PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
GURILLA PEMATANGSIANTAR
TESIS
Oleh
POMARIDA SIMBOLON 097032029/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
GURILLA PEMATANGSIANTAR
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
POMARIDA SIMBOLON 097032029/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA
TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GURILLA PEMATANGSIANTAR
Nama Mahasiswa : Pomarida Simbolon Nomor Induk Mahasiswa : 097032029
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
Menyetujui Komisi Pembimbing:
Tanggal Lulus : 27 Oktober 2011 (Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes)
Ketua
(Drs. Tukiman, M.K.M) Anggota
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si)
Dekan
Telah diuji
Pada Tanggal : 27 Oktober 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes Anggota : 1. Drs. Tukiman, M.K.M
PERNYATAAN
PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
GURILLA PEMATANGSIANTAR
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, November 2011
ABSTRAK
Pemberian ASI secara eksklusif sangat penting bagi kesehatan dan ketahanan tubuh bayi karena ASI mengandung zat-zat gizi yang lengkap yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf dan otak dan memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya. Cakupan ASI eksklusif di Indonesia secara umum masih rendah yaitu 20% dari 80% yang ditargetkan, demikian juga di wilayah kerja Puskesmas Gurilla Pematangsiantar hanya 5,47%. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan pemberian ASI eksklusif belum mencapai target sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Penelitian ini merupakan survei dengan tipe explanatory yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh dukungan keluarga (dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional) terhadap pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Gurilla Pematangsiantar tahun 2011. Populasi penelitian adalah ibu yang mempunyai bayi berumur 6-12 bulan, dengan jumlah sampel 60 ibu. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji regresi logistik pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga yaitu dukungan informasional dan dukungan emosional memiliki pengaruh signifikan terhadap pemberian ASI eksklusif. Variabel dukungan penilaian dan dukungan instrumental tidak memiliki pengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Gurilla Pematangsiantar.
Disarankan bagi tenaga kesehatan khususnya bidan di wilayah kerja Puskesmas Gurilla Pematangsiantar agar lebih aktif dalam memberikan dukungan serta penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya dukungan keluarga dalam pemberian ASI secara eksklusif. Bagi anggota keluarga khususnya pada suami agar memotivasi dan mendukung ibu memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya.
ABSTRACT
Exclusive breastfeeding is very important for babies’ health and immunity because mother’s milk contains high protein which is needed to complete by the growth and development of cranial nerve and brain, gives immune body toward some diseases, and brings about emotional tie between a mother and her baby. The exclusive breastfeeding coverage in Indonesia was generally low; 20 out of 80 percent of being targeted. This condition also occured at the working area of Gurilla Health Center, Pematangsiantar which was only 5,47 percent. This indicated that the scope of exclusive breastfeeding has not yet reached the target in accordance Minimum Service Standards (MSS).
This research was an explanatory survey which was aimed to analyze the influence of family support (informational support, evaluation support, instrumental support and emotional support) on exclusive breastfeeding at the working area of Gurilla Health Center, Pematangsiantar, in 2011. The population in the research were 60 mothers who had 6 to 12 year old babies. The data were collected by conducting interviews using questionnaires and analyzed by using logistic regression test at the level of confidence of 95%.
The result of this study showed that family support, informational support a n d emotional support variables had significant influence on exclusive breastfeeding. Variable of evaluation support, instrumental support had no influence on giving the exclusive breasfeeding at the working area of Gurilla Health Center, Pematangsiantar.
It is recommended that the health officers especially midwife at the working area of Gurilla Health Center, Pematangsiantar, should actively give support and carry out counseling to the people about the importance of family support in exclusive breastfeeding. It is also recommended that the husbands should motivate and support their wives to give exclusive breastfeeding to their babies.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Pengaruh Dukungan Keluarga
terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla
Pematangsiantar”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat
Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dukungan dan
bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk
itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc.(CTM)., Sp.A, (K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan Drs. Tukiman, M.K.M selaku Komisi
mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari
proposal hingga penulisan tesis ini selesai.
5. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si dan Dra. Jumirah, Apt, M.Kes selaku
Komisi Penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi
kesempurnaan penulisan tesis ini.
6. Dr. Ronald H Saragih selaku Kepala Dinas Kesehatan dan Drg. Hendry F
Ginting selaku Kepala Puskesmas Gurilla Pematangsiantar, beserta seluruh
staf pegawai yang telah membantu melakukan pengumpulan data yang
dibutuhkan dalam penelitian.
7. Para Dosen dan Staf di Lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
8. Secara khusus terimakasih yang tak terhingga penulis persembahkan atas
perhatian, dukungan baik moral maupun materil dan doa kepada orangtua
tercinta, Ayahanda B. Simbolon dan Ibunda A. br. Rumahombar serta
Kakanda Sinaruli dan Keluarga, ketiga Adik penulis Hernaria Simbolon,
Siholmarito Simbolon, Ristoria Simbolon yang selalu memberikan motivasi
dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Program
Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat USU.
9. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat dan
Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi angkatan 2009
Universitas Sumatera Utara khususnya (Susi Vera Pakpahan, Nagoklan
Poniyah Simanullang, Tarianna Ginting, Elvipson Sinaga dan Fransiskus
Uweubun) atas dukungan, semangat dan kebersamaan yang diberikan selama
ini.
10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.
Akhir kata, semoga Tuhan melimpahkan berkat dan kasihNya bagi kita semua
dan penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan tesis ini
dengan harapan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan penelitian selanjutnya.
Medan, November 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Pomarida Simbolon dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 27 Oktober
1982. Beragama katolik. Anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan ayahanda B.
Simbolon dan Ibunda A. br Rumahombar. Saat ini bertempat tinggal di Jalan Gitar
No. 3 Pasar 1 Padangbulan Medan.
Menamatkan pendidikan formal dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar
Negeri 125543 Pematangsiantar tahun 1988, Sekolah Menengah Pertama Negeri 3
Pematangsiantar tahun 1994, Sekolah Menengah Atas Pelita Pematangsiantar tahun
1997, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tahun 2000. Tahun
2009 penulis melanjutkan pendidikan ke Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan
Komunitas/Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Pernah bekerja di Lembaga Pendidikan Canada Medan dari tahun 2004-2008.
