• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMBAGIAN HARTA WARISAN (STUDI DI PENGADILAN NEGERI MEDAN) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMBAGIAN HARTA WARISAN (STUDI DI PENGADILAN NEGERI MEDAN) SKRIPSI"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

(STUDI DI PENGADILAN NEGERI MEDAN)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

DISUSUN OLEH :

RUTHMAYANA GABRIELLA MAYLIN NIM : 150200354

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN BW

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS HUKUM

MEDAN 2019

(2)
(3)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : RUTHMAYANA GABRIELLA MAYLIN

NIM : 150200354

Departemen : Hukum Keperdataan BW

Judul Skripsi : “Peran Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Harta Warisan (Studi di Pengadilan Negeri Medan)”

Dengan ini menyatakan :

1. Bahwa isi skripsi yang telah saya tulis tersebut di atas adalah benar tidak merupakan tiruan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah tiruan dari orang lain maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Medan, Juli 2019

RUTHMAYANA G.M.

NIM. 150200354

(4)

Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang karena anugerah dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “PERAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMBAGIAN HARTA WARISAN (STUDI DI PENGADILAN NEGERI MEDAN)”, disusun berkat bimbingan dan arahan serta petunjuk dari dosen pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Khususnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Penasihat Akademik yang telah membimbing penulis selama penulis melaksanakan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

5. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum. selaku Sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Dr. Maria Kaban, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing I, yang sabar dan telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran, yang telah membimbing dan mendukung penulis dalam masa penulisan sampai penyelesaian skripsi ini.

8. Ibu Dr. Yefrizawati, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II, yang sabar dan telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran, yang telah membimbing dan mendukung penulis dalam masa penulisan sampai penyelesaian skripsi ini.

9. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar yang ada di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membimbing dan membantu penulis di dalam perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh Staf di bagian pendidikan, yang telah membantu penulis dalam urusan administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

11. Seluruh Staf di bagian Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah membantu penulis dalam menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

12. Teristimewa kepada Orangtua penulis, Bapak Ir. Karles Sinaga dan Ibu Erna Juwita Asna Ria Sianipar terima kasih yang sebesar-besarnya atas semua doa,

(6)

bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

14. Untuk adik-adik tersayang, Bunga Carina Flora Oktaviani, Adillah Ayu Andini, Kristina Intan Permata Sari, dan Christ Michael Sahat Maruli Tua Sinaga, terima kasih atas semua dukungan dan bantuannya selama penulisan skripsi ini.

15. Teman-teman sepergerakan di GMKI Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis selama masa perkuliahan dan dalam penyelesaian skripsi ini.

16. Teman-teman seperjuangan di AMPI Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis selama masa perkuliahan dan dalam penyelesaian skripsi ini.

17. Kepada sahabat-sahabat penulis di dalam kampus, Bella Anastasia Simatupang, Titin Gultom, Angelia Yosefhany Saragih, Armaida Hasibuan, Maria Aruan, Meydana Sitorus, Rahmad Riski Putra, Vina Adelina Ginting, Daniel William yang selalu setia memberi semangat dan bantuan serta motivasi kepada penulis selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

18. Kepada sahabat-sahabat penulis di luar kampus, Angel Sianipar, Ady Panjaitan, Bang Clinton Simanungkalit, Putri Monica, Kak Putri Saragih, Kak Winda Silaban, Patrick Sinaga, Apriansen Saragi yang telah memberi semangat dan bantuan serta motivasi kepada penulis selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

(7)

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak ditemukan kelemahan-kelemahan serta kekurangan-kekurangannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran-saran dan arahan-arahan yang bersifat membangun agar penulis dapat menjadi lebih baik lagi di kemudian hari. Besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada kita semua dan semoga doa yang telah diberikan mendapat berkah dari Tuhan dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan perkembangan hukum di Negara Republik Indonesia.

Medan, Juli 2019 Hormat Penulis

Ruthmayana Gabriella Maylin 150200354

(8)

Salah satu proses penting dalam perjalanan kehidupan manusia adalah meninggal dunia, sehingga peristiwa ini menimbulkan hubungan hukum yang menyangkut hak para keluarganya (ahli waris) terhadap seluruh harta peninggalannya. Tentu saja hal ini dapat menimbulkan konflik antar pihak.

Pihak-pihak yang bersengketa diberi kebebasan untuk menentukan mekanisme pilihan penyelesaian sengketa yang dikehendaki. Salah satu lembaga hukum yang termasuk dalam lembaga penyelesaian sengketa alternatif adalah mediasi.

Proses mediasi selalu ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa yang netral dan independen dalam suatu keputusan sengketa. Dengan latar belakang skripsi ini, merumuskan masalah tentang tinjauan umum tentang harta warisan, penyelesaian sengketa melalui mediasi di pengadilan, dan peran mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian harta warisan di Pengadilan Negeri Medan.

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah jenis penelitian yuridis normatif, sifat penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian deskkriptif, data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder, metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi lapangan dan studi kepustakaan, alat pengumpulan data yang dilakukan yaitu studi dokumen dan pedoman wawancara, dan analisa data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah analisa kualitatif.

Harta warisan adalah kekayaan yang berupa keseluruhan aktiva dan pasiva yang ditinggalkan pewaris dan berpindah kepada ahli waris. Sengketa-sengketa tentang harta warisan seperti salah satu ahli waris merasa tidak diuntungkan atau dirugikan, dan salah satu ahli waris tidak menerima harta warisan dengan adil. Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah, dimana mediator bekerja sama dengan pihak yang bersengketa untuk mencari kesepakatan bersama. Mediasi di Pengadilan akan dilakukan setelah persidangan perkara telah dinyatakan dibuka oleh Hakim. Proses mediasi di Pengadilan Negeri Medan sesuai dengan proses mediasi yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 dan mediator sangat berperan dalam proses mediasi di Pengadilan Negeri Medan.

Kata Kunci : Penyelesaian Sengketa, Harta Warisan, Mediator

(9)

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 8

D. Tinjauan Pustaka ... 9

E. Metode Penelitian ... 13

F. Keaslian Penulisan ... 18

G. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA WARISAN A. Pengertian Harta Warisan ... 23

B. Bentuk-Bentuk Harta Warisan ... 25

C. Sengketa-Sengketa tentang Harta Warisan ... 28

D. Faktor-Faktor yang Menghalangi Mendapatkan Warisan ... 31

BAB III : PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI DI PENGADILAN A. Pengertian Mediasi ... 33

B. Dasar Hukum Mediasi di Pengadilan ... 36

C. Dasar Hukum Mediasi di Luar Pengadilan ... 37 D. Perbedaan Mediasi di Luar Pengadilan dan Mediasi di Pengadilan . 38

(10)

BAB IV : PERANAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMBAGIAN HARTA WARISAN DI PENGADILAN NEGERI MEDAN

A. Proses Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Negeri Medan ... 52 B. Peran Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Harta Warisan

di Pengadilan Negeri Medan ... 55 C. Hambatan yang Dihadapi oleh Mediator dalam Penyelesaian Sengketa

Pembagian Harta Warisan di Pengadilan Negeri Medan ... 57 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 60 B. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA ... 63 LAMPIRAN

(11)

A. Latar Belakang

Manusia dalam proses perjalanan hidupnya di dunia ini mengalami tiga peristiwa penting, yaitu dilahirkan, hidup, dan meninggal dunia. Semua proses perjalanan kehidupan tersebut akan membawa pengaruh dan menimbulkan akibat hukum tertentu.

