di Edo. Anggota keluarga daimyo harus tetap tinggal di Edo sebagai penjaga rumah sewaktu daimyo sedang pulang ke daerah, sekaligus sebagai sandera kalau daimyo bertindak di luar keinginan shogun. Kebijakan lain yang dibuat oleh Tokugawa adalah dengan mengawinkan sanak saudara dari klan Tokugawa dengan klan Tozama Daimy

(22)

kedaimyoan. Bakufu juga mempunyai pengertian sebagai sebuah keluarga dimana hubungan bukufu dan han itu diibaratkan sebgai hubungan orang tua dan anak dengan pemikiran anak harus mengerjakan pekerjaan yang ditetapkan oleh orang tua dan harus taat pada peraturan orang tua (Okada dalam Sirumurang,1995:58).

Keadaan yang stabil ini juga mebuat mereka mulai memikirkan untuk menyempurnakan warisan kebudayaan sendiri yang kaya. Perdamaian dan stabilitas inipun merupakan lompatan permulaan yang besar dalam bidang produksi di perekonomian Jepang pada saat itu. Kedaan ini memaksa rakyat Jepang untuk mencari pasaran di kota-kota di daerah lainnya supaya mereka dapat menjual hasil produksinya secara bebas. Kondisi yang demikian juga menyebabkan timbulnya kota-kota besar sebagai pusat perdagangan. Dan kerena pasaran yang ada dalam negeri tidak memadai, maka Jepang mulai mengadakan hubungan dagang dengan negara-negara luar. Hubungan dagang ini berkembang dengan pesat dan menjadi maju.

Timbulnya Sakoku

Jauh sebelum zaman Edo bangsa Jepang telah melakukan hubungan dengan bangsa lain terutama Cina, Mongol dan Korea, dan hubungan yang paling berpengaruh adalah dengan bangsa Cina. Pengaruh-pengaruh tersebut terutama dalam bidang pemerintahan yang banyak meniru system pemerintahan dan budaya Cina.

(23)

Eropa. Orang Portugis tersebut memperkenalkan senjata api yang pada masa itu belum ada di Jepang. Minat bangsa Jepang begitu tinggi terhadap senjata api, sehingga hal tersebut telah membuat kedatangan bangsa-bangsa asing tersebut, yang pada awalnya untuk berdagang, disambut dengan ramah oleh orang Jepang bahkan oleh penguasa feodal masa itu. Kemudian tak lama setelah itu, kedatangan bangsa Portugis tersebut diikuti dengan para misionaris yang menyebarkan agama Kristen.

Seperti halnya senjata,, agama Kristen juga merupakan sesuatu yang baru di Jepang. Karena keingintahuan yang besar akan agama baru tersebut, semakin banyak orang yang tertarik dan bahkan menjadi penganut agama ini (Reischauer, 1981:87).

(24)

Kisah pemberontakan yang terjadi di Shimabara (Shimabara No Ran) atau yang disebut dengan pemberontakan Kristen tahun 1637 merupakan awal Jepang menutup atau menghentikan hubungan dengan dunia luar. Yawato (1953:134) menulis bahwa pada saat itu yaitu tahun 1635 di daerah Shimabara (Kyushu) dan Amakusa yang merupakan daerah yang banyak penganut Kristen, daimyo memberlakukan pajak tanah tahunan yang tinggi serta melakukan penyiksaan terhadap penganut agama Kristen. Saat inilah orang Kristen disuruh menginjak gambar-gambar suci agama Kristen kemudian dibuat peraturan ketat untuk pemeriksaan agama yaitu untuk mengetahui suatu keluarga terdaftar di kelenteng Budha mana sehingga dengan demikian juga secara tak langsung dapat mengetahui siapa saja yang merupakan pengikut Kristen.

Situmorang (1995:60) menyatakan Iemitsu mengeluarkan peraturan untuk menutup diri dari dunia asing secara total pada tahun 1637 yaitu melarang kapal dari luar masuk ke Jepang dan melarang orang jepang pergi ke luar dengan alasan mencegah masuknya ideologi asing.

Ada beberapa tahap perintah yang dikeluarkan berkaitan dengan sakoku yaitu :

(25)

luar negeri kurang dari lima tahun dan yang tak dapat dielakkan dan telah ditahan. Polisi-polisi Nagasaki juga memeriksa semua orang yang dicurigai menjadi Kristen, dan imbalan ditawarkan bagi informasi yang memberitahukan lokasi pendeta asing. Ketika kapal asing tiba, dikawal ketika melapor ke Edo. Orang Jepang yang menolong seorang pendeta asing yang melanggar dipenjarakan di Omura., dan akhirnya pencarian dengan seksama dilakukan untuk mencari pendeta asing di semua kapal yang memasuki Jepang.

b) Perintah kedua adalah tahun 1634 dan ketiga tahun 1635 yang isinya sama dengan perintah yang pertama, tetapi tahun 1635 perintah larangannya lebih tegas. Pengiriman kapal ke luar negeri benar-benar dilarang. Lebih dari itu, jika seorang Jepang ketahuan berusaha untuk meninggalkan atau kembali ke Jepang akan dihukum mati dan baik kapal dan kaptennya juga dituntut dan ditawan.

