• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Upaya Pencegahan terhadap Kejadian Iritasi Kulit pada Pekerja Pengemasan Ikan di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Upaya Pencegahan terhadap Kejadian Iritasi Kulit pada Pekerja Pengemasan Ikan di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP KEJADIAN IRITASI KULIT PADA PEKERJA

PENGEMASAN IKAN DI KECAMATAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATU BARA

TESIS

Oleh

BUDI ASWIN 107032109/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP KEJADIAN IRITASI KULIT PADA PEKERJA

PENGEMASAN IKAN DI KECAMATAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATU BARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh BUDI ASWIN 107032109/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP

KEJADIAN IRITASI KULIT PADA PEKERJA PENGEMASAN IKAN DI KECAMATAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATU BARA

Nama Mahasiswa : Budi Aswin Nomor Induk Mahasiswa : 107032109

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Kerja

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes)

Ketua Anggota

(dr. Ramona Dumasari Lubis, Sp.KK)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 31 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP KEJADIAN IRITASI KULIT PADA PEKERJA

PENGEMASAN IKAN DI KECAMATAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATU BARA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

(6)

ABSTRAK

Pekerja pengemasan ikan belum dapat dipantau masalah keselamatan dan kesehatan kerjanya sehingga berisiko mengalami gangguan kesehatan akibat kerja, salah satu gangguan kesehatan akibat kerja yang ditemukan adalah dermatitis kontak akibat kerja.

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja pengemasan ikan dari 4 lokasi/tempat pengemasan ikan yang terdapat di Kecamatan Tanjung Tiram sebanyak 32 orang. Sampel adalah total populasi. Beberapa variabel yang diduga mempengaruhi dianalisis dengan uji statistik chi-square dan regresi logistik pada taraf kepercayaan 95% (p<0,05).

Hasil penelitian diperoleh pekerja pengemasan ikan yang mengalami iritasi kulit adalah sebanyak 19 orang (59,4%), ada pengaruh pengetahuan terhadap kejadian iritasi kulit dengan nilai p= 0,018 < α= 0,05, ada pengaruh sikap terhadap kejadian iritasi kulit dengan nilai p= 0,037 < α= 0,05 serta ada pengaruh upaya pencegahan terhadap kejadian iritasi kulit dengan nilai p= 0,019 < α= 0,05. Variabel upaya pencegahan merupakan variabel yang paling dominan dengan nilai β 3,057.

Kesimpulan bahwa pengetahuan, sikap dan upaya pencegahan berpengaruh terhadap kejadian iritasi kulit pada pekerja pengemasan ikan di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara dan variabel upaya pencegahan menjadi variabel yang paling dominan. Disarankan kepada pihak pemborong atau pemilik tempat pengemasan ikan agar melakukan upaya perlindungan untuk pencegahan iritasi kulit dengan menyediakan fasilitas kerja berupa alat pelindung diri yaitu sarung tangan yang kedap air dan terbuat dari karet, sabun mandi, wastafel dan air bersih serta meningkatkan pengetahuan pekerja pengemasan ikan melalui penyuluhan tentang iritasi kulit dan pencegahannya, dan pekerja pengemasan ikan sebaiknya bekerja menggunakan alat pelindung diri (APD) sarung tangan yang kedap air dan digunakan pada kedua tangan.

(7)

ABSTRACT

The problems of occupational health and safety in the fish-packing workers cannot yet be monitored that they are at risk of experiencing the occupational health disorders, and one of the occupational health disorders found is the occupational contact dermatitis.

The population of this survey study with cross-sectional design was all of the 32 fish-packing employees from 4 (four) fish-packing locations in Tanjung Tiram Subdistrict and all of them were selected to be the samples for this study. Several estimated influencing variables were statistically analyzed through Chi-square test and multiple logistic regression tests at level of confidence of 95% (p < 0.05).

The result of this study showed that 19 fish-packing workers (59.4%) suffered from skin irritation, therefore, knowledge (p = 0.018 < α = 0.05), attitude (p = 0.037 < α = 0.05), and prevention effort (p = 0.019 < α = 0.05) had influence on the incident of skin irritation. Prevention effort was the most dominant variable with β = 3.057.

The conclusion that the knowledge, attitudes and prevention effort on the incidence of skin irritation in workers packing fish in Tanjung Tiram Subdistrict, Batu Bara District and prevention effort was the most dominant variable. The owners of the fish-packing places are suggested to protection efforts for the prevention of skin irritation by providing working facilities such as personal protective equipment that is gloves waterproof and made of rubber, soap, sink and water supply and increasing knowledge workers packing fish through education and about prevention of skin irritation, and fish packaging workers should work using personal protective equipment (PPE) gloves waterproof and are used in both hands.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Upaya Pencegahan terhadap Kejadian Iritasi Kulit pada Pekerja Pengemasan Ikan di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara”, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan.

Dalam penulisan ini, saya menyadari masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya sebagai manusia yang tidak luput dari segala kekurangan.

Terima kasih yang sebesar-besarnya teristimewa untuk orang tua tercinta, Papanda (Sanusi) dan Ibunda (Rusnun) yang telah banyak memberikan dukungan, semangat, dan senantiasa mendo’akan penulis selama ini serta buat saudaraku tersayang, Ayong, Anga, Alang, Dedi dan Adan yang selalu mendukung dan mendo’akan penulis. Seluruh keluarga tersayang yang telah banyak membantu, memberikan dukungan serta mendo’akan penulis selama ini. Terkhusus kepada Ucu, Pak Adeng, Pak Amat, Pak Ambi, Wak Yong, Ute dan Udo Latif.

(9)

Dumasari Lubis, Sp.KK selaku dosen pembimbing II yang dalam penulisan tesis ini telah banyak meluangkan waktu serta penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.

Selanjutnya tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH, M.Sc (CTM), Sp.A (K) selaku rektor Universitas Sumatera Utara (USU).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU).

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku sekretaris program studi S2 IKM USU.

4. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini sekaligus sebagai Pembantu Dekan III.

5. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sekaligus sebagai dosen pembimbing penulis.

6. dr. Ramona Dumasari Lubis, Sp.KK yang telah banyak meluangkan waktu untuk memeriksa iritasi kulit pada pekerja pengemasan ikan sekaligus dosen pembimbing penulis.

7. dr. Muhammad Makmur Sinaga, M.S selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan kritik dan saran yang dapat membangun tesis ini menjadi lebih baik.

(10)

9. Seluruh staf dosen dan staf pendidikan PS S2 IKM FKM USU yang telah banyak memberikan masukan dan membantu penulis selama proses pengerjaan tesis.

10. Muhammad Nashir Yuhanan, S.Pd selaku Camat dari Kecamatan Tanjung Tiram beserta staff.

11. Pemilik tempat pengemasan ikan : Bapak Asri, Eka, Iwan dan H. Fauzi yang telah banyak membantu penulis.

12. Buat keluarga besar Pak Yakub yang telah banyak membantu penulis.

13. Teman-teman di PS S2 IKM minat studi kesehatan kerja khususnya angkatan 2010 (Minda, Bang Yuda, Bang Harto, Bang Patar, Kak Mel dan Kak Noni) yang selalu memberi bantuan dan semangat kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama penulisan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2012

Penulis

Budi Aswin

(11)

RIWAYAT HIDUP

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis ... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Perilaku ... 10

