PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale ROSC.) TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID (MDA) TESTIS
DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI TUBULUS SEMINIFERUS TESTIS MENCIT YANG DIBERI PLUMBUM ASETAT
Oleh
DEWI PANGESTUTI 087008007/BM
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale Rosc.) TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID (MDA) TESTIS DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGIS TUBULUS SEMINIFERUS TESTIS
MENCIT YANG DIBERI PLUMBUM ASETAT
TESIS
Diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh Gelar Magister Biomedik dalam Program Studi Magister Ilmu Biomedik
pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh
DEWI PANGESTUTI 087008007/BM
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Penelitian :
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK JAHE (zingiber officinale ROSC.)
TERHADAP KADARMALONDIALDEHID (MDA) TESTIS
DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGIS TUBULUS SEMINIFERUS
TESTIS MENCIT YANG DIBERI PLUMBUM ASETAT
Nama : DEWI PANGESTUTI
Nomor Pokok : 087008007
Tanggal lulus : 29 Januari 2011
Telah diuji pada tanggal : 29 Januari 2011
_________________________________________________________________
Panitia Penguji Tesis
Ketua : dr. Datten Bangun, Msc, SpFK
Anggota : 1. dr. Delyuzar, SpPA(K)
2. Prof. Em. Dr. dr. Jazanul Anwar, SpFK
ABSTRAK
Jahe (Zingiber officinales Rosc.) merupakan tanaman herbal yang dapat tumbuh subur di Indonesia. Jahe digunakan sebagai bumbu dapur, perasa pedas dan harum pada makanan dan sering dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional. Herbal ini mengandung senyawa polifenol berupa gingerol dan shogaol yang merupakan senyawa yang bersifat antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya efek ekstrak air jahe secara oral terhadap kadar MDA testis mencit dan gambaran histopatologis tubulus seminiferus testis mencit yang diberi Pb asetat.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang didisain mengikuti Rancangan Acak Lengkap (RAL)dengan menggunakan 24 ekor mencit(Mus
musculus L.) strain DD Webster jantan dewasa yang dibagi dalam 6 kelompok; satu kelompok kontrol (P0) yang diberi aquadest 0,5ml, dan lima kelompok perlakuan: (P1) diberi ekstrak jahe 0,7 mg/g BB, (P2) diberi ekstrak jahe 1,4 mg/g BB, (P3) diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB, (P4) diberi ekstrak jahe 0,7mg/g BB satu jam kemudian diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB, (P5) diberi jahe 1,4 mg/g BB satu jam kemudian diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB lewat sonde lambung sekali sehari selama 42 hari/ Pada hari ke 43 mencit didekapitasi, kemudian diukur kadar MDA testis dan mengamati gambaran histopatologis tubulus seminiferus testis mencit. Hasil data dianalisis dengan uji Oneway- Anova dan dilanjutkan dengan uji Post-Hoc.
Hasil Penelitian menunjukan bahwa pemberian ekstrak air jahe 0.7 mg/g BB lebih dapat menurunkan kadar MDA testis mencit yang diberi Pb asetat dibandingkan dengan Ekstrak air jahe 1,4 mg/g BB per oral. Ekstrak air jahe 0,7 mg/g BB dapat menebalkan epitel dan melebarkan diameter tubulus seminiferus testis mencit yang diberi Pb asetat dibandingkan dengan ekstrak air jahe 1,4 mg/g BB per oral.
Kata kunci: Ekstrak jahe, antioksidan, kadar MDA testis, gambaran histopatologis tubulus seminiferus testis.
ABSTRACT
Ginger (Zingiber officinales ROSC.) is an herbal plant that can flourish in Indonesia. Ginger is used as a spice in cooking, spicy and sweet flavorings in foods and is often used as ingredients of traditional medicine. This herb contain polyphenol compounds in the form of gingerol and shogaol which are compounds that are antioxidants.
This study aims to find out whether or the ginger aqueous extract could oppose the increase of testicular MDA levels and improve the histopathologic appearance of testicular seminiferous tubules of mice given leadacetate.
This research was an experimental study designed as Complete Randomized Design (CRD). Twenty four adult male mice strains DD Webster(Mus musculus L.), were divided into 6 groups: one control group (P0) was given 0.5 ml distilled water, and five treatment groups: (P1) was given aquous exract of ginger 0.7 mg/g Body observed histopathologic appereance of testicular seminiferous tubules of mice. Data was analyzed by Oneway-Anova test and continued with post-hoc test.
The results of this study showed that administration of aquous extract of ginger 0.7 mg/g Body Weight orally reduced levels of testicular MDA levels of lead acetate treated mice more compared with aquous extract of ginger 1.4 mg/g Body Weight. Aquous extract of ginger 0.7 mg/g Body Weight per oral can thicken epithelium and dilatated diameter of the testicular seminiferous tubules of mice that were given lead acetate compared with aquous extract of ginger 1.4mg/g Body Weight.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatNYA sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul,”Pengaruh Pemberian Ekstrak
Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Dan
Gambaran Tubulus Seminiferus Testis Mencit Yang Diberi Plumbum Asetat.
Tesis ini merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Magister
Ilmu Biomedik, di Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.
Dengan selesainya tesis ini, Penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,
M.Sc (CTM), Sp.A(K), dan seluruh jajarannya atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister ilmu
Biomedik, di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof.dr. Gontar
A.Siregar, Sp.PD,KGEH dan Ketua Program Studi Biomedik, dr. Yahwardiah
Siregar, Ph.D, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan program Magister ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Rasa terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang
setinggi-tingginya disampaikan kepada dr.Datten Bangun, M.Sc, Sp.FK (sebagai ketua komisi
pembimbing) dan dr. Delyuzar, Sp.PA(K) (anggota komisi pembimbing), yang
dengan penuh perhatian dan kesabaran telah mengorbankan waktu untuk memberikan
dorongan, bimbingan, semangat, bantuan serta saran-saran yang bermanfaat kepada
Penulis mulai dari persiapan penelitian sampai pada penyelesaian tesis ini.
Kepada komisi pembanding, Prof. Em. Dr. dr. Jazanul Anwar, SpFK dan TM
Fauzi S.Si M.Kes. atas perhatian dan saran yang bermanfaat kepada Penulis dalam
menguji dan menyempurnakan tesis ini. Tak lupa juga ucapan terima kasih penulis
kepada Prof.Dr. dr. Rozaimah Zain-Hamid, MS, Sp.FK serta Prof. Dr. Drs.
Syarifuddin Ilyas, M.Biomed yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah
mengorbankan waktu untuk meberikan dorongan, bimbingan, semangat, bantuan
serta saran-saran yang bermanfaat kepada Penulis mulai dari persiapan penelitian
sampai pada penyelesaian tesis ini. Serta ucapan terima kasih penulis kepada seluruh
Staf Pengajar yang telah membimbing penulis selama mengikuti program studi ini.
Kepada Dekan FK-UISU, beserta jajarannya yang telah memberikan dana
kepada penulis untuk kelangsungan pendidikan program studi pascasarjana ini.
Persembahan terima kasih yang tulus dan rasa hormat penulis yang
sebesarnya kepada Ayahanda tercinta Alm. H. Poniman dan Ibunda Hj. Syafariah
yang telah membesarkan dan memberikan kasih sayang, do’a serta semangat dan
Kepada anak-anakku tercinta Dinda Soufia Rahma dan Dwi Putri
Hummairoh, mama menyampaikan rasa sayang mama pada kalian, dan terima kasih
mama atas senyuman yang kalian berikan untuk semangat mama dalam
menyelesaikan pendidikan ini, dan mohon ma’af mama kepada ananda berdua atas
waktu mama yang hilang untuk kalian berdua.
Tesis ini khusus penulis persembahkan kepada suami tercinta Alm. Dr. Ganda
Rahman, walaupun telah tiada namun rasa sayang dan cinta yang beliau tinggalkan,
memberikan dorongan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan program
studi ini. Semoga Allah SWT menempatkan kakanda di tempat yang sebaik-baiknya,
amin.
Terima kasih juga kepada seluruh rekan-rekan dan adik-adik yang telah
memberikan semangat, bantuan dalam menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih perlu mendapat koreksi
dan masukan untuk kesempurnaan. Oleh karena itu Penulis berharap adanya kritik
serta saran untuk penyempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi
kita semua. Amin.
Medan, 25 Januari 211
RIWAYAT HIDUP
1. Nama : Dewi Pangestuti
2. Tempat/tanggal lahir : Medan/24 Oktober 1973
3. Agama : Islam
4. Nama Suami : Alm. dr. Ganda Rahman
5. Alamat : Jl. Seser no. 77A Medan
6. Pendidikan
SD Taman Harapan : tamat tahun 1986
SMP Husni Thamrin : tamat tahun 1989
SMAN 6 Medan : tamat tahun 1991
S1 Fakultas Kedokteran UISU Medan : tamat tahun 2000
7. Pekerjaan
1994-2003 : Asisten dosen Biologi di Fak. Kedokteran UISU Medan
2000-2003 : Dokter PTT di Puskesmas Gebang, Kecamatan Gebang,
Kabupaten Langkat, Sumatera Utara
2003-2007 : Dokter Perusahaan di SinarMas Tbk. Pekan Baru, Riau
2007-2008 : Asisten Dosen Pataologi Anatami di Fak.Kedokteran
UISU Medan
2008-sekarang : Staf Pengajar Bagian Farmakologi dan Terapi di Fakultas
2.3. Antioksidan ... 20
3.8. Analisa Data dan Pengujian Hipotesis ... 46
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian... 48 4.2. Pembahasan ... 54
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 59 5.2. Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 61
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Efek Plumbum di berbagai organ tubuh ... 18
2. Perlakuan Hewan Coba ... 39
3. Persiapan standar MDA untuk spektrofotometri ... 42
4. Jadwal Penelitian ... 47
5. Hasil Uji Skrining Senyawa Fitokimia Bahan Alam... 48
.
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Kerangka teori ... 7
2 Reaksi Pembentukan Peroksidasi Lipid ... 13
3. Reaksi antara metal dengan Sulphydryl (SH) Group ……… 18
4. Gambaran Histologis Tubulus Seminiferus testis ... 30
5. Prosedur pelaksanaan uji pengaruh ekstrak jahe ... 39
6. Kadar MDA Testis mencit... 49
7. Diameter Tubulus Seminiferus Testis Mencit... 50
8. Tebal Epitel Tubulus Seminiferus Testis Mencit... 52
9. Gambar Histopatologi tubulus Seminiferus mencit…………. 53
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Metode pembuatan ekstrak air jahe ……….. 68
2. Output analisis datakadar MDA testis mencit (µM/mL) menggunakan software SPSS 13………. 69
3. Output analisis data diameter tubulus seminiferus mencit menggunakan software SPSS 13 ……….... 71
4. Output analisis data tebal epitel tubulus seminiferus mencit menggunakan software SPSS 13 ……….... 75
5. Konversi Perhitungan Dosis ……… 77
6. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik Penelitian………... 78
7. Hasil Identifikasi Tumbuhan……… 79
ABSTRAK
Jahe (Zingiber officinales Rosc.) merupakan tanaman herbal yang dapat tumbuh subur di Indonesia. Jahe digunakan sebagai bumbu dapur, perasa pedas dan harum pada makanan dan sering dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional. Herbal ini mengandung senyawa polifenol berupa gingerol dan shogaol yang merupakan senyawa yang bersifat antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya efek ekstrak air jahe secara oral terhadap kadar MDA testis mencit dan gambaran histopatologis tubulus seminiferus testis mencit yang diberi Pb asetat.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang didisain mengikuti Rancangan Acak Lengkap (RAL)dengan menggunakan 24 ekor mencit(Mus
musculus L.) strain DD Webster jantan dewasa yang dibagi dalam 6 kelompok; satu kelompok kontrol (P0) yang diberi aquadest 0,5ml, dan lima kelompok perlakuan: (P1) diberi ekstrak jahe 0,7 mg/g BB, (P2) diberi ekstrak jahe 1,4 mg/g BB, (P3) diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB, (P4) diberi ekstrak jahe 0,7mg/g BB satu jam kemudian diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB, (P5) diberi jahe 1,4 mg/g BB satu jam kemudian diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB lewat sonde lambung sekali sehari selama 42 hari/ Pada hari ke 43 mencit didekapitasi, kemudian diukur kadar MDA testis dan mengamati gambaran histopatologis tubulus seminiferus testis mencit. Hasil data dianalisis dengan uji Oneway- Anova dan dilanjutkan dengan uji Post-Hoc.
Hasil Penelitian menunjukan bahwa pemberian ekstrak air jahe 0.7 mg/g BB lebih dapat menurunkan kadar MDA testis mencit yang diberi Pb asetat dibandingkan dengan Ekstrak air jahe 1,4 mg/g BB per oral. Ekstrak air jahe 0,7 mg/g BB dapat menebalkan epitel dan melebarkan diameter tubulus seminiferus testis mencit yang diberi Pb asetat dibandingkan dengan ekstrak air jahe 1,4 mg/g BB per oral.
Kata kunci: Ekstrak jahe, antioksidan, kadar MDA testis, gambaran histopatologis tubulus seminiferus testis.
ABSTRACT
Ginger (Zingiber officinales ROSC.) is an herbal plant that can flourish in Indonesia. Ginger is used as a spice in cooking, spicy and sweet flavorings in foods and is often used as ingredients of traditional medicine. This herb contain polyphenol compounds in the form of gingerol and shogaol which are compounds that are antioxidants.
This study aims to find out whether or the ginger aqueous extract could oppose the increase of testicular MDA levels and improve the histopathologic appearance of testicular seminiferous tubules of mice given leadacetate.
This research was an experimental study designed as Complete Randomized Design (CRD). Twenty four adult male mice strains DD Webster(Mus musculus L.), were divided into 6 groups: one control group (P0) was given 0.5 ml distilled water, and five treatment groups: (P1) was given aquous exract of ginger 0.7 mg/g Body observed histopathologic appereance of testicular seminiferous tubules of mice. Data was analyzed by Oneway-Anova test and continued with post-hoc test.
The results of this study showed that administration of aquous extract of ginger 0.7 mg/g Body Weight orally reduced levels of testicular MDA levels of lead acetate treated mice more compared with aquous extract of ginger 1.4 mg/g Body Weight. Aquous extract of ginger 0.7 mg/g Body Weight per oral can thicken epithelium and dilatated diameter of the testicular seminiferous tubules of mice that were given lead acetate compared with aquous extract of ginger 1.4mg/g Body Weight.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu penyebab kerusakan sel ataupun jaringan adalah akibat pembentukan
radikal bebas. Radikal bebas merupakan salah satu bentuk Reactive Oxygen Species
(ROS) (Percival, 1998). Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang
mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya(Valko M
et al, 2007). Radikal bebas tidak stabil dan mempunyai reaktivitas yang tinggi.
Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat
reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat molekul elektron
yang berada disekitarnya(Tuminah, 2000).
Berbagai proses didalam tubuh manusia menghasilkan radikal bebas antara
lain adalah melalui proses metabolisme sel normal, peradangan, terekspos allergen,
sinar ultraviolet, zat-zat organik ataupun xenobiotic . Beberapa sumber radikal bebas
antara lain sumber internal yaitu: mitokondria, fagosit, xantin oksidase, reaksi yang
melibatkan besi dan logam transisi lainnya, arachidonat pathway, peroksisome, olah
raga, peradangan, iskemia/reperfusi, sedangkan yang berasal dari sumber eksternal
yaitu: rokok, polutan lingkungan, radiasi, obat-obatan, larutan industry dan ozon
Slater KF et al (1987) mengungkapkan bahwa radikal bebas yang reaktif
dapat menyebabkan kerusakan sel dan jaringan dengan berbagai cara antara lain:
§ Kerusakan DNA dengan kerusakan sel dan mutasi
§ Destruksi dari aktivitas koenzim nukleotida, perubahan dalam status redoks
NADPH
§ Mengganggu terhadap Thiol-dependent enzyme, perubahan dalam thiol: status
disulpida
§ Berikatan kovalen dengan protein dan lipid
§ Merubah aktivitas enzim dan metabolisme lipid
§ Merusak protein, meingkatkan turnover dari protein
§ Peroksidasi lipid, perubahan fungsi dan struktur membran
§ Kerusakan membran terhadap protein, gangguan transport.
Plumbum merupakan salah satu logam berat yang dapat mencemari
lingkungan. Dari hasil penelitian Ernawati (2010) tingginya kandungan Pb pada
daging kerang bulu (Anadara inflata) di dekat pelabuhan kapal-kapal bongkar muat,
kapal ikan, pabrik-pabrik, dan galangan kapal serta pemukiman di muara sungai
Asahan. Selain itu, di sepanjang hulu sungai juga terdapat banyak pabrik industri dan
terhadap fungsi organ yang terdapat dalam tubuh (Darmono, 2001), merupakan faktor yang menunjang untuk terjadinya toksisitas Pb pada makhluk hidup. Dengan mengabsorpsi > 0,5 mg/hari akan terjadi akumulasi yang selanjutnya menyebabkan
keracunan(Sartono, 2002). Akumulasi Pb tertinggi dalam jaringan lunak terjadi
berturut-turut pada ginjal disusul hati, otak, paru, jantung, otot dan testis (Hariono B,
2005). Plumbum dikenal sebagai bahan toksis bagi organ reproduksi wanita dan pria.
Pada pria, konsentrasi Pb dalam darah lebih dari 40 µg/dl dihubungkan dengan
penurunan atau kelainan produksi sperma(Kosnett M.J, 2009). Pencemaran plumbum
terhadap lingkungan menyebabkan penurunan kualitas sperma pada manusia(Ochoa
I.H et al, 2005). Beberapa penelitian pada hewan percobaan menunjukkan bahwa
keracunan Pb dapat mengakibatkan penurunan berat testis dan kerusakan tubulus
seminiferus testis tikus putih (Ahmad I et al, 2003). Pemberian plumbum asetat
secara intraperitoneal sebanyak 200mg/kgBB terjadi peningkatan jumlah morfologi
sperma yang abnormal dan penurunan kadar asam askorbat dalam testis mencit
(Acharya U.R et al 2003). Injeksi subkutan Plumbum selama 3 hari menyebabkan
penurunan jumlah sperma, berat testis dan kerusakan dari tubulus seminiferus (Graca
A et al, 2004). Hasil penelitian Fauzi TM (2008) terhadap mencit, terlihat perbedaan
yang nyata antara kelompok yang diberi plumbum asetat konsentrasi 0,1% dan 0,3%
dibanding dengan kelompok kontrol dalam meningkatkan kadar MDA didalam
sekresi cauda epididimis juga mempengaruhi kualitas spermatozoa mencit tersebut.
Pemberian Pb dapat menginduksi stress oksidasi pada hewan percobaan, dengan
peroxidation dapat ditentukan dengan cara mengukur malondialdehid (MDA)
mengikuti test standar thiobarbituric acid (TBA)(Acharya S et al,1997). Plumbum
asetat yang diberikan secara oral ternyata juga dapat meningkatkan kadar MDA testis,
serta menyebabkan perubahan pada gambaran histologi jaringan testis dimana terlihat
eksudasi interstisial, degenerasi dan nekrosis sel spermatogenik (Hamadouche NA et
al, 2009).
MDA merupakan produk yang dihasilkan oleh radikal bebas melalui reaksi
ionisasi dalam tubuh dan merupakan produk akhir oksidasi lipid membran. Pada
DNA, MDA akan bereaksi dengan deoxyadenosine dan deoxyguanosine yang akan
menyebabkan kerusakan pada DNA (Marnett LJ, 2000). Kadar MDA sangat
bergantung pada status antioksidan. (Winarsi H, 2007).
Pada saat ini banyak dijual bebas antioksidan dengan berbagai merek
dipasaran dengan harga yang relative mahal. Padahal, zat antioksidan banyak terdapat
di alam secara melimpah salah satunya adalah jahe. Komponen yang terkandung
dalam rimpang jahe sangat banyak kegunaannya.
Jahe (zingiber officinale.) digunakan sebagai bumbu masak, minuman, serta
permen juga digunakan dalam ramuan obat tradisional, yang berfungsi sebagai
stimulansia, karminativa, diaforetika, mengatasi kolik dan batuk kering (Rukmana,
2000). Hasil penelitian Kikuzaki dan Nakatani, (1993) dengan menggunakan asam
linoleat sebagai substrat, jahe yang mengandung gingerol memiliki daya antioksidan
Senyawa bioaktif rimpang jahe seperti gingerol, shogaol dan resin yang
terkandung dalam oleoresin dapat menurunkan kadar MDA plasma dan
meningkatkan kadar Vitamin E plasma(Zakaria, 2000). Menurut Zhonggou et al
(2003) menyatakan bahwa senyawa yang terkandung didalam jahe dapat melindungi
DNA dari kerusakan yang diinduksi oleh H2O2.
Stoilova I et al.,(2007) menyatakan bahwa ekstrak CO2 dari zingiber
officinale rosc. mengandung polyphenol yang menunjukkan kapasitas tinggi sebagai
chelator sehingga dapat mencegah inisiasi radikal hidroksil yang diketahui sebagai
pencetus terjadinya peroksidasi lipid, dengan demikian ekstrak CO2 dari jahe dapat
digunakan sebagai antioksidan. Dari hasil penelitian Kamtchouing et al., (2002)
ekstrak zingiber officinale secara signifikan meningkatkan kadar serum testosterone,
berat testis serta aktifitas alpha-glukosida epididimis hewan tikus. Ekstrak jahe dapat
meningkatkan kualitas spermatozoa, kadar LH dan FSH serta menurunkan kadar
MDA testis mencit (Morakinyo A.O et al, 2008; Khaki A et al, 2009). Pemberian
secara oral ekstrak jahe juga dapat memperbaiki kerusakan sel spermatogenik tikus
jantan yang dipapari oleh fungisida mancozeb(Sakr SA et al. 2009).
Dari uraian singkat tersebut diatas peneliti tertarik untuk meneliti efek
antioksidan dari ekstrak jahe dalam melindungi sistem reproduksi jantan. Dengan
dasar kemampuan ekstrak jahe sebagai antioksidan maka perlu dilakukan penelitian
kadar malondialdehid(MDA) testis dan gambaran histopatologis tubulus seminiferus
testis mencit jantan yang diberi plumbum asetat (Pb(C2H3O2)·3H2O).
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas memberikan dasar bagi
peneliti untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut ini:
1. Apakah ekstrak jahe dapat menurunkan kadar MDA testis tikus yang diberi
plumbum asetat?
2. Apakah ekstrak jahe dapat menghambat kerusakan tubulus seminiferus testis
tikus akibat paparan plumbum asetat berdasarkan gambaran histopatologis?
1.3. Kerangka Teori
Paparan plumbum secara terus menerus akan menyebabkan peningkatan radikal
bebas. Radikal bebas akan bereaksi dengan senyawa PUFA (poly unsaturated fatty
acid) yang akan menyebabkan kerusakan senyawa oksidatif pada senyawa lipid.
Lipid yang mengalami oksidasi ini akan menjalani reaksi lanjutan secara berantai
membentuk produk radikal seperti radikal alkil, radikal peroksil, dan radikal
superoksida. Pembentukan radikal dari reaksi berantai ini menyebabkan terbentuknya
peroksidasi lipid yang sangat tidak stabil. Peroksidasi lipid akhirnya akan
Jahe (zingiber officinale) berperan sebagai antioksidan terhadap
senyawa-senyawa radikal bebas tersebut. Penelitian ini diharapkan akan mengungkapkan
kemampuan jahe dalam melindungi sistem reproduksi dari toksisitas plumbum.
Gambar 1. Kerangka teori
Radikal bebas Æ
Stress oksidatif Æ
Peroksidasi lipid Æ
MDA jaringan Æ
dan kerusakan jaringan
Plumbum asetat secara oral
Radikal bebas
Stress oksidatif <<<
Peroksidasi lipid <<<
MDA jaringan <<< dan melindungi jaringan
Ekstrak jahe secara oral Plumbum asetat
1.4.Tujuan Penelitian Tujuan umum :
Untuk membuktikan bahwa ekstrak jahe dapat menghambat kerusakan
tubulus seminiferus testis tikus akibat paparan plumbum acetate.
Tujuan Khusus :
1. Mengetahui kemampuan ekstrak jahe dalam menurunkan kadar MDA testis
tikus yang diberi Plumbum asetat.
1 Mengetahui kemampuan ekstrak jahe dalam menghambat kerusakan tubulus
seminiferus testis tikus akibat paparan plumbum asetat
2 Mengetahui besarnya dosis ekstrak jahe dalam menurunkan kadar MDA testis
tikus yang diberi Plumbum asetat.
3 Mengetahui besarnya dosis ekstrak jahe dalam menghambat kerusakan tubulus
seminiferus testis tikus akibat paparan Plumbum asetat.
1.5. Hipotesis
1. Pemberian ekstrak jahe dapat menurunkan kadar MDA testis tikus yang diberi
plumbum asetat.
2. Ada perbedaan gambaran histopatologis tubulus seminiferus yang dipapari
plumbum dan diberi ekstrak jahe dengan yang dipapari plumbum tetapi tidak
diberi ekstrak jahe.
3. Penurunan kadar MDA testis tikus yang dipapari plumbum sejalan dengan
4. Penghambatan kerusakan tubulus seminiferus testis yang dipapari plumbum
sejalan dengan peningkatan dosis ekstrak jahe.
1.6. Manfaat penelitian
1. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa selain digunakan sebagai
bumbu dapur, jahe berkhasiat sebagai antioksidan yang dapat mengatasi
dampak keracunan plumbum.
2. Membuka penelitian lanjutan untuk dapat mensejajarkan jahe dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Radikal Bebas
Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu
atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya(Valko M et al, 2007 ). Di
dalam sel hidup, radikal bebas terbentuk pada membran plasma, mitokondria,
peroksisom, retikulum endoplasma dan sitosol melalui reaksi-reaksi enzimatis yang
berlangsung dalam proses metabolisme(Winarsi H, 2007).
Tubuh memiliki mekanisme proteksi yang menetralkan radikal bebas yang
terbentuk, antara lain dengan adanya enzim-enzim superoksida dismutase (SOD),
katalase, dan glutathion peroksidase(GPX)(Winarsi H, 2007).Namun dalam kondisi
tertentu, radikal bebas dapat melebihi sistem pertahanan tubuh, kondisi ini disebut
sebagai stress oksidatif(Agarwal et al, 2005). Pada kondisi ini, keseimbangan antara
radikal bebas dengan kemampuan antioksidan alami tubuh akan terganggu yang
akhirnya akan menyebabkan kerusakan jaringan(Winarsi H, 2007).
Perusakan sel oleh radikal bebas didahului oleh kerusakan membran sel.
Kerusakan membran sel tersebut dapat terjadi dengan cara: (a) terjadi ikatan kovalen
antara radikal bebas dengan komponen membran, sehingga terjadi perubahan struktur
dari fungsi reseptor; (b) oksidasi gugus thiol pada komponen membran oleh radikal
peroksidasi lipid membran yang mengandung PUFA (polyunsaturated fatty
acid)(Slatter KF, 1984).
2.1.2. Peroksidasi Lipid
Peroksidasi lipid merupakan proses yang bersifat kompleks akibat reaksi asam
lemak tak jenuh ganda penyusun fosfolipid membran sel dengan Reactive Oxygen
Species (ROS), membentuk hidroperoksida. Beberapa spesies oksigen reaktif yang
dijumpai dalam tubuh adalah:
• Superoxide radical (O2-)
• Hydroxyl radical (OH-)
• Nitric oxide radical (NO-)
• Peroxyl radical (ROO-)
• Lipid peroxyl radical (LOOH)
• Hydrogen peroxide (H2O2)
• Singlet oxygen (IO2)
• Hypochlorous acid (HOCl) (Langseth L, 1995)
Target utama dari ROS adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein,
serta unsur DNA termasuk karbohidrat dan RNA. Asam lemak tak jenuh merupakan
Tingginya konsentrasi asam lemak tak jenuh dalam fosfolipid di setiap
membrane sel tidak hanya membuat mereka menjadi sasaran utama untuk reaksi
dengan agen oksidasi tetapi juga memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam
rantai panjang reaksi radikal bebas (Marnet LJ, 2000).
2.1.3. Tahap-tahap Proses Peroksidasi Lipid
Peroksidasi lipid biasanya terbentuk melalui beberapa tahapan proses yaitu:
• Inisiasi : Lipid + R /OH Lipid
• Propagasi : Lipid + O2 Lipid.OO
Lipid.OO + Lipid Lipid.OOH + Lipid
• Terminasi : Lipid + Lipid Lipid.Lipid
Lipid.OO + Lipid Lipid.OO.Lipid
Pada tahap awal reaksi terjadi pelepasan hidrogen dari asam lemak tidak
jenuh sehingga terbentuk radikal alkil yang terjadi karena adanya inisiator (panas,
oksigen aktif, logam atau cahaya). Pada keadaan normal radikal alkil cepat bereaksi
dengan oksigen membentuk radikal peroksil dimana radikal peroksil ini bereaksi
lebih lanjut dengan asam lemak tidak jenuh membentuk hidroperoksida dengan
radikal alkil, kemudian radikal alkil yang terbentuk ini bereaksi dengan oksigen.
Reaksi outoksidasi ini adalah reaksi berantai radikal bebas.
Salah satu hasil produk degradasi ROOH adalah malondialdehid (MDA).
Malondialdehid (MDA) secara luas banyak digunakan sebagai salah satu indikator
peroksidasi lipid yang dapat ditentukan dalam suatu pengukuran dengan
menggunakan asam tiobarbiturat. Metode pengukuran ini disebut TBA-reactant
subtansi (TBARs) (Winarsi H, 2007).
2.1.4. Malondialdehide (MDA)
MDA adalah senyawa dialdehide yang merupakan produk akhir peroksidasi
lipid didalam tubuh, MDA juga merupakan metabolit komponen sel yang dihasilkan
oleh radikal bebas. Oleh sebab itu, konsentrasi MDA yang tinggi menunjukkan
adanya proses oksidasi dalam membran sel. MDA dapat bereaksi dengan komponen
nukleofilik atau elektrofilik. MDA dapat berikatan dengan berbagai molekul biologis
MDA bersifat mutagenik pada bakteri dan sel mamalia serta bersifat karsinogenik
pada tikus (Marnet LJ, 2000).
2.2. Plumbum (Pb)
Plumbum atau timah hitam merupakan logam berat yang terdapat di
lingkungan sekitar kita, baik itu secara proses alami maupun buatan. Plumbum
banyak digunakan dalam industri logam, baterai, cat, kabel, karet dan mainan
anak-anak. Manusia terkontaminasi dengan plumbum melalui udara, air dan makanan.
Apabila plumbum terhirup atau tertelan oleh manusia, akan beredar mengikuti aliran
darah dan terdistribusi di jaringan lunak dan tulang(Darmono, 2001).
2.2.1. Sifat Fisik dan Kimiawi Plumbum
Plumbum adalah logam berat, dengan nomor atom 82, berat atom 207,19 dan
berat jenis 11,34, bersifat lunak dan berwarna biru keabu-abuan, dengan kilau yang
khas sesaat setelah pemotongan, kilauan tersebut akan hilang sejalan dengan
pembentukan lapisan oksida pada permukaannya. Plumbum mempunyai titik leleh
327,50C dan titik didih 17400C(WHO, 1977; ATSDR, 2007) .
Lebih dari 95% plumbum merupakan senyawa anorganik dan umumnya
dalam bentuk garam timbal anorganik, dan selebihnya berbentuk timbal organik.
Senyawa plumbum organik ditemukan dalam bentuk senyawa tetraethyllead (TEL)
maka plumbum digunakan secara luas dalam berbagai industri (WHO, 1977;
ATSDR, 2007).
2.2.2. Farmakokinetika Plumbum
Plumbum masuk kedalam tubuh dapat melalui berbagai cara antara lain
melalui saluran cerna, saluran pernapasan dan melalui kulit. Setelah diabsorpsi,
plumbum akan terikat dengan eritrosit yang kemudian akan di distribusikan secara
luas kejaringan lunak seperti sumsum tulang, otak, ginjal, hati, otot, dan gonad
kemudian menuju ke matriks tulang. Plumbum dapat melewati sawar darah plasenta
dan merupakan bahaya potensial bagi janin (Kosnett M.J, 2009).
a. Absorpsi
Absorbsi Pb dapat melalui saluran pernapasan, saluran cerna dan melalui
kulit. Absorpsi melalui saluran pernapasan tergantung kepada besarnya diameter
partikel Pb yang masuk kedalam paru-paru, diameter sebesar 1 mikrometer akan
diabsorpsi secara komplit di alveoli (WHO, 1977; Patočka et al 2003).
Absorpsi Pb melalui saluran cerna tergantung pada beberapa kondisi antara
lain, besarnya konsentrasi Pb yang tertelan, adanya makanan didalam lambung, status
gizi pasien, usia dari pasien. Absorpsi Pb akan meningkat pada keadaan defisiensi
sekitar 50% dari jumlah Pb yang tertelan, sedangkan orang dewasa tingkat absorpsi
Pb sekitar 10-20% (Patočka et al 2003 ).
Plumbum organik seperti tetraethyl lead (TEL) yang digunakan sebagai
antiknock pada bahan bakar bensin hampir seluruhnya diabsorpsi langsung melalui
kulit (Hariono B, 2005; ATSDR, 2007).
b. Distribusi
Plumbum yang diabsorpsi diangkut oleh darah ke jaringan lunak seperti otak
paru, hati, limpa dan sumsum tulang, yang kemudian mengalami redistribusi dan
disimpan dalam tulang. Sekitar 95% Pb dalam darah diikat oleh eritrosit dengan
waktu paruh 25-40 hari, pada jaringan lunak waktu paruh Pb 40 hari, sedangkan pada
tulang memiliki waktu paruh selama 28 tahun (Patočka et al 2003; ATSDR, 2007).
c. Ekskresi
Plumbum diekskresikan melalui melalui beberapa cara antara lain, melalui
urin sebanyak 65-76%, melalui saluran empedu 25-30%, melalui rambut, kuku,
keringat 8% (WHO, 1977; Patočka et al 2003).
2.2.3. Toksisitas Plumbum
Keracunan Pb dapat merupakan hasil dari interaksi antara logam dengan
enzim dan protein lainnya dengan ikatan kovalen sehingga akan menghalangi kerja
enzim tersebut. Pb juga mampu membentuk ion-ion organometalik yang larut dalam
lemak dan mampu menembus membran biologis dan berakumulasi dalam sel dan
organel sel seperti mitokondria (Raharjo M, 2009). Pb berinteraksi dengan
kation-kation penting terutama besi, kalsium dan zinc serta mengganggu pompa
natrium-potassium-adenosine triphosphate (Na + / K +-ATP) dengan demikian meningkatkan
kerapuhan selular (Patočka et al, 2003).
Ercal N et al (2001) menyatakan ada beberapa mekanisme bagaimana Pb
menyebabkan stress-oksidatif di dalam tubuh yaitu: efek langsung Pb terhadap
membran sel, interaksi antara Pb-Hb dan Pb dapat berikatan dengan sulphydryl group
dan amine group.
SH S
P atau E + M2+ P atau E M + 2H+
S SH
Gambar 3. Reaksi antara metal dengan Sulphydryl (SH) Group
P: Protein, E: Enzim, M: Metal( Duruibe JO et al, 2007).
Manifestasi klinis dari keracunan plumbum dapat mengenai berbagai sistem
organ antara lain sistem saraf pusat, ginjal, hematopoetik, gastrointestinal,
Tabel-1. Efek Plumbum di berbagai organ tubuh
Gastrointestinal 60-100µg/dL Kolik pada anak-anak
Kardiovaskuler < 10µg/dL Elevasi tekanan darah
Ginjal < 20µg/dL Penurunan GFR
Neurologi 100-120µg/dL (dewasa)
Reproduksi > 40µg/dL Penurunan fertilitas
(Sumber: ATSDR, 2007)
2.2.4. Efek Plumbum terhadap Sistem Reproduksi
Beberapa penelitian efek Pb terhadap sistem reproduksi antara lain penelitian
Naha N (2005) terhadap pekerja yang terpapar plumbum selama 7-8 tahun
mendapatkan bahwa terjadi penurunan motilitas sperma, volume, viskositas, protein
seminal plasma dan kadar fruktosa seminal. Suatu penelitian cross sectional terhadap
terhadap penurunan kualitas sperma dan memberikan efek terhadap kromatin sperma
yang juga dipengaruhi oleh kadar zinc di sperma (Ochoa IH, 2005).
Shiau CY (2004) melakukan penelitian terhadap 163 pekerja pabrik batre
yang telah menikah mendapatkan hasil bahwa kadar Pb dalam darah sebesar 40µg/dL
dapat mempengaruhi kesuburan dengan memperpanjang masa untuk hamil.
Penelitian efek Pb pada hewan coba telah banyak dilakukan antara lain
penelitian dari Massanyi (2007) pemberian Pb pada tikus percobaan sebanyak 50
mg/KgBB secara intraperitoneal menyebabkan dilatasi pembuluh darah kapiler di
interstitium, undulasi pada membran basalis dan terjadi apoptosis pada sel
spermatogenesis.
Pemberian Pb 0,5% per oral selama 6 minggu kepada mencit menyebabkan
terjadinya penurunan jumlah sperma, motilitas dan peningkatan jumlah sperma
abnormal (Wadi, 1999). Plumbum juga mempengaruhi berat testis, diameter serta
tebal epitel tubulus seminiferus testis juga mempengaruhi sel spermatogenik dan sel
sertoli mencit dimana hewan coba diberi Pb asetat sebanyak 100 mg/KgBB selama 42
hari secara oral (Danial 2005; Almarmudah 2005). Hsu et al (1998) menyatakan
bahwa paparan Pb pada konsentrasi tinggi menyebabkan peningkatan ROS pada
2.3. Antioksidan
Tubuh manusia mempunyai beberapa mekanisme untuk bertahan terhadap
radikal bebas dan ROS lainnya. Pertahanan yang bervariasi saling melengkapi satu
dengan yang lain karena bekerja pada oksidan yang berbeda atau dalam bagian
seluler yang berbeda (Tuminah, 2000).
Secara umum pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal
atau meredam efek negatif oksidan dalam tubuh, bekerja dengan cara mendonorkan
satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktifitas senyawa
oksidan tersebut dapat dihambat(Winarsi H, 2007).
Antioksidan dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
1. Antioksidan enzimatis
2. Antioksidan non enzimatis
2.3.1. Antioksidan Enzimatis
Antioksidan enzimatis merupakan antioksidan endogenus, yang termasuk
didalamnya adalah enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, glutation
peroksidase (GSH-PX), serta glutation reduktase (GSH-R) (Mates dan Jimenez,1999;
Tuminah, 2000,). Sebagai antioksidan, enzim-enzim ini bekerja menghambat
pembentukan radikal bebas, dengan cara memutuskan reaksi berantai (polimerisasi),
kemudian mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil, sehingga antioksidan
Enzim katalase dan glutation peroksidase bekerja dengan cara mengubah
H2O2 menjadi H2O dan O2 sedangkan SOD bekerja dengan cara mengkatalisis reaksi
dismutasi dari radikal anion superoksida menjadi H2O2 (Langseth L,1995; Winarsi H,
2007).
2.3.2. Antioksidan Nonenzimatis
Antioksidan non-enzimatis disebut juga antioksidan eksogenus, antioksidan
ini bekerja secara preventif, dimana terbentuknya senyawa oksigen reaktif dihambat
dengan cara pengkelatan metal, atau dirusak pembentukannya (Winarsi H, 2007).
Antioksidan non-enzimatis bisa didapat dari komponen nutrisi sayuran, buah dan
rempah-rempah. Komponen yang bersifat antioksidan dalam sayuran, buah dan
rempah-rempah meliputi vitamin C, vitamin E, β-karoten, flavonoid, isoflavon,
flavon, antosianin, katekin dan isokatekin (Kahkonen, et al, 1999). Senyawa-senyawa
fitokimia ini membantu melindungi sel dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh
radikal bebas.
2.4. Jahe (Zingiber officinale)
Tanaman jahe telah lama dikenal dan tumbuh baik di negara kita. Jahe
merupakan salah satu rempah penting. Rimpangnya sangat luas dipakai, antara lain
sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan dan minuman. Jahe
2.4.1. Taksonomi dan Morfologi
Kedudukan tanaman jahe dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah
sebagai berikut,
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Subfamili : Zingiberoidae
Genus : Zingiber
Spesies : Zingeber officinale Rosc. (Rukmana,2000).
Tanaman jahe berbatang semu dengan tinggi antara 30 cm-75 cm, berdaun
sempit memanjang menyerupai pita. Tanaman jahe hidup merumpun, menghasilkan
rimpang dan berbunga
Berdasarkan ukuran dan warna rimpangnya, jahe dapat dibedakan menjadi 3
(tiga) varietas, yaitu:
1. Jahe besar (jahe gajah)
Ditandai dengan ukuran rimpang yang besar, berwarna muda atau kuning,
2. Jahe Putih kecil (Jahe Emprit)
Jahe ini ditandai dengan ukuran rimpang yang termasuk kategori sedang,
dengan bentuk agak pipih. Berwarna putih, berserat lembut, dan beraroma
serta berasa tajam.
3. Jahe Merah
Jahe ini ditandai dengan ukuran rimpang yang kecil. Berwarna merah jingga,
berserat kasar, beraroma serta berasa sangat tajam (pedas)
Jahe merah dan jahe kecil banyak dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan.
Sedangkan jahe besar dimanfaatkan sebagai bumbu masak(Rukmana ,2000).
Jahe mengandung komponen minyak menguap (volatile oil), minyak tak
menguap (non-volatile oil). Minyak menguap memberi bau yang khas pada jahe,
sedangkan minyak tak menguap yang biasanya disebut oleoresin memberikan rasa
pedas dan pahit. Komponen utama dari oleoresin mengandung gingerol (C14H26O4,
C18H28O5), shogaol (C7H24O3), dan resin (Paimin dan Murhananto, 2008).
Rimpang jahe segar mengandung 80.9% uap lembab, 2,3% protein, 0,9%
lemak, 2,4% serat, 12,3% karbohidrat dan 1,2% mineral. Mineral yang terkandung
didalamnya seperti zat besi, calsium, fosfor, juga mengandung beberapa jenis vitamin
seperti thiamine, riboflavin, niacin dan vitamin C. Gingerol dan shogaol merupakan
komponen bahan aktif yang terdapat pada rimpang jahe segar. Rimpang jahe kering
mengandung 3-6% minyak lemak, 9% protein, 60-70% karbohidrat dan 2-3%
camphene, beta-phellandrene, curcumin, cineole, geranyl acetate, terphineol,
terpenes, borneol, geraniol, limonene, linalool, 30-70% alpaha zingiberone, 15-20%
beta-sesquiphelladrene, 10-15% beta bisabolene dan alpha farmesene.(Zachariah,
2008).
2.4.2. Farmakokinetik Jahe
Pengukuran kadar 6-gingerol dengan menggunakan HPLC (High Liquid
Chromatograph) setelah penyuntikan secara intravena 3 mg/Kg pada tikus percobaan
terdapat konsentrasi 6-gingerol antara 0,2-40 microgram/ml, dan sangat cepat di
bersihkan dari plasma dengan waktu paruh maksimal 7,23 menit (Ding GH et al,
1991). Pemberian per oral kepada tikus percobaan sebanyak 50 mg/Kg dosis
6-gingerol dieksresikan melalui empedulebih besar dari 60%, melalui urin sebanyak
16% dalam waktu 60 jam (Nakazawa T, 2002).
2.4.3. Khasiat Jahe
Sejak dahulu jahe dipergunakan sebagai bumbu dapur, bahan obat tradosional
dan aneka keperluan lainnya. Ekstrak ethanol jahe dapat melindungi lambung dari
berbagai keadaan seperti oleh karena obat-obatan, alkohol dan stress ulcer(Al-Yahya
M.A,1989).
Suekawa et al (1984) melakukan berbagai percobaan tentang efek
memiliki efek analgesik yang sama dengan aminopyrin dan memiliki efek antitusif
yang lebih kuat dari dihydrocodeine phosphate. Jahe(zingiber officinale) dapat
menghilangkan rasa sakit pada penderita rematik dan kelainan
tulang(Srivastva, 1992).
Hasil penelitian Kikuzaki dan Nakatani (1993) menyatakan bahwa oleoresin
jahe yang mengandung gingerol memiliki daya antioksidan melebihi α tokoferol,
sedangkan hasil penelitian Ahmed et al (2000) menyatakan bahwa jahe memiliki
daya antioksidan yang sama dengan vitamin C.
Jahe memiliki rimpang yang kaya akan kandungan poliphenol ternyata dapat
melindungi tubuh dari berbagai polutan yang ada di lingkungan. Pemberian 10% jahe
dalam makanan tikus putih dapat menurunkan kadar SGOT dan SGPT serta bilirubin
tikus putih tersebut yang dinduksi dengan merkuri klorida(Vitalis C et al, 2007).
Hasil penelitian Egwurugwu J.N (2007) pemberian zingiber officinale juga dapat
menurunkan kadar SGOT dan SGPT tikus putih yang diinduksi dengan cadmium.
Efek antioksidan jahe juga dapat meningkatkan hormon testosteron, LH dan
melindungi testis tikus putih yang diinduksi oleh fungisida mancozeb(Sakr SA et al,
2009).
Jahe yang digunakan sebagai bumbu dapur ternyata juga dapat melindungi
tubuh dari berbagai bahan kimia, hal ini dapat dilihat bahwa jahe dapat menurunkan
kadar glukosa darah, kolesterol dan triasilglyserol pada mencit yang diinduksi oleh
putih yang diinduksi oleh aloksan (Olayaki L.A et al, 2007). Penelitian Amir dan
Hamza (2006) menyatakan bahwa zingiber officinale dapat mengurangi jumlah
morfologi sperma tikus yang abnormal yang disebabkan oleh ciplastin. Rimpang jahe
juga bersifat nephroprotektif terhadap mencit yang diinduksi oleh gentamisin, dimana
gentamisin meningkatkan Reactive Oxygen Species (ROS) dan jahe yang
mengandung flavanoid dapat menormalkan kadar serum kreatinin, urea dan asam
urat pada tikus percobaan (Laksmi BV dan Sudhakar M, 2010).
Zakaria et al (2000) melakukan penelitian terhadap 24 mahasiswa pesantren
yang diberi minuman jahe selama 30 hari, memberikan hasil bahwa minuman jahe
dapat menurunkan kadar MDA plasma dan meningkatkan kadar vitamin E plasma
dibandingkan kelompok kontrol yang tidak diberi minuman jahe, dari hasil ini
menyatakan bahwa jahe berperan sebagi antioksidan dalam proses peroksidasi lipid
dimana dapat diukur dari kadar MDA plasma. Ekstrak jahe ternyata dapat sebagai
radioproteksi dengan menurunkan kadar enzim GPx dan MDA plasma mencit yang di
radiasi oleh fast neutron(NabilGM, et al, 2009).
Stoilova I et al.,2007 menyatakan bahwa ekstrak CO2 dari zingiber officinale
mengandung polyphenol yang menunjukkan kapasitas tinggi sebagai chelator
sehingga dapat mencegah inisiasi radikal hidroksil yang diketahui sebagai pencetus
terjadinya peroksidasi lipid, dengan demikian ekstrak CO2 dari jahe dapat digunakan
sebagai antioksidan. Gugus hidroksi fenolik dehidrozingeron mempunyai aktivitas
2.5. Sistem Reproduksi Jantan Pada Mencit
Sistem reproduksi mencit jantan terdiri atas testis dan kantong skrotum,
epididimis dan vas deferens, sisa sistem ekskretorii pada masa embryo yang berfungsi
untuk transport sperma, kelenjar asesoris, uretra dan penis, selain uretra dan penis,
semua struktur ini berpasangan (Rugh, 1967).
2.5.1. Testis
Setiap testis ditutupi dengan jaringan ikat fibrosa, tunika albugenia, bagian
tipisnya atau septa akan memasuki organ untuk membelah menjadi lobus yang
mengandung beberapa tubulus disebut tubulus seminiferus yang didalamnya
berlangsung produksi semua sel germinal fungsional jantan. Bagian tunika memasuki
testis dan bagian arteri testicular yang masuk disebut sebagai hilus. Arteri memberi
nutrisi terhadap setiap bagian testis, dan kemudian akan kontak dengan vena
testikular yang meninggalkan hilus (Rugh, 1967).
2.5.1.1. Tubulus Seminiferus Testis
Epitel tubulus seminiferus berada tepat dibawah membran basalis yang
dikelilingi oleh jaringan ikat fibrosa yang disebut jaringan peritubular yang
mengandung serat-serat jaringan ikat, sel-sel fibroblast dan sel otot polos yang
disebut dengan sel mioid. Diduga kontraksi sel mioid ini dapat mengubah diameter
ukuran panjang 30-70 cm dengan diameter bervariasi antara 150-250 µm (Junqueira,
2007). Epitel tubulus seminiferus terdiri dari sel spermatogenik dan sel sertoli yang
mengatur dan menyokong nutrisi spermatozoa yang berkembang, hal ini tidak
dijumpai pada sel tubuh lain. Sel-sel spermatogenik membentuk sebagian terbesar
dari lapisan epitel dan melalui proliferasi yang kompleks akan menghasilkan
spermatozoa(Rugh, 1967).
2.5.1.2. Sel Sertoli
Sel sertoli bersentuhan dengan dasarnya ke membran basalis dan menuju
lumen tubulus seminiferus. Di dalam inti sel sertoli terdapat nukleolus yang banyak,
satu bagian terdiri atas badan yang bersifat asidofilik disentral dan sisa badan yang
bersifat basidofilik di perifer. Sel sertoli diperkirakan mempunyai banyak bentuk
tergantung aktivitasnya. Pada masa istirahat berhubungan dekat dengan membran
basalis didekatnya dan inti ovalnya paralel dengan membran. Sel sertoli sebagai sel
penyokong untuk metamorfosis spermatid menjadi spermatozoa dan retensi
sementara dari spermatozoa matang, panjang, piramid dan intinya berada tegak lurus
dengan membran basalis. Sitoplasma dekat lumen secara umum banyak kepala
spermatozoa yang matang sedangkan ekornya berada bebas dalam lumen (Rugh,
2.5.1.3. Sel Spermatogenik
Sel spermatogenik membentuk lapisan epitel berlapis yang terdiri dari 4-8
lapis sel. Sel-sel ini berkembang secara progresif dari basal ke arah lumen tubulus
seminiferus. Sel sel spermatogenik yang terdapat dalam tubulus seminiferus adalah:
a. Spermatogonia
Spermatogenia bersandar pada bagian dalam lamina basalis tubulus
seminiferus, berukuran diameter sekitar 12 µm.
b. Spermatosit primer
Merupakan sel benih yang terbesar di dalam tubulus seminiferus dengan
diameter 17-19 µm, menempati daerah bagian tengah dari epitelium(Mariano SH
1986)
e. Spermatosit sekunder
Terletak lebih kearah lumen, besarnya lebih kurang setengah dari spermatosit
primer.
d. Spermatid
Merupakan sel-sel yang ukurannya jauh lebih kecil. Dengan nukleus yang
mengandung granula kromatin halus dan besar, umumnya terletak dalam
e. Spermatozoa
Mempunyai bentuk yang ramping, ukuran panjang sekitar 55-65 µ m, Kepala
spermatozoa yang kecil tertanam dalam sitoplasma sel-sel sertoli, ekornya menjulur
kedalam lumen tubulus seminiferus (Mariano SH, 1986).
Gambar 4. Gambaran histologis Tubulus Seminiferus testis
2.5.1.4. Sel Leydig
Antara tubulus adalah stroma interstisial, terdiri atas gumpalan sel Leydig
ataupun intertisial sel dan kaya akan darah dan cairan limfe. Sel interstisial testis
mempunyai inti bulat yang besar dan bergranul kasar. Sitoplasma bersifat eusinofilik.
Diyakini bahwa jaringan intertisial menguraikan hormon jantan testosteron
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang didisain mengikuti
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Jumlah hewan uji perkelompok ditentukan dengan
rumus (t-1) (n-1) ≥ 15. Jika t adalah perlakuan (dalam hal ini ada 6 kelompok
perlakuan) n adalah jumlah ulangan perkelompok, maka jumlah n yang diharapkan
(teoritis) adalah 4 (Federer, 1963).
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium FMIPA Biologi USU
Medan, Laboratorium terpadu FK USU Medan, Laboratorium Patologi Anatomi FK
USU Medan, Laboratorium Farmasi MIPA USU Medan dan Laboratorium Biomedik
FK USU. Penelitian dilakukan selama 8 minggu.
3.3. Bahan dan Alat Penelitian 3.3.1. Bahan Penelitian
minggu, belum pernah digunakan untuk percobaan lain dan mempunyai berat
badan antara 25- 35 gram yang diperoleh dari FMIPA Biologi USU Medan.
Bahan Kimia Ekstrak air rimpang jahe, aquadest, Plumbum asetat (Merck) , formalin 10%, Alkohol 70%, 80%, 90%, 96% dan alkohol absolut, parafin, xylol,
Hematoxylin-Eosin, kit pemeriksaan Malondialdehid (Oxitek).
Reagensia :
1. 2-Thiobarbiturat acid
2. 1,1,3,3-terramethoxypropane 99% , 600 µM
3. Acetic acid glacial
4. Sodium hydroxide (NaOH)
3.3.2. Alat-alat Penelitian
Jarum oval (Gavage), spuit 1 ml, bak bedah dan dissecting set, gelas arloji,
cawan peteri, batang pengaduk, waterbath, timbangan merek OHAUSS, timbangan
merek Sartorius, vertex, mixer, sentrifuse effendrop, spektrofotometri, labu ukur, labu
Erlenmeyer, Buret, mikroskop cahaya merek Olympus.
3.4. Variabel Penelitian 3.4.1 Variabel independent
• Plumbum asetat
3.4.2 Variabel dependent
• Kadar MDA testis mencit
• Gambaran histopatologis: - diameter tubulus seminiferus mencit
- tebal epitel tubulus seminiferus mencit.
3.5. Definisi operasional
• Plumbum asetat : merupakan suatu logam berat dengan rumus kimia
(Pb(C2H3O2)·3H2O).
• Ekstrak air jahe : rimpang jahe segar yang di olah menjadi ekstrak air jahe
dengan cara maserasi
• Kadar malondialdehid (MDA) : jumlah kadar MDA (mikromol)
dalam jaringan testis (g).
• Gambaran histopatologis jaringan : pemeriksaan terhadap perubahan-
perubahan abnormal pada tingkat jaringan
secara mikro anatomi.
3.6. Etika Penggunaan Hewan Penelitian
Penggunaan dan penanganan hewan penelitian dilakukan sesuai dengan
aturan etika penelitian hewan penelitian yang diatur dalam Deklarasi Helsinki untuk
memperoleh “ethical clearance” dari komite etik penelitian hewan FMIPA Biologi
3.7. Pelaksanaan Penelitian
3.7.1. Pemeliharaan Hewan Percobaan
Mencit ditempatkan di dalam kandang yang terbuat dari bahan plastik (ukuran
30x20x10 cm) yang ditutup dengan kawat kasa. Dasar kandang dilapisi dengan
sekam padi setebal 0,5-1 cm dan diganti setiap tiga hari. Cahaya ruangan dikontrol
persis 12 jam terang (pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00) dan 12 jam gelap
(pukul 18.00 sampai dengan pukul 06.00), sedangkan suhu dan kelembaban
ruangan dibiarkan berada pada kisaran alamiah. Pakan (pellet komersial) dan minum
(air PAM) diberikan ad libitum setiap hari. Percobaan dimulai setelah aklimatisasi.
3.7.2. Sampling Ekstrak Jahe (Zingiber officinale )
Rimpang jahe yang digunakan untuk penelitian ini diambil dari daerah
sidikalang desa sumbul pegaga.
3.7.3. Pembuatan Ekstrak Jahe
- Rimpang jahe dibersihkan, kemudian diiris tipis dengan ketebalan ± 1- 2 mm,
dikering anginkan, di timbang lalu dihaluskan dengan blender sampai
menjadi serbuk.
- Serbuk jahe dimaserasi dengan aquadest selama ± 48 jam, sampai didapat cairan
pekat, kemudian ekstrak pekat ini di fresh dryer hingga menjadi ekstrak kering
(Hartanto, 2008). (Lampiran A).
3.7.4. Uji Kandungan Kimia ekstrak Jahe
Uji yang dilakukan pada penelitian ini dengan menggunakan metode fitokimia
Adalah sebagai berikut:
- Uji zat fenolik dilakukan dengan cara menambahkan ekstrak jahe dengan FeCl3,
hasil uji positif mengandung zat fenolik jika terbentuk larutan hitam pada sampel.
- Uji zat flavonoid dilakukan dengan menggunakan Mg-HCl encer yang ditambahkan
dengan ekstrak jahe, hasil uji positif mengandung zat flavonoid jika terbentuk
larutan berwarna merah jambu pada sampel.
- Uji zat alkoloid dilakukan dengan menggunakan pereaksi Wagner, pereaksi Meyer,
dan pereaksi Dragendorff. Ekstrak jahe ditambahkan dengan masing-masing
pereaksi, hasil uji positif mengandung zat alkoloid jika terbentuk endapan berwarna
putih pada sampel.
- Uji zat steroid dilakukan dengan menggunakan H2SO4 dan pereaksi LB (Lieberman-
Burchad). Ekstrak jahe ditambahkan dengan masing-masing zat. Uji dengan cara
menambahkan ekstrak jahe dengan H2SO4, hasil uji positif jika terbentuk larutan
berwarna merah pada sampel. Dan uji dengan cara menambah ekstrak jahe dengan
pereaksi LB (Lieberman-Burchard), hasil uji positif jika terbentuk larutan berwarna
- Uji zat saponin dilakukan dengan cara menambahkan ekstrak jahe dengan akuades,
lalu dikocok sampai terbentuk buih, hasil uji positif jika buih yang dihasilkan setelah
didiamkan selama 15 menit tetap ada dan tinggi buih yang dihasilkan ± 2cm
(Harborne, 1987).
3.7.5. Perhitungan Dosis Ekstrak Jahe dan Plumbum asetat
Dosis plumbum asetat yang digunakan sebesar 100 mg/KgBB sesuai dengan
penelitian Daniel (2008). Penentuan dosis ekstrak jahe pada mencit berdasarkan
dosis ekstrak jahe yang aman bagi sistem reproduksi tikus jantan yaitu sebesar
500mg/KgBB dan 1000mg/KgBB dengan berat badan tikus yang digunakan
± 200 gram (Morakinyo et al, 2008). Pemberian dosis ekstrak jahe untuk mencit
dengan menggunakan tabel konversi dosis (Harmita, 2008)(Lampiran 5) Angka
konversi dari tikus dengan berat badan 200 g ke mencit dengan berat
badan 20 g yaitu sebesar 0,14g .
Dengan demikian perhitungan dosis ekstrak jahe adalah:
- 500mg/KgBB = 0,5 mg/gBB ¢ 0,5 x 200 = 100 mg/200gBB tikus
100 x 0,14 = 14mg/20 gBB mencit
= 0,7mg/gBB mencit
- 1000mg/KgBB = 1 mg/gBB ¢ 1 x 200 = 200 mg/200gBB tikus
200 x 0,14 = 28 mg/20 gBB mencit
Maka dosis ekstrak jahe yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 0,7mg/gBB dan
1,4mg/gBB. Pemberian Ekstrak jahe dan Plumbum asetat diberikan masing-masing
sebanyak 0,5 ml, hal ini berdasarkan bahwa volume maksimum larutan yang
diberikan pada mencit dengan berat 20-30g per oral adalah sebanyak 1 ml (Harmita,
2008).
3.7.6. Perlakuan Hewan Percobaan
Jumlah keseluruhan hewan coba yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah sebanyak 24 ekor. Penelitian ini terdiri atas 6 kelompok perlakuan, yaitu:
a) Kelompok I (P0) = terdiri dari 4 ekor mencit jantan dewasa yang diberi
aquadest sebanyak 0,5 ml secara oral selama 42 hari.
b) Kelompok II (P1) = terdiri dari 4 ekor mencit jantan dewasa yang diberi
ekstrak jahe 0,7 mg/gBB diberikan secara oral per hari selama 42 hari.
c) Kelompok III (P2) = terdiri dari 4 ekor mencit jantan dewasa yang
diberi ekstrak jahe 1,4mg/gBB diberikan secara oral per hari selama
42 hari.
d) Kelompok IV (P3) = terdiri dari 4 ekor mencit jantan dewasa yang
diberi plumbum asetat 0,1 mg/gBB diberikan secara oral per hari selama
42 hari.
e) Kelompok V (P4) = terdiri dari 4 ekor mencit jantan dewasa yang
diberi plumbum asetat 0,1 mg/gBB diberikan secara oral per hari selama
42 hari.
f) Kelompok VI (P5) = terdiri dari 4 ekor mencit jantan dewasa yang diberi
ekstrak jahe 1,4mg/gBB diberikan secara oral, satu jam kemudian diberi
plumbum asetat 0,1 mg/gBB diberi secara oral per hari selama 42 hari.
Tabel 2. Perlakuan Hewan Coba
Kelompok/ Aquadest Ekstrak Jahe Pb Asetat
Perlakuan
Lamanya pemberian
P0 0,5 ml/oral 42 hari
P1 0,7 mg/gBB/oral 42 hari
P2 1,4 mg/gBB/oral 42 hari
P3 0,1mg/gBB/oral 42 hari
P4 0,7 mg/gBB/oral 0,1mg/gBB/oral 42 hari
P5 1,4 mg/gBB/oral 0,1mg/gBB/oral 42 hari
3.7.7. Prosedur Pelaksanaan Uji Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe
Sebelum percobaan, mencit jantan ditimbang dan ditempatkan dalam kandang
tersendiri di dalam ruangan laboratorium (aklimatisasi). Mencit dibagi secara acak ke
Hari
Gambar 5. Prosedur pelaksanaan uji pengaruh ekstrak jahe
Aklimatisasi Perlakuan
pada hewan percobaan
Dekapitasi/ Pembedahan
P0 P1 P2 P3 P4 P5
Pada hari ke 43 mencit didekapitasi dan dilakukan pemeriksaan:
§ MDA testis • Histologi jaringan testis :
3.7.8. Prosedur Pemeriksaan dan Pengamatan
Setelah 42 hari perlakuan, masing-masing hewan coba dikorbankan dengan
cara dislokasi leher dan selanjutnya dilakukan pembedahan dengan cara mencit
diletakkan pada bak bedah dengan keempat anggota gerak terfiksasi. Scrotum dibuka
dengan gunting hingga tampak testis. Testis dianggkat dengan memotong duktus
epididimis. Setelah dikeluarkan maka testis dibersihkan dari jaringan ikat dan lemak.
Kemudian dilakukan pengamatan sebagai berikut :
3.7.8.1. Pengamatan kadar MDA Testis mencit
Pemeriksaan kadar MDA testis mencit dilakukan pada hari ke-42 setelah
perlakuan pada semua kelompok. Testis dihomogenkan dalam 5 ml larutan buffer
phosphate (pH 7,2). Metode pemeriksaan MDA menurut Rao et al., dan
Hsieh et al, (2006) yang telah dimodifikasi sebagai berikut :
• Reagensia :
1) 2-Thiobarbiturat acid (Merck.Cat. No. 1.08180.0025)
2) 1,1,3,3-terramethoxypropane 99% , 600 µM
3) Acetic acid glacial
4) Sodium hydroxide (NaOH)
a) Persiapan Reagensia
• TBA/Buffer Reagent
TBA/Buffer Reagent terdiri dari : 0,67 g 2-thiobarbituric acid dilarutkan dalam
100 mL aquadest, selanjutnya 0,5 g sodium hydroxide dan 100 asam asetat glacial.
• Standard MDA
Sebanyak 250 µL 1,1,3,3-tetramethoxypropane (Malondialdehid bis) 500 µM
dilarutkan dalam 750 µL aquadest untuk memperoleh larutan stok MDA 125 µM.
Selanjutnya dari larutan stok MDA 125 µM dilarutkan dalam aquadest dan dibuat
8 seri standar yang dapat dilihat pada table di bawah ini :
Tabel 3. Persiapan standar MDA untuk spektrofotometri
Nomor
tabung ependorf yang masing-masing telah diberi label.
2) Ditambahkan 0,5 ml aquadest pada masing-masing tabung.
4) Selanjutnya masing-masing tabung diinkubasi di dalam
waterbath dengan suhu 950C selama 60 menit.
5) Setelah diinkubasi, masing-masing tabung dikeluarkan dari waterbath
dan setelah dingin masing-masing tabung disentrifugasi dengan
kecepatan 7000 rpm selama 10 menit.
6) Supernatan diambil untuk selanjutnya dianalisa dengan
spektrofotometer UV pada panjang gelombang 534 nm.
3.7.8.2. Pengamatan Gambaran Mikroskopis Tubulus Seminiferus Testis Mencit
Pengamatan gambaran mikroskopis diameter dan ketebalan epitel tubulus
seminiferus testis mencit, dibuat sediaan histologis menurut Suntoro, S.H, (1983)
dengan metode parafin, menggunakan pewarnaan HE (Hematoksilin Eosin). Sesuai
dengan cara yang lazim dikerjakan dalam pembuatan sediaan histologis yaitu: fiksasi,
pencucian, dehidrasi, penjernihan, infiltrasi parafin, penanaman, pengirisan,
penempelan, deparafinasi, pewarnaan, penutupan dan pemberian label.
Fikasasi
Jaringan testis diambil, kemudian difiksasi dalam larutan formalin
selama 2-10 jam.
Pencucian
Dehidrasi
Dilakukan secara bertahap, dengan alkohol 70% selama 10 menit, alkohol
80%, 90%, 96%, masing-masing selama 60 menit, kemudian dengan alkohol absolut
30 menit.
Penjernihan
Dilakukan segera setelah proses dehidrasi dengan menggunakan toluol murni.
Infiltrasi
Proses infiltasi parafin dilakukan di dalam oven dengan suhu 56ºC. Organ
testis dimasukkan kedalam campuran toluol-parafin dengan perbandingan 1:1 selama
30 menit. Kemudian berturut dimasukkan kedalam:
Parafin Murni I selama 1 jam
Parafin Murni II selama 1 jam
Parafin murni III selama 1 jam
Penanaman
Sediaan dari parafin murni III dimasukkan kedalam kotak kertas kecil sebagai
cetakan yang telah berisi parafin cair, dan dibiarkan sampai parafin mengeras.
Pengirisan
Blok parafin testis yang telah mengeras ditempelkan pada holder dengan
menggunakan spatula, letakkan holder beserta blok parafin pada tempatnya di
Penempelan
Pada gelas benda diolesi dengan albumin dan ditetesi dengan akuades.
Kemudian beberapa pipa parafin diletakkan di permukaan akuades pada gelas benda
dan dibiarkan beberapa saat, kemudian gelas benda dipindahkan ke meja pemanas
hingga kering.
Pewarnaan
Pewarnaan dengan hematoxylin-Eosin (H-E) melalui tahapan:
• Deparafinisasi preparat dengan xylol sampai bebas parafin
• Hidrasi dengan alkohol 96%, 90%, 80%, 70%, 50%, 30%, akuades
• Inkubasi dalam larutan haematoxylin Erlich selama 30 menit
• Cuci dengan air mengalir ± 10 menit
• Dicelupkan kedalam akuades
• Dimasukkan alkohol 30%, 50%, 70%
• Kemudian dimasukkan kedalam larutan Eosin 0,5% selama 3 menit
• Dehidrasi dengan alkohol mulai dari 70%, 80%, 90% dan alkohol absolut
• Dikeringkan dengan kertas penghisap
• Inkubasi dengan xylol selama 1 malam
• Preparat ditutup dengan gelas penutup setelah ditetesi dengan kanada balsem
terlebih dahulu, lalu diberi label.
Pewarnaan dengan hematoksilin-eosin (HE) yang akan menyebabkan inti berwarna