c) Perintah keempat yaitu tagun 1639 yang berisi 19 artikel, diantaranya menyatakan keturunan dari “orang barbar selatan” yaitu orang Portugis dan Spanyol tidak diizinkan tinggal menetap di Jepang dan diancam dengan hukuman mati dan orang Jepang yang mengadopsi keturunan mereka, bersama dengan anak tersebut akan didepotasi ke Portugis. Imbalan untuk informasi mengenai pendeta asing (Bateren) dinaikkan dan peraturan perdagangan luar negeri dijelaskan dengan lebih rinci dengan kesempatan yang dibuat untuk mengetahui kapan dan bagaimana sutra alami dapat dijual d) Perintah sakoku yang terakhir tahun 1639 adalah sebagai akibat buruk

(26)

Shimabara terjadi karena usaha penganut Kristen untuk mempertahankan keberadaan mereka. Perintah ini menyatakan bahwa kapal-kapal Portugis tidak boleh lama-lama memasuki pelabuhan Jepang. Setiap kapal yang melanggar perintah ini, maka kapal tersebut akan dihancurkan dan kru beserta penumpangnya akan dihukum mati.

Pada tahun 1640, keshogunan menahan 74 orang yang berlayar dari Macao ke Nagasaki untuk membuka kembali hubungan dengan Jepang. Sebanyak 61 orang dihukum mati dan sisanya sebanyak 13 anggota kru orang Cina diizinkan kembali ke Macao.

Dengan kebijaksanaan yang dibuat ini membuat pemerintahan keshogunan Tokugawa semakin kuat, karena apa yang dulunya merupakan ancaman telah disingkirkan. Masa ini disebut sebagai masa damai karena tidak adanya kerusuhan-kerusuhan yang terjadi, juga tidak ada pemberontakan kalangan bawah terhadap kalangan atas.

Sakoku menurut Sudjianto (2002:88) dalam kamus istilah masyarakat dan kebudayaan Jepang adalah politik isolasi yang melarang orang Jepang melakukan perjalanan ke luar negeri dan melarang kapal asing memasuki wilayah Jepang.

Kehidupan Masyarakat Jepang pada Masa Kepemimpinan Tokugawa Yoshinobu dan Kebijakannya

(27)

semua kelas tenggelam dalam utang kepada pengriba atau pera pedagang. Pengeluaran resmi yang lazim sudah begitu besar sehingga tidak dapat ditunjang lagi. Para daimyo juga tidak dapat lagi membayar jatah masing-masing samurai pengikutnya. Mereka mencoba bertahan dengan meningkatkan pajak yang sudah tinggi atas petani dengan menarik pajak sebelum waktunya. Dan hal ini tentu saja membuat petani menderita kemiskinan hebat.

Keshogunan juga mengalami kebangkrutan dan hampir tidak berdaya untuk mempertahankan status quo. Keadaan ini sangat parah ketika Komodor Perry dari AS datang dengan kapal-kapal perangnya pada tahun 1853 dan mendarat di Teluk Edo untuk memaksa Jepang mengizinkan kapal-kapal Amerika memasuki pelabuhan-pelabuhan mereka. Dengan keadaan kapal-kapal dilengkapi dengan meriam yang lebih modern yang lebih bisa menghancurkan Edo dan bahkan dengan mudah memotong pangadaan pangan yang utama dengan memblokade jalan masuk ke teluk Edo membuat keshogunan tidak dapat berbuat apa-apa selain menerimanya.

(28)

berdasarkan undang-undang mereka sendiri. Keadaan ini amat tidak disukai oleh rakyat Jepang pada umumnya dan para samurai khususnya. Lingkungan Tenno Heika yang berada di Kyoto tidak setuju dengan perkembangan demikian. Sebab ini adalah pertama kalinya dalam sejarah Jepang bahwa bangsa asing dapat menunjukkan kekuasaannya di bumi Jepang. Mereka khawatir bahwa langkah demi langkah Jepang akan mengalami nasib yang sama seperti Cina atau bangsa lain di Asia yang menurut pendengaran mereka dikuasai oleh bangsa-bangsa Eropa.

Keshogunan Tokugawa dalam menghadapi tuntutan-tuntutan Perry, mencar dukungan dari seluruh wilayah bermusyawarah dengan daimyo. Dengan semboyan politik adalah sonno joi yang arinya “hormati kaisar,dan usir orang-orang biadab” telah mengobarkan semangat di hati samurai-samurai muda untuk membunuh pejabat-pejabat shogun dan bahkan diplomat dan pedagang Barat, sehingga terjadilah saling bunuh.

Ketika samurai Satsuma membunuh seorang Inggris dekat Yokohama yang kemudian dibalas dengan penghancuran Kagoshima, ibukotanya tahun 1863 oleh armada Inggris. Juga pada saat Choshu menembaki kapal-kapal Barat yang melalui selat Shimonoseki,suatu armada gabungan pada tahun 1864 meratakan benteng-benteng Choshu. Dengan demikian konsep baru yaitu fukoku kyohei, artinya “Negara kaya, militer kuat” makin terwujud dalam kenyataan.

