GAMBARAN PROSES PEMILIHAN PASANGAN PADA
DEWASA AWAL YANG KEMBAR
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persayaratan
Ujian Sarjana Psikologi
Oleh :
ANDINI MIRANDITA
061301016
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang
berjudul:
Gambaran Proses Pemilihan Pasangan pada Dewasa Awal yang Kembar
adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip
dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini,
saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, Januari 2011
ANDINI MIRANDITA
Gambaran Proses Pemilihan Pasangan pada Dewasa Awal yang Kembar Andini Mirandita dan Rahma Yuliarni
ABSTRAK
Pemilihan pasangan merupakan hal yang penting, yang harus dilakukan oleh setiap individu (Degenova, 2008). Faktor utama dalam memilih pasangan adalah faktor latar belakang keluarga dan faktor karakteristik personal, sementara kedelapan faktor lainnya meliputi faktor sosioekonomi, pendidikan, agama, pernikahan antar suku dan ras, kesamaan sikap dan tingkah laku, perbedaan usia, kesamaan sikap dan nilai juga persamaan gender dan kebiasaan hidup. Selain itu, menurut Degenova (2008), secara keseluruhan proses pemilihan pasangan akan melalui tahap the field of eligibles, propinquity, attraction, homogamy and heterogamy, compatibility dan the filtering process. Semua individu yang sudah berada pada masa dewasa awal pasti akan melalui proses pemilihan pasangan, demikian juga pada individu yang kembar. Pada anak kembar diketahui bahwa perilaku pertama yang dilakukan oleh salah satu kembaran, akan diikuti oleh pasangan kembarnya. Menurut Chow (2009), kembar adalah satu-satunya individu yang telah mempunyai pengalaman dengan saudaranya sebelum kelahiran (dalam kandungan) dan yang dapat mengerti satu sama lain dibandingkan dengan dua orang manapun.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran proses pemilihan pasangan yang dilakukan oleh kembar, dimana kembar mempunyai kecenderungan sama baik dari segi fisik maupun sifat psikologis. Gambaran proses pemilihan pasangan ini akan meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi dan proses keseluruhan dari pemilihan pasangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah empat orang, yang terdiri dari sepasang kembar perempuan dan sepasang kembar laki-laki. Adapun yang menjadi karakteristik responden dalam penelitian ini adalah dewasa awal yang kembar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kembar terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dalam menentukan pasangan. Ada enam faktor yang dijumpai pada proses pemilihan pasangan yang dilakukan oleh kembar. Faktor tersebut meliputi faktor pendidikan, pernikahan antar suku atau ras, sikap dan tingkah laku, perbedaan usia, kesamaan sikap dan nilai serta peran gender dan kebiasaan hidup. Setiap tahap dalam proses pemilihan pasangan ditemui pada setiap responden. Proses pemilihan pasangan yang dilakukan setiap pasangan kembar mempunyai perbedaan. Pasangan kembar perempuan melalui pemilihan pasangan dengan proses ta’aruf, sementara pada pasangan kembar laki-laki memilih pasangan melalui proses pacaran.
The Description of Mate Selection Process on the Twin Young Adult Andini Mirandita and Rahma Yuliarni
ABSTRACT
Mate selection is an important thing that should be done by every individual (Degenova, 2008). The main factor in mate selection are the family background factors and peronal characteristic factors, while the other eight factors are socioeconomic class, education and intelligence, religion, interracial and interethnic marriages, individual traits and behavior, age differential, the similarity of attitude and values, and gender role and the personal habits. According to Degenova (2008), as whole of mate selection process will through a few phases that consist of the field of eligibles, propinquity, attraction, homogamy and heterogamy, compatibility and the filtering process. Every individual that to be in the young adult phase will through the mate selection process, likewise the twins. In the twin case, the first behavior that had been done by one of the twin will be followed by his other twin. According to Chow (2009), the twin is the only individual that had an experience with his sibling before the birth (in the womb) and can understand each other comparing to the two others out of that.
This research aims to know the description of mate selection process that had been done by the twins, in which the twins usually have the similarity tendencies, in the physical or psychological trait. The description of this mate selection process will include the influence factors and the whole process of mate selection. This research used qualitative approach. The amount of respondent are four peoples, consist of a pair of female twin and a pair of male twin. The characteristic of respondent in this research is the twin young adult.
The result of this research shows that there is found a few similarities and differences in determine the mate in the twins. There are six factors that found in the mate selection process that done by the twins. The factors are include education, interracial and interethnic marriages, individual traits and behavior, age differential, the similarity of attitude and values, and gender role and personal habits. Each phases in the mate selection process is found in each respondent. The mate selection process that done by the twin pair are different from each other. The female twin pair through the mate selection process by ta’aruf, meanwhile in the male twin pair choose their mate by dating.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, berkah dan karunia-Nya sehingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penelitian yang berjudul “Gambaran Proses Pemilihan Pasangan
pada Dewasa Awal yang Kembar”, guna memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara
Berbagai proses telah dialami pada saat menyelesaikan penelitian ini. Perlu
usaha, kerja keras dan kemauan yang tinggi dalam setiap prosesnya. Bagi penulis
penyelesaian penelitian ini merupakan titik awal untuk mencapai mimpi-mimpi
lainnya. Penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak akan selesai tanpa bantuan
dan dukungan dari banyak pihak. Terutama sekali penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada kedua orang tua penulis H. Bambang Soepraptoyo dan Hj.
Lina Hegarwati yang telah memberikan banyak motivasi, perhatian, dukungan
baik secara moril dan materil serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudara peneliti,
mas Didiet Aditya, Ikhsan Rezky Praptantyo dan Mega Asyffa atas setiap
perhatian, dukungan dan berbagai keisengan yang diberikan selama penulis
mengerjakan penelitian ini.
Penelitian ini juga tidak akan selesai tanpa bantuan dari banyak pihak, oleh
karena itu peneliti juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :
2. Ibu Rahma Yuliarni M. Psi, psikolog selaku dosen pembimbing. Terima
kasih ya kak, atas kesediannya meluangkan waktu, tenaga dan pikiran,
juga atas segala bimbingan, bantuan, kritik dan saran-saran yang
membangun sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
Terima kasih juga atas segala kesabaran kakak dalam membimbing penulis
selama proses pengerjaan penelitian ini.
3. Buat para Ibu/Bapak dosen penguji, yang telah bersedia menyediakan
waktu untuk menguji dan memberikan masukan serta saran yang sangat
berarti bagi penulis demi penyempurnaan penelitian ini.
4. Ibu Dra. Lili Garliah, M. Psi selaku dosen pembimbing akademis, yang
telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan di Fakultas
Psiikologi USU.
5. Buat para responden yang telah rela meluangkan waktu dan bersedia untuk
berbagi cerita dan pengalaman kepada penulis.
6. Sahabat-sahabat penulis dari masa perkuliahan dimulai sampai saat ini,
Lia, Mirna, Sari, Sasha, Vivi. Terima kasih ya atas semua kebersamaan,
dukungan, perhatian, doa, canda tawa yang telah banyak menghiasi
hari-hari selama melewati perkuliahan ini. Mari sama-sama berjuang sampai
titik darah penghabisan! Semangat!
7. Para soulmate seiya sekata semenjak SMA, Ita, Fika, Liza, Manda
Novrida, Ica, Ari, Eqal, Dendi. Terima kasih ya atas semua perhatian,
dukungan, kebersamaan, dan berbagai perjanjian yang telah membuat
8. Teman-teman seperjuangan di departemen perkembangan: Eky, Ulfa,
Helva, Irma, Devi, Tanti, Indah, Ela, Yanda, dan Wina. Tidak lupa pula,
teman-teman seperjuangan angkatan 2006 lainnya Ayu Wardani, Yasra,
Yayik, Mela, Ayoe, Feny, Yenni, Erna dan teman-teman lainnya yang
tidak dapat penulis tulis satu persatu, baik yang sudah duluan maupun
yang masih berjalan. Semoga kita semua selalu sukses ya!
9. Seluruh keluarga besar Fakultas Psikologi USU, yang telah membantu dan
mempermudah segala urusan yang berkaitan dengan administrasi, baik
saat masa perkuliahan maupun yang berhubungan dengan penelitian.