Saat ini penulis bekerja di Pusat Pendidikan BIMA Medan dari tahun 2009 sampai
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Hipotesis ... 9
1.5. Manfaat Penelitian ... 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1. ASI Eksklusif ... 10
2.1.1. Manfaat ASI Eksklusif ... 13
2.1.2. Pola Pemberian ASI ... 16
2.1.3. Produksi ASI ... 18
2.1.4. Nilai Nutrisi ASI ... 19
2.2. Menyusui ... 21
2.2.1. Keterampilan Menyusui ... 22
2.2.2. Faktor yang Memengaruhi Ibu tidak Memberikan ASI Eksklusif ... 24
2.2.3. Kebutuhan Gizi Ibu Menyusui ... 26
2.3. Dukungan Keluarga ... 30
2.4. Landasan Teori ... 35
2.5. Kerangka Konsep ... 36
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 37
3.1. Jenis Penelitian ... 37
3.3. Populasi dan Sampel ... 37
3.3.1. Populasi ... 37
3.3.2. Sampel ... 37
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 39
3.4.1. Data Primer ... 39
3.4.2. Data Sekunder ... 39
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 39
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 40
3.5.1. Variabel Independen ... 40
3.5.2. Variabel Dependen ... 41
3.6. Metode Pengukuran ... 41
3.6.1. Pengukuran Variabel Independen ... 41
3.6.2. Pengukuran Variabel Dependen ... 42
3.7. Metode Analisis Data ... 43
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 46
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 46
4.2 Karakteristik Ibu ... 48
4.3. Dukungan Keluarga ... 50
4.3.1. Dukungan Informasional ... 50
4.3.2. Dukungan Penilaian ... 52
4.3.3. Dukungan Instrumental . ... 54
4.3.4. Dukungan Emosional ... 56
4.4. Pemberian ASI Eksklusif ... 58
4.5. Hubungan Dukungan Informasional dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 59
4.6. Hubungan Dukungan Penilaian dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 60
4.7. Hubungan Dukungan Instrumental dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 61
4.8. Hubungan Dukungan Emosional dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 61
4.9. Pengaruh Dukungan Keluarga (Dukungan Informasional, Dukungan Penilaian, Dukungan Instrumental dan Dukungan Emosional) terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 62
BAB 5. PEMBAHASAN ... 67
5.2. Pengaruh Dukungan Informasional terhadap Pemberian ASI
Eksklusif ... 69
5.3. Pengaruh Dukungan Penilaian terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 72
5.4. Pengaruh Dukungan Instrumental terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 76
5.5. Pengaruh Dukungan Emosional terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 79
5.6. Keterbatasan Penelitian ... 86
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87
6.1. Kesimpulan ... 87
6.2. Saran ... 87
DAFTAR PUSTAKA ... 89
DAFTAR TABEL
Nomor
3.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Dependen ... 43
4.1. Jumlah Sarana dan Prasarana di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla
Tahun 2011 ... 47
4.2. Jumlah Tenaga Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla
Tahun 2011 ... 48
4.3. Distribusi Frekuensi Umur, Jumlah Anak, Umur Anak Terakhir, Pendidikan, Pekerjaan, Penghasilan Keluarga dan Dukungan
Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla Tahun 2011 ... 49
4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Dukungan Informasional
di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla Tahun 2011 ... 51
4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Dukungan Informasional
di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla Tahun 2011 ... 52
4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Dukungan Penilaian
di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla Tahun 2011 ... 53
4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Dukungan Penilaian
di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla Tahun 2011 ... 54
4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Dukungan Instrumental
di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla Tahun 2011 ... 55
4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Dukungan Instrumental
di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla Tahun 2011 ... 56
4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Dukungan Emosional
di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla Tahun 2011 ... 57
4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Dukungan Emosional
di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla Tahun 2011 ... 58
4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Pemberian ASI Eksklusif
di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla Tahun 2011 ... 59
4.13. Hubungan Dukungan Informasional terhadap Pemberian ASI Eksklusif
di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla Tahun 2011 ... 60
4.14. Hubungan Dukungan Penilaian terhadap Pemberian ASI Eksklusif
di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla Tahun 2011 ... 60
4.15. Hubungan Dukungan Instrumental terhadap Pemberian ASI Eksklusif
di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla Tahun 2011 ... 61
4.16. Hubungan Dukungan Emosional terhadap Pemberian ASI Eksklusif
di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla Tahun 2011 ... 62
4.17. Pengaruh Dukungan Keluarga (Dukungan Informasional, Dukungan Penilaian, Dukungan Instrumental dan Dukungan Emosional) terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Daftar Pertanyaan Karakteristik Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla
Pematangsiantar ... 94
2. Daftar Pertanyaan Kuesioner Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla Pematangsiantar (Variabel Dukungan Informasional) ... 95
3. Daftar Pertanyaan Kuesioner Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla Pematangsiantar (Variabel Dukungan Penilaian) ... 95
4. Daftar Pertanyaan Kuesioner Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla Pematangsiantar (Variabel Dukungan Instrumental) ... 95
5. Daftar Pertanyaan Kuesioner Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla Pematangsiantar (Variabel Dukungan Emosional) ... 96
6. Daftar Pertanyaan Kuesioner Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla Pematangsiantar (Variabel Pemberian ASI Eksklusif) ... 96
7. Output SPSS Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 97
8. Output SPSS Distribusi Frekuensi Variabel Penelitian ... 99
9. Output SPSS Uji Chi-square ... 104
10. Output SPSS Uji Statistik Regresi Logistik Berganda ... 108
11. Output SPSS Uji Validitas dan Reliabilitas ... 112
12. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 113
ABSTRAK
Pemberian ASI secara eksklusif sangat penting bagi kesehatan dan ketahanan tubuh bayi karena ASI mengandung zat-zat gizi yang lengkap yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf dan otak dan memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya. Cakupan ASI eksklusif di Indonesia secara umum masih rendah yaitu 20% dari 80% yang ditargetkan, demikian juga di wilayah kerja Puskesmas Gurilla Pematangsiantar hanya 5,47%. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan pemberian ASI eksklusif belum mencapai target sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Penelitian ini merupakan survei dengan tipe explanatory yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh dukungan keluarga (dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional) terhadap pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Gurilla Pematangsiantar tahun 2011. Populasi penelitian adalah ibu yang mempunyai bayi berumur 6-12 bulan, dengan jumlah sampel 60 ibu. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji regresi logistik pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga yaitu dukungan informasional dan dukungan emosional memiliki pengaruh signifikan terhadap pemberian ASI eksklusif. Variabel dukungan penilaian dan dukungan instrumental tidak memiliki pengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Gurilla Pematangsiantar.
Disarankan bagi tenaga kesehatan khususnya bidan di wilayah kerja Puskesmas Gurilla Pematangsiantar agar lebih aktif dalam memberikan dukungan serta penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya dukungan keluarga dalam pemberian ASI secara eksklusif. Bagi anggota keluarga khususnya pada suami agar memotivasi dan mendukung ibu memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya.
ABSTRACT
Exclusive breastfeeding is very important for babies’ health and immunity because mother’s milk contains high protein which is needed to complete by the growth and development of cranial nerve and brain, gives immune body toward some diseases, and brings about emotional tie between a mother and her baby. The exclusive breastfeeding coverage in Indonesia was generally low; 20 out of 80 percent of being targeted. This condition also occured at the working area of Gurilla Health Center, Pematangsiantar which was only 5,47 percent. This indicated that the scope of exclusive breastfeeding has not yet reached the target in accordance Minimum Service Standards (MSS).
This research was an explanatory survey which was aimed to analyze the influence of family support (informational support, evaluation support, instrumental support and emotional support) on exclusive breastfeeding at the working area of Gurilla Health Center, Pematangsiantar, in 2011. The population in the research were 60 mothers who had 6 to 12 year old babies. The data were collected by conducting interviews using questionnaires and analyzed by using logistic regression test at the level of confidence of 95%.
The result of this study showed that family support, informational support a n d emotional support variables had significant influence on exclusive breastfeeding. Variable of evaluation support, instrumental support had no influence on giving the exclusive breasfeeding at the working area of Gurilla Health Center, Pematangsiantar.
It is recommended that the health officers especially midwife at the working area of Gurilla Health Center, Pematangsiantar, should actively give support and carry out counseling to the people about the importance of family support in exclusive breastfeeding. It is also recommended that the husbands should motivate and support their wives to give exclusive breastfeeding to their babies.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemajuan suatu bangsa dipengaruhi dan ditentukan oleh tingkat
kesehatan masyarakat di mana salah satu indikator tingkat kesehatan tersebut
ditentukan oleh status gizi. Status gizi seseorang dikatakan baik apabila
terdapat keseimbangan dan keserasian antara perkembangan fisik dan
perkembangan mental orang tersebut (Wiryo, 2005).