(29)

Tozoma merebut kekuasaan dengan menguasai istana kaisar dan atas nama kaisar mengumumkan berlakunya kembali pemerintahan kaisar sejak 3 Januari 1868. Dengan demikian mengakhiri pemerintah Tokugawa yang berlangsung lebih dari dua setengah abad. Ini merupakan awal dari restorasi dan kemudian dibentuklah suatu pemerintahan dimana kaisar menangani masalah-masalah politik.

Setting Novel The Last Shogun

Setting atau latar merupakan unsur pembangun karya sastra yang menunjukkan kapan dan dimana peristiwa dalam cerita tersebut berlangsung. Latar dalam cerita sastra mempengaruhi pembentukan tingkah laku dan cara berfikir tokoh. Menurut Abrams dalam Zainuddin (2001:99), secara garis besar latar dapat dikategorikan ke dalam tiga bagian yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial.

Latar tempat menyangkut deskripsi mengenai tempat terjadinya suatu peristiwa. Dalam hal ini lokasi tempat berlangsungnya dalam novel the Last Shogun adalah Edo. Disebutkan bahwa perjalanan yang dilakukan Yoshinobu dari kediaman Mito di Komagome ke Edo untuk diangkat menjadi anak oleh keluarga Hitotsubashi menghabiskan waktu tiga hari.

(30)

saling berkaitan. Latar waktu dalam novel ini dapat dilihat dari awal novel yaitu 1837 sampai 1913 di akhir zaman Edo.

Latar sosial merupakan gambaran status tokoh yang menunjukkan kedudukannya dalam masyarakat. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks, dapat berupa kebiasaan hidup, adapt istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap, dan lain sebagainya. Dalam novel The Last Shogun ini mencakup tentang pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap tokoh cerita Yoshinobu yang berbeda dengan para pemimpin Jepang lainnya sebelum dia.

Biografi Pengarang

Ryotaro Shiba adalah salah satu penulis yang paling dihormati di Jepang. Dia lahir di Osaka pada tahun 1923. Shiba merupakan lulusan Universitas Osaka jurusan studi luar negeri tempat dia mempelajari bahasa Mongolia. Shiba bergabung dalam Tentara Imperalis Jepang selama Perang Dunia II. Pada masa akhir peperangan, keterkejutannya atas arah Jepang yang terfokus dengan adanya perubahan pada perintah komandannya yang tidak memperdulikan nyawa penduduk sipil.

Setelah perang, Shiba mulai melakukan eksplorasi panjang akan orang-orang-orang dan kejadian-kejadian dalam sejarah Jepang. Ia mencoba untuk memahami bagian rangkaian sebuah bangsa itu tertata.

(31)

Banyak karya Shiba yang seringkali memberikan interpretasi baru akan masa-masa yang penuh naik dan turun seperti Restorasi Meiji yang meraih sukses di kalangan pembaca Jepang. Shiba menjadi anggota Akademi Kesenian Jepang pada tahun 1981 dan dia diakui sebagai orang yang berjasa dalam bidang kebudayaan pada tahun 1991 dan menerima anugrah Order of Culture pada tahun1993. Pada tahun 1996 tepatnya di bulan Februari Shiba meninggal dan ia meninggalkan seorang istri yang bernama Midori.

(32)

BAB III

PEMIKIRAN TOKUGAWA YOSHINOBU DALAM PEMERINTAHAN MILITER PADA AKHIR ZAMAN EDO

3.1 Sinopsis Cerita

Tokugawa Yoshinobu adalah shogun ke-15 dan merupakan shogun terakhir Yoshinobu dilahirkan di dalam keluarga Mito yang memiliki seorang ayah yang bernama Nariaki. Keluarga Mito dikenal sebagai keluarga yang memiliki loyalitas terhadap kaisar dan memusuhi keshogunan karena menganggap shogun sebagai penguasa yang tidak mematuhi undang-undang. Nariaki dianggap sebagai pahlawan karena ia sangat berjuang untuk menghalangi bangsa asing masuk ke Jepang.

Awal mula terpilihnya Yoshinobu sebagai seorang shogun adalah ketika ia diangkat sebagai anak angkat keluarga Hototsubashi. Hal ini terjadi karena dalam keluarga keshogunan tidak memiliki ahli waris untuk dijadikan sebagai shogun berikutnya. Namun pengangkatannya sebagai anak angkat di keluarga Hitotsubashi tidak serta merta menjadikan dia sebagai shogun berikutnya karena mayoritas dari kelurga keshogunan menganggap Yoshinobu sebagai musuh yang ingin agar kepemimpinan dari keshogunan berakhir.

(33)

disebabkan karena keadaan Jepang yang dihimpit oleh berbagai macam masalah mulai dari penolakan keluarga keshogunan terhadap kepemimpinan Yoshinobu terutama kelompok dari Choshu dan Satsuma, belum lagi desakan dari negara-negara barat agar Jepang dibuka untuk umum sedangkan rakyat Jepang tetap ingin agar Jepang ditutup. Masalah-masalah inilah yang harus dihadapi oleh Yoshinobu pada masa kepemimpinannya dan inilah yang mengharuskan Yoshinobu berfikir dengan keras bagaimana agar persatuan Jepang tetap terjaga tanpa ada pertumpahan darah di dalam Jepang sendiri.