10.Seluruh pihak yang terkait dalam penelitian ini yang tidak dapat penulis
tuliskan satu persatu, terima kasih banyak ya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
penelitian ini. Oleh karenanya, penulis mengharapkan adanya masukan dan
saran yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan
penelitian ini agar menjadi lebih baik lagi. Akhirnya, kepada Allah jua penulis
berserah diri. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
Medan, Februari 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
KATAPENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 15
C. Tujuan Penelitian ... 15
D. Manfaat Penelitian ... 16
1. Manfaat teoritis ... 16
2. Manfaat praktis ... 16
E. Sistematika Penulisan... 17
BAB II LANDASAN TEORI A. Pemilihan Pasangan ... 19
1. Pengertian pemilihan pasangan ... 19
B. Dewasa Awal... 28
1. Pengertian dewasa awal ... 28
2. Tugas perkembangan dewasa awal ... 29
3. Ciri-ciri masa dewasa awal ... 30
4. Pengertian Dewasa Awal yang Kembar ... 32
5. Ciri-ciri dewasa awal yang kembar ... 33
C. Kembar ... 34
1. Pengertian Kembar ... 34
2. Tipe-tipe kembar ... 34
3. Kembar dilihat dari sisi psikologis ... 36
D. Gambaran proses pemilihan pasangan pada dewasa awal kembar ... 37
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Kualitatif ... 42
B. Responden Penelitian ... 44
1. Karakteristik responden penelitian ... 44
2. Jumlah responden penelitian ... 44
3. Prosedur pengambilan responden penelitian ... 45
4. Lokasi Penelitian ... 46
C. Metode Pengumpulan Data ... 46
D. Alat Bantu Pengumpulan Data ... 48
1. Alat perekam ... 48
3. Alat tulis dan kertas untuk mencatat ... 49
E. Kredibilitas Penelitian ... 49
F. Prosedur Penelitian ... 52
1. Tahap persiapan penelitian ... 52
2. Tahap pelaksanaan penelitian ... 54
3. Tahap pencatatan data ... 56
4. Prosedur analisa data ... 56
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisa Data ... 60
1. Responden I ... 60
a. Identitas diri ... 60
b. Jadwal pelaksanaan wawancara ... 61
c. Data observasi ... 61
2. Responden II ... 64
a. Identitas diri ... 64
b. Jadwal pelaksanaan wawancara ... 65
c. Data observasi ... 65
d. Data wawancara ... 67
(1). Latar belakang keluarga ... 67
(2). Faktor yang mempengaruhi pemilihan pasangan ... 77
(3). Proses pemilihan pasangan yang dilakukan kembar ... 89
a. Identitas diri ... 120
b. Jadwal pelaksanaan wawancara ... 120
c. Data observasi ... 120
4. Responden IV ... 124
a. Identitas diri ... 124
b. Jadwal pelaksanaan wawancara ... 124
c. Data observasi ... 124
d. Data wawancara ... 126
(1). Latar belakang keluarga ... 126
(2). Faktor yang mempengaruhi pemilihan pasangan ... 130
(3). Proses pemilihan pasangan yang dilakukan kembar ... 144
B. Pembahasan ... 170
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 223
B. Saran ... 227
1. Saran Praktis ... 228
2. Saran Penelitian Lanjutan ... 229
DAFTAR PUSTAKA ... 231
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Proses penyaringan pemilihan pasangan ... 28 Tabel 2. Rekapitulasi analisa faktor yang mempengaruhi proses pemilihan
pasangan pada responden I ... 105
Tabel 3. Rekapitulasi analisa proses pemilihan pasangan responden I ... 109 Tabel 4. Rekapitulasi analisa faktor yang mempengaruhi proses pemilihan
pada responden II ... 112
Tabel 5. Rekapitulasi analisa proses pemilihan pasangan pada
responden II ... 116
Tabel 6. Gambaran proses pemilihan pasangan pada responden I dan II ... 119 Tabel 7. Rekapitulasi analisa faktor yang mempengaruhi proses pemilihan
pasangan pada responden III ... 153
Tabel 8. Rekapitulasi analisa proses pemilihan pasangan responden III ... 156
Tabel 9. Rekapitulasi analisa faktor yang mempengaruhi proses pemilihan pasangan pada responden IV ... 159
Tabel 10. Rekapitulasi analisa proses pemilihan pasangan pada
responden IV ... 162
Tabel 11. Gambaran proses pemilihan pasangan responden III dan IV ... 165 Tabel 12. Rekapitulasi faktor dalam pemilihan pasangan antar responden .... 166
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A
Pedoman Wawancara ... 233
LAMPIRAN B
Lembar Observasi ... 235
LAMPIRAN C
Gambaran Proses Pemilihan Pasangan pada Dewasa Awal yang Kembar Andini Mirandita dan Rahma Yuliarni
ABSTRAK
Pemilihan pasangan merupakan hal yang penting, yang harus dilakukan oleh setiap individu (Degenova, 2008). Faktor utama dalam memilih pasangan adalah faktor latar belakang keluarga dan faktor karakteristik personal, sementara kedelapan faktor lainnya meliputi faktor sosioekonomi, pendidikan, agama, pernikahan antar suku dan ras, kesamaan sikap dan tingkah laku, perbedaan usia, kesamaan sikap dan nilai juga persamaan gender dan kebiasaan hidup. Selain itu, menurut Degenova (2008), secara keseluruhan proses pemilihan pasangan akan melalui tahap the field of eligibles, propinquity, attraction, homogamy and heterogamy, compatibility dan the filtering process. Semua individu yang sudah berada pada masa dewasa awal pasti akan melalui proses pemilihan pasangan, demikian juga pada individu yang kembar. Pada anak kembar diketahui bahwa perilaku pertama yang dilakukan oleh salah satu kembaran, akan diikuti oleh pasangan kembarnya. Menurut Chow (2009), kembar adalah satu-satunya individu yang telah mempunyai pengalaman dengan saudaranya sebelum kelahiran (dalam kandungan) dan yang dapat mengerti satu sama lain dibandingkan dengan dua orang manapun.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran proses pemilihan pasangan yang dilakukan oleh kembar, dimana kembar mempunyai kecenderungan sama baik dari segi fisik maupun sifat psikologis. Gambaran proses pemilihan pasangan ini akan meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi dan proses keseluruhan dari pemilihan pasangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah empat orang, yang terdiri dari sepasang kembar perempuan dan sepasang kembar laki-laki. Adapun yang menjadi karakteristik responden dalam penelitian ini adalah dewasa awal yang kembar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kembar terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dalam menentukan pasangan. Ada enam faktor yang dijumpai pada proses pemilihan pasangan yang dilakukan oleh kembar. Faktor tersebut meliputi faktor pendidikan, pernikahan antar suku atau ras, sikap dan tingkah laku, perbedaan usia, kesamaan sikap dan nilai serta peran gender dan kebiasaan hidup. Setiap tahap dalam proses pemilihan pasangan ditemui pada setiap responden. Proses pemilihan pasangan yang dilakukan setiap pasangan kembar mempunyai perbedaan. Pasangan kembar perempuan melalui pemilihan pasangan dengan proses ta’aruf, sementara pada pasangan kembar laki-laki memilih pasangan melalui proses pacaran.
The Description of Mate Selection Process on the Twin Young Adult Andini Mirandita and Rahma Yuliarni
ABSTRACT
Mate selection is an important thing that should be done by every individual (Degenova, 2008). The main factor in mate selection are the family background factors and peronal characteristic factors, while the other eight factors are socioeconomic class, education and intelligence, religion, interracial and interethnic marriages, individual traits and behavior, age differential, the similarity of attitude and values, and gender role and the personal habits. According to Degenova (2008), as whole of mate selection process will through a few phases that consist of the field of eligibles, propinquity, attraction, homogamy and heterogamy, compatibility and the filtering process. Every individual that to be in the young adult phase will through the mate selection process, likewise the twins. In the twin case, the first behavior that had been done by one of the twin will be followed by his other twin. According to Chow (2009), the twin is the only individual that had an experience with his sibling before the birth (in the womb) and can understand each other comparing to the two others out of that.
This research aims to know the description of mate selection process that had been done by the twins, in which the twins usually have the similarity tendencies, in the physical or psychological trait. The description of this mate selection process will include the influence factors and the whole process of mate selection. This research used qualitative approach. The amount of respondent are four peoples, consist of a pair of female twin and a pair of male twin. The characteristic of respondent in this research is the twin young adult.
The result of this research shows that there is found a few similarities and differences in determine the mate in the twins. There are six factors that found in the mate selection process that done by the twins. The factors are include education, interracial and interethnic marriages, individual traits and behavior, age differential, the similarity of attitude and values, and gender role and personal habits. Each phases in the mate selection process is found in each respondent. The mate selection process that done by the twin pair are different from each other. The female twin pair through the mate selection process by ta’aruf, meanwhile in the male twin pair choose their mate by dating.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anak kembar adalah dua orang anak atau lebih yang lahir dari satu masa
kehamilan yang sama. Jenis kelamin dari anak kembar ini bisa sama, tapi bisa
juga berbeda. Secara umum, faktor hereditas memainkan peranan penting
dalam proses kelahiran kembar. Keluarga yang memiliki anak kembar,
umumnya, mempunyai peluang yang lebih besar untuk memiliki anak kembar
pada generasi berikut, dibanding keluarga yang tidak memilki anak kembar
(Suririnah, 2005).