Seorang manusia selaku anggota masyarakat selama hidupnya mempunyai tempat dalam masyarakat dengan disertai berbagai hak-hak dan kewajiban- kewajiban terhadap anggota-anggota lain dari masyarakat itu dan terhadap barang-barang yang berada dalam masyarakat itu. Dalam kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan kekerabatan dan kekeluargaan tidak menutup kemungkinan terjadi juga permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan kepentingan sendiri. Kekerabatan dan suasana hidup yang penuh kekeluargaan tidak akan dapat memberikan jaminan untuk selalu hidup dengan suasana nyaman, tentram, dan damai. Hal ini disebabkan perkembangan dan kebutuhan yang semakin hari semakin menuntut bagi siapapun untuk selalu siap berkompetisi dalam meningkatkan taraf hidup rumah tangganya sendiri.

Salah satu proses penting dalam perjalanan kehidupan manusia adalah meninggal dunia, peristiwa ini mengakibatkan timbulnya persoalan mengenai segala sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia tersebut.

Sehingga, menimbulkan hubungan hukum yang menyangkut hak para keluarganya (ahli waris) terhadap seluruh harta peninggalannya. Oleh karena

(12)

itu, lahirlah cabang ilmu hukum yang mengatur bagaimana cara penyelesaian harta peninggalan kepada keluarganya yaitu Hukum Waris.

Banyak permasalahan yang dapat terjadi karena pembagian warisan, seperti masing-masing ahli waris merasa tidak menerima harta warisan dengan adil, salah satu ahli waris merasa tidak diuntungkan atau dirugikan karena pembagian warisan tersebut, atau ada ketidaksepakatan antara masing-masing ahli waris tentang hukum yang akan mereka gunakan dalam pembagian harta warisan.

Manusiawi jika seseorang menginginkan harta benda sehingga membenarkan segala cara untuk mendapatkan harta benda tersebut walaupun memiliki hubungan kekeluargaan. Tentu saja hal ini dapat menimbulkan konflik.

Konflik merupakan kondisi yang terjadi ketika dua pihak atau lebih menganggap ada perbedaan posisi yang tidak selaras, tidak cukup sumber dan tindakan salah satu pihak menghalangi, atau mencampuri atau dalam beberapa hal membuat tujuan pihak lain kurang berhasil. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada pandangan yang sama sekali bertentangan tanpa ada kompromi, kemudian menarik kesimpulan yang berbeda dan cenderung bersifat tidak toleran, maka dapat dipastikan akan timbul konflik tertentu.1

Konflik tidak saja terjadi antara orang perorangan tetapi juga dapat terjadi di antara kelompok-kelompok manusia. 2 Menurut Soerjono Soekanto,

1 Winardi, Manajemen Konflik, (Konflik Perubahan Dan Pengembangan), ( Bandung:

Mandar Maju, 2007), hlm. 3

2 Jusmadi Sikumbang, Mengenal Sosiologi dan Sosiologi Hukum, (Medan: Pustaka Bangsa Press,2014), hlm. 116

(13)

pertentangan atau pertikaian (konflik) adalah proses sosial di mana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha memenuhi tujuan dengan jalan menentang pihak lawan dengan ancaman atau kekerasan.3 Raucek dan Warren memberikan rumusan tentang konflik yaitu suatu usaha untuk menyampingkan seorang pesaing dari persaingan.

Perbedaan jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi, sistem hukum, bangsa, suku, agama, kepercayaan, aliran politik, serta budaya dan tujuan hidupnya, perbedaan inilah yang selalu menimbulkan konflik. Selama masih ada perbedaan tersebut, konflik tidak dapat dihindarkan dan selalu akan terjadi.4 Perbedaan ini merupakan situasi ketidaksepahaman antara dua individu atau lebih terhadap suatu masalah yang mereka hadapi. Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa bilamana pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak keprihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain.5

Pada prinsipnya, pihak-pihak yang bersengketa diberi kebebasan untuk menentukan mekanisme pilihan penyelesaian sengketa yang dikehendaki.

Dengan demikian, hendaknya para pihak lebih mengedepankan upaya upaya perdamaian.

Penyelesaian sengketa melalui perdamaian jauh lebih efektif dan efisien.

Pada umumnya jangka waktu penyelesaian hanya satu atau dua minggu atau

3 Ibid, hlm. 117

4 Wirawan, Konflik Dan Manajemen Konflik; Teori, Aplikasi Dan Penelitian, (Jakarta:

Salemba Humanika, 2010), hlm.1

5 Siti Megadianty Adam dan Takdir Rahmadi. 1997. “Sengketa dan Penyelesaiannya”.

Buletin Musyawarah Nomor 1 Tahun I. Jakarta: Indonesian Center for Environment Law, hlm.1., dalam skripsi Ririn Bidasari hlm.25

(14)

paling lama satu bulan, asal ada ketulusan hati dari kedua belah pihak. Selain itu biayanya pun sangat murah.

Perdamaian adalah suatu persetujuan antara dua pihak yang berselisih dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan, atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara.6 Pengertian perdamaian tersebut seperti yang dikemukakan dalam Pasal 1851:

“Perdamaian adalah suatu persetujuan yang berisi bahwa dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, kedua belah pihak mengakhiri suatu perkara yang sedang diperiksa pengadilan ataupun mencegah timbulnya suatu perkara bila dibuat secara tertulis.”

Penyelesaian sengketa dengan cara damai dapat dilakukan dengan menggunakan alternatif penyelesaian sengketa atau dalam istilah asalnya disebut sebagai Alternative Dispute Resoluton (ADR) yang didasarkan pada itikad baik dengan mengenyampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Hal ini karena dalam alternatif penyelesaian sengketa dimungkinkan untuk dilaksanakannya suatu penyelesaian sengketa secara informal, sukarela, dengan kerja sama langsung antara kedua belah pihak yang bersengketa, dan dapat tercapainya kebutuhan maupun kepentingan dari para pihak yang bersengketa (win-win solution).7

Pasal 1 angka 10 UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, mendefinisikan alternatif penyelesaian

6 Sophar Maru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 313

7 Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa : Arbitrase Nasional Indonesia &

Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 13

(15)

sengketa sebagai lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Alternatif penyelesaian sengketa sangat berkembang di Indonesia karena alasan-alasan sebagai berikut :8

1. Faktor ekonomis : Alternatif penyelesaian sengketa memiliki potensi sebagai sarana penyelesaian sengketa yang lebih ekonomis, baik dari sudut pandang biaya maupun waktu.

2. Faktor ruang lingkup yang dibahas : Alternatif penyelesaian sengketa memiliki kemampuan untuk membahas agenda permasalahan secara lebih luas, komprehensif, dan fleksibel. Hal ini dapat terjadi karena aturan main dikembangkan dan ditentukan oleh para pihak yang bersengketa sesuai dengan kepentingan dan kebutuhannya.

