• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri(Studi di Pengadilan Negeri Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektifitas Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri(Studi di Pengadilan Negeri Medan)"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI

( STUDI DI PENGADILAN NEGERI MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas –Tugas Dan Memenuhi Syarat – Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH

FANNY DWI LESTARI 090200275

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

EFEKTIFITAS MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI

( STUDI DI PENGADILAN NEGERI MEDAN )

SKRIPSI OLEH

FANNY DWI LESTARI 090200275

Program Kekhususan Hukum Perdata BW Disetujui

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

( Dr. H. Hasim Purba, SH.M.Hum ) NIP. 1966033185081001

Pembimbing I, Pembimbing II,

( Muhammad Husni, SH. M.H ) ( Maria Kaban, SH. M.Hum ) NIP. 195802021988031004 NIP. 196012251987032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah, SWT karena berkat hidayah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa penulis panjatkan kehadirat nabi besar Muhammad SAW, yang telah membimbing umat manusia dari masa kegelapan menuju jalan yang terang benderang.

Penulisan skripsi ini adalah sebagai suatu persyaratan untuk kelak memperoleh gelar Sarjana Hukum Jurusan Keperdataan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Oleh karena itu, guna memenuhi persyaratan tersebut, penulis mencoba skripsi dengan judul : “ EFEKTIFITAS MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI ( Studi di Pengadilan Negeri Medan ).”

(4)

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan-bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr Syahrial Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM). Sp. A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah membina dan memberikan pandangannya dalam pendidikan di dalam kampus maupun di luar kampus.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I, Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, M.Hum,DMF selaku Pembantu Dekan II, Bapak Muhammad Husni, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan III yang juga sebagai Pembimbing Dosen I, dan Ibu Maria Kaban, SH, M.Hum selaku Pembimbing Dosen II yang telah dengan tulus ikhlas memberikan petunjuk, kritik dan bimbingan yang sangat berguna sehingga skripsi ini dapat segera selesai disusun.

3. Bapak DR.H..Hasyim Purba, SH, M.Hum selaku Dosen dan Ketua Departemen Jurusan Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah banyak memberikan saran-saran serta pengarahan kepada penulis di saat akan dilakukan penulisan pada skripsi ini.

4. Bapak Hemat Tarigan, SH, M.Hum selaku dosen wali penulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(5)

6. Seluruh staf Biro Pendidikan, serta teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah banyak memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini

7. Ibu Nahla, SH selaku Panitera di pengadilan yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

8. Bapak Dahlan Sinaga, SH, M.Hum yang telah membantu menerangkan kepada penulis mengenai prosedur mediasi dan pengalamannya sebagai hakim mediator di pengadilan

Dan rasanya suatu Kebanggaan tersendiri yang di dalam kesempatan ini Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Ayahanda Irawan dan Ibunda Ida Nur Apriani atas perjuangan dan pengorbanannya selama bertahun-tahun mendidik dan mengasuh penulis selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang tiada hentinya kepada mama karena sampai saat ini mama tak henti-hentinya mencurahkan kasih sayang dan doa yang tiada henti untuk keberhasilan penlis. Dengan pengertian dan kesabaran memberikan dorongan kepada penulis untuk bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.( I love you mom, you are a stronger woman I have ever known. I miss you dad, i know wherever you are, you always prayer for me dad, thanks dad for always loving me.) 2. Dan juga kepada kakanda Dahwana Syahputra, Amd dan adikku

(6)

3. Ibu Lisdayani yang telah memberikan kasih sayang dan nasihat-nasihat yang sangat berguna bagi keberhasilanku suatu hari nanti.

4. Bapak Agus Pranata yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk selalu berjuang dalam mencapai keberhasilan.

5. Sahabatku Endah Sulistyaningrum, Gusti Ramdhani, Ade Kumala Sari, Dewi Ratih, Selvynna Mamahit, Windha, Novan, Rizky, Tesa, Kak Pupu yang telah memberikan motivasi dan semangat yang sangat besar kepadaku dalam penyelesaian skripsi ini

6. Dan kepada teman-teman Mahasiswa baik teman satu angkatan junior seluruhnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namanya serta senior yang banyak memberikan arahan-arahan serta bimbingan kepada saya.

Terakhir sebagai penutu kata, penulis mengharapkan agar tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis sendiri di dalam menambah wawasan ilmu hukum pada umumnya di bidang mediasi di pengadilan khususnya, dan penulis berdoa semoga ilmu yang telah penulis dapatkan dapat dipergunakan untuk kepentingan agama, nusa, maupun bangsa.

Medan, April 2013 Hormat Penulis

(7)

ABSTRAK

*Fanny Dwi Lestari

**M. Husni, SH, M.H dan ***Maria Kaban, SH, M.Hum

Semakin pesatnya perkembangan zaman, maka semakin banyak sengketa yang terjadi di muka bumi ini, karena adanya hal-hal tertentu yang membuat para pihak berkepala dingin dan memiliki keegoisan dalam menghadapi suatu hal tersebut. Untuk menyelesaikan suatu sengketa tersebut dapat dilakukan melalui pengadilan, dan pasti akan semakin bertumpuknya perkara di pengadilan. Karena perkembangan zaman tersebut diperlukanlah penyelesaian sengketa dengan cara cepat, sederhana dan biaya murah. Penyelesaian sengketa seperti ini salah satunya dapat dilakukan melalui mediasi, mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan cara damai yang dibantu oleh pihak ketiga yaitu mediator. Dalam perkembangan selanjutnya mediasi sudah masuk ke ranah pengadilan yang didasari oleh Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan. Di dalam PERMA ini dijelaskan bagaimana tata cara mediasi serta bagaimana cara kerja mediator di dalam pelaksanaan mediasi di pengadilan. Ketentuan ini memberikan kebaikan kepada para pihak dan individu dalam melakukan mediasi karena dapat terlaksananya dengan baik mediasi tersebut.

Penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dalam mewujudkan tulisan ini, dengan cara melakukan penelitian terhadap pustaka dan melakukan penelitan secara langsung mengenai efektifitas penyelenggaraan mediasi di Pengadilan Negeri Medan yang merupakan bagian dari lingkungan badan peradilan Indonesia, penelitian dengan melakukan wawancara langsung dengan hakim meditor.

Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis maka didapatilah pengetahuan mengenai mediasi di pengadilan, prosedur mediasi, efektifitas mediasi dan mediator serta bagaiamana penerapan PERMA No.1 Tahun 2008 tersebut di Pengadilan Negeri Medan. Penulis juga mendapati pengetahuan mengenai penyebab-penyebab mengapa mediasi itu tidak berjalan dengan baik atau kurang efektifitas dalam melakukan penyelesaian sengketa.

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 9

D. Keaslian Penulisan ... 11

E. Tinjauan Kepustakaan ... 11

F. Metode Penelitian ... 15

G. Sistematika Penulisan... 17

BAB II : MEDIASI SEBAGAI SALAH SATU CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA A. Pengertian Umum Tentang Mediasi ... 20

B. Sejarah Perkembangan Mediasi di Indonesia ... 33

C. Kekuatan Dan Kelemahan Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Perdata ... 42

D. Faktor-Faktor Yang Mendorong Para Pihak Sengketa Melakukan Mediasi ... 47

BAB III : MEDIATOR SELAKU PENENGAH DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA A. Pengertian Umum Tentang Mediator ... 52

(9)

C. Peranan Mediator dalam Menyelesaikan Sengketa Perdata ... 61 D. Mediasi Dan Mediator Di Dalam PERMA No. 1 Tahun

2008 ... 66 BAB IV : EFEKTIFITAS MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN

SENGKETA PERDATA MELALUI MEDIASI DI DALAM PENGADILAN NEGERI MEDAN

A. Dasar Hukum Pemberdayaan Mediasi di Pengadilan Negeri ... 71 B. Prinsip Dan Prosedur Pelaksanaan Mediasi Yang

Dilakukan Oleh Mediator di Pengadilan Negeri Medan dalam Penyelesaian sengketa perdata ... 79 C. Faktor-Faktor Penghambat Pelaksanaan Mediasi Dalam

Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri Medan ... 89 D. Efektifitas Mediasi Dan Mediator Dalam Menyelesaikan

Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri Medan ... 92 E. Pelaksanaan Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa

Perdata di Pengadilan Negeri Medan ... 96 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

(10)

ABSTRAK

*Fanny Dwi Lestari

**M. Husni, SH, M.H dan ***Maria Kaban, SH, M.Hum

Semakin pesatnya perkembangan zaman, maka semakin banyak sengketa yang terjadi di muka bumi ini, karena adanya hal-hal tertentu yang membuat para pihak berkepala dingin dan memiliki keegoisan dalam menghadapi suatu hal tersebut. Untuk menyelesaikan suatu sengketa tersebut dapat dilakukan melalui pengadilan, dan pasti akan semakin bertumpuknya perkara di pengadilan. Karena perkembangan zaman tersebut diperlukanlah penyelesaian sengketa dengan cara cepat, sederhana dan biaya murah. Penyelesaian sengketa seperti ini salah satunya dapat dilakukan melalui mediasi, mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan cara damai yang dibantu oleh pihak ketiga yaitu mediator. Dalam perkembangan selanjutnya mediasi sudah masuk ke ranah pengadilan yang didasari oleh Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan. Di dalam PERMA ini dijelaskan bagaimana tata cara mediasi serta bagaimana cara kerja mediator di dalam pelaksanaan mediasi di pengadilan. Ketentuan ini memberikan kebaikan kepada para pihak dan individu dalam melakukan mediasi karena dapat terlaksananya dengan baik mediasi tersebut.

Penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dalam mewujudkan tulisan ini, dengan cara melakukan penelitian terhadap pustaka dan melakukan penelitan secara langsung mengenai efektifitas penyelenggaraan mediasi di Pengadilan Negeri Medan yang merupakan bagian dari lingkungan badan peradilan Indonesia, penelitian dengan melakukan wawancara langsung dengan hakim meditor.

Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis maka didapatilah pengetahuan mengenai mediasi di pengadilan, prosedur mediasi, efektifitas mediasi dan mediator serta bagaiamana penerapan PERMA No.1 Tahun 2008 tersebut di Pengadilan Negeri Medan. Penulis juga mendapati pengetahuan mengenai penyebab-penyebab mengapa mediasi itu tidak berjalan dengan baik atau kurang efektifitas dalam melakukan penyelesaian sengketa.

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konflik atau sengketa adalah istilah-istilah yang sering ditemukan atau di dengar dalam kehidupan sehari-hari. Konflik atau sengketa bisa saja terjadi dikarenakan hal yang sepele, misalnya konflik antar tetangga yang mempermasalahkan batas tanah, sengketa pelanggaran perjanjian atau kontrak. Akan tetapi setiap orang sudah pasti tidak menginginkan suatu konflik atau sengketa terjadi di dalam kehidupannya.

Sebuah konflik, yakni sebuah situasi di mana dua pihak atau lebih dihadapkan pada perbedaan kepentingan, tidak akan berkembang menjadi sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasaan tidak puas atau keprihatinannya. Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa bilamana pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak atau keprihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain.1

1

Siti Megadianty Adam dan Takdir Rahmadi. 1997. “Sengketa dan Penyelesaiannya”.

Buletin Musyawarah Nomor 1 Tahun I. Jakarta: Indonesian Center for Environment Law,

hlm.1., dalam skripsi Ririn Bidasari hlm.25

(12)

penyelesaian konflik atau sengketa. Manusia selalu berusaha mencari bagaimana cara penyelesaian konflik dalam rangka untuk selalu mencapai posisi yang baik dan seimbang agar dapat tetap bertahan hidup. Apabila ada manusia yang tidak mau berusaha untuk mencari cara penyelesaian sengketa maka manusia tersebut memiliki fikiran dan jiwa yang tidak waras karena menghendaki adanya persengketaan tersebut.

Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui dua proses. Proses yang tertua melalui proses Litigasi yaitu melalui pengadilan. Dan kemudian berkembang proses penyelesaian sengketa ini melalui kerja sama atau koorpratif diluar pengadilan. Proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini disebut dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Hukum Acara Perdata merupakan keseluruhan peraturan yang bertujuan melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materil dengan perantaraan kekuasaan Negara. Perantaraan Negara dalam mempertahankan dan menegakan hukum perdata materil itu terjadi melalui peradilan dan cara ini lah yang disebut Litigasi.2

Pada dasarnya dalam cara Litigasi, inisiatif berperkara ada pada diri orang yang berperkara (dalam hal ini penggugat). Dengan kalimat lain ada atau tidak adanya sesuatu perkara, harus diambil oleh seseorang atau beberapa orang yang merasa, bahwa haknya atau hak mereka dilanggar, yaitu oleh penggugat atau para penggugat.3

2

Ibid. hlm.27 3

Satjipto Rahardjo, Perumusan Hukum di Indonesia, Bandung : Alumni, 1978, dalam skripsi Ririn Bidasari Tahun 2006 FakultasHukum USU, hlm 3

(13)

bersama, cendrung menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal, tidak responsif, dan menimbulkan permusuhan di antara pihak yang bersengketa.

Dewasa ini cara penyelesaian sengketa melalui peradilan mendapat kritik yang cukup tajam, baik dari praktisi maupun teoritisi hukum. Peran dan fungsi peradilan, dianggap mengalami beban yang terlampau padat (overloaded). Lamban dan buang waktu (waste of time). Biaya mahal (very expensive) dan kurang tanggap (unresponsive) terhadap kepentingan umum. Atau dianggap terlampau formalistic (formalistic) dan terlampau teknis (technically).4

Perkembangan penyelesaian sengketa melalui kerja sama (kooperatif) diluar pengadilan atau yang disebut dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang merupakan kebalikan penyelesaian sengketa

Apabila menggunakan penyelesaian dengan cara yang tidak sederhana dan biaya yang mahal maka akan terjadi penumpukan perkara di pengadilan. Para pihak yang berperkara juga harus menunggu sementara bukan hanya hal berperkara itu saja yang harus di selesaikan mereka melainkan masih banyak kebutuhan lain yang harus diselesaikan oleh para pihak. Untuk mengatasi penumpukan perkara tersebut maka perkembangan penyelesaian melalui kerja sama (koorperatif) di luar pengadilan ini sangat bermanfaat bagi para pihak yang menginginkan perkara mereka cepat selesai.

4

(14)

melalui Litigasi di dalam pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa menghasilkan kesepakatan yang bersifat “win-win solution”, dijamin kerahasian sengketa para pihak, terhindar dari keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif, menyelesaikan masalah secara komprehensif dalam kebersamaan dan tetap menjaga hubungan baik.

Penyelesaian sengketa dengan cara tersebut merupakan dambaan setiap orang karena memiliki sifat sederhana, cepat dan biaya ringan. Bersamaan dengan itu di dalam Hukum Acara Perdata yang terdapat suatu asas yang terdapat dan tercantum dalam penjelasan Undang-Undang No.48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan kehakiman, Pasal 2 angka 4 yang secara lengkap berbunyi :

“Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.5

1. Negosiasi (penyelesaian melalui perundingan secara bipartite / dua pihak)

Ada beberapa bentuk penyelesaian sengketa alternatif yang umum digunakan, misalnya :

2. Mediasi (negosiasi dengan dibantu oleh pihak ketiga yang disebut Mediator)

3. Arbitrase (Penyelesaian melalui pemeriksaan dan putusan oleh Arbiter)

4. Konsiliasi (negosiasi dengan dibantu pihak ketiga)

5

(15)

Salah satu bentuk penyelesaian sengketa alternatif yang biasa digunakan adalah melalui mediasi. Mediasi ini secara langsung merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan dalam proses persidangan di pengadilan. Penyelesaian sengketa perdata melalui mediasi ini dengan “win-win solution” yang menggunakan pengadilan sebagai sarana mediator dan sekaligus dapat berperan sebagai katup penekan. Yang diharapkan tidak hanya lebih efektif dan efesien bagi para pihak yang bersengketa, tapi juga bagi pengadilan yang bertugas menyelesaikan sengketa mereka, dalam hal mengurangi penumpukan perkara yang dapat berimplikasi pada konflik tersebut.