Kelahiran kembar dapat dibedakan menjadi dua, bila dilihat dari sifat
kelahiran, yaitu kembar identik dan kembar fraternal. Kembar fraternal adalah
kembar yang m
Secara umum, anak kembar memiliki banyak kesamaan, baik secara fisik
maupun sifat psikologis. Kesamaan–kesamaan yang dimiliki oleh anak uncul karena adanya dua atau lebih sel telur (ovum) yang
matang bersamaan dan masing-masing dibuahi oleh satu sperma.
Masing-masing pasangan (ovum dan sperma) akan bersenyawa membentuk zigot yang
berbeda satu sama lain dan berkembang sendiri-sendiri. Kembar identik
adalah kembar yang muncul apabila satu sel telur matang (ovum) dibuahi dua
atau lebih sperma. Sel telur akan membelah dua yang masing-masing akan
berkembang menjadi zigot tersendiri dan seterusnya menjadi bakal janin dua
kembar ini, yang membuat anak kembar terlihat unik dibandingkan dengan
individu lain. Kembar identik mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar
untuk serupa secara genetika dibandingkan dengan kembar fraternal yang
kurang lebih sama dengan saudara kandung. Kembar identik lebih
menunjukkan kecenderungan yang lebih besar untuk menunjukkan sifat yang
sama (concordant) dibandingkan dengan kembar fraternal (Papalia, Olds &
Feldman 2009). Kesamaan yang dialami oleh anak kembar cenderung
disebabkan oleh dua hal, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan.
Faktor genetik menyebabkan anak kembar mempunyai kesamaan dalam
segi fisik. Kesamaan secara fisik ini meliputi kesamaan dalam hal tinggi
badan, bentuk muka, bentuk tubuh hingga sampai ke warna kulit (Saufi,
2008). Gen bertindak sebagai cetak biru bagi sel untuk memproduksi gen itu
sendiri dan menghasilkan protein yang mempertahankan kehidupan (Santrock,
2009). Setiap sel dalam tubuh manusia normal memiliki 23 pasang kromosom.
Melalui jenis pembelahan sel yang disebut meiosis, yang dialami oleh sel seks
saat berkembang, setiap sel seks akhirnya terdiri dari 23 kromosom, satu dari
setiap pasang. Maka, saat sperma dan ovum bersatu ketika konsepsi, akan
menghasilkan zigot dengan 46 kromosom, 23 kromosom dari ayah dan 23
kromosom dari ibu (Papalia, Olds & Feldman, 2009) Dengan cara ini, setiap
orang tua menyumbangkan 50 persen pada keturunanya (Santrock, 2009).
Saat konsepsi, zigot yang bersel tunggal memiliki semua informasi
biologis yang dibutuhkan untuk menunjukkan arah perkembangan menuju
diri berulang kali, DNA memperbanyak dirinya, sehingga setiap sel baru yang
terbentuk memiliki struktur DNA yang sama dengan semua sel yang lain.
Setiap pembelahan sel akan menciptakan salinan genetika dari sel asli, dengan
informasi bawaan yang sama. Saat perkembangan berjalan normal, setiap sel
(kecuali sel seks) akan memilki 46 kromosom yang identik dengan zigot yang
pertama. Saat sel membelah, mereka menjadi berbeda, memiliki spesialisasi
dalam menjalankan fungsi tubuh yang kompleks untuk membantu anak
tumbuh dan berkembang (Papalia, Olds & Feldman, 2009). Dari gen ini lah
yang kemudian membuat anak kembar mempunyai kesamaan secara fisik dan
membuat anak kembar menjadi sulit untuk dibedakan satu sama lain, bahkan
para orang tua juga sering salah dalam mengenali anak kembar tersebut
(Mendatu, 2009).
Kesamaan lain yang dimiliki oleh anak kembar, selain kesamaan secara
fisik, adalah mempunyai kecenderungan yang sama dalam sifat psikologis.
Kesamaan sifat psikologis ini meliputi kesamaan dalam karakter, tempramen
maupun kedekatan secara emosional atau disebut juga dengan kontak batin.
Kesamaan karakter maupun kontak batin yang sering dirasakan oleh anak
kembar disebabkan oleh faktor lingkungan. Orang tua memberikan pola asuh
yang sama pada kedua anak kembar yang dimilki. Pada awalnya, hal ini
dilakukan untuk memudahkan para orang tua dalam mengasuh anak kembar,
tapi yang terjadi kemudian, anak kembar menjadi mempunyai kemiripan
dalam karakter (Borualogo, 2009). Seperti yang diungkapkan oleh N (23
“ Oh.. kami juga orangnya periang, suka senang-senang malah, hehe.. makanya kadang suka heboh berduaan..
N ( Komunikasi personal, 6 April 2010)
Para kembar juga mempunyai kemampuan untuk merespon dan
mengartikan bahasa tubuh kembarannya dengan tepat dibandingkan dengan
orang lain. Kesamaan seperti ini juga akan lebih sering dijumpai pada kembar
yang identik dibandingkan kembar fraternal (Mendatu, 2009). Kemampuan
anak kembar dalam merespon tingkah laku ataupun bahasa non verbal dari
kembarannya, selain disebabkan oleh faktor genetik, juga disebabkan karena
anak kembar tumbuh dan kembang secara bersamaan. Perilaku pertama yang
dilakukan oleh salah satu kembaran, akan diikuti oleh pasangan kembarnya.
Ini yang menyebabkan anak kembar menjadi sangat sensitif dan lebih tepat
dalam merespon tingkah laku kembarannya. Respon yang diberikan itu
misalnya, bila salah satu anak kembar sakit, maka yang lain juga akan ikut
sakit. Bila salah satu kembar merasakan sedih, maka yang lain juga akan
merasakan kesedihan yang sama tanpa tahu penyebab dari kesedihan tersebut
(Mendatu, 2009). Hal seperti ini juga tampak seperti yang diungkapkan oleh T
(23 tahun), mengenai pengalaman kontak batin dengan kembarannya.
“..Selain itu, pernah juga si..dia kan orangnya suka hilang timbul gak ada kabar gitu kadang-kadang.. jadi pas kakak lagi kangen kali ma si N, eh gak brapa lama dia nelpon.. trus kakak bilang lah, baru aja aku mau telpon, trus si N bilang, tu lah kau, lama kali pun, jadi aku luan la yang nelpon..” T (Komunikasi personal, 7 April 2010)
Penuturan yang diberikan oleh T menunjukkan adanya kontak batin yang
terjadi antara T dan N disebabkan karena mereka terbiasa berada dalam
lingkungan yang sama. Lingkungan membawa pengaruh yang besar bagi anak
kembar. Kesamaan karakter maupun pengalaman kontak batin yang mereka
alami, juga disebabkan karena faktor lingkungan. Pengaruh lingkungan akan
mempengaruhi perkembangan pada anak selain pengaruh genetika (Baumrind,
Maccoby & Jackson, dalam Santrock, 2009). Walaupun begitu pengaruh
lingkungan juga bergantung pada karakteristik yang diturunkan secara genetik.
Genetik atau keturunan dan lingkungan sangat penting bagi seseorang
individu untuk hidup. Genetik dan lingkungan bekerja sama untuk
menghasilkan inteligensi, perangai, tinggi badan, berat badan, bakat dan lain
lain (Loehlin, dalam Santrock, 2009).
Interaksi yang terjadi antara genetik dan lingkungan juga dapat juga
bekerja sebaliknya. Anak yang secara genetik serupa, sering kali berkembang
secara berbeda bergantung pada lingkungan tempat tinggalnya (Collin et all,
2001, dalam Papalia 2009). Gen dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak
membuat orang tua untuk bereaksi secara berbeda dan memunculkan
perlakuan yang berbeda, dan gen dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak
mengartikan, melakukan respon terhadap perlakuan tersebut dan hasil yang
didapatkan. Anak juga membentuk lingkungannya sendiri dengan pilihan yang
di ambil, dan struktur genetik mempengaruhi pilihan-pilihan ini (Papalia,
Olds, Feldman, 2009).
Lingkungan juga merupakan tempat dimana anak akan tumbuh dan
Fisik dan emosi yang dimiliki oleh anak kembar juga akan semakin tumbuh
dan terbentuk seiring pertambahan usia. Pada saat anak kembar tumbuh
menjadi dewasa, secara fisik, anak kembar akan tetap memiliki kesamaan, tapi
secara psikologis perbedaan-perbedaan yang dimiliki juga akan semakin
tampak. Pada saat anak kembar tumbuh memasuki masa dewasa, akan terlihat
kekurangan dan kelebihan yang dimiliki masing–masing pribadi (Borualogo,
2009).