3. Faktor pembinaan hubungan baik : Alternatif penyelesaian sengketa yang mengandalkan cara-cara penyelesaian kooperatif sangat cocok bagi mereka yang menekankan pentingnya pembinaan hubungan baik antara manusia yang telah berlangsung maupun yang akan datang.

Salah satu lembaga hukum yang termasuk dalam lembaga penyelesaian sengketa alternatif adalah mediasi. Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah, di mana pihak luar yang tidak memihak (impartial) bekerja sama dengan pihak yang bersengketa untuk mencari kesepakatan bersama.9 Hampir sama dengan pengertian tersebut, menurut Gary Goodpaster, mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah di mana pihak luar yang tidak memihak

8 Suyud Margono, ADR & Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, (Bogor:

Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 39

9 Ibid, hlm.10

(16)

(impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan.10

Beberapa prinsip mediasi adalah bersifat sukarela atau tunduk pada kesepakatan para pihak, pada bidang perdata, sederhana, tertutup dan rahasia, serta bersifat menengahi atau bersifat sebagai fasilitator. Prinsip-prinsip ini merupakan daya tarik tersendiri dari mediasi, karena dalam mediasi para pihak dapat menikmati prinsip ketertutupan dan kerahasiaan yang tidak ada dalam proses litigasi.11

Proses mediasi selalu ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa yang netral dan independen dalam suatu keputusan sengketa. Mediator bertindak sebagai “kendaraan” untuk berkomunikasi antara para pihak, sehingga pandangan mereka yang berbeda atas sengketa tersebut dapat dipahami dan mungkin didamaikan, tetapi tanggung jawab utama tercapainya suatu perdamaian tetap berada di tangan para pihak sendiri.12

Pemilihan mediator harus dilaksanakan dengan hati-hati dan penuh pertimbangan. Hal ini dikarenakan seorang mediator sebagai penengah memegang peranan penting dalam kemajuan penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak. Dalam proses mediasi, seorang mediator memiliki peran sebagai pihak yang mengawasi jalannya mediasi seperti mengatur perundingan, menyelenggarakan pertemuan, mengatur diskusi, menjadi penengah, merumuskan kesepakatan dalam para pihak, serta membantu para

10 Khotibul Umam, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia), hlm.11

11 Frans Hendra Winarta, op.cit., hlm. 16

12 Fitrotin Jamilah, Strategi Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2014), hlm. 66

(17)

pihak untuk menyadari bahwa sengketa bukanlah suatu pertarungan untuk dimenangkan, tetapi sengketa tersebut harus diselesaikan.13

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan dalam latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul skripsi “PERAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMBAGIAN HARTA WARISAN DI PENGADILAN (STUDI DI PENGADILAN NEGERI MEDAN)”

B. Rumusan Masalah

Berkaitan dengan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas maka rumusan permasalahan yang akan dibahas serta dianalisis dengan bertitik tolak pada peraturan-peraturan yang berlaku, teori, pendapat para sarjana, serta asas- asas hukum guna melengkapi pembahasan secara lengkap dan menyeluruh, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana tinjauan umum tentang harta warisan ?

2. Bagaimanakah penyelesaian sengketa melalui mediasi di Pengadilan ? 3. Bagaimanakah peran mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian

harta warisan di Pengadilan Negeri Medan?

13 Frans Hendra Winarta, op.cit., hlm.17

(18)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi tujuan dalam skripsi ini adalah :

a. Untuk mengetahui tinjauan umum tentang harta warisan.

b. Untuk mengetahui cara penyelesaian sengketa melalui mediasi di Pengadilan.

c. Untuk mengetahui peran mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian harta warisan di Pengadilan Negeri Medan.

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penelitian dari penulisan skripsi ini yaitu, sebagai berikut :

a. Manfaat secara teoretis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan masukan sekaligus menambah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis khususnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan peran mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian harta warisan di Pengadilan Negeri Medan.

b. Manfaat secara praktis

Skripsi ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa dan praktisi hukum khususnya para hakim, pemerintah, mediator, advokat maupun masyarakat khususnya para pihak yang terlibat dalam suatu perkara

(19)

harta warisan sehingga penulisan skripsi ini dapat dijadikan acuan dalam penyelesaian perkara harta warisan melalui proses mediasi.

D. Tinjauan Pustaka

Sengketa adalah perselisihan atau perbedaan pendapat (persepsi) yang terjadi antara dua pihak atau lebih karena adanya pertentangan kepentingan yang berdampak pada terganggunya pencapaian tujuan yang diinginkan oleh para pihak.14 Sengketa terjadi karena adanya perbedaan kepentingan masing- masing para pihak, yaitu bila ada interaksi antara dua orang atau lebih, di mana salah satu pihak percaya bahwa kepentingannya tidak sama dengan kepentingan yang lain.

Banyak permasalahan yang dapat terjadi di dalam kehidupan manusia, salah satunya adalah pembagian harta warisan. Wirjono Prodjodikoro mendefinisikan warisan sebagai soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.15

Sebab-sebab seseorang bisa mendapatkan bagian warisan dari seorang yang telah meninggal, yaitu :

1. Karena Adanya Hubungan Perkawinan

Seseorang dapat memperoleh harta warisan (menjadi ahli waris) disebabkan adanya hubungan perkawinan antara si mayit dengan

14Candra Irawan, Aspek Hukum dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Alternative Dispute Resolution) di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 2010), hlm.2

15 Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah. Hukum Kewarisan Perdata Barat, (Jakarta:

Kencana, 2014), hlm. 11

(20)

seseorang tersebut, yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah suami atau istri dari si mayit.16

Hubungan perkawinan disini adalah hubungan kewarisan yang disebabkan perkawinan yang sah. Dengan sebab perkawinan tersebut, suami mewarisi harta si istri dan si istri mewarisi harta si suami.

2. Karena Adanya Hubungan Darah / Kekeluargaan

Seseorang dapat memperoleh harta warisan (menjadi ahli waris) disebabkan adanya hubungan darah/kekeluargaan dengan si mayit atau setiap hubungan persaudaraan yang disebabkan kelahiran (keturunan), baik yang dekat maupun yang jauh, yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah ibu, bapak, kakek, nenek, anak, cucu, cicit, saudara, anak saudara, dan lain-lain.17

Ada tiga syarat agar pewarisan itu dinyatakan ada, sehingga dapat memberi hak kepada seseorang atau ahli waris untuk menerima warisan, yaitu :18

a. Orang yang mewariskan benar telah meninggal dunia dan dapat dibuktikan secara hukum bahwa ia telah meninggal dunia.

Pasal 830 KUH Perdata menyebutkan, bahwa pewarisan hanya berlangsung karena kematian. Ini berarti bahwa apabila tidak ada kematian, maka tidak ada pewarisan. Kematian di sini adalah kematian alamiah (wajar).19

16 Suhrawardi K.Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm.55

17 Ibid.

18 Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 71

19 Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, op.cit., hlm. 14

(21)

b. Orang yang mewarisi (ahli waris atau waris) hidup pada saat orang yang mewariskan meninggal dunia dan dapat dibuktikan secara hukum.