2.1.1. Pengetahuan ... 10

2.1.2. Sikap ... 11

2.1.3. Upaya Pencegahan ... 12

2.2. Prinsip Dasar Kesehatan Kerja ... 16

2.2.1. Kapasitas Kerja ... 16

2.2.2. Beban Kerja ... 17

2.2.3. Beban Tambahan Akibat Lingkungan Kerja ... 19

2.2.4. Waktu (Jam) Kerja ... 19

2.2.5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 ... 20

2.3. Penyakit Akibat Kerja ... 21

2.4. Penyakit Kulit Akibat Kerja ... 23

2.5. Dermatitis Kontak Akibat Kerja ... 24

2.5.1. Dermatitis Kontak Iritan ... 26

2.6. Sektor Informal... ... 30

2.6.1. Sektor Kelautan dan Perikanan ... 30

2.7. Landasan Teori ... 31

(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Jenis Penelitian ... 34

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 34

3.2.2. Waktu Penelitian ... 35

3.3. Populasi dan Sampel ... 35

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 35

3.4.1. Data Primer ... 35

3.4.2. Data Sekunder ... 36

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 36

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 38

3.5.1. Variabel Dependen ... 38

3.5.2. Variabel Independen ... 38

3.6. Metode Pengukuran ... 39

3.7. Metode Analisis Data ... 41

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 42

4.1. Gambaran Lokasi Pengemasan Ikan ... 42

4.2. Proses Kerja ... 43

4.3. Karakteristik Responden ... 45

4.4. Analisis Univariat ... 46

4.4.1. Pengetahuan Pekerja Pengemasan Ikan ... 46

4.4.2. Sikap Pekerja Pengemasan Ikan ... 50

4.4.3. Upaya Pencegahan Pekerja Pengemasan Ikan ... 54

4.4.4. Iritasi Kulit Pekerja Pengemasan Ikan ... 60

4.5. Analisis Bivariat ... 62

4.5.1. Hubungan Pengetahuan dengan Iritasi Kulit... 62

4.5.2. Hubungan Sikap dengan Iritasi Kulit ... 63

4.5.3. Hubungan Upaya Pencegahan dengan Iritasi Kulit ... 64

4.6. Analisis Multivariat ... 64

BAB 5. PEMBAHASAN ... 67

5.1. Pengaruh Pengetahuan dengan Iritasi Kulit ... 67

5.2. Pengaruh Sikap dengan Iritasi Kulit ... 69

5.3. Pengaruh Upaya Pencegahan dengan Iritasi Kulit ... 71

5.4. Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Upaya Pencegahan terhadap Kejadian Iritasi Kulit pada Pekerja Pengemasan Ikan ... 74

(14)

6.1. Kesimpulan ... 75

6.2. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 37 4.1. Distribusi Karakteristik Pekerja Pengemasan Ikan di Kecamatan

Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara ... 45 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Kecamatan

Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara ... 47 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang

Iritasi Kulit dan Pencegahannya ... 50 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap ... 51 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap tentang

Iritasi Kulit dan Pencegahannya ... 54 4.6. Hasil Pengamatan terhadap Pekerja Pengemasan Ikan yang

Melakukan Upaya Pencegahan terhadap Iritasi Kulit di Kecamatan

Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara ... 55 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Upaya Pencegahan

Iritasi Kulit ... 59 4.8. Distribusi Pekerja Pengemasan Ikan Berdasarkan Iritasi Kulit ... 60 4.9. Hasil Pemeriksaan Iritasi Kulit pada Pekerja Pengemasan Ikan ... 60 4.10. Hubungan Pengetahuan dengan Iritasi Kulit pada Pekerja

Pengemasan Ikan ... 63 4.11. Hubungan Sikap dengan Iritasi Kulit pada Pekerja Pengemasan

(16)

4.13. Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Upaya Pencegahan terhadap

(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Daftar Pertanyaan/Kuesioner Penelitian ... 81

2. Status Iritasi Kulit ... 87

3. Master Data ... 88

4. Out Put Penelitian ... 93

5. Proses Kerja Pekerja Pengemasan Ikan ... 122

6. Iritasi Kulit pada Pekerja Pengemasan Ikan... 127

7. Surat Izin Penelitian ... 153

(19)

ABSTRAK

Pekerja pengemasan ikan belum dapat dipantau masalah keselamatan dan kesehatan kerjanya sehingga berisiko mengalami gangguan kesehatan akibat kerja, salah satu gangguan kesehatan akibat kerja yang ditemukan adalah dermatitis kontak akibat kerja.

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja pengemasan ikan dari 4 lokasi/tempat pengemasan ikan yang terdapat di Kecamatan Tanjung Tiram sebanyak 32 orang. Sampel adalah total populasi. Beberapa variabel yang diduga mempengaruhi dianalisis dengan uji statistik chi-square dan regresi logistik pada taraf kepercayaan 95% (p<0,05).

Hasil penelitian diperoleh pekerja pengemasan ikan yang mengalami iritasi kulit adalah sebanyak 19 orang (59,4%), ada pengaruh pengetahuan terhadap kejadian iritasi kulit dengan nilai p= 0,018 < α= 0,05, ada pengaruh sikap terhadap kejadian iritasi kulit dengan nilai p= 0,037 < α= 0,05 serta ada pengaruh upaya pencegahan terhadap kejadian iritasi kulit dengan nilai p= 0,019 < α= 0,05. Variabel upaya pencegahan merupakan variabel yang paling dominan dengan nilai β 3,057.

Kesimpulan bahwa pengetahuan, sikap dan upaya pencegahan berpengaruh terhadap kejadian iritasi kulit pada pekerja pengemasan ikan di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara dan variabel upaya pencegahan menjadi variabel yang paling dominan. Disarankan kepada pihak pemborong atau pemilik tempat pengemasan ikan agar melakukan upaya perlindungan untuk pencegahan iritasi kulit dengan menyediakan fasilitas kerja berupa alat pelindung diri yaitu sarung tangan yang kedap air dan terbuat dari karet, sabun mandi, wastafel dan air bersih serta meningkatkan pengetahuan pekerja pengemasan ikan melalui penyuluhan tentang iritasi kulit dan pencegahannya, dan pekerja pengemasan ikan sebaiknya bekerja menggunakan alat pelindung diri (APD) sarung tangan yang kedap air dan digunakan pada kedua tangan.

(20)

ABSTRACT

The problems of occupational health and safety in the fish-packing workers cannot yet be monitored that they are at risk of experiencing the occupational health disorders, and one of the occupational health disorders found is the occupational contact dermatitis.

The population of this survey study with cross-sectional design was all of the 32 fish-packing employees from 4 (four) fish-packing locations in Tanjung Tiram Subdistrict and all of them were selected to be the samples for this study. Several estimated influencing variables were statistically analyzed through Chi-square test and multiple logistic regression tests at level of confidence of 95% (p < 0.05).

The result of this study showed that 19 fish-packing workers (59.4%) suffered from skin irritation, therefore, knowledge (p = 0.018 < α = 0.05), attitude (p = 0.037 < α = 0.05), and prevention effort (p = 0.019 < α = 0.05) had influence on the incident of skin irritation. Prevention effort was the most dominant variable with β = 3.057.

The conclusion that the knowledge, attitudes and prevention effort on the incidence of skin irritation in workers packing fish in Tanjung Tiram Subdistrict, Batu Bara District and prevention effort was the most dominant variable. The owners of the fish-packing places are suggested to protection efforts for the prevention of skin irritation by providing working facilities such as personal protective equipment that is gloves waterproof and made of rubber, soap, sink and water supply and increasing knowledge workers packing fish through education and about prevention of skin irritation, and fish packaging workers should work using personal protective equipment (PPE) gloves waterproof and are used in both hands.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagian besar negara Indonesia adalah laut. Berbagai ukuran geostatistik menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, luas wilayah lautnya mencapai 5,8 juta km² dan garis pantainya 81.000 km. Dimasa mendatang ada kecendrungan bahwa era kelautan akan timbul kembali. Sebagai negara maritim, Indonesia kaya akan sumber daya lautnya seperti perikanan (Basri, 2007).

Potensi perikanan merupakan potensi yang besar untuk pengembangan industri pengolahan hasil perikanan. Sektor kelautan merupakan sektor yang mengelola dan mengembangkan sumber daya kelautan dan kegiatan penunjangnya secara berkelanjutan (Budiharsono, 2005).

(22)

Timbulnya sektor informal adalah akibat dari meningkatnya angkatan kerja disatu pihak, dan menyempitnya lapangan kerja dipihak yang lain. Hal ini berarti bahwa lapangan kerja yang tersedia tidak cukup menampung angkatan kerja yang ada. Akibatnya golongan masyarakat ini secara naluri mencoba usaha kecil-kecilan sesuai dengan kebiasaan mereka, guna memperoleh nafkah bagi dirinya sendiri atau bagi keluarganya (Yustika, 2000).

Meluasnya fenomena sektor informal dan informalisasi tenaga kerja di Indonesia merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Hal ini dipandang positif dalam kerangka perekonomian sebagai unsur dinamis yang patut dipelihara dan ditumbuhkembangkan. Struktur relasi buruh-majikan informal yang diwarnai oleh perjanjian lisan, kualitas sumber daya yang rendah, telah memunculkan karakter sektor ekonomi informal yang tidak menguntungkan bagi perlindungan sosial-ekonomi buruhnya (Safaria, 2003).

