SUBTITUSI TEPUNG IKAN KOMERSIAL DENGAN LIMBAH
TEPUNG UDANG DALAM RANSUM TERHADAP
PERFORMANS ITIK PEKING UMUR
1 HARI - 8 MINGGU
SKRIPSI
Oleh:
JERNI PETERIKSON G 100306052
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
SUBTITUSI TEPUNG IKAN KOMERSIAL DENGAN LIMBAH
TEPUNG UDANG DALAM RANSUM TERHADAP
PERFORMANS ITIK PEKING UMUR
1 HARI - 8 MINGGU
SKRIPSI
Oleh:
JERNI PETERIKSON G 100306052
Sripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Penelitian : Subtitusi Tepung Ikan Komersial Dengan Limbah Tepung Udang Dalam Ransum Terhadap Performans Itik Peking Umur 1 Hari – 8 Minggu
Nama : Jerni Peterikson G NIM : 100306052
Program Studi : Peternakan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ir. Edhy Mirwandhono, M.Si Ir. Tri Hesti Wayuni, M.Sc Ketua Anggota
Mengetahui
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan
ABSTRACT
JERNI PETERIKSON G , 2015: " The substitution of Commercial Fish Meal With Shrimp In Waste flour rations Against Performance of Peking ducks Age 1 Day - 8 Weeks " . Guided by R. Edhy MIRWANDHONO and TRI HESTI WAHYUNI .
This study aims to determine the extent of the effect of the use of flour shrimp waste (TLU) with filtrate water treatment husk ash (FAAS) and fermentation of EM-4 in the ration on body weight gain, feed intake and feed conversion peking duck. The design used was completely randomized design with 5 treatments and 4 replications. The treatment consists of P0 (0% shrimp meal, 10% fish meal), P1 (2.5% flour shrimp, fish meal 7.5%), P2 (5% shrimps flour, 5% fish meal), P3 (7, 5% shrimp meal, fish meal 2.5%), P4 (10% flour shrimp, 0% fish meal). Parameters studied were feed consumption, body weight gain and feed conversion.
The results showed the average consumption (g / head / week) P0; 158.77, P1; 157.33, P2; 157.95, P3; P4 151.54; 149.34. Mean body weight gain (g / bird / day) P0; 202.91, P1; 198.71, P2; 196.78, P3; P4 197.92; 200.88. The average feed conversion P0; 2.03, P1; 1.99, P2; 1.94, P3; 1.94 and P4; 1.90. ANOVA results showed that the treatment was not significant effect on feed intake, body weight gain and feed conversion (P> 0.05). Kesimpulanya is that the shrimp waste flour can be used in rations up to the level of 10% for the peking duck.
ABSTRAK
JERNI PETERIKSON G, 2015: “Subtitusi Tepung Ikan Komersial Dengan Limbah Tepung Udang Dalam Ransum Terhadap Performans Itik Peking Umur 1 Hari – 8 Minggu”. Dibimbing oleh R. EDHY MIRWANDHONO dan TRI HESTI WAHYUNI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan tepung limbah udang (TLU) dengan pengolahan filtrat air abu sekam (FAAS) serta fermentasi EM-4 dalam ransum terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan konversi ransum itik peking. Rancangan yang dipakai adalah rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari P0 (0% tepung udang, 10% tepung ikan), P1 (2,5% tepung udang, 7,5% tepung ikan), P2 (5% tepung udang, 5% tepung ikan), P3 (7,5% tepung udang, 2,5% tepung ikan), P4 (10% tepung udang, 0% tepung ikan). Parameter yang diteliti adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum.
Hasil penelitian menunjukkan rataan konsumsi (g/ekor/minggu) P0;158,77, P1;157,33, P2;157,95, P3;151,54 dan P4;149,34. Rataan pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) P0;202,91, P1;198,71, P2;196,78, P3;197,92 dan P4;200,88. Rataan konversi ransum P0;2,03, P1;1,99, P2;1,94, P3;1,94 dan P4;1,90. Hasil anova menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum (P>0,05). Kesimpulanya adalah bahwa tepung limbah udang dapat digunakan dalam ransum hingga level 10% untuk itik peking.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Saribudolok pada tanggal 13 Juni 1992 dari Ayah
Mardi Girsang dan Ibu Rusli br Simanjuntak. Penulis merupakan anak ke enam
dari enam bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Saribudolok dan pada tahun
yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Melalui ujian
tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis
Memilih Program Studi Peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Ikatan
Mahasiswa Peternakan (IMAPET), anggota Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan
(IMAKRIP), Ketua Porseni pada perayaan Dies-Natalis Program Studi Peternakan
FP USU ke-51, Koordinator Lapangan Penerimaan Mahasiswa Baru 2013 (PMB
2013), Membela Fakultas Pertanian dalam kegiatan Piala Rektor 2013, Ketua
Koordinator Olah Raga dan Seni Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) 2014 dan
Wakil Ketua Bina Desa FP USU 2015.
Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) PADA BULAN Juli
2013-Agustus 2013 di PT. Putra Indo Mandiri Sejahtera di Desa Jaranguda
Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo. Penulis melaksanakan penelitian di
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Subtitusi limbah udang dengan
tepung ikan komersil dalam ransum terhadap performans itik Peking umur 1 hari
– 8 minggu” substitusi tepung ikan dalam ransum terhadap performans Itik Peking
umur 1 hari - 8 Minggu’’.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan
mendidik penulis selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak
Ir. Edhy Mirwandhono, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan ibu
Ir Tri Hesti Wahyuni, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini sehingga dapat
terlaksana dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan kedepan. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih atas saran yang diberikan dan berharap semoga skripsi
DAFTAR ISI
Kebutuhan Nutrisi Itik Peking... ... 4
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat Penelitian... 15
Bahan ... 15
Alat ... 15
Metode Penelitian ... 16
Parameter Penelitian ... 17
PelaksanaanPenelitian... ... 18
Random DOD... ... 18
Pembutan Tepung Limbah Udang... ... 18
Penyusunan Ransum... ... 29
PemeliharaanItik Peking ... 20
Pengambilan Data.... ... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum ... 21
Pertambahan Bobot Badan ... 23
Konversi Ransum ... 24
Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 26
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 27
Saran.... ... 27
DAFTAR PUSTAKA ... 28
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Laju pertumbuhan dan konsumsi itik pedaging ... 5
2. Kebutuhan nutrisi itik peking ... 6
3. Komposisi nutrisi dedak padi ... 9
4. Komposisi nutrisi tepung jagung ... 10
5. Komposisi nutrisi bungkil kelapa ... 10
6. Komposisi nutrisi bungkil kedelai ... 11
7. Komposisi nutrisi bungkil inti sawit ... 11
8. Komposisi nutrisi tepung ikan ... 12
9. Pengacakan perlakuan dan ulangan ... 18
10. Rataan konsumsi ransum itik peking (g/ekor/minggu) ... 21
11. Rataan pertambahan bobot badan itik peking (g/ekor/minggu) ... 23
12. Rataan konversi ransum itik peking ... 25
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal
1. Formulasi Ransum Itik Peking Starter Umur 0-2 Mingggu ... 31
2. Formulasi Ransum Itik Peking Grower Umur 2-7 Minggu ... 32
3. Formulasi Ransum Itik Peking Grower Umur 7-8 Minggu ... 33
4. Pembuatan Tepung Limbah Udang ... 34
5. Grafik rataan pertambahan bobot badan itik peking selama Penelitian (g/ekor/minggu)... 35
6. Grafik rataan konsumsi ransum itik peking selama penelitian (g/ekor/minggu)... 35
7. Grafik rataan konversi ransum itik peking selama penelitian (g/ekor/minggu)... 36
8. Grafik rekapitulasi data performans itik peking selama penelitian ... 36
9. Sidik ragam konsumsi ransum ... 37
10. Sidik ragam pertambahan bobot badan ... 37
ABSTRACT
JERNI PETERIKSON G , 2015: " The substitution of Commercial Fish Meal With Shrimp In Waste flour rations Against Performance of Peking ducks Age 1 Day - 8 Weeks " . Guided by R. Edhy MIRWANDHONO and TRI HESTI WAHYUNI .