Memasuki masa dewasa awal, para anak kembar akan mendapatkan tugas
perkembangan sesuai dengan tahapan perkembangan masa dewasa awal. Salah
satu tugas perkembangan yang akan dihadapi di masa dewasa awal, adalah
membentuk keluarga. Pada masa dewasa awal, setiap individu dituntut untuk
membentuk suatu keluarga. Tuntutan–tuntutan ini berasal dari lingkungan
sosial, budaya dan lingkungan historis yang kemudian akan mempengaruhi
pemilihan pasangan, strategi pemilihan pasangan, pilihan dan keadaan
hubungan (Santrock, 2009). Sebelum membentuk suatu keluarga hal yang
harus dilakukan sebelumnya oleh setiap individu adalah memilih pasangan.
Proses pemilihan pasangan, merupakan suatu langkah awal yang harus
dilewati oleh setiap individu, sebelum akhirnya memasuki lembaga
pernikahan yang sesungguhnya. Memilih pasangan merupakan salah satu
keputusan terpenting yang akan dibuat oleh setiap individu sepanjang hidup
(Degenova, 2008). Melalui proses pemilihan pasangan, diharapkan perjalanan
selanjutnya menjadi lebih mudah untuk dilalui. Proses pemilihan pasangan ini
dan membuat interaksi sosial dengan pasangan sebagai sesuatu yang
menguntungkan. Duval menyatakan bahwa interaksi sosial dilakukan dengan
cara menukar hal–hal yang dimiliki oleh setiap individu, seperti, kecantikan,
tingkah laku ataupun inteligensi, dengan atribut-atribut yang diharapkan dari
pasangan indvidu masing-masing (dalam pemilihan pasangan, 2007). Hal ini
juga tampak seperti yang diungkapkan oleh N (23 tahun), mengenai
pentingnya proses memilih pasangan.
“ Penting lah, memilih-milih pasangan sebelum kita mau nikah, Apalagi kakak juga termasuk orang yang pemilih, sebenarnya bukan karena apa, tapi kan kita juga pengen lah dapat yang terbaik. Kakak ini termasuk orang yang terlalu pegang komitmen, jadi kalo emang dianya serius, ya kakak juga serius...”
N (Komunikasi personal, 6 April 2010)
Pada kembar, proses pemilihan pasangan yang dilakukannya mempunyai
keunikan tersendiri. Hal ini dapat dilihat dari berbagai penelitian yang
menyatakan bahwa proses pemilihan pasangan pada kembar identik cenderung
mempunyai kesamaan dalam proses pemilihan pasangan bila dibandingkan
dengan kembar fraternal atau saudara kandung biasa. Kesamaan yang dimiliki
pada proses pemilihan pasangan ini, dapat dilihat dari faktor-faktor seperti
kepribadian, usia, ketertarikan secara fisik, dan sikap (Lykken & Tellegen,
1998).
Individu menemui banyak permasalahan, saat akan menentukan pasangan
hidup. Secara umum, permasalahan yang terjadi dalam pemilihan pasangan,
juga berkaitan dengan proses pemilihan pasangan secara keseluruhan. Selain
permasalahan dalam proses pemilihan pasangan. Faktor-faktor yang ada dalam
pemilihan pasangan, merupakan faktor yang umum dipertimbangkan oleh
setiap individu dalam memilih pasangan, tapi pada kenyataannya faktor-faktor
tersebut juga sering menjadi permasalahan dari setiap individu dalam
melakukan proses pemilihan pasangan. Hal ini menjadi suatu permasalahan,
karena proses pemilihan pasangan adalah hal yang harus dilakukan sebelum
individu tersebut akhirnya memutuskan untuk menikah (Degenova, 2008).
Permasalahan seperti ini juga yang membuat banyak individu yang
berhati-hati dalam memilih pasangan. Alasan ini menyebabkan banyak
individu yang terlebih dulu menetapkan kriteria pasangan hidup, sebelum
akhirnya memilih pasangan hidupnya kelak. Tujuan dibuatnya kriteria ini
adalah untuk mencari pasangan hidup yang sesuai dengan dirinya. Saat
individu tersebut telah menemukan pasangan yang sesuai dengan kriterianya,
maka akan mempermudah individu tersebut untuk melihat kecocokan di dalam
hubungannya (Degenova. 2008). Seperti apa yang dituturkan oleh T (23
tahun) mengenai kriteria pasangan hidup.
“..kalo kakak Din, yang paling kakak liat itu umunya dulu.. minimal itu harus 6 tahun lebih tua daripada kakak. Karena emang kakak nyarinya yang lebih tua kan, biar bisa ngemong kakak juga.. karena kan biasanya kalo yang lebih dewasa umurnya daripada kita, pemikirannya juga udah lebih matang lah.. nanti dari situ baru kakak liat lagi gimana orangnya, keluarga kakak setuju atau gak.. kalo semua udah sesuai ya lanjut..”
T (Komunikasi Personal, 7 April 2010)
Seperti halnya yang dituturkan oleh T (23 tahun), salah satu pasangan
kembar, bahwa T (23 tahun) lebih melihat individu dari kepribadian yang
mengatakkan bahwa kebanyakan wanita memang lebih melihat kualitas dari
pasangannya. Bagi para wanita, kekurangan yang terjadi dalam pernikahan
bukan dikarenakan pernikahannya, akan tetapi lebih karena kualitas dari
pasangan hidupnya. Oleh sebab itu tidak heran, apabila banyak individu yang
akhirnya menentukan kriteria pasangan yang sesuai dengan kebutuhan dirinya
agar kualitas pernikahannya juga berjalan dengan lebih baik.
Ada banyak hal yang dapat membuat seorang individu tertarik dengan
individu lainnya. Salah satu hal yang dapat membuat tertarik adalah saat
berada di suatu tempat yang sama. Degenova (2008) menyatakan bahwa
wilayah geografi dapat mempengaruhi dua orang individu untuk saling tertarik
dan menjalin hubungan. Kedekatan di antara keduanya juga akan menentukan
hubungan yang telah terjalin, berlanjut ke tahap yang lebih serius atau tidak.
Sepakat dengan hal ini, N (23 tahun), mengaku bahwa awal ketertarikannya
dengan pasangannya sekarang ini disebabkan karena berada dalam lingkungan
kerja yang sama.
“..kakak pertama kali jumpa sama pacar kakak ini di tempat kerja Din.. kakak kan orang baru, abang itu udah lama lah.. trus ya gitu, lama-lama biasa aja kan, trus deket. Ya..orangnya juga lumayan si kali menurut kakak..trus ngobrol-ngobrol, kok cocok gitu sama kakak kan.. ya udah habis itu deket, ya trus lanjut sampe sekarang..”
N (Komunikasi Personal, 6 April 2010)
Sejalan dengan yang telah dituturkan oleh N, bahwa awal ketertarikan N
dengan pasanganya disebabkan karena penampilan fisik yang dimiliki
pasangannya. Setelah N dan pasangannya sudah saling mengenal, kepribadian
diungkapkan oleh Degenova (2008) bahwa ketertarikan seorang individu
dengan individu lainnya biasanya disebabkan karena penampilan fisik dan
kepribadian yang dimiliki oleh pasangannya.
Setelah keduanya merasa saling tertarik satu sama lain, dua individu ini
akan mulai mencari kecocokan di antara pribadinya masing-masing.
Kecocokan yang dialami oleh setiap pasangan akan memicu terciptanya
keluarga yang harmonis saat keduanya sudah menikah. Saat sudah merasa
cocok setiap pasangan akan mulai mengevaluasi karakter, tempramen, nilai,
kebiasaan dan sikap yang dimiliki oleh pasangannya untuk lebih mencari
kecocokan didalam hubungannya. Dalam hal ini, N (23 tahun) dan T (23
tahun) menuturkan pengalamannya dalam mencari kecocokan didalam
hubungan dengan pasangannya masing-masing.
“..cocok itu bagi kakak, kalo dia itu bisa buat kakak nyaman sama dia, sama perlakuan dia.. trus keluarga kakak juga sreg ma dia kan, ya udah.. itu yang buat kakak berani ngelanjut sama dia..”
T (Komunikasi Personal, 7 April 2010)
“..gimana ya Din, kalo kakak sih.. lebih liat cocok itu kalo kakak itu ngerasa nyaman sama dia, bisa jadi diri kakak sendiri lah, gak dibuat-buat.. kan ada kan yang kadang jaim-jaim gitu di depan pasangannya, nah kalo kayak gitu malah kakak rasa gak cocok ya..”
N (Komunikasi Personal, 6 April 2010)
Degenova (2008) juga menyatakan bahwa memilih pasangan adalah
keputusan yang paling penting sebelum seorang individu memutuskan untuk
menikah. Dalam memilih pasangan ada berbagai macam faktor yang dapat
mempengaruhi pemilihan pasangan pada setiap individu. Diantaranya adalah
belakang dari keluarga akan sangat mempengaruhi kehidupan individu.