Pekerja di sektor informal belum dapat dipantau untuk masalah keselamatan dan kesehatan kerjanya sehingga pekerja di sektor ini berisiko untuk mengalami gangguan kesehatan akibat kerja, salah satu gangguan kesehatan akibat kerja yang ditemukan pada pekerja di sektor informal adalah dermatitis kontak akibat kerja (ICOHIS, 2006).

(23)

atau bahan lainnya yang berlebihan (Suma’mur , 2009). Iritasi kulit adalah kondisi pada kulit yang muncul akibat kontak yang berkepanjangan dengan zat kimia atau faktor lainnya. Setelah beberapa waktu kulit akan mengering, terasa nyeri, mengalami perdarahan, dan pecah-pecah (Widyastuti, 2006).

Dermatitis kontak akibat pekerjaan (occupational contact dermatitis) secara medis dapat diartikan sebagai dermatitis kontak dimana pekerjaan merupakan penyebab utama atau salah satu diantara faktor-faktor yang menyebabkan dermatitis kontak tersebut (Fregert, 1986).

Kecamatan Tanjung Tiram yang merupakan bagian wilayah administratif Kabupaten Batu Bara, terletak di Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara. Tanjung Tiram berada di daerah pinggiran pantai. Karena daerahnya terletak dipinggiran pantai, maka sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dari hasil laut atau nelayan. Hal ini menyebabkan banyak berkembang pekerja sektor informal di daerah Kecamatan Tanjung Tiram (Profil Kecamatan Tanjung Tiram, 2012).

(24)

Menurut Bourke et.al (2001) di Amerika 120 per 100.000 penata rambut setiap tahunnya mengalami dermatitis kontak akibat kerja. Data di Inggris menunjukkan 1,29 kasus per 1000 pekerja merupakan dermatitis akibat kerja. Pengamatan yang dilaksanakan pada berbagai jenis pekerjaan di berbagai Negara barat mendapatkan insiden terbanyak terdapat pada penata rambut 97,4%, pengolah roti 33,2% dan penata bunga 23,9% (Soebaryo, 2006).

Menurut Riset Kesehatan Dasar (2007) prevalensi di Indonesia untuk dermatitis adalah 6,8%. ICOHIS (2006) menyatakan bahwa dari hasil penelitian menunjukkan ada berbagai gangguan kesehatan akibat kerja yang ditemukan pada sektor informal, misalnya dermatitis kontak pada perajin kulit (22%), perajin alas kaki ( 20,8%), nelayan ( 20,8%) dan batu bata (17,2%) (Depkes RI, 2008).

Hasil penelitian Schmitz et.al (2005), bahwa dermatitis kontak terjadi pada telapak tangan pekerja (37,5%) dan mayoritas (59%) terjadi pada pelukis dan pekerja salon. Hasil penelitian Handayani (2007) menjelaskan bahwa dari 300 pedagang ikan segar di Pasar Raya Kota Padang didapat prevalensi dermatitis kontak pada pedagang tersebut sebesar 18%.

(25)

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan, di Kecamatan Tanjung Tiram terdapat 4 (empat) lokasi pengemasan ikan, masing-masing tempat memiliki jumlah pekerja yang berbeda-beda berdasarkan besarnya modal yang dimiliki oleh pemborong.

Lokasi pengemasan I memiliki 5 orang pekerja, lokasi II memiliki 3 orang pekerja, lokasi III memiliki 11 orang pekerja, lokasi IV memiliki 13 pekerja dan, jadi jumlah pekerja pengemasan ikan yang terdapat di Kecamatan Tanjung Tiram berjumlah 32 orang. Lokasi pengemasan ikan di Kecamatan Tanjung Tiram ini memiliki lemari untuk penyimpanan es, perlengkapan untuk es seperti gergaji, pisau dan alat penggerek es serta mesin penggiling es, tetapi tidak semua tempat pengemasan ikan memiliki mesin penggilingan es, dari 4 (empat) lokasi pengemasan ikan, terdapat 2 (tiga) lokasi pengemasan ikan yang memiliki mesin penggilingan es.

(26)

Proses kerja dari pengemasan ikan ini menghabiskan waktu sekitar 3-4 jam dalam satu kali proses pengemasan ikan. Ikan yang datang dari nelayan diletakkan di atas meja, kemudian dilakukan proses pembersihan, setelah ikan selesai dibersihkan, ikan kemudian dipilah sesuai dengan jenis dan besarnya masing-masing dan diletakkan didalam keranjang. Ikan kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan, selanjutnya dilakukan proses pengemasan ikan. Pada proses pengemasan ini ikan dimasukkan kedalam peti pelastik yang sudah diletakkan sebuah kantong plastik besar yang telah dilapisi oleh bongkahan-bongkahan es yang sudah dihaluskan dengan menggunakan mesin penggilingan es.

(27)

pengemasan ikan, dan kulit kemerahan, gatal-gatal, kasar, mengkerut dan pecah-pecah adalah gejala iritasi kulit. Sebanyak 3 orang pekerja pengemasan ikan yang peneliti wawancara memberikan tanggapan negatif atau tidak mengetahui tentang iritasi kulit akibat dari pekerjaan pengemasan ikan.

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya), sedangkan sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi bersangkutan.

Pengetahuan yang rendah secara tidak langsung akan diikuti oleh sikap yang rendah pula terhadap sesuatu objek yang dilihat atau diketahui, pengetahuan pekerja pengemasan ikan yang rendah dapat dipengaruhi oleh pendidkan dari pekerja pengemasan ikan yang mayoritas berpendidikan rendah (tidak tamat SD, SD dan SMP).

(28)

perlindungan para pemborong ikan terhadap kesehatan para pekerja pengemasan ikan di Kecamatan Tanjung Tiram.

Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Upaya Pencegahan Terhadap Kejadian Iritasi Kulit pada Pekerja Pengemasan Ikan di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara”.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, dalam menjalankan pekerjaannya pekerja pengemasan ikan berisiko untuk mengalami terjadinya iritasi kulit. Oleh sebab itu, dibutuhkan pengetahuan, sikap dan upaya pencegahan agar pekerja pengemasan ikan tidak mengalami iritasi kulit. Berdasarkan permasalahan di atas belum diketahuinya pengaruh pengetahuan, sikap dan upaya pencegahan terhadap kejadian iritasi kulit pada pekerja pengemasan ikan di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara.

1.3. Tujuan Penelitian

(29)

1.4. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah: ”Ada pengaruh pengetahuan, sikap dan upaya pencegahan terhadap kejadian iritasi kulit pada pekerja pengemasan ikan di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara”.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan bagi para pekerja pengemasan ikan untuk melakukan suatu tindakan pencegahan terjadinya iritasi kulit saat melakukan proses kerja pengemasan ikan.

2. Sebagai bahan masukan bagi para pemilik tempat pengemasan ikan untuk melakukan upaya perlindungan bagi pekerja pengemasan ikan.

3. Menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan dipelajari. Morgan et.al dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa perilaku adalah suatu yang dilakukan oleh manusia atau binatang dalam bentuk yang dapat diamati dengan beberapa cara (Notoatmodjo 2010).

Notoatmodjo membagi ranah perilaku menjadi tiga bagian yaitu, pengetahuan (Knowledge), sikap (Attitude) dan Tindakan (Practice). Bentuk operasional perilaku ini dapat dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu :

a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar

b. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan terhadap keadaan atau rangsangan dari luar subjek

c. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah nyata berupa perbuatan (action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2010).

2.1.1. Pengetahuan

(31)

terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) da indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besar dibagi dalam enam tingkat pengetahuan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

2.1.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).

(32)

Gambar 2.1. Hubungan Sikap dan Tindakan

2.1.3. Upaya Pencegahan

Gangguan kesehatan akibat dari berbagai faktor dalam pekerjaan dan lingkungan kerja bisa dihindarkan jika perusahaan, pimpinan atau manajemen perusahaan dan pekerja ada kemauan yang kuat untuk mencegahnya. Peraturan perundangan tidak akan ada faedahnya jika perusahaan dan pekerja tidak mengambil peranan proaktif dalam menghindarkan terjadinya gangguan kesehatan (Suma’mur, 2009).