Awal mula terpilihnya Yoshinobu menjadi seorang shogun, dia secara terus menerus mengatakan bahwa dia tidak mau menjadi seorang shogun. Hal ini dibuat oleh agar suatu waktu ada masalah yang berat di bisa mengambil dalih bahwa sejak semula dia tidak mau memimpin Jepang sebagai seorang shogun.

Meskipun demikian, Yoshinobu tetap menjalankan perintah dari kaisar dan menjalani hidupnya sebagai seorang shogun sekalipun pada masa kepemimpinnya Satsuma dan Choshu selalu membuat rencana untuk menggulingkan pemerintahan bakufu terlebih setelah kematian kaisar Komei dan digantikan dengan kaisar yang masih remaja. Yoshinobu terus mengawasi pergerakan Satsuma dan Choshu. Kekuatan Yoshinobu pulih ketika dia berhasil membujuk para daimyo dan para bangsawan untuk membuka pelabuhan Hyogo untuk umum sebagai utang janji yang dilakukan pihak Jepang dengan negara-negara Barat oleh pemerintahan bakufu sebelumnya.

(34)

kekayaan yang dimiliki oleh pihak bakufu kepada kaisar. Akhirnya Yoshinobu mengembalikan kekuasaan dan kekayaan keluarga Tokugawa kepada kaisar tanpa ada perlawanan dengan banyak bujukan demi bujukan yang dilontarkannya kepada para pengikutnya.

Namun hal itu tidak semudah yang dipikikan karena kebanyakan dari pengikutnya tidak setuju dengan khal tersebut karena para pengikutnya tahu bahwa ide untuk menyerahkan kekuasaan tersebut bermula dari kelompok Satsuma dan Choshu. Para pengikutnya terus-menerus memaksa Yoshinobu untuk melakukan peperangan melawan Satsuma dan Choshu. Berulangkali Yoshinobu melakukan rencana demi rencana agar tidak terjadi perang saudara. Namun tindakannya yang selalu mengelak untuk melakukan peperangan dengan Satsuma dan Choshu tidak membuat suasana menjadi damai. Tindakannya ini malah memperburuk masalah yang ada. Bahkan pihak dari kekaisaran sudah mencap Yoshinobu sebagai pembelot.

(35)

3.2 Pemikiran Tokugawa Yoshinobu Cuplikan 1 (Hal 250)

“Saya tidak punya keinginan untuk menjabat sebagai seorang shogun.” Berulang kali, melalui kata-kata dan tindakan, ia telah menyatakan dirinya tidak bersedia. Sebagai seorang yang berhati-hati, Yoshinobu tidak pernah melakukan sesuatu yang baru sebelum ia mempersiapkan jalan keluar bagi dirinya sendiri. Dalam kasus ini, dengan menciptakan kesan dalam pemikiran yang umum bahwa dirinya dipaksa untuk menempati posisi itu sekarang apapun yang akan terjadi pada dirinya nanti, Yoshinobu akan terlindungi.

Analisis

Cuplikan diatas menjelaskan kepada kita bagaimana kebijakan Yoshinobu yang pertama setelah ia terpilih sebagai shogun ke-15 pengganti shogun terdahulu yaitu dengan membuat opini public bahwa dia tidak mau menjabat sebagai shogun agar nantinya apabila terjadi sesuatu pada Jepang maka dia tidak akan disalahkan sebagai pemimpin karena Yoshinobu tahu benar bagaimana kondisi Jepang pada saat itu dalam keadaan terjepit.

Cuplikan 2 (Hal 252)

(36)

melengkapi tugas-tugasnya sebagai shogun, yang berlangsung selama lebih satu tahun. Selama itu ia tetap tinggal di Kastil Nijo, namun terpaksa tetap waspada, bahkan hampir-hampir tidak bisa bernafas lega.

Analisis

Cuplikan diatas menggambarkan kebijakan kedua dari Yoshinobu adalah mengawasi dengan ketat setiap gerak-gerik orang-orang yang tidak senang dengan kepemimpinan dari Tokugawa. Yoshinobu tidak mau lengah sedikitpun tapi tetap berjaga-jaga agar konspirasi yang dilancarkan oleh pihak Satsuma dan Choshu tidak berhasil untuk menggulingkan keshogunan.

Cuplikan 3 (Hal 254,255)

Menurut ke belakang sejenak, pada setahun sebelumnya, bakufu pernah mendapat teguran oleh bangsa Barat karena lalai menjalankan kesepakatan mereka untuk membuka pelabuhan. Karena tertekan untuk segera memberikan respon, bakufu telah berjanji bahwa pebuhan akan “segera” dibuka. Mereka kini dihadapkan pada janji itu, dan mulai kehilangan dalih. Satu-satunya pertahanan bakufu adalah: “persetujuan dari kaisar belum juga diturunkan.” Bangsa Barat menyembut pernyataan ini dengan cemoohan. “Kami mengira bahwa bakufu Tokugawa adalah satu-satunya pemerintahan resmi yang berkuasa di Jepang. Apakah kalian mengatakan bahwa ada pemerintahan lain, yang lebih tinggi?” Hal ini adalah ganjalan bakufu dalam menjalin hubungan dengan bangsa asing, dan dengan ditunjuk seperti itu terasa begitu menyakitkan…..