This study aims to determine the extent of the effect of the use of flour shrimp waste (TLU) with filtrate water treatment husk ash (FAAS) and fermentation of EM-4 in the ration on body weight gain, feed intake and feed conversion peking duck. The design used was completely randomized design with 5 treatments and 4 replications. The treatment consists of P0 (0% shrimp meal, 10% fish meal), P1 (2.5% flour shrimp, fish meal 7.5%), P2 (5% shrimps flour, 5% fish meal), P3 (7, 5% shrimp meal, fish meal 2.5%), P4 (10% flour shrimp, 0% fish meal). Parameters studied were feed consumption, body weight gain and feed conversion.
The results showed the average consumption (g / head / week) P0; 158.77, P1; 157.33, P2; 157.95, P3; P4 151.54; 149.34. Mean body weight gain (g / bird / day) P0; 202.91, P1; 198.71, P2; 196.78, P3; P4 197.92; 200.88. The average feed conversion P0; 2.03, P1; 1.99, P2; 1.94, P3; 1.94 and P4; 1.90. ANOVA results showed that the treatment was not significant effect on feed intake, body weight gain and feed conversion (P> 0.05). Kesimpulanya is that the shrimp waste flour can be used in rations up to the level of 10% for the peking duck.
ABSTRAK
JERNI PETERIKSON G, 2015: “Subtitusi Tepung Ikan Komersial Dengan Limbah Tepung Udang Dalam Ransum Terhadap Performans Itik Peking Umur 1 Hari – 8 Minggu”. Dibimbing oleh R. EDHY MIRWANDHONO dan TRI HESTI WAHYUNI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan tepung limbah udang (TLU) dengan pengolahan filtrat air abu sekam (FAAS) serta fermentasi EM-4 dalam ransum terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan konversi ransum itik peking. Rancangan yang dipakai adalah rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari P0 (0% tepung udang, 10% tepung ikan), P1 (2,5% tepung udang, 7,5% tepung ikan), P2 (5% tepung udang, 5% tepung ikan), P3 (7,5% tepung udang, 2,5% tepung ikan), P4 (10% tepung udang, 0% tepung ikan). Parameter yang diteliti adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum.
Hasil penelitian menunjukkan rataan konsumsi (g/ekor/minggu) P0;158,77, P1;157,33, P2;157,95, P3;151,54 dan P4;149,34. Rataan pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) P0;202,91, P1;198,71, P2;196,78, P3;197,92 dan P4;200,88. Rataan konversi ransum P0;2,03, P1;1,99, P2;1,94, P3;1,94 dan P4;1,90. Hasil anova menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum (P>0,05). Kesimpulanya adalah bahwa tepung limbah udang dapat digunakan dalam ransum hingga level 10% untuk itik peking.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan
sangat menentukan keberhasilan budidaya ternak. Biaya yang dikeluarkan untuk
bahan pakan (ransum) pada peternakan unggas adalah biaya terbesar yaitu
berkisar 60 – 70 persen dari seluruh biaya produksinya. Tinggi atau rendahnya
harga bahan baku pakan akan sangat menentukan tingkat keuntungan yang dapat
diperoleh dari usaha tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan ternak akan zat gizi
tertentu bahan baku pakan yang berkualitas masih didatangkan dari luar negeri.
Oleh karena itu, penggunaan bahan pakan lokal alternatif perlu diupayakan secara
optimal, dengan catatan bahan baku pakan tersebut ditingkatkan kualitasnya dan
terjamin ketersediaannya sepanjang tahun. Tepung ikan adalah bahan baku pakan
yang menyebabkan mahalnya harga ransum, karena tidak dapat dipenuhi dari
produksi dalam negeri, sehingga lebih dari setengah, yaitu 200 ribu ton/tahun
kebutuhan tepung ikan Indonesia disuplai dari impor. Oleh sebab itu untuk
memenuhi kebutuhan peternak skala kecil dan menengah perlu bahan pakan
alternatif sebagai pengganti tepung ikan ini. Salah satu bahan pakan alternatif
adalah limbah udang.
Industri pengolahan udang beku Indonesia berkembang sangat pesat pada
beberapa tahun terakhir ini, sejalan dengan meningkatnya produksi udang.
Indonesia termasuk negara pengekspor udang terbesar di dunia. Data BPS tahun
2004 menunjukkan produksi udang Indonesia sebesar 240.000 ton dan produksi
angka 250.000 ton. Apabila udang segar ini diolah menjadi udang beku, maka
sebesar 35% – 70% dari bobot utuh akan menjadi limbah udang, kualitasnya
bervariasi tergantung jenis udang dan proses pengolahannya. Oleh karena itu
perlu dilakukan pembahasan yang lebih mendalam mengenai kemungkinan
penggunaan tepung limbah udang ini untuk menggantikan tepung ikan dalam
ransum itik peking.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Subtitusi tepung limbah udang dengan tepung ikan komersil dalam
ransum terhadap performans itik peking umur 1 hari - 8 minggu”.
Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh pemberian limbah tepung udang sebagai subtitusi
tepung ikan komersil dalam ransum terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi
ransum dan konversi ransum ternak itik peking umur 1 hari – 8 minggu.
Hipotesis Penelitian
Pemanfaatan tepung limbah udang mampu mensubtitusi tepung ikan
komersil dalam ransum terhadap performans (pertambahan bobot badan,
konsumsi ransum dan konversi ransum) itik peking umur 1 hari – 8 minggu.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti,
peternak itik peking dan masyarakat tentang pemanfaatan limbah udang sebagai
subtitusi tepung limbah udang dalam ransum terhadap itik peking umur 1 hari - 8
TINJAUAN PUSTAKA
Asal Usul Itik
Itik merupakan salah satu jenis unggas air yang termasuk dalam Kelas:
Aves, Ordo: Anseriformes, Famili: Anatidae, Sub Famili: Anatinae, Genus: Anas.