Memasuki era globalisasi diperlukan anak Indonesia sebagai generasi penerus
bangsa yang berkualitas agar mampu bersaing dengan negara lain. Kesehatan dan
gizi merupakan faktor penting karena secara langsung berpengaruh terhadap
kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia ditentukan oleh
kecukupan zat gizi yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sejak bayi.
Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang
pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis.
Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh
asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi
dan anak pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya,
maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu
tumbuh kembang bayi (Kresnawan, 2006).
tersedia, siap diminum tanpa adanya persiapan yang khusus. Bagi bayi, ASI eksklusif
adalah makanan yang paling cocok, karena dapat memberikan gizi yang paling sesuai
untuk kebutuhan bayi, melindungi dari berbagai infeksi dan memberikan hubungan
kasih sayang yang mendukung semua aspek perkembangan bayi, termasuk kesehatan
dan kecerdasan bayi.
ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman
lain. Pemberian ASI eksklusif dianjurkan sampai enam bulan pertama kehidupan bayi
(Depkes RI, 2005).
Pada tahun 1999, setelah pengalaman 9 tahun, United Nations Children
Fund (UNICEF) memberikan klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan yang dituangkan dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia dengan SK No.450/Menkes/SK/IV/2004
(Depkes RI, 2005).
Pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan resiko bayi mengidap berbagai
penyakit seperti radang paru-paru, diare, infeksi/peradangan telinga, asma,
kencing manis, overweight dan beberapa infeksi lainnya yang disebabkan oleh
kuman (Harm’s Way, 2002). Bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif mempunyai
kemungkinan lebih besar menderita kekurangan gizi, obesitas, kanker, jantung,
hipertensi dan diabetes (Amiruddin dan Rostia, 2006).
Keyakinan tentang menyusui bayi khususnya di kota-kota besar, kelihatannya
sudah mulai luntur. Di Indonesia, khususnya di kota-kota besar, terlihat adanya
Di kota-kota besar banyak ibu-ibu bekerja untuk mencari nafkah sehingga tidak dapat
memberikan ASI nya dengan baik dan teratur. Faktor lain, adalah pengaruh
pemakaian pil Keluarga Berencana (KB), gengsi agar kelihatan lebih modern dan
karena pengaruh iklan (Soetjiningsih, 1997).
Hasil Riskesdas 2007, terjadi penurunan pemberian ASI pada bayi 0-5 bulan.
Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan, tahun 2002
pemberian ASI masih 40 persen dan pada Riskesdas 2007 turun menjadi 32 persen.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2010, pemberian ASI pada bayi di bawah
6 bulan belum memuaskan. Pemberian ASI pada umur 0-1 bulan 45,4%, 2-3 bulan
38,3%, dan 4-5 bulan 31%. Secara keseluruhan cakupan pemberian ASI eksklusif di
Indonesia tahun 2010 hanya 20% jauh dari target yang ditetapkan yaitu 80%. Dari
hasil Riskesdas, jenis makanan prelaktal yang paling banyak diberikan ialah susu
formula 71,3% (Riskesdas, 2010).
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004,
ditemukan berbagai alasan ibu-ibu menghentikan pemberian ASI eksklusif kepada
bayinya, diantaranya produksi ASI kurang (32%), ibu bekerja (16%), ingin dianggap
modern (4%), masalah pada putting susu (28%), pengaruh iklan susu formula (16%)
dan pengaruh orang lain terutama suami (4%) (Depkes RI, 2005).
Alasan lain seorang ibu tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya
karena masih merebaknya mitos bahwa menyusui akan membuat payudara
menjadi tidak indah lagi serta membuat badan menjadi gemuk. Mitos ini
ditinggalkan suaminya sebagaimana hasil survei Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) pada tahun 1995 terhadap ibu-ibu se-Jabotabek (Adiningsih,
2004).
Faktor lainnya yang menghambat pemberian ASI eksklusif adalah
pengalaman keluarga dalam pemberian ASI eksklusif, pengalaman ibu (jarak, lama
menyusui dan cara menyusui), sikap ibu, suami dan keluarga terhadap menyusui,
sikap tenaga kesehatan yang membantu ibu berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan menyusukan bayinya atau tidak. Sementara kemampuan ibu untuk
secara mandiri dalam mengambil keputusan juga tak kalah pentingnya. Selain itu
status ekonomi juga sangat menentukan ibu untuk memberikan ASI, semua
faktor ini merupakan resiko yang berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif.
Faktor-faktor inilah yang menyebabkan pemberian ASI eksklusif di Indonesia cukup
rendah (Depkes, 2005).
Faktor keberhasilan dalam menyusui adalah menyusui secara dini dengan
posisi yang benar, teratur dan eksklusif. Dalam hal ini peranan petugas
kesehatan (bidan) dan kader sangatlah penting untuk menolong ibu menyusui,
mengatasi kesulitan-kesulitannya sehingga penyelenggaraan laktasi dapat
berjalan dengan baik. Agar dapat terlaksananya pemberian ASI eksklusif
dibutuhkan informasi yang lengkap mengenai manfaat dari ASI dan menyusui serta
bagaimana melakukan manajemen laktasi.
Sesuai dengan pelaksanaan manajemen laktasi yang dibagi dalam tiga
meliputi pemeriksaan payudara, pemantauan berat badan dan pemberian
Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), periode berikutnya adalah pada saat
segera setelah melahirkan meliputi membantu kontak langsung ibu dan bayi serta
ibu mulai menyusui bayinya pada 30 menit setelah kelahiran, dilanjutkan dengan
periode pasca persalinan (neonatal) meliputi pemberian KIE tentang cara menyusui
yang baik dan benar (Depkes, 2002).
Keberhasilan ibu dapat memberikan ASI secara eksklusif atau tanpa ada
pemberian makanan/minuman lain harus dilakukan melalui pelatihan bagi ibu
hamil trimester tiga yakni tujuh sampai sembilan bulan tentang teknik pemberian
ASI eksklusif. Melalui cara tersebut, diharapkan setelah melahirkan ibu dapat
menerapkan pemberian ASI eksklusif dan memahami bahwa pemberian ASI
dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan kecerdasan bayi (Swasono, 2005).
Penelitian Asmiyati (2000) yang dilakukan di Banten tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif menyatakan bahwa pengetahuan,
sikap, bentuk putting susu, dukungan petugas kesehatan dan dukungan keluarga
mempunyai hubungan yang bermakna dengan pemberian ASI. Hasil penelitian
menyatakan bahwa dukungan keluarga dan petugas kesehatan mempunyai hubungan
yang bermakna dengan pemberian ASI eksklusif.
Caplan (1976) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga
memiliki fungsi dukungan yaitu dukungan informasional, dukungan penilaian,
dukungan instrumental dan dukungan emosional. Pentingnya dukungan
(Konferensi Tingkat Tinggi) tentang kesejahteraan anak, bahwa dukungan keluarga
sangat penting mendukung wanita dalam pemberian ASI saja untuk 4 sampai 6
bulan pertama kehidupan anak dan memenuhi kebutuhan makanan anak berusia
muda pada tahun rawan.
Menurut Sudiharto (2007) dukungan keluarga mempunyai hubungan
dengan suksesnya pemberian ASI eksklusif kepada bayi. Dukungan keluarga
adalah dukungan untuk memotivasi ibu memberikan ASI saja kepada bayinya
sampai usia 6 bulan, memberikan dukungan psikologis kepada ibu dan
mempersiapkan nutrisi yang seimbang kepada ibu.