Termasuk dalam pengertian hidup di sini adalah :

1. Anak (embrio) yang hidup dalam kandungan ibunya pada saat orang yang mewariskan meninggal dunia.

2. Orang yang menghilang dan tidak diketahui tentang kematiannya, dalam hal ini perlu adanya keputusan hakim yang mengatakan bahwa ia masih hidup. Apabila dalam waktu yang ditentukan ia tidak juga kembali, maka bagian warisannya dibagikan kembali kepada ahli waris.

c. Ada hubungan pewarisan antara orang yang mewariskan dengan orang yang mewarisi.

1. Hubungan darah

Yang dimaksud dengan hubungan darah di sini ialah hubungan darah yang disebabkan pernikahan yang sah. Apabila hubungan darahnya atau proses kelahirannya disebabkan bukan pernikahan yang sah, maka tidak termasuk orang yang mewarisi.

2. Hubungan pernikahan

Yang dimaksud dengan pernikahan di sini ialah pernikahan yang sah menurut hukum. Seseorang dapat mewarisi disebabkan menjadi suami atau istri dari orang yang mewariskan, dan hubungan pernikahan masih berlangsung sampai saat kematian salah satu pihak suami atau istri, tidak dalam keadaan bercerai.

(22)

Manusiawi jika seseorang menginginkan harta benda sehingga membenarkan segala cara untuk mendapatkan harta benda tersebut walaupun memiliki hubungan kekeluargaan. Tentu saja hal ini dapat menimbulkan konflik atau sengketa.

Salah satu lembaga hukum yang termasuk dalam lembaga penyelesaian sengketa alternatif adalah mediasi. Pasal 1 ayat 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan mendefinisikan mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberikan definisi tentang mediasi yang terdapat dalam pasal 6 ayat (3), yaitu mediasi merupakan suatu proses kegiatan sebagai kelanjutan dari gagalnya negosiasi yang dilakukan oleh para pihak.

Menurut Takdir Rahmadi, mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan memutus.20

Dalam proses mediasi, diperlukan mediator untuk membantu proses penyelesaian sengketa. Menurut pasal 1 angka 2 Perma No. 1 Tahun 2016, mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

20 Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 12

(23)

Peran dan tugas Mediator Hakim dalam menyelesaikan sengketa adalah memulihkan hubungan-hubungan sosial antara pihak-pihak yang bersengketa sehingga tercipta kembali hubungan yang damai dan harmonis, menyelesaikan pokok sengketa secara adil dan damai sehingga tidak ada pihak yang merasa kalah dan menang tetapi sama-sama menang, memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada para pihak.21

Dari uraian di atas maka terlihat jelas bahwa mediasi merupakan salah satu cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa ini ditempuh melalui kesepakatan para pihak yang bersengketa untuk berdamai yang dibantu oleh seorang mediator. Mediator membimbing para pihak untuk melakukan negosiasi sampai terdapat kesepakatan yang mengikat para pihak.

Tetapi mediator tidak berwenang untuk memutus sengketa, tetapi hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dikuasakan kepadanya.

E. Metode Penelitian

Secara etimologis, metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan atau mengerjakan sesuatu, pengertian ini diambil dari istilah metode yang berasal dari bahasa Yunani, ”methodos” yang artinya “jalan menuju”. Bagi kepentingan ilmu pengetahuan, metode merupakan titik awal menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang pengetahuan tertentu.22

21 A. Mukti Arto, Mencari Keadilan Kritik dan Solusi Terhadap Praktik Peradilan Perdata di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 24

22 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2008), hlm. 13

(24)

Dalam melakukan suatu penelitian tidak terlepas dengan penggunaan metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.23 Setiap penelitian haruslah menggunakan metode guna menganalisa permasalahan yang akan dibahas dalam suatu penelitian dan penulisan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Adapun metode yang dipakai adalah :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada pada masyarakat.24 Penelitian yuridis normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research). Menurut Soetandyo Wignjosoebroto, penelitian doktrinal terdiri dari :25

a. Penelitian yang berupa usaha inventarisasi hukum positif;

b. Penelitian yang berupa usaha penemuan asas-asas dan dasar falsafah (dogma atau doktrin) hukum positif; dan

c. Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in concreto yang layak diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara hukum tertentu.

23 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm.

44

24 Zinuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 105

25 Bambang Sunggono, op. cit., hal 42

(25)

Penelitian yuridis normatif ini didukung dengan wawancara kepada informan, yaitu Mediator Hakim yang menjadi objek penelitian untuk mengetahui peran mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian harta warisan di Pengadilan Negeri Medan.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian deskriptif yang di mana penelitian ini berusaha memberikan gambaran tentang bagaimana keseluruhan objek yang akan diteliti. Penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat; karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor tertentu.26 3. Lokasi Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, dilakukan penelitian di Pengadilan Negeri Medan di Medan. Penelitian dilakukan di tempat tersebut dengan pertimbangan tempat tersebut memenuhi kriteria untuk mendapatkan gambaran mengenai peran mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian harta warisan di Pengadilan Negeri Medan.

4. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini terdiri dari : a. Data Primer

Data primer merupakan data lapangan yang diperoleh langsung dari Mediator melalui wawancara. Wawancara terstruktur dilakukan

26 Ibid., hal. 35

(26)

dengan Mediator Hakim yang melakukan mediasi dalam penyelesaian sengketa perdata di Pengadilan Negeri Medan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data pustaka yang bersifat teoretis yang diperoleh dengan mempelajari berbagai sumber bacaan yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini.

Data sekunder terdiri dari :

1. Bahan Hukum Primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan judul penelitian seperti Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan tentang hukum primer seperti bahan kepustakaan yang berupa buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah hukum, maupun artikel hukum dari internet yang berkaitan dengan judul penelitian.

3. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang hukum primer dan sekunder antara lain berupa kamus dan ensiklopedia.

5. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah :

(27)

a. Studi Lapangan

Studi lapangan yang dilakukan dalam skripsi ini yaitu wawancara kepada Mediator Hakim yang melaksanakan mediasi yang dilakukan di Pengadilan Negeri Medan. Wawancara adalah situasi peran antara pribadi bertatap muka (face to face), ketika seseorang, yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada seseorang responden di mana pertanyaan itu dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang sesuai dengan masalah penelitian.27

b. Studi Kepustakaan

Penelitian dilakukan dengan mempelajari berbagai sumber bacaan yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum, makalah hukum, majalah hukum, surat kabar, artikel hukum di internet, pendapat para sarjana yang ahli di bidang hukum, dan lainnya.

6. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang dilakukan yaitu melalui studi dokumen yaitu hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, dan pedoman wawancaranya adalah tentang permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini yaitu proses mediasi dalam penyelesaian sengketa, peran mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian harta warisan di pengadilan,

27 Fred N. Kerlinger, Asas-Asas Penelitian Behavourial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996), hlm. 770

(28)

hambatan yang dihadapi oleh mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian harta warisan di Pengadilan Negeri Medan.