Para ahli mempunyai pendapat bahwa ternak itik domestik yang kita kenal
sekarang merupakan keturunan dari itik liar yang mempunya nama ‘Mallard’ atau
‘With Mallard’ (Anas plathyrynchos), yang sampai saat ini masih banyak tersebar
di beberapa bagian dunia. Proses perubahan sifat-sifat liar dari ‘Mallard’ menjadi
ternak itik yang kita kenal sekarang terutama akibat domestikasi. Perubahannya
menyangkut bentuk badan yang ramping (slender) dan menjadi bentuk yang
mempunyai ukuran lebih besar pada itik pedaging (Srigandono, 1997).
Karakteristik Itik Peking
Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah Cina. Setelah mengalami
beberapa perubahan dan perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik
peking ini menjadi popular dikalangan masyarakat. Itik Peking dapat dipelihara di
daerah sub tropis maupun tropis. Itik Peking sangat mudah beradaptasi dan
keinginan untuk terbang sangat minim. Umumnya dipelihara secara intensif
dengan dilengkapi dengan kolam yang pendek (Murtidjo, 1996).
Marhijanto (1993), menyatakan bahwa itik peking bukan suatu jenis itik
yang cocok untuk petelur, melainkan lebih cocok dijadikan ternak untuk diambil
dagingnya. Sebagai unggas pedaging, itik peking mempunyai kelebihan yang
diantaranya pertumbuhannya cepat, mudah dalam pemeliharaannya, ekonomis dan
Itik peking mempunyai kepala besar dan bundar, paruhnya lebar, pendek
dan ujungnya berwarna kuning, akan tetapi ada juga yang berwarna putih,
lehernya pendek, gemuk dan tegak dan warna bulunya putih seperti burung kenari.
Pada jantan ditemukan bulu yang pada leher tengah agak dipanjangkan dan diatas
kepala kadang-kadang ditemukan bulu seperti jambul (Samosir, 1993).
Dari golongan itik pedaging (Peking, Muscovy dan Entok), itik peking
mulai popular di Indonesia. Produksi dagingnya bisa mencapai 3-3,5 kg pada
umur 7-8 minggu (Anggorodi, 1995).
Kebutuhan Nutrisi Itik Peking
Bahan makanan pada dasarnya mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh
untuk hidup pokok, produksi dan reproduksi (Tillman, et, al., 1991). Berdasarkan
unsur yang dikandung oleh bahan makanan yang perlu disediakan zat-zat nutrisi
yang dibutuhkan ternak.
Pada prinsipnya makanan itik tidak berbeda dengan makanan ayam.
Perbedaan terletak pada kadar protein dalam ransum yang relatif lebih tinggi.
Disamping itu penyediaan air lebih banyak diperhatikan. Itik yang dipelihara
secara intensif atau dikurung, kebutuhan air biasanya disediakan dalam
kolam-kolam kecil yang ditempatkan dekat bak makanan (Wahyu, 2004).
Rasyaf (1992), menyatakan bahwa bahan makanan yang biasa dipakai
sebagai campuran ransum itik adalah jagung kuning, dedak, bungkil-bungkilan,
kulit kerang, tepung ikan, daun lamtoro, minyak atau lemak, tepung darah dan
lainnya.
Ransum pada itik pada dasarnya sama seperti ayam, kesamaannya
agak basah. Air perlu ditambahkan ke dalam ransum untuk membuat pakan
ransum saling melekat, akan tetapi ransum tidak boleh begitu basah sampai becek
(Anggorodi, 1995).
Itik pedaging harus diberi pakan yang memiliki gizi tinggi untuk
mendukung pertumbuhan yang cepat. Kebutuhan utama zat gizi berupa protein
dengan kandungan asam amino esensial yang berimbang serta mempunyai
kandungan energi yang memadai. Disamping itu pakan tersebut harus memiliki
kadar vitamin dan mineral yang harus diperhatikan. Itik pada periode starter
membutuhkan ransum dengan kadar protein antara 20-22% dan energi
metabolismenya antara 2800-3000 kkal/kg ransum. Memasuki fase finisher, kadar
protein diturunkan menjadi 16-17% dan energi metabolismenya sebesar
2900-3000 kkal/kg. Untuk mencapai berat badan sekitar 3,5 kg pada umur 8 minggu,
itik peking harus menghabiskan pakan sebanyak 9,5 kg dengan rata-rata konsumsi
pakan 170 g/hari selama 8 minggu (Srigandono, 1998).
Tabel 1. Laju pertumbuhan dan konsumsi itik pedaging
Kebutuhan nutrisi untuk itik peking dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini:
Ketersediaan air minum dalam kandang pemeliharaan itik pedaging juga
harus selalu ada agar itik dapat minum setiap saat. Jumlah air minum yang
diberikan disesuaikan dengan banyak itik. Air yang digunakan harus air bersih
diganti setiap hari dan tempat minum dibersihkan secara rutin, ada baiknya tempat
pakan diletak berdekatan dengan tempat minum agar itik mudah menyelingi
kegiatan makan dan minum (Wakhid, 2013).
Untuk mendapatkan kecepatan pertumbuhan badan yang yang baik, itik
pedaging sangat memerlukan ransum yang cukup jumlahnya dan tepat mutunya,
ditambah dengan air minum yaang cukup, bersih dan segar. Jadwal pemberian
disengaja sangat merugikan, sebab dapat menimbulkan sifat kanibal dan
memperbesar timbulnya penyakit (Santoso, 1986).
Limbah Udang
Udang sebagai salah satu komoditi ekspor terbagi atas tiga macam,
yaitu (1) produk yang terdiri dari bagian badan dan kepala secara utuh ,
(2) badan tanpa kepala dan (3) dagingnya saja. Pengolahan produksi udang
berdasarkan ketiga macam produk tersebut, menyebabkan terdapat bagian-bagian
udang yang terbuang seperti kepala, ekor dan kulitnya. Bagian tersebut
merupakan limbah industri pengolahan udang beku yang disebut limbah udang
(Abun 2009).
Pemanfaatan limbah udang sebagai pakan ternak berdasarkan pada dua
hal, yaitu jumlah dan mutunya. Seiring dengan maraknya ekspor udang beku
kebeberapa negara, seperti Jepang, Taiwan, Amerika Serikat maka limbah yang
dihasilkan akan bertambah pula. Limbah udang tersebut pada umumnya terdiri
dari bagian kepala, kulit, ekor dan udang kecil - kecil disamping sedikit
daging udang (Parakkasi, 1983).
Kandungan khitin yang tinggi menyebabkan limbah udang mempunyai
kecernaan yang rendah yaitu kadar khitin 3 % dalam ransum ayam broiler yang
akan menekan konsumsi ransum dan pertumbuhan. Oleh sebab itu sebelum
digunakan sebagai bahan pakan dalam ransum broiler limbah udang itu harus
mendapat penanganan dan pengolahan yang baik untuk meningkatkan nilai
gizinya. Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya.