Penelitian Mardeyanti (2007) di Tangerang, bahwa 60% ibu tidak
memberikan ASI eksklusif. Hasil analisis memperlihatkan bahwa tingkat
pendidikan ibu yang rendah meningkatkan risiko ibu untuk tidak memberikan ASI
eksklusif dan ibu yang tidak mendapatkan dukungan keluarga juga akan
meningkatkan risiko untuk tidak memberikan ASI eksklusif.
Penelitian Hadinegoro, dkk (2007) di Jakarta, bahwa pemberian ASI
eksklusif dipengaruhi oleh dukungan suami, jam kerja, dan fasilitas ruangan
menyusui ditempat kantor. Hasil penelitian menunjukkan, secara proporsi ibu
yang memberi ASI eksklusif, 44% mendapat dukungan dari suami.
Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Pematangsiantar dari 17 Puskesmas
yang ada di Pematangsiantar terdapat 4479 j u m l a h bayi lahir d a n yang mendapat
ASI secara eksklusif dari ibunya hanya (3 4,78%). Wilayah kerja Puskesmas Gurilla
dibandingkan puskesmas lainnya. Sesuai dengan data tersebut, penulis akan
melakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Gurila Kecamatan Sitalasari, di
mana data jumlah bayi dari 439 bayi hanya 24 bayi (5,47%) yang diberi ASI
eksklusif (Dinkes Pematangsiantar, 2010).
Kebiasaan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Gurilla, terutama orang tua
dan mertua adalah memberikan makanan tambahan seperti bubur, madu, larutan gula
dan pisang kepada bayinya dengan alasan bayi akan kelaparan bila hanya diberikan
ASI. Suami sebagai kepala keluarga biasanya menuruti kebiasaan tersebut dengan
berbagai alasan, antara lain kurangnya pemahaman tentang ASI eksklusif atau takut
tidak patuh kepada orang tua dan mertua. Kelancaran menyusui juga memerlukan
kondisi kesetaraan antara keluarga terutama suami dan istri tetapi kenyataannya
hingga saat ini masih sangat sedikit keinginan suami untuk ikut berperan serta
dalam perawatan anaknya termasuk mendukung aktivitas menyusui. Umumnya
setelah melahirkan ibu-ibu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Gurilla selama lebih
kurang 6 bulan ditemani mertua atau orang tua mereka secara bergantian
Berdasarkan wawancara dengan beberapa ibu yang berada di wilayah kerja
Puskesmas Gurilla dengan 30 orang ibu, penulis menanyakan fakor-faktor yang
memengaruhi ibu tidak memberikan ASI eksklusif, 3 orang tidak tahu tentang ASI
eksklusif, 12 orang karena status pekerjaan dan 15 orang karena dukungan keluarga.
Sebagian besar sudah tahu tentang ASI eksklusif karena mereka tinggal di perkotaan.
Status pekerjaan karena singkatnya masa cuti hamil/melahirkan mengakibatkan
itu karena untuk mencari nafkah bukan hanya urusan suami tapi istri ikut juga
berperan serta. Penyebab lainnya k arena tidak ada dukungan keluarga untuk
memberikan ASI eksklusif pada bayi, apalagi ketika si ibu sedang bekerja,
sebagian besar ibu menyusui kurang mendapatkan dukungan terhadap pemberian
ASI eksklusif baik dari pihak keluarga maupun suami dimana faktor
penyebabnya adalah mitos yang kuat bahwa menyusui hanya urusan ibu. Dari
hasil survei tersebut penulis berasumsi bahwa dukungan keluargalah yang
berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Gurilla
Pematangsiantar.
Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh
dukungan keluarga (dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan
instrumental dan dukungan emosional) terhadap pemberian ASI eksklusif di
wilayah kerja Puskesmas Gurilla Pematangsiantar tahun 2011.
1.2. Permasalahan
Bagaimanakah pengaruh dukungan keluarga (dukungan informasional,
dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional) terhadap
pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Gurilla Pematangsiantar tahun
2011?
1.3. Tujuan Penelitian
Menganalisis pengaruh dukungan keluarga (dukungan informasional,
pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Gurilla Pematangsiantar
tahun 2011.
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh dukungan keluarga (dukungan informasional, dukungan
penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional) terhadap pemberian
ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Gurilla Pematangsiantar tahun 2011.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi pemerintah; sebagai bahan masukan dan informasi tentang pengaruh
dukungan keluarga terhadap pemberian ASI eksklusif yang dapat digunakan
sebagai dasar untuk menyusun kebijakan dalam upaya meningkatkan cakupan
pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan.
2. Bagi masyarakat; dapat meningkatkan pemahaman ibu tentang manfaat
pemberian ASI eksklusif dan masukan bagi keluarga agar mengetahui
pentingnya dukungan keluarga bagi ibu dalam memberikan ASI pada bayinya
sehingga cakupan pemberian ASI eksklusif meningkat.
3. Hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya
Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi dan pengembangan
penelitian selanjutnya yang terkait dengan dukungan keluarga dapat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) adalah emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan
garam-garam anorganik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar mamma dari ibu,
yang berguna sebagai makanan bagi bayinya. Air Susu Ibu (ASI) merupakan
makanan yang mudah didapat, selalu tersedia, siap diminum tanpa adanya persiapan
yang khusus dengan temperatur yang sesuai dengan bayi. Air Susu Ibu (ASI) memiliki
kandungan zat gizi yang lengkap dan sempurna untuk keperluan bayi serta
mengandung zat gizi yang lengkap dan sempurna untuk keperluan bayi serta
mengandung zat anti infeksi. Oleh karenanya Air Susu Ibu (ASI) merupakan
satu-satunya makanan terbaik dan paling cocok untuk bayi (Perinasia, 2004).
Banyak keunggulan Air Susu Ibu dibanding dengan susu sapi, antara lain:
1. Air Susu Ibu mengandung zat makanan yang dibutuhkan bayi dalam jumlah
yang cukup dengan susunan zat gizi yang sesuai untuk bayi.
2. Air Susu Ibu sedikit sekali berhubungan dengan udara luar, sehingga Air Susu Ibu
bersih dan kecil kemungkinan tercemar oleh kuman (bibit penyakit).
3. Air Susu Ibu selalu segar dan temperatur Air Susu Ibu sesuai dengan
temperatur tubuh bayi.
4. Mengandung zat kekebalan (immunoglobulin). Antibodi dalam Air Susu
terhadap asam dan enzim proteolitik saluran pencernaan dan membuat
lapisan pada mukosanya sehingga mencegah bakteri patogen dan enterovirus
masuk ke mukosa usus.
5. Air Susu Ibu tidak menimbulkan alergi.
Kolostrum (susu awal) adalah Air Susu Ibu yang keluar pada hari-hari
pertama setelah kelahiran bayi, berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental,
karena banyak mengandung vitamin A, protein dan zat kekebalan yang
penting untuk melindungi bayi dari penyakit infeksi. Kolostrum juga
mengandung vitamin E dan K serta beberapa mineral seperti natrium dan seng
(Depkes, 2005).
ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman
lain. Pemberian ASI eksklusif dianjurkan sampai enam bulan pertama kehidupan bayi
(Depkes RI, 2005). Pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI
saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, air jeruk, air teh, air putih.
Pada pemberian ASI eksklusif pada bayi juga tidak diberikan makanan tambahan
seperti pisang, papaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, tim, dan sebagainya (Roesli,
2009).
Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya
selama 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia harus mulai diperkenalkan dengan
makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan
lebih dari 2 tahun. Para ahli menemukan bahwa manfaat ASI akan sangat meningkat bila
dengan lamanya pemberian ASI eksklusif serta lamanya pemberian ASI bersama-sama
dengan makanan padat setelah bayi berumur 6 bulan.