Dengan melihat aspek positif dan aspek negatif dari latar belakang keluarga,
individu dapat bertanggung jawab terhadap pilihan masing–masing.
Mengetahui sesuatu tentang keluarga dari calon pasangan hidup, akan
membantu individu tersebut untuk mengetahui sifat dari calon pasangan hidup
yang dipilih (Degenova, 2008). Seperti yang dikemukakan oleh N (23 tahun)
dan T (23 tahun), mengenai faktor latar belakang keluarga.
“ Keluarga itu faktor yang paling penting, karena kita kan gak cuma berhubungan dengan dianya aja, tapi juga sama keluarganya. Apalagi kalo dia juga care sama keluarga kita, itu udah jadi nilai tambah sendiri bagi kakak. Dan Alhamdulillah, calon kakak ini kayak gitu sama keluarga kakak dan keluarganya pun care sama kakak. Kakak juga suka tanya – tanya dulu sama adek, mama ato keluarga lainnya, kalo emang kata mereka, ‘boleh la kak’, lanjut.. tapi kalo misalnya ‘ihh kak, gak usah lah gak cocok pun..’ ya kakak juga pertimbangan lagi kata – kata mereka..” T (Komunikasi personal, 7 April 2010)
“ Keluarga iya hal yang penting juga, karena kakak juga gak enak lah kalo misalnya keluarga pacar kakak cuek sama kakak, ato keluarga kakak cuek ma pacar kakak. Kalo kayak gitu kan brarti ada apa-apa, jadi ya kalo pacaran, kakak juga suka liat dulu ni keluarganya gimana.. Yah, secara gak langsung, status ekonomi dari pasangan kakak juga kakak perhatikan.. N (Komunikasi personal, 6 April 2010)
Degenova (2008) menyatakan bahwa selain dari latar belakang keluarga
seorang individu, ada hal lain yang juga harus diperhatikan, yaitu masalah
status sosioekonomi. Dengan mempertimbangkan faktor latar belakang
sosiekonomi yang ada pada calon pasangan, hal ini memungkinkan terjadinya
kepuasan pernikahan yang lebih baik ke depannya. Degenova (2008) juga
yaitu faktor agama. Seperti yang dikemukakan oleh T (23 tahun) mengenai
faktor agama.
“Kalo masalah agama, emang udah pasti harus seiman. Kalo pun dia cakep, baik, tapi kalo gak seiman, ya sama aja. Orang tua kakak juga udah pasti gak setuju.. “
T (Komunikasi personal, 7 April 2010)
Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi pemilihan pasangan yang
dilakukan oleh seorang individu adalah faktor ras atau suku (Degenova, 2008).
Permasalahan mengenai pemilihan pasangan berdasarkan faktor suku atau ras
masih tetap ada dalam masyarakat. Banyak penghalang yang terjadi ketika
seorang individu memiliki hubungan dengan individu yang mempunyai
perbedaan suku atau ras (Degenova, 2008). Hal ini seperti yang dituturkan
oleh N (23 tahun), mengenai faktor suku atau ras.
” Gak tau juga si, sebenarnya kakak juga gak terlalu peduli kali sama suku dari pacar kakak, Emang si kakak orang aceh, dan kebetulan pacar kakak juga orang aceh. Trus, si T pacarnya orang aceh juga.. Orang tua kami juga sebenarnya gak ada maksain harus punya pacar orang aceh si.. eh, tapi pernah juga si, kakak punya pacar yang bukan aceh, mama kakak agak gimana gitu.. jadi ya kakak juga terakhir agak gak nyaman ma dia..”
N (Komunikasi personal, 6 April 2010)
Degenova (2008) menyatakan bahwa selain dari faktor-faktor seperti
status sosioekonomi, ras dan agama, ada hal lain yang harus diperhatikan, dan
itu adalah masalah pendidikan. Ada kecenderungan dari seorang individu
untuk memilih pasangan yang memiliki latar belakang pendidikan yang sama
(Shehan, Berardo, Bera & Carley dalam Degenova, 2008). Dalam hal ini, N
pasangan, tapi T tidak sepakat dengan N. Menurut T, pendidikan tidak
merupakan hal yang paling utama dalam memilih pasangan, seperti yang
dikemukakan oleh T dan N.
“Pendidikan itu penting bagi kakak. Soalna, emm, gimana ya, kayakna kalo misalnya kita dapat pasangan yang dibawah kita, agak kurang aja bagi kakak. Ya, kalo bisa minimal setara lah sama kakak.. Tapi kakak juga kurang suka si, kalo yang pendidikannya kayak militer-militer gitu, kakak lebih suka yang biasa-biasa aja..”
N (Komunikasi personal, 6 April 2010)
“ Pendidikan emang penting juga si, tapi itu gak jadi fokus utama kakak dalam memilih pasangan. Bagi kakak, yang kakak perhatikan pertama itu usia dari calon pasangan kakak. Kebetulan kakak nyari calon yang usianya itu minimal beda 6 tahun sama kakak. Jadi biar lebih bisa ngemong kakak nantinya.. “
T (Komunikasi Personal, 7 April 2010)
Karakteristik lain yang juga mempengaruhi proses pemilihan pasangan,
selain faktor latar belakang keluarga adalah karakteristik personal (Degenova,
2008). Karakteristik personal juga mempunyai kontribusi dalam faktor
kecocokan pemilihan pasangan. Salah satunya seperti yang dikemukakan oeh
T (23 tahun), yaitu faktor usia. Selain usia, ada faktor lain yang akan
mempengaruhi seseorang dalam memilih pasangan, yaitu kesamaan sikap dan
nilai. Kesamaan sikap dan nilai dikatakan dalam Degenova (2008), merupakan
hal yang penting. Memiliki kesamaan sikap dan nilai, dapat membuat seorang
individu untuk saling berbagi kesamaan, sehingga mereka merasa nyaman satu
sama lain. Dalam hal ini, N sependapat dengan apa yang dinyatakan dalam
Degenova (2008), tapi tidak dengan apa yang dirasakan oleh T, kembarannya.
pacar kakak sekarang juga punya banyak kesamaan. Sama – sama suka traveling, hobi makan, ya klop la.. “
N (Komunikasi Personal, 6 April 2010)
“ Emang enak si, kalo bisa punya banyak kesamaan dengan calon pasangan kita. Tapi kakak sama pasangan kakak, malah lebih banyak bedanya dari pada samanya. Haha.. Kalo pasangan kakak lebih agak keras, kalo kakak ya santai aja. Masih banyak juga si bedanya sama pasangan kakak, tapi kakak nyaman–nyaman aja si sampe skarang, gak terlalu mengganggu.. “
T (Komunikasi Personal, 7 April 2010)
Berdasarkan penuturan yang disampaikan di atas, mengungkapkan bahwa
secara umum, kembar mempunyai beberapa persamaan dan perbedaan dalam
melakukan pemilihan pasangan. Proses pemilihan pasangan yang dilakukan
setiap pasangan kembar cenderung mempunyai keunikan dibanding dengan
individu biasa. Keunikannya dapat terlihat dari kesamaan dalam setiap proses
pemilihan pasangan yang dilakukan dengan kembarannya. Ini disebabkan oleh
faktor lingkungan dimana anak-anak kembar tumbuh bersama dan adanya
lingkungan kembar yang unik. Hal inilah yang kemudian membuat peneliti
ingin mengetahui lebih dalam mengenai bagaimana gambaran proses
pemilihan pasangan pada dewasa awal yang kembar, yang secara umum
memiliki kedekatan secara emosional atau disebut juga dengan kontak batin.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diajukan perumusan masalah
sebagai berikut ”Bagaimana proses pemilihan pasangan pada dewasa awal
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui faktor-faktor pemilihan pasangan yang mempengaruhi proses
pemilihan pasangan pada dewasa awal yang kembar
2. Mengetahui gambaran proses pemilihan pasangan yang dilakukan oleh
dewasa awal yang kembar
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah konsep atau
teori yang bisa menopang perkembangan ilmu pengetahuan di bidang
psikologi, khususnya yang berkaitan dengan pemilihan pasangan pada
dewasa awal yang kembar.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi pada masyarakat dan orang tua yang mempunyai
anak kembar, bahwa anak kembar tetap dua individu yang berbeda,
sehingga dapat mengurangi stereotype tentang anak kembar.
b. Memberikan informasi pada pasangan kembar yang belum menikah,
tentang gambaran proses pemilihan pasangan yang terjadi pada anak
kembar, yang tanpa disadari mempunyai perbedaan dan persamaan dalam
setiap prosesnya.
c. Memberikan informasi pada masyarakat yang belum menikah, mengenai
mempengaruhi pemilihan pasangan, sehingga dapat menjadi pertimbangan
untuk proses pemilihan pasangan yang akan dilakukan.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan proposal penelitian ini adalah:
Bab I : Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab II : Landasan teori
Bab ini menguraikan tentang tinjauan teoritis dan teori-teori yang
menjelaskan dan mendukung data penelitian. Diantaranya adalah
teori mengenai pemilihan pasangan, dewasa awal dan teori
mengenai kembar (twins).