Tak lama setelah Yoshinobu menjadi shogun, ia harus menyelesaikan masalah yang rumit ini. Pada bulan April 1867, ia bertemu dengan perwakilan Inggris, Prancis, Belanda dan Amerika Serikat, memberikan kepastian kepada mereka dengan yakin, “Hyogo akan dibuka.” Kekuatan Barat sangat kagum dengan kekuatan yang tak terduga-duga dari bakufu. Dengan mempertimbangkan situasi internal Jepang yang sulit, kata-kata Yoshinobu sangatlah jelas.

Analisis

(37)

untuk umum. Ini dilakukan olehnya karena mempertimbangkan perjanjian yang pernah dibuat antara pihak Jepang dan Negara-negara Barat yang mungkin saja dapat menimbulkan peperangan diantara kedua belah pihak yang secara otomatis pihak Jepang akan kalah karena Negara-negara Barat memiliki kekuatan dan peralatan perang yang canggih.

Cuplikan 4 (Hal 256)

Pikiran Yoshinobu sudah bulat. Pertama, ia memanggil dewan daimyo yang beraliran reformasi. Anggota dewan para lord ini terus berganti-ganti dari masa ke masa, namun pada saat itu, mereka adalah Yamanouchi Yodo, dari Tosa, Matsudaira Shugaku dari Echizen, Date Munenari dari Uwajima, dan Shimazu Hisamitsu dari Satsuma. Keempat orang ini tidak diharuskan untuk memiliki pendapat yang sama dalam menyikapi masalah ini.

Analisis

Cuplikan diatas menggambarkan kebijakan Yoshinobu yang berikutnya adalah dengan memanggil pihak daimyo untuk mendiskusikan keputusannya untuk membuka pelabuhan Hyogo untuk umum. Pertemuan ini dimaksudkan oleh Yoshinobu agar keputusannya untuk membuka pelabuhan Hyogo mendapatkan dukungan dari pihak daimyo sehingga semakin banyak orang yang setuju dengan keputusan tersebut maka akan lebih sedikit pihak-pihak yang berlawanan dengan kepemimpinan keshogunan.

Cuplikan 5 (Hal 256,257)

…..Diskusi tersebut berkembang menjadi debat kusir, dan tidak ada kesimpulan yang bisa didapatkan. Lima hari kemudian, Yoshinobu mengundang keempat orang tersebut kembali ke Kastil Nijo….

(38)

dengan dirinya. Ia melakukan hal ini dengan nasihat dari Yodo yang sedang absen, untuk menghindari perlawanan dari Shimazu Hisamitsu.

Analisis

Cuplikan diatas menggambarkan kebijakan Yoshinobu berikutnya adalah dengan kembali memanggil para daimyonya yang sebelumnya untuk bermusayawarah menyatukan pendapat dalam hal pembukaan pelabuhan Hyogo untuk umum.

Cuplikan 6 (Hal 258,261,262)

…..Bagaimanapun pertemuan hari itu lagi-lagi tidak didapatkan kesimpulan apapun, Keiki dikalahkan dengan Simazu yang mendiamkannya. …

Ia punya ide lain untuk menyelesaikan masalah Hyogo. Ia akan mengadakan pertemuan di daerah kekaisaran, yang menjadi sarang perlawanan pembukaan pelabuhan, mengundang para bangsawan dan daimyo yang paling berkuasa, dan berdebat dengan mereka semua. Ia memperkirakan untuk menjalankan rencananya ini dengan segera….

(39)

Analisis

Cuplikan diatas mencerminkan kebijakan Yoshinobu setelah tidak mencapai kesepakatan dengan keempat daimyonya yang dianggapnya sebagai orang berfikiran reformasi adalah dengan mengadakan kembali pertemuan dengan lebih banyak orang lagi dari para daimyo dan para bangsawan dan mengadakannya disekitar daerah istana agar orang-orang yang diundangnya lebih menghargai pertemuan tersebut. Kebijakan ini juga diambilnya agar para petinggi-petinggi tersebut dapat membuka mata betapa sulitnya posisi Jepang pada masa itu sehingga harus memutuskan untuk membuka pelabuhan Hyogo bagi umum.

Cuplikan 7 (Hal 268,270)

….Kritikan Yoshinobu tidak membuat dirinya terbunuh, tapi memenggal kepala para penasihatnya yang terdekat…

….Ia tidak mengetahui adanya rencana pengembalian kekuasaan kepada kaisar hingga Goto dan Sakamoto berhasil memenangkan para lord utama dan anggota keshogunan….

…Setelah menyampaikan berita ini, Nagai tetap saja merasa lemas saat berada di samping ruangan Yoshinobu, merasa ketakutan atas kemurkaan shogun itu. Yoshinobu kemudian berkata: “saya mengerti.” Itu saja kemudian diam.Yoshinobu tidak mengatakan apapun kepada Nagai, namun tidak diragukan lagi bahwa ini adalah satu-satunya saat paling membahagiakan dalam hidupnya. Sejak menjadi shogun Tokugawa ke-15, posisi tersebut lebih berbahaya daripada berusaha menyeimbangkan sebilah pedang. Ia telah melihat pengembalian kekuasaan politik ke tangan kaisar sebagai sebuah jalan keluar yang paling memungkinkan bagi posisinya yang sulit itu….