Berdasarkan hal-hal di atas, WHO/UNICEF membuat deklarasi yang dikenal
dengan Deklarasi Innocenti (Innocenti Declaration). Deklarasi yang dilahirkan di
Innocenti, Italia tahun 1990 ini bertujuan untuk melindungi, mempromosikan, dan
memberi dukungan pada pemberian ASI. Deklarasi yang juga ditandatangani
Indonesia ini memuat hal-hal berikut: “Sebagai tujuan global untuk meningkatkan
kesehatan dan mutu makanan bayi secara optimal maka semua ibu dapat memberikan
ASI eksklusif dan semua bayi diberi ASI eksklusif sejak lahir sampai berusia 4-6
bulan. Setelah berumur 4-6 bulan, bayi diberi makanan pendamping/padat yang benar
dan tepat, sedangkan ASI tetap diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih. Pemberian
makanan untuk bayi yang ideal seperti ini dapat dicapai dengan cara menciptakan
pengertian serta dukungan dan lingkungan sehingga ibu-ibu dapat menyusui secara
eksklusif” (USAID, 2004).
Adapun alasan pemberian ASI eksklusif adalah:
a. ASI mengandung zat gizi yang ideal dan mencukupi untuk menjamin
tumbuh kembang sampai umur 6 bulan. Bayi yang mendapat makanan lain,
misalnya nasi lumat atau pisang hanya akan mendapat karbohidrat, sehingga zat
gizi yang masuk tidak seimbang.
b. Bayi dibawah usia 6 bulan belum mempunyai enzim pencernaan yang
sempurna, sehingga belum mampu mencerna makanan dengan baik. ASI
selanjutnya.
c. Ginjal bayi yang masih muda belum mampu bekerja dengan baik.
Makanan tambahan termasuk susu sapi biasanya mengandung banyak mineral
yang dapat memberatkan fungsi ginjal yang belum sempurna pada bayi.
d. Makanan tambahan mungkin mengandung zat tambahan yang berbahaya
bagi bayi misalnya zat warna dan zat pengawet.
e. Makanan tambahan bagi bayi yang mudah menimbulkan alergi (Perinasia, 2004).
Menurut Irawati (2005), bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif akan
mudah terkena infeksi. Jika sekarang banyak balita mengalami gizi buruk atau
busung lapar, karena anak itu tidak mendapat ASI eksklusif. Kalau bayi tidak
mendapat ASI eksklusif tetapi sudah mendapatkan makanan lain maka
kemampuan dia mengisap ASI pun menurun. Kalau kemampuan mengisapnya
menurun maka si ibu pun tidak menghasilkan ASI yang banyak.
2.1.1. Manfaat ASI Eksklusif
Manfaat pemberian ASI eksklusif bagi bayi sangat banyak antara lain:
a. ASI sebagai nutrisi yang terbaik
ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang
seimbang karena disesuaikan dengan kebutuhan bayi pada masa
pertumbuhannya. ASI adalah makanan yang paling sempurna, baik kualitas
maupun kuantitasnya. Dengan melaksanakan tata laksana menyusui yang
tepat dan benar, produksi ASI seorang ibu akan cukup sebagai makanan
enam bulan, bayi harus mulai diberi makanan padat tambahan, tetapi ASI
masih dapat diteruskan sampai dua tahun atau lebih (Danuatmaja, 2004).
b. ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi
Bayi baru lahir secara alamiah mendapat immunoglobulin (zat kekebalan
tubuh) dari ibunya melalui ari-ari. Namun, kadar zat ini akan cepat sekali
menurun segera setelah bayi lahir. Pada saat kadar zat kekebalan menurun,
sedangkan yang dibentuk oleh badan bayi belum mencukupi maka akan
terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi. Kesenjangan akan hilang
apabila bayi diberi ASI, karena ASI adalah cairan hidup yang mengandung
zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi
bakteri, virus, parasit, dan jamur. Bagi bayi pemberian ASI eksklusif ternyata
akan lebih sehat dan lebih jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang
tidak mendapat ASI eksklusif. Anak yang sehat tentu akan lebih
berkembang kepandaiannya dibanding anak yang sering sakit terutama bila
sakitnya berat (Arifeen, 2001).
c. ASI eksklusif meningkatkan kecerdasan
Perkembangan kecerdasan anak sangat berkaitan erat dengan
pertumbuhan otak. Faktor utama yang memengaruhi pertumbuhan otak anak
adalah nutrisi yang diterima saat pertumbuhan otak, terutama saat
pertumbuhan otak cepat. Air susu ibu selain merupakan nutrien ideal,
dengan komposisi tepat, dan sangat sesuai kebutuhan bayi, juga
pertumbuhan optimal otak bayi (Danuatmaja, 2004).
Hasil penelitian Lucas terhadap 300 bayi prematur membuktikan bahwa
bayi bayi prematur yang diberi ASI eksklusif mempunyai IQ yang lebih tinggi
secara bermakna (8,3 point lebih tinggi) dibanding bayi prematur yang tidak
diberi ASI. Pada penelitian Riva ditemukan bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif,
ketika berusia 9,5 tahun mempunyai tingkat IQ 12,9 point lebih tinggi dibanding
anak yang ketika bayi tidak diberi ASI eksklusif (Riva, 1996).
Faktor-faktor yang memengaruhi kecerdasan meliputi:
1. Faktor genetik
Faktor genetik atau faktor bawaan menentukan potensi genetik
atau bawaan yang diturunkan oleh orangtua. Faktor ini tidak dapat
dimanipulasi atau direkayasa.
2. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan adalah faktor yang menentukan apakah faktor
genetik akan dapat tercapai secara optimal. Faktor ini mempunyai
banyak aspek dan dapat dimanipulasi dan direkayasa.
Secara garis besar ada 3 jenis kebutuhan untuk faktor lingkungan, yaitu:
− kebutuhan untuk pertumbuhan fisik-otak (asuh)
− kebutuhan untuk perkembangan emosional (asih)
− kebutuhan untuk perkembangan intelektual dan sosialisasi (asah)
Bayi yang sering berada dalam dekapan ibu karena menyusui akan
merasakan kasih sayang ibunya. Ia juga akan merasa aman dan tentram,
terutama karena masih dapat mendengar detak jantung ibunya yang telah
ia kenal sejak dalam kandungan. Perasaan terlindung dan disayangi inilah
yang akan menjadi dasar perkembangan emosi bayi dan membentuk
kepribadian yang percaya diri dan dasar spritual yang baik (Roesli, 2009).
2.1.2. Pola Pemberian ASI
Pola pemberian ASI adalah kebiasaan ibu menyusui berdasarkan banyaknya
seorang ibu menyusui bayinya. Menyusui adalah suatu proses alamiah. Berjuta-juta
ibu di seluruh dunia berhasil menyusui tanpa pernah membaca buku tentang
ASI (Suhardjo, 1992).
Menurut Herniwati (1999), berbagai informasi yang memberikan gambaran
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pola pemberian ASI adalah kontinuitas
pemberian, waktu pemberian, pemanfaatan kolostrum dan usia anak saat disapih.
Akan tetapi sejalan dengan kemajuan teknologi maka terjadi pula perubahan
ekonomi, sosial dan budaya masyarakat, maka pola pemberian ASI sudah banyak
diganti dengan susu botol.
Dalam upaya perbaikan gizi keluarga ditekankan agar semua ibu-ibu
menyusui dapat memberikan ASI kepada bayi dan anak-anaknya selama dua tahun.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan terdapat bermacam-macam alasan
penyapihan, yaitu:
Keadaan kesehatan ibu dan pembagian waktu yang sulit khususnya pada
ibu bekerja dalam memberikan ASI akan mendorong penyapihan lebih awal.