Upaya pencegahan adalah suatu upaya yang dilakukan atau bentuk tindakan dalam hal pencegahan terjadinya suatu hal. Upaya pencegahan dalam penelitian ini dilihat dari tiga aspek yaitu tindakan, fasilitas kerja dan personal higiene.

a. Tindakan

Tindakan adalah hal yang sudah nyata (konkrit) berupa perbuatan (action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar. Tindakan dapat dibedakan menjadi 3

Stimulus Rangsangan

Proses Stimulus

Reaksi

Tingkah Laku (terbuka)

Sikap (tertutup)

(33)

tingkatan menurut kualitasnya yaitu tindakan terpimpin, tindakan secara mekanisme, dan adopsi (Notoatmodjo, 2010).

b. Fasilitas Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja dapat terwujud salah satunya dengan upaya preventif. Untuk mewujudkan suatu pencegahan juga tidak terlepas dengan ketersediaan fasilitas kerja ditempat kerja. Kondisi ini yang nantinya akan menunjang tindakan untuk melakukan atau tidak melakukan. Fasilitas kerja juga dapat berupa ketersediaan alat pelindung diri di tempat kerja yang nantinya digunakan atau tidak digunakan saat melakukan proses pekerjaan.

Alat pelindung diri (APD) adalah suatu kewajiban dimana biasanya para pekerja atau buruh bangunan yang bekerja disebuah proyek atau pembangunan sebuah gedung diwajibkan menggunakannya. Alat-alat demikian harus memenuhi persyaratan dan tidak mengganggu kerja dan memberikan perlindungan efektif terhadap bahaya kerja. Alat pelindung diri berperan penting terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (Anizar, 2009).

Menurut Suma’mur (2009) fasilitas pekerjaan dalam bentuk alat pelindung diri untuk faktor bahaya dan bagian tubuh yang perlu dilindungi adalah:

1. Basah dan air, bagian tubuh yang dilindungi adalah tangan, jari dan kaki dengan fasilitas pekerjaan berupa sarung tangan pelastik/karet dan sepatu bot karet.

(34)

Dalam pelaksanaan perlindungan terhadap bahaya, prioritas utama seorang pengusaha adalah melindungi pekerjanya secara keseluruhan dari pada secara individu. Penggunaan alat pelindung diri hanya dipandang perlu jika metode-metode perlindungan yang lebih luas ternyata tidak praktis dan tidak terjangkau (Ridley, 2008).

Menurut Ridley (2008) alat pelindung diri yang efektif harus : 1. Sesuai dengan bahaya yang dihadapi

2. Terbuat dari bahan yang tahan terhadap bahaya tersebut 3. Cocok bagi orang yang akan menggunakannya

4. Tidak mengganggu kerja dan memiliki konstruksi yang kuat

5. Tidak mengganggu alat pelindung diri lain yang sedang digunakan secara bersamaan

6. Tidak meningkatkan risiko terhadap pemakainya

Menurut Harrington (2005) untuk perlindung kulit meliputi pelindung tangan, kaki, dan tubuh terhadap:

1. Kerusakan akibat bahan korosif dan yang menimbulkan dermatitis 2. Penyerapan ke dalam tubuh melalui kulit

3. Panas radian dan dingin

4. Radiasi pengion dan bukan pengion serta kerusakan fisik

(35)

Pekerja di sektor informal juga memerlukan fasilitas kerja untuk menyelesaikan pekerjaan mereka, fasilitas yang diperlukan pekerja pengemasan ikan diantaranya adalah peti/fiber, sepatu bots, sarung tangan, wastafel, sabun mandi dan lain-lain.

c. Personal Higiene

Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan (Azwar, 1993). Entjang (2001) usaha kesehatan pribadi (Higiene perorangan) adalah upaya dari seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri meliputi:

a. Memelihara kebersihan b. Makanan yang sehat c. Cara hidup yang teratur

d. Meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan jasmani e. Menghindari terjadinya penyakit

f. Meningkatkan taraf kecerdasan dan rohaniah

g. Melengkapi rumah dengan fasilitas-fasilitas yang menjamin hidup sehat h. Pemeriksaan kesehatan

(36)

massal, perbaikan sanitasi lingkungan dan hygiene perorangan serta pendidikan kesehatan (Soedarto, 1991).

Higiene perorangan sangat berhubungan dengan sanitasi lingkungan, artinya apabila melakukan higiene perorangan harus diikuti atau didukung oleh sanitasi lingkungan yang baik, kaitan keduanya dapat dilihat misalnya pada saat mencuci tangan sebelum makan dibutuhkan air bersih yang harus memenuhi syarat kesehatan.

2.2. Prinsip Dasar Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan 3 (tiga) komponen utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen tertentu akan menghasilkan kesehatan kerja yang optimal (Suma’mur, 2009).

2.2.1. Kapasitas Kerja

(37)

keterampilan, keserasian, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran-ukuran tubuh (Notoatmodjo, 2007).

Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja merupakan modal awal seseorang untuk melakukan pekerjaan yang perlu diperhatikan. Semakin tinggi keterampilan kerja yang dimiliki, semakin efisien badan dan jiwa bekerja, sehingga beban kerja menjadi relatif sedikit. Tidak heran, apabila angka sakit dan mangkir kerja sangat kurang pada mereka yang memiliki keterampilan tinggi, lebih-lebih bila mereka memiliki cukup motivasi dan dedikasi. Suatu contoh sederhana tentang kurangnya beban kerja bagi seorang ahli adalah seorang montir mobil yang dengan mudah membuka ban kenderaan bermotor (Depkes RI, 1994).

Kesegaran jasmani dan rohani adalah penunjang penting produktivitas seseorang dalam kerjanya. Kesegaran tersebut dimulai sejak memasuki pekerjaan dan terus dipelihara selama bekerja, bahkan sampai setelah berhenti bekerja. Kesegaran jasmani dan rohani tidak saja pencerminan kesehatan fisik dan mental, tetapi juga gambaran keserasian penyesuaian seseorang dengan pekerjaannya, yang banyak dipengaruhi oleh kemampuan, pengalaman, pendidikan, dan pengetahuan yang dimilikinya. Seorang pejabat tinggi yang menempati kedudukannya oleh karena dorongan relasi atau politik dan bukan atas kemampuannya akan tidak produktif (Suma’mur, 2009).

2.2.2. Beban Kerja

(38)

bongkar dan muat di pelabuhan, memikul lebih banyak beban fisik dari pada beban mental atau sosial. Sebaliknya seorang pengusaha, mungkin tanggung jawabnya merupakan beban mental yang relatif jauh lebih besar. Adapun petugas sosial, mereka lebih menghadapi beban-beban sosial (Suma’mur, 2009).

Beban kerja meliputi jenis pekerjaan fisik yang cukup berat, misalnya mencangkul, menyabit, membabat dan lain-lain. Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungannya dengan beban kerja. Mungkin diantara mereka lebih cocok untuk beban fisik, atau mental, atau sosial. Namun sebagai persamaan yang umum, mereka hanya mampu memikul beban sampai suatu berat tertentu (Depkes RI, 1994).

Ada beban yang dirasa optimal bagi seseorang. Inilah maksud penempatan seorang tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat. Atau pemilihan tenaga kerja tersehat untuk pekerjaan yang tersehat pula. Derajat tepat suatu penempatan meliputi kecocokan pengalaman, keterampilan, motivasi dan lain-lain. Dalam usaha menentukan beban kerja maksimal, beban fisik lebih mudah dirumuskan yaitu 50 kg sebagai beban kerja tertinggi yang diperkenankan berdasarkan rekomendasi ILO.

(39)

2.2.3. Beban Tambahan Akibat Lingkungan Kerja

Sebagai tambahan kepada beban kerja yang langsung akibat pekerjaan sebenarnya, suatu pekerjaan biasanya dilakukan dalam suatu lingkungan atau situasi, yang berakibat beban tambahan terhadap jasmani dan rohani tenaga kerja. Beban tambahan berasal dari lingkungan pekerjaan seperti suhu udara dingin atau panas, kebisingan, hujan serta keserasian pekerjaan dengan alat-alat yang digunakan (Depkes RI, 1994).

2.2.4. Waktu (Jam) Kerja

Jam kerja adalah jam waktu bekerja termasuk waktu istirahat. Waktu istirahat merupakan hal yang mutlak yang perlu diberikan pada pekerja, agar dapat mempertahankan kemampuan atau kapasitas kerja, dalam melakukan pekerjaan fisik maupun mental. Dianjurkan bahwa jam istirahat 20-39% dari jumlah jam kerja atau paling sedikitnya adalah 15% dari jumlah jam kerja per minggu (Depkes RI, 1994).