7. Analisis Data

Analisa data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah analisa kualitatif. Metode kualitatif ini digunakan agar dapat mengerti dan memahami gejala yang diteliti.28 Metode kualitatif adalah riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Penulisan skripsi dengan metode analisis kualitatif dilakukan dengan menelaah bahan-bahan hukum baik dari buku-buku, internet, kamus, peraturan perundang-undangan dan lain- lain yang berhubungan dengan judul skripsi yang dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

F. Keaslian Penulisan

Pembahasan skripsi ini dengan judul : “PERAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMBAGIAN HARTA WARISAN DI PENGADILAN (STUDI DI PENGADILAN NEGERI MEDAN)” belum pernah ditulis dan belum pernah ada pembahasan sebelumnya.

Hal ini didasarkan pada penelusuran yang dilakukan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, akan tetapi ada hasil penelitian yang terdahulu yang memiliki sedikit kesamaan dengan judul skripsi ini, yaitu :

28 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:Universitas Indonesia/UI- Press,2007), hlm. 21

(29)

1. Kedudukan Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Negeri Medan (Studi Terhadap Efektivitas Perma Nomor 1 Tahun 2016) oleh Husnah Iffah Afrida dengan permasalahan :

a. Bagaimana Kedudukan Mediator dalam Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Negeri Medan ?

b. Bagaimana Efektifitas Perma No.1 Tahun 2016 di Pengadilan Negeri Medan ?

c. Kendala-Kendala Apa Saja yang Dialami Mediator dalam Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Negeri Medan ?

2. Efektivitas Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri (Studi di Pengadilan Negeri Medan) oleh Fanny Dwi Lestari dengan permasalahan :

a. Bagaimana Efektivitas Mediator dalam Menyelesaikan Sengketa Perdata melalui Mediasi di Pengadilan Negeri Medan ?

b. Bagaimana Prinsip dan Prosedur Mediasi yang Dilakukan oleh Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri Medan ?

c. Bagaimana Efektivitas Penerapan PERMA No.1 Tahun 2008 di Pengadilan Negeri Medan ?

3. Peran Hakim Mediator Dalam Menyelesaikan Perkara Perdata Menurut Perma Nomor 1 Tahun 2008 oleh Selly Herwina dengan permasalahan :

a. Bagaimana Mediasi pada Umumnya Baik di Dalam Pengadilan Maupun Dalam PERMA No.1 Tahun 2008 ?

(30)

b. Bagaimana Kedudukan Hakim Mediator dalam Menyelesaikan Perkara Menurut PERMA No.1 Tahun 2008 ?

c. Bagaimana Pelaksanaan Putusan Perdamaian dalam Proses Mediasi ?

4. Peranan Mediator Dalam Sengketa Perceraian Menurut Perma No.1 Tahun 2008 (Studi di Pengadilan Negeri Stabat) oleh Yesaya Syahkata dengan permasalahan :

a. Bagaimana Proses Penyelesaian Sengketa Perceraian oleh Mediator ?

b. Bagaimana Faktor Penunjang Keberhasilan Mediator dalam Sengketa Perceraian ?

c. Apa yang Menjadi Faktor Hambatan yang Dihadapi oleh Mediator Dalam Sengketa Perceraian ?

Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan doktrin- doktrin yang ada dalam melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dan apabila ternyata dikemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka akan dipertanggung jawabkan sepenuhnya terhadap skripsi ini.

(31)

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini akan mempermudah penulisan dan penjabaran penulisan skripsi mengenai peranan mediator dengan memberikan gambaran yang lebih jelas, penelitian ini akan dibagi menjadi lima bab dengan sistematika sebagai berikut :

Bab I pendahuluan berisikan tentang latar belakang, yaitu apa alasan yang mendorong penulis untuk mengangkat judul ini dalam suatu penelitian hukum.

Perumusan masalah yaitu hal-hal yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini, tujuan penulisan yaitu maksud dari penulis menulis skripsi dengan tujuan tersebut, manfaat penulisan yaitu apa yang menjadi manfaatnya bagi penulis dan setiap pembaca, tinjauan pustaka, metode penelitian yaitu metode yang penulis gunakan dalam mengkaji setiap permasalahan, keaslian penulisan yaitu penegasan bahwa skripsi ini dapat dijamin keasliannya dan bukan merupakan bentuk plagiat dari penulisan lain, dan sistematika penulisan yaitu uraian ringkas dari skripsi ini.

Bab II tinjauan umum tentang harta warisan memaparkan tentang pengertian harta warisan, dasar hukum waris, penyebab mendapat warisan, unsur-unsur dalam hukum harta warisan, bentuk dan syarat warisan, golongan ahli waris, dan faktor yang menghalangi mendapatkan warisan.

Bab III penyelesaian sengketa melalui mediasi di pengadilan menjelaskan tentang pengertian mediasi, pengertian dan persyaratan menjadi seorang mediator, dasar hukum mediasi di luar pengadilan, dasar hukum mediasi di pengadilan, perbedaan mediasi di luar pengadilan dan mediasi di pengadilan, dan fungsi mediator dalam penyelesaian sengketa perdata

(32)

Bab IV peran mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian harta warisan di Pengadilan Negeri Medan menjelaskan tentang proses mediasi dalam penyelesaian sengketa di Pengadilan Negeri Medan, peran mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian harta warisan di Pengadilan Negeri Medan, dan hambatan yang dihadapi oleh mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian harta warisan di Pengadilan Negeri Medan.

Bab V kesimpulan dan saran merupakan bagian akhir dari penulisan skripsi ini yang berisikan kesimpulan dan saran-saran dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya.

(33)

A. Pengertian Harta Warisan

Menurut Muhammad Ali Ash-Shabuni, harta peninggalan atau harta warisan adalah sesuatu yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia, baik yang berbentuk benda (harta benda) dan hak-hak kebendaan, serta hak-hak yang bukan hak kebendaan.29

Dari defenisi di atas dapat diuraikan bahwa harta peninggalan atau harta warisan itu terdiri dari :30

1. Benda dan sifat-sifat yang mempunyai nilai kebendaan

Adapun yang termasuk dalam kategori ini adalah benda bergerak, benda tidak bergerak, piutang-piutang.

2. Hak-hak kebendaan

Adapun yang termasuk dalam kategori hak-hak kebendaan ini seperti sumber air minum, irigasi pertanian dan perkebunan, dan lain-lain.

3. Hak-hak yang bukan kebendaan

Adapun yang termasuk dalam kategori hak-hak yang bukan kebendaan ini seperti hak beli yang di utamakan bagi salah seorang anggota syarikat atau hak tetangga atas tanah, perkarangan, dan lain-lain).

Wirjono Prodjodikoro mendefinisikan warisan sebagai soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. Selain itu, harta warisan adalah kekayaan yang berupa

29 Suhrawardi K.Lubis dan Komis Simanjuntak, op.cit., hlm.50

30 Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, op.cit., hlm. 50

(34)

keseluruhan aktiva dan pasiva yang ditinggalkan pewaris dan berpindah kepada para ahli waris.31

Wujud warisan tersebut dapat berupa harta (harta yang bergerak dan harta tidak bergerak) dan termasuk juga diwarisi utang (kewajiban). Harta yang bergerak seperti kendaraan, logam mulia, sertifikat deposito dan lain sebagainya. Harta tidak bergerak seperti rumah dan tanah. Utang seperti utang kepada pihak ke bank, saudara dan lain sebagainya.