Bab III
BAB IV :
:
Metode penelitian
Bab ini berisi penjelasan mengenai alasan dipergunakannya
pendekatan kualitatif, responden penelitian, metode pengambilan
data, alat bantu pengumpulan data, kredibilitas penelitian, serta
prosedur penelitian.
Analisa Data dan Interpretasi
Bab ini menguraikan mengenai data dan pembahasan hasil
analisa data penelitian dengan teori yang relevan untuk
BAB V :
sebelumnya.
Kesimpulan, diskusi dan saran
Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dari apa yang
diperoleh di lapangan, diskusi yang merupakan pembahasan, dan
pembanding hasil penelitian dengan teori-teori atau hasil
penelitian sebelumnya serta saran-saran untuk penyempurnaan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pemilihan Pasangan
1. Pengertian Pemilihan Pasangan
Memilih pasangan, berarti memilih seseorang yang diharapkan dapat
menjadi teman hidup, seseorang yang dapat menjadi rekan untuk menjadi
orang tua dari anak–anak kelak (Lyken dan Tellegen, 1993). Pemilihan
pasangan yang dilakukan oleh individu, biasanya didasari dengan memilih
calon yang dapat melengkapi apa yang dibutuhkan dari individu tersebut dan
berdasarkan suatu pemikiran bahwa seorang individu akan memilih pasangan
yang dapat melengkapi kebutuhan yang diperlukan (Degenova, 2008).
Teori Proses Perkembangan (dalam Degenova, 2008), menjelaskan bahwa
pemilihan pasangan merupakan suatu proses penyaringan yang dilakukan
individu dalam memilih calon pasangan hidup sampai akhirnya terpilihnya
calon pasangan hidup individu tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pemilihan pasangan
adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk menjadi teman
hidupnya melalui proses pemilihan dari seseorang yang dianggap tidak tepat
sampai akhirnya terpilih calon pasangan hidup yang tepat menurut individu
2. Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Pasangan
Menurut Degenova (2008), ada dua faktor yang mempengaruhi pemilihan
pasangan, yaitu :
a. Latar Belakang Keluarga
Latar belakang keluarga, akan sangat mempengaruhi individu, baik ketika
ingin menjadi pasangan hidup atau akan melakukan pemilihan pasangan. Pada
saat melakukan pemilihan pasangan dan setelah memilih pasangan, melihat
latar belakang dari calon pasangan akan sangat membantu dalam mempelajari
sifat calon pasangan yang sudah dipilih. Dalam mempelajari latar belakang
keluarga dari calon pasangan, ada dua hal yang juga akan diperhatikan, yaitu :
1) Kelas Sosioekonomi
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kepuasan
pernikahan yang baik adalah jika memilih pasangan dengan status
sosioekonomi yang baik. Apabila seorang individu memilih pasangan
yang dengan status ekonomi yang rendah, kemungkinan kepuasan
pernikahannya akan kurang baik bila dibandingkan dengan individu
yang memilih pasangan yang berasal dari kelas ekonomi yang tinggi.
2) Pendidikan dan inteligensi
Secara umum ada kecenderungan pada pasangan untuk memilih
pasangan yang mempunyai perhatian mengenai pendidikan. Pernikahan
dengan latar belakang pendidikan yang sama pada kedua pasangan akan
lebih cocok bila dibandingkan dengan pernikahan yang mempunyai
3) Agama
Faktor yang juga dipertimbangkan dalam pemilihan pasangan adalah
faktor agama. Agama menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan,
dengan asumsi bahwa pernikahan yang mempunyai latar belakang
agama yang sama akan lebih stabil, dan dengan prinsip bahwa agama
mempunyai kemungkinan anak–anak akan tumbuh dengan keyakinan
dan moral yang sesuai dengan standar masyarakat.
4) Pernikahan antar ras atau Suku
Pernikahan antar rasa tau antar suku masih menjadi permalahan dalam
masyarakat. Banyak masalah yang terjadi ketika seorang individu
memiliki hubungan dengan individu yang mempunyai perbedaan suku
atau ras. Permasalahan yang terjadi bukan pada pasangan tersebut,
tetapi permasalahan suku atau ras ini berasal dari keluarga, teman
ataupun masyarakat disekitar. Secara umum, tanpa adanya dukungan
dari keluarga atau teman, hubungan dengan perbedaan suku atau ras
juga tidak akan terjadi.
b. Karakteristik Personal
Ketika seorang individu memilih seorang teman hidup untuk
menghabiskan sisa hidup, kecocokan adalah hal yang juga diperlukan. Ada
faktor – faktor yang juga dapat mendukung kecocokan dari pemilihan
pasangan, yaitu :
Pencarian pemilihan pasangan yang didasarkan pada sifat individu,
berfokus pada fisik, kepribadian, dan faktor kesehatan mental.
Beberapa sifat dari kepribadian seseorang mungkin akan dapat
membuat suatu hubungan menjadi susah untuk mempunyai hubungan
yang bahagia. Sifat yang muram seperti depresi dapat menyebabkan
hubungan pernikahan yang lebih negative dan dapat menuruknkan
kualitas dari hubungannya itu sendiri. Sifat yang ramah dapat
menyebabkan suatu hubungan pernikahan menjadi lebih positif dan
stabil (J.J Larson & Holman, dalam Degenova, 2008).
2) Perbedaan Usia
Salah satu pertimbangan dalam memilih pasangan adalah perbedaan
usia. Secara umum, rata–rata perbedaan usia yang dimilki oleh setiap
pasangan adalah dua tahun. Ada banyak pertimbangan dalam keadaan
untuk menuju kualitas pernikahan yang baik, yaitu dengan
merenungkan pernikahan dengan individu yang lebih tua atau lebih
muda. Sebagai contoh, ketika seorang perempuan muda menikah
dengan pria yang lebih tua itu seperti siap menjadi janda di usia muda,
tetapi ketika keduanya adalah pria yang tua dan perempuan tua,
mereka cenderung hidup bersama lebih lama jika telah menikah sejak
mereka muda.
3) Memiliki Kesamaan Sikap dan Nilai
Kecocokan dalam hubungan pernikahan akan semakin meninggi jika
mengenai sesuatu yang penting untuk mereka. Individu yang saling
berbagi sikap dan nilai biasanya akan lebih merasa nyaman satu sama
lain. Stres akan kurang terjadi antara satu sama lain, karena ada
penyesuaian diri yang dilakukan.
4) Peran Gender dan Kebiasaan Pribadi
Kecocokan tidak hanya berdasarkan sikap dan nilai, tapi juga
berkaitan dengan perilaku. Pasangan akan lebih merasa puas dan
mendapatkan kehidupan pernikahan yang baik apabila pasangannya
dapat membagi harapan yang sama mengenai peran gender dan
apabila dapat saling bertoleransi mengenai kebiasaan–kebiasaan dari
pasangan. Salah satu pengukuran dari kecocokan dalam suatu
pernikahan adalah persamaan harapan dari peran pria dan wanita.
Setiap pria pasti mempunyai berbagai peran yang harus ditunjukkan
sebagai seorang pria dan peran seperti apa yang harusnya ditunjukkan
sebagai sepasang suami istri. Setiap wanita juga mempunyai beberapa
konsep dari peran yang harus ditunjukkannya sebagai seorang istri
dan berbagai harapan mengenai harapan dari peran sebagai pasangan
suami istri yang harus ditunjukkannya. Apa yang diharapkan oleh
keduanya dan apa yang diinginkannya mungkin akan berbeda. Leigh,
Holman dan Burr (dalam Degenova, 2008) menemukan bahwa
individu yang telah berhubungan selama setahun lebih tidak memiliki
kecocokan dalam peran dibanding ketika mereka pertama sekali
tidak begitu penting untuk melanjutkan satu hubungan.
Bagaimanapun hal itu baru akan menjadi penting setelah keduanya
menikah.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemilihan
pasangan merupakan suatu proses penyaringan yang dilakukan individu dalam
memilih calon pasangan hidup sampai akhirnya terpilihnya calon pasangan
hidup individu tersebut. Ada proses yang harus dilakukan oleh setiap individu
dalam melakukan pemilihan pasangan, yaitu area yang ditentukan (the field of
elogibles), kedekatan (propinquity), daya tarik (attraction), homogamy dan
heterogamy, dan kecocokan (compability). Dalam pemilihan pasangan, juga
terdapat faktor–faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor latar belakang
keluarga yang terdiri dari kelas sosioekonomi, pendidikan, usia, agama dan
suku juga faktor karakteristik personal yang terdiri dari sikap dan tingkah laku
individu, perbedaan usia, kesamaan sikap dan peran gender (Degenova, 2008).