Waktu kerja bagi seseorang menentukan effisiensi dan produktivitasnya. Segi-segi terpenting bagi persoalan waktu kerja meliputi :

1. Lamanya seseorang mampu bekerja secara baik. 2. Hubungan diantara waktu bekerja dan istirahat.

3. Waktu bekerja sehari menurut periode yang meliputi siang (pagi, siang, sore) dan malam.

(40)

timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan. Dalam seminggu, seseorang biasanya dapat bekerja dengan baik selama 40-50 jam. Lebih dari itu, terlihat kecendrungan tumbuhnya hal-hal negatif. Makin panjang waktu kerja, makin besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diingini. Jumlah 40 jam seminggu ini dapat dibuat 5 atau 6 hari kerja. Jika diteliti suatu pekerjaan yang biasa, tidak terlalu ringan atau berat, produktivitas mulai menurun setelah 4 jam bekerja. Maka, istirahat setengah jam setelah 4 jam kerja terus-menerus sangat penting artinya (Suma’mur, 2009). 2.2.5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yaitu memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi. Undang-undang ini mengatur keselamatan kerja segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam kekuasaan hukum Republik Indonesia (Suma’mur, 2009).

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970, syarat-syarat keselamatan kerja seluruh aspek pekerjaan yang berbahaya berikut jenis bahaya akan diatur dengan peraturan perundang-undangan. Adapun beberapa syarat-syarat keselamatan kerja ditetapkan untuk:

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan 2. Memberikan pertolongan pada kecelakaan

(41)

4. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikis, keracunan, infeksi dan penularan

5. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban

6. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya

7. Memelihara dan mengamankan segala jenis bangunan (Suma’mur, 2009).

2.3. Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat dan atau berhubungan dengan pekerjaan dapat diakibatkan oleh pemaparan terhadap lingkungan pekerjaannya. Pemaparan terus menerus misalnya pada pekerja sektor perindustrian yang melebihi 40 jam/minggu dapat menimbulkan berbagai penyakit. Apabila tidak ada perlindungan bagi tenaga kerja tersebut atau tidak ada pencegahan terhadap kemungkinan pemaparan terhadap faktor-faktor lingkungan yang melebihi nilai batas, hal ini dapat berakibat timbulnya penyakit atau kecelakaan akibat kerja (RS Persahabatan, 2002).

Penyakit akibat kerja (PAK) adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit ini timbul disebabkan oleh adanya pekerjaan. Berat ringannya penyakit dan cacat tergantung dari jenis dan tingkat sakit sehingga sering kali terjadi cacat yang berat sehingga pencegahannya lebih baik daripada pengobatan (Anies, 2005).

(42)

1. Adanya hubungan antara pajanan yang spesifik dengan penyakit.

2. Adanya fakta bahwa frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih tinggi daripada masyarakat umum (RS Persahabatan, 2002).

Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa status kesehatan kerja dari masyarakat pekerja bukan hanya dipengaruhi oleh bahaya-bahaya kesehatan ditempat kerja dan lingkungan kerja, tetapi juga faktor-faktor pelayanan kesehatan kerja, perilaku kerja serta faktor-faktor lainnya (Depkes RI, 1992), seperti pada diagram berikut ini :

[image:42.610.147.519.365.595.2]

Gambar 2.2. Status Kesehatan Masyarakat Pekerja serta Faktor yang Memengaruhinya

Sumber : Depkes RI, 1992

Lingkungan Individu Lingkungan Kerja

Pelayanan Kesehatan Kerja Faktor

Genetik

Status Kesehatan Masyarakat Pekerja

(43)

2.4. Penyakit Kulit Akibat Kerja

Penyakit kulit akibat kerja atau Occupational Dermatitis adalah segala kelainan pada kulit yang diakibatkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja, sebagian besar disebabkan oleh karena pekerja kontak dengan bahan-bahan yang dipergunakan, diolah atau dihasilkan oleh pekerjaan tersebut.

Penyebab dari penyakit ini dapat digolongkan atas: a. Faktor Mekanik

Gesekan, tekanan trauma, menyebabkan hilangnya barrier sehingga memudahkan terjadinya sekunder infeksi. Penekanan kronis menimbulkan penebalan kulit seperti pada kuli bangunan dan pelabuhan.

b. Faktor Fisik

1. Suhu tinggi di tempat kerja dapat menyebabkan miliara, combustion.

2. Suhu rendah menyebabkan chillblains, trenchfoot, frostbite.

3. Kelembaban yang menyebabkan kulit menjadi basah, hal ini dapat menyebabkan malerasi, paronychia dan penyakit jamur.

c. Faktor Biologi

Bakteri, virus, jamur, serangga, kutu, cacing menyebabkan penyakit pada karyawan pelabuhan, rumah potong, pertambangan, peternakan, tukang cuci dan lain-lain.

d. Faktor Kimia

(44)

Menurut Gilles et.al (1990), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit kulit akibat kerja adalah:

1. Ras 2. Tipe kulit

3. Pengeluaran keringat 4. Iklim/musim

5. Terdapat penyakit kulit lain 6. Personal hygiene

7. Pengetahuan 8. Tindakan

2.5. Dermatitis Kontak Akibat Kerja

Kulit terdiri dari dua lapisan, yaitu epidermis dan dermis. Beberapa fungsi kulit adalah sebagai berikut:

1. Mempertahankan seluruh bagian tubuh

2. Mencegah terjadinya kehilangan cairan tubuh yang esensial

3. Melindungi dari masuknya zat-zat kimia beracun dari lingkungan dan mikroorganisme

4. Fungsi-fungsi imunologis

5. Melindungi dari kerusakan akibat radiasi sinar ultraviolet 6. Mengatur suhu tubuh dan sintesis vitamin D

(45)

Apabila faktor pekerjaan dianggap sebagai penyebab timbulnya dermatitis, maka riwayat yang rinci, termasuk informasi pasti tentang sifat pekerjaan seorang individu merupakan hal yang penting. Hendaknya informasi yang disertakan bukan hanya tentang pekerjaan pekerja yang sekarang, tetapi juga informasi yang rinci tentang pekerjaannya di masa lalu.

Riwayat perbaikan dari kondisi dermatitis selama waktu liburan merupakan ciri khas dermatitis akibat kerja. Selidikilah informasi mengenai bahan yang ditangani dalam melaksanakan pekerjaannya, dan apakah telah terjadi suatu perubahan yang bersamaan dengan permulaan timbulnya dermatitis. Bermanfaat juga untuk mengetahui apakah teman sekerjanya juga menghadapi masalah yang sama. Melakukan pengamatan terhadap pekerja dilingkungan kerjanya sering berguna untuk menentukan penyebab timbulnya dermatitis (Robin, 2005).

Dermatitis akibat kerja adalah kelainan pada kulit yang disebabkan oleh pekerjaan dan atau lingkungan kerja. Istilah lain untuk dermatosis akibat kerja adalah penyakit kulit yang timbul karena hubungan kerja. Penyakit tersebut timbul pada waktu tenaga kerja bekerja melakukan pekerjaannya atau disebabkan oleh faktor-faktor yang berada pada lingkungan kerja (Suma’mur, 2009).

(46)

Menurut Fregert (1986), beberapa keadaan yang harus mendapat perhatian dalam suatu penelitian akan kecurigaan akibat dari pekerjaan adalah:

1. Adanya kontak dengan bahan-bahan yang diketahui menimbulkan dermatitis baik bahan yang sudah ada selama bertahun-tahun maupun bahan yang baru saja diperkenalkan dapat menjadi penyebabnya.

2. Adanya dermatitis dengan tipe serupa pada orang-orang lain yang bekerja pada pekerjaan yang sama. Jika banyak orang yang terkena pada suatu tempat kerja dalam saat yang bersamaan, maka keadaan tersebut lebih mungkin merupakan reaksi iritan dari reaksi alergi.

3. Adanya waktu antara kontak dan timbulnya kelainan.

4. Serangan terjadi ketika melakukan pekerjaan tertentu, sementara kesembuhan dapat dilihat ketika melakukan pekerjaan lainnya atau ketika cuti sakit, liburan ataupun setelah berakhir pekan.