Mediasi merupakan suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan memutus.6

6

Gunawan Wijaya, 2001, Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada). hlm.30

(16)

pihak ketiga yang netral dan tidak memiliki kewenangan memutus (mediator). Berkaitan dengan hal itu, Mahkamah Agung mewajibkan penggunaan jasa mediasi sebagai upaya memaksimalkan perdamaian sebagaimana diatur dalam Pasal 130 HIR dan Pasal 154 Rbg. Lembaga sejenis mediasi untuk menyelesaikan di luar pengadilan sudah diatur dalam Pasal 130HIR/154 RBG. Pasal ini menyatakan bahwa, “Jika pada hari yang ditentukan itu, kedua belah pihak datang menghadiri, maka Pengadilan Negeri dengan pertolongan Hakim Ketua mencoba untuk mendamaikan mereka.”7

Terdapat unsur-unsur esensial mediasi yang telah diidentifikasi, yaitu:

Segala sesuatu yang dihasilkan dalam proses mediasi harus merupakan hasil kesepakatan atau persetujuan para pihak. Mediasi dapat ditempuh oleh para pihak yang terdiri atas dua pihak bersengketa atau lebih. Penyelesaian dapat dicapai atau dihasilkan jika semua pihak yang bersengketa dapat menerima penyelesaian itu. Namun, ada kalanya karena berbagai faktor para pihak tidak mampu mencapai penyelesaian sehingga mediasi berakhir dengan jalan buntu. Situasi ini yang membedakan mediasi dengan litigasi. Litigasi pasti berakhir dengan sebuah penyelesaian hukum, berupa putusan hakim, meskipun penyelesaian hukum belum tentu mengakhiri sebuah sengketa karena ketegangan di antara pihak sengketa masih berlangsung dan pihak yang kalah selalu tidak puas.

7

(17)

a. Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui perundingan berdasarkan pendekatan mufakat atau konsensus para pihak.

b. Para pihak meminta bantuan pihak lain yang bersifat tidak memihak yang disebut mediator.

c. Mediator tidak memiliki kewenangan memutus, tetapi hanya membantu para pihak yang bersengketa dalam mencari penyelesaian yang dapat diterima para pihak.8

Mediator merupakan pihak netral yang memberikan bantuan prosedural dan substansial. Bantuan prosedural antara lain mencakup tugas-tugas memimpin, memandu, dan merancang sesi-sesi pertemuan atau perundingan. Sedangkan bantuan substansial berupa pemberian saran-saran kepada pihak yang bersengketa.9

Dari uraian di atas, bahwa mediasi merupakan penyelesaian sengketa perdata yang mempermudah para pihak dalam mencapai kata sepakat sehingga penumpukan perkara di pengadilan pun dapat di minimalisir, dikarenakan proses penyelesaian sengketa yang cepat. Mediasi ini menguntungkan para pihak karena mengunakan proses yang

Mediator sebagai pihak netral ini mengandung pengertian bahwa mediator tidak berpihak, tidak memiliki kepentingan dengan perselisihan yang sedang terjadi, serta tidak diuntungkan atau dirugikan jika sengketa dapat diselesaikan atau jika mediasi menemui jalan buntu.

8

Takdir Rahmadi, penyelesaian sengketa melalui pendekatan mufakat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010) hlm.13

9

(18)

singkat cepat, sederhana dan efesien dan juga dengan biaya ringan. Bagi masyarakat yang memiliki kepentingan maka mediasi ini sebagai jawaban atas penyelesaian sengketa perdata mereka. Yang diharapkan hal ini sungguh-sungguh di laksanakan di Pengadilan Negeri, terutama di Pengadilan Negeri Medan.

Di dalam mediasi, seorang penengah yang bersifat netral itu penting sekali. Seorang penengah itu biasa disebut dengan mediator. Mediator ini memiliki peran penting di dalam mediasi. Namun, dewasa ini banyak keluhan masyarakat yang menggunakan mediasi sebagai penyelesaian sengketa perdata. Munculnya keluhan tersebut karena pelaksanaan mediasi yang tidak sesuai dengan prosedur yang telah dicantumkan di dalam PERMA. Tidak hanya pelaksaan mediasi, melainkan peranan mediator pun juga harus dipertanyakan bagaimana pelaksanaannya di Pengadilan Negeri tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang dan beberapa alasan diatas, maka mendorong penulis untuk mengadakan penelitian dengan judul “ EFEKTIFITAS MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan)”

B. Rumusan Masalah

(19)

terhadap perundang-undang yang ada, serta dari berbagai literatur yang ada, maka permasalahan-permasalahan yang hendak dikemukakan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana efektifitas mediator dalam menyelesaikan sengketa perdata melalui mediasi di Pengadilan Negeri Medan ?

2. Bagaimana prinsip dan prosedur mediasi yang dilakukan oleh mediator dalam penyelesaian sengketa perdata di Pengadilan Negeri Medan?

3. Bagaimana efektifitas penerapan PERMA No.1 Tahun 2008 di Pengadilan Negeri Medan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi tujuan dalam skripsi ini adalah :

a. Untuk mengetahui efektifitas mediator dalam menyelesaikan sengketa perdata dengan melalui mediasi di Pengadilan Negeri Medan.

(20)

c. Untuk mengetahui efektifitas penerapan Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 di Pengadilan Negeri Medan.

2. Manfaat Penulisan a. Secara Teoritis :

Hasil dari penelitian yang dituangkan dalam skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum di Indonesia, terutama dapat menambah pengetahuan di bidang mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan yang menggunakan penengah atau mediator. Diharapkan skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan memberikan gambaran yang nyata kepada kalangan masyarakat Indonesia mengenai peran dan efektifitas mediator dalam pelaksanaan mediasi dalam pemeriksaan sengketa perdata yang dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Medan.

b. Secara Praktis :

(21)

D. Keaslian Penulisan

Penulis membuat tulisan ini dengan melihat perkembangan hukum saat ini dan mengaitkannya dengan dasar-dasar hukum yang bersumber dari berbagai literatur dan bahan bacaan dari berbagai referensi yang diperoleh dari perpustakaan atau toko buku dan beberapa diantaranya diperoleh dari internet maupun media masa. Sepanjang yang telah ditelusuri dan penulis ketahui mengenai karya ilmiah skripsi yang terdapat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tidak ada judul yang sama dengan apa yang ditulis oleh penulis. Dengan demikian, penulis meyakini bahwa skripsi ini adalah merupakan murni karya asli dari penulis.

E.Tinjauan Kepustakaan

Semua orang tentu tidak menginginkan terjadi persengketaan dengan orang lain. Namun dalam kehidupan masyarakat yang sangat kompleks memiliki perbedaan-perbedaan keinginan dari setiap orang. Berawal dari perbedaan-perbedaan inilah sebuah sengketa itu muncul, dapat terjadi antara dua pihak dan bahkan dapat melibatkan banyak pihak.

Sengketa adalah perselisihan atau perbedaan pendapat (persepsi) yang terjadi antara dua pihak atau lebih karena adanya pertentangan kepentingan yang berdampak pada terganggunya pencapaian tujuan yang diinginkan oleh para pihak.10

10

Candra Irawan, aspek hukum dan mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan di Indonesia, (Bandung: CV Mandar Maju) hlm.2

(22)

orang atau lebih, di mana salah satu pihak percaya bahwa kepentingannya tidak sama dengan kepentingan yang lain.11

Menurut Fatahillah AS penyelesaian sengketa dalam prakteknya memiliki dua macam metode, yaitu:12

1. Proses Peradilan/ajudikasi

• Litigasi ( Proses pengadilan)

• Arbitrase

2. Proses Konsensual/Non-Ajudikasi

• Alternative Penyelesaian Sengketa

Alternatif Penyelesaian Sengketa ini menjadi pilihan yang efektif sebab memiliki beberapa bentuk yang memberikan pilihan berbeda bagi para pihak.

Menurut Yahya Harahap, dalam penyelesaian sengketa terdapat beberapa bentuk penyelesaian diluar pengadilan, antara lain:13

a. Mediasi (mediation) melalui sistem kompromi diantara para pihak, sedangkan pihak ketiga yang bertindak sebagai mediator hanya sebagai penolong dan fasilitator.

b. Konsiliasi melalui konsiliator, dimana pihak ketiga yang bertindak sebagai konsiliator berperan merumuskan perdamaian (konsiliasi), tetapi keputusan tetap ditangan para pihak.

11

Sandra Day O’Connor, “Alternative Dispute Resolution (ADR )”,

diakses 20 Agustus 2012 12

Fatahilah A.S. pelatihan mediator, (Jakarta: Indonesia Institute For Conflict Transformation, 2004), hlm.14

13

(23)

c. Expert Determinition, menunjukkan seorang ahli memberi penyelesaian sengketa yang menentukan oleh karena itu keputusan yang diambilnya mengikat para pihak.

d. Mini trial, para pihak sepakat menunjuk seorang advisor yang akan bertindak untuk memberikan opini kepada kedua belah pihak, opini tersebut diberikan advisor setelah mendengar permasalahan sengketa dari kedua belah pihak, opini yang berisi kelemahan masing-masing pihak serta memberi pendapat cara penyelesaian sengketa yang harus ditempuh para pihak.