2. Karena alasan ASI
Penyapihan akan dilakukan lebih awal bila ASI yang diproduksi oleh ibu tidak
keluar atau kurang mencukupi bagi bayi.
3. Karena alasan anak
Keadaan kesehatan anak yang tidak memungkinkan untuk disusui oleh ibu akan
mendorong penyapihan lebih awal, hal ini dapat terjadi pada bayi yang
harus berada di dalam inkubatorium. Dalam alasan penyapihan ini terdapat
juga perbedaan yang nyata antara masyarakat pedesaan dan perkotaan. Pada
masyarakat pedesaan, alasan penyapihan adalah karena anak sudah besar dan
ibu hamil lagi, sedangkan di perkotaan, faktor ibu lebih berperan karena ibu
bekerja atau sibuk (Arisman, 2004).
ASI dalam jumlah yang cukup merupakan makanan terbaik dan dapat
memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 4-6 bulan pertama. Bayi merupakan salah satu
kelompok rentan gizi dan paling mudah menderita kelainan gizi, bila suatu
masyarakat terkena kekurangan penyediaan bahan makanan kebutuhan bayi akan zat
gizi adalah yang paling tinggi, bila dinyatakan dalam satuan berat badan karena
bayi sedang ada dalam periode pertumbuhan yang pesat (Sediaoetama, 2004).
Pemberian ASI tak terlepas dari tatanan budaya. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Widodo (2001), dimana ibu yang memberikan ASI sebelum 30
minuman pralaktal (susu formula, air jeruk, air teh, air putih, pisang, biskuit, bubur
susu, bubur nasi, tim) pada bayinya sebesar 1,8-5,3 kali lebih besar dibandingkan ibu yang
tidak segera memberikan ASI.
2.1.3. Produksi ASI
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak dapat menyusui bayi. Salah
satunya ialah karena air susu tidak keluar, penyebab air susu tidak keluar juga tidak
sedikit, mulai dari stres mental sampai ke penyakit fisik, termasuk malnutrisi. Namun
demikian, perilaku tidak menyusui bayi segera setelah lahir atau dengan catatan
bahwa ibu tidak dalam keadaan terbius dan mengidap penyakit tertentu sehingga
tidak memungkinkan untuk menyusui.
Berdasarkan waktu diproduksi, ASI dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Kolostrum (susu jolong)
Kolostrum merupakan cairan yang keluar pertama kali setelah bayi lahir
sampai hari ketiga atau keempat, agak kental berwarna kekuningan, lebih
kuning dibanding dengan ASI matang (mature).
Kolostrum berkhasiat antara lain:
− Sebagai laxantia yang baik untuk membersihkan selaput usus bayi yang baru
lahir sehingga saluran pencernaan siap untuk menerima makanan.
− Kolostrum terutama mengandung globulin tinggi, sehingga dapat
memberikan daya perlindungan tubuh terhadap infeksi.
tubuh dari beberapa penyakit infeksi untuk jangka waktu sampai 6 bulan.
2. Air susu transisi/peralihan
Air susu transisi/peralihan adalah ASI yang diproduksi hari ketiga atau hari
keempat sampai hari kesepuluh sesudah kelahiran. Kadar proteinnya lebih
kecil dari kolostrum.
3. Air susu matang (mature)
Air susu mature yaitu ASI yang diproduksi mulai dari hari kesepuluh sesudah
kelahiran. Kadar proteinnya lebih kecil dari pada kolostrum, sedangkan kadar
lemak dan hidrat arang lebih tinggi (Arisman, 2004).
Pada bulan terakhir kehamilan, kelenjar-kelenjar pembuat ASI mulai
menghasilkan ASI. Dalam kondisi normal, pada hari pertama dan kedua sejak lahir, air
susu yang dihasilkan sekitar 50-100 ml sehari. Jumlahnya pun meningkat hingga 500 ml
pada minggu kedua. Dan produksi ASI semakin efektif dan terus-menerus meningkat
pada hari 10-14 hari setelah melahirkan. Bayi yang sehat mengonsumsi 700-800 ml ASI
setiap hari. Setelah memasuki masa enam bulan volume pengeluaran air susu mulai
menurun (Prasetyono, 2009).
2.1.4. Nilai Nutrisi ASI
ASI mengandung komponen makro dan mikro nutrisi. Yang termasuk
makronutrien adalah karbohidrat, protein dan lemak sedangkan mikronutrien adalah
a. Karbohidrat
Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah satu
sumber energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hampir dua kali
lipat dibandingkan laktosa yang ditemukan dalam susu sapi atau susu formula.
Namun demukian jarang ditemukan kejadian diare pada bayi yang mendapat ASI.
Hal ini disebabkan penyerapan laktosa ASI lebih baik dibandingkan laktosa susu sapi
atau susu formula (Soetjiningsih, 1997).
b. Protein
Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan
protein yang terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari
protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu sapi lebih
banyak mengandung protein casein yang lebih sulit dicerna oleh usus bayi (IDAI,
2008).
c. Lemak
Lemak ASI adalah komponen ASI yang dapat berubah-ubah kadarnya. Kadar
lemak bervariasi disesuaikan dengan kebutuhan kalori untuk bayi yang sedang
tumbuh. Pada masa pertumbuhan cepat atau loncatan pertumbuhan diperluka kalori
yang lebih banyak. Oleh karena itu, bayi yang akan lebih sering menyusu sepanjang
hari selama beberapa minggu. Dengan jarak menyusu yang lebih pendek seperti itu
maka kadar lemak akan meningkat memenuhi kebutuhan energi yang meningkat pada
d. Karnitin
Karnitin mempunyai peran membantu proses pembentukan energi yang
diperlukan untuk mempertahankan metabolisme tubuh. Konsentrasi karnitin bayi
yang mendapat ASI lebih tinggi dibandingkan bayi yang mendapat susu formula.
e. Vitamin
Vitamin terdiri dari : (1) Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi
yang berfungsi sebagai faktor pembekuan untuk mencegah terjadinya perdarahan. (2)
Vitamin D untuk mencegah penyakit tulang pada bayi. Walaupun pada ASI vitamin
D sedikit tetapi tidak perlu dikuatirkan karena bayi dapat dijemur pada pagi hari maka
bayi akan mendapat tambahan vitamin D yang berasal dari sinar matahari. (3)
Vitamin E. ASI memiliki kandungan vitamin E yang tinggi terutama pada kolostrum
dan ASI transisi awal. Vitamin E berfungsi untuk ketahanan dinding sel darah merah.
(4) Vitamin A selain berfungsi untuk kesehatan mata, vitamin A juga berfungsi untuk
mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh dan pertumbuhanan
f. Mineral
Mineral di dalam ASI mempunyai kualitas yang lebih baik dan lebih mudah
diserap dibandingkan dengan mineral yang terdapat di dalam susu formula
2.2. Menyusui
Menyusui adalah sesuatu yang alami, segala sesuatu yang alami adalah yang
terbaik bagi semua orang. Namun, alami tidak selalu mudah. Menyusui
yang professional (Ramaiah, 2007).
Langkah-langkah menyusui yang benar adalah : (a) Sebelum menyusui, ASI
dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan areola sekitarnya. Cara
ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu.