Prinsip umum pewarisan terdiri dari lima prinsip, yaitu :32

1. Pada asasnya yang dapat beralih pada ahli waris hanya hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan saja.

Ada hak dan kewajiban yang tidak dapat dinilai dengan uang, atau tidak terletak di bidang hukum kekayaan ternyata dapat diwariskan.

Sebaliknya ada hak dan kewajiban yang termasuk dalam bidang hukum kekayaan ternyata tidak dapat diwariskan.

2. Dengan meninggalnya seseorang, seketika itu segala hak dan kewajiban pewaris beralih pada ahli warisnya (Hak Saisine).

Hak Saisine berarti ahli waris demi hukum memperoleh kekayaan pewaris tanpa menuntut penyerahan. Berkaitan dengan Hak Saisine juga dikenal Hak Heriditatis Petitio, yaitu hak ahli waris untuk menuntut, khususnya berkaitan dengan warisan.

3. Yang berhak mewaris pada dasarnya adalah keluarga sedarah dengan pewaris.

31 Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah. Op.cit., hlm. 11

32 Ibid, hlm. 15

(35)

4. Pada asasnya harta peninggalan tidak boleh dibiarkan dalam keadaan tidak terbagi (Pasal 1066 KUHPerdata).

5. Pada asasnya setiap orang termasuk bayi yang baru lahir, cakap mewaris, kecuali mereka yang dinyatakan tak patut mewaris (Pasal 838 KUHPerdata).

Jadi warisan tidak selalu hal-hal yang indah yang dapat menyejahterakan yang mewarisinya, namun berupa tanggung jawab yang belum selesai yang harus diselesaikan oleh ahli warisnya. Warisan dapat menyelesaikan masalah atau justru dapat menambah masalah dalam keluarga besar.

B. Bentuk-Bentuk Harta Warisan

Harta warisan adalah segala sesuatu yang diberikan kepada ahli waris untuk dimiliki pewaris, baik itu berupa hak atau harta. Menurut Pasal 830 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata , “ Pewarisan hanya berlangsung karena kematian.” Jadi, apabila seseorang meninggal dunia (pewaris), maka demi hukum dan seketika itu juga hak dan kewajibannya beralih kepada para ahli warisnya, sepanjang hak dan kewajiban tersebut termasuk dalam lapangan hukum harta kekayaan atau dengan kata lain hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Dengan kata lain, harta peninggalan atau warisan baru terbuka kalau si pewaris sudah meninggal dunia dan si ahli waris masih hidup saat warisan terbuka.

Apa-apa yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia harus diartikan sedemikian luas agar dapat mencakup kepada :33

a. Kebendaan dan sifat-sifat yang mempunyai nilai kebendaan.

33 Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 25

(36)

1) Benda bergerak

Benda bergerak dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu :

a) Benda bergerak karena sifatnya yaitu benda-benda yang dapat berpindah atau dapat dipindahkan misalnya ayam, kambing, buku, pensil, meja, kursi, dan lain-lain (Pasal 509 KUHPer).

Termasuk juga sebagai benda bergerak ialah kapal-kapal, perahu- perahu, gilingan-gilingan dan tempat-tempat pemandian yang dipasang di perahu dan sebagainya (Pasal 510 KUHPer).

b) Benda bergerak karena ketentuan undang-undang (Pasal 511 KUHPer) misalnya:

a. Hak pakai hasil dan hak pakai atas benda-benda bergerak;

b. Hak atas bunga-bunga yang diperjanjikan;

c. Penagihan-penagihan atau piutang-piutang;

d. Saham-saham atau andil-andil dalam persekutuan dagang, dan lain-lain.

2) Benda tidak bergerak

a) Benda tidak bergerak karena sifatnya (Pasal 506 KUHPer) misalnya tanah dan segala sesuatu yang melekat atau didirikan di atasnya, atau pohon-pohon dan tanaman-tanaman yang akarnya menancap dalam tanah atau buah-buahan di pohon yang belum dipetik, demikian juga barang-barang tambang.

b) Benda tidak bergerak karena peruntukannya atau tujuan pemakaiannya (Pasal 507 KUHPer) misalnya pabrik dan barang- barang yang dihasilkannya, penggilingan-penggilingan, dan

(37)

sebagainya. Juga perumahan beserta benda-benda yang dilekatkan pada papan atau dinding seperti cermin, lukisan, perhiasan, dan lain-lain; kemudian yang berkaitan dengan kepemilikan tanah seperti rabuk, madu di pohon dan ikan dalam kolam, dan sebagainya; serta bahan bangunan yang berasal dari reruntuhan gedung yang akan dipakai lagi untuk membangun gedung tersebut, dan lain-lain.

c) Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang misalnya, hak pakai hasil, dan hak pakai atas kebendaan tidak bergerak, hak pengabdian tanah, hak numpang karang, hak usaha, dan lain-lain (Pasal 508 KUHPer).

3) Dan lain-lain yang dipandang sebagai miliknya.

b. Hak-hak kebendaan

Termasuk kelompok ini hak monopoli untuk memungut hasil dari jalan raya, sumber air minum, dan lain-lain.

c. Benda-benda yang berada di tangan orang lain

Misalnya; barang gadaian, dan barang-barang yang sudah dibeli dari orang lain, tetapi belum diserahterimakan kepada orang yang sudah meninggal.

d. Hak-hak yang bukan kebendaan

Hak beli yang diutamakan bagi tetangga/serikat, dan memanfaatkan barang yang diwasiatkan.

(38)

C. Sengketa-Sengketa tentang Harta Warisan

Sengketa merupakan hal yang dapat timbul kapan dan di mana saja dalam kehidupan bermasyarakat, di mana dalam kehidupan bermasyarakat pertentangan akan selalu ada karena masyarakat memiliki pandangan yang berbeda-beda. Sengketa terjadi ketika di mana adanya pihak yang merasa dirugikan oleh pihak yang lainnya.

Berikut suatu pengelompokkan dasar sengketa atau perselisihan, termasuk yang bersifat kompleks dan batas-batasnya yang dapat saja saling tumpang tindih sebagai berikut :34

1. Internasional – termasuk masalah-masalah hukum publik.

2. Konstitusional, administratif dan fiskal – temasuk masalah-masalah yang berkaitan dengan kewarganegaraan atau status; pemerintahan, instansi pemerintah, jenis instansi pemerintah, perijinan, perencanaan, perpajakan, dan jaminan sosial.

3. Organisasi – termasuk masalah-masalah yang timbul dalam berbagai bentuk organisasi dan mencakup manajemen, struktur, prosedur, dan perselisihan dalam organisasi.

4. Tenaga kerja – termasuk tuntutan gaji, jam kerja, dan perselisihan ketenagakerjaan.

5. Korporasi – termasuk perselisihan di antara pemegang saham dan masalah-masalah yang timbul dalam liquidasi, kepailitan, dan keuangan.