Fungsi kulit udang tersebut pada hewan udang (hewan golongan invertebrata)
bertahap yaitu tahap pemisahan protein (deproteinasi) dengan larutan basa
(Neely dan Wiliam, 1999).
Kualitas tepung udang sangat bergantung pada bagian tubuh udang yang
menjadi limbah, cara pengeringan dan jenis udang yang digunakan kandungan
protein kasarnya sebanyak 32% dan mineralnya 18% sehingga cukup baik
digunakan untuk bahan ransum. Penggunaan tepung udang yang terlalu banyak
juga tidak baik karena dari total 100% tepung udang sebagian besar adalah
kulitnya (Rasyaf, 1997).
Kandungan protein limbah udang yang cukup tinggi merupakan potensi
yang perlu dimanfaatkan. Disamping itu, limbah udang juga mengandung serat
kasar yang tinggi, yaitu berupa khitin. Purwaningsih (2000), menyatakan bahwa
limbah udang terdiri dari 30% khitin dari bahan keringnya. Adanya khitin ini
mengakibatkan adanya keterbatasan atau faktor pembatas dalam penggunaan
limbah udang untuk dijadikan bahan penyusun ransum ternak unggas jika
digunakan secara langsung tanpa dilakukan pengolahan.
Dedak Padi
Dedak padi musim panen sangat melimpah, sebaliknya pada musim
kemarau menjadi berkurang. Selain itu, dedak padi tidak dapat disimpan dengan
lama, dikarenakan kegiatan enzim yang bisa menyebabkan kerusakan atau bau
tengik oksidatif pada komponen minyak yang ada didalam dedak
(Balitnak, 2010).
Dedak merupakan limbah yang dibuat menjadi bahan ransum yang
diperoleh dari pemisahan beras dengan kulit gabahnya melalui proses
merupakan salah satu hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras
yang mengandung bagian luar yang tidak tebal, akan tetapi tercampur dengan
penutup beras. Dimana hal ini dapat mempengaruhi tinggi atau rendahnya
kandungan serat kasar dedak yang diperoleh (Parakkasi, 1999).
Dedak cukup mengandung energi dan protein yang baik, juga kaya akan
vitamin. Hal inilah yang menyebabkan dedak dapat digunakan sebagai campuran
formula ransum untuk unggas terutama itik (Rasyaf, 1992).
Kandungan nilai gizi dari dedak padi dapat kita lihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Komposisi nutrisi dedak padi
Nutrisi Kandungan Energy metabolis (Kkal/kg) 1630a Protein kasar (%) 13a Lemak kasar (%) 13a Serat kasar (%) 13a Abu (%) 11,7b Sumber: a Siregar (2009) dan bHartadi (1997)disitasi Muzakki (2011).
Tepung Jagung
Jagung hingga saat ini merupakan butiran yang paling banyak digunakan
masyarakat dalam ransum unggas di seluruh Indonesia. Jagung adalah salah satu
bahan makanan terbaik bagi unggas terutama itik yang digemukkan karena jagung
memiliki energi netto yang tinggi (Anggorodi, 1985).
Jagung mempunyai kadar triptofan yang rendah, paling rendah adalah
kadar metioninnya, kemudian lisin. Mertz mendapatkan suatu strain jagung yang
mengandung lebih banyak glutelin yang ada hubungannya dengan zein dibanding
Tabel 4. Komposisi nutrisi tepung jagung Sumber: aSiregar (2009) dan bHartadi (1997) disitasi Muzakki (2011).
Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa salah satu sumber protein di beberapa daerah tropis,
bungkil kelapa ini dirasa digunakan dalam ransum unggas. Peneltitian-penetlitian
terdahulu yang dilakukan di Philipina menunjukkan bahwa bungkil kelapa tidak
digunakan dalam ransum unggas lebih dari 20% (Wahyu, 2004).
Bungkil kelapa juga merupakan salah satu sumber protein yang penting di
seluruh Indonesia. Bungkil kelapa dapat memperbaiki defisiensi methionin dan
lisin yang dimana bungkil kelapa merupakan bahan makanan yang potensial bagi
unggas (Anggorodi, 1995). Sumber: a Siregar (2009) dan bHartadi (1997) disitasi Muzakki (2011).
Bungkil Kedelai
Bungkil kedelai merupakan bahan pakan sumber protein yang biasa
digunakan dalam formulasi pakan unggas. Bungkil kedelai mengandung protein
tinggi dan kaya lisin, tetapi metioninnya rendah. Ketersediaan bungkil kedelai di
Indonesia memang ada, tetapi umumnya di impor dari beberapa negara seperti
jenis pengolahannya seperti solvent dan expeller. Kualitas bungkil kedelai
tercantum dalam SNI 01-4227-1996 yang terdiri atas dua mutu, yaitu mutu 1 yang
proteinnya lebih tinggi daripada mutu 2. Faktor pembatas yang menjadi perhatian
adalah kadar afltoksin yang tidak boleh lebih dari 50 ppb
Bungkil inti sawit merupakan hasil dari ikutan proses ekstraksi inti sawit.
Dimana bahan ini bisa didapat dengan melalui proses kimia atau dengan cara
mekanik (Davendra, 1997).
Tabel 7. Komposisi nutrisi Bungkil inti sawit
Nutrisi Kandungan Sumber: a. laboratorium Ilmu makanan ternak program studi peternakan
fakultas pertanaian USU (2000) dan b. pusat penelitian kelapa sawit disitasi Muzakki (2011).
Tepung Ikan
Tepung ikan merupakan sumber protein utama bagi unggas, karena bahan
makanan tersebut mengandung semua asam-asam amino yang dibutuhkan dalam
Penggunaan tepung ikan dalam ransum unggas sering kali harus dibatasi untuk
mencegah bau ikan yang meresap kedalam daging atau telur. Tepung ikan mudah
busuk sehingga terjadi penurunan kadar protein kasar (Anggorodi, 1995).
Tepung ikan dapat digunakan sebagai kalsium. Kandungan protein tepung
ikan sangat dipengaruhi oleh bahan ikan yang digunakan dalam proses
pembuatannya. Pemanasan yang berlebih akan membuat tepung ikan menjadi
berwarna cokelat dan kadar proteinnya cenderung menurun atau bisa menjadi
rusak (Boniran, 1999). Sumber: aSiregar (2009) dan bHartadi (1997) disitasi Muzakki (2011).
Pertambahan Bobot Badan
Kemampuan ternak untuk mengubah zat–zat makanan yang terdapat
dalam ransum menjadi daging ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan dari
ternak tersebut. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang
digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Pertumbuhan dapat dinyatakan dalam
pertumbuhan bobot badan abolut dan relatif. Pertambahan bobot badan absolut
(rata–rata) adalah selsih bobot badan akhir dan awal dibagi dengan waktu
pengamatan. Pertambahan bobot badan yang relatif adalah selisih bobot badan
akhir dengan bobot badan awal (Parakkasi, 1982).