Mediasi merupakan salah satu pola penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan yang umum digunakan atas dasar perdamaian atau yang biasa disebut alternatif penyelesaian sengketa. Penyebutan alternatif penyelesaian sengketa ini dikarenakan mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa disamping pengadilan yang bersifat tidak memutus, cepat, murah dan memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa memperoleh keadilan atau penyelesaian yang memuaskan.14 Alternatif penyelesaian sengketa ini terdapat dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Istilah mediasi ini tidak mudah didefenisikan secara lengkap dan menyeluruh, karena cakupannya cukup luas. Mediasi tidak

14

(24)

memberikan suatu model yang dapat diuraikan secara terperinci dan dibedakan dari proses pengambilan keputusan lainnya.15

A short term structured task oriented, partipatory invention process. Disputing work with a neutral third party, the mediator, to reach

a mutually acceptable agreement”.

Beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya tentang makna daripada mediasi, diantaranya adalah sebagai berikut:

Nollan Haley mendefenisikan mediasi sebagai :

16

faciliiated negotiation. It process by which a neutral third party the mediator, to reach a mutually acceptable agreement”.

(suatu istilah singkat yang bertugas mengorientasikan, proses penemuan para pihak. Antara para pihak bekerja dengan pihak ketiga yang netral. Seorang mediator. Untuk mendapatkan kesepakatan yang saling menguntungkan).

Kovach mendefenisikan mediasi sebagai :

17

Ada beberapa unsur mediasi, yaitu :

(fasilitas untuk bernegosiasi. Yang mana proses nya berjalan dengan pihak ketiga, seorang mediator, untuk mendapatkan kesepakatan yang saling menguntungkan).

18

15

Undang-Undang No.30 Tahun 1999 “Tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif”

16

Nollan halley dan m.jaqueline, alternative dispute resolution, dalam skripsi Ririn Bidasari Tahun 2006 Fakultas Hukum USU.hlm.69

17

Kimberlee K. kovach, mediation principle and practice dalam skripsi ririn bidasai. hlm.16

18

Dalyerni, artikel hukum,

(25)

- Sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan.

- Adanya pihak ketiga yang bersifat netral yang disebut sebagai mediator (penengah) terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan itu.

- Mediator tersebut bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian atas masalah-masalah sengketa.

- Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan-keputusan selama proses perundingan berlangsung.

- Mempunyai tujuan mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.

Dari uraian di atas maka terlihat jelas bahwa mediasi merupakan salah satu cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa ini ditempuh melalui kesepakatan para pihak yang bersengketa untuk berdamai yang dibantu oleh seorang mediator. Namun mediator tidak memiliki hak untuk memberikan putusan atas sengketa tersebut. Mediator hanya membantu para pihak untuk saling membuka pikiran agar menghadapi suatu sengketa itu tidak dengan cara yang tidak efektif bagi kedua karena akan menambah kerugian bagi mereka sendiri.

F.Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

(26)

merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang topik yang penulis angkat, kemudian melihat kesesuaian antara hal yang ditentukan dalam peraturan hukum tersebut dengan pelaksanaannya di lapangan berlakunya (dalam ini efektif atau tidak antara Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 dengan mediasi yang di laksanakan oleh mediator di Pengadilan dengan pelaksanaannya di Pengadilan Negeri Medan) dengan melakukan wawancara langsung dengan hakim mediator Pengadilan Negeri Medan.

2. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini, penulis melakukan penelitian di Pengadilan Negeri Medan di Medan, sebagai instansi yang wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan topik yang penulis bahas dalam skripsi ini. Penulis memilih tempat tersebut sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan tempat tersebut memenuhi karakteristik bagi penulis untuk mendapatkan gambaran mengenai masalah yang akan ditulis.

3. Metode Pengumpulan Data

(27)

a. Studi Lapangan ( data primer )

Wawancara yaitu melakukan penelitian langsung ke lapangan mengenai efektivitas dari peraturan hukum yang berkaitan dengan topik skripsi penulis terhadap praktek di lapangan. Wawancara dilakukan antara penulis dengan hakim mediator yang melakukan mediasi dalam penyelesaian perkara perdata di Pengadilan Negeri Medan.

b. Studi kepustakaan (Data Sekunder)

Dilakukan dengan mempelajari dan meneliti berbagai sumber bacaan yang berkaitan dengan topik yang diangkat dalam skripsi ini. Seperti : buku-buku hukum, makalah hukum, majalah hukum, surat kabar, artikel hukum di internet, pendapat para sarjana yang expert di dunia hukum, dan bahan-bahan lainnya.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini akan mempermudah penulisan dan penjabaran penulisan skripsi dengan memberikan gambaran yang lebih jelas, penelitiaan ini akan dibagi menjadi lima bab dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

(28)

tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Mediasi Sebagai Salah Satu Cara Penyelesaian Sengketa Perdata

Menguraikan tentang mediasi sebagai salah satu cara penyelesaian sengketa perdata. Memuat semua hal mengenai mediasi mulai dari pengertian, sejarah perkembangan mediasi di Indonesia, kekuatan dan kelemahan mediasi dalam penyelesaian sengketa perdata, faktor yang mendorong para pihak untuk melakukan mediasi dalam menyelesaikan sengketa perdata.

BAB III : Mediator Selaku Penengah Dalam Penyelesaian Sengketa Perdata

(29)

BAB IV : Efektifitas Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Perdata Melalui Mediasi Di Dalam Pengadilan Negeri Medan

Mendeskripsikan efektifitas mediator dalam pelaksanaan mediasi untuk menyelesaiakan sengketa perdata di Pengadilan Negeri Medan. Memaparkan peranan PERMA No. 1 Tahun 2008 di dalam Pengadilan Negeri Medan.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

(30)

BAB II

MEDIASI SEBAGAI SALAH SATU CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA

A. Pengertian Umum Tentang Mediasi

Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah, di mana para pihak yang tidak memihak bekerja sama dengan pihak yang bersengketa untuk mencari kesepakatan bersama. Pihak luar tersebut disebut dengan mediator, yang tidak berwenang untuk memutus sengketa, tetapi hanya membantu para pihak untuk menyelesaiakan persoalan-persoalan yang dikuasakan kepadanya.19

Para ahli mengemukakan makna mediasi secara etimologi dan terminologi. Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin “ mediare “ yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak. “Berada di tengah” juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust) dari para pihak yang bersengketa.20

19

Khotibul umam, penyelesaian sengketa di luar pengadilan(Yogyakarta, penerbit pustaka yustisia,2010) hlm.10

20

(31)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi memberikan arti sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat. Pengertian tersebut mengandung tiga unsur penting, yaitu :21

1. Mediasi merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi antar dua pihak atau lebih.

2. Pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang berasal dari luar pihak bersengketa.

3. Pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan keputusan.

Penjelasan mediasi secara etimologi ini lebih menekankan keberadaan pihak ketiga atau pihak yang bertugas sebagai penengah antara kedua belah pihak yang bersengketa dan hanya menjelaskan sifat bagaimana mediasi itu, tanpa ada menjelaskan mediasi secara mendalam. Pihak ketiga ini menjembatani para pihak untuk menyelesaikan sengketanya. Hal ini juga memberikan perbedaan antara mediasi dengan penyelesaian sengketa alternatif lainnya. Pihak ketiga ini mempunyai sifat yang netral di antara kedua belah pihak yang bersengketa dan memberikan atau menemukan kesepakatan yang dapat memuaskan para pihak.

Penjelasan mediasi secara terminologi yaitu berdasarkan pengertian mediasi menurut para pihak, yaitu :

Gary H. Barnes menyatakan “mediasi adalah proses untuk menyelesaikan sengketa dengan bantuan pihak netral. Peranan pihak netral adalah melibatkan diri

21

(32)

untuk membantu para pihak, baik secara pribadi atau kolektif, untuk mengidentifikasikan masalah-masalah yang dipersengketakan dan untuk mengembangkan proposal untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Tidak seperti arbiter, mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutus setiap sengketa, melainkan mediator dapat mengikuti pertemuan-pertemuan rahasia dan pembahasan khusus bersama dengan pihak-pihak yang bertikai.”22

Gary Goodpaster mengemukakan “ mediasi adalah proses negosiasi pemecahan (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan. Berbeda dengan hakim atau arbitrase, mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa antara pihak. Namun, dalam hal ini para pihak mengusahakan kepada mediator untuk membantu mereka menyelesaikan persoalan-persoalan diantara mereka.23

Laurence Bolle menyatakan “mediation is a decision making process in which the parties are assisted by a mediator; the mediator attempt to improve the Goodpaster mengemukakan pendapat mengenai mediasi tidak hanya mengenai pengertiannya saja, tetapi mengeksplorasi lebih jauh lagi makna mediasi dengan menggambarkan proses kegiatan mediasi, kedudukan dan peran pihak ketiga serta bagaimana tujuan diadakannya mediasi. Mediasi ini merupakan negosiasi yang dilakukan pihak ketiga dengan melakukan dialog untuk mencapai kesepakatan bersama dengan tujuan menyelesaikan sengketa perdata tanpa harus melalui proses peradilan dan memperoleh kesepakatan yang memuaskan.