3. Proses Pemilihan Pasangan
Pemilihan pasangan merupakan suatu proses penyaringan yang dilakukan
individu dalam memilih calon pasangan hidup sampai akhirnya terpilihnya
calon pasangan hidup yang sesuai menurut individu tersebut. Hal ini seperti
yang dinyatakan dalam Degenova (2008), mengenai teori proses
perkembangan , yang menjelaskan tentang variasi proses yang dilakukan
dalam proses memilih pasangan, yaitu :
Faktor pertama yang harus dipertimbangkan dalam proses pemilihan
pasangan adalah pasangan tersebut memenuhi syarat sesuai yang telah
ditentukan oleh individu tersebut. Bagi wanita, pengaruh kekurangan dari
pernikahan, mungkin bukan hanya berasal dari pernikahan itu sendiri, tapi
juga berasal dari kualitas pada pasangan hidupnya. Pernikahan yang baik
cenderung berasal dari pernikahan yang mempunyai pasangan dengan
status yang tinggi dibandingkan pernikahan dengan status yang rendah
(bila diukur dari kondisi pendidikan dan pekerjaan) (Lichter, Anderson, &
Hayward, dalam Degenova 2008).
b. Kedekatan (Propinquity)
Faktor lain yang termasuk dalam proses pemilihan adalah propinquity
(Davis-Brown, Salamon, & Surra dalam Degenova, 2008). Propinquity
atau kedekatan secara geografi adalah faktor lain yang dapat
mempengaruhi proses pemilihan pasangan. Bagaimanapun, ini tidak
berarti kedekatan kediaman dapat memastikan; kedekatan institutional
juga penting. Hal ini disebabkan karena banyak individu yang berjumpa
dengan pasangannya di tempat–tempat yang sering dikunjungi oleh
individu tersebut, seperti, sekolah, tempat kerja dan lainnya.
c. Daya Tarik (Attraction)
Ketertarikan yang termasuk disini adalah ketertarikan secara fisik, dan
ketertarikan spesifik dari kepribadian individu. Pada dasarnya, setiap
wanita dan pria memiliki perbedaan dalam memilih pasangan. Setiap
akan memilih pasangan hidup, banyak alasan–alasan yang dapat membuat
seseorang jatuh cinta dalam rangka biologi.
d. Homogamy dan Heterogamy
Seorang individu akan memilih pasangan yang dapat membagi pribadi
dan karakteristik sosial seperti usia, ras, etnik, pendidikan, kelas sosial dan
agama (Dressel, Rogler, Procidano, Steven, & Schoen dalam Degenova,
2008). Kecenderungan untuk memilih pasangan yang memilki kesamaan
disebut dengan homogamy dan memilih pasangan yang cenderung
mempunyai perbedaan dengan dirinya disebut dengan heterogamy.
Pernikahan yang homogeneus cenderung akan lebih stabil dibandingkan
dengan pernikahan yang heterogeneous., meskipun ada harapan.
Faktor utama yang biasanya menjadi alasan dalam pernikahan yang
homogeneus adalah ketika kebanyakan individu akan lebih memilih
pasangan yang seperti dirinya dan kurang merasa nyaman bila berada di
dekat individu yang berbeda dengan dirinya. Faktor lain yang juga penting
adalah bagaimanapun, tekanan dari dari social akan lebih mengarah
kepada endogamy, atau pernikahan dengan individu dalam satu kelompok
yang sama. Individu-individu yang memilih untuk menikah dengan
pasangan yang usianya lebih muda atau lebih tua atau termasuk ke dalam
suatu kelompok etnik yang berbeda, agama, atau kelas social mungkin
akan mengalami celaan halus dari lingkungannya. Sebaliknya, secara
umum lingkungan akan melarang pernikahan dengan pasangan yang
adalah tekanan social untuk exogamy, atau pernikahan dengan kelompok
yang berbeda.
e. Kecocokan (Compability)
Kecocokan yang dimakasud disini lebih kepada kemampuan seorang
individu untuk hidup bersama dalam keadaan yang harmonis. Kecocokan
mungkin akan lebih mengarah kepada evaluasi dalam pemilihan pasangan
menurut tempramen, sikap dan nilai, kebutuhan, peran dan kebiasaan
pribadi. Dalam memilih pasangan, seorang individu akan berjuang untuk
memilih pasangan yang mempunyai kecocokan dalam berbagai area.
f. Proses Penyaringan (The Filtering Process)
Proses pemilihan pasangan dimulai dari field of eligible yang paling
luas. Ada berbagai variasi proses yang akan dilakukan seorang individu
dalam memlih pasangan, seperti mengeliminasi individu yang tidak
memenuhi syarat, ini merupakan alasan yang utama sebelum berlanjut ke
proses selanjutnya. Sebelum membuat keputusan terakhir, dua orang
individu akan menuju periode terakhir, seperti pertunangan. Jika mereka
dapat bertahan dalam proses ini, individu ini akan mencapai keputusan
terakhir untuk menikah. Berikut adalah bagan dari proses pemilihan
pasangan :
Tabel 1. Proses Penyaringan Pemilihan Pasangan
Attraction Filter
Physical Attraction Personality
Homogamy Filter
Usia , pendidikan, kelas sosial, agama
Compability Filter
Tempramen, sikap dan nilai, kebutuhan, peran dan sistem kebiasaan
Trial Filter Cohabition Pertunangan Decision Filter Menikah
Sumber : Intimate Relationships, Marriage & Families (2008)
B. Dewasa Awal
1. Pengertian Dewasa Awal
Istilah adult berasal dari kata kerja latin, seperti juga istilah adolescene –
adolescere, yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Akan tetapi, kata adult
berasal dari bentuk lampau partisipel dari kata kerja adultus yang berarti telah
tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi
dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa adalah individu yang telah
menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam
masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 1999).
Menurut ahli sosiologi Kenneth Kenniston (dalam Santrock, 2009) masa
muda (youth) adalah masa periode transisi antara masa remaja dan masa
dewasa yang merupakan proses perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi
sementara. Masa dewasa awal adalah periode perkembangan yang bermula
berada pada tahap Intimacy vs Isolation, pada masa ini individu menghadapi
tugas perkembangan untuk membentuk relasi intimasi dengan orang lain.
Erickson juga menggambarkan keintiman sebagai penemuan terhadap diri
sendiri pada orang lain, tanpa harus kehilangan diri sendiri (Santrock, 2009).
Berdasarkan definisi di atas, adapun dewasa awal yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah individu yang berusia 20–30 tahun.
2. Tugas Perkembangan Dewasa Awal
Tugas perkembangan masa dewasa awal menurut Santrock (2009), yaitu :
a. Mendapatkan suatu pekerjaan
b. Memilih teman hidup
c. Membentuk keluarga
d. Membesarkan anak
e. Mengelola rumah tangga
f. Bertanggung jawab sebagai warga negara
g. Bergabung dengan kelompok sosial yang sesuai
3. Ciri – ciri Masa Dewasa Awal
Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola–
pola kehidupan baru dan harapan–harapan sosial baru. Individu dewasa awal
mulai diharapkan untuk memainkan peran–peran baru, seperti peran suami
atau istri, orang tua, pencari nafkah dan mulai mengembangkan sikap–sikap
diri ini menjadikan periode ini suatu periode yang khusus dan sulit dari
rentang kehidupan seseorang (Hurlock, 1999).
Periode ini merupakan periode yang sangat sulit dari rentang kehidupan
seseorang, hal ini dikarenakan sebagian besar anak mempunyai orang tua,
guru, teman atau orang lain yang bersedia menolong para dewasa awal dalam
menyesuaikan diri. Sekarang, sebagai orang dewasa, para dewasa awal ini
diharapkan mengadakan penyesuaian diri secara mandiri (Hurlock, 1999).
Masa dewasa awal adalah masa dimana para dewasa awal mulai dituntut
mandiri secara ekonomi dan mandiri dalam membuat keputusan. Hal yang
paling menunjukkan seorang individu mulai memasuki masa dewasa awal
adalah ketika individu tersebut mulai mendapatkan pekerjaan yang tetap.
Kemampuan untuk membuat keputusan adalah ciri lain yang tidak sepenuhnya
terbangun pada masa dewasa awal. Membuat keputusan yang dimaksud
adalah pembuatan keputusan secara luas mengenai karir, nilai–nilai keluarga,
mulai membangun suatu hubungan dengan pasangan serta mengenai gaya
hidup dari dewasa awal itu sendiri (Santrock, 2009).