Pertumbuhan murni mencakup pertambahan dalam bentuk dan berat
jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua
berat akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah merupakan
pertumbuhan murni (Anggorodi, 1990).
Laju komponen pertumbuhan berlangsung dengan kadar yang berbeda,
sehingga perubahan ukuran komponen menghasilkan diferensiasi atau perubahan
karakteristik individual sel dan organ. Perubahan morfologi ataupun kimiawi
misal perubahan sel-sel otot, tulang, hati, jantung, ginjal, otak, saluran
pencernaan, organ reproduksi dan alat pernapasan. Terjadi dalam proses
diferensiasi (Soeparno, 1992).
Pertumbuhan dapat diukur dengan jalan menimbang hewan hidup pada
saat-saat tertentu secara berurutan, untuk menghilangkan bias karena isi saluran
pencernaan maka digunakan bobot hewan puasa yaitu hewan setelah dipuasakan
18-24 jam. Pertumbuhan dapat dilihat melalui kurva hubungan antara bobot badan
dengan umur adalah S (Sigmoid). Ada fase awal yang pendek dimana bobot badan
meningkat dengan meningkatnya umur. Hal ini diikuti oleh pertumbuhan yang
eksplosif kemudian akhirnya ada suatu fase dengan tingkat pertumbuhan sangat
rendah (Lawrie, 1994).
Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah
pakan yang diberikan. Konsumsi ransum dapat dihitung dengan pengurangan
jumlah pakan yang diberikan dan sisa yang diberikan atau penghamburan. Tingkat
energi dalam ransum menentukan banyaknya jumlah ransum yang dikomsumsi.
Peningkatan energi metabolis dalam pakan mengurangi konsumsi pakan pada
Tingkat konsumsi ransum banyak ditentukan oleh palatabilitas ransum,
sistem tempat pakan dan pengisian tempat pakan, kepadatan ternak perkandang.
Dilain pihak tingkat konsumsi dipengaruhi oleh nafsu makan ternak itu sendiri
dan dipengaruhi oleh kesehatan ternak itu sendiri (Wahyu, 1985).
Temperatur lingkungan merupakan pengaruh yang besar terhadap
konsumsi harian. Konsumsi rendah bila temperatur tinggi dan meningkat bila
temperatur rendah. Suhu 16-24OC adalah suhu yang ideal bagi produksi yang
efisien dan memungkinkan dicapainya produksi yang maksimum
(Gillespie, 1987).
Konversi Ransum
Konversi ransum didefinisikan sebagai banyaknya ransum yang
dihabiskan untuk menghasilkan setiap kilogram pertambahan bobot badan.
Angka konversi ransum yang kecil berarti banyaknya ransum yang
digunakan untuk menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit
(Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Konversi ransum merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk
menilai efisiensi penggunaan ransum serta kualitas ransum. Konversi ransum
adalah perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan
bobot badan dalam jangka waktu tertentu. Salah satu ukuran efisiensi adalah
dengan membandingkan antara jumlah ransum yang diberikan (input) dengan
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium biologi ternak Jln. Prof. Dr. A.
Sofyan No.3 Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 2 bulan yaitu bulan Mei sampai
Juni 2015.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan yaitu itik Peking umur 1 hari Day Old Duck
(DOD) sebanyak 100 ekor, bahan penyusun ransum terdiri dari jagung, dedak
padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, minyak nabati, bungkil inti sawit, tepung
udang, tepung ikan, top mix, air minum memenuhi kebutuhan air dalam tubuh
yang diberikan secara ad-libitum, air gula untuk mengurangi stres dari kelelahan
transportasi, rodalon sebagai desinfektan kandang dan peralatan tempat pakan dan
minum, formalin 40% dan KMnO4 (Kalium permanganate) untuk fumigasi
kandang, vitamin dan suplemen tambahan seperti Vitachick dan vaksin ND strain
Lasota.
Alat
Adapun alat yang digunakan yaitu kandang baterai berukuran 100cm ×
100cm x 50 cm sebanyak 20 unit dan tiap unit di isi 5 ekor DOD, peralatan
kandang terdiri dari 20 unit tempat pakan dan 20 unit tempat minum, timbangan
salter digital kapasitas 5000gr untuk menimbang bobot badan itik dan menimbang
thermometer sebagai pengukur suhu kandang. Alat pencatat data seperti buku
data, alat tulis dan kalkulator, alat pembersih kandang berupa sapu, ember, sekop
dan hand sprayer, alat lain berupa plastik, ember dan pisau.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)
yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan dimana setiap ulangan terdiri dari 5
ekor itik peking. Pada ransum diberikan perlakuan sebagai berikut:
P0 = Ransum (jagung, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, minyak nabati,
bungkil inti sawit, tepung limbah kulit udang dan top mix) dengan 0% tepung
limbah udang + 10% tepung ikan.
P1 = Ransum (jagung, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, minyak nabati,
bungkil inti sawit, tepung limbah kulit udang dan top mix) dengan 2,5%
tepung limbah udang + 7,5% tepung ikan.
P2 = Ransum (jagung, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, minyak nabati,
bungkil inti sawit, tepung limbah kulit udang dan top mix) dengan 5% tepung
limbah udang + 5% tepung ikan.
P3 = Ransum (jagung, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, minyak nabati,
bungkil inti sawit, tepung limbah kulit udang dan top mix) dengan 7,5%
tepung limbah udang + 2,5% tepun ikan.
P4 = Ransum (jagung, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, minyak nabati,
bungkil inti sawit, tepung limbah kulit udang dan top mix) dengan 10%
Jumlah ulangan:
Model matematik percobaan yang digunakan adalah :
Yij = µ + σi + ∑ij
∑ij = Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
(Hanafiah, 2003).
Parameter Penelitian
a. Konsumsi Ransum
Data konsumsi ransum yang akan diperoleh dengan cara penimbangan
ransum yang diberikan selama satu minggu, kemudian dikurangi dengan
b. Pertambahan Bobot Badan (g)
Data pertambahan bobot badan diperoleh dengan cara penimbangan setiap
minggu yang merupakan selisih antara penimbangan bobot badan akhir dengan
penimbangan bobot awal persatuan waktu (gram/minggu).
c. Konversi Ransum
Data konversi ransum dihitung setiap minggu dengan cara
membandingkan jumlah ransum (gram) yang dikonsumsi dengan pertambahan
bobot badan (gram) setiap minggu.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan kandang dan peralatan
Kandang yang digunakan yaitu sistem baterai, terdiri dari 20 plot, setiap
plot terdapat 5 ekor DOD. Sebelum DOD dimasukkan, kandang dibersihkan
dengan air dan detergen kemudian di desinfektan menggunakan rodalon dan
fumigasi menggunakan formalin 40% dan KMnO4. Kandang harus dilengkapi
dengan tempat pakan dan minum serta alat penerangan. Istirahat kandang
dilakukan selama 1 minggu. Air gula diberikan ke DOD pada saat baru tiba untuk
mengurangi cengkaman stres selama perjalanan.