6. Perdagangan; bidang ini sangat luas dan mencakup perselisihan di bidang kontrak, masalah-masalah dalam hubungannya seperti kemitraan, usaha

34 H. Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 2002), hlm. 4

(39)

patungan yang berbentuk dalam berbagai bidang kegiatan yang menyangkut bisnis, seperti perbankan, pengangkutan komoditas, kekayaan intelektual, industri konstruksi, dan lainnya.

7. Perselisihan antar para konsumen, antara pemasok dan konsumen.

8. Perselisihan mengenai harta bnda – termasuk perselisihan antara pemilik dan penyewa, atau antara para penyewa, peninjauan sewa, dan perselisihan tentang batas-batas perkarangan rumah, dan sejenisnya.

9. Sengketa yang timbul akibat kerugian atau kesalahan – termasuk kealpaan atau kelalaian melakukan kewajiban akibat tuntutan terhadap perusahaan asuransi dan yang berkaitan dengan itu.

10. Masalah yang timbul akibat perceraian – termasuk masalah yang berkaitan dengan anak, harta benda dan keuangan.

11. Masalah keluarga lainnya – termasuk tuntutan hak waris, bisnis keluarga dan perselisihan antara anggota keluarga.

12. Masalah perwalian – termasuk masalah-masalah yang timbul antara wali dan ahli waris.

13. Perselisihan yang menimbulkan konsekuensi dalam undang-undang pidana.

14. Masalah-masalah kehidupan bermasyarakat, jenis kelamin, ras, dan suku.

15. Perselisihan antara pribadi.

Dalam kehidupan, manusia selalu menunjukkan adanya pertentangan yang di mana salah satu penyebabnya adalah perbedaan kepentingan antara manusia yang satu dengan yang lainnya, yang dapat menimbulkan sengketa. Sengketa

(40)

dapat berbentuk hal-hal yang berhubungan dengan uang, yang berkaitan dengan status, hak, maupun hal lainnya.

Salah satu proses penting dalam perjalanan kehidupan manusia adalah meninggal dunia. Peristiwa ini mengakibatkan timbulnya persoalan mengenai segala sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia tersebut, sehingga menimbulkan hubungan ilmu hukum yang menyangkut hak para keluarganya (ahli waris) terhadap seluruh harta peninggalannya.

Warisan tidak selalu dapat mensejahterakan yang mewarisinya bahkan dapat menambah masalah dalam keluarga yang dapat menimbulkan sengketa.

Banyak permasalahan yang dapat terjadi karena pembagian warisan yang dapat menimbulkan sengketa-sengketa tentang harta warisan, seperti :35

1. Harta warisan dikuasai, diusahai, dan dijalankan oleh salah satu pihak, tanpa memberikan hasil dan keuntungannya kepada pihak yang lainnya.

2. Salah satu pihak ingin mengalihkan dengan cara menjual harta warisan yang belum dibagi dan tidak ada surat wasiatnya kepada pihak lain.

3. Salah satu pihak tidak bersedia melaksanakan atau melakukan pembagian atas harta warisan.

4. Salah satu pihak menyatakan harta warisan yang sebenarnya milik pihak lain adalah miliknya.

5. Salah satu pihak menguasai serta melarang pihak lainnya untuk memiliki harta warisan.

6. Salah satu pihak menguasai harta warisan tanpa izin atau persetujuan dari pihak lainnya.

35 Berdasarkan Direktori Putusan Pengadilan Negeri Medan tentang Waris dari tahun 2015 sampai tahun 2018

(41)

7. Salah satu pihak melakukan kecurangan atau tindak kejahatan dengan maksud untuk menguasai atau mengalihkan kepemilikan atas harta warisan.

8. Salah satu pihak tidak diikutsertakan menjadi ahli waris sehingga merasa tidak diuntungkan atau dirugikan.

Hukum ada untuk meminimalisir berbagai sengketa dalam kehidupan bermasyarakat dengan tujuan menciptakan kedamaian yang berkelanjutan ke depannya. Sehingga penyelesaian sengketa menjadi salah satu aspek hukum yang penting agar ketertiban serta kedamaian dapat terjaga dengan baik, di mana penyelesaiannya harus dilakukan dengan baik untuk menuju keputusan atau hasil terbaik bagi para pihak.

D. Faktor yang Menghalangi Mendapatkan Warisan

Ahli waris yang tidak dapat mewaris (onwaardig) menurut KUH Perdata diatur dalam pasal 838, 839, dan 840. Pasal 840 untuk ahli waris tanpa testament dan pasal 912 untuk ahli waris dengan testament (surat wasiat).

Adapun pasal 838 KUH Perdata menyatakan bahwa orang yang dianggap tidak dapat menjadi waris karena dikecualikan dari pewarisan adalah sebagai berikut.36

1. Mereka yang dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh si yang meninggal.

36 Maman Suparman, Hukum Waris Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), hlm. 65

(42)

2. Mereka yang dengan putusan hakim dipersalahkan karena memfitnah si yang meninggal dengan mengajukan pengaduan telah melakukan kejahatan dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat.

3. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya.

4. Mereka yang telah menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal.

Dalam pasal 840 KUH Perdata dijumpai kalimat “seorang yang telah dinyatakan tak dapat menjadi ahli waris”. Artinya secara tata bahasa, yaitu mengingatkan kepada suatu pernyataan hakim. Kemudian, pasal ini menyebutkan bahwa anak-anak dari ahli waris yang tidak dapat mewaris itu, tidak boleh dirugikan oleh salahnya orang tua, apabila anak-anak itu menjadi ahli waris atas kekuatan sendiri artinya apabila menurut hukum warisan anak- anak itu tanpa perantaraan orang tuanya mendapat hak selaku ahli waris.37

37 Ibid, hlm. 67

(43)

A. Pengertian Mediasi

Mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang dipandang menyelesaikan sengketa dengan tujuan win-win solution. Mediasi merupakan kosakata atau istilah yang berasal dari bahasa Inggris, yaitu mediation. Para penulis dan sarjana Indonesia kemudia mengindonesiakannya menjadi “mediasi”.38

Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah, di mana pihak luar yang tidak memihak (impartial) bekerja sama dengan pihak yang bersengketa untuk mencari kesepakatan bersama.39 Mediasi merupakan suatu prosedur penengahan di mana seseorang bertindak sebagai “kendaraan” untuk berkomunikasi antar para pihak, sehingga pandangan mereka yang berbeda atas sengketa tersebut dapat dipahami dan mungkin didamaikan, tetapi tanggung jawab utama tercapainya suatu perdamaian tetap berada di tangan para pihak sendiri.40

Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin. Mediare yang berarti ada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa para pihak. “Berada di tengah” juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Mediator harus mampu menjaga kepentingan para

38 Takdir Rahmadi, op.cit., hlm. 12

39 Khotibul Umam, op.cit., hlm. 42.

40 Frans Hendra Winarta, op.cit., hlm. 16

(44)

pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan dari para pihak yang bersengketa.41

Black’s Law Dictionary memberikan definisi,

“Mediation is a method of nonbinding dispute resolution involving a neutral third party who tries to help the disputing parties reach a mutually agree able solution”

jika diterjemahkan berarti

“Mediasi adalah suatu cara penyelesaian sengketa yang menyertakan pihak ketiga yang netral untuk membantu para pihak mendapatkan solusi yang saling menguntungkan.”42

Secara yuridis, pengertian mediasi diatur dalam Pasal 1 ayat 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, yaitu mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberikan definisinya yang terdapat dalam Pasal 6 ayat 3, yaitu

“Mediasi merupakan suatu proses kegiatan sebagai kelanjutan dari gagalnya negosiasi yang dilakukan oleh para pihak”

Ketentuan pasal tersebut juga dikatakan bahwa atas kesepakatan tertulis para pihak yang bersengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih ahli maupun melalui seorang mediator.