(b) Bayi diletakkan menghadap perut ibu atau payudara. (c) Payudara dipegang
dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang di bawah. Jangan menekan puting
susu saja atau areolanya saja. (d) Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut
dengan cara menyentuh pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut bayi. (e)
Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu
dengan puting serta areola dimasukkan ke mulut bayi. (f) Usahakan sebagian besar
areola dapat masuk ke dalam mulut bayi, sehingga puting susu berada di bawah
langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI ke luar dari tempat penampungan ASI
yang terletak di bawah areola. (g) Setelah bayi mulai menghisap, payudara tidak perlu
disanggah lagi (Perinasia, 2003).
2.2.1. Keterampilan Menyusui
Agar proses menyusui dapat berjalan dengan lancar, maka seorang ibu
harus memiliki keterampilan menyusui. Keterampilan menyusui yang baik
meliputi posisi menyusui dan perlekatan bayi pada payudara yang tepat.
1. Posisi Menyusui
Posisi menyusui haruslah senyaman mungkin, dapat dengan posisi
berbaring, atau duduk. Posisi yang kurang tepat akan menghasilkan perlekatan
bayi, serta posisi mulut bayi dan payudara ibu. Posisi badan ibu saat menyusui
dapat dengan posisi duduk, posisi tidur terlentang, dan posisi tidur miring. Saat
menyusui, bayi harus disanggah sehingga kepala lurus menghadap payudara ibu
dengan hidung menghadap ke puting dan badan bayi menempel dengan badan
ibu. Bibir bawah bayi disentuhkan dengan puting, tunggu sampai mulut bayi
terbuka lebar dan secepatnya dekatkan bayi ke payudara dengan cara menekan
punggung dan bahu bayi (bukan kepala bayi). Arahkan puting susu ke atas, lalu
masukkan ke mulut bayi dengan cara menyusuri langit-langitnya.
Masukkan payudara ibu sebanyak mungkin ke dalam mulut bayi sehingga
hanya sedikit bagian areola bawah yang terlihat dibandingkan dengan areola atas.
Bibir bayi akan memutar keluar, dagu bayi menempel pada payudara dan puting
susu terlipat di bawah bibir atas bayi.
Posisi tubuh yang benar saat menyusui, adalah sebagai berikut:
(a) Posisi muka bayi menghadap ke payudara
(b) Perut/dada bayi menempel pada perut/dada ibu
(c) Seluruh badan bayi menghadap ke badan ibu sehingga telinga bayi
membentuk garis lurus dengan lengan dan leher bayi
(d) Seluruh punggung bayi tersanggah dengan baik
(e) Ada kontak mata antara ibu dan bayi
(f) Pegang belakang bahu, jangan pada kepala bayi
(g) Kepala terletak di lengan bukan di daerah siku ibu
Agar bayi dapat menghisap secara efektif, maka bayi harus mengambil
cukup banyak payudara ke dalam mulutnya agar lidahnya dapat memeras sinus
laktiferus.
Tanda perlekatan bayi dan ibu yang baik adalah dagu bayi menyentuh
payudara:
(a) Mulut bayi terbuka lebar
(b) Bibir bawah terputar keluar
(c) Lebih banyak areola bagian atas yang terlihat dibandingkan bagian bawah
(d) Tidak menimbulkan rasa sakit pada puting susu
Jika bayi tidak melekat dengan baik maka akan menimbulkan luka dan
nyeri pada puting susu dan payudara akan membengkak karena ASI tidak keluar
secara efektif. Bayi akan merasa tidak puas dan ingin menyusu lebih sering dan
lama (IDAI, 2008).
2.2.2. Faktor yang Memengaruhi Ibu tidak Memberikan ASI Eksklusif
Menurut Roesli (2009), alasan ibu untuk tidak menyusui terutama secara
eksklusif sangat bervariasi. Beberapa faktor yang menyebabkan ibu tidak mau
memberikan ASI secara eksklusif, yaitu:
1. ASI tak cukup
Alasan ini merupakan alasan utama para ibu menyusui secara eksklusif.
Walaupun banyak ibu yang merasa ASI nya kurang, teapi hanya sedikit (2-5%)
yang secara biologis memang kurang produksi ASI-nya. Selebihnya, ibu dapat
dapat menyusui tetapi untuk menyusui dengan benar harus belajar.
2. Ibu bekerja dengan cuti 3 bulan
Bekerja sebenarnya bukan alasan untuk tidak memberikan ASI eksklusif
karena waktu ibu bekerja, bayi dapat diberikan ASI perah yang diperah sehari
sebelumnya.
3. Takut ditinggal suami
Dari sebuah suvei yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia tahun 1995 dalam Roesli (2009), diperoleh data bahwa alasan pertama
berhenti memberikan ASI pada bayinya adalah “takut ditinggal suami”. Hal ini
dikarenakan mitos yang mengatakan bahwa menyusui akan mengubah bentuk
payudara menjadi jelek. Pada hal sebenarnya yang mengubah bentuk payudara
adalah kehamilan bukan menyusui.
4. Pendapat bahwa tidak diberi ASI tetap berhasil “jadi orang”
Dengan diberi susu formula memang bayi dapat tumbuh besar, bahkan
mungkin berhasil “jadi orang“. Namun, kalau bayi ini diberi ASI eksklusif akan
menjadi lebih berhasil. Hal ini dikarenakan ASI memiliki semua yang dibutuhkan
bayi untuk tumbuh secara optimal. Dengan menyusui berarti seorang ibu tidak hanya
memberikan makanan yang optimal, tetapi juga rangsangan emosional, fisik dan
neurologik yang optimal pula. Dengan demikian, dapat dimengerti mengapa bayi
eksklusif akan lebih sehat, lebih tinggi kecerdasan intelektual maupun kecerdasan
5. Bayi akan tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri dan manja
Pendapat bahwa bayi akan tumbuh menjadi anak manja karena terlalu
sering didekap dan dibelai ternyata salah. Anak menjadi kurang mandiri, manja,
dan agresif karena kurang perhatian bukan karena terlalu diperhatikan oleh orang
tuanya.
6. Susu formula lebih praktis
Pendapat ini justru tidak benar, karena untuk membuat susu formula
diperlukan api atau listrik untuk memasak air, peralatan yang harus steril, dan
perlu waktu untuk mendinginkan susu formula yang baru dibuat. Sementara itu, ASI
yang siap pakai dengan suhu yang tepat setiap saat serta tidak memerlukan api, listrk,
dan perlengkapan yang harus steril jauh lebih praktis dari pada susu formula.
7. Takut badan tetap gemuk
Pendapat bahwa ibu menyusui akan sukar menurunkan berat badan adalah
tidak benar. Pada waktu hamil, badan telah mempersiapkan timbunan lemak
untuk membuat ASI. Didapatkan bukti bahwa menyusui secara eksklusif akan
membantu ibu menurunkan berat badan lebih cepat dari pada ibu yang tidak
menyusui secara secara eksklusif. Timbunan lemak yang terjadi sewaktu sewaktu
hamil akan dipergunakan untuk proses menyusui, sedangkan wanita yang tidak
menyusui akan lebih sukar untuk menghilangkan timbunan lemak ini.
2.2.3. Kebutuhan Gizi Ibu Menyusui
Periode post partum atau masa nifas/menyusui pada ibu adalah masa dimana
kembali ke waktu ke keadaan tidak hamil. Dalam masa menyusui, alat-alat
genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih seperti keadaan
sebelum hamil. Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan pada masa
nifas, maka ibu nifas membutuhkan diet yang cukup kalori dan protein,
membutuhkan istirahat yang cukup dan sebagainya.