Random DOD
Sebelum DOD dimasukkan kedalam kandang yang sudah disediakan
terlebih dahulu dilakukan penimbangan agar bisa diketahui kisaran bobot badan
awal yang akan digunakan, kemudian dilakukan pemilihan secara acak (random)
untuk menghindari bias (galat percobaan) lalu ditempatkan pada masing-masing
Pembuatan Tepung Limbah Udang
Pembuatan tepung limbah udang menggunakan beberapa bahan antara
lain: kulit, kepala dan ekor. Alat yang digunakan yaitu terpal untuk tempat
menjemur bahan tersebut dengan sinar matahari. Pembuatan tepung diawali
dengan membersihkan limbah udang dari benda-benda yang tidak diinginkan
dengan air bersih, kemudian ditiriskan, setelah itu direndam dengan menggunakan
air filtrat abu sekam selama 48 jam, untuk memperoleh larutan abu sekam padi
20% dilakukan dengan melarutkan 200 g abu sekam padi dalam 1 liter air bersih.
Larutan ini dibiarkan selama 24 jam, lalu disaring untuk memperoleh filtratnya.
Selanjutnya dipanaskan dengan autoclave selama 45 menit, dan langsung digiling
menjadi bentuk tepung, lalu Fermentasi dengan EM-4 dengan dosis 20 ml/100
gram substrat dengan lama fermentasi 11 hari, kemudian dikering anginkan.
Penyusunan Ransum
Bahan penyusun ransum yang digunakan terdiri dari jagung, dedak padi,
bungkil kedelai, tepung ikan, bungkil inti sawit, minyak nabati, tepung udang,
top mix.
Bahan penyusun ransum sebaiknya ditimbang terlebih dahulu sesuai
komposisi susunan ransum yang telah ditentukan dalam formulasi setiap
perlakuan. Metode yang digunakan dalam mencampur ransum adalah secara
manual dan ransum disusun dua kali seminggu untuk mencegah terjadinya
Pemeliharaan Itik Peking
Itik peking dipelihara dalam kandang dengan perlakuan diberi pemanas
dan penerangan (lampu pijar 40 watt). Ransum dan air minum diberikan secara
ad-libitum.
Pengambilan data
Pengambilan data setiap hari untuk konsumsi ransum dengan menimbang
ransum yang tersisa atau terbuang tetapi perhitungan dilakukan sekali seminggu
untuk penimbangan berat badan, demikian juga dengan konversi ransum diambil
datanya pada setiap minggu.
Analisis data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis sidik ragam dan
besaran F-tabel diperoleh dari tabel F dengan derajat bebas yang sesuai dengan
taraf nyata yang diinginkan. Bila nilai F-hitung > F-tabel pada taraf α = 0,05
dikatakan perlakuan tersebut berbeda nyata. Apabila F-hitung lebih besar dari
F-tabel pada taraf α = 0,01 dikatakan perlakuan tersebut sangat berbeda nyata.
Apabila F-hitung lebih kecil dari F-tabel, H0 diterima. Berarti perlakuan tyersebut
tidak berbeda nyata. Jika semua data telah diperoleh maka dilakukan uji lanjut
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah
pakan yang diberikan kepada ternak. Konsumsi ransum dihitung berdasarkan
selisih antara jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah sisa ransum. Dari hasil
penelitian yang telah dilakukan diperoleh rataan konsumsi ransum itik peking
selama penelitian dapat dilihat pada Table 9.
Tabel 9. Rataan konsumsi ransum itik peking (g/ekor/minggu)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan konsumsi ransum itik peking
selama penelitian adalah 154,98 g/ekor/minggu. Konsumsi ransum tertinggi
terdapat pada perlakuan P0 (ransum dengan perlakuan pakan komersil) yaitu
sebesar 158,77 g/ekor/hari, sedangkan konsumsi ransum terendah terdapat pada
perlakuan P4 (ransum dengan perlakuan 10% tepung limbah udang 0%
tepung ikan).
Berdasarkan hasil analisis ragam (lampiran) menunjukkan bahwa ransum
perlakuan dengan pemberian tepung limbah udang dengan pengolahan dan
fermentasi dalam level yang berbeda memberikan pengaruh yang tidak berbeda
berbeda nyata mengidentifikasi bahwa laju pakan yang dikonsumsi semua ternak
adalah sama. Pakan ransum yang dikonsumsi itik peking baik menggunakan
tepung ikan komersil maupun dengan tepung udang dengan pengolahan dan
fermentasi diduga dipengaruhi oleh kebutuhan nutrisi dari ternak tersebut dan juga
dapat dipengaruhi oleh tingkat palatabilitas dari pakan tersebut.
Kebutuhan nutrisi yang terpenuhi untuk itik peking berupa protein yang
belum mencukupi untuk ternak itik peking tersebut. Hal ini ditunjukkan dari hasil
analisis Laboratorium Nutisi dan Pakan Ternak (2014), menunjukkan protein
tepung ikan komersil berjumlah 45,75% dan hasil analisis Laboratorium Loka
Penelitian Kambing Potong menunjukkan protein tepung limbah udang berjumlah
39,2%. Hal inilah yang mengakibatkan konsumsi pakan itik peking P0 lebih tinggi
dari P1, P2, P3 dan P4. Sehingga konsumsi pakan itik peking tertinggi ada pada P0.
Sedangkan kebutuhan protein dari P1, P2, P3 dan P4 belum mencukupi, sehingga
konsumsi pakan itik peking rendah pada P4. Hal ini didukung oleh pernyataan
Wahkid (2013), menyatakan kebutuhan gizi itik pada masing-masing periode
pemeliharaan itik membutuhkan pakan dengan kandungan air, protein, vitamin,
mineral, lemak dan serat kasar yang mencukupi. Begitu juga dengan jumlah
pakan yang diperlukan itik tergaantung tingkat umur itik.
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan dihitung setiap minggu berdasarkan bobot
badan akhir dikurangi bobot badan awal dalam satuan g/ekor/hari. Rataan
pertambahan bobot badan itik peking yang diperoleh selama penelitian dapat
Tabel 10. Rataan pertambahan bobot badan itik peking (g/ekor/minggu)
Berdasarkan Tabel 10 memperlihatkan bahwa rataan pertambahan bobot
badan itik peking selama penelitian sebesar 39,89 g/ekor/minggu. Untuk
mengetahui pengaruh pertambahan bobot badan selama penelitian, maka
dilakukan analisis sidik ragam seperti yang tertera pada lampiran 9.