22

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003 hlm.240

23

(33)

process of decision making and to assist the parties the reach an out-come to wich

of them can assent.”.24

J. Folberg dan A. Taylor memaknai “… the processby which the participants, together with the assistance of a neutral persons, systematically

isolate dispute in order to develop options, consider alternative, and reach

consensual settlement that will accommodate their needs.”

(mediasi adalah proses pembuatan keputusan dimana para pihak yang dibantu oleh seorang mediator. Mediator berusaha untuk meningkatkan proses dari pembuatan kesepakatan dan untuk membantu para pihak untuk menjangkau hasil dari persetujuan diantara mereka).

Bolle menekankan bahwa mediasi merupakan proses pengambilan keputusan yang dilakukan pihak yang bersengketa dengan bantuan pihak ketiga yaitu mediator. Bahwa kewenangan pengambilan keputusan sepenuhnya adalah ditangan para pihak bersengketa dan posisi mediator hanyalah membantu para pihak dalam mengambil keputusan tersebut.

25

J. Folberg dan A. Taylor menyatakan bahwa penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan secara bersama-sama oleh para pihak bersengketa dan dibantu oleh pihak ketiga yaitu pihak netral. Pihak netral atau mediator dapat

(suatu proses antara para pihak, bersama-sama dengan bantuan seorang yang netral, yang secara sistematis mengisolasikan perselisihan dalam rangka mengembangkan pilihan, mempertimbangkan alternatif, dan menjangkau konsensual penyelesaian yang akan mengakomodasi kebutuhan mereka)

24

Laurence Bolle, Mediation: Principles, Process, and Practice dalam buku syahrizal abbas. hlm.4

25

(34)

mengembangkan dan menawarkan pilihan penyelesaian sengketa dan para pihak dapat mempertimbangkannya tawaran mediator sebagai alternatif menuju kesepakatan dalam penyelesaian sengketa. Mediasi dapat membawa para pihak mencapai kesepakatan tanpa merasa ada pihak yang menang atau pihak yang kalah (win-win solution).

Kata mediasi juga berasal dari bahasa Inggris “mediation” yang artinya penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau penyelesaian sengketa secara menengahi, dimana yang menengahinya dinamakan mediator atau orang yang menjadi penengah.

Stephen R. Marsh, seorang mediator ahli dari Amerika, dalam artikelnya yang berjudul “What is Mediation?“ memberikan beberapa pengertian mediasi sebagai berikut : 26

1. Mediation is school yard intervention. From pre-school playgroup thourg twelve grade, mediation is part of education community and is supervise by school teachers and accomplish by specially trained per group mediators in the same classes as the parties in conflict.

In a growing number of schools, a mediator is a student in a federally support initiative to reduce conflict and violence in school.

(mediasi adalah bentuk intervensi sekolah. Mediasi adalah bagian dari masyarakat berpendidikan, yang mana dikontrol oleh guru-guru sekolah, dan dilakukan oleh seorang spesialis yang telah dilatih oleh beberapa mediator untuk mengatasi sengketa antar kelas. Dalam hal ini, yang berperan sebagai mediator adalah seorang siswa yang mempunyai inisiatif sendiri untuk mengurangi sengketa dan kekerasan di sekolah)

2. Mediation is a part of the juvenile criminal justice system. For non-violent offender, victim – offender, mediation is a process where community volunteers, under the control of the criminal justice system caseworks, help both sides humanize and rehabilitate each other.

26

Stephen R. Marsh, “ What is mediation?” , artikel,

(35)

In many communities, mediator is an unpaid volunteer with three to six hours of training in a state support program who helps get back on the right track.

(mediasi adalah bagian dari system peradilan kejahatan anak. Bagi pelaku kriminal tanpa kekerasan, korban kejahatan, mediasi adalah sebuah proses, di mana komunitas sukarela yang berada di bawah pengawasan dari pegawai system peradilan pidana, yang membantu kedua belah pihak untuk menjadi lebih manusiawi dan merehabilitasi mereka satu sama lain. Di banyak komunitas, mediator merupakan tenaga sukarela tanpa bayaran, telah melewati tiga sampai enam jam program pelatihan yang mendukung, yang mana menolong anak-anak untuk kembali ke jalan yang benar)

3. Mediation is a part of family counseling for people getting divorced. Mediation is a way for families who are break up into parts to learn to deal with the changes in roles, duties and accasion and face thase changes with emotionalbalance.

To many mediation is a special form af family counseling handled by licensed family counselors and therapist.

(mediasi adalah bagian dari usaha konseling keluarga bagi orang-orang yang mengalami perceraian. Mediasi adalah sebuah jalan bagi para keluarga yang terpecah dalam hal mempelajari bagaimana menghadapi perubahan peranan, kewajiban-kewajiban dan keadaan-keadaan. Mediasi juga memberi pelajaran tentang bagaimana mereka/para pihak yang bercerai mengahadapi perubahan tersebut dengan keseimbangan emosi. Dalam hal ini mediasi adalah bentuk spesial dari konseling yang ditangani oleh konselor keluarga yang berlisensi dan ahli terapi)

4. Mediation is the part of the civil law system where parties to lawsuit are support in resolution negotiations aimed at helping find their own best interest.

To most bar association, mediation is something practiced by attorneys who have been through a fourty hour program and who go faster negotiations.

(mediasi adalah bagian dari sistem hukum pidana, di mana para pihak dalam suatu perkara hukum didukung untuk menegosiasikan penyelesaian perkara yang bertendensi untuk membantu para pihak tersebut menemukan keinginan mereka sendiri.

Banyak asosiasi hukum memandang mediasi sebagai sesuatu hal yang dipraktekkan oleh seorang pengacara yang telah melalui program pelatihan selama lebih kurang empat puluh jam dan dapat melakukan negosiasi dengan lebih cepat)

(36)

To many, mediation is an alternative to the formal justice system, not a part of it, accomplish by “real human being” rather than attorneys.

(mediasi adalah bagian dari aksi komunitas dan penyelesaian sengketa, satu tempat di mana para sukarelawan dari kantor bisnis atau dari komunitas pusat alternatif penyelesaian sengketa, yang menyelesaikan sengketa masalah yang tidak dapat terselesaikan melalui pengadilan. Dalam banyak hal mediasi adalah suatu alternatif dari sitem peradilan yang formal, mediasi bukan bagian dari sistem peradilan formal tersebut. Hanya dilakukan oleh seorang individu yang benar-benar mampu bertindak lebih seru dari hanya sebagai pengacara)

6. Mediation is a labor conflict resolution tool expected at finding a better way. Drawing from a wide group of talent and skills, labor mediation seeks to end conflict and improve feelings in the workplace.

To many, mediation is a way to get the bottom line and to find compromise without fighting using a group of mediators who disregard definition other than experience.

(mediasi adalah alat penyelesaian sengketa perburuhan yang bertujuan untuk menemukan jalan yang lebih baik. Dikontrol oleh sekelompok besar orang-orang yang memiliki talenta dan keahlian, mediasi perburuhan mendorong untuk diakhirnya konflik dan meningkatkan perasaan di tempat kerja. Dalam banyak hal, mediasi adalah jalan untuk menemukan kesepakatan tanpa harus berkelahi dengan menggunakan sekelompok mediator yang tidak memperhatikan defenisi lebih dari pengalaman)

7. Institutional mediation is conflict avoidance, a form of human resources management that aims to resolve conflict and improve communication between those served and the institution and between the different members of the institution.

To many in large hospital, churches and other diverse organization, mediation is a method of make sure communication and that problem are resolved rather than disregarded, make well rather than allowed to irritate.