Yoshinobu sudah mengambil keputusan. “Ini adalah satu-satunya cara untuk menghentikan Satsuma dan merintangi ambisi mereka,” katanya kepada ketua dewan senior…..

Analisis

(40)

kepada raja dengan tujuan agar tidak ada pertentangan antara para daimyo terutama tidak adanya peperangan diantara mereka. Kebijakan ini juga diambil oleh Yoshinobu agar tidak terjebak dalam situasi yang rumit antara Jepang dengan negara-negara Barat dan keshogunan dengan pihak daimyo khususnya Satsuma dan Choshu.

Cuplikan 8 (Hal 272,273)

Pihak yang selanjutnya dibujuk adalah para pejabat bakufu. Yoshinobu akan menjelaskan beberapa hal kepda mereka secara pribadi, katanya dan akan mendapatkan persetujuan mereka…

Pada tanggal 7 November pada tahun itu, Yoshinobu mengundang seluruh pejabat bakufu di Kyoto dalam ruang pertemuan pusat di Kastil Nijo… Akhirnya, Yoshinobu datang dan duduk. Dengan segera, mereka bersujud di hadapannya. Yoshinobu menyuruh seeorang untuk membacakan dokumennya keras-keras tentang pengembalian kekuasaan politik kepada kaisar. Dan tak lama setelah itu ia mulai berbicara….

Analisis

Kebijakan Yoshinobu yang diambilnya berikutnya adalah dengan mengumpulkan para pejabat bakufu dan menjelaskan pengembalian kekuasaan kepada kaisar. Hal ini dibuatnya agar orang-orang dalam bakufu mengerti mengapa dia harus mengembalikan kekuasaan kepada kaisar. Hal ini juga dibuatnya agat orang-orang yang berada dalam bakufu tidak melakukan hal nekad atau sejenisnya dengan dikembalikannya kekuasaan kepada kaisar. Cuplikan 9 (Hal 275)

“Esok hari, kumpulkan semua samurai dari seluruh domain,” perintah Yoshinobu. Ini adalah sebuah kejutan. Samurai tidak diperkenankan untuk bertemu dengan shogun…

(41)

Analisis

Cuplikan diatas menggambarkan kebijakan yang diambil oleh Yoshinobu adalah dengan mengumpulkan para samurai yang seyogianya tidak boleh bertemu langsung dengan shogun. Hal ini dibuatnya agar Yoshinobu mendapat dukungan dari para samurai agar dia dibenarkan atas tidakan mengembalikan kekuasaan kepada kaisar.

Cuplikan 10 (Hal 287)

Yoshinobu kemudian muncul kembali. “Saya bersedia mengundurkan diri sebagai shogun,” katanya. “Berikutnya adalah masalah persyaratan lain yang harus dipenuhi.” Malam sebelumnya, Shugaku telah berdebat keras demi membela Yoshinobu. Akhirnya ia mendapatkan beberapa kesepakatan. Pertama, posisi resmi tidak sepenuhnya dibubarkan, hanya beberapa orang yang ada di posisi atas. Kedua, tentang kepemilikan tanah oleh Tokugawa yang harus dikembalikan kepada istana tidaklah seluruhnya yang berjumlah empat juta koku, namun setengahnya saja. “Saya juga tidak keberatan tentang hal itu,” kata Yoshinobu.

Analisis

Cuplikan diatas menggambarkan kebijakan yang diambil oleh Yoshinobu berikutnya adalah menyerahkan kekuasaan kepada kaisar. Ini membuktikan bahwa semboyan yang dipegang teguh oleh keluarga Mito yang mendarah daging tetap dipegang teguh oleh Yoshinobu. Yohinobu berani mengambil sikap untuk menyerahkan kekuasaannya kepada kaisar bahkan menyerahkan kekayaannya kepada kaisar.

Cuplikan 11 (Hal 289)

(42)

pintu-pintu gerbang yang ditutup rapat. Yoshinobu mengumpulkan para pemberi komando dan memberikan perintah tegas. “Dengarkan,” serunya kepada mereka, suaranya terdengar parau. “Ketika kalian mendengar bahwa Tokugawa Yoshinobu telah melakukan harakiri dan mati, lakukan saja apa yang kalian inginkan. Tetapi selama saya masih bernafas, ikuti perintah saya. Tidak ada pasukan yang berlari menyerbu keluar dari tempat ini.”

Analisis

Cuplikan diatas menggambarkan kebijakan yang berikutnya adalah mengumpulkan para prajurit Tokugawa dan memerintahkan agar tidak seorangpun yang mengangkat senjata untuk berperang melawan Satsuma dan Choshu. Hal ini dibuat oleh Yoshinobu karena dia tahu benar betapa tidak baiknya berperang melawan bangsa sendiri.

Cuplikan 12 (hal 290)

“….tiba-tiba Yoshinobu mengatakan, “Mari kita berangkat ke Osaka.” Selama tentara besarnya masih tetap berada di Kyoto, bahaya yang tidak diharapkan akan terus ada. Mereka harus pergi. “Melarikan diri dari ibukota, maksud Anda?” Tanya Katamori, wajahnya memucat. Dengan cepat mimic mukanya berubah, kemudian menyatakan dengan tegas bahwa prajurit shogun tidak akan pernah bersedia menjalankan perintah semacam itu…..