Hasil analisis sidik ragam pada lampiran 9 menunjukkan bahwa F hitung
lebih kecil dari F tabel pada taraf 0,05 yang berarti perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4
pada itik peking memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap
pertambahan bobot badan itik peking, walau rataan pertambahan bobot badan itik
peking yang diperoleh antar perlakuan sedikit berbeda yaitu pada P0 = 202,91
g/ekor/minggu, P1 = 198,79 g/ekor/minggu, P2 = 196,78 g/ekor/minggu, P3 =
197,92 g/ekor/minggu dan P4 = 200,88 g/ekor/minggu.
Pada pertambahan bobot badan dapat dilihat bahwa pertambahan bobot
badan itik peking tertinggi pada perlakuan P0, hasil pertambahan bobot badan itik
peking sesuai dengan tingkat konsumsi ransumnya. Tingkat konsumsi tertinggi
terdapat pada P0 (158,77 g/ekor/minggu), pertambahan bobot badan tertinggi
terdapat pada P0 (202,91 g/ekor/minggu).
Tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap pertambahan bobot badan itik
sama pada tiap perlakuan dan tingkat konsumsi ransum yang tidak berbeda nyata
pada perlakuan tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rafian (2003),
menyatakan bahwa ternak yang mengkonsumsi ransum dengan kandungan zat-zat
makan yang sama akan memperlihatkan pertamahan bobot badan yang hampir
sama pula.
Pertambahan bobot badan yang tidak berbeda nyata mengidentifikasikan
bahwa laju fisiologis dari ternak itik peking pada semua perlakuan adalah sama.
Ransum yang dikonsumsi dengan menggunakan tepung ikan komersil maupun
dengan tepung limbah udang diduga berpengaruh terhadap kondisi fisiologis
saluran pencernaan yaitu meningkatkan kekentalan digesta. Laju digesta pakan
dalam saluran pencernaan berjalan dengan lambat karna kandungan serat kasarnya
rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Mangisah et al., (2009), bahwa laju
digesta yang lambat menyebabkan banyak nutrient yang dapat dicerna dan diserap
oleh tubuh, sehingga ketersediaan nutrisi untuk sintesis jaringan tubuh meningkat.
Konversi Ransum
Konversi ransum dihitung dengan membandingkan jumlah ransum yang
dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang diperoleh setiap minggunya.
Rataan konversi ransum itik peking yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat
Tabel 11. Rataan konversi ransum itik peking
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa rataan konversi ransum itik
peking selama penelitian adalah 1,96. Untuk mengetahui pengaruh konversi
ransum selama penelitian, maka dilakukan analisis sidik ragam seperti yang
tertera pada lampiran 10.
Pemberian tepung limbah udang terolah (FAAS) fermentasi EM4 dalam
ransum tidak berpengaruh nyata (F hit < 0,05) terhadap konversi ransum itik
peking. Hal ini dikarenakan komposisi nutrisi ransum pada masing-masing
perlakuan hampir sama. Hal ini didukung oleh pernyataan Chard dan Nasheim
(1972) yang disitasi harahap (2004), bahwa konversi ransum tergantung pada
beberapa faktor antara lain kadar protein, energi metabolisme dalam ransum,
besar tubuh, bangsa ternak, umur, ketersediaanya nutrisi dalam jumlah yang
cukup, suhu dan kesehatan ternak.
Konversi ransum yang rendah berarti banyaknya ransum yang digunakan
menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit. Hal ini didukung oleh
pernyataan Kartasudjana dan Suprijadna (2006), menyatakan bahwa angka
konversi ransum yang kecil berarti banyaknya ransum yang digunakan untuk
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan selama 8 minggu terhadap
konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum iting peking
maka dilakukan rekapitulasi yang dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Rekapitulasi hasil penelitian
Perlakuan Konsumsi Ransum Pertambahan bobot badan Konversi Ransum (g/ekor/minggu) (g/ekor/minggu)
P0 158,77tn 202,91 tn 2,03 tn
P1 157,33tn 198,79 tn 1,99 tn
P2 157,95 tn 196,78 tn 1,94 tn
P3 151,54 tn 197,92 tn 1,94 tn
P4 149,34 tn 200,88 tn 1,90 tn
Pada Tabel 12 menunjukkan masing-masing peubah penelitian setiap
perlakuan. Dari hasil rekapitulasi hasil penelitian pada perlakuan P0, P1, P2, P3 dan
P4 memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konsumsi
ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum itik peking. Konsumsi
ransum yang baik diperoleh pada P0 (158,77 g/ekor/minggu), pertambahan bobot
badan yang baik diperoleh pada P0 (202,91 g/ekor/minggu) dan konversi ransum
yang baik diperoleh pada P2 dan P3 (1,94 dan 1,94 g/ekor/minggu). Dari hasil data
rekapitulasi hasil penelitian diatas, perlakuan P0 (pengguanaan tepung limbah
udang pada level 0%), perlakuan P2 (pengguanaan tepung limbah udang pada
level 5%) dan perlakuan P3 (pengguanaan tepung limbah udang pada level 7,5%)
menghasilkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan tepung limbah
udang mampu menggantikan pemberian tepung ikan komersil terhadap
performans itik peking umur 1 hari – 8 minggu.
Saran
Disarankan kepada peternak untuk menggunakan tepung limbah udang
DAFTAR PUSTAKA
Abun. 2009. Pengolahan Limbah Udang Windu Secara Kimiawi Dengan NaOH dan H2SO4 Terhadap Protein dan Mineral Terlarut. Jurusan Nutrisi dan
Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran, Bandung.
Anggorodi.H.R., 1985. Ilmu Pakan Ternak Unggas. UI-Press, Jakarta.
Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Anggorodi.H.R., 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Balitnak, 2010. Pembuatan Silase Dedak Padi. Unit Komersialisasi Balai Penelitian Ternak.
Boniran, S., 1999. Kualitas Kontrol untuk Bahan Baku dan Produk Akhir Pakan Ternak. Kumpulan Makanan Quality Management Workshop.
Chard, L.E and Nasheim, M.C., 1972. Poultry Production 11 Ed. Lea and Febiger. Philadelphia, New York.
Davendra, C., 1997. Utilization of Feedingstuff from Palm Oil. P.16. Malaysian Agriculture and Research Development Institute Serdang, Malaysian.
Gillespie, J.R., 1987. Animal Nutrition And Feeding, Second Edition. Reston Book Prentice Hall, United States Of America.
Hartadi, H. S., Reksohadiprodjo, A. D., Tillman., 1997. Komposisi Bahan Pakan Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Kartasudjana, R dan Edjeng S. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak, 2014. Program Studi Peternakan FP USU, Medan.
Lawrie, R.A., 1994. Ilmu Daging Edisi ke-5. UI Press, Jakarta.
Marhijanto, B., 1993. Delapan Langkah Beternak Itik yang Berhasil. Arkola, Surabaya.
Muzakki, A., 2011. Substitusi Dedak Padi Dengan Kulit Buah Kakao Difermentasi Aspergillus niger Terhadap Performans Itik Raja Umur 1-7 Minggu. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Murtidjo, B. A., 1996. Mengelola Itik. Kanisius, Yogyakarta.