5. Jika ada hubungan antara riwayat penyakit dan reaksi test yang positif, maka hal ini merupakan bukti yang kuat.

2.5.1. Dermatitis Kontak Iritan

(47)

zat kimia atau faktor lainnya. Setelah beberapa waktu kulit akan mengering, terasa nyeri, mengalami perdarahan, dan pecah-pecah. Begitu kontak dihentikan, kulit akan pulih kembali. Umumnya, proses penyembuhan akan memakan waktu sampai beberapa bulan. Selama waktu tersebut, kulit akan menjadi rentan terhadap kerusakan daripada yang biasanya, sehingga memerlukan upaya perlindungan (Widyastuti, 2006).

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Penderita iritasi kulit terutama yang yang disebabkan oleh kelainan ringan, sering tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh. Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan adalah bahan yang bersifat iritan seperti bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisik (Djuanda, 2008).

Dari segi pandangan praktis, dikenal dua tipe utama dermatitis kontak iritan yaitu:

1. Dermatitis kontak iritan tipe akut, reaksi ini bisa beraneka ragam dari nekrosis hingga keadaan yang tidak lebih dari pada sedikit dehidrasi (kering) dan kemerahan.

(48)

kemudian tersebar semakin nyata sampai pada pergelangan tangan. Tandanya berupa vesikel, kekeringan dan merekah (Taylor, 2003).

Dermatitis kontak iritan yang terjadi setelah pemaparan pertama kali disebut dermatitis kontak iritan akut, sedangkan dermatitis kontak iritan yang terjadi setelah kontak yang berulang disebut dermatitis kontak iritan kronis dan biasanya terjadi karena agen fisika seperti dampak mekanik, panas dan dingin, kelembaban atau cahaya matahari (Robin, 2005).

Jenis dermatitis kontak iritan kumulatif atau kronis adalah yang paling sering terjadi. Penyebabnya adalah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (faktor fisik misalnya, gesekan, kelembaban rendah, panas atau dingin, deterjen, sabun, pelarut, tanah bahkan air). Kelainan pada kulit baru nyata setelah kontak bermingu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor penting. Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis). Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris. Keluhan penderita umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak (Djuanda, 2008).

(49)

Sifat berbahaya utama penyebab terjadinya iritasi kulit adalah: 1. Kelarutan

2. pH

3. Ukuran molekul

4. Keadaan fisik, ionisasi dan polaritas 5. Konsentrasi pengiritasi dalam suatu bahan

Sifat utama yang berisiko dari iritasi kulit adalah: 1. Lama masa kontak

2. Intensitas dengan kontak

3. Penyumbatan (Farage et.al, 2007).

Prevalensi dermatitis akibat kerja dapat diturunkan melalui pencegahan yang sempurna, antara lain:

1. Pendidikan

2. Memakai alat pelindung diri 3. Melaksanakan uji tempel 4. Pemeriksaan kesehatan berkala

(50)

2.6. Sektor Informal

Sektor informal adalah ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri :

1. Tidak menggunakan pola kegiatan yang diatur oleh sistem-sistem manajemen profesional, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun penerimaannya. Pada umumnya tidak tersentuh oleh peraturan dan ketentuan yang tetapkan oleh pemerintah

2. Modal, peraturan dan perlengkapan maupun omsetnya biasanya kecil 3. Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai izin usaha

4. Tidak selalu menggunakan keahlian dan keterampilan formal sehingga secara luwes dapat menyerap tenaga kerja dengan bermacam-macam tingkat pendidikan 5. Umumnya tiap-tiap satuan mempekerjakan tenaga dari lingkungan keluarga,

kenalan atau berasal dari daerah yang sama

6. Tidak menggunakan sistem manajemen sumber daya waktu, sumber daya manusia, permodalan, secara modern dan informal (Yustika, 2000).

2.6.1. Sektor Kelautan dan Perikanan

(51)

lautan dan selama ini telah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi keberhasilan pembangunan nasional (Nasution, 2005).

Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang memiliki peranan dalam pembangunan ekonomi nasional, khususnya dalam bidang penyediaan bahan pangan protein, perolehan devisa dan penyediaan lapangan kerja. Sektor perikanan selama ini belum mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dan kalangan pengusaha, padahal jika sektor perikanan dikelola secara serius akan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pembangunan ekonomi nasional serta dapat mengentaskan kemiskinan masyarakat Indonesia terutama masyarakat nelayan dan petani ikan (Subri, 2005).

Sesudah ikan-ikan didaratkan lalu ditampung oleh pemborong ikan basah ataupun pengecer-pengecer yang langsung membeli di tepi pantai. Oleh pemborong ikan-ikan basah dan pengecer-pengecer ini, ikan-ikan tersebut dimasukkan ke dalam peti/tong kayu yang telah dilapisi terlebih dahulu dngan hancuran es setebal ±7 cm, lalu dimasukkan ikan-ikan, diselingi dengan lapisan es. Di atas sekali dari lapisan-lapisan ini dilapisi lagi dengan es. Dengan demikian, pengumpul ikan-ikan basah dapat menjualnya ke luar daerah atau ke pusat-pusat konsumen (Subri, 2005).

2.7. Landasan Teori

(52)

yang menimbulkan dua kali lipat kerugian yaitu kerugian waktu kerja dan kerugian dalam biaya pengobatan oleh perusahaan (Silalahi, 1985).

Penyakit akibat kerja dapat terjadi karena disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerjanya (Depkes RI, 1994). Pencegahan penyakit akibat kerja dapat diawali dengan memperhatikan keseimbangan tiga faktor dalam kesehatan kerja agar tidak mengalami gangguan. Ganguan keseimbangan ini berupa kapasitas kerja, beban kerja dan beban tambahan akibat lingkungan kerja (Suma’mur, 2009).

Pencegahan penyakit akibat kerja salah satunya dilakukan dengan melakukan upaya pengendalian terhadap lingkungan kerja, salah satunya dengan tersedianya fasiilitas pekerjaan berupa alat pelindung diri di tempat kerja. Untuk mewujudkan suatu tindakan pencegahan tidak terlepas dengan ketersediaan fasilitas pekerjaan ditempat kerja. Alat pelindung diri merupakan salah saatu bentuk dari fasilitas pekerjaan yang harus tersedia di tempat kerja agar pekerja dapat bekerja dengan lebih aman untuk kesehatannya. Fasilitas pekerjaan ini nantinya akan menunjang/mendorong dalam melakukan atau tidak melakukan untuk tindakan pencegahan kepada pekerja pengemasan ikan.

Notoatmodjo membagi ranah perilaku menjadi tiga bagian yaitu, pengetahuan (Knowledge), sikap (Attitude) dan Tindakan (Practice). Bentuk operasional perilaku ini dapat dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu :

(53)

b. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan terhadap keadaan atau rangsangan dari luar subjek

c. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah nyata (konkrit) berupa perbuatan (action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2010).

2.8. Kerangka Konsep

[image:53.610.127.518.275.478.2]

Berdasarkan Gambar 2.3. di atas, diketahui bahwa variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, dan upaya pencegahan, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian iritasi kulit pada pekerja pengemasan ikan.

Gambar 2.3. Bagan Kerangka Konsep Penelitian Upaya Pencegahan

Kejadian Iritasi Kulit Pengetahuan

(54)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei dengan pendekatan cross sectional untuk menganalisis pengaruh faktor pengetahuan, sikap dan upaya pencegahan terhadap kejadian iritasi kulit pada pekerja pengemasan ikan di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara. Alasan penelitian dilakukan di lokasi ini adalah:

1. Belum pernah dilakukan penelitian yang sejenis di Kecamatan Tanjung Tiram kepada pekerja pengemasan ikan.

2. Pada survei awal yang dilakukan oleh peneliti kepada beberapa orang pekerja disalah satu tempat pengemasan ikan yang ada di Kecamatan Tanjung Tiram, terdapat beberapa pekerja pengemasan ikan yang mengalami gatal-gatal pada tangan yang merupakan gejala iritasi kulit dan apabila pekerja istirahat beberapa hari, maka gejala tersebut hilang dan kambuh kembali apabila mereka bekerja kembali ke tempat yang sama sebelumnya.

(55)

sekitar 3-4 jam dalam satu kali proses kerja pengemasan ikan dengan hari kerja 7 hari dalam seminggu tanpa hari libur.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini membutuhkan waktu selama 6 (enam) bulan terhitung bulan Februari sampai dengan Juli 2012.