Ibu menyusui memproduksi 600-800 ml ASI per hari oleh karena itu
diperlukan tambahan kalori sebanyak 500 kkal. Bila tidak diimbangi
peningkatan makanan, sumber kalori tersebut diambil dari tubuh ibunya sehingga
membahayakan status gizi ibu dan bayinya.
Menurut beberapa pendapat para ahli tidak ada makanan yang secara
khusus disarankan bagi ibu menyusui. Mereka harus makan seperti biasanya,
dengan menu beragam sesuai pola makan yang seimbang “empat sehat lima
sempurna”. Oleh karena ibu menyusui cenderung untuk merasa cepat haus karena
sebagian air yang diminum dipakai tubuh untuk memproduksi ASI (87%
kandungan ASI adalah air) maka perlu penambahan frekuensi minum sebanyak
4-5 gelas per hari agar tubuh tidak kekurangan cairan. Selain air putih, susu dan
buah juga dapat menjadi sumber cairan (Arifin, 2005).
Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan
metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama bila menyusui akan
meningkat 25%, karena berguna untuk proses kesembuhan karena sehabis
melahirkan dan untuk menyehatkan bayi. Semua itu akan meningkat tiga kali
Makanan yang dikonsumsi berguna untuk melakukan aktivitas,
metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses memproduksi ASI serta sebagai ASI
itu sendiri yang akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Menu makanan seimbang yang harus dikonsumsi adalah porsi cukup
dan teratur, tidak pedas atau berlemak, tidak mengandung alkohol, nikotin serta
bahan pengawet atau pewarna. Disamping itu harus mengandung:
1. Sumber tenaga (energi)
Untuk pembakaran tubuh, pembentukan jaringan baru, penghematan protein
(jika sumber tenaga kurang, protein dapat digunakan sebagai cadangan
untuk memenuhi kebutuhan energi). Zat gizi sebagai sumber karbohidrat terdiri dari
beras, sagu, jagung, tepung terigu dan ubi. Sedangkan zat lemak dapat diperoleh dari
hewani (lemak, mentega, keju) dan nabati (kelapa sawit, minyak sayur, minyak
kelapa dan margarin).
2. Sumber pembangun (protein)
Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan penggantian sel-sel yang rusak
atau mati. Protein dari makanan harus diubah menjadi asam amino sebelum diserap
oleh sel mukosa usus dan dibawa ke hati melalui pembuluh darah vena
portae.
Sumber protein dapat diperoleh dari protein hewani (ikan, udang, kerang,
kepiting, daging ayam, hati, telur, susu dan keju) dan protein nabati (kacang
tanah, kacang merah, kacang hijau, kedelai, tahu dan tempe). Sumber protein
mengandung zat kapur, zat besi dan vitamin B.
3. Sumber pengatur dan pelindung (mineral, vitamin dan air)
Unsur-unsur tersebut digunakan untuk melindungi tubuh dari
serangan penyakit dan pengatur kelancaran metabolisme dalam tubuh. Ibu menyusui
minum air sedikitnya 3 liter setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap
kali sehabis menyusui). Sumber zat pengatur dan pelindung biasa diperoleh dari
semua jenis sayuran dan buah-buahan segar.
Kebutuhan energi ibu menyusui pada enam bulan pertama kira-kira 700
kkal/hari dan enam bulan kedua 500 kkal/hari sedangkan ibu menyusui bayi yang
berumur 2 tahun rata-rata sebesar 400 kkal/hari (Eny dan Wulandari, 2009).
Keadaan gizi seseorang berkaitan dengan konsumsi makanan, tingkat
keadaan gizi yang optimal akan tercapai dengan kebutuhan gizi yang tercukupi.
Peranan ASI dipengaruhi oleh asupan makanan. Kebutuhan akan zat gizi tidak
sama bagi semua orang. Keseimbangan jumlah dan jenis zat gizi yang dibutuhkan
berbagai kelompok orang ditetapkan dalam sebuah daftar yang di revisi setiap
lima tahun (Soekirman, 2000).
Gizi dan pola makan ibu menyusui di Indonesia pada umumnya tidak baik,
bahkan sering ibu yang menyusui mendapat gizi dengan mutu yang sama dengan ibu
yang tidak menyusui. Oleh sebab itu, kebutuhan gizi ibu yang menyusui tentu saja
menjadi semakin meningkat, kebiasaan menyusui yang dilakukan oleh ibu-ibu
perlu diperhatikan karena ASI merupakan makanan yang paling sempurna, dimana
optimal (Depkes RI, 2002).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Deri di Kecamatan Singkil
Tahun 2009 bahwa pantangan/larangan terhadap beberapa jenis makanan relatif
tidak baik karena asupan zat gizi ibu menyusui manjadi sangat kurang yaitu
sebanyak 91,1% ibu nifas defisit zat besi, sebanyak 73,4% ibu menyusui defisit
energi dan sebanyak 26,7% ibu menyusui defisit protein.
2.3. Dukungan Keluarga
Menurut Sarwono (2003) dukungan adalah suatu upaya yang diberikan
kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut
dalam melaksanakan kegiatan. Menurut Santoso (2001) dukungan yaitu suatu
usaha untuk menyokong sesuatu atau suatu daya upaya untuk membawa sesuatu.
Bailon dan Maglaya dalam Sudiharto (2007) menyatakan, bahwa
keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah,
perkawinan atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga, melakukan
interaksi satu sama lain menurut peran masing-masing, serta menciptakan dan
mempertahankan suatu budaya. Keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari
dua orang atau lebih yang di rekat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta
tinggal bersama.
Dukungan sosial keluarga adalah suatu proses yang terjadi sepanjang
masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda-beda pada setiap tahap siklus
keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal,
sebagai akibatnya hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman,
1998).
Menurut Friedman (1998), tipe-tipe keluarga antara lain (1) keluarga inti
atau konjugal yaitu keluarga yang menikah, sebagai orang tua ayah pemberi
nafkah, keluarga inti terdiri dari suami, isteri dan anak mereka, baik anak kandung
maupun anak adopsi, (2) keluarga orientasi atau keluarga besar yaitu keluarga inti
dan orang-orang yang berhubungan darah seperti kakek/nenek, bibi, paman dan
sepupu.
Sudiharto (2007), menyatakan setiap anggota keluarga mempunyai struktur
peran formal dan informal, misalnya ayah mempunyai peran formal sebagai kepala
keluarga dan pencari nafkah. Peran informal ayah adalah sebagai panutan dan
pelindung keluarga. Struktur keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi,
kemampuan keluarga saling berbagi, kemampuan sistem pendukung di antara
anggota keluarga, kemampuan perawatan diri dan kemampuan menyelesaikan
masalah.
Menurut Bugges dalam Friedman (1998) keluarga terdiri dari orang-orang
yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi. Para anggota
sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga, atau jika
mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut
sebagai rumah mereka. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu
anak laki-laki dan anak perempuan. Keluarga sama-sama menggunakan kultur
yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik
tersendiri.
Friedman dalam Sudiharto (2007), menyatakan bahwa fungsi dasar
keluarga antara lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih,
serta saling menerima dan mendukung. Menurut Friedman (1998) dukungan
keluarga merupakan bagian integral dari dukungan sosial. Dampak positif dari
dukungan keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap
kejadian-kejadian dalam kehidupan.
Sebaliknya, dukungan sosial berfokus pada sifat interaksi yang berlangsung
dalam berbagai hubungan sosial sebagaimana yang dievaluasi oleh individual (Roth,
1989 dalam Friedman 1998) keluarga besar berfungsi sebagai sistem pendukung
bagi anggotanya. Caplan (1976) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga
memiliki fungsi dukungan