41 Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 2

42 Candra Irawan, op.cit., hlm.42

(45)

Para ahli juga mendefinisikan mediasi tersebut. Berikut definisi mediasi menurut para ahli :

1. Menurut Takdir Rahmadi, mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan memutus.43

2. Menurut Gary Goodpaster, mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah di mana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan.44

3. Menurut Gary H. Barnes, mediasi adalah proses untuk menyelesaikan sengketa dengan bantuan pihak netral. Peranan pihak netral adalah kolektif, untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dipersengketakan dan untuk mengembangkan proposal untuk menyelesaikan sengketa tersebut.45

Proses mediasi selalu ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Pemilihan mediator harus dilaksanakan dengan hati-hati dan penuh pertimbangan. Hal ini dikarenakan seorang mediator sebagai penengah memegang peranan penting dalam kemajuan penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak.

43 Takdir Rahmadi, op.cit., hlm. 12

44 Khotibul Umam, op.cit., hlm. 11

45 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hlm.240

(46)

B. Dasar Hukum Mediasi di Pengadilan

Di Indonesia mediasi atau perdamaian bersifat wajib sampai saat ini.

Penggunaan prosedur mediasi ini wajib karena hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia.

HIR dan RBG menyediakan dasar hukum yang kuat. Pasal 130 HIR dan Pasal 154 Rbg menyatakan bahwa hakim diwajibkan untuk terlebih dahulu mengupayakan proses perdamaian, namun caranya belum diatur, sehingga ada kekosongan yang perlu diatur oleh Mahkamah Agung untuk kelancaran jalannya peradilan. Oleh sebab itu dan untuk lebih mengoptimalkan penggunaan pasal tersebut, dikeluarkan SEMA No.1 tahun 2002 yang menganjurkan semua majelis hakim menyidangkan perkara, dengan sungguh- sungguh mengusahakan perdamaian dengan menerapkan ketentuan Pasal 130 dan 154 Rbg, tidak hanya sekedar formalitas menganjurkan perdamaian.46

Keadaan itu mendorong Mahkamah Agung untuk menerbitkan PERMA Nomor 2 Tahun 2003 yang kemudian diperbaharui dengan PERMA No 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dan yang terakhir disempurnakan lagi dengan PERMA No 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Dasar hukum inilah penggunaan mediasi bersifat wajib yang dalam perkembangannya kemudian diberlakukan seperti yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

46 Kelompok Kerja Alternatif Penyelesaian Sengketa Mahkamah Agung RI, Buku Tanya Jawab Mediasi di Pengadilan, Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, 2016, hlm. 168

(47)

C. Dasar Hukum Mediasi di Luar Pengadilan

Dasar hukum penerapan mediasi di luar pengadilan, yang merupakan salah satu dari sistem Alternative Disputes Resolution (ADR) di Indosesia adalah:47 1. Pancasila sebagai dasar ideologi Negara Republik Indonesia yang

mempunyai salah satu asas musyawarah mufakat.

2. Undang-Undang 1945 adalah konstitusi Negara Indonesia di mana asas musyawarah mufakat menjiwai pasal-pasal di dalamnya.

3. UU No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 58 menyatakan, “Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan Negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.”

Selain itu Pasal 60 ayat (1) menyatakan bahwa, “Alternatif penyelesaian sengketa merupakan lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsultasi, atau penilaian ahli.”

4. Secara Administrative type ADR telah diatur dalam berbagai undang- undang seperti :

a. Undang-Undang No.30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa;

b. UU No 18 Tentang Jasa Konstruksi;

c. UU No. 30 tahun 2000 tentang Tata Letak Sirkuit; UU No. 14 tentang Paten;

d. UU No. 15 tahun 2001 tentang Merk;

47 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2009), hlm. 21.

(48)

e. UU No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan;

f. UU No.12 tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja Perusahaan Swasta;

g. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

h. PP No. 29 UU No. 54 tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan;

i. PP No. 29 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

j. UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan tentang Hubungan Industrial;

D. Perbedaan Mediasi di Luar Pengadilan dan Mediasi di Pengadilan

Pada dasarnya, mediasi dijadikan sebagai pilihan jalan damai dalam menyelesaikan sengketa perdata. Mengacu pada uraian di atas, maka terdapat beberapa perbedaan antara mediasi di luar pengadilan (non litigasi) dan mediasi di dalam pengadilan (litigasi). D.Y. Witanto mengemukankan perbedaan tersebut, yaitu :48

1. Jika dalam proses mediasi di luar pengadilan, para pihak tidak terikat dengan aturan-aturan formil, maka dalam mediasi di pengadilan, mediator dan para pihak harus tunduk pada hukum acara mediasi yang diatur dalam Pasal 130 HIR/154RBg jo. PERMA Mediasi.

2. Mediasi di luar pengadilan tidak memiliki kekuatan eksekutorial yang pelaksanaannya dapat dipaksakan melalui bantuan aparatur negara ketika kesepakatan damai itu tidak dilakukan secara sukarela apabila kesepakatan

48 D.Y. Witanto, Hukum Acara Mediasi dalam Perkara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama menurut PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 67

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Fuady (2000:47), Mediasi adalah suatu proses negosiasi untuk memecahkan masalah melalui pihak luar yang tidak memihak dan netral yang akan bekerja dengan dengan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan dan hak masing- masing ahli waris dalam pembagian warisan, mendeskripsikan pertimbangan hakim dalam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggugat dan tergugat merupakan ahli waris yang sah, proses pembagian harta warisan dilakukan oleh penggugat dan tergugat,

Dan dalam proses mediasi para pihak akan dipimpin oleh seorang mediator (mediator adalah orang yang dipilih oleh para pihak untuk.. menjaddi penengah dalam proses

Yang kedua yaitu adanya kewajiban bagi para pihak ( inperson ) untuk menghadiri secara langsung pertemuan mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum, kecuali

Mediasi merupakan suatu proses dimana para pihak untuk suatu sengketa dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang netral mengidentifikasi isu-isu yang disengketakan,

Bagaimana proses mediasi dalam penyelesaian sengketa pembagian harta. bersama

BAB IV : Efektifitas Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Perdata Melalui Mediasi Di Dalam Pengadilan Negeri Medan. Mendeskripsikan efektifitas mediator