(mediasi institusional adalah alat mencegah sengketa, sebuah bentuk manajemen dari sumber daya manusia yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa dan meningkatkan komunikasi di antara para pihak dan institusi tersebut dan antara anggota-anggota yang berbeda-beda dengan institusi tersebut. Di banyak rumah sakit, gereja dan organisasi lainnya, mediasi dianggap sebagai satu metode yang memudahkan komunikasi dan mengutamakan pemecahan masalah daripada tidak menghiraukannya, mediasi juga bertujuan membuat keadaan menjadi tentang daripada menyakiti orang lain)

(37)

(mediasi adalah suatu hal yang dilakukan oleh para diplomat sebagai usaha untuk mencegah peperangan diantara negara-negara atau untuk membantu negara-negara yang berperang dalam hal menemukan titik perdamaian)

Mediasi adalah suatu proses, dimana seorang pihak ketiga netral, yang disebut dengan “mediator” mendengarkan sengketa di antara dua pihak atau lebih dan mencoba untuk membantu para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka tanpa memikirkan keuntungan dari adanya kasus itu. Makna mediasi sering dikaitkan dengan makna arbitrase. Arbitrase adalah bentuk lain dari pada penyelesaian sengketa dengan menggunakan pihak ketiga (sebagai lawan dari proses litigasi dan penilaian hakim juri). Dalam arbitrase, arbiter mendengarkan fakta-fakta yang dihadirkan oleh setiap pihak dan kemudian membuat sebuah keputusan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengguat, dan berapa banyak orang yang harus bertanggung jawab membayar kerugian tersebut kepada penggugat, jika ada pembayaran yang dapat dibayar.27

Di dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, juga terdapat defenisi mediasi yakni terdapat pada Pasal 1 Angka 7, yang isinya “ Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator”.28

27

Adrianne Krikorian, “Litigate or Mediate? : Mediation as an alternative to lawsuits” artikel

28

(38)

Mengenai jenis kasus yang dapat di mediasi di pengadilan terdapat dalam artikel Steven Rosenberg yang bejudul “ What Type of Dispute can be Mediated?” yang menyebutkan sebagai berikut :

Defenisi mediasi yang terdapat di dalam PERMA No. 1 Tahun 2008 ini tidak jauh berbeda dengan defenisi para ahli. Namun, di dalam PERMA No.1 Tahun 2008 ini mediasi lebih menekankan bahwa yang penting di dalam sebuah mediasi itu adalah mediator. Mediator harus mampu mencari alternatif-alternatif penyelesaian sengketa tersebut. Apabila para pihak sudah tidak menemukan lagi jalan keluar untuk menyelesaikan sengketa tersebut maka mediator tersbut harus dapat memberikan solusi-solusi kepada para pihak. Solusi-solusi tersebut haruslah kesepakatan bersama dari si para pihak yang bersengketa. Disinilah terlihat jelas peran penting mediator.

29

c. Employer/Employee ( masalah buruh dan majikan ) 1. Civil Litigation

a. Contractual Dispute ( sengketa perjanjian ) b. Insurance Claims ( klaim asuransi )

c. Personal Injury ( kerugian individu/ ganti kerugian ) d. Property Damage ( kerusakan bangunan )

2. Business and Professional

a. Internal Dispute ( sengketa internal ) b. Partnerships ( sengketa kerjasama bisnis )

29

Stephen Rosenberg, “What Type of Disputes Can be Mediated?”, artikel,

(39)

d. Dissolution and Buy Outs ( konklusi dan pekerjaan ) 3. Real Estate

a. Commercial Leases ( sewa guna komersial ) b. Non-Disclosure

c. Boundary Disputes ( sengketa pembatasan ) d. Neighbor disputes ( sengketa bertetangga )

4. Probate & Will Contests ( masalah pernyataan kehendak ) 5. Pre-Marinal Agreements ( masalah persetujuan pra nikah ) 6. Divorce and Separation ( perpisahan dan perceraian )

a. Child Support Agreements ( perjanjian pengurusan anak) b. Spousal Support Agreements

c. Determining, valuing, and dividing marital property ( mendeterminasi, menilai dan membagi persoalan pernikahan )

d. Possession and/or disposition of the family residence ( pergeseran posisi rumah keluarga

7. Custody ( perlindungan )

a. Parenting plans ( rencana pengurusan orang tua )

b.Visitation agreements ( perjanjian mengenai waktu mengunjungi anak )

(40)

d. Compliance with prior agreements ( keluhan akan perjanjian utama )

e. Compliance with court orders ( menyelesaikan persoalan dengan bantuan pengadilan )

Ada beberapa batasan mediasi yang dikemukakan oleh para ahli. Gary Goodpaster, mengemukakan :

“ Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah, di mana pihak luar yang tidak memihak ( “impartial” ) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan”. Berbeda dengan hakim atau arbiter, mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa antara para pihak. Namun, dalam hal ini para pihak menguasakan kepada mediator untuk membantu mereka menyelesaikan persoalan-persoalan diantara mereka. Asumsinya bahwa pihak ketiga akan mampu mengubah kekuatan dan dinamika sosial hubungan konflik dengan cara mempengaruhi kepercayaan dan tingkah laku pribadi para pihak, dengan memberikan pengetahuan atau informasi, atau dengan menggunakan proses negosiasi yang lebih efektif, dan dengan demikian membantu para sengketa untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dipersengketakan”.30

“ Mediasi adalah intervensi dalam sebuah sengketa atau negosiasi oleh pihak ketiga yang bisa diterima pihak yang bersengketa, bukan merupakan bagian dari kedua belah pihak dan bersifat netral. Pihak ketiga ini tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan. Dia bertugas untuk membantu pihak-pihak yang bertikai agar secara sukarela mau mencapai kata sepakat yang diterima oleh masing-masing pihak dalam sebuah persengketaan”.

Christoper W. Moore juga mengemukakan hal yang senada mengenai batasan mediasi sebagai berikut :

31

30

Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm.79 31

(41)

Jacqualin M. Nolan Haley juga mengemukakan batasan mediasi sebagai berikut :

Mediation is generally indestood to be a short-term structured, task-oriented, participatory intervention process. Disputing parties work with a neutral third party, the mediator, to reach a mutually acceptable agreement. Unlike the adjudication process, where a third party intervenor imposes a decision, no such compulsion exist in mediation. The mediator aids the parties in reaching a consensus. It is the parties themselves who shape their agreement”.32

Stephen R. Marsh dalam artikelnya yang berjudul “Current Issues In Court Annexed Mediation”, menyebutkan batasan mediasi dipengadilan adalah sebagai berikut:

( penyelesaian sengketa dengan penengahan biasanya dipahami untuk menjadi struktur singkat, tugas yang diorientasikan, para pihak memiliki andil dalam proses. Membantu para pihak bekerja dengan suatu pihak ketiga netral, mediator, untuk menjangkau suatu persetujuan yang bisa diterima. Tidak sama dengan proses putusan hakim, dimana pihak ketiga memaksakan suatu keputusan, tidak ada paksaan seperti itu di dalam penyelesaian sengketa dengan mediasi. Mediator menopang para pihak di dalam mencapai suatu kesepakatan. Dimana para pihak lah yang menentukan sendiri kesepakatan diantara mereka )

33

1. The narrowest definition is mediation that has been specifically ordered by a court.

There are three different definition of court Annexed Mediation

(mediasi di pengadilan adalah suatu bentuk mediasi khusus yang distrukturisasi oleh badan pengadilan)

2. The middle ground is mediation that occurs for every general court orders (e.g. standing orders all family law cases will be mediated before a trial date is set)

(mediasi di pengadilan adalah suatu peristiwa yang terjadi pada setiap kegiatan peradilan (misalnya : kasus rumah tangga akan dimediasi terlebih dahulu sebelum akhirnya diperiksa pokok perkaranya melalui litigasi)

32

Jacqualine M. Nolan Haley dalam skripsi ririn bidasari Op.Cit

33

Stephen R. Marsh, Current Issues In Court Annexed Mediation, artikel

(42)

3. The most expansive definition is the mediation of any and all matters that will of necessity be litigated (e.g. damage awards to minors, divorce action)

(mediasi di pengadilan dapat dilakukan terhadap beberapa atau semua jenis kasus yang tergolong ke dalam kasus yang dapat diselesaikan di pengadilan)

Mark E. Roszkowski, dalam buku Business Law, Principle, cases and Policy mengemukakan :

mediation is a relatively informal process in wich a neutral third party, the mediator, helps to resolve a dispute. In many respect, therefore, mediator can be considered as structured negotiation in wich the mediator facilitates the process”.34

Pihak ketiga itu disebut dengan mediator, dalam mediasi ini mediator tidak mempunyai hak untuk memutus sengketa tersebut. Mediator hanya membantu para pihak sengketa dengan memberikan solusi-solusi yang dapat membuka pikiran para pihak dalam penyelesaian sengketa tersebut. Solusi-solusi tersebut diperundingkan oleh para pihak untuk mencapai kesepakatan bersama tanpa ada paksaan dari pihak mana (mediasi adalah suatu proses informal yang didalamnya terdapat suatu pihak ketiga yang netral, mediator, membantu memecahkan suatu perselisihan. Di dalam rasa saling menghargai, oleh karena itu, penengah dapat menyusun untuk memperlakukan sebagai negosiasi di mana penengah untuk memudahkan proses)

Dari beberapa rumusan mengenai batasan mediasi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa mediasi merupakan cara penyelsaian sengketa di luar pengadilan melalui kesepakatan dirundingkan para pihak sengketa yang dibantu oleh pihak ketiga yang bersifat netral dan tidak berpihak kepada siapa pun.