3.3. Populasi dan Sampel

Yang dimaksud dengan populasi/objek dari penelitian ini adalah semua pekerja diseluruh tempat pengemasan ikan yang ada di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara yang berjumlah 4 tempat pengemasan ikan. Lokasi pengemasan I memiliki 5 orang pekerja, lokasi II memiliki 3 orang pekerja, lokasi III memiliki 11 orang pekerja dan lokasi IV memiliki 13 pekerja, jadi jumlah pekerja pengemasan ikan yang terdapat di Kecamatan Tanjung Tiram berjumlah 32 orang pekerja dan sekaligus menjadi sampel dalam penelitian ini.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui:

1. Diagnosis langsung oleh dokter spesialis kulit untuk mengetahui pekerja yang dengan iritasi kulit dan tanpa iritasi kulit.

(56)

3. Observasi dengan mengamati tahapan-tahapan dalam satu kali proses kerja pengemasan ikan.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Kantor Kecamatan Tanjung Tiram setempat untuk mengetahui gambaran umum lokasi penelitian yang berada di wilayah Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauhmana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel dengan skor total variabel pada analisis reliability

dengan melihat nilai correlation corrected item, dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya.

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel (Sugiyono, 2006). Nilai r Tabel dalam penelitian ini menggunakan critical value of the product moment pada taraf signifikan 95%, maka untuk sampel 15 orang yang diuji nilai r-Tabelnya adalah sebesar 0,514. Uji ini dilakukan pada pekerja pengemasan ikan yang ada di Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara.

(57)

yang tidak valid dan reliabel yaitu “Peti/fiber tempat pengemasan ikan dilapisi dengan kantung plastik dan Peti/fiber tempat pengemasan ikan dibersihkan sebelum dan sesudah dipakai” masing-masing r-hitungnya 0,226 dan 0,351 yang masih dibawah dari nilai r-tabel yaitu 0,514.

[image:57.610.110.510.320.697.2]

Hasil uji validitas dan reliabilitas instrument penelitian (kuesioner) dapat dilihat pada tabel 3.1. berikut ini:

Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument Penelitian (Kuesioner) di Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara

Pertanyaan Corrected I Item Total Corelation

Cronchbach’s Alpha Item

Delated

Valid dan Reliabel

Pengetahuan P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 Sikap S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 0,722 0,689 0,831 0,702 0,820 0,799 0,764 0,898 0,829 0,831 0,897 0,795 0,917 0,669 0,791 0,646 0,750 0,669 0,811 0,709 0,769 0,853 0,958 0,959 0,955 0,959 0,955 0,956 0,957 0,953 0,955 0,955 0,953 0,956 0,927 0,939 0,933 0,940 0,935 0,939 0,932 0,937 0,934 0,930

(58)

Tabel 3.1 (Lanjutan) Upaya Pencegahan UP1 UP2 UP3 UP4 UP5 UP6 UP7 UP8 UP9 UP10 UP11 UP12 UP13 UP14 UP15 UP16 UP17 UP18 UP19 UP20 UP21 UP22 0,830 0,822 0,721 0,771 0,738 0,771 0,754 0,704 0,769 0,875 0,813 0,751 0,797 0,704 0,830 0,916 0,738 0,738 0,754 0,754 0,875 0,754 0,972 0,972 0,973 0,972 0,973 0,972 0,973 0,973 0,972 0,972 0,972 0,973 0,972 0,973 0,972 0,971 0,973 0,973 0,973 0,973 0,972 0,973

Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Dependen

Variabel dependen yaitu kejadian iritasi kulit adalah gangguan kesehatan akibat kerja berupa kelainan kulit pada pekerja pengemasan ikan.

3.5.2. Variabel Independen

(59)

a. Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui responden tentang iritasi kulit, dan upaya pencegahannya.

b. Sikap adalah respons atau tanggapan responden tentang iritasi kulit, dan upaya pencegahannya.

c. Upaya Pencegahan adalah suatu upaya yang dilakukan atau bentuk tindakan pekerja pengemasan ikan dalam hal pencegahan iritasi kulit serta ketersediaan fasilitas pekerjaan yang disediakan oleh pihak pemborong ikan sepeti sarung tangan, sepatu boots, wastafel dan sabun mandi.

3.6. Metode Pengukuran

a. Pengukuran Variabel Dependen

Pengukuran variabel dependen (kejadian iritasi kulit) didasarkan dari pemeriksaan langsung oleh dokter spesialis kulit kepada pekerja pengemasan ikan dengan hasil ukur iritasi kulit atau tidak iritasi kulit yang ditandai dengan gejala seperti kulit mengering, terasa nyeri, mengalami perdarahan, pecah-pecah, gatal-gatal, kulit keras dan mengkerut serta merah pada kulit. Selanjutnya dikategorikan menjadi:

1. Iritasi kulit/positif

(60)

b. Pengukuran Variabel Independen 1. Variabel Pengetahuan

Pengukuran variabel pengetahuan didasarkan dari 12 pertanyaan yang diajukan dengan alternatif jawaban benar dan salah, dimana untuk setiap pertanyaan untuk setiap responden yang menjawab benar diberikan skor 1 dan salah diberikan skor 0. Total skor berjumlah 12. Selanjutnya dikategorikan menjadi:

1. Baik, jika responden memperoleh skor ≥ median skor 6

2. Tidak Baik, jika responden memperoleh skor < median skor 6 2. Variabel Sikap

Pengukuran variabel sikap didasarkan dari 10 pertanyaan yang diajukan dengan alternatif jawaban:

a. Setuju diberi skor 1 b. Tidak Setuju diberi skor 0

Jadi total skor untuk variabel sikap adalah 10. Selanjutnya dikategorikan menjadi:

1. Baik, jika responden memperoleh skor ≥ median skor 5 2. Tidak Baik, jika responden memperoleh skor < median skor 5 3. Variabel Upaya Pencegahan

Pengukuran variabel upaya pencegahan didasarkan dari 22 pertanyaan yang diajukan dengan alternatif jawaban :

(61)

Jadi total skor untuk variabel upaya pencegahan adalah 22. Selanjutnya dikategorikan menjadi :

1. Baik, jika responden memperoleh skor ≥ median skor 11 2. Tidak Baik, jika responden memperoleh skor < median skor 11

3.7. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini mencakup:

1. Analisis univariat, yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal variabel-variabel independen dan dependen dalam bentuk distribusi frekuensi.

2. Analisis bivariat, yaitu untuk melihat hubungan variabel independen dengan dependen menggunakan uji chi-square pada taraf kepercayaan 95% (p<0,05). 3. Analisis multivariat, yaitu analisis untuk melihat pengaruh antara variabel

(62)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Lokasi Pengemasan Ikan

Daerah penelitian adalah Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara. Kecamatan Tanjung Tiram adalah daerah pinggiran pantai yang memiliki luas wilayah 173,79 km². Sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian dari hasil laut, sehingga memungkinkan untuk berkembangnya usaha sektor informal di Kecamatan Tanjung Tiram. Di Kecamatan tanjung Tiram memiliki 4 tempat/lokasi pengemasan ikan yang masing-masing tempat/lokasi pengemasan ikan mempunyai jumlah pekerja yang berbeda-beda. Lokasi pengemasan I memiliki 5 orang pekerja, lokasi pengemasan II memiliki 3 orang pekerja, lokasi pengemasan III memiliki 11 orang pekerja dan lokasi pengemasan IV memiliki 13. Jadi jumlah pekerja pengemasan ikan yang terdapat di kecamatan Tanjung Tiram berjumlah 32 orang.

(63)

4.2. Proses Kerja

Proses kerja dari pengemasan ikan ini memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Pembersihan 2. Pemilahan 3. Penimbangan 4. Pengemasan 1. Pembersihan

Pada tahap ini, setelah ikan dibeli dari nelayan, kemudian ikan diletakkan di atas meja dan dibersihkan dengan menggunakan air. Proses kerja pembersihan ini menghabiskan waktu ± 20 menit dalam satu kali proses pengemasan ikan.

2. Pemilahan

Pada tahap ini, setelah ikan selesai dibersihkan, ikan kemudian dipilah sesuai dengan jenis dan besarnya masing-masing dan diletakkan didalam keranjang. Proses kerja pemilahan ikan ini menghabiskan waktu ± 60 menit dalam satu kali proses pengemasan ikan.

3. Penimbangan

(64)

4. Pengemasan

(65)

4.3. Karakteristik Responden

[image:65.610.113.509.232.541.2]

Karakteristik responden dalam penelitian ini yaitu umur, status perkawinan, pendidikan dan masa kerja.