Analisis

Cuplikan diatas menggambarkan kebijakan berikutnya yang dilakukan oleh Yoshinobu adalah melarikan diri k eke Osaka. Hal ini dibuat olehnya karena dia tahu benar apabila ia tetap berada di Edo maka peperangan tidak dapat dihindarkan karena banyak prajurit yang tidak setuju bahkan melakukan hara-kiri menanggapi keputusan yang diambil oleh Yoshinobu untuk

(43)

Cuplikan 13 (hal 291)

Yoshinobu menawarkan sebuah rencana untuk membujuk mereka…. Yoshinobu memberitahukan Katamori bahwa ia akan bertemu langsung dengan kepala pegawainya.ia memanggil Tanaka Tosa, ketua tetua Aizu dan komandan jenderal pasukan di Kyoto. Ia menyuruhnya mendekat dan mengatakan, “Saya akan berbicara denganmu dari hati.” Setelah itu, ia memberitahukan rencananya kepada Tanaka tentang kepindahannya ke Osaka, dan Tanakapun menyetujuinya. Tanaka kembali ke kamp tentaranya dan menjelaskan tentang rencana itu. Sagawa Kanbei dan Hayashi Gonsuka, kepala unit-unit penyerang. Dengan gusar menolak untuk mendengarkannya. Mereka haus darah. Ketika Yoshinobu mendengar hal ini, ia memanggil keduanya dan pertama-tama ia memuji keteguhan pendirian mereka: :Seorang prajurit yang berani harus dihormati,” katanya kepada mereka. “Tapi,” katanya meneruskan, suaranya berubah pelan, “Saya punya alasan untuk menarik diri ke Osaka. Rencana saya begitu banyak sehingga saya tidak bisa mengatakannya kepada kalian sekarang. Kecuali kalau saya menyimpan rapat-rapat rencana rahasia saya ini, saya akan kalah. Kalian tidak perlu repot memikirkan masalah ini, serahkan saja kepada saya,” desaknya.

Analisis

Cuplikan ini menggambarkan kebijakan yang diambil oleh Yoshinobu adalah ketika dia mengutarakan keputusannya untuk melarikan diri ke Osaka kepada pemimpin prajuritnya dengan membujuk mereka dengan mengatakan bahwa Yoshinobu mempunyai banyak rencana dengan mengasingkan diri ke Osaka agar dia dapat membuat rencana yang lebih besar untuk melawan Satsuma dan Choshu. Hal ini dibuatnya agar tidak terjadi perang saudara.

Cuplikan 14 (301,302)

Di tengah cahaya lilin yang berkilau temaram, ia melihat bahwa ruangan itu dipenuhi pasukan yang terbalut perban-perban berdarah…

…Dengan melihat hal keadaan ini, Yoshinobu sejenak terdiam. Itakura dengan segera mengambil alih, dia bertanya kepada orang-orang yang sedang berkumpul itu, “Apa yang harus kita lakukan sekarang?” Dengan seruan seketika menggema di dalam ruangan itu, mereka teriak serempak:”Serang!”

(44)

Tak lama kemudian ia berlalu dari ruangan, dan memanggil Itakura dan inspektur jendralnya, Nagai Naomune. “Saya akan kembali ke Edo,” katanya…

Analisis

Kebijakan berikutnya yang dibuat oleh Yoshinobu adalah dengan kembali ke Edo di tengah kekacauan yang ada, ia bermaksud untuk kembali mengasingkan diri keluar dari kekacauan yang ada. Hal ini dibuatnya agar dia dan pasukannya tidak dianggap sebagai pembelot dan pengkhianat oleh kaisar karena dengan adanya peperengan melawan Satsuma dan Choshu maka secara otomatis Yoshinobu dan para pengikutnya dianggap pengkhianat karena Satsuma dan Choshu sekarang adalah pasukan kekaisaran.

Cuplikan 15 (Hal 308,309)

Kemudian ia memohon untuk bertemu dengan Tensho–in, janda kelahiran Satsuma dari shogun Iesada, anak perempuan sekutu lamanya, Shimazu Nariakira….Ia mengatakan semua yang telah terjadi menyusul terjadinya Pertempuran Toba Fushimi: bagaimana pasukannya telah bergerak menuju Kyoto,….

Yoshinobu perlu berbicara secara pribadi kepada para perempuan kastil saat ini, namun ini dimaksudkan juga untuk memberikan desakan urgensi secara politis. Ia berharap bahwa Tensho-in, dengan keterikatannya kepada Satsuma, dapat melakukan negosiasi diplomatik kepada pasukan kekaisaran atas namanya, dan ia juga ingin mendapatkan simpati dari Putri Seikaku-in dengan keterkaitan dirinya kepada keluarga kaisar.

Analisis

(45)

Yoshinobu dan pasukannya saat itu sedang terjepit. Hal ini dibuatnya juga agar kaisar tidak menganggap bahwa ia dan pasukannya adalah pembelot.