34

(43)

pun. Dengan kata lain mediator merupakan penengah di dalam sebuah persengketaan.

B. Sejarah Perkembangan Mediasi di Indonesia

Penyelesaian konflik ( sengketa ) secara damai telah dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia berabad-abad yang lalu. Masyarakat Indonesia merasakan penyelesaian sengketa secara damai telah mengantarkan mereka pada kehidupan yang harmonis, adil, seimbang, dan terpeliharanya nilai-nilai kebersamaan ( komunalitas ) dalam masyarakat. Masyarakat mengupayakan penyelesaian sengketa mereka secara cepat dengan tetap menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan tidak merampas atau menekan kebebasan individual.35

Penyelesaian sengketa dalam masyarakat mengacu pada prinsip kebebasan yang menguntungkan kedua belah pihak yang bersengketa, yang artinya bahwa para pihak lebih leluasa untuk mengkreasi

Setiap masyarakat Indonesia atau pun masyarakat dunia lainnya, merasakan bahwa suatu sengketa yang muncul di dalam kehidupannya tidak boleh dibiarkan begitu saja, melainkan harus adanya upaya penyelesaian sengketa tersebut. Harus adanya penyelesaian sengketa karena suatu sengketa memiliki dampak yang negatif, misalnya memperburuk hubungan antarpihak yang bersengketa sehingga dapat mengganggu keharmonisan sosial dalam masyarakat.

35

Timothy Lindsey, Introduction: An Overview of Indonesian Law, dalam buku syahrizal abbas Op.Cit hlm.283

36

(44)

kemungkinan opsi yang dapat ditawarkan dalam proses penyelesaian sengketa.

Dalam sejarah perundang-undangan Indonesia prinsip musyawarah mufakat yang berujung damai dalam penyelesaian sengketa perdata. Hal ini terlihat dari sejumlah peraturan perundang-undangan sejak masa Kolonial Belanda sampai sekarang masih memuat asas musyawarah damai sebagai salah satu asas peradilan perdata di Indonesia. Bahkan akhir-akhir ini muncul dorongan kuat dari berbagai pihak untuk memperteguh prinsip damai melalui mediasi dan arbitrase dalam penyelesaian sengketa.

36

Musyawarah mufakat merupakan falsafah masyarakat Indonesia dalam setiap pengambilan keputusan, termasuk juga dalam penyelesaian sengketa. Musyawarah mufakat sebagai nilai filosofi bangsa diterjemahkan dalam dasar negara, yaitu Pancasila. Dalam sila keempat Pancasila disebutkan, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Nilai tertinggi ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan di bawahnya. Prinsip musyawarah mufakat merupakan nilai dasar yang digunakan pihak bersengketa dalam mencari solusi terutama di jalur luar pengadilan. Nilai musyawarah mufakat ini terdapat dalam sejumlah bentuk penyelesaian seperti mediasi dan arbitrase.

36

Mediasi dengan landasan musyawarah menuju kesepakatan damai, mendapat pengaturan tersendiri dalam sejumlah produk hukum

36

(45)

Belanda maupun dalam sejumlah produk hukum Indonesia merdeka sampai hari ini. Pengaturan alternatif penyelesaian sengketa dalam aturan hukum amat penting, mengingat /Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaat ). Dalam negara hukum tindakan lembaga negara dan aparatur negara harus memiliki landasan hukum, karena tindakan negara atau aparatur negara yang tidak ada dasar hukumnya dapat dibatalkan atau batal demi hukum. Mediasi sebagai institusi penyelesaian sengketa dapat dilakukan oleh hakim ( aparatur negara ) di pengadilan atau pihak lain di luar pengadilan, sehingga keberadaannya memerlukan aturan hukum.37

Pada masa Kolonial Belanda lembaga pengadilan diberikan kesempatan untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa. Kewenangan mendamaikan hanya sebatas kasus-kasus keluarga dan 1. Sejarah Mediasi Masa Kolonial Belanda

Pada masa Kolonial Belanda pengaturan penyelesaian sengketa melalui upaya damai lebih banyak ditujukan pada proses damai di lingkungan peradilan, sedangkan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, Kolonial Belanda cendrung memberikan kesempatan pada hukum adat. Belanda meyakini bahwa hukum adat mampu menyelesaikan sengketa kaum pribumi secara damai, tanpa memerlukan intervensi pihak penguasa Kolonial Belanda. Hukum adat adalah hukum yang hidup ( living law ) dan keberadannya menyatu dengan masyarakat pribumi.

37

(46)

perdata pada umumnya seperti perjanjijan, jual beli, sewa menyewa, dan beberapa aktivitas bisnis lainnya.38

Pada masa Kolonial Belanda penyelesaian sengketa pada proses damai diatur dalam Pasal 130 HIR ( Het Herziene Indonesich Reglement, Staatblad 1941 : 44 ) atau Pasal 154 R.Bg ( Rechtsreglement Buitengewesten, Staatsblad, 1927 : 27 ) atau Pasal 31 Rv ( Reglement op de Rechtsvordering, Staatsblad 1874 : 52. Disebutkan bahwa hakim atau majelis hakim akan mengusahakan perdamaian sebelum perkara mereka diputuskan. Ketentuan pasal ini adalah :

Hakim diharapkan mengambil peran maksimal dalam proses mendamaikan para pihak yang bersengketa. Hakim yang baik berusaha maksimal dengan memberikan sejumlah saran agar upaya perdamaian berhasil diwujudkan. Kesepakatan damai tidak hanya bermanfaat bagi para pihak, tetapi juga memberikan kemudahan bagi hakim dalam mempercepat penyelesaian sengketa yang menjadi tugasnya.

39

− Jika pada hari yang ditentukan, kedua belah pihak datang, maka

pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan mendamaikan mereka.

− Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu

bersidang, diperbuat sebuah surat akta tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan menempati perjanjian yang

38

R. Tresna, Komentar HIR, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1979), hlm 289 39

(47)

diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai keputusan biasa.

− Keputusan yang sedemikian itu tidak dapat diizinkan banding.

− Jika pada waktu mencoba akan mendamaikan kedua belah pihak,

perlu dipakai juru bahasa, maka peraturan pasal yang berikut dituruti untuk itu.

Ketentuan dalam Pasal 130 HIR / 154 RBg menggambarkan bahwa penyelesaian sengketa melalui jalur damai merupakan bagian dari proses penyelesaian sengketa di pengadilan. Upaya damai menjadi kewajiban hakim, dan ia tidak boleh memutuskan perkara sebelum upaya mediasi dilakukan terlebih dahulu. Bila kedua belah pihak bersetuju menempuh jalur damai, maka hakim harus segera melakukan mediasi terhadap kedua belah pihak, sehingga mereka sendiri menemukan bentuk-bentuk kesepakatan yang dapat menyelesaikan sengketa mereka. Kesepakatan tersebut harus dituangkan dalam sebuah akta perdamaian sehingga memudahkan para pihak melaksanakan kesepakatan itu. Akta damai memiliki kekuatan hukum sama dengan vonnies hakim, sehingga ia dapat dipaksakan kepada para pihak jika salah satu diantara mereka enggan melaksanakan isi kesepakatan tersebut. Para pihak tidak dibenarkan melakukan banding terhadap akta perdamaian yang dibuat dari hasil mediasi. dalam sejarah hukum, penyelesaian sengketa melalui proses damai dikenal dengan “dading”.40

40

(48)

2. Sejarah Mediasi Kemerdekaan Sampai Sekarang

Dalam Pasal 24 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Ketentuan Pasal 24 UUD 1945 mengisyaratkan bahwa penyelesaian sengketa yang terjadi dikalangan masyarakat dilakukan melalui jalur pengadilan ( litigasi ).