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Pekerja Pengemasan Ikan di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara

No Karakteristik Pekerja Pengemasan Ikan Jumlah (n)

Persentase (%) 1 Umur

≤ 31 tahun 17 53,1

> 31 tahun 15 46,9

Total 32 100

2 Status Perkawinan

Kawin 21 68,6

Belum Kawin 11 34,4

Total 32 100

3 Pendidikan Tidak Tamat SD SMP SMA 4 15 5 7 12,5 46,9 15,6 21,9

S1 1 3,1

Total 32 100

4 Masa Kerja

≤ 5 tahun 17 53,1

> 5 tahun 15 46,9

Total 32 100

(66)

kelompok umur ≤ 31 tahun yaitu sebanyak 17 orang (53,1%), dan mayoritas sudah kawin yaitu sebanyak 21 orang (65,6%), dan berpendidikan mayoritas menamatkan SD yaitu sebanyak 15 orang (46,9%) serta mayoritas mempunyai masa kerja ≤ 5 tahun yaitu sebanyak 17 orang (53,1%). Masa kerja dibedakan atas nilai tengah (median) yaitu 5 tahun, hal ini untuk mencegah timbulnya frekuensi nol pada kelompok tertentu yang menyebabkan ketidakseimbangan proporsi masa kerja.

4.4. Analisis Univariat

Analisis yang menggambarkan secara tunggal variabel-variabel independen dan dependen dalam bentuk distribusi frekuensi.

4.4.1. Pengetahuan Pekerja Pengemasan Ikan

(67)
[image:67.610.119.507.165.644.2]

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pekerja Pengemasan Ikan berdasarkan Pengetahuan tentang Iritasi Kulit di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara

No. Pengetahuan Benar Salah Total

N % n % N %

1 Iritasi kulit pada pekerja pengemasan ikan adalah iritasi yang disebabkan oleh proses pekerjaan pengemasan ikan

14 43,8 18 56,2 32 100

2 Iritasi kulit merupakan jenis penyakit yang diperoleh dari tempat kerja

13 40,6 19 59,4 32 100

3 Iritasi kulit adalah iritasi yang diperoleh dari pekerjaan karena faktor kontak langsung dengan air, ikan dan es yang berulang-ulang saat melakukan proses kerja pengemasan ikan

11 34,4 21 65,6 32 100

4 Kulit kemerahan, gatal-gatal, kasar, mengkerut dan pecah-pecah adalah gejala iritasi kulit

7 21,9 25 78,1 32 100

5

6

7

Pekerja pengemasan ikan yang tidak menjaga kebersihan diri akan lebih rentan mengalami iritasi kulit Proses kerja pengemasan ikan yang menghabiskan waktu 3-4 jam dalam satu kali proses kerja pengemasan, merupakan hal yang memperberat bagi pekerja pengemasan ikan untuk mengalami iritasi kulit

Jam kerja yang tidak beraturan pada pekerja pengemasan ikan menyebabkan pekerja kontak terus dengan air,es dan ikan, sehingga pekerja lebih rentan mengalami terjadinya iritasi kulit

(68)

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui sebanyak 14 orang (43,8%) menjawab benar bahwa iritasi kulit pada pekerja pengemasan ikan adalah iritasi yang disebabkan oleh proses pekerjaan pengemasan ikan dan selebihnya 18 orang (56,2%) menjawab salah, 13 orang (40,6%) menjawab benar bahwa iritasi kulit merupakan jenis penyakit yang diperoleh dari tempat kerja dan selebihnya 19 orang (59,4%) menjawab salah, 11 orang (34,4%) menjawab benar bahwa iritasi kulit adalah iritasi yang diperoleh dari pekerjaan karena faktor kontak langsung dengan air, ikan dan es yang berulang-ulang saat melakukan proses kerja pengemasan ikan dan selebihnya 21 orang (65,6%) menjawab salah.

Tabel 4.2 (Lanjutan) 8 Hari kerja yang tidak ada hari

libur dalam seminggu kerja, juga memperburuk terjadinya iritasi kulit pada pekerja pengemasan ikan

11 34,4 21 65,6 32 100

9 Membersihkan tangan dengan sabun menggunakan air bersih setiap selesai melakukan proses kerja pengemasan ikan dapat mencegah timbulnya iritasi kulit

19 59,4 13 40,6 32 100

10 Menggunakan sarung tangan dapat mencegah terjadinya iritasi kulit

18 56,2 14 43,8 32 100

11

12

Penggunaan sarung tangan adalah satu sarung tangan untuk satu pekerja

Sarung tangan yang digunakan pada saat pengemasan ikan adalah sarung tangan yang kedap air dan terbuat dari karet

(69)

Sebanyak 7 orang (21,9%) menjawab benar bahwa kulit kemerahan, gatal-gatal, kasar, mengkerut dan pecah-pecah adalah gejala iritasi kulit dan selebihnya 25 orang (78,1%) menjawab salah, 19 orang (59,4%) menjawab benar bahwa pekerja pengemasan ikan yang tidak menjaga kebersihan diri akan lebih rentan mengalami iritasi kulit dan selebihnya 13 orang (40,6%) menjawab salah, 12 orang (37,5%) menjawab benar bahwa proses kerja pengemasan ikan yang menghabiskan waktu 3-4 jam dalam satu kali proses kerja pengemasan, merupakan hal yang memperberat bagi pekerja pengemasan ikan untuk mengalami iritasi kulit dan selebihnya 20 orang (62,5%) menjawab salah, 13 orang (40,6%) menjawab benar bahwa jam kerja yang tidak beraturan pada pekerja pengemasan ikan menyebabkan pekerja kontak terus dengan air, es dan ikan, sehingga pekerja lebih rentan mengalami iritasi kulit dan selebihnya 19 orang (59%,4) menjawab salah.

Sebanyak 11 orang (34,4%) menjawab benar bahwa hari kerja yang tidak ada hari libur dalam seminggu kerja, juga memperburuk terjadinya iritasi kulit pada pekerja pengemasan ikan dan selebihnya 21 orang (65,6%) menjawab salah, 19 orang (59,4%) menjawab benar bahwa membersihkan tangan dengan sabun menggunakan air bersih setiap selesai melakukan proses kerja pengemasan ikan dapat mencegah timbulnya iritasi kulit dan selebihnya 13 orang (40,6%) menjawab salah, 18 orang (56,2%) menjawab benar bahwa menggunakan sarung tangan dapat mencegah terjadinya iritasi kulit dan selebihnya 14 orang (43,8%) menjawab salah.

(70)

(50,0%) menjawab salah, dan 23 orang (71,9%) menjawab benar bahwa sarung tangan yang digunakan pada saat pengemasan ikan adalah sarung tangan yang kedap air dan terbuat dari

Gambar

Gambar 2.2. Status Kesehatan Masyarakat Pekerja serta Faktor yang  Memengaruhinya
Gambar 2.3. Bagan Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument Penelitian (Kuesioner) di Kecamatan  Talawi Kabupaten Batu Bara
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Pekerja Pengemasan Ikan di Kecamatan   Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Simpulannya adalah permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik di kelas VIII E dalam menulis teks deskriptif bertutut-turut, adalah (1) tata bahasa, (2) ide, (3) kata

Lengkapi  program  berikut  dengan  mendefinisikan  fungsi  jumDigit   untuk  menghitung  jumlah  dari  seJap  digit  bilangan

6. Jika 27 gram Al direaksikan dengan 24 gram S, maka berdasarkan hukum Proust, pernyataan berikut yang benar adalah.. Jika dalam senyawa kalsium oksida terdapat 4 gram Ca

Sehingga dengan menggunakan media benda konkrit dan kegiatan pada pembelajaran saintifik ini dapat membantu siswa tunarungu dalam pembelajaran, dan menjembatani

Denah yang baik untuk bangunan rumah di daerah gempa adalah sebagai berikut: (Sumber: (Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan.. Gempa,

Hasil uji korelasi antara persepsi kepuasan dengan kategori hubungan operator–pasien pada profesi tukang gigi tidak menunjukan nilai yang signifikan (p=0.143)

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

Mesin gergaji adalah mesin yang digunakan untuk memotong benda kerja dengan menggunakan motor listrik sebagai penggerak utamanya. Mesin gergaji ini digunakan untuk