Cuplikan 16 (hal 310)

Untuk mengarahkan dukungan terhadap dirinya, ia harus mengorbankan orang lain tanpa bersalah sedikitpun. Di depan para pegawai bakufu, ia menyatakan, “Jangan tinggal di Edo. Kalian yang punya kampung halaman sebaiknya pulang kesana dan menjalani kehidupan yang baru.”…. Pada tanggal 6 Maret, ia meninggalkan Kastil Edo dan tinggal di sebuah kuil Kan’ei-ji yang berafiliasi dengan Tokugawa di Ueno, menutup dirinya disana dalam keterasingan. Akhirnya, pada tanggal 3 Mei, ia memerintahkan Katsu Kaishu untuk menyerahkan Kastil Edo kepada pasukan kekaisaran. Pada pagi hari menjelang pengambilan kastil, ia meninggalkan kuil dan berangkat dari Edo menuju Mito , domain para leluhurnya, bersumpah untuk tinggal disana dan menjalani masa pensiun. Analisis

(46)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

1. Yoshinobu lahir dari keluarga Mito yang sangat pro terhadap kekaisaran dan membenci keluarga keshogunan karena dianggap sebagai keluarga yang tidak taat terhadap undang-undang.

2. Yoshinobu menjadi seorang shogun ke-15 ketika sebelumnya ia sudah diadopsi oleh keluarga Hitotsubashi sebagai anak angkat.

3. Pengangkatan Yoshinobu sebagai shogun pada masa itu mengalami pertentangan dari pihak keshogunan karena latar belakangnya.

4. Pada masa kepemimpinan Yoshinobu terjadi begitu banyak terjadi gejolak di Jepang dari dalam dan luar Jepang seperti pemberontakan daimyo Choshu dan Satsuma, penolakan kepemimpinan Yoshino dari sebagian keluarga Tokugawa dan desakan demi desakan dari Negara barat agar terjadi pembukaan Jepang secara bebas terhadap dunia luar.

5. Kebijakan demi kebijakan yang diambil oleh Yoshinobu ketika menjabat sebagai seorang shogun berbeda dengan para pendahulunya terutama pada saat ingin mengambil keputusan.

6. Cara berfikir Yoshinobu sudah bersifat demokratis dan beraliran reformasi dilihat dari penerimaannya terhadap tehnologi-terhnoli yang berasal dari Negara barat.

(47)

4.2 Saran

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Benedict,Ruth. 1982. Pedang Samurai dan Bunga Seruni: Pola-Pola Kehidupan Jepang (terjemahan Pamudji) Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Consuelo, Sevilla,dkk.1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta :UI Press Koentjaraningrat.1976. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta :

PT.Gramedia

Lan, Nie Joe. 1962. Jepang Sepanjang Masa

Luxemburg, Jan Van, Mieke Bal, Williem G, Westjein. 1986. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta : PT.Garamedia (Terj)

Nurhayati, Yeti. 1987. Langkah-Langkah Awal Mordernisasi Jepang. Jakarta : PT.Dian Rakyat

Nawawi, Hadari.2001.Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada

Reischauer, Edwin O.1988. The Japanese Today. London :The Belknap Press of Harvard University Press

Suryohadiprojo,Sayidiman.1982. Manusia dan Masyrakat Jepang Dalam Perjuangan Hidup. Jakarta : Pustaka Bradja Guna

Sihombing, Amin. 1997. Sistem Stratifikasi Sosial Masyarakat Jepang Pada Masa Edo. Medan : USU Press

Situmorang, Hamzon. 1995. Perubahan Kesetiaan Bushi dari Tuan kepada Keshogunan dalam Feodalisme Zaman Edo di Jepang (1603-1868). Medan :

(49)

Sudjianto. 2002. Kamus Istilah Masyarakat dan Kebudayaab Jepang. Jakarta : Kesaint Blanc

Shiba, Ryotaro. 1967. The Last Shogun (Terj) Jakarta: Penerbit Kantera Zainuddin.1992. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta : Rineka

Cipta

hhtp

(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)

Referensi

Dokumen terkait

Pada bab ini membahas mengenai pentingnya mempelajari bahasa Inggris, tujuan dari pembuatan data mart , cakupan dari data warehouse , dan manfaat yang diterima dari hasil

[r]

diadaptasiolehWahyu (2015) danRyff Psychological Well Being Scale yang diadaptasiolehAbdillah (2016).Data yang diperolehdianalisisdenganteknikkorelasi

Dari fungsi linear berikut, yang memiliki nilai gradien paling besar adalah ….. Fungsi kuadrat yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini mempunyai persamaan

(2) Musyawarah pemilihan Anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara terbuka dengan dihadiri oleh Kepala Desa, Perangkat Desa, dan

Melalui identifikasi determinan, didapat nilai Adjusted R 2 sebesar 0,302 yang berarti variabel bebas (kompensasi, teladan pimpinan, sanksi) mampu menjelaskan terhadap

Metode LCN memiliki kekurangan dalam hal memperhitungkan kondisi daya dukung tanah dan jenis tanah yang akan digunakan dalam perencanaan perkerasan serta tidak menguraikan

Web adalah sebagai kumpulan halaman–halaman yang digunakan untuk menampilkan informasi teks, gambar diam atau gerak, animasi, suara dan atau gabungan dari semuanya