Sistem Hukum Indonesia juga membuka peluang menyelesaikan sengketa di luar jalur pengadilan ( nonlitigasi ). Green menyebutkan dua model penyelesaian sengketa ini dengan metode sengketa dalam bentuk formal dan informal.41

41

Syahrizal abbas. Op.Cit hlm 292

(49)

Penerapan asas sederhana, cepat dan biaya ringan mengalami kendala dalam praktik peradilan, karena banyaknya perkara yang masuk, terbatasnya tenaga hakim, dan minimnya dukungan fasilitas bagi lembaga peradilan terutama peradilan tingkat pertama yang wilayah hukumnya meliputi kabupaten/kota dan tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Akibat tersendatnya perwujudan asas ini telah mengakibatkan pencari keadilan mengalami kesulitan mengakses keadilan ( acces ti justice ) guna mendapatkan hak-hak secara cepat. Keadaan ini berdampak buruk pada penegakan hukum di Indonesia.42

Menghadapi tantangan yang begitu berat, sistem hukum Indonesia sebenarnya memiliki aturan hukum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa secara cepat baik di lingkungan peradilan maupun di luar pengadilan. Di lingkungan peradilan dapat ditempuh jalur damai melalui proses mediasi, di mana hakim terlibat untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa. Di luar pengadilan dapat ditempuh jalur arbitrase, mediasi, negosiasi atau fasilitasi sebagai bentuk alternatif penyelesaian sengketa.43

Ketentuan hukum yang menegaskan mengenai mediasi terdapat dalam UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Peraturan Pemerintah ( PP ) No.54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa

42

Ibid, h.296 43

(50)

Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan, dan Peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa membawa angin baru bagi para pihak yang ingin menyelesaikan sengketa di luar Pengadilan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan menganut prinsip sama-sama menguntungkan ( win-win solution ), dimana penyelesaian sengketa tersebut berbeda dengan penyelesaian sengketa di pengadilan di mana prinsip yang dianut adalah menang-kalah. Undang-undang ini memberikan dorongan kepada para pihak bersengketa agar menunjukkan iktikad baik, karena tanpa iktikad baik apa pun yang diputuskan di luar pengadilan tidak akan dapat dilaksanakan.

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 mengatur dua hal utama, yaitu arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Ketentuan dalam Pasal 1 menegaskan bahwa sengketa yang dapat diselesaikan melalui jalur arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa adalah sengketa perdata dan bukan sengketa yang termasuk dalam kategori hukum publik. Dalam Pasal 2 UU No. 30 Tahun 1999 disebutkan mengenai objek sengketa yang dapat diselesaikan melalui jalur arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa yaitu sengketa perdata.

(51)

1) Objek sengketa yang dapat diselesaikan dengan arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa adalah sengketa perdata dan sngketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut undang-undang tidak dapat diadakan perdamaian.

2) Sengketa tersebut baru dapat diselesaikan melalui arbitrase bila dalam perjanjian pokok tertulis secara tegas menyatakan bahwa bila terjadi sengketa atau beda pendapat timbul atau mungkin timbul dari suatu hubungan hukum akan diselesaikan melalui arbitrase.

Pengaturan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan juga ditemukan dalam undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dimana dalam Pasal 52A dinyatakn sebagai berikut:

“Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi.”

Dan dapat ditemukan juga dalam Peraturan Pemerintah RI No.54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan. Peraturan Pemerintah ini mengatur penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan.

(52)

hidup. Jadi, pengaturan mediasi dalam Peraturan Pemerintah ini jauh lebih lengkap bila dibandingkan dengan UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Peraturan perundang-undangan di atas, yaitu UU No.30 Tahun 1999, UU No.8 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No.54 Tahun 2000 mengatur sejumlah ketentuan menyangkut mediasi di luar pengadilan. Ketentuan mediasi di pengadilan pada mulanya diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 02 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Kemudian Mahkamah Agung menyempurnakan dengan mengeluarkan PERMA No. 01 Tahun 2008 tentang Prosedr Mediasi di Pengadilan.

Peraturan Mahkamah Agung ini menempatkan mediasi sebagai bagian dari proses penyelesaian perkara yang diajukan para pihak ke pengadilan. Hakim tidak secara langsung menyelesaikan sengketa melalui proses peradilan ( litigasi ), tetapi harus terlebih dahulu diupayakan mediasi ( nonlitigasi ). Mediasi menjadi suatu kewajiban yang harus ditempuh hakim dalam memutus perkara di pengadilan.

C. Kekuatan dan Kelemahan Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Perdata

1. Kekuatan Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Perdata

(53)

dimanfaatkan oleh mereka yang tengah bersengketa.44

Pertama, penyelenggaraan proses mediasi tidak diatur secara rinci dalam peraturan perundang-undangan sehingga para pihak memiliki kebebasan dan tidak terperangkap dalam bentuk-bentuk formalism, seperti halnya dalam proses litigasi. Dalam literature sering disebutkan bahwa fleksibilitas dari proses mediasi dibandingkan dengan proses litigasi, merupakan unsur yang menjadi daya tarik dari mediasi karena para pihak dapat dengan segera membahas masalah-masalah atau memperdebatkan hal-hal teknis hukum. Dalam litigasi, pihak tergugat selalu menyerang gugatan penggugat dengan mengemukakan kelemahan-kelemahan aspek formal dari surat gugatan, misalnya gugatan samar/kabur, posita tidak mendukung petitum atau pengadilan tidak berwenang, sementara pokok perkara belum menjadi perhatian. Selain itu dalam sengketa yang melibatkan banyak pihak, jika hanya beberapa pihak saja yang sepakat atas hasil perdamaian, sementara satu atau beberapa pihak lain tidak sepakat, maka perdamaian tetap dapat berlangsung antara dua pihak yang menyetujui hasil kesepakatan perdamaian. Di Belanda, dalam sebuah sengketa yang melibatkan dua atau lebih masalah, kesepakatan perdamaian dapat dicapai hanya untuk masalah-masalah tertentu, sedangkan sisa

Banyaknya masyarakat Indonesia yang memakai mediasi sebagai penyelesaian sengketa karena adanya kelebihan tertentu memakai mediasi ini. Beberapa kekuatan-kekuatan mediasi, yaitu :

44

(54)

masalah yang tidak disepkati, penyelesaiannya diserahkan kepada hakim untuk diputus sehingga di Belanda dikenal kesepakatan perdamaian penuh dan kesepakatan perdamaian sebagian.45

Keempat, para pihak melalui proses mediasi dapat membahas berbagai aspek atau sisi dari perselisihan mereka, tidak hanya aspek

Kedua, pada umumnya mediasi diselenggarakan secara tertutup atau rahasia. Artinya adalah bahwa hanya para pihak dan mediator yang menghadiri proses mediasi, sedangkan pihak lain tidak diperkenankan untuk menghadiri proses mediasi. Kerahasian dan ketertutupan ini juga sering menjadi daya tarik tertentu bagi kalangan tertentu, terutama para pengusaha yang tidak menginginkan masalah yang dihadapinya dipublikasikan di media massa.

Ketiga, dalam proses mediasi, pihak materil atau prinsipal dapat secara langsung berperan serta dalam melakukan perundingan dan tawar-men

Referensi

Dokumen terkait

“KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN PERDAMAIAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI LUAR SIDANG PENGADILAN”. Penulis menyadari bahwa banyak sekali hambatan, tantangan

Mediasi pada intinya adalah agar para pihak yang bersengketa bisa diselesaikan dengan cara mediasi, mediasi dalam hal ini sama dengan artinya dengan

1 Tahun 2016 yang memberikan penekanan adanya proses mediasi di pengadilan tersebut, daya ikat mediasi terhadap penyelesaian perkara tersebut menjadi lebih kuat,

Dalam praktik di Pengadilan pada umumnya, belum ada para pihak yang mengajukan alat bukti elektronik ke muka sidang, sehingga hakim perdata di Pengadilan Negeri

“Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 memuat sepuluh prinsip pengaturan tentang penggunaan mediasi terintegrasi di pengadilan (court- connected

mediasi dilakukan di ruangan tersendiri yang dihadiri oleh para pihak dan hakim mediator saja. Pada umumnya proses mediasi bersifat tertutup, kecuali para pihak

Mediasi dalam penyelesaian sengketa di Pengadilan Negeri memiliki manfaat sebagai sarana dan proses kegiatan sebagai kelanjutan dari gagalnya negosiasi yang

Dalam skripsi ini berfokus pada bagaimana Penerapan Mediasi di Pengadilan Agama Purbalingga dan meneliti bagaimana Efektifitas Mediasi dalam Penyelesaian Konflik yang ditangani di