Pada masa dewasa awal, perubahan–perubahan yang juga akan terjadi
adalah mengenai cara berpikir orang dewasa muda yang mulai berbeda dengan
remaja (Perry dalam Santrock, 2009). Di masa ini, para dewasa awal mulai
matang, mulai memasuki tahun–tahun masa dewasa, mulai menyadari
perbedaan pendapat dan berbagai perspektif yang dipegang oleh orang lain.
Pada masa dewasa awal, individu akan mulai berubah dari mencari
membentuk keluarga. Berikut ada beberapa fase yang akan dilewati setiap
individu ketika memasuki masa dewasa awal (Schaie,dalam Santock, 2009),
yaitu :
a. Fase Mencapai Prestasi
Fase ini adalah fase dimana dewasa awal melibatkan penerapan
intelektualitas pada situasi yang memiliki konsekuensi besar dalam
mencapai tujuan jangka panjang, seperti pencapaian karir dan
pengetahuan. Para individu yang mulai memasuki dewasa awal akan
mampu menguasai kemampuan kognitif yang dimilki, sehingga
memperoleh kebebasan yang cukup.
b. Fase Tanggung Jawab
Memasuki fase tanggung jawab, dimana fase ini terjadi ketika keluarga
terbentuk dan perhatian diberikan pada keperluan -keperluan pasangan
dan keturunan. Perluasan kemampuan kognitif yang sama diperlukan
pada saat karir individu meningkat dan tanggung jawab kepada orang
lain akan muncul dalam pekerjaan dan komunitas.
c. Fase Eksekutif
Fase ini terjadi ketika individu mulai measuki masa dewasa tengah,
dimana seorang individu mulai bertanggung jawab kepada sistem
kemasyarakatan dan organisasi sosial. Pada fase ini, individu mulai
membangun pemahaman tentang bagaimna organisasi sosial bekerja
d. Fase Reintegratif
Fase reintegratif adalah fase yang akan terjadi di akhir masa dewasa,
dimana orang dewasa yang lebih tua memilih untuk memfokuskan
tenaga mereka pada tugas dan kegiatan yang bermakna.
4. Pengertian Dewasa Awal yang Kembar
Kenneth Kenniston (dalam Santrock, 2009) masa muda (youth) adalah
masa periode transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang merupakan
proses perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi sementara. Masa dewasa
awal adalah periode perkembangan yang bermula pada akhir usia belasan
tahun atau awal usia dua puluhan dan berakhir pada usia tiga puluhan
(Santrock, 2009).
Anak kembar adalah dua orang anak atau lebih yang dilahirkan
bersama-sama dalam suatu persalinan (Kerola, 2005). Berdasarkan uraian di atas, maka
dewasa awal kembar yang di maksud di sini adalah sepasang anak yang lahir
dari satu proses persalinan yang sama, yang berusia 20-30 tahun.
5. Ciri-ciri Dewasa Awal yang Kembar
Hurlock (1999) menyatakan bahwa masa dewasa awal merupakan periode
penyesuaian diri terhadap pola–pola kehidupan baru dan harapan – harapan
sosial baru. Pada masa ini para dewasa awal diharapkan untuk memainkan
mulai mengembangkan sikap–sikap baru, keinginan, dan nilai - nilai baru
sesuai dengan tugas baru.
Kembar adalah kembar yang mempunyai ciri-ciri jasmaniah yang sama,
baik dari muka, mata, tinggi badan, rambut dan lainnya. Kembar juga lebih
cenderung mempunyai hubungan emosional yang lebih dekat satu sama lain
dibandingkan dengan saudara kandung biasa (Cunningham, 2009)
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dewasa awal
adalah masa dimana periode perkembangan yang bermula pada usia awal dua
puluhan dan berakhir pada usia tiga puluhan (Santrock, 2009). Pada dewasa
awal yang kembar, masa dewasa awal adalah masa periode perkembangan
pada kembar, yang lahir dalam satu proses persalinan yang sama, yang berusia
dua puluhan dan berakhir pada usia tiga puluhan.
C. Kembar
1. Pengertian Kembar
Anak kembar (twins) adalah bentuk dari full siblings karena saudara
kandung yang kembar mempunyai hubungan biologis. Anak kembar adalah
dua orang anak atau lebih yang dilahirkan bersama-sama dalam suatu
persalinan (Kerola, 2005).
Kembar dikarakteristikkan dengan kesamaan genetik dan familiarity yang
tinggi (Neyer, 2002). Twins adalah satu-satunya individu yang telah
kandungan) dan yang saling mengerti satu sama lain dibandingkan dua orang
manapun (Chow, 2009)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa saudara kembar adalah dua
orang yang mempunyai hubungan biologis dan kesamaan genetik dimana
mereka telah mempunyai pengalaman dengan saudaranya sebelum kelahiran
dikarenakan telah bersama dalam kandungan dan dilahirkan bersama-sama
dalam suatu persalinan.
2. Tipe – Tipe Kembar
Ada dua tipe kembar, yaitu kembar identik atau dan kembar tidak identik
atau fraternal (dalam Cunningham, 2005).
a. Kembar Identik
Anak kembar identik terjadi apabila satu sel telur matang (ovum)
dibuahi dua atau lebih sperma. Sel telur akan membelah dua yang
masing-masing akan berkembang menjadi zigot tersendiri dan
seterusnya menjadi bakal janin dua anak kembar. Untuk kembar
identik yang berjumlah empat, masing-masing dari sel telur yang telah
membelah akan membelah lagi menjadi dua bakal janin.
Jenis kelamin yang sama akan ditemui pada kembar identik karena
individu berasal dari gen yang sama. Pada kembar identik akan
dijumpai ciri-ciri jasmaniah yang mirip satu sama lain, seperti mata,
hidung, mulut, rambut, bentuk wajah, dan sebagainya. Bukan berarti
identik tetap dijumpai adanya perbedaan yang lebih dipengaruhi oleh
faktor lingkungan, seperti gizi, aktivitas yang dilakukan, dan
sebagainya. Kembar identik umumnya mempunyai hubungan
emosional yang lebih dekat dengan saudara kembarnya, dibandingkan
dengan kembar tidak identik.
b. Kembar Fraternal atau Tidak Identik
Anak kembar tidak identik terjadi karena adanya dua atau lebih sel
telur (ovum) yang matang bersamaan dan masing-masing dibuahi oleh
satu sperma. Masing-masing pasangan (ovum dan sperma) akan
bersenyawa membentuk zigot yang berbeda satu sama lain dan
berkembang sendiri-sendiri.
Pada anak kembar tidak identik tidak terdapat kesamaan-kesamaan
ekstrem, individu yang kembar tidak identik seperti halnya dua orang
kakak beradik biasa saja. Kembar tidak identik dapat sangat berbeda
secara fisik maupun dalam hal sifat perilakunya. Apabila dijumpai dua
atau lebih anak kembar yang sama sekali tidak mirip dan bahkan
memiliki sifat-sifat yang kontras, maka individu tersebut kembar tidak
identik.
3. Kembar dilihat dari Sisi Psikologis
Kembar adalah dua orang anak atau lebih yang lahir dari satu masa
kehamilan yang sama. Kembar adalah dua orang individu yang sejak kecil
pengalaman tersendiri. Kembar mempunyai kesamaan yang secara fisik mirip,
dan cenderung mempunyai kesamaan dalam karakter. Hal ini dapat dilihat dari
berbagai penelitian genetik yang banyak dilakukan oleh para ahli genetik,
yang dalam penelitiannya menyatakan bahwa kembar mempunyai
kecenderungan lebih mirip satu sama lain bila dibandingkan dengan saudara
kandung biasa (Santrock, 2009).
Kembar lebih mempunyai hubungan emosional yang lebih kuat
dibandingkan dengan saudara kandung biasa. Hubungan emosional ini bisa
terjadi karena kembar terbiasa diperlakukan sama oleh lingkungannya, selain
karena adanya faktor genetik yang turut serta mempengaruhi kesamaan
tersebut. Adanya perlakuan sama yang diperlakukan pada kembar membuat
para kembar ini akhirnya merasa lebih dekat satu sama lain bila dibandingkan
dengan saudara kandung biasa (Santrock, 2009)
D. Gambaran Proses Pemilihan Pasangan pada Dewasa Awal yang Kembar
Proses pemilihan pasangan adalah sesuat hal yang sifatnya subjektif.
Proses pemilihan pasangan yang dilakukan dari setiap individu berbeda,
karena disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan dari individu itu sendiri
(Degenova, 2008). Adanya kesamaan dalam menyukai seseorang, adalah salah
satu hal yang mempengaruhi proses ketertarikan pada seorang individu.
Kesamaan yang dimiliki dalam sikap, perilaku dan karakteristik seperti baju,