Neely, M.C.H and William, 1999, Chitin and Its Derivates in Industrial, Gums Kelco Company California. 193 –212.
Parakkasi., 1982. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Unggas. PT. Angkasa Peternakan Universitas Andalas, Padang.
Parakkasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Cetakan Pertama. Penerbit Angkasa, Bandung.
Parakkasi., 1999. Ilmu Nutrisi Makanan Ternak Unggas. UI-Press, Jakarta.
Purwaningsih, S. 2000. Teknologi Pembekuan Udang. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Rafian, A., 2003. Penampilan Ayam Broiler dan Komposisi Kimia Karkas dengan Perlakuan Konsumsi Energi pada Awal Fase Starter. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rasyaf, M., 1992. Beternak Itik Komersial. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Rasyaf, M., 1995. Pengelolaan Usaha Peternakan Ayam Pedaging. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Rasyaf, M., 1997. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Kanisius. Yogyakarta.
Samosir, D. J., 1993. Ilmu Ternak Itik. Gramedia, Jakarta.
Siregar, Z., 2009. Pemanfaatan Hasil Samping Perkebunan dengan Penambahan Mineral dan Hidrolisat Bulu Ayam. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Srigandono, B., 1997. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Srigandono, B., 1998. Beternak Itik Pedaging. Trubus Agriwidya, Ungaran.
Suci, D. M., Hermana W., 2012. Pakan Ayam. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suprijatna, E., R. Kartasudjana. 2006. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tillman. A.D., Hartadi. H., Reksohadiprodjo. S., Prawirokusuma. S dan Lebdosoekojo. S., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wakhid, A., 2013. Beternak Itik. Agromedia, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulasi Ransum Itik Peking Starter Umur 0-2 Minggu
Bahan P0 P1 P2 P3 P4
Tepung Ikan 10 7,5 5 2,5 0
Tepung Udang 0 2,5 5 7,5 10
Jaggung Halus 41 41 41 41 41
Bungkil Kedelai 23 23 23 23 23
Bungkil Inti Sawit 9 9 9 9 9
Bungkil Kelapa 7 7 7 7 7
Dedak Padi 5 5 5 5 5
Minyak Nabati 4 4 4 4 4
Top Mix 1 1 1 1 1
Total 100 100 100 100 100
Protein (%) 22,941 22,553 22,165 21,777 21,389
EM (Kkal/kg) 2947,6 2938,6 2929,6 2920,6 2911,6
LK (%) 4,564 4,466 4,368 4,270 4,173
SK (%) 4,925 5,368 5,811 6,253 6,696
Ca (%) 0,598 0,838 1,079 1,320 1,561
Lampiran 2. Formulasi Ransum Itik Peking Grower Umur 2-7 Minggu
Bahan P0 P1 P2 P3 P4
Tepung Ikan 10 7,5 5 2,5 0
Tepung Udang 0 2,5 5 7,5 10
Jaggung Halus 58 58 58 58 58
Bungkil Kedelai 6 6 6 6 6
Bungkil Inti Sawit 2 2 2 2 2
Bungkil Kelapa 9 9 9 9 9
Dedak Padi 11 11 11 11 11
Minyak Nabati 3 3 3 3 3
Top Mix 1 1 1 1 1
Total 100 100 100 100 100
Protein (%) 16,656 16,268 15,880 15,492 15,104
EM (Kkal/kg) 2983,6 2974,6 2965,6 2956,6 2947,6
LK (%) 4,993 4,896 4,798 4,700 4,602
SK (%) 4,61 5,053 5,486 5,983 6,381
Ca (%) 0,560 0,801 1,042 1,282 1,523
Lampiran 3. Formulasi Ransum Itik Peking Grower Umur 7-8 Minggu
Bahan P0 P1 P2 P3 P4
Tepung Ikan 10 7,5 5 2,5 0
Tepung Udang 0 2,5 5 7,5 10
Jaggung Halus 57 57 57 57 57
Bungkil Kedelai 4 4 4 4 4
Bungkil Inti Sawit 2 2 2 2 2
Bungkil Kelapa 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5
Dedak Padi 17 17 17 17 17
Minyak Nabati 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
Top Mix 1 1 1 1 1
Total 100 100 100 100 100
Protein (%) 15,780 15,392 15,004 14,616 14,228
EM (Kkal/kg) 2993 2983,99 2974,98 2965,97 2956,95
LK (%) 5,601 5,504 5,406 5,308 5,210
SK (%) 4,715 5,157 5,600 6,043 6,486
Ca (%) 0,564 0,805 1,046 1,287 1,527
Lampiran 4. Pembuatan Tepung Limbah Udang
Limbah udang (kepala, kulit dan ekor)
Dibersihkan dari benda-benda asing yang menempel dan dicuci dengan air bersih
Selanjutnya dipanaskan dengan autoclave selama 45 menit, dan langsung digiling menjadi bentuk pasta Direndam dengan larutan filtrat air abu sekam (FAAS) 20% selama 48 jam. Untuk memperoleh larutan abu sekam
padi 20 % dilakukan dengan melarutkan 200 g abu sekam padi dalam 1 liter air bersih. Larutan ini dibiarkan selama
24 jam, lalu disaring untuk memperoleh filtratnya
Fermentasi dengan EM-4 dengan dosis 20 ml/100 gram substrat dengan lama fermentasi 11 hari
Digrinder
Lampiran 5. Grafik rataan pertambahan bobot badan itik peking selama penelitian
(g/ekor/minggu)
192 194 196 198 200 202 204
P1 P2 P3 P4 P5
Rataan pertambahan bobot badan
Lampiran 6. Grafik rataan konsumsi ransum itik peking selama penelitian (g/ekor/minggu)
144 146 148 150 152 154 156 158 160
P0 P1 P2 P3 P4
Lampiran 7. Grafik rataan konversi ransum itik peking selama penelitian (g/ekor/minggu)
1.8 1.85 1.9 1.95 2 2.05
P0 P1 P2 P3 P4
Rataan konversi ransum
Lampiran 8. Grafik rekapitulasi data performans itik peking selama
0 50 100 150 200 250
P0 P1 P2 P3 P4
Lampiran 9. Sidik ragam konsumsi ransum
SK dB JK KT F Hit f tabel 0.01 0.05 Perlakuan 4 289.608 72.402 0.346tn 3.060 4.890
Galat 15 3139.770 209.318
Total 19 3429.377
Lampiran 10. Sidik ragam pertambahan bobot badan
SK dB JK KT F Hit f tabel 0.01 0.05 Perlakuan 4 95.601 23.900 0.128tn 3.060 4.890
Galat 15 2790.712 186.047
Total 19 2886.313
Lampiran 11. Sidik ragam konversi ransum
SK dB JK KT F Hit f tabel 0.01 0.05 Perlakuan 4 0.046 0.012 0.696tn 3.060 4.890
Galat 15 